abses paru
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan
oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian lain dari
tubuh.1
Organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya
menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi
(peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit)
ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat.1
Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi
tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada
negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun
seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi.
Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni
oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.2
Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob
seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan
teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman
anaerob.2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material
purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil
mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama
dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda
terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi.3
2.2. Etiologi
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi
akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah
periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gusi
sampai ke saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki
sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika
sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada: 4
- Seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena
pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol
- penderita penyakit sistem saraf.
Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan
tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian
berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan), yang berakhir dengan
pembentukan abses. Mekanisme pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia
atau endokarditis katup trikuspidalis, akibat emboli septik pada paru-paru. Pada 89%
kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling sering adalah
Peptostreptococcus, Bacteroides, Fusobacterium dan Microaerophilic streptococcus. 4
Awalnya patogen ke dalam paru-paru
peradangan, yang menyebabkan nekrosis jaringan dan kemudian pembentukan abses.
Abses biasanya pecah menjadi bronkus, dan isinya ekspektorasi, meninggalkan udara
dan rongga berisi cairan. Dalam perpanjangan sekitar sepertiga dari kasus, langsung
atau tidak langsung (melalui fistula bronchopleural) dalam hasil rongga pleura pada
empiema.4
2.3. Patofisiologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi
dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi.
Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses
dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar
bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru.
Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi
empyema.5
Terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut :
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan
faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru
dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah
air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga
dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung
dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan
kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada
penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses
paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala
yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-
kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe
peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik
yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi
likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.5
2.4. Manifestasi Klinis
1. Gejala klinis : 3,4,6
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia
pada umumnya yaitu:
a. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang
dijumpai dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses
dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas
(Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 –
75% penderita abses paru.
d. Nyeri dada ( 50% kasus)
e. Batuk darah ( 25% kasus)
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup,
suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta
takikardi.
2. Gambaran Radiologis (1, 2, 9)
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan
ukuran 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila
terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid
level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda
konsolidasi (opasitas).
3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari
12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai
dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1
jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH
merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara
tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara
terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.
Gambar 1. Abses paru – dinding abses yang tebal (panah kuning).
2.5. Diagnosis
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala
seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja. Diagnosa harus ditegakkan
berdasarkan : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas
badan yang ringan, dan batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan
kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat
penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar
atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar
yang mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada
organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi
disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase
bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Gambar.2. pneumonia pneumokokus lengkap oleh nekrosis paru-paru dan pembentukan abses.
Gambar 3. Rontgen pada dada bagian lateral menunjukkan tingkat karakteristik air-fluid level pada abses paru-paru.
Gambar 4. Pria 42 tahun dengan demam dan produksi dahak yang berbau busuk. Dia memiliki riwayat penggunaan alkohol berat, dan pertumbuhan gigi jelek jelas pada pemeriksaan fisik. Abses paru-paru di segmen posterior lobus kanan atas ditunjukkan pada radiograf dada. CT scan menunjukkan rongga berdinding tipis dengan
sekitarnya konsolidasi.
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi
dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya
infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era
antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih
baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini
dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs
(lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk
memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan
clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan
Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase
inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang
menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon
radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas
gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3
minggu.
Antibiotik:
Klindamisin à spektrum lebih baik pd anaerob.
Dosis: 3x600 mg IV, lalu 4x300 mg oral/hari.
Alternatif:
Penisilin G 2-10 juta unit/hari. Kombinasi dgn streptomisin. Kemudian
dilanjutkan dgn penisilin oral 4x500-750 mg/hari.
Obat injeksi diganti oral jika tidak panas lagi dan merasa baikan.
Penisilin 12-18 juta unit/hari + metronidazol 2 gram/hari slma 10 hari
à efektifnya sama dgn klindamisin.
2. Bedah
Indikasi operasi:
a. Abses paru yg tidak mengalami perbaikan.
b. Komplikasi: empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura.
c. Pengobatan penyakit dasar: Ca obstruksi primer/metastasis,
pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gg.motilitas GE, malformasi
atau kelainan kongenital.
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
Lobectomy7
Kondisi dada dan paru-paru yang dilakukan lobektomi :
1. Tuberkulosis (TB) - infeksi bakteri kronis yang biasanya menginfeksi paru-paru
2. Abses paru – adanya kumpulan l nanah yang mungkin terbentuk di paru-paru.
Jika abses tidak dapat diterapi dengan antibiotik
3. Kanker paru-paru - sekelompok kanker yang dapat mempengaruhi, bronchi satu
atau lebih lobus dari paru-paru, lapisan pleura, dan / atau jaringan paru-paru
lainnya.7
2.8. Komplikasi dan Prognosa
a. Beberapa komplikasi yang timbul adalah :5
b. Empyema
c. Abses otak
d. Atelektasis
e. Sepsis
2. Prognosa
Abses paru masih marupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20%
merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang
berkisar antara 30-40%.8
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai
prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu
fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2% angka kematian
pada penderita dengan satu faktor predisposisi dibandingkan 75% pada
penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4% angka
kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP.
Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru
sebagai berikut :8
a. Anemia dan Hipo Albuminemia
b. Abses yang besar ( > 5-6 cm)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat
DAFTAR PUSTAKA
1. Abses, Available at : http://id.wikipedia.org/ diakses 4 November 2010.
2. Henry C. Mwandumba, MRCP, Pyogenic lung infections: factors for
predicting clinical outcome of lung abscess and thoracic empyema,
Current Opinion in Pulmonary Medicine 2000, 6:234–239
3. Nader Kamangar, MD, Lung Abscess, Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview
4. Lung Abscess, Available at :
http://www.merck.com/mmpe/sec05/ch053/ch053a.html/ diakses 3
November 2010.
5. Jay A. Fishman, Aspiration, Empyema, Lung Abscesses, and Anaerobic
Infections in : Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 4th ed ;
Philadelphia ; 2008 ; 2141 – 2146.
6. Sydney M. Finegold, Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 23 th
ed ; Phildelphia ; 2008 ; Chapter 98
7. Lobectomy, Available at: http://www.muschealth.com/
8. Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung
Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.