advokasi no 20a

24

Upload: buletin-advokasi-yda

Post on 28-Mar-2016

252 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: advokasi no 20a
Page 2: advokasi no 20a

2

Surat TaniSurat TaniSurat TaniSurat TaniSurat TaniBuletin

Tidak Sampai

Assalamualaikum Wr. Wb. Yang Terhormat Redaksi Buletin

Advokasi di Solo. Salam Sejahtera buat kita semua. Semoga kita selalu dilimpahkan kesihatan Rahmat dan Ridha dari Allah SWT agar dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari.

Kami dari pemonitor Handil Baru mengucapkan terima kasih kepada YDA di Solo atas segala bantuannya untuk masyarakat kami.

Juga terima kasih atas buletinnya yang dikirim setiap tiga bulan sekali dan disini juga saya memuat pantun untuk renungan Proyek CERD semoga ini bisa dimuat.

Juga kata Mas Jen, Mas Median­syah ingin membuat piagam, apa ini bener? Apakah kami juga bisa diberikan? Dan fotonya yang bagus ya? Kirimi kami ya?

Dan redaksi buletin kami berharap agar supaya hanya mengirimi kami hanya lewat LK3 saja ya. Karena buletin Advokasi edisi 18 tidak sampai, entah nyasar kemana, atau ditahan kantor pos Kecamatan Aluh-Aluh. Dan yang jelas kami sampai saat ini belum menerimanya. Padahal teman-teman pemonitor lain sudah dapat.

Abdul Gani Desa Handil Baru RT. 2 RW. 1

Kecamatan Aluh-Aluh Kab. Banjar Kalsel kodepos 70655

Wa alaikum salam, Pak Gani Seperti permintaan, kami akan

mengirimkan buletin lewat LK3 (terima kasih untuk Erna dan kawan-kawan LK3).

Soal piagam Pak ai, coba kontak Mas Jen (yang benar Mas Zen) mungkin sudah dikirimnya, atau mungkin pula Mas Jen mau membawanya nanti ketika ke Kalimantan Selatan lagi.

Pantun Pak Gani kami muat di edisi

kali ini, coba buka halaman 15.

Buletin Sudah Sampai

Assalamualaikum Wr. WB. Bersama ini saya beri kabar

bahwa kami anggota monitoring di wilayah saya dalam keadaan baik dan sehat-sehat saja. Begitu juga hendaknya teman-teman di YDA, Kita semua selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Untuk selanjutnya saya beri tahu, yang menerima buletin di wilayah saya adalah 15 orang. Buletin yang dikirim pada Tgl 23 Maret 2005 sudah sampai dan sudah saya distribusikan kepada teman-teman. Dan kiriman baju kaos pemenang kuisnya sudah sampai juga.

Selanjutnya info tentang UPKD yang ada di Desa Tunggang pada tanggal 27 April 2005. Saya dan teman-teman mendatangi ketua UPKD untuk berdialog. Ketua UPKD mengatakan UPKD Desa Tunggang sudah berangsur-angsur membaik,

sekarang dana UPKD sudah ada di Bank sebanyak Rp 27 juta.

Sehubungan kasus penipuan fasilitator di waktu pelaksanaan proyek fisik BRDP, kami telah dijan­jikan akan menerima pencairan Rp 50 juta. Lantas dana UPKD digunakan dulu untuk bikin jalan desa, sebanyak Rp 7 juta. Tapi dana fisik yang 50 juta itu sampai sekarang belum keluar juga.

Hanya sekian dulu info dari saya lebih dan kurang mohon maaf.

Mukminin Desa Tunggang, Kec Pondok Suguh

Kab Muko-Muko Bengkulu

Terimakasih atas informasi dari Pak Mukminin. Beberapa informasi tentang BRDP (Bengkulu Regional Development Project) dari pemonitor Bengkulu diteruskan YDA ke beberapa pihak terkait (stakeholder). Baik yang ada di Bengkulu maupun di Jakarta, agar membenahi proyek utang

dari Bank Dunia ini.

Prihatin Pestisida

dan Masa Depan Petani

Salam sukses, Buletin Advokasi dan tas kecil

dengan misi peringatan terhadap konsumen tentang bahaya pestisida, telah saya terima dalam keadaan baik, terimakasih atas semuanya, semoga dapat membawa manfaat bagi semua.

Oh ya, saya punya usul agar permasalahan dampak pestisida dari sisi perusakan fungsi lahan pertanian juga bisa sesekali diungkap, terserah dalam media apa.

Saya sangat prihatin, bahwa masalah tersebut jarang dibahas padahal itu menyangkut masa depan keberlanjutan ekosistem pertanian, jika perlu kapan-kapan kita bisa diskusi bareng.

Tolong ya, kayaknya ini penting bagi masa depan petani. Terima­kasih, semoga sukses.

Ir Supriyadi Ms Fak Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pak Pri yang baik, YDA sekarang sedang belajar

mengembangkan askes petani ke pasar. Di sela-sela aktivitas tentunya menyinggung komponen consumerisme (perlindungan konsumen), keamanan dan kesehatan pangan, yang berarti juga harus meng­gunakan teknologi ramah lingkungan.

Tawaran diskusi Pak Pri, tinggal kita cari waktu saja. Memang Sudah lama tidak

dapat masukan nih. Maturnuwun sanget.

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 3: advokasi no 20a

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

3

Salam AdvokasiSalam AdvokasiSalam AdvokasiSalam AdvokasiSalam AdvokasiBuletin Petani Advokasi diterbitkan

oleh Yayasan Duta Awam (YDA),

sebagai media komunikasi dan

advokasi menuju petani Indonesia

mandiri.

Redaksi Buletin Petani Advokasi

menerima tulisan, gambar/foto

dengan misi pemberdayaan petani

dari berbagai pihak, khususnya dari

kalangan petani sendiri.

Penanggung Jawab: M Riza

Redaktur Pelaksana: Gideon Su­

miyarsa, Kurniawan Eko Yulianto

Redaktur: Mediansyah, Sucipto, Su­

mengkar Wahyuningrum, M Yunus, M

Riza, Anwar Hadi, M Zainuri Hasyim,

Agung Bayu Cahyono.

Penulis edisi ini: Ary (petani), Nur

Wardoyo (petani), Abdul Gani

(petani), A Sidik (petani), Suwandi

(petani), Eko Setiono (petani), Sri

Sutardi (petani).

Administrasi: Puitri Hatiningsih

Pengiriman: Agus Wahyono

Alamat: Jl Adi Sucipto No 184-I Solo

57145 Telp: (0271) 710816

Fax: (0271) 729176

e-mail: [email protected]

ISSN Nomor: 1829-6939

Sampul Depan: “Indonesiaku Ultah” oleh Bengkel Qomik, olah Komputer oleh Kurniawan Eko Yulianto. Sampul Belakang: “Panen Wortel” oleh Kurniawan Eko Yulianto & Mediansyah (teks).

Isi Spesial Nomor Ini:

Hal 4: Petani & 60 Tahun Merdeka Hal 9: Problem Gaduh Sapi Hal 10: Agribisnis Tak Seindah... Hal 14: Cerpen: Sebuah Kesadaran Hal 15: Pantun: Proyek Hutang.. Hal 19: Hama Ulat Grayak Hal 22: Jamu untuk Ternak

Tahun 2005, te­patnya 17 Agus­tus, merupakan hari istimewa bagi negara ini. Telah 60 tahun Indo­

nesia merdeka. Telah banyak hasil yang muncul dari kemerdekaan selama ini. Hasil baik, dan hasil buruknya.

Bagaimana nasib petani saat ini? Mari berhitung berapa banyak kebaikan dan keburukan yang dinikmati petani dan anak cucunya, yang konon jumlahnya terbanyak dari keseluruhan jumlah penduduk negeri tercinta ini, yang disanjung sebagai tokoh yang memberi makan dunia.

Indonesia merdeka sudah lama, namun apakah petani Indonesia sudah merdeka? Sudahkah petani tidak dijajah? Penjajahan, zaman dulu maupun sekarang, dirasa atau tidak, memiliki ciri khusus. Ciri penjajah adalah akan selalu berusaha mengurangi atau bahkan meniadakan kuasa atau kekuatan para pihak yang dijajah. Dengan kata lain, calon pihak terjajah atau sudah terjajah akan dilemahkan struktur utamanya secara terus menerus.

Ibarat bangunan yang struktur utamanya adalah pondasi, tiang­tiang penyangga dan atap, dapatkah terbayangkan apa jadinya bangunan tersebut jika dibuat tidak cukup kuat? Minimal penghuninya akan was-was, khawatir bangunan runtuh.

Lantas apa struktur atau kekuatan utama petani? Pertama, sebagai pondasi adalah hak asasi (dasar) manusia. Bukankah petani juga manusia? Kedua, sebagai tiang pe­nyangga adalah benih, tanah dan air. Tidak mungkin ada petani jika salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak dimiliki petani. Meskipun terpaksa

harus pinjam atau meminta, ketiga unsur itu harus ada jika ingin bertani.

Ketiga, sebagai atapnya adalah hak-hak warga negara atau masya­rakat sipil. Hak ini tentunya sama antara petani, pedagang, guru dan warga negara lainnya. Tidak ada perbedaan hak petani dengan kepala dinas, menteri, atau aktivis LSM.

Sekali lagi mari kita mengaca, apakah ketiga kekuatan utama petani tersebut ada? Masih kuat atau justru dilemahkan? Dimiliki dan dikuasai? Atau dimiliki namun tidak dikuasai?

Kegundahan Sri Sutardi, Suwan­di, Abdul Gani, Abdul Sidik dalam tu­lisan mereka di laporan utama bule­tin edisi ini, membantu menegaskan jawaban atas pertanyaan di atas.

Jika jawabannya adalah bahwa petani Indonesia belum merdeka, pertanyaan kemudian adalah bagai­mana petani bisa merebut kemerde­kaannya? Ingat, saat proses kemer­dekaan bangsa, selain berjuang sendiri, kita juga dibantu bangsa lain.

Selain petani harus melakukan pembelaan atas hak-haknya (advo­kasi), juga dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada. Bekerja sa-ma dengan pihak lain yang peduli na-sib petani. Pilih pemimpin yang jelas peduli nasib petani.

Namun jangan lupa pula, setiap upaya bersama terkadang dilemah­kan oleh nafsu-nafsu, pengkhianatan, ketidakjelasan niat, godaan pihak luar, dan lain sebagainya. Sangat penting petani dan para pecinta petani, saling bahu membahu, saling asah asih asuh, saling mengingatkan dan menyemangati, untuk satu tujuan: Merdekalah Petani Indonesia.

Dirgahayu Republik Indonesia. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.

Ke(tidak)merdekaan

Petani Indonesia

Bengkel

Page 4: advokasi no 20a

4

LaporanLaporanLaporanLaporanLaporanSiapa Menjahati Siapa

Refleksi 60 Tahun Merdeka, Bagi Kemerdekaan Kaum Tani Sri Sutardi

Isteriku, Jangan kau ratapi hidup kita Tak usah kau gugat Tuhan yang pemurah Yang kau bilang pelit memberi kita kita uang

Isteriku, Jangan kau tangisi rumah kita Yang selalu diterobos air saat hujan Tak usah kau gugat sistem hidup bernegara Yang katamu membuat kita miskin

Isteriku Jangan berkecil hati, melihat anak kita hanya makan singkong Tak usah kau gugat kapitalisme Yang katamu menindas

Isteriku Mari kita nikmati hari ini Jika masih ada nasi, dan ladang bisa ditanami Kita belum mati.

(Ketika isteriku menggugat; 1990)

Mungkin masih banyak lagi tulisan sejenis, yang mencoba menggambarkan

perihnya kehidupan kaum petani. Bahkan seratusan tahun yang lalu, ketika McKinley menjadi Presiden Amerika dan Roosevelt menjadi wakilnya, seseorang dari San Fransisco; Edwin Markham menulis puisi “Lelaki pembawa cangkul”, yang berkisah tentang beratnya kehidupan kaum petani. Puisi itu begitu terkenal dan berulang-ulang dimuat di semua koran waktu itu.

Namun umumnya tulisan-tulisan tentang petani justru tidak dihasilkan (baca ditulis) oleh petani, sehingga sedalam apapun penghayatan

penulis tentang kehidupan petani, ada sisi yang tetap tak terungkap, ada bagian tetap tersembunyi.

Tahun Ratapan Tahun 2005 disambut dengan

berbagai ratapan bagi negeri ini. Sisa bencana besar di penghujung 2004, berangkai dengan melejitnya harga BBM dan tentu segera diikuti dengan naiknya harga-harga kebutuhan. Penyakit polio kembali menyerang di negeri yang “bebas polio” ini. Ternyata banyak terkuak busung lapar, kekurangan gizi Balita dan kurang pangan di Negara yang kaya raya ini.

Banyak yang berkeluh kesah tentang mahalnya biaya pendidikan di negeri yang pernah diberi janji­janji pendidikan murah. Juga dibong­karnya perilaku korup di KPU yang dikerjakan oleh orang-orang yang tidak bertampang koruptor. Para akademisi yang cerdas, para pegiat LSM yang gigih, toh akhirnya goyah juga jika melihat uang banyak.

Celakanya, alam tampaknya tak lagi mudah diajak bersahabat, kekeringan membakar lahan per­tanian, pada bagian lain banjir merendam tanaman siap panen. Hutan makin telanjang, karena se-makin banyak yang beruntung dengan kegiatan pembabatan hutan.

Nah, tahun ini adalah tahun ratapan. Petani meratapi lahannya, orang tua meratapi anaknya yang ke­laparan, anak negeri meratapi pe­jabat yang korup, pecinta alam me­ratapi rusaknya alam, orang kecil meratapi kebutuhan hidupnya.

Petani, Aset yang Banyak Dimanfaatkan

Tanpa harus mengatakan bahwa penindasan itu hanya milik petani, tetapi tidak berlebihan jika dikatakan

bahwa petani tetap menjadi go-longan yang kerap kali atau bahkan selalu tertindas. Namun pada sisi lain petani selalu dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.

Dengan segala kekurangannya, petani ternyata masih mampu memberikan peluang hidup bagi ba­nyak golongan lain dalam masya­rakat. Semakin banyak kebijakan yang dibuat, dan seakan-akan berpi­hak kepada orang tani. Hampir pada setiap kampanye, petani berada pada masa-masa “terhormat”, disanjung, dirangkul, diajak kerja­sama, diajak mendukung, diberi janji-janji dan yang lebih sering dipe­ralat. Banyak calon legislatif, calon bupati, calon walikota, calon presiden yang menggunakan petani sebagai ajang sekaligus obyek untuk sekadar mengumbar janji.

Berbagai produsen segala kebu­tuhan pertanian menjadi hidup bahkan berkelimpahan, memanfat­kan sisi lemah dari ketidakmandirian petani. Petani dibuat menjadi “nyaman”, dan uangnya ditampung sebagai pengganti kelengkapan pertanian yang justru dihasilkan oleh yang bukan petani.

Peneliti dan kalangan akademisi banyak sekali melakukan penelitian, membuat seminar, menganalisis dan membuat catatan dan seruan seputar petani. Banyak teori dan buku-buku dihasilkan dengan tema petani. Beragam tinjauan tentang petani menjadi bahan belajar yang lebih dipercaya dari apa yang dikata­kan petani sendiri. Bahkan yang lebih aneh, dalam diskusi-diskusi, seminar-seminar atau acara sejenis, kelompok-kelompok tersebut seakan-akan sangat mengenal petani lebih dari petani mengenal dirinya sendiri. LSM juga menjadi kelompok dalam masyarakat yang

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli-September 2005

Page 5: advokasi no 20a

5

LaporanLaporanLaporanLaporanLaporan

Bengkel Qomik

60 tahun

merdeka L

HO..!

tak jarang hidup karena petani. Petani yang tertindas menyemangati kelompok ini untuk membelanya, dan kadang memanfaatkannya.

Laura Ingalls Wilder; petani yang tinggal di Manfields, pernah menulis bahwa petani memang sulit untuk menjadi kaya. Dan banyak petani mengatakan hal yang serupa. Keyakinan ini bisa jadi merupakan kesadaran yang memiskinkan. Kesadaran yang makin membesar ketidakberdayaan, kekalahan, dan mengikis rasa percaya diri kaum tani. Namun tampaknya itu kenyataan yang disepakati, entah sampai kapan.

Kita Ini (petani) Tidak Miskin, Sungguh Tidak Miskin

Ada baiknya petani melihat dirinya dari sisi yang lain, untuk mencari sisi­s isi kuat yang mungkin bisa menolong, atau setidaknya bisa dibanggakan. Bagian yang mungkin bisa dibanggakan oleh petani adalah:

1. Karena petani, banyak pakar yang

dapat kesempatan menjual

teorinya, menggelar seminar dan sejenisnya.

2. Karena petani, ribuan buku ditulis, penerbit dan percetakan diuntungkan, toko buku dan perpustakaan tambah koleksi.

3. Karena petani, membuat para cerdik-pandai laku, membuat hotel-hotel (bahkan yang berbintang) dipenuhi orang yang hendak memikirkan dan bersimpati pada kita (petani) yang miskin dan tertindas.

4. Karena petani, para penguasa berjuang keras bagaimana menolong kita, sekaligus menjadi kaya dan beruntung karenanya.

5. Karena petani, terbuka lahan pekerjaan yang beragam, yang lebih menjanjikan dari kehi­dupan petani sendiri.

6. Karena petani, masih banyak lagi lahan kehidupan.

Jadi, dalam kemiskinannya dan pen­deritaannya, ada sisi yang layak untuk dinikmati dan dibanggakan. Jika miskin berarti tidak punya se­

suatu untuk diberikan kepada orang lain, maka petani jelas tidak miskin, tetapi justru mampu memberi hidup (sekalipun tidak disengaja) bagi banyak golongan.

Kejahatan Kaum Tertindas Dalam kemiskinan dan keter­

t indasannya, petani ternyata mempunyai juga bakat-bakat untuk berbuat jahat. Banyak juga kredit bagi masyarakat tani yang macet. Tentu selain ada pihak yang sengaja menggunakan nama petani untuk mendapatkan kredit.

Petani dengan tingkat kesadaran yang berbeda, memiliki andil yang besar untuk menumpahkan beragam bahan kimia pada tanah. Banyak juga petani yang lebih suka menanti-nanti pertolongan untuk dirinya, dan ba­nyak yang mendramatisir keberada­annya, sehingga menjauhkan diri dari semangat kemandirian, akhirnya merasa diuntungkan dengan status­nya sebagai petani miskin.

Nah, tampaknya ada yang sema­kin runyam sedang terjadi pada ma­syarakat tani, bahkan di tahun yang ke-60 dari bangsa tani yang telah merdeka.

Pertolongan Kadang Sia-sia Perpaduan masalah yang ada

dan melingkupi petani, kadang membuat pertolongan yang diberikan menjadi sia-sia. Perlu kerendahan hati untuk belajar bersama.

Pemerintah perlu belajar kepada petani, demikian juga sebaliknya. LSM perlu belajar pada petani, demikian juga sebaliknya. Pemerhati petani perlu belajar pada petani, begitu juga sebaliknya.

Kerendahan hati sangat diperlu­kan untuk mencoba mengatasi semua. Kalaupun ini gagal, kita telah punya kerendahan hati, sesuatu yang mulia, yang Tuhan suka. (Lemah Miring, Kemis Pon, Jumadil Awal 1938 BE)

Penulis adalahmanajer koperasi tani ternak “JERAMI”

Desa Nguneng, Puhpelem Wonogiri

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli-September 2005

Page 6: advokasi no 20a

6

LaporanLaporanLaporanLaporanLaporanMenengok Kondisi Petani

Selama 60 tahun Indonesia Medeka Suwandi

Mbah Kromo setiap pagi pergi ke sawah dengan membawa sepikul pupuk kandang. Dengan tenaga tuanya dia

tampak bersusah payah menyusuri pematang sawah. Sesampainya di sawah, pupuk kandang yang sudah jadi tersebut ditebarkan ke sawahnya. Begitu semangatnya beliau mengerjakan sawah mulai dari mencangkul, menyebar benih, persiapan tanam sampai pada pemeliharaan (penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama). Setelah selesai mengerjakan sawah, Mbah Kromo mencari rumput

Gambar Kuilu

untuk pakan sapinya. Dari usaha tani padi yang di­

kombinasikan dengan ternak, Mbah Kromo dapat mencukupi kebutuhan­nya sehari-hari, bahkan mampu me­nyekolahkan kelima orang anaknya sampai jenjang SLTA.

Begitulah kondisi petani pada umumnya dengan apa yang disebut pertanian alami. Dalam pertanian alami petani menggunakan bibit lokal, pupuk organik (dari daun­daunan dan pupuk kandang) dan pestisida alami dari daun-daunan bahkan tanpa pestisidapun tanaman tampak hijau sehat dan dapat berproduksi dengan baik karena adanya keseimbangan ekosistem di sekitar tanaman. Dari situ tampak bahwa petani dapat bersahabat dengan alam dengan membiarkan keseimbangan antara musuh alami dengan hama tanaman. Selain itu petani juga tidak tergantung pada pihak luar karena menggunakan sarana produksi (pupuk dan obat­obatan) yang sepenuhnya dikuasai petani.

Kemudian sejarah mencatat, petani negeri ini ditempatkan sebagai “mesin produksi” dengan tugas negara yang maha berat, yaitu menjaga ketahanan pangan!

Kepada petani dikenalkan pupuk buatan agar produktivitas lahannya tinggi/maksimal. Juga dikenalkan

dengan pestisida sintesis untuk membasmi hama secara cepat dan menakjubkan.

Hasil Pembangunan Pertanian Dalam perjalanannya, sejarah

pertanian Indonesia pada program revolusi hijau, dari tahun ke tahun pengunaan pupuk sintesis semakin meningkat. Selain itu penggunaan pestisida sintesis makin sembarang­an dalam pemakaiannya. Pengguna­an racun pertanian ini sering tanpa

pengamatan lahan/hama dahulu.

Dalam waktu yang singkat, pada tahun 1984, program revolusi hijau

di Indonesia menunjukkan keber­

hasilannya yang luar biasa dengan tersandangnya negara Indonesia

sebagai negara swasembada beras.

Tetapi setelah itu dalam perjalanan­nya sejarah pertanian Indonesia produksi pangan (beras) menurun terus. Hal ini disebabkan kondisi tanah mulai jenuh dengan peng­gunaan pupuk dan pestisida sintesis secara berlebihan. Rupanya program

revolusi hijau lebih banyak mengun­

tungkan pemerintah dan perusahaan

swasta yang memproduksi pupuk dan

pestisida sintesis. Hal ini dapat dilihat ketergantung­

an petani yang sangat besar ter­hadap pupuk dan pestisida sintesis

sehingga penjualan pupuk dan

pestisida meningkat secara drastis.

Dengan demikian pemerintah yang

memiliki perusahaan pupuk dan

perusahaan swasta mendapatkan

keuntungan yang tinggi. Tetapi petani

tidak berubah nasibnya. Indonesia adalah negara agraris.

Hal ini berarti sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai petani. Tetapi mengapa kebijakan peme­

rintah selama ini tidak menyentuh

akar permasalahan petani? Di saat

panen raya, impor atau penye­

lundupan beras dari luar negeri

membuat beras petani kita menjadi jatuh murah.

Untuk apa pemerintah mengambil kebijakan harga dasar gabah (HDG)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli-September 2005

Page 7: advokasi no 20a

7

LaporanLaporanLaporanLaporanLaporandan harga eceran tertinggi (HET)

kalau di lapangan kebijakan itu tidak

dapat dilaksanakan (tidak berlaku)? Mengapa Bulog tidak mau menerima beras dari petani dengan alasan beras dari petani kurang memenuhi standar kualitas, sedang dari pe-dagang/tengkulak beras bisa masuk Bulog?

Makin hari, makin banyak pula lahan subur milik petani beralih ke tangan-tangan pengusaha, lalu petani berubah menjadi buruhnya.

Pilkada & Petani Apa kaitannya Pemilihan Kepala

Daerah (Pilkada) dengan nasib petani? Tentu hal ini berhubungan erat, sebab mayoritas penduduk In­donesia adalah warga pedesaan yang petani kecil.

Kita sudah melihat, banyak dae­rah yang ekonominya bertumpu pada sektor pertanian, namun anggaran pengembangan pertaniannya begitu kecil, dibandingkan pos anggaran sektor yang lain.

Misalnya juga, banyak daerah

yang jumawa (sombong), meng­

gantungkan ekonominya kepada

sektor pertambangan (yang hanya

akan mampu bertahan 10-20 tahun

saja) sambil merusak potensi alam,

hutan dan lahan pertaniannya.

Nah, dengan Pilkada, sebenarnya

ada kesempatan besar bagi petani

untuk melakukan tawar-menawar

kebijakan dengan pemerintah

(daerah). Sebab dengan pemerintah

daerah yang dipimpin kepala daerah

(yang kini dipilih langsung) lebih dekat

dibandingkan pemerintah pusat.

Dengan Pilkada, ada kesempatan

besar bagi rakyat, termasuk petani,

untuk meminta program yang lebih

jelas bagi hajat hidup rakyat.

Namun bagi petani, kesempatan

ini hanya bisa diraih secara teror­

ganisir dalam organisasi yang punya

visi “kepetanian” pula. Sebab banyak

bukti para calon kepala daerah, hanya

memberikan retorika janji saat

kampanye. Atau, yang lebih sering,

menawarkan “kenikmatan” singkat di

musim kampanye saja.

Petani harus jeli, melihat (calon) kepala daerah, memiliki wawasan lingkungan atau tidak? Apakah beliau berwawasan kerakyatan? Apakah, program yang ditawarkan, hanya akan menggadaikan sumberdaya alam (dan lingkungan pertanian) demi keuntungan sesaat ketika beliau menjabat sebagai kepala daerah? Petani harus belajar, sehingga mampu menilai program kepala daerah.

Sudah saatnya, dengan dipelo­pori kaum muda tani, para petani memperkuat barisan (organisasi), sehingga dapat mulai ikut menyuara­kan program pembangunan daerah yang memberdayakan petani serta melestarikan sumber daya tani.

Petani dengan segala kearifan­nya, tentu bukan hadir untuk mem­perkeruh situasi seputar Pilkada, justru memperkaya dinamikanya.

Penulis anggota Kelompok Muda Peduli

Petani Sukoharjo (KOMPPOS)

Shalat adalah suatu ibadah yang wajib dilaksanakan oleh umat

muslimin seluruh dunia. Adapun shalat berjamaah sangat membu­tuhkan seorang imam (pemimpin). Begitu pula dengan negara, dari presiden hingga ke Pak RT, perlu ada pemimpin yang baik, adil, jujur, serta memperhatikan rakyatnya. Itu adalah imam rakyat ketika kita hidup di dunia ini. Semua itu sangat memerlukan penegakan kejujuran, keadilan. Si pemimpin haruslah memperhatikan rakyatnya.

Kami punya cerita tentang se-orang imam shalat yang egois. Dia­lah seorang, yang sangat berambisi sekali ingin menjadi seorang imam shalat di tempatnya. Dia memang orang yang berilmu, suaranya bagus. Dan semua tata cara sholat dia mengetahuinya. Singkat kata, dia

Seorang imam yang egois

memang pantas menjadi imam shalat, hingga terpilihlah dia yang menjadi imam shalat di masjid yang ada di desa.

Pada suatu saat dia memimpin shalat magrib terjadi suatu peristiwa. Setelah berselang rakaat kedua, dia kentut tapi memang tidak berbunyi jelas, tetapi beberapa makmum mendengarnya. Anehnya, imam tadi tidak membatalkan shalatnya (seharusnya dia mundur dan posisi imam digantikan oleh orang di belakangnya). Setelah shalat magrib usai, makmum pun bertanya, “Maaf Pak Guru, saya mau bertanya, tadi saya dengar guru kentut, tetapi kok guru tidak membatalkan shalat.”

Pak guru bersikeras bahwa sholatnya tidak batal, “Lagi pula apakah kalian shalat hanya untuk dengar saya kentut,” kata dia emosi.

Begitulah cerita tentang imam shalat yang egois dan tidak memper­hatikan makmumnya. Bagaimana dengan Pilkada, atau pemimpin dae­rah, dari gubernur sampai bupati?

Tidak berbeda dengan imam pa-da shalat. Kalau pemimpin egois, ti­dak mungkin tercapai apa yang ma­syarakat harapkan. Walau dia punya ilmu banyak, kaya, putra daerah, berpendidikan tinggi. Jika dia egois, segala itu tidak berguna.

Sebagai masyarakat kecil, kami juga punya hak bicara, hak menuntut, hak meminta, hak mengkritisi, hak pembelaan, serta hak-hak mengambil keputusan, janganlah kami disia-siakan karena kami adalah bagian dari negeri ini.

Penulis adalah petani Pemonitor CERD

Ds Handil Baru, Kec Aluh-aluh, Kalsel

Abdul Gani

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli-September 2005

Page 8: advokasi no 20a

8

LaporanLaporanLaporanLaporanLaporanPilkada Sepi Pemilih

Jika Rakyat Memilih Untuk Tidak Memilih

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung mulai dilaksanakan sejak bulan

Juni 2005, ini merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan sistem demokrasi di negeri ini. Jika sebelum­nya pemilihan diserahkan pada DPRD, sekarang dewan hanya sebagai alat kontrol bukan sebagai penentu pilihan. Dengan sistem demokrasi seperti ini diharapkan dapat terpilih pemimpin yang betul­betul diinginkan rakyat sehingga mekanisme pemerintahan semakin bisa dipertanggungjawabkan dan terbuka bagi masyarakat.

Kalimantan Selatan sebagai sebuah propinsi yang telah melaksanakan Pilkada pada tgl 30 Juni 2005 lalu, untuk pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati/ walikota di 7 (tujuh) kabupaten/kota yakni Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru, telah melahirkan berbagai sudut pandang terhadap makna Pilkadal (pemilihan kepala daerah langsung) itu sendiri.

Sekarang yang menjadi per­tanyaan adalah benarkah pemilihan Gubernur dan Bupati/walikota dimaknai sebagai bagian dari proses demokrasi di tingkat lokal? Lalu benarkah pelaksanaan pemilihan kepala daerah sudah sesuai dengan UU yang berlaku? Dan benarkah rakyat akan menjadi lebih baik?

Pilkada sebagai sebuah “pesta demokrasi” berarti hanya kesenang­an sesaat, saat persiapan untuk “pesta” rakyat sebagai bagian yang sangat dibutuhkan, mereka di hargai dan dihormati, namun setelah “pesta”

Abdul Sidik

usai mereka dilupakan, rakyat hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh para elit politik, misalnya; bermacam janji manis disampaikan oleh para pasangan calon melalui visi dan misinya, tetapi setelah mereka terpilih, rakyat kecil tidak pernah merasa menjadi lebih baik dari sebelum pemilihan.

Walaupun suara mereka dibeli dengan harga

murah, sebagian masyarakat oke saja,

dari pada dibayar belakangan dengan

janji-janji manis yang belum tentu

direalisasikan. Ini salah satu bukti bahwa rakyat sudah tidak percaya lagi

dengan janji para calon kepala daerah

Saat Pilkada kemarin, Pak Udin (tukang becak) yang sedang asyik duduk santai di becaknya di tanya, Kenapa tidak mencoblos Pak? “Walaupun saya menyoblos toh saya tetap akan menjadi penarik becak,” jawabnya.

Hal ini sama kejadiannya dengan para petani penggarap, walaupun terjadi pergantian kepala daerah, petani penggarap tetap akan menjadi petani penggarap, mereka tidak akan memiliki sawah kecuali dengan keringat sendiri.

Di Kecamatan Kurau Kab Tanah Laut, Kalsel, yang mayoritas penduduknya petani, ada TPS yang pemilihnya berjumlah 380 orang, lalu yang tidak mencoblos lebih dari 300 orang. Mengapa hal ini bisa terjadi? Saat ditanya, mereka yakin tidak akan ada perubahan berarti dengan proses Pilkada ini.

Di sisi lain, masyarakat tidak pernah diberdayakan, untuk memaknai mengapa mereka harus memilih. Alhasil Pilkada pun sepi.

Banyak pula, masyarakat yang memaknai Pilkada seperti praktek dagang sapi, ada uang ada barang! Yakni, masyarakat akan memilih para calon kepala daerah yang memberi mereka bayaran diawal/sebelum pencoblosan. Walaupun suara mereka dibeli dengan harga murah, masyarakat oke saja, dari pada dibayar belakangan dengan janji­janji manis yang belum tentu direalisasikan, ini salah satu bukti bahwa rakyat sudah tidak percaya dengan janji calon kepala daerah.

Seharusnya Pilkada kali ini menjadi ajang pembelajaran demo­krasi dimana kedaulatan rakyat dite­gakkan. Jauh dari kepentingan keku­asaan sesaat.

Namun bagi seorang petani seperti saya ini, harapan kepada kepala daerah terpilih tidak pernah pupus. Agar ke depan masyarakat khususnya petani yang menjadi mayoritas di banua ini mendapatkan perhatian yang semestinya dengan cara mengeluarkan kebijakan dan membangun sistem pertanian yang berpihak pada petani.

Juga, menekan biaya pendidikan serendah mungkin agar anak-anak kami bisa bersekolah sampai ke jen­jang yang lebih tinggi. Jadi yang ter­penting adalah kepala daerah terpilih (Gubernur dan Wakil Gubernur) bisa merealisasikan apa yang dijanjikan dalam visi dan misinya.

Penulis adalah Petani Korcam Jaringan Rakyat

Pemantau Pemilu (JRPP) tinggal di Desa Handil Negara

Kec Kurau, Kab Tanah Laut, Kalsel

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 9: advokasi no 20a

9

Monitoring dan AdvokasiMonitoring dan AdvokasiMonitoring dan AdvokasiMonitoring dan AdvokasiMonitoring dan AdvokasiGaduhan Sapi dari Pemerintah

Antara Untung dan Buntung Nur Wardoyo

Untuk meningkatkan pendapatan petani dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah melalui berbagai cara dan program yang

ditujukan untuk petani antara lain melalui program gaduhan sapi (kerjasama pemeliharaan). Program gaduhan sapi ini dibagi menjadi dua yaitu gaduhan untuk penggemukan (kereman) dan gaduhan untuk pembibitan (dianakkan). Bukan hal mudah bagi petani untuk men­dapatkannya, karena berbagai syarat harus dipenuhi, menyebabkan tidak semua petani punya akses.

1. Petani harus mempunyai wadah atau kelompok tani,

2. Usia kelompok tani minimal 1 tahun dan mempunyai program yang jelas,

3. Mempunyai kandang komunal (kelompok), 4. Mempunyai pengalaman beternak sapi, 5. Ada sumber makanan sapi yang mencukupi, 6. Kelompok harus melaksanakan petunjuk dan

pembinaan dari dinas, 7. Menandatangani surat perjanjian yang sudah

disediakan, 8. Bersedia untuk di survai oleh petugas, 9. Membuat proposal.

Perjalanan panjang yang melelahkan Setelah berbagai persyaratan dipenuhi belum tentu

sapi segera dapat diterima oleh petani. Kelompok harus mengajukan proposal yang jelas dan harus dikawal terus menerus. Pengalaman penulis dari awal memasukkan proposal sehingga mendapat gaduhan sapi, memakan waktu lebih dari 10 bulan.

Perjalanan panjang ini cukup melelahkan, sampai­sampai ada anggota kelompok yang berkomentar, ”Mas, nek sapine ra mundhun-mundhun batal wae ra usah ngingu sapi!” (Kalau sapinya tidak turun-turun, batal saja, tidak usah memelihara sapi). Dengan kondisi seperti ini pengurus kelompok tidak boleh putus asa, terus dan terus menanyakan ke dinas bersangkutan.

Ketika sapi turun, kami gembira, tapi sapi yang datang ternyata tidak sesuai dengan harapan. Misalnya, sapi terlalu kurus, kurang terawat, terlalu muda, ada yang kakinya tidak normal, dan masih banyak hal yang tidak memuaskan. Tapi apa daya, petani hanya bisa me­nerima. Dikatakan, jika petani tidak mau masih ada yang lain yang mau, memang posisi tawar petani rendah.

Sapi Proyek- Sapi yang masih terlalu kecil, ditemukan tim survai YDA, saat studi kasus pada Proyek NTAADP (Nusa Tenggara Agricultural Area Development Project) di Sumba Timur, NTT. Hal senada ditemukan juga, saat melakukan monitoring terhadap proyek CF (Corporate Farming) di Kab Grobogan Jateng.

Dok YDA

Kontrak kerjasama yang tidak seimbang Dalam hal gaduhan sapi ada kontrak kerjasama

antara pemerintah dan petani. Hanya saja kontrak itu belum mencerminkan keadilan, sebab kontrak sudah dibuat oleh pemerintah dan petani tinggal teken saja.

Isi kontrakpun belum memuat dengan jelas apa saja yang semestinya tercantum dalam kontrak gaduhan sapi, kriteria sapi bibit juga tidak ada. Juga masalah IB (insemenisasi buatan) seharusnya dicantumkan.

Untung dan buntung Sebagai petani, memang kami senang mendapatkan

bantuan gaduhan sapi dari pemerintah. Hal ini merupakan keuntungan kami, apalagi tidak semua petani bisa mendapatkannya. Namun, sapi yang diterima petani tidak semuanya bagus, sehingga dipelihara 1,5 tahun pun belum bunting padahal sudah diIB lebih dari 5 kali.

Padahal, petani mengeluarkan biaya besar juga dalam memelihara sapi gaduhan.

Penulis adalah Ketua Kelompok Muda Peduli Petani Sukoharjo

(KOMPPOS)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 10: advokasi no 20a

20

Info TaniInfo TaniInfo TaniInfo TaniInfo Tani

Peluang AgribisnisEmpon-empon

Di sekitar Kabupaten Sukoharjo banyak berdiri perusahaan (pengrajin) jamu. Keberada­

an pengusaha kecil jamu inilah, yang melatarbelakangi Bapak Moertedjo membentuk sebuah wadah yang diberi nama GPJI (Gabungan Perusahaan Jamu Indonesia) pada tahun 1977.

GPJI beranggotakan + 20 peng­rajin jamu yang berdomisili di wilayah Kecamatan Nguter Kabu­paten Sukoharjo Jawa Tengah. Seiring dengan perubahan jaman GPJI berkembang pesat sehingga banyak dikenal di seluruh wilayah baik di Jawa maupun di luar Jawa.

Bersamaan dengan perkem­bangan tersebut, bermunculan pula para pengrajin jamu yang baru, yang juga ingin bergabung dalam GPJI.

Seiring perkembangan dan kepentingan anggota, dirasakan perlunya pengembangan organisasi. Sehingga kemudian GPJI yang bersifat “paguyuban” mengubah diri menjadi lebih berorientasi pengem­bangan usaha. Tahun 1995 GPJI berubah menjadi KOJAI (Koperasi Jamu Indonesia) dengan ketuanya dipegang Ibu Moertedjo.

Meneruskan jejak dari Bapak Moertedjo yang sudah dipanggil oleh Tuhan YME, ibu dari dua orang putera ini sangat gigih berjuang demi memajukan KOJAI yang ia pimpin. Beliau mengurus organisasi ini sepenuh hati dan tenaga sejak sang suami tiada.

Hingga saat ini telah begitu banyak pengorbanan dan perhatian yang dicurahkan pada KOJAI sehingga membawa nama harum Kota Sukoharjo sebagai kota jamu dan sering kali diundang presentasi

Dari kapasitas mesin produksi anggota KOJAI saat ini yang sanggup mengolah 60.000 ton empon-empon per tahunnya, selama ini baru terpenuhi lebih kurang 5.000 ton saja. Pasokan tersebut sebagian besar berasal dari Kabupaten Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, namun ada juga dari luar Jawa (Lampung). Komoditas yang banyak dicari pengusaha adalah kunir, jahe lokal, dan temulawak.

Ary

di setiap pameran baik lokal maupun non lokal.

Sebagaimana dituturkan Ibu Hj Moertedjo, tujuan KOJAI itu adalah: 1. Mensejahterakan anggota 2. Menyelesaikan segala bentuk

permasalahan yang terjadi di anggota

3. Berusaha melayani segala bentuk kebutuhan anggota terutama empon-empon

4. Membantu dalam proses perizinan dan peredaran

5. Pengelolaan simpan pinjam pada anggota mulai dari 250 ribu sampai 15 juta dengan bunga 1,5%.

Anggota KOJAI terdiri dari 60 perusahaan yang besar 20–40 menengah. Tentunya, syarat menjadi anggota harus mau mengikuti ketentuan yang berlaku di KOJAI diantaranya membayar iuran pokok Rp. 25.000 dan iuran wajib Rp. 5.000 setiap bulannya.

Setiap anggota KOJAI memiliki kapasitas produksi berbeda-beda tergantung dari besar kecilnya perusahaan.

Yang jelas kebutuhan dari 60 pengusaha itu (total pertahun dengan kondisi mesin produksi saat ini)

mampu mengolah 60.000 ton empon-empon. Dituturkan Ibu Moertedjo, selama ini baru terpe­nuhi sekitar 5.000 ton saja.

Pasokan tersebut berasal dari Bo­yolali, Wonogiri, Karanganyar dan banyak juga dari luar Jawa (Lam­pung). Komoditas yang banyak dicari ialah kunir, jahe lokal (emprit), temu lawak dan sebagainya.

Dikatakannya, mengingat kapa­sitas perusahaan cukup besar, masih ada peluang untuk membina kerja­sama dengan petani. “Yang penting, bebas kimia, baik pupuk dan obat (pestisida-red),” katanya.

Dikatakan, di tingkat nasional jamu yang diproduksi KOJAI diakui dan dikenal dengan istilah “jamu gendong, bebas kimia”.

Demikian informasi tentang produk pertanian empon-empon yang dituturkan Ibu Hj Moertedjo di sekretariat KOJAI, Jl Mayor Sunaryo No 8 Sukoharjo, Telp (0271) 593107.

Harapan dari penulis, pembaca dapat mengambil saripati dari informasi ini, terutama jika hendak menekuni budidaya atau bisnis empon-empon.

Penulis anggota Kelompok Muda Peduli Petani Sukoharjo (KOMPPOS)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 11: advokasi no 20a

21

Info TaniInfo TaniInfo TaniInfo TaniInfo Tani

Ayo Berkonsultasi, Saling Belajardan Berjaringan

1. Mengorganisir kesehatan masyarakat 2. Keterampilan pembuatan paving (conblock) 3. Ternak ayam, Koperasi tani

1. Pembuatan pupuk kompos bokashi 2. Tanaman obat tradisional 3. Penyusunan kontrak kerjasama pertanian

1. Ternak sapi 2. Pembuatan pupuk kompos bokashi 3. Penyusunan kontrak kerjasama pertanian

1. Pembuatan pupuk kompos bokashi 2. Pertanian organik

1. Penangkaran benih padi 2. Pembuatan criping ketela pohon & garut 3. Pembuatan pupuk kompos bokashi 4. Perbanyakan biakan murni jamur Trichoderma 5. Pembuatan & perbanyakan EM4 6. Pembuatan putra (bibit) bakteri pengurai 7. Pengendalian hama terpadu (PHT) 8. Ternak puyuh

1. Ternak kambing PE (Peranakan Ettawa)

1. Budidaya tanaman hortikultura (timun, melon, gam­bas, kacang panjang, terong)

2. Pemasaran

1. Pertanian organik, pembuatan kompos bokashi

1. Teknik penyilangan benih padi 2. Tanaman obat tradisional

1. Budidaya melon

1. Budidaya wortel, sawi, bawang merah, bawang putih, bawang daun, kol

1. Budidaya wortel, sawi, bawang merah, bawang daun, Budidaya kol, tembakau

Jika Anda ingin bertemu para petani pakar di atas, selengkapnya, nama kontak dan lokasi tersebut di atas, dapat hubungi YDA Solo

“Daftarkanlah pula kelompok dan keahlian kelompok Anda”

Ary & Suwandi

Desa Sugihan, Bendosari, Sukoharjo, Jateng

Kader Kesehatan Ds Nguneng & Koperasi JERAMI

Desa Nguneng, Puhpelem, Wonogiri, Jateng

Nur Wardoyo

Desa Polokarto, Polokarto, Sukoharjo, Jateng

Suradi Desa Kamal, Bulu, Sukoharjo, Jateng

Kelompok ANdap

Desa Bade, Klego, Boyolali, Jateng

Darmadi Desa Sambiduwur, Tanon, Sragen, Jateng

Ngaliman Desa Bentak, Sidoharjo, Sragen, Jateng

Suwito Desa Jetak, Sidoharjo, Sragen, Jateng

Mujiono Desa Jimus, Polanharjo, Klaten, Jateng

Suwarno Desa Pesu, Wedi, Klaten, Jateng

Kelompok Tani Mekarsari (Kontak: Sutarwo) Desa Blumbang, Tawangmangu, Karanganyar, Jateng

Rosyid Suroteleng, Selo, Boyolali, Jateng

Tentang Bertanya kemana?

Selamat Datang Sahabat Kecil

Muhammad Bintang Syafalabib 5 Juli 2005

Putra Pertama

Bapak Kurniawan Eko Yulianto & Ibu Suharningtyaswati

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 12: advokasi no 20a

a.

merata. Luka dapat sembuh setelah 3 hari.b. Kapur sirih diberi air secukupnya, dicampur

hari luka akan sembuh.

a.

sore sampai sembuh.b.

setiap hari.

a.

seekor sapi.b.

garam dapur, asam jawa, ter

seekor sapi untuk sekali pemberian.

a. Daun papaya muda direbus selama 15menit dan diberi garam dapur secukupnya,berikan sebagai pakan.

b. Sapi/kambing/domba diberi daun nangkasegar.

18

ResepResepResepResepResep

Menjaga Kesehatan Ternakdengan Jamu Tradisional

Suwandi

Ternak yang sehat selalu didambakan setiap peternak agar produktivitasnya tinggi. Untuk itu para peternak harus memiliki pengetahuan

tentang pengelolaan kesehatan ternak. Salah satu cara mengelola ternak agar sehat

dengan cara memberikan jamu atau ramuan tradisional. Di bawah ini akan disajikan jamu untuk ternak dari bahan-bahan yang mudah didapatkan dan mudah dibuat sendiri oleh peternak setiap waktu. Semoga resep yang kami kumpulkan ini bermanfaat.

Meningkatkan Nafsu Makan Ayam

Ayam yang kurang sehat nafsu makannya akan menurun. Untuk meningkatkan nafsu makan, ayam dapat diberikan salah satu dari 2 ramuan berikut:

a. Bawang putih 3-4 siung diiris dan dicampur pada pakan. Ramuan ini diberikan untuk 10 ekor ayam dewasa setiap pagi.

b. bubuk jahe 10 gram dicampur dalam pakan dan diberikan setiap pagi. Dosis ini untuk 10 ekor ayam dewasa.

a. Bawang putih 3-4 siung diiris dan dicampur pada pakan. Ramuan ini diberikan untuk 10 ekor ayam dewasa setiap pagi.

b. Bubuk jahe 10 gram dicampur dalam pakan dan diberikan setiap pagi. Dosis ini untuk 10 ekor ayam dewasa.

Mengobati Luka pada Ayam

Dapat dipilih salah satu dari 2 ramuan berikut: Cabai merah besar yang dipatahkan, kemudian dioleskan pada luka secara

dengan gambir dan dihaluskan, lalu dioleskan pada luka-luka. Paling lama 10

a. Cabai merah besar yang dipatahkan,kemudian dioleskan pada luka secara merata. Luka dapat sembuh setelah 3 hari.

b. Kapur sirih diberi air secukupnya, dicampur dengan gambir dan dihaluskan, lalu dioleskan pada luka-luka. Paling lama 10 hari luka akan sembuh.

Mengobati Pilek pada Ayam

Pada saat udara dingin, musim hujan dan banyak angin, ayam sering terserang pilek. Terutama ketika saat peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Jamu yang dapat digunakan untuk mengobati ayam pilek, dapat dipilih salah satu:

Asam jawa 50 gram, minyak kelapa 100 cc dan garam dapur 10 gram dicampur lalu dibentuk pil sebesar jari. Pil diberikan setiap

Cabai rawit merah disuapkan ke ayam

a. Asam jawa 50 gram, minyak kelapa 100 cc dan garam dapur 10 gram dicampur lalu dibentuk pil sebesar jari. Pil diberikan setiap sore sampai sembuh.

b. Cabai rawit merah disuapkan ke ayam setiap hari.

Menjaga Kebugaran Tubuh Ayam Meningkatkan Nafsu Makan Sapi dan Kambing

Kebugaran sangat dibutuhkan untuk menjaga kondisi Jamu yang dapat dipilih untuk meningkatkan nafsu

tubuh agar tetap sehat, dan meningkatkan daya tahantubuh terhadap penyakit, serta gangguan cuaca buruk.Ramuannya dapat dipilih salah satu:

makan ternak sapi, kambing atau domba ialah: Daun talas 15 lembar dan garam dapur 15 sendok makan direbus 15 menit, daun yang sudah matang dijadikan pakan untuk

Mentimun 2 buah, diparut lalu dicampur asi dan air

secukupnya. Ramuan ini adalah dosis untuk

a. Daun talas 15 lembar dan garam dapur 15 sendok makan direbus 15 menit, daun yang sudah matang dijadikan pakan untuk seekor sapi.

b. Mentimun 2 buah, diparut lalu dicampur garam dapur, asam jawa, terasi dan air secukupnya. Ramuan ini adalah dosis untuk seekor sapi untuk sekali pemberian.

a. Bawang putih 1-2 siung dilumatkan dan dicampur dengan pakan lalu diberikan sebulan sekali.

b. Jagung giling 10 Kg dan bekatul 10 Kg dicampur rata. Larutkan tetes 250 cc dan EM4 250 cc dalam 5 liter air sambil diaduk-aduk, tuangkan sedikit demi sedikit larutan ini ke dalam campuran jagung-bekatul hingga terbentuk adonan. Adonan ini dimasukkan ke dalam ember dan ditutup rapat selama 3 hari. Gunakan sebagai pakan tambahan pada hari ke-4 sebanyak setengah Kg pakan ini dicampur rata dengan pakan pokok.

a. Bawang putih 1-2 siung dilumatkan dan dicampur dengan pakan lalu diberikan sebulan sekali.

b. Jagung giling 10 Kg dan bekatul 10 Kg dicampur rata. Larutkan tetes tebu 250 cc dan EM4 250 cc dalam 5 liter air sambil diaduk-aduk, tuangkan sedikit demi sedikit larutan ini ke dalam campuran jagung-bekatul hingga terbentuk adonan. Adonan ini dimasukkan ke dalam ember dan ditutup rapat selama 3 hari. Gunakan sebagai pakan tambahan pada hari ke-4 sebanyak setengah Kg pakan ini dicampur rata dengan pakan pokok.

Meningkatkan Produktivitas Susu pada Ternak:

a. Daun pepaya muda direbus selama 15 menit dan diberi garam dapur secukupnya, berikan sebagai pakan.

b. Sapi/kambing/domba diberi daun nangka segar.

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 13: advokasi no 20a

a. Daun nangka diberikan pada sapi sebagaipakan hijauan

b. Daun jambu biji segar 5 lembar ditumbuksampai lumat, lalu diencerkan dengan air,disaring, dan airnya diberikan pada sapi.

a. Minyak nabati (minyak kelapa, minyakkedelai atau minyak sawit) dicampur airkelapa dan parutan jahe secukupnya, laludiminumkan pada sapi.

b. Parutan jahe secukupnya dioleskan padabagian perut yang menonjol

c. Bila kondisi sapi telah parah, harusdiusahakan mengeluarkan gas secepatnya,caranya dengan memasukkan batangpelepas pepaya ke dalam anus sapi.

Sapi dapat pincang karena terperosok/terkilir. Sapiyang pincang dapat diobati dengan daun sirih. Caranya,seikat daun sirih ditumbuk sampai lembut laludibalutkan pada kaki. Agar tidak lepas, ikatlah ramuanini dengan perban atau potongan kain.

19

ResepResepResepResepResep

Mengobati Diare pada Sapi

Mengobati Ternak Kembung

Kembung disebabkan penimbunan gas dalam perut karena proses fermentasi berjalan cepat. Tanda-tanda ternak yang kembung ialah perut sebelah kiri

Mengobati Ternak Pincang

a. Daun nangka diberikan pada sapi sebagai pakan hijauan.

b. Daun jambu biji segar 5 lembar ditumbuk sampai lumat, lalu diencerkan dengan air, disaring, dan airnya diberikan pada sapi.

c. Bila kondisi sapi telah parah, harus diusahakan mengeluarkan gas secepatnya, caranya dengan memasukkan batang pelepah pepaya ke dalam anus sapi.

Sapi dapat pincang karena terperosok/terkilir. Sapi yang pincang dapat diobati dengan daun sereh/ serai. Caranya, seikat daun sereh ditumbuk sampai lembut lalu dibalutkan pada kaki. Agar tidak lepas, ikatlah ramuan ini dengan perban atau potongan kain.

Gambar Kuilu

menonjol, ternak sering kesakitan, denyut jantung lemah, selaput lendir kebiruan, jika ternak jatuh akan susah bangun. Untuk pengobatannya, dapat dipilih salah satu ramuan berikut:

a. Minyak nabati (minyak kelapa, minyak kedelai atau minyak sawit) dicampur air kelapa dan parutan jahe secukupnya, lalu diminumkan pada sapi.

b. Parutan jahe secukupnya dioleskan pada bagian perut yang menonjol.

Demikianlah jamu tradisional dari kami, semoga bermanfaat bagi pembaca. Jika di lingkungan pembaca juga terdapat resep-resep yang bermanfaat bagi kami petani peternak, Ayo kita berbagi resep, lewat buletin ini pada setiap terbitnya.

Penulis adalah anggota Kelompok Muda Peduli

Petani Sukoharjo (KOMPPOS)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 14: advokasi no 20a

16

Berita TaniBerita TaniBerita TaniBerita TaniBerita Tani

Gelombang penolakan atas Peraturan Presiden (Perpres) No 36/2005, bergulir di seluruh Indo­

nesia dari berbagai kalangan. Dari petani, ulama, pedagang kali lima, penduduk miskin kota, dan anggota DPR banyak yang bersuara menolak peraturan ini. Tanggal 9-10 Juli 2005 di PP Sunan Pandan Aran Yogyakarta, para ulama berembuk dalam forum Bahtsul Masail dan membuka berbagai kitab Fiqih, untuk mengkaji Perpres 36/2005 ini.

Ulama menegaskan bahwa pencabutan hak atas tanah, sebagaimana diatur dalam Perpres itu tidak sah. Juga pembelian secara paksa atas tanah, dinyatakan tidak boleh atau dilarang kaidah fiqih umum maupun mu’amalah.

Pertemuan diikuti oleh 150 orang mewakili pesantren dan kelompok tani yang ada di Jateng, Jatim, Jabar, Yogyakarta, Kalsel, Lampung, Ampenan NTB, dan Sulsel. Beberapa kiyai sepuh yang hadir diantaranya KH. Mahfudz Ridwan dari Salatiga Jawa Tengah, KH. Mufidz Mas’ud Yogyakarta, KH. Aziz Masyhuri dari Jombang, KH. Aziz Azhury dari Magelang, dan KH. Yahya Masduki Cirebon Jabar.

Peraturan presiden tentang “Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum” ini, oleh ulama dianggap berbahaya. Hal mana karena dapat disalahgunakan untuk menggusur rakyat secara paksa. Dapat pula menjadi alasan adanya intimidasi pada rakyat, yang dinyatakan haram karena zalim.(Dian\*)

Perpres No 36/2005 Haram!

Ribuan petani, mengelar aksi menolak Perpres No 36/2005 di muka Istana Merdeka Jakarta, Rabu 29 Juni 2005. Saat itu, presiden SBY sempat membuka sedikit kaca jendela mobilnya, ketika melintas keluar dari istana. (Repro Kompas, 30 Juni 2005)

Revitalitas Pertanian Ujian Untuk SBY

Baru-baru ini di waduk Ir H Juanda , Jatiluhur, Jabar. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mencanangkan dimulainya Revitalisasi Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan (RPPK) 2005-2025. Tahap awal, ditetapkan enam propinsi percontohan yaitu Jabar, Jateng, Kaltim, Jambi, Gorontalo dan Sulsel. RPPK ini mungkin upaya SBY mewujudkan janji kampanyenya, yaitu memprioritaskan pengembangan sektor pertanian dalam arti luas (termasuk kehutanan dan perkebunan). Dari ketiga sektor dalam RPPK tersebut, tampaknya sektor pertanian penting untuk dicermati.

Dalam Program ini, kita akan menguji pemerintahan SBY. Apakah pemerintah ingin membangun pertanian dengan mengikutsertakan petani, atau justru membangun pertanian dengan meninggalkan petani.

Lahan dan Kredit Masalah paling mendasar adalah pembagian kembali

aset paling berharga para petani yaitu lahan. Mayoritas petani di Indonesia saat ini adalah petani Gurem (yaitu petani yang memiliki lahan sangat sempit) atau bahkan buruh tani yang tidak punya lahan. Pada 2003 rata–rata lahan yang dikuasai petani menurun, dari 0,5 Ha di tahun 1993 menjadi 0,3 Ha sekarang. Petani gurem meningkat jumlahnya dari 10,8 juta rumah tangga pada Tahun 1993 menjadi 13,7 juta pada Tahun 2003.

Masalah kedua adalah masalah pembiayaan sektor pertanian, melalui fasilitas kredit murah. Apakah program anyar ini akan sama dengan Inmas dan Bimas dulu, yang dananya terbukti bocor di sana-sini.

Kebijakan Harga Hal ketiga yang penting dalam program revitalisasi

pertanian adalah kebijakan harga, khususnya harga beras atau gabah. Dalam dialog dengan Presiden SBY seusai pencanangan program RPPK, petani mengharap­kan kebijakan harga beras dan gabah dalam Inpres Nomor 2/ 2005 ditinjau kembali, karena sangat merugikan petani. Memang selama daya beli petani yang diukur dengan NTP (Nilai Tukar Petani) yaitu perbandingan antara harga produk pertanian dengan harga produk-produk non pertanian, cenderung terus melemah.

Revitalisasi pertanian hanya akan berhasil jika pertanian dan petani menjadi subyek pembangunan. Potret buram dunia pertanian kita ditandai dengan lemahnya posisi petani, lemahnya permodalan karena tak ada akses kredit, kurangnya akses pasar dan beberapa kondisi lemah lainnya. (Puitri\Suara Merdeka

25 Juni 2005; Kompas 10 Juni 2005)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 15: advokasi no 20a

17

Berita TaniBerita TaniBerita TaniBerita TaniBerita TaniCengkeh Anjlok

Hidup Petani Terhimpit

Harga cengkeh melorot dari rata-rata Rp 32.000 per Kg menjadi rata-rata Rp 29.000 per Kg. Yang menyedihkan, harga melorot ini terjadi hanya

sepekan setelah penandatangan nota kesepahaman pembelian cengkeh antara Gabungan Pabrik Rokok Kretek Indonesia dan Forum Petani Cengkeh Sulawesi Utara yang disaksikan Wapres Jusuf Kalla, 17 Juni 2005.

Ketua Forum Petani Cengkeh (FPC) Sulawesi Utara (Sulut) Franklin Singai mengungkapkan, kondisi semakin memprihatinkan karena hancurnya harga cengkeh justru pada saat panen cengkeh dimulai.

Petani berharap harga cengkeh akan naik sebagai akibat minimnya produksi nasional, termasuk rendahnya produksi cengkeh di Sulut. Data terakhir menyebut produksi cengkeh turun dari 25.000 ton menjadi 17.000 ton. Namun Singai menyebut beberapa kasus penyelundupan, menghancurkan harga cengkeh.

Di pihak lain beban hidup para petani meningkat akibat kenaikan BBM dan inflasi. “Padahal petani membutuhkan biaya panen, biaya sekolah anak di tahun ajaran baru, jadi kondisi petani cengkeh semakin tersudut,“ kata Singai. “Jika pembuat kebijakan tidak hati-hati akan berakibat pada anjloknya harga cengkeh. Seperti jatuhnya harga cengkeh hanya beberapa hari setelah pemerintah menyaksikan penandatanganan antara Gappri dan FPC,” kata Singai kemudian.

Harga tertinggi cengkeh di Sulut pernah mencapai Rp 85.000 pada tahun 2001, sedang terendah Rp 18.000 pada Maret 2003. (Puitri\Kompas 27 Juni 2005)

Koperasi Tani DiharapKembangkan Benih

Industri benih Nasional hingga kini masih sangat tertinggal, hal inilah menjadi salah satu sebab tertinggalnya pertanian Indonesia dibanding negara­

negara tetangga. Hal ini dikatakan oleh Siswono Yudo Husodo beberapa waktu lalu, seraya mengharapkan adanya pengembangan perusahaan kecil atau koperasi benih yang bisa menolong petani.

Dia mengatakan, kunci peningkatan produksi pertanian adalah benih. “Industri benih menjadi penentu keberhasilan yang sampai sekarang masih tertinggal. Contoh yang paling gampang adalah tebu, dulu dianggap sumber benih, sekarang tebu kita hanya menghasilkan 4,5 ton per hektar, sangat kecil,” katanya.

Siswono mengatakan investasi pemerintah diperlukan untuk mendapatkan loncatan yang luar biasa dalam perbenihan, ia mencontohkan, Indonesia masih terpaku pada padi varietas IR 64 yang produksinya kurang dari 6 ton per hektar, sementara negara lain seperti China sudah melepas varietas baru dengan hasil 10-12 ton per hektar setelah mengucurkan anggaran besar­besaran untuk benih.

Sementara itu kepala Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitas) Udin S Nugraha mengatakan, pengembangan usaha benih sebaiknya tidak hanya mengandalkan perusahaan besar, tetapi juga perusaha­an kecil atau koperasi tani, untuk itu perlu dipikirkan insentif bagi mereka. Dengan demikian perusahaan kecil atau koperasi tani tersebut dapat memiliki daya saing. (Puitri\Kompas 29 Juni 2005 dan 27 Juni 2005)

Buletin petani Advokasi No 20 ini dirancang oleh tim YDA bersama

kelompok Petani Muda Peduli Su­koharjo (KOMPPOS) di Desa Polo­karto, Polokarto, Kab Sukoharjo Jateng. Dalam rapat tanggal 15 Juni malam di desa ini, disepakati meng­angkat tema “Kondisi petani setelah 60 tahun Indonesia Merdeka”, serta beberapa masalah lain seperti Pilkada.

Tidak heran, jika dalam buletin kali ini, sebagian besar tulisan dipasok oleh anggota KOMPPOS. Tim Advokasi juga mengharap agar kelompok-kelompok petani lain, mau berperan aktif merancang buletin ini. Ayo tuliskan isi pikiran kita! D

ok Y

DA

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 16: advokasi no 20a

14

DangauDangauDangauDangauDangauPerjalanan Sebuah Kesadaran

Cerpen: Eko Setiono

Setahun sudah Hartaji menganggur. “Sebenarnya aku punya pekerjaan tetap, yaitu mencari pekerjaan,” kata Hartaji bergurau sendiri, sambil

membolak-balik iklan lowongan di sebuah koran. Sebagai lulusan sarjana, dari sedikit anak kampung­

nya yang bisa melanjutkan kuliah, dia dipaksa memikul beban sosial maha berat. “Sekolah tinggi-tinggi kok nganggur,” sindir beberapa tetangga.

Bukannya Hartaji tidak malas atau tidak mau bekerja, namun kondisi negara ini khan memang sedang kacau­balau. Lagi pula, yang dimaksudkan sebagai pekerjaan dari para penyindirnya tadi, pastilah pekerjaan kantoran atau pegawai negeri. “Tanpa memakai baju seragam, bukanlah bekerja,” kata Pak Purwo, yang masih kerabat­nya suatu ketika.

Lebih lagi, ketika Hartaji ingat saat-saat dia lulus SMU dan kemudian diterima tanpa tes di sebuah Perguruan Tinggi Negeri. Orang seluruh desa bangga dan memuji­mujinya setinggi Gunung Himalaya. “Akhirnya ada anak desa kita yang kuliah,” kata mereka.

Mereka berangapan, dengan kuliahnya Hartaji, pasti­lah masa depannya terjamin. Pastilah Hartaji akan jadi priyayi atau akan jadi pejabat.

Sejak awal, Hartaji sebenarnya tidak terlalu memilkirkan hal-hal yang diomongkan orang tentang dia. “Sekolah khan untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari kerja, bukan pula untuk mencari jabatan,” bisik hati Hartaji, hampir seperti keluh.

Terbayang pula, ketika dia diwisuda sebagai sarjana, orang sekampung datang memberi selamat. Saat upacara wisuda, sepuluh minibus disewa orang kampung untuk mengiringnya. “Ugh, beban moral,” lagi-lagi Hartaji terpekik dalam hati.

Untunglah ibunya tidak termasuk seperti orang-orang desanya yang lain. Dengan arif dan sabar ibunya bertutur, “Nak, kelahiran, kematian, rejeki, dan jodoh itu sudah ada yang mengatur. Tugas kita ialah berusaha dan sabar,” kata ibunya, mirip iklan sebuah produk minuman botol.

Suatu ketika, Hartaji berjalan-jalan keliling kampung untuk menyegarkan pikiran dan angan-angannya. Pemandangan sawah dan kebun yang ada di desanya yang hijau dan subur dapat mengurangi gundah hatinya. Tenteram ia melihat suasana yang menyegarkan.

Tiba-tiba, ia tersentak seperti terjaga dari tidurnya yang lelap. Tanah, sawah dan kebun di sepanjang jalan desa itu menggelitik hatinya.

Malamnya, ia merenung dan bertanya-tanya pada diri sendiri. Kenapa penduduk di sini sangat miskin.

Monta

se M

edi\

Kuilu

Padahal ia melihat kenyataan, sawah dan kebun di desa ini sangat subur. “Namun tidak mensejahterakan, sehingga menjadi petani tidak membanggakan.”

Sebuah kesadaran mengembang dan membulat di dada Hartaji. Dia pun menemukan bahwa segala ilmu yang dituntutnya selama ini, mendesaknya untuk minta diamalkan!

Segera dia mengambil cangkul warisan ayahnya. Kemudian bergegas ke sawah keluarganya.

Sejak saat itu, Hartaji tidak hirau akan orang yang merasa aneh melihat cara bercocok tanamnya. Hanya tersenyum dia, melihat wajah heran orang sedesa, melihat dia mengolah pupuk dari kotoran sapi, dan tiap hari memikul benda menjijikan yang disebutnya pupuk itu. “Sarjana kok belepotan tahi sapi,” ungkap yang sinis.

Senyum sabar juga diperlihatkannya, ketika warga desa mencibir, melihat dia memasang petromak di sawah malam hari, untuk memperangkap hama. Juga saat dia berupaya membuat benih padi dan sayuran sendiri, supaya tidak harus tergantung pada toko.

Hampir setahun, ada yang gagal tapi banyak cara yang ia terapkan tampak berhasil. Orang yang tadinya menghina, kini mulai menirunya. Mulanya hanya satu­dua orang bertanya padanya, namun kini sedesa menyebutnya Pak Guru, walau dia tidak mengajar di sekolah formal.

Di lereng gunung itu, Insinyur Hartaji bukan hanya petani sukses, ia juga pengawal kelestarian lingkungan.

Penulis petani tinggal di Desa Bade, Klego, Kab Boyolali Jateng

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 17: advokasi no 20a

15

DangauDangauDangauDangauDangau

Assalamualaikum awal berkata Abdul Gani saya punyalah nama Handil Baru itulah alamat saya Sebagai petani itu sudahlah nyata

Kulihat hamparan luas sawah terbentang Dari kejauhan seluas mata memandang Disitulah terbayang suatu kehidupan Betapa indah untuk menyongsong masa depan

Tatkala harapan itu datang menjelma Ternyata tidak pas dengan kenyataannya Lalu hati ini sering bertanya Apakah gerangan ini penyebabnya

Hasil padi banyak melimpah ruah Puji dan sukur alhamdulillah Tapi kenyataannya tak dapat dibantah Hasil setahun habislah sudah

Sungguh malang nasibmu wahai petani Engkau bekerja di bawah terik matahari Terkadang hujan tak dapat dihindari Karena tuntutan hidup yang harus dihadapi

Setelah sekian lama hidup bertahan Dengan penghasilan serba pas-pasan Lalu berbagai macam datang bantuan Oh……..!! tak tahunya itu adalah utang

Sebagai petani kami merasa bangga Pemerintah cukup banyak memberi dana Kepada kaum petani seluruh Indonesia Termasuk desa kamipun mendapatkannya

Sekarang datang lagi proyek bantuan Proyek CERD dia namakan

Pada tahun 2002 dia melaksanakan Bagaimana mau pas, bila masyarakat tak dilibatkan

Setelah kami tahu proyek CERD itu sebenarnya Ternyata banyak sekali itu programnya Ada paket A, B, C dan D ini aturannya Paket C-nya turun, yang lain seperti dilupakannya

Berutanglah negara untuk proyeknya Bersama kita pasti harus membayarnya Dari sekarang sampai seterusnya Sampai ke anak cucu kita menanggungnya

Mungkin inilah penyebab dari semua ini Hidup tani jelata makin berat terbebani Hasil melimpah, tak dapat jua mencukupi Karena semua naik harga tak terkendali

Akhirul kata hanya sampai di sini Buat renungan Proyek CERD saat ini Dan akan menjadi catatan buat para petani Juga menjadi ratapan sejarah negeri ini

Penulis adalah petani tinggal di Desa Handil Baru Rt 2 RW 1

Kec Aluh-aluh Kab Banjar Kalsel 70655

CERD= Community Empowerment for Rural Development

(Proyek Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangungan Desa)

proyek pemerintah berdana utang dari ADB

Monta

se M

edi

Proyek Utang di Desa Kami Pantun: Abdul Gani

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 18: advokasi no 20a

12

Album AdvokasiAlbum AdvokasiAlbum AdvokasiAlbum AdvokasiAlbum Advokasi

1

3

Petani Rumuskan, Mencari, Meneliti & Memetakan Pasar

Produk Unggulan

Foto Dok YDA

Foto Dok YDA

Awal tahun 2005 beberapa petani mitra YDA yang berada di wilayah eks-Karesidenan Surakarta

berdiskusi dengan akademisi yang ahli dalam hal pemasaran. Diskusi dalam acara “perumusan desain penelitian bersama” (foto 1) ini dilatar belakangi permasalahan pasca panen produk pertanian. Permainan pasar yang diciptakan oleh para pedagang dan tengkulak serta peran pemerintah dalam kebijakan pasarpun produk petani membuat petani tidak berdaya. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 17 -19 Januari 2005 ini bertujuan memetakan komoditas unggulan di daerah masing-masing petani. Juga bertujuan mengetahui masalah proses produksi. Penelitian dimaksudkan untuk memetakan mata rantai pemasaran yang dihadapi petani.

Kegiatan kemudian ditindaklanjuti dengan proses penelitian partisipatif di wilayah petani masing-masing sejak tanggal 31 Januari hingga 4 Maret 2005. Proses penggalian data dilakukan petani dengan cara wawancara dan diskusi terarah (foto 2). Hasil pengumpulan data petani kemudian dikumpulkan dan dibahas bersama pada tanggal 19-20 Maret 2005. Dari diskusi ini dapat dipetakan komoditas unggulan apa saja yang ada (foto 3).

Wilayah penelitian produk unggulan, meliputi be­berapa wilayah di sekitar Kota Solo, antara lain: Kecamatan Selo dan Klego Kabupaten Boyolali, Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Bendosari dan Polokarto Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Sidoharjo dan Tanon Kabupaten Sragen, Kecamatan Wedi dan Polanharjo Kabupaten Klaten. Sedangkan produk unggulan yang ditemukan, bervariasi di tiap wilayah, antara lain padi, jagung, tembakau dan empon-empon.

Banyak juga masalah produksi dan pemasaran yang ditemukan. Beberapa rekomendari dari proses ini ialah agar petani melakukan pengolahan pasca panen, mengurangi bahan kimia, memperluas dan membuat jaringan pemasaran, dan peningkatan kapasitas petani dalam produksi maupun pemasaran.

Kepada pemerintah daerah, juga direkomendasi­kan untuk mengambil kebijakan yang melindungi komoditas tersebut.

2 Foto Dok YDA

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 19: advokasi no 20a

13

Album AdvokasiAlbum AdvokasiAlbum AdvokasiAlbum AdvokasiAlbum Advokasi

Foto Dok YDA 4

Foto Dok YDA

5 12 Foto Dok YDA

Foto Dok YDA 6 10

Foto Dok YDA 11

Foto Dok YDA

Menyoal & Memperjuangkan

Foto Dok YDA 7 Akses Pasar Petani

Foto Dok YDA 8

Kegiatan penelitian partisipatif komoditas unggulan berlanjut pada Kegiatan Perancangan Strategi Pelaksanaan Sharing Membangun

Akses Pasar Bersama Petani. (foto 4-5) Pada tanggal 11-13 April 2005 ini perwakilan petani merumuskan langkah-langkah kegiatan, tujuan, hasil, pembagian peran dan waktu pelaksanaannya. Sebagai salah satu kelanjutannya, kemudian diadakan Workshop Strategi Pemasaran (Foto 6-9) pada 7 - 9 Juni 2005.

Kemudian, sebagai salah satu tindak lanjut, diadakan acara pertemuan antara petani dengan beberapa perusahaan (7 Juli 2005) yang membutuhkan produk petani sebagai bahan baku (Foto 10-12). Hadir dalam acara itu, antara lain Perusahaan Jamu Air Mancur, pihak

Foto Dok YDA 9

dibutuhkan perusahaan. Perusahaan juga mau ikut mengembangkan kapasitas petani untuk mencapai kualitas dan kuantitas tersebut.

KOJAI (Koperasi Jamu Indonesia), dan Perusahaan Jamu Sidomuncul. Pihak pengusaha mengatakan siap membuka diri untuk pengembangan akses pasar petani, berupa kemungkinan kemitraan. Pihak Air Mancur mempersilahkan petani mengunjungi perusahaan untuk mengetahui teknis suplai maupun standar kuantitas maupun kualitas yang

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 20: advokasi no 20a

10

Pengalaman AksiPengalaman AksiPengalaman AksiPengalaman AksiPengalaman Aksi

AGRIBISNISTak Seindah yang Aku Bayangkan

Banyak orang menganggap usaha di sekitar pertanian bukan usaha yang prospektif

dalam peningkatan pendapatan menuju kesejahteraan yang di­dambakan. Terutama bagi kami yang selama ini masih tinggal bersama orang tua yang mata pencahariannya sebagai petani yang selama ini lebih banyak bergelut di sekitar produksi.

Sekian lama kita memproduksi padi belum bisa memperoleh hasil yang diharapkan dalam arti kesejah­teraan yang meningkat. Hal itu disebabkan karena tingginya biaya produksi yang meliputi sewa lahan, karena kami tidak mempunyai lahan

Ary

1.500 m2 untuk sewa 1 kali panen saja sudah 500 ribu.

Ditambah lagi dengan biaya pengolahan tanah (sewa traktor), harga pupuk dan obat-obatan yang semakin mahal. Karena sudah tidak ada lagi pemuda lokal yang mau ter­jun ke sawah, maka kami mendatang­kan tenaga kerja dari luar desa.

Setelah kurang lebih 4 bulan (pengolahan tanah sampai panen), kebanyakan produk padi dari daerah kami banyak dijual dengan sistem tebas (bulir padi di sawah masih belum dipetik).

Kami pernah juga mencoba menjual dalam bentuk gabah

Memilih Komoditas Lain Dengan mengandalkan komoditas

padi saja tentunya kami tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidup layak. Hal ini mengingat masa panen yang 4 bulan sekali dan hasilnya pun tidak begitu memuaskan.

Untuk itu kami berinisiatif untuk menanam komoditas jenis yang lain dengan pertimbangan panennya lebih cepat dan mudah dalam pemasarannya.

Untuk itu kami memilih tanaman hortikultura, baik buah-buahan dan sayuran seperti melon, cabai, tomat, kacang panjang dan lain-lain.

Dengan menanam hortikultura, (sawah) apabila kami tidak menyewa kepada orang lain. Luas kurang lebih

langsung ke pedagang. Kami berharap dengan memutus rantai pemasaran kita akan mendapatkan keuntungan yang lebih. Memang ada selisih (lebih untung sedikit) dari­pada dijual ke penebas, tapi pernah juga mengalami kerugian karena ada peristiwa jatuhnya harga.

Pedagang besar ternyata mem­beli lebih tinggi dari penebas, lebih menekan pada petani. Hal ini karena penebas (tengkulak) bisa mengirim secara kontinyu, juga sudah ada kerjasama yang erat antar mereka.

Di samping itu juga petani tidak pernah mendapatkan standar harga yang ditetapkan pemerintah karena tidak bisa masuk ke sistem yang sudah ditetapkan oleh Dolog.

Sehingga secara perhitungan­nya, hasil panen kami rata-rata untuk luas 1.500 m2 hanya punya

untung Rp 300.000 selama 4 bulan bekerja, itupun kalau

bisa panennya maksimal.

awalnya kami bisa memenuhi harapan kami. Hal ini karena waktu panen lebih cepat (rata-rata 2 bulan sudah panen). Tetapi kemudian banyak masalah yang kami dihadapi, mulai masalah lahan, bibit, obat (pestisida), tenaga, mulsa dan sebagainya.

Masalah juga muncul karena memakai bibit (benih) hibrida sehingga banyak sekali menyerap unsur hara sehingga butuh pupuk begitu banyak.

Sering juga terjadi serangan penyakit seperti layu dan jamur, sehingga butuh penambahan pestisida dan mulsa yang kian tahun kian bertambah mahal.

Sehingga biaya produksi justru semakin besar jika dibandingkan dengan padi. Saat panen, lebih sering lagi terjadi fluktuasi harga, tergantung kondisi pasar.

Di saat “kosong”, harga me­lambung tinggi sehingga petani punya keuntungan yang lebih. Tapi di saat produksi banyak, harga murah sekali, atau bahkan sulit laku.

Foto Dok YDA

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 21: advokasi no 20a

11

Pengalaman AksiPengalaman AksiPengalaman AksiPengalaman AksiPengalaman AksiKebanyakan petani hortikultura di

daerah kami dijual ke tengkulak. Tetapi saya berusaha menjual langsung ke pedagang di pasar sehingga tahu perkembangan dan perubahan harga yang terjadi.

Keinginan Beralih Profesi Karena seringnya berkomunikasi

dengan pasar dalam penjualan hasil produksi, kami tertarik dengan kondisi para pedagang yang ada di pasar. Mereka tidak perlu bersusah payah berproduksi, tinggal duduk dan menjual saja sudah dapat keuntung­an, justru lebih banyak jika dibanding dengan petaninya. Pada saat itu yang ada di benak saya, bukan ingin jadi pedagang pengecer, tetapi pedagang pemasok.

Untuk jadi pemasok dalam jum­lah banyak, ada kebutuhan data atau informasi kondisi produksi dan peta pasar yang jelas. Tentunya harus pula mempunyai modal yang besar.

Kami menghadapi masalah ini dengan menerapkan strategi kerja­sama dengan petani dengan sistem dengan bagi hasil. Kita juga melakukan survai pasar untuk mengetahui jumlah kebutuhan dan daya serap pasar, terutama pasar untuk Kota Solo dan sekitarnya.

Waktu itu, kami mendapatkan data bahwa kebutuhan terbesar di saat itu, adalah bawang merah. Sehingga kami memilih produk bawang merah untuk dipasok. Kebetulan di wilayah Sukoharjo ada banyak petani yang menjelang panen, sehingga saya bisa kerjasama dengan mereka dan bisa memasok di pasar Wonogiri, Sukoharjo dan Kartosuro sesuai kebutuhan para pedagang.

Setelah berjalan beberapa lama, stok produksi di wilayah Sukoharjo habis. Kami pun mendatangkan produk dari Sragen dan bahkan dari Jawa Timur. Kami langsung bernego­siasi dengan petani di sana, karena para petani di sana, juga berharap dapat memutus mata rantai pemasaran. Stok bawang di Magetan (Jawa Timur) ini ternyata dipere­butkan oleh banyak pihak, termasuk

pedagang besar dari Madura dan Surabaya.

Karena kehabisan barang, dan minimnya informasi daerah produksi lain, akhirnya kami tidak bisa memasok ke pedagang lagi.

Karena ternyata, dunia pedagang pemasok dipenuhi oleh “pemain nasional”, sehingga kami yang “pemain daerah” kewalahan.

Setelah beberapa saat kita juga mendapat tawaran memasok ke pihak supplier PT Indofood Sukses Makmur di Semarang, untuk komo­ditas cabe merah besar.

Kami coba ambil peluang

Foto Dok YDA

itu, dengan datang melobi perusaha­ cabe untuk perusahaan itulah, ada an tersebut. Dari situ, kita tahu kebu­ beberapa hal yang bisa kami ambil tuhan mereka, berapa kapasitasnya, sebagai hikmahnya. kualitas yang diinginkan, serta 1) Dalam pemasaran kita harus bagaimana model pengirimannya memiliki persiapan produksi dan pembayarannya. matang, supaya kontinuitas

Setelah kita tahu, kami pun opti­ terjaga mistik bisa memasok dengan cara 2) Untuk menjaga kelangsungan berjaringan dengan petani, ditambah kerjasama/kemitraan harus dengan model pemberdayaan untuk saling menjaga kepercayaan jangka panjangnya. satu dengan yang lain

Karena permintaan yang begitu 3) Dalam pemasaran, kita harus besar (namun dengan waktu yang memperhatikan kemampuan kita begitu mepet), kami pun mencari mensuplai kebutuhan pasar. data di pusat-pusat produksi di Sehingga kita lebih tenang dan wilayah Kabupaten Sukoharjo, lebih jernih dalam berpikir, Karanganyar, Sragen, Klaten, bahkan kontinuitas usaha pun bisa sampai Magelang. terjaga.

Selama 10 hari kami keliling Jawa 4) Kesempatan dan peluang sema-Tengah, untuk mengetahui wilayah kin besar terjadi saat pasar dan jumlah produksi untuk menjamin membutuhkan barang dan kontinuitas. Setelah dapat data, kami sebaliknya akan susah sekali di pun merasa yakin bisa memasok. saat pasar jenuh (kelebihan Lalu kami datang lagi ke perusahaan barang), diperlukan kemampuan tadi dengan maksud membina kerja­ melobi supaya produk kita bisa sama. dipasarkan.

Tetapi, dalam selang waktu yang kita gunakan untuk survai tadi (10 Demikianlah sekilas pengalaman hari), ternyata perusahaan itu sudah kami, yang merupakan suka duka dipasok oleh pedagang dari daerah petani yang berusaha mengatasi Kendal. Sehingga kami tidak bisa lagi persoalan pemasaran. Kami bagikan “masuk” berkerjasama dengan kisah ini kepada pembaca, semoga perusahaan Indofood tersebut. dapat dipetik hikmahnya.

Dari beberapa pengalaman penjualan padi, hortikultura dan juga Penulis adalah anggota Kelompok Muda

ketika mencoba menjadi pemasok Peduli Petani Sukoharjo (KOMPPOS)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 22: advokasi no 20a

22

Santai SejenakSantai SejenakSantai SejenakSantai SejenakSantai Sejenak

Selamat siang teman-teman, Bejo membuka pertemuan “Forum Komunikasi Petani” di

desanya. “Pertemuan kali ini kita akan

membahas masalah hama tikus yang menyerang tanaman kita, baik ka­cang tanah maupun jagung,” kata Bejo sebagai pembuka pertemuan.

“Sekarang saya buka kesempatan kepada teman-teman untuk meng­ajukan usul,” tambahnya menutup pidato pembukaannya yang ber­semangat, lalu nyeruput teh hangat.

Kontan saja Yu Painem yang akrab dipanggil Prenjak langsung usul. “Saya punya usulan, yaitu kita beli racun tikus, kemudian kita taburkan di sawah,” kata Yu Prenjak lantang dan mata bersinar penuh dendam pada semua jenis tikus. Baik tikus sawah, tikus ladang, tikus got

“Bagaiman teman-teman?” Kata Bejo bertindak sebagai fasilitator.

Paijo pun menimpali, “ Aku tidak setuju, itu kan tidak ramah ling­kungan,” sambil ngembat pisang goreng dari piring.

“Begini teman-teman, kita beli lem tikus saja” Paimin ganti usul.

“Jangan, itu mahal,” potong Paimo. “Dan yang kena lem tidak hanya tikus, bisa katak juga, rugi kita,” imbuh pencari kodok ini.

“Kita beli perangkap tikus saja,” usul Yu Paiyem.

“Duwitmu pira to Yu,” (Uangmu

berapa sih Yu) semua menyahut serempak seperti koor.

Bejo berusaha kembali me­ngendalikan rapat, yang menjadi kian tidak terarah. “Oke, oke. Sekarang kita tanya sama Bose, bagaimana cara mengendalikan tikus?”

Bose yang dikenal sebagai pakar lokal pun bicara, “Cara mengatasi hama tikus sebenarnya guampang. Itu kalau kita mau tekun dan sabar. Resep jitu ini perlu dicoba. Yaitu kita semua harus datang ke sawah pada saat matahari terbenam, kita telanjang bulat dan terus mengelilingi sawah ladang kita hingga fajar,” kata Bose dengan mimik muka serius.

“Pasti tikus pada pergi, dan panen kita bagus, selamat mencoba! Semoga thele-thele (lemas)”.

Penulis petani tinggal di Badran, Polokarto, Sukoharjo Jateng

Memberantas Hama Tikus Nur Wardoyo

Pada deretan huruf-huruf ini, tersembunyi nama-nama hama yang merupakan musuh petani. Carilah hama-hama tersebut sebanyak-banyaknya. Nama hama dapat tertulis mendatar, menurun, serong, ke atas atau ke bawah. Selamat Berburu!

Berburu Hama berhadiah!Kuis

maupun tikus kantor.

D V B T B L K Y I L P M I J N M B L P C

A X C W E R E N G Z S L S D F M E H A H

W Z G J K U M B A N G P Q E A U L A T X

E P E E I U L J K U Q W V W S C A E A Z

T E N N C A P I P I T E R U D A L D R Q

M N D G O S T U K X A Q N K G L A Q U B

I C O G T I K U S A D G C L K I N N T A

W U N O W P U P U K N M A W E B G E E B

A R K S K U T U N R A P T K N A I N Y I

K I F K U T U L D W E T Q G E B Y E Y H

C L P Q L E L E E Y R T A N D A Y K Y U

E N T P A P O M P O N G S K W E R T K T

T W I B R E N I S C L B O Z F E R H J A

U J O N B M C B A I L A D V O K A S I N

L L R L A L A T B U A H F G W H S J Y U

A B A B C M T U R U K E L A B A N G O T

Jawaban Kuis Edisi 19: 1x2x3+4+5x6-7+8+9 = 100

Pemenang Edisi 19:

Jumaiyah, Bendahara LSP-MB “Harapan Damai” Desa Batu Butok, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Pasir, Kaltim. Suwarno, Desa Pesu, Rt IX/Rw V Kec Wedi, Klaten, Jateng. Sutopo, Jl. Raya Sukamarga, M Aman No 25 Kec L/U Kab Lebong-Bengkulu. Suhandi, D/A Desa atas Tebing No 11 Kec Lebong Atas Kab Lebong-Bengkulu

Kirim jawaban Anda: Dengan Surat, Kartu Pos: Redaksi Buletin Petani Advokasi, Yayasan Duta Awam, Jl Adi Sucipto No 184-i Solo, Jateng atau via Fax: 0271-729176 atau e-mail: [email protected] Cantumkan nama dan alamat lengkap serta nomor edisi buletin ini. Sebuah T-shirt keren, dan CD berisi lagu-lagu tentang petani tersedia bagi pemenang edisi 20.

Agus Wahyono

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 23: advokasi no 20a

23

Konsultasi TaniKonsultasi TaniKonsultasi TaniKonsultasi TaniKonsultasi Tani

Bila Tanaman Terserang Ulat Grayak

Kelembaban udara tak teratur menjadi penyebab utama musibah hama ulat di

beberapa tempat. Keadaan musim pancaroba yang seharusnya sudah berlalu, menyebabkan kelembaban udara tidak teratur. Akibatnya tanaman kol di lereng Merbabu terus terserang ulat dan daun cabai mudah membusuk. Akibatnya, sayuran kol yang dipanen menjadi berlubang­lubang, dan kalau diserang ulat cukup parah, sayuran kol tidak bisa berkembang optimal.

Dari jauh di Bengkulu, Bapak Sutopo berkirim surat ke YDA, yang salah satu isinya meminta petunjuk teknis menanam cabai, “Salah satu yang sulit dikendalikan pada tanaman cabai, adalah ulat. ”

Mugen Purnomo (25) petani kol di Dusun Kintelan, Desa Kaponan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Ma­gelang, mengaku kesulitan untuk membasmi ulat yang biasa disebut ulat Grayak atau Tretep. Sedang cara yang diketahui selama ini hanya sebatas penggunaan pestisida. “Yang saya tahu ya disemprot,” katanya.

Sudah Pakai Pestisida

“Sudah pakai pestisida tapi tetap ada serangan ulat, saya tidak tahu obat lainnya untuk membasmi ulat ini,” kata Mugen, sembari menyebut dua merek racun yang dipakainya.

Menurut Margini (25), petani sayuran kol dari dusun yang sama, wabah ini juga menyebabkan harga kol turun, dari harga jual Rp 1.500-Rp 2.000 menjadi Rp 500 per Kg.

Mulyanto (50), petani kol di desa Mantran Wetan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang tidak menanam kol tahun ini, tapi tomat dan cabai. Ia pun merasa berat menghadapi wabah ulat ini karena masih mem­bayar buruh taninya. Meski harga jualnya Rp 2.000, tapi tetap rugi karena ada pengeluaran ekstra.

Foto Kuilu

Sebenarnya, salah satu penye­bab susahnya hama ini dikendalikan, ialah karena makin tidak seimbang­nya lingkungan pertanian kita. Seba­gian besar karena salah kita sendiri.

Pemakaian pestisida yang sem­barangan dan makin meningkat di setiap musim tanam, justru makin mempertinggi kekebalan hama terhadap pestisida. Akibatnya dosis pestisida harus terus-menerus ditambahi. Tentu hal ini akan berpe­ngaruh pada biaya, kualitas lingkung­an lahan pertanian dan kualitas produk pertanian kita.

Sebenarnya, dengan pengamatan diketahui ulat ini memiliki beberapa tumbuhan inang (tempat hidup). Dengan mengatur pola tanam sede­mikian rupa, sehingga di hamparan lahan ada saat-saat tumbuhan inang ulat tidak ada/langka, maka rantai kehidupan ulat dapat diputus, dan hama dapat lebih dikendalikan.

(Berbagai sumber, khususnya Kompas 6 Juli 2005)

Gejala : Daun rusak atau berlubang. Tanaman inang: Cabai, kubis, padi, jagung, to-mat, tebu, buncis, jeruk,temba-kau, bawang merah, terung, kentang, kacang-kacangan, kangkung, bayam, pisang dan beberapa tanaman hias. Pengendalian: 1. Mengatur pola tanam 2. Menjaga kebersihan 3. Insektisida (pembuatan pes­

tisida alami, sudah pernah dimuat pada edisi kemarin).

Ulat Grayak (Spodoptera litura F)

Buletin Petani ADVOKASI No. 20 Juli - September 2005

Page 24: advokasi no 20a