agribisnis dan pengembangan ekonomi perdesaan...
TRANSCRIPT
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
i
ISBN: 978-602-7998-43-8
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN
EKONOMI PERDESAAN I
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
MADURA
2014
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
ii
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I
Penanggung Jawab:
Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Trunojoyo Madura
Editor:
Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
iii
Katalog dalam Terbitan
Proceeding: Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,
UTM Press 2014
viii + 396 hlm.; 17x24 cm
ISBN 978-602-7998-43-8
Editor: : Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
Layouter : Taufik R D A Nugroho
Cover design : Didik Purwanto
Penerbit : UTM Press
* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang PO Box. 2 Kamal Bangkalan
Telp : 031-3013234
Fax : 031-3011506
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
iv
KATA PENGANTAR
KETUA PANITIA
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji kami panjatkan ke hadapan Illahi atas terselenggaranya Seminar
Nasional “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I” Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 21 Mei
2014. Seminar ini merupakan seminar yang diselenggarakan secara mandiri oleh
Program Studi Agribisnis untuk pertama kalinya dan direncanakan dilakukan secara
rutin tiap tahun. Tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk: 1) Memberikan
rekomendasi kebijakan, langkah dan strategi dalam upaya pengembangan sektor
agribisnis yang terkait erat dengan wilayah perdesaan, 2) Memberikan wadah untuk
berbagi pengalaman dan tukar menukar ide bagi semua stakeholder terkait baik
akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah, 3) Menumbuhkan komitmen bersama dalam
pengembangan sektor agribisnis yang bertitik tumpu pada wilayah perdesaan dalam
upaya mencapai visi pembangunan pertanian. Selanjutnya, pada akhir seminar
diharapkan tergalang sinergi untuk meningkatkan mutu dan dayaguna penelitian dan
dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan
kebijakan.
Makalah kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Guru
Besar Universitas Brawijaya Malang, dan makalah utama oleh Dr.Ir. Agus Wahyudi,
SE; MM (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/BPWS), Andrie Kisroh Sunyigono,
PhD selaku Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Trunojoyo Madura dan. Dr. Sitti Aida
Adha Taridala, SP, M.Si sebagai pemakalah terbaik dari Universitas Halu Uleo.
Disamping itu terdapat makalah penunjang bersumber dari berbagai instansi/lembaga
penelitian seperti BPTP antara lain dari Bogor dan Jawa Timur, Loka Penelitian Sapi
Potong Pasuruan, serta Perguruan Tinggi dari berbagai wilayah seperti Jakarta,
Gorontalo, Bandung, Tegal, Surabaya, Malang dan Madura. Topik-topik yang disajikan
sangat bervariasi, secara garis besar terhimpun ke dalam 4 bidang yakni agribisnis,
sosiologi, nilai tambah dan sosial ekonomi.
Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi utamanya PT
Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Akhirnya selamat mengkaji makalah-makalah di prosiding ini.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu
Bangkalan, Juni 2014.
Ketua Panitia,
Ihsannudin, MP.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA PANITIA ................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
AGRIBISNIS
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA .................................. 3
P. Julius F. Nagel
TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL PADA PRODUK
PERTANIAN ............................................................................................................... 14
Joko Mariyono
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI
TERHADAP STRATEGI BERSAING DAN KINERJA PERUSAHAAN ................ 21
Hary Sastrya Wanto, Ruswiati Suryasaputra
PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL UNTUK PENINGKATAN
SEKTOR PERTANIAN .............................................................................................. 32
Renny Oktafia
PENINGKATAN MUTU BUAH APEL SEPANJANG RANTAI PASOK
DARI PASCAPANEN SAMPAI DISPLAY SUPER MARKET ............................... 41
I Nyoman Sutapa, Jani Rahardjo, I Gede Agus Widyadana, Elbert Widjaja
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS POTENSI
LOKAL KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG ................... 57
Selamet Joko Utomo
RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR UTAMA
KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN ............................................ 68
Lilis Suryani, Aminah H.M Ariyani
KELAYAKAN EKONOMI USAHA GARAM RAKYAT DENGAN
TEKNOLOGI MADURESSE BERISOLATOR ......................................................... 83
Makhfud Efendy, Ahmad Heryanto
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PLINTIR PISANG DI
KECAMATAN ARJASA KEPULAUAN KANGEAN ............................................. 107
Mu’awana, Taufik Rizal Dwi Adi Nugroho
SOSIOLOGI
RELASI AKTOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI
PRODUK TERRA (TERONG RAKYAT) ................................................................. 121
Titis Puspita Dewi, Mohammad Asrofin, Erwin Merawati, Ali Imron
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
vi
PERLUNYA KECUKUPAN BAHAN PANGAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN MASYARAKAT SECARA NASIONAL ........................................ 133
Isbandi dan S.Rusdiana
RELASI SEGI TIGA SISTEM KREDIT DALAM MASYARAKAT
PERDESAAN STUDI KASUS DI DESA MAJENANG, KECAMATAN
KEDUNGPRING, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR .......................... 146
Indah Rusianti, Faridatus Sholihah, Arini Nila Sari
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN
DI DESA NGRINGINREJO, KECAMATAN KALITIDU, KABUPATEN
BOJONEGORO .......................................................................................................... 159
Alifatul Khoiriyah, Santi Yuli Hartika, Yunny Noevita Sari, dan Ali Imron
PEMANFAATAN PERAN MODAL SOSIAL PADA PEKERJA SEKTOR
INFORMAL PEREMPUAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Perempuan Di
Kota Malang) .............................................................................................................. 168
Ike Kusdyah Rachmawati
PROGRAM AKSI MEDIA KOMUNITAS PEDESAAN BAGI WARGA
KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI SARANA PENINGKATAN
AKSES, KETERBUKAAN INFORMASI, DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK ..... 181
Surokim, Teguh Hidayatul Rachmad
MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI
PROVINSI GORONTALO ........................................................................................ 194
Mohamad Ikbal Bahua
NILAI TAMBAH
PENERAPAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN WORTEL ...... 213
Yurida Ekawati, Surya Wirawan Widiyanto
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS JAGUNG DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 224
Weda Setyo Wibowo, Banun Diyah Probowati, Umi Purwandari
STRATEGI PENGUATAN POSISI TAWAR PETANI KENTANG MELALUI
PENGUATAN KELEMBAGAAN ............................................................................ 234
Ana Arifatus Sa’diyah dan Dyanasari
INOVASI TEKNOLOGI SAPI POTONG BERBASIS MANAJEMEN
BUDIDAYA DAN REPRODUKSI MENUJU USAHATANI KOMERSIAL .......... 250
Jauhari Efendy
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
vii
POTENSI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PELUANG BISNIS PUPUK
ORGANIK DAN PAKAN TERNAK ......................................................................... 258
Jajuk Herawati, Yhogga Pratama Dhinata, Indarwati
UJI KELAYAKAN PENGOLAHAN SERBUK INSTAN BEBERAPA
VARIETAS JAHE DALAM UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMI ...... 270
Indarwati, Jajuk Herawati, Tatuk Tojibatus, Koesriwulandari
POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ................................. 280
Yhogga Pratama Dhinata, Jajuk Herawati, Indarwati
PEMBUATAN DAGING TIRUAN MURNI (MEAT ANALOG) SEBAGAI
UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK .......................................... 290
Sri Hastuti
STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEBU DI
MADURA301
Miellyza Kusuma Putri, Mokh Rum
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SALAK DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 312
Iffan Maflahah
SOSIAL EKONOMI
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PEKARANGAN MELALUI PROGRAM
KRPL DI PUHJARAK, KEDIRI ................................................................................ 331
Kuntoro Boga Andri dan Putu Bagus Daroini
PERSEPSI PETANI TERHADAP NILAI LAHAN SEBAGAI DASAR
PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN .......... 343
Mustika Tripatmasari, Firman Farid Muhsoni, Eko Murniyanto
PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) TUNAS
MAJU DI KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO .......... 351
Eni Istiyanti, Lestari Rahayu, Supriyadi
VEGETABLE CONSUMPTION PATTERN IN EAST JAVA AND BALI ............. 367
Evy Latifah, Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri,Joko
Mariyono
ANALISIS DINAMIKA PERDAGANGAN BERAS DAN GANDUM DI
INDONESIA ............................................................................................................... 381
Tutik Setyawati
KERAGAAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI
DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI DI LOKASI
PENDAMPINGAN SL-PTT KABUPATEN SAMPANG ......................................... 389
Moh. Saeri, Sri Harwanti dan Suyamto
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
32
PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL
UNTUK PENINGKATAN SEKTOR PERTANIAN
Renny Oktafia
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Bersih dan Amanah Surabaya
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) SBI Surabaya
ABSTRAK
Kelompok tani mempunyai peran yang strategis dalam berbagai kegiatan pertanian baik
yang berkaitan dengan usahatani maupun kegiatan sosial ekonomi petani. Peningkatan
pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan
peran petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya dengan menumbuh kembangkan
kerja sama antar petani dan pihak lain yang terkait untuk mengembangkan usaha
taninya. Pembangunan pertanian menghadapi permasalahan yang klasik yakni
rendahnya pendapatan petani. Rendahnya pendapatan ini diakibatkan dari rendahnya
produktivitas ditingkat petani. Hal ini akibat dari tidak tersedianya informasi teknologi
maju dan tidak tersedianya modal kerja. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Agribisnis
merupakan Lembaga intermediasi keuangan bagi para anggota kelompok tani dan warga
yang terpilih dari lingkungan ikatan pemersatunya (tingkat desa) yang bersepakat untuk
bekerjasama saling menolong dengan menabung secara teratur dan terus-menerus
sehingga terbentuk modal bersama yang terus berkembang, guna dipinjamkan kepada
para anggota untuk tujuan produktif dan kesejahteraan dengan tingkat bagi hasil/jasa
tabungan maupun pembiayaan yang layak dan bersaing. Keberadaan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah sebagai modal pembangunan pertanian di Indonesia sangat
penting, seperti yang diterapkan dalam bentuk lembaga Baitul Maal Wattamwil (BMT).
Kata Kunci: Kelompok tani, pembangunan pertanian, BMT, pembiayaan syariah.
THE ROLE OF BAITUL MAAL WATTAMWIL IN THE ENHANCEMENT OF
AGRICULTURE SECTOR
ABSTRACT
Farmer groups have a strategic role in both agricultural activities related to farming
and farmers' socio-economic activities. Increased formation of farmer groups directed
at the application of the agribusiness system, an increase in the participation of farmers
and other rural community members to foster cooperation among farmers and other
relevant parties to develop their farm. Agricultural development is a classic problem
facing the low income of farmers. This is due to the low income of the low level of
productivity in this petani.Hal a result of the unavailability of advanced information
technology and lack of working capital.Islamic Microfinance Institutions Agribusiness
is a financial intermediary for the members of farmer groups and citizens who elected
unifying bond of the environment (the village) who agreed to cooperate with each other
to help save regularly and continuously, forming together the growing capital, to loan
to members for productive purposes and welfare to the level of profit sharing/savings
services as well as financing a viable and competitive. The existence of Islamic
Microfinance Institutions as the capital of agricultural development in Indonesia is very
important, as it is applied in the form of Baitul Maal Wattamwil institutions(BMT).
Keywords: Farmer Groups, Agricultural Development, BMT, Islamic Finance.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
33
PENDAHULUAN
Mempertimbangkan berbagai potensi dan keunggulan yang dimiliki, serta
tantangan pembangunan yang harus dihadapi, Indonesia memerlukan suatu transformasi
ekonomi berupa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju
sehingga Indonesia dapat meningkatkan daya saing sekaligus mewujudkan
kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan
termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan
ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan danberkelanjutan. Untuk mencapai hal
tersebut, diharapkan pertumbuhan ekonomi riil rata-rata sekitar 7-9 persen per tahun
secara berkelanjutan. Dengan melihat dinamika global yang terjadi serta memperhatikan
potensi dan peluang keunggulan geografi dan sumber daya yang ada di Indonesia, serta
mempertimbangkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, dalam kerangka MP3EI,
Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai basis ketahanan pangan dunia, pusat
pengolahan produk pertanian,perkebunan, perikanan, dan sumber daya mineral serta
pusat mobilitas logistik global.
Sektor pertanian adalah penghasil pangan. Sementara itu aktor utama pertanian
adalah petani serta buruh tani yanghampir semuanya tinggal di pedesaan. Jumlahnya
sangat besar dan secara umum tingkat kesejahteraannya tertinggal darikelompok
masyarakat yang lain. Oleh karena itu meskipun kontribusi relatif sektor pertanian
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) makin rendah tetapi peran sektor ini
sangat strategis, baik dalam pencapaian Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).2
Kelompok tani mempunyai peran yang strategis dalam berbagai kegiatan
pertanian baik yang berkaitan dengan usahatani maupun kegiatan social ekonomi petani.
Peningkatan pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis,
peningkatan peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya dengan
menumbuhkembangkan kerja sama antar petani dan pihak lain yang terkait untuk
mengembangkan usaha taninya.
Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan setiap
kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota
dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani menjadi kuat dan mandiri.
Kelompok tani yang berkembang bergabung dengan kelompok tani lain dalam satu
wilayah tertentu yaitu desa untuk mengembangkan fungsinya sehingga mempunyai
kemandirian yang kuat, lebih mudah menjalin kemitraan dan dapat menembangkan
fungsi kelompok tani.
Peningkatan gabungan kelompok tani diharapkan agar gapoktan berfungsi sebagai
unit usahatani, unit usaha pengolahan, unit usaha sarana dan prasarana produksi, unit
pemasaran dan keuangan mikro serta usaha penunjang lainnya sehingga menjadi kuat
2 Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
34
dan mandiri. Keberadaan gapoktan merupakan jawaban atas berbagai peluang dan
hambatan sesuai dengan lingkungan sosial, ekonomi, dan teknis membutuhkan suatu
organisasi yang lebih besar dengan bergabungnya kelompok tani dalam satu wilayah
(desa). Pembentukan gapoktan dilakukan dalam suatu musyawarah oleh kelompok tani
bahwa mereka akan bergabung dalam gapoktan.3
Pembangunan pertanian menghadapi permasalahan yang klasik yakni rendahnya
pendapatan petani. Rendahnya pendapatan ini diakibatkan dari rendahnya produktivitas
di tingkat petani.Hal ini akibat dari tidak tersedianya informasi teknologi maju dan tidak
tersedianya modal kerja. Kondisi ini menyebabkan rendahnya mutu produk yang
dihasilkan oleh petani sehingga harga yang diterima petani rendah.Salah satu upaya
mengatasi permodalan dengan Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
Gapoktan PUAP merupakan suatu lembaga petani di pedesaan yang diharapkan
sebagai lembaga pembiayaan agribisnis perdesaan. Lembaga pembiayaan agribisnis
berperan sebagai salah satu unsur pelancar bagi keberhasilan dalam program
pembangunan sektor pertanian.Peranan kredit bukan saja sebagai pelancar
pembangunan, tetapi dapat juga menjadi unsur pemacu adopsi teknologi yang
diharapkan mampu meningkatkan produksi, nilai tambah dan pendapatan masyarakat.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Agribisnis merupakan Lembaga intermediasi
keuangan bagi para anggota kelompok tani dan warga yang terpilih dari lingkungan
ikatan pemersatunya (tingkat desa) yang bersepakat untuk bekerjasama saling menolong
dengan menabung secara teratur dan terus-menerus sehingga terbentuk modal bersama
yang terus berkembang, guna dipinjamkan kepada para anggota untuk tujuan produktif
dan kesejahteraan dengan tingkat bagi hasil/jasa tabungan maupun pembiayaan yang
layak dan bersaing.
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro sebagai modal pembangunan pertanian di
Indonesia sangat penting. Berangkat dari sejarah tentang keberadaan lembaga keuangan
mikro di pedesaan.Masyarakat Indonesia sejak lama mengembangkan keuangan mikro,
seperti: arisan, lumbung desa, jimpitan, dsb. Beberapa Lembaga Pengembangan
Swadaya Masyarakat (LPSM) mengembangkan LKM Non Bank yang secara riil juga
memberikan pelayanan keuangan mikro, seperti: Baitul Maal Wattamwil (BMT).4
Pandangan Tentang Baitul Maal Wattamwil.
Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitut
tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran
dana non-profit, seperti: zakat, infak, shadaqoh dan wakaf. Sedangkan baitut tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan
ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan
yang berdasarkan system syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip
syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang
3 Cucuk Redono, Jurnal llmu-ilmu Pertanian Volume,5, Nomor I Juli 2012, STPP Magelang
4 Rusli Burhansyah, EPP.Vol. 7. No.2. 2010
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
35
bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil, maka BMT mempunyai
tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan
masyarakat. Dengan keadaan tersebut keberadaan BMT setidaknya mempunyai
beberapa peran:
1. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
2. Melepaskan ketergantungan masyarakat pada rentenir disebabkan rentenir mampu
memenuhi keinginan masyarakat dalam hal dana dengan segera.
3. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.5
Dalam menjalankan usahanya BMT tidak jauh dengan perbankan syariah hanya
saja cakupannya lebih mengarah kepada mikro, dimana operasional BMT mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1. Konsep Produk BMT. Secara garis besar, pengembangan produk BMT
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Produk Penghimpunan Dana, Produk
Penyaluran Dana, dan Produk Jasa.
2. Produk Penghimpunan Dana. Dalam operasionalisasi penghimpunan dana pada
BMT menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Wadi’ah yaitu pemberian mandat untuk menjaga sebuah barang yang
dimiliki seseorang dengan cara tertentu, ada dua jenis wadi’ah, yaitu wadi’ah
yad amanah (tangan amanah) dan wadi’ah yad dhomanah (tangan penanggung).
b. Prinsip Mudharabah adalah penyerahan modal uang pada orang yang berbisnis
sehingga ia mendapatkan prosentasi keuntungan, ada beberapa jenis mudharabah
yaitu: Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah, Mudharabah muqayadah merupakan simpanan khusus dimana
pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh BMT,
penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana
bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha.
3. Produk Penyaluran Dana. Produk penyaluran dana di BMT dapat dikembangkan
dengan tiga model, yaitu:
a. Prinsip Jual Beli (tijarah), yang terdiri dari: (1) Pembiayaan murabahah
merupakan salah satu bentuk jual beli dimana penjual memberikan informasi
kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan
komoditas dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga
jual, (2) Salam merupakan transaksi jual beli barang pesanan diantara pembeli
dengan penjual dimana spesifikasi dan harga pesanan harus sudah disepakati
diawal transaksi sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka secara penuh, dan
(3) Istishna’ merupakan jual beli suatu barang yang akan dibuat oleh produsen
yang juga menyediakan barang bakunya.
5 Heri Sudarsono, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, Yogyakarta
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
36
b. Prinsip Sewa (ijarah), pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual
beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya, bila pada jual beli
obyek transaksinya adalah barang maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Prinsip Bagi Hasil, yang terdiri dari: Musyarakah adalah akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan, Mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal, sedangkan
pihak lain sebagai pengelola usaha (mudharib).
4. Akad Pelengkap. Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan jasa, yang
meliputi sebagai berikut: (1) Alih utang piutang (Al-Hiwalah), (2) Gadai (Rahn), (3)
Akad saling bantu membantu atau bukan komersil (Al-qard) dan (4) Perwakilan
(Wakalah)6.
Prospek Baitul Maal Wattamwil Untuk Sektor Pertanian.
Seiring dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, terutama
perbankan syariah di Tanah Air, koperasi yang dikelola secara syariah juga mulai
bermunculan di berbagai daerah. Di antara lembaga-lembaga keuangan syariah yang
mengalami perkembangan cukup pesat adalah perbankan syariah, yang tumbuh sekitar
40 persen per tahun dengan total aset yang sudah mencapai sekitar Rp 140 triliun atau
sekitar empat persen dari total aset perbankan nasional.
Perkembangan perbankan syariah yang pesat tersebut tentunya juga akan
berdampak pada perkembangan lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi
syariah. Apalagi, perbankan syariah kini didukung dengan gairah keagamaan di
Indonesia yang mengalami tren kenaikan sehingga berdampak pada melonjaknya
demand terhadap produk dan layanan yang bernuansa syariah.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme yang menjadi kebanggaan sistem ekonomi
global tengah terseok-seok lantaran virus krisis-keuangan dan ekonomi yang secara
terus-menerus menggerogotinya. Akibatnya, kapitalisme dan liberalisme sebagai
mainstream sistem ekonomi global mulai hilang kredibilitasnya. Sementara,
perekonomian yang dibangun di atas fondasi kebersamaan dan kerakyatan, seperti
koperasi dan UMKM, justru tampil gagah dan kuat dalam menghadapi krisis ekonomi
global.
Secara teologis, keberadaan koperasi syariah didasarkan pada surah al-Maidah
Ayat 2, yang menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan
melarang sebaliknya. Koperasi syariah mengandung dua unsur di dalamnya, yakni ta
aurun (tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama). Dengan demikian, koperasi syariah
biasa disebut syirkatu at-tauniyyah, yaitu suatu bentuk kerja sama tolong-menolong
antarsesama anggota untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.
6 Ismail Nawawi, 2011, Perbankan Syari’ah, Surabaya: VIVPRESS
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
37
Dari segi legalitas, koperasi syariah belum tercantum dalam UU No 25/1992
tentang Perkoperasian. Untuk sementara, keberadaan koperasi syariah saat ini
didasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia
No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kemudian,
selanjutnya diterbitkan instrumen pedoman standar operasional manajemen
KJKS/UJKS Koperasi, pedoman penilaian kesehatan KJKS/UJKS koperasi, dan
pedoman pengawasan KJKS/UJKS koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau biasa disebut KJKS adalah koperasi yang
bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah.
Sementara, Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) Koperasi adalah unit usaha dalam
koperasi yang kegiatannya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan
dengan pola syariah. UJKS koperasi biasa juga dianggap sebagai koperasi, konvensional
yang menawarkan produk dan layanan dengan pola syariah.
Seiring dengan bermunculannya koperasi syariah, tentunya diharapkan ada
payung hukum yang menaunginya berupa UU koperasi syariah tersendiri, seperti pada
UU Perbankan Syariah. Kalaupun belum bisa dengan UU tersendiri, setidaknya
dilakukan revisi terhadap UU Perkoperasian yang ada dengan mengakomodasi
keberadaan koperasi syariah. Kehadiran UU ini secara otomatis akan mempercepat
pertumbuhan koperasi syariah sebagaimana yang telah terjadi pada perbankan syariah.
Beberapa koperasi syariah yang tergabung dalam KJKS/UJKS yang ada saat ini
adalah hasil konversi dari Baitul Mal dan wa Tamwil (BMT) yang juga saat ini belum
memiliki payung hukum. Adapun jumlah KJKS/UJKS koperasi per April 2012 adalah
sekitar 4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu anggota dan total asetnya
mencapai Rp. 5 triliun-Rp. 8 triliun. Jumlah ini akan semakin bertambah pada masa
mendatang seiring dengan perkembangan industri keuangan yang berbasis syariah
akhir-akhir ini.
Strategi yang bisa dilakukan untuk mempercepat perkembangan koperasi syariah
ataupun lembaga mikro syariah lainnya adalah melalui program linkage program
dengan lembaga perbankan syariah. Bank-bank syariah bisa menyalurkan pembiayaan
mikronya lewat KJKS ataupun BMT yang jaringannya tersebar di seluruh Indonesia.
Hal ini akan menghindarkan terjadinya perebutan pasar antara perbankan dan lembaga
keuangan mikro syariah yang selama ini sudah menggarap sektor mikro dan menengah.
Program sinergi lembaga keuangan syariah ini akan mengoneksikan jaringan bank
dan lembaga keuangan mikro sehingga akan mendorong terjadinya transfer manajemen
dan teknologi di antara lembaga keuangan syariah. Misalnya, jaringan BMT yang ada
saat ini hampir mencapai 5 000-an unit dengan jumlah cabang 22 ribu. Jika saja setiap
desa yang kini berjumlah 78.124 memiliki BMT, ini akan mempermudah perbankan
melalu BMT mengakses desa-desa yang ada.
Koperasi syariah dan lembaga mikro keuangan syariah lainnya dapat pula
menggunakan jaringan masjid yang berjumlah 800 ribu. Ini akan menjadi jaringan yang
besar dalam mengakses permodalan dan pembiayaan.Pemberdayaan umat melalui
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
38
maksimalisasi peran koperasi dan lembaga keuangan syariah berdampak pada
peningkatan jumlah wirausaha-wirausaha baru yang berasal dari pelosok desa di negeri
ini. Jumlah pengusaha dari total penduduk Indonesia sudah di kisaran 1,5 persen,
tumbuh pesat yang sebelumnya hanya sekitar 0,24 persen. Ini tidak terlepas dari
kontribusi sektor koperasi dan UMKM. Sudah saatnya perekonomian negeri ini
dibangun berdasarkan semangat kerakyatan, seperti koperasi yang memiliki imunitas
kuat terhadap guncangan krisis keuangan dan ekonomi.7
Berdasarkan fenomena terus berkembangnya koperasi syariah yang telah
diuraikan diatas, bisa disinergikan dengan kelompok-kelompok tani untuk mendirikan
lembaga keuangan mikro seperti BMT ini. Dengan BMT Gapoktan ini dapat
menyalurkan kebutuhan petani melalui akan permodalan.
Hal ini karena mayoritas petani membutuhkan pembiayaan untuk pengadaan input
pertanian, hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki petani. Hasil ini senada
dengan pendapat Beik dan Hafiduddin (2008) yang menyatakan bahwa salah satu
permasalahan mendasar yang dihadapi oleh sector pertanian di Indonesia yaitu
ketersediaan kredit (pembiayaan).
Aburaida (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa permintaan kredit
(pada sektor pertanian) muncul untuk modal kerja jangka pendek. Sedangkan untuk
pemasaran hasil pertanian, memberikan informasi bahwa petani memiliki daya tawar
yang baik dalam hal penjualan, karena mayoritas pembeli membayar secara tunai.
Menurut Ashari dan Saptana dalam Rahmita (2011), pemerintah telah berusaha
mengatasi permasalahan lemahnya permodalan petani dengan meluncurkan berbagai
program kredit untuk sektor pertanian. Kredit untuk petani tersebut memakai sistem
bunga yang menunjukkan hasil kurang memuaskan, bahkan menimbulkan permasalahan
baru yaitu membengkaknya hutang petani dan kredit macet. Berdasarkan hal tersebut
model pembiayaan dengan skema sesuai syariah merupakan model pembiayaan yang
bisa memberikan solusi untuk sektor pertanian.8
Beberapa hal yang melandasi prospek pembiayaan syariah untuk sektor pertanian
adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian. Dalam
dunia usaha (termasuk sektor pertanian) fluktuasi besarnya pendapatan sudah
menjadi fenomena umum. Skim pembiayaan syariah terutama dengan bagi hasil,
sangat sesuai dengan bisnis pertanian sehingga lebih memberikan rasa keadilan
karena untung dan rugi dibagi bersama-sama.
2) Skim syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh petani di Indonesia. Secara
budaya banyak petani sudah mengenal model pembiayaan yang menyerupai atau
sejalan dengan system syariah mudharabah seperti maro dan sebagainya.
3) Luasnya cakupan usaha di sektor pertanian. Usaha sektor pertanian mencakup
beberapa subsistem yang luas, mulai dari subsistem pengadaan, budidaya, panen,
pascapanen, pengolahan hingga pemasaran hasil.
7 http://www.depkop.go.id/
8 Fajar Adi, 2013, Analisis Pembiayaan Syariah Bagi Sektor Pertanian
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
39
4) Produk pembiayaan syariah cukup beragam. Luasnya cakupan usaha dan komoditas
pertanian telah diantisipasi dengan produk pembiayaan syariah yang juga beragam.
Hal ini memungkinkan anggota untuk memilih jenis produk pembiayaan syariah
yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik usaha mereka.
5) Tingkat kepatuhan petani. Usaha pertanian saat ini masih digeluti oleh sebagian
besar petani kecil di pedesaan, dan umumnya mereka menghormati aturan
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya skim pembiayaan yang sesuai
dengan ajaran agama diharapkan emosional akan mempermudah petani dalam
menerima sistem pembiayaan syariah. Nilai-nilai keadilan dan perlakuan yang sama
dalam meraih kesempatan berusaha diharapkan dapat juga diterima kalangan non
muslim.
6) Komitmen BMT untuk usaha kecil dan mikro. Dari pengalaman yang dilakukan
oleh lembaga syariah selama ini,alokasi pembiayaan terbesar diperuntukkan untuk
UKM. Komitmen ini merupakan peluang besar untuk sektor pertanian yang
mayoritas berskala usaha kecil.
7) Usaha di sektor pertanian merupakan bisnis riil. Hal ini sesuai dengan prinsip
pembiayaan syariah yang menitikberatkan pada pembiayaan sektor riil dan justru
melarang pembiayaan pada sektor yang spekulatif.9
PENUTUP
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro sebagai modal pembangunan pertanian di
Indonesia sangat penting. Berangkat dari sejarah tentang keberadaan lembaga keuangan
mikro di pedesaan.Masyarakat Indonesia sejak lama mengembangkan keuangan mikro,
seperti: arisan, lumbung desa, jimpitan, dsb. Beberapa Lembaga Pengembangan
Swadaya Masyarakat (LPSM) mengembangkan LKM Non Bank yang secara riil juga
memberikan pelayanan keuangan mikro, seperti: Baitul Maal Wattamwil (BMT).
Terdapat beberapa jenis produk pembiayaan syariah yang berpeluang besar untuk
diimplementasikan pada sektor pertanian diantaranya adalah mudharabah, musyarakah,
murabahab, salam, dan istishna. Banyaknya alternatif pembiayaan syariah ini cukup
memberikan keleluasaan bagi pelaku bisnis pertanian untuk memilih skim pembiayaan
disesuaikan dengan jenis kegiatan dan skala eknomi usaha.
Implementasi pembiayaan syariah untuk kegiatan usaha pertanian di pedesaan
memiliki prospek yang positif. Hal ini dilandasi oleh antara lain:
1) Karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian.
2) Skim syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh petani di Indonesia.
3) Luasnya cakupan usaha di sektor pertanian.
4) Tingkat kepatuhan petani.
5) Produk pembiayaan syariah cukup beragam.
6) Komitmen BMT untuk usaha kecil dan mikro.
7) Usaha di sektor pertanian merupakan bisnis riil.
9 Ashari dan Saptana, Forum Penelitian Agro Ekonomi,Volume 23, No.2, Desember 2005
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
40
DAFTAR PUSTAKA
Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, 2011-2025
Cucuk Redono, Jurnal llmu-ilmu Pertanian Volume,5, Nomor I Juli 2012, STPP
Magelang
Rusli Burhansyah, EPP.Vol. 7. No.2. 2010
Heri Sudarsono, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, Yogyakarta.
Ismail Nawawi, 2011, Perbankan Syari’ah, Surabaya: VIVPRESS
http://www.depkop.go.id/
Fajar Adi, 2013, Analisis Pembiayaan Syariah Bagi Sektor Pertanian
Ashari dan Saptana, Forum Penelitian Agro Ekonomi,Volume 23, No.2, Desember 2005
LAMPIRAN
Tabel 1 Estimasi harga premium untuk pakaian organik
Variabel
Spesifikasi 1 Spesifikasi 2
Estimasi
premium
nilai P Estimasi
premium
nilai P
Tipe pencelupan (1= low impact) 6,0 % 0,3257 7,8 % 0,2291
Proses pencelupan (1=tanpa celup) 3,3 % 0,5777 4,9 % 0,4375
Golongan umur (1=anak-anak) -17,0 % 0,1346 -14,1 % 0,272
Organik (1=dengan kapas organic 37,7% 0,0001
% kandungan kapas organic 30,0 % 0,0001
Tabel 2 Estimasi harga premium dengan interaksi golongan umur dengan bahan
organik dan proses pencelupan.
Variabel
Spesifikasi 1 Spesifikasi 2
Estimasi
premium
nilai P Estimasi
premium
nilai P
Tipe pencelupan (1= low impact) 4,9 % 0,4345 6,8% 0,3039
Proses pencelupan (1=tanpa celup) -2,5% 0,7228 -1,1% 0,8929
Golongan umur (1=anak-anak) -35,1% 0,0023 -33,1% 0,0094
Organik (1=dengan kapas organic 29,4% 0,0001
% kandungan kapas organic 24,0 0,0001
Interaksi anak dan bahan organic 90,2% 0,0531
Interaksi anak dan % bahan organik 72,8% 0,0461
Interaksi anak dan proses pencelupan -31,3% 0,3912 31,9% 0,3669
Interaksi anak dan proses tanpa
pencelupan
-33,4% 0,3254 35,5% 0,2752