ade rahmawati saragih : motivasi berprestasi mahasiswa...

24
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

Upload: vanphuc

Post on 23-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

DAFTAR ISI Daftar Isi i Kata Pengantar ii BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB II LANDASAN TEORI 6 II.A. Motivasi Berprestasi 6 II.A.1. Pengertian Motivasi 6 II.A.2. Pengertian Motif 6 II.A.3. Jenis-Jenis Motivasi 7 II.A.4. Pengertian Motivasi Berprestasi 8 II.A.5. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi 8 II.A.6. Perkembangan Motivasi Berprestasi 9 II.A.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Berprestasi 10 II.B. Pola Asuh 12 II.B.1. Pola Asuh Orangtua 12

II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua 12 II.B.3. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua 13 II.B.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh Orangtua 15 II.C. Remaja 16 II.C.1. Pengertian Remaja 16 II.C.2. Perkembangan Remaja 17 II.C.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja 17 II.D. Mahasiswa. 18 II.D.1. Pengertian Mahasiswa 18 II.D.2. Ciri-ciri Mahasiswa 18 BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP 20 DAFTAR PUSTAKA

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberi Penulis kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini sehinggga dapat

diselesaikan di tengah kesibukan yang tiada hentinya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi

tugas fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumtera Utara, namun demikian

Penulis berharap bahwa makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis tapi juga dapat

menambah wawasan bagi semua pihak .

Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, karena ini penulis

berharap masukan dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Dalam kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua PS. Psikologi Universitas

Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di

lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

Fatma Kartika Sary Nst, S.Psi dan rekan-rekan sejawat di USU yang cukup memberi

kehangatan persaudaraan. Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Iskandar yang senantiasa mengingatkan dan memberi motivasi kepada Penulis untuk segera

menyelesaikan makalah ini, semoga Allah membalas beliau semua dengan kebaikan yang

berlipat ganda,amin.

Medan, 6 Agustus 2006 Ade Rahmawati Siregar, S.Psi NIP. 132 315 378

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

BAB I

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah masa yang indah. Penuh dengan segala suka cita, keunikan,

keceriaan, menyenangkan. Hampir tidak ada manusia yang dapat melupakan masa remaja

yang dilaluinya, baik masa-masa yang menyenangkan maupun masa yang menyulitkan atau

menyedihkan. Kartono (1985) menyatakan masa remaja merupakan masa gejolak dimana

seseorang menghadapi banyak persoalan dan tantangan, konflik seta kebingungan dalam

prosese menemukan diri dan menemukan tempatnya di masayarakat. Remaja sebenarnya tidak

mempunyai tempat yang jelas, tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk

golongan orang dewasa ataupun golongan tua. Remaja masih belum mampu untuk menguasai

fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut remaja masih digolongkan pada

golongan kanak-kanak. Pada umumnya remaja masih belajar disekolah Menengah ataupun

Perguruan Tinggi(Monks,1999).

Remaja yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi disebut juga dengan Mahasiswa.

Masa mahasiswa ini merupakan masa yang penuh tantangan dan kesukaran, masa yang

menuntut remaja menentukan sikap dan pilihan, masa yang menuntut kemampuan untuk

menyesuaikan diri (Kartono,1985). Mahasiswa merupkan elite masyarakat yang mempunyai

ciri intelektualitas yang lebih kompleks dibandingkan kelompok seusia mereka yang bukan

mahasiswa, ataupun kelompok usia dibawah dan diatas mereka. Ciri intelektualitas tersebut

adalah kemampuan mereka dalam menghadapi, memahami dan mencari cara pemecahan

berbagai masalah secara lebih sistematis (Azwar,1998). Dunia mahasiswa berbeda dengan

SMU, terutama pada cara belajarnya yng lebih menuntut keaktifan dan kemandirian. Menurut

Nawawi & Martini (1994), perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menjadi

terminal terakhir bagi seseorang yang berpeluang belajar setinggi-tingginya melalui jalur

pendidikan sekolah. Diperguruan Tinggi transfer pengetahuan selain dilakukan melalui

kuliah juga melalui seminar, diskusi, ceramah dan lain sebagainya (Marwaty,2003). Jumlah

mahasiswa pada Perguruan Tinggi selalu bertambah setiap tahunnya. Hal inidapat dilihat

dalam data statistik Indonesia tahun 1999 (Badan Pusat Statistik,2000). Salah satu contohnya

adalah Universitas Sumatera Utara, pada tahun 1999 jumlah mahasiswa yang mendaftar

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

sebanyak 4197 orang (dalam Universitas Sumatera Utara 1999) dan pada tahun 2000 adalah

7384 orang (dalam Universitas Sumatera Utara 2000).

Dalam setiap fakultas ataupun jurusan pada suatu universitas jarang sekali bahkan

tidak pernah terjadi dimana jumlah mahasiswa yang diterima akan mengakhiri masa

perkuliahannya pada waktu bersaman dengan jumlah yang sama pula pada saat diterima di

fakultas tersebut. Banyak hal yang dapat menyebabkan hal tersebut terjadi antar lain sebelum

mengakhiri masa perkuliahannya seorang mahasiswa ada yang sudah meninggalkan bangku

kuliahnya atau mengundurkan diri, ada yang mengalami DO (drop out) atau transfer dari

jenjang S-1 ke jenjang D-3.

Diperguruan tinggi, mahasiswa diharapkan bukan saja mampu memproduksi kuliah

yang diterimanya melainkan mampu mengembangkan apa yang diterima dosen secara kreatif.

Sukses tidaknya seorang mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak

menyatakan bahwa mahasiswa diharapkan mempunyai semangat hidup yang tinggi, rasa

optimis yang besar dan motif sukses yang tinggi pula sehingga diharapkan mahasiswa dapat

sukses dalam menjalani kehidupan di Perguruan Tinggi dan mempunyai prestasi yang optimal.

Kenyataannya yang dihadapi mahasiswa tidak seperti yang diharapkan. Banyak masalah yang

dihadapi mahasiswa dan tidak sedikit mahasiswa yangmengalami gangguan psikologis seperti

stress dan bahkan depresi. Kondisi ini menyebabkan mahasiswa persimis terhadap masa

depannya, keinginan untuk suksesnya semakin lama semakin surut yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi motivasi berprestasinya.

Mu’tadin(2003) mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh

mahasiswa diantaranya adalah kesulitan dalam mencari judul untuk skripsi, kesulitan untuk

mencari literatur atau bahan bacaan, dana yang terbatas atau takut menjumpai dosen

pembimbing. Kesulitan ini yang akhirnya menyebabkan mahasiswa tertekan kehilangan

motivasi dengan kata lain tidak dapat mencapai prestasi yang diharapkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McCormick & Carrol (2003) terhadap

mahasiswa Universitas Saint Louis, menunjukkan bahwa rata-rata 30 % dari jumlah mahasiwa

tingkat pertama gagal untuk lulus ke tingkat berikutnya, selain itu 50 % dari jumlah

mahasiswa yang gagal untuk menyelesaikan masa studinya di Perguruan Tinggi dalam jangka

waktu 5 tahun. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya motivasi berprestasi pada

mahasiswa tersebut.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

Banyak dijumpai seseorang yang memiliki intelegensi tinggi tetapi prestasi yang

dicapainya rendah, akibat kemampuan inteletual yang dimilikinya kurang berfungsi secara

optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual anak dapat berfungsi secara

optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya (Sadli, 1986).

Seseorang akan berusaha kuat apanila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai

tujuan belajar. Motivasi menurut Donald (dalam Hardjo & Badjuri,2002) merupakan

perubahan tenaga dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi

untuk mencapai tujuan. Motif inilah yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan

dalam bersaing dengan suatu standar keunggulan tertentu. Ukuran standar keunggulan antara

lain karena prestasi individu itu sendiri, prestasi orang lain, ataupun presatasi untuk

menyelesaikan tugas (Hechkhausen dalam Monks,1999). Schultz dan Schultz (1994)

mengatakan bahwa motivasi yang ada pada setiap individu berbeda-beda satu dengan yang

lain. Perbedaan ini disebabkan karena manusia pada dasarnya adalah unik, berbeda-beda satu

dengan yang lainnya termasuk motivasi berprestasi.

Motivasi berprestasi menurut McClelland adalah motif yang mengarahkan tingkah

laku seseorang dengan titik berat bagaimana prestasi tersebut tercapai. Perbedaan motivasi

berprestasi pada setiap individu dipengaruhi oleh banyak faktor. McClelland (dalam

Sopah,1999) mengatakan bahwa pola asuh orangtua mempunyai pengaruh terhadap motivasi

berprestasi . Pendapat yang sama dikemukan oleh Estwood (1983) yng mengatakan bahwa

motivasi berpresatasi dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya seperti orangtua, teman dan

sebagainya.

Bagaimana cara orangtua mendidik ataupun pola asuh seperti apa yang diterapakn

pada anak diindikasikan menyumbang dalam pembentukan motif prestasi pada anak. Keluarga

adalah salah satu faktor motivasi eksternal. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri dalam

mengasuh, mendidik, dan membimbing anggota keluarga khususnya anak, dan pola asuh ini

berbeda antara satu kelurga dengan keluarga lainnya. Pola asuh adalah proses penanaman

nilai positif oleh orangtua mengenai tujuan hidup, hak-hak orang lain, amsa depan dan

kegembiraan bersama. Anak akan menerima nilai tersebut , jika orangtua memegang nilai

tersebut. Tidak hanya koreksi terhadap perilaku anak saja yang dibutuhkan tetapi juga

p;eraturan harus diimplementasikan terlebih dahulu oleh orangtua atau siapa saja yang

berhubungan dengan anak. Menurut Hersey & Blanchard (1987) pola asuh orangtua terdiri

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

atas empat macam, yaitu pola asuh telling, pola asuh selling, pola asuh paricipating dan pola

asuh delegating.

Kebanyakan anak yang berhasil setelah menjadi dewasa berasal dari keluarga dengan

orangtua yang bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua yang

bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua pada anak.

Lingkungan tempat dimana anak tinggal (keluarga) inilah yang berkaitan dengan faktor pola

asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya , salah satunya dalam hal mendidik anaknya.

Pola asuh yang diterapkan orangtua pada anak mempengaruhi tindakan anak selanjutnya.

Namun, banyak orangtua yang tidak mengetahui apa yang harus mereka mulai apabila

anak mereka telah berusia 18 tahun dan telah lulus dari SLTA. Mereka mengetahui kebutuhan

anak untuk mandiri dan tidak ingin dicampuri, sedangkan mereka sadar bahwa anaknya

belum siap untuk mandiriutuh. Peran orangtua pada masa ini adalah sebagai konsultan

pendukung dan fasilitator (Presetyawati,2000). Ketika anak menjadi orang dewasa, orangtua

hendaknya secara bertahap mengubah dari mengontrol dan mendikte anak kepada pemberian

kesempatan anak untuk memutuskan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusaan tersebut.

Kehilangan kontrol tersebut bukanlah hal yang menyenangkan bagi orangtua. Hubungan

orangtua dan anak akan lebih berhasil bila didasarkan pada rasa saling menghormati, saling

percaya, perhatian dan cinta (Hersey&Blanchard,1978).

Kesulitan-kesulitan yang terjadi pada mahasiswa menuntut mahasiswa untuk

menyelesaikannya. Misalnya seperti tugas-tugas, skripsi, yang mana penyelesaian dari semua

masalah tersebut merupakan salah satu perwujudan atau bentuk dari prestasinya

individu/mahasiswa harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Tantangan dan

hambatan ini sering menyebabkan individu menjadi tertekan, cemas, bahkan stress yang

mengakibatkan aspek fisik dan psikologis individu tersebut terganggu dan motivasi untuk

berprestasi menjadi berkurang bahkan hilang. Walaupun mahasiswa tersebut tampaknya

begitu yakin dalam menghadapi tantangan kehidupan, namun dalam hati selalu merasa

memerlukan pendamping terutama orangtua.

Setelah membaca uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan

oleh orangtua akan menghasilkan motivasi berprestasi yang berbeda antara individu yang satu

dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orangtua menerapkan pola asuh yang berbeda

bagi anak-anaknya.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

Tujuan dari penulisan makalah adalah untuk mengetahui dinamika pola asuh yang

berdeda akan membentuk motivasi berprestasi berbeda pula. Perbedaan motivasi berprestasi

mahasiswa ditinjau dari pola asuh orangtua baik, telling, selling, participating, maupun

delegating.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. MOTIVASI BERPRESTASI

II. A.1. Pengertian Motivasi

Morgan (1986) mengemukakan motivasi sebagai dorongan yang mendorong individu

untuk menampilkan tingkahlaku yang persisten yang diarahkan untuk mencapai tujuan.

Sementara Atkinson (1996) menyatakan bahwa motivasi adalah faktor-faktor yang

menguatkan perilaku dan memberikan arahannya. Defenisi yang mirip juga dikemukakan oleh

Chaplin (1997) bahwa motivasi adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan)

yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme,yang

membangkitkan, mengelola,mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu

sarana.

Donald (dalam Hardjo&Badjuri 2002) menyatakan bahwa motivasi merupakan

perubahan tenaga didalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi

untuk mencapai tujuan.

Menurut Djiwandono (2002), kata motivasi digunakan untuk menggambarkan suatua

dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu yang khusus atau umum.

Motivasi juga menggambarkan kecenderungan umum seseorang dalam usahnya mencapai

tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian pengertian tersebut terdapat 3 unsur penting yang terkandung

didalam motivasi yaitu keadaan dimana terdapat need,drive dan motif individu, kemudian

perilaku dan yang terakhir tujuan atau goal individu tersebut.

II. A. 2. Pengertian Motif

Motif berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau to

move,karena itu motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang

mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force (Branca dalam Walgito,1997).

Walgito (1997) juga menyatakan bahwa motif sebagai pendorong pada umumnya tidak

berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Sedangkan Atkinson &

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

Reitman (dalam Supardi, 1987) mengemukan bahwa need atau motif diartikan sebagai suatu

yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Hersey, Blanchard & Jhonson (dalam Rivai,2003) motivasi seseorang

tergantung pada kekuatan motifnya. Motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak

hati dalam diri individu atau apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara

tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan seseuatu (Hodgets dalam Rivai,2003).

II. A.3. Jenis-jenis Motivasi

Monks(1999) dapat membedakan motivasi menjadi dua, yaitu:

1. Motivasi Intrinsik

Berarti bahwa sesuatu perbuatan memang diinginkan karena seseorang senang

melakukannya. Dalam hal ini, motivasi datang dari dalam diri orang itu sendiri. Orang

tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Terdapat beberapa

komponen dari motivasi intrinsik,antara lain:

a. Dorongan ingin tahu

b. Tingkat aspirasi

2. Motivasi Ekstrinsik

Berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan atas dorongan atau perasaan dari luar.

Orang melakukan perbuatan itu karena ia didorong atau dipaksa dari luar.

Chaplin(1997)menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tidak

menjadi bagian yang melekat pada tingkah laku itu sendiri. Menyiibukkan diri dalam

suatu kegiatan demi perolehan ganjaran materil tertentu untuk dirinya, merupakan

motivasi ekstrinsik. Menyibukkan diri dalam aktivitas karena menyenanginya

merupakan motivasi ekstrinsik.

II.A.4. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi adalah kondisi internal yang spesifik dan mengarahkan perilaku seseorang

ke suatu tujuan (Alhadza,2003). Achievement atau prestasi diartikan sebagai kesuksean setelah

didahului oleh suatu usaha. Prestasi merupakan dorongan untuk mengatasi kendala,

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

melaksanakan kekuasan, berjuang untuk melakukan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat

mungkin (Alhadza,2003).

Maslow berasumsi bahwa perilaku manusia termotivasi kearah self-fulfillment

(dalam Alhadza,2003). Setiap orang mempunyai motif bawaan yang selalu diperjuangkan

untuk dipenuhi yang bergerak dari motif bawaan yang selalu diperjuangkan untuk dipenuhi

yang bergerak dari motif yang paling sederhana yaitu kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan

aktualiasasi diri( Arends,2004).

McClelland memperkenalkan teori motivasi berprestasi (Achievement motivation)

dimana motivasi berprestasi dimulai dari hirarki ke 3 sampai aktualisasi diri (Alhadza 2003).

McClelland membagi teori motivasi berprestasi menjadi beberapa kebutuhan yaitu:

1. Kebutuhan berprestasi (n-Ach)

2. Kebutuhan dan kekuasan (n-Pow)

3. Kebutuhan akan afliliasi (n-Aff)

Menurut McClleland dan Atkinson (dalam Djiwandono,2002), motivasi yang paling

penting untuk pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana seseorang cenderung berjuang

untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau

gagal.

II.A.5. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

McClelland mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi

yang tinggi adalah:

1. Berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar.

2. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.

3. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya

sehingga dapat diketahui dengan cepat bahwa hasil yang diperoleh dari kegiatannya

lebih baik atau buruk.

4. Menghindari tugas-tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah, tetapi akan memilih

tugas-tugas yang tingkat kesukarannya sedang.

5. Inovatif yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda,

efisien dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu

mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

6. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain

dan ingin merasakan sukses atau kegagalan disebabkan tindakan individu itu sendiri.

II. A. 6. Perkembangan Motivasi Berprestasi

McClelland (dalam Schultz & Schultz,1994) menyatakan bahwa motivasi berprestasi

dapat terbentuk melalui proses belajar. Lebih lanjut McClelland menyatakan bahwa dalam

kegiatan perkuliahan motivasi sangat penting karena dapat berfungsi sebagai:

1. energizer, yaitu motor penggerak yang mendorong mahasiswa untuk bernuat sesuatu

misalnya perbuatan belajar.

2. directedness, yaitu menentukan arah tujuan yang ingin dicapai.

3. patterning, yaitu menyelesaikan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang

serasi guna mencapai tujuan (dalam Rivai,2003).

Mahasiswa sering merasa tidak mamapu mengikuti kuliah tertentu padahal belum

mencobanya. Akibatnya keyakinan yang telah ditanamnya tersebut maka ia gagal dalam

kuliah tersebut. Untuk meraih prestasi yang baik maka harus ditanankan motivasi dan

keyakinan diri yang kuat (Marwaty,2003).

Mahasiswa sering mengalami masalah salah satunya seperti mata kuliah yang telah

diulang beberapa kali tetapi masih juga belum lulus,hal ini dapat menyebabkan mahasiswa

akan pesismis terhadap masa depannya, keinginan untuk sukses semakin surut, yang akhirnya

dapat mempengaruhi motif untuk berprestasi (Prabandari,1989). Bagi mahasiswa , motivasi

untuk berhasil berprestasi dan tampil baik merupakan factor penting bagi keberhasilan

dibangku kuliah maupun interaksi dengan teman sebaya (Ariyanto &Prawasti,1999). Untuk

mengembangkan motivasi berprestasi perlu peran orangtua yang menetapkan suatu standar

performance yang tinggi (McClelland dalam Schultz&Schultz, 1994). Harapan orangtua

terhadap anak merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan motivasi berprestasi

(Eccless, dalam Morgan,1986). Seorang anak akan belajar memperhatikan perilaku

orangtuanya dan orang lain yang menjadi panutan bagi dirinya. Berdasarkan hal tersebut (

Bandura&Walters dalam Morgan,1986) mengatakan bahwa seorang anak akan mengadopsi

karakteristik yang dimiliki panutannya. Salah satu karakteristik yang diadopsi didalamnya

termasuk kebutuhan berprestasi (Eccless, dalam Morgan 1986).

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

Heckhausen & Roelofsen (dalam Monks,1999) menyatakan bahwa anak-anak mulai

usia 3,5 tahun sudah mampu membandingkan prestasi mereka dengan orang lain. Penafsiran

mereka mengenai prestasi orang lain ini menyebabkan anak mencoba untuk melakukan

tugasnya lebih cepat dan lebih baik dari orang lain.

Menurut Bruner (dalam Rivai,2003), seseorang yang motivasi berprestasi tinggi

cenderung menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa. Perbedaan motif berprestasi individu

sudah dapat diketahui sejak seseorang berusia lima tahun. Dan yang menyebabkan perbedaan

tersebut adalah hubungan ibu dan anak (McClleland dalam Supardi,1987).

II.A.7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu:

1. Keluarga dan Kebudayaan

Motivasi berprestasi seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti

orangtua dan teman (Eastwood,1983). Sedangkan McClelland (dalam Schultz &

Schultz,1994) menyatakan bahwa bagaimana cara orangtua mengasuh anak

mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak. Bernstein (1988)

menyatakan bahwa kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat atau hikayat-

hikayat sering mengandung tema-tema prestasi yang dapat meningkatkan semangat

masyarakatnnya (Fernald&Fernald,1999).

2. Konsep diri

Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri.

Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka

individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam

bertingkah laku.

3. Jenis kelamin

Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para

wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para pria,

yang menurut Stein & Bailey sering disebut sebagai motivasi menghindari kesuksesan

(Fernald&Fernald,1999). Morgan (1986) menyatakan bahwa banyak perempuan

dengan motivasi berprestasi tinggi namun tidak menampilkan karakteristik perilaku

berprestasi layaknya laki-laki.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

4. Pengakuan dan prestasi

Individu akan lebih termotivasi untuk nekerja lebih keras apabila dirinya merasa

dipedulikanatau diperhatikan oleh orang lain.

Selain itu dalam setiap motif individu dapat ditemukan dua struktur dasar yang

merupakan faktor-faktor yang menjadi sebab utama motivasi berprestasi (Monks,1999)

yaitu:

1. Pengharapan akan sukses

Berarti bahwa bila ada sesuatu yang baik, yang menyenagkan atau bernilai maka orang

juga ingin mendapatkan atau mencapainya.

2. Ketakutan akan gagal

Berarti bahwa bila ada sesuatu yang tidak enak, tidak menyenangkan atau sukar, maka

orang akan berusaha untuk menghindarinya.

II.B. POLA ASUH

II.B.1. Pola Asuh Orangtua

Seperti yang kita ketahui lingkungan paling dekat dengan anak dan tempat dimana

anak berinteraksi pertama kali adalah lingkungan keluarganya. Terdapat banyak faktor dalam

keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Salah satu faktor tersebut adalah

pola asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses

berbeda dengan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika orangtua tertarik

pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power mereka sebagai orangtua dan

hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang

diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak segera. Sedangkan pola asuh efektif adalah dimana

orangtua mendapatkan perilaku yang diinginkan dan juga dalam hubungan dengan anaknya

terdapat rasa hormat dan saling percaya ( Hersey & Blanchard,1978).

II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua

Pola asuh menurut Darling (1999) adalah aktivitas kompleks yang melibatkan

banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersama-sama untuk

mempengaruhi anak. Sedangkan Huxley (2002) pola asuh merupakan cara dimana orangtua

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

menyampaikan/menetapkan kepercayaan mereka tentang bagaimana menjadi orangtua yang

baik atau buruk. Sementara itu Gunarsa (1995) bahwa pola asuh merupakan cara orangtua

bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian

usaha aktif.

Hersey & Blanchard (1978) mengemukakan bahwa pola asuh merupakan bentuk dari

kepemimpinan yaitu proses yang mempengaruhi seseorang. Dalam hal ini peran

kepemimpinan orangtua adalah ketikamereka mencoba memberi pengaruh yang kuat pada

anaknya. Lain halnya pengertian pola asuh menurut Arendell (1997) menyatakan bahwa pola

asuh adalah sebuah payung atau pelindung, tempat dimana aktivitas–aktivitas dan keahlian-

keahlian orang dewasa ditampilkan dalam merawat anak.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah proses yang

mempengaruhi seseorang, dimana orangtua menanamkan nilai-nilai yang dipercayai kepada

anak dalam bentuk interaksi yang meliputi kepemimpinan, pengasuhan, mendidik,

membimbing dan melindungi anak.

II.B.3. Jenis-Jenis Pola Asuh Orangtua

Ada 4 pola asuh yang dikemukan oleh Baumrind, yaitu:

1. Authoritative

2. Authoritarian

3. Permissive

4. Uninvolved.

Sedangkan Schaefer (dalam Hughes & Noppe,1985) mengemukan dua kontinum

dalam pola pengasuhan anak yang relevan dengan pola asuh Baumrind, yaitu love vs

hostility dan autonomy vs control.

Pola asuh menurut Hersey & Blanchard (1978) dapat didasrakan atas beberapa hal

yang saling berhubungan yaitu:

1. Directive Behavior

Melibatkan komunikasi searah dimanan orangtua menguraikan peran anak dan

memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, dimana, kapan dan bagaimana

melakukan suatu tugas.

2. Suppotive Behavior

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

Melibatkan komunikasi dua arah. Dimana orangtua mendengarkan anak, memberikan

dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan

perilaku anak.

Selain dari beberapa hal diatas, terdapat faktor lain yang menentukan pola asuh apa

yang sesuai untuk diterapkan pada anak yaitu Maturity. Maturity atau kematangan

didefinisikan dengan kemauan dan kemampuan anak untuk bertanggung jawab dalam

mengarahkan perilaku mereka sendiri.

Terdapat 2 komponen Maturity:

a.Ability or Skill

Kemampuan anak untuk melakukan sesuatu, dimana anak memiliki kemampuan,

pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan tugas-tugas dalam kehidupannya tanpa

arahan dari orang lain.

b.Willingness or Motivation

Motivasi anak untuk melakukan sesuatu. Anak bersedia melakukan sesuatu dalam

lingkungannya karena anak berfikir bahwa lingkungannya penting dan menunjukkan

kepercayaan diri serta berfikir positif tentang diri mereka.

Terdapat 4 kombinasi dari faktor-faktor diatas:

1. Anak yang tidak memiliki kemampuan (able) dan kesediaan (willing) untuk

bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki maturity yang

rendah (M1). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak

yang memiliki maturity rendah adalah ”telling”.

2. Anak yang bersedia (willing) namun tidak mampu (able) untuk bertanggung jawab

terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang rendah menuju

sedang (M2). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak

yang memiliki maturity tersebut adalah ”selling”.

3. Anak yang memiliki kemampuan (able) tetapi tidak bersedia (willing) untuk

bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

yang sedang menuju tinggi (M3). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi

efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut ” partcipating”.

4. Anak yang memiliki kemampuan (able) dan kesediaan (willing) untuk bertanggung

jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang tinggi (M4).

Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk efektif bagi anak yang memiliki maturity

tersebut adalah ”delegating”.

Berdasarkan dimensi supportive dan directive behavior, Hersey & Blanchard membagi

pola asuh dalam 4 jenis:

1. Telling

Perilaku orangtua yang directivenya tinggi dan supportive rendah karena

dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dan anak. Dimana

orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa,bagaimana, kapan dan dimana

anak harus melakukan tugas.

2. Selling

Perilaku orangtua yang directive dan supportivenya tinggi karena sebahagian besar

arahan yang ada diberikan orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua

arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan

dukungan dan dorongan.

3. Participating

Perilaku orangtua yang directivenya rendah dan supportivenya tinggi karena orangtua

dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan melalui komunikasi dua arah. Anak

memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu

masalah itu dipecahkan untuk membuat kesapakatan dengan orangtua dengan apa yang

harus dilakukan.

4. Delegating

Perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah karena meskipun orangtua

tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun

anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan

kapan,dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

II.B.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua

a. Jenis Kelamin

Orangtua pada umumnya cenderung lebih keras terhadap anak wanita

dibanding terhadap anak laki-laki.

b. Kebudayaan

Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan anak.

Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki

didalam suatu kebudayaan masyarakat.

c. Status sosial

Orangtua kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan

kurang toleran dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih

konsisten.

II.C REMAJA

II.C.1. Pengertian Remaja

Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau

“tumbuh menjadi dewasa “. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan

fisik (Hurlock,1999).

Monks (1999) membagi remaja dakam tiga kelompok usia, yaitu:

1. Early Adolescence (Remaja Awal)

Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Merupakan masa negatif karena menurut

Buhler (dalam Mappiare,1982) pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum

terliahat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung, cemas, takut dan

gelisah (Ahmadi,1991)

2. Middle Adolescence (Remaja Pertengahan)

Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan atau

mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bisa

mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain. (Ahmadi,1991)

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

3. Late Adolescence

Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai

mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya.

Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola hidup jelas (Ahmadi,1991).

II. C. 2. Perkembangan Remaja

Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan yang secara

global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani terliahat dari

perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar sedangkan rohani tampak dari

emosi, sikap dan juga intelektual.

Perkembangan yang dialami remaja adalah :

1. Perkembangan fisik. Menurut Hurlock (1999) perkembangan fisik pada masa remaja

mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan orang dewasa. Perkembangan fisik

terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badandan berkembangnya otot-otot

tubuh.

2. Perkembangan Seksual. Perkembangan sesksual ditandai dengan munculnya tanda-

tanda kelamin primer dan sekunder.

3. Perkembangan heteroseksual. Pada masa remaaj mulai timbul raasa ketertarikan

terhadap lawan jenis.

4. Perkembangan emosional. Keadaan emosional pada masa remaja tidak stabil.

5. Perkembangan Kognisi.

6. Perkembangan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri telah dimulai sejak

kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja. Secara umum identitas diri

adalah perasaan individualitas yang mantap dimana individu tidak tenggelam dalam

peran sosial yang dimainkan tetapi tetap dihayati sebagai pribadi diri sendiri

(Monks,1999).

II.C. 3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Havighurst (dalam Sarwono,1997) merupakan tokoh yang menekankan adanya tugas

perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja akhir, yaitu:

1. Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

2. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin

manapun.

3. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).

4. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang

dewasa lainnya.

5. Mempersiapkan karir ekonomi.

6. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga.

7. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.

8. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.

II. D. MAHASISWA

II. D.1. Pengertian Mahasiswa

Susantoro (2003) mengatakan bahwa mahasiswa adalah kalangan muda yang

berumur antara 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan

dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro menyatakan bahwa sosok mahasiswa juga

kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwannya yang dalam melihat sesuatu

berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional.

Kenniston (dalam Morgan dkk,1986) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah

suatu periode yang disebutnya dengan ”studenthood” (masa belajar) yang terjadi hanya

pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk kedalam

dunia kerja yang menetap.

II. D. 2. Ciri-ciri Mahasiswa

Mahasiswa merupakan anggota masyakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu,antara

lain (Kartono,1985):

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga

dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

2. Yang karena kesemapatan diatas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai

pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun

dalam dunia kerja.

3. Diharapkan dapat menjadi ” daya penggerak yang dimanis bagi proses modernisasi ”.

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan

profesional.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

BAB III

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Hubungan antara motivasi berprestasi mahasiswa dlitinjau dari sudut pola asuh orangtua

dapat dilmulai dari teori motivasi berprestasi (achievement motivation) dari McClelland

berdasarkan teori kebutuhan Maslow, dimana motivasi berprestasi dimulai dari hirarki ketiga

sampai aktualisasi diri (dalam Alhadza,2003). Aktulisasi diri merupakan punsak motivasi dan

prestasi dari seseorang (Arends,2004). Maslow mengemukan teori dengan menyebutkan 5

hirarki kebutuhan manusia, yaitu:

1.Psychological needs

2.Safety needs

3.Belongingness and love needs

4.Esteem needs

5.Self actulization (dalam Schultz&Schultz,1994)

Hal ini didukung oleh Arends (2004) yang menyatakan bahwa ketika psychological

needs, safety needs, love needs, dan esteem needs sudah terpenuhi maka individu akan

berusaha lebih untuk dapat memenuhi kebutuhan selanjutnya. Jika ia tidak berhasil dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia tidak dapat memenuhi kebutuhan selanjutnya.

Sebagai contoh, jika seseorang pelajar merasa tidak dicintai, dihargai dan dianggap tidak

mampu, maka ia tidak mempunyai motivasi kuat untuk mencapai tujuan selanjutnya, seperti

ingin mencari pengetahuan lebih lanjut untuk dirinya sendiri (aktulisasi diri) yang dalam hal

ini merupakan cerminan dari motivasi berprestasi. Untuk dapat membantunya mengaktulisasi

diri maka diperlukan peran orangtua didalamnya.

Menurut Hersey & Blanchard (1978), hirarki kebutuhan Maslow berhubungan dengan

pola asuh orangtua. Hal ini didukung juga oleh Hersey & Blanchard (1978) yang menyatakan

bahwa setiap tingkat kebutuhan mendorong individu untuk berprestasi, berafiliasi dan

berkuasa dan hal tersebut berhubungan dengan pola asuh orangtua. Dan lebih lanjut Hersey &

Blanchard (1978) mengemukan bahwa orangtua memiliki peran untuk mengakari dan

memotivasi anaknya yang mana untuk menjalankan peran tersebut tergantung pada pola asuh

yang terapkan orangtua. Orangtua menghabiskan banyak waktu dalam mengajar dan

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

memotivasi anaknya agar anak dapat mengembangkan keahliannya. Maka dalam hal ini

orangtua menggunakan pola asuh “telling” dan “selling“yang lebih efektif.

Menurut Gunarsa (1995) dorongan berprestasi yang berhubungan erat dengan aspek

kepribadian perlu dibina sejak kecil khususnya dalam keluarga. Keluarga dan suasana

keluarga menjadi ladang yang subur untuk menanamkan dan mengembangkan dorongan

berprestasi. Bagaiman cara orangtua bertindak sebagai orangtua yang melakukan atau

menerapkan pola asuh terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan

membina dorongan berprestasi pada anak. Lebih lanjut McClelland (dalam Bernstein,1988)

mengungkapkan bahwa orangtua yang memiliki anak yang bermotivasi berprestasi yang tinggi

adalah orangtua yang memberikan dorongan pada anak untuk berusaha pada tugas-tugas sulit,

memberikan pujian atau hadiah kepada anak yang telah menyelesaikan tugas, mendorong anak

untuk menemukan cara terbaik dalam meraih kesuksesan dan melarang anak untuk mengeluh

dengan kegagalannya serta memberi saran untuk menyelesaikan sesuatu yang lebih

menantang.

Pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak yang mencerminkan hubungan keluarga

yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan untuk berprestasi pada anak. Hubungan

keluarga yang sehat dan bahagia lebih dikenal sebagai hasil dari pola asuh demokratis

(Hurlock,1999).

Hubungan antarara pola asuh orangtua dengan motivasi berprestasi terjalin dari sikap

dan penilaian orangtua terhadap kebutuhan anak khususnya dalam bidang pendidikan.

Orangtua yang dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan anak serta memenuhi

kebutuhan anak dapat meningkatkan motivasi berprestasi anak. Namun, banyak orangtua yang

tidak tahu apa yang harus mereka mulai biala anak mereka telah berusia 18 tahun dan lulus

SLTA. Mereka mengetahui kebutuhan anak untuk mandiri dan tidak ingin dicampuri,

sedangakan mereka sadar bahwa anaknya belum siap untuk mandiri secara utuh.

Peran orangtua pada saat ini adalah sebagai konsultan dan fasilitator. Ketika anak

menjadi orang dewasa, orangtua hendaknya secara bertahap mengubah dari mengontrol dan

mendikte anak kepada pemberian kesempatan anak untuk memutuskan sendiri dan

bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Kehilangan kontrol bukan hal yang

menyenangkan bagi orangtua. Hal seperti tidak mengetahui teman dan dosen anak atau tiadak

dapat mengawasi jam belajar anak merupakan hal yang sulit. Hubungan orangtua dan anak

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006

akan lebih berhasil bila didasarkan pada rasa saling menghormati, saling percaya, perhatian

dan cinta.

Sukses tidaknya seorang mahasiswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari

birokrasi, sistem perkuliahan, dosen, lingkungan, keluarga, maupun faktor dari diri individu

tersebut. Sebagai mahasiswa, berprestasi dibidang akademik merupakan suatu keberhasilan

(Marwaty,2003). Banyak kesulitan yang terjadi pada masa perkuliahan berlangsung yang

menuntut mahasiswa harus menyelesaikannya, seperti pembuatan makalah, laporan kasus,

pembuatan skripsi. Tantangan dan hambatan ini sering membuat mahasiswa menjadi cemas

bahkan stress. Walaupun kelihatannya mahasiswa tampak begitu yakin dalam menghadapi

tantangannya, namun dalam hati selalu memerlukan pendamping terutama orangtua.

Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006