abses paru dx ec nonspesifik, bekas tb

31
PRESENTASI KASUS SEORANG LAKI-LAKI USIA 42 TAHUN DENGAN ABSES PARU KANAN e/c NON SPESIFIK DENGAN BEKAS TB Disusun oleh : Vania Puspitasari G0005202 Pembimbing : DR. dr. Noer Rachma, Sp.RM KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

Upload: dwi-wirastomo

Post on 30-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 42 TAHUN DENGAN ABSES PARU KANAN e/c NON SPESIFIK

DENGAN BEKAS TB

Disusun oleh :Vania Puspitasari

G0005202

Pembimbing :DR. dr. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR. MOEWARDI2010

Page 2: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

BAB I

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS

Nama : Tn. S

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Brangkal 09/05 Wedi, Klaten

Pekerjaan : Pedagang

Tanggal Masuk : 10 Februari 2010

Tanggal Periksa : 17 Februari 2010

No RM : 99 46 28

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : Batuk

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh batuk kurang lebih 4 hari SMRS. Batuk hebat

sehingga mengganggu tidur pasien. Dahak (+) terutama pagi hari,

berwarna hijau, kental dan berbau busuk, kadang bercampur sedikit

darah. Demam (+). Sesak dirasakan kadang kadang, tidak

mengganggu aktivitas. Berat badan menurun 5 kg. Satu minggu yang

lalu, pasien berobat ke BP4 Klaten kemudian dilakukan foto thorax

dan dirujuk ke RSDM.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Page 3: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat OAT : (+) pada tahun 2001

Riwayat gigi berlubang : (+) gigi PM dan M1 kanan atas

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Penderita makan 3 kali sehari yaitu makan nasi, dengan lauk

pauk berupa daging, telur, tempe, tahu dan sayur bervariasi. Pasien

mengaku berolahraga secara teratur, tenis meja dan sepak bola.

Riwayat merokok (-)

Riwayat minum alkohol (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah laki-laki yang sudah menikah dan memiliki

satu orang anak. Penderita bekerja sebagai pedagang. Pasien dirawat

dengan fasilitas Jamkesmas.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : sedang, compos mentis, gizi kesan kurang

B. Tanda Vital

Tensi : 120/80 RR : 28 x/menit

Nadi : 76 x/menit Suhu : 36,20 C

C. Kepala : mesochepal, simetris.

Page 4: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

D. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).

E. Hidung : Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).

F. Telinga : darah (-), secret (-).

G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).

H. leher : JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar.

I. Thorax : retraksi (-).

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II int normal, reguler, bising (-)

Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan < kiri

Perkusi : sonor menurun mulai SIC IV ke bawah / sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBK (+/-)

J. Abdomen

Inspeksi : dinding perut = dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : timpani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

K. Trunk

Inspeksi : deformitas (-), scoliosis (-), kifosis dan lordosis

dalam batas normal.

Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) daerah punggung bawah.

Perkusi : nyeri ketok (-).

L. Ekstremitas

Oedem (-/-) Akral dingin (-/-)

Page 5: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

M. Range Of Motion (ROM)

Regio Ekstremitas SuperiorROM Aktif

Dextra Sinistra

Shoulder

Flexi 0-900 0-900

Extensi 0-450 0-450

Abduksi 0-1800 0-1800

Adduksi 0-450 0-450

External rotasi 0-900 0-900

Internal rotasi 0-900 0-900

Elbow

Flexi 0-1350 0-1350

Extensi 135-00 135-00

Pronasi 0-900 0-900

Supinasi 0-900 0-900

Wrist

Flexi 0-700 0-700

Extensi 0-700 0-700

Ulnar deviasi 0-300 0-200

Radial deviasi 0-200 0-200

Finger

MCP I Flexi 0-900 0-900

MCP II-V Flexi 0-900 0-900

DIP II-V Flexi 0-900 0-900

PIP II-V Flexi 0-900 0-900

MCP Flexi 0-900 0-900

Regio Ekstremitas InferiorROM Aktif

Dextra Sinistra

Hip

Flexi 0-1350 0-1350

Extensi 0-300 0-300

Abduksi 0-450 0-450

Adduksi 45-00 45-00

KneeFlexi 0-1300 0-1300

Extensi 0-50 0-50

AnkleDorsoflexi 0-300 0-300

Plantarflexi 0-300 0-300

N. Manual Muscle Testing (MMT)

Ekstremitas Superior

MMT Dex SinShoulder Fleksor M. Deltoideus anterior 5 5

M. Biceps 5 5Ekstensor M. deltoideus anterior 5 5

M. Teres mayor 5 5Abduktor M. deltoideus 5 5

Page 6: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

M. Biceps 5 5Adduktor M. Latissimus dorsi 5 5

M. Pectoralis mayor 5 5Int.rotator M. Latissimus dorsi 5 5

M. Pectoralis mayor 5 5Ext.rotator M. Teres mayor 5 5

M. Infra supinatus 5 5

Elbow

Fleksor M. Biceps 5 5M. Brachialis 5 5

Ekstensor M. Triceps 5 5Supinator M. Supinator 5 5Pronator M. Pronator teres 5 5

Wrist

Fleksor M. Fleksor carpi radialis

5 5

Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5Abduktor M. Ekstensor carpi

radialis5 5

Adduktor M. ekstensor carpi ulnaris

5 5

Finger Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Ekstremitas InferiorDex Sin

Hip

Fleksor M. Psoas mayor 5 5Ekstensor M. Gluteus maximus 5 5Abduktor M. Gluteus medius 5 5Adduktor M. Adduktor longus 5 5

KneeFleksor Hamstring muscle 5 5Ekstensor Quadriceps femoris 5 5

AnkleDorso fleksi M. Tibialis 5 5Plantar fleksi

M. Soleus 5 5

Keterangan : Penderita dalam batas normal

P. Status Ambulansi : independent

Q. Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi vegetatif : dalam batas normal

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Page 7: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

Fungsi motorik : dalam batas normal

Nervi cranialis : dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 11 Februari 2010

Hb : 9,1 g/dl

Hct : 28 %

AE : 3,46.106 /UL

AL : 12. 103 /UL

AT : 711. 103 /UL

Laboratorium tanggal 17 Februari 2010

Hb : 12,8 g/dl

Hct : 36 %

AE : 4.23.106 /UL

AL : 13,2. 103 /UL

AT : 390. 103 /UL

Rontgen thorax tanggal 10 Februari 2010

Cor : CTR < 50%

Page 8: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

Pulmo : tampak opasitas inhomogen di paru kanan batas tegas, air

bronchogram (+), shilouette sign (+) dengan tampak cavitas (+) dengan

air fluid level (+).

Sudut costophrenicus kanan-kiri lancip.

Kesan : menyokong pneumonia lobus medius paru kanan dengan abses.

V. ASSESSMENT

Abses paru kanan e/c non spesifik dengan bekas TB.

VI. DAFTAR MASALAH

1. Problem Medis

- batuk berdahak tetapi sputum tidak bisa keluar

- sesak nafas

2. Problem rehabilitasi Medik

- Jumlah dan kekentalan sekret bronchial cenderung bertambah.

- Posisi tidur pasien yang cenderung miring ke arah yang sakit,

karena bila tidak akan terasa bertambah sesak.

- Terganggunya aktivitas sehari-hari karena pasien merasa lemas

- Gangguan psikis karena stres akibat penyakitnya.

VII. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Paru

1. Infus RL 20 tpm

2. Cefotaxim 1 g/12 jam

3. Gentamisin 2 amp/24 jam

4. Metronidazol 500 mg/8 jam

5. Ambroxol 30 mg 3 X 1

6. Vit B plex 3 X 1

7. Chest fisioterapi

Page 9: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

B. Terapi Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi

Chest physichal therapy :-breathing exercise

-breathing control

-teknik relaksasi

-Postural drainase

-Manual (clapping, shaking, vibrasi)

Clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk

punggung pasien secara bergantian sampai ada rangsangan batuk

pasien dianjurkan membatukkan lendir dan mengeluarkannya

dan ditampung dalam sputum pot.

Vibrasi dengan cara menganjurkan pasien menarik nafas

dalam pada waktu mengeluarkan nafas, kedua tangan perawat

diletakkan diatas bagian samping depan dari cekungan iga

kemudian membuat getaran-getaran lembut.

2. Speech therapy : tidak dilakukan

3. Occupational therapy : melatih aktifitas sehari hari yang

sifatnya rekreatif untuk mengisi waktu luang agar penderita tidak

stres akan penyakitnya.

4. Sosio medik : dukungan keluarga untuk merawat

dan melatih penderita

5. Orthesa protesa : tidak dilakukan

6. Psikologi : psikoterapi suportif

Motivasi bagi penderita berkenaan dengan keadaan penyakitnya

yang membutuhkan terapi lama. Memberikan dorongan pada

pasien agar mau berobat dan terapi secara teratur. Keluarga

diharapkan senantiasa memberi perhatian dan dukungan untuk

mengembalikan kepercayaan diri penderita.

VIII. PLANNING

Planning Diagnostik

Page 10: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

Tes BTA 3 kali (-)

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

X. IMPAIRMENT, DISABILITAS DAN HANDICAP

Impairment :

Badan lemas, batuk berdahak.

Disabilitas :

Abses paru dekstra, bekas TB.

Handicap :

Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari

Keterbatasan melakukan sosialisasi

XI. GOAL

A. Memperbaiki keadaan umum sehingga mempersingkat perawatan

B. Meminimalkan impairment, disabilitas dan handicap yang dialami.

C. Semaksimal mungkin memperbaiki faal paru

D. Mencegah agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan atau

komplikasi yang lebih buruk.

Page 11: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ABSES PARU

DEFINISI

Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan

pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi

bakteri. Lesi pada paru ini bersifat supuratif disertai nekrotisasi jaringan

didalamnya.

ETIOLOGI

Abses paru dapat terjadi,sebagai akibat lanjut dari : Aspirasi

Pneumonia, obstruksi bronkus oleh benda asing, tumor dan sekret atau

mukus, pneumonia bakterial, emboli paru, infark paru, trauma toraks.

Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi

akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki

masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi).

Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gusi sampai ke saluran

pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem

pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika

sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada:

- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk

karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol

- penderita penyakit sistem saraf.

Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme

pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-

14 hari kemudian berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan), yang

Page 12: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

berakhir dengan pembentukan abses. Mekanisme pembentukan abses paru

lainnya adalah bakteremia atau endokarditis katup trikuspidalis, akibat

emboli septik pada paru-paru.

Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling

sering adalah Peptostreptococcus, Bacteroides, Fusobacterium dan

Microaerophilic streptococcus. Organisme lainnya yang tidak terlalu sering

menyebabkan abses paru adalah:

- Staphylococcus aureus

- Streptococcus pyogenes

- Streptococcus pneumoniae

- Klebsiella pneumoniae

- Haemophilus influenzae

- spesies Actinomyces dan Nocardia

- Basil gram negatif.

Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:

- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)

- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces,

Coccidioides

- Mycobacteria.

INSIDENS

Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun

1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir

sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern

ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS.

Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1. Angka

kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 %

pada era preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era sekarang.

PATOFISIOLOGI

Page 13: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi

kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama

dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang

menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi

terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.

Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang

terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya

biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi

empyema.

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan

sebagai berikut :

a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita

dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak

parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus,

maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru

selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau

dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum)

misal abses hepar.

b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis

dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan

supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang

mengalami infeksi sekunder.

c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses

abses paru.

Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang

sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-

kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe

peribronkial.

d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.

Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi

Page 14: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis

sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala klinis

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala

pneumonia pada umumnya yaitu:

a. Panas badan

Dijumpai berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai

dengan temperatur > 400C.

b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga

abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang

khas (40-75%).

c. Produksi sputum yang meningkat dijumpai berkisar 40 – 75% penderita

abses paru.

d. 50% kasus Nyeri dada

e. 25% kasus Batuk darah

f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat

badan.

Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup,

suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta

takikardi.

TANDA TANDA FISIK

Ditemukan penderita yang sakit berat, anemis,toksik,demam, sputum

purulent dan busuk berwarna kecoklatan. Bila sputum diendapkan tampak 3

lapis, busa, cairan dan bagian padat paling bawah. Pemeriksaan jasmani

paling sering dijumpai redup dengan suara napasbronkial, krepitasi dan

pleural friction di daerah abses.

Page 15: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

DIAGNOSA

Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan

kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.

Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan :

1. Riwayat penyakit sebelumnya.

Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan,

panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.

Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau

serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi

asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat

suntikan obat.

2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit

dasar yang mendorong terjadinya abses paru.

3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat

mengarah pada organisme penyebab infeksi.

4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses

konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai

dengan gravitasi.

5. Bronkoskopi

Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi

drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

Diagnosis abses paru tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan

gejalanya maupun hasil pemeriksaan fisik saja tapi juga dengan hasil

laboratoriun dan gambaran radiologik.

1. Laboratorium

a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat

lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan

Page 16: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah

ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.

Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the

left

b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan

KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan

antibiotik secara tepat.

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan

merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan

etiologis.

2. Gambaran radiologik

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-

tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau 2 –

20 cm.tunggal dengan ukuran

Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri.

Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas

terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya

dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).

Rontgen dada seringkali bisa menunjukkan adanya abses paru. Abses

paru tampak sebagai rongga dengan bentuk yang tidak beraturan dan

di dalamnya tampak perbatasan udara dan cairan. Pada stadium

permulaan hanya terlihat konsolidasi seperti pneumonia. Kemudian

berkembang dengan reaksi pneumonitis sekitarnya. Bila telah

terbentuk bronkopleural fistel akan tampak air fluid level dalam

parenkim paru. Tetapi bila memecah ke kavum pleura air fluid

tampak dalam rongga pleura.

Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior

paru lobus atas atau segmen superior paru lobus bawah.

Ketebalan dinding abses paru bervariasi, bisa tipis ataupun tebal,

batasnya bisa jelas maupun samar-samar. Dindingnya mungkin licin

atau kasar.

Page 17: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

Gambaran yang lebih jelas bisa terlihat pada CT scan.

DIAGNOSA DIFERENSIAL

1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding

kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan

sitologi/patologi.

2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur

3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses

paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur

ditemukan jamur.

4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada

atau hanya sedikit konsolidasi.

5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di

sekitarnya.

6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.

7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas

di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada

penderita.

8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart

burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti

dengan pemeriksaan barium foto.

9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan

bronkografi atau arteriografi retrograd.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan

mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang

mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi

yang diberikan pada abses paru :

Page 18: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

1. Medika Mentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada

era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru

menjadi lebih baik.

Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini

dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman

anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa

dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan

penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau

kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.

Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase

inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang

berkembang menjadi Abses paru.

Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon

radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah

bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika

minimal 2-3 minggu.

2. Drainage

Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15

menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.

Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus

maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3. Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.

b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

c. Infeksi paru yang berulang

d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

Untuk penyembuhan sempurna diperlukan antibiotik, baik intravena

(melalui pembuluh darah) maupun per-oral (melalui mulut).

Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan rontgen

Page 19: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

dada menunjukkan bahwa abses telah sembuh. Untuk mencapai

perbaikan seperti ini, biasanya antibiotik diberikan selama 4-6

minggu. Pada rongga yang berukuran besar (diameter lebih dari 6

cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang.

Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam

waktu 3-4 hari setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10

hari setelah pemberian antibiotik demam tidak juga turun, berarti

telah terjadi kegagalan terapi dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan

diagnostik lebih lanjut untuk menentukan penyebab dari kegagalan

tersebut.

Hal -hal yang perlu dipertimbangkan pada penderita yang

memberikan respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik

adalah penyumbatan bronkial oleh benda asing atau tumor; atau

infeksi oleh bakteri, mikobakteri maupun jamur yang resisten.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSA

1. Beberapa komplikasi yang timbul adalah

a. Empyema

b. Abses otak

c. Atelektasis

d. Sepsis

2. Prognosa

Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas

yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20%

merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang

berkisar antara 30-40%. Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi

mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita

dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2%

Page 20: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi dibandingkan

75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4%

angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena

HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru

sebagai berikut :

a. Anemia dan Hipo Albuminemia

b. Abses yang besar ( > 5-6 cm)

c. Lesi obstruksi

d. Bakteri aerob

e. Immune Compromised

f. Usia tua

g. Gangguan intelegensia

h. Perawatan yang terlambat

RINGKASAN

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material

purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses

infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan

fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi),

oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.

Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan

berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada

pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid

level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan

bronkus.

Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat

dilakukan terapi etiologis.

Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan

terapi suportif fisioterapi.

Page 21: Abses Paru Dx Ec Nonspesifik, Bekas TB

DAFTAR PUSTAKA

Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 – 34.

Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 – 41.

Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 – 15.

Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.

Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.

Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 – 41.

Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.

Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.

Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.

Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.