acara 1 enzim
DESCRIPTION
Acara 1 EnzimTRANSCRIPT
ACARA I
ENZIM
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa
yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi
kimia. Enzim digunakan secara luas dalam bidang industri, terutama
industri bioteknologi. Dalam bidang ini, baik yang konvensional maupun
yang mutakhir, yang mengandalkan teknik rekombinasi gen, pengetahuan
dan penggunaan enzim merupakan syarat mutlak untuk berhasil. Dalam
segmen bioteknologi tradisional dan skala kecil, seperti berbagai industri
makanan tingkat rumah tangga, pengetahuan empiris tentang enzim
diwariskan secara turun-temurun dan biasanya bercampur dengan
pengetahuan empiris tentang penggunaan praktis mikroorganisme, yang
secara umum dinamai ragi. Selain itu, enzim juga dipakai secara luas
dalam industri lain yang tidak tergolong ke dalam industri bioteknologi
dalam arti luas. Contohnya adalah industri tekstil dan industri kertas.
Dalam bidang teknologi lingkungan, enzim juga telah digunakan dalam
pengolahan air limbah serta dalam pengolahan sampah, terutama sampah
organik.
Amilase merupakan enzim pencernaan yang terdapat didalam air
liur, yang dapat memecah karbohidrat kompleks seperti pati menjadi gula
sederhana seperti glukosa. Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator.
Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu hingga
mencapai suhu optimum, laju berbagai proses metabolisme akan naik
sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis,
yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan
normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas
banyak enzim. Selain itu, adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan
1
antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim.
Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim
mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping.
Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang sesuai
dengan kondisi fisiologis biologis. Melalui aktivitasnya, sistem enzim
terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan hubungan yang
harmonis di antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda, semuanya
mengacu untuk menunjang kehidupan. Enzim merupakan suatu protein,
maka sintesisnya dalam tubuh diatur dan dikendalikan oleh sistem genetik,
seperti halnya dengan sintesis protein pada umumnya (Alvina, 2011).
Dengan berkembangnya ilmu dibidang enzim ini (biokimia)
manusia akhirnya dapat memanfaatkan keberadaan enzim untuk banyak
hal khususnya dibidang industri pangan. Sebagai contoh dalam pembuatan
sirup, keju, tempe, kecap dan masih banyak yang lainnya.Pemanfaatan
enzim dalam dunia pangan dimaksudkan meningkatkan mutu produk
dimana seperti yang kita ketahui bahwa enzim merupakan protein,
memberikan flavor yang khas pada produk, dan memberikan tekstur pada
produk pangan.
2. Tujuan Praktikum
Praktikum acara I enzim ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diastase.
b. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kerja enzim diastase.
c. Menguji amilase pada kecambah kacang hijau dan tauge.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Pada praktikum kali ini menggunakan enzim amilase untuk
mengetahui pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim. Terdapat dua uji
dalam praktikum kali ini, yaitu uji benedict dan uji iod.Uji benedict
menggunakan reagen benedict yang mengandung ion-ion tembaga (II) yang
membentuk kompleks dengan ion-ion sitrat dalam larutan natrium karbonat.
2
Larutan benedict dapat dibuat dengan cara mencampurkan 173 g natrium
sitrat dan 100 g Na2CO3 anhidrat ke dalam 800 ml air, aduk, lalu saring.
Kemudian tambahkan 17,3 g tembaga sulfat yang telah dilarutkan dalam 100
ml H2O, volume total dibuat menjadi 1 liter dengan penambahan air. Amilum
salah satu karbohidrat terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-
duanya adalah polimer dari glukosa yaitu amilosa (20-28%) dan sisanya
amilopektin.Larutan amilum yang ditempatkan dalam tabung reaksi
kemudian ditambah larutan iodin maka warnanya menjadi biru
kehitaman.Bila makanan yang kita tetesi lugol menghitam, maka makanan
tersebut mengandung karbohidrat. Semakin hitam berarti makanan tersebut
banyak mengandung karbohidrat (Anonima, 2011).
Iodium hanya sedikit larut dalam air, tetapi agak larut dalam larutan
yang mengandung ion iodida. Suatu kalium iodida berlebih ditambahkan
untuk meningkatkan kelarutan dan mengurangi penguapan iodium. Biasanya
kira-kira 3 sampai 4% berat KI ditambah pada 0,1 N larutan dan botol yang
mengandung larutan ditutup dengan baik. Iodium, dimurnikan dengan
sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan setelah penambahan iodium
(Day dan Underwood, 1980).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH
dengan penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam
berbagai percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan
tepat ( Fardiaz, 1992 ). Menurut Fox (1991), larutan buffer bermanfaat untuk
melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut
sekaligus bisa mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi
biologisnya. Buffer dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar
tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami
inaktivasi (Rosalia, 2011).
Pada pengujian amilase dari kecambah menggunakan bahan kacang
hijau dan taoge. Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim α-amilase
karena dalam bentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4
3
ppm, fenolik 11,3 ppm. Senyawa tersebut merupakan antioksidan yang
sangat penting terhadap kesehatan terutama balita.Senyawa fenolik dengan
antioksidan lainnya pada konsentrasi rendah dapat melindungi bahan pangan
tersebut dari kerusakan oksidatif.Selain itu, kacang hijau memiliki kelebihan
dari segi ekonomis dan agronomis dibandingkan dengan tanaman kacang
lainnya. Keberhasilan isolasi dan pengujian aktivitas enzim sangat tergantung
pada macam serta kondisi sumber enzim, letak enzim, kecermatan kerja,
bahan dan cara ekstraksi yang dipergunakan serta pengertian sifat-sifat enzim
tersebut (Patong dan Suarni, 2007).
2. Tinjauan Teori
Sebagai suatu protein, suatu enzim mempunyai kondisi tertentu dimana
enzim tersebut dapat bekerja secara optimal, karena lingkungan tersebut
mendukung konformasi yang paling aktif bagi molekul enzim tersebut. Suhu
merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas suatu enzim.
Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan
dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan
bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak
lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi enzimatik
akan menurun drastis (Campbell dkk, 1987).
Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktifitas biokimiawi
sebagai katalis suatu reaksi. Karena merupakan suatu protein, enzim ini
sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan Konsenrasi
subtrat atau pH lingkungan akan mengakibatkan aktivitas enzim ikut
mengalami perubahan meskipun masih banyak juga hal lain yang dapat
mempengaruhi aktivitas enzyme misalnya temperature atau komposisi media.
Karena itu tiap enzim yang mempunyai pH dan temperatur tertentu yang
menyebabkan aktifitasnya mencapai keadaan optimum. Kondisi pH dan
temperatur yang optimum akan mendukung enzim dalam melakukan katalisa
suatu reaksi dengan baik. Sedangkan temperatur dan pH yang kurang sesuai
akan mengakibatkan kerusakan atau tidak aktifnya protein dalam suatu enzim
4
sehingga menyebabkan fungsi dan aktifitas dari enzim tersebut berkurang
(Budiman dan Setyawan, 2011).
Enzim sering memperlihatkan kerapuhan akibat suhu. Jika dipanaskan
sehingga kurang lebih diatas 500C kebanyakan tetapi tidak semua enzim akan
terdenaturasi. Pada kondisi yang tidak menyebabkan denaturasi, kebanyakan
enzim menunjukkan adanya suhu optimum, dengan keadaan lainnya sama
untuk mencapai aktivitas optimal. Beberapa enzim memperlihatkan
penurunan aktivitas diatas atau dibawah suhu ini tidak selalu simetris dalam
kisaran sangat kecil setelah melewati titik mulainya denaturasi. Beberapa
enzim juga sangat sensitif terhadap suhu rendah. Salah satu penjelasannya
ialah pada suhu yang lebih rendah gaya-gaya lemah antara berbagai bagian
dari suatu subunit tunggal menjadi lebih besar daripada gaya-gaya antara
subunit. Ini menyebabkan gangguan pada bentuk polimerik, yang sangat
penting untuk aktivitas enzim. Beberapa protease dan fosfolipase dapat
bertahan dalam suhu air mendidih tanpa atau hanya sedikit kehilangan
aktivitasnya (Montgomery dkk, 1993).
Peninggian suhu reaksi akan meningkatkan jumlah molekul yang
dapat bereaksi, baik dengan meningkatkan energi kinetiknya maupun dengan
peningkatan frekuensi benturannya. Jumlah molekul yang energi kinetiknya
melampaui rintangan energi terjadinya reaksi (garis vertikal) akan bertambah
seiring suhu naik dari rendah (A), melalui suhu intermediat (B), hingga
mencapai suhu (C) tinggi. Disamping itu, setiap kenaikan suhu me
ningkatksn gerakan molekul dan dengan demikian menaikkan frekuensi
benturan. Kedua faktor ini turut menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi
yang menyertai kenaikan suhu reaksi. Meskipun demikian, peningkatan
kecepatan reaksi ini tidak berlanjut tanpa batas karena pada akhirnya akan
tercapai suatu suhu, yang pada suhu ini, molekul yang bereaksi tidak lagi
stabil (Harper, 1999).
Akibat dari pH terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit oleh
beberapa faktor, yang dapat saling bersaing. Laju reaksi berkurang
disebabkan oleh tiga alasan yang mungkin terjadi, yaitu:
5
1. Protein enzim dapat menjadi mengalami denaturasi akibat pH ekstrem
tinggi atau rendah.
2. Protein enzim dapat memerlukan gugus-gugus asma amino
terionisasikan pada rantai samping yang mungkin aktif hanya pada satu
keadaan ionisasi.
3. Substrat dapat memperoleh atau kehilangan proton dan reaktif dalam
hanya satu bentuk muatan.
Jika banyak enzim ternyata paling aktif pada sekitar pH 7, maka
beberapa enzim adalah maksimum aktif pada pH tinggi atau pada pH
rendah, tergantung pada keadaan bekerjanya enzim.Suatu contoh adalah
enzim pepsin, yaitu enzim proteolitik dari cairan perut yang mempunyai pH
optimum sekitar 2 (Page, 1997).
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase.
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati,
glikogen, dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß
amylase; hewan memiliki hanya α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas
dan juga (pada manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase
memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa
dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000
molekul glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air,
amilosa bereaksi dengan iodine memberikan warna biru yang khas (Fox,
1991). Pada manusia, α amilase pada ludah dan pankreas berguna dalam
hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam bentuk
aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh
disakarida atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya, α amilase pada
mamalia memiliki pH optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion
halogen (Rosalia, 2011).
Sumber enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan dan
mikroorganisme. Salah satu enzim pemecah pati adalah enzim α-amilase (α-
1,4-glukan-glukanodidrolase; EC.3.2.1.1.), enzim ini sangat berperan dalam
industri pembuatan roti dan sirup. Enzim α-amilase banyak terdapat pada
6
kecambah kacang-kacangan.Enzim α-amilase dalam biji dibentuk pada
waktu awal perkecambahan oleh asam giberilik. Asam giberilik adalah suatu
senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan suatu
biji karena bersifat sebagai pengontrol perkecambahan tersebut. Ekstrak
enzim α-amilase yang terkandung dalam kecambah kacang hijau dapat
dimanfaatkan pada modifikasi pati atau tepung-tepungan
(Patong dan Suarni, 2007).
Enzim amilase dapat digunakan untuk menghilangkan kanji dalam
buah-buahan dan cocoa semasa pemrosesan jus buah-buahan dan coklat, dan
sebagai bahan tambahan dalam proses pencairan kanji sebelum penambahan
malt dalam industri alkohol. α-Amilase (E.C 3.2.1.1) menghidrolisis secara
acak ikatan α-1,4-O-glikosidik dari pati, glikogen, dan polisakarida lain untuk
menghasilkan dekstrin, oligosakarida, maltosa dan glukosa. Enzim ini
menyumbang sekitar 30% dari total produksi enzim dunia dan mempunyai
aplikasi yang luas di dalam industri. Beberapa industri yang menggunakan α-
amilase adalah industri pengolah pati, makanan, pemeraman, deterjen, tekstil,
dan kertas (Alvina, 2011).
Aktivitas enzim α-amilase dari kecambah kacang hijau dapat
memodifikasi tepung jagung diperlihatkan kemampuan menurunkan Derajat
Polimerisasi, menaikkan Dekstrosa Eqivalen, menurunkan kadar amilosa,
menaikkan gula reduksi dan merubah viskositas. Perbedaan konsentrasi
kecambah memberikan hasil perubahan sifat fungsional tersebut.Teoung
modifikasi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi bahan makanan
bertekstur lembut ditunjukkan pada enzimati kecambah taraf 20%
(Upe dkk, 2007).
Dalam suatu penelitian, minyak tannase mentah yang diproduksi
oleh Paecilomyces variotii menunjukkan aktivitas optimal pada pH 6,5,
sedangkan tannase yang dimurnikan menunjukkan pHoptimum5,5. Enzim
tersebut aktif pada pH asam dan aktivitas menurun karena pH mendekati
kisaran alkali. Setiap perubahan pH mempengaruhi struktur protein dan
penurunan aktivitas enzim pH optimum luar bisa disebabkan oleh enzim
7
inaktivasi atau ketidakstabilannya. Hal ini dapat disimpulkan dari hasil
tannase dari isolat baru yang membutuhkan lingkungan protein asam untuk
menjadi aktif, tannase jamur pada umumnya adalah asam protein. Pengaruh
pH pada aktivitas enzim ditentukan oleh sifat amino acids disitus aktif, yang
mengalami protonasi dan deprotonasi, dan oleh perubahan konformasi
disebabkan oleh ionisasi dari asam amino (Battestin dan Macedo, 2007).
Selulosa adalah hidrolisis yang terdegradasi oleh tiga kelas utama.
Ketiga kelas telahdiisolasi dan dimurnikan dari jamur. Rentang luas selulosa
dalam suhu dan pH optimal, tetapi yang paling umumenzim yang paling
aktif pada pH 5,5, 550 C.Tiga selulosa yang menarik: 1)
endoglucanase(selulase karboksimetil atau CMCase), 2)cellobiohydrolase
(CHB) dan 3) β-glukosidase. Endoglucanase (CMCase)secara acak berada di
bagian dalam struktur selulosa. Initidak terlalu aktif terhadap selulosa
kristal, tapi mampu menghidrolisis selulosatersubstitusiseperti karboksimetil
selulosa. Ini menghasilkan cellulodextrins juga dikenal sebagai
cellulooligosakarida (Nataraja, 2010).
C. METODOLOGI
1. Alat
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Gelas ukur
Gelas beaker
Stopwatch
Penangas air
Pipet tetes
Pipet volume
Lempeng porselin
Mortir
Kain saring
Timbangan
8
Penjepit
2. Bahan
Larutan amilum 1%
Larutan glikogen 1%
Larutan dekstrin 1%
Larutan 0,01 M Iodine dan 0,01 N
Buffer 4,0;6,0;8,0
Biji kacang hijau
Taoge
Aquades 50 ml
3. Cara Kerja
a. Percobaan 1 : Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Diastase/Amilase
b. Percobaan 2 : Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Diastase
9
Disiapkan 3 tabung bersih, kemudian diisi masing-masing larutan buffer pH 4, larutan buffer pH 6, dan larutan buffer pH 8 dengan larutan amilum 1% sebanyak 3 ml
Ditambahkan kedalam masing-masing tyabung 1 ml larutan enzim amilase
Diinkubasi pada penangas air yang bersuhu 400 C
Setiap 5 menit diamati tabung 1, 2, dan 3 dengan cara diambil 1 tetes larutan tersebut kemudian diteteskan ke papan porselen dan ditambah 1 tetes larutan 0,01 M Iodium
Dicatat perubahan warna yang terjadi
Disiapkan 6 tabung reaksi yang bersih
Dibandingkan warnanya dengan amilum 1% ditambah iod, dekstrin 1% ditambah iod, glukosa ditambah iod, kemudian lakukan uji benedict.
c. Percobaan 3 : Pengujian Amilase dari Kecambah
10
Masing-masing diisi dengan amilum 1% sebanyak 2 ml dan masing-masing ditambah larutan diatase sebanyak 2 ml
Disiapkan penangas air dengan suhu 400 C dan 1000 C
Tabung ke 1 dan ke 2 diinkubasi pada suhu 400 C selama 30 menit
Tabung ke 3 dan ke 4 pada suhu 1000 C selama 10 menit
Tabung ke 5 dan ke 6 dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit
Kemudian masing-masing ditambah 1 ml Iod 0,01 N
Disiapakan 2 macam bahan (biji kacang hijau dan taoge) masing-masing 50 gr, dihancurkan dengan mortir, ditambahkan aquades 50 ml kemudian di saring dengan kain saring
Diamati perbedaan warna yang terjadi
D. HASIL dan PEMBAHASAN
1. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Diastase/Amilase
a. Hasil
11
Disiapkan 4 tabung reaksi yang bersih
Dimasukkan masing-masing 3 ml amilum 1%, atur pH nya dengan menambahkan 6 ml larutan buffer Ph 6
Pada tabung 1 dan 2 ditambahkan masing-masing 1 ml ekstrak kacang hijau
Pada tabung 3 dan 4 ditambahkan masing-masing ekstrak taoge
Diinkubasikan pada penangas air pada suhu 400 C
Pada menit ke 0 dan ke 20 diambil 1 tetes bahan tersebut pada lempeng porselin dan ditambah 1 tetes larutan Iod 1,01 N
Dicatat perubahan warna yang terjadi
Tabel 1.1 Pengaruh ph Terhadap Aktivitas Enzim Diastase/ AmilaseKel. subtrat buffer Keterangan
0’ 5’ 10’ 15’ 20’
1 dan 73 ml lar. Amilum 1%
Ph 4 bening Kuning pudar +
Kekuningan+
Kuning +
Orange muda++
Ph 6 bening Coklat pudar++
Coklat muda++
Coklat+++
Coklat tua++++
Ph 8 bening Coklat muda++
Kecoklatan++
Coklat+++
Coklat tua++++
2 dan 8
3 ml lar. dekstrin 1%
Ph 4 bening Kuning bening+
Kuning+ Orange muda++
Orange+++
Ph 6 bening Kuning+ Kuning tua+
Orange++
Orange tua +++
Ph 8 bening Orange+ Orange tua+
Orange pekat++
Orange pekat+++
3 dan 9
3 ml lar. glikogen 1%
Ph 4 bening Kuning+ Kuning terang+
Orange++
Orange tua+++
Ph 6 bening Kuning orange+
Orange muda+
Orange tua++
Orange kecoklatan+++
Ph 8 bening Orange+ Orange tua+
Orange kecoklatan+++
Coklat++++
Sumber : Laporan Sementara
b. Pembahasan
Pada percobaan 1 praktikum kali ini menggunakan substrat amilum
1%, dekstrin 1% dan glikogen 1% dengan buffer pH 4,6 dan 8. Setiap
enzim memiliki suhu dan pH optimal yang berbeda-beda dengan
menggunakan sampel enzim amylase. Dari tabel diatas dapat disimpulkan
bahwa aktivitas enzim terbesar terjadi pada larutan dengan Ph 8 disusul
larutan dengan ph 6 dan larutan ph 4. Dari data diatas menunjukkan bahwa
nilai pH mempengaruhi kinerja suatu enzim. Suatu enzim akan mencapai
kinerja maksimum ketika mencapai ph maksimum dari enzim tersebut.
Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa dengan pemanasan 20’ enzim
mengalami aktivitas maksimum dengan perubahan warna menjadi lebih
12
pekat. Ketiga substrat cenderung mencapai aktivitas enzim maksimum
pada pH 6 dan 8.
Pada umumnya pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan
jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami
inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan
asam atau alkalis. Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam
ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam
aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak
boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan
kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga
memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada
kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi. Sedangkan
penelitian terdahulu yang terdapat dalam penelitian desi trifosa, untuk
hidrolisis pati jagung dengan menggunakan enzim alpa amilase dan
glukoamilase didapat pH optimum pH 6.5 dan dalam penelitian Saurulima,
2004 Hidrolisis tapioka singkong dengan enzim alpa amilase diperoleh
pH optimun pH 6, hal ini menunjukan bahwa pH optimum pada penelitian
dengan menggunakan enzim alpa amilase dan glukoamilase masih bekerja
dalam aktivitas enzim berkisar pH 4 - 6,5 (Rosalia, 2011).
Berdasarkan teori diatas, hasil percobaan sudah sesuai dengan teori
yang menunjukkan bahwa pH optimum enzim pada umumnya adalah
berkisar pada pH 4,5-8. Sedangkan pada enzim α amilase dan
glukoamilase memiliki pH optimum berkisar 4 – 6,5. Pada pH biasa
aktivitas enzim tidak cepat, pada pH optimum aktivitas enzim akan cepat
namun jika sudah melewati pH optimum aktivitas enzim akan menurun.
Tabel 1.2 Hasil Uji Benedict
Larutan Buffer
Kel. Keterangan
pH 4
3,9
Bening menjadi hijau, ada endapan merah bata ++++Ph 6 Bening menjadi biru tua, ada endapan merah bata +++Ph 8 Bening menjadi biru muda, ada endapan merah bata ++pH 4
1,7
Biru bening menjadi kebiruan,ada endapan merah bata +++Ph 6 Biru bening menjadi kebiruan, endapan merah++Ph 8 Biru bening menjadi hijau, ada endapan merah bata++
13
pH 4
2,8
Biru menjadi merah bata, ada endapan merah bata +++Ph 6 Biru menjadi hijau,ada endapan merah bata++Ph 8 Biru menjadihijau lumut, ada endapan merah bata ++
Sumber : Laporan sementara
Pembahasan
Untuk uji Benedict pada percobaan 2, sebanyak 3 ml reaksi
Benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml
larutan bahan yang diuji dicampur rata dan dididihkan selama 5 menit,
biarkan sampai dingin kemudian diamati perubahan warnanya, jika
terbentuk warna hijau, kuning atau endapan merah bata berarti positif. Uji
benedict ini digunaka untuk menentukan monosakarida dan disakarida
yang mengandung grup aldehid yang dapat dioksidasi asam karboksilat.
Gula akan mereduksi ion kupri pada larutan Benedict.
Dari data tabel 1.2 menunjukkan bahwa dari semua sampel yang
digunakan dalam praktikum ini mengalami perubahan warna. Sebagai
contoh dari data kelompok 1 dan 7, dari sampel yang digunakkan
mengalami perubahan warna yaitu dari bening menjadi kebiru-biruan dan
dari bening menjadi hijau dan juga ada endapan merah batanya. Hasil ini
menunjukkan bahwa semua sampel yang digunakan dalam uji benedict ini
mengandung karbohidrat (positif).
2. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Diastase
a. Hasil Pengamatan
Tabel 1.3 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Kel. suhu Tabung perlakuan Perubahan warna
4
40oC
(30’)
1 dan 2 Amilum 2 ml +
enzim diastase 2 ml
+ iod 0,01 N
Kuning keruh
Kuning keruh
(tetap)
10
0oC
(10’)
3 dan 4 Amilum 2 ml +
enzim diastase 2 ml
+ iod 0,01 N
Kuning keruh
Ungu kehitaman
dan terdapat abu
diluar
14
Suh
u
kam
ar
(30’)
5 dan 6 Amilum 2 ml +
enzim diastase 2 ml
+ iod 0,01 N
Kuning keruh
Coklat bening
1040oC
(30’)
1 dan 2 Amilum 2 ml +
enzim diastase 2 ml
+ iod 0,01 N
putih Coklat
bening coklat
Sumber : Laporan sementara
b. Pembahasan
Aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh suhu. Setiap enzim
mempunyai suhu optimal masing-masing. Ketika suatu enzim memiliki
suhu optimal yang tinggi maka meningkatnya aktivitas suatu enzim
sebanding dengan meningkatnya suhu. Akan tetapi setelah suhu
melampaui batas optimalnya maka aktivitas enzim akan menurun
(inaktif) dan enzim akan mengalami denaturasi. Sedangkan pada enzim
yang memiliki suhu optimal yang rendah maka akan terjadi hal yang
berbeda dengan enzim yang memiliki suhu optimal tinggi.
Menurut Gaman & Sherrington (1994), aktivitas enzim sangat
dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara 35°C
dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya,
aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap
menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua
enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar
rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang. Enzim memiliki
suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada
suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu
bentuk protein (Rosalia, 2011).
Sesuai hasil praktikum, pada suhu kamar sampel mengalami
perubahan dari kuning keruh menjadi coklat bening, hal ini
menunjukkan bahwa enzim belum mengalami denaturasi dan masih
15
menunjukkan adanya aktivitas. Ini berarti suhu optimum enzim pada
suhu kamar. Pada suhu 40oC aktivitas enzim amylase sudah mengalami
penurun (inaktif) hal ini ditandai dengan tidak terjadinya perubahan
warna, dan pada suhu 100oC meskipun sudah melebihi suhu optimal
namun masih terjadi perubahan warna, perubahan warna ini disebabkan
karena enzim tersebut sudah mengalami denaturasi.
3. Pengujian Amilase dari Kecambah
a.Hasil Pengamatan
Tabel 1.4 Hasil Amilase KecambahKel. Sampel Warna
0’ 20’5 Ekstra Kacang
Hijau + 3 ml amilum 1% + 1 ml buffer ph
6
Hijau muda keruh Ungu kehitaman
coklat
11 Ekstra Kacang Hijau
Kuning kental + endapan dibawah
menjadi ungu kehitaman
Kuning kental + endapan dibawah menjadi coklat
16
6 Ekstra Tauge + 3 ml
amilum 1% + 1 ml buffer ph
6
Putih keruh Hitam keunguan
coklat
12 Ekstra Tauge Putih ungu10 Kacang hijau
-
Putih kekuningan kecoklatan
Putih keruh bening Putih keruh bening
Tauge + glukosaTauge + aquades
Sumber : Laporan sementara
b. Pembahasan
Pada percobaan keempat dilakukan untuk menguji amilase dari
kecambah yang bertujuan mengetahui perbandingan aktivitas antara biji
kacang hijau dan taoge. Enzim Amilase mempunyai kemampuan untuk
memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang
merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim
pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-l,6-glikosida. Percobaan ini dilakukan
pada suhu 0’ dan 20’.
Pada suhu 0’ baik ekstrak kacang hijau maupun taoge yang masih
murni setelah ditetesi larutan iod mengalami perubahan warna menjadi
ungu.Hal ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut mengandung
senyawa karbohidrat sehingga bereaksi positif dengan iod, dan dari
perubahan warna yang terjadi ternyata warna yang dihasilkan ekstraksi
taoge lebih pekat jika dibandingkan dengan ekstrak kacang hijau. Pada
ekstrak kacang hijau yang dicampur 3 ml amilum 1% dan 1 ml buffer
ph 6 pada waktu 0’ menunjukkan adnya perubahan warna dari hijau
muda keruh menjadi ungu kehitaman dan pada ekstrak taoge dicampur
3 ml amilum 1% dan 1 ml buffer pH 6 pada waktu 0’ juga menunjukkan
adanya perubahan warna dari Putih keruh menjadiHitam keunguan. Dari
kedu sampel tersebut ternyata sampel ekstrak taoge dicampur 3 ml
amilum 1% dan 1 ml buffer pH 6 menghasilkan warna yang lebih pekat
dibandingka dengan ekstrak kacang hijau yang dicampur 3 ml amilum
17
1% dan 1 ml buffer pH 6. Perbedaan kepekatan warna antara ekstrak
kacang hijau dengan ekstrak taoge menunjukkan adanya perbedaan
tingkat aktivitas enzimnya.Semakin tinggi aktivitas enzimnya maka
wrna yang terbentuk juga semakin pekat dan sebaliknya.
Jika dibandingkan warna antara sampel pada 0’ dengan sampel 20’
menunjukkan adanya perbedaan warna.Warna yang terbentuk pada 20’
lebih pekat jika dibandingkan warna pada 0’. Perbedaan ini dikarenakan
kinerja atau aktivitas enzim amylase semakin meningkat dengan
bertambah waktu. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kadar pati
dari kedua hasil pertanian tersebut berbeda, kandungan pati pada ekstra
taoge lebih banyak dibandingkan kacang hijau karena warnanya lebih
pekat setelah ditambah dengan larutan iod yang menunjukkan adanya
karbohidrat. Enzim α-amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-
kacangan. Enzim α-amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal
perkecambahan oleh asam giberilik. Asam giberilik adalah suatu
senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan
suatu biji karena bersifat sebagai pengontrol perkecambahan tersebut.
E. KESIMPULAN
Dari percobaan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. pH dan suhu mempengaruhi aktivitas enzim
2. Setiap enzim memiliki pH optimum yang berbeda-beda
3. pH optimum enzim amilase berkisar pada pH 4,5 – 6 dan pada umumnya
enzim memiliki pH optimum pada pH 4,5 – 8
4. Kenaikan suhu akan diiringi dengan kenaikan aktivitas enzim
5. Suhu optimum enzim pada umumnya berkisar 350C – 400C, yaitu dalam
suhu tubuh
6. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein
18
terdenaturasi dan pada suhu 100°C semua enzim rusak
7. Aktivitas enzim akan menurun jika sudah melewati suhu optimum, bahkan
bisa mengalami denaturasi
8. Berdasarkan uji Benedict semua sampel yang digunakan pada praktikum
kali ini mengandung karbohidrat (amilum, dekstrin, glikogen) dengan
ditunjukkan adanya endapan merah bata dan terjadinya perubahan warna
9. Kadar karbohidrat ekstrak taoge lebih banyak dari pada ekstrak kacang
hijau karena setelah ditambah laruta iod perubahan warnanya lebih pekat
10. Kandungan enzim α amilase lebih banyak terdapat pada kecambah
kacang-kacangan (taoge) karena enzim α amilase pada biji dibentuk pada
waktu awal perkecambahan
DAFTAR PUSTAKA
Alvina. 2011. Aplikasi Enzim. http://alvina.blog.uns.ac.id/. Diakses pada hari Sabtu tanggal 5 November 2011 pada pukul 21.04 WIB.
Anonima. 2011. Uji Benedict dan Uji Iodium. http://www.scribd.com/. Diakses pada hari Sabtu tanggal 5 November 2011 pada pukul 20.26 WIB.
Battestin, Vania dan Macedo, Gabriela A. 2007.Effects of temperature, pH and additives on the activity of tannase produced by Paecilomyces variotii.Electronic Journal of Biotechnology. Vol.10 No.2, Issue of April 15, 2007.
19
Budiman, Albar dan Setyawan, Sigit. 2011. Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi dan pH dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase dengan Menggunakan Media Jerami Padi. Makalah Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Campbell, dkk. 1987. Biologi. Edisi ke-5.Erlangga. Jakarta.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 1980.Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Harper. 1999. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Montgomery, Rex dkk. 1993. Biokimia. Edisi ke-4.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Nataraja, dkk. 2010. Effect of temperature on cellulose enzyme activity in crude extracts isolated from solid wastes microbes.International Journal of Microbiology Research, ISSN: 0975-5276, Volume 2, Issue 2, 2010.
Page, David S. 1997.Prinsip-Prinsip Biokimia.Edisi ke-2.Erlangga. Jakarta.
Patong, Rauf dan Suarni.2001. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim α-Amilase.Indo. J. Chem., 2007, 7 (3), 332-336.
Rosalia. 2011. Pengaruh ph dan Suhu Terhadap Aktivitas enzim http://mkusumaningtyas.blogspot.com/2011/01/ .Diakses pada hari Minggu tanggal 20 November 2011 pada pukul 19.30 WIB.
Upe, Ambo dkk.2007. Pengaruh Modifikasi Enzimatik (α-Amilase) terhadap Viskositas dan Komposisi Karbohidrat Tepung Jagung.Indo. J. Chem., 2007, 7 (1), 218-222.
20