ajaran raden ngabehi ranggawarsita...
TRANSCRIPT
i
AJARAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA
TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM
(Studi Analisis Serat Kalatidha)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
DESI CAHYA WULANDARI
111 10 061
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
iii
AJARAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA
TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM
(Studi Analisis Serat Kalathida)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
DESI CAHYA WULANDARI
111 10 061
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
vii
MOTTO
Amenangi jaman edan; Ewuh aya ing pambudi; Milu edan nora
tahan; yen tan milu anglakoni; boya kaduman melik; Kaliren
wekasanipum; Ndilalah karsa Allah, Begja-begjane kang lali, luwih
begja kang eling lawan waspada
(Serat Kalathida Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita Bait-7)
Mengalami hidup pada zaman gila memang serba repot, mau ikut
menggila hati tidak sampai, kalau tidak mengikuti tidak kebagian
apa-apa akhirnya malah kelaparan, namun sudah menjadi
kehendak Allah, bagaimanapun, sebahagia-bahagianya orang
lupa, masih bahagia orang yang ingat dan waspada
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin, dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa
syukur, skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Kosim Ali Mustofa dan Ibu Hj. Sriwiryanti yang
senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidik dari kecil sampai menikmati
kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendo‟akan tanpa henti untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
2. Bapak KH. Drs Nasafi, M.pd.I dan ibu nyai Hj Asfiyah selaku pengasuh pondok
pesantren Nurul Asna.
3. Kakak yang selalu mendoakan Zaenal Arifin. S.S.T.Han, serta adik Lailiana Nurul
Aini yang selalu memberikan semangat trhadap penulis.
4. Sahabat-sahabat seperjuangan di pondok pesantren Nurul Asna yang senantiasa
memberi bantuan dan dorongan selama menyusun skripsi ini.
5. Keluarga Besar PAI B, dan teman-teman PAI 2010 seperjuangan.
6. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga tempat penulis menuntut ilmu
ix
KATA PENGANTAR
حمن الرحيمبسم هللا الر
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar
kesarjanaan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita di
dunia dan di akhirat kelak.
Suatu kebanggaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas yang tidak ringan. Penulis banyak
menemui hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan
penulis sendiri. Kalaupun pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena
beberapa pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya,
khususnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Ruhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI
4. Bapak Dr. H. Sa‟adi, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
xi
Abstrak:
Wulandari, Desi Cahya. Ajaran Raden Ngabehi Ranggawarsita Tentang Pendidikan
Akhlak Islam (Studi Analis Serat KAlathida), Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan
ilmu keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institur Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. Sa‟adi M. Ag.
Kata kunci: Ajaran Ranggawarsita, Pendidikan, Akhlak Islam, Serat Kalathida
Islam merupakan agama yang sangat Concern dengan dunia pendidikan. Penelitian
ini bertujuan untuk menemukan karakterisik pendidikan moral yang ideal menurut Raden
Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida dan mengetahui signifikansi dan
relevansinya nilai pendidikan moral yang terkandung dalam Serat Kalathida dengan
Pendidikan Akhlak Islam masa kini.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian Library Research, yaitu penelitian
yang dilakukan diperpustakaan yang obyek penelitiannya dicari lewat beragam informasi
kepustakaan (Buku, Jurnal, Koran, Majalah, Dokumen) dan lain sebagainya. Penulis
fokuskan penelitian ini pada pendidikan akhlak Islam. Adapun tekhnik analisis data yang
digunakan, adalah dengan metode interpretatif pedagogis, metode idealisasi, metode
konstektualisasi, dan metode kritik, yang menunjukkan bahwa:
Serat Kalathida karya Pujangga Jawa Raden Ngabehi Ranggawarsita secara
tersirat mengandung pesan moral pada bait-bait yang beliau tulis. Adapun karakteristik
Pendidikan moral yang ideal diungkapkan Raden Ngabehi Ranggawarsita melalui
Sinomnya yaitu (a) tidak adanya teladan perilaku pemimpin mengakibatkan rusaknya
Negara; (b) kepandaian tanpa moralitas akan membawa petaka; (c) sebahagia-bahagianya
orang yang lupa, masih bahagia orang yang ingat dan waspada; siapapun harus bertahan
pada kebenaran meski sekelilingnya berbuat angkara. Pesan moral yang terkandung
dalam Serat Kalathida seperti Sepi ing pamrih, taubat, kesabaran dan jiwa ksatria,
memegang amanah, keteladanan, jangan hiraukan kabar angin, jangan kehilangan
kewaspadaan serta ikhtiar. Konsep tersebut relevan dengan pendidikan akhlak Islam
yang tertuang dalam al-Qur‟an Seperti akhlak untuk bersikap ikhlas, bertaubat, amanah,
teladan yang baik, menanggapi kabar secara kritis, dan selalu berikhtiar.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul ........................................................................................................... i
Lembar Berlogo ........................................................................................................ ii
Judul ............................................................................................................... iii
Persetujuan Pembimbing ................................................................................ iv
Pengesahan Kelulusan .................................................................................... v
Pernyataan Keaslian Tulisan .......................................................................... vi
Motto .............................................................................................................. vii
Persembahan .................................................................................................. viii
Kata Pengantar ............................................................................................... ix
Abstrak ........................................................................................................... xi
Daftar Isi......................................................................................................... xii
Daftar Lampiran ........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6
E. Penegasan Istilah ................................................................................... 6
F. Metode Penelitian .................................................................................. 9
xiii
G. Sistematika Penulisan skripsi ............................................................... 12
BAB II TELAAH TEORITIK PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM
A.Pengertian Nilai Moral .................................................................. 14
B.Pendidikan Akhlak Islam ................................................................ 16
BAB III BIOGRAFI RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA
A. Riwayat Hidup Raden Ngabehi Ranggawarsita ............................... 26
B. Latar Belakang Pendidikan Raden Ngabehi Ranggawarsita................ 35
C. Ajaran Akhlak Raden Ngaebehi Rangga Warsita ............................... 39
D. Konsep Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita ............................. 43
E. Karya-Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita ...................................... 46
BAB IV ANALISIS AJARAN R.N RANGGAWARSITA DALAM SERAT
KALATHIDA TENTANG PENDDIKAN AKHLAK ISLAM
A. Karakteristik Pendidikan Moral yang Ideal Menurut Raden Ngabehi
Ranggawarsita .......................................................................................... 50
B. Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Kalathida ...................................... 54
C. Relevansi Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat
Kalathida dengan Pendidikan Akhlak Islam ........................................... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
..................................................................................................................67
B. Saran.........................................................................................................68
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
Biografi Penulis
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Konsultasi Skripsi.
Lampiran 2 Nilai SKK Mahasiswa.
Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup.
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada
umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang
sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam
adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena
dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik
dan terarah.
Islam merupakan agama yang sangat concern dengan dunia
pendidikan. Ini dapat dibuktikan melalui ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits
Rasulullah Saw yang terkait dengan hal penndidikan. Surah al-Alaq: 1-5
merupakan salah satu bukti bahwa Islam sangat mengedepankan pendidikan.
(3) (2) (1)
(5) (4)
Artinya : (1)“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan
(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (4) yang mengajar
(manusia) dengan perantara kalam (5) Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk
selalu berkembang dalam pendidikan. Menurut Natsir, pendidikan ialah suatu
pembinaan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan
lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya
(Mohammad Natsir; 1954: 73).
1
1
Sedangkan, pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani
menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan
pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama
yakni kepribadian muslim kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam
memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan
bertanggung Jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam
merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk
yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah SWT dan isi
pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah SWT (Djamaluddin;
1999: 9).
Pendidikan Islam bukanlah untuk membentuk sosok pribadi
lain di luar kepribadian manusia, tetapi pendidikan Islam justru membantu
manusia untuk menemukan jati dirinya sebagai manusia muslim yang
beriman dan bertaqwa.
Manusia selalu terkait dengan pendidikan, karena dengan
adanya pendidikan, manusia dapat menjadi manusia yang bernilai karena
telah memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian. Sehingga
manusia dapat mengembangkan sikap yang penuh nilai dalam dirinya dan
kehidupannya (Buseri; 2003: xv). Dengan kata lain, pendidikan, terlebih
lagi pendidikan Islam dapat menciptakan manusia-manusia berkualitas dari
segala sisi.
Dengan pendidikan Islam, umat muslim dapat mengembangkan
potensi fitrah yang telah diberikan kepadanya. Hal ini agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengembangkan fitrah tersebut ke jalan yang sesuai
syariat agama, yang panduannya sudah tertulis dalam kitab suci Al-Qur‟an.
2
Pendidikan Islam melalui sastra dapat disampaikan dengan
halus namun mengena kepada pembacanya. Penulis sastra cenderung rapi
dalam menyampaikan apa yang ingin disampaikannya. Hal yang juga
sebenarnya tak dapat dipungkiri bahwa gaya bahasa yang digunakan
berperan dalam mempengaruhi seseorang, berdasarkan hal itu, isi sastra
menjadi lebih berkesan karena menyentuh emosional pembaca, sehingga
pembaca diajari tanpa merasa digurui.
Sastra begitu sangat potensial dalam memberikan pemahaman
terhadap dunia dengan mengasah kepekaan, maka karya sastra harus
menjadi bagian penting dari pendidikan atau ikut andil dalam pembentukan
kepribadian akhlak manusia. Menurut Zulfanur, karya sastra ini dapat
dipandang sebagai suatu gejala sosial, karena karya sastra yang ditulis pada
kurun waktu tertentu berkaitan dengan kehidupan masyarakat, norma-norma
dan adat istiadat zaman itu (Zulfanur; 1998: 21)
Suatu hal yang sangat menarik ditinjau dari sudut agama adalah
pandangan yang bersifat sinkretis yang mempengaruhi watak dari
kebudayaan dan kepustakaan Jawa. Penganut paham sinkretisme menganggap
bahwa semua agama adalah baik dan benar, dan mereka gemar mamadukan
unsur-unsur dari berbagai agama dan kepercayaan yang pada dasarnya
berbeda atau bahkan berlawanan (Simuh; 1988: 1-2). Dan kepustakaan Jawa
sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu kepustakaan Islam santri dan
kepustakaan Islam kejawen (Simuh; 1988: 1). Islam santri adalah sekelompok
muslim saleh yang memeluk Islam dengan berpegang teguh sepenuhnya
sesuai dengan aqidah dan syariat yang diajarkan Islam, sedangkan Islam
kejawen adalah sekelompok muslim saleh yang memeluk Islam tetapi
3
memadukan unsur kebudayaan Jawa dalam beberapa kegiatan ibadahnya.
Salah satu kepustakaan Islam kejawen yang dimaksud di sini ialah Serat
Kalathida. Serat Kalathida merupakan salah satu karya sastra yang
berbentuk syair, yang disusun oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita seorang
pujangga Jawa Muslim.
Serat Kalatidha merupakan karya Pujangga Agung Raden
Ngabehi Ranggawarsita. Kitab ini sangat terkenal di lingkungan masyarakat
Jawa, terutama pada saat terjadi krisis sosial. Dalam diri Ranggawarsita
terdapat rajutan kepribadian paripurna. Di sana terkandung nilai-nilai
kreativitas, produktivitas, moralitas dan spriritualitas. Dalam konteks
reformasi peradaban kekinian, nilai-nilai luhur itu sangat relevan, karena
telah terbukti mampu mengatasi ruang dan waktu (Widyawati; 2012: v).
Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam menyusun karyanya
berupa Serat Kalathida, memuat ajaran Islam dan tradisi budaya Jawa
sehingga menimbulkan persinggungan antara nilai Islam dan nilai budaya
Jawa. Persinggungan Islam-Jawa menjadi persoalan pelik dan telah
menghasilkan sejumlah pemikiran yang patut dijadikan pertimbangan awal.
Dalam mengungkap semua ramalan Ranggawarsita itu tidak
hanya menikmati dari segi seni saja, tetapi justru lebih ditekankan pada
pesan-pesannya yang bernilai pendidikan, baik untuk bekal hidup di dunia
maupun untuk bekal hidup di akhirat. Dalam kacamata itu, Ranggawarsita
tidak hanya sebagai seorang pendidik, tetapi seorang yang memahami
fenomena alam hingga beliau mampu mengetahui kejadian yang sekiranya
akan terjadi di masa depan.
Melihat fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
4
masalah ini dengan judul: “ AJARAN RADEN NGABEHI
RANGGAWARSITA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM
(Studi Analisis Serat Kalathida).
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan judul dan uraian dalam latar belakang
permasalahan di atas, maka ada beberapa rumusan permasalahan,
antara lain:
1. Bagaimana karakteristik pendidikan moral yang ideal menurut Raden
Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha?
2. Bagaimana signifikansi dan relevansi nilai pendidikan moral yang
terkandung dalam Serat Kalatidha karya Raden Ngabehi Ranggawarsita
terhadap pendidikan akhlak Islam masa kini?
C. Tujuan Peneltian
Penulis dalam melakukan penelitian memiliki beberapa tujuan,
yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk menemukan karakteristik pendidikan moral yang ideal menurut
Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha
2. Untuk menemukan signifikansi dan relevansi nilai pendidikan moral
yang terkandung dalam Serat Kalatidha karya Raden Ngabehi
Ranggawarsita terhadap pendidikan akhlak Islam masa kini
5
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki tujuan secara teoritis dan
praktis.
1. Secara teoritis
a. Untuk menambah wawasan keilmuan dalam lingkungan pendidikan
b. Untuk mengembangkan pengetahuan mengenai nilai pendidikan
agama Islam dalam karya Raden Ngabehi Ranggawarsita
c. Untuk mengangkat nilai-nilai budaya yang menggandung unsur
pendidikan agama Islam
d. Untuk menumbuh kembangkan nilai cinta terhadap kekayaan budaya
di negara Indonesia
2. Secara praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan bisa memberikan
kontribusi kepada pembaca khususnya para praktisi pendidikan dan
mahasiswa sebagai tambahan pengetahuan dalam membentuk moralitas
dan mengembangkan pendidikan Islam yang lebih baik.
E. Penegasan Istilah
Untuk lebih mempertegas dan memperjelas tentang judul skripsi
ini, serta untuk menghindari salah pengertian, maka perlu diuraikan beberapa
penegasan istilah yang bersangkut paut dengan uraian ini, yaitu:
6
1. Ajaran
Kata ajaran berasal dari kata dasar ajar yang mendapat imbuhan -
an yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui
(diturut) (KBBI; 1989: 87)
2. Moral
Moral berasal dari kata latin mores yang artinya tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Moral pada dasarnya merupakan
rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi.
Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku
individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.
Moral merupakan standard baik-buruk yang ditentukan bagi individu
nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.
Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang
dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil,
seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang
damai penuh ketertiban dan keharmonisan (Asrori; 2012: 136).
3. Pendidikan Akhlak Islam
Adapun menurut Hujair AH Sanaky, Pendidikan adalah usaha
sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi
menunjang perannya di masa datang(Masrin; 2009: 9)
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama(Marimba; 1989: 19)
7
Al Ghozali seperti dikutip oleh Sudarno menyatakan, akhlak
adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa dan darinya lahir berbagai
perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan
pertimbangan. Jika sikap itu lahir perbuatan yang baik maka ia disebut
akhlak yang baik dan jika yang lahir perbuatan yang tercela maka sikap
tersebut disebut dengan akhlak yang buruk(Sudarno; 2008: 112)
Setelah kita mengetahui pengertian satu persatu daripada
pendidikan dan akhlak, maka kiranya dapat kita simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan akhlak adalah suatu proses atau bimbingan
atau pertolongan pendidik secara sadar pada siswa agar dalam jiwa anak
tersebut tertanam dan tumbuh sikap serta tingkah laku atau perbuatan
yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga dalam pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohaninya untuk membiasakan perbuatan
baik didasarkan pada keimanan.
4. Raden Ngabehi Ranggawarsita
Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah penulis Serat Kalatidha.
Nama kecilnya ialah Bagus Burham (Widyawati; 2012: 11).
5. Serat Kalatidha
Serat Kalatidha ini masih berupa naskah tulisan tangan. Naskah
ini merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi yang
ditulis oleh orang lain. Jenis termasuk non fiksi berupa pesan moral.
Isinya menggambarkan keadaan jaman edan (Widyawati; 2012: 45).
8
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan metode skripsi ini, penulis menggunakan
beberapa metode penelitian, baik untuk memperoleh data maupun untuk
menganalisis data-data yang ada, antara lain:
1. Library Research
Library Research adalah salah satu research atau penelitian
kepustakaan (Hadi; 1991: 9).
Penelitian skripsi ini menggunakan jenis studi kepustakaan
atau library research. Dalam arti bahwa bahan-bahan atau data-data
penulisan skripsi ini diperoleh dari penelitian buku-buku dan literatur-
literatur yang berkenaan dengan topik yang sedang dibahas.
Maka sumber data yang dipakai dalam penyusunan skripsi
ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
a. Sumber data primer
Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset
(Dharara; 1989: 60). Dalam penelitian ini sebagai sumber
primernya adalah buku “Lima Karya Pujangga Ranggawarsita”
karya Kamajaya yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah,
di Jakarta pada tahun 1980. Dalam buku tersebut memuat Serat
Kalathida karya Raden Ngabehi Ranggawarsita.
b. Sumber data sekunder
Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber
9
data primer. Adapun buku yang digunakan untuk melengkapi
referensi adalah buku karya Wiwin Widyawati yang berjudul Serat
Kalathida yang diterbitkan pada tahun 2012 oleh Pura Pustaka
Yogyakarta, dan buku karya Simuh berjudul Mistik Islam Kejawen
Raden Ngabehi Ranggawarsita yang diterbitkan pada tahun 1988
oleh Universitas Indonesia Press Jakarta.
2. Metode Analisis Data
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu sebagai berikut :
a. Metode Interpretatif Pedagogis
Menurut Neuman yang dikutip oleh Sofia Edina, Metode
interpretatif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan
tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan
pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Secara umum
pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang
memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi (Edina;
2013 68). Sedangkan Langeveld membedakan istilah “pedagogic”
dengan istilah “pedagogi” Pedagogic diartikan dengan ilmu
pendidikan lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan
tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing
anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti
pendidikan, yang lebih menekankan praktek, menyangkut kegiatan
mendidik, kegiatan membimbing anak (Langeveld; 1980: 59).
10
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode analisis data
interpretasi pedagogis yaitu suatu metode atau pendekatan yang
merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara
detail langsung mengobservasi berkaitan dengan kegiatan mendidik
serta kegiatan membimbing anak.
b. Metode Idealisasi
Metode idealisasi maksudnya dimana sebuah karya sastra
tersebut harus mampu membentuk idealitas atau karakteristik yang
baik dan tertanam dibenak masyarakat dan menjadi penentu
masyarakat dalam berperilaku dan membedakan serta menentukan
hal yang akan diyakininya. Adapun langkah dari metode idealisasi
dalam menganalisis karya sastra ini :
1) Membaca dan memahami Serat Kalathida karya
Ranggawarsita dan beberapa buku pendukung tentang
karya beliau.
2) Memutuskan memilih karya sastra Ranggawarsita ini
sebagai bahan penelitian.
3) Menganalisis bahasa serta ajaran Ranggawarsita dalam
Serat Kalathida tersebut dari segi fungsi edukatif dan
persuasif selanjutnya mengidentifikasi ideologi yang
terdapat pada karya satra Ranggawarsita.
4) Mengaplikasikan ajaran Ranggawarsita pada pendidikan
akhlak pada era masa kini.
11
5) Menyimpulkan hasil penelitian.
c. Metode Konstektualisasi
Konstekstual di sini maksudnya adalah hubungan konteks,
suasana, dan keadaaan (Echols; 2000: 481). Jadi metode
kenstekstualisasi berarti suatu pendekatan yang didasarkan pada
hubungan konteks suasana dan keadaan yang relevan dengan
masa kini. Dalam penelitian ini, hubungan konteks, suasana dan
keaadan yang terekam nilai moralnya dalam Serat Kalathida
dicari hubungan relevansinya dengan pendidikan akhlak Islam.
d. Metode kritik
Metode kritik di sini maksudnya, komentar pengamat
merupakan pendapat original penulis tentang situasi yang
teramati dan terekam dalam pemikirannya (Idrus; 2009: 150).
Artinya penulis berhak memberikan gagasannya dalam
menganalisis data yang diteliti, dalam penelitian ini data yang
dianalisis yaitu karya sastra yang beupa Serat Kalathida karya
Ranggawarsita untuk ditemukan segi kekuatan dan
kekurangannya dalam konteks pendidikan akhlak Islam.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode
12
Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi.
Bab II Telaah Teoritik Pendidikan Akhlak Islam. Meliputi: Pengertian
Nilai Moral dan Pengertian Akhlak Islam.
Bab III Biografi Raden Ngabehi Ranggawarsita. Meliputi: Riwayat
Hidup Raden Ngabehi Ranggawarsita, Latar Belakang Pendidikan Raden
Ngabehi Ranggawarsita, Ajaran Akhlak Raden Ngabehi Ranggawarsita
dalam Serat Kalathida, Konsep Pemikiran Pendidikan Akhlak Raden
Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida, dan Karya-Karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita.
Bab IV Analisis Ajaran Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha
Tentang Pendidikan Akhlak Islam. Meliputi: Karakterisitik Pendidikan
Moral Yang Ideal Menurut Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat
Kalathida, Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Kalathida, dan Relevansi
Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita Dalam Serat Kalathida Dengan
Pendidikan Akhlak Islam.
Bab V Merupakan Penutup Yang Meliputi Kesimpulan dan Saran.
13
BAB II
TELAAH TEORITIK PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM
A. Pengertian Nilai Moral
Di dalam karya sastra Ranggawarsita terdapat banyak sekali ajaran moral
atau nilai moral yang dapat diterapkan dalam konteks zaman sekarang ini.
Sebelumnya akan penulis jelaskan tentang pengertian nilai moral, dan
pendidikan akhlak Islam:
1. Nilai
Nilai adalah segala sesuatu yang dipentingkan manusia
sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk
sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai
pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Nilai yang muncul
tersebut dapat bersifat positif apabila akan berakibat baik, namun
akan bersifat negatif jika berakibat buruk pada obyek yang
diberikan nilai(Sulaiman; 1992: 19).
M. Chabib Thoha menyatakan bahwa nilai adalah esensi
yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan
manusia. Beliau menambahkan, nilai merupakan sifat yang melekat
pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan
subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai
adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai
acuan tingkah laku (Thoha; 1996: 61).
13
14
Dari pendapat para ahli diatas bahwa nilai merupakan esensi
yang melekat pada sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia.
Jadi nilai adalah sesuatu yang dipertimbangkan manusia sebagai
subyek menyangkut segala sesuatu baik atau yang buruk sebagai
abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman
dengan seleksi perilaku yang ketat.
2. Moral
Dian ibung dalam bukunya yang berjudul Mengembangkan
Nilai Moral Pada Anak mendeskripsikan moral adalah suatu
keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.
(Ibung; 2009: 3).
Istilah moral yang berasal dari bahasa latin mores, yaitu
bentuk plural mos, yang berarti adat kebiasaan, dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah baik-buruk dari
perbuatan dan kelakuan (Poerwadaminta; 1982: 654).
Kebiasaan tersebut mula-mula mungkin hanya bersifat
individual, namun karena manusia senatiasa hidup bersama dengan
orang lain, dan dalam suatu lingkungan tertentu, maka kebiasaan
individu tersebut akan ditiru orang lain, dan lama kelamaan akan
menjadi kebiasaan kelompok. Jika kelompok sudah menetapkan
kebiasaan tersebut baik, maka kebiasaan tersebut dijadikan
kewajiban yang harus ditaaati oleh kelompok (Agus; 2000: 15).
15
Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu
oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggotanya
(Soeparwoto; 2003: 99).
Jadi, nilai moral yaitu sesuatu yang positif serta bermanfaat
dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia itu
sendiri dalam kehidupan bermasyarakat yang menyangkut tentang
nilai baik-buruknya suatu perbuatan manusia, melalui perbuatan
yang dilakukannya pada diri sendiri, pada lingkungan dan sosial.
B. Pendidikan Akhlak Islam
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Menurut hafidz dan dasuku yang dikutip oleh Sudarno dkk,
Secara bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
merupakan bentuk jama‟ dari khuluq atau khulq, yang berarti:
tabiat atau budi pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan,
kesatriaan, kejantanan dan agama (Sudarno; 2008: 86).
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk,
tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan(Anis; 1972: 202)
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang
dapat menilai perbuatanya baik atau buruk, untuk kemudian
memilih melakukan atau meninggalkannya (Zaidan; 1976: 75)
16
Dari definisi tersebut dapat ditegaskan bahwa tidak semua
perbuatan manusia disebut akhlak. Perbuatan manusia baru disebut
akhlak kalau terpenuhi dua syarat berikut ini; pertama, perbuatan
itu dilakukan berulang ulang, kalau perbuatan itu hanya dilakukan
sekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak. Kedua, perbuatan itu
timbul dengan mudah tanpa dipikir atau diteliti terlebih dahulu
sehingga benar-benar suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul
karena terpaksa atau setelah difikir dan dipertimbangkan terlebih
dahulu secara matang, tidak disebut akhlak.
2. Perbedaan Moral dengan Akhlak
Aunur Rohim Faqih, moral dikatakan sebagai nilai dasar
dalam masyarakat untuk menentukan baik-buruknya suatu
tindakan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat
tersebut. Memperhatikan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa
baik buruknya suatu perbuatan, secara moral hanya bersifat lokal
(Faqih; 2001: 34)
Persamaan antara moral dan akhlak adalah bahwa
keduannya sama-sama berbicara tentang nilai perbuatan manusia.
Perbuatan manusia menurut akhlak dan moral ada yang bernilai
baik dan ada yang bernilai buruk. Sedangkan perbedaan di antara
keduannya terletak pada tolok ukur nilai perbuatan manusia
tersebut. Bila moral memandang suatu perbuatan dengan tolok
ukur adat istiadat yang berlaku pada masyarakat tertentu. Dan
17
akhlak memandang baik-buruknya suatu perbuatan dengan tolok
ukur Al-Qur‟an dan al-Sunnah. Perbedaan tolok ukur ini
berkonsekwensi pada perbedaan sifat kebenarannya. Bila
kebenaran moral itu bersifat relatif, nisbi, dan temporal, maka
kebenaran nilai akhlak itu bersifat mutlak dan absolut (Sudarno;
2008: 89-90)
3. Sumber Pendidikan Akhlak Islam
a. Al-Qur‟an
Sumber utama akhlak adalah al-Qur‟an. Tolok ukur
baik buruknya akhlak adalah al-Qur‟an. Hal ini logis,
karena kebenaran al-Qur‟an itu bersifat objektif,
komprehensif, dan universal tidak mungkin didasarkan
pada pemikiran manusia, karena pemikiran manusia itu
kebenarannya bersifat subjektif, sektoral dan temporal
(Sudarno; 2008: 91). Dalil naqli yang sering dikemukakan
para ahli untuk menyebutkan bahwa al-Qur‟an adalah
sumber pembelajaran yang luas adalah surat al-alaq 1-5;
(2) (1)
(5) (4) (3)
Artinya : (1)“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan (2) Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah (3) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah (4) yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam (5)
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”
18
Sebagai sumber hukum dan peraturan yang
mengatur tingkah laku dan akhlak manusia, al-Qur‟an
menentukan sesuatu yang halal dan haram. Apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan. Al-Qur‟an menentukan
bagaimana sepatutnya kelakuan manusia. Terhadap hal-hal
yang baik dan bermanfaat, al-Qur‟an menghalalkan atau
mengajak melakukannya. Terhadap hal-hal yang tidak baik
dan merugikan, al-Qur‟an mengharamkan atau melarang
manusia melakukannya (Sudarno; 2008: 91-92)
Selain berupa perintah dan larangan, al-Qur‟an juga
menggunakan pendekatan cerita dan sejarah untuk
menyampaikan pesan-pesan moralnya. Melalui cerita dan
sejarah, akhlak yang mulia dan akhlak yang buruk
digambarkan dalam perwatakan manusia dan realitas
kehidupan manusia semasa al-Qur‟an diturunkan. Al-
Qur‟an juga menggambarkan bagaimana perjuangan para
Rasul dalam menegakkan nilai-nilai akhlak mulia dalam
kehidupan dan bagaimana mereka ditentang oleh kefasikan,
kekufuran, dan kemunafikan yang mencoba menggagalkan
tegaknya akhlak mulia sebagai teras kehidupan yang luhur
dan murni tersebut (Sudarno; 2008: 92)
19
b. Al-Sunnah
Sumber akhlak yang kedua adalah al-Sunnah.
Pernyataan ini di dasarkan pada firman Allah SWT yang
menegaskan pentingnya seorang muslim mengikuti
perintah dan larangan Rasulullah SAW dan menjadikannya
sebagai sumber rujukan dan teladan dalam kehidupan
sehari-hari, sebagai ekspresi kecintaannya kepada Allah
SWT (Sudarno; 2008: 93). Dua firman Allah SWT yang
menegaskan hal tersebut adalah Qs. Al Imron 31, dan Qs.
Al Ahzab 21;
Artinya: katakanlah; jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (al-Imron
31)
20
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah(Qs. Al Ahzab 21)
Dari al-Sunnah dapat diketahui norma-norma baik
dan buruk yang merupakan fokus bagi akhlak dalam Islam.
Melalui al-Sunnah seorang muslim tahu mana yang haq
dan mana yang bathil, mana yang ma‟ruf dan mana yang
munkar, mana yang menyebabkan seseorang mendapat
pahala dan mana yang menyebabkannya memperoleh dosa.
(Sudarno; 2008: 94-95)
c. Hati Nurani
Selain al-Qur‟an dan Sunnah, hati nurani manusia
yang bersih juga dapat dijadikan sebagai sumber akhlak.
Diketahui bahwa dalam jiwa manusia terdapat dua macam
potensi kekuatan: kekuatan yang menarik kepada kebaikan
yaitu hati nurani, dan kekuatan yang menarik pada
keburukan yaitu hawa nafsu (Sudarno; 2008: 96). Dua
macam kekuatan tersebut diperoleh penegasan dalam al-
Qur‟an surat al Qashash 28:
Artinya: Maka jika mereka tidak menJawab (tantanganmu)
ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah
mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan
21
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang
mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat
petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim. (Qs. Al Qashash: 50)
4. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak Islam
Akhlak memiliki karakteristik yang universal.artinya, ruang
lingkup akhlak dalam pandangan Islam sama luasnya dengan ruang
lingkup pola hidup dan tindakan manusia di mana ia berada. Secara
sederhana ruang lingkup akhlak sering dibedakan menjadi tiga.
Yaitu akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap manusia, dan akhlak
terhadap alam (Sudarno; 2008: 115)
a. Akhlak Terhadap Allah
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah atau
pola huubungan manusia dengan Allah adalah sikap dan
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia
terhadap Allah. Akhlak terhadap Allah meliputi beribadah
kepada-Nya, berdo‟a, berdzikir, dan bersyukur serta tunduk
dan taat hanya kepada Allah (Sudarno; 2008: 115). Dalam
Qs al-Dzariat 56 telah difirmankan;
Artinya: Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
hanya untuk beribadah kepada-Ku(Qs al-Dzariat 56)
b. Akhlak Terhadap Manusia
Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu akhlak terdahap diri pribadi sendiri,
22
akhlak terhadap keluarga, dan akhlak terhadap orang lain
atau masyarakat (Risnayanti; 2004: 15)
Akhlak terhadap diri pribadi sendiri adalah
pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri,
baik yang menyangkut jasmani maupun rohani (Sudarno;
2008: 118). Adapun contoh akhlak terhadap diri pribadi
sendiri yang tertuang dalam al-Qur‟an diantaranya: Jujur
dan dapat dipercaya (Qs At-taubah 119), kerja keras dan
disiplin (Qs Al-an‟am 135), berjiwa ikhlas (Qs Al-A‟raf
29) hidup sederhana (Qs Al Furqan-67)
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap keluarga
adalah akhlak terhadap suatu kelompok yang mempunyai
hubungan darah atau perkawinan (Sudarno; 2008: 120).
Adapun contoh akhlak terhadap keluarga yang tertuang
dalam al-Qur‟an adalah: berbuat baik kepada kedua orang
tua (Qs An Nisa 36, dan Qs al Isra‟ 23-24), menghormati
hak hidup anak (Qs Al-Isra‟ 31), membiasakan
bermusyawarah (Qs Al-Thalaq 6), menyantuni saudara
yang kurang mampu (Qs Al Isra 26)
Akhlak terhadap masyarakat disini adalah
sekumpulan keluarga yang hidup bersama dalam suatu
tempat tertentu. Dalam masyarakat kita hidup
berdampingan dengan orang lain. Dalam menjani hidup di
23
dunia ini kita tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari
tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, berakhlak yang
baik terhadap orang lain merupakan suatu keharusan
(Sudarno; 2008: 124). Sebagai contoh Islam sangat
menekankan agar kita mengormati para tetangga (Qs An
Nisa 36), saling tolong menolong (Qs Al Lukman 18-19).
c. Akhlak Terhadap Alam
Yang dimaksud dengan alam di sini alam semesta
yang mengitari kehidupan manusia, yang mencakup
tumbuh-tumbuhan, hewan, udara, sungai, laut dan
sebagainya.Kehidupan manusia memerlukan lingkungan
yang bersih, tertib, sehat, dan seimbang.Oleh karena itu,
akhlak terhadap lingkungan terutama memanfaatkan
potensi alam untuk kepentingan hidup manusia (Sudarno;
2008: 126). Contoh akhlak terhadap alam adalah manusia
memanfaatkan sumber daya alam dan mengupayakan
pelestariaannya. Manusia tidak boleh boros dan serakah
menggali kekayaan alam yang dapat berakibat kerusakan
alam itu sendiri (Ar Rum 41, dan Al Syura 30)
5. Macam-macam akhlak dalam Islam
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah akhlak yang terpuji, baik dan
terhormat, atau sering disebut dengan akhlakul
24
karimah.Untuk dapat memliki akhlak terpuji, harus di
upayakan dengan cara meneladani perilaku Nabi
Muhammad SAW (Sudarno; 2008: 148)
Sedangkan menurut Asmaran A.S dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Studi Akhlak menambahkan,
berakhlak terpuji artinya menghilangkan semua adat
kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama
Islam serta manjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut,
kemudian membiasakan adat kebiasaan baik,
melakukannya dan mencintainya (Asmaran; 1992: 204).
Macam macam akhlak mahmudah banyak sekali
ditemukan dalam al-Qur‟an, diantaranya :al amanah (dapat
dipercaya) , al „afwu (pemaaf), al shabru (sabar), qonaah
(merasa cukup), an nadzafah (kebersihan).
b. Akhlak Madzmumah
Yang dimaksud dengan akhlak madzmumah adalah
akhlak yang tercela atau buruk, baik dilihat dari sikap,
perilakudan ucapan, yang bertentangan dengan ajaran
Islam. Akhlak Madzmumah dapat membawa kerusakan
bagi diri sendiri maupun orang lain (Sudarno; 2008: 128)
Contoh akhlak madzmumah yang terangkum dalam
al-Qur‟an beberapa diantaranya; ananiya (egois), al-Buhtan
(berdusta), al ghadlab (pemarah), al hasad (dengki), al
25
istikbar (sombong), al israf (berlebih-lebihan).
BAB III
BIOGRAFI RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA
A. Riwayat Hidup Raden Ngabehi Ranggawarsita
Nama kecil Raden Ngabehi Ranggawarsita ialah Bagus Burham.
Bagus Burham dilahirkan pada hari senin legi, tanggal 10 Zulkaidah tahun
1728 (Jw), pukul 12.00, Wuku Sungsang Dewi Sri, Wrukung Huwas
Musim Jita atau 15 maret 1802 di kampung Yasadipuran Surakarta
(Prabowo; 2003:370) Para penyusun silsilah menceritakan bahwa leluhur
Raden Ngabehi Ranggawarsita masih keturunan bangsawan. Hal ini
diterangkan dalam manuskrip susunan Padmawisata (Simuh; 1988: 36).
Dalam buku karya Kamajaya yang berjudul Pujangga
Ranggawarsita disebutkan bahwa, pihak dari ayahnya, ia keturunan ke-13
dari Sultan Hadiwijaya yang bertahta di Pajang (Jawa Tengah) pada tahun
1568-1576 M. Dari pihak ibunya, ia keturunan ke-10 dari Sultan
Trenggana (Demak), atau keturunan ke-8 dari RT. Sujanapura yang
terkenal disebut Pangeran Karanggayam, pujangga kraton Pajang,
26
pengarang kitab Nitisruti (Kamajaya; 1980: 14).
Pada usia 2 tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut kakeknya
dan diasuh oleh Ki Tanujaya, pelayan Raden Tumenggung Sastranegara
yang paling setia (Andjar; 1989: 9). Pada tahun 1740 Jawa atau 1813
Masehi, ketila Bagus Burham berusia 12 tahun, ia dikirim ke Ponorogo
untuk berguru dan belajar mengaji kepada Kanjeng Kyai Imam Besari di
Pondok Pesantren Gerbang Tinatar. Kanjeng Kyai Imam Besari adalah
menantu Sri Paduka Pakubuwana IV (1788-1820) dan juga teman
seperguruan Raden Tumenggung Sastranegara (kakek Bagus Burham).
Pondok Pesantren Gerbang Tinatar yang diasuh Kanjeng Kyai Imam
Besari pada saat itu tergolong pesantren besar dan terkenal. Guru-gurunya
pada umumnya adalah priyayi (ulama kerajaan) yang tingkat
kedudukannya sama dengan penghulu sehingga guru-gurunya diberi gelar
kyai sepuh atau kanjeng kyai (Saridjo; 1979: 34).
Kitab-kitab yang diajarkan ialah kitab berbahasa Arab karangan
ulama terdahulu dan pada umunya pelajaran yang diberikan di Pondok
Pesantren ini berbentuk syarah atau hasyiyah dalam bermacam-macam
cabang ilmu agama seperti fiqih, tafsir hadist, ilmu kalam, tasawuf, nahwu
sharaf dan lain-lain (Saridjo; 1979: 34). Tanggung Jawab terhadap diri
Bagus Burham selama berguru di Ponorogo sepenuhnya diserahkan
kepada Ki Tanujaya. Pada masa awal belajar di Pondok Pesantren tersebut,
agaknya Bagus Burham belum sepenuhnya menunjukkan niat untuk
berguru dan belajar (mengaji agala Islam) sehingga ia tidak mendapat
25
27
kemajuan apa-apa. Ia sangat malas mengikuti pelajaran di Pondok
Pesantren Gerbang Tinatar, bahkan sifatnya yang pemboros dan suka judi
sangat menjengkelkan gurunya. Kegemaran Bagus Burham yang lain yaitu
mengganggu santri-santri lain dalam hal belajar. Semua kejadian itu
merupakan akibat dari pengaruh Ki Tanujaya. Oleh karena itu, Kanjeng
Kyai Imam Besari lalu meneggur Ki Tanujaya karena merasa tidak senang
dengan cara-cara Ki Tanujaya tersebut, akibatnya kedua disarankan untuk
meninggalkan Pondok Pesantren Gerbang Tinatar Ponorogo.
Ki Tanujaya dan Bagus Burham meninggalkan Gerbang Tinatar
menuju Desa Mara, tempat tinggal Ki Kasan Ngali (sepupu Ki Tanujaya).
Mereka berencana akan melanjutkan perjalanan ke Kediri, tempat tinggal
Pangeran Adipati Cakraningrat. Atas petunjuk Ki Kasan Ngali, mereka
tidak jadi ke Kediri karena Adipati Cakraningrat akan ke Surakarta.
Mereka berdua hanya menunggu di Madiun. Untuk menyambung
hidupnya, mereka berjualan klitikan di pasar Madiun. Di sinilah Bagus
Burham bertemu dengan Raden Ajeng Gombak, putri Pangeran Adipati
Cakraningrat dari Kediri yang kelak menjadi istrinya. Pertemuan ini terjadi
pada waktu Raden Ajeng Gombak akan membeli cincin yang dipakai oleh
Bagus Burham. (Depdikbud; 1985: 6).
Pada sisi lain, kepergian Bagus Burham yang diiringi oleh Ki
Tanujaya membuat gelisah Kanjeng Kyai Imam Besari. Oleh karena itu
Kanjeng Kyai Imam Besari melaporkan kepergian Bagus Burham dan Ki
Tanujaya kepada ayah dan kakek Bagus Burham. Kemudian kakeknya,
28
Raden Tumenggung Sastranegara menyuruh Ki Jasana dan Ki Kramaleya
untuk mencari Bagus Burham dan Ki Tanujaya untuk diajak kembali ke
Pondok Pesantren Gerbang Tinatar.Baru beberapa bulan, mereka berdua
dapat ditemukan dan diminta kembali ke Pondok Pesantren Gerbang
Tinatar.
Bagus Burham dan Ki Tanujaya kembali ke Pondok Pesantren
Gerbang Tinatar. Namun dengan kembalinya kedua orang tersebut,
keduanya tidak menunjukkan adanya perubahan sikap, kenakalan Bagus
Burham tetap belum berkurang. Tingkah laku yang tidak terpuji itu masih
dilakukan hingga membuat Kanjeng Kyai marah. Namun Kanjeng Kyai
Imam Besari tetap menasehatinya dengan hati-hati dan sabar, hingga
Bagus Burham menyadari keslahannya dan menyesali perbuatannya yang
tidak terpuji itu.
Mulai saat itulah Bagus Burham menyatakan keinsafannya dan
mulai belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh dan menyatakan setia
kepada kepada Kanjeng Kyai Imam Besari. Dengan penuh kesadaran,
Bagus Burham yang memiliki kemauan keras tadi akhirnya berusaha
dengan sekuat tenaga untuk menebus kesalahan-kesalahannya. Ia mulai
memperhatikan sekelilingnya dan bertekad untuk berbuat kebaikan.
Selanjutnya Bagus Burham mulai mempelajari berbagai hal ilmu yang
bersangkutan dengan keutamaan. Ia menjalani berbagai pantangan,
bertapa(bersemedi) atau tirakat dengan bimbingan Kanjeng Kyai dan
29
petunjuk dari Ki Tanujaya. Bertapa atau bersemedi adalah cara yang lazim
dilakukan pada masa itu untuk mendapatkan suatu penerangan batin dan
keteguhan iman. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga
waktu berguru kepada Sunan Bonang, yaitu bertapa dan bertirakat dalam
menuntut ilmu dengan cara puasa, bertafakur dan sebagainya dengan
segala syaratnya (Hasyim; 1974: 61).
Dengan kemauan yang keras itulah bagus Burham mendapatkan
hasil dan dapat menunjukkan kelebihanya dibanding teman-teman
seperguruannya. Bahkan telah mendapatkan ilham, yaitu penerangan batin
dari Yang Maha Kuasa. Bagus Burham diangkat sebagai Wali Guru oleh
Kanjeng Kyai Imam Besari untuk membantu tugasnya dalam proses
belajar di pesantren. Ketika dianggap cukup dalam belajar ilmu agama
(Islam) dan ilmu agama-agama lainya, Bagus Burham diizinkan untuk
meninggalkan Pondok Pesantren Gerbang Tinatar Ponorogo.
Bagus Burham dengan diiringi abdi setianya menuju Surakarta
kemudian ia menetap kembali di rumah Raden Tumenggung Sastranegara.
Di tempat itulah ia menambah berbagai ilmu yang tidak diajarkan di
Gerbang Tinatar. Bagus Burham dididik langsung oleh kakeknya Raden
Tumenggung Sastranegara, terutama di bidang sastra karena saat itu Raden
Tumenggung Sastranegara sebagai Pujangga Kraton Surakarta pada 12
Mei 1815 atau 12 Jumadil akhir 1742, Bagus Burham dikhitankan
kemudian diserahkan kepada Panembahan Buminata (ayah angkat Raden
Ajeng Gombak) oleh Raden Tumenggung Sastranegara untuk berguru dan
30
mencari ilmu. Di tempat yang baru itu Bagus Burham diberi pelajaran
tentang ilmu jaya-kawijayan (kepandaian untuk menolak perbuatan jahat
atau membuat diri seseorang memiliki sesuatu kemampuan yang melebihi
orang banyak), kadigdayaan (kekebalan), kagunan(kecerdasan), dan
kanuragan (kemampuan batin) (Prabowo; 2003: 42).
Pada tanggal 28 Oktober 1819 atau hari Senin Pahing 8 Sura tahun
Alif 1747, Gusti Panembahan Buminata memohon kepada Sri Paduka
Pakubuwana IV agar Bagus Burham ditempatkan menjadi Panewu Mantri
Jaksa dan Mantri Emban. Akan tetapi permohonan Gusti Panembahan
Buminata belum dapat dikabulkan walaupun pejabat pada kedudukan yang
diminta itu telah wafat. Menurut peraturan Keraton Surakarta, keturunan
dari pejabat yang memangku jabatan tersebut, yang berhak meneruskan
jabatannya bukan orang lain. Namun, Gusti Panembahan Buminata tetap
mendesak agar Sri Paduka Pakubuwana IV dapat merealisasikan
permintaannya itu (Prabowo; 2003: 43). Pada tahun 1747 (Jw) Raja
Keraton Surakarta tersebut memberikan restu dan Bagus Burham dipanggil
oleh Sri Paduka Pakubuwana IV dan dianugerahi jabatan itu dengan
sengkalan “Amuji Suci Panditaning Ratu”. Sengkala/sengkalan berarti
deretan kata berupa kalimat atau bukan yang mengandung angka tahun,
dan disusun dengan menyebut dahulu angka satuan, puluhan, ratusan,
kemudian ribuan.(Amuji:7, Suci:4, Pandhitaning:7, Ratu:1). Bagus
Burham diangkat menjadi abdi dalem Carik Kadipaten Anom dengan
31
sebutan Mas Rangga Pujangga Anom. Mas (gelar kebangsawanan untuk
tingkat keenam), Rangga (gelar untuk pangkat di bawah Mantri atau di
bawah Ngabehi), Pujangga Anom (untuk memberi penghormatan, sebab ia
masih muda tetapi sudah memiliki kepandaian setingkat dengan pujangga).
Namun jabatan itu tidak diberikan dengan cuma-cuma, Bagus Burham
harus melalui sebuah ujian terlebih dahulu. Ujian itu berupa kurungan
dalam genta selama dua hari. Bagus Burham dapat melaksanakan dan ia
dinyatakan berhak menerima jabatan tersebut (Prabowo; 2003: 45).
Pada tahun itu juga, Bagus Burham atau Mas Rangga Pujangga
Anom yang berumur 20 tahun melaksanakan pernikahannya dengan Raden
Ajeng Gombak di Buminatan. Tiga puluh lima hari setelah pernikahan,
keduanya berkunjung ke Kediri bersama-sama dengan Ki Tanujaya,
sambil memohon diri untuk pergi ke Surabaya dan Bali dengan maksud
berguru kepada Kyai Tunggulwulung di Ngadiluwih, Kyai Ajar Wirakanta
di Ragajampi, dan Kyai Ajar Sidalaku di Tabanan Bali. Dari ketiga guru
tersebut hanya kyai Ajar Sidalakulah yang banyak memberi kesan (Simuh;
1988: 39).
Setelah kembali dari Kediri, pada tahun 1822 Masehi atau 1749
(Jw), Mas Rangga Pujangga Anom diangkat menjadi Mantri Carik dengan
gelar Mas Ngabehi Sarataka, dengan sengkalan “Terus Dadi Panditaning
Ratu” (Terus: 9, Dadi:4, Panditaning:7, Ratu:1). Ngabehi adalah gelar
abdi dalem yang berpangkat panewu kliwon atau Mantri. Bersamaan
dengan kenaikan pangkat tersebut, suasana di tanah Jawa (Surakarta dan
32
Yogyakarta ) sedang diwarnai perang, yaitu perang Diponegoro yang
berlangsung pada tahun 1825 M-1830 M (Prabowo; 2003:45), maka Mas
Ngabehi Sarataka diberi tugas oleh Sri Paduka Pakubuwana IV untuk
mempertahankan Desa Nusukan dari serangan penjajah Belanda dan
akhirnya mendapatkan kemenangan.
Pada usia 23 tahun, Mas Ngabehi Sarataka sudah menampakkan
bakatnya dalam menulis sastra Jawa. Tulisan-tulisannya mendapat
perhatian dari abdi dalem lainya. Ketika Sri Paduka Pakubuwana V
mengetahui hal tersebut, beliau memerintahkan kepada para abdi dalem
lainya apabila ingin menulis meniru gaya bahasa yang digunakan oleh Mas
Ngabehi Sarataka. Di samping itu, kemampuan Mas Ngabehi Sarataka
dalam bidang ilmu keIslaman semakin meneguhkan kedudukannya
sebagai seorang pujangga. Karya-karyanya meliputi berbagai bidang
seperti filsafat, kesusastraan, sejarah, dongeng, adat dan pewayangan
sehingga tulisannya menjadi model bagi para penulis Jawa(Prabowo;
2003: 45).
Pada 13 Juni 1830 M atau 23 besar tahun 1757 Jawa, Mas Ngabehi
Sarataka diangkat menjadi Abdi Dalem Panewu Carik Kadipaten Anom
dengan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita. Arti nama Raden Ngabehi
Ranggawarsita yaitu: Raden adalah gelar untuk keturunan raja.
Pengangkatan Raden bagi beliau merupakan anugrah yang telah
disesuaikan dengan pangkatnya, sedang Ranggawarsita adalah dua
33
sebutan dari kata Rangga dan warsita.Rangga yaitu gelar untuk pangkat di
bawah Mantri(Ngabehi) dan warsita berarti ucap, petuah atau mencipta
(Jawa: Nganggit). Jadi kata warsita dapat berarti pembicaraan, penilaian
dalam bidang kepujanggan (Depdikbud; 1985: 8).
Wafatnya Raden Tumenggung Sastranegara, menjadikan Raden
Ngabehi Ranggawarsita diangkat menjadi Kliwon Kadipaten Anom dan
menggantikan kedudukan kakeknya sebagai Pujangga kraton Surakarta
Hadiningrat pada 14 September 1845, yang ditandai dengan sengkalan
”Katon Pandita Sabdaning Ratu” (Katon:3, Pandita:7, Sabdaning:7,
Ratu:1)(Depdikbud: 1985: 7). Dalam kedudukanya sebagai pujangga
istana, tugas utama Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah menyusun dan
mengembangkan kebudayaan dan kepustakaan Jawa. Raden Ngabehi
Ranggawarsita amat berjasa dalam menyusun karya-karya baru. Dalam
berbagai karyanya, ia tampak melanjutkan upaya sastrawan atau para
pujangga sebelumnya. Usaha Raden Ngabehi Ranggawarsita itu adalah
mempertemukan tradisi kejawen dengan unsur-unsur ajaran Islam. Hal ini
tampak dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Maklumat Jati dan lainnya
karena pada jaman tersebut (jaman Surakarta awal), karya sastra Jawa
mengalami pembaruan dan kebangkitan rohani (Prabowo: 2003: 47).
Hal ini dikarenakan Ilmu ketuhanan dan ajaran tentang kedekatan
Allah dengan manusia (kemanunggalan kawula Gusti)merupakan ilmu
kesempurnaan pada masa tersebut.Hidup dan ilmu yang dimiliki manusia
dipandang masih pada taraf kekanak-kanakan dan belum dikatakan
34
sempurna jika belum mengenal hakikat Tuhan dan menghayati keberadaan
Allah Swt. Filsafat mistik Islam inilah yang mendasari karya-karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita (Prabowo; 2003: 48).
Raden Ngabehi Ranggawarsita mempunyai empat orang istri yaitu
Raden Ayu Ranggawarsita atau Raden Ajeng Gombak, Raden Ajeng Panji
Jayeng Marjaya, Raden Ajeng Pujadewata, Raden Ajeng Maradewata.
Pada 19 Desember 1848, Raden Ayu Ranggawarsita (Istri pertama
Ranggawarsita) meninggal dan dimakamkan di Palar Kecamatan Trucuk
Kabupaten Klaten. Raden Ngabehi Ranggawarsita wafat pada 24
Desember 1873, dalam usia 71 tahun, dan dimakamkan di kompleks
pemakaman yang sama dengan istrinya dan beberapa kerabat dekat
Ranggawarsita. Beliau meninggalkan tiga orang istri dan meninggalkan
enam anak Yaitu: Raden Ajeng Sudinah, Raden Ajeng Ranakusuma,
Raden Mas Ranakusuma, Raden Mas Sembada, Raden Mas Sutama, Rara
Mumpuni (Depdikbud; 1985: 9)
B. Latar Belakang Pendidikan Raden Ngabehi Ranggawarsita
Ranggawarsita (Bagus Burham) dilahirkan pada masa
pemerintahan Paku Buwana IV. Pada masa itu yang menjabat sebagai
pujangga istana adalah Yasadipura I, Kakek buyutnya. Waktu ibukota
Mataram dipindahkan dari Kartasura ke Surakarta(1744), Yasadipura turut
pindah dan tinggal di kampung Kedhung Kol. Kampung yang terletak di
distrik Pasar Kliwon(sebelah timur benteng istana Surakarta) yang
kemudian disebut dengan kampung Yasadipuran, dan putrannya
35
Yasadipura II dan Ranggawarsita (Yasasusastra; 2008: 124-125).
Yasadipura II adalah kakek sekaligus guru pengasuh Bagus
Burham. Semenjak kanak-kanak Bagus Burham telah dititipkan kakeknya,
untuk dididik dalam kesusastraan, karena usia ayahnya lebih pendek
(wafat pada waktu Bagus Burham baru berusia 17 tahun) (Simuh; 1988:
37).
Kesehariannya Bagus Burham diasuh Ki Tanujaya.Ia seorang
pegawai kakeknya yang diberi tugas khusus untuk mengawasi dan
menjaga Bagus Burham. Pada masa itu masih berlaku di mana seorang
anak memiliki seorang pengasuh yang secara khusus mengawasi dan
menjaga. Ia ibarat kepanjangan tangan orangtua si anak.Pengasuh
berfungsi sekaligus kawan bermain. Mereka akan menuruti segala
permintaan, dan tidak berhak mengatur si anak. Namun dalam kondisi
tertentu, demi alasan keselamatan ia dapat saja memaksa anak untuk
melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu. Karena ia
bertanggungJawab penuh terhadap anak asuhnya. Ki Tanujaya merupakan
figur tipikal para pengasuh di Jawa.Ia orang yang mempunyai beragam
ketrampilan, mulai permainan yang bermacam-macam, urusan memasak
hingga ketrampilan keprajuritan (Norma; 1999: 127).
Begitu Bagus Burham mencapai usia dua belas tahun, kakeknya
mengirimnya berguru ke pesantren Gerbang Tinatar, yang ada di
Tegalsari, Ponorogo. Pesantren tersebut diasuh oleh Kyai Kasan Imam
Besari, seorang ulama yang dikenal keluasan ilmunya. Kyai Imam besari
36
adalah menantu Pakubuwana IV, dan pernah menuntut ilmu dengan
sastronegoro, kakek Bagus Burham (Yasasusastra; 2008: 155). Karena
pemiliknya adalah menantu raja, maka Gerbang Tinatar banyak memiliki
santri anak-anak bangsawan.
Semenjak Bagus Burham mengaji di pesantren Tegalsaari ini,
cerita tentang Wahyu kepujanggaan telah dihubungkan dengannya. Dalam
Serat Babad Lelampahanipun Raden Ngabehi Ranggawarsita susunan
Padmawidagda dan Honggopradoto, Wahyu Kapujanggan dihubungkan
dengan makan ikan wader yang dikatakan ajaib (Simuh; 1988: 38).
Dalam Babad Ranggawarsita, dikisahkan Bagus Burham yang
awalnya pemuda nakal mulai bertaubat dan melakukan tirakatan di
Kedung Watu, sebuah sumber air yang terletak tidak jauh dari pesantren
Kiai Imam Besari (Norma; 1999: 145). Bagus Burham berjaga semalaman
di atas sebatang bambu yang ia pasang di atas air. Sehingga ketika
mengantuk ia akan tercebut ke dalam air. Hal ini dilakukan selama empat
puluh hari. Dan selama itu pula ia hanya makan satu buah pisang setiap
harinya.
Pada malam terakhir, Ki Tanujaya menanak nasi untuk berbuka
bagi Bagus Burham. Tiba-tiba Ki Tanujaya terkejut melihat benda bersinar
sebesar bola (andaru) masuk dalam periuk (Simuh; 1998: 38). Sesudah
nasinya masak, ternyata di dalamnya terdapat ikan wader yang sudah
masak. Ikan itu dimakan Bagus Burham, sedangkan kepala dan ekor
disisakan untuk Ki Tanujaya. Diyakini, sinar yang berubah wujud menjadi
37
ikan itulah, merupakan anugrah dari Tuhan kepada Bagus Burham yang
nantinya sekaligus sebagai tanda ia akan menjadi orang besar.
Sejalan dengan itu, ia juga mulai rajin mempelajari ilmu-ilmu yang
diajarkan oleh Kyai Kasan Imam Besari. Dengan kecerdasan di atas rata-
rata, Bagus Burham tidak sulit mengejar ketinggalannya. Dengan segera ia
mampu menguasai segala ajaran yang diberikan. Bahkan beberapa waktu
kemudian ia diangkat sebagai badal, wakil Kyai Kasan Imam Besar untuk
berdakwah dan berceramah di luar pesantren (Norma; 1999: 147). Bagus
Burham sangat dikenal di masyarakat, kalau khotbah atau ceramah
suaranya lantang dan penjelasannya mudah diterima. Dan dalam hal inilah
ia banyak mendapat inspirasi sebagai cerita, dari keindahan alam serta
keanekaragaman kondisi masyarakat yang dialami. Masa-masa ini
nampaknya memberikan dasar awal perhatiannya kepada nasib dan
kesengsaraan rakyat kecil.
Waktu itu rakyat dapat dikatakan dalam kondisi puncak
kesengsaraan.Dekade pertama abad itu, sejarah menyaksikan suatu
pemerintahan tangan besi gubernur jenderal VOC, Herman Willem
Daendels (1808-1811). Meskipun hanya tiga tahun, masa pemerintahan
Daendels telah mengguratkan luka dalam di tanah Nusantara. Ia
menurunkan status para raja lokal, dari sekutu yang sejajar dengan
pemerintah VOC menjadi pegawai biasa (Norma; 1999: 147). Tentu saja
perlakuan ini tidak diterima oleh penguasa lokal, dan Daendels pun
mengambil tindakan tanpa ampun. Setiap penguasa lokal yang
38
membangkang diserang dan dihancurkan kerajaannya, seperti dalam kasus
Kesultanan Banten, atau diturunkan dari tahta dan diganti oleh raja yang
ditunjuknya sendiri, seperti dalam penggantian Sultan hamengku Buwono
I oleh Hamengku buwono II di Yogyakarta (Yasasusastra; 1988: 39).
Jadi secara tidak langsung, pembentukan diri Ranggawarsita yaitu:
Pertama, pendidikan akhlak dan pembentukan kepribadian untuk
mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam
Besari yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham
memiliki jiwa halus, teguh dan kemauan keras.
Kedua, pembentukan jiwa seni oleh kakeknya sendiri, Raden
Tumenggung Sastranegara, seorang pujangga berpengetahuan luas. Di
samping belajar agama Islam di pesantren, pelajaran yang amat digemari
dan ditekuni Ranggawarsita adalah kepustakaan Jawa. Dengan bimbingan
Yasadipura II dan mempelajari sendiri, Ranggawarsita menekuni
kesusastraan Jawa dan ilmu kejawen. Dalam hal pendidikan, Raden
Tumenggung Sastranegara amat terkenal dengan gubahannya Sasana sunu
(Simuh; 1988: 40).
C. Ajaran Akhlak Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida
Karya penulisan Raden Ngabehi Ranggawarsita kebanyakan
menggunakan gaya penulisan yang terselubung. Maksudnya tidak
menjelaskan segala sesuatu secara harfiah, melainkan dengan simbol-simbol
yang mengandung pelajaran berharga. Hal ini dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor: Raden Ngabehi Ranggawarsita memilih cara
39
menyampaikan ajarannya dengan kaidah-kaidah keindahan sastra Jawa
untuk menghindari penjiplakan karyanya, serta demi keamanan karena pada
waktu itu Belanda sangat ketat menyensor materi penulisan sastra di Jawa
(Andjar; 1989: 33)
Serat Kalathida adalah Serat yang berisi falsafah atau ajaran hidup
R.Ngabehi Ranggawarsita.“Kala” berarti jaman dan “tida” artinya
ragu.Berarti jaman yang penuh keragu-raguan.Walau demikian, banyak pula
yang memberi pengertian “Kalathida” adalah zaman gila. Bait ini
menggambarkan situasi edan saat itu. Serat yang terdiri dari 12 bait
tembang sinom ini ditulis kira-kira tahun 1860an (Wiwin; 2012: 2). Serat
Kalathida dibagi dalam 3 bagian, bagian pertama adalah pada bait ke-1
sampai dengan bait ke-6 yang merupakan kondisi tanpa prinsip. Bagian
kedua adalah bait ketujuh yang berisi tekad manusia untuk mawas diri.
Sedangkan bagian ketiga adalah pada bait ke-8 sampai dengan bait ke-12
yang berisi ketaatan kita pada ajaran agama yang sarat dengan pendidikan
akhlak. Berikut adalah Serat Kalathida karya Raden Ngabehi
Ranggawarsita:
Mangkya darajating praja; kawuryan wus sunyaruri; rurah
pangrehing ukara; karana tanpa palupi; atilar silastuti; sujana
sarjana kelu; kalulun kala tida; tidhem tandhanin dumadi;
ardayengrat dene karoban rubeda (bait 1)
Keadaan Negara kian merosot karena tidak ada lagi yang
memberi tauladan, banyak yang meninggalkan norma-
norma kehidupan, para cerdik pandai terbawa arus jaman
yang penuh keragu-raguan, suasana mencekam karena dunia
sudah penuh masalah.
Ratune ratu utama; patihe patih linuwih; pra nayaka tyas
40
raharja; panekare becik-becik; parandene tan dadi; paliyasing
kala bendu; mandar mangkin andadra; rubeda angrebedi;
beda-beda ardaning wong saknegara(bait 2)
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik, patihnya juga
cerdik, semua anak buahnya hatinya baik, pemuka-pemuka
masyarakatnya baik, namun segalanya itu tidak menciptakan
kebaikan, oleh karena adanya zaman kala bendu, bahkan
kerepotan menjadi-jadi, lain orang lain pikiran dan
maksudnya.
Katetangi tangisira; sira sang paramengkawi; kawileting tyas
duhkita; katamen ing ren wirangi; dening upaya sandi;
sumaruna angrawung; mangimur manuhara; met pamrih melik
pakolih; temah suhha ing karsa tanpa wiweka(bait 3)
Waktu itulah perasaan sang pujangga menangis penuh
kesedihan, mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari
perbuatan seseorang. Tampaknya orang tersebut memberi
harapan menghibur, karena ada pamrih untuk mendapatkan
sesuatu, karena terlalu gembira sehingga sang pujangga
tidak waspada
Dasar karoban pawarta; bebaratun ujar lamis; pinudya dadya
pangarsa; wekasan malah kawuri; yan pinkir sayekti; mundhak
apa aneng ngayun; andhedher kaluputan; siniraman banyu
lali; lamun tuwuh dadi kekembanging beka(bait 4)
Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada
menentu, akan ditempatkan sebagai pemuka teteapi akhirnya
sama sekali tidak benar, bahkan tidak mendapat perhatian
sama sekali, sebenarnya kalau direnungkan apa sih gunanya
menjadi pemimpin? Hanya akan membuat kesalahan-
kesalahan saja. lebih-lebih bila ketambahan lupa diri,
hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan
Ujaring panitisastra; awewarah asung peling, ing jaman
keneng musibat; wong ambeg jatmika kontit; mengkono yen
niteni; pedah apa amituhu; pawarta lolawara; munghuk
angreranta ati; angurbaya angiket cariteng kuna(bait 5)
Menurut para ahli sastra, sebenarnya sudah ada peringatan,
dalam zaman yang penuh kerepotan ini, orang yang berbudi
tidak terpakai, demikianlah jika kita perhatikan, apa
41
gunanya meyakini kabar angin, akibatnya hanya
menyusahkan hati, lebih baik menggubah karya-karya jaman
dahulu
Keni kinarta darsana; Panglimbang ala lan becik; Sayekti akeh
kewala; Lelakon kang dadi tamsil; Masalahing ngaurip;
Wahaninira tinemu; Temahan anarima; Mupus pepesthening
takdir; Puluh-puluh anglakoni kaelokan(bait 6)
Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala, guna
membandingkan perbuatan yang salah dan yang benar,
sebenarnya banyak sekali contoh-contoh dalam kisah-kisah
lama, mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati,
akhirnya mampu bersikap menerima dan menyerahkan diri
kepada kehendak Allah atas apa hal-hal elok yang terjadi
Amenangi jaman edan; Ewuh aya ing pambudi; Milu edan
nora tahan; Yen tan milu anglakoni; Boya kaduman melik;
Kaliren wekasanipun; Ndilalah karsa Allah; Begja-begjane
kang lali; Luwih begja kang eling lawan waspada(bait 7)
Mengalami hidup pada zaman gila memang serba repot,
mau ikut menggila hati tidak sampai, kalau tidak mengikuti
tidak kebagian apa-apa akhirnya malah kelaparan, namun
sudah menjadi kehendak Allah, bagaimanapun, sebahagia-
bahagianya orang lupa, masih bahagia orang yang ingat dan
waspada
Semana iku bebasan; padu-padune kepengin; enggih mekoten
man Doblang; bener ingkang angarani; nanging sajroning
batin; sejatine nyamut-nyamut;wis tuwa are papa muhung
mahas ing asepi; supayantuk pangaksamaning Hyang
Suksma(bait 8)
Semua itu sebenarnya hanya gejolak hati, bukan begitu
paman doblang?, memang benar jika ada yang berkata
demikian, namun sebenarnya di dalam hati repot juga,
sekarang sudah tua mau cari apalagi, lebih baik menyepi
agar mendapat ampunan Allah
Beda lan kang wus santosa; kinarilah ing Hyang Widhi; satiba
malanganeya; tan susah ngupaya kasil; saking mangunah
42
prapti; Pangeran paring pitulung;marga samaning titah; rupa
sabarang pakolih; parandene maksih tabehi ikhtiyar(bait 9)
Lain dengan yang sudah sentausa mendapatkan rahmat
Allah, nasibnya selalu baik dan tidak sulit upayannya selalu
memperoleh hasil, Allah selalu member pertolongan,
memberi jalan semua ummatnya, sehingga memperoleh
semuannya, tetapi manusia harus tetap berikhtiar
Sakadare likanonan; mung tumindak mara ati; angger tan dadi
prakara; karana riwayat muni; ikhtiyar iku yekti; pamilihing
reh rahayu; sinambi budidaya; kanthi awas lawan eling kanthi
kaesthi antuka pamaning Suksma(bait 10)
Kita laksanakan apapun sekedarnya, perbuatan yang
menyenangkan hati asal tidak menimbulkan masalah,
Karena sudah dikatakan manusia itu wajib berikhtiar, hanya
harus diingat harus memilih jalan yang baik, bersamaan
dengan itu juga harus ingat dan waspada
Ya Allah ya Rasulullah;kang sipat murah lan asih; mugi-mugi
aparinga; pitulung ingkang martini; ing alam awal akhir;
dumununging gesang ulun; mangkya sampun awredha ing
wekasan kadi pundi; mula mugi wontena pitulung Tuwan(bait
11)
Ya Allah ya Rasulullah yang bersifat pemurah dan pengasih,
kiranya berkenan member pertolongan dalam alam awal dan
akhir dalam kehidupan saya, sekarang hamba sudah tua,
akhir nanti seperti apa, kiranya mendapatkan pertolongan
Allah
Sageda sabar santosa; mati sajroning ngaurip; kali sing reh
aruraha; murka angkara sumingkir; tarlen meleng malat sih;
sanistyaseng tyas mematuh; badharing sapudhendha; antuk
mayar sawetawis; borong angga sawargga mesi martaya(bait
12)
Mudah mudahan kami dapat sabat dan sentosa, mampu
menjalankan mati dalam hidup, lepas dari kerepotan, seta
menjauh dari keangkara murkaan, saya hanya memohon
karunia kepada-Mu, guna mendapat ampunan, diberi
sekedar keringanan, hamba serahkan jiwa dan raga hamba
43
D. Konsep Pemikiran Pendidikan Akhlak Raden Ngabehi Ranggawarsita
dalam Serat Kalathida
Karya-karya sastra Raden Ngabehi Ranggawarsita menunjukkan
bahwa pemikirannya banyak dipengaruhi oleh kepustakaan Islam kejawen,
tradisi dan kepustakaan Jawa. Pemikiran Ranggawarsita terpusat pada
pokok-pokok pemikiran yang terdapat dalam perbendaharaan kepustakaan
Jawa dan Islam kejawen. Sehingga karya-karya Ranggawarsita pada
umumnya mencerminkan perpaduan antara alam pikiran Jawa dengan
ajaran agama Islam (Simuh; 1988: 23).
Saat itu Ranggawarsita banyak bergaul dengan sarjana-sarjana
Belanda yang mempunyai perhatian terhadap bahasa dan kebudayaan
Jawa, seperti dengan C.F. Winter, Cohen Stuart dan sebagainya. Tetapi,
pergaulan tersebut tidak banyak memberi bekas dalam pemikiran
Ranggawarsita (Kamajaya; 1980: 6).
Ranggawarsita yang hidup semenjak tahun 1802 sampai tahun
1873, dengan sendirinya mengalami berbagai macam pergolakan dan
perubahan-perubahan suasana politik dalam lingkungan istana.
Ranggawarsita sering melihat korupsi yang terjadi di lingkungan istana
dan masyarakat, serta berbagai tindakan amoral dan keadaan yang
memprihatinkan di masyarakatnya, Ranggawarsita yang berperan sebagai
pujangga istana serta penyambung lidah rakyat kemudian menuliskan
keadaan zamannya tersebut dalam bentuk karya sastra(Andjar; 1989: 34)
Menurut Ranggawarsita, ada tiga macam pembagian zaman:
44
zaman Kalatidha (zaman edan), zaman Kalabendu (zaman kemerosotan
moral), dan zaman Kalasuba (Zaman keemasan). Yang pertama yaitu
zaman edan atau Kalatidha yaitu ditandai dengan adanya pola pikir yang
salah. Hal ini diungkapkan dalam Serat Kalatidha sebagai berikut:
Amenangi jaman edan/ewuh aya ing pambudi/melu edan nora
tahan/yen tan melu anglakoni/boya kaduman melik/kaliren
wekasanipun/dilalah karsa Allah/begja-begjane kang lali/luwih
begja kang eling lawan waspada.
Artinya:
Mengalami zaman gila, serba sulit dalam pemikiran, ikut
menggila tidak tahan, kalau tidak ikut (menggila), tidak (akan)
mendapat bagian, akhirnya (mungkin) kelaparan, (tetapi) takdir
kehendak Allah, sebahagia-bahagianya (orang) yang lupa,
(masih) bahagia yang sadar dan waspada.
Kemudian di ikuti oleh zaman yang kedua yaitu Zaman Kalabendu,
ialah ketika moralitas semakin merosot disebabkan oleh pola pikir yang salah.
Hal ini terdapat dalam Serat Sabda Jati sebagai berikut:
Para janma jaman pakewuh, kasudranira andadi,
daurune saya ndarung,
keh tyas mirong murang margi,
kasetyan wus ora katon.
Artinya:
Orang-orang dalam zaman pakewuh (edan), kerendahan budinya
makin menjadi-jadi, kekacauan bertambah, banyak orang berhati
sesat (buruk), melanggar peraturan yang benar, kesetiaan sudah
tiada terlihat.
Kemudian muncul zaman yang ketiga,Zaman Kalasuba atau
zaman keemasan. Datangnya masa keemasan sebagai akhir kalabendu,
terdapat dalam Serat Jaka Lodhang, sebagai berikut:
Sangkalane maksih nunggal jamanipun,
neng sajroning madya akir,
Wiku sapta ngesthi ratu,
ngadil pari marmeng dasih,
ing kono karsaning Manon.
45
Artinya:
Ciri waktu pada zaman itu, yakni pada pertengahan, dengan ciri
tahun; wiku sapta ngesthi ratu. Itulah masa keadilan dan
kemakmuran yang merata, demikian kehendak Tuhan.
Itulah sekilas konsep pemikiran Ranggawarsita mengenai
zaman Kalatidha yang dituangkan dalam beberapa karya sastranya. Yang
pada intinya pada zaman edan atau zaman Kalatidha yaitu ditandai dengan
adanya pola pikir yang salah, itu dapat terlihat dari bait-bait sinom yang
ditulis oleh Ranggawarsita di dalam Seratnya Di dalam karya tersebut
terdapat banyak sekali ajaran moral yang dapat diterapkan dalam konteks
zaman sekarang ini.
E. Karya – Karya Raden Ngabehi Raggawarsita
Ranggawarsita adalah penutup. Setelah kematiaannya tidak ada lagi
pujangga, yang ada hanyalah penulis. Itulah pendapat yang lazim di dalam
tradisi kepustakaan Jawa. Pujangga memang sebuah sebutan yang
mengandung kebebasan karena selain kemampuan menggubah karya
sastra, seorang pujangga dituntut untuk mempunyai kemampuan penalaran
dan intelektualitas yang tinggi, sambegana atau cerdas. Selain itu, ia juga
harus peka untuk menangkap dan memahami tanda-tanda Zaman atau
nawungkrida, dan Ranggawarsitalah yang memenuhi syarat menyandang
sebutan pujangga besar (Sukanto; 2001: 1). Hal ini sebagaimana yang
dinyatakan oleh C.F. Winter bahwa “Ranggawarsita adalah gurunya yang
tidak tergantikan. Karya-karyanya merupakan dokumen budaya yang
sangat penting” (Sukanto; 2001: 119).
Sebagai Pujangga keraton Surakarta yang terakhir, Raden Ngabehi
46
Ranggawarsita meninggalkan karya-karya yang monumental. Karya-karya
Raden Ngabehi Ranggawarsita tersebut ditulis dalam bentuk prosa, puisi,
dan prosa lirik. Adapun bidang yang ditulis terdiri atas sejarah,
pendidikan, seni, biografi, filsafat dan ilmu pengetahuan (Andjar; 1980:
122). Karya-karya tersebut banyak sekali jumlahnya, dan dapat
dikategorikan menjadi tujuh kategori: karya yang ditulis sendiri, karya
Ranggawarsita yang ditulis bersama orang lain, karya orang lain yang
pernah disalin oleh Ranggawarsita, karya almarhum yang ditulis orang
lain, karya orang lain yang diakui sebagai karya Ranggawarsita, karya
Ranggawarsita yang digubah bentuknya oleh orang lain dan karya
Ranggawarsita yang diubah bentuknya oleh orang lain
a) Karya yang ditulis sendiri, Serat Wirid Hidayat Jati, Babad Itih,
Serat Pustakaraja Purwa, Serat Mardawa Lagu, Serat
Paramasastra, Serat Pawukon, Rerepen Sekar Trengahan,
Sejarah Pari Sawuli, Serat Iber-Iber, Uran-uran Sekar Gambuh,
Widyapradana (Prabowo; 2003: 59).
b) Karya Ranggawarsita yang ditulis bersama orang lain(C. F.
Winter), Kawi Javaansche Woordenboek, Serat Saloka Akaliyan
Paribasan, Serat Saridin, Serat Sidin (Prabowo; 2003: 59).
c) Karya orang lain yang pernah disalin oleh Ranggawarsita, Serat
Bratayuda, Serat Jayabaya dan Serat Panitisastra (Prabowo;
2003: 60).
47
d) Karya almarhum yang ditulis orang lain, Serat Aji Darma,
Ajinirmala, Aji Pamasa, Budayana, Cakrawati, Cemporet,
Darmasarana, Jakalodang, Jayengbaya, Kalatidha,
Nyatnyanaparta, Pambeganing Nata Binhatara, Panji
Jayengtilam, Pamoring Kawula Gusti, Paramayoga,
Partakaraja, Pawarsakan, Purwangkara, Purwangyana,
Purwasana, Sari Wahana, Sidawakya, Wahana Sampatra,
Wedharaga,Wedhasatya, Wirid Sopanalaya, Witaradya,
Yudhayana, Kridamaya, Wirid Maklumat Jati (Prabowo; 2003:
60).
e) Karya orang lain yang diakui sebagai karya Ranggawarsita, Serat
Kalatidha Piningit.
f) Karya Rangggawarsita yang digubah bentuknya oleh orang lain
atas perintah Sri Mangkunagara IV, Serat Pustakaraja
Karya Ranggawarsita itu digubah kembali menjadi empat
jenis Pakem Pustakaraja. Pakem tersebut disimpan di Museum
Reksapustaka Mangku-negaran. Adapun keempat pakem itu
sebagai berikut.
1). Pakem Pustakaraja Purwa, untuk pedalangan wayang purwa
2). Pakem Pustakaraja Madya, untuk pedalangan wayang madya
3). Pakem Pustakaraja Antara, untuk pedalangan wayang
gedhog
48
4). Pakem Pustakaraja Wasana, untuk pedalangan wayang klitik
(Prabowo; 2003: 56-57)
g) Karya Ranggawarsita yang diubah bentuknya oleh orang lain
yaitu Jaman Cacat, Serat Paramayoga.
Menurut Kamajaya diantara karya-karya Ranggawarsita yang paling
terkenal sampai sekarang adalah:
a) Serat Kalathida yang terkenal dengan gambaran “zaman edan”.
b) Jaka Lodhang yang berisi ramalan akan datangnya zaman baik.
c) Cemporet berisi cerita roman yang bahasanya sangat indah
d) Pustaka Purwa memuat cerita wayang Mahabarata.
e) Sabdatama berisi ramalan tentang sifat zaman makmur dan
tingkah laku manusia yang tamak dan loba.
f) bdajati memuat ramalan zaman hingga sang pujangga meminta
diri untuk memenuhi panggilan Tuhan (wafat).
g) Wirid Hidayat Jati berisi ilmu kesempurnaan (Kamajaya; 1980:
19)
49
BAB IV
ANALISIS AJARAN RANGGAWARSITA DALAM SERAT KALATIDHA
TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM
A. Karateristik Pendidikan Moral Yang Ideal menurut Raden Ngabehi
Ranggawarsita dalam Serat Kalathida
Moral dalam arti luas adalah mencakup bagaimana hubungan dengan
Tuhan, hubungan sesama manusia dan hubungan dengan alam semesta.
Orang yang memiliki moral yang baik adalah yang mampu
menyeimbangkan ketiga hubungan di atas pada setiap tempat dan setiap
waktu. Moral juga harus dipandang sebagai suatu yang memiliki nilai
otonomi dan universal sehingga ia dapat berlaku pada lintas waktu, lintas
aktivitas dan lintas tempat (Syahrin; 2005: 45)
Konsep moralitas dan pendidikan moral hendaknya diperdalam tidak
hanya mengenai pengenalan nilai-nilai, tetapi dilanjutkan sampai ke
50
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai. Pada saat ini
pendidikan moral lebih banyak berupa sopan santun, etika, sikap hormat dan
saling menghargai dalam arti berdasarkan acuan-acuan nilai budaya dalam
pergaulan sehari-hari di masyarakat, keluarga dan sekolah.
Adapun karakteristik moral yang ideal yang diungkapkan
Ranggawarsita melalui sinomnya dalam Serat Kalathida, yaitu: (a) tiadanya
teladan perilaku pemimpin mengakibatkan rusaknya Negara; (b) kepandaian
tanpa moralitas akan membawa petaka; (c) sebahagia-bahagia orang yang
lupa, masih lebih bahagia orang yang ingat dan waspada; siapa pun harus
bertahan pada kebenaran meski sekelilingnya berbuat angkara. Kemudian,
akan penulis jelaskan sebagai berikut:
a. Tidak adanya teladan perilaku pemimpin mengakibatkan rusaknya
Negara
Karakter moral yang pertama dari Ranggawarsita adalah;
“pemimpin yang tak mampu memberi teladan perilaku hanya akan
merusak tatanan kehidupan suatu Negara”. Bila kita cermati, pada sinom
bait-1 dalam Serat Kalathida, merupakan kesaksian Ranggawarsita
bahwa kekuasaan tertinggi hukum dilecehkan, sebagai wujud tidak
adanya keteladanan dari para penguasa, yang mengakibatkan martabat
Keraton Surakarta saat itu jatuh tumbang, Ini terlihat pada sinom bait-1
itu sebagai berikut:
Mangkya darajating praja (keadaan Negara waktu
sekarang)
Kawuryan wus sunyaruri (sudah semakin merosot)
Rurah pangrehing ukara (keadaan Negara telah rusak)
49
51
Karana tanpa palupi (karena sudah tidak ada yang
dapat di ikuti lagi)
Atilar silastuti (sudah banyak yang
meninggalkan tradisi)
Sujana sarjana kelu (orang cerdik cendikiawan)
Kalulun kalattida (terbawa arus zaman)
Tidhem tandhaning dumadi (suasananya mencekam)
Ardayengrat dene karoban rubeda (karena dunia penuh dengan
kerepotan)
Serat Kalathida, bait-1
Menurut Ranggawarsita dalam bait-1 di atas adalah, kehormatan
Negara jatuh karena tidak jelasnya dan lemahnya penegakan aturan
hukum (rurah pangrehing ukara). Kekuasaan tertinggi hukum juga
dilecehkan karena perilaku para pemimpin kerajaan tidak mampu
memberikan suri teladan (karanatanpa palupi). Menghadapi suasana
demikian, para intelektual kebingungan (kalulun Kalathida) apalagi
rakyat jelata. Maka, beraneka bencana dan musibah serentak mendera
seluruh pelosok kerajaan. Jika dibawa ke era masa kini, pesan moral
Ranggawarsita ini masih aktual.
b. Kepandaian tanpa moralitas akan membawa petaka
Karakteristik moral yang kedua yaitu; kepandaian tanpa moralitas
akan membawa petaka. Maksudnya, saat itu Keraton Surakarta
mempunyai raja yang begitu pandai, yaitu Sri Sultan Paku Buwono IX
(Ratune ratu utama), demikian juga perdana menterinya (Patihe patih
linuwih), didukung oleh punggawa dan pembesar kasultanan serta
prajurit yang pandai, bukan orang-orang sembarangan, beliau-beliau
orang yang berpendidikan.
52
Namun demikian, mengapa semua kepandaian itu tidak sanggup
memperbaiki nasib bangsa yang sedang tersungkur dalam putaran nasib
zaman (parandene tan dadi paliyasing kalabendu). Mengapa keburukan
malah makin menjadi-jadi (Mandar sangkin andadra). Pada saat itu
moralitas mereka sangat jelek.
Melihat fenomena yang seperti ini Ranggawarsita mencoba
mengaitkan moral dan kebutuhan hidup zaman tersebut dan menuangkan
dalam karya sastranya. Berikut ini bait-2 yang menggambarkan
kebimbangan Ranggawarsita sebagai intelektual:
Ratune ratu utama (sebenarnya rajanya termasuk raja
yang baik)
Patihe patih linuwih (patihnya juga cerdik)
Pra nayaka tyas raharja (semua anak buahnya hatinya baik)
Panekare becik-becik (pemuka-pemuka masyarakat baik)
Parandene tan dadi (namun segalanya itu tidak
menciptakan kebaikan)
Paliyasing kala bendu (oleh karena adanya zaman kala
bendu)
Mandar mangkin andadra rubeda angrebedi (bahkan kerepotan-
kerepotan menjadi)
Beda-beda ardaning wong saknegara (lain orang lain
pikiran dan
maksudnya)
Serat Kalathida bait-2
Maksud dari bait-2 yaitu; Ranggawarsita mengakui bahwa Raja,
patih, menteri, serta punggawa dan prajurit kerajaan adalah orang-orang
pilihan dan pintar-pintar. Jika keadaan malah rusak, pasti ada sesuatu
yang kurang dalam diri mereka, yaitu moral.
Ranggawasita sesungguhnya hendak mengajarkan suatu pesan
moral bahwa setinggi apapun pendidikan dan intelegensi penguasa, jika
53
tidak memiliki integritas moral, segala keunggulan itu tidak berguna,
malahan justru membahayakan bangsa.
c. Siapapun harus bertahan pada kebenaran meski sekelilingnya
berbuat angkara
Karakteristik moral berikutnya dari Ranggawarsita adalah
“sebahagia-bahagia orang yang lupa, masih lebih bahagia orang yang
ingat dan waspada; siapa pun harus bertahan pada kebenaran meski
sekelilingnya berbuat angkara”.
Saat itu Ranggawarsita menyaksikan kekacauan dan kegalauan
kondisi sosial politik yang membelit pada “zaman edan” di Keraton
Surakarta saat itu, yang digambarkan dalam bait-7 pada Serat Kalathida:
Amenangi jaman edan (hidup didalam jaman edan)
Ewuh aya ing pambudi (memang repot)
Milu edan nora tahan (akan mengikuti tidak sampai hati)
Yen tan milu anglakoni (tetapi kalau tidak mengikuti
geraknya zaman)
Boya kaduman melik (tidak mendapatkan apapun juga)
Kaliren wekasanipun (akhirnya dapat menderita kelaparan)
Ndilalah karsa Allah (namun sudah menjadi kehendak
Allah)
Begja-begjane kang lali (bagaimanapun juga walaupun orang
yang lupa itu bahagia)
Luwih begja kang eling lawan waspada (lebih bahagia orang
yang senantiasa ingat dan wapada)
Serat Kalathida bait-7
Pada bait-7 ini, Ranggawarsita mengungkap dilema kehidupan
pada zaman edan, Dilema pada orang yang ragu-ragu tentunya. Mau ikut
gila, hati masih belum sampai, tapi kalau tidak ikut menggila bisa
kelaparan. Dan lagi-lagi kehebatan Ranggawarsita beliau tidak sekedar
memaparkan masalah, namun memberi peringatan sekaligus solusi: eling
54
lawann waspada. Eling berarti ingat, yakni selalu mengingat Allah.
Lawan waspada artinya selalu bersikap waspada
B. Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Kalathida
Di dalam Serat Kalathida karya Raden Ngabehi Ranggawarsita ini
banyak terdapat nilai pendidikan moral pada baik-bait yang beliau tulis,
antara lain sebagai berikut:
a. Sepi ing pamrih
Berjuang itu membutuhkan budi yang luhur, yaitu apabila manusia
selalu berusaha menjalankan hidupnya dengan segala tabiat, watak dan
sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Mulia, seperti sifat
kasih sayang sesama, suci, adil dan tidak membeda-bedakan tingkat,
baik kecil-besar, kaya-miskin, semua dianggap sebagai saudara sendiri,
tanpa menghilangkan tatakrama dan tatasusila. Suka menolong serta
melindungi tanpa mengharapkan balas jasa dan selalu menuju
terselenggaranya kesejahteraan. Mereka tidak mengharap balas jasa
berupa apapun juga, baik harta tenaga maupun pikiran orang lain
(Herusatoto; 2010: 110).
Ini sejalan dengan pemikiran Ranggawarsita dalam Serat
Kalathida bait ke 3 yang mengajarkan untuk berhati-hati dalam segala
perbuatan, jangan sampai hanya berujung kepada pamrih (ingin dipuji
orang lain) akan tetapi inti apa yang dikerjakan tidak sampai.
Met pamprih melik pakoli (karena ada pamrih
untuk mendapatkan
sesuatu)
55
Temah suhha ing karsa tanpa wiweka (karena terlalu
gembira hingga
kehilangan
kewaspadaan)
Serat Kalathida bait-3
Makna bait-3 adalah sebagai berikut: karena ada pamrih untuk
mendapatkan sesuatu, karena terlalu gembira, sang pujangga kehilangan
kewaspadaan. Itulah yang seharusnya diwaspadai, kadang seseorang
ketika mengerjakan sesuatu selalu mengharapkan pamrih, kemudian
mereka menjadi lupa tentang hakikat amal yang dijalankannya.
b. Taubat / Meminta maaf
Taubat adalah meminta ampun pada Gusti Allah atas segala
kesalahan yang diperbuatnya, dalam hubungan sesama taubat artinya
mengakui dan meminta ampun pada saudara sesamanya. Dalam konteks
ini pengertian taubat adalah mengakui dirinya bersalah dan tidak
mengulangi perbuatannya (Astianto; 2012: 154). Anjuran untuk selalu
bertaubat dan meminta maaf kepada sesama ketika kita berbuat
kesalahan, juga terlihat dalam bait ke-8 Serat Kalathida karya
Ranggawarsita. Bait tersebut berbunyi sebagai berikut:
Semana iku bebasan padu-padune kepengin (semua itu sebenarnya
hanya karena gejolak
hati)
Enggih mekoten man doblang (bukan begitu paman
doblang)
Bener ingkang angarani (memang benar jika
ada yang berkata
demikian)
Nanging sajroning batin (namun sebenarnya di
di dalam hati)
Sejatine nyamut nyamut (sebenarnya repot
juga)
56
Wis tuwa are papa (sekarang sudah tua,
apalagi yang mau
dicari)
Muhung mahas ing asaepi (lebih baik menyepi)
Supayantuk pengaksamaning Hyang Suksma (agar dapat mendapat
ampunan Allah)
Serat Kalathida bait-8
Makna dari bait-8 adalah sebagai berikut: hal ini sebenarnya
karena adanya keinginan. begitu kan paman Doblang? Kalau ada yang
mengatakan begitu, memang benar. Tetapi dalam hati memang susah
juga. Sekarang sudah tua, mau mencari apa lagi. Lebih baik menyepi
untuk mendapat ampunan Allah.
c. Kesabaran dan Jiwa Ksatria
Nilai kesabaran dan kesatria tidak terlihat langsung dalam bait
Serat Kalathida karya Ranggawarsita. Namun ini tersirat dalam nilai
yang disebut mati sajroning ngaurip (mati dalam hidup) adalah usaha
diri dalam menghidupkan hari dari pengaruh-pengaruh keduniaan
sehingga hati suci dari pengaruh nafsu dunia (Dwiyanto; 2012: 49).
Ajaran tentang nilai kesabaran tercantum dalam Serat Kalathida
bait-12, yaitu sebagai berikut:
Sageda sabar santosa (mudah-mudahan kami dapat
sabar dan sentosa)
Mati sajroning ngaurip (mampu menjalankan mati
dalam hidup)
Kalis ing reh aruraha (Lepas dari kerepotan)
Murka angkara sumingkir (serta menjauh dari
keangkara murkaan)
Serat Kalathida bait-12
57
Makna bait ini adalah: Kiranya saya mampu sabar dan sentosa,
mati dalam hidup, terbebas dari semua kerepotan dan angkara murka
menyingkir.
Pada bait ini menunjukkan kemampuan Ranggawarsita dalam
menghadapi kondisi hidupnya di Istana dengan sabar yang pada
akhirnya menumbuhkan rasa aman dan tentram serta terbebas dari
segala kesukaran dan bencana.
d. Memegang Amanah
Seorang Raja yang memerintah kerajaan Jawa selalu digambarkan
bahwa ia tidak hanya memiliki kekuasaan terhadap Negara dan harta
benda melainkan juga terhadap kawula dengan segala kehidupan
pribadinya (Partini; 2010:37). Kemudian, posisi pemimpin yang sangat
berkuasa atas rakyatnya kadang pemimpin itu lupa akan tugas dan
amanah sebagai seorang pemimpin seperti yang diungkapkan
Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha bait ke-4
yan dipikir sayekti (sebenarnya kalau direnungkan)
mundhak apa aneng ngayun (apa sih gunanya menjadi
pemimpin?)
Andhedher kaluputan (menanam benih kesalahan)
Siniraman banyu lali (apalagi bila disiram air lupa)
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka (hasilnya tidak lain
adalah bunga kerepotan)
Serat Kalathida bait-4
Makna dari bait ke 4 adalah berikut: kalau benar-benar
direnungkan, apa manfaatnya menjadi pemimpin kalau hanya menebar
benih kesalahan, terlebih lagi bila disiram air lupa maka hasilnya
58
hanyalah berbunga kesusahan. Serat Kalatidha bait ke 4 ini menegaskan
dan memberi gambaran bahwa menjadi seorang pemimpin merupakan
suatu tanggung Jawab yang besar yaitu dalam memegang amanat rakyat.
e. Keteladanan
Menjadi seorang pemimpin mempunyai kewajiban untuk
memberikan keteladanan kepada bawahan serta rakyatnya, jika seorang
pemimpin tidak bisa memberikan keteladanan maka akan rusak
pemerintahan/kerajaan beserta rakyatnya, seperti yang digambarkan
Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha bait-1:
Mangkya darajating praja (keadaan Negara waktu
sekarang)
Kawuryan wus sunyaruri (sudah semakin merosot)
Rurah pangrehing ukara (keadaan Negara telah rusak)
Karana tanpa palupi (karena sudah tidak ada yang
dapat di ikuti lagi)
Atilar silastuti (sudah banyak yang
meninggalkan tradisi)
Sujana sarjana kelu (orang cerdik cendikiawan)
Kalulun kalattida (terbawa arus zaman)
Tidhem tandhaning dumadi (suasananya mencekam)
Ardayengrat dene karoban rubeda (karena dunia penuh dengan
kerepotan)
Serat Kalathida, bait-1
Makna dari bait-1 ini adalah berikut : keadaan negara yang kian
merosot karena tidak ada lagi yang memberi tauladan (karana tanpa
palupi) , banyak yang meninggalkan norma kehidupan (atilar silastuti).
Para cendekiawan terbawa arus jaman yang penuh keragu-raguan
(sarjana kelu, kalulun ing kalatidha). Suasana mencekam karena dunia
sudah penuh masalah
59
f. Jangan Hiraukan Kabar Angin
Kehidupan bermasyarakat Jawa tempo dulu berbudaya lisan,
apapun berita yang terucap dari lidah akan cepat tersebar dan diketahui
oleh masyarakat umum. Lalu, itu akan menjadi kabar angin, kalau istilah
zaman sekarang kita menyebutnya gosip.
Sebagai hamba Allah yang baik, kita dihimbau untuk tidak
menghiraukan kabar angin. Kabar angin sebaiknya jangan terlalu
dipikirkan dan biarlah berlalu, karena kabar yang belum jelas
kebenarannya itu akan mengotori hati seseorang dan akan menduga-
duga terhadap kejadian tersebut. Ranggawarsita mengajarkan kita untuk
tidak memperhatikan kabar yang belum jelas melaui tulisannya dalam
Serat Kalatidha bait ke-5.
Ujaring panitisastra (menurut para ahli sastra)
Awewarah asung peling (sebenarnya sudah ada
peingatan)
Ing jaman keneng musibat (dalam zaman yang penuh
musibah dankerepotan ini)
Wong ambeg jatmika kontit (orang yang berbudi tidak
terpakai)
Mengkono yen niteni (demikianlah jika kita
perhatikan)
Pedah apa amituhu (apa gunanya meyakini kabar
angin)
Pawarta lolawara mundhuk angreranta ati (akibatnya hanya
menyusahkan hati)
Angurbaya angiket cariteng kuna (lebih baik menggubah karya-
karya jaman dahulu kala)
Serat Kalathida bait-5
Makna dari bait diatas yaitu; menurut para ahli sastra
(panitisastra), sebenarnya sudah ada peringatan. Di jaman yang serba
repot ini, orang berbudi tidak dipakai. Demikianlah jika kita meniliti.
60
Apa guna meyakini kabar angin, akibatnya akan menyusahkan hati.
Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
g. Jangan Kehilangan Kewaspadaan
Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha menganjurkan bahwa
dalam setiap apa yang kita lakukan, dilarang untuk meninggalkan
kewaspadaan.
Ikhtiyar iku yekti (manusia itu wajib
berikhtiar)
Pamilihing reh rahayu (hanya harus diingat,
harus memilih jalan
yang baik)
Sinambi budidaya (bersamaan dengan
itu)
Kanthi awas lawan eling (juga harus ingat dan
waspada)
Kanthi kaesti antuka parmaning sukma (agar selalu mendapat
berkah dari Allah)
Serat Kalathida bait-10
Makna dari bait-10 adalah: manusia wajib ikhtiar. Melalui jalan
yang benar. Sembari ikhtiar tersebut manusia harus tetap ingat supaya
mendapatkan rahmat Tuhan.
C. Relevansi Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat
Kalathida dengan Pendidikan Akhlak Islam
Setelah diketahui nilai moral yang terkandung dalam Serat Kalathida
tersebut, penulis akan uraikan firman-firman Allah tersebut dalam konteks
pendidikan akhlak Islam
1. Ikhlas (Jangan Pamrih)
61
Artinya: Katakan, "Aku diperintahkan untuk menyembah Allah
dengan penuh ikhlas dan tulus murni, tanpa ada kesyirikan
dan riyâ' atau pamrih dalam (menjalankan) agama(Qs az
Zumar 11)
Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang
yang ikhlas menyerahkan diri kepada Allah, sedang diapun
mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim
yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya (Qs an-nisaa‟ 125)
…. …
Artinya : … Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia, dan
ada orang yang menghendaki akhirat …. (Qs al Imron 152)
2. Taubat
Artinya :Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk
patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu
kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang (Qs. Al-Baqarah 128)
…
Artinya : … Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri (Qs. Al-
Baqarah 222)
3. Sabar
62
Artinya :hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga, serta
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung (Qs al
imron 200)
Artinya: hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-
orang yang sabar (Qs Al Baqarah 153)
4. Amanah
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya (Qs Al Mu‟minun 8)
Artinya :hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (Qs
at Taubah 119)
5. Keteladanan
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah(Qs. Al Ahzab 21)
Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs
Al Imron 31)
63
6. Menanggapi Suatu Kabar Secara Kritis
Artinya :hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.(Qs. Al
Hujuraat 6)
7. Selalu Waspada dengan Mengingat Allah
Artinya :Dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu
berjaga-jaga (Qs Asy Syu‟ara‟ 56)
Artinya :Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap
hamba yang kembali (mengingat Allah) (Qs Qaaf 8)
Kemudian penulis menyatakan bahwa ada relevansi nilai moral Serat
Kalathida dengan pendidikan Akhlak Islam jika nilai moral tersebut selaras
dengan al-Qur‟an dan sunnah sebagai tolok ukur akhlak tersebut. Adapun
analisisnya sebagaimana pada tabel berikut:
No
Nilai-nilai
Moral
Relevansi
Landasan al-
Qur‟an
Pendidikan
akhlak Islam
1 Sepi ing pamrih Az Zumar 11
An nisaa‟ 125
Al a‟raf 29
√
64
2 Taubat Al Baqarah 128
Al Baqarah 222
√
3 Kesabaran dan Jiwa Satria Al Imron 200
Al Baqarah 153
√
4 Memegang Amanah Al mu‟minun 8
At Taubah119
√
5 Keteladanan Al ahzab 21
Al imron 31
√
6 Jangan Hiraukan Khabar
Angin
Al hujuraat 6 √
7 Jangan Kehilangan
Kewaspadaan
Asy Syu‟ara‟ 56
Qaaf 8
√
Selain akhlak-akhlak tersebut, Ranggawarsita sangat menekankan, bahwa
seorang manusia itu haruslah selalu berikhtiar dan „eling‟. Ini selaras dengan
pengulangan kata ikhtiar dan eling di Serat Kalathida dalam bait-9 dan bait-10
sebagai berikut:
Beda lan kang wus santosa; (Lain dengan yang sudah sentausa)
Kinarilah ing Hyang Widhi (Mendapatkan rahmat Allah)
Satiba malanganeya; (Nasibnya selalu baik)
Tan susah ngupaya kasil; (Tidak sulit upayanya)
Saking mangunah prapti (Selalu memperoleh hasil)
Pangeran paring pitulung; (Tuhan selalu memberi pertolongan)
Marga samaning titah (Memberi jalan semua ummatnya)
Rupa sabarang pakolih (Sehingga memperoleh semuanya)
Parandene maksih taberi ikhtiyar (Tetapi manusia tetaplah
berikhtiar)
Serat Kalathida bait-9
65
Pada bait-9 tersebut, Ranggawarsita menekankan pentingnya ikhtiar,
beliau memberi contoh orang-orang yang berhasil karena dirahmati Allah.
Sakadare linakonan (kita laksanakan, apapun sekedarnya)
Mung tumindak mara ati (perbuatan yang menyenangkan hati)
Angger tan dadi prakara (asal tidak menumbulkan masalah)
Karana riwayat muni (karena sudah dikatakan)
Ikhtiyar iku yekti (manusia itu wajib berikhtiar)
Pamilihing reh rahayu ((hanya harus diingat, harus memilih
jalan yang baik)
Sinambi budidaya (bersamaan dengan itu)
Kanthi awas lawan eling (juga harus ingat dan waspada)
Kanthi kaesti antuka parmaning sukma (agar selalu mendapat
berkah dari Allah)
Serat Kalathida bait-10
bait-10 ini merupakan penegasan bahwa ikhtiar itu sesungguhnya
memilih jalan agar selamat sambil terus berusaha disertai dengan awas dan
sadar yang bertujuan agar mendapatkan kasih anugerah Tuhan. Selaras
dengan firman Allah dalam Qs Ar-ra‟du 11 akan pentingnya manusia untuk
berikhtiar dalam kehidupannya sebagai berikut;
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya,
mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merubah kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia (Qs ar Ra‟du 11)
Pada akhirnya, penulis berpendapat bahwa ajaran Serat Kalathida ini
relevan dengan semangat perjuangan umat Islam di Indonesia untuk selalu
66
mengembangkan Pendidikan Agama Islam terutama dalam bidang akhlak
hingga dapat berkembang pesat seperti zaman sekarang ini.
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, penulis menemukan adanya
relevansi antara nilai moral pada Serat Kalathida dengan pendidikan Akhlak
Islam masa kini, beberapa kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Karakteristik pendidikan moral yang ideal menurut Raden Ngabehi
Ranggawarsita dalam Serat Kalathida yaitu:
a. Tidak adanya teladan perilaku pemimpin mengakibatkan rusaknya
Negara;
b. Kepandaian tanpa disertai moralitas akan membawa petaka;
c. Sebahagia-bahagianya orang lupa, masih bahagia orang yang ingat
dan waspada; siapa pun harus bertahan pada kebenaran meski
sekelilingnya berbuat angkara
2. Adanya relevansi antara nilai pendidikan moral yang terkandung
dalam Serat Kalathida karya Raden Ngabehi Ranggawarsita terhadap
67
pendidikan akhlak Islam masa kini, yaitu:
a. Sepi ing Pamrih, mengajarkan selalu ikhlas dan tidak mengharap
pamrih
b. Taubat/ Meminta Maaf
c. Amanah
d. Keteladanan
e. Jangan Hiraukan Kabar Angin
f. Jangan Kehilangan Kewaspadaan
g. Dan Selalu Berikhtiar
B. Saran
Tidak diragukan lagi, bahwa Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah
seseorang pujangga besar Jawa, pemikirannya amat luas dan mendalam,
oleh karena itu perlu sekali kita kaji dan kita pelajari karena akan banyak
manfaatnya, terutama bagi khasanah dan ilmu pengetahuan tentang budaya
Jawa.
Untuk mendalami ajaran Raden Ngabehi Ranggawarsita yang begitu
banyak karyanya, tentunya tidak cukup jika hanya membaca skripsi yang
singkat dan sederhana ini, apalagi skripsi ini fokus membahas mengenai
karya Ranggawarsita dalam Serat Kalathida saja, maka dari itu penulis
menyarankan agar kita, khususnya para mahasiswa dan para akademisi
membaca buku-buku yang berkenaan dengan karya Ranggawarsita yang
lain. Dengan begitu akan lengkaplah pengetahuan tentang ajaran Raden
Ngabehi Ranggawarsita.
68
DAFTAR PUSTAKA
Any, Andjar. 1989. Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabdapolan.
Semarang: Aneka Ilmu
Asmaran, AS. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press
Asrori, M. Dkk. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara
Astianto, Heniy. 2012. Filsafat Jawa. Yogyakarta: Warta Pustaka
Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Bandung: CV
Penerbit Diponegoro
Djamaluddin. Dkk. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka
Setia
Echols, John M. Dkk. 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Edina, Sofia. 2013. Metodologi Penelitian Sosial (Pendekatan Qualitatif dan
Quantitatif eds.7). Jakarta: PT Indeks
Hadi, Sutrisno. 1989. Pengantar Pendidikan Islam. Bandung: Al Ma‟rifat Rosda
Karya
Hasyim, Umar. 1974. Sunan Kalijaga. Kudus: Menara Kudus
Herusatoto, Budiono. 2010. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT
hanindita Graha Widya
69
Ibung, Dian. 2009. Mengembangkan nilai moral pada anak. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Idrus, Muhammad. 2009. Metodologi Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta:
Erlangga
Kamajaya. 1980. Lima Karya Pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita. Jakarta:
Debdikbud
Langeveld. 1980. Pedagogik teoritis dan Sistematis. Bandung: Jemmars
Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT
Al-Ma‟arif
Masrin, Surya. 2009. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Sedekah
Kampung (Di Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten
Bangka Barat). Skripsi tidak diterbitkan. Bangka Barat: Jurusan Tarbiyah
STAIN SAS
Natsir, Muhammad. 1954. Capita Selekta. Jakarta: Bulan Bintang
Ndharaha, Tahziduhul. 1989. Konsep Administrasi di Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara
Norma, Ahmad. 1999. Zaman Edan Ranggawarsita. Yogyakarta: Bentang.
Partini. 2010. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo
Litera Media
Prabowo, Dhanu Priyo. 2003. Pengaruh Islam Dalam Karya-Karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita. Yogyakarta: Narasi Press
Purwadaminta, W J S. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Risnayanti. 2004. Implementasi Pendidikan Agama Islam di Taman Kanak-Kanak
Ralia Jaya Villa Dago Pamulang. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta:
Perpustakaan Umum
Saridjo, Marwan. 1979. Sejarah Pondok Pesantren Indonesia. Jakarta: Dharma
bhakti
Shobron, Sudarno. Dkk. 2008. Studi Islam 1. Surakarta: LPID U.M Surakarta
Simuh. 1988. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita (Suatu Studi
Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati). Jakarta: UI Press
70
Soeparwoto. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT Unnes Press
Sulaiman. 1992. Struktur Sosial dan Nilai Budaya Masyarakat pedesaan.
Yogyakarta: ABD
Syahrin, Harahap. 2005. Penegakan Moral Akademik di Dalam dan di luar
Kampus. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Thoha, M Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Tim Penyusun KBBI. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Widyawati, Wiwin. 2012. Serat Kalathida. Yogyakarta: Pura Pustaka
Yasasusastra, J. syabhan. 2008. Ranggawarsita Menjawab Takdir. Yogyakarta:
Imperium
Zaidan, abd Karim. 1976. Ushul al dakwah. Beirut: Muassasah al-risalah
Zulfahnur. 1998. Sejarah Sastra Indo
74
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Desi Cahya Wulandari
Nim : 111 10 061
TempatTanggal Lahir : Magelang, 20 Desember 1992
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Pare, RT.003, RW.007, Kelurahan Ngabean,
Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang
Latar Belakang Pendidikan Formal
TK DARMA WANITA : Tahun1997-1998
SD N 2 PARE : Tahun1998-2004
MTS AL-GHOZALY WONOSOBO : Tahun2004-2007
SMA AL-HUSAIN MUNTILAN : Tahun2007-2010