akibat hukum putusan kppu nomor: 03/kppu-l-i/2000...
TRANSCRIPT
AKIBAT HUKUM PUTUSAN KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000
TERHADAP INTEGRASI VERTIKAL ANTARA PT INDOMARCO
ADI PRIMA DENGAN PT INDOMARCO PRISMATAMA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
HAKIMAH FARHAH
NIM. 16140480000013
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
F A K U L T A S S Y A R I A H D A N H U K U M
U N I V E R S I T A S I S L A M N E G E R I
S Y A R I F H I D A Y A T U L L A H
J A K A R T A
1437 H/ 2016 M
iv
ABSTRAK
Hakimah Farhah, NIM 16140480000013, Integrasi Vertikal Pada PT Indomarco
Adi Prima dengan Indomaret (Analisis Putusan KPPU Nomor : 03/KPPU-L-I/2000)
Konsentrasi Hukum Bisnis Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M. Xii + 65
halaman + 33 lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengapa Integrasi vertikal tidak disebut
sebagai pelanggaran pada kasus integrasi vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dengan
Indomaret, dan bagaimana akibat hukum pasca di tetapkannya putusan KPPU Nomor:
03/KPPU-L-I/2000 pada Indomaret selaku terlapor dan pada IMPEK selaku pelapor
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang
mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undnangan dan
keputusan pengadilan serta norma yang berlaku di masyarakat atau kebiasaan yang berlaku di
masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undnagan dan
pendekatan kasus, sumber data yang di peroleh melalui studi kepustkaan dan wawancara ke
lapangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa majelis komisi KPPU tidak menemukan cukup
bukti terhadap Indomaret karena belum terpenuhi nya unsur-unsur negatif dari adanya
integrasi vertikal, akan tetapi adanya keresahan para pedagang kecil di sekitarnya terhadap
keberadaan Indomaret sehingga dilakukan penyelidikan lebih lanjut dan untuk mengisi
kekosongan hukum, Indomaret dikenai pasal 2 UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan
prkatik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tentang prinsip keseimbangan dengan asas
demokrasi ekonomi. Dampak yang dihasilkan pasca keluarnya putusan KPPU No 03/KPPU-
L-I/2000 terhadap Indomaret yaitu Indomaret diperintahkan untuk menghentikan ekspansinya
yang berdekatan dengan pasar-pasar tradisional, dan dampak pada IMPEK (pelapor) merasa
dirugikan karena putusan bersifat menggantung karena tidak menindak langsung Indomaret
dan tidak bisa mengajukan keberatan karena berdasarkan Perkom No 1 tahun 2010 yang
dapat mengajukan keberatan putusan adalah terlapor.
Kata Kunci : Integrasi Vertikal Pada PT Indomarco Adi Prima dengan Indomaret
(Analisis Putusan KPPU Nomor : 03/KPPU-L-I/2000)
Pembimbing : Dr. Nahrowi SH.M.H dan Dr. Kamarusdiana S.Ag. MH.
Daftar Pustaka : Tahun 1979 sampai dengan 2016
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmaanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa Ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan segala petunjuk dan
kemudahan kepada penulis sehingga atas karunia pertolongan-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi
Agung Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para ummat-Nya.
Dalam penulisan skripsi ini, sedikit banyak hambatan dan kesulitan yang
penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulilah berkat rahmat dan inayah-Nya,
kesungguhan serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun
tidak langsung segala hambatan dapat diatasi sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk motivator terhebat sepanjang
perjalanan hidup penulis, yaitu kedua orang tua penulis Drs, H Sirojuddin SH, dan
ibunda Hj Yuyu Rubiasih beserta adik-adiku terkasih dan tercinta Mutia Wardah,
Zakiyah Fitratunisa, Akbar Fariz Ramzi, dan Habib Baqir Azfa yang tiada lelah dan
bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayangnya serta do’a, semoga Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayang kepada mereka semua.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H.Asep Syarifuddin Hidayat, SH. MH dan Drs. Abu Tamrin SH M.hum.
selaku Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Dr. Nahrowi SH. MH dan Dr Kamarusdiana S.Ag MH selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk
mengarahkan memotivasi selama membimbing penulis semoga Allah SWT
senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada beliau.
4. Segenap Bapak Ibu dosen, pada lingkungan Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan banyak ilmu selama penulis duduk di bangku kuliah.
5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas
Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan dan penyediaan buku-
bukunya sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Sahabatku terkasih Farahdhiba Auriyanthie, Miftahul Jannah, Rahma Fauzia
Sina yang senantiasa memberikan semangat, canda, tawanya melewati suka
duka selama di bangku perkuliahan serta kesabaran dan kesetiaannya
menemani dari awal bertemu sampai pada penulis dapat menyelesaikan
skripsi.
7. Ogna Alif Utama Ssy, SH yang selalu menemaniku dalam suka maupun
duka.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan Double Degree Ilmu Hukum Tahun 2014 yang
sudah senantiasa menjadi tempat berbagi canda tawa dan berbagi ilmu nya
semoga kesuksesan selalu menyertai kita.
Tidak ada yang dapat penulis berikan atas balas jasa dan dukungannya,
hanya doa semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan
yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk skripsi ini.
Bogor, 30 November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
KATA PEMGANTAR ...................................................................................................... v
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah....................................................................... 1
B. IdentifikasiMasalah............................................................................ 8
C. Pembatasan dan perumusan masalah .................................................. 8
1. Pembatasan masalah ..................................................................... 8
2. Perumusan masalah ....................................................................... 8
D. Tujuan dan manfaat penelitian ............................................................ 9
1. Tujuan penelitian .......................................................................... 9
2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
E. Tinjauan (review) kajian terdahulu ..................................................... 10
F. Metode penelitian................................................................................ 11
1. Jenis penelitian .............................................................................. 11
2. Pendekatan masalah ...................................................................... 12
3. Bahan hukum ................................................................................ 13
G. Sistematika penulisan.......................................................................... 13
BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA
A. Pengertian dan perkembangan hukum persaingan usaha ................... 15
1. Pengertian hukum persaingan usaha ............................................. 15
2. Perkembangan hukum persaingan usaha ...................................... 17
B. Regulasi persaingan usaha di indonesia ............................................. 23
1. Perjanjian yang di larang .............................................................. 23
2. Kegiatan yang di larang ................................................................ 25
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha ......................... 25
1. Kedudukan KPPPU dalam Sistem Kelembagaan Negara ............ 25
2. Hukum Acara yang Berlaku di KPPU ......................................... 28
3. Tugas dan Wewenang KPPU ........................................................ 28
BAB III INTEGRASI VERTIKAL .................................................................. 37
A. Pengertian Integrasi Vertikal ............................................................. 37
B. Alasan pelaku usaha melakukan integrasi vertikal ............................. 41
C. Dampak negatif dari integrasi vertiukal.............................................. 44
BAB IV ANALISIS PUTUSAN
A. Posisi kasus ........................................................................................ 47
B. Analisis putusan KPPU ....................................................................... 51
C. Akibat hukum putusan KPPU ............................................................. 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 58
B. Saran……………………………………………………………….. 60
C. Lampiran- lampiran ………………………………………………. 64
1
BAB 1
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang telah
menghasilkan banyak kemajuan antara lain dengan meningkatnya
kesejahteraan rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas,
didorong oleh kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang tertuang
dalam Garis Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima
Tahunan serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya. 1
Pembangunan yang dilakukan oleh sebagian besar negara dunia
ketiga dengan segala dimensinya telah menciptakan suatu struktur
masyarakat yang timpang, tidak adil dan eskploitatif. Kondisi ini semakin
parah ketika arus globalisasi nenerpa dunia. Pada satu sisi, negara negara
industri maju (Eropa, Jepang dan Amerika Serikat) menikmati kemajuan
dan kesejahteraan ekonomi dengan standar hidup masyarakatnya di atas
rata-rata. Sementara disisi lain negara-negara dunia ketiga masih di lilit
oleh kemiskinan dan keterbelakangan dengan melihat kondisi seperti ini,
maka menjadi masuk akal jika banyak ilmuan sosial mulai
mempertanyakan kontribusi globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan
peragangan yang tengah berlangsung saaat ini bagi kemajuan dan
1 Rico Andriyan Pakpahan, Efektifitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dalam Penanganan kasus Dugaan Kartel Terkait Praktek Monopoli dan Perssaingan
Usaha Tidak Sehat, jurnal program studi magister ilmu hukum program pasca sarjana Universitas
Atma Jaya Yogyakarta (2014) h.2.
2
kesejahteraan negara-negara dunia ketiga khsussnya dan masyarakat dunia
umumnya.
Selama lebih dari dua dekade belakangan dunia berubah dengan cepat.
Perubahan perubahan tersebut menyentuh hampir disetiap sendi
kehidupan. Banyak pakar menyebut fenomena ini sebagai globalisasi yang
di tandai integrasi,interdependensi, dan kesalinghubungan antarnegara
bangsa. Globalisasi ini muncul bersamaan dengan kebangkitan kembali
kaum neo liberal atau kelompok kanan baru di amerika serikat dan eropa.
Akibatnya, peng-agungan terhadap mekanisme pasar menjadi tekanan
utama, dan campur tangan negara dalam urusan ekonomi sedapat mungkin
dihilangkan. Ini karena campur tangan negara yang terlalu besar dalam
bidang ekonomi, sebagaimana disarankan oleh paham keynesian, hanya
akan mendistorsi pasar dan membuat ekonomi dunia menjadi tidak efektif.
Oleh karena itu menurut pandangan kaun neo liberal, negara dengan cara
apapun harus dikeluarkan dari pasar.2
Pikiran ini mendominasi lembaga-lembaga dunia seperti IMF,bank
dunia maupun WTO. Inilah yang menjadi latar belakang gencarnya
gerakan globalisasi dan liberalisasi dibidang ekonomi. Dalam
perekembangan lebih lanjut pertumbuhan perusahaan-perusahaan
multinasional telah menjadi kekuatan tersendiri dalam hubungan ekonomi-
2 Budi winarno, Pertarungan Negara vs Pasar,(Yogyakarta: Medpress,2009),h.2-
4
3
politik internasional. Kondisi ini dalam pandangan beberapa ilmuan sosial
telah semakin memarginalkan peran negara dalam proses pembangunan.
Namun, banyak ilmuan sosial mulai mempertanyakan kontribusi
globalisasi tersebut bagi kesejahteraan penduduk dunia terutama bagi
negara ketiga. Seperti yang di katakan Gilpin, bahwa seiring proses
globalisasi situasi dunia juga diikuti oleh semakin meluasnya
ketidakmerataan distribusi pendapatan,tingkat pengangguran yang
semakin luas,degradasi lingkungan, dan akibat akibat merusak dari
globalisasi yakni kehancuran ekonomi banyak negara akibat tidak adanya
regulasi aliran modal global.3
Disisi lain globalisasi juga mendorong masuknya barang/jasa dari
negara lain dan membanjiri pasar domestik. Pelaku usaha domestik kini
harus berhadapan dengan pelaku usaha dari berbagai negara, dalam
susasana persaingan tidak sempurna. Pelaku usaha besar dan transnasional
dapat menguasai kegiatan ekonomi domestik melalui perilaku anti
persaingan,seperti kartel, penyalahgunaan posisi dominan,
merger/takeover, trading terms dan sebagainya.4
Salah satu hasil dari globalisasi adalah merebaknya industri retail,
dalam jangka waktu yang singkat beberapa pelaku usaha ritel modern
dengan kemampuan kapital yang luar biasa melakukan aktifitasnya di
3 Budi winarno, Pertarungan Negara vs Pasar,h.2-4
4 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:Lorem
Ipsum Dolor Sit Amet,2009), h.ix.
4
Indonesia mereka mewujudkannya dalam bentuk minimarket, supermarket
bahkan hypermarket yang kini bertebaran di setiap kota besar Indoneisa.
Kehadiran para pelaku usaha ini, bagi konsumen Indonesia disatu sisi
memang sangat menggembirakan. Konsumen dimanjakan dengan berbagai
hal positif terkait dengan kenyamanan saat berbelanja, keamanan
kemudahan variasi produk yang semakin beragam, kualitas produk yang
terus meningkat dan tentu saja harga produk yang menjadi lebih murah
karena hadirnya persaingan.5
Tetapi, meskipun kontribusi ritel modern terhadap pertumbuhan
industri ritel Indonesia secara keseluruhan sangat besar dan sangat
menguntungkan bagi konsumen, pertumbuhan ritel modern ternyata
mendatangkan persoalan tersendiri berupa tersingkirnya usaha kecil ritel
Indonesia yang menjadi tempat menggantungkan hidup bangsa Indonesia
dalam jumlah yang tidak sedikit kemampuan bersaing mereka yang sangat
rendah karena kemampuan capital yang sangat terbatas, dengan
manajemen yang sederhana serta perlindungan dan upaya pemberdayaan
yang sangat minim telah menjadikan mereka menjadi korban dari proses
liberalisasi ekonomi di sektor ritel. Lebih jauh lagi hal ini dapat
dikelompokan pada 2 kasus persaingan usaha yaitu (1) kasus persaingan
antara peritel modern (besar) dan peritel tradisional (kecil). (2) kasus
5 Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar
Modern dan Usaha Toko Modern, Position Paper, diakses pada tanggal 22 februari 2016, dari
situs ;http:www.kppu.go.id/docs/positioning_paper/ritel.pdf
5
persaingan antara produk nasional (pelaku usaha nasional) dan produk
impor (pelaku usaha asing ).6
Permasalahan yang akan penulis angkat pada skripsi ini mengenai
persoalan yang menjadi kasus di KPPU yang berkaitan dengan kasus
persaingan antara peritel modern dan peritel tradisional yang berkaitan
dengan adanya integrasi vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dan
peritel besar Indomaret yang mengakibatkan adanya persaingan usaha
yang tidak sehat antara Indomaret dan peritel kecil/tradisional di
sekitarnya.
Integrasi vertikal adalah perjanjian yang bertujuan untuk
menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu. Integrasi vertikal bisa di lakukan dengan
strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan
memiliki unit usaha hingga ke penyediaan bahan baku maupun ke hilir
dengan kepemilikan unit usaha hingga ke distribusi barang dan jasa hingga
ke konssumen akhir.7
Integrasi vertikal mampu menurunkan efek negatif dari struktur
pasar monopoli yang ada pada setiap usaha tahap produksi dan distribusi.
Integrasi vertikal dapat membatasi margin ganda sehingga konsumen
dapat di untungkan karena bisa mendapatkan produk dengan harga yang
6 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika,2013), h.16-18.
7 Draft Pedoman Larangan Integrasi Vertikal, diakses pada tanggal 26 februari 2016,dari
situs: www.kppu.go,id/draft_pedoman_larangan_integrassi_vertikal pdf
6
lebih murah. Perusahaan juga di untungkan dengan strategi ini melalui
pemanfaatan efisiensi teknis dan efisiensi biaya transaksi sehingga laba
total yang di dapatkan akan lebih besar di bandingkan bila mereka harus
membeli bahan baku dari perusahaan lain dan mendistribuikan produknya
lewat perusahaan lain.8
Integrasi vertikal menunjukan adanya kepemilikan (hubungan
terafiliasi) atau kontrol oleh satu pelaku usaha terhadap beberapa jenjang
proses produksi yang berbeda.Ada kemungkinan dengan integrasi vertikal,
pelaku usaha dominan melakukan tindakan berupa pengkondisian
pesaingnya agar tidak berdaya melalui mekanisme peningkatan biaya
produksi pesaingnya tersebut. Misalnya dengan melakukan praktik
diskriminasi, hambatan vertikal atau bahkan menyalahgunakan posisi
dominan. 9
Sampai saat ini PT Indomarco Adi Prima yang secara manajemen
dikuasai oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk tetap sebagai pemasok
Indomaret untuk produk produk Indofood, Indomaret melakukan diskon
super hemat khsususnya produk-produk Indomaret dan harga produk-
produk Indofood lebih murah dibandingkan dengan harga di pengecer lain,
berkaitan dengan itu majelis komisi KPPU menduga adanya kemungkinan
integrasi vertikal yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
9 Suyud Marrgono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.70.
7
Yang melanggar pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 “Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan. Baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan
atau merugikan masyarakat”.
Ketidak sesuaian antara fakta yang ditemukan dalam putusan
KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 bahwa telah terjadi integrasi vertikal
antara PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret akan tetapi di dalam
putusan tidak sama sekali disinggung mengenai adanya integrasi vertikal
hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan
judul “Integrasi Vertikal Pada PT Indomarco Adi Prima Dengan
Indomaret (Analisis putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L-I/2000)”
B. Identifikasi Masalah
1. Apa saja kasus yang terjadi pada Indomaret dalam putusan KPPU
Nomor: 03/KPPU-L-I/2000?
2. Kenapa Indomaret diduga melanggar persekongkolan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat?
3. Kenapa Indomaret diduga melanggar posisi dominan ?
4. Kenapa Indomaret diduga tidak mengindahkan pelaku usaha kecil
disekitarnya ?
5. Kenapa Indomaret diduga melakukan integrasi vertikal ?
8
6. Apa penyebab Indomaret melakukan Integrasi vertikal ?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian skripsi ini, penulis hanya akan membahas mengenai
apa penyebab adanya ketidak sesuaian antara fakta yang ditemukan dalam
putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L-I/2000 bahwa telah terjadi integrasi
vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret akan tetapi di
dalam putusan tidak sama sekali disinggung mengenai adanya integrasi
vertikal dan akibat hukum pasca ditetapkannya putusan KPPU NOMOR:
03/KPPU-L-I/2000 terhadap Indomaret dan terhadap pelapor yaitu Ikatan
Masyarakat Pemerhati Ekonomi Kerakyatan (IMPEK).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Mengapa integrasi vertikal yang dilakukan PT Indomarco Adi Prima
dan Indomaret tidak dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU?
b. Bagaimana akibat hukum pasca ditetapkannya putusan KPPU Nomor:
03/KPPU-L-I/2000 terhadap Indomaret dan pelapornya (IMPEK)?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atass, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
9
a. Untuk mengetahui mengapa integrasi vertikal yang di lakukan oleh
direktur utama PT Indomarco Adi Prima tidak dianggap sebagai
pelanggaran oleh KPPU
c. Untuk mengetahui akibat hukum pasca di tetapkannya putusan KPPU
NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 pada Indomaret dan pelapornya
(IMPEK)
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis untuk menambah pengetahuan baru mengenai akibat
hukum dari jabatan rangkap yang di lakukan PT Indomarco Perdana
dan indomaret yang di duga melanggar pasal melanggar pasal 14
Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)serta intuk memberikan khazanah ilmu
pengetahuan di lingkungan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya pada fakultas syriah dan Hukum.
2. Manfaat Praktis untuk mmemberikan masukan kepada pemerintah
untuk mengambil kebijakan baru akibat adanya kasus PT Indomarco
Perdana ini sehingga terwujudnya keseimbangan kesejahteraan antara
pelaku usaha modern dan pelaku usaha tradisional.
10
E. Tinjauan Review Studi Terdahulu
Penulis Penelitian
Wulanda Roselina (2012)
tentang” akuisis PT alfa
Retalindo.Tbk. oleh PT
carefour indonesia dalam
perspektif hukum
persaingan usaha studi
putusan KPPU nomor
9/KPPU-L?2009,
universitas Jember,
fakultas hukum tahun
2012
Karya ilmiah ini menganalisis mengenai
akibat hukum pelaksanaan akusisi PT Alfa
Retalindo,Tbk. Oleh PT carefour indonesia
bagi pasar modern di tinjau dari hukum
persaingan usaha. Perbedaan penelitian
wulanda roselina dengan penulis adalah
penulis menganalisis mengenai rangkap
jabatan yang di lakukan oleh direktur utama
PT Indomarco Retalindo yang mengakibatkan
adanya persaingan usaha yang tidak sehat.
Jurnal hukum, oleh
KPPU, “position paper
rancangan peraturan
presiden tentang
penataan dan pembinaan
usaha pasar moder dan
usaha toko modern”
Jurnal ini menjelaskan bagaimana peran
pemerintah terhadap persaingan usaha antara
peritel besar dan peritel kecil dan masalah-
masalah yang timbul akibat adanya
persaingan usaha antar peritel besar dan
peritel kecil. Perbedaan jurnal tersebut dengan
penulis adalah penulis menganalisis mengenai
rangkap jabatan yang di lakukan oleh direktur
utama PT Indomarco Perdana yang
mengakibatkan adanya persaingan usaha yang
11
tidak sehat.
Skripsi oleh Muhammad
Aryadilah
1110048000001tentang
“penerapan syarat syarat
perdagangan (trading
terms) oleh PT carrefour
indonesia pasca akuisisi
PT Alfa Retalindo, UIN
Syarif Hidayatuulah
Jakarta Hukum Bisnis
2015
Skripsi ini meganalisis mengenai syarat syarat
perdagangan (trading terms) yang berakibat
adanya pelanggaran terhadap pasal 17 huruf a
UU no 5 tahun 1999 tentnag larangan
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
pada PT carrefour indonesia pasca akuisisi PT
Alfa Retalindo. Perbedaan penelitian
Muhammad Aryadilah dengan penulis adalah
penulis menganalisis mengenai rangkap
jabatan yang di lakukan oleh direktur utama
PT Indomarco Retalindo yang mengakibatkan
adanya persaingan usaha yang tidak sehat.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analsiis dan kontruksi, yang di lakukan secara metodologis,sistematis, dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti
tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.10
10
Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI press, cet
III,2008), h.42
12
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode peneltiian yuridis normatif, yaitu penelitian yang di lakukan
mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perudang-
undangan dan keputusan pengadilan serta norma norma yang berlaku di
masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di
masyarakat.11
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang akan penulis pakai dalam skripsi ini adalah
pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konsep (konceptual approach), dan pendekatan kasus. 12
Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-
aturan terkait bagaimana persaingan usaha yang sehat dalam penguasaan
pasar. Pendekatan konseptual (conceptual approach) diterapkan guna
memahami konsep konsep persaingan usaha tidak sehat dan penguasaan
pasar yang mengakibatkan terjadinya integrasi vertikal akibat adanya
jabatan rangkap pada kasus PT Indomarco Adi Prima. Pendekatan kasus
(case approach) diterapkan dalam menganalisis kasus Integrasi Vertikal
antara PT Indomarco Perdana dan Indomaret.
11
Soerdjono soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan
di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat dokumentasi Universitas Indonesia, 1979)
h.18 12
Peter mahmud marzuki. Penelitian Hukum, (Surabaya:Kencana.cet, VI, 2010),
h.96.
13
3. Bahan Hukum
a. Bahan hukum primer : 1) Putusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-
I/2000. 2) Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
b. Bahan Hukum sekunder : semua publikasi tentang hukum yang
bukan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku, teks hukum, kamus hukum, jurnal hukum, dan
komentar komentar atas putusan pengadilan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi menjadi lima
bab, yaitu :
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan kegunaan,review studi terdahulu ,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha
Bagian ini akan membahas tentang pengetian hukum
persaingan usaha dan perkembangannya di indonesia
kemudian di bahas juga mengenai regulasi hukum
persaingan usaha
14
BAB III Tinjauan Mengenai Intergrasi Vertikal
Bab ini akan membahas mengenai teori-teori mengenai
Integrasi Vertikal yang ada kaitannya dengan kasus
Integrasi Vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dan
Indomaret
BAB IV Analisis putusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-
I/2000
Berisi tentang analisis mengenai integrasi vertikal
yang di sebabkan adanya rangkap jabatan pada kasus
PT Indomarco Perdana yang memiliki indomaret, dan
bagaimana akibat hukumnya pasca putusan KPPU
NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 di jatuhkan.
BAB V Penutup
Berisi kesimpulan dan saran.
15
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA
A. Pengertian dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha
1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha
adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
persaingan usaha, adapaun istilah-istilah yang digunakan dalam bidang
hukum ini selain istilah hukum persaingan usaha (competition law), dan
hukum antitrust (antitrust law). Namun demikian, istilah hukum
persaingan usaha telah diatur dan sesuai dengan substansi ketentuan UU
No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat yang mencakup pengaturan antimonopoli dan
persaingan usaha dengan segala aspek-aspeknya yang terkait.1
Dalam kamus lengkap ekonomi yang ditulis oleh Crishtoper Pass
dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan Competition Law (hukum
persaingan) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur
tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian
perdagangan yang membatasi dan praktik anti persaingan.2
1 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori
Praktek serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),
h.1. 2 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Cet.II, 2009), h.3.
16
Menurut pasal 1 ayat 6 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
pengertian dari persaingan usaha tidak sehat adalah “Persaingan usaha
tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau mengahmbat
persaingan usaha”.
Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak sehat merupakan kelengkapan hukum yang diperlukan dalam suatu
perekonomian yang menganut mekanisme pasar. Di satu pihak undang-
undang ini diperlukan untuk menjamin agar kebebasan bersaing dalam
perekonomian dapat berlangsung tanpa hambatan, dan dilain pihak
Undang-undang ini juga berfungsi sebagai rambu-rambu untuk memagari
agar agar tidak terjadi praktik-praktik ekonomi yang tidak sehat. 3
Peraturan mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat ini diperlukan untuk menjamin agar kebebasan bersaing dalam
perekonomian dapat berlangsung tanpa hambatan. Karena pada hakikatnya
pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selalu bersaing. Persaingan
yang dilakukan secara tidak sehat akan berakibat pada:
1. Matinya atau berkurangnya persaingan antar pelaku usaha.
2. Timbulnya praktik monopili, dimana pasar dikuasai hanya oleh
pelaku usaha tersebut.
3 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori
Praktek serta Penerapan Hukumnya, h.2.
17
3. Bahkan kecenderungan pelaku usaha untuk mengeksploitasi
konsumen dengan cara menjual barang yang mahal tanpa
kualitas yang memadai.4
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pada
dasarnya tujuan dari Undang-undnag Persaingan Usaha adalah untuk
menciptakan efisiensi pada ekonomi pasar demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, dengan mencegah monopoli, mengatur persaingan yang sehat
dan bebas, serta memberikan sanksi terhadap para pelanggarnya.
2. Perkembangan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
Perkembangan hukum persaingan usaha di Indonesia mengalami
sebuah fase yang cukup panjang. Fase itu dapat dibagi menjadi 2, yaitu
masa ketika sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
dan masa setelah keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.
Pada masa sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, khususnya ketika masa pemerintahan rezim Orde Baru, maka
pengaturan hukum persaingan usaha tersebar secara parsial dibeberapa
peraturan perundang-undangan dan tidak terkumpul menjadi satu undang-
undang. Keadaan ini membuat terjadinya ketidaksinkronan antar peraturan
4 Hikmahanto Juwana, Sekilas tentang Hukum Persaingan Usaha dan UU No. 5
Tahun 1999, Jurnal Magister Hukum 1 Tahun 1999, h. 32
18
yang ada atau hukum positif yang ada tersebut tidak bekerja atau tidak lagi
efektif terhadap peristiwa-peristiwa konkret perkara persaingan usaha di
dalam masyarakat.5
Hal itu juga diperparah oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang
tampaknya tidak pro persaingan dan cenderung berpihak pada penguasa
bermodal besar sebagai lokomotif pembangunan ekonomi,6 sebelum
keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, csecara garis besar terdapat
tiga bidang hukum yang mana hukum persaingan usaha diatur di
dalamnya.
a. Hukum Perdata
Permasalahan hukum persaingan usaha dalam hukum perdata
diatur dalam pasal 135 Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau
Burglijk Wetboek (BW) pasal 1365 BW berbunyi,
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian
pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian tersebut, mengganti kerugian tersebut”
Keberlakuan pasal ini melihat bahwa perbuatan melanggar
persaingan usaha merupakan perbuatan melawan hukum karena
pelanggaran tersebut membawa kerugian bagi pihak lain sehingga bagi
5 Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2001), h.5.
6 Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, h.10.
19
pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi secara perdata maupun
pidana.7
b. Hukum Ekonomi
Dalam bidang hukum ekonomi, ketika itu permasalah npersaingan
usaha diatur dalam beberapa undang-undnag, diantaranya Undang-
undang No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian. Ketentuan mengenai
persaingan usaha di undang-undang ini secara prinsip juga melarang
industri-industri yang mengakibatkan terjadinya monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
c. Hukum Pidana
Dalam hukum pidana, permasalahan hukum persaingan usaha
dapat ditemui dalam buku kedua, Titel XXV Tentang Perbuatan
Curang, Pasal 382 bis kitab Undang-undnag Hukum Pidana (KUHP)
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntugnkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu
atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun.”
Unsur-unsur dalam pasal 382 bis KUHP lebih menekankan
perbuatan penipuan dalam usaha perdagangan yang bermaksud
menguntungkan diri sendiri dengan cara mengelirukan dan merugikan
orang lain. Oleh karena itu ketentuan dalam 382 bis KUHP kurang
sesuai diterapkan dalam persaingan usaha karena dalam persainga
7 Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, h.6.
20
usaha, perbuatan curang tidak selamanya mengandung unsur penipuan,
tetapi suatu perbuatan atau perjanjian yang tujuan utamanya adalah
untuk meniadakan persaingan antar sesama pelaku usaha untuk
memperoleh keuntungan dari ketiadaan persaingan tersebut.8
Pada masa orde baru, dunia persaingan usaha berkutat dalam
persaingan usaha yang tidak sehat hal ini timbul karena pemerintah
lebih berpihak kepada pelaku usaha bermodal besar. Kebijakan
pemerintah yang seperti itu dikarenakan orientasi pembangunan
ekonomi lebih dititik beratkan pada pertumbuhan sehingga asas-asas
pemertataan pun terlupakan.
Sebenarnya Indonesia telah memiliki rancangan Undang-undang
Antimonopoli yang disusun oleh pelaku usaha dengan para ekonom
Indonesia pada akhir taun 80-an, yang apabila disahkan dapat
digunakan sebagai landasan hukum pengahpusan praktek-praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ssaat itu namun sayangnya
karena ada tekanan dari penguasa rancangan Undang-undang
Antimonopoli tersebut tidak pernah dibahas oleh pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi undang-undang.9
Prof Sutan Reny Syahdeni mengungkapkan bahwa ada beberapa
alasan yang menyebabkan Undang-undang persaingan usaha sulit
8 Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, h.5-6.
9 Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), h.1-2.
21
untuk lahir pada masa orde baru.10
Pertama adalah pemerintah
berupaya memajukan perusahaan-perusahaan besar yang mana
diharapkan perusahaan-perusahaan besar tersebut dapat menajdi
lokomotif pertumbuhan apabila diberlakukan secara kusus. Kedua
pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan
tersebut telah bersedia sebagai pembuka dan pemimpin di pasar yang
bersangkutan. Tanpa danya fasilitas monopoli sulit kiranya
memperoleh investor yang bersedia menanamkan modalnya disektor
tersebut. Ketiga untuk menjaga keberlangsungan praktek-praktek
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme demi kepentingan keluarga dan kroni-
kroni mantan presiden Soeharto kala itu. Implikasi dari persaingan
usaha tidak sehat di Indonesia akhirnya terlihat ketika badai krisis
moneter tahun 1997, banyak perusahaan Indonesia yang tidak mampu
mengatasi badai krisis tersebut sehingga mengalami kebangkrutan.
Hak itu disebabkan tidak kompetitifnya daya saing pelaku uaha di
Indonesia karena kondisi persaingan usahanya cenderung
monopolistic.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini merupakan salah satu
produk undang-undang yang dilahirkan atas desakan dari International
Monetary Fund (IMF) sebagai salah satu syarat agar pemerintah
Indonesia dapat memperoleh bantuan IMF guna mengatasi krisis
10
Ditha Wiradiputra, Catatan Kuliah Pengantar Hukum Persaingan Usaha,
(Depok:FHUI, 2004) h.8-9
22
ekonomi yang melanda Indonesia. Tujuan adanya undang-undang ini
adalah untuk memangkas praktek monopoli dan persaingan usaha yang
tidak sehat yang terjadi pada zaman orde baru, dimana praktek
monopoli dan persaingan ussaha tidak sehat tersebut banyak terjadi
akibat kebijakan pemerintah yang kerap kali menguntungkan pelaku
usaha tertentu saja.11
Dengan mundurnya presiden Soeharto pada 1998 maka dimulailah
reformasi disegala bidang kehidupan termasuk reformasi dibidang
hukum persaingan usaha. Hal ini membawa 34 anggota DPR dari 4
fraksi dengan menggunakan dan mengajukan rancangan Undang-
Undnag Persaingan Usaha pada tanggal 2 September 1988. Inisiatif
dari DPR ini sangat jarang terjadi ketika itu sehingga apabila DPR
sampai berinisiatif untuk mengajukan draft Rancangan Undang-
undnag Persaingan Usaha, maka dapat dilihat betapa mendesaknya
kebutuhan akan undang-undang tersebut. Setelah sekian lama
perdebatan dan pembahasan alot di DPR maka akhirnya pada tanggal 5
Maret 1999, lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.12
Namun demikian Undang-Undang Nomor 5Tahun 1999 tentang
monopoli dan Larangan Praktik Persaingan Usaha tidak Sehat ini tidak
otomatis berlaku karena pemerintah ingin menyosialisasikan kepada
11
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha, h.1-2 12
Ditha Wiradiputra, Catatan Kuliah Pengantar Hukum Persaingan Usaha,
(Depok:FHUI, 2004) h.2
23
masyarakat, dan kalangan dunia usaha pada umumnya sebelum
memberlakukannya secara efektif. Pemerintah baru memberlakukan
Undang-undang ini pada tanggal 5 Maret tahun 2000.13
B. Regulasi Persaingan Usaha di Indonesia
1. Perjanjian Yang di Larang.
Perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana seseorang berjanji
kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.14
Selanjutnya pasal 1313 KUH Perdata
menyatakan bahwa suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Selain dari perjanjian dikenal pula
istilah perikatan, namun kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak
merumuskan apa itu suatu perikatan. Oleh karenanya doktrin berusaha
merumuskan apa yang dimaksud dengan perikatan yaitu perhubungan
hukum antara dua orang atau du pihak berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal (prestasi) dari pihak lain yang berkewajiban
memnuhi tuntutan tersebut.15
Menurut pasal 1 ayat (7) Undang-undang No.5 tahun 1999
perjanjian didefinisikan sebagai: “Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku
usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
13
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha, h.1-2 14
R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989),h. 1. 15
R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989),h. 1.
24
dengan nama apapun baik tertulis, maupun tidak tertulis”. Adapun
perjanjian yang dilarang adalah sebagai berikut16
:
1. Oligopoli
2. Penetapan Harga
a. Penetapan Harga (Pasal 5 UU No.5/1999)
b. Diskriminasi Harga (Pasal 6 UU No.5/1999)
c. Jual Rugi (Pasal 7 UU No.5/1999)
d. Pengaturan Harga Jual Kembali ( Pasal 8 UU N0.5/1999)
3. Pembagian wilayah (Pasal 9 UU No.5/1999)
4. Pemboikotan (Pasal 10 UU No.5/1999)
5. Kartel (Pasal 1 UU No.5/1999)
6. Trust (Pasal 12 uu No.5 /1999)
7. Oligopsoni (Pasal 13 UU No.5/1999)
8. Integrassi Vertikal (Pasal 14 UU No.5/1999)
9. Perjanjian Tertutup
a. Exclusive distribution agreement (Pasal 15 ayat (1) UU
No.5/ 1999)
b. Tying agreement (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999)
c. Vertical agreement on discount (Pasal 15 ayat (3) UU
No.5/1999)
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.
16 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta:Lorem Ipsum Dolor Sit Amet,2009), h.86.
25
2. Kegiatan Yang Dilarang
Menurut Undnag-undang Nomor 5 tahun 1999 kegiatan yang dilarang
untuk dilakukan oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut:
a. Monopoli (pasal 17)
b. Monopsoni (pasal 18)
c. Penguasaan pasar ( Pasal 19, 20, 21)
d. Persengkokolan (pasal 22, 23, 24)17
Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan perjanjian yang
dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang
dilarang paling tidak harus ada dua pelaku usaha karena suatu perjanjian
menghendaki paling tidak dua subjek hukum. Sementara dalam kegiatan
yang dilarang, tidak tertutup untuk dilakukan oleh satu pelaku.Terhadap
kegiatan yang dilarang diberi pengecualian, yaitu apabila kegiatan tersebut
dilakukan oelh pelaku usaha yang tergolong dalan usaha kecil atau
kegiatan usaha koperasi yang secara khusus untuk melayani anggotanya.18
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha
1. Kedudukan KPPU dalam Sistem Kelembagaan Negara
Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang persaingan usaha tidak sehat dibentuklah suatu komisi.
17
Undang-undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Tebatas
Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta
17-18 Mei 2004/tim editor, Emmy Yuhassarie, Tri Harwono, (Jakarta: Pusat Pengkajian
Hukum, 2004).
18
Hikmawanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, (Jakarta:
Lentera Hati, Cet. 11, 2002), h. 60-62.
26
Pembentukan ini didasarkan pada pasal 34 Undang-undang Nomor 5 tahun
1999 yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi,
tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui keputusan presiden. Komisi
ini kemudian dibentuk berdasarkan keppres Nomor 75 Tahun 1999 dan
diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.
Dengan demikian penegakan hukum antimonopoli dan persaingan
usaha tidak sehat berada dalam kewenangan KPPU, namun demikian tidak
berarti bahwa tidak ada lembaga lain yang berwenang menangani perkara
monopoli dan persaingan usaha. Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah
Agung (MA) juga diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut.
PN diberi wewenang untuk menangani keberatan terhadap putusan KPPU
dan menangnai pelanggaran hukum persaingan yang menjadi perkara
pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht.
MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum
peraingan apabila terjadi kasasi terhadap keputusan PN tersebut.19
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sama sekali tidak menyebut
KPPU sebagai lembaga pengadilan. Tugas dan kewenangannya juga tidak
dikaitkan dengan tugas mengadili seperti halnya badan-badan peradilan
yang resmi. Meskipun demikian, KPPU secara teoritis pada hakikatnya
tetap merupakan lembaga semi yudisial atau quasi yudisial.20
KPPU
memiliki kewenangan melaksanakan quasi yudisial meliputi kewenangan
19
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta:Lorem Ipsum Dolor Sit Amet,2009), h.311.
20 Jimly Ashidiqie, KPPU Sebagai Lembaga Quasi Peradilan,
27
yang dimiliki oleh lembaga peradilan yaitu, penyidikan, penuntutan,
memerikasa, mengadili, sampai memutus perkara persaingan usaha pada
tingkat pertama.21
Lembaga quasi yudisial beberapa diantaranya berbentuk
komisi-komisi negara, tetapi ada pula yang menggunakan istilah badan
ataupun dewan. KPPU merupakan lembaga eksekutif yang tidak hanya
melakukan fungsi pengawasan terhadap praktik persaingan usaha yang
tidak sehat tetapi juga bertindak sebagai pengengah dan sekaligus pemutus
perselisihan mengenai persaingan usaha tidak sehat.22
KPPU diberi status sebagai pengawas pelaksana Undang-undang
Nomor 5 tahun 1999. Status hukumnya adalah sebagai lembaga yang
independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan
pihak lain. Anggota KPPU diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas
persetujuan DPR artinya, DPR mempunyai hak konfirmasi (the right to
confirm) atas pengangkatan ataupun pemberhentian anggota KPPU dengan
demikian terdapat hubungan “check and balances” antara pemerintah dan
DPR dalam proses pembentukan para anggota KPPU. Anggota KPPU
dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. 23
21
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Melaksanakan Wewenang penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Mimbar Hukum
Volume 24 No.3 (Oktober 2012): h.540.
22
Jimly Ashidiqie, Pengadilan Khusus
23
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.311.
28
2. Hukum Acara yang berlaku pada KPPU
Undang-undang antimonopoli tidak mengatur secara jelas hukum
acara bagi KPPU dalam melakukan fungsi penyidikan dan penyelidikan
baik kepada pelaku usaha, saksi ataupun pihak lain. Namun demikian
undang-undang anti monopoli memberikan wewenang berdasarkan
ketentuan pasal 35 ayat (f) Udnang-undang antimonopoli kepada KPPU,
untuk menyusun pedoman ataupun publikasi yang berkaitan dengan
Udnang-undang antimonopoli. Ketentuan pasal 35 ayat (f) ini kemudian
diartikan oleh KPPU termasuk di dalamnya membuat dan menentukan
hukum acaranya sendiri. Atas dasar hal tersebut dan juga hasil rapat
dengan para penegak hukum, pada tanggal 6 September 2000, KPPU
menerbitkan keputusan KPPU No.05/kep/IX/2000 tentang tata cara
penyampaian laporan dan penagnanan dugaan pelanggaran terhadap
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan
ussaha tidak sehat keputusan ini merupakan hukum acara dan juga
pedoman bagi KPPU untuk melaksanakan fungsi pengelidikan dan
pemeriksaan sebagaimana diamanatkan pada pasal 36 Undang-undang
Nomor 5 tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.24
3. Tugas dan Wewenang KPPU
Dalam kedudukannya sebagai pengawas, secara garis besar
kewenangan komisi dapat dibagi dua yaitu wewenang aktif dan wewenang
pasif. Wewenang aktif adalah wewenang yang diberikan kepada komisi
24
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha,h.17.
29
melalui penelitian terhadap pasar, kegiatan dan posisi dominan.
Wewenang pasif menerima laporan dari masyrakat atau dari pelaku usaha
tentang dugaan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat.25
Pasal 35 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 menentukan bahwa
tugas-tugas KPPU terdiri dari:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana
diatur dalam pasal 36
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
6. Menyusun pedoman atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
undnag Nomor 5 tahun 1999.
25
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teeori dan Praktiknya di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012),h.278-278
30
7. Meberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada
presiden dan DPR.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut, pasal 36 Undang-
undang Nomor 5 tahun 1999 memberi wewenang kepada KPPU untuk:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dana atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengajibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha yang ditemukan
komsii sebagai hasil penelitiannya.
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemerikaan tentang ada
atau tidaknya adanya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat.
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Udnang-undnag Nomor 5 Tahun 1999.
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 5
tahun 1999.
31
7. Meminta bantuan penyidik untuk mengahdirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli atau setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6
tersebut di atas yang tidak tersedia memnuhi panggilan komisi.
8. Meminta keterangan dari instansi pemerinta dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undnag Nomor 5 tahun 1999.
9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menlai surat, dokumen atau alat bukti
lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak
pelaku usaha lain atau masyarakat.
11. Memberitahukan praktek monopoli dana atau persaingan usaha tidak
sehat.
12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
4. Penyelesaian Perkara Oleh KPPU
Prosedur penyelesaian perkara di KPPU dilalui dengan beberapa tahap:
1. Pemeriksaan atas Dasar Laporan
Pemeriksaan atass adanya laporan adalah pemeriksaan yang dilakukan
karena adanya laporan dari pelaku usaha yang merasa dirugikan
ataupin dari masyarakat/konsumen.
2. Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU
Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU adalah pemeriksaan yang
didasarkan atas adanya dugaan atau indikasi pelanggaran terhadap
32
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Untuk melakukan pemeriksaan
atas dasar inisiatif, KPPU akan membentuk suatu majelis komisi untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan para saksi. Adapun
jenis pemeriksaan oleh KPPU adalah sebagai berikut:
a. Tahap pemeriksaan pendahuluan
Pemeriksaan pendahuluan adalah tindakan komisi untuk
menelti atau memeriksa apakah suatu laporan perlu ditindak lanjuti
atau tidak. Berdasarkan pasal 39 ayat 1 Undang-undang Nomor 5
tahun 1999 menentukan jangka waktu pemeriksaan pendahuluan
selama tiga puluh hari.
b. Tahap Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan yang
dilakukan majelis komisi sebagai tindak lanjut pemeriksaan
pendahuluan. Pemeriksaan lanjutan dilakukan KPPU jika telah
ditemukan indikasi praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat jangka waktu pemeriksaan lanjutan diberikan selama enam
puluh hari sejak berakhirnya pemeriksaan pendahuluan, dan dapat
diperpanjang selama tiga puluh hari.
c. Tahap Eksekusi Putusan Komisi
Apabila putusan komisi menyatakan terbukti adanya
perbuatan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun
199 tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat selanjutnya
akan berlanjut ke tahap eksekusi putusan. Komisi memiliki
33
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif diantaranya
dalam bentuk-bentuk pembatalan perjanjian, perintah pengehntian
suatu kegiatan, pengehentian penyalahgunaan suatu posisi
dominan.
3. Upaya Hukum Terhadap Putusan KPPU.
Secara garis besar terhadap putusan KPPU dapat terjadi tiga
kemungkinan yaitu :
1. Pelaku usaha menerima putusan KPPU, dan secara sukarela
melaksanakan sanksi yang dijatuhkan KPPU. Selanjutnya dalam
waktu 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan mengenai putusan
KPPU pelaku usaha wajib melaksanakan isi putusan tersebut dan
menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada komisi dengan
tidak diajukan keberatan terhadap putusan KPPU maka putusan
KPPU akan memilik kekuatan hukum tetap dan terhadap putusan
tersebut dimintakan penetapan eksekusinya oleh Pengadilan
Negeri.26
Namun dalam pasal 67 Peraturan Komisi nomor 1 Tahun
2010 ketentuan diatas diberikan penjelasan bahwa “dalam hal
komisi menilai terlapor tidak melaksanakan putusan komisi paling
sedikit dua perkara, komisi dapat menyerahkan perkara kepada
kepolisian negra RI untuk diprose secara pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 48 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999.
26
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 46 ayat 1
34
2. Pelaku usaha menolak putusan KPPU, dan kemudian mengajukan
keberatan kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 hari
setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.27
3. Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan maupun melaksanakan
putusan KPPU. Apabila pelaku usaha tidak mengajukan keberatan
maupun melaksanakan putusan KPPU dalam jangka waktu 30 hari
sebagaimana ditentukan dalam pasa 44 ayat 1 Undang-undnag
Nomor 5 Tahun 1999 maka berdasarkan pasal 44 ayat (4) Undang-
undang Nomor 5 tahun 1999 menyerahkan putusan tersebut kepada
penyidik untuk dilakukan penyidikan lanjutan sesuai undang-
undang yang berlaku dan dalam hal ini putusan KPPU dianggap
sebagai bukti permulaan yang cukup untuk melakukan
penyidikan.28
Tidak semua putusan KPPU menyatakan bahwa pelaku usaha telah
melanggar Undang-undnag Nomor 5 tahun 1999 ada juga putusan KPPU
yang menyatakan bahwa tidak terjadi pelanggaran terhadap Undang-
undnag Nomor 5 tahun 1999 tersebut, ada beberapa kategori dimana
pelaku usaha dapat dinyatakan tidak melanggar Undang-undang Nomor 5
tahun 1999 antara lain:
27
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 44 ayat 5
28
Susanti Adi Nugroho, Pengaturan Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2012), h.83-84
35
a. Tidak terbukti adanya pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam dalm Undang-undang Nomor 5
tahun 1999 seperti yang tertera pada putusan Nomor 5 KPPU-
L/2002 tidak terbukti melanggar pasal 15,17,18,19 Undang-
undnag Nomor 5 tahun 1999 pada PT Camilia Internusa Film.
b. KPPU tidak berwenang untuk memeriksanya karena masalah
yang diperiksa merupakan perbuatan atau perjanjian yang
dikecualikan dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1999,
sebagaimana diatura dalam pasal 50 Undang-undang Nomor 5
tahun 1999:
1) Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan
2) Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual seperti paten, merek, dagang,hak cipta, desain
produksi, rangkaian sitkuit terpadu serta perjanjian yang
berkaitan dengan waralaba
3) Perjanjian penetapan standar tekhnis produksi barang dan
atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi
persaingan
4) Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak
memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau
jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang
telah di perjanjikan
36
5) Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau
perbaikan standar hidup masyarakat luas.
6) Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh
pemerintah Republik Indonesia
7) Perjanjian atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang
tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar
dakam negri
8) Pelaku usah yang tergolong dalam usaha kecil
9) Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus melayani
anggotanya.
c. KPPU tidak berwenang memeriksaanya karena masalah yang
diperiksa adalah monopoli atau pemusatan kegiatan yang
berkaitan dengan produksi barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak.
37
BAB III
INTEGRASI VERTIKAL
A. Pengertian Integrasi Vertikal
Dalam melakukan kegiatan usahanya pelaku usaha tentu akan
melakukan hubungan-hubungan dengan pihak lainnya, baik dengan para
kompetitornya maupun dengan pihak lainnya. Namun ketika suatu pelaku
usaha ingin pangsa pasar yang dimilikinya menjadi lebih besar, biasanya
perusahaan akan melakukan suatu penggabungan ataupun kerjasama
dengan pelaku-pelaku usaha lain yang secara vertikal berada berada pada
level yang berbeda pada proses produksi, maka kerjasama ini disebut
integrasi vertikal. Intergasi vertikal terjadi ketika satu perusahaan
melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang berada pada level yang
berbeda dalam suatu proses produksi, sehingga membuat seolah-olah
mereka merupakan suatu perusahaan yang melakukan dua aktifitas yang
berbeda tingkatannya pasa suatu proses produksi.1
Integrasi vertikal adalah perjanjian yang bertujuan untuk
menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu. Integrasi vertikal bisa di lakukan dengan
strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan
memiliki unit usaha hingga ke penyediaan bahan baku maupun ke hilir
1 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.113.
38
dengan kepemilikan unit usaha hingga ke distribusi barang dan jasa hingga
ke konsumen akhir.2
Integrasi vertikal dapat menghambat persaingan usaha karena
dapat meningkatkan biaya yang harus ditanggung pesaing untuk
mengakses bahan baku atau jalur distribusi yang dibutuhkan untuk
menjual produknya. Selain itu, integrasi vertikal juga dapat mengurangi
ketersediaan bahan baku dan meningkatkan modal yang dibutuhkan untuk
masuk ke pasar. Atau dengan kata lain inttegrasi vertikal dapat
menimbulkan hambatan masuk ke sebuah pasar.3
Integrasi vertikal menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1999
pasal 14 “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahaan ata proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung,
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau
merugikan masyarakat”.
Penjabaran unsur-unsur yang ada dalam pasal 14 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian
Perjanjian menurut pasal 1 angka 7 adalah suatu perbuatan satu
atau lebih pelaku usaha untuk mengiukatkan diri terhadap satau
atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis
maupun tidak tertulis.
2 Ningrum Natasya Sirait Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, (Jakarta:
The Indonesian Netherlands Legal Reform Program),h. 61.
3 Ningrum Natasya Sirait Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha,h.61.
39
b. Perjanjian
Perjanjian menurut pasal 1 angka 7 adalah suatu perbuatan atau
lebih pelaku usaha untuk meningkatkan diri terhadap satau atau
lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis
maupun tidak tertulis.
c. Pelaku usaha lain
Pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang berada dalam satu
rangkauan produksi/operasi baik di hulu maupun di hilir.
d. Menguasai produksi
Penguasaan bahan baku, produksi.operasi dan pangsa pasar
yang dilakukan oleh suatu pelaku usaha dalam suatu rangkaian
produksi
e. Barang
Barang menurut pasal 1 angka 16 adalah setiap benda, baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, yang dapat diperdagngkan dipakai, dipergunakan
atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
f. Jasa
Jasa menurut pasal 1 angka 17 adalah setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagngkan dalam
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku
usaha.
40
g. Persaingan usaha tidak sehat.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa yang dilakukan tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
h. Merugikan masyarakat.
Merugikan masyarakat adalah suatu kondisi dimana
masyarakat harus menanggung biaya akibat terjadinya
persaingan tidak sehat, seperti harga yang tiodak wajar, kualitas
barang/jasa yang renda, pilihan yang terbatas/kelangkaan dan
turunnya kesejahteraan (welfare lost).4
Integrasi antar pelaku usaha juga dengan sendirinya dapat juga
diakitkan dengan pengurangan resiko dalam bisnis. Dengan terjadinya
integrasi vertikal ke bagian hulu, maka resiko akan kekurangan bahan
baku menurun. Dan dari segi pengelolaan jika sebelumnya dikelola secara
terpisah maka maka setelah terjadinya integrasi antara para pelaku usaha
pengelolaaan menjadi dibawah manajemen tunggal.5 Seperti yang terjadi
antara PT Indofood, PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret.
Bila kita perhatikan isi ketentuan pasal 14 Undang-undang Nomor
5 Tahun 1999 jelas bahwa kaidah yang digunakan untuk menganalisis
pasal ini adalah diperlukannya bukti-bukti yang menunjukan telah
4 Ningrum Natasya Sirait Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha,h.62-63.
5 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.
41
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Integrasi vertikal memiliki efek precompetitive dan anti-competititve
sehingga hanya integrasi vertikal yang mengakibatkan persaingan usaha
tidak sehat dan merugikan masyarakat yang akan dilarang.6
Strategi integrasi vertikal merupakan strategi yang menghendaki
perusahaan melakukan penguasaaan yang lebih atas distributor, pemasok,
dan atau para pesaing baik melalui merger, akuisisi, atau membuat
perusahaan sendiri. Strategi integrasi dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Integrasi ke depan merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan
atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer.
b. Integrasi kebelakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan
atau meningkatkan kendali perusahaan pemasok.
c. Integrasi horizontal merupakan strategi untuk mengendalikan para
pesaing.7
B. Alasan Pelaku Usaha Melakukan Integrasi Vertikal
1. Efisiensi
Tujuan pelaku usaha melakukan efisiensi melalui integrasi vertikal
adalah mencapai harga yang bersaing dari produk atau jasa yang
dipasarkan. Efisiensi dari integrasi vertikal dicapai melalui pengurangan
penggunaan suatu proses/peralatan teknis (technical efficiency),
6 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)
h.207. 7 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya,h.207
42
penghematan biaya transaksi (transaction cost) dan pengurangan marjin
ganda (double marginalization) atau secara keseluruhan meniadakan
biaya-biaya yang tidak perlu yang sebenarnya dapat dihindari. Keunggulan
teknis dapat dicapai melalui perbaikan atau peningkatan teknologi
sehingga proses manufaktur atau proses operasi berjalan lebih efisien.8
Efisisensi lain yang dihasilkan dari integrasi vertikal adalah
berkurangnya biaya transaksi yang muncul akibat dari aktivitas transaksi
antar tingkatan produksi dan atau distribusi yang berbeda. Dengan
melakukan integrasi vertikal biaya trnasaksi tersebut dapat diinternalkan
sehingga perusahaan dapat melakukan penghemantan biaya. Penghematan
biaya transaksi tersebut antara lain muncul dari penghematan biaya
ekonomi dalam mencari pasokan bahan baku, melakukan negosiasi,
kontrak, dan pengawasan terhadap atau distributor. Efisiensi yang
dihasilkan dari kegiatan integrasi vertikal ini berdampak pada biaya
produksi dan biaya organisasi yang lebih rendah, sehingga pelaku usaha
dapat memproduksi barang dan jasa dengan kualitas yang lebih baik dan
biaya pembelian yang ditanggung masyarakat menjadi lebih rendah.
2. Kepastian bahan baku dan peningkatan akses konsumen
Salah satu tujuan pengusaha melakukan integrasi vertikal adalah
upaya untuk mengurangi ketidakpastian pasokan bahan baku yang
dapat muncul. Pelaku usaha memutuskan integrasi vertikal ke arah
8 www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
43
hulu dengan maksud mengontrol kepastian pasokan bahan baku.
Misalkan sebuah perusahaan pembuat keju memerlukan pasokan susu
segar sebagai bahan utama pembuatan keju. Apabila pasokan susu
tersendat karena berbagai faktor (Seperti manajemen peternakan yang
salah) maka produksi keju juga akan terhambat. Dengan integrasi
vertikal ketidakpastian akibat kesalahan manajemen peternakan
tersebut dapat diminimalkan karena pasokan susu dapat dikontrol,
karena pada integrasi vertikal sistem manajemen berada di bawah
manajemen tunggal.9
3. Pelaku usaha dapat melakukan transfer pricing
Transfer pricing adalah saat pelaku usaha memberikan harga yang
lebih rendah kepada perusahaan yang terintegrasi di bawahnya dengan
tujuan membuat biaya produksi lebih rendah sehingga akan
mengakibatkan harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan
pesaingnya. Karena biaya produksi yang relatif lebih rendah.
Tujuannya adalah menekan biaya yang terjadi di level terbawah (dari
unit ritel ke tangan konsumen)10
4. Mengurangi atau menghilangkan pesaing di pasar.
Dalam perspektif persaingan perusahaan yang melakukan integrasi
vertikal akan lebih mudah mendapatkan kekuatan pasar (market
9 www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
10 www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
44
power) karena lebih efisien serta dapat menjadikan harga barang/jasa
lebih murah dan adanya jaminan distribusi. Oleh sebab itu perusahaan
yang terintegrasi secara vertikal akan mempunyai kekuatan yang lebih
besar untuk menciptakan hambatan bagi pesaingnya untuk masuk
pasar. 11
5. Dampak Negatif yang Ditimbulkan dari Adanya Integrasi Vertikal
Meskipun integrasi vertikal menguntungkan bagi perusahaan
karena dapat mempersempit kerugian dan saling menutupi kelemahan
antara perusahaan yang berintegrasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa
terkadang integrasi vertikal juga dapat menumbulkan efek-efek negatif
bagi persaingan di antara pelaku usaha seperti:
1. Integrasi vertikal ke arah hulu (upstream) dapat mengurangi
kompetensi diantara penjual ditingkat hulu (upstream level),
contohnya: seandainya pelaku usaha/perusahaan perakitan kendaraan
dihadapkan pada suatu keadaan dimana pelaku usaha tersebut harus
membeli bahan baku dari pelaku usaha pemasok bahan baku
(perusahaan pembuat besi baja) dengan harga oligopoli (umumnya
pada industri pembuatan besi baja hanya terdapat beberapa perusahaan
besar saja), dalam keadaan seperti ini perusahaan perakitan kendaraan
akan lebih menguntungkan jika melakukan integrasi vertikal dengan
perusahaan pembuat besi baja, sehingga perusahaan perakitan
11
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
45
kendaraan memiliki perusahaan pembuat besi baja sendiri, yang
kemudian perusahaan perakitan mobil tidak lagi menjadi korban dari
perilaku oligopoli (yang biasanya menerapkan harga di atas
kewajaran). Dari perusahaan pembuat besi baja, tetapi kemungkinan
nantinya perusahaan pembuat besi baja yang melakukan itegrasi
vertikal dengan perusahaan perakitan kendaraan tidak bisa lagi
menjual produknya ke perusahaan perakitan kendaraan lain. Akibatnya
harga besi baja untuk perusahaan perakitan dapat menjadi lebih mahal
lagi, karena semakin berkurangnya pemasok besi baja bagi
perusahaan-perusahan perakitan kendaraan. Dan ini juga dapat menajdi
insentif bagi perusahaan perusahaan perakitan kendaraan untuk
melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan pembuat besi baja,
yang pada akhirnya semakin berkuranglah persaingan di antara
perusahaan pembuat besi baja yang memasok untuk industri perakitan
kendaraan.
2. Memfasilitasi kolusi diantara pelaku usaha di tingkat hulu (upstream
level), dimana dengan semakin meluasnya integrasi vertikal dapat
memfasiliitasi kolusi diantara perusahaan manufaktur karena
pemotongan harga terlalu mudah dideteksi (alasan yang digunakan
untuk kasus ini sama dengan yang digunakan untuk menolak resale
price maintenance).
3. Integrasi vertikal ke arah hilir (downstream integration) dapat
memfasilitasi diskriminasi harga, dimana integrasi sampai di tingkat
46
retailer dapat memungkinkan perusahaan mempraktekan diskriminasi
harga tanpa harus mengkhawatirkan terhadap tindakan dari perusahaan
retail lainnya. Contohnya seperti yang terjadi antara PT Indomarco Adi
Prima yang memasok produk-produk Indofood lebih murah Kepada
Indomaret dibandingkan kepada perteail lainnya. Sehingga membuat
Indomaret melakukan program diskon khusus produk Indofood.
4. Meningkatnya hambatan masuk (entry barriers) dimana pelaku usaha
yang harus melalui dua tahap jika ingin masuk ke pasar, dengan
semakin meluasnya praktek integrasi vertikal, kemudian membuat
perusahaan manufaktur yang ingin masuk ke dalam suatu industri,
harus memiliki perusahaan pemasok sendiri yang menjamin
pasokannya karena perusahaan pemasok yang ada sudah terintegrasi
dengan perusahaan manifaktur yang lain, atau perusahaan manufaktur
untuk memasarkan produksinya terpaksa harus memiliki perusahaan
ritel tersendiri karena perusahaan ritel yang ada sudah terintegrasi
dengan perusahaan manufaktur yang lain.12
12
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.114-
115
47
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN
A. Kasus posisi
Bermula dari adanya laporan dari sebuah lembaga swadaya
masyarakat terkait dugaan adanya praktik persaingan usaha tidak sehat
yang yang dilakukan oleh PT Indomarco Prismatama yang memegang hak
merek dagang Indomaret. Laporan ini dilakukan berdasarkan keresahan
dari 129 pengusaha kecil yang diwawancarai terlapor terhadap keberadaan
Indomaret yang ternyata merugikan bagi mereka.
Menimbang bahwa laporan saksi pelapor telah diteliti oleh
sekertariat komisi, dan dinyatakan laporan belum lengkap, selanjutnya
direktur eksekutif dengan suratnya nomor 53/KPPU set/X/2000 tanggal 20
September 2000 memberitahukan kepada saksi pelapor untuk melengkapi
subtansi laporannya sesuai dengan ketentuan dalam keputusan nomor
05/KPPU/kep/IX/2000 tentang tata cara peyampaian laporan dan
penanganan terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999. Lalu saksi
terlapor tidak dapat melengkapi subtansi laporannya maka komisi
memutuskan untuk mencatat dan memasukan laporan terlapor ke dalam
daftar monitoring.
Setelah subtansi laporan terlapor lengkap maka komisi menetapkan
untuk membuka kembali kasus ini pada tanggal 9 November 2000 dan
kasus ini menjadi kasus inisiatif komisi, lalu dilakukanlah pemerikasaan
pendahuluan, dalam pemeriksaan pendahuluan tersebut tim pemeriksa
48
tidak menemukan bukti-bukti yang cukup atas dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh terlapor atas pasal 15, pasal 22 dan pasal 25 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999, akan tetapi terlapor diindikasikan tidak
mengindahkan asas dan tujuan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
sebagaimana disebutkan dalam pasal 2. Tim pemeriksa menemukan hal-
hal yang berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, pelayanan dan
tata ruang yang kurang sejalan dengan kepentingan umum.
Berdasarkan rekomendasi tim pemeriksa tersebut komisi
menetapkan untuk menerima dan melanjutkan pemeriksaan lanjutan,
pemeriksaan lanjutan dimulai sejak tanggal 2 Januari 2001 sampai dengan
tanggal 28 Maret 2001.
Menurut pelapor Indomaret telah melanggar pasal 1 angka 4, dan
angka 8, pasal 15, pasal 22, dan pasal 25 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999. Tetapi ketiga pasal tersebut dinyatakan tidak terbukti karena tidak
ditemukan adanya fakta pelanggaran pasal-pasal tersebut oleh majelis
komisi KPPU.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap baik melalui keterangan
para pihak dan pemeriksaan dokumen, majelis komisi menyimpulkan
bahwa keberadaan toko swalayan Indomaret yang didirikan diwilayah
Jabodetabek menimbulkan gangguan terhadap pengecer disekitarnya.hal
ini terjadi karena (1) pendirian toko-toko swalayan Indomaret kurang
memperhatikan keberadaan warung-warung kecil disekitarnya. (2) kurang
memperhatikan lokasi dan peruntukan penggunaan bangunan, sehingga
49
menimbulkan keresahan pada pemilik warung disekitarnya.(3)
menerapkan strategi pemasaran modern yang tidak dapat diikuti oleh oleh
pengecer disekitarnya. Oleh karena itu Indomaret dinilai tidak
mengindahkan asas demokrasi ekonomi dan tidak mengindahkan
keseimbangan kepentingan Indomaret dengan masyarakat disekitarnya,
sehingga kegiatan Indomaret tidak sesuai dengan pasal 2 dan pasal 3
mengenai asas dan tujuan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopili dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berdasarkan fakta yang ditemukan majelis komisi, pada tahun
1988 sampai tanggal 1 April 2000 PT Indomarco Prismatama pemegang
hak merek dagang Indomaret memiliki keterkaitan sejarah dengan PT
Indomarco Adi Prima dengan adanya jabatan rangkap antara PT
Indomarco Prismatama dan Indomarco Adi Prima, 80% saham Indomarco
Adi Prima dimiliki oleh PT Indofood, hal ini dibuktikan dengan
keterangan saksi yang menyebutkan bahwa harga-harga produk Indofood
di Indomaret lebih murah dibandingkan dengan pengecer disekitarnya ,
dan pihak Indomaret memiliki program diskon setiap 2 mingguan yang
dikemas dalam paket super hemat, berdasarkan penyelidikan yang
dilakukan majleis komisi di lapangan menyatakan bahwa 66% masyarakat
merasa diuntungkan membeli produk Indofood karena harganya yang
lebih murah dibandingkan dengan pengecer lain dan sering ada diskon.
Dengan adanya jabatan rangkap dan kepemilikan saham seperti itu
maka sangat dimungkinkan terjadinya kontrol manajemen secara vertikal
50
yang berakibat pada persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat diduga
melanggar pasal 14 Undang-udnang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.
Selain itu fakta yang juga ditemukan oleh Majelis Komisi adalah
adanya perjanjian tertulis antara PT Indomarco Adi Prima dengan PT Goro
Batara Sakti yang berisi bahwa penerima pasokan tidak diperkenankan
menjual dan memasok kembali kepada pihak tertentu. Atas hal itu majelis
komisi menduga terjadinya pelanggaran terhadap pasal 15 Undang-undang
Nomor 5 tahun 199 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.1
Pada putusannya majelis komisi KPPU memerintahkan Indomaret
untuk menghentikan ekspansinya ke pasar tradisional yang berhadapan
langsung dengan pengecer kecil, memerintahkan Indomaret untuk
melibatkan masyarakat setempat dengan memperbesar porsi kegiatan
waralaba, dan merekomendasikan pemerintah untuk mengadakan
pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer agar
memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan perusahaan besar,
menyatakan untuk melakukan monitoring dan penyelidikan lebih lanjut
mengenai dugaan adanya praktek Integrasi vertikal, diskriminasi harga,
dan perjanjian tertutup.2
1www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
2 Putusan KPPU perkara No 03/KPPU-L-1/2000 tentang Integrasi Vertikal antara PT
Indomarco Adi Prima dengan Indomaret .
51
B. Analisis Putiusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000
Permasalahan yang terjadi pada PT Indomarco Prismatama sebagai
pemegang hak merek dagang Indomaret terjadi karena adanya rasa
kekecewaan dan kerugian yang dialami dari pengecer kecil dengan adanya
Indomaret karena harga produk di Indomaret lebih murah dibandingkan
dengan harga produk di pengecer lain khususnya produk Indofood, hal ni
terbukti dari hasil investigasi tim majelis komisi KPPU yang menyebutkan
bahwa 100% konsumen yang berada di wilayah Jabodetabek setuju bahwa
harga-harga barang di Indomaret lebih murah dibandingkan dengan
pengecer lainnya, dan 66% menyatakan bahwa mereka merasa
diuntungkan dengan membeli produk Indofood di Indomaret.harga-harga
yang lebih murah tersebut mengakibatkan pada menurunnya omset
penjualan dari peritel kecil di sekitar Indomaret sekitar 50-60%.3
Apabila dilihat menurut perspektif hukum Islam hal ini tentu
dilarang, mematikan usaha kecil atau memusatan pendapatan hanya pada
satu golonngan saja bertentangan dengan sistem ekonomi Islam karena
sitem ekonomi Islam berdasarkan sitem distribusi sehingga ekonomi tidak
dimiliki oleh segelintiran pelaku usaha saja.4 Allah SWT Berfirman dalam
Al-qur,an Surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi :
3Putusan KPPU perkara No 03/KPPU-L-1/2000 tentang Integrasi Vertikal antara PT
Indomarco Adi Prima dengan Indomaret .
4 Mustafa kamal zrokan, Bisnis Ala Nabi: Teladan Rasulullah SAW, dalam
Berbisnis (jakarta: Benteng Pustaka, 2013), h. 43
52
Apa saja harta rampasan (Faa’i) yang diberikan Allah kepada
rasul-Nya dari harta benda yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah untuk raul, kaum kerabat, anak-anak yatim orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar diantara orang-orang yang kaya saja diantara kamu. Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang
bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya, (Qs. Al-Hasyr :7)
Akan tetapi putusan yang dikeluarkan KPPU mengenai kasus ini
tidak bersifat menindak langsung bahkan terkesan mengambang,5 hal ini
terbukti dalam putusan yang menyebutkan bahwa Indomaret diperintahkan
untuk memberhentikan ekspansi barang dagangannya ke lokasi yang
berdekatan dengan pasar, dan merekomendasikan kepada pemerintah
untuk mengadakan pelatihan untuk pengusaha kecil agar dapat bersaing
dengan pelaku usaha tingkat menengah-besar.
Putusan ini dirasa sangat unik karena majelis hakim KPPU
memutuskan bahwa akan dilakukan kajian,monitoring dan penyelidikan
lebih lanjut terhadap adanya dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat
khususnya integrasi vertikal yang dilakukan oleh Indomaret dan PT
Indomarco Adi Prima padahal pada fakta persidangan menunjukan adanya
5 www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
53
kaitan Integrasi vertikal antara PT Indomarco Adi Prima sebagai pemasok
barang dagangan khususnya produk Indofood kepada PT Indomarco
Prismatama sebagai pemegang hak merek dagang Indomaret yang jika di
lihat pada fakta persidangan PT Indomarco Adi Prima memiliki
keterkaitan sejarah, keterkaitan tersebut ditunjukan oleh adanya jabatan
rangkap pada PT Indomarco Prismatama dan direktur utama PT
Indomarco Adi Prima antara tahun 1998 sampai dengan tahun 1 April
tahun 2000.
Fakta lainnya adalah bahwa ternyata 80% saham PT Indomarco
Adi Prima dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur. Dengan adanya
jabatan rangkap dan kepemilikan saham yang demikian memungkinkan
dibukanuya peluang untuk melakukan kontrol manajemen secara vertikal
yang bisa berakibat pada terganggunya persaingan usaha yang sehat.
Putusan ini sangat unik karena disisi lain KPPU belum menemukan
adanya bukti bahwa Indomaret telah melakukan pelanggaran integrasi
vertikal tapi, disisi lain adanya fakta keresahan yang dialami para pengecer
kecil disekitar Indomaret yang merasakan omsetnya menurun karena
kehadiran Indomaret, akhirnya untuk mengisi kekosongan hukum pada
putusan Indomaret majelis komisi menjerat Indomaret dengan pasal 2
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.yang menyatakan bahwa Indomaret
dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip
keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan
54
persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan
umum.6
Hukum acara persaingan usaha di Indonesia sangat berbeda dengan
Hukum Acara yang berlaku di Amerika Serikat, jika di Amerika terbukti
adanya pelanggaran struktur rangkap jabatan antara perusahaan maka
perusahaan tersebut akan ditindak dan diperintahkan untuk mencopot
direktur utama nya yang memiliki jabatan rangkap tersebut, berbeda
dengan di Indonesia meskipun terbukti adanya indikasi integrasi vertikal
hal ini tidak langsung disebut sebagai pelanggaran kerena harus diteliti
terlebih dahulu adakah dampak anti persaingan yang timbul akibat adanya
integrasi vertikal tersebut, karena pada hakikatnya integrasi itu memiliki
dampak positif bagi perusahan salah satunya adalah efisiensi biaya
operasional dari pembuatan barang.7
Kesulitan majelis komisi dalam menemukan bukti-bukti yang
menunjukan Indomaret melakukan integrasi vertikal karena metode yang
dipakai dalam pendekatan kasus integrasi vertikal adalah rule of reason
artinya penerapan hukum nya tergantung pada akibat yang
ditimbulkannya, apakah perbuatan itu telah menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.8
6 Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
7 Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
8Susanti Adi Nugroho, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
(Jakarta:Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002,) h.28-29
55
Hambatan rule of reason adalah beban pembuktian yang berat dan
biaya yang mahal yang harus ditanggung oleh pihak penggugat, sehingga
suatu perjanjian yang berakibat anti persaingan biasanya masih dianggap
sah berdasarkan rule of reason. Bagi peradilan disyaratkan pengetahuan
teori ekonomi dan sejumlah data ekonomi yang kompleks, serta
mengharuskan mereka memiliki pengalaman khusus misalnya kekuatan
pasar.9
Meskipun perbuatan yang dituduhkan kepada Indomaret mengenai
integrasi vertikal kenyataannya terbukti telah dilakukan, berdasarkan
pendekatan rule of reason pelaksanaan dari suatu tindakan yang dilarang
perlu dibuktikan terlebih dahulu sampai seberapa jauh tindakan yang
merupakan anti-persaingan tersebut akan berakibat kepada pengekangan
persaingan pasar.10
C. Akibat Hukum Pasca Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1/2000
1. Dampak Terhadap Indomaret.
Pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1/2000 pihak terlapor
dalam hal ini Indomaret dinyatakan bahwa perkembangan usahanya
kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi
ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku
usaha dengan kepentingan umum.
9 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya,h.713 10
Munir Fuadi, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,
(Bandung:Citra Raya Bakti, 2002) h. 12.
56
Disisi lain Indomaret berkewajiban untuk melaksanakan perintah
yang tertera pada diktum putusan Nomor 03/KPPU-L-1/2000 yaitu
menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan
langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudlan keseimbangan
antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar.
Pihak Indomaret juga jadi berada di bawah pengawasan atau
monitoring komsisoner KPPU karena pada dasarnya KPPU belum
menemukan adanya bukti dampak yang dihasilkan dari adanya intergrasi
vertikal yang dilakukan antara PT Indomarco Adi Prima dengan
Indomaret, ssehingga untuk mengisi kekosongan hukum maka dinyatakan
Indomaret melanggar pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
mengenai prinsip keseimbangan yang sesuai dengan asas demokrasi
ekonomi, maka apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru
mengenai kasus ini akan dilakukan perubahan putusan.
2. Dampak Terhadap Pelapor
Pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1/2000 seorang pelapor
yang berasal dari Ikatan Masyarakat Pemerhati Ekonomi Kerakyatan
(IMPEK) merasa keberatan dengan putusan majelis hakim yang
menurutnya tidak seimbang dan mengambang. Menurut pelapor bahwa
tuntutan yang diajukan oleh pelapor dan para pedagang adalah agar toko-
57
toko Indomaret ditutup. Sehingga putusan tersebut dirasa tidak adil bagi
pedagang kecil.11
Atas hal tersebut wakil ketua KPPU yang juga anggota Komisi
Majelis mengatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU
terhadap Indomaret telah beralih statusnya tidak lagi pemeriksaan atas
permintaan pelapor, tetapi telah menjadi pemeriksaan atas inisiatif KPPU.
Selain itu apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru lainya bisa
saja keputusan tersebut berubah.12
Pasca putusan ini pihak KPPU tidak berhenti untuk melakukan
penyelidikan lebih lanjut dan monitoring terhadap Indomaret, karena pasar
itu ibarat kuda apabila tidak dijaga oleh penjaganya maka ia akan melesat
cepat dan merusak apa yang didepannya, begitupun dengan pasar apabila
tidak diawasi oleh lembaga yang berewenang maka akan timbul
kehancuran dan penghapusan persaingan usaha, pasca putusan ini tentunya
KPPU akan tetap melakukan pengawasan dan monitoring terhadap
Indomaret baik secara horizontal maupun vertikal agar Indomaret tidak
melakukan monopoli persaingan usaha dan tidak merugikan pengecer
kecil disampingnya. Selain itu pihak pelapor yang berasal dari Ikatan
Masyarakat Pemerhati Ekonomi Kerakyatan (IMPEK) juga tidak dapat
mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri karena berdasarkan
11
www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
12 www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
58
Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 yang bisa mengajukan keberatan
putusan ke Pengadilan Negeri adalah pihak terlapor dalam kasus ini adalah
pihak Indomaret.13
13
Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasakan uraian yang telah penulis paparkan pada bab-bab
sebelumnya maka sebagai akhir dari bagian penelitian ini penulis akan
menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Adanya ketidaksesuain antara fakta-fakta persidangan yang menyatakan
bahwa PT Indomarco Adi Prima memiliki hubungan Integrasi Vertikal
dengan Indomaret akan tetapi pada diktum putusan tidak disebutkan
adanya pelanggaran mengenai Integrasi Vertikal yang dilakukan PT
Indomarco Adi Prima dengan Indomaret disebabkan karena pihak majelis
komisi KPPU yang menangani kasus ini kurang dalam menemukan bukti
bukti yang bersifat negatif dari adanya integrasi vertikal yang dilakukan
PT Indomarco Adi Prima dengan Indomaret yaitu diantaranya
berkurangnya kompetitor di tingkat hulu, terfasilitasi kolusi diantara
pelaku usaha di tingkat hulu, adanya diskriminasi harga, meningkatnya
hambatan masuk sehingga majelis komisi KPPU memutuskan untuk
melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan Integrasi Vertikal
antara PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret.
Akan tetapi disisi lain adanya keresahan dari pedagang kecil yang
disekitranya disebabkan merosotnya omset penjualan yang diterima peritel
kecil disekitar Indomaret karena harga-harga di Indomaret lebih murah
dibandingkan dengan peritel kecil disekitarnya khususnya produk
59
Indofood, untuk mengisi kekosongan hukum ini majelis hakim
menetapkan bahwa Indomaret melangggar pasal 2 Undang-undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat mengenai prinsip keseimbangan yang sesuai dengan asas
demokrasi ekonomi.
2. Akibat hukum pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1-2000 terhadap
pelapor yaitu yang berasal dari Ikatan Masyarakat Pemerhati Ekonomi
Kerakyatan (IMPEK) merasa keberatan karena putusan dirasa
menggantung dan tidak langsung menindak terhadap Indomaret, lalu
menurut majelis hakim yang menangani kasus ini yaitu R Pande Silalahi
menyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU terhadap
Indomaret telah beralih statusnya tidak lagi pemeriksaan atas permintaan
pelapor, tetapi telah menjadi pemeriksaan atas inisiatif KPPU. Selain itu
apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru lainya bisa saja
keputusan tersebut berubah. Lalu pihak pelapor pun tidak bisa mengajukan
keberatan putusan kepada Pengadilan Negeri karena yang berhak
mengajukan keberatan menurut Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010
yang dapat mengajukan keberatan adalah pihak terlapor dalam hal ini
adalah Indomaret dan sampai saat ini Indomaret tidak mengajukan
keberatan putusan ke Pengadilan Negeri.
Adapun akibat hukum pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1-
2000 terhadap Indomaret adalah pihak Indomaret wajib melakukan
menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan
60
langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan keseimbangan
antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar.
B. Saran-saran
Sebagai catatan akhir maka penulis akan memberikan saran:
1. Perlu ditingkatkannya law enforcement Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat sehingga kondisi persaingan di Indonesia berjalan dengan
sehat dan tidak terjadi kecurangan yang dampaknya merugikan para
pengusaha khususnya para pengusaha kecil. Seperti dalam hal
kelengkapan laporan yang dilaporkan pelapor agar memudahkan
majelis komisi dalam memeriksa kasus.
2. Pemerintah seharusnya lebih menggiatkan pelatihan-pelatihan dan
mengadakan pembinaan dan pemberdayaan ushaa kecil mennegah atau
pengecer agar memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan
perusahaan besar. Serta merekomendasikan kepada KPPU agar lebih
mengawasi perusahaan yang melakukan Integrasi vertikal agar tidak
menimbulkan kerugian kepada pedagang disekitarnya dan
menimbulkan iklim anti persaingan dan monopoli perdagangan.
3. Perlu di tingkatkannya law enforcment terhadap Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern ,
dan Peraturan menteri Perdagangan Nomor 53/M-Dag/Per/12/2008
Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar
61
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern agar tercipta
keseimbaangan ekonomi antara peritel kecil dan peritel besar.
4. Pemerintah seharusnya membuat peraturan perundang-undangan
mengenai perlindungan hukum bagi pengusaha kecil atau peritel kecil
agar eksistenssinya tetap ada di Indonesia demi terciptanya ekonomi
yang adil berdasarkan pada demokrasi ekonomi yang sesuai dengan
pasal 33 UUD 1945.
62
DAFTAR PUSTAKA
Fuadi , Munir, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,
Bandung:Citra Raya Bakti, 2002
Ginting, Elyta Ras , Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2001
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,Jakarta:
Kencana Cet.II, 2009
Juwana ,Hikmawanto, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta:
Lentera Hati, Cet. 11, 2002
Lubis, Andi Fahmi , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
Jakarta:Lorem Ipsum Dolor Sit Amet,2009
Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Surabaya:Kencana.cet, VI, 2010
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teeori dan Praktiknya di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012
Nugroho , Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012
Nugroho , Susanti Adi, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
Jakarta:Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002,
Nugroho , Susanti Adi, Pengaturan Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2012
Nugroho, Susanti Adi , Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori
Praktek serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012
Sirait , Ningrum Natasya Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, Jakarta:
The Indonesian Netherlands Legal Reform Program
Soekantro, Soerdjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:UI press, cet III,2008
Sri Mahmudhi, Soerdjono soekanto , Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di
Dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat dokumentasi Universitas
Indonesia, 1979
63
Subekti, R, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1989
Usman, Rahmadi, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika,2013
Wibowo, Destivano, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005
Winarno, Budi, Pertarungan Negara vs Pasar,Yogyakarta: Medpress,2009
Wiradiputra ,Ditha, Catatan Kuliah Pengantar Hukum Persaingan Usaha,
Depok:FHUI, 2004
Sumber Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Jurnal
Draft Pedoman Larangan Integrasi Vertikal, diakses pada tanggal 26 februari
2016,dari situs:
www.kppu.go,id/draft_pedoman_larangan_integrassi_vertikal pdf
Jimly Ashidiqie, KPPU Sebagai Lembaga Quasi Peradilan,
Juwana, Hikmahanto , Sekilas tentang Hukum Persaingan Usaha dan UU No. 5
Tahun 1999, Jurnal Magister Hukum 1 Tahun 1999
Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar
Modern dan Usaha Toko Modern, Position Paper, diakses pada tanggal 22
februari 2016, dari situs ;http:www.kppu.go.id/docs/positioning-
_paper/ritel.pdf
Rico Andriyan, Efektifitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
dalam Penanganan kasus Dugaan Kartel Terkait Praktek Monopoli dan
Perssaingan Usaha Tidak Sehat, jurnal program studi magister ilmu hukum
program pasca sarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2014)
Simbolon, Alum , “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Melaksanakan Wewenang penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Mimbar
Hukum Volume 24 No.3 (Oktober 2012)
Undang-undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Tebatas
Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun
64
2004: Jakarta 17-18 Mei 2004/tim editor, Emmy Yuhassarie, Tri Harwono,
(Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004).
Sumber Internet
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
Hasil Penelitian
Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
65
HASIL WAWANCARA
NAMA : Dendy R Sutrisno
JABATAN : Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU.
1. Apa perbedaan putusan KPPU dan pengadilan ?
Jawab: perbedannya terletak pada irah irah demi keadilan
berdasarkan ketuhanan yang maha esa, sebelum tahun 2000 putusan
KPPU masih menggunakan irah irah demi keadilan berdasarkan
ketuhanan yang maha esa, tetapi setelah tahun 2000 pada putusan KPPU
tidak lagi terdapat irah irah demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang
maha esa kerena, lembaga KPPU berkedudukan sebagai quasi peradilan
yang artinya menyerupai pengadilan atau bisa disebut juga pengadilan
semu.
2. Apa saja jenis atau macam-macam putusan yang dikeluarkan oleh KPPU?
Jawab: sebelum dan setelah tahun 2002 putusan KPPU berbeda
format, pada putusan sebelum tahun 2002 diawal kalimat tidak tertulis
pasal yang di langgar, dan pada putusan Indomaret khususnya tidak
ditetapkan hukuman tetapi setelah tahun 2002 format putusan KPPU
sudah lebih baik dikarenakan adanya proses pembaharuan format putusan
dari tahun ketahun, setelah tahun 2002 putusan KPPU di awal kalimat
dituliskan pasal yang dilanggar. Dan pada putusan KPPU tertulis bahwa
pelaku usaha terbukti melanggar pasal mengenai pesaingan usaha, tidak
terbukti melanggar pasal persaingan usaha, memerintahakn kepada
66
pelaku usaha untuk memberhentikan tindakan pelaku usaha yang
berakibat pada persaingan usaha tidak sehat, dan merekomendasikan
kepada pemerintah untuk melakukan pelatihan/ merekomendasikan untuk
membuat peraturan terhadap kasus yang baru tersebut.
3. Mengapa pada putusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 integrasi
vertikal tidak disebutkan sebagai pelanggaran dan akan dilakukan
penyelidikan ulang ?
Jawab: pada penjelasan tentang hukum pihak KPPU menyebutkan
bahwa telah diduga adanya pelanggaran integrasi vertikal yaitu pasal 14
Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, pada PT Indomarco Adi Prima dengan PT Indomarco
Prismatama sebagai pemegang hak merek dagang Indomaret. Namum
kasus ini menarik dan sangat unik karena sebenarnya pihak KPPU belum
menemukan bukti terhadap adanya pelanggaran mengenai integrasi
vertikal akan tetapi pada faktanya adanya keresahan dari pengecer
pesaing Indomaret terhadap adanya harga-harga yang lebih murah
dibandingkan dengan pengecer lain khususnya terhadap produk
Indofood.maka dari itu pihak KPPU dalam putusan pada kasus Indomaret
memutuskan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap adanya
dugaan Integrasi Vertikal yang dilakukan oleh pihak Indomaret dan PT
Indomarco Adi Prima.
4. Mengapa Integrasi Vertikal tidak disebutkan sebagai pelanggaran yang
dilakukan oleh Indomaret padahal dipembuktian adanya rangkap jabatan
67
pada direktur utama pada PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret yang
menyebabkan adanya integrasi vertikal?.
Jawab: peraturan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia
sangat berbeda dibandingkan dengan peraturan hukum persaingan usaha
di Amerika, di Amerika apabila dilihat dari strukturnya saja ada rangkap
jabatan pada direktur utama antara perusahan satu dengan yang lainnya
maka perusahaan itu akan ditindak dan diperintahkan untuk mencopot
direktur yang memiliki rangkap jabatan tersebut yang mengakibatkan
integrasi vertikal, berbeda dengan Indonesia suatu perusahaan
dinyatakan melanggar pasal integrasi vertikal dilihat dari dampaknya
dengan pendekatan rule of reason suatu perusahan dikatakan melanggar
pasal integrasi vertikal apabila ada dampak buruk terhadap pelaku usaha
lain terhadap adanya integrasi vertikal yang dilakukan dua perusahaan
atau lebih.
5. Menurut saya putusan KPPU ini bersifat mengambang hanya sampai
monitoring saja tidak sampai kepada penindakan terhadap pelaku usaha
yang melakukan pelanggaaran, lalu alasan apa sehingga KPPU khusunya
majelis komisi memutuskan seperti ini ?
Jawab: kasus ini unik, karena sebenarnya pihak KPPU belum
medapatkan bukti adanya pelanggaran terhadap pasal integrasi vertikal
yang dilakukan PT Indomarco Adi Prima dengan Indomaret tetapi majelis
menemukan adanya keresahan yang dialami oleh pelaku usaha lain/
pengecer lain terhadap adanya harga-harga yang lebih murah khususnya
produk Indofood di Indomaret, untuk menangani kekosongan hukum maka
pihak KPPU pada putusannya memutusakan bahwa puhak Indomaret
melanggar pasal 2 Udang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan
68
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengenai prinsip
keseimbangan yang sesuai dengan asas demokrasi ekonomi dan
merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera melakukan
pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah agar memiliki daya
saing yang tinggi sehingga dapat bersaing dengan pelaku usaha
menengah-besar.
6. Setau saya pihak yang melaporkan Indomaret ini merasa keberatan dengan
putusan yang dikeluarkan KPPU putusannya yang kurang memuaskan,
bisakah pihak yang melaporkan ini melakukan pembatalan putusan ke
Pengadilan Negeri? Atau adakah kelanjutan kasus dari putusan KPPU
Nomr 03/KPPU-L-1/2000 ini?
Jawab : berdasarkan perkom Nomor 1 tahun 2010 yang bisa
mengajukan keberatan putusan ke Pengadilan Negeri adalah pihak
terlapor dalam kasus ini yang berkedudukan sebagai terlapor adalah
pihak Indomaret, dan sampai saat ini belum ada kelanjutan kasus dari
putusan ini karena menurut saya putusannya ini tidak terlalu
memberatkan pihak Indomaret.
7. Apa akibat hukum yang diterima oleh KPPU pasca putusan KPPU Nomr
03/KPPU-L-1/2000?
Jawab: pasar itu ibarat kuda yang berlari bila tidak dikontrol ia
akan tetap berlari kencang tanpa memikirkan apa yang ada di depannya,
kuda butuh seseorang pengendali yang bisa menggerakan kemana kuda
itu akan bergerak dan mengontrol setiap langkahnya, sama dengan pasar,
pasar pun bertumbuh pesat dari waktu ke waktu bila tidak ada yang
mengontrol maka akan timbul kehancuran dan penghapusan persaingan
usaha, pasca putusan ini tentunya KPPU akan tetap melakukan
pengawasan dan monitoring terhadap Indomaret baik secara horizontal
maupun vertikal agar Indomaret tidak melakukan monopoli persaingan
usaha dan tidak merugikan pengecer kecil disampingnya, apabila sewaktu
waktu ditemukan fakta-fakta yang lain maka keputusan tersebut pasti akan
dirubah.
69
1
SALINAN
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia
PUTUSAN NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dilakukan oleh :
PT. Indomarco Prismatama, yang beralamat di Jl. Ancol I No.9 10, Ancol Barat Jakarta 14430, sebagai pemilik dan pemegang hak merek dagang "Indomaret" untuk usaha ecerannya dalam bentuk baik toko swalayan milik sendiri maupun toko swalayan dengan sistem waralaba, selanjutnya disebut sebagai TERLAPOR;
Telah mengambil putusan sebagai berikut : MAJELIS KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, yang selanjutnya disebut Majelis Komisi. Setelah membaca Surat Laporan dan dokumen dalam perkara ini; Setelah mempelajari hasil monitoring; Setelah mendengar keterangan para pihak; Setelah menyelidiki kegiatan Terlapor; Setelah membaca Berita Acara Pemeriksaan dan hasil penyelidikan.
TENTANG DUDUK PERKARA:
1 Menimbang bahwa sebuah lembaga swadaya masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai Saksi Pelapor, dalam laporan tertulisnya tertanggal 12 April 2000 yang diterima oleh Komisi pada tanggal 9 Agustus 2000, menyatakan sebagai berikut:
2
SALINAN
a. Bahwa Tim Survei Saksi Pelapor telah mengadakan wawancara langsung kepada 429 orang pengusaha kecil/pemilik warung yang dianggap mewakili seluruh pemilik warung di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek);
b. Bahwa sebagian besar dari 129 pengusaha kecil yang diwawancarai tersebut
menyatakan berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai dampak negatif terhadap usaha mereka, yaitu berupa:
1) Penghasilan atau omset penjualan menjadi turun drastis; 2) Banyak usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan lagi karena kalah
bersaing dalam harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan Indomaret; 3) Biaya kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena sebelumnya
warung tersebut merupakan mata pencarian untuk biaya kehidupan sehari hari.
c. Bahwa Terlapor mengajak bergabung para pihak yang memiliki gedung dan
dana investasi .+ 300 juta rupiah dengan membagikan brosur untuk mendirikan Toko Swalayan dalam jaringan eceran Toko Swalayan Indomaret yang menjual produk-produk kebutuhan pokok sehari hari masyarakat. Maka bagi pihak yang berminat dapat mengisi formulir, dan apabila kedua belah pihak sepakat, dapat didirikan Toko Swalayan Indomaret dengan sistem waralaba. Toko Swalayan Indomaret tersebut akan mendapat dukungan pasokan produk-produk yang diproduksi oleh PT. Indomarco (Salim Group menurut Saksi Pelapor) yang telah menguasai 600 supplier dengan + 3.000 item produk berkualitas;
d. Bahwa sejak berdirinya Toko Swalayan Indomaret tanggal 17 Agustus 1998
sampai dengan saat ini di wilayah Jabotabek telah berdiri 290 Toko Swalayan Indomaret dan direncanakan akan berdiri 2000 Toko Swalayan Indomaret yang berlokasi di tingkat kecamatan sampai kelurahan di seluruh Jabotabek;
e. Bahwa Saksi Pelapor berkesimpulan:
1) Keberadaan Indomaret tersebut mempunyai dampak merugikan
pengusaha kecil yang ada disekitarnya, di setiap satu Toko Swalayan Indomaret. Padahal di sekitarnya diperkirakan ada 10 usaha kecil, maka apabila ada 290 Toko Swalayan Indomaret akibatnya 2900 usaha kecil terancam mati, karena kalah bersaing dengan harga dan kenyamanan yang disediakan oleh Indomaret. Apabila dibiarkan rencana berdirinya sampai 2000 Toko Swalayan Indomaret, maka
3
SALINAN
diperkirakan 20.000 usaha kecil yang berada di Jabotabek akan mati atau minimal 80.000 orang masyarakat miskin tambah melarat, resah kehilangan mata pencaharian;
2) Sistem yang diterapkan oleh PT. Indomarco adalah pemegang hak merek Swalayan Indomaret dan jaminan pemasokan barang dagangan dengan harga distributor. Sedangkan pewaralaba berkewajiban menyiapkan gedung dan investasi + 300 juta (termasuk untuk Franchise Fee Rp.82,5 juta yang diberikan kepada PT. Indomarco);
3) Swalayan Indomaret tersebut telah atau diduga oleh Saksi Pelapor
melanggar Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pasal 1 Ayat 4. Maksud dari posisi dominan yaitu: menguasai pangsa pasar karena kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan. Pasal 1 Ayat 8 persekongkolan menguasai pasar untuk kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol, sehingga dilarang sesuai Pasal 22 tentang persekongkolan dan pasal 25 tentang posisi dominan, kemudian Pasal 15 tentang larangan membuat persyaratan pemasokan dari pelaku usaha tertentu;
f. Bahwa berdasarkan uraian di atas, Saksi Pelapor mengharap kepada Komisi
Pengawas Persaingan Usaha untuk melakukan penelitian dan atau pemeriksaan lebih lanjut atas kasus yang dilaporkannya.
2 Menimbang bahwa Laporan Saksi Pelapor telah diteliti oleh Sekretariat Komisi, dan dinyatakan bahwa Laporan belum lengkap, selanjutnya Direktur Eksekutif dengan Suratnya Nomor: 53/KPPU Set/lX/2000 tanggal 25 September 2000 memberitahukan kepada Saksi Pelapor untuk melengkapi substansi laporannya sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Komisi Nomor 05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
3 Menimbang bahwa setelah batas waktu yang telah ditentukan Saksi Pelapor tidak
menyampaikan Laporannya, Komisi memutuskan untuk mencatat dan memasukkan Laporan Saksi Pelapor ke dalam Daftar Monitoring;
4 Menimbang bahwa setelah melakukan monitoring, komisi menemukan adanya
keresahan sosial yang disebabkan oleh praktek usaha Terlapor disamping dugaan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan atas Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25
4
SALINAN
Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial yang dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil yang menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan pelaku usaha kecil. Disamping itu juga disebabkan oleh hal-hal berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang berasaskan kepentingan secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan;
5 Menimbang bahwa Laporan Saksi Pelapor menjadi lengkap setelah dilakukan monitoring, maka pada tanggal 9 November 2000, Komisi memutuskan membuka kembali Kasus Laporan tersebut menjadi Kasus Inisiatif Komisi, selanjutnya Komisi melakukan Pemeriksaan Pendahuluan;
6 Menimbang bahwa untuk melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi
membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari Dr. Sutrisno Iwantono, MA sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, dan Erwin Syahril, SH masing-masing sebagai Anggota Tim;
7 Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dari tanggal 10
November 2000 , sampai dengan tanggal 22 Desember 2000, Tim Pemeriksa tidak menemukan bukti-bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor atas Pasal 15, Pasal 22, dan. Pasal 25, Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, akan tetapi Terlapor diindikasikan tidak mengindahkan asas dan tujuan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, tetapi Tim Pemeriksa menemukan hal-hal yang berkaitan dengan keresahan sosial, perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang kurang sejalan dengan asas kepentingan umum secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan, yang perlu dikembangkan lebih lanjut, oleh karena itu Tim Pemeriksa merekomendasikan agar Komisi melakukan Pemeriksaan Lanjutan;
8 Menimbang bahwa terhadap rekomendasi Tim Pemeriksa tersebut, Komisi
menetapkan untuk menerima dan melakukan Pemeriksaan Lanjutan dan untuk itu Komisi membentuk Majelis Komisi yang terdiri dari Dr.lr. Sutrisno Irvantono, MA Sebagai Ketua Majelis Komisi, ProJ.Dr. Didik J Rachbini, Erwin Syahril, SH, dan Dr. Pande Radja Silalahi, masing-masing sebagai Anggota Majelis Komisi;
5
SALINAN
9 Menimbang bahwa Majelis Komisi telah melakukan Pemeriksaan Lanjutan; dimulai sejak tanggal 2 Januari 2001 sampai dengan tanggal 28 Maret 2001 dan diperpanjang sampai dengan tanggal 17 Mei 2001;
10 Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi telah meneliti
sebanyak 100 (seratus) dokumen, yang terdiri dari 7 (tujuh) dokumen Saksi Pelapor, 29 (dua puluh sembilan) dokumen Terlapor, 55 (lima puluh lima) dokumen Saksi-Saksi, 9 (sembilan) dokumen Saksi-Saksi Pemerintah, sebagaimana terlampir dalam Lampiran Putusan ini;
11 Menimbang bahwa disamping Terlapor, Majelis Komisi telah mendengar
keterangan dari 63 (enam puluh tiga) orang Saksi yang identitas lengkapnya ada pada Majelis Komisi, yang terdiri dari 7 (tujuh) Pelaku Usaha Minimarket, 45 (empat puluh lima) Pemilik Warung Kecil di sekitar Toko Swalayan Indomaret, 3 (tiga) Pejabat Pemerintah, 2 (dua) Distributor Utama, 4 (empat) Pelaku Usaha Eceran Menengah dan Besar, 1 (satu) Pelaku Usaha Koperasi, dan 1 (satu) Pelaku Usaha sebagai Produsen;
12 Menimbang bahwa selanjutnya identitas lengkap Saksi dan para pihak yang
diperiksa serta keterangan lengkap para pihak tersebut dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan;
13 Menimbang bahwa, Majelis Komisi juga telah meneliti dokumen hasil
Penyelidikan Tim Penyelidik tentang Pendapat Konsumen Toko Swalayan Indomaret, sebagaimana terlampir dalam Lampiran Putusan ini;
14 Menimbang bahwa, Majelis Komisi juga telah meneliti dokumen hasil penyelidikan
Tim Penyelidik terhadap sejumlah warung-warung dan minimarket di sekitar Toko Swalayan Indomaret di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, sebagaimana terlampir dalam Lampiran Putusan ini;
15 Menimbang bahwa pada akhirnya Majelis Komisi telah mempunyai data yang
cukup untuk mengambil Putusan.
6
SALINAN
TENTANG HUKUM
1 Menimbang bahwa menurut Saksi Pelapor dalam laporan tertulisnya dan keterangan yang disampaikan dalam pemeriksaan di hadapan Majelis Komisi, serta dokumen yang disampaikannya, menyatakan bahwa pendirian Toko Swalayan Indomaret pada tahun 1998 di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi di tingkat kecamatan sampai dengan tingkat kelurahan, telah menimbulkan keresahan terhadap warung-warung kecil disekitarnya, karena: a. Bahwa harga di Toko Swalayan Indomaret sangat murah dibandingkan dengan
harga di warung-warung kecil disekitarnya; b. Bahwa Terlapor selalu melakukan program diskon berupa Super Hemat yang
dilakukan setiap dua mingguan dalam setiap bulan;
c. Bahwa Terlapor mempunyai posisi dominan yaitu kemampuan dalam menguasai pangsa pasar, kemampuan keuangan, dan kemampuan mendapatkan pasokan langsung dari PT. Indomarco Adi Prima khusus untuk produk-produk Indofood;
d. Bahwa Terlapor mempunyai jalur distribusi yang berbeda dengan warung-
warung kecil di sekitarnya untuk mendapatkan produk-produk khusus Indofood;
e. Bahwa warung-warung kecil tidak mampu melakukan program diskon dan menjual dengan harga yang lebih murah seperti yang dilakukan Terlapor, sehingga tidak dapat bersaing;
f. Bahwa omset penjualan warung mereka berkurang dan bahkan menghentikan
kegiatannya atau mati kegiatan warungnya. 2 Menimbang bahwa, Saksi Pelapor tetap berkeyakinan:
a. Bahwa Terlapor telah melanggar Pasal 1 Angka 4 dan Angka 8, Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
7
SALINAN
b. Bahwa Terlapor dalam mengembangkan usahanya melalui sistem kewaralabaan telah menyalahi peraturan perundang-undangan tentang kewaralabaan karena ada beberapa Toko Swalayan Indomaret berlokasi dekat dengan pasar tradisional;
c. Bahwa pemilik warung berpendapat, sebenarnya mereka tidak menyarankan
Toko Swalayan Indomaret ditutup, akan tetapi mereka meminta agar harga jual produk-produk di Toko Swalayan Indomaret paling tidak sama dengan harga jual produk-produk di warung mereka, serta jam buka Toko Swalayan Indomaret tidak terlalu lama;
3 Menimbang bahwa Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinyatakan:
• Ayat (1): "Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk: a) menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau b) membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan";
• Ayat (2): "Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud
Ayat 1 apabila: a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu".
Majelis Komisi mempertimbangkan bahwa berdasarkan hasil monitoring, dan pemeriksaan disimpulkan:
a. Bahwa tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor mempunyai posisi dominan karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. Bahwa tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor melakukan secara
bersama-sama dengan satu atau dua pelaku usaha lain yang menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
8
SALINAN
4 Menimbang bahwa Pasal 1 Angka 4 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, mengandung unsur-unsur posisi dominan, dan posisi dominan yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 4, adalah: "Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu"; Majelis Komisi mempertimbangkan bahwa berdasarkan hasil monitoring, dan pemeriksaan disimpulkan: a. Bahwa Terlapor merupakan sebagian dari pelaku usaha dalam bidang kegiatan
usaha eceran yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, baik ditinjau dari segi jumlah usaha dan volume penjualannya mempunyai posisi lebih tinggi dari pengecer lainnya;
b Bahwa Terlapor bukan satu satunya perusahaan pengecer yang mempunyai
kemampuan keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan pengecer kecil yang lain, akan tetapi masih terdapat beberapa perusahaan pengecer lainnya yang juga mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi dibanding pengecer kecil;
c. Bahwa ditinjau dari segi akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu, kemampuan Terlapor lebih baik dari pengecer kecil, tetapi Terlapor bukan satu-satunya perusahaan yang memiliki akses seperti itu yang bersaing dengan perusahaan pengecer besar lainnya;
d. Bahwa meskipun pangsa pasar Terlapor di sebagian pasar tertentu adalah
dominan, namun di pasar bersangkutan tertentu lainnya tidak dominan; Atas dasar fakta ini Terlapor tidak dapat dinyatakan dan dikategorikan mempunyai posisi dominan secara mutlak. Karena itu tuduhan pelanggaran yang dilakukan Terlapor terhadap Pasal 1 adalah tidak relevan.
5 Menimbang bahwa dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan:
9
SALINAN
• Ayat (1): "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu."
• Ayat (2): "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok";
• Ayat (3): " Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dana atau jasa dari pelaku usaha pemasok: (a) harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau (b) tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok";
Setelah Majelis Komisi melakukan monitoring, pemeriksaan, dan pertimbangan, disimpulkan: a. Bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya Terlapor tidak melakukan
pasokan kepada pihak lain kecuali hanya sebagai pengecer, karena itu tuduhan pada Terlapor atas pelanggaran Pasal 15 tidak relevan;
b. Bahwa dalam menjalankan usahanya belum diketemukan bukti Terlapor
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu." Namun Majelis Komisi menemukan fakta adanya perjanjian tertulis antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT. Goro Bhatara Sakti; (Lampiran III Dokumen No.1).
Atas dasar fakta ini Majelis tidak menemukan bukti atas pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor melanggar Pasal 15 Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
6 Menimbang bahwa berdasarkan Pemeriksaan Lanjutan serta pertimbangan Majelis Komisi, ada dugaan Terlapor melanggar Pasal 22 yang isinya "Pelaku usaha
10
SALINAN
dilarang bersekongkol dengan Pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, maka Majelis Komisi menyimpulkan:
a. Bahwa tidak ditemukan fakta atau bukti konkrit yang memberi petunjuk bahwa
Terlapor melakukan persekongkolan dengan pihak lain; b. Bahwa kegiatan usaha Terlapor adalah perdagangan eceran yang langsung
melayani konsumen akhir, dan tidak melakukan penjualan dengan cara lelang atau tender. Dengan demikian Terlapor tidak melakukan kegiatan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Atas dasar fakta ini Terlapor tidak dapat dinyatakan tidak dapat dikatakan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
7 Menimbang bahwa menurut keterangan Terlapor di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 27 Februari 2001 dan tanggal 7 Maret 2001, Terlapor menyatakan sebagai berikut:
a. Bahwa Terlapor adalah suatu Badan Hukum Indonesia bernama PT. Indomarco Prismatama, pemilik dan pemegang hak alas merek Toko Swalayan Indomaret, didirikan pada tanggal 21 November 1988 dihadapan Notaris dengan Akte Nomor 207 yang telah beberapa kali berubah, terakhir dengan Akte Notaris No.47 tanggal 27 April 2001; (Lampiran XII, Dokumen No.28);
b. Bahwa saham Terlapor sejumlah 49% dimiliki oleh PT. Indomarco Perdana dan
sejumlah 51% dimiliki oleh PT. Bhakti Asset Management; (Lampiran XII, Dokumen No.28);
c. Bahwa Terlapor melakukan usaha ecerannya dengan mengembangkan toko swalayan bermerek dagang Indomaret baik sebagai outlet milik sendiri maupun toko swalayan dengan sistem waralaba;
d. Bahwa Terlapor memperoleh harga grosir (Wholeseller Buying Price) dari
distributor PT. Indomarco Adi Prima karena jumlah pembeliannya dalam partai
11
SALINAN
besar dan karena mempunyai distribution center yang berkewajiban mendistribusikan barang-barang ke seluruh Toko Swalayan Indomaret.
e. Bahwa Terlapor berhasil dalam usaha ecerannya karena menerapkan strategi
marketing mixed yang konsisten melalui strategi 4P: Product, Price, Place, and Promotion dengan tujuan untuk membangun loyalitas dan image pelanggan sebagai toko yang murah;
f. Bahwa penerapan strategi harga diwujudkan dalam 4 (empat) program yaitu: (1) Super Hemat dua mingguan yang dilaksanakan sepanjang tahun dengan 40 item produk pilihan, (2) program paket produk berhadiah dilaksanakan dua kali setahun, (3) program marketing prinsipal yang dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu, dan (4) program promosi mendadak;
g. Bahwa masyarakat berkeinginan membeli barang di Toko Swalayan Indomaret secara hemat, dengan harga yang pasti, mudah mendapatkan seluruh kebutuhan, pelayanan yang baik, toko yang nyaman dan dekat dengan rumah tinggal;
h. Bahwa Toko Swalayan Indomaret mempunyai segmen pasar yang berbeda dengan warung-warung kecil dan pengecer menengah karena masyarakat mempunyai kecenderungan ingin menjadi lebih modern, dan menerima kehadiran toko swalayan sebagai kebutuhan masyarakat saat ini;
i. Bahwa Terlapor telah mengajukan izin prinsip untuk semua Toko Swalayan Indomaret sesuai dengan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.50 Tahun 1999 tentang Permohonan Izin Prinsip untuk Mini Market Indomaret, dan sampai dengan sekarang belum keluar izin prinsip tersebut; (Lampiran XII, Dokumen No.22);
j. Bahwa perizinan yang berkaitan dengan peruntukan bangunan di beberapa tempat masih bermasalah, karena pada awalnya merupakan perumahan tempat tinggal yang akhirnya berkembang menjadi pertokoan (Ruko) yang dikembangkan oleh Pengembang, maka untuk sementara perizinannya belum berubah;
12
SALINAN
k. Bahwa berdirinya Toko Swalayan Indomaret di beberapa tempat dirasakan dan disadari sepenuhnya oleh Terlapor telah banyak menimbulkan masalah sosial terutama terhadap pedagang-pedagang kecil;
l. Bahwa Terlapor dengan kesungguhannya telah memperhatikan hal tersebut
dengan cara mengikutsertakan kepemilikan Toko Swalayan Indomaret oleh masyarakat melalui sistem kewaralabaan, akan tetapi disadari oleh Terlapor bahwa ternyata hal tersebut tidak cukup efektif karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat;
m. Bahwa warung-warung kecil memang tidak mampu bersaing dengan Toko Swalayan Indomaret dari segi harga dan pelayanan;
n. Bahwa tidak seluruh usaha Toko Swalayan Indomaret dapat mengalahkan
pengecer-pengecer tertentu, kecuali pengecer-pengecer tidak efisien;
o. Bahwa pertemuan-pertemuan bilateral antara Terlapor dengan PT. Indomarco Adi Prima sebagai pemasok, merupakan pertemuan rutin untuk membicarakan pasokan barang dan tidak dimaksudkan untuk persekongkolan;
p. Bahwa Terlapor menyatakan tidak pernah diperkenankan untuk mengikuti
pertemuan antara PT. Indomarco Adi Prima dengan pelaku usaha lain, kecuali yang bertujuan mempromosikan produk-produk baru.
8 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 8
Maret 2001, Saksi Ir. Anwar Muhammad, Msi, Pemilik Toko Swalayan, menyatakan sebagai berikut:
a. Bahwa Terlapor tidak memberikan keterangan secara jelas kepada masyarakat
setempat ketika meminta izin .mendirikan Toko Swalayan Indomaret yang lokasinya berdampingan dengan rumah tempat tinggal;
b. Bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret berpengaruh terhadap warung-
warung kecil di sekitarnya karena menjual produk-produk Indofood dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga di warung-warung kecil disekitarnya;
13
SALINAN
c. Bahwa kemampuan rata-rata kebutuhan pasokan Saksi atas produk Indoor dapat mencapai sampai dengan 35% dari seluruh penjualan, akan tetapi pasokan produk: Indofood diperoleh melalui Sales Service Departement PT. Indomarco Adi Prima dan bukan diperoleh langsung dari PT. Indomarco Adi Prima;
d. Bahwa Saksi dapat melakukan pembayaran dengan giro yang digabungkan
melalui giro PT. Indomarco Adi Prima, dan dapat dilakukan pembayarannya melalui satu giro meskipun bukan untuk pembelian produk-produk Indofood;
e. Bahwa sejak berdirinya Toko Swalayan Indomaret, omset penjualan Saksi
menurun sekitar 30% hingga 40% dari omset penjualan sebesar 5 (lima) juta rupiah;
9 Menimbang bahwa dalam keterangan di depan Majelis Komisi, Saksi Suharto bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai Pemilik Toko PD. Pasar Jaya Jelambar, menyatakan sebagai berikut:
a Bahwa keberadaan Indomaret sangat mempengaruhi omset penjualan toko
miliknya hingga omset turun sekitar 50% sampai dengan 60%; b. Bahwa keberadaan tiga Toko Swalayan Indomaret yang berada di sekitar pasar
sangat berpengaruh besar karena tempatnya lebih nyaman dengan harganya lebih murah.
10 Menimbang bahwa dalam keterangan di depan Majelis Komisi, Saksi Aziz Mulyadi
bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai pemilik toko di PD. Pasar Jaya Jelambar, menyatakan sebagai berikut:
a. Bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret sangat berdampak terhadap
menurunnya jumlah konsumen yang datang ke pasar, sehingga omset penjualannya juga menurun;
b. Bahwa meskipun usaha toko milik Saksi tidak sejenis dengan jenis usaha Toko
Swalayan Indomaret, namun karena konsumen lebih senang berbelanja ke Toko Swalayan Indomaret, maka jumlah konsumen yang berbelanja ke PD.Pasar Jaya padaumumnya dan warung miliknya pada khususnya, menjadi berkurang sehingga
14
SALINAN
menyebabkan minat untuk membeli kebutuhan lainnya juga menjadi berkurang dan omset penjualan warungnya berkurang.
11 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi, Saksi Bambang bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai pemilik toko PD. Pasar Jaya Jelambar, menyatakan sebagai berikut: Bahwa harga jual Toko Swalayan Indomaret lebih murah dibandingkan dengan harga pembelian di toko Saksi, dan toko milik Saksi yang berjarak 50 meter mempengaruhi omset penjualan yang menurun sampai sekitar 50%;
12 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi, Saksi Akan bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai Pemilik Toko di PD Pasar Jaya Jelambar, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa toko milik Saksi berdiri lebih dahulu dari Toko Swalayan Indomaret,
pada saat itu jumlah omset penjualannya cukup baik; b. Bahwa berdirinya Toko Swalayan Indomaret di dekat toko milik Saksi
dengan harga jual produk lebih murah, menyebabkan omset penjualannya menurun sekitar 50%.
13 Menimbang bahwa setelah Tim Penyelidik melakukan penelitian terhadap sejumlah warung-warung kecil yang berjarak sampai dengan 300 meter dari Toko Swalayan Indomaret, di sekitar 20 Toko Swalayan Indomaret di daerah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, Majelis Komisi menemukan hal-hal sebagai berikut: (Lampiran II Dokumen No.2). a. Bahwa sebagian besar warung menyatakan terpengaruh dengan berdirinya
Toko Swalayan Indomaret yaitu telah menurunnya omset penjualan mereka; b. Bahwa harga barang-barang di warung jauh lebih mahal dibandingkan
dengan harga barang di Toko Swalayan Indomaret, dan mereka merasa tidak mampu bersaing dengan Toko Swalayan Indomaret dalam hal harga, tempat dan ketersediaan barang;
c. Bahwa warung-warung kecil tidak memiliki pembukuan yang akurat
sehingga sulit untuk membuktikan adanya penurunan omset penjualannya.
15
SALINAN
14 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 2 Mei 2001, Saksi Ny. Lilik Sunarsih yang bertindak untuk dan atas nama sendiri selaku pemilik toko swalayan yang berlokasi dekat Toko Swalayan Indomaret, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa dengan luas toko dan volume barang yang setara dengan Toko
Swalayan Indomaret, Saksi tidak mampu bersaing dengan Toko Swalayan Indomaret karena . sebagian harga barang-barang di Toko Swalayan Indomaret lebih rendah khususnya produk-produk Indofood. Disamping itu Toko Swalayan Indomaret memiliki program diskon setiap 2 mingguan yang dikemas dalam paket Super Hemat;
b. Bahwa Saksi mempunyai toko di tempat lain masih bertahan hidup karena
mempunyai luas toko yang lebih besar dan menjual jenis barang yang berbeda dengan volume barang yang lebih besar dibanding dengan Toko Swalayan Indomaret.
15 Menimbang bahwa dalam keterangannya di hadapan Majelis Komisi pada tanggal
15 Mei 2001, Saksi Hasan Maulana yang bertindak untuk dan atas nama diri sendiri selaku pemilik toko swalayan yang berada di sekitar Toko Swalayan Indomaret, Saksi menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa produk-produk khusus Indofood di Toko Swalayan Indomaret lebih
murah dibandingkan dengan harga produk yang sama di toko milik Saksi karena Saksi tidak mendapatkan pasokan langsung dari grosir atau distributornya Toko Swalayan Indomaret;
b. Bahwa Toko Swalayan Indomaret yang berada di lokasi perumahan yang
berdekatan dengan toko milik saksi sangat berpengaruh besar terhadap kelangsungan warung-warung kecil di sekitarnya.
16 Menimbang bahwa Majelis Komisi dengan Tim Penyelidik telah melakukan
penelitian di lapangan terhadap sejumlah 6 (enam) Minimarket yang berjarak sampai dengan 300 meter di sekitar Toko Swalayan Indomaret di daerah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, menemukan hal-hal sebagai berikut: Bahwa seluruh Minimarket yang berdekatan dengan Toko Swalayan Indomaret tersebut, sangat terpengaruh dengan program Diskon Super Hemat untuk produk-produk tertentu yang dilakukan setiap dua mingguan sepanjang tahun, karena harga
16
SALINAN
jualnya lebih murah dibandingkan dengan harga beli di Minimarket, sedangkan Minimarket tidak bisa melakukan program Super Hemat semacam itu;
17 Menimbang bahwa Majelis Komisi dengan Tim Penyelidik dalam melakukan penelitian di lapangan terhadap 150 konsumen di Toko Swalayan Indomaret di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, menemukan hal-hal sebagai berikut: (Lampiran II, Dokumen No.1): a. 97 % menyatakan senang adanya Toko Swalayan Indomaret; b. 60 % menyatakan mudah memperoleh kebutuhannya; c. 8% menyatakan harga produk-produk di Toko Swalayan Indomaret lebih murah; d. 3 % menyatakan mendapatkan pelayanan yang baik; e. 93 % menyatakan tempatnya menyenangkan dan nyaman; f. 32 % menyatakan setuju dengan perkembangan Toko Swalayan Indomaret; g. 93 % menyatakan setuju bahwa Toko Swalayan Indomaret adalah toko masa
depan; h. 66 % menyatakan merasa diuntungkan membeli produk Indofood di Toko
Swalayan Indomaret; i. 51 % menyatakan bahwa khusus produk Indofood harganya lebih murah; j. 100 % menyatakan alasan setuju harga lebih murah karena sering ada diskon; k. secara total pendapat konsumen yang menyatakan setuju terhadap keberadaan
Toko Swalayan Indomaret sebesar 69,4 %, tidak setuju sebesar 16,1 % dan menyatakan tidak tahu sebesar 14,5%.
18 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 1
Mei 2001, Saksi dari pihak Pemerintah bernama Teddy Setyadi yang bertindak untuk dan atas nama sendiri selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa pendaftaran Izin Usaha Terlapor sudah sesuai dengan prosedur dan
persyaratan sebagaimana telah ditetapkan dalam SK. Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.591/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
b. Bahwa Terlapor termasuk pelaku usaha besar dengan SIUP Besar dan berlaku
untuk seluruh outlet sendiri sebagai SIUP induk yang masing-masing dilegalisir oleh Kandep Depperindag setempat, sedangkan untuk Toko Swalayan Indomaret dengan sistem waralaba masing-masing mempunyai SIUP sendiri dengan SIUP Kecil;
17
SALINAN
c. Bahwa Terlapor telah mendaftarkan Hak Kewaralabaan kepada Menteri Perindustrian dan perdagangan sesuai dengan prosedur dan persyaratan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba;
d. Bahwa Terlapor adalah pemegang sah hak Kewaralabaan dan sebagai
Pemberi Waralaba (Franchisor) serta memberikan hak kewaralabaannya kepada beberapa Penerima Waralaba (Franchisee) untuk mendirikan Toko Swalayan Indomaret.
19 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 9
Mei 2001, Saksi bernama Retno Kumorowati yang bertindak untuk dan atas nama Kepala Biro Pembinaan Perekonomian Daerah, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa menurut Peraturan Daerah DKI Jakarta No.8 tahun 1992 tentang
Pengusahaan Perpasaran Swasta di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.50 tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengusahaan Perpasaran Swasta di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, proses perizinan pasar swalayan yang mempunyai luas bangunan kurang dari 200 m2, harus mendapatkan persetujuan prinsip dari Sekretaris Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. Bahwa selama ini Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta belum pernah
mengeluarkan izin prinsip tersebut khusus untuk usaha perpasaran swasta dengan luas bangunan kurang dari 200 m2 milik siapapun, termasuk untuk Toko Swalayan Indomaret. Hal ini disebabkan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta belum melaksanakan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.50 tahun 1999 dimaksud;
c. Bahwa Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sedang mengkaji dan
mengevaluasi keberadaan usaha perpasaran swasta dengan luas bangunan kurang dari 200 m2.
20 Menimbang bahwa dalam keterangannya di hadapan Majelis Komisi pada tanggal
17Mei 2001, Saksi Pemerintah bernama Syafrul Mustafa selaku Kepala Sub Dinas
18
SALINAN
Pengawas Pembangunan Kota (Dinas P2K) yang bertindak untuk dan atas nama Kepala Dinas Pengawas Pembangunan Kota DKI Jakarta, menyatakan sebagai berikut, bahwa Dinas Pengawasan Pembangunan Kota telah memberikan peringatan tertulis terhadap 44 Toko Swalayan Indomaret di wilayah DKI Jakarta yang telah melakukan penyimpangan perizinan penggunaan bangunan dari IMB perumahan menjadi pertokoan;
21 Menimbang bahwa dalam keterangan di depan Majelis Komisi pada tanggal 8 Mei
2001, Saksi bernama Hendro Gunarto yang bertindak untuk dan atas nama sendiri dan sebagai seorang Direktur Utama PT. Indomarco Adi Prima, Saksi menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa pada tahun 1997 saham PT. Indomarco Adi Prima sejumlah 80%
dimiliki oleh PT. Indofood Sukses Makmur dan 20% lainnya dimiliki PT. Holdico Perkasa;
b. Bahwa dalam mendistribusikan produk-produk Indofood, harga beli secara
absolut telah ditetapkan oleh prinsipalnya baik mulai dari di tingkat distributor, grosir maupun, sampai ke tingkat pengecer;
c. Bahwa PT. Indomarco Adi Prima merupakan distributor tunggal khusus
produk Supermi untuk seluruh wilayah Indonesia; d. Bahwa PT. Indomarco Adi Prima tidak pernah membuat perjanjian secara
tertulis tentang penetapan harga dan syarat-syarat lainnya dalam memasok ke grosir maupun pengecer;
e. Bahwa program diskon dalam bentuk Super Hemat, merupakan program yang
dilakukan sendiri oleh Terlapor dan toko-toko lainnya, dan tidak ada kaitannya dengan program maupun harga yang ditentukan oleh PT. Indomarco Adi Prima;
f. Bahwa meskipun posisi Terlapor sebagai pengecer, namun oleh PT.
Indomarco Adi Prima, Terlapor diperlakukan sebagai wholeseller, karena jumlah pembelian atau kuantumnya telah mencapai jumlah tertentu.
22 Menimbang bahwa dalam keterangannya di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 8
Mei 2001, Saksi bernama Sinarman Jonatan yang bertindak untuk dan atas nama diri sendiri selaku Direktur Utama PT. Indomarco Perdana, menyatakan sebagai berikut:
19
SALINAN
a. Bahwa PT. Indomarco Perdana memegang saham Terlapor sebesar 49% dan sisanya sebesar S 1 % dikuasai oleh PT. Bhakti Asset Manajemen;
b. Bahwa PT. Indomarco Perdana merupakan Holding Company, yang bergerak
di bidang usaha sebagai pemasok produk gula sebesar 1,2 milyar rupiah perbulan untuk Toko Swalayan Indomaret, 1,9 milyar rupiah untuk Indo Grosir, dan 342 juta rupiah untuk Supermarket (Superido), dan memasok apel untuk supermarket sejumlah 167 juta rupiah perbulan. Disamping itu juga memberikan jasa konsultasi kepada internal grup dalam bidang manajemen, HRD, MIS, keuangan dan operation merchandiser;
c. Bahwa Saksi yang saat ini saksi memegang jabatan sebagai Direktur Utama
di PT. Indomarco Perdana juga pada perusahaan Terlapor. 23 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 10
Mei 2001, Saksi bernama Laode Budi Utama, yang bertindak untuk dan atas nama Koperasi Jembatan Kesejahteraan, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa Saksi menginginkan suatu aturan yang jelas dan transparan dari PT.
Indomarco Adi Prima berkenaan dengan perolehan harga, pasokan, dan perlakuan lain yang diterimanya sebagai penerima pasokan khususnya produk-produk Indofood;
b. Bahwa Saksi menginginkan kejelasan penentuan status dari PT. Indomarco
Adi Prima apakah sebagai grosir, star outlet, atau pengecer, kejelasan status ini untuk memperoleh kepastian harga;
c. Bahwa Saksi pernah mengajukan untuk melakukan pembelian langsung
kepada Indofood, akan tetapi oleh Indofood dimasukkan dalam program kemitraan yang kemudian ditugaskan Star Outlet Serta untuk melayani Saksi;
d. Bahwa Saksi berpendapat bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret dapat
bersaing dengan baik karena faktor-faktor knowledge base yang lebih baik, ketersediaan barang yang cukup, kekuatan manajemen, kenyamanan dan preferensi masyarakat yang lebih tinggi.
20
SALINAN
24 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 16 Mei 2001, Saksi bernama Khairuddin yang bertindak untuk dan atas nama diri sendiri selaku Direktur Utama PT. Goro Batara Sakti, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa Saksi tidak diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada
pelaku-pelaku usaha lain selain koperasi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara PT. Goro Batara Sakti dengan PT. Indomarco Adi Prima; (Lampiran III, Dokumen No.1)
b. Bahwa meskipun untuk produk-produk tertentu khususnya yang berasal dari
Indofood yang di Toko Swalayan Indomaret harganya lebih murah, Go's Mart minimarket yang didirikan tidak jauh dari Toko Swalayan Indomaret sebagai binaan PT. Goro Yudhistira masih mampu bersaing.
25 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 9
Mei 2001 dan tanggal 17 Mei 2001, Saksi Eva Riyanti Hutapea yang bertindak untuk dan atas nama sendiri selaku Direktur Utama PT. Indofood Sukses Makmur, menyatakan sebagai berikut: a. Bahwa PT. Indofood Sukses Makmur dalam melakukan usahanya selalu
berupaya meningkatkan efisiensi dan sedang melakukan evaluasi, mempelajari, dan mengembangkan sistem distribusi dengan memperpendek jalur distribusi langsung yang akan diterapkan dalam beberapa waktu mendatang;
b. Bahwa PT. Indofood Sukses Makmur mempunyai program promosi (trade
promo) yang merupakan program inisiatifnya sendiri melalui distributor berupa pemberian diskon harga antara 1,5% hingga 5% yang diharapkan untuk diteruskan ke pelanggan pelanggannya. Sedangkan promosi-promosi dalam bentuk Super Hemat yang dilakukan Terlapor, bukanlah program Indofood. Namun demikian program-program promosi berupa diskon dapat juga merupakan inisiatif pengecer yang diajukan melalui distributornya dan akan disampaikan kepada prinsipal untuk mendapatkan dukungan;
c. Bahwa PT. Indofood Sukses Makmur dalam melakukan proses take over
perusahaan-perusahaan lain yang digabung ke dalam satu kesatuan sistem distribusinya, dimaksudkan untuk tujuan efisiensi dalam kesatuan manajemen agar dalam mendistribusikan produk-produk Indofood tidak selalu berorientasi kepada keuntungan semata sebagaimana selama ini dilakukan oleh perusahaan bersangkutan. Akan tetapi harus selalu berpikir pada ketersediaan dan pelayanan yang efisien kepada konsumen;
21
SALINAN
d. Bahwa Terlapor tidak mempunyai hubungan kepemilikan saham dan bukan afiliasi PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.;
e. Bahwa hubungan yang terjalin antara saksi dengan Terlapor hanya
merupakan hubungan dagang pemasokan produk-produk Indofood melalui distributor utamanya yaitu PT. Indomarco Adi Prima.
26 Menimbang bahwa dari keterangan-keterangan yang terungkap dalam Pemeriksaan
baik dari Saksi Pelapor, Terlapor, dan para Saksi maupun dokumen-dokumen, Majelis Komisi menemukan fakta-fakta sebagai berikut: a. Bahwa Terlapor adalah Badan Hukum Indonesia yang didirikan pada tanggal
21 November 1988 di hadapan Notaris Benny Kristianto S.H. dengan Akte Notaris Nomor 207 yang beberapa kali telah diubah terakhir dengan Akte Notaris Nomor 47 pada tanggal 27 April 2001;
b. Bahwa Toko Swalayan Indomaret milik Terlapor banyak yang berlokasi di
daerah pemukiman, dan di lokasi-lokasi dimana telah terdapat banyak pengecer-pengecer kecil yang melakukan kegiatan usaha yang sama atau hampir sama dengan yang dilakukan oleh Terlapor. Hal tersebut dirasakan, baik langsung maupun tidak langsung, mengganggu kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengecer kecil. Perkembangan semacam ini menimbulkan keresahan sosial terutama bagi pengecer kecil yang berada di sekitar lokasi Toko Swalayan Indomaret;
c. Bahwa Terlapor dalam menjalankan usahanya menjual produk-produk
tertentu dengan harga yang lebih murah dibanding harga jual para pengecer kecil, yang dilakukan dengan memberikan diskon secara berkala setiap dua minggu, setiap bulan melalui Promosi Super Hemat, yang menurut pengecer kecil disekitarnya berakibat turunnya omset penjualan mereka;
d. Bahwa Terlapor memiliki keterkaitan sejarah dengan PT. Indomarco Adi
Prima yang ditunjukkan oleh jabatan rangkap sebagai Direktur Utama oleh Terlapor yaitu antara tahun 1988 sampai tanggal 1 April tahun 2000. Terlapor
22
SALINAN
pada masa tersebut selain menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Adi Prima juga sebagai Direktur Utama perusahaan Terlapor. Disamping itu Majelis menemukan fakta bahwa 80% saham PT. Indomarco Adi Prima dimiliki oleh PT. Indofood Sukses Makmur. Dengan adanya jabatan rangkap dan kepemilikan saham seperti tersebut di atas memungkinkan dapat dilakukannya kontrol manajemen secara vertikal yang bisa berakibat terganggunya persaingan usaha tidak sehat;
e. Bahwa saham Terlapor sebesar 49% adalah dimiliki oleh PT. Indomarco
Perdana. Disamping itu PT. Indomarco Perdana juga bertindak sebagai pemasok. Terlapor memegang jabatan rangkap selain sebagai Direktur Utama di perusahaan Terlapor juga sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Perdana. Dengan demikian antara Terlapor dengan PT. Indomarco Perdana dimungkinkan terjadi hubungan manajemen yang dapat berakibat persaingan tidak sehat;
f. Bahwa terjadi perjanjian tertulis antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT.
Goro Batara Sakti yang berisi bahwa PT. Goro Batara Sakti tidak: diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada pelaku usaha lain selain kepada koperasi. Perjanjian semacam ini dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat;
g. Bahwa Majelis Komisi menemukan fakta sejumlah warung kecil di sekitar
Toko Swalayan Indomaret di wilayah Jakarta, Bekasi dan Tangerang, sebagai berikut: 1) seluruh warung menyatakan merasakan terpengaruh dengan berdirinya
Toko Swalayan Indomaret yaitu terjadi penurunan omset penjualan; 2) terdapat harga-harga yang lebih murah untuk produk tertentu khususnya
yang berasal dari PT. Indomarco Adi Prima yang dijual di Toko Swalayan Indomaret;
3) sebagian besar warung kecil yang berada di sekitar Toko Swalayan
Indomaret, memiliki kemampuan bersaing yang rendah karena keterbatasan manajemen, permodalan, dan keterbatasan akses terhadap pasokan barang.
h. Majelis Komisi menemukan fakta bahwa PT Indomarco Prismatama menerapkan strategi pemasaran modern dengan konsep 4P (Produk, Price, Place and Promotion). Strategi ini tidak dapat diikuti pengecer kecil yang sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Kehadiran Toko Swalayan Indomaret menimbulkan keresahan sosial bagi keberadaan pengecer atau
23
SALINAN
warung-warung kecil karena ketidakseimbangan kemampuan manajemen, permodalan, dan daya saingnya;
i. Bahwa Terlapor merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha eceran.
Terlapor mendapatkan pasokan barang barangnya dari berbagai distributor melalui pembelian secara langsung kepada distributor dalam jumlah besar sehingga posisinya disetarakan dengan grosir (wholeseller) dalam kebijakan harga;
j. Bahwa Terlapor merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha eceran.
Terlapor menjual barang barangnya langsung kepada konsumen, baik melalui outlet milik sendiri maupun melalui Toko Waralaba Swalayan Indomaret yang bekerja sama dengan Terlapor maupun melalui outlet milik Terlapor. Terlapor bukan merupakan Pemasok kepada pengusaha lain atas barang-barang yang dibelinya dari distributor.
27 Menimbang bahwa dari keterangan-keterangan yang terungkap dalam Pemeriksaan
baik dari Saksi Pelapor, Terlapor, dan para Saksi maupun dokumen-dokumen, Majelis Komisi menemukan fakta-fakta sebagai berikut: a. Bahwa Terlapor menurut Peraturan. Daerah DKI Jakarta No.8 tahun 1992 dan
Petunjuk Pelaksanaan berupa Surat Keputusan Gubernur No.50 tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengusahaan Perpasaran Swasta di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, pasar swalayan yang mempunyai luas kurang dari 200 m2 harus mendapatkan izin prinsip dari Sekretaris Wilayah Daerah. Faktanya Terlapor belum mendapatkan izin dari Sekretaris Wilayah Daerah, hal ini disebabkan karena: 1) Indomaret telah berdiri sebelum dikeluarkannya Keputusan Gubernur
Nomor 50 tahun 1999 tersebut; 2) Selama ini Pemerintah Daerah belum mengeluarkan perizinan untuk
toko swalayan yang luasnya kurang dari 200 m2 termasuk Toko Swalayan Indomaret.
b. Bahwa menurut penjelasan Saksi Pemerintah DKI melalui Kepala Dinas
Pengawasan pembangunan Kota (P2K) telah memberikan teguran terhadap 44 Toko Swalayan Indomaret yang telah menyalahi perizinan peruntukan perumahan dijadikan pertokoan;
24
SALINAN
c. Bahwa di dalam SK Gubernur DKI Nomor 50 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam Pasal 11 huruf g disebutkan: "pasar swalayan (luasnya lebih dari 200 m2) harus mempunyai jarak minimal tertentu terhadap pasar tradisional, yaitu: a) 500 m terhadap pasar lingkungan berkembang, atau b) 1 Km terhadap pasar lingkungan tumbuh".
28 Menimbang bahwa dalam fakta-fakta yang telah terungkap di dalam pemeriksaan,
baik dari keterangan para pihak maupun dokumen-dokumen yang disampaikan kepada Majelis Komisi dan berdasarkan uraian di atas, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret yang didirikan di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi menimbulkan gangguan terhadap pengecer kecil di sekitarnya. Hal ini terjadi karena: (1) pendirian Toko-Toko Swalayan Indomaret kurang memperhatikan keberadaan warung-warung kecil di sekitarnya: (2) kurang memperhatikan lokasi dan peruntukan penggunaan bangunan, sehingga menimbulkan keresahan para pemilik warung kecil di sekitarnya; (3) menerapkan strategi manajemen modern yang tidak dapat diikuti oleh toko-toko kecil sebagai pengecer di sekitarnya. Oleh karena itu Terlapor dianggap kurang memperhatikan keberadaan dan perkembangan usaha warung-warung kecil di sekitarnya. Untuk itu Majelis Komisi berpendapat bahwa Terlapor dalam mengembangkan kegiatan usahanya tidak mengindahkan asas demokrasi ekonomi dan tidak memperhatikan keseimbangan antara kepentingan Terlapor dan kepentingan masyarakat sekitarnya;
29 Menimbang bahwa Terlapor dalam menjalankan usaha ecerannya melalui Toko
Swalayan Indomaret, melakukan praktek pemasaran produk-produk tertentu dengan harga diskon Super Hemat untuk 40 item produk setiap bulan dalam jangka waktu dua mingguan, membuka waktu pelayanan yang lebih awal, perizinan-perizinan tempat usaha dan peruntukan lokasi yang kurang tepat. Mengingat Pasal 2 mengandung pengertian bahwa setiap pelaku usaha dalam menjalankan kegiatannya perlu memperhatikan keseimbangan umum dengan memberi kesempatan kepada pelaku usaha lain dalam menjalankan usahanya sebagai pesaing atau yang berpotensi sebagai pesaing agar dapat berkembang secara wajar. Sedangkan dalam Pasal 3 juga dinyatakan tentang perlunya untuk menjaga kepentingan umum dan menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil. Majelis berkesimpulan bahwa Terlapor tidak sungguh-sungguh melaksanakan apa yang telah diamanatkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tersebut karena selama ini telah menimbulkan keresahan dan mengganggu keberadaan warung kecil di sekitarnya, sehingga kegiatan Terlapor tidak sejalan dengan Pasal 2 dan Pasal 3, asas dan tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
25
SALINAN
30 Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap didalam pemeriksaan, penyelidikan, maupun keterangan para pihak, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa sebagian besar toko-toko kecil sebagai pengecer kalah bersaing dengan Terlapor, karena toko-toko pengecer tersebut menghadapi kendala manajemen, skala ekonomi yang kecil, keterbatasan akses terhadap jalur distribusi dan kendala sumber daya permodalan maupun sumber daya manusia. Sebagian besar dari pengecer kecil pada umumnya masih sangat lemah dalam berbagai aspek dan dalam menjalankan usahanya masih menerapkan manajemen sangat tradisional, yang tidak dapat membedakan keuangan keluarga dan keuangan usaha. Kemampuan dan keterampilannya dalam penataan layout barang-barang masih tidak memadai sehingga kurang menciptakan daya tarik bagi pelanggan untuk berbelanja di toko pengecer kecil. Skala ekonominya juga sangat kecil (mikro) sehingga tidak dapat mengambil manfaat dari efisiensi, yang bersumber dari skala ekonomi maupun skop ekonomi. Jumlah pembelian juga relatif kecil sehingga pengecer kecil tersebut tidak dapat mengakses langsung dari sumber pasokan barang dalam jalur distribusi yang lebih menguntungkan, baik ditinjau dari harga , diskon-diskon maupun manfaat lain seperti dukungan promosi. Kualitas sumber daya pengecer kecil umumnya masih rendah, baik ditinjau dari pendidikan maupun keterampilan manajemen yang dikuasainya. Berdasarkan fakta-fakta ini Majelis berkesimpulan bahwa untuk menciptakan persaingan yang seimbang di antara pelaku usaha dalam bisnis eceran diperlukan upaya-upaya khusus untuk meningkatkan daya saing para pengecer kecil. Untuk itu Majelis Komisi berpendapat perlunya upaya-upaya pemberdayaan toko-toko pengecer kecil, yang antara lain meliputi pembinaan manajemen, akses pada sumber permodalan, peningkatan skala ekonomi dan akses pada sumber barang/jalur distribusi dan pengembangan sumberdaya manusia. Dengan demikian pengecer kecil memiliki daya saing yang lebih tinggi sehingga dapat tumbuh keseimbangan persaingan usaha yang lebih sehat. Persaingan secara langsung dalam jarak yang dekat antara pengecer kecil yang lemah dengan toko eceran modern yang kuat harus dihindari untuk mengurangi dampak kerugian sosial ekonomi yang lebih jauh.
31 Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana dipertimbangkan di atas,
Majelis Komisi berpendapat sebagai berikut: a. Bahwa saham Terlapor sebesar 49% adalah dimiliki oleh PT. Indomarco
Perdana. Disamping itu PT. Indomarco Perdana juga bertindak sebagai pemasok. Terlapor memegang jabatan rangkap selaku Direktur Utama di Terlapor juga sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Perdana. Dengan demikian antara Terlapor dengan PT. Indomarco Perdana dimungkinkan terjadi hubungan manajemen yang dapat berakibat persaingan tidak sehat. Disamping itu Terlapor mempunyai hubungan sejarah, bahwa Terlapor pernah menduduki jabatan Direktur Utama di PT. Indomarco Adi Prima sebagai pemasoknya sejak tahun 1988 hingga tanggal 1 April tahun 2000 sebelum PT. Indomarco Adi Prima diambil alih oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. sebagai pabrikan. Sedangkan sampai saat ini PT. Indomarco
26
SALINAN
yang secara manajemen dikuasai oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. tetap sebagai pemasok Terlapor untuk produk-produk Indofood. Berkaitan dengan itu Majelis Komisi menduga adanya kemungkinan integrasi vertikal yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, hal ini dapat diduga melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan'Persaingan Usaha Tidak Sehat;
b. Bahwa telah terjadi adanya suatu perjanjian tertutup antara PT. Indomarco
Adi Prima dengan PT. Goro Batara Sakti yang berisi bahwa penerima pasokan tidak diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada pihak tertentu. Oleh karena itu Majelis menduga adanya pelanggaran Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
32 Menimbang bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengandung substansi penting tentang makna demokrasi ekonomi, yakni perlunya memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum, serta substansi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Substansi Pasal 2 dan Pasal 3 ini dapat menjadi landasan untuk melihat kasus ini dengan alasan sebagai berikut: a. Bahwa persaingan pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil (mikro)
dilapangan telah menimbulkan gangguan keseimbangan bagi kepentingan umum karena pelaku usaha kecil terancam sehingga potensial meningkatkan pengangguran yang lebih besar;
b. Bahwa telah terjadi keresahan sosial yang cukup meluas diberbagai Wilayah
Jabotabek karena banyak pengecer kecil kalah dalam persaingan yang tidak seimbang dengan Terlapor;
c. Bahwa persaingan yang tidak seimbang ini lebih potensial menimbulkan
kerugian berupa penurunan kesejahteraan pelaku usaha kecil (mikro) karena kemunduran usaha dan coati karena kalah bersaing dengan pelaku usaha besar, yang mempunyai dukungan permodalan, manajemen, dan akses kepada sumber barang yang lebih baik;
d. Bahwa dari pemeriksaan terbukti Terlapor kurang memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan Terlapor (sebagai pelaku usaha besar) dengan kepentingan dan keberadaan pengecer kecil di sekitarnya;
27
SALINAN
e. Bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana dipertimbangkan di atas, Majelis Komisi berpendapat bahwa unsur perilaku kurang memperhatikan keseimbangan antara kepentingan Terlapor dengan kepentingan pengecer kecil, unsur kurang mempertimbangkan kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat secara meyakinkan sudah terpenuhi.
MEMUTUSKAN:
1. Menyatakan bahwa Terlapor dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum;
2. Memerintahkan kepada Terlapor untuk menghentikan ekspansinya di pasar-pasar
tradisional yang berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
3. Menyatakan bahwa Terlapor dalam mengembangkan usahanya untuk melibatkan
masyarakat setempat diantaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba; 4. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk segera menyempurnakan dan
mengefektifkan pelaksanaan peraturan dan langkah-langkah kebijakan yang meliputi antara lain dan tidak terbatas pada kebijakan lokasi dan tata ruang, perizinan, jam buka, dan lingkungan sosial;
5. Merekomendasikan kepada Pemerintah segera melakukan pembinaan dan
pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer kecil agar memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat berusaha secara berdampingan dengan usaha-usaha menengah atau besar;
6. Menyatakan untuk melakukan kajian, monitoring, dan penyelidikan lebih lanjut
terhadap dugaan adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang terkait dengan usaha eceran dalam jalur vertikal termasuk dugaan praktek diskriminasi harga dan perjanjian tertutup.
28
SALINAN
Demikian putusan ini dibuat dan dibacakan di muka Persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 4 Juli tahun 2001, oleh kami Sutrisno Iwantono sebagai Ketua Majelis, Didik J: Rachbini sebagai Anggota Majelis, Erwin Syahril sebagai Anggota Majelis, dan Pande Radja Silalahi sebagai Anggota Majelis, dengan dihadiri oleh Panitera Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Ketua Majelis, Ttd.
Sutrisno Iwantono
Anggota Majelis, Ttd.
Didik J. Rachbini
Anggota Majelis, Ttd.
Erwin Syahril
Anggota Majelis
Ttd. Pande R. Silalahi
Panitera Majelis, Ttd.
Retno Supriandayani