aktifitas ekstrak daun salam eugenia polyantha w...
TRANSCRIPT
AKTIFITAS EKSTRAK DAUN SALAM
(Eugenia polyantha W.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus
PENYEBAB KARIES GIGI
THE ACTIVITY OF LAUERLLIKE (Eugenia polyantha W.) ON THE GROWTH OF Streptococcus mutans AND
Staphylococcus aureus CAUSING DENTAL CARIES
DWI RACHMAWATY DASWI
P1506210018
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
AKTIFITAS EKSTRAK DAUN SALAM
(Eugenia polyantha W.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus
PENYEBAB KARIES GIGI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk mencapai Gelar Magister
Program Studi
Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
DWI RACHMAWATY DASWI
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
TESIS
AKTIFITAS EKSTRAK DAUN SALAM
(Eugenia polyantha W.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus
mutans DAN Staphylococcus aureus
PENYEBAB KARIES GIGI
Disusun dan diajukan oleh :
Nama : Dwi Rachmawaty Daswi Nomor Pokok : P1506210018
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal 26 November 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasihat,
Prof. dr. Mochammad Hatta, PhD.,Sp.MK Prof. Dr. Gemini Alam, MS, Apt
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana
Biomedik, Universitas Hasanuddin,
Prof. dr. Rosdiana Natzir, PhD Prof. Dr. Ir. Mursalim
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dwi Rachmawaty Daswi
Nomor Mahasiswa : P1506210018
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi : Mikrobiologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang say tulis ini
benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Agustus 2012
Yang Menyatakan,
Dwi Rachmawaty Daswi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala kemuliaan dan puja hanya milik Allah Azza
Wa Jalla, Pemilik Rahmat dan Hidayah bagi seluruh alam. Limpahan
nikmat- Nya membuat penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Aktifitas Ekstrak Daun Salam ( Eugenia polyantha W. ) terhadap
pertumbuhan streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
Penyebab karies gigi dan merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan jenjang studi strata dua ( S2 ) pada program studi
biomedik Konsentrasi Mikrobiologi Universitas Hasanuddin. Begitu pula
shalawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam beserta keluarga beliau dan para sahabat serta seluruh ummat
muslim yang senantiasa istiqamah hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih sedalam- dalamnya kepada semua pihak
yang telah memberikan sumbangsih tidak ternilai harganya, sehingga
rangkaian penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Moch.
Hatta, Sp. MK., Ph.D dan Prof. Dr. Gemini Alam, MS., Apt. Selaku komisi
penasehat atas bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moril yang
sangat terasa manfaatnya bagi pribadi penulis dalam menyelesaikan tesis
ini. Terkhusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada suami,
anak- anakku tercinta, ayahanda dan ibunda, ibu mertua, saudara-
saudara dan ipar- ipar, atas pengertian, perhatian dorongan moril, doa
dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini. Ucapan terima kasih
ditujukan pula kepada :
- Prof. Dr. Ir. Mursalim selaku direktur program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin beserta staf dan Prof. Dr. Rosdiana
Natzir, Ph.D selaku ketua program studi Biomedik beserta staf
atas pelayanan administrasi akademik selama mengikuti
pendidikan.
- Para staf laboran di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, Para staf laboran di
Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, Para staf laboratorium Biofarmaka Pusat Kegiatan
Penelitian Universitas Hasanuddin atas sumbangsih ilmu dan
bantuan fasilitas peralatan selama penelitian dan penyusunan
tesis.
- Teman- teman seangkatan dan seperjuangan yang senantiasa
membantu dan memberikan dukungan penuh sejak awal hingga
akhir menempuh pendidikan.
Menyadari segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki,
maka
Penyusunan tesis sebagai tugas akhir ini tentunya tidak dapat
mencapai kesempurnaan. Namun, semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membutuhkan, Amin.
Makassar, November 2012
Penulis
ABSTRAK
DWI RACHMAWATY DASWI. Aktifitas Ekstrak Daun Salam ( Eugenia
polyantha W. ) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab Karies Gigi ( dibimbing oleh Mochammad Hatta dan Gemini Alam)
Penelitian ini bertujuan menentukan aktifitas dari ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) terhadap pertumbuhan Streptoccus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi dan untuk menentukan sediaan daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan Streptoccus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.
Metode disc diffusion digunakan untuk menentukan aktifitas dari daun salam ( Eugenia polyantha W. ) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus di mana kontrol positif yang digunakan adalah Vankomycin sedang kontrol negatifnya adalah air steril. Metode densitometri digunakan untuk melihat profil senyawa kimia dari daun salam ( Eugenia polyantha W. ).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut ethanol 50 % konsentrasi 30 % mempunyai aktifitas yang paling baik dibandingkan dengan ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang dibuat dengan metode yang lain yaitu zona hambatnya untuk Streptoccus mutans sebesar 20mm dan Staphylococcus aureus sebesar 16,67mm hal ini didukung dengan profil senyawa kimia menggunakan methode densitometri.
Kata kunci : karies gigi, Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus, metode ekstraksi daun salam ( Eugenia polyantha W. ), Disc diffusion. Densitometri
ABSTRACT
DWI RACHMAWATY DASWI. The Activity of laurellike Leaf Extract
(Eugenia Polyantha W.) on the growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus as the causes od dental caries (supervised by Moch. Hatta and Gemini Alam)
The aims of the research are to determine the activity of laurellike leaf extract (Eugenia Polyantha W.) on the growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus as the causes of dental caries and to determine the dosage of laurellike leaf extract (Eugenia polyantha W.)which is more effective ti inhibit the growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus as the causes of dental caries.
The methods used in the research were disc diffusion to determine the activity of laurellike leaf extract ( Eugenia polyantha W.) on the growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus in which the positive control used was Vankomycin, while the negative control used sterilized water. Besidea, densitometry method was used to see the profile of chemical compound of laurellike leaf extract ( Eugenia polyantha W.)
The results of the research reveal that laurellike leaf extract ( Eugenia polyantha W. ) made by maceration method by using ethanol solvent 50 % at the concentration of 30 % has a better activity compared laurellike leaf extract ( Eugenia polyantha W. ) made by using the other method, i.e. the inhibiting zone for Streptococcus mutans which is 20mm and Staphylococcus aureus which is 16,67mm. This is supported by the profile of chemistry compound using densitometry method.
Key words: dental caries, Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus, the method of laurellike leaf extraction ( Eugenia polyantha W. ), disc diffusion. densitometry
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................................... iv
PRAKATA ......................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 6
A. Tinjauan Umum Karies Gigi .............................................. 6
1. Pengertian .................................................................. 6
2. Gejala karies gigi ........................................................ 8
3. Faktor-faktor penyebab karies gigi .............................. 8
B. Tinjauan Umum Streptococcus mutans .............................. 13
1. Klasifikasi .................................................................... 14
2. Morfologi dan Identifikasi ............................................ 15
3. Uji laboratorium diagnostik........................................... 19
4. Epidemiologi ............................................................... 21
C. Tinjauan Umum Staphylococcus aureus ............................ 22
1. Klasifikasi .................................................................... 22
2. Morfologi dan identifikasi ............................................ 23
3. Uji laboratorium diagnostik .......................................... 25
D. Daun Salam (Eugenia polyantha W.) ................................ 23
1. Klasifikasi .................................................................... 24
2. Morfologi ..................................................................... 29
3. Ekologi ......................................................................... 30
4. Kegunaan
5. Kandungan kimia daun salam ..................................... 32
E. Metode ekstraksi .............................................................. 32
1. Infusa .......................................................................... 32
2. Decocta (rebusan) ...................................................... 33
3. Maserasi ..................................................................... 33
4. Seduhan ...................................................................... 33
F. Pengujian aktifitas tanaman ............................................. 34
1. Metode disc diffusion .................................................. 34
G. Densitometri ..................................................................... 35
H. Kerangka konsep ............................................................. 37
I. Hipotesa ........................................................................... 38
J. Definisi dan istilah ............................................................ 38
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 40
A. Jenis penelitian ................................................................ 40
B. Waktu dan lokasi penelitian .............................................. 40
C. Variabel penelitian ............................................................ 40
D. Populasi dan sampel ........................................................ 41
E. Bahan dan alat penelitian ................................................. 41
F. Cara pengumpulan data ................................................... 41
G. Cara kerja ......................................................................... 41
H. Analisis Data .................................................................... 48
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 49
A. Hasil ................................................................................. 49
B. Pembahasan .................................................................... 58
BAB V. PENUTUP ............................................................................ 65
A. Kesimpulan ...................................................................... 65
B. Saran ............................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 67
LAMPIRAN ........................................................................................ 69
DAFTAR TABEL
NOMOR Halaman
1 Hasil uji pendahuluan masing-masing ekstrak daun salam (Eugenia polyantha W.) ................................................ 51
2 Hasil uji aktifitas ekstrak daun salam (Eugenia polyantha W.)terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ...... 52
3 Hasil uji aktifitas ekstrak daun salam (Eugenia polyantha W.)terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ..... 53
4 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak seduhan daun salam (Eugenia polyantha W.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm .................................................................................... . 54
5 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak Dekokta daun salam (Eugenia polyantha W.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ..................................................................................... 54
6 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak infus daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 254 nm ..................................................................................... 54
7 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 50%)daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 254 nm ................................ 54
8 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 96%)daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 254 nm ................................ 54
9 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak seduhan daun salam (Eugenia polyantha W.) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ..................................................................................... 55
10 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak dekokta daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 366 nm ..................................................................................... 55
11 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak infus daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 366 nm ..................................................................................... 55
12 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 50%) daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 366 nm ................................ 55
13 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi (pelarut etanol 96%)daun salam (Eugenia polyantha W.)dengan menggunakan lampu UV 366 nm ................................ 55
DAFTAR GAMBAR
NOMOR Halaman
1 Kerusakan gigi ...................................................................... 8 2 Faktor penyebab karies gigi sebagai penyakit multifaktorial
yang disebabkan faktor host, agen,substrat dan waktu ........................................................................ 14
3 Koloni Staphylococcus aureus ............................................. 15
4 Koloni Streptococcus mutans ............................................... 23
5 Tanaman Daun Salam ......................................................... 30
6 Tes difusi (Disc diffusion) ..................................................... 35
7. Gambar hasil pengamatan mikroskop Streptococcus mutans 64
8. Gambar hasil pengamatan mikroskop Staphylococcus aureus 64
DAFTAR LAMPIRAN
NOMOR Halaman
1. Alur kerja .............................................................................. 69 2. Skema isolasi dan identifikasi Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus ........................................................ 70
3. Skema pengujian Disc diffusion ........................................... 71
4. Profil KLT ekstrak daun salam (Eugenia polyantha W.) dengan lampu UV 254 nm ........................................... 72
5. Profil KLT ekstrak daun salam (Eugenia polyantha W.) dengan lampu UV 366 nm .......................................... 73
6. Hasil uji disc diffusion ekstrak daun salam (Eugenia polyantha W.) ..................................... .......... 74
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan kesehatan gigi sampai saat ini masih kurang
mendapatkan perhatian dari sebagian besar masyarakat. Sehingga
sangat memungkinkan masyarakat menderita gangguan gigi dalam
kondisi yang cukup parah. Gigi merupakan jaringan tubuh yang keras,
namun dapat terjadi kerusakan secara mekanik maupun kimiawi. Karies
gigi ( gigi berlubang ) merupakan masalah utama dalam penyakit gigi yang
dapat mengganggu aktifitas sehari-hari (Marsaban, 2007 ).
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu
email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang
ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai
dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi, diikuti dengan
kerusakan bahan organiknya ( Pitauli & Hamada, 2008 )
Pada umumnya plak gigi dapat menyebabkan penyakit karies gigi
dan jaringan pendukung gigi ( periodental ). Bakteri yang berperan penting
dalam pembentukan plak gigi adalah bakteri yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstrasel yaitu jenis
Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp. ( Agustin, 2009;Brooks et al,
2005 ).
Staphylococcus merupakan sel gram positif berbentuk bulat
biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur.
Staphylococcus tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media dan
dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat
dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga
kuning gelap. Beberapa merupakan anggota flora normal pada kulit dan
selaput lendir manusia; yang lain ada yang menyebabkan supurasi dan
bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering
menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai
enzim ekstraseluler dan toksin. Bentuk keracunan makanan paling sering
disebabkan oleh enterotoksin stafilokokkal yang stabil terhadap panas.
Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba
dan ini merupakan masalah besar pada terapi. Staphylococcus aureus
merupakan patogen utama pada manusia. Hampir setiap orang pernah
mengalami berbagai infeksi Staphylococcus aureus selama hidupnya,
mulai dari keracunan makanan yang berat atau infeksi kulit yang kecil,
sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan. (Brooks et al, 2005 )
Sedangkan Streptococcus mutans adalah organisme gram positif
yang merupakan agen penyebab utama dalam pembentukan gigi
berlubang pada manusia. Bakteri Gram-positif adalah mereka yang
berwarna biru gelap atau ungu dengan pewarnaan Gram.
Hal ini didasarkan pada sifat fisik dinding sel mereka, sebagai lawan
dari bakteri gram negatif, yang tidak dapat mempertahankan violet kristal
noda.Streptococcus adalah genus dari bola bakteri Gram-positif milik
Firmicutes filum dan asam kelompok bakteri laktat. S. mutans, anggota
dari flora mulut manusia, secara luas diakui sebagai agen etiologi utama
cavaties gigi.
Kondisi dalam rongga mulut yang beragam dan kompleks, sering
berubah dari satu ekstrem ke yang lain. Dengan demikian, untuk bertahan
hidup di rongga mulut, S. mutans harus mentolerir fluktuasi lingkungan
cepat keras dan paparan berbagai anti-mikroba agen untuk bertahan
hidup. Namun, mekanisme di mana ini patogen kariogenik dapat bertahan
hidup dan berkembang biak di bawah seperti kondisi lingkungan yang
ekstrim sebagian besar tidak diketahui, karena sedikit penelitian telah
dilakukan pada hal ini.( Biswas, 2011 )
Di Indonesia penyakit gigi dan mulut yang bersumber dari karies gigi
menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 45,68 % dan termasuk dalam 10
besar penyakit yang diderita oleh masyarakat ( sugito, 2000 ).
Masyarakat Indonesia yang jauh dari pelayanan kesehatan,
umumnya memanfaatkan tanaman obat untuk mengobati karies gigi,
salah satunya adalah daun salam ( Eugenia polyantha W. )
Daun salam mempunyai kandungan kimia yaitu : tannin, flavonoid
dan minyak atsiri 0,05 % dimana minyak atsiri ini terdiri dari eugenol dan
sitral. Kandungan Eugenia polyantha W. merupakan bahan aktif yang
diduga mempunyai efek farmakologis ( Winarto, 2004).
Tannin dan flavonoid merupakan bahan aktif yang mempunyai efek
antiinflamasi dan antimikroba, sedang minyak atsiri mempunyai efek
analgesik ( Winarto, 2004 ).
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap aktifitas antibakteri dari
daun salam ( Eugenia polyantha W ). Dimana tanaman obat tradisional ini
dipilih karena tersedia dalam jumlah yang banyak dan karena itu di
harapkan dapat dijadikan sebagai sumber potensial obat antibakteri pada
karies gigi yang terjangkau oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah maka
permasalahan utama yang menjadi pertanyaan spesifik penelitian ini
adalah :
1. Apakah ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) aktif dalam
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus
aureus penyebab karies gigi ?
2. Apakah metode ekstraksi berpengaruh terhadap aktifitas daun salam
(Eugenia polyantha W. ) dalam menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies
gigi ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan aktifitas dari ekstrak daun salam (Eugenia polyantha
W.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus
aureus penyebab karies gigi.
2. Untuk menentukan sediaan daun salam (Eugenia polyantha W.) Yang
paling aktif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.
3.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai upaya alternatif terhadap pemberantasan penyakit gigi dan
mulut di masa mendatang.
2. Merupakan bahan literatur yang dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan khususnya dibidang mikrobiologi.
3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berminat
dalam pengujian bahan alam terhadap pertumbuhan mikroorganisme
penyebab karies gigi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Karies Gigi
1. Pengertian
Karies adalah suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan
larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan
antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam
mikrobial dari substrat kemudian timbul destruksi komponen- komponen
organik dan akhirnya terjadi kavitasi ( pembentukan lubang ).( Schuurs,
1993 )
Tergantung pada lokasinya, pembusukan gigi dibedakan menjadi :
a. Pembusukan permukaan yang licin / rata
Merupakan jenis pembusukan yang paling bisa dicegah dan
diperbaiki, tumbuhnya paling lambat. Sebuah karies dimulai sebagai
bintik putih dimana bakteri melarutkan kalsium dari email.
Pembusukan jenis ini biasanya mulai terjadi pada usia 20-30 tahun.
b. Pembusukan lubang dan lekukan
Biasanya mulai timbul pada usia belasan, mengenai gigi tetap dan
tumbuhnya cepat. Terbentuk pada gigi belakang, Yaitu di dalam
lekukan yang sempit pada permukaan gigi untuk mengunyah dan
pada bagian gigi yang berhadapan dengan pipi. Daerah ini sulit
dibersihkan karena lekukannya lebih sempit daripada bulu-bulu pada
sikat gigi.
c. Pembusukan akar gigi
Berawal sebagai jaringan yangmenyerupai tulng, yang membungkus
permukaan akar ( sementum ). Biasanya terjadi pada usia
pertengahan akhir. Pembusukan ini sering terjadi karena penderita
mengalami kesulitan dalam membersihkan daerah akar gigi dan
karena makanan yang kaya akan gula. Pembusukan akar merupakan
jenis pembusukan yang paling sulit dicegah.
d. Pembusukan dalam email
Pembusukan terjadi di dalam lapisan gigi yang paling luar dan keras,
tumbuh secara perlahan. Setyelah menembus ke dalam lapisan kedua
( dentin, lebih lunak ). Pembusukan akan menyebar lebih cepat dan
masuk ke dalam pulpa ( lapisan gigi paling dalam yang mengandung
saraf dan pembuluh darah ). Dibutuhkan waktu 2-3 tahun untuk
menembus email, tetapi perjalananya dari dentin ke pulpa hanya
memerlukan waktu 1 tahun. Karena itu pembusukan akar yang
berasal dari dalam dentin bisa merusak berbagai struktur gigi dalam
waktu yang singkat.(Jumiatun, 2010 )
Gambar 1. Kerusakan gigi berupa lubang yang disebabkan karies http://www.drchetan.com/causes-diagnosis-treatment-dental-caries.html
2. Gejala karies dini
Gejala paling dini suatu karies yang terlihat secara makroskopik
adalah adanya bercak putih. Warnanya sangat berbeda bila dibandingkan
dengan enamel sekitarnya yang masih sehat. Kadang-kadang lesi akan
tampak berwarna coklat disebabkan oleh materi di sekelilingnya yang
terserap ke dalam pori-pori enamel (Kidd, E. A. M., Joyston, S., 1992).
Karies yang berwarna coklat hingga kehitaman lebih lama
menimbulkan lubang pada gigi, sedangkan noda yang berwarna putih
lebih cepat menimbulkan lubang (Tarigan, R., 1991).
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi karies gigi
a. Faktor dalam.
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung
berhubungan dengan karies. Ada 3 faktor yang berinteraksi :
1. Hospes yang meliputi gigi dan saliva
a) Komposisi gigi sulung
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah
lapisan di bawah email. Struktur email sangat menentukan dalam
proses terjadinya karies. Styruktur email gigi terdiri dari susunan
kimia kompleks dengab gugus kristal yang terpenting yaitu hidroksil
apatit.
Permukaan email terluar lebih tahan karies di banding lapisan
di bawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan email lebih
banyak mengandung mineral dan bahan- bahan organik dengan air
yang relatif lebih sedikit. Proses mineralisasi email tidak hanya
melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap
meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau
email.
Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh
hidroksil apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil
apatit akan berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan terhadap
asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berikatan dengan
tinggi rendahnya karies.
Bila di dalam air minum terdapat banyak unsur kalsium,
magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan rendah.
Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan
mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi.
Proses karies gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat
lemahnya struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna,
keburaman dan kelicinan gigi serta ketebalan email. Tebal email gigi
sulung yang hanya setengah dari gigi tetap menyebabkan proses
karies gigi sulung lebih cepat terjadi daripada gigi tetap.
b) Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi
terhadap karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2
permukaan :
1. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang
relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam
dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak
bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk
dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan
memudahkan terjadinya karies.
2. Permukaan halus
Kontak antara gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antara
gigi sulung merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk
permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan
menyulitkan pembersihannya.
c). Susunan gigi sulung
Gigi-gigi berjejal dan saling tumpah tindih akan mendukung
timbulnya karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada
umunya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi insisivus
sulung renggang. Gigi anak dengan susunan gigi berjejal lebih
banyak menderita karies gigi daripada yang mempunyai susunan
gigi baik
d). Saliva
Saliva selalu ada di dalam mulut yang berkontak dengan gigi,
saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Saliva adalah
cairan rongga mulut yang dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar
saliva besar, yaitu paroyis, submandibularis, dan sublingualis.
Fungsi saliva umunya adalah fungsi protektif yaitu menjaga
kesehatan gigi dan mulut, sedangkan fungsi saliva terhadap karies
adalah kecepatan sekresi, sistem dapar, cadangan ion dan
pembentukan partikel, serta aksi pembersih saliva.
2. Mikroorganisme
Karies merupakan sutu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan kuman di dalam mulut yang berhubungan dengan
karies gigi antara lain bermacam Streptococcus sp., Lactobacillus,
Actinomyces, Staphylococcus sp. dan lain- lain.
3. Waktu
Pengertian waktu di sini adalah kecepatan terbentuknya karies serta
lama dan frekuensi menempel di permukaan gigi. Karies gigi merupakan
penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Rata-
rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati diklinik adalah 6- 18 bulan.
Kecepatan karies anak- anak lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan
gigi penderita xerostamia lebih pendek ( 2 bulan )
Faktor ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau
cairan manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot karet dot
botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut
dalam waktu yang lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat
dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies
botol ). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada
dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut
dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan .
b. Faktor luar
1. Usia
Usia adalah masa hidup seseorang yang dinyatakan dalam satuan
tahun. Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies
gigipun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya
karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh
faktor resiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih
besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya.
2. Jenis kelamin
Berbagai penelitian menyatakan bahwa Prevalensi karies gigibtetap
wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak,
Prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi
dibandingkan anak laki- laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi
gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki- laki sehingga gigi
anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak
perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya
karies.
3. Suku bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat
hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak
membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi,
pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan
kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.
4. Letak geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena
kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka
gig mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum
mengandung lebih besar dari 1ppm maka akan terjadi mottled teeth yang
menyebabkan kerusakan email berupa bintik- bintik hitam.
5. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat
tergantung pada pemeliharan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh
paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat
menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga
keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangt
ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya
(Panjaitan,1997)
Gambar 2. Faktor penyebab karies gigi (Panjaitan, 1997)
B. Tinjauan Umum Staphylococcus aureus
1. Klasifikasi ( Capuccino, 2001 )
Kingdom : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus sp.
Species : Staphylococcus aureus
Gambar 3. Staphylococcus aureus
http://www.mastgrp.com/news
2. Morfologi dan identifikasi
a. Ciri khas organisme : stafilokokkus adalah sel yang berbentuk
bola dengan diameter 1μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak
teratur. Kokkus tunggal, berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai juga
tampak dalam biakan cair. Stafilokukkus bersifat nonmotil dan tidak
membentuk spora. Di bawah pengaruh obat seperti penisilin, stafilokokus
mengalami lisis.
Spesies mikroorganisme seringkali mirip stafilokokus. Mereka hidup
bebas di lingkungan dan membentuk kumpulan yang teratur terdiri atas
empat atau delapan kokus. Koloninya berwarna kuning, merah atau
orange.
b. Biakan : Stafilokokus tumbuh dengan baik pada berbagai media
bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh
dengan cepat pada temperatur 37 0C namun pembentukan pigmen yang
terbaik adalah pada temperatur kamar ( 20- 35 0C ). Koloni pada media
yang padat berbentuk bulat, lembut dan mengkilat. S. aureus biasanya
membentuk koloni abu- abu hingga kuning emas. Koloni S. epidermis
biasanya berwarna abu- abu hingga putih terutama pada isolasi primer ;
beberapakoloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang
diperpanjang. Tidak ada pigmen yang dihasilkan secara anaerobik atau
pada media cair. Berbagai macam tingkat haemolisis dihasilkan oleh S.
aureus dan kadang- kadang oleh spesies lain. Spesies peptostreptokokus
yang merupak kokus anaerobik, morfologinya sering kali mirip stafilokokki.
C. Karakteristik pertumbuhan : stafilokokus menghasilkan katalase
yang membedakannya dengan streptokokus. Stafilokokus memfermentasi
karbohidrat, menghasilkan asam laktat dan tidak menghasilkan gas.
Aktifitas proteolitik bervariasi dari satu galur ke galur lain. Stafilokokus
yang patogenikmenghasilkan beberapa produk ekstraseluler, seperti yang
dibicarakan di bawah ini .
Stafilokokus tahan terhadap kondisi kering , panas ( mereka
bertahan pada temperatur 50 0C selama 30 menit ) dan natrium klorida
9%, tetapi dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3 %.
Stafilokokus sensitif terdapat beberapa obat antimikroba. Resistansinya
dikelompokkan dalam beberapa golongan :
1. Biasanya menghasilkan enzim beta laktamase, yang berada di bawah
kontrolplasmid, dan membuat organisme resisten terhadap beberapa
penisilin ( penisilin G, ampisilin, tikarsilin, piperasilin, dan obat- obat
yang sama ). Plasmid ditransmisikan dengan transduksi dan kadang
juga dengan konjugasi.
2. Resisten terhadap nafsilin ( dan terhadap metisilin dan oksasilin ) yang
tidak tergantung pada produksi beta laktamase. Gen mecA untuk
resistensi terhadap nafsilin terletak pada kromosom. Mekanisme
resistensi nfsilin terkait dengan kekurangan PBP (penicillin binding
Protein ) tertentu dalam organisme.
3. Galur S. aureus yang mempunyai tingkat kerentanan menengah
terhadap vankomycin ( kadar hambat minimum 4- 8 mg/ml ) telah
diisolasi di jepang, Amerika serikat dan beberapa negara lain dan ini
sangan mendapat perhatian dari para klinisi. S. aureus pada umumnya
diisolasi dari pasien yang menderita infeksi kompleks yang mendapat
terapi vankomisin jangka panjang. Sering terdapat kegagalan terapi
dengan vankomisin. Mekanisme resistensi berkaitan dengan
peningkatan sintesis dinding sel dan perubahan dalam dinding sel serta
bukan disebabkan oleh gen van seperti yang ditemukan pada
enterokokus. Galur S. aureus dengan tingkat kerentanan menengah
terhadap vankomisin biasanya resisten terhadap nafsilin tapi pada
umumnya rentan terhadap oxazolidinnon dan terhadap quinupristin/
dalfopristin.
4. Plasmid juga dapat membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin,
eritromisin, aminoglikosida dan obat- obat lainnya. Hanya pada
beberapa galur stafilokokus, hampir semua masih peka terhadap
vankomisin.
5. Akibat sifat “ toleran “ berdampak bahwa stafilokokus dihambat oleh
obat tetapi tidak dibunuh oleh obat tersebut, misalnya terdapt
perbedaan yang besar antara KHM ( kadar Hambat Minimal ) dan KBM
( Kadar Bunuh Minimal ) dari obat antimikroba. Pasien dengan
endokarditis yang disebabkan oleh S. aureus yang toleran dapat
mengalami perjalanan penyakit yang lama dibandingkan dengan pasien
yang mengalami endokarditis yang disebabkan oleh S. aureus yang
sepenuhnya rentan terhadap antimkroba. Toleransi suatu saat dapat
dihubungkan dengan kurangnya aktivasi enzim autolitik di dalam
dinding sel.
a. Variasi : Biakan stafilokokus mengandung beberapa bakteri
dengan karakter yang berbeda dalam sebagian besar populasi, misalnya
karakter koloni ( ukuran koloni, pigmen dan hemolisis ), kompleksitas kerja
enzim, resistensi obat dan dalam halpatogenisitas. In vitro, ciri khas ini
dipengaruhi oleh kondisi- kondisi pertumbuhan : jika S. aureus yang
resisten terhadap nafsilin diinkubasi pada agar darah suhu 37 0C, satu dari
10 7 organisme menjadi resisten terhadap nafsilin; jika diinkubasi pada
suhu 30 0C pada agar yang mengandung natrium klorida 2- 5 %, satu
dalam 10 3 organisme menjadi resisten terhadap nafsilin.( Brooks et al,
2005 )
3. Uji laboratorium diagnostik
a. Spesimen. Usapan permukaan, pus, darah, aspirat trakea atau
cairan spinal, dipilih bergantung pada tempat infeksi.
b. Hapusan. Stafilokokus yang khas dilihat pada apusan yang dicat
dari pus atau sputum, hapusan ini tidak bisa membedakan organisme
saprofitik (S. epidermidis) dari organisme patogen (S. aureus).
c. Biakan. Spesimen yang ditanam pada lempeng agar darah
menunjukkan koloni yang khas dalam waktu 18 jam pada suhu 37oC tetapi
hemolisis dan produksi pigmen mungkin tidak terjadi sampai beberapa
hari kemudian, dan optimal pada suhu kamar. Spesimen yang
dikontaminasi dengan flora campuran dapat dibiakkan pada media yang
mengandung NaCl 7,5%; garam tersebut menghambat sebagian besar
flora normal lainnya tapi tidak menghambat S. aureus.
d. Tes katalase. Tetes larutan hidrogen peroksida ditempatkan pada
gelas objek dan sejumlah kecil bakteri yang tumbuh diletakkan dalam
larutan tersebut, pembentukan gelembung (pelepasan oksigen)
menunjukkan bahwa tes positif. Tes ini dapat dilakukan dengan cara
menuangkan larutan hidrogen peroksida pada biakan bakteri yang padat
pada agar miring dan diamati munculnya gelembung.
e. Tes koagulase. Plasma kelinci atau manusia yang ditambah sitrat
dicairkan dalam perbandingan 1 : 5 dicampur dengan volume yang sama
dari biakan cair atau dari koloni pada agar dan diinkubasi pada suhu 37oC.
satu tabung plasma dicampur dengan media cair yang steril dipakai
sebagai kontrol. Jika gumpalan terjadi dalam waktu 1-4 jam berarti tes
positif.
Stafiolokokus koagulase positif dianggap patogen bisa manusia
namun demikian stafilokokus koagulase positif dari anjing
(Staphylococcus intermedius) dan dolpin (Staphylococcus delphini) jarang
menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi alat prostetik dapat
disebabkan oleh organisme kelompok S. epidermidis koagulase negatif.
f. Uji kepekaan. Uji kepekaan mikrodilusi atau difusi cakram
hendaknya dilakukan secara rutin pada isolate stafilokokus dari infeksi
yang secara klinis bermakna. Resistensi terhadap penisilin G dapat
diramalkan dengan uji β-laktamase positif ; sekitar 90% S. aureus
menghasilkan β-laktamase. Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin
serta metasilin) terjadi pada sekitar 20% isolate S. aureus dan hampir
75% isolate S. epidermidis.
g. Uji serologis dan penentuan tipe. Antibodi terhadap asam teikoat
dapat dideteksi pada infeksi yang lama dan dalam. Uji serologis ini sedikit
bermanfaat dalam praktek. Pola kepekaan terhadap antibiotik bermanfaat
dalam melacak infeksi S. aureus dan dalam menentukan jika bakterimia
disebabkan oleh S. epidermidis multiple, apakah disebabkan galur yang
sama.(Brooks et al, 2005)
4. Epidemiologi
Stafilokokus merupakan parasit manusia yang ada di mana- mana.
Sumber infeksi utama adalah tumpukan bakteri pada lesi manusia, benda-
benda yang terkontaminasi lesi tersebut, dan saluran respirasi manusia
serta kulit. Penyebaran infeksi melalui kontak telah dianggap sebagai
faktor yang penting di rumah sakit, di mana populasi luas dari staf dan
pasien membawa stafilokokus yang resisten antibiotika pada hidung atau
kulit mereka. Meskipun kebersihan, higienis dan penatalaksanaan lesi
secara aseptik dapat mengendalikan penyebaran stafilokokus dari lesi
tersebut beberapa metode tersedia untuk mencegah penyebarluasan
stafilokokus dari pembawa. Aerosol (misalnya glikol ) dan radiasi
ultraviolet di udara mempunyai pengaruh yang sedikit.
Di rumah sakit yang nerupakan daerah dengan resiko infeksi
stafilokokus paling tinggi adalah ruang perawatan bayi, unit perawatan
intensif, ruang operasi, dan bangsal kemoterapi kanker. Masuknya S.
aureus patogen epidemik ke daerah tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit klinis yang serius. Pegawai dengan lesi aktif yang
mengandung S. aureus dan seorang pengidap ( carrier ) harus
dikeluarkan daerah tersebut. Pada beberapa individu pemberian antiseptik
topikal ( misalnya klorheksidin atau krim basitrasin ) pada tempat
kolonisasi bakteri pada pengidap, misalnya di hidung atau perineum dapat
mengurangi penyebaran organisme yang berbahaya tersebut. Rifampin
yang digabungkan dengan obat anti stafilokokus oral klas II kadang-
kadang memberikan efek supresi jangka panjang dan penyembuhan dari
pengidap di hidung ( nasal cariage ); bentuk terapi ini biasanya ditujukan
untuk masalah utama pengidap stafilokokus, sebab stafilokokus dapat
cepat menjadi resisten terhadap rifampisin. Antiseptik seperti
heksaklorifen digunakan pada kulit bayi baru lahir untuk mengurangi
kolonisasi oleh stafilokokus tetapi karena toksisitasnya menyebabkan
penggunaannya terbatas.( Brooks et al, 2005 )
C. Tinjauan Umum Streptococcus mutans
1. Klasifikasi (Capuccino, 2001 )
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutan
Gambar 4. Streptococcus mutans
http://www.vetmed.wisc.edu/pbs/courses/bac/labmanual/cells.html).
2. Morfologi dan identifikasi
a. Ciri- ciri organisme : Coccus tunggal mempunyai bentuk seperti
bola atau bulat dan tersusun seperti rantai. Coccus ini membelah diri
dengan arah memanjang pada sumbu dari rangkaian tersebut. Bagian dari
rangkaian tadi seringkali tampak diplococcus dan kadang- kadang terlihat
seperti batang. Panjang dari rangkaian ini sangat beragam dan
disebabkan oleh faktor lingkungan. Streptococcus adalah gram positif,
pada umur biakan tertentu dan bila bakteri mati, mereka akan kehilangan
sifat gram positif yang dimiliki dan kemudian berubah menjadi gram
negatif; hal ini dapat terjadi setelah dilakukan inkubasi selama semalam.
Beberapa Streptococcus memiliki kapsul berupa polisakarida yang
dapat dibedakan dengan pnemococcus. Sebagian besar dari grup A, B
dan C memiliki kapsul yang terdiri dari asam hyaluronat. Kapsul ini mudah
diiamatipada saat perbenihan awal. Kapsul tersebut dapat menghalangi
proses fagositosis. Dinding sel pada Streptococcus terdiri dari protein
(antigen M, T, R ), karbohidrat ( kelompok spesifik ) dan peptidoglikan. Pili
yang seperti rambut terdapat dalam kapsul pada Streptococcus group A.
Pili tersebut berisi sebagian dari protein M dan dilindungi oleh asam
lipoteichoic. Hal ini penting untuk perlekatan Streptococcus pada sel
epitel.
b. Kultur : Kebanyakan Streptococcus dapat tumbuh dalam media
yang padat dan tampak sebagai koloni discoid, biasanya berdiameter 1- 2
mm. Strain yang menghasilkan bahan berupa kapsul seringkali
berkembang ke arah koloni mucoid. Peptostreptococcus merupakan
bakteri obligat anaerob.
c. Karakteristik pertumbuhan : Energi secara prinsip didapat dari
pemenfaatan gula. Pertumbuhan Streptococcus cenderung lambat pada
media padat atau pada media cair kecuali jika diperkaya dengan cairan
darah atau cairan jaringan. Kebutuhan akan makanan sangat beragam
diantara jenis- jenis yang berbeda. Bakteri yang patogen pada manusia
adalah yang paling sulit karena memerlukan berbagai faktor pertumbuhan
dan proses hemolisis akan dibantu dengan mengeramkan bakteri dalam
suasana CO2 10 %.
Sebagian besar Streptococcus haemolitik patogen tumbuh dengan
baik pada suhu 37 0 C, sedang bakteri enterococcus kelompok D dapat
tumbuh baik pada suhu antara 15 0 C sampai dengan 45 0C. Bakteri
enterococcus dapat tumbuh dalam larutan natrium klorida pekat 6,5 %
dalam 0,1 % metilen blue, dan dalam agar eskulin empedu ( bite esculin
agar ), sebagian besar Streptococcus bersifat fakultatif anaerob.
d. Variasi : varian dari strain Streptococcus yang sama,
kemungkinan memperlihatkan bentuk koloni yang berbeda. Hal ini
khususnya yang terjadi dikelompok A, yaitu pada koloni matt dan glossy
yang selalu berubah. Organisme yang terdiri dari koloni matt
menghasilkan banyak protein M. Organisme tersebut lebih cenderung
virulen dan relatif tidak peka terhadap fagositosis yang disebabkan oleh
leukosit manusia. Sedang koloni glossy lebih cenderung memproduksi
sedikit protein M dan nonvirulen.( Brooks et al, 2005 )
3. Uji diagnostik laboratorium
a. Spesimen.
Spesimen diperoleh tergantung dari letak infeksi streptococcus.
Usapan tenggorokan, nanah atau darah diperlukan untuk kultur. Serum
diperlukan untuk penentuan antibodi.
b. Hapusan.
Hapusan dari nanah lebih sering menunjukkan coccus tunggal atau
berpasangan daripada rantai. Coccus kadangkala bersifat gram negatif
karena organisme tidak bertahan hidup dan kehilangan kemampuannya
untuk menyimpan bahan warna biru (crystal violet) dan yang seharusnya
gram positif. Jika hapusan dari nanah menunjukkan streptococci tetapi
kultur gagal tumbuh, hal tersebut dicurigai karena adanya organisme
anaorobik, karena streptococcus (viridians) selalu ada dan memiliki ciri
yang sama seperti streptococcus grup A pada saat hapusan diwarnai.
c. Kultur.
Spesimen yang dicurigai mengandung streptococci anaerob dikultur
pada cawan agar darah. Media anaerobik yang sesuai juga harus
diinokulasi. Inkubasi pada 10 persen CO2 kadang-kadang mempercepat
hemolisis. Irisan inokulum pada agar darah memiliki pengaruh yang sama,
karena oksigen tidak mudah berdifusi melalui medium ke organisme yang
menempel dan oksigen tidak mudah berdifusi melalui medium ke
organisme yang menempel dan oksigen inilah yang mengakibatkan
streptolisin O menjadi tidak aktif.
Kultur darah akan menumbuhkan streptococcus hemolitik grup A
(seperti pada sepsis) dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Streptococcus hemolitik α tertentu dan enterococcus tumbuh dengan
lambat, sehingga kuktur darah pada kasus endokarditis yang dicurigai
tidak berubah menjadi positif dalam 1 minggu atau lebih.
Macam dan tingkatan dari hemolisis (dan penampakan koloni)
membantu penempatan mikroorganisme pada kelompoknya.
Streptococcus grup A dapat dengan cepat diidentifikasi oleh tes antibodi
fluresens, tes PYR, dan tes khusus untuk melihat keberadaan antigen
kelompok A khusus. Pengelompokkan serologis ditandai oleh tes
presipitin atau koagulasi yang seharusnya terbentuk ketika diperlukan
untuk klasifikasi dan untuk alas an epidemik. Streptococcus yang
termasuk grup A dimungkinkan untuk diidentifikasi dengan adanya
hambatan pertumbuhan oleh bacitracin, tetapi hanya bisa digunakan bila
tes difinitif tidak tersedia.
d. Tes deteksi antigen.
Beberapa peralatan komersial tersedia untuk deteksi cepat dari
antigen streptococcal kelompok A penyebab sakit kerongkongan.
Perangkat ini menggunakan enzim atau metode kimia untuk mengekstrak
antigen dari jaringan yang sakit tadi kemudian menggunakan EIA atau tes
aglutinasi untuk menunjukkan adanya antigen. Ada 60-90 persen yang
sensitif dan 98-99 persen yang spesifik ketika dibandingkan dengan
metode kultur. Tes perlengkapan lebih cepat dibandingkan metode kultur.
e. Tes serologi.
Peningkatan titer antibodi dari antigen streptococcus grup A dapat
diperkirakan : seperti antibodi meliputi antistreptolisin O (ASO), terutama
pada penyakit respiratory, anti-D Nase dan antihyaluronidase, terutama
pada infeksi kulit; streptokinase, antibodi anti-M tipe spesifik; dan lainnya.
Dari semuanya Anti-ASO titer paling luas penggunaannya.(Brooks et
al,2005)
4. Ekologi
Dua puluh lima spesies streptokokus lisan hidup di rongga
mulut. Setiap spesies telah mengembangkan sifat khusus yang spesifik
untuk menjajah daerah mulut yang berbeda dan terus berubah kondisi
untuk bersaing melawan bakteri lain dan menghadapi tantangan
eksternal. Ketidakseimbangan dalam biota mikroba dapat memulai
penyakit mulut. Dalam kondisi khusus, komensal streptokokus dapat
beralih ke patogen oportunistik, memulai penyakit dan merusak tuan
rumah. Oral streptokokus memiliki kedua bakteri berbahaya dan "Mutans
streptococci" adalah bakteri yang paling penting terkait dengan kerusakan
gigi. S. mutans, spesies mikroba yang sangat terkait dengan lesi karies,
secara alami ada dalam mikroba mulut manusia. Sebuah studi
menemukan bahwa S. mutans adalah lebih umum pada lubang
dan celah , yang merupakan 39% dari total streptokokus rongga
mulut. Sedikit S. mutans ditemukan pada permukaan bukal (2%-
9%).(Nicolas, 2011 )
D. Tinjauan Umum Daun Salam ( Eugenia polyantha W. )
1. Klasifikasi (Heyne, 1987)
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivision : Magnoliophytina
Class : Magnoliate
Subclass : Rosidae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Eugenia
Species : Eugenia polyantha W.
Sinonim : Syzygium polyanthum
2. Morfologi (Tjitrosoepomo, 1996)
a. Daun : berbentuk simpel, bangun daun jorong, pangkal daunnya
tidak bertoreh dengan bentuk bangun bulat telur (ovatus), runcing pada
ujung daun, pangkal daun tumpul (obtusus), terdapat tulang cabang dan
urat daun, daun bertulang menyirip (penninervis), tepi daun rata (integer).
Daun majemuk menyirip ganda (bipinnatus) dengan jumlah anak daun
yang ganjil, daging daun seperti perkamen (perkamenteus), daunnya
duduk, letak daun penumpu yang bebas terdapat di kanan kiri pangkal
tangkai daun disebut daun penumpu bebas (stipulae liberae), tangkai
daunnya menebal di pangkal dan ujung, beraroma wangi dan baru dapat
digunakan bila sudah dikeringkan.
b. Batang : tinggi berkisar antara 60 kaki hingga 90 kaki,bercabang-
cabang,biasanya tumbuh liar di hutan. Arah tumbuh batang tegak lurus
(erectus), berkayu (lignosus) biasanya keras dan kuat, bentuk batangnya
bulat (teres), permukaan batangnya beralur (sulcatus), cara
percabangannya monopodial karena batang pokok selalu tampak jelas,
arah tumbuh cabang tegak (fastigiatus) sebab sudut antar batang dan
cabang amat kecil, termasuk dalam tumbuhan menahun atau tumbuhan
keras karena dapat mencapai umur bertahun-tahun belum juga mati.
c. Akar : termasuk akar tunggang (radix primaria), berbentuk
sebagai tombak (fusiformis) karena pangkalnya besar dan meruncing ke
ujung dengan serabut-serabut akar sebagai percabangan atau biasa
disebut akar tombak, sifatnya adalah akar tunjang karena menunjang
batang dari bagian bawah ke segala arah.
Gambar 5. Daun salam ( Agustin, 2009 )
3. Ekologi
Salam menyebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina,
Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Pohon
ini ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan primer dan sekunder, mulai dari
tepi pantai hingga ketinggian 1.000 m (di Jawa), 1.200 m (di Sabah) dan
1.300 m dpl (di Thailand); kebanyakan merupakan pohon penyusun tajuk
bawah. Di samping itu salam ditanam di kebun-kebun pekarangan dan
lahan-lahan wanatani yang lain, terutama untuk diambil daunnya. Daun
salam liar hampir tak pernah dipergunakan dalam masakan, selain karena
baunya sedikit berbeda dan kurang harum, salam liar juga menimbulkan
rasa agak pahit (de Guzman and Siemonsma (eds.). 1999 )
4. Kegunaan
Secara tradisional, daun salam digunakan sebagai obat sakit perut
(Heyne K. 1987 ). Daun salam juga dapat digunakan untuk menghentikan
buang air besar yang berlebihan. Daun salam bisa juga dimanfaatkan
untuk mengatasi asam urat, stroke, kolesterol tinggi, melancarkan
peredaran darah, radang lambung, diare, gatal-gatal, kencing manis, dan
lain-lain (Suganda et al., 2005 ).
Penggunaan daun salam sebagai obat diatas disebabkan oleh
kandungannya yakni pada daun salam kering terdapat sekitar 0,17%
minyak esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol
(methyl chavicol) di dalamnya. Ekstrak etanol dari daun menunjukkan efek
antijamur dan antibakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan
anticacing, khususnya pada nematoda kayu pinus Bursaphelenchus
xylophilus (de Guzman, C.C. and J.S. Siemonsma (eds.). 1999 )
Kandungan kimia yang dikandung tumbuhan ini adalah minyak atsiri,
tannin, dan flavonoida. Bagian pohon yang bisa dimanfaatkan sebagai
obat adalah daun, kulit batang, akar, dan buah.
Ekstrak daun salam 3x250 mg/hari menunjukkan kecenderungan
dapat menurunkan kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan
terutama pada kadar gula darah di bawah 200 mg/dL walaupun secara
statistik perbedaannya tidak signifikan (Suganda AG. et al. 2005 )
5. Kandungan kimia daun salam ( Winarto, 2004 )
Daun salam mempunyai kandungan kimia yaitu : tannin, flavonoid
dan minyak atsiri 0,05 % dimana minyak atsiri ini terdiri dari eugenol dan
sitral.
Tannin dan flavonoid merupakan bahan aktif yang mempunyai efek
antiinflamasi dan antimikroba, sedang minyak atsiri mempunyai efek
analgesik.
E.Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair.Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa tehnik / metode yaitu :
Infusa, decocta, perasan dan seduhan.
1. Infusa
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
dengan air pada suhu 900C selama 15 menit . Infudasi merupakan proses
penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat aktif yang larut
dalam air dari bahan- bahan nabati (Ditjen POM, 1986 ). Pembuatan
infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan
herbal dari bahan yang lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum
panas atau dingin. Khasiat sediaan herbal umumnya karena kandungan
minyak atsiri, yang akan hilang apabila tidak menggunakan penutup pada
pembuatan infus (Ditjen POM, 2000).
2. Dekokta
Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
sediaan herbal dengan air pada suhu 90 OC selama 30 menit (Ditjen POM,
2000).
3. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang
di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel (Ditjen POM, 1986)
4. Seduhan
Seduhan merupakan suatu sediaan cair yang diperoleh dengan
menyari simplisia nabati dengan cara diseduh dengan air mendidih,
pembuatan sediaan seduhan untuk tujuan pengobatan banyak dilakukan
berdasarkan pengalaman seperti pada pembuatan infus. (Ditjen POM,
2000 )
F. Metode Disc Diffusion
Metode difusi (disc diffusion) merupakan teknik yang umum dipakai
untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme terhadap zat
kemoterapeutik. Metode ini sederhana, cepat dan praktis. Medium yang
dapat digunakan yaitu Mueller-Hinton Agar, Blood Agar, dan Nutrient
Agar. Tetapi menurut National Commitee for Clinical Laboratory Standars
(NCCLS) menyarankan menggunakan Mueller- Hinton Agar. Metode ini
telah didokumentasikan dengan baik dan zona hambatan standar baik
untuk inokulum yang peka maupun resisten telah ditentukan. Selain
dipengaruhi oleh faktor antara obat dan bakteri, metode ini dipengaruhi
pula oleh beberapa faktor fisika dan kimia seperti sifat medium,
kemampuan difusi, ukuran molekuler dan stabilitas obat (Brooks et al.,
2005).
Dalam pelaksanaan pengujian ini semua kondisi harus konstan, dan
hanya ukuran diameter zona inhibisinya saja yang bersifat variabel.
Kondisi yang harus konstan dari pengujian ini adalah medium agar yang
digunakan, jumlah mikroorganisme yang diinokulasikan, konsentrasi
antibiotik dan kondisi inkubasi (waktu, temperatur, dan keadaan udara).
Jumlah organisme yang akan diinokulasikan distandarisasi berdasarkan
standar McFarland 0,5.
Cakram kertas saring atau disk ditempatkan pada permukaan
medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada
permukaannya dan setelah itu diinkubasikan pada suhu 35-37oC pada
kondisi udara lingkungan selama 18-24 jam. Setelah inkubasi, diameter
zona hambatan di sekitar cakram menunjukkan kekuatan hambatan obat
terhadap bakteri uji.
Gambar 6.Tes Difusi (Disc Diffussion)
http://www.microscopesblog.com/2010/03/tests-to-guide-
chemotherapy.html
G. Densitometri
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang
berdasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang
merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih dititik beratkan untuk
analisis kuantitatif analit- analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan
pemisahan terlebih dahulu dengan KLT.
Untuk evaluasi KLT secara densitometri, bercak di scanning
dengan sumber sinar dalam bentuk celah ( slit ) yang dapat dipilih baik
panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan
sensor cahaya ( fotosensor ). Perbedaan antara signal optik daerah yang
tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak
dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi
yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran
densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi.
Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan
cara absorbansi. Kisaran ultraviolet rendah ( di bawah 190nm sampai
300nm ) merupakan daerah yang paling berguna.
Karena danya penghamburan sinar oleh partikel- partikel yang ada
di lempeng, maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan
terdefinisikan dengan baik yang menyatakan hubungan antara sinyal sinar
dan banyaknya ( konsentarsi ) senyawa dalam lapisan tipis tidak pernah
dijumpai. Sebagai akibat hubungan ini tidak bersifat linier. Meskipun
demikian, karena saat ini tersedia perangkat lunak ( software ) ataupun
integrator yang dapat menangani hubungan yang tidak linier, maka tidak
diperlukan untuk melinierkan hubungan antara konsentrasi dan respon
optis.
Untuk scanning dengan fluoresensi, intensitas sinar yang diukur
berbanding langsung dengan banyaknya analit ( senyawa ) yang
berfluoresensi. Pengukuran dengan fluoresensi lebih sensitif dibanding
dengan pengukuran dengan absorbansi, dan fungsi- fungsi kalibrasi
seringkali linier pada kisaran konsetrasi yang agak luas. Karena alasa-
alasan ini senyawa- senyawa yang bersifat fluoresensi secara inhiren
selalu di scan dengan fluoresensi. Untuk senyawa- senyawa yang tidak
berfluoresensi maka seseorang dapat memperlakukan senyawa- senyawa
tersebut dengan cara mereaksikannya dengan reagen tertentu ( jika
reagen ada dan tersedia ) hingga dihasilkan senyawa yang
berfluoresensi.( Rohman A., 2009 )
H. Kerangka Konsep
Karies Gigi
Daun Salam
( Eugenia polyantha W. )
Streptococcus mutans
Staphylococcus aureus
Mengandung zat aktif :
flavonoid, tanin dan minyak
atsiri
Membran sel terdiri dari
polisakarida, protein, dan
enzim
Struktur dan komponen
membran sel bakteri
terganggu
Terjadi hambatan pertumbuhan
Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus
I. HIPOTESA
1. Daun salam (Eugenia polyantha W.) aktif dalam menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
penyebab karies gigi.
2. Metode ekstraksi berpengaruh terhadap kemampuan ekstrak daun
salam ( Eugenia polyantha W. ) dalam menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies
gigi.
J. DEFENISI DAN ISTILAH
1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
2. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut yang dapat
larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
3. Seduhan merupakan suatu sediaan cair yang diperoleh dengan
menyari simplisia nabati dengan cara diseduh dengan air mendidih.
4. Maserasi adalah cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari.
5. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 9 OC selama 15 menit.
6. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
sediaan herbal dengan air pada suhu 90 OC selama 30 menit.
7. Metode difusi (disc diffusion) merupakan teknik yang umum dipakai
untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme terhadap zat
kemoterapeutik.
8. Densitometri adalah metode analisis instrumental yang mendasarkan
pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang
merupakan bercak pada KLT.
9. Ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) dikatakan aktif
terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
penyebab karies gigi apabila hasil zona hambat menunjukkan angka
lebih besar dari kontrol negatif.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu menentukan
efektivitas ekstrak Daun Salam ( Eugenia polyantha W.) terhadap
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan April – Desember 2012.
2. Lokasi penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan
Imunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin serta di Laboratorium Biofarmaka Pusat Kegiatan Penelitian
Universitas Hasanuddin.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti adalah Hasil identifikasi Streptococcus mutans
dan Staphylococcus aureus . Hasil uji efektivitas ekstrak Daun Salam
(Eugenia polyantha W.) terhadap Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mencakup daun salam (Eugenia
polyantha W. )
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah simplisia kering dari Daun Salam
( Eugenia polyantha W. ).
E. Bahan dan Alat Penelitian
i. Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah isolat murni
dari Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus , Muehler Hinton
Agar, Muehler Hinton broth, Nutrient Agar, Blood Agar, Brain Heart
Infusion Broth, Air Suling, pewarna Gram, Reagen untuk tes Biokimia,
Paper disc, Daun Salam ( Eugenia polyantha W.),aethyl acetat, asam
asetat, asam formiat, etanol 50 %, etanol 96 %, Lempeng KLT,
Vankomycin.
ii. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri,
tabung reaksi, mikropipet, gelas kimia, gelas ukur, labu erlenmeyer, botol
reagen, termometer, batang pengaduk, kain flanel, ose bulat, rak tabung,
tip untuk pipet,mikro pipet, swab steril, panci Infus, bejana maserasi,
evaporator, jangka sorong, timbangan analitik, bunsen, lampu spiritus,
lumpang dan stamper, waterbath, TLC scanner, centrifuge, Chamber,
autoclave, oven, biohazard (safety cabinet) dan inkubator.
F. Cara Pengumpulan Data
Data yang diperoleh adalah hasil uji aktifitas daun salam ( Eugenia
polyantha W. ) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus
aureus penyebab karies gigi.
G. Cara Kerja
1. Isolasi dan identifikasi Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus (Labkes, 2000)
Spesimen karies gigi diambil menggunakan swab steril dengan cara
dimasukkan ke dalam karies gigi, kemudian dimasukkan ke media BHIB.
Spesimen diinokulasikan ke dalam media Blood Agar Plate dan
diinkubasi pada suhu 35 - 37o C selama 24- 48 jam. Koloni tersangka dari
Blood Agar Plate dilakukan pewarnaan Gram untuk menemukan bakteri
gram positif kokus bentuk rantai (Streptococcus mutans) dan gram positif
kokus berkelompok tidak teratur (Staphylococcus aureus).
Hasil bakteri gram positif kokus bentuk rantai dilanjutkan dengan uji
biokimia untuk menemukan bakteri gram positif kokus katalase negatif.
Bakteri yang termasuk golongan katalase negatif diamati sesuai dengan
tabel Connie Mohan dalam National Committee for Clinical Laboratory
Standart (NCCLS) untuk menemukan bakteri yang positif Streptococcus
sp. yaitu : hemolisis (α, β, γ hemolisis); katalase (-); nutrient broth +
NaCl 6,5% (tidak tumbuh); bile esculin (-).
Hasil bakteri gram positif kokus berkelompok tidak teratur dilanjutkan
dengan uji biokimia untuk menemukan bakteri gram positif kokus katalase
positif. Bakteri yang termasuk golongan katalase positif diamati sesuai
dengan tabel Connie Mohan dalam National Committee for Clinical
Laboratory Standart (NCCLS) untuk menemukan bakteri yang positif
Staphylococcus sp. yaitu : katalase (+); glukosa (+); sukrosa (+);
koagulase (-).
2. Pengolahan Daun salam ( eugenia polyantha W. )( Ditjen Pom,
1986 )
Daun Salam ( Eugenia polyantha W. ) segar dicuci bersih kemudian
dipotong- potong kecil lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 40- 60 0 C.
Selanjutnya daun yang telah dikeringkan disebut simplisia kering.
3. Pembuatan ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) (Ditjen
POM, 1986; Ditjen POM, 2000)
a. Infus
Ditimbang simplisia kering sebanyak 10 gram dan 30 gram , masing-
masing dibasahi dengan air suling sebanyak 2 kali bobotnya dimasukkan
masing- masing ke dalam panci infus di tambahkan air suling hingga
100ml, panci infus ditutup kemudian dipanaskan pada suhu 90 0 C selama
15 menit, kemudian ekstrak cair didinginkan lalu diserkai dingin dengan
menggunakan kain flanel.
b. Decocta
Ditimbang simplisia kering sebanyak 10 gram dan 30 gram , masing-
masing dibasahi dengan air suling sebanyak 2 kali bobotnya dimasukkan
masing- masing ke dalam panci di tambahkan air suling hingga 100ml,
panci ditutup kemudian dipanaskan pada suhu 90 0 C selama 30 menit,
kemudian ekstrak cair didinginkan lalu diserkai dingin dengan
menggunakan kain flanel.
c. Maserasi
Sejumlah simplisia kering ditimbang dimasukkan ke dalam bejana
lalu dituangi dengan etanol 96 % , ditutup dan dibiarkan selama 5 hari,
terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari sari
diserkai dan ampas diperas. Ampas ditambahkan etanol 96 %, bejana
ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, dan terlindung dari cahaya selama 2 hari
kemudian endapan dipisahkan.
Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan hingga diperoleh ekstrak
kering.
d. Seduhan
Ditimbang simplisia kering sebanyak 10 dan 30 gram, masing-
masing dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu disiram dengan air
mendidih hingga 100ml dibiarkan selama 5- 10 menit lalu diserkai.
4. Uji Pendahuluan (Ditjen POM, 1995)
a. Uji alkaloid
Reaksi pengendapan :
Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambah 1 ml HCl 2 N dan 9 ml
air, panaskan di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.
Pindahkan masing-masing 3 tetes filtrat pada dua kaca arloji. Tambahkan
2 tetes Mayer LP pada kaca arloji pertama dan 2 tetes Bouchardat LP
pada kaca arloji kedua. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan,
maka serbuk tidak mengandung alkaloida.
Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna
putih atau kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat
LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada
kemungkinan terdapat alkaloida.
b. Uji glikosida
Masukkan 0,1 ml ekstrak methanol dalam tabung reaksi, uapkan di
atas tangas air. Pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes alfa naftol LP.
Tambahkan hati-hati 2 ml H2SO4 P, terbentuk cincin berwarna ungu
(Reaksi Molisch)
c. Uji tannin
Ekstrak kental direaksikan dengan larutan Feri klorida, bila terjadi
warna biru tua/hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa tannin.
d. Saponin
Masukkan 0,5 gram serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi
tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat
selama 10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1
ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat selama
10 detik ) : terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit,
setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih
tidak hilang.
5. Uji aktifitas Daun Salam ( Eugenia polyantha W. ) terhadap
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab
karies gigi (Labkes, 2000; Lay , 2002)
a. Media dan reagen
Media yang digunakan adalah agar Mueller Hinton (dengan
ketebalan agar 4 mm). Reagen yang digunakan adalah larutan standar
NaCl fisiologis steril; larutan hipoklorit 2% dan standar kekeruhan Mc
Farland 0,5.
b. Prosedur pemeriksaan
1) Disc Diffusion
Inokulum disiapkan dengan menggunakan kapas lidi steril atau
sengkelit. Diambil 3-5 koloni Streptococcus mutans dan Staphylococcus
aureus hasil isolasi spesimen klinik dan disuspensikan ke dalam masing-
masing tabung berisi larutan NaCl fisiologis steril 5 ml, kemudian kapas lidi
bekas pakai dibuang dalam larutan hipoklorit 2 %. Hasil suspensi bakteri
dibandingkan dengan standar kekeruhan Mc Farland 0,5.
Kapas lidi dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan diputar
beberapa kali kemudian ditekan-tekan pada dinding tabung untuk
membuang kelebihan inokulum. Kapas lidi yang mengandung inokulum
dihapuskan secara merata pada permukaan agar Mueller Hinton,
kemudian cawan petri ditutup dan dibiarkan selama 3-5 menit.
Cakram kertas (paper disc) yang telah direndam dalam masing-
masing konsentrasi ekstrak Daun salam (infuse, dekokta, maserasi dan
seduhan) selama ± 10 menit diletakkan pada permukaan agar Mueller
Hinton dan sedikit ditekan agar melekat sempurna dan tidak bergeser.
Kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah itu diinkubasi pada suhu
35-37 0 C selama 16-20 jam dalam posisi cawan terbalik (Streptococcus
mutans). Untuk Staphylococcus aureus suhu inkubasi tidak boleh lebih
dari 35 0 C dan lama inkubasi adalah 24 jam.
Hasil diperoleh dengan mengukur zona hambatan yang terbentuk
pada agar. Semakin lebar/diameter zona hambatan yang terbentuk
semakin efektif sampel menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
2) Densitometri
Ekstrak daun salam ditimbang kemudian dilarutkan dengan aethanol
96 % kemudian dimasukkan kedalam kuvet lalu disentrifuge. Setelah
disentrifuge diambil 10 mikron kemudian ditotolkan pada lempeng KLT
setelah itu profil senyawa dibaca pada alat TLC Scanner.
H. Analisis Data
Hasil pengamatan setiap zona hambatan, diukur lebar/diameternya.
Diameter zona hambatan yang berbeda dari sampel menandakan
perbedaan efektifitas Daun Salam ( Eugenia polyantha W. ) terhadap
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktifitas dari ekstrak
daun salam ( Eugenia polyantha W. ) terhadap pertumbuhan
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi,
dan untuk menentukan sediaan daun salam yang paling aktif dalam
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus
aureus penyebab karies gigi.Hal ini dilakukan dengan cara menyari daun
salam dengan menggunakan metode penyarian yang berbeda- beda yaitu
seduhan, decocta, infus, maserasi menggunakan pelarut aethanol 50%
dan maserasi menggunakan pelarut aethanol 96 %.Kemudian, masing-
masing ekstrak diuji aktifitasnya pada konsentrasi 10% dan 30%.
Penentuan aktifitas dari daun salam ( Eugenia polyantha W. ) dilakukan
dengan menggunakan metode disc diffusion dan hasilnya didukung
dengan profil senyawa kimia yang menggunakan metode densitometri.
Uji disc diffusion menunjukkan hasil yang beragam, ekstrak daun
salam ( Eugenia polyantha W. ) dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans dengan diameter zona hambat yang paling besar
dapat dilihat pada maserasi aethanol 50 % konsentrasi 30% yaitu sebesar
20 mm. Sedangkan diameter zona hambat yang paling kecil dapat dilihat
pada seduhan konsentrasi 10 % yaitu tidak terdapatnya zona hambat.
(Tabel 2 )
Ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) juga menunjukkan
dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan
diameter zona hambat yang paling besar dapat dilihat pada maserasi
aethanol 50 % konsentrasi 30 % yaitu sebesar 16,67 mm sedangkan
diameter zona hambat yang paling kecil dapat dilihat pada seduhan
konsentrasi 10% yaitu tidak terdapatnya zona hambat. ( Tabel 3)
Steptococcus mutans dan staphylococcus aureus tumbuh subur di
sekitar cakram kertas yang hanya direndam dengan Na.CMC sebagai
kontrol negatif. Vankomycin sebagai kontrol positif memiliki zona hambat
terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus di mana
diameter zona hambat untuk Streptococcus mutans sebesar 21,67 mm
dan diameter zona hambat untuk Staphylococcus aureus sebesar
18,67mm. (Tabel 2 dan tabel 3 ).
Hasil dari densitometri menunjukkan terdapatnya substansi-
substansi yang merupakan senyawa-senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak daun salam (tabel 4 sampai tabel 13).
Metode penyarian yang digunakan untuk menyari zat aktif dari daun
salam ( Eugenia polyantha W. ) berbeda-beda yang mengakibatkan
substansi-substansi senyawa aktif yang dapat disari dari daun salam
(Eugenia polyantha W. ) pun menunjukkan hasil yang berbeda-beda (tabel
4 sampai tabel 13).
Hasil dari uji pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak daun salam
( Eugenia polyantha W. ) benar- benar mengandung alkaloid di mana
dengan larutan Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai
hitam dan dengan larutan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal
berwarna putih. Kemudian ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. )
benar mengandung tannin karena dengan ferri klorida terjadi endapan biru
tua. Lalu ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) benar mengandung
saponin karena dengan air panas dan di kocok kuat- kuat terbentuk buih
yang mantap.( Tabel 1 )
Tabel 1.
Hasil Uji Pendahuluan Masing-masing Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha W. )
No
Jenis uji
Ekstrak Daun Salam ( Eugenia polyantha W. )
Seduhan Infus Dekokta
Maserasi dengan
Etanol 50%
Maserasi dengan
Etanol 96%
1.
Alkaloid:
- Mayer
- Bauchardat
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
2. Tannin + + + + +
3. Saponin + + + + +
Tabel 2.
HASIL UJI AKTIFITAS DAUN SALAM
( Eugenia polyantha W.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans
No Metode ekstraksi Konsentrasi ( % ) Diameter
Zona Hambat ( mm )
1 Seduhan 10 0
2 Seduhan 30 0
3 Infusa 10 10,33
4 Infusa 30 12,67
5 Decocta 10 10,33
6 Decocta 30 14
7 Maserasi 50 10 14,67
8 Maserasi 50 30 20
9 Maserasi 96 10 7,33
10 Maserasi 96 30 10,33
11 Vankomisin 21,67
12 Air suling 0
Tabel. 3
HASIL UJI AKTIFITAS EKSTRAK DAUN SALAM
( Eugenia polyantha W. )
TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus
NO Metode ekstraksi Konsentrasi ( % ) Diameter
Zona Hambat ( mm )
1 Seduhan 10 0
2 Seduhan 30 0
3 Infusa 10 10,67
4 Infusa 30 13
5 Decocta 10 10,67
6 Decocta 30 13,67
7 Maserasi 50 10 15,67
8 Maserasi 50 30 16,67
9 Maserasi 96 10 7,33
10 Maserasi 96 30 9
11 Vankomycin 18,67
12 Air suling 0
B. Pembahasan
Ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) aktif menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
penyebab karies gigi.
Densitometri menunjukkan hasil yaitu diperolehnya beberapa
substansi yang diduga sebagai senyawa aktif dari daun salam ( Eugenia
polyantha W. ).
Pada seduhan 10 % dan 30 % dengan panjang gelombang 254nm
diperoleh hasil yaitu terdapatnya 4 substansi (A, B, C, dan E) dimana
keempat substansi ini merupakan senyawa-senyawa aktif yang
terkandung didalam ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ).
Substansi B yang merupakan senyawa yang diduga paling aktif terhadap
bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus mempunyai
luas area paling kecil pada seduhan 10 % yaitu sebesar 346,6 sedangkan
luas area substansi B pada seduhan 30 % sebesar 437,1 hal ini juga
berdampak pada aktifitas ekstrak daun salam yang dibuat dengan metode
seduhan 10 % dan 30 %, yaitu baik untuk seduhan 10 % maupun untuk
seduhan 30 % tidak terdapat zona hambat atau tidak aktif terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus hal ini
menunjukkan bahwa metode ekstraksi seduhan tidak ideal digunakan
untuk menyari zat aktif dari daun salam ( Eugenia polyantha W. ) terbukti
dengan luas area substansi B yang didapat itu sangat kecil sehingga
kemampuan aktifitasnya terhadap bakteri juga menjadi sangat kecil. Untuk
panjang gelombang 366 nm pada seduhan 10 % dan 30 % diperoleh hasil
yaitu terdapatnya 2 substansi (C dan E).
Pada infusa 10 % dan 30 % dengan panjang gelombang 254nm
diperoleh hasil yaitu terdapatnya 6 substansi ( A, B, C, E, F dan G) di
mana ke 6 substansi ini merupakan senyawa- senyawa aktif yang
terkandung di dalam ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ).
Substansi B yang diduga sebagai senyawa yang paling aktif terhadap
bakteri pada infusa 10 % mempunyai luas area sebesar 2398 dan pada
infusa 30 % mempunyai luas area sebesar 2432, mengapa luas area
substansi B pada infusa ini lebih besar jika dibandingkan dengan luas
area substansi B pada seduhan mungkin saja disebabkan karena metode
ekstraksi infusa itu lebih baik dibandingkan dengan seduhan karena infusa
dibuat dengan cara mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu
90 0C selama 15 menit sehingga dapat menyari senyawa- senyawa aktif
lebih baik dibanding dengan seduhan yang hanya menyeduh simplisia
dengan air mendidih. Untuk metode ekstraksi infusa 10 % dan 30 % pada
panjang gelombang 366nm diperoleh yaitu terdapatnya 4 substansi ( A, B,
D, dan E ).
Pada decocta 10 % dan 30 % dengan panjang gelombang 254nm
diperoleh hasil yaitu terdapatnya 4 substansi ( A, B, C dan D ) di mana ke
4 substansi ini merupakan senyawa aktif dari daun salam ( Eugenia
polyantha W. ). Substansi B yang diduga merupakan senyawa yang paling
aktif terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
mempunyai luas area pada decocta 10 % sebesar 2535 dan untuk
decocta 30 % sebesar 2715, mengapa luas area substansi B pada
decocta lebih besar dibandingkan dengan infusa karena metode ekstraksi
decocta dibuat dengan cara menyari simplisia dengan air pada suhu 900 c
selama 30 menit sehingga mengakibatkan senyawa- senyawa aktif dapat
tersari lebih banyak karena waktu penyariannya juga lebih lama di
bandingkan dengan metode infusa. Pada panjang gelombang 366nm
diperoleh hasil yaitu terdaptnya 4 substansi ( A,B,D dan E) di mana ke 4
substansi ini merupakan senyawa aktif dari daun salam ( Eugenia
polyantha W. ).
Pada maserasi menggunakan aethanol 50 % konsentrasi 10 %
dan 30 % pada panjang gelombang 254 nm diperoleh hasil yaitu
terdapatnya 5 substansi ( A,B,C,E dan G ) yang merupakan senyawa aktif
dari ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ). Untuk maserasi
menggunakan aethanol 50 % luas area substansi B yang diduga
merupakan senyawa yang paling aktif terhadap bakteri Streptococcus
mutans dan Staphylococcus aureus mempunyai luas area terbesar
dibandingkan dengan luas area substansi B pada metode penyarian yang
lain. Luas area substansi B pada maserasi menggunakan aethanol 50 %
konsentrasi 10 % sebesar 2254 dan untuk konsentrasi 30 % luas area
substansi B sebesar 4461. Luas area substansi B yang besar ini
berbanding lurus dengan kemampuan aktifitasnya terhadap bakteri
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus yaitu untuk metode
ekstraksi maserasi menggunakan aethanol 50 % konsentrasi 10 % luas
zona hambatnya terhadap Streptococcus mutans yaitu sebesar 14,67 mm
dan untuk konsentrasi 30 % luas zona hambatnya sebesar 20 mm, untuk
metode ekstraksi maserasi menggunakan aethanol 50 % konsentrasi 10%
terhadap bakteri Staphylococcus aureus yaitu luas zona hambatnya
sebesar 15,67 mm dan untuk konsentrasi 30 % luas zona hambatnya
sebesar 16,67 mm. Metode maserai menggunakan aethanol 50 % ini
sangat baik/ ideal digunakan dalam mengekstraksi senyawa aktif dari
daun salam ( Eugenia polyantha W. ) karena metode ini dikerjakan
dengan cara merendam simplisia dalam cairan penyari selama 5 hari
sambil sesekali diaduk setelah itu disaring dan diuapkan hingga diperoleh
ekstrak kental, mengapa dengan cara ini membuat senyawa aktif dari
daun salam (Eugenia polyantha W. ) dapat tersari dengan sempurna
karena dapat membuat solvent memasuki pori- pori simplisia dengan lebih
baik dan akhirnya dapat menyari zat aktif dengan lebih sempurna.Untuk
panjang gelombang 366nm diperoleh hasil yaitu terdaptnya 4 substansi
(A,B,D dan E) di mana ke 4 substansi ini merupakan senyawa aktif dari
daun salam ( Eugenia polyantha W. ).
Pada maserasi menggunakan aethanol 96 % konsentrasi 10 %
dan 30 % dengan panjang gelombang 254nm diperoleh hasil yaitu
terdapatnya 4 substansi ( A, B, C dan G) di mana ke 4 substansi ini
merupakan senyawa- senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak
daun salam ( Eugenia polyantha W. ). Substansi B yang diduga sebagai
senyawa yang paling aktif terhadap bakteri pada maserasi menggunakan
aethanol 96 % konsentrasi 10 % mempunyai luas area sebesar 1244 dan
pada maserasi menggunakan aethanol 96 % konsentrasi 30 %
mempunyai luas area sebesar 1844, luas area substansi B pada maserasi
menggunakan aethanol 96 & ini lebih kecil dibandingkan dengan metode
ekstraksi maserasi menggunakan aethanol 50 % karena mungkin saja
disebabkan substansi B ini merupakan senyawa polar yang lebih mudah
terekstraksi dalam pelarut polar dibandingkan dalam pelarut non polar.
Untuk panjang gelombang 366nm diperoleh hasil yaitu terdaptnya 3
substansi ( A,D dan E) di mana ke 3 substansi ini merupakan senyawa
aktif dari daun salam ( Eugenia polyantha W. ).
Jadi untuk Streptococcus mutans hasil ekstraksi yang
menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri paling besar itu
diperoleh dari maserasi aethanol 50 % konsentrasi 30 % yaitu sebesar
20mm, sedangkan hasil ekstraksi yang menunjukkan penghambatan
pertumbuhan bakteri paling kecil diperoleh dari seduhan konsentrasi 10 %
yaitu tidak terdapatnya zona hambat.
Sedangkan untuk Staphylococcus aureus hasil ekstraksi yang
menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri paling besar itu
diperoleh dari maserasi aethanol 50 % konsentrasi 30 % yaitu sebesar
16,67 mm, sedangkan hasil ekstraksi yang menunjukkan penghambatan
pertumbuhan bakteri yang paling kecil diperoleh dari seduhan konsentrasi
10% yaitu tidak terdapatnya zona hambat.
Jika dilihat mengapa maserasi aethanol 50 % konsentrasi 30 %
lebih efektif terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus
aureus , dan mempunyai luas area pada densitometri lebih besar
dibandingkan dengan metode ekstraksi yang lain, hal ini mungkin saja
disebabkan karena pada metode maserasi aethanol 50 % konsentrasi
30% menggunakan simplisia daun salam ( Eugenia polyantha W. ) lebih
banyak dibandingkan dengan metode maserasi aethanol 50 %
konsentrasi 10 % sehingga kemungkinan senyawa aktif yang tersari juga
menjadi lebih besar / lebih banyak dan pada akhirnya menyebabkan
ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang disari dengan
menggunakan metode maserasi aetahol 50 % konsentrasi 30 % lebih
efektif terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
penyebab karies gigi.
Zona hambat pada maserasi aethanol 50 % lebih besar
dibandingkan dengan zona hambat pada maserasi 96 % mungkin saja
disebabkan karena banyaknya senyawa aktif yang bersifat polar yang
lebih mudah larut dalam solven ( pelarut ) aethanol 50 % yang bersifat
polar dibandingkan larut dalam solvent ( pelarut ) aethanol 96 % yang
bersifat non polar.
Bila hasil zona hambat maserasi aethanol 50 % konsentrasi 30 %
dibandingkan dengan hasil zona hambat vankomycin sebagai kontrol
positif maka didapatkan hasil bahwa diameter zona hambat maserasi
aethanol 50 % konsentrasi 30 % hampir sama dengan vankomycin dan
hal tersebut telah dilakukan dalam tiga kali ulangan. Hal ini menunjukkan
bahwa maserasi aethanol 50 % dari daun salam ( Eugenia polyantha W. )
ini sangat berpotensi untuk digunakan sebagai antibakteri dari
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.
Namun demikian hal ini masih perlu tetap diteliti lebih lanjut lagi baik
dengan jumlah ulangan yang lebih banyak maupun dengan tingkat
konsentrasi ekstrak yang bervariasi.
Sebenarnya daun salam ( Eugenia polyntha W. ) telah diteliti
sebagai antibakteri streptococcus oleh Agustin W. SD. & Agus S. pada
tahun 2009 hanya saja pada penelitian itu Agustin W. SD. & Agus S.
hanya memakai metode rebusan dimana metode rebusan ini tidak dapat
menyari secara sempurna senyawa aktif yang terkandung dalam daun
salam ( Eugenia polyantha W. ) dibandingkan dengan metode maserasi
yang dapat menyari secara lebih baik dan sempurna karena metode
maserasi ini dilakukan dengan merendam daun salam dalam cairan
penyari ( solvent ) selama 5 hari sambil sesekali diaduk kemudian disaring
lalu diuapkan hingga diperolek ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha
W. )
Ada beberapa kemungkinan mekanisme kerja dari daun salam
(Eugenia polyantha W. ) sesuai dengan senyawa aktif yang terkandung di
dalamnya. Menurut Winarto daun salam mengandung tannin, flavonoid
dan minyak atsiri. Mekanisme kerja dari flavonoid adalah merupakan
senyawa yang bersifat polar dan umumnya terdapat dalam bentuk
campuran sebagai glikosida pada jaringan tumbuhan, Senyawa ini dapat
bekerja sebagai antibakteri karena dapat mendenaturasi dan
mengkoagulasi protein sel bakteri sehingga sel bakteri menjadi
mati.sedangkan tannin merupakan salah satu antimikroba yang berasal
dari tumbuhan dan bekerja dengan cara membentuk ikatan yang stabil
dengan protein sehingga terjadi koagulasi protoplasma bakteri, jadi
mengapa tannin dan flavonoid ini dapat menghambat dengan baik
terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
karena kedua bakteri tersebut merupakan bakteri gram positif yang
mempunyai struktur dinding sel yang sederhana yang terdiri dari
peptidoglikan dan asam teikoat sehingga memudahkan senyawa
antibakteri masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja.
Hasil statistik dengan menggunakan independent sample T test
menunjukkan hasil yang tidak signifikan untuk semua metode yang
digunakan. Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan dalam
penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukan independent sample
T test , dimana untuk independent sample T test sampel yang digunakan
minimal 30 sampel.
Penelitian ini juga mencoba untuk melihat bentuk morfologi bakteri
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus sebelum
mendapatkan perlakuan dengan ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha
W. ) maupun yang telah mendapatkan perlakuan tetapi peneliti tidak
dapat melihat adanya perbedaan bentuk morfologi dari Streptococcus
mutans dan Staphylococcus aureus sebelum perlakuan dengan ekstrak
daun salam maupun setelah perlakuan hal ini mungkin saja disebabkan
karena mikroskop yang digunakan untuk melihat bakteri Streptococcus
mutans dan Staphylococcus aureus adalah mikroskop binokular yang
mempunyai kemampuan terbatas dimana hanya memiliki perbesaran
sampai 1000x, yang dapat dilihat oleh peneliti hanya perbedaan jumlah
sel dari bakteri dimana jumlah sel bakteri lebih sedikit setelah mengalami
perlakuan dibandingkan dengan jumlah sel bakteri sebelum
perlakuan.(Gambar 7 dan 8)
Sebelum Sesudah
Gambar 7. Streptococcus mutans sebelum perlakuan dan setelah perlakuan.
Sebelum Sesudah
Gambar 8. Staphylococcus aureus sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dengan meggunakan metode disc
diffusion dan densitometri, dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) aktif terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
penyebab karies gigi.
2. Sediaan daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang paling aktif dalam
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus penyebab karies gigi adalah sediaan daun
salam yang dibuat dengan metode maserasi aethanol 50 %
konsentrasi 30 %.
B. Saran
1. Dapat diteliti lebih lanjut senyawa apa yang terkandung di dalam
ekstrak daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang aktif terhadap
bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab
karies gigi.
2. Dapat diteliti lebih lanjut menggunakan variasi konsentrasi maserasi
aethanol 50 % dari daun salam ( Eugenia polyantha W. ) yang aktif
terhadap bakteri dan waktu yang dibutuhkan untuk mengobati karies
gigi secara tradisional dan untuk membuktikan apakah cara ini betul-
betul efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin W. SD. & Agus S., 2009. Kemampuan air rebusan daun salam (Eugenia polyantha W) dalam menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus sp.,Majalah Farmasi Indonesia. 20 (3 ) 112- 117
Biswas, I., 2011, Peran VltAB, sebuah kompleks transporter ABC, dalam
toleransi viologen di Streptococcus mutans Brooks, G. F., Butel, J. S., Morse S. E. 2005. Medical Microbioly. Edisi 20.
Terjemahan oleh bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran. Universitas Airlangga. Jakarta. Salemba medika
Capuccino, J.G., Natalie S., 2001, Microbiology : A laboratory manual,
Benjamin Cummings, San Fransisco De Guzman, C.C. and J.S. Siemonsma (eds.), 1999. Plant Resources of
South_East Asia 13: Spices. PROSEA. Bogor Cetakan pertama. Jakarta: Depkes RI.
Ditjen POM. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Ditjen POM, (1986), Sediaan Galenik, Jakarta. Depkes RI. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Republik Indonesia. Jumiatun, 2010. Hubungan perawatan kebersihan gigi dan mulut dengan
kejadian karies gigi anak prasekolah ( 3-6 tahun ) di Tk Pertiwi VI Pondok labu .Jakarta.
Kidd, E.A.M. Joyston, S. Tanpa tahun. Dasar-dasar karies: Penyakit dan
penanggulangannya.. Terjemahan oleh Narlan Sumawinata, Safrida Faruk. 1992. Jakarta: EGC
Lay B. W., 2002. Analisis Mikroba di Laboratorium. P.T. Raja Grapindo
Persada : Jakarta Laboratorium Kesehatan. 2000. Standar Operating Prosedur (SOP) in
Microbiology. Depkes RI: Jakarta. Levinson W., 2004. Medical Microbiology & Immunology. 8th ed. Lange
Medical Books/ McGraw Hill : New York
Nicolas, Guillaume G., Lavoie, Marc C., 2011, "Streptococcus mutans et
les streptocoques buccaux dans la plak DENTAIRE"Journal Kanada Mikrobiologi 57 (1): 1-20
Panjaitan M., 1997. Etiologi karies gigi dan penyakit periodental. Cetakan
ke I. Medan. USU Press Pitauli & Hamada T., 2008. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan
pemeliharaan Ed. I. Medan : USU Press Rohman A.,2009. Kromatogarfi untuk analisis obat Ed. Pertama.
Yogyakarta. Graha ilmu Schuurs, A.H.B. 1993. Patologi Gigi Geligi. Editor Suryo, S. 1992.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Sugito S. F., 2000. Peranan Teh dalam Mencegah Terjadinya Karies Gigi.
Dalam Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Volume 7. Edisi Khusus. Jakarta : FKG Universitas Indonesia
Suganda AG. et al. 2005. Pengembangan Daun Salam (Syzigium
polyanthi) menjadi Fitofarmaka sebagai Penurun Kadar Gula. Laporan Penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan
Sumono A.,Agustin W., 2008. The use of bay leaf in dentistry. Dental
journal Vol. 41.No.3. Hal 147- 150
Tarigan, R. 1991. Karies Gigi. Cetakan Kedua. Penerbit Hipokrates. Jakarta.
Tjitrosoepomo, Gembong, 1996, Morfologi Tumbuhan, 11-98, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Winarto W. P., 2004. Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
LAMPIRAN I
ALUR KERJA
LAMPIRAN 2
Skema Isolasi Dan Identifikasi
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
Swab Karies Gigi
Media Brain Heart Infusion Broth
(BHIB)
Inokulasi 35 – 370C, 1 x 24 jam
Agar Darah 5%
Inokulasi 35 – 370C, 1 x 24 jam
Koloni Koloni
Pewarnaan Gram
Tes Biokimia
Staphylococcus aureus
Pewarnaan Gram
Tes Biokimia
Streptococcus mutans
LAMPIRAN 3
Skema Pengujian Disc Diffusion
Inokulum Bakteri
Streptococcus mutans/ Staphylococcus aureus
Suspensi Bakteri
Sesuaikan standar Mc Farland 0,5
Diusapkan pada permukaan Mueller Hinton Agar
Biarkan 5 menit
Kertas cakram mengandung Ekstrak Daun Salam
diletakkan diatas permukaan agar
Didiamkan 15 menit lalu diinkubasi terbalik
selama 20 jam suhu 35 – 37oC
Diukur zona hambatan
LAMPIRAN 4
Profil KLT Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha W.)
Dengan Lampu UV 254 nm
Hasil densitometri pada panjang gelombang 254 nm
Keterangan :
Eluen : Etil Asetat : Asam Asetat : Asam Formiat : Air (10:0,5:0,5:1 ) A : Ekstrak Seduhan Daun Salam 10% B : Ekstrak Seduhan Daun Salam 30% C : Ekstrak Dekokta Daun Salam 10% D : Ekstrak Dekokta Daun Salam 30% E : Ekstrak Infus Daun Salam 10% F : Ekstrak Infus Daun Salam 30% G : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Daun Salam 30% H : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Daun Salam 10% I : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 96% Daun Salam 30% J : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 96% Daun Salam 10%
J A B C D E G F H I
LAMPIRAN 5
Profil KLT Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha W.)
Dengan Lampu UV 366 nm
Hasil densitometri pada panjang gelombang 366 nm
Keterangan :
Eluen : Etil Asetat : Asam Asetat : Asam Formiat : Air (10:0,5:0,5:1 ) A : Ekstrak Seduhan Daun Salam 10% B : Ekstrak Seduhan Daun Salam 30% C : Ekstrak Dekokta Daun Salam 10% D : Ekstrak Dekokta Daun Salam 30% E : Ekstrak Infus Daun Salam 10% F : Ekstrak Infus Daun Salam 30% G : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Daun Salam 30% H : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 50% Daun Salam 10% I : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 96% Daun Salam 30% J : Ekstrak Maserasi dengan pelarut Etanol 96% Daun Salam 10%
A B C J D E F H G I
Lampiran 6
Gambar Hasil Pengujian Disc Diffusion
Foto zona hambat metode ekstraksi maserasi menggunakan etanol 50%.
Foto zona hambat menggunakan metode seduhan
Keterangan:
1 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak seduhan daun salam ( Eugenia
polyantha W. )
2 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Infus daun salam ( Eugenia
polyantha W. )
3 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Dekokta daun salam ( Eugenia
polyantha W. )
4 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Maserasi dengan pelarut etanol
50% daun salam (Eugenia polyantha W.)
5 : Hasil uji Disc Diffusion Ekstrak Maserasi dengan pelarut etanol
96% daun salam ( Eugenia polyantha W. )
A : Ekstrak Konsentrasi 10%
B : Kontrol positif (Vancomycin 30 µg)
C : Kontrol negatif (Air suling dan Natrium CMC 1%)
D : Ekstrak Konsentrasi 30%
2 1 3 4 5
AKTIFITAS EKSTRAK DAUN SALAM
(Eugenia polyantha W.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus
PENYEBAB KARIES GIGI
DWI RACHMAWATY DASWI
P1506210018
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012