ajkll

11
a. Definisi Fraktur patella adalah diskontinuitas patella karena trauma b. Ruang lingkup Fraktur tertutup, fraktur terbuka, undisplaced dan displaced c. Indikasi Operasi Semua keadaan dengan posisi displaced tertutup maupun terbuka d. Kontra indikasi Operasi Keadaan umum penderita jelek e. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin dan foto polos lutut Patofisiologi fraktur Patela Mekanisme fraktur 1. Trauma langsung/Direct a. Disebabkan karena penderita jatuh dalam posisi lutut flexi dimana patella terbentur dengan lantai b. Karena diatas patella hanya terdapat subcutis dan kutis, sehingga dengan benturan tersebut tulang patella mudah patch c. Biasanya jenis patahnya comminutiva (stelata), pada jenis patah ini biasanya medial dan lateral quadrisep expansion tidak ikut robek, hal ini menyebabkan penderita masih dapat melakukan extensi lutut melawan gravitasi 2. Trauma tak langsung/Indirect a. Karena tarikan yang sangat kuat dan otot quadrisep yang membentuk musculotendineus melekat pada patella, sering terjadi pada penderita yang jatuh dengan tungkai bawah menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot quadrisep kontraksi secara keras untuk mempertahanakan kestabilan lutut. b. Biasanya garis patahnya transversal avulse ujung atas atau ujung bawah dan patella Klasifikasi fraktur Patela berdasarkan patologinya 1. Trauma langsung/Direct Fraktur comminutiva

Upload: arinny-tujuwale-sengkey

Post on 13-Jul-2015

350 views

Category:

Art & Photos


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ajkll

a. Definisi

Fraktur patella adalah diskontinuitas patella karena trauma

b. Ruang lingkup

Fraktur tertutup, fraktur terbuka, undisplaced dan displaced

c. Indikasi Operasi

Semua keadaan dengan posisi displaced tertutup maupun terbuka

d. Kontra indikasi Operasi

Keadaan umum penderita jelek

e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin dan foto polos lutut

Patofisiologi fraktur Patela

Mekanisme fraktur

1. Trauma langsung/Direct

a. Disebabkan karena penderita jatuh dalam posisi lutut flexi dimana patella terbentur dengan

lantai

b. Karena diatas patella hanya terdapat subcutis dan kutis, sehingga dengan benturan tersebut

tulang patella mudah patch

c. Biasanya jenis patahnya comminutiva (stelata), pada jenis patah ini biasanya medial dan

lateral quadrisep expansion tidak ikut robek, hal ini menyebabkan penderita masih dapat

melakukan extensi lutut melawan gravitasi

2. Trauma tak langsung/Indirect

a. Karena tarikan yang sangat kuat dan otot quadrisep yang membentuk musculotendineus

melekat pada patella, sering terjadi pada penderita yang jatuh dengan tungkai bawah

menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot quadrisep kontraksi secara keras untuk

mempertahanakan kestabilan lutut.

b. Biasanya garis patahnya transversal avulse ujung atas atau ujung bawah dan patella

Klasifikasi fraktur Patela berdasarkan patologinya

1. Trauma langsung/Direct

Fraktur comminutiva

Page 2: Ajkll

2. Trauma tak langsung/Indirect

Garis fraktur transversal

Fraktur avulsi patela transversal, yang fragmen proksimalnya tertarik menjauhi

fragmen lain. Kelainan ini termasuk cedera alat ekstensi lutut

Pemeriksaan Klinik Radiologis Fraktur Patela

Anamnesa

Ditemukan adanya riwayat trauma

Penderita tak dapat melakukan extensi lutut, biasanya terjadi pada trauma indirect

dimana patahnya transversal dan quadrisep mekanisme robek

Pada trauma direct dimana patahnya comminutiva medial dan lateral, quadrisep

expansion masih utuh sehingga penderita masih dapat melakukan extensi lutut

Pemeriksaan Klinik

Pada lutut ditemukan pembengkakan disebabkan hemarthrosis

Pada perabaan ditemukan patela mengambang (floating patella)

Pemeriksaan Radiologis

Dengan proyeksi AP dan lateral sudah cukup untuk melihat adanya fraktur patela

Proyeksi sky-line view kadang-kadang untuk memeriksa adanya fraktur patela

incomplete

Metode fiksasi luar dan dalam pada fraktur Patela

Pengobatan fraktur patela biasanya dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna pada

patella. Fiksasi interna yang paling efektif ialah dengan benang kawat melingkari

patela dikombinasi dengan kawat berbentuk angka delapan.

Pengobatan fraktur patela comminutiva yang terdapat haemorthrosis, dilakukan

aspirasi haemorthrosis, diikuti pemakaian

Non operatif

Untuk fraktur patela yang undisplaced

Bila terjadi haemarthrosis dilakukan punksi terlebih dahulu

Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips dan pangkal paha sampai

pergelangan kaki. Posisi lutut dalam fleksi sedikit (5-10) dipertahankan 6 minggu.

Operatif

Pada fraktur transversal dilakukan reposisi, difiksasi dengan teknik tension band

wiring

Bila jenis fraktur comminutiva dilakukan rekronstruksi fragmennya dengan K-wire,

baru dilakukan tension band wiring

Bila fragmen terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk dilakukan rekronstruksi,

dilakukan patellectomi (hal ini menimbulkan kelemahan quadrisep expansion)

Page 3: Ajkll

Komplikasi pasca penanganan fraktur Patela dan penanganannya

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kondromalasia pada patela dan artrosis

degeneratif

Rehabilitasi pasca fraktur Patela

Rehabilitasi fraktur patela pasca bedah dapat dilakukan mobilisasi segera. Fleksi maksimal

dihindarkan hingga minggu ke-10.

Komplikasi

Malunion dan Non-union

Sindrom Kompartemen

Infeksi

Neurovascular injury

Radioulnar synostosis

FRAKTUR

Page 4: Ajkll

I. PENGERTIAN

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang

disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.

Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana

potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat

trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih

banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,

1995:543)

Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh

kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi

anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).

II. ETIOLOGI

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan

pada kulit diatasnya.

2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,

misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor

dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

dan progresif.

2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang

mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,

tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh

karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada

penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR

a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga

derajat, yaitu :

1) Derajat I

- luka kurang dari 1 cm

Page 5: Ajkll

- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.

- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.

- Kontaminasi ringan.

2) Derajat II

- Laserasi lebih dari 1 cm

- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

- Fraktur komuniti sedang.

3) Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

c. Fraktur complete

• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran

(bergeser dari posisi normal).

d. Fraktur incomplete

• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

e. Jenis khusus fraktur

a) Bentuk garis patah

1) Garis patah melintang

2) Garis pata obliq

3) Garis patah spiral

4) Fraktur kompresi

5) Fraktur avulsi

b) Jumlah garis patah

1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan

3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.

c) Bergeser-tidak bergeser

Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.

Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di

lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).

IV. PATOFISIOLOGI

Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :

1. Fase hematum

• Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur

• Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat

2. Fase granulasi jaringan

• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury

• Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis

• Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru

fogoblast dan osteoblast.

3. Fase formasi callus

• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri

• Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus

4. Fase ossificasi

• Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh

• Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium

yang menyatukan tulang yang patah

5. Fase consolidasi dan remadelling

• Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan

Page 6: Ajkll

oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

V. TANDA DAN GEJALA

1. Deformitas

Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya

perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

jaringan yang berdekatan dengan fraktur

3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan

kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Rontgen

Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

Mengetahui tempat dan type fraktur

Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses

penyembuhan secara periodik

2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler

4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun (

perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)

Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma

5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple

atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

VII. PENATALAKSANAAN

1. Fraktur Reduction

Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali

secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.

Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi

pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat,

sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung

umur klien.

Peralatan traksi :

o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek

o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.

2. Fraktur Immobilisasi

Pembalutan (gips)

Eksternal Fiksasi

Internal Fiksasi

Page 7: Ajkll

Pemilihan Fraksi

3. Fraksi terbuka

Pembedahan debridement dan irigrasi

Imunisasi tetanus

Terapi antibiotic prophylactic

Immobilisasi (Smeltzer, 2001).

MANAJEMEN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).

Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :

a. Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer,

atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

b. Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya

financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi

simpatis.

c. Makanan / cairan

Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;

malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan

pemasukkan / periode puasa pra operasi).

d. Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

e. Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi

immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;

Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia

malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-

obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

f. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik

glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,

antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau

obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang

mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri

pasca operasi).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata

maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 :

17).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson,

2006) meliputi :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,

edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak

Page 8: Ajkll

edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka /

ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan

nekrotik.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan

muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,

prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah

interpretasi informasi.

III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan

untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,

1994:20)

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op

frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :

1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan

meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan

dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas

ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan

durasinya kurang dari enam bulan.

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang

- Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi :

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.

d. Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk

memblok stimulasi nyeri.

2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup

mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi

kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

Page 9: Ajkll

- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi :

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan

untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan

menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari

latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami

perubahan secara tidak diinginkan.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan

tindakan yang tepat.

b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

c. Pantau peningkatan suhu tubuh.

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses

peradangan.

d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan

steril, gunakan plester kertas.

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.

e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit

normal lainnya.

f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya

luka, agar tidak terjadi infeksi.

g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang

berisiko terjadi infeksi.

Page 10: Ajkll

4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,

pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..

- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan

pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi dan Implementasi :

g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena

ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan

sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka,

dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan

leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat

terjadinya proses infeksi.

Page 11: Ajkll

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah

interpretasi informasi.

Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses

pengobatan.

Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari

suatu tindakan.

- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen

perawatan.

Intervensi dan Implementasi:

a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang

penyakitnya.

b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan

merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai

keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

IV. EVALUASI

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam

pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau

intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :

1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.

2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol

6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses

pengobatan.