akhlak terhadap khalik

13
A. Pendahuluan Di zaman yang modern ini, banyak sekali orang – orang lalai dengan sang kholiq (pencipta) dan sedikit sekali orang yang cinta melebihi segalanya dari pada dengan Allah (harta benda, kedudukan, kemewahan, dan lain – lain). Karena difikirkan orang – orang tersebut hanya ada kesenangan duniawiyahnya saja dan tidak mau memikirkan dampakanya kelak di akhirat bahwa semua yang dilakukan di dunia hanya akan menyesatkan dan menjerumuskan. Sebagai umat islam, kita diwajibkan untuk beriman,bertaqwa serta patuh kepada Allah, dengan menjalakan perintah - perintah-Nya dan menjauhi larangan - larangan-Nya. Disamping itu, kita harus menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari - hari seperti halnya: melakukan sholat, mensyukuri ni’mat - ni’mat Allah, bersikap rendah hati, menerima apa adanya (pemberian Allah), meninggalkan sifat kufur, sombong, congkak,dan lain - lain. Agar kita dapat meraih rahmat dan kecintaan Allah. B. Pengertian Akhlak Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-yahluqu, artinya menciptakan, dari 1

Upload: ucok-nasution

Post on 30-Dec-2014

152 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: akhlak terhadap khalik

A. Pendahuluan

Di zaman yang modern ini, banyak sekali orang – orang lalai dengan sang

kholiq (pencipta) dan sedikit sekali orang yang cinta melebihi segalanya dari pada

dengan Allah (harta benda, kedudukan, kemewahan, dan lain – lain). Karena

difikirkan orang – orang tersebut hanya ada kesenangan duniawiyahnya saja dan

tidak mau memikirkan dampakanya kelak di akhirat bahwa semua yang dilakukan

di dunia hanya akan menyesatkan dan menjerumuskan.

Sebagai umat islam, kita diwajibkan untuk beriman,bertaqwa serta patuh

kepada Allah, dengan menjalakan perintah - perintah-Nya dan menjauhi larangan -

larangan-Nya. Disamping itu, kita harus menerapkan dan mengamalkannya dalam

kehidupan sehari - hari seperti halnya: melakukan sholat, mensyukuri ni’mat -

ni’mat Allah, bersikap rendah hati, menerima apa adanya (pemberian Allah),

meninggalkan sifat kufur, sombong, congkak,dan lain - lain. Agar kita dapat

meraih rahmat dan kecintaan Allah.

B. Pengertian Akhlak

Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-

yahluqu, artinya menciptakan, dari akar kata ini pula ada kata makhluk (yang

diciptakan) dan kata khalik (pencipta), maka akhlak berarti segala sikap dan

tingkah laku manusia yang datang dari pencipta (Allah SWT). Akhlak merupakan

tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk

melakukan suatu perbuatan yang baik.[1]

Secara terminologi, Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat

yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang

mudah dilakukan, tanpa terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama.

Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang

mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari

1 Ahmad A.K. Muda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. 2006, hlm 45-50

1

Page 2: akhlak terhadap khalik

pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya

tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu.[2]

Kata dalam bahasa Indonesia yang lebih mendekati maknanya dengan

akhlak adalah budi pekerti. Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna

yang ideal, tergantung pada pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku

yang mungkin positif atau negatif.

C. Syarat Akhlak

Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.[3]

a. Perbuatan yang baik atau buruk.

b. Kemampuan melakukan perbuatan.

c. Kesadaran akan perbuatan itu.

d. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk.

Suatu perbuatan baru dapat disebut sebagai cerminan akhlak, jika

memenuhi syarat berikut ini:

a. Dilakukan berulang- ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan.

b. Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan dipikir- pikir

terlebih dahulu.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan

takwa merupakan 'buah' pohon Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan

berdaun syari'ah. Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai sunnah

qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah:

2 Brittanica Encyclopedia3 Mubarak, Zakky, dkk. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku

Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Lembaga Penerbit FE UI. 2008. hlm. 20-39

2

Page 3: akhlak terhadap khalik

Akhlak Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia

itu, disebut akhlak Islami karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat

dalam Al-Qur'an yang menjadi sumber utama ajaran Islam.

D. Akhlak Kepada Allah

   Titik  tolak  akhlak  terhadap  Allah  adalah  pengakuan   dan kesadaran 

bahwa  tiada  Tuhan  melainkan  Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian

agung sifat itu, yang  jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu

menjangkau hakikat-Nya.4 

    Itulah sebabnya mengapa Al-Quran  mengajarkan  kepada  manusia

untuk    memuji-Nya,   Wa   qul   al-hamdulillah   (Katakanlah "al-hamdulillah").

Dalam  Al-Quran  surat  An-Nam1  (27):  93, secara tegas dinyatakan-Nya bahwa, 

Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan

kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan

Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan."

  Makhluk  tidak  dapat  mengetahui dengan  baik  dan  benar  betapa

kesempurnaan dan keterpujian Allah  Swt.  Itu  sebabnya   mereka   --sebelum  

memuji-Nya-- bertasbih  terlebih  dahulu  dalam arti menyucikan-Nya. Jangan

sampai  pujian  yang  mereka  ucapkan  tidak   sesuai   dengan kebesaran-Nya.   

Bertitik    tolak   dari   uraian   mengenai kesempurnaan Allah, tidak heran kalau 

4 Rakhmat Djatnika. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas. 1992. hlm. 173

3

Page 4: akhlak terhadap khalik

Al-Quran  memerintahkan manusia  untuk  berserah  diri  kepada-Nya, karena

segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.

Kata "wakil"  bisa  diterjemahkan  sebagai  "pelindung".  Kata tersebut 

pada  hakikatnya  terambil dari kata "wakkala-yuwakkilu" yang berarti

mewakilkan. Apabila seseorang mewakilkan kepada orang  lain  (untuk  suatu

persoalan),  maka  ia  telah  menjadikan  orang  yang mewakili sebagai dirinya

sendiri dalam  menangani  persoalan  tersebut, sehingga  sang  wakil 

melaksanakan  apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan

kepadanya.5

Menjadikan  Allah  sebagai  wakil  sesuai  dengan  makna  yang

disebutkan   di  atas  berarti  menyerahkan  segala  persoalan kepada-Nya.  Dialah 

yang  berkehendak  dan  bertindak  sesuai dengan   kehendak  manusia  yang 

menyerahkan  perwakilan  itu kepada-Nya.

Allah Swt., yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan adalah Yang

Mahakuasa, Maha Mengetahui, Mahabijaksana dan semua  maha yang  

mengandung   pujian.   Manusia   sebaliknya,   memiliki keterbatasan pada segala

hal. Jika  demikian  "perwakilan"-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia.

Perbedaan   kedua   adalah   dalam   keterlibatan  orang  yang mewakilkan.

Jika Anda mewakilkan orang lain  untuk  melaksanakan  sesuatu, Anda telah

menugaskannya untuk melaksanakan hal tertentu. Anda tidak perlu melibatkan

diri, karena hal itu  telah  dikerjakan oleh sang wakil. Ketika  menjadikan  Allah

Swt. sebagai wakil, manusia dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam

batas kemampuannya.

Perintah   bertawakal    kepada    Allah    --atau    perintah menjadikan-Nya 

sebagai  wakil-- terulang dalam bentuk tunggal (tawakkal) sebanyak sembilan 

kali,  dan  dalam  bentuk  jamak (tawakkalu)   sebanyak   dua  kali.  Semuanya 

didahului  oleh perintah melakukan sesuatu,  lantas  disusul  dengan  perintah

bertawakal.  perhatikan  misalnya Al-Quran surat Al-Anfal ayat 61:5 Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, Jakarta, RajaGrafindo Persada. 2010. hlm. 2

4

Page 5: akhlak terhadap khalik

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah kepadanya, dan

bertawakallah kepada Allah.

E. Takut Kepada Allah

Rasa takut kepada Allah SWT. merupakan suatu kekuatan suara hati yang

membisikkan kebenaran. Sebagian orang banyak yang berakhlak mulia

berdasarkan suara hati dan rasa perikemanusiaannya. Ada pula yang berakhlak

mulia karena mempercayai adanya hokum karma atau hokum sebab akibat.

Orang yang beriman kepada Allah dengan suara hati nurani dan rasa

perikemanusiaan serta kepercayaan adanya hokum yang mendorongnya untuk

beraklak mulia, maka iman dan taqwanya kepada Allah akan lebih mendorong dan

memantapkannya berakhlak mulia.6.

F. Tawadu’ Kepada Allah

Manusia diciptakan dari tanah maksudnya cikal bakal manusia (adam) dari

tanah, bisa juga diartikan bahwa semua manusia hidup dari makanan dan tumbuh –

tumbuhan yang berasal dari tanah, kemudian makanannya itu menjadi air mani.

Tawadu’ atau sikap rendah hati merupakan akhlak yang utam. Dengan

tawadu’ akan menjadi indah budi pekertinya, baik sesame manusia maupun

terhadap Allah. Sikap tawadu’ tumbuh karena adanya kesadaran akan hakikat

kejadian manusia dan hari kemudian.

Sebagian dari perwujudan sikap tawadu’ yaitu tiada sikap bermegah-

megahan (sombong, congkak, takabur) serta berlaku curang (tidak adil, mau enak

sendiri saja). Dan orang yang memiliki sikap tawadu’ harus bersifat rendah hati

dan ucapan perkataannya mengandung kesejahteraan dan keselamatan serta tidak

menyakitkan orang lain. Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya :

“Dan hamba hamba yang maha pengasih ialah orang – orang yang berjalan

dibumi dengan rendah hati………”

6 Ibid. hlm. 173

5

Page 6: akhlak terhadap khalik

Sikap tawadu’ bukanlah sifat yang rendahdan tidak akan mengurangi harga

diri seseorang, bahkan menaikkan derajad sesorang.

G. Ikhlash Karena Allah

Ikhlash adalah keadaan sikap batin seseorang tanpa pamirih apapun. Baik

dalam meyakini Allah maupun dalam beribadah kepada Allah. Ikhlash dalam

beramal berarti tidak digemari oleh tujuan duniawiyah yang lain. Amalnya semata

– mata untuk dank arena Allah, tidak mengharap pujian dan sanjungan.

Lawan dari ikhlash adalah riya;, sum’ah dan nifaq. Riya’ adalah

memperlihatkan amalan untuk mendapatkan pujian. Sum’ah ialah menceritakan

amalan untuk mendapatkan perhatian dan sanjungan. Nifaq ialah memamerkan

amalan agar khalayak ramai memberikan penghargaan kepadanya, padahal hatinya

sendiri benci pada amal itu.7

H. Syukur dan Berharap Kepada Allah

Syukur ialah berterima kasih atas segala nikmat, rahmat dan hidayah Allah

itu tiada terhingga banyaknya. Syukur itu ada tiga tahap :

a. Menerima dengan gembira

b. Menyatakan kegembiraan itu dengan senang hati

c. Memelihara dan menjaga pemberian tersebut

Syukur itu berarti juga mempergunakan yang ada dan yang diterima

menurut keperluannya. Adapun nikmat Allah yang paling besar ialah Islam.

Karena dengan rahmat islam itu, seseorang diantarkan kepada Allah atas segala

pemberian-Nya.

Berharap kepada Allah adalah kenyataan bahwa setiap orang dalam

perjalanan hidupnya selalu berusaha untuk mewujudkan hal – hal baik atau

kebahagiaan untuk dirinya dan keluarganya. Namun manusia tidak mampu untuk

7 Hakim, Zikrul, Wisata Hati, Jakarta Timur : 2000, hlm, 28

6

Page 7: akhlak terhadap khalik

mewujudkan bagaimana seharusnya, yang sering terjadi adalah bagaimana

adanya.8

Manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia ini pasti akan mengalami

rintangan – rintangan atau hambatan – hambatan yang manusia sendiri itu tidak

mengetahuinya.

Walaupun manusian memiliki kelebihan – kelebihan ia harus tetap bersikap

mengharap mengharap pertolongan atau petunjuk Allah SWT.

I. Kesimpulan

Hubungan manusia dengan Allah terwujud dalam bentuk ibadah dan sikap

disiplin terhadap Allah SWT. Langkah yang ditempuh agar dapat dicintai Allah

adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya, cinta, takut, tawadu’, tawakkal dan

bersyukur serta berharap kepadany-Nya.

Cinta kepada Allah berarti taat kepada-Nya dan taat kepada Rosul-Nya,

hormat dan patuh terhadap seluruh ajaran – ajarannya, menjauhkan buruk sangka

kepada Allah dalam keadaan suka maupun duka.

Mendekatkan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan belajar

menghimpun beragam kebaikan dengan kadar yang besar dan memungkinkan.

Rasa takut kepada-Nya merupakan kekuatan bantu suara hati yang membisikkan

kebenaran. Lain lagi dengan tawadu’ (rendah hati), sikap ini tumbuh karena

kesadaran yang tinggi akan kejadian hakikat manusia dan hari kemudian.

Manusia hendaknya bertawakkal kepada-Nya dan ikhlash karena-Nya

sebab, dalam usaha mencapai suatu tujuan untuk menghindarkan sesuatu maupun

untuk mencapai sesuatu harus diperlukan sikap tawakkal. Dan setelah semuanya

terjadi, manusia harus mengikhlashkannya dengan tujuan semata karena Allah.

Setelah mendapatkan cinta dan kasih sayang dari Allah SWT, manusia

harus bersyukur kepada-Nya dengan cara :

Menerimanya dengan gembira

8 Ibid, hlm, 29-30

7

Page 8: akhlak terhadap khalik

Menyatakan kegembiraan dengan senang hati

Memelihara dan menjaga pemberian tersebut

Sedangkan berharap kepada-Nya berarti mengharapkan pertolongan dan

petunjuk Allah, serta tidak pernah berburuk sangka dan berputus asa kepada-

Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, Jakarta, RajaGrafindo Persada. 2010.

Ahmad A.K. Muda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher.

2006.

Brittanica Encyclopedia

8

Page 9: akhlak terhadap khalik

Hakim, Zikrul, Wisata Hati, Jakarta Timur : 2000.

Mubarak, Zakky, dkk. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku

Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Lembaga

Penerbit FE UI. 2008.

Rakhmat Djatnika. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas.

1992.

9