aksiologi pengetahuan

15
AKSIOLOGI PENGETAHUAN A. Aksiologi Secara formal aksiologi baru muncul pada pertengahan abad 19. Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu : 1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika 2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan 3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik. Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalan sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika 1

Upload: windarti-aja

Post on 11-Jan-2017

315 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aksiologi pengetahuan

AKSIOLOGI PENGETAHUAN

A. AksiologiSecara formal aksiologi baru muncul pada pertengahan abad 19. Menurut bahasa

Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi

aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan

kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi

adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai

khususnya etika.

Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :

1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika

2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan

3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial

politik.

Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan

utama mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalan sesuatu yang dimiliki manusia untuk

melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam

filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia,

maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan

manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau

dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang

melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman

keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

Aksiologi merupakan filsafat ilmu yang mengkaji tentang nilai kegunaan ilmu. Yang

mana sebelumnya telah kita kaji di dalam aspek ontologi bahwa ilmu bertujuan untuk

memudahkan manusia dalam mengatasi berbagai permasalahan hidupnya. Namun apakah

dalam kenyataannya ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari kutukan, dan tidak

membawa malapetaka bagi umat manusia? Aksiologi ini dipergunakan untuk memberikan

jawaban atas pertanyaan “mengapa”. Misalnya: Mengapa pengetahuan yang berupa ilmu itu

diperlukan? Mengapa pemanfaatan ilmu pengetahuan itu perlu memperhatikan kaidah-kaidah

moral? Semuanya menunjukkan bahwa aksiologi diperuntukkan dalam kaitannya untuk

mengkaji tentang kegunaan, alasan, dan manfaat ilmu itu sendiri. Dalam sejarah lahirnya,

aksiologi ini muncul belakangan dan menjadi perbincangan yang hangat, khususnya setelah

terjadinya perang dunia kedua di mana kemajuan ilmu dan teknologi tampak digunakan

secara kurang terkontrol.

1

Page 2: Aksiologi pengetahuan

B. Ilmu dan Moral

Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran,

makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang mempunyai

penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki,

ataukah malah sebaliknya: makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?

Ilmu tidak saja menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian dan pemahaman.

Namun lebih jauh lagi bertujuan memanipulasi factor-faktor yang terkait dalam gejala

tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Misal, ilmu

mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir. Bertrand Russell menyebut

perkembangan ini sebagi peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap

manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan factor

lain. Kalau dalam tahap kontemplasi masalah moral bersangkutan dengan metafisika

keilmuan maka dalam tahap manipulasi ini berkaitan dengan masalah cara penggunaan

pengetahuan ilmiah atau secara filsafat dapat dikatakan, dalam tahap pengmbangan konsep

terdapat masalah moral yang di tinjau dari segi ontology keilmuan sedangkan dalam tahap

pengembangan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.

Peradaban manusia bergerak seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Berkat kedua hal tersebut, pemenuhan kebutuhan manusia menjadi lebih mudah dan cepat.

Namun, terdapat sisi buruk dari imu yaitu sejak dalam tahap pertama pertumbuhannnya ilmu

sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam

melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka. Mendapatkan

otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang bersifat dogmatik maka dengan leluasa ilmu

dapat mengembangkan dirinya. Konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk

konkret yang berupa teknologi. Ilmu tidak saja bertujuan untuk menjelaskan gejala-gejala

alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman tetapi bertujuan untuk memanipulasi faktor-

faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang

terjadi.

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia. Karena dengan ilmu

semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.

Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradapan manusia sangat

berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam

mencapai tujuan hidupnya.

Teknologi tidak hanya menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa

menjadi bencana bagi manusia. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya memudahkan

2

Page 3: Aksiologi pengetahuan

untuk kerja manusia, namun kemudian digunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang

menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti bom yang terjadi di Bali. Disinilah

ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak kepada nilai-nilai, kebaikan, maka

yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.

Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan

diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan konsep ilmiah

dalam memecahkan masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hardware)

maupun perangkat lunak (software). Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala

alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jaun lagi memanipulasi faktor-

faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang

terjadi. Disinilah masalah moral muncul kembali namun dalam kaitannya dengan faktor lain.

Kalau dalam tahap kotemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisiska maka dalam

tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah.

Atau secara filsafati dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi

aksiologi keilmuan. Kaitan ilmu dan moral telah lama menjadi bahan pembahasan para

pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, Wilardjo, Slamet Iman Santoso, dan Jujun

Suriasumantri.

Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati dengan

mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S. mengenai hal tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan moral maka

pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih terperinci yaitu segi

ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor sejarah, baik

sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam lingkup

perjalanan sejarah kemanusiaan.

3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek penelaahannya (objek

ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan tidak

mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri

masalah kehidupan.

4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang berporoskan

proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang berazaskan menemukan

kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu

dan berdasarkan kekuatan argumentasi an sich.

3

Page 4: Aksiologi pengetahuan

5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia

dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan memperhatikan kodrat manusia,

martabat manusia, dan keseimbangan / kelestarian alam.

Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah

secara komunal universal. Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral

tidak cukup bila hanya dibahas dari tinjauan aksilogi semata. Tinjauan ontologis dan

epistemologi diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku ilmuwan dalam

pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan kebenaran ilmiah.

C. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan

Etika keilmuan merupakan etika normatik yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang

dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.

Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral,

yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku keilmuannya, sehingga

ia dapat menjadi ilmuan yang mempertanggungjawabkan keilmuannya. Etika normative

menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuataan-

perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan

apa yang bertentangan apa yang seharusnya terjadi.

Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral.

Bagi seorang ilmuan nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah

ia sudah menjadi ilmuan yang baik atau belum. Tugas seorang ilmuan harus menjelaskan

hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metidologis yang tepat agar

dapat dipergunakan oleh masyarakat. Di bidang etika tangguna jawab seorang ilmuan adalah

bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam

pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kasalahan. Ilmu menghasilkan teknologi

yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah

dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah

pemanfataan pengetahuan dan teknologi diperhatikan sebaik-baiknya.

Ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut tanggung jawab terhadap hal-hal yang

akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa-masa lalu, sekarang

maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan bebas manusia dalam

kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti ada

yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut

tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan

tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan eksistensi manusia

4

Page 5: Aksiologi pengetahuan

secara utuh. Dihadapkan dengan masalah moral dan ekses ilmu dan teknologi yang bersifat

merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu :

1. Golongan yang berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu

secara ontologis maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan

pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan

digunakan untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin

melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era Galileo.

2. Golongan yang berpendapat bahwa netralisasi ilmu hanyalah terbatas pada metafisika

keilmuwan, sedangkan dalam penggunannya harus berlandaskan nilai-nilai moral.

Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni:

a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara deskrutif oleh manusia, yang dibuktikan

dengan adanya perang dunia yang mempergunakan teknologi keilmuwan.

b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih

mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan

c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat

mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi

genetika dan teknik pembuatan sosial.

Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat tidak

terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan

pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuwan

serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan keilmuwan

secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwannya sampai dan

dapat dimanfaatkan masyarakat.

Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat

dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah

memberikan perspektif yang benar, untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga

penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Dengan kemampuan pengetahuannya

seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah

yang seyogyanya mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat,

ilmuwan yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh

orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya

analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.

5

Page 6: Aksiologi pengetahuan

Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur

dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak dan menerima sesuatu secara begitu saja tanpa

pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara

berpikir orang awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat.

Inilah yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada

masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang membikin

mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang harusdibayar untuk kekeliruan itu.

Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitian atau

penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakan

bangsanya sendiri. Sejarah telah mencatat para ilmuwan bangkti dan bersikap terhadap politik

pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan.

Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemasalahatan

manusia atau sebaliknya dapat pula disalah gunakan. Untuk itulah tanggung jawab ilmuwan

haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan

tanggung jawab moral.

2.4. Ilmu dan Agama

Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi

konteksnya. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami

realitas alam, dan memahami eksistensi Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat

penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan ”melulu” pada praxis, pada

kemudahan-kemudahan material duniawi.

Solusi yang diberikan Al-qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai

adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur yang semestinya, sehingga

ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa

mudharat. Berdasarkan sejarah tradisi Islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak

terkendali, tetapi harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa mengendalikannya.

Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu

pengetahuan bukan untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaalah yang menggenggam

ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang

Pencipta.

Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat filosof dengan

para ulama. Sebagaian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi

orang yang menekuninya. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagai objek kajian

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri. Sebagian yang lain berpendapat bahwa

6

Page 7: Aksiologi pengetahuan

tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau ilmuwan menjadikan ilmu

pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia dalam kehidupan yang

sangat terbatas di muka bumi ini. Pendapat yang lain cenderung menjadikan ilmu

pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia

secara keseluruhan.

Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat IlmuNilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif

jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu

gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran

tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.

Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;

kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu

memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang

akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima

oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang

membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada

objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan

kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam

menentukan topik penelitian. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses

kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya

menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.

Penilaian dalam Aksiologi

Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.

Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah

moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika

merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan

menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah

kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.

Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan

sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-

pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di

atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma

7

Page 8: Aksiologi pengetahuan

itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan

sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia

mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai

kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah

laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,

masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.

Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral

yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan

moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme

menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu

sendiri adalah kebahagiaan.

Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan

kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau

melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran

tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik

dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas

atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh

kehendak manusia.

Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang

studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti

bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan

harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu

objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga

mempunyai kepribadian.

Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu

yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bangun pagi, matahari

memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.

Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan

perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat

objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal

sebenarnya  tetap merupakan perasaan.

8

Page 9: Aksiologi pengetahuan

KESIMPULAN

Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya

ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Dalam arti tertentu, jika nilai merupakan esensi yang

dapat ditangkap secara langsung, maka sudah pasti hubungan antara nilai dengan eksistensi

merupakan bahan yang sesuai benar bagi proses pemberian tanggapan dan memberikan

sumbangan untuk memahami secara mendalam masalah-masalah yang berhubungan dengan

nilai.

Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di

pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai.

Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana

kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah

dengannorma-norma nilai

Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi

dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa

menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus

diperharikan sebaik-baiknya. Dalam filsafati penerapan teknologi meninjaunya dari segi

aksiologi keilmuwan.

9

Page 10: Aksiologi pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Arya. 2013. Aksiologi Pengetahuan. Diakses dari https://arya0809.wordpress.com/2013/01/10/aksiologi-pengetahuan/

Pranata, Zudi. 2014. Filsafat Ilmu. Diakses dari http://www.rangkumanmakalah.com/aksiologi-ilmu-pengetahuan/

10