acara i karbohidrat
DESCRIPTION
ITP semester 3TRANSCRIPT
ACARA I
KARBOHIDRAT
A. Tujuan
Tujuan praktikum Acara I Karbohidrat ini adalah :
a. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa.
b. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa.
c. Menentukan suhu gelatinasi pati tapioka dan tepung beras.
B. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Teori
Larutan Tollen mengoksidasi aldosa dan ketosa hingga memberikan
tes positif terhadap aldehid dan terhadap α-hidroksiketon. Sedangkan larutan
Benedict (mirip dengan larutan Fehling yang mengandung ion kompleks
kupri sulfat) akan memberikan endapan merah bata, Cu2O, bila mengoksidsi
aldehida (dalam larutan alkali α-hidroksiketon diubah menjadi aldehida).
Karena larutan kupri tatrat dan sitrat berwarna biru, maka endapan yang
berwarna merah bata cukup jelas dan memberikan indikasi tes positif. Gula-
gula yang memberikan hasil positif terhadap uji Tollen dan Benedict disebut
gula pereduksi. Semua karbohidrat yang mengandung gugus hemiasetal atau
gugus ketal akan memberikan hasil positif terhadap uji tersebut. Sedangkan
gula nonpereduksi adalah semua karbohidrat yang hanya mengandung
gugus asetal atau ketal yang tidak memberikan hasil positif terhadap uji
Tollen dan Benedict. Larutan Benedict digunakan untuk menentukan
glukosa dalam urin. Oksidasi pereaksi Benedict berlangsung dalam larutan
alkali, dan dalam larutan alkali gula akan mengalami serangkaian reaksi
kompleks menyebabkan isomerasi dan pemecahan (Sastrohamidjojo, 2005).
Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula pati secara
luar biasa dan tidak bisa kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat
granula pati pecah (membengkak) disebut suhu gelatinisasi. Kemampuan
granula pati dalam menyerap air hanya mencapai kadar 30%. Peningkatan
granula pati dalam air antara suhu 550C sampai 650C merupakan
pembengkakan yang sesungguhnya, selanjutnya granubal pati dapat kembali
ke bentuk semula. Gelatinisasi terjadi apabila suspensi pati dipanaskan
sehingga terjadi perubahan. Mula-mula suspensi pati keruh seperti susu tiba-
tiba menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadinya translusi pati tersebut
diikuti pembengkakan granula pati. Air dapat masuk ke butir-butir pati
apabila energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat daripada -daya tarik-
menarik antarmolekul pati dalam granula. Hal tersebut menyebabkan
bengkaknya granula pati dan gelatinisasi (Winarno, 2004).
Proses pengolahan padi menjadi tepung menghasikan tepung beras.
Proses ini merupakan usaha pengecilan bentuk (ukuran) dari bentuk asal
berupa beras. Proses ini dapat dilakukan secara tradisional ataupun secara
mekanis menggunakan mesin penggiling. Proses pengolahan tepung beras
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kering dan basah
(Khatir, 2011). Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan,
konsentrasi suspensi pati dan kadar amilosa. Selain itu gelatinisasi juga dipacu
oleh keberadaan asam atau basa. Semakin banyak fraksi amilosa, granula
makin kompak dan makin sukar tergelatinisasi (Rahim, 2009)
Suhu gelatinisai berbeda-beda pada setiap jenis pati dan membentuk
kisaran suhu. Penentuan suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan
viskosimeter. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized
microscope. Suhu gelatinisasi pada jagung 620C - 700C, tapioka 520C -
640C, beras 680C - 780C, gandum 54,50C - 640C dan kentang 580C - 660C
(Winarno, 2004). Tepung beras ketan tergelatinisasi pada suhu yang lebih
rendah dibandingkan dengan tepung lainnya. Suhu terjadinya gelatinisasi
pada tepung ini adalah 67,47ºC. Sementara suhu terjadinya gelatinisasi pada
tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras berturut-turut adalah pada
69,56ºC, 82,38ºC dan 85,39ºC.Waktu yang dibutuhkan tepung beras ketan
untuk tergelatinisasi sempurna paling cepat dibandingkan dengan tepung
lainnya. Hal ini diindikasikan dengan waktu puncak, yaitu pada 5,87 menit.
Sementara untuk tergelatinisasi sempurna, tepung tapioka memerlukan
waktu 6,05 menit, tepung terigu 8,9 menit, dan tepung beras pada 9,97
menit (Imaningsih, 2012).
b. Tinjauan Bahan
Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat semua biomassa, dan
lebih dari 90% dari massa karbohidrat dalam bentuk polimer karbohidrat
yaitu polisakarida (Bothara, 2012). Karbohidrat adalah senyawa multifungsi
dari gugus karbo di mana kelompok OH adalah digunakan untuk
menghubungkan posisi target yang berbeda (Valderrama, 2007).
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa yang
menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Rumus empiris
karbohidrat secara umum (CH2O)n.. Terdapat tiga golongan karbohidrat:
monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida atau gula
sederhana, terdiri dari hanya satu unit polihidroksi aldehida atau keton.
Monosakarida yang paling banyak di alam adalah glukosa. Oligosakarida
terdiri dari rantai pendek unit monosakarida yang digabungkan bersama-
sama oleh ikatan kovalen. Disakarida mempunyai dua unit monosakarida.
Sukrosa atau gula tebu terdiri dari glukosa dan fruktosa yang digabungkan
dengan ikatan kovalen. Polisakarida terdiri dari rantai panjang yang
mempunyai ratusan atau ribuan unit monosakarida. Beberapa polisakarida,
seperti selulosa, mempunyai rantai linier, sedangkan yang lain, seperti
glikogen mempunyai rantai cabang. Polisakarida yang paling banyak
dijumpai yaitu pati dan selulosa (Lehninger, 1982).
Karbohidrat sangat penting tersedia untuk tubuh kita. Sekitar 97%
tubuh kita digantikan setiap tahun oleh makanan yang kita makan. Tubuh
kita membutuhkan sekitar 50 atau lebih nutrisi untuk menjaga kesehatan
yang baik, tidak terkecuali karbohidrat. Karbohidrat adalah senyawa organik
yang hanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat dapat
disebut dengn istilah lain yaitu sakarida. Karbohidrat (sakarida) dibagi
menjadi empat (4) kelompok kimia: Monosakarida, Disakarida,
Oligosakarida dan Polisakarida (Shah, 2013).
Monosakarida adalah karbohidrat sederhana yang tidak dapat
dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih kecil. Monosakarida adalah
aldehida atau keton dengan dua atau lebih gugus hidroksil. Rumus kimia
dari monosakarida adalah CnH2nOn. Monosakarida penting sebagai
molekul pembentuk asam nukleat. Monosakarida dengan tiga (3) karbon
disebut sebagai triosa, dengan empat (4) karbon disebut tetrosa, dengan lima
(5) kabon adalah pentosa, dan enam (6) karbon adalah heksosa
(Shah, 2013). Menurut Lehninger (1982), monosakarida akan segera
mereduksi senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hidrogen peroksida
atau ion cupri. Pada reaksi seperti ini, gula dioksidasi pada gugus karbonil,
dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi. Glukosa dari gula lain yang
mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi.
Disakarida ialah gabungan dari dua monosakarida. Disakarida terdiri
dari dua unit monosakarida terikat bersama-sama oleh ikatan kovalen
dikenal sebagai hubungan glikosidik yang terbentuk melalui reaksi
dehidrasi, mengakibatkan hilangnya atom hidrogen dari satu monosakarida
dan gugus hidroksil dari yang lain. Rumus disakarida adalah C12H22O11.
Sukrosa adalah disakarida yang paling melimpah dan merupakan bentuk
utama karbohidrat dan diangkut dalam tumbuhan. Laktosa juga merupakan
disakarida, terjadi secara alami dalam susu mamalia. Makanan tinggi
karbohidrat termasuk buah-buahan, permen, minuman ringan, roti, pasta,
kacang-kacangan, kentang, dedak, beras, sereal dan lain-lain (Shah, 2013).
Sukrosa bila dihirolisis dengan asam encer akan menghasilkan glukosa dan
fruktosa. Sukrosa merupakan gula yang tidak mereduksi
(Sastrohamidjojo, 2005).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai jenis pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai C-nya,
serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati memiliki dua fraksi yang
dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut dan fraksi tidak terlarut.
Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak telarut disebut amilopektin.
Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa
(Winarno, 2004).
Tapioka memiliki karakteristik yang spesifik terkait dengan suhu
gelatinisasi, kemampuan mengembang (swelling power), dan kelarutan
dibandingkan dengan pati lainnya. Tapioka merupakan pati yang diambil
dari ubi kayu dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu
industri nonpangan. Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83%
amilopektin. Granula tapioka berbentuk semi bulat dengan salah satu bagian
ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 μm. Suhu gelatinisasinya
berkisar antara 52-64°C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42, dan
kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil
dibanding pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. suhu gelatinisasi
tapioka berkisar antara 58,5−70,0°C, bergantung pada varietas ubi kayu
yang digunakan untuk memproduksi tapioka. (Herawati, 2012).
Sukrosa dibentuk oleh penghapusan molekul air dari kombinasi gugus
hidroksil glikosidik α-D-glukosa dan β-D-glukosa. Untuk pembentukan
sukrosa, kedua kelompok karbonil dari unit individu yang terlibat terikat
oleh ikatan glikosidik. Sukrosa tidak mengandung kelompok aktif sehingga
tidak menunjukkan mutarotation. Sukrosa adalah gula non pereduksi.
Karbonil bebas adalah kelompok aktif laktosa sedangkan hemiacetal adalah
kelompok aktif maltosa (Nithiyanantham, 2013).
Menurut Sintasari (2014), fungsi sukrosa meningkatkan total padatan,
memberikan rasa manis sehingga akan mempengaruhi penerimaan masyarakat
terhadap minuman probiotik. Menurut Kurniawan dan Iwan dalam Maelani (2013),
penambahan sukrosa pada media tanam menunjukkan kecepatan pertumbuhan
miselium dari kultur “ submerged” lebih cepat dibandingkan dengan cara
konvensional biasa. Menurut Agustiawati dalam Maelani (2013) menyatakan
bahwa sukrosa memiliki kemampuan dalam meningkatkan daya kecambah
konidia dan pertumbuhan jamur Entomopatogen Beauveria bassiana
Vuillemin. Selanjutnya, gula merupakan sumber karbohidrat utama karena
termasuk dalam golongan disakarida (glukosa dan fruktosa), yang mempunyai
dua fungsi yaitu sebagai bahan bakar (pembangun) dan bahan dasar penyusun
struktur sel.
Tepung-tepungan dianalisis kandungan proksimat, distribusi ukuran
partikel dan komposisi amilosa-amilopektinnya. Sifat pemasakan diuji
dengan menggunakan Rapid Visco Analizer (RVA) untuk menentukan
viskositas, suhu dan waktu puncak terjadinya gelatinisasi. Tepung beras,
beras ketan, terigu dan tapioka memiliki sifat gelatinisasi berbeda yang
berhubungan dengan struktur pati dan komposisi amilosa-amilopektin.
Tepung terigu memiliki viskositas puncak yang paling rendah, sementara
tepung tapioka tertinggi. Adanya garam akan menunda waktu terjadinya
gelatinisasi. Jumlah kandungan amilosa berpengaruh pada profil gelatinisasi
pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak
bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar
dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati
dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan
terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi
diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus,
menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini,
molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga
struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang
masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan
volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen
dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di
bagian luar granula, jumlah air bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah
amilosa yang terlepas meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk
meninggalkan granula karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut.
Mekanisme ini yang menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan
lebih kental (Imaningsih, 2012).
Tepung beras merupakan bahan yang mengandung kadar protein
cukup tinggi yaitu 8,7%. Tepung beras memiliki karekteristik yang berbeda
dengan tepung terigu. Tepung beras memiliki jumlah air bebas lebih tingi
dalam sistem adonan karena ukuran granula patinya lebih kecil (3-8 mikron)
sehingga mengabsorbsi lebih sedikit air. Tepung beras tidak membentuk
jaringan gluten dalam sistem adonan sehingga kemampuan menahan airnya
lebih rendah dibanding tepung terigu (Widjajaseputra, 2011).
Glukosa merupakan komponen yang penting dalam darah. Glukosa
memiliki rumus molekul C6H12O6. Glukosa termasuk dalam gula sederhana
yang tidak dapat dipecah lagi menjadi gula yang lainnya (Hart, 2003).
Menurut Asif (2011), glukosa adalah karbohidrat terpenting dalam manusia
tubuh. Glukosa terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks termasuk pati
dan dekstrin. Glukosa ditemukan dalam darah dan memberikan energi untuk
tubuh. Glukosa juga terbentuk dari pemecahan glikogen dalam tubuh.
C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Mikroskop
c. Pipet tetes
d. Termometer
e. Penangas Air
f. Gelas Benda
g. Gelas Beaker 100 ml
h. Pipet Ukur 10 ml
i. Kertas Lakmus
j. Pengaduk
k. Sendok kecil
l. Penjepit
2. Bahan
a. Larutan Sukrosa 5%
b. Larutan Glukosa 0,1 M
c. Pereaksi Benedict
d. Larutan NaOH 0,1 N
e. Larutan HCL 0,1 N
f. Aquades
g. Kristal NaHCO3
h. Tepung Pati
i. Tepung Beras
j. Larutan Iodine
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa
2 ml sukrosa 5%
dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 1 ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml, tabung 2 ditambahkan HCL 0,1 N sebanyak 5 ml, dan tabung 3 ditambahkan aquades sebanyak 5 ml
Dipanaskan sampai mendidih 2-3 menit (Pemanasan I)
Diamati perubahan warnanya
NaHCO3 ditambahkan pada tabung ke 2
Sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dipindahkan ke dalam 3 tabung reaksi
2 ml pereaksi Benedict
Ditambahkan pada setiap tabung lalu dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit (pemanasan 2)
diamati perubahan warna atau warna endapan
b. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Tabung 1 ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 2 ml, tabung 2 ditambahkan HCL 0,1 N sebanyak 2 ml, dan tabung 3 ditambahkan aquades sebanyak 2 ml
Dipanaskan sampai mendidih
Diamati perubahan warna larutan
2 ml glukosa 0,1 N
dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
c. Gelatinisasi Pati
Sebanyak 1 sendok kecil pati tapioka dan tepung beras
Dimasukkan dalam 4 beaker glass 100 ml dan ditambahkan aquadest hingga membentuk pasta kental
Beaker 1 ditambah 50 ml air suhu kamar, Beaker 2 ditambah 50 ml air suhu 40°C, Beaker 3 ditambah 50 ml air suhu 65°C, Beaker 4
ditambah 50 ml air suhu 80°C
Masing-masing diambil 1 tetes dan diratakan pada gelas benda
larutan iodine 1 tetes
diratakan dan ditutup dengan gelas penutup
diamati di bwah mikroskop perbesaran 10 x 10
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1. Data Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Kel. PerlakuanPemanasan 1 Pemanasan 2
Warna Awal
Warna Akhir Warna Endapan
1, 2, 3 5 ml NaOH 0,1 N Bening Bening Biru
Muda
Tidak ada endapan
4, 5, 6 5 ml HCl 0,1 N Bening Bening Biru Kehijauan
Endapan merah bata
7, 8, 9 5 ml Aquades Bening Bening Biru Tidk ada endapan
Sumber : Laporan Sementara
Disakarida merupakan gabungan dari dua monosakarida yang
berikatan kovalen terhadap sesamanya. Disakarida digabungkan oleh ikatan
kimia yang menggabungkan kedua unit monosakarida yang disebut ikatan
glikosida. Disakarida dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula
bereaksi dengan karbon anomer pada gula yang kedua. Disakarida yang
terdapat di alam umumnya sukrosa, laktosa, dan maltosa. Ikatan glikosida
terhidrolisis oleh asam namun tahan terhadap basa. Sehingga disakarida
mampu terhidrolis menghasilkan komponen monosakarida bebasnya dengan
perebusan oleh asam encer (Lehninger, 1982).
Larutan Benedict berfungsi mengetahui adanya kandungan glukosa
(monosakarida) pada suatu zat. Pereaksi Benedict tidak dapat bekerja
dengan baik pada kondisi asam. Pada pemanasan kedua, tujuan penambahan
benedict adalah untuk mengetahui ada tidaknya gugus reduksi pada sukrosa
sehingga dapat diketahui apakah terjadi hidrolisis atau tidak dengan
penambahan larutan yang berbeda tingkat keasamannya (pH) yaitu dengan
penambahan NaOH yang bersifat basa, HCl yang bersifat asam dan aquades
yang memiliki pH netral. Larutan Benedict (mirip dengan larutan Fehling
yang mengandung ion kompleks kupri sulfat) akan memberikan endapan
merah bata, Cu2O, bila mengoksidsi aldehida (dalam larutan alkali α-
hidroksiketon diubah menjadi aldehida). Karena larutan kupri tatrat dan sitrat
berwarna biru, maka endapan yang berwarna merah bata cukup jelas dan
memberikan indikasi tes positif (Sastrohamidjojo, 2005).
Penambahan NaHCO3 kristal bertujuan untuk memberikan suasana
sedikit basa. Pada suasana yang sedikit basa, benedict mampu bekerja secara
maksimal. Benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi asam. Fungsi
lain dari NaHCO3 adalah sebagai katalis dalam reaksi Benedict. Apabila
sukrosa ditambah Benedict dengan menggunakan katalis NaHCO3 reaksinya
akan menghasilkan CuO2, asam, dan H2O yang menimbulkan endapan
berwarna merah bata. Setelah penambahan kristal NaHCO3, hidrolisis terhenti
dan larutan telah berada dalam keadaan netral sehingga saat penambahan reaksi
Benedict dapat terlihat jelas perbedaan warnanya (Irzam, 2014).
Berdasarkan percobaan, diperoleh hasil dari kelompok 1, 2 dan 3
dengan perlakuan Sukrosa + 5 ml NaOH 0,1 N warna awal larutan sebelum
pemanasan 1 adalah bening, setelah pemanasan 1 juga masih bening. Setelah
penambahan pereaksi Benedict, larutan menjadi berwarna biru muda dan
setelah pemanasan 2 tidak terdapat endapan. Warna biru muda tersebut
menunjukkan bahwa pada uji benedict berada di suasana basa, unsur atau ion
yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna
biru. Menurut Sastrohamidjojo (2005), sukrosa akan terhidrolisis dan stabil
pada suasana asam. Sehingga dalam suasana basa (penambahan NaOH 0,1 N)
larutan sukrosa tidak terhidrolisis dan tidak menunjukkan reaksi positif dalam
penambahan pereaksi Benedict. Larutan yang bersifat alkalis tidak mampu
menghidrolisis sukrosa sehingga sukrosa tetap menjadi gula nonpereduksi yang
memberikan hasil negatif terhadap uji Benedict.
Berdasarkan hasil dari kelompok 4, 5 dan 6, dimana sukrosa + 5 ml
HCl 0,1 N pada awal sebelum pemanasan 1, larutan menunjukkan warna
bening, setelah pemanasan 1 larutan juga masih menunjukkan waarna bening.
Sebelum dilakukan pemanasan 2, larutan terlebih dahulu ditambahkan dengan
kristal NaHCO3 . Tujuan dari penambahan tersebut adalah untuk membuat
larutan berada dalam suasana netral dan menghentikan proses hidrolisis yang
terjadi, sehingga saat penambahan pereaksi Benedict dapat terlihat jelas
perbedaannya. Setelah penambahan kristal NaHCO3, larutan diberi pereaksi
Benedict dan dipanaskan (pemanasan 2). Setelah itu, terdapat endapan yang
berwarna merah bata pada larutan. Endapan merah bata terjadi karena sukrosa
telah terhidolisis menjadi dua gula monosakarida (glukosa dan fruktosa)
setelah proses penambahan asam. Glukosa merupakan gula pereduksi dimana
memberikan hasil positif terhadap uji Benedict sehingga terdapat endapan
mereh bata di akhir percobaan. Berdasarkan percobaan, hasil tersebut sudah
sesuai dengan teori yang ada.
Pada kelompok 7, 8 dan 9, sukrosa + 5 ml aquades, pada awal
sebelum pemanasan 1, larutan berwarna bening, setelah pemnasan 1 juga masih
bening. Kemudian larutan ditambahkan larutan Benedict berubah menjadi
warna biru dan setelah pemanasan 2 tidak terdapat endapan. Penambahan
aquades kedalam larutan sukrosa berfungsi untuk menunjukkan sifat sukrosa
dalam pH netral yaitu dalam kisaran pH aquades antara 6 sampai 7. Pada pH
netral sukrosa relatif stabil karena tidak terjadi perubahan warna pada saat
sebelum dan sesudah pemanasan kedua serta penambahan larutan Benedict.
Tabel 1.2. Data Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Kel. PerlakuanPerubahan Warna
Warna Awal Warna Akhir
1, 2, 3
Glukosa + NaOH 0,1 N dipanaskan Bening Kuning
Kecoklatan4, 5, 6 Glukosa + 0,1 N HCl dipanaskan Bening Bening
7, 8, 9 Glukosa + aquades dipanaskan Bening Bening
Sumber : Laporan Sementara
Monosakarida adalah suatu molekul yang terdiri dari lima atau enam
atom C.Monosakarida yang mengandung satu gugus aldehid disebut aldosa,
sedangkan yang mengandung satu gugus keton disebut ketosa. Monosakarida
dengan enam atom C disebut heksosa, contohnya glukosa, fruktosa, dan
galaktosa. Monosakarida dengan lima atom C disebut pentosa, contohnya
xilosa, arabinosa dan ribosa (Winarno, 2004). Menurut Lehninger (1982),
monosakarida akan segera mereduksi senyawa pengoksidasi seperti ferisianida,
hidrogen peroksida atau ion cupri. Pada reaksi seperti ini, gula dioksidasi pada
gugus karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi. Glukosa dari
gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula
pereduksi. Sifat gula pereduksi yang dimiliki monosakarida berguna dalam
analisa gula.
Pada percobaan ini bertujuan untuk menguji pengaruh asam dan basa
terhadap gula reduksi. Digunakan 5 ml glukosa dengan konsentrasi 0,1 M yang
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Ketiga tabung reaksi tersebut
diberi perlakuan berbeda dengan menambahkan 2 ml NaOH pada tabung
pertama, 2 ml HCl pada tabung kedua, dan 2 ml aquades pada tabung ketiga.
Kemudian dipanaskan dan diamati perubahannya.
Tabung 1 (kelompok 1, 2 dan 3) pada saat awal sebelum pemanasan,
larutan menunjukkan warna bening. Setelah pemanasan terbentuk warna
kuning kecoklatan. Hal tersebut karena glukosa mengalami dekomposisi dan
menunjukkan reaksi positif terhadap Benedict sehingga setelah penambahan
Benedict dan pemanasan, larutan berubah warna. Menurut Sastrohamidjojo
(2005), oksidasi pereaksi Benedict berlangsung dalam larutan alkali, dan dalam
larutan alkali gula akan mengalami serangkaian reaksi kompleks menyebabkan
isomerasi dan pemecahan. Namun, pada percobaan kali ini terjadi sedikit
penyimpangan, seharusnya larutana menghasilkan endapan merah bata setelah
pemanasan, karena, menurut Lehninger (1982), gluosa merupakan gula
pereduksi, diana gula pereduksi seharusnya menunjukkan endapan merah bata
saat bereaksi dengna Benedict dan dipanaskan. Penyimpangan terjadi bisa
kaarena larutan glukosa yang digunakan kurang murni atau sudah terlalu lama
disimpan di laboratorium.
Tabung 2 (kelompok 4, 5 dan 6) pada saat awal sebelum pemanasan,
larutan menunjukkan warna bening. Setelah pemanasan terbentuk warna
bening. Menurut Sastrohamidjojo (2005) glukosa stabil pada kondisi asam.
HCl yang besifat tidak mampu menghidrolisis glukosa. Sehingga, walaupun
telah diberi pereaksi Benedict dan dipanaskan, glukosa akan tetap dan tidak
menimbulkan endapan merah bata.
Tabung 3 (kelompok 7, 8 dan 9) pada saat awal sebelum pemanasan,
larutan menunjukkan warna bening. Setelah pemanasan terbentuk warna
bening. Aquades bersifat netral sehingga tidak dapat menghidrolisa glukosa
walaupun ditambahh pereaksi Benedict dan pemanasan. Aquades hanya
berfungsi sebagai pelarut dan kontrol pada pH netral.
Tabel 1.3. Hasil Pengamatan Gelatinisasi Pati pada Perbesaran 10 x 10Kel Perlakuan Gambar Keterangan
1Tepung tapioka + air suhu kamar
Bentuk : Granul pati bulat dan kecil100x
2
Tepung tapioka + air suhu 400C
Bentuk : Granul pati bulat dan sedang100x
3
Tepung tapioka + air suhu 650C
Bentuk : Granul pati bulat dan agak besar
100x
4
Tepung Tapioka + air suhu 800C
Bentuk : Granul pati bulat dan besar100x
5
Tepung Beras + air suhu kamar
Bentuk : Granul pati bulat dan kecil100x
6
Tepung Beras + air suhu 400C
Bentuk : Granul pati bulat dan sedang100x
7
Tepung Beras + air suhu 650C
Bentuk : Granul pati bulat dan agak besar
100x
8 / 9
Tepung Beras + air suhu 800C
Bentuk : Granul pati bulat dan besar100x
Sumber : Laporan Sementara
Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula pati secara
luar biasa dan tidak bisa kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula
pati pecah (membengkak) disebut suhu gelatinisasi. Kemampuan granula pati
dalam menyerap air hanya mencapai kadar 30%. Peningkatan granula pati
dalam air antara suhu 550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang
sesungguhnya, selanjutnya granubal pati dapat kembali ke bentuk semula.
Gelatinisasi terjadi apabila suspensi pati dipanaskan sehingga terjadi
perubahan. Mula-mula suspensi pati keruh seperti susu tiba-tiba menjadi jernih
pada suhu tertentu. Terjadinya translusi pati tersebut diikuti pembengkakan
granula pati. Air dapat masuk ke butir-butir pati apabila energi kinetik molekul
air menjadi lebih kuat daripada -daya tarik-menarik antarmolekul pati dalam
granula. Hal tersebut menyebabkan bengkaknya granula pati dan gelatinisasi
(Winarno, 2004).
Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan,
konsentrasi suspensi pati dan kadar amilosa. Selain itu gelatinisasi juga dipacu
oleh keberadaan asam atau basa. Semakin banyak fraksi amilosa, granula makin
kompak dan makin sukar tergelatinisasi (Rahim, 2009)
Suhu gelatinisai berbeda-beda pada setiap jenis pati dan membentuk
kisaran suhu. Penentuan suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan
viskosimeter. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized
microscope. Pada percobaan digunakan pati tapioka dan pati tepung beras. Pati
tapioka memiliki kisaran suhu gelatinisasi 520C - 640C, sedangkan pati tepung
beras memiliki suhu 680C - 780C (Winarno, 2004).
Pada percobaan ini yang digunakan polisakarida berupa tepung
tapioka dan tepung beras. Kisaran suhu yang dipakai dalam percobaan ini
adalah suhu kamar, 40°C, 65°C, dan 80°C. Pada percobaan ini, masing –
masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas obyek dan ditambah larutan
Iodine encer, agar warna yang terlihat lebih jelas, sehingga dapat ditentukan
range suhu gelatinisasi. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop, dimana
perbesarannya tergantung dari perkalian nilai lensa obyektif dan lensa okuler.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada pasta kental tapioka
dengan perlakuan pada suhu kamar belum terlihat pemecahan granula. Pada
suhu 40°C granula mulai banyak yang pecah dan ukuran granula menjadi lebih
besar dari sebelumnya. Pada tepung tapioka yang ditambah air pada suhu 65°C,
sudah mulai terjadi gelatinisasi ditandai dengan granula yang semakin
membesar dari ukuran sebelumnya. Pada tambahan air suhu 80°C, gelatinisasi
telah terjadi hampir keseluruhan bagian dengan granula pecah serta ukuran
besar-besar . Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi
pada tepung tapioka adalah antara suhu 40°C - 65°C. Data ini pun telah men-
dekati kesesuaian dengan teori yang ada, yaitu suhu gelatinisasi pati tapioka
antara kisaran 52°C - 64°C.
Pada tepung pati beras yang ditambah air pada suhu kamar, granula
pati belum ada yang pecah. Sedangkan yang ditambah air pada suhu 40°C,
warnanya mulai pudar, dan sedikit granula mulai membesar. Pada suhu 65°C,
granula pati beras mulai banyak yang pecah namun ukuran granula lebih kecil
dari ukuran pati tapioka bersuhu sama. Pada tepung yang ditambah air pada
suhu 80°C, pati menunjukkan peristiwa gelatinisasi dengan granula besar-
besar. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi pada pati
beras adalah suhu 65°C - 80°C. Data ini telah mendekati teori yang ada, yaitu
bahwa suhu gelatinisasi tepung pati beras memang antara 68°C -78°C.
Ukuran globula pati tapioka jika dibandingkan dengan ukuran globula
pati beras memang lebih besar. Apabila suspensi pati pada zat cair dipanaskan,
maka alan terjadi peningkatan kecepatan penyerapan air oleh granula pati
tersebut. Jadi terdapat pengaruh suhu terhadap perubahan bentuk dan ukuran
granula pati. Saat proses pemanasan terjadi, butiran-butiran globula akan
menyerap air sehingga ukuran globula meningkat atau membesar. Semakin
lama proses pemanasan terjadi, maka penggelembungan globula akan melewati
batas maksimum dan menyebabkan globula pecah dan keluarnya pati yang
terhidrasi menyebabkan terbentuknya koloid. Pada fase ini, pati mengalami
gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati beras lebih tinggi dibanding suhu gelatinisasi
pati tapioka, yakni berkisar antara 680C – 780C, pada pati tapioka berkisar
antara 520C-640C (Winarno, 2004)
Perbedaan ukuran globula antara tapioka dan beras juga berpengaruh
pada suhu optimum gelatinisasinya. Semakin besar ukuran globula, maka
semakin rendah suhu gelatinisasi, dan sebaliknya. Pemanasan menyebabkan
globula mengembang dan akhirnya pecah, sedangkan dalam keadaan dingin,
globula akan menyusut dan memapat. Ukuran globula pati tapioka menurut
Herawati (2012), pada suhu kamar 28μm, pada suhu 500C 35 μm, pada suhu
650C 40 μm, dan pada suhu 800C 20 μm. Ukuran globula pati beras pada suhu
kamar 20 μm, pada suhu 500C 25 μm, pada suhu 650C 34 μm, dan suhu 800 15
μm.
E. Kesimpulan
1. Sukrosa stabil dalam suasana sedikit alkali, terhidrolisis pada suasana
asam , mudah larut dalam air dan rusak setelah pemanasan.
2. Glukosa sebagai gula pereduksi bersifat stabil terhadap suasana asam,
tidak stabil dalam suasana alkali dan akan mengalami pencokelatan bila
dipanaskan dalam kondisi alkali.
3. Pati termasuk polisakarida, apabila dipanaskan maka akan mengalami
gelatinisasi.
4. Kisaran suhu gelatinisasi tepung tapioka pada hasil percobaan berkisar
antara 520C - 640C dan tepung beras 680C - 780C.
DAFTAR PUSTAKA
Asif, H. M.; Muhammad Akram; Tariq Saeed. 2011. Carbohydrates. International Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics Vol. 1(1) pp. 001-005, February 2011.
Bothara, Sunil B dan Sudarshan Singh. 2012. Thermal Studies on Natural Polysaccharide. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine.
Hart, Harold., Leslie E. Craine., dan David J Hart. Kimia Organik. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Herawati, Heny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient Dari Tapioka Termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian, 31(2): 68-76.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan 35 (1): 13-22.
Irzam, Firmannanda Nur dan Harijono. 2014. Pengaruh Efek Pergantian Air dan Penggunaan NaHCO3 dalam Perendamam Ubi Kayu Iris terhadap Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4.
Khatir, Rita., Ratna dan Wardani. 2011. Karakteristik Pengeringan Tepung Beras Menggunakan Alat Pengering Tipe Rak. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Vol. 3, No. 2.
Leningher, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta..
Maelani, Lisma. 2013. Pengaruh Takaran Sukrosa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Putih. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi.
Nithiyanantham, S dan L Palaniappan. 2013. Physicochemical Studies on Some Disaccharides (Sucrose, Lactose, Maltose) in Aqueous Media at 298.15 K. Chemical Science Transanctions Journal Vol. 2 No. 1.
Rahim, Abdul., Mappiratu dan Amalia Noviyanty. 2009. Sifat Fisiokimia dan Sensoris Sohun Instan dari Pati Sagu. Jurnal Agroland Vol. 16 No. 2.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. UGM Press. Yogyakarta.
Shah, Jinehi T Dan Ajit V Pandya. 2013. Estimation Of The Quantity Of Carbohydrate Content In Potato (Solanum Tuberosum). International Journal of Green and Herbal Chemistry, Vol. 2, No. 2, 285-288.
Sintasari,Rinelda Ayu., Joni Kusnadi dan Dian Widya Ningtyas.2014. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Susu Skim dan Sukrosa terhadap Karakteristik Minuman Probiotik Sari Beras Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3.
Valderrama, Alonso Aguirre dan Jose A Dobado. 2007. Conformational Analysis of Thiosugars : Theoretical NMR Chemical Shifts and JH,H Coupling
Constants of 5-Thio-Pyranose Monosaccharides. Journal of Carbohydrate Chemisty.
Widjajaseputra, Anna Ingani., Harijonruo., Yunianta dan Teti Estiasih. 2011. Pengaruh Rasio Tepung Beras dan Air terhadap Karakteristik Kulit Lumpia. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XXII No. 2.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.