aktor politik dan kampanye politik (studi atas kegagalan...
TRANSCRIPT
AKTOR POLITIK DAN KAMPANYE POLITIK
(Studi Atas Kegagalan Caleg Petahana Dalam Pileg
DPRD Kota Depok Tahun 2014)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Yasser Resky Pratama Hutabarat
11141120000042
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAKS
Nama : Yasser Resky Pratama Hutabarat
Judul : AKTOR POLITIK DAN KAMPANYE POLITIK
(Studi Atas Kegagalan Caleg Petahana Dalam Pileg DPRD Kota
Depok Tahun 2014)
Penelitian ini membahas mengenai kegagalan calon legislatif petahana
dalam pemilihan legislatif DPRD Kota Depok Tahun 2014. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif melalui deskriptif terhadap aktor politik dan
kampanye politik untuk mengetahui kegagalan caleg petahana di pemilihan
legislatif DPRD Kota Depok tahun 2014. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara sebagai data primer dan studi pustaka sebagai data
sekunder. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori aktor
politik, elit politik, partai politik dan kampanye politik.
Dengan berbagai cara yang dilakukan calon legislatif petahana melalui
kampanye politik dengan upaya persuasif untuk mengajak calon pemilih agar
bergabung dan mendukung salah satu calon legislatif petahana telah dilakukan.
Akan tetapi yang dilakukan calon legislatif petahana belum berhasil. Calon
legislatif petahana sebagai aktor politik yang memiliki figur tidak mampu
mempengaruhi pilihan masyarakat di pemilihan legislatif DPRD Kota Depok
Tahun 2014.
Kata kunci: Caleg Petahana, Gagal, Aktor Politik, Kampanye Politik.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam dicurakan kepada Nabi Muhammad
SAW, rasul yang telah membawa umatnya semua dari kegelapan pada masa yang
terang benderang hingga saat ini.
Skripsi yang berjudul “AKTOR POLITIK DAN KAMPANYE POLITIK
(Studi Atas Kegagalan Caleg Petahana Dalam Pileg DPRD Kota Depok Tahun
2014)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari betul dalam penyusunan skripsi ini belumlah sempurna,
dan masih banyak kekurangan. Tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, penulis menyadari betul penelitian ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan jajarannya.
2. Prof. Dr. Zulkifli, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan
jajarannya.
3. Dr. Iding Rasyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Idris Thaha, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini,
Terima kasih atas bimbingan, kritikan dan dorongannya selama
penelitian ini.
6. Dra. Haniah Hanafie, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam mata
kuliah Seminar Proposal Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, kritikan
dan dorongannya selama tahap awal penyusunan penelitian.
7. Seluruh dosen dan Staf pengajar Program Studi Ilmu Politik yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama kuliah.
8. Kepada Orang Tua, TJ Hutabarat dan Basyarahanim yang selalu
mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta
karena kerja keras beliau penulis dapat sampai kepada titik ini.
9. Kepada adeku Yolanda Desfira Hutabarat yang telah memberikan
semangat dan motifasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ke
titik ini.
10. Kepada Narasumber yang memberikan data dan informasi kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini antara lain;
Nana Shobarna (Ketua KPUD Kota Depok), Hendrik Tangke Allo
(Ketua DPRD Kota Depok), Ayi Nurhayati, Karno, Siti Zubaida,
Sutopo, Septer Erdward, Susilawati, Andryani, Muttaqin, Nur
Komariyah, Abdul Ghofar, Rojali Tjilut, Lilis Latifah, Enthy Sukarti,
Adrja Djunaedi, dan Otto s, Leander (Caleg Petahana)
viii
11. Marlizar, Mardi, Rudi, Anisa NR, Milla, Laras, teman seperjuangan dan
tempat bertukar pikiran selama penelitian.
12. Kepada kawan-kawan Ilmu Politik 2014 antara lain; Najem, Aprizal,
Hisyam, Wova, Reno, Eza, Harumbi, Alvin, Barri, Guntur, Igman,
Fahmil, Rizki Sinulingga, Aufarmario, Hammar, Reni, Denny, Yodi,
Cusnul, Siska, dan kawan-kawan lainnya.
13. Keluarga besar HMI Komisariat FISIP Cabang Ciputat yang sudah
memberikan pengalaman serta ilmu pengetahuan dalam
mengembangkan kemampuan berorganisasi.
14. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu, terima
kasih atas semangat dan dukungan yang diberikan baik berupa doa,
moril maupun materiil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Tanpa adanya mereka, penulis tidak yakin penelitian ini dapat selesai
dengan baik. Penulis berterima kasih dengan sepenuh hati, semoga Allah SWT
membalas kebaikan mereka. Penulis bertanggungjawab penuh atas segala
kekurangan dalam penelitian ini, kritik, dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Ciputat, 12 Februari 2019
Yasser Resky Pratama Hutabarat
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................................... iii
LEMBARAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ............................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 9
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10
E. Metode Penelitian................................................................................. 13
F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 16
BAB II KERANGKA TEORI ....................................................................... 18
A. Teori Aktor Politik ............................................................................... 18
A.1. Pengertian Aktor Politik .............................................................. 18
A.2. Kategori Aktor Politik ................................................................. 20
A.3. Peran Aktor Politik Dalam Partai Politik .................................... 21
B. Elit Politik ........................................................................................... .. 23
C. Teori Partai Politik.. ............................................................................ 25
C.1. Fungsi Partai Politik .................................................................... 27
D. Kampanye Politik .................................................................................. 30
D.1. Pengertian Kampanye Politik ..................................................... 30
D.2. Jenis-jenis Kampanye ................................................................. 35
D.3. Strategi Komunikasi Kampanye ................................................ 36
F. Kerangka Berpikir ................................................................................. 37
x
BAB III GAMBARAN UMUM DPRD DAN CALEG PETAHANA ........ 39
A. Sejarah DPRD Kota Depok. .................................................................. 39
B. Caleg Petahana Menjalankan Legislatif Di DPRD Kota Depok. .......... 44
B.1. Susunan dan Kedudukan Caleg Petahana dalam
Lembaga Legislatif DPRD Kota Depok. ..................................... 46
C. Biografi Caleg Petahana Gagal Pileg DPRD Kota Depok ................... 48
C.1. Drs. Karno, M.Si (Intelektual, Guru, dan Kepala Sekolah ......... 48
C2. Ayi Nurhayati (Guru) ................................................................ 49
C.3. Siti Zubaida, S.Pd (Guru dan Ustazah) ....................................... 49
C.4. Sutopo (Pengusaha) ..................................................................... 50
C.5. Hj. Susilawati (Ibu Rumah Tangga, Aktifis Sosial, dan LSM) ... 51
C.6. Septer Edward Sihol (Pendeta, dan Guru Agama) ...................... 51
C.7. Andyarini Kencana Wungsu, S.P.d (Guru dan Ustazah). ............ 52
C.8. Mutaqqin, S.Si (Penggurus Partai, Guru, dan Ustaz) .................. 53
C.9. Nurkomariyah (Guru, Pengurus Partai, Ustazah ......................... 54
C.10. Abdul Ghofar Hasan (Pengurus Partai) ...................................... 55
C.11. Hj. Lilis Latifah (Pengurus Partai) ............................................. 55
C.12. Hj. Enthy Sukarti ( Ibu Rumah Tangga dan Penggurus Partai) .. 56
C.13. Rojali H. Tjilut (Guru dan Pengurus Partai) ............................... 57
C.14. H. Ardja Djunaedi (Guru dan Pengurus Partai) .......................... 57
C.15. Otto S Leander (Pengurus Partai) ............................................... 58
BAB IV AKTOR POLITIK DAN KAMPANYE POLITIK
CALEG PETAHANA YANG GAGAL DALAM PILEG DPRD KOTA
DEPOK TAHUN 2014 ................................................................................... 60
A. Aktor Politik Sebagai Kekuatan Caleg Petahana Di Pileg DPRD
Kota Depok Tahun 2014. ..................................................................... 60
A.1. Kegagalan Aktor Politik dan Partai Politik di Pemilihan Legislatif
DPRD Kota Depok Tahun 2014 ................................................... 63
A.2. Peran Partai Politik Sebagai Kekuatan Politik Di Pileg DPRD
Kota Depok 2014 ............................................................................ 67
A.3. Basis Kekuatan Caleg Petahana Gagal Pileg DPRD ...................... 73
B. Kampanye Politik Caleg Petahana Dalam Pileg DPRD Kota Depok
Tahun 2014 ............................................................................................ 77
B.1. Kampanye Politik Caleg Petahana Gagal Mempertahankan
Kursi DPRD Kota Depok Tahun 2014 ....................................... 79
B.2. Faktor Kegagalan Caleg Petahana Dalam Strategi dan
Perencanaan Kampanye Di Pileg DPRD 2014 ........................... 84
xi
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 93
A. Kesimpulan ........................................................................................... 93
B. Saran ..................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 96
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.A.1.Persebaran Caleg Petahan Gagal.........................................................2
Tabel 1.A.2. Persebaran Suara Caleg Petahana dalam Pemilu 2009 dan 2014.......3
xiii
DAFTAR SINGKATAN
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Caleg : Calon Legislatif
Dapil : Daerah Pemilihan
DPC : Dewan Pimpinan Cabang
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPRa : Dewan Pimpinan Ranting
DPW : Dewan Pimpinan Wilayah
FGD : Focus Group Discussion
Golput : Golongan Putih
Hanura : Hati Nurani Rakyat
KPU : Komisi Pemilihan Umum
KPUD : Komisi Pemilihan Umum Daerah
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Nasdem : Nasional Demokrat
Ormas : Organisasi Masyarakat
OTDA : Otonomi Daerah
PAC : Pimpinan Anak Cabang
PAN : Partai Amanat Nasional
PBB : Partai Bulan Bintang
Pemilu : Pemilihan Umum
PDI Perjuangan : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PD : Partai Demokrat
PDS : Partai Damai Sejahtera
Perda : Peraturan Daerah
xiv
PG : Partai Golongan Karya
Pileg : Pemilihan Legislatif
Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
PK : Partai Keadilan
PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
PKP : Partai Keadilan dan Persatuan
POLRI : Polisi Republik Indonesia
PPP : Partai Persatuan Pembangunan
Raperda : Pelaksana Peraturan Daerah
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
TKIT : Taman Kanak-kanak Islam Terpadu
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TPS : Tempat Pemilihan Suara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini membahas mengenai calon legislatif (caleg) petahana yang
gagal dalam mempertahankan kursi di tingkat II Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Kegagalan caleg petahana
disebabkan ketidakmampuan caleg petahana dalam menghadapi kompetisi
eksternal partai atau caleg berbeda partai dalam mempertahankan kursi di DPRD
Kota Depok.
Ada 26 caleg petahana yang mengikuti pileg DPRD Kota Depok 2014.
Dari jumlah itu 15 caleg petahana gagal mempertahankan kursi, sedangkan
sisanya mampu mempertahankan. Kegagalan caleg petahana terjadi hanya di
beberapa partai saja. Pertama, Demokrat memiliki jumlah caleg petahana gagal
terbesar enam orang. Kondisi politik yang dialami Demokrat membuat perolehan
kursi DPRD berkurang enam kursi. Kedua, PKS terdapat empat caleg petahana
gagal mempertahankan kursi DPRD. PKS dilihat dari perolehan suara stagnan
dengan enam kursi. Ketiga, PAN terdapat tiga caleg petahana gagal
mempertahankan kursi DPRD. Keempat, Golkar terdapat satu orang caleg
petahana gagal mempertahankan kursi DPRD. Kelima, PDI Perjuangan terdapat
satu caleg petahana gagal mempertahankan kursi DPRD Kota Depok 2014,
sebagaimana dalam Tabel 1.A.1.
2
Tabel 1.A.1.1
Persebaran Caleg Petahan Gagal
Jika dilihat dari Tabel 1.A.1, terdapat caleg petahana gagal dalam
memperoleh kursi legislatif yang terjadi di beberapa partai politik. Partai politik
yang gagal mempertahankan caleg petahana di antaranya: Demokrat, PKS, PAN,
Golkar, dan PDI Perjuangan. Caleg petahana gagal mempertahankan kursi DPRD
terjadi di semua daerah pemilihan (dapil) Kota Depok. Pada dapil I meliputi
Kecamatan Cimanggis yang terdapat dua orang caleg petahana gagal, dapil II
meliputi Kecamatan Tapos dan Cilodong yang terdapat dua orang caleg petahana
gagal, dapil III meliputi Kecamatan Bojongsari, Sawangan, dan Cipayung yang
terdapat tiga orang caleg petahana gagal, dapil IV meliputi Kecamatan Cinere,
Limo, dan Beji yang terdapat empat orang caleg petahana gagal, dapil V meliputi
Kecamatan Sukmajaya yang terdapat dua orang caleg petahana gagal dan dapil
VI yang meliputi Kecamatan Pancoran Mas yang terdapat satu orang caleg
petahana gagal. Sebagaimana dalam tabel 1.A.2.
1Profil DPRD Kota Depok, 2009.
No. Partai Jumlah
1 Partai Demokrat 6
2 Partai Keadilan Sejahtera 4
3 Partai Amanat Nasional 3
4 Partai Golongan Karya 1
5 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 1
3
Tabel 1.A.2.2
Persebaran Suara Caleg Petahana dalam Pemilu 2009 dan 2014
Dari Tabel.I.A.2, penulis melihat beberapa fenomena yang terjadi yang
dialami oleh caleg petahana gagal dalam mempertahankan kursi DPRD Kota
Depok, Di antaranya:
Pertama, terdapat 15 caleg petahana gagal dalam mempertahankan kursi
DPRD Kota Depok 2014. Kegagalan 15 caleg petahana terdiri dari partai politik
Di,antaranya: Demokrat gagal mempertahankan enam caleg petahana dalam
memperoleh kursi DPRD Kota Depok, yaitu: Drs. Karno, Ayi Nurhayati, Siti
Zubaida, Sutopo, Septer Erdward dan Hj. Susilawati. PKS gagal mempertahankan
2 Perolehan data KPUD Kota Depok hasil suara pileg 2009 dan pileg 2014
No. Nama Partai Dapil Suara
2009 2014 2009 2014
1 Drs. Karno Demokrat 2 1 2,306 1,730
2 Ayi Nurhayati Demokrat 5 3 3,234 1,022
3 Siti Zubaida Demokrat 1 4 2,620 1,292
4 Sutopo Demokrat 6 4 3,000 1,290
5 Septer Erdward Demokrat 4 1 2,140 974
6 Hj. Susilawati Demokrat 3 5 3,787 699
7 Andryani PKS 3 5 2,389 2,852
8 Muttaqin PKS 6 4 2,139 2,713
9 Nur Komariyah PKS 5 3 1,827 2,333
10 Abdul Ghofar PKS 4 6 3,350 1,802
11 Rojali H. Tjilut PAN 5 3 2,180 450
12 Hj. Lilis Latifah PAN 2 2 1,317 2,746
13 Hj. Enthy Sukarti PAN 3 2 1,915 2,364
14 Ardja Djunaedi Golkar 6 4 3,187 4,542
15 Otto S. Leander
PDI
Perjuangan 4 3 2,832 1,009
4
empat caleg petahana dalam memperoleh kursi DPRD Kota Depok, yaitu:
Andryarini, Muttaqin, Nur Komariyah, dan Abdul Ghofar. PAN gagal
mempertahankan tiga caleg petahana dalam memperoleh kursi DPRD Kota
Depok, yaitu: Hj. Lilis Latifah, Hj. Enrty Sutarti, dan Rojali Htjilut. Partai Golkar
gagal mempertahankan satu caleg petahana dalam memperoleh kursi DPRD Kota
Depok, yaitu Ardja Djunaedi. PDI Perjuangan gagal mempertahankan satu caleg
petahana dalam memperoleh kursi DPRD Kota Depok, yaitu Otto S Leander.
Kedua, kegagalan 15 caleg petahana mendapatkan jumlah suara bervariasi dalam
pemilihan legislatif (pileg) 2014 di Kota Depok, di antaranya: Pertama Demokrat
gagal mempertahankan enam caleg petahana di DPRD Kota Depok. Caleg
petahana yang gagal mempertahankan kursi, dikarenakan memperoleh suara di
pemilihan legislatif (pileg) DPRD Kota Depok menurun, yaitu: Drs. Karno
mendapatkan 2,306 suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan
pemilihan legislatif (pileg) 2014 mendapatkan 1,730 suara. Perbandingan hasil
dari pemilihan legislatif (pileg) 2009 dan 2014 memperoleh penurunan selisih
576 suara. Ayi Nurhayati mandapatkan 3,234 suara di pemilihan legislatif (pileg)
2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif (pileg) 2014 mendapatkan 1,022
suara. Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif (pileg) 2009 dan 2014
memperoleh penurunan selisih 2,212 suara. Siti Zubaida mendapatkan 2,620
suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif
(pileg) 2014 mendapatkan 1,292 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan
legilatif (pileg) 2009 dan 2014 memperoleh penurunan selisih 1,328 suara.
Sutopo mendapatkan 3000 suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika
5
dibandingkan pemilihan legislatif (pileg) 2014 mendapatkan 1,290 suara.
Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif (pileg) 2009 dan 2014 memperoleh
penurunan selisih 1,710 suara. Susilawati mendapatkan 3,787 suara di pemilihan
legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif (pileg) 2014
mendapatkan 699 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif (pileg) 2009
dan 2014 memperoleh penurunan selisih 3,088 suara. Septer Edward
mendapatkan 2,140 suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan
pemilihan legislatif (pileg) 2014 mendapatkan 974 suara. Perbandingan hasil dari
pemilihan legislatif 2009 dan 2014 memperoleh penurunan selisih 1,166 suara.
Kedua, PKS gagal mempertahankan empat caleg petahana di DPRD Kota
Depok. Caleg petahana yang gagal bervariasi memperoleh suara pemilihan
legislatif (pileg) 2014, yaitu: Andryarini mendapatkan 2,389 suara di pemilihan
legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif (pileg) 2014
mendapatkan 2,852 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif (pileg)
2009 dan 2014 memperoleh peningkatan 463 suara. Mutaqqin mendapatkan
2,139 suara di pemilihan legislatif 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif
(pileg) 2014 mendapatkan 2,713 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan
legislatif (pileg) 2009 dan 2014 memperoleh peningkatan 574 suara. Nur
Komariyah mendapatkan 1,827 suara di pemilihan legislatif 2009. Jika
dibandingkan pemilihan legislatif 2014 mendapatkan 2,333 suara. Perbandingan
hasil dari pemilihan legislatif (pileg) 2009 dan 2014 memperoleh peningkatan
506 suara. Abdul Ghofar mendapatkan 3,350 suara di pemilihan legislatif (pileg)
2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif (pileg) 2014 mendapatkan 1,802
6
suara. Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif (pileg) 2009 dan 2014
memperoleh penurunan selisih 1,548 suara.
Ketiga, PAN gagal mempertahankan tiga caleg petahana di DPRD Kota
Depok. Caleg petahana yang gagal bervariasi memperoleh suara pemilihan
legislatif (pileg) 2014, yaitu: Hj. Lilis Latifah mendapatkan 1,317 suara di
pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif 2014
mendapatkan 2,746 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif (pileg)
2009 dan 2014 memperoleh peningkatan 1,429 suara. Hj. Enthy Sukarti
mendapatkan 1,915 suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan
pemilihan legislatif 2014 mendapatkan 2,180 suara. Perbandingan hasil dari
pemilihan legislatif 2009 dan 2014 memperoleh peningkatan 265 suara. Rojali
Htjilut mendapatkan 2,180 suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika
dibandingkan pemilihan legislatif (pileg) 2014 mendapatkan 450 suara.
Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif 2009 dan 2014 memperoleh
penurunan selisih 1,730 suara.
Keempat, Partai Golkar gagal mempertahankan satu caleg petahana di
DPRD Kota Depok. Ardja Djunaedi sebagai caleg petahana mendapatkan 3,187
suara di pemilihan legislatif (pileg) 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif
(pileg) 2014 mendapatkan 4,542 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan
legislatif 2009 dan 2014 memperoleh peningkatan 1,355 suara.
Kelima, PDI Perjuangan gagal mempertahankan satu caleg petahana di
DPRD Kota Depok. Otto S. Leander sebagai caleg petahana mendapatkan 2,832
7
suara di pemilihan legislatif 2009. Jika dibandingkan pemilihan legislatif (pileg)
2014 mendapatkan 1009 suara. Perbandingan hasil dari pemilihan legislatif 2009
dan 2014 memperoleh penurunan selisih 1,823 suara.
Penulis memandang, aktor politik yang dimaksud adalah caleg petahana
yang bertarung di kursi DPRD Kota Depok dan dibantu aktor politik lokal yaitu,
pengurus RT atau RW, tokoh masyarakat dan pemuka agama. Caleg petahana
sebagai aktor politik dan dibantu oleh aktor politik lokal tidak dapat
mempengaruh pemilih.
Dalam menganalisa penelitian ini, penulis menggunakan aktor politik
sebagai modal caleg petahana untuk meraih dukungan masyarakat. Aktor politik
yang dimaksud adalah caleg petahana sebagai kelompok kecil dari warganegara
yang berkuasa dalam sistem politik.3 Aktor politik mampu memobilisasi
masyarakat dalam kegiatan politik. Oleh karena itu, aktor politik sebagai bentuk
dan cara caleg petahana dalam mempengaruhi masyarakat di daerah pemilihan
(dapil).
Dalam upaya memenuhi kepentingan berinteraksi untuk membangun citra
diri, maka menurut konsep Rogers dan Storey, seorang caleg petahana untuk
berinteraksi dengan masyarakat menggunakan kampanye politik. Kampanye
politik merupakan serangkaian suatu tindakan komunikasi yang terencana dengan
tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang
3 Siti Zuhro, Demokrasi lokal: peran aktor dalam demokratisasi, (Jakarta: 2009)
8
dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.4 Oleh karena itu, caleg
petahana menjalankan masa kampanye dengan membuat kegiatan untuk
mengundang simpati masyarakat. Seperti pendirian posko kemenangan,
pemasangan alat peraga kampanye, pembukaan klinik gratis, tatap muka, dan
dialog.
Berdasarkan penelitian ini, penulis menggunakan teori aktor politik dan
kampanye politik sebagai mempromosikan dirinya (caleg petahana) kepada
masyarakat. Caleg petahana dalam mempromosikan secara keseluruhan mirip
dengan caleg lain. Meskipun cara menyampaian aktor politik dalam berkampanye
sangat identik, namun hasil yang diperoleh caleg petahana tidaklah sama. Objek
penelitian ini kegagalan caleg petahana dalam pileg DPRD di Kota Depok tahun
2014.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah yang dikemukakan di atas, penulis
merumuskan pertanyaan sebagai masalah penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kekuatan aktor politik dalam pileg DPRD Kota Depok tahun
2014?
2. Bagaimana kampanye politik yang digunakan caleg petahana sehingga
gagal mempertahankan kursi DPRD di Kota Depok tahun 2014?
4Venus Antar, Manajemen Kampanye; Panduan Teoritis Dan Praktis Dalam
Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekaatam Media, 2004), h 20
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana kekuatan aktor politik dalam pileg DPRD
Kota Depok tahun 2014.
b. Untuk mengetahui kampanye politik yang digunakan caleg petahana
sehingga gagal mempertahankan kursi DPRD di Kota Depok.
C.2. Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat penelitian dipisahkan menjadi dua macam, yaitu:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah referensi ilmu sosial
dan ilmu politik khususnya dalam studi aktor politik dan kampanye politik
terkait kegagalan caleg petahana dalam pileg DPRD Kota Depok tahun
2014.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang aktor
politik dan kampanye politik khususnya kegagalan caleg petahana dalam
pileg DPRD Kota Depok tahun 2014.
10
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian, penulis menemukan literatur yang dapat
memperjelas sekaligus menjadi pelengkap di mana unit analisanya terkait dengan
yang penulis teliti. Tinjauan pustaka yang dimaksudkan diharapkan memberikan
keragaman perspektif yang dapat menjadi pertimbangan sekaligus perbandingan
dalam melakukan penelitian, di antaranya:
Pertama, penelitian yang ditulis Wahid Abdulrahman.5 Penelitian ini
menjelaskan tentang faktor permasalahan caleg petahana gagal dalam pileg
DPRD Jawa Tengah 2014. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
disebabkan pragmatisme pemilih terhadap caleg petahana. Sehingga faktor
tersebut yang memberikan sumbangan terhadap kekalahan caleg petahana di pileg
DPRD Jawa Tengah 2014.
Kedua, hasil penelitian Wirawan Jaya, Hafied Cangara, dan Hasrullah.6
Penelitian ini menjelaskan tentang strategi komunikasi caleg dalam
mempengaruhi khalayak untuk memilih caleg tersebut. Salah satu untuk
mempengaruhi khalayak untuk merebut kursi DPRD Kab. Barru melalui kegiatan
kampanye. Meskipun memiliki strategi kampanye yang mirip dengan caleg lain
namun hasil yang diperoleh para caleg tidaklah sama. Sehingga keberhasilan dan
kegagalan strategi komunikasi kampanye bisa dibedakan dengan cara kegiatan
yang dilakukan caleg tersebut.
5 Wahid Abdulrahman, “Kegagalan Caleg Petahana Dalam Pileg DPRD Jawa Tengah
2014”, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 1, (Maret, 2015). 6 Wirawan Jaya. dkk.. “Keberhasilan dan Kegagalan Strategi Komunikasi Kampanye
para Kandidat dalam perebutan kursi legislatif DPRD Kabupaten Barru Periode 2014-2019”,
Jurnal komunikasi, Vol. 4, No. 3 (Juli 2015).
11
Ketiga, penelitian Firman Noor.7 Penelitian ini menjelaskan tentang caleg
dalam kampanye pileg 2009 yang pragmatis. Pragmatis yang dilakukan oleh
caleg membuat tidak percaya diri. Faktor kurang percaya diri caleg membuat cara
yang instan agar masyarakat memilihnya, oleh karenanya masyarakat diberi uang
oleh caleg.
Keempat, penelitian Shelly Adelina.8 Penelitian ini berfokus kepada
perjuangan caleg perempuan menujuh ke lembaga legislatif namun gagal dalam
pemilihan legislatif 2009. Dalam tesis ini akan menjelaskan jenis kekuasaan apa
yang diterapkan pemimpin atau para penentu kebijakan dalam parpol terhadap
aktifitas atau politikus perempuan untuk maju dalam pileg 2009.
Kelima, penelitian ini yang ditulis oleh Reza Muhammad.9 Penelitian ini
menjelaskan tentang kekalahan petahana Bupati di Kabupaten Luwu Utara
dikarenakan faktor kurangnya petahana dalam menjalankan visi misi Bupati
tersebut. Sehingga ketika menjadi Bupati program yang dibuat kurang efektif dan
tidak berdampak baik untuk masyarakat Kabupaten Luwu Utara, oleh karenanya
faktor tersebut yang membuat kalah petahana dalam pilkada 2015.
Keenam, penelitian Muhammad Rosit.10
Penelitian ini berfokus pada
strategi pemenangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno di pilkada Banten
7 Noor Firman, Mencermati Kampanye Pileg 2009: Gradasi Peran Partai dan Gejala
Pragmatisme, (Jurusan Ilmu Politik). 8 Shelly Adelina, “Hambatan Calon Legislatif Perempuan dalam Sistem Politik Menuju
Lembaga Legislatif Studi Kasus: Kegagalan Caleg Perempuan dalam Pemilu 2009”, (Tesis Tesis
S2 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012) 9 Reza Muhammad, “Kekalahan Petahana dalam Pilkada 2015 di Kabupaten Luwu
Utara”, (Skripsi S1 Universitas Hasanuddin Makassar, 2017) 10
Rosit muhammad, “Strategi Komunikasi Politik dalam Pikada”, (Tesis S2 Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012)
12
2012. Pendukung pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno sebagai aktor
politik yang mampu meningkatkan partisipasi pemilih. Selain itu Ratu Atut
Chosiyah dan Rano Karno membuat jaringan organisasi yang membawahi
organisasi kepemudaan, badan-badan sosial dan lainnya. Cara strategi politik
itulah dibuat untuk memenangkan pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano karno
dalam pilkada Banten. Strategi komunikasi yang dibentuk oleh timses Ratu Atut
Chosiyah dan Rano Karno yang dibangun adalah sosok ketokohan kedua
pasangan sehingga bisa diterima oleh masyarakat Banten.
Keenam penelitian sebelumnya yang membahas aktor politik dan
kampanye politik serta permasalahannya tersebut menjadi rujukan yang
digunakan oleh peneliti. Perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian
yang penulis buat adalah terletak pada waktu dan tempat yang berbeda.
Penelitian kedua, strategi komunikasi caleg dalam mempengaruhi masyarakat di
pemilihan legislatif (pileg) 2014. Penelitian ketiga, tentang caleg dalam
kampanye pileg 2009 yang pragmatis. Penelitian keempat dan kelima membahas
calon legislatif (caleg) perempuan dan calon kepala daerah petahana yang gagal
mempertahankan kursi eksekutif dan legislatif. Penelitian keenam, membahas
keberhasilan aktor politik Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno dalam pilkada
kepala daerah Banten 2012.
Pada penelitian pertama, dikatakan sebagai awal kasus dari penelitian
yang penulis teliti saat ini, dengan tempat yang berbeda. Penelitian keempat dan
kelima membahas kegagalan calon petahana dalam pemilihan umum (pemilu)
dapat digunakan sebagai tinjauan dalam menganalisis kegagalan caleg petahana
13
dalam pileg di Kota Depok 2014. Sebelumnya yang telah membahas majunya
calon petahana dalam pemilu namun gagal dalam pileg dan pilkada serta
permasalahannya tersebut menjadi rujukan yang digunakan oleh peneliti.
Perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian yang saya tulis adalah
permasalahan caleg petahana sebagai aktor politik tidak mampu meningkatkan
perolehan suara di pemilihan legislatif (pileg) 2014. Oleh karenanya kampanye
politik yang dilakukan aktor politik tidak meningkatkan simpati masyarakat
terhadap caleg petahana tersebut.
Ada 26 caleg petahana yang maju kembali di pemilihan legislatif (pileg)
2014, dari jumlah itu 15 caleg petahana gagal mempertahankan kursi DPRD Kota
Depok. Penelitian skripsi ini membahas mengenai aktor politik dan kampanye
politik untuk mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan legislatif (pileg) 2014,
namun gagal dalam mempertahankan kursi DPRD Kota Depok 2014.
E. Metode Penelitian
E.1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penulis menganggap model penelitian kualitatif akan mampu
menguraikan secara deskriptif terhadap objek yang akan di teliti.11
Oleh
karenanya hasil penelitian akan mampu menjelaskan 15 caleg petahana gagal
dalam pileg DPRD Kota Depok tahun 2014.
11
Alam, Syamsir dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), h. 30.
14
E.2. Sumber dan Jenis Data
E.2.2 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui sumber
utama dengan pihak yang berkait di dalam masalah-masalah penelitian
dan sesuai keinginan penelitian yang dikaitkan dengan kriteria mengenai
topik penelitian.12
Kriteria penulis dalam mengambil sampel dikaitkan
dengan individu masing-masing caleg petahana yang gagal dalam pileg
DPRD 2014 Di Kota Depok.
E.2.3 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian skripsi ini bersumber pada buku-buku,
skripsi, tesis, koran, dan data elektronik dari internet yang berkaitan
dengan topik penelitian.
E.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dipadukan dengan teori,
berdasarkan fakta-fakta yang ditemuka pada saat di lapangan, oleh karena itu
analisa data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan dan kemudian dapat dikonstuksikan menjadi analisa.
12
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006),
h. 12.
15
E.3.1 Studi Literatur dan Dokumentasi
Studi literatur dan dokumentasi, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini melalui literatur buku,
surat kabar, jurnal ilmiah, serta artikel dan berita yang berasal dari media
internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui dokumentasi,
untuk memperoleh data, yaitu sumber yang memberikan penjelasan
bahan-bahan utama.
E.3.2 Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
berhadapan langsung dengan informan. Wawancara ialah cara yang baik
untuk menghidupkan topik riset,13
menggali permasalahan-permasalahan
yang terkait dengan judul skripsi penulis yang akan ditanya kepada
narasumber.
Penulis memilih narasumber yang dianggap layak dalam pemberian data,
wawancara sendiri dilakukan dengan 15 caleg petahana seperti Drs. Karno (Partai
Demokrat), Siti zubaidah (Partai Demokrat), Ayi Nurhayati (Partai Demokrat),
Sutopo (Partai Demokrat), Septer Erdward (Partai Demokrat), Hj.Susilawati
(Partai Demokrat), Nur Komariyah (PKS), Muttaqin (PKS), Andyarini (PKS),
Abdul Ghofar (PKS), Hj. Lilis Latifah (PAN), Hj. Enthy Sukarti (PAN), Rojali H
Tjilut (PAN), Ardja Djunaedi (Golkar), dan Otto S. Leander (PDI Perjuangan).
13
Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, h. 104.
16
E.3.3 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis deskriptif yang
bertujuan memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu
kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala. Penelitian
deskriptif atau biasa juga disebut penelitian taksonomik merupakan
penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan
mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan
unit yang diteliti.14
Dalam penelitian ini data-data tersebut di analisis
berdasarkan teori aktor politik, dan kampanye politik.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menguraikan secara sistematis ke
dalam lima bab. Sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I, penulis memaparkan pernyataan masalah dan pertanyaan masalah
yang menjadi titik fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian aktor politik dan kampanye politik, sistematika
penulisan serta metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini.
Bab II, penulis mengkaji lebih dalam mengenai kerangka teori yang
penulis jadikan sebagai analisis untuk menjelaskan fenomena yang penulis
jadikan sebagai objek penelitian. Dalam hal ini teori yang dijadikan alat analisis
14
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosia l, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), h. 14.
17
oleh penulis yaitu teori aktor politik dan kampanye politik. Serta partai politik
dan elit politik menjadi pelengkap kedua teori yang berkaitan dengan kegagalan
caleg petahana di pileg DPRD Kota Depok tahun 2014.
Bab III, penulis membahas tentang profil dan sejarah DPRD Kota Depok,
caleg petahana sebagai legislatif DPRD Kota Depok, dan profil caleg petahana
yang gagal dalam pileg DPRD 2014. Hal ini dilakukan guna memahami latar
belakang dari penelitian ini.
Bab IV, penulis akan memaparkan inti dari penulisan skripsi ini yaitu
tentang aktor politik dan kampanye politik caleg petahana yang gagal
mempertahankan kursi DPRD Kota Depok. Serta kegagalan caleg petahana
dalam menghadapi kompetisi di internal dengan sesama caleg dalam satu partai
dan ketidakmampuan caleg petahana merawat daerah pemilihan (dapil) dalam
pemilihan legislatif (pileg) 2014. Peneliti menggunakan data hasil wawancara
sebagai data primer dalam penelitian tersebut, tidak hanya itu adanya hasil
observasi dan kajian pustaka juga sebagai bahan acuan dalam penelitian tersebut.
Bab V, penulis memberikan kesimpulan atas pembahasan skripsi mulai
dari Bab I sampai Bab V dalam memaparkan hasil temuan. Untuk kemudian
dijadikan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini serta memberikan saran dalam
penelitian tersebut.
18
BAB II
KERANGKA TEORI
Pada bab ini menjelaskan beberapa teori pendukung yang digunakan
untuk membantu dalam menganalisa penelitian ini. Teori yang digunakan adalah
aktor politik, elit politik, partai politik, dan kampanye politik. Beberapa teori ini
digunakan sebagai bahan dasar penguat argumentasi dan menganalisis lebih jauh
mengenai aktor politik dan kampanye politik. Dari teori tersebut, akan dikaitkan
terjadinya kegagalan caleg petahana dalam pileg DPRD Kota Depok tahun 2014.
A. Aktor Politik
A.1. Pengertian Aktor Politik
Subjek dalam penelitian ini adalah aktor politik.15
Aktor politik secara
sederhana disebutkan orang-orang yang terlibat dalam serangkaian proses politik.
Aktor politik yang dimaksud penelitian ini adalah caleg petahana. Aktor
merupakan orang-orang yang berhasil menduduki jabatan tinggi dalam tatanan
masyarakat. Brian McNair 16
menjelaskan aktor politik merupakan individu-
individu yang memiliki cita-cita tinggi untuk mempengaruhi proses pengambilan
keputusan, melalui suatu organisasi atau kelembagaan lainnya. Aktor politik
berupaya mencapai kekuasaan di institusi politik, pemerintahan, atau majelis
konstituen lainnya, dengan tujuan agar kebijakan yang mereka miliki dapat
diimplementasikan ketika telah mendapatkan kekuasaan.
15 Aktor politik berasal dari bahasa latin yaitu agere, yang berarti berbuat atau
melakukan. Lihat http://jabar.tribunnews.com/, 4 Oktober 2015, Aktor politik mempunyai arti
lebih luas yaitu, pembuat, perintis, dan pelaku. Lihat Warjio, Politik Pembangunan (Paradoks,
Teori, Aktor, dan Ideologi), (Jakarta: Kencana, 2016), h. 206.
16 Brian McNair, An introduction to Political Communication (London and New York:
routledge, 2011), h. 5.
19
Aktor politik pelaku yang mempunyai kekuasaan dalam sistem politik.
Aktor didefinisikan sebagai mereka yang berhubungan dengan kedudukan atau
memiliki posisi penting. Aktor politik adalah manusia terpilih (the chosen people),
mereka adalah pribadi unggul yang mempunyai hati nurani, kecerdasaan, dan
kedewasaan yang akan membimbing warga negaranya menjadi lebih maju dan
mandiri.17
Aktor politik yang dimaksud adalah caleg petahana yang mempunyai
pengaruh dimasyarakat. Caleg petahana dianggap sudah berkontribusi dalam
merealisasikan aspirasi ke daerah pemilihan (dapil). Jadi aktor politik berkaitan
dengan seberapa kekuasaan seseorang berpengaruh di masyarakat. Disini peran
aktor politik adalah bagaimana dapat mempengaruhi masyarakat untuk dipilih
kembali di pemilihan legislatif 2014. Hal itu aktor politik dapat melanjutkan
fungsi dan peran menjadi wakil rakyat diperiode selanjutnya.
Aktor politik merupakan orang-orang yang berhasil menduduki jabatan
tinggi di lapisan masyarakat. Setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil
orang (aktor politik) yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan dalam
masyarakat, sehingga kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik dapat
terpenuhi.18
Aktor politik terbagi menjadi dua kelas masyarakat di antaranya:
pertama, kelas atas merupakan aktor yang terbagi ke dalam aktor yang
memerintah atau yang mempunyai jabatan di lembaga pemerintah. Kedua, lapisan
yang lebih rendah, yaitu non aktor sekelompok orang yang tidak mempunyai
kekuasaan di pemerintahan dan lembaga lainnya.
17
Siti Zuhro, Demokrasi lokal: peran aktor dalam demokratisasi, (Jakarta: 2009) 18
Warjio, Politik Pembangunan (Paradoks, Teori, Aktor, dan Ideologi), (Jakarta:
Kencana, 2016), h. 207.
20
Jadi aktor politik sebagai kelas atas mempunyai kedudukan dalam
lembaga pemerintahan, yaitu legislatif. Kelas masyarakat non aktor yang
dimaksud sekelompok kecil masyarakat yang tidak memiliki jabatan di
pemerintah. Masyarakat non aktor yang dimaksudkan adalah tokoh masyarakat
dan pemuka agama.
Gaetano Mosca19
menjelaskan bahwa aktor merupakan kelompok kecil
dari warganegara yang berkuasa dalam sistem politik. Aktor politik sebagai
penguasa memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamiskan struktur dan
fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para aktor atau penguasa
mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Penentuan kebijakan sangat
ditentukan oleh kelompok aktor politik.
Jadi aktor politik memiliki posisi penting di masyarakat dalam
menentukan sebuah kebijakan. Kebijakan tersebut bisa berupa program kerja dan
aspirasi. Oleh karena itu, masyarakat bisa merasakan perubahan hasil yang dicapai
oleh caleg petahana di lingkungan daerah pemilihan (dapil) tersebut. Secara
keseluruhan bahwa aktor politik mendominasi segi kehidupan dalam sistem
politik di masyarakat.
A.2. Kategori Aktor Politik
Gaetano Mosca20
mengidentifikasi dalam kategori aktor politik, maka
terdapat tiga metode yaitu: pertama, metode posisi aktor politik adalah mereka
yang menduduki posisi atau jabatan strategis dalam sistem politik. Jabatan
19
Brian McNair, An Introduction to Political Communication (London and New York:
routledge, 2011), h. 5. 20
Brian McNair, An Introduction to Political Communication, h. 5.
21
strategis yaitu dapat membuat keputusan dan kebijakan dan dinyatakan atas nama
negara. Aktor ini jumlahnya ratusan mencakup para pemegang jabatan tinggi
dalam pemerintahan, parpol, dan kelompok kepentingan. Kedua, metode reputasi
aktor politik ditentukan berdasarkan reputasi dan kemampuan dalam memproses
berbagai permasalahan dan kemudian dirumuskan menjadi keputusan politik yang
berdampak pada kehidupan masyarakat. Ketiga, metode pengaruh atau keputusan
aktor politik adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh pada berbagai
tingkatan kekuasaan. Jadi seseorang yang memiliki kemampuan dalam
mengendalikan masyarakat sesuai kemampuan pengaruh yang dimiliki aktor
politik (caleg petahana) secara spontan masyarakat menaati aktor politik.21
A.3. Peran Aktor Dalam Partai Politik
Aktor politik merupakan kemampuan individu (caleg petahana) untuk
mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan politik. Miriam Budiardjo22
menjelaskan kekuatan politik dapat dibedakan atas dua hal, yakni secara individu
atau institusional. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kekuatan politik
berasal dari aktor politik, partai politik, media massa, birokrasi, militer,
pengusaha, buruh, cendekiawan, agama, LSM, dan mahasiswa. Fokus penelitian
ini adalah terletak pada peran aktor politik dan partai politik dalam kekuatan
politik caleg petahana yang gagal pileg 2014.
Kekuatan politik secara institusional dapat diartikan sebagai lembaga atau
organisasi yang memiliki tujuan mempengaruhi proses pengambilan keputusan
dalam sistem politik. Dukungan caleg petahana untuk mencalonkan kembali pileg
21
Siti Zuhro, Demokrasi lokal: peran aktor dalam demokratisasi, (Jakarta: 2009) 22
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), h. 58.
22
2014 dari kekuatan politik institusional. Kekuatan politik institusional merupakan
lembaga yakni, partai politik. Partai politik merupakan sebuah aspek kekuatan
politik yang terlembaga dan menjadi pengusung caleg yang mencalonkan kembali
pileg 2014.
Aktor politik bisa dikatakan seseorang yang menjadi pusat perhatian
masyarakat dalam bidang politik. Letser G. Seligman mengemukakan bahwa
proses pengangkatan aktor-aktor politik akan berkaitan dengan aspek yaitu:
masalah kekusaan, legitimasi elit poitik, representativitas elit politik, dan korelasi
antara pengangkatan aktor-aktor politik dengan perubahan.23
Aktor politik tak akan lepas dari sebuah partai politik. Partai politik yang
membentuk anggota atau kader partai menjadi calon aktor politik, yang kemudian
berkecimpung dalam dunia politik. Peranan aktor politik sangat penting guna
menghimpun kekuatan politik suatu partai. Biasanya sosok aktor politik yang
mempunyai citra positif di masyarakat cenderung akan mudah dimobilisasi.24
Begitu halnya ketika seorang aktor politik suatu partai politik tidak
menjalankan amanah sebagai wakil rakyat dengan baik atau terjerat sebuah kasus,
maka secara tidak langsung hal itu juga akan berdampak kepada partai politik.
Artinya seorang aktor politik merupakan kunci keberhasilan atau menjadi awal
penyebab keterpurukan sebuah partai politik, dikarenakan aktor politik
mempunyai posisi yang fital dalam suatu partai politik.
23
Johan Jasin, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, (Yogyakarta: PT. Deepublish,
2012), h. 91. 24
John Jasin, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, h. 91.
23
B. Teori Elit Politik
Dalam struktur kepengurusan partai politik mempunyai kelompok elit di
setiap kepengurusan. Elit ini yang kemudian menjadi penentu arah tujuan partai
politik. Pasca pencalonan kembali menjadi anggota dewan di periode 2014-2019,
caleg petahana dipilih oleh elit politik. Elit politik mempunyai pertimbangan yang
luas untuk mencalonkan kembali caleg petahana dalam pileg DPRD Kota Depok
tahun 2014.
Teori elit politik25
percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh
sekelompok kecil orang yang memiliki kualitas yang diperlukan bagi kehadiran
mereka dalam mempertahankan kekuasaan sosial politik. Elit politik adalah
mereka yang mampu menjangkau pusat kekuasaan yang terbaik. Elit sendiri
merupakan orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan-jabatan tinggi
dalam masyarakat. Teori ini lahir dari para ilmuan sosial Amerika Serikat
diantaranya Vilvredo Paretto (1848-1923), Gaetano Mosca (1858-1941), Robert
Michels (1876-1936) dan Joseph Ortega Y. Gasset.26
Elit merupakan segelintir orang yang mempunyai kelompok minoritas
superior yang memiliki posisi dalam mengendalikan perekonomian, politik, dan
tatanan sosial di masyarakat. Hal ini kelompok minoritas selalu menempati strata
atas biasanya memiliki posisi yang dihormati dalam masyarakat atau kelompok.
Mereka dipercaya dalam mengambil sebuah keputusan penting dalam masyarakat.
25
Kata elit dalam kamus ilmiah memiliki golongan orang terpelajar atau terpandang
dalam masyarakat. Lihat Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elit; Peranan Elit Penentu
Dalam Masyarakat Modern, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 1995). 26
Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 82.
24
Pada awalnya teori elit diperuntukan untuk Eropa Barat dan Eropa
Tengah, sebagai kritikan terhadap demokrasi dan sosialisme. Ilmuan Amerika
menelaah dengan baik untuk menjelaskan proses-proses politik yang ada di negara
mereka dan negara-negara demokrasi lainnya. Dasar teori ini mengemukakan
bahwa di dalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elit yang
berkuasa (the ruling elite) juga ada elit tandingan. Elit tandingan yang dimaksud
yang mampu meraih kekuasaan melalui masa, jika elit yang berkuasa kehilangan
kemampuannya untuk menjabat.27
Aristoteles28
mengartikan elit adalah sejumlah kecil individu yang
memikul semua tanggung jawab kemasyarakat. Definisi elit yang dikemukakan
oleh aristoteles, merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan Plato tentang
inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat dalam suatu minoritas
membuat keputusan besar.
Pandangan Mills mengenai elit adalah mereka yang menempati posisi-
posisi penting dalam institusi-institusi tertinggi dalam bidang ekonomi dan politik.
The Power Elite29
karya Mills menghubungkan kekuatan ekonomi, politik, dan
militer sebagai kekuatan yang saling berhubungan. Dalam suatu negara jika ketiga
kekuatan ini sudah tergabung dalam tataran elit pemerintah, negara tersebut dapat
dikatakan sebagai negara kuat.
Dalam konteks lokal elit politik terbagi menjadi dua di antaranya, pertama
elit politik lokal seseorang yang menduduki jabatan-jabatan publik (kekuasaan) di
eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam
27
S.P. Varma, Teori Politik Modern (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), h. 199. 28
S.P. Varma, Teori Politik Modern, h. 199-200. 29
Wright Mills, The Power Elite (New york: Oxford University Press, 2000), h. 82.
25
proses politik yang demokratis di tingkat lokal. Jadi seorang caleg petahana yang
mempunyai kedudukan di tingkat DPRD Kota Depok bisa dikatakan elit politik.30
Kedua, elit non politik lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan
strategi dan mempunyai pengaruh untuk mempengaruhi orang lain dalam lingkup
masyarakat. Elit non politik lokal dapat dikategorikan seperti: elit keagamaan, elit
organisasi masyarakat, kepemudaan, dan profesi.31
Elit disandingkan dengan politik maka memiliki arti kelompok penguasa.
Dapat diartikan bahwa konsep elit politik menjelaskan seputar kelompok
penguasa. Kelompok penguasa yang dimaksud adalah caleg petahana yang sudah
pernah duduk di kursi legislatif dan ingin mempertahankan kedudukan diperiode
selanjutnya, guna untuk mencapai kepentingan tersebut.
Dalam struktur kepengurusan di institusi atau lembaga terdapat kelompok
elit. Kelompok elit yang dimaksud merupakan tataran kepengurusan institusi atau
Lembaga Negara, Provinsi, Kota/Kabupaten, Kecamatan, dan Kelurahan/ Desa.
Elit ini yang kemudian menjadi penentu arah tujuan setiap institusi. Institusi ini
bisa berupa institusi kelompok masyarakat, partai politik dan institusi
pemerintahan.
C. Teori Partai Politik
Sigmund neumann dalam bukunya modern political parties, yang dikutip
oleh Miriam Budiardjo,32
memberikan penjelasan mengenai partai politik, sebagai
berikut:
30
Dhurorudin Mashad. dkk., Konflik antar elit politik lokal ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h.13. 31
Dhurorudin Mashad. Dkk., Konflik antar elit Politik lokal, h.13 32
Meriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia, 2009), h. 403
26
“Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk
menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui
persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda”.
Partai politik dapat menguasai lembaga eksekutif dan legislatif melalui
perwakilan kader partai politik, yang mengikuti proses pemilihan umum. Caleg
petahana yang maju kembali di pileg 2014 diharapkan terpilih. Keterpilihan caleg
petahana dalam mempertahankan kursi DPRD Kota Depok memberikan
kepercayaan masyarakat terhadap caleg petahana tersebut. Menurut Carl J.
Friedrich yang dikutip oleh Miriam Budiardjo,33
memberikan penjelasan
mengenai partai politik sebagai berikut:
“Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi
pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materil”.
Jadi, Partai Politik memiliki tujuan untuk mempertahankan kekuasaan
melalui caleg petahana di pileg 2014. Partai politik mengharapkan kepada caleg
petahana mampu mempertahankan jabatannya di lembaga legislatif tersebut. Hal
itu, kepentingan partai politik dan masyarakat bisa diakomodir, jika caleg
petahana terpilih.
Menurut Gabriel A. Almond yang dikutip oleh Mohtar mas’oed dan Colin
MacAndrew,34
memberikan penjelasan mengenai partai politik, sebagai berikut:
“Politik adalah organisasi manusia dimana di dalamnya terdapat pembagian tugas
dan petugas untuk mencapai suatu tujuan mempunyai ideologi (ideal objective),
mempunyai program politik platform, sebagai rencana pelaksanaan atau cara
pencapai tujuan secara lebih pragmatis menurut penahapan jangka dekat sampai
jangka panjang serta mempunyai ciri berupa keinginan untuk berkuasa”
33 Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 404.
34Mohtar Mas’oed dan colin MacAndrews, Colin, Perbandingan Sistem Politik
(Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 1993), h. 52.
27
Dengan demikian, setiap caleg petahana memiliki identitas dan ideologi
yang berbeda-beda, melalui asal partai politik. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
partai politik bisa dibedakan berdasarkan ideologi dan basis sosial yang
mendukungnya.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan atas beberapa unsur dan
elemen dari partai politik. Pertama, partai politik merupakan sebuah organisasi
yang terorganisir. Kedua, anggota organisasi tersebut mempunyai cita-cita,
orientasi, nilai-nilai dan pandangan yang sama untuk menjadi kesatuan politik.
Ketiga, partai politik mewakilkan caleg petahana sebagai penghubung dan
penyambung aspirasi masyarakat dalam pemilihan legislatif (pileg). Ketika caleg
petahana tersebut berhasil mempertahankan kedudukannya di kursi DPRD Kota
Depok. Dengan demikian partai politik menjadi penghubung antara rakyat dengan
pemerintah. Keempat, partai politik akhirnya bertujuan untuk mempengaruhi dan
mengontrol pemerintah atau menguasai pemerintah. Peran partai politik disini bisa
menjadi penguasa dan bisa menjadi oposisi.
C.1. Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan
guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu
dengan cara mengikuti pemilihan umum. Oleh karena itu, aktor politik sebagai
caleg petahana dituntut untuk mampu mempertahankan jabatan sebagai anggota
legislatif ditingkat DPRD Kota Depok.
28
Partai politik yang mengajuhkan caleg petahana di antaranya, Partai
Demokrat, PKS, Golkar, PDI Perjuangan, dan PAN. Lima partai politik yang
mengusung kembali caleg petahana di pileg DPRD Kota Depok 2014, telah
memiliki track record yang jelas dan sudah dikenal oleh sebagian masyarakat.
Oleh karena itu, partai politik dan caleg petahana harus bersinergi untuk
mempertahankan kekuasaan.
Ada fungsi lain dari partai politik yang dikemukakan oleh Ramlan
Surbakti, pertama, partai politik sebagai sosialisasi politik, melalui proses
sosialisasi inilah masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan
politik yang ada di masyarakat.35
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik ialah
upaya menciptakan citra bahwa partai politik akan perjuangankan kepentingan
umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan
para pendukungnya memiliki loyalitas yang kuat terhadap partainya.36
Kedua, sebagai partai politik mempunyai fungsi untuk membuka
kesempatan, mendorong, dan mengajak masyarakat untuk menggunakan partai
politik sebagai saluran kegiatan proses politik. Jadi partai politik merupakan
wadah partisipasi politik.37
Mobilisasi warganegara ke dalam kehidupan dan
kegiatan politik merupakan fungsi khas dari partai politik. Zaman modern seperti
sekarang ini partai politik dibentuk ketika semakin banyak jumlah rakyat yang
diberi hal pilih dan ketika kelompok-kelompok masyarakat menuntut bahwa
35
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu politik, (Jakarta: PT. Grafindo, 2010), h. 149-150. 36
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu politik, h. 407-408. 37
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu politik, h. 151.
29
mereka harus diberi hak suara untuk bersaing memperebutkan suatu jabatan
pemerintahan.38
Ketiga, sebagai pemandu kepentingan. Partai politik dibentuk untuk
menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan
bertentangan. Partai merumuskan program politik dan menyampaikan usul-usul
pada badan legislatif, dan calon-calon yang diajukan untuk jabatan-jabatan
pemerintahan mengadakan tawar-menawar dengan kelompok-kelompok
kepentingan, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi utama partai politik
sebelum mencari dan mempertahankan kekuasaan.39
Keempat, sebagai komunikasi politik. partai politik berperan sebagai
komunikator penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat.
Partai politik berperan sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang
diperintah. Peran partai politik menjadi sangat penting, karena di satu pihak
kebijakan pemerintah harus disampaikan kepada masyarakat, dan di pihak lain
pemerintah harus tanggap terhadap tuntunan masyarakat.
Kelima, sebagai pengendalian konflik. Partai politik berperan sebagai
pengatur konflik untuk membantu mengatasinya. Minimal partai politik
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik tersebut. Banyak cara
yang bisa dilakukan oleh partai politik untuk meminimalisir dampak negatif yang
ditimbulkan dari konflik dan membawa permasalahan ke dalam musyawarah
untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik.
38
Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, h. 65. 39
Ramlan Surbakti, Memahami ilu politik, (Jakarta: PT. Grafindo, 2010), h. 152.
30
Keenam, sebagai kontrol politik. Tolak ukur yang diterapkan oleh partai
politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik (Ideologi) yang
dijabarkan ke dalam berbagai kebijakan atau aturan perundang-undangan. Tujuan
dilakukan kontrol politik untuk meluruskan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah agar tidak keliru sehingga kebijakan tersebut sejalan dengan tolak
ukurnya.40
D. Kampanye Politik
D.1. Pengertian Kampanye Politik
Kampanye dapat diartikan sebagai pengenalan diri partai poitik, atau caleg
petahana kepada masyarakat. Kampanye menjadi serangkaian tindakan yang telah
terencana yang dimaksudkan untuk mempengaruhi tindakan orang banyak secara
berkelanjutan dengan maksud dan tujuan tertentu. Kegiatan kampanye biasanya
diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan kognitif.
Tujuannya adalah untuk memunculkan kesadaran dan keyakinan masyarakat pada
hal tertentu dan diharapkan kepada perubahan sikap. Kampanye dilakukan untuk
memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian dan keterpihakkan masyarakat
terhadap isu yang diangkat dalam kampanye.41
Kampanye menurut Roger dan Storey adalah serangkaian tindakan
komunikasi yang dilakukan secara terus menerus kepada masyarakat dengan
tujuan menciptakan efek tertentu yang dilaksanakan dalam waktu yang telah
ditentukan. Dalam pasal 1 ayat 26 undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang
pemilihan umum DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota
40
Ramlan Surbakti, Memahami ilu politik, h. 154. 41
Gun-Gun Heryanto dan Ahulhan Rumaru, Komunikasi Politik, (Bogor: Galia Indonesia,
2013), h. 23.
31
yang disebut kampanye merupakan kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan
para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu. Jadi
kampanye bagian dari aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk memengaruhi
orang lain agar khalayak memiliki wawasan, sikap dan perilaku sesuai dengan
kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi.42
Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk menyakinkan
para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program kerja perserta pemilu dan
atau informasi lainnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, terdapat dua
pengertian kampanye. Pertama, kampanye merupakan suatu gerakan atau
tindakan secara serentak dengan tujuan untuk melawan atau melakukan aksi.
Kedua, kampanye adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi politik untuk
meraih dukungan dari massa pemilih dengan tujuan agar mereka terpilih dan
mendapatkan kedudukan diparlemen.43
Kampanye pada dasarnya melalui komunikasi dengan publik sehingga
tujuan kampanye juga akan mengarah pada tujuan komunikasi. Menurut Anne
Gregory, tujuan kampanye mengarah pada tiga level yaitu:44
a. Level cognitive, yaitu untuk mencapai tujuan kesadaran (awareness).
Diharapkan publik sasaran berpikir tentang suatu hal dan mencoba untuk
mengetahui sampai tingkatan pemahaman tertentu sesuai pesan yang
disampaikan.
42
Cangara, 2011:223 43
Panwaslu, “pengertian-kampanye”, http://panwaslu.go.id 4 April 2014 44
Wahyuni Pudjiastuti, Kampanye dengan Komunikasi Persuasi, ( Depok: Prenadamedia
Group, 2017), h. 18.
32
b. Level offective, yaitu untuk mencapai tujuan afektif. Diharapkan publik
sasaran untuk membentuk suatu sikap atau opini tertentu tentang suatu subjek
yang disampaikan dalam kampanye tersebut.
c. Level conative / psikomotoric, yaitu untuk mencapai tujuan konatif /
psikomotorik atau perilaku. Diharapkan publik sasaran bertindak sesuai dengan
yang diinginkan oleh kampanye tersebut.
Jadi, kampanye adalah sebuah tindakan yang bertujuan mendapatkan
pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan atau
sekelompok orang untuk menyampaikan pesan kepada pemilih. Untuk itu
diperlukan penyampaian suatu visi, misi, dan program kerja yang mudah
dipahami oleh calon pemilih.
Kampanye politik merupakan bagian dari marketing politik. Kampanye
politik adalah periode yang diberikan panitia pemilu kepada semua kontestan,
baik caleg petahana dan partai politik. kampanye merupakan ajang penyampaian
visi misi caleg petahana dalam mempengaruhi opini publik untuk menarik
sebanyak mungkin pemilih dalam pemilu sehingga meraih kemenangan saat
pemilihan. Kampanye dalam hal ini dilihat sebagai aktifitas pengumpulan massa,
parade, orasi politik, pemasangan atribut (seperti spanduk, umbul-umbul, poster)
dan pengiklanan.45
Look dan Haris46
menjelaskan ada dua hubungan yang
dibangun dalam kampanye politik, yaitu internal dan eksternal. Hubungan internal
adalah proses hubungan antara anggota partai dengan pendukung untuk
45
Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2008), 271. 46
Firmanzah, Persaingan, Legitimasi kekuasaan, dan Marketing Politik Pembelajaran
Politik pemilu 2009, h. 1.
33
mempererat ikatan ideologis dan identitas mereka. Sedangkan eksternal adalah
untuk membangun image partai atau caleg petahana terhadap masyarakat luas.
Kampanye politik berbeda dengan kampanye pemilu. Kampanye politik
adalah kampanye yang dilakukan terus menerus oleh partai atau kontestan caleg
petahana untuk pembentukan image politik yang nantinya akan mempengaruhi
perilaku pemilih dalam menilai kontestan. Jangka waktu dalam kampanye politik
tidak terbatas dan memang harus dilakukan secara terus menerus, sedangkan
kampanye pemilu adalah aktifitas pengumpulan massa yang dilakukan dalam
waktu tertentu dan terbatas yang tujuannya untuk menggiring pemilih kebilik
suara dan memilih partai atau kontestan caleg petahana.47
Masyarakat awam yang menilai pengertian kedua kampanye sama. Partai
politik dan kontestan caleg petahana banyak terfokus pada kampanye pemilu.
Oleh karenanya, dana, energi, usaha dan perhatian dari partai banyak terfokus saat
pelaksanaan kampanye pemilu. Biasanya pelaksanaan kampanye pemilu ini rentan
akan penyalahgunaan dana, dikarenakan tidak ada aturan yang membatasi
penggunaan dana dalam kampanye. Kelonggaran ini, memberikan ruang bagi
kontestan caleg petahana atau partai untuk mendapatkan dana kampanye dari
mana saja. Penggunaan dana kampanye ini juga menjadi persoalan terhadap
pemilihan masyarakat. Dengan dana kampanye yang tidak terbatas partai bisa saja
membeli suara pemilihan atau yang lebih kita kenal dengan politik uang (money
politics).48
47
Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, h. 276. 48
Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, h. 277.
34
Pada kampanye pemilu, partai atau caleg petahana sering kali
memanfaatkannya sebagai arena menebar janji politik yang terkadang tidak
rasional untuk menjadi pemenang. Tetapi setelah berkuasa, biasanya partai atau
caleg petahana melupakan janji politik dan hanya mementingkan kepentingan
pribadi dan golongannya saja.49
Hal ini acap kali terjadi, dari dahulu hingga
sekarang kampanye banyak dilakukan hanya untuk menarik sebanyak mungkin
pemilih sehingga bisa meraih kekuasaan.
Perilaku partai politik atau caleg petahana seperti ini membuat masyarakat
semakin tidak percaya. Hal ini akan mengakibatkan semakin banyaknya
masyarakat kalangan skeptis yang kritis memilih menjadi golongan putih
(Golput). Karena meraka akan menilai siapapun yang menjadi pemimpin atau
wakil rakyat tidak akan mengubah keadaan yang ada.50
Dalam kampanye, setiap partai politik, dan caleg petahana mempunyai
strategi yang berbeda-beda untuk meraih dukungan masyarakat. Dalam
pembangunan strategi kampanye, positioning, branding, dan segmenting.
positioning menurut morissan adalah komunikasi yang dilakukan kepada
masyarakat untuk menempatkan produk agar mudah diingat dan menciptakan
image politik yang berbeda dengan yang lain. Keseragaman akan menyulitkan
masyarakat mengidentifikasi suatu partai politik.51
Branding dapat diartikan sebagai merek, nama, istilah, tanda, simbol, atau
rancangan. Dalam konteks politik branding diartikan sebagai upaya strategis
49
Saldi Isra, Catatan Hukum Saldi Isra Kekuasaan dan Perilaku Korupsi, (Jakarta:
Kompas, 2009), h. 7. 50
Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, h. 268. 51
Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, h. 268-269.
35
mengembangkan identitas caleg petahana untuk menarik perhatian dan
masyarakat agar lebih mengenal produk politik. Sehingga partai dan caleg
petahana dituntut untuk menonjolkan keistimewaan dan keunggulan terhadap
pemilih.52
Segmenting atau pemetaan dilakukan agar partai politik dan caleg
petahana mengetahui sasaran pemilih suara. Sehingga partai politik dan caleg
petahana hadir dalam berbagai karakteristik pemilih untuk mendulang suara.
Partai politik dan caleg petahana diharapkan mampu mengatasi persoalan dan
permasalahan masyarakat di daerah pemilihan (dapil). Partai dan caleg petahana
membuat program kerja yang berkaitan dengan kebutuhan pemilih. Sehingga
masyarakat atau pemilih bisa merasakan hasil progam selama menjabat menjadi
anggota DPRD. Agar masyarakat dapat memberikan dukungan terhadap partai
dan caleg petahana.53
D.2. Jenis-Jenis Kampanye
Menurut Cherles U Larson,54
kampanye dapat dibagi menjadi empat jenis.
Pertama, product-oriented campaigns, kampanye ini biasanya dilakukan
dilingkungan bisnis, yang berorientasi kepada pemasaran produk. Dengan
motifasi mendapatkan keuntungan finansial. Kedua, candidat-oriented
campaigns, kampanye jenis ini sering disebut sebagai kampanye politik seorang
kandidat. Umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh kekuasaan politik.
Ketiga, ideologicalyl campaigns, kampanye ini berorientasi kepada tujuan yang
biasanya berdimensi kepada perubahan sosial, kampanye jenis ini biasa disebut
52
Gun-Gun Heryanto dan Ahulhan Rumaru, Komunikasi Politik, (Bogor: Galia
Indonesia, 2013), h. 35. 53
Gun-Gun Heryanto dan Ahulhan Rumaru, Komunikasi Politik, h. 36. 54
Zaenal Mukarom, Komunikasi Politik, (Bandung: PT. Pustaka Setia, 2016), h. 169.
36
juga social change campaigns dan cakupan dalam kampanye ini sangat luas.55
Keempat, attacking campaign, kampanye yang bersifat menyerang yang meliputi:
1. kampanye negatif (negative campaign), yaitu menyerang pihak lain
melalui sejumlah data atau fakta yang dapat diverifikasi dan
diperdebatkan;
2. kampanye hitam (black campaign), yaitu kampanye yang bersifat
fitnah dengan cara menjatuhkan lawan politik untuk mendapatkan
keuntungan.
Jadi jenis kampanye politik yang dijelaskan sebelumnya mempunyai
kelebihan untuk mengetahui jenis kampanye yang dilakukan caleg petahana. Dari
jenis kampanye politik nanti akan di elaborasi dengan kampanye politik yang
dilakukan oleh 15 caleg petahana.
D.3. Strategi Komunikasi Kampanye
Menurut R. Wayne Pace56
dalam bukunya Techniques For Effective
Communication, tujuan strategi komunikasi yaitu to secure understanding (untuk
memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam komunikasi), to establish
acceptance (cara penerimaan itu terus dibina dengan baik), to motive action, the
goals which the communicator sought to achieve (untuk menggerakkan tindakan,
tujuan yang ingin dicapai oleh komunikator). Dalam proses komunikasi kampanye
melibatkan konseptor, teknisi komunikasi, dan komunikator dengan segala
55
Gun-Gun Heryanto dan Ahulhan Rumaru, Komunikasi Politik, (Bogor: Galia
Indonesia, 2013), h. 36-37. 56
Onong Efenndy, Hubungan Masyarakat suatu Studi Komunikologis, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), h. 56.
37
kemampuan komunikasi dalam mempengaruhi komunikasi dengan hubungan
berbagai aspek taktis dan strategi untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konteks ini caleg petahana harus mampu berkomunikasi dengan
masyarakat dengan baik, agar masyarakat tersebut memahami pesan yang
disampaikan caleg petahana. Tetapi caleg petahana tanpa tidak disadari tidak
mampu memberikan pesan agar permasalahan masyarakat di daerah pemilihan
(dapil) dapat diselesaikan. Kondisi yang mendukung sukses tidaknya
penyampaian pesan dalam berkampanye, menurut Schramm57
dalam bukunya,
The Process and Effects Of Mass Communications, yaitu: pertama, pesan yang
dibuat menarik perhatian. Kedua, pesan dirumuskan melalui lambang-lambang
yang mudah dipahami atau dimengerti oleh komunikan. Ketiga, pesan
menimbulkan kebutuhan pribadi dari komunikannya. Keempat, pesan tersebut
berupa ide, pikiran, informasi, gagasan, dan perasaan.
E. Kerangka Berpikir
Penelitian ini mengambil studi yang terjadi pada caleg petahana gagal
pemilihan legislatif (pileg) DPRD di Kota Depok tahun 2014. Dalam penelitian
ini mencoba menganalisis kasus dengan teori yang digunakan. Teori aktor politik
dan kampanye politik yang digunakan penelitian ini untuk melihat bagaimana
pengaruh aktor politik mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan legislatif
(pileg) DPRD Kota Depok tahun 2014. Selain itu, partai politik dan elit politik
memiliki posisi penting di masyarakat untuk menentukan sebuah kebijakan.
57
Zaenal Mukarom, Komunikasi Politik, (Bandung: PT. Pustaka Setia, 2016), h. 176.
38
Kebijakan tersebut yang akan dilakukan oleh aktor politik berupa program
kerja dan aspirasi. Oleh karena itu, masyarakat bisa merasakan hasil program
kerja atau aspirasi yang di capai atau tidak dicapai yang telah dilakukan caleg
petahana di daerah pemilihan (dapil) tersebut. Secara keseluruhan bahwa aktor
mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik di masyarakat.
Selain itu kampanye politik sebagai mitra dalam mempromosikan kadidat
petahana mengarah pada komunikasi yang disampaikan tiga level, di antaranya:
level cognitive merupakan pemahaman pemilih atau masyarakat terhadap pesan
yang disampaikan oleh partai politik dan caleg petahana. Level offective,
merupakan sikap yang menghasilkan pesan yang telah disampaikan oleh partai
politik dan caleg petahana. Level conative / psikomotoric, merupakan tindakan
masyarakat atau pemilih terhadap pesan yang telah disampaikan oleh partai politik
dan caleg petahana.
39
BAB III
GAMBARAN UMUM
DPRD KOTA DEPOK DAN CALEG PETAHANA
Pada bab ini peneliti membahas mengenai gambaran umum DPRD di Kota
Depok dan caleg petahana 2014. Melalui pembahasan singkat, peneliti menggali
lebih dalam sejauh mana perkembangan dinamika proses politik legislatif di
tingkat DPRD Kota Depok dan peneliti berupaya menjelaskan profil caleg
petahana yang mewakili dari partai politik.
A. Sejarah DPRD Kota Depok
Kota Depok58
merupakan sebuah Kecamatan Depok yang berada di
lingkungan Kewedanan wilayah Parung Kabupaten Bogor.59
Kemudian pada 1976
mulai dibangun pembangunan perumahan, perkantoran, serta diikuti dengan
dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI). Pada 1981 pemerintah
membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan peraturan pemerintah Nomor
43 Tahun 1981 yang diresmikan pada 18 Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri
H. Amir Machmud.
58
Kata Depok berasal dari sebuah nama Padepokan Kristiani yang bernama De Eerste
Protestante Organisatie Van Christenen. Semboyan mereka Deze Einheid Predikt Ons Kristus
juga disingkat Depok atau ada juga mengatakan akronim dari De Eerste Protestants Onderdaan
Kerk yang artinya adalah Gereja Kristen rakyat pertama. Dalam bahasa Sunda Depok berarti
pertapaan atau tempat bertapa. Lihat Redaktur, “Sejarah Kota Depok yang diketahui”,
http://depoknews.id, 1 September 2017. 59
Redaktur, “Sejarah Kota Depok yang jarang diketahui”, http://depoknews.id, 1
September 2017.
40
Sebagai implikasi atas tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin
berkembang dan mendesak untuk menjadikan Kota Administratif Depok sebagai
Kotamadya dengan harapan menciptakan pelayanan yang lebih efektif dan efesien
maka, 27 April 1999 Depok resmi berganti menjadi Kotamadya. Hal ini
berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang pembentukan
Kotamadya Daerah tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah tingkat II Cilegon.
Atas urgensi tersebut maka dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Depok berdasarkan surat keputusan Gubernur Nuriana selaku
Kepala Daerah tingkat I Jawa Barat Nomor 171/SK979-Otda/99 tentang
peresmian anggota dewan perwakilan rakyat daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Depok pada hasil pemilihan umum tahun 1999, yang peresmiannya dilakukan 3
September 1999.
Selama kurun waktu tiga tahun DPRD Kota Depok mengalami perubahan
jumlah Fraksi dan susunan kepengurusan dalam Fraksi yang semula pada awal
pembentukannya berjumlah enam Fraksi. Ini ditetapkan oleh keputusan DPRD
Kota Depok Nomor 01 Tahun 1999 tentang penetapan pimpinan dan keanggotaan
Fraksi-Fraksi DPRD Kota Depok masa keanggotaan 1999-2004 yang terdiri dari:
Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PAN, Fraksi Golkar, Fraksi Madani (gabungan dari
PK,PKB,PBB, dan PKP), Fraksi TNI dan POLRI. Kemudian melalui keputusan
DPRD Kota Depok Nomor 06 Tahun 1999 Fraksi DPRD menjadi tujuh Fraksi
yang mana satu Fraksi ini merupakan hasil pemisahan diri Partai Keadilan (PK)
dan Fraksi Madani kemudian membentuk satu Fraksi sendiri bersama Fraksi
Partai Keadilan (F-PK).
41
Dengan bertambahnya fungsi dan peran DPRD Kota Depok sebagai Badan
Legislatif Daerah dan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-
luasnya maka DPRD Kota Depok menetapkan alat kelengkapan DPRD. Tidak
berbeda dengan alat kelengkapan pada umumnya, alat kelengkapan DPRD Depok
juga terdiri pimpinan DPRD, Komisi-komisi dan Panitia-panitia.
Oleh karena itu DPRD Kota Depok untuk pertama kalinya melakukan
pemilihan pimpinan DPRD 27 September 1999. Terpilih sebagai Ketua DPRD
Kotamadya Depok yaitu : Sutadi, SH (Fraksi PDI Perjuangan), Wakil Ketua I H.
Naming D. Bothin, S. Sos (Fraksi Golkar), Wakil Ketua II M. Hasbullah
Rachmat, S.Pd (Fraksi PAN) dan Wakil Ketua III M. Amien (Fraksi TNI/POLRI)
masa jabatan 1999-2004 dengan keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor
06 Tahun 1999 tentang peresmian pimpinan DPRD Kota Depok.
Sesuai dengan hal tersebut maka dibentuklah alat-alat kelengkapan DPRD
yang terdiri dari panitia musyawarah, panitia anggaran, dan komisi-komisi yang
ditetapkan dengan keputusan DPRD Kota Depok Nomor 07 Tahun 1999 tentang
penetapan susunan pimpinan dan anggota alat-alat kelengkapan DPRD Kota
Depok masa bakti 1999-2004. Selanjutnya, alat-alat kelengkapan DPRD kecuali
pimpinan DPRD mengalami dua kali pergantian susunan pimpinan dan
keanggotaan, yaitu pada 20 Februari 2001 yang ditetapkan dengan keputusan
DPRD Kota Depok Nomor 07 Tahun 2001 tentang penetapan perubahan susunan
pimpinan dan keanggotaan alat-alat kelengkapan DPRD Kota Depok tahun 2001-
2002 dan 2 April 2002 yang ditetapkan dengan keputusan DPRD Kota Depok
Nomor 04 Tahun 2002 tentang penetapan perubahan susunan pimpinan dan
42
keanggotaan alat-alat kelengkapan DPRD Kota Depok tahun 2002-2004, yang
ditetapkan dengan keputusan DPRD Kota Depok.60
Kemudian pada periode kedua, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kota Depok terbentuk berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat II Kota Depok hasil pemilihan umum tahun 2004, yang peresmiannya
dilaksanakan pada 3 September 2004. Anggota DPRD Kota Depok berjumlah 45
orang yang terdiri dari delapan partai politik yaitu PKS, Golkar, Demokrat, PDI
Perjuangan, PAN, PPP, PKB, dan PDS. Periode ini dibentuk enam Fraksi yaitu
Fraksi PKS, Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat, Fraksi PDI Perjuangan yang
merupakan gabungan dengan PDS. Fraksi Persatuan Bangsa (F.PB) yang
merupakan gabungan PPP, PKB, dan Fraksi PAN. Pada periode ini terpilih
Naming D. Bothin sebagai Ketua DPRD, Amri Yusra, dan Agung Witjaksono
sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Depok masa jabatan 2004-2009 dengan
keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 170/KEP.1125-Dekon 1999
tentang peresmian pimpinan DPRD Kota Depok.
Periode ketiga, untuk masa jabatan 2009-2014 sesuai dengan surat
keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 171/KEP.1089-Pem-Um/2009
pada 14 Agustus 2009 tentang peresmian keanggotaan DPRD Kota Depok hasil
pemilu 2009 untuk masa jabatan 2009-2014 yang peresmiannya diadakan pada 3
September 2009 berjumlah 50 orang yang terdiri dari 9 partai politik. Partai
politik tersebut adalah Demokrat, PKS, Golkar, PDI Perjuangan, PPP, PAN,
Gerindra, PKB, dan PDS. Dalam pembentukan kepengurusan DPRD Kota Depok
60
Buku Profil DPRD Kota Depok Masa Jabatan 2009-2014, h. 5-6.
43
hasil pemilihan umum 2009 dibentuklah enam Fraksi yang terdiri dari Fraksi
Demokrat yang merupakan gabungan antara Demokrat dan PDS, Fraksi PKS,
Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PAN yang merupakan gabungan
dengan PPP, dan Fraksi Gerindra yang merupakan gabungan dari Gerindra, dan
PKB.
Kemudian ditetapkannya alat kelengkapan DPRD yang terdiri dari
pimpinan DPRD, Komisi-komisi, dan Badan-Badan sesuai Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Oleh karena itu
DPRD Kota Depok untuk ketiga kalinya melakukan pemilihan pimpinan DPRD
dan terpilihlah Rintis Yanto sebagai Ketua DPRD dan Naming D.Bothin,
Prihandoko M.IT, dan Soetadi Dipowongso sebagai Wakil Ketua DPRD masa
bakti 2009-2014 sesuai dengan keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor:
170/Kep.1552-Pem.Um/2009.
Periode keempat, berdasarkan hasil pemilihan umum 2014 DPRD Kota
Depok terbentuk dengan masa bakti 2014-2019. Dengan jumlah anggota DPRD
Kota Depok sebanyak 50 orang, yang akan dilantik pada 3 September 2014.
Dengan berkembangnya peran dan fungsi DPRD Kotamadya Depok sebagai
badan legislatif daerah dalam rangka menghadapi tantangan millenium ke dua
serta pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya, maka selama kurun waktu tiga
tahun DPRD Kotamadya Depok mengalami perubahan jumlah Fraksi dan susunan
kepengurusan dalam Fraksi.
44
Sehingga DPRD Depok menetapkan alat kelengkapan DPRD yang terdiri
dari pimpinan DPRD, komisi-komisi dan panitia-panitia. Untuk pimpinan dan
anggota DPRD Kota Depok masa bakti 2014-2019, berdasarkan surat keputusan
Gubernur Provinsi Jawa Barat No: 170/KEP.1343-PEM-UM/2014 tentang
peresmian pengangkatan pimpinan dan anggota DPRD Kota Depok dengan masa
jabatan periode 2014-2019 terdiri dari : Ketua DPRD, Hendrik Tangke Allo,
Wakil Ketua I, Yeti Wulandari, Wakil Ketua II, M.Supariyono,A.Md.Ak, dan
Wakil Ketua III, H.Igun Sumarno, S.Pd.MM. Dalam pembentukan kepengurusan
Fraksi DPRD Kota Depok masa bakti 2014-2019, maka telah dibentuk delapan
Fraksi yang terdiri dari : Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Gerindra, Fraksi PKS,
Fraksi PAN, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PPP, Fraksi Restorasi Nurani
Bangsa (gabungan dari partai Nasdem, Hanura, dan PKB).
B. Caleg Petahana Menjalankan Legislatif Di DPRD Kota Depok
Dalam menjalankan legislatif di DPRD Kota Depok tentu caleg petahana
mempunyai pengalaman. Pengalaman caleg petahana dalam menjalankan tugas di
lembaga legislatif sangat diperlukan untuk mencapai tujuan, agar tujuan tersebut
bisa diimplementasikan. Tujuan yang dijalankan caleg petahana selama menjabat
menjadi anggota DPRD di periode 2009-2014 berupa visi dan misi. Visi dan misi
dimaksud adalah caleg petahana dengan lembaga legislatif yaitu DPRD Kota
Depok yang mempunyai konsep yang sama. Inti tujuan dari visi dan misi tersebut
ialah menyampaikan aspirasi masyarakat yang menghubungkan kepentingan
antara pemerintah daerah dengan rakyat.
45
Bisa dikatakan bahwa caleg petahana telah menjalankan visi dan misi
tersebut. Sebagai caleg petahana tentu mempunyai pengalaman dalam
menjalankan sebuah mekanisme di lembaga legislatif ketika menjabat di periode
2009-2014. Dalam menjalankan visi dan misi, caleg petahana di tuntut saling
bersinergi dengan lembaga legislatif dari pada mementingkan kepentingan pribadi
atau kelompoknya (caleg petahana). Sehingga visi dan misi caleg petahana dan
lembaga legislatif yaitu DPRD terhujud dalam menjalankan amanah rakyat. Serta
mengusahakan kesepakatan maupun dukungan terhadap sistem politik secara
keseluruhan maupun terhadap kebijakan spesifik tertentu.61
Dalam visi misi DPRD menjadikan lembaga legislatif Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Depok sebagai lembaga terpercaya, kreatif, dan produktif
dalam menjalankan tugasnya. Oleh karenanya anggota dewan harus mampu
menghujudkan kinerja yang lebih baik dan menunjukkan kinerja yang nyata untuk
mewakili aspirasi masyarakat di daerah pilihan (dapil). Sehingga masyarakat bisa
menyalurkan aspirasinya melalui wakil rakyat di daerah pilihan (dapil) tersebut.
Ketika visi dan misi sudah dijalankan sebagai mestinya, maka anggota
dewan akan mudah melakukan fungsi, tugas dan wewenangnya dalam
menghujudkan kinerja yang lebih profesional dan transparan. Jika anggota dewan
menjalankan visi dan misi dalam kehidupan sebagai wakil rakyat dengan baik,
maka masyarakat akan memperoleh dampak yang positif di lingkungannya.
Sehingga persoalan yang dialami masyarakat di dapil tersebut bisa teratasi oleh
anggota dewan yang mewakili aspirasi rakyat. Sebaliknya ketika anggota dewan
61
Buku Profil DPRD Kota Depok Masa Jabatan 2009-2014, h. 6.
46
mengabaikan dan tidak menjalankan visi dan misi lembaga legislatif, maka
masyarakat belum mendapatkan dampak yang positif atas kinerja anggota dewan
di periode 2009-2014. Masyarakat cendrung tidak akan memilih caleg petahana di
pileg 2014, dikarenakan aspirasi masyarakat tidak dapat diimplementasikan di
daerah pilihan (dapil) tersebut.
B.1 Susunan dan Kedudukan Caleg Petahana dalam Lembaga Legislatif
DPRD Kota Depok
Susunan dan kedudukan anggota DPRD Kota Depok sangat diperlukan
dalam menyelenggarakan pemilihan umum. Sebab, susunan dan kedudukan
DPRD Kota Depok terdiri anggota dewan yang menjadi peserta anggota partai
politik yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat 1
yang berbunyi “ DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum
yang dipilih melalui pemilihan umum”.
Dalam Susunan dan kedudukan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah
bersama-sama menjalankan roda pemerintahan daerah, caleg petahana sebagai
perwakilan anggota partai peserta pemilu harus menjalankan sebagaimana
fungsinya dalam menjalankan tugasnya untuk kepentingan rakyat dan daerah. Hal
ini sesuai dengan pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “DPRD merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah bersama-sama pemerintah daerah”.
Dalam susunan dan kedudukan DPRD sejajar dengan pemerintah daerah
Kota Depok. Sebab, DPRD harus menjadi mitra terbaik dalam menjalankan tugas
dan fungsi. Hal ini sesuai dengan pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “DPRD sebagai
47
lembaga perwakilan rakyat di daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari
pemerintahan daerah.62
Susunan dan kedudukan anggota DPRD pun memiliki tanggung jawab
yang sama dalam membuat kebijakan membentuk peraturan daerah (PERDA)
untuk kepentingan rakyat. Sesuai dengan pasal 3 ayat 3 yang berbunyi “DPRD
sebagai unsur lembaga pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yang sama
dengan pemerintah daerah dalam membentuk peraturan daerah (PERDA) untuk
kesejahteraan rakyat”.63
Oleh karena itu dalam pasal 3 yang dijelaskan di atas,
bahwa anggota dewan harus memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan
masyarakat. Jika kepentingan masyarakat bisa di implementasikan dalam bentuk
program pemerintahan daerah, maka kinerja anggota DPRD dapat di apresiasi
oleh masyarakat.
Susunan dan kedudukaan anggota DPRD menjadi tolak ukur dalam
menjalankan tugas sebagai anggota di lembaga legislatif. Sebab anggota dewan
yang duduk di lembaga legislatif merupakan bagian dari wakil rakyat di daerah
pilihan (dapil) yang dipilih oleh masyarakat. Sunanan dan kedudukan anggota
DPRD dapat mempengaruhi pemilih, jika anggota DPRD mencalonkan kembali
menjadi caleg petahana di periode 2014-2019. Dikarenakan anggota DPRD sudah
berbuat banyak untuk lingkungan dan daerah pilihan (dapil). Sebaliknya, ketika
anggota DPRD tidak berbuat suatu program yang tidak bisa dimanfaatkan orang
banyak, maka pontensi keterpilihan anggota DPRD akan gagal dalam pileg 2014.
62
Buku Profil DPRD Kota Depok Masa Jabatan 2009-2014, h. 9. 63
Buku Profil DPRD Kota Depok Masa Jabatan 2009-2014, h. 9-10.
48
Sebab kegagalan caleg petahana disebabkan ketidakmampuan anggota dewan
untuk membina masyarakat di daerah pemilihan.
C. Biografi Caleg Petahana Gagal Pileg DPRD Kota Depok 2014
15 caleg petahana gagal mempertahankan kursi DPRD Kota Depok.
Kegagalan caleg petahana dikarenakan tidak dapat mempengaruhi dan
mendongkrak suara hasil pemilu 2014. Berikut ini biografi caleg petahana yang
gagal mempertahankan kursi legislatif DPRD Kota Depok 2014:
C.1. Drs. Karno, M.Si (Intelektual, Guru dan Kepala Sekolah)
Drs.Karno, M.Si 64
yang dikenal dengan nama Karno lahir di Sragen 06
Juli 1959. Karno berprofesi sebagai Kepala Sekolah di SMA swasta yang ada di
Kota Depok. Selain itu Karno aktif disalah satu partai politik yaitu partai
Demokrat. Karno mulai masuk partai politik sejak 2008. Satu tahun aktif di partai
Demokrat, Karno mendaftarkan diri menjadi caleg DPRD Kota Depok dari dapil
II Kecamatan Cimanggis. Dengan mengikuti beberapa proses pemilu, beliau
terpilih menjadi anggota DPRD pada pileg 2009. Karno mendapatkan 2,306 suara
di pemilihan legislatif 2009. Setelah selesai menjabat selama lima tahun sebagai
anggota DPRD Kota Depok. Karno mencalonkan kembali di pileg 2014. Namun
di pileg 2014, Karno mendapatkan 1,730 suara. Sebagai caleg petahana gagal
mempertahankan kursi di lembaga legislatif 2014.
64
Alamat di Kp. Jl Bhineka IV No.36 Rt.06/09 Pasir Gunung Selatan Kota Depok
Provinsi Jawa Barat.
49
C.2. Ayi Nurhayati (Intelektual dan Guru)
Ayi Nurhayati65
atau dipanggil Ayi lahir di Cibatu 01 September 1963.
Kegiatan Ayi Nurhayati adalah mengajar di SMP Negeri 14 Depok. Selain
mengajar beliau aktif di lingkungan rumahnya. Ayi Nurhayati masuk ke politik
2009 dan beliau mendaftarkan dirinya menjadi caleg dari partai Demokrat dapil V
Kecamatan Sawangan. Setelah proses pemilu berjalan, maka hasil pileg DPRD
Kota Depok 2009 Ayi Nurhayati terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok
Periode 2009-2014. Ayi Nurhayati mendapatkan hasil 3,234 suara di pileg 2009.
Setelah selesai menjabat selama lima tahun menjadi anggota DPRD Kota Depok,
Ayi mencalonkan kembali menjadi caleg petahana di pileg 2014 atas permintaan
dari partainya. Setelah berjalan proses pemilu 2014, Ayi Nurhayati mendapatkan
1,022 suara di pileg 2014. Ayi Nurhayati sebagai caleg petahana gagal
mempertahankan kursi DPRD Kota Depok 2014.
C.3. Siti Zubaida, S.Pd (Intelektual, Guru dan Ustazah)
Siti Zubaida66
atau dipanggil Siti lahir di Tanjung Karang 27 September
1955. Siti adalah seorang guru yang mengajar di SMA swasta. Selain mengajar,
Siti aktif di majelis taklim di Kelurahan dan Kecamatan. Setelah beliau dikenal
oleh masyarakat Kelurahan dan Kecamatan di tempat beliau tinggal, Siti Zubaida
mendaftarkan diri menjadi anggota partai Demokrat 2008. Selanjutnya pada 2009
Siti mendaftarkan diri menjadi caleg dari dapil Kecamatan Beji. Berjalannya
65
Alamat Perumahan BSI Blok CIII. No.98 Rt.02/Rw 10 Kelurahan Pengasinan
Kecamatan Sawangan Kota Depok Provinsi Jawa Barat. 66
Alamat di Jalan Ambon No. 3A Kelurahan Beji Timur Kecamatan Beji Kota Depok
Provinsi Jawa Barat.
50
proses pemilu 2009, maka hasil pileg DPRD Kota Depok mengumumkan bahwa
Siti Zubaida mendapatkan 2,620 suara di pileg 2009. Dengan hasil tersebut Siti
Zubaida terpilih menjadi anggota DPRD dari dapil I Kecamatan Beji periode
2009-2014. Setelah selesai menjabat menjadi anggota DPRD Kota Depok selama
lima tahun, Siti Zubaida mencalonkan kembali di pileg 2014. Siti Zubaida sebagai
caleg petahana mengikuti proses pileg 2014, namun hasil pileg 2014 Siti Zubaida
mendapatkan 1,292 suara. Dari hasil tersebut Siti Zubaida sebagai caleg petahana
gagal mempertahankan kursi DPRD Kota Depok 2014.
C.4. Sutopo (Pengusaha)
Sutopo67
lahir di Magetan, 13 April 1962. Sutopo adalah seorang
kontraktor di salah satu perusahaan di Jakarta. Sutopo mulai tertarik ke politik
sejak 2005. Dengan berjalannya waktu Sutopo mulai masuk ke partai politik
2008. Sutopo memilih partai Demokrat untuk mendaftarkan diri menjadi caleg
dapil IV Kecamatan Limo. Berjalannya hasil proses pemilu 2009, Sutopo
mendapatkan 3,000 suara di pileg 2009. Dengan hasil pileg 2009, Sutopo terpilih
menjadi anggota DPRD Kota Depok periode 2009-2014. Setelah selesai menjabat
sebagai anggota DPRD Kota Depok selama lima tahun, Sutopo mencalonkan
kembali di pileg 2014. Berjalannya pileg 2014, Sutopo sebagai caleg petahana
gagal mempertahankan kursi DPRD Kota Depok periode 2014-2019.
67
Alamat di Jl. Masjid Alhujahidin Rt01/Rw06 No.3 Kelurahan Meruyung Kecamatan
Limo Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
51
C.5. Hj. Susilawati (Ibu Rumah Tangga, Aktifis Sosial, dan LSM)
Hj. Susilawati atau disapa dengan nama panggilan Hj. Susi 68
lahir di
Bangka Belitung 21 Mei 1969. Hj. Susi adalah seorang Ibu Rumah Tangah yang
ingin mendaftarkan dirinya menjadi caleg dari partai Demokrat. Walaupun Hj. Siti
hanya Ibu rumah tangga tetapi mempunyai aktifitas sosial di LSM daerah
Sukmajaya Kota Depok. Hj. Susilawati mengikuti serangkaian proses pileg DPRD
Kota Depok 2009. Setelah berjalan proses pileg DPRD Kota Depok maka, KPUD
mengumumkan bahwa Hj. Susilawati mendapatkan 3,787 suara di pileg 2009.
Dari hasil tersebut Hj. Susi terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok periode
2009-2014. Setelah selesai menjabat menjadi anggota DPRD Kota Depok selama
lima tahun, Hj. Susi mencalonkan kembali di pileg DPRD Kota Depok periode
2014-2019. Setelah berjalannya pileg 2014, Hj. Susi sebagai caleg petahana
mendapatkan 699 suara di pileg 2014. Dari hasil pileg tersebut Hj. Susi gagal
mempertahankan kursi DPRD Kota Depok periode 2014-2019.
C.6. Septer Edward Sihol (Pendeta, dan Guru Agama)
Septer Erdward Sihol69
lahir Medan 12 september 1965. Septer Erdward
Sihol atau disapa Septer seorang pendeta di Gereja Paroki Santo Thomas di
daerah Cimanggis Depok. Selain itu beliau seorang guru agama di salah satu
sekolah swasta di Kota Depok. Pada 2008 beliau masuk ke dunia politik, dan
bergabung ke partai Demokrat. 2009 beliau mencalonkan diri menjadi caleg dan
68
Tinggal di Perumahan Pondok Duta II Jl. Metro Duta Blok AA1 No. 1 Kelurahan
Baktijaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Provinsi Jawa Barat. 69
Alamt di Jl. Bukit Cengkeh II Blok 6 No. 36 Rt03/Rw16 Kelurahan Tugu Kecamatan
Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
52
terpilih menjadi anggota dewan dari dapil IV untuk periode 2009-2014. Septer
mendapatkan hasil 2,140 suara di pileg 2009. Setelah selesai menjabat menjabat
menjadi anggota DPRD selama lima tahun, Septer mencalonkan kembali di pileg
2014. Berjalannya pileg 2014, Septer sebagai caleg petahana mendaptkan 974
suara di pileg 2014. Dari hasil tersebut Septer gagal mempertahankan kursi
DPRD Kota Depok di periode 2014-2019.
C.7. Andyarini Kencana Wungsu, S.Pd.i (Guru, dan Ustazah)
Andyarini Kencana Wungsu, S.Pd.i atau dikenal dengan nama panggilan
Rini70
lahir di Jakarta 04 Agustus 1968. Rini berprofesi seorang guru di SMP
Islamic Depok dan menjadi ketua masjelis taklim di tingkat Kelurahan. Selain itu
Rini aktif kegiatan lingkungan dan masjelis. Rini mulai 2007 tertarik masuk ke
partai politik. Selanjutnya 2008 Rini mendaftarkan diri menjadi anggota PKS di
Kota Depok. Setelah aktif di partai politik selama satu tahun, Rini mendaftarkan
diri menjadi caleg. Berjalan proses pileg DPRD Kota Depok maka, KPUD
mengumumkan bahwa Rini mendapatkan 2,389 suara di pileg 2009. Dengan hasil
tersebut Rini terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok periode 2009-2014.
Setelah selesai menjabat menjadi anggota DPRD Kota Depok selama lima tahun,
Andyarini mencalonkan kembali di pileg 2014. Berjalannya pileg 2014, Andyarini
mendapatkan 2,852 suara di pileg 2014. Dari hasil tersebut Rini gagal
mempertahankan kursi DPRD di periode 2014-2019. Walaupun Rini
mendapatkan suara meningkat di pileg 2014, namun kegagalan Rini dikarenakan
70
Alamat di Komplek Adhikarya Kapling 49 Rt08/Rw24 No.40 Kelurahan Baktijaya
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
53
suara PKS di dapil tersebut kecil. Sehingga Rini tidak bisa mempertahankan kursi
DPRD Kota Depok.
C.8. Mutaqqin, S.Si (Ketua PAC Limo PKS, Guru, dan Ustaz)
Mutaqqin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ustaz Taqin,71
adalah
seorang Ustaz di lingkungannya. Ustaz Taqin lahir di Jakarta 14 April 1965. Ustaz
Taqin adalah seorang guru agama dan mengajar di SMP swasta di Depok. Ustaz
Taqin aktif di lingkungan dan organisasi Islam. Ustaz taqin merupakan Ketua
PAC Limo PKS yang mendaftarkan diri menjadi caleg dari dapil VI kecamatan
Limo. Setelah berjalan proses pemilu 2014, maka KPUD mengumumkan bahwa
Mutaqqin atau Ustaz Taqin mendapatkan 2,139 suara di pileg 2009. Dari hasil
tersebut Ustaz Taqin terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok periode 2009-
2014. Setelah selesai menjabat selama lima tahun menjadi anggota DPRD Kota
Depok. Ustaz Taqin mencalonkan kembali menjadi caleg di pileg 2014.
Berjalannya proses pileg 2014, Ustaz Taqin mendapatkan 2,713 suara di pileg
2014. Sebagai caleg petahana Ustaz Taqin gagal mempertahankan kursi DPRD
Kota Depok periode 2014-2019. Walaupun Ustaz Taqin mendapatkan suara
meningkat di pileg 2014, namun kegagalan Ustaz Taqin dikarenakan suara PKS di
dapil tersebut kecil. Sehingga Ustaz taqin tidak bisa mempertahankan kursi DPRD
Kota Depok.
71
Tinggal di Perumahan Grogol Asri Blok B2 No. 18 Rt06/Rw01 Kelurahan Grogol
Kecamatan Beji Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
54
C.9. Nur Komariyah (Guru, Pengurus Partai, Ustazah)
Nur Komariyah72
atau lebih dikenal dengan nama Nur, lahir di Jakarta 12
Juli 1970. Nur adalah seorang guru TKIT di Yayasan Ghiffari. Saat ini Nur juga
aktif dalam mengisi taklim rutin dibeberapa majelis taklim di Kecamatan
Sawangan dan Bojongsari. Nur mulai masuk partai politik tahun 1999. Saat itu
Nur memilih menjadi anggota PKS di Kota Depok. Nur adalah mantan Ketua
kewanitaan PKS bidang salimah Kota Depok tahun 2004-2009. Nur 2009 mulai
mendaftarkan diri menjadi caleg dari dapil V Kecamatan Sawangan. Setelah
berjalannya proses hasil pileg DPRD Kota Depok, maka KPUD mengumumkan
bahwa Nur mendapatkan 1,827 suara di pileg 2009. Dari hasil tersebut Nur
terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok periode 2009-2014. Setelah selesai
menjabat menjadi anggota DPRD Kota Depok selama lima tahun, Nur
mencalonkan kembali di pileg 2014. Berjalannya proses pileg 2014, Nur
mendapatkan 2,333 suara di pileg 2014. Dari hasil tersebut Nur sebagai caleg
petahana gagal mempertahankan kursi DPRD Kota Depok 2014. Walaupun Nur
mendapatkan suara meningkat di pileg 2014, namun kegagalan Nur dikarenakan
suara PKS di dapil tersebut kecil. Sehingga Nur tidak bisa mempertahankan kursi
DPRD Kota Depok.
72
Alamat Perumahan BSI Bloc C 6A No. 20 Rt 01/Rw 11 Kelurahan Pengasinan
Kecamatan sawangan Kota depok dan Provinsi Jawa Barat.
55
C.10. Abdul Ghofar Hasan, SEI (Pengurus Partai)
Abdul Ghofar Hasan, SEI atau disapa Ustaz Abdul73
lahir di Lamongan 16
September 1965. Ustaz Abdul bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta. Ustaz
Abdul sudah lama aktif diorganisasi PKS sejak 1999. Pada pileg 2009 Ustaz
Abdul mendaftarkan dirinya menjadi caleg DPRD Kota Depok. Berjalannya
proses pileg, Ustaz Abdul mendapatkan 3,350 suara di pileg 2009. Dari hasil
tersebut terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok di periode 2009-2014.
Setelah selesai menjabat lima tahun menjadi anggota DPRD Kota Depok. Ustaz
Abdul mencalonkan kembali di pileg 2014. Berjalannya proses pileg 2014, Ustaz
Abdul mendapatkan 1,802 suara di pileg 2014. Dari hasil tersebut Ustaz Abdul
sebagai caleg petahana gagal mempertahankan kursi DPRD di periode 2014-2019.
C.11. H.j Lilis Latifah (Pengurus Partai)
Hj. Lilis Latifah atau di sapa dengan Lilis74
lahir di Indramayu 31 Mei
1964. Lilis bekerja sebagai karyawan swasta sekaligus beliau pengurus partai di
tingkat DPW ( Dewan Pimpinan Wilayah) Kota Depok. Lilis mulai tertarik ke
dunia politik 2007. Lilis mulai bergabung dengan PAN pada 2008. Setelah satu
tahun aktif di partai politik, Lilis mencalonkan diri menjadi caleg di pileg 2009.
Pileg 2009 Lilis mencalonkan diri untuk dapil II yang diusung PAN. Setelah
beliau menjalankan berbagai dinamika pileg 2009, beliau mendapatkan 1,317
suara di pileg 2009. Dari hasil tersebut, Lilis terpilih menjadi anggota DPRD di
73
Tinggal di Kp. Kekupu Rt 09/ Rw 05 Kelurahan Rangkapan Jaya Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok Provinsi Jawa Barat. 74
Tinggal di Jl. cibinong Tapos Kp. Cimpaeun Rt01/Rw04 Kelurahan Cimpaeun
Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
56
periode 2009-2014. Setelah selesai menjabat menjadi anggota DPRD Kota Depok,
Lilis mencalonkan kembali di pileg 2014. Berjalannya proses pileg 2014, Lilis
mendapatkan 2,746 suara di pileg 2014. Dari hasil tersebut Lilis sebagai caleg
petahana gagal mempertahankan kursi DPRD Kota Depok 2014. Walaupun Lilis
mendapatkan suara meningkat di pileg 2014, namun kegagalan Lilis dikarenakan
suara PAN di dapil tersebut kecil. Sehingga Lilis tidak bisa mempertahankan kursi
DPRD Kota Depok.
C.12. Hj. Enthy Sukarti (Ibu Rumah Tangga dan Pengurus Partai)
Hj. Enthy Sukarti atau dipanggil dengan sebutan Hj. Enthy75
lahir di
Bogor 18 September 1970. Kegiatan Hj. Enthy sehari-hari sebagai ibu rumah
tangga yang mengurusi keluarga. Selain mengurusi kelurga beliau aktif di salah
satu partai politik yaitu PAN. Hj. Enthy bergabung ke PAN 2008, setelah satu
tahun di PAN Hj. Enthy mencalonkan diri menjadi caleg dari PAN yang mewakili
dari dapil III di pileg 2009. Setelah Hj. Enthy melewati berbagai dinamika di pileg
2009, beliau mendapatkan 1,915 suara di pileg 2009. Dari hasil tersebut, Hj.
Enthy terpilih menjadi anggota DPRD Kota di periode 2009-2014. Setelah selesai
selama lima tahun menjabat menjadi anggota DPRD Kota Depok. Hj. Enthy
Sukarti mencalonkan kembali di pileg 2014. Hj. Enthy mendapatkan 2,364 suara
di pileg 2014. Dari hasil tersebut mendapatkan peningkatan suara di pileg 2014.
Walaupun Hj. Enthy mendapatkan suara meningkat di pileg 2014, namun
75
Alamat di Jalan Kencana 1 Kebun Duren No. 45 Rt.05 / Rw04 Kel. Kalimulya
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
57
kegagalan Hj. Enhty dikarenakan suara PAN di dapil tersebut kecil. Sehingga Hj.
Enhty tidak bisa mempertahankan kursi DPRD Kota Depok.
C.13. Rojali H. Tjilut (Guru dan Pengurus Partai)
Rojali H. Tjilut atau dikenal dengan nama Rojali76
lahir di Bogor 12 Juli
1968. Rojali berprofesi seorang guru di salah satu sekolah swasta di Kota Depok.
Dibalik profesinya menjadi guru, Rojali aktif di organisasi sosial di Kota Depok.
Rojali pada 2006 yang lalu mulai tertarik politik. Pada 2007 Rojali mendaftarkan
diri menjadi anggota PAN. Setelah aktif di partai politik selama satu tahun, Rojali
mendaftarkan diri menjadi caleg DPRD Kota Depok di pileg 2009. Rojali
mencalonkan diri menjadi caleg di dapil V yang diusung oleh PAN. Berbagai
dinamika pileg 2009 yang dialami Rojali mendapatkan 2,180 suara di pileg 2009.
Dari hasil tersebut, Rojali terpilih menjadi anggota DPRD Kota Depok di periode
2009-2014. Setelah selesai menjabat selama lima tahun menjadi anggota DPRD
Kota Depok. Rojali mencalonkan kembali di pileg 2014. Rojali sebagai caleg
petahana di pileg 2014 mendapatkan 450 suara. Dari hasil tersebut Rojali sebagai
caleg petahana gagal mempertahankan kursi di DPRD Kota Depok 2014.
C.14. H. Ardja Djunaedi (Ketua LSM)
H. Ardja Djunaedi atau dikenal dengan panggilan H. Ardja77
lahir di
Bogor 21 Mei 1953. H. Ardja aktif di Organisasi Masyarakat Pemuda Pancasila
di Depok. Ardja Djunaedi adalah pensiunan pegawai negeri sipil di Bogor.
76
Alamat di Jalan Jambu Rt.003/Rw.001 Kelurahan pasir putih Kecamatan sawangan
Kota Depok Provinsi Jawa barat. 77
Tinggal di Kp. Rawa Kalong Rt001/Rw07 Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kota
Depok Provinsi Jawa Barat.
58
Setelah Ardja pensiun dari PNS, Ardja aktif disalah satu organisasi partai politik.
Adrja mendaftarkan diri menjadi caleg DPRD Kota Depok dari partai Golkar.
Berjalannya proses pileg 2009, maka KPUD mengumumkan bahwa H. Ardja
Djunaedi mendapatkan 3,187 suara. Dari hasil tersebut Ardja terpilih menjadi
anggota DPRD Kota Depok periode 2009-2014. Setelah selesai menjabat selama
lima tahun menjadi anggota DPRD Kota Depok. Rojali mencalonkan kembali di
pileg 2014. Dari hasil pileg 2014 Ardja mendapatkan 4,542 suara di pileg 2014.
Walaupun Ardja mendapatkan suara meningkat di pileg 2014, namun kegagalan
Ardja dikarenakan suara Golkar di dapil tersebut kecil. Hal tersebut Ardja tidak
bisa mempertahankan kursi DPRD Kota Depok.
C.15. Otto S Leander (Pengurus Partai)
Otto S Leander78
atau dikenal dengan nama panggilan Otto lahir di Depok
04 Oktober 1948. Otto adalah pensiunan pegawai negeri sipil di Jakarta. Setelah
beliau pensiun, 2004 Otto S Leander masuk ke partai politik. Satu tahun aktif di
partai politik, beliau mendapatkan posisi bendahara DPC PDI Perjuangan Kota
Depok. Selanjutnya selama lima tahun aktif di partai politik, Otto mendaftarkan
dirinya menjadi caleg DPRD Kota Depok 2009. Berjalannya proses pileg 2009
maka mendapatkan 2,832 suara. Dari hasil tersebut, Otto terpilih menjadi anggota
DPRD Kota Depok periode 2009-2014. Setelah selesai menjabat selama lima
tahun menjadi anggota DPRD Kota Depok. Otto S Leander mencalonkan kembali
78
Alamat di Jalan Flamboyan No.38 Rt03/Rw07 Kelurahan Depok Kecamatan Panmas
Kota Depok Provinsi Jawa Barat.
59
di pileg 2014. Dari hasil pileg 2014 mendapatkan 1009 suara. Dari hasil tersebut
Otto gagal mempertahankan kursi anggota DPRD Kota Depok 2014.
60
BAB IV
AKTOR POLITIK DAN KAMPANYE POLITIK CALEG PETAHANA
YANG GAGAL DALAM PILEG DPRD KOTA DEPOK TAHUN 2014
Pada bab ini merupakan analisis dari hasil penelitian aktor politik dan
kampanye politik dari masing caleg petahana yang gagal dalam pemilihan
legislatif (pileg) DPRD Kota Depok tahun 2014. Aktor politik dan kampanye
politik yang dilakukan caleg petahana dalam pemilihan legislatif (pileg) tahun
2014 untuk memperkuat basis pemilih caleg petahana di daerah pemilihan (dapil)
tersebut. Aktor politik dan kampanye politik yang berfokus terhadap kegagalan
caleg petahana memunculkan hal yang menarik untuk di teliti. Oleh karena itu,
caleg petahana sebagai aktor politik tidak mampu mempengaruhi masyarakat
untuk memilih kembali caleg petahana tersebut. Hal itu kampanye politik yang
dilakukan caleg petahana tidak dapat mempengaruhi suara dalam pemilihan
legislatif DPRD Kota Depok tahun 2014.
A. Aktor Politik Sebagai Kekuatan Caleg Petahana Di Pileg DPRD Kota
Depok Tahun 2014
Aktor politik adalah caleg petahana yang bertarung di kursi DPRD Kota
Depok dan di bantu oleh aktor politik lokal seperti tokoh masyarakat, pemuka
agama, dan pengurus RT/RW dalam pileg 2014. Aktor politik menjadi bagian
strategi caleg petahana dalam mempertahankan basis suara pemilih atau
memperluas suara pemilih di dapil tersebut. Aktor politik menjadi penentu
keterpilihan caleg petahana di pemilihan legislatif (pileg) 2014.
61
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencalonan kembali caleg
petahana ialah kekuatan politik. Kekuatan politik menjadi faktor penting bagi
caleg petahana untuk menakar kemampuan dalam mempertahankan suara pemilih.
Jika kekuatan politik caleg petahana tidak maksimal, maka caleg petahana akan
terancam kalah. Dalam hal ini kekuatan politik sangat berperan penting dalam
sistem politik. Kekuatan politik menjadi penopang politik yang ada di suatu
negara. Berbicara tentang kekuatan politik, tentunya setiap negara berbeda-beda
dalam kekuatan politikya. Kekuatan politik di setiap negara memiliki
keberagaman bentuk dan corak yang digunakan.
Kekuatan politik yang ada di Indonesia banyak dimiliki oleh suatu
lembaga atau aktor yang ada di dunia politik. Kekuatan politik yang dibangun
oleh suatu lembaga dan aktor dapat mempengaruhi sistem politik yang ada di
Indonesia. Dalam perkembangannya kekuatan politik yang diwakilkan oleh suatu
lembaga maupun aktor telah memberikan kontribusi dalam membangun dan
memberikan corak tersendiri bagi sistem politik Indonesia.
Kekuatan politik di Indonesia, dalam perkembangannya telah muncul
banyak lembaga maupun aktor politik yang menjadi kekuatan politik. Lembaga
dan aktor manjadi kekuatan politik yang berperan dalam perjuangan dan
pembangunan politik yang ada di Indonesia. Lembaga dan aktor yang menjadi
kekuatan politik di Indonesia ada sepuluh,79
di antaranya: militer, pengusaha,
partai politik, buruh, mahasiswa, cendekiawan, agama, LSM, birokrasi, dan pers.
79
Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik (Jakarta: UIN
Jakarta Press), h. 17.
62
Dari bagian kekuatan politik tersebut mempunyai peranan masing-masing dalam
perpolitikan di Indonesia.
Partai Politik dan aktor politik menjadi kekuatan caleg petahana dalam
mencalonkan kembali di pileg 2014. Langkah anggota DPRD yang mencalonkan
kembali disebabkan beberapa faktor. Pertama, partai sebagai upaya untuk
memenangkan pileg 2014 dengan menempatkan caleg petahana yang dianggap
sudah dikenal masyarakat pemilih atau juga karena mereka dianggap memiliki
aksetabilitas, kredibilitas dan akuntabilitas. Kedua, aktor politik mempunyai
pengikut, dan pengaruh dimasyarakat di setiap dapil.
Jika dilihat di atas, secara kapasitas caleg petahana memiliki nilai plus atau
keuntungan tersediri kalau dibandingkan dengan caleg pendatang baru. Dengan
nilai plus yang dimiliki, tidak menjamin caleg petahana berhasil mempertahankan
kursi kekuasaannya. Untuk itu diperlukan berbagai upaya yang mereka lakukan
mulai dari proses kandidasi, karena caleg petahana merupakan kandidat yang
sudah pernah menjabat pada periode sebelumnya. Untuk itu mereka harus
berupaya menjaga image positif dengan cara memberikan kinerja yang baik. Hal
ini karena masyarakat akan memberikan punishment atau reward kepada anggota
dewan atas kinerja serta track record mereka selama menjabat periode
sebelumnya.
63
A.1. Kegagalan Aktor Politik dan Partai Politik di Pemilihan Legislatif
DPRD Kota Depok Tahun 2014.
Aktor politik merupakan kemampuan individu (caleg petahana) untuk
mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan politik. Miriam Budiardjo80
menjelaskan kekuatan politik dapat dibedakan atas dua hal, yakni secara individu
atau institusional. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kekuatan politik
berasal dari aktor politik, partai politik, media massa, birokrasi, militer,
pengusaha, buruh, cendekiawan, agama, LSM, dan mahasiswa. Fokus penelitian
ini adalah terletak pada peran aktor politik dan partai politik dalam kekuatan
politik caleg petahana yang gagal pileg 2014.
Kekuatan politik secara institusional dapat diartikan sebagai lembaga atau
organisasi yang memiliki tujuan mempengaruhi proses pengambilan keputusan
dalam sistem politik. Dukungan caleg petahana untuk mencalonkan kembali pileg
2014 dari kekuatan politik institusional. Kekuatan politik institusional merupakan
lembaga yakni, partai politik. Partai politik merupakan sebuah aspek kekuatan
politik yang terlembaga dan menjadi pengusung caleg yang mencalonkan kembali
pileg 2014.
Partai politik sebuah motor penggerak caleg petahana untuk melenggang
ke DPRD Kabupaten atau Kota. Partai politik yang merekomendasi kadernya
untuk maju kembali menjadi caleg dalam mempertahankan kursi kekuasaan di
tingkat legislatif. Sebab itu, anggota dewan yang sudah berakhir masa jabatannya
selama lima tahun 2009-2014 dapat mencalonkan kembali menjadi caleg
80
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), h. 58.
64
diperiode 2014-2019. Seperti yang disampaikan oleh Muttaqin, S.Si, mantan
anggota DPRD dari PKS:
“Tradisi dari PKS yang sudah menjadi dewan diperiode 2009-2014 diharapkan
dapat mencalonkan kembali menjadi caleg di 2014, baik itu di dapil yang sama
maupun berbeda dapil. Atau maju di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi atau
Kabupatan dan Kota. Tapi saya diperintahkan partai untuk mencalonkan diri
kembali di dapil yang sama untuk di tingkat II Kota Depok.”81
Hal tersebut juga disampaikan oleh Ayi Nurhayati, mantan anggota DPRD
dari Demokrat:
“Seorang kader partai, harus ikut perintah partai untuk mencalonkan kembali di
pileg 2014. Saya di rekomendasi partai Demokrat maju di pileg 2014, karena
sudah dikenal oleh masyarakat di dapil. Oleh karenanya saya mencalonkan
kembali di pileg 2014. Pencalonan saya tentu sudah di perhitungkan untuk
mendulang suara. Saya harus mampu mencari suara yang meningkat di pileg
2014, agar saya bisa mempertahankan kursi DPRD Kota Depok.” 82
Jadi, partai politik yang menentukan caleg layak atau tidak untuk maju
kembali ke periode selanjutnya. Partai politik yang menentuhkan arah bagi caleg
petahana yang mencalonkan kembali. Sebab, caleg petahana yang pernah
menjabat menjadi anggota dewan periode 2009-2014 tentu sudah dikenal
masyarakat di dapil tersebut. Caleg petahana mendapatkan dukungan masyarakat
di dapil menjadi peluang besar bagi suara partai. Seperti disampaikan oleh Nur
Komariyah, mantan anggota DPRD dari PKS:
“Saya mencalonkan kembali caleg di periode selanjutnya tentu direkomendasi
oleh partai politik. Di lain sisi dapat dukungan dalam pencalonan saya di pileg
2014. Dukungan tersebut dari tokoh masyarakat, ibu-ibu pengajian, ibu-ibu
ustazah di Kecamatan Sawangan dan Cipayung. Oleh karenanya, saya
mencalonkan kembali di pileg 2014 agar aspirasi mereka bisa tersalurkan
kembali dengan baik dan apa yang sudah saya kerjakan untuk di dapil saya untuk
masyarakat.”83
Hal yang serupa disampaikan oleh Lilis Latifah, mantan anggota DPRD
dari PAN:
81
Wawancara dengan Muttaqin, S.Si, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 20 November 2018 pukul 16.30 WIB. 82
Wawamcara dengan Ayi Nurhayati, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 20 November 2018 pukul 10.00 WIB. 83
Wawancara dengan Nur Komariyah, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB.
65
“Pencalonan saya di periode 2014-2019 atas dukungan dari keluarga, tokoh
masyarakat, dan teman-teman saya khususnya di Kecamatan Tapos. Saya
mencalonkan kembali di pileg 2014 atas dukungan PAN, karena sebagai kader
harus siap menerima amanah tersebut.”84
Jika dilihat, partai politik sangat mendukung pencalonan caleg petahana
dikarenakan masyarakat sudah mengenal nama-nama caleg yang sudah pernah
menjabat menjadi anggota dewan. Sebab itu, menurut penulis kuat atau lemahnya
kekuasaan partai politik tersebut sebagai kekuatan politik sangat bergantung pada
jumlah dukungan yang diberikan oleh rakyat atau masyarakat kepada partai
politik. Tanpa memiliki basis massa tentu dalam pembuatan kekuatan partai
politik akan menemui kesulitan dalam tugasnya untuk memenangkan pileg 2014.
Oleh karenanya, partai politik sangat mendukung anggota dewan yang ingin
mencalonkan kembali ke periode selanjutnya untuk mendulang suara partai di
pileg 2014.
Berdasarkan konsep aktor dari Gaetano Mosca menjelaskan pengaruh
aktor politik adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh pada berbagai tingkat
kekuasaan, maka dari itu penulis melihat caleg petahana yang pernah menjabat
menjadi anggota dewan mempunyai pengaruh di partai politik. Berdasarkan
metode pengaruh/keputusan dalam mengidentifikasi siapa yang termasuk dalam
kategori aktor politik yaitu orang-orang yang mempunyai pengaruh pada berbagai
tingkatan kekuasaan.
Selain itu menurut analisis penulis, kegagalan caleg petahana terjadi faktor
dukungan masyarakat terhadap partai politik tersebut berkurang. Dikarenakan
84
Wawancara dengan Lilis Latifah, mantan anngota DPRD Fraksi PAN, di Kota Depok
pada 23 November 2018 pukul 18.45 WIB.
66
suara partai tidak bisa menyangi partai politik lain. Kegagalan caleg petahana bisa
terjadi karena basis massa yang dibuat caleg petahana belum jelas dan tidak
merata di setiap tingkatan wilayah, seperti Keluarahan dan RW/RT. Sebab, tanpa
memiliki basis massa tentu saja dalam membentuk kekuatan politik partai akan
menemui kesulitan dalam tugasnya untuk memenangkan caleg di pileg 2014.
Seperti yang disampaikan oleh Sutopo, mantan anggota DPRD dari Demokrat:
“ Saya mencalonkan diri di pileg 2014 tentu sudah mempertimbangkan agar bisa
mendapatkan peningkatan suara. Namun setelah pileg 2014 berjalan, saya
mendapatkan penurunan 1710 suara di pileg 2014. Suara Demokrat memang di
pemilu 2014 sangat anjlok karena kader Demokrat khususnya di DPP tersangkut
korupsi. Oleh karenanya suara dari Demokrat di daerah mengalami menurunan
yang sangat signifikan. Sehingga caleg petahana dari Demokrat yang
mencalonkan kembali gagal disebabkan faktor tersebut.”85
Hal serupa disampaikan juga oleh Andryarini, mantan anggota DPRD dari
PKS:
“Pemilu 2014 partai kami (PKS) mengalami musibah sangat besar, dikarenakan
Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq menjadi tersangka korupsi. Maka dari itu suara
PKS di pusat maupun di daerah memperoleh suara yang anjlok di pemilu 2014.
Akibatnya beberapa caleg petahana dari PKS gagal di pileg 2014, termaksud
saya.”86
Septer Erdward, mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan:
“ Pencalonan saya di pileg 2014 sudah dipertimbangkan dengan sebaik mungkin.
Di pileg 2014 saya mempunyai tim pemenangan di tingkat RW. Dengan adanya
tim pemenangan di tingkat RW diharapkan bisa mendapatkan peningkatan suara
di pileg 2014. Akan tetapi berbagai starategi yang saya lakukan tidak mampu
mendulang suara di pileg 2014. Maka dari itu saya gagal dalam pileg DPRD
tingkat II di Kota Depok.”87
Siti Zubaida, mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan:
85
Wawancara dengan Sutopo, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 14.45. 86
Wawancara dengan Andryarini, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 09.50 WIB. 87
Wawancara dengan Septer Erdward, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 27 November 2018 pukul 19.00 WIB.
67
“pencalonan saya di pileg 2014 tentu mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Tetapi di pileg 2014 saya gagal mempertahankan kursi DPRD. Kegagalan saya
dalam pileg 2014 dikarena tim pemenangan yang saya buat berahli dukungan ke
partai lain. Saya tidak tahu mengapa beberapa tim pemenangan saya pindah. Tapi
di pileg 2014 yang lalu memang cobaan buat saya dan Demokrat, karena suara
partai dan saya menurun.”88
Dari beberapa pernyataan wawancara sebelumnya terlihat jelas bahwa
kegagalan caleg petahana disebabkan dukungan masyarakat ke pada partai politik
dan caleg petahana belum memberikan dampak yang positif terhadap pemilih.
Dikarenakan pemilih belum merasakan hasil kinerja dari caleg petahana tersebut.
Pemilih cendrung lebih melihat perkembangan politik nasional di media massa
tentang kasus korupsi yang menjerat beberapa kader partai politik.89
Oleh sebab
itu masyarakat berahli dukungan, dan dampaknya merembet ke daerah.
A.2. Peran Aktor Politik Sebagai Kekuatan Politik Di Pileg DPRD Kota
Depok 2014
Dalam hasil wawancara dengan beberapa narasumber, penulis
menemukan bahwa aktor politik yang sebagaimana penulis maksud adalah caleg
petahana. Aktor politik biasanya tidak akan lepas dari citra atau pribadi mereka
dimata khalayak umum, karena sebagai aktor politik mereka mempunyai peran
yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Aktor politik merupakan bagian
dari kekuatan politik untuk membuat dan mempengaruhi suatu kebijakan
pemerintah. Aktor politik merupakan kelompok kecil yang ada di masyarakat
yang berkuasa di sistem politik.
88
Wawancara dengan Siti Zubaida, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 27 November 2018 pukul 13.30 WIB. 89
Sepudin Zuhri, “Penyebab suara Demokrat turun drastis”, www.kabar24.bisnis.com, 14
April 2014.
68
Aktor politik dianggap sudah berkontribusi membuat suatu kebijakan di
pemerintahan, selama menjabat menjadi anggota dewan di DPRD Kota Depok.
Aktor politik bisa mengeluarkan suatu kebijakan untuk kepentingan-kepentingan
umum dan kelompoknya. Di sini peran aktor politik adalah bagaimana dapat
mempengaruhi masyarakat untuk dapat dipilih kembali menjadi dewan legislatif
di periode 2014-2019. Pengaruh ini dapat berasal dari figur atau ketokohan dari
aktor politik maupun jaringan politik yang telah dibentuk. Seperti yang
disampaikan oleh Ardja Djunaedi, mantan anggota DPRD dari Golkar:
“Memang caleg harus sering bersilaturahmi dengan tetangga, tokoh masyarakat
dan pemuka agama setempat agar kita dapat mengenal beliau dan beliau
mengenal kita. Saya sebenarnya tidak terlalu akrab dengan tokoh masyarakat.
Akan tetapi mereka banyak mengenal saya. Kebetulan saya aktif dalam kegiatan
di Kecamatan, dan saya kebetulan aktif juga di LSM di Depok. Makanya saya
banyak dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Babe Ardja.”90
Hal ini disampaikan yang sama oleh Nur Komariyah, mantan anggota
DPRD Kota Depok dari PKS bahwa:
“Ketika saya mencalonkan diri kembali menjadi caleg, saya silaturahmi ke tokoh
masyarakat yang sudah saya pernah turun ketika reses di wilayahnya. Saya juga
silaturahmi dengan kelompok pengajian ibu-ibu di wilayah saya. Dengan cara itu
saya melakukan pendekatan saya dengan tokoh masyarakat, dan ibu-ibu
mengajian agar mereka bisa sosialisikan diri saya kepada masyarakat di masing-
masing daerah.”91
Cara caleg petahana untuk mendulang suara dalam mempengaruhi
masyarakat di dapil dengan bersosialisasi kepada masyarakat. Salah satunya
pendekatan dengan tokoh masyarakat, pemuka agama dan para ketua RW/RT
untuk membantu caleg petahana dalam sosialisasi langsung kepada masyarakat.
Sebab, untuk memulai pendekatan dengan masyarakat harus cara tersebut. Seperti
90
Wawancara dengan Ardja Djunaedi mantan anggota DPRD Fraksi Golkar, di Kota
Depok pada 25 November 2018 pukul 15.32 WIB. 91
Wawancara dengan Nurkomariyah,mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB.
69
yang disampaikan oleh Enthy Sukarti, mantan anggota DPRD Kota Depok dari
PAN:
“Awal mulanya ketika saya bersosialisasi kepada masyarakat, saya mendatangi
Ketua RW setempat. Karena saya belum mengetahui area yang saya mau
sosialisasi di wilayah tersebut. Disamping itu saya sosialisasikan diri saya bahwa
saya caleg dari PAN yang mengikuti pileg 2014 untuk DPRD tingkat II Kota
Depok. Ketika saya sosialisasikan pencalonan saya kepada RW tersebut, saya
dikenalkan oleh RW untuk memperkenal diri saya kepada seluruh RT setempat.
Dari situlah saya bertemu dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama di
wilayah tersebut.”92
Dari pernyataan wawancara terlihat jelas bagaimana pendekatan caleg
dengan masyarakat ketika memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat
setempat. Penulis melihat bahwa caleg petahana memiliki peluang untuk
membentuk jaringan politik dalam mendukung pemenangan caleg petahana
sampai ke tingkat RT untuk mendapatkan suara di pileg DPRD Kota Depok.
Seperti yang disampaikan oleh Drs. Karno, mantan anggota DPRD Kota Depok,
dari Demokrat:
“Memang sangat diperlukan membangun jaringan ke tingkat RT atau RW untuk
mendulang suara. Untuk itu saya sempat berkomunikasi ke RT atau RW dalam
pencalonan saya di pileg 2014. Dibalik kepentingan saya ke RT dan RW untuk
meminta suara sebaliknya mereka minta diperhatikan agar aspirasi mereka bisa
terwujud dalam bentuk infrastuktur jalan di perkampungan”
Otto S. Leander, mantan anggota DPRD dari PDI Perjuangan
menyampaikan hal serupa:
“untuk memperkenalkan diri saya kepada masyarakat tentu harus mempunyai
kenalan warga atau masyarakat setempat disana, ketika kita ingin turun
kelingkungan tersebut. selain itu saya harus membangun komunikasi ke RT atau
RW setempat agar mereka bisa membuka hatinya untuk dapat mendukung saya di
pileg 2014. Dari situlah saya membangun silaturahmi dengan masyarakat”
92
Wawancara dengan Enthy Sukart,i mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota Depok
pada 28 November 2018 pukul 10.00 WIB.
70
Rojali H. Tjilut, mantan anggota DPRD dari PAN menyampaikan:
“Pencalonan saya kembali menjadi caleg petahana atas dukungan dari teman
kader PAN. Kalau ditanya membuat tim pemenangan di pileg, tentu punya. Saya
membuat tim intinya saja. Untuk di tingkat RW/RT saya meminta kepada kawan
tim inti membuat jaringan kepada tokoh masyarakat, dan ketua RW/RT dalam
sosialisasi pencalonan saya di pileg DPRD 2014. Selain itu saya juga dibantu
oleh struktur pengurus PAN di daerah setempat.”93
Dari pernyataan sebelumnya mengenai jaringan politik caleg petahana
sudah telihat jelas. Bahwa caleg petahana belum terlalu siap untuk menghadapi
pileg 2014 di Kota Depok. Sebab, menurut penulis persiapan caleg petahana
untuk pileg DPRD tingkat II Kota Depok tidak memaksimalkan tim-tim
pemenangan dalam membuat strategi politik. Seharusnya tim pemenangan
memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Menetapkan target dan tujuan, masing-masing tim di wilayah yang
telah ditetapkan wajib menentapkan target perolehan suara caleg
petahana tersebut. Sebagaimana yang telah ditentukan dalam peta kerja
dan rencana strategis tim pemenangan.
b. Fokus menggarap pemilih yang menjadi target. Tim yang bertugas
pada wilayah-wilayah yang telah ditentukan hanya berkonsentrasi dan
bertanggung jawab penuh pada wilayah tugasnya masing-masing.
c. Memahami karakter pemilih yang menjadi target, mengetahui apa
preferensi (kesukaan) atau tidak sukaan pemilih dan mengindentifikasi
issue-issue yang berkembang di masyarakat untuk kemudian menjadi
program yang akan dijalankan.
93
Wawancara dengan Rojali H. Tjilut, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 20.00 WIB.
71
d. Mengawasi gerakan pesaing, (mengetahui apa yang dilakukan oleh tim
pesaing, mengindentifikasi tokoh masyarakat yang melakukan
pergerakan untuk pesaing), mengelola secara kreatif hubungan dengan
stakeholder dan menjaga hubungan baik dengan penggurus partai
politik, tim relawan, tokoh masyarakat, pemuka agama, pemilih, dan
caleg petahana diharapkan tidak mengeluarkan statemen yang kontra
produktif kepada publik sehingga dapat menurunkan akseptabilitas
caleg tersebut.
e. Mencari peluang-peluang baru untuk merebut hati pemilih, dengan
cara hal-hal baru yang dapat mempengaruhi selera pemilih untuk
memilih caleg petahana.
f. Menyusun program kerja dan rencana pencitraan caleg petahana,
masing-masing wilayah memberikan informasi spesifik kepada
struktur tim pemenangan untuk diolah menjadikan suatu program
kerja.
Dari pernyataan penulis sebelumnya, caleg petahana seharusnya sudah
melakukan kepada tim pemenangan. Penulis menilai bahwa caleg petahana sudah
melakukan, akan tetapi belum maksimal menjalankan fungsi dan tugas sebagai
tim pemenangan. Sehingga faktor kegagalan caleg petahana bisa disebabkan oleh
caleg tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Hj. Susilawati mantan DPRD dari
Demokrat:
“Pencalonan saya di pileg 2009 dengan 2014 membuat tim pemenangan. Saya
membuat tim pemenangan 10 orang, mereka dari daerah yang berbeda-beda agar
mempermudah saya mencari basis suara saya di pileg 2014. Setiap pertemuan
72
dengan tim pemenangan saya selalu mengadakan fokus group discussion (FGD)
untuk membahas fokus yang kita targetkan suara saya di pileg 2014. Selama tiga
bulan berjalan target yang kita inginkan meleset dari apa yang diharapkan. Hal
hasil saya mendapatkan 699 suara di pileg 2014 menurun jika dibandingkan
dengan pileg 2009 mendapatkan 3,787 suara.”94
Kegagalan caleg petahana 2014 disebabkan oleh aktor politik yang tidak
memperhatikan beberapa hal di antarnya:
Pertama, Caleg petahana tidak melibatkan unsur-unsur tokoh masyarakat.
Unsur-unsur tokoh masyarakat bisa dikatakan masyarakat setempat yang telah
tinggal lama dan berpengaruh di wilayah tersebut dan masyarakat yang yang
paling dituakan atau sesepuh yang berpengaruh di wilayah tersebut. Contohnya
tokoh masyarakat, tokoh sesepuh, alim ulama/ pemuka agama, struktur organisasi
masyarakat seperti ketua RW/RT yang mempunyai pengaruh di wilayah tersebut.
Dari beberapa unsur tokoh masyarakat sebagian caleg petahana belum melibatkan
dalam pemenangan pileg 2014 atau tidak memaksimalkan kekuatan caleg
petahana dalam meraih suara di tiap-tiap wilayah.
Kedua, Caleg petahana (aktor politik) kurang dikenal oleh masyarakat.
Sebagian masyarakat mungkin tidak mengenal aktor politik yang mencalonkan
kembali menjadi caleg di periode 2014. Oleh sebabnya, ketokohannya yang dulu
menjadi anggota DPRD di periode 2009 dan mencalonkan kembali (caleg
petahana) di pileg 2014 tidak dikenal oleh masyarakat, dikarenakan kurangnya
caleg petahana bersosialisasi ke dapil yang belum mereka kunjungi disaat menjadi
anggota DPRD.
94
Wawancara dengan Susilawati, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 14.26 WIB.
73
Ketiga, Caleg petahana (Aktor Politik) tidak turun langsung ke
masyarakat. Sebagian aktor politik tidak turun langsung kemasyarakat, sehingga
caleg petahana lebih mempercayakan kepada tim pemenangan yang turun
kemasyarakat. Caleg petahana hanya turun kemasyarakat dalam rangka acara-
acara besar dimasyarakat. Sehingga aspirasi masyarakat belum bisa diakomodir
caleg petahana. Oleh sebab itu, masyarakat cendrung tidak tertarik dengan caleg
petahana. Dikarenakan caleg petahana tidak bisa mewakili aspirasi mereka.
Dari pernyataan penulis di atas, hal ini yang mempengaruhi kegagalan
caleg petahana dalam pileg DPRD 2014 sebagai kekuatan politik. Sehingga
sebagian caleg petahana banyak mengabaikan persoalan-persoalan tersebut di
masa kampanye pileg 2014.
A.3. Basis Kekuatan Caleg Petahana Gagal Pileg DPRD Kota Depok 2014
Partai politik menjadi bagian kekuatan politik yang ada di Indonesia.
Perannya sangat penting dalam sistem politik di Indonesia, ketika seseorang ingin
menjadi wakil rakyat di parlemen maka salah satu jalur untuk memasuki lewat
partai politik. Dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, partai politik memiliki
peran dalam mempertahankan dan merebut basis dukungan untuk memperoleh
suara di masyarakat. Partai politik juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk
menjadi penyambung lidah antara pemerintah dengan rakyat, serta turut aktif
dalam membuat kebijakan yang ditentukan oleh negara. Tidak bisa dipungkiri
bahwa peran partai politik di Indonesia sangat penting dan menjadi acuan bagi
74
negara untuk menentukan kebijakan bagi masyarakat.95
Keterlibatan partai politik
dalam pemerintahan sebenarnya bukan hal yang biasa, melalui partai politiklah
aspirasi masyarakat dapat disalurkan dan disampaikan dalam bentuk apapun.
Alasan utama partai politik menjadi bagian dari salah satu kekuatan politik
yang ada di Indonesia khususnya di kalangan pemerintahan dan masyarakat,
karena partai politik menjadi salah satu pilar utama dalam menjalankan negara
selain peran pemerintahan di dalamnya yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif
serta kepentingan pers. Pada era ini, Indonesia memberikan ruang gerak yang luas
kepada partai politik untuk mengontrol kegiatan yang ada di masyarakat.96
Selain berfungsi memberikan edukasi dan mengontrol masyarakat, partai
politik juga harus mendorong masyarakat agar mampu berpartisipasi dan
menggunakan hak-hak politiknya guna menjanlankan sistem politik di Indonesia
agar berjalan dengan baik. Dengan berjalannya partisipasi masyarakat, maka dari
itu partai politik berkesempatan untuk mempertahankan dan merebut basis massa
dalam kekuatan politik partai. Basis massa kekuatan politik partai sangat perlu,
dikarenakan untuk memperluas suara dukungan masyarakat dan mempertahankan
suara masyarakat kepada partai politik.97
Oleh karenanya, partai politik menjadi
kekuatan politik caleg petahana untuk mempertahankan basis massa suara partai
politik. Seperti yang disampaikan oleh Nur Komariyah, mantan anggota DPRD
dari PKS:
95
Firmanzah, Mengelolah Partai politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 56-57. 96
Firmanzah, Mengelolah Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, h. 57. 97
Wahyuni Pudjiastuti, Kampanye dengan komunikasi persuasi (Depok: Prenadamedia
Group, 2017), h. 60.
75
“Kalau di Kota Depok basis suara PKS sangat banyak sekali dibeberapa wilayah.
Untuk di dapil saya PKS sangat kuat tetapi hanya beberapa wilayah saja. Untuk
mempertahankan suara tersebut saya dan beberapa caleg dari PKS merebut hati
simpatisan agar mereka bisa memilih saya. Tapi untuk basis massa suara saya
selama pileg 2014 di komplek perumahan.”98
Hal serupa disampaikan oleh Drs. Karno, mantan anggota DPRD dari
Demokrat:
“2009 basis suara Demokrat sangat baik jika dibandingkan dengan pileg 2014. Di
pileg 2014 basis suara Demokrat sudah menghilang, oleh partai politik lain.
Begitu pun dengan basis suara saya dan partai Demokrat yang tadinya suara di
dapil tersebut sangat bagus, tapi kenyataannya suara partai atau nama saya tidak
ada sama sekali, itu pun terjadi ada di 10 TPS.”99
Ardja Djunaedi, mantan anggota DPRD dari Golkar menyampaikan:
“Berbicara basis suara di dapil pemilihan saya cukup membaik. Tetapi yang
sangat disayangkan untuk pileg 2014 khususnya dapil limo dan cinere suara
partai sangat kecil sekali. Walaupun suara saya meningkat di 2014 tapi saya tidak
mendapatkan kursi di legislatif.”100
Rojali H. Tjilut, mantan anggota DPRD dari PAN menyampaikan:
“Basis suara yang saya petakan selama pileg 2014 belum memperkirakan di
daerah mana. Intinya selama pileg 2014 suara saya anjlok di dapil saya.”101
Ayi Nurhayati, mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan:
“Untuk pemetaan basis suara saya di pileg sudah ditentukan. Tapi sayangnya
strategi saya dalam mempertahankan basis suara partai dan saya tidak bisa
dipertahankan. Ada beberapa tren sisi negatif selama pileg 2014 terjadi di partai
kami. Oleh karenanya suara Demokrat dan saya sangat turun jika dibandingkan
dengan pileg 2009 yang lalu.”102
98
Wawancara dengan Nur Komariyah, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB. 99
Wawancara dengan Drs.Karno, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 1 Desember 2018 pukul 10.00 WIB. 100
Wawancara dengan Ardja Djunaedi, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 25 November 2018 pukul 15.32 WIB. 101
Wawancara dengan Rojali H. Tjilut, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 20.00 WIB. 102
Wawancara dengan Ayi Nurhayati, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 20 November pukul 10.00 WIB.
76
Andryarini, mantan anggota DPRD dari PKS, menyampaikan:
“Basis suara saya di pileg 2014 ada di beberapa titik daerah komplek perumahan.
Sebab, untuk menggiring pemilih di basis masyarakat perumahan sangat lebih
efektif jika dibandingkan di daerah perkampungan. Karena untuk
mempertahankan suara di perkampungan masyarakatnya cendrung prakmatis.
Untuk itu alhamdulillah basis suara di komplek perumahan cukup membaik.
Walaupun saya tidak bisa memperthankan kursi di legislatif 2014, tapi suara saya
sangat meningkat dibanding pileg 2009.”103
Sutopo, mantan anggota DPRD dari Demokrat, menyampaikan:
“Kalau basis suara pada pileg 2014 saya belum pemetaan dimana target suara
saya. Karena saya lebih fokus satu titik wilayah saya saja. yakni di sekitaran
lingkungan saya saja.”104
Nur Komariyah, mantan anggota DPRD dari PKS menyampaikan:
“Jika berbicara basis saya di pileg 2014 saya belum tahu dimana suara saya yang
paling banyak. Kalau pemetaan di pileg 2014 saya lebih banyak bersosialisasi ke
masyarakat komplek perumahan. Saya memilih sosialisasi di komplek perumahan
dikarenakan masyarakatnya cerdas dan aktif dalam memberikan aspirasi
ketimbang di masyarakat perkampungan. Kalau di perkampungan masyarakat
sana membutuhkan imbalan sesuatu dan itu mau tidak mau disaat saya sosialisasi
harus saya kasih untuk mendapatkan suara disana. Tapi saya hanya berkunjung
ke daerah perkampungan hanya dua perkampungan saja.”105
Hj. Lilis Latifah, mantan anggota DPRD dari PAN menyampaikan:
“Saya berfokus hanya di lingkungan saja, untuk mempertahankan basis massa.
Dikarenkan saya hanya fokus ke sembilan RW dari beberapa RT di lingkungan
saya. Sebab, masyarakat di daerah lingkungan saya sangat padat jumlah
penduduknya. Jadi menurut saya cukup untuk bersosialisasi kepada masyarakat
untuk menggaet calon pemilih di pileg 2014.”106
Hj. Susilawati, mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan:
“Pileg 2014 yang lalu basis suara di daerah yang saya harapkan menang sangat
mengecewakan hasilnya. Karena suara saya dan partai Demokrat kalah dengan
partai politik lain. Jika dibandingkan pada pileg 2009 suara saya banyak di
103
Wawancara dengan Andryarini, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 09.50 WIB. 104
wawancara dengan Sutopo, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 14.45 WIB. 105
Wawancara dengan Nur Komariyah, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB. 106
Wawancara dengan Lilis latifah, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota Depok
pada 23 November 2018 pukul 18.45 WIB.
77
darerah tersebut karena pada pileg 2009 disitulah basis suara saya paling banyak
yakni di daerah sukmajaya.”107
Abdul Ghofar, mantan anggota DPRD dari PKS menyampaikan:
“Basis suara di pileg 2014, saya hanya cukup memetakan suara di lima
kelurahan. Dari lima kelurahan tersebut saya harus menguasai sepuluh RW dari
setiap RT agar suara saya banyak disetiap TPS. Akan tetapi berjalannya waktu
pileg 2014 tidak membuahkan hasil yang baik, dikarenakan pileg 2014 saya
hanya mendapatkan 1,802 suara.”108
Dari pernyataan di atas, bahwa di setiap caleg petahana bervariasi untuk
menanggapi pernyataan basis massa dalam pileg 2014 yang dimiliki atau tidak
dimiliki caleg petahana. Pada intinya setiap caleg petahana belum mampu
mempertahankan basis massa suara caleg petahana di setiap dapil. caleg petahana
tidak mempunyai strategi khusus dalam menggaet calon pemilih di setiap dapil
yang mereka perebutkan. Oleh sebabnya caleg petahana gagal dalam memperoleh
dukungan dari masyarakat di dapilnya.
B. Kampanye Politik Caleg Petahana Dalam Pileg DPRD Kota Depok
Tahun 2014
Kampanye politik merupakan salah satu penyampaian komunikasi politik
caleg petahana dengan pemilih. Kampanye politik merupakan arena penyampaian
visi, misi, dan program yang akan dilakukan oleh partai politik atau caleg
petahana. Kampanye politik dapat menjadi media dialogis bagi rakyat untuk
menguji dan menilai partai politik atau caleg yang memiliki visi, misi, dan
program yang mampu mewakili aspirasi mereka. Sehingga persoalan masyarakat
di dapil yang diwakili bisa diakomodir dengan baik. Kampanye politik bukan
107
Wawancara dengan Hj.Susilawati, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 14.26 WIB. 108
Wawancara dengan Abdul Ghofar, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 28 November 2018 pukul 19.30 WIB.
78
meraih kekuasaan saja bagi caleg, tetapi menjadi bagian pendidikan politik rakyat
dalam memecahkan persoalan di dapil tersebut.
Rogers dan Story mendefinisikan kampanye sebagian serangkaian tindakan
komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu
tertentu.109
Dari definisi di atas, maka aktivitas kampanye setidaknya caleg harus
memperoleh efek kepada khalayak untuk meyakinkan calon pemilih bahwa
mereka tidak salah pilih dalam pileg 2014. Segala tindakan dalam kegiatan
kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi, terutama mengajak dan mendorong
masyarakat untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar
kesukarelaan. Dengan demikian, kampanye pada prinsipnya adalah contoh
tindakan persuasi secara nyata.
Sasaran kampanye politik caleg petahana adalah khalayak. Mcquail dan
Windahl mendefinisikan khalayak sasaran sebagai sejumlah besar orang yang
pengetahuan, sikap, dan perilakunya akan diubah melalui kegiatan kampanye.
Perubahan sikap, presepsi, dan tingkah laku dari objek komunikasi (komunikan)
dicapai melalui imbauan dan ajakan. Oleh karenanya penting di sini adalah
membuat komunikan tertarik, sehingga secara sadar dan sukarela menerima dan
menuruti keinginan komunikator.
109
Firmanzah, Mengelolah Partai politik: komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, h. 58.
79
B.1. Kampanye Politik Caleg Petahana Gagal Mempertahankan Kursi
DPRD Kota Depok Tahun 2014
Kampanye politik menjadi perantara komunikasi caleg petahana dengan
khalayak. Peran kampanye caleg petahana menyampaikan sesuatu misi, visi dan
program kerja untuk menggaet khalayak sebagai calon pemilih. Kampanye politik
tidak di lepas dari kegiatan untuk memaparkan program-program kerja saja, tetapi
memobilisasi masyarakat agar memberikan suara pada partai politik atau caleg
tertentu.110
Dengan demikian, kampanye pileg 2014 bertujuan merebut dan
mempertahankan perilaku masyarakat dalam memilih caleg petahana atau partai
politik.
Kampanye politik banyak dilakukan oleh caleg petahana untuk
membangun image. Image yang dibangun oleh caleg petahana di bentuk sebagai
anggapan atau opini publik terhadap caleg petahana. Tanpa adanya kampanye,
publik tidak akan tahu informasi mendalam tentang caleg petahana, terkait hal
positif yang dimiliki caleg petahana tersebut. Kampanye adalah sebuah tindakan
yang bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa
dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang yang terorganisasi untuk
melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suatu
kelompok, dengan mengunakan berbagai media komunikasi untuk mendapatkan
dukungan publik.111
110
Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2008), h. 271. 111
Wahyuni Pudjiastuti, Kampanye dengan Komunikasi Persuasi, (Depok: Prenadamedia
group, 2017), h. 18.
80
Hal ini disampaikan oleh Nur Komariyah, mantan anggota DPRD dari
PKS:
“Kampanye yang saya lakukan di pileg 2014 membangun komunikasi dengan
tokoh masyarakat, masyarakat lingkungan yang saya kunjungi, dan
bersilaturahmi dengan teman-teman organisasi saya, agar mereka dapat
mendukung saya di pileg 2014. Untuk kampanye pileg 2014 saya lebih suka
bersilaturahmi dengan masyarakat, baik yang dikenal maupun baru dikenal.”112
Ardja Djunedi mantan anggota DPRD dari Golkar menyampaikan bahwa:
“Kampanye saya di pileg 2014 mengadakan suatu turnamen olahraga untuk
menggaet calon pemilih di dapil saya. Selain itu saya berkomunikasi dengan
teman-teman di organisasi yang saya ikuti selama ini. Selain itu saya
bersosialisasi dan bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat, masyarakat
dilingkungan, dan tokoh pemuka agama yang ada di dapil. Karena disaat pileg
2009 yang lalu, saya melakukan hal serupa dan membuahkan hasil dan saya
mendapatkan kursi DPRD. Tapi di pileg 2014 saya kalah dengan teman saya satu
partai dikarenakan mendapatkan suara lebih tinggi dibanding saya.”113
Ayi Nurhayati mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan
bahwa:
“Kampanye untuk pileg 2014 saya bersosialisasi kepada teman-teman saya,
masyarakat lingkungan, dan ibu ustazah yang saya kenal maupun baru dikenal.
Tapi saya lebih cendrung bersosialisasi ke majelis talim, bersama para pimpinan
pengajian ibu ustazah. Karena dengan cara itu saya mendapatkan suara banyak
jika saya bercermin di pileg 2009. Tapi di pileg 2014 saya gagal dalam
memperoleh suara yang banyak.”114
Otto S.Leander mantan anggota DPRD dari PDI Perjuangan,
menyampaikan:
“Pileg 2014 ketika menjadi caleg saya berkampanye membangun komunikasi
kepada organisasi yang selama saya ikuti, membangun komunikasi dengan tokoh
masyarakat, RW/RT, dan pemuka agama. Selain itu mendirikan rumah aspirasi
untuk masyarakat di dapil. pendirian rumah aspirasi sudah berjalan lama sekali
ketika saya menjabat menjadi anggota dewan, dan untuk pileg 2014 rumah
112
Wawancara dengan Nur Komariyah, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB. 113
Wawancara dengan Ardja Djunaedi, mantan anggota DPRD Fraksi Golkar, di Kota
Depok pada 25 November 2018 pukul 15.32 WIB. 114
Wawancara dengan Ayi Nurhayati, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat , di Kota
Depok pada 20 November 2018 pukul 10.00 WIB.
81
aspirasi ini terbuka untuk masyarakat umum khususnya dapil tiga. Kampanye
politik tentu banyak sekali yang saya lakukan, seperti membuat akte kelahiran
gratis.”115
Sutopo mantan anggota DPRD dari Demokrat, menyampaikan hal serupa
bahwa:
“Kampanye 2014 yang saya lakukan yaitu membangun komunikasi terhadap
masyarakat lingkungan, RW/RT, tokoh masyarakat dan pemuka agama. Dengan
komunikasi yang saya bangun saya membuat kesehatan gratis untuk masyarakat
di lingkungan yang saya petakan. Dengan cara itu saya mendapatkan suara dari
masyarakat setempat.”116
Abdul Ghofar mantan anggota DPRD dari PKS menyampaikan hal serupa
bahwa:
“Kampanye politik yang saya lakukan selama ini membangun komunikasi kepada
teman organisasi, tokoh masyarakat, RT/RW, dan masyarakat. Selain itu, saya
melakukan strategi setiap hari keliling masjid untuk shalat subuh berjamaah dan
memberikan tausiah agama. Dengan cara tersebut untuk memperkenalan diri saya
dengan masyarakat setempat.”117
Hj. Enthy Sukarti mantan anggota DPRD dari PAN menyampaikan
bahwa:
“Kampanye politik selama pileg 2014 yang lalu saya bersosialisasi dengan tokoh
organisasi masyarakat atau yang disingkat ormas seperti, FBR (Forum Betawai Rempug)
dan ormas Pemuda Pancasila. Selian itu saya bersosialisasi dengan tokoh masyarakat,
pemuka agama, dan pengurus RW/RT. Dengan cara tersebut saya membangun
komunikasi dengan berbagai pihak agar mereka bisa membantu saya dalam pemenangan
pileg 2014. Selain itu saya membuka posko aspirasi di beberapa keluarahan.”118
Rojali H. Tjilut mantan anggota DPRD dari PAN menyampaikan:
115
Wawancara dengan Otto S. Leander, mantan anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan,
di Kota Depok pada 24 November 2018 pukul 19.45 WIB. 116
Wawancara dengan Sutopo, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 14.45 WIB. 117
Wawancara dengan Abdul Ghofar, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 28 November 2018 pukul 19.30 WIB 118
Wawancara dengan Hj. Enthy Sukarti, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota
Depok pada 28 November 2018 pukul 10.00 WIB.
82
“Kampanye yang saya lakukan selama menjadi caleg membuat posko aspirasi,
membangun komunikasi dengan tokoh masyarakat, dan bersosialisasi dengan
RW?RT setempat sambil membagikan sovenir untuk masyarakat.”119
Andyarini mantan anggota DPRD dari PKS menyampaikan hal serupa
bahwa:
“Kampanye politik selama menjadi caleg petahana tentu sama dengan saya
mencalonkan diri di pileg 2009. Kampanye saya yaitu membuat posko aspirasi di
beberapa kelurahan yang ada di dapil kecamatan Sukmajaya. Selain itu saya
menghadiri atau blusukan untuk melihat posyandu bersama ibu-ibu yang ada
dilingkungan tersebut. dan membangun komunikasi kepada tokoh masyarakat,
ibu-ibu majelis taklim yang selama saya ikuti saat ini. Dengan cara itulah saya
berkampanye untuk meminta doa dan dukungan pada saat itu.”120
Dari pernyataan caleg petahana di atas, bahwa kampanye adalah upaya
persuasif untuk mengajak orang lain yang belum sepaham atau belum yakin pada
ide-ide yang ditawarkan, agar mereka bersedia bergabung atau mendukung salah
satu caleg petahana tersebut. Oleh sebab itu, ide-ide yang ditawarkan caleg
petahana terhadap calon pemilih haruslah yang baik yang bisa mudah dipahami
oleh masyarakat. Berdasarkan pemahaman tersebut, suatu kesalahan jika
kampanye dilakukan dengan cara-cara yang tidak simpatik karena sasaran
kampanye adalah merebut hati orang lain agar mereka bersedia menerima dan
mendukung caleg petahana tersebut.
Dalam kampanye, terdapat dua unsur penting yang harus diketahui oleh
masing-masing caleg petahana, yaitu pesan yang akan disampaikan kepada
pemilih dan perubahan perilaku pemilih. Perubahan merupakan tujuan utama
kampanye maka, isi bentuk dan acara penyampaian pesan menjadi peranan sangat
119
Wawancara dengan Rojali H. Tjilut, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 20.00 WIB. 120
Wawancara dengan Andyarini, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 24 November pukul 09.50 WIB.
83
penting bagi tercapainya tujuan tersebut. Perubahan dapat terjadi bila pesan yang
disampaikan mudah dimengerti oleh masyarakat. Terkadang caleg petahana
terlalu ribet dalam bersosialisasi kepada calon pemilih. Oleh karenanya pemilih
cendrung belum memastikan menentukan pilihan.
Dalam kampanye, seorang caleg petahana untuk menyampaikan pesan-
pesan politik dalam berbagai bentuk, mulai dari poster, baliho, diskusi, iklan,
hingga komunikasi langsung oleh masyarakat. Apa pun bentuknya pesan selalu
mengguakan simbol-simbol verbal yang diharapkan memikat pemilih secara luas.
Hal serupa disampaikan oleh Nur Komariah, dari PKS:
“Selain saya berkampanye langsung ke masyarakat. Saya juga membuat banner,
spanduk, dan baliho digambar saya. Saya menggunakan alat peraga tersebut
untuk memperkenalan diri saya kepada masyarakat yang belum menggenal
saya.”121
Hal serupa disampaikan oleh Enthy Sukarti, mantan anggota DPRD dari
PAN menyampaikan:
“Terkadang saya sosialisasi kepada masyarakat belum bisa meyakinkan,
dikarenakan masyarakat suka lupa terhadap nomor pasangan calon. Maka dari itu
saya menggunakan alat peraga kampanye seperti banner, spanduk, kartu nama,
dan selembaran untuk menyampaikan pesan dukungan saya pileg 2014. Dengan
cara itu saya banyak menguarkan biasa yang besar untuk membuat alat peraga
kampanye.”122
Ardja Djunaedi mantan anggota DPRD dari Golkar menyampaikan:
“Untuk mempromosikan diri saya dengan masyarakat tentu saya membuat alat peraga
kampanye. Dengan cara itu saya bisa mempromosikan diri saya kepada masyarakat.”123
121
Wawancara dengan Nur Komariyah, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB. 122
Wawancara dengan Hj. Enthy Sukarti, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota
Depok pada 28 November 2018 pukul 10.00 WIB. 123
Wawancara dengan Ardja Djunaedi, mantan anggota DPRD Fraksi Golkar, di Kota
Depok pada 25 November 2018 pukul 15.32 WIB.
84
Hj. Susilawati mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan:
“Selama saya kampanye tentu saya membuat alat peraga kampanye seperti
kalender, kartu nama, poster, dan spanduk. Dengan cara itu masyarakat akan
mengingat saya disaat pencoblosan. Terkadang masyarakat kita sering lupa
nomur saya, oleh karenanya saya membuat alat peraga kampanye.”124
Dari pernyataan caleg petahana sebelumnya, bahwa kesuksesan kampanye
hadir untuk memberikan pesan yang menarik sehingga memikat calon pemilih.
Untuk itu perlu ada nya pesan yang menarik yang disampaikan caleg petahana
melalui alat peraga kampanye. Pesan atau isu sangat penting dalam meningkatkan
“nilai jual” caleg petahana. Caleg petahana akan berupaya untuk memaksimalkan
dan meyakinkan masyarakat dengan pesan yang ia sampaikan. Singkatnya, pesan
itu disampaikan menarik mungkin agar calon pemilih dapat tertarik untuk
memilih.
Tetapi penulis menilai bahwa caleg petahana kurang memaksimalkan
membuat pesan yang menarik pada alat peraga kampanye. Caleg petahana hanya
membuat dialat peraga kampanye seperti gambar dirinya dan nomor urutnya,
tanpa ada embel-embel pesan apapun. Sehingga calon pemilih kurang tertarik
dengan pesan atau alat paraga kampanye yang di gunakan caleg petahan tersebut.
B.2. Faktor Kegagalan Caleg Petahana Dalam Strategi dan Perencanaan
Kampanye Di Pileg DPRD 2014
Ketika kampanye politik dimaknai sebagai kegiatan caleg petahana dalam
mempersuasi pemilih yang bertujuan untuk meningkatan elektabilitas dan
popularitas, maka seorang kandidat perlu memiliki strategi dan perencanaan yang
124
Wawancara dengan Hj. Susilawati, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 14.26 WIB.
85
matang. Caleg petahana yang ikut serta dalam pemilu tentunya memiliki cara
kampanye yang berbeda dengan calon lainnya. Kampanye bagian dari sarana
untuk pencapaian cita-cita politik membutuhkan strategi, yang akan menjadi
sangat penting dalam mempertahankan dan merebut suatu kekuasaan.125
Hal ini
dalam pemenangan pemilu serta cita-cita yang diinginkan caleg dan partai politik
bisa tercapai.
Berikut ini beberapa yang perlu diperhatikan dalam strategi kampanye,
yaitu analisa peta politik, penentuan target pemenangan, pembentukan tim
kampanye, perumusan strategi kampanye, pengorganisasian kampanye, dan
pengawalan perolehan suara.
Pertama, adalah menganalisa peta politik. Dalam sisi ini, calon perlu
memetakan calon pemilih potensial. Teknisnya bisa dengan menelaah dapil,
menggali informasi tentang perolehan suara dalam dua massa pemilu terdahulu
dengan maksud untuk membandingkan. Dalam analisa ini juga perlu untuk
memetakan data key person atau orang-orang yang berpengaruh dalam
masyarakat. Misalnya menentuhkan dan mengetahui tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan penggurus RW/RT yang ada di lingkungan.
Jadi dari beberapa caleg petahana yang gagal sudah melakukan pemetaan
orang yang berpengaruh di masyarakat lingkungan. Akan tetapi ada beberapa
kejanggalan yang didapatkan seorang caleg petahana. Hal tersebut disampaikan
oleh Nur Komariyah, mantan anggota DPRD dari PKS bahwa:
125
Herpamudji, Kampanye politik, (Jakarta: PT.Obor Indonesia, 2010), h. 45.
86
“Perlunya sebagai caleg harus bersilaturahmi dengan beberapa tokoh masyarakat
dan pemuka agama yang akan kita singah untuk mendapatkan suara di daerah
tersebut. Sebagai caleg harus mempunyai nyali yang kuat untuk menghadapi
beberapa karakter orang lain dalam menyampaikan pendapat. Pendapat yang
disampaikan tokoh masyarakat atau pemuka agama merupakan kepentingan dari
masyarakat tersebut. Ada beberapa tokoh masyarakat yang meminta ini itu dan
lain sebagainya akan tetapi saya tidak bisa memenuhinya. Dari faktor tersebut
saya tidak mendapatkan suara yang signifikan di pileg 2014. Walaupun ada
beberapa tokoh masyarakat mendukung saya itu karena mereka sudah mengenal
saya”126
Hal serupa yang disampaikan Ayi Nurhayati, mantan anggota DPRD dari
Demokrat bahwa:
“Saya sudah memetakan politik yang mana akan saya turun kemasyarakat untuk
mendulang suara di pileg 2014. Setelah memetakan barulah saya bersilaturahmi
dengan tokoh masyarakat setempat. Dalam bersilaturahmi dengan tokoh
masyarakat, berbagai macam pendapat atau kepentingan yang dikemukakan oleh
tokoh masyarakat. Jika saya sangup apa yang dinginkan tokoh masyarakat
barulah saya dapat dukung oleh masyarakat setempat. Akan tetapi saya hanya
melakukan kerja sama dengan tiga tokoh masyarakat yang dimana aspirasi
mereka bisa saya sanggupi.”127
Kedua, caleg petahana harus menentuhkan target suara. Jumlah suara yang
ditargetkan perlu dirumuskan dengan memahami sebaran wilayah, segmentasi
pemilih, dan kecenderungan pemilih. Hal tersebut perlu untuk di kalkulasi.
Semakin dalam informasi yang diperoleh, perhitungan atau prediksi semakin bisa
diandalkan dalam memperoleh kemenangan.
Jadi seorang caleg petahana harus mampu memahami sebaran wilayah
dalam menargetkan suara di pemilihan legislatif 2014. Akan tetapi caleg
petahanan yang gagal belum memikirkan hal tersebut untuk memahami sebaran
126
Wawancara dengan Nur Komariyah mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB. 127
Wawancara dengan Ayi Nurhayati mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 20 November 2018 pukul 10.00 WIB.
87
wilayah yang akan di raihnya. Seperti yang disampaikan oleh Sutopo, mantan
anggota DPRD, dari Demokrat:
“pada pileg 2014 saya belum memikirkan untuk pemetaan politik dimana yang
saya akan turun. Tetapi saya hanya menargetkan suara saya di lingkungan di
daerah saya. Akan tetapi suara pileg 2014 di daerah lingkungan saya kalah
dengan caleg lain dari PDI Perjuangan.”128
Siti Zubaida, mantan anggota DPRD, dari Demokrat menyampaikan
bahwa:
“Kalau menentukan target suara pasti saya sudah menargetkan suara di pileg
2014. Saya menargetkan 4560 suara di pemilihan legislatif (pileg) 2014. Hal
tersebut saya sampaikan kepada tim pemenangan. Akan tetapi untuk memahami
wilayah yang saya akan turun belum terpikirkan oleh saya. Dikarenakan saya
hanya memikirkan bahwa saya harus turun kemasyarakat dan meyakinkan
masyarakat di wilayah baru yang saya turun tersebut.”129
Lilis latifah, mantan anggota DPRD, dari PAN menyampaikan bahwa:
“saya di pemilihan legislatif (pileg) 2014 tentu mempunyai target suara yang saya
akan capai. Target tersebut 4000 suara di pemilihan legislatif 2014. Akan tetapi
setelah melihat hasil pemilihan legislatif 2014 saya hanya mampu mendapatkan
2,746 suara. Dan saya pun belum memikirkan pemetaan wilayah yang saya raih,
karena prinsip saya dimana saya akan turun kemasyarakat disitu pengabdian saya
kepada masyarakt. Sehingga saya tidak memikirkan hal tersebut”130
Ketiga, pembentukan tim pemenangan. Sebelumnya sudah dijelaskan
bahwa adanya tim pemenangan sangat penting untuk membantu segala proses
kampanye dari awal sampai akhir. Tim kampanye adalah perseorangan atau
institusi yang mendukung pencalonan caleg petahana. Tim pemenangan adalah
perseorangan atau organisasi masyarakat yang mendukung pencalonan caleg
tersebut. Tim juga dapat terdiri dari konsultan, manajer kampanye, direktur
128 Wawancara dengan Sutopo, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 14.45 WIB. 129
Wawancara dengan Siti Zubaida, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 27 November 2018 pukul 13.30 WIB. 130
Wawancara dengan Lilis Latifah, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 23 November 2018 pukul 18.45 WIB.
88
komunikasi, staf hukum, direktur lapangan, pengatur jadwal, koordinator relawan,
database admin, dan direktur penggalangan dana. Elemen ini bisa menjadi acuan
bagi caleg petahana dalam pileg DPRD Kota Depok 2014.
Jadi setiap caleg petahana harus mempunyai tim untuk membantu kadidat
dalam pemilihan legislatif (pileg) 2014. Caleg petahana harus mengetahui fungsi
tim pemenangan tersebut. Jangan sampai ketika membuat tim pemenangan
mereka yang ditugaskan sebagai tim tidak mengetahui cara kerja. Sehingga apa
yang sudah dilakukan oleh caleg petahana hanya sia-sia dan tidak mencapai target
suara yang diinginkan. Seperti yang disampaikan oleh Siti Zubaidah, mantan
anggota DPRD dari Demokrat:
“Pencalonan saya di pemilihan legislatif (pileg) 2014 pasti membutuhkan tim.
Tim tersebut nantinya akan bekerja apa yang saya perintah untuk membantu
sosialisasi kepada masyarakat di daerah pemilihan (dapil). Akan tetapi tim
pemenangan yang saya buat mereka belum mengerti soal mengaet pemilih.
Ketika tim saya turun mereka hanya membagikan stiker dan kalender disetiap
rumah yang disingaih tanpa mereka tidak menjelaskan visi misi saya menjadi
caleg.”131
Septer Erdward, mantan anggota DPRD dari Demokrat menyampaikan:
“Saya di pemilihan legislatif (pileg) 2014 mempunyai tim. Tim yang saya buat
ada di beberapa Kecamatan. Setiap Kecamatan saya buat tim di beberapa RW
untuk membantu sosialisasikan pencalonan saya di pemilihan legislatif (pileg)
2014. Dilain sisi mereka harus mampu menargetkan suara yang harus
dicapainya. Setelah berjalan pencoblosan mereka tidak mengawal proses
pencoblosan di setiap TPS hal tersebut yang membuat suara saya hilang di setiap
TPS.132
”
Abdul Ghofar, mantan anggota DPRD dari PKS bahwa:
“Pembentukan tim pemenangan di pileg 2014 memang diharuskan, karena saya
sebagai caleg petahana tidak bisa bekerja sendiri. Apalagi petahana harus siap
131
Wawancara dengan Siti Zubaidah mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 27 November 2018 pukul 13.30 WIB. 132
Wawancara dengan Septer Erdward, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 27 November 2018 pukul 19.00 WIB.
89
mempertahankaan basis pemilih di dapil VI Pancoran Mas. Saya membuat tim
dari tingkat RT sampai Kecamatan untuk sosialisasikan program yang saya sudah
kerjakan selama menjadi dewan di periode sebelumnya. Untuk tim pemenangan,
saya mengandalkan mesin partai politik. Kebetulan saya ketua DPC PKS di
wilayah Pancoran Mas. Alhamdulilah struktur kepengurusan partai kami di
tingkat DPC dan DPRa terisi semua.133
Jadi saya percayakan semuanya kepada
tim-tim saya dalam pileg 2014.”134
Keempat, adalah perumusan strategi kampanye. Dalam hal ini, tim perlu
membuat pemetaan tentang penentuan segmen pemilih yang dibidik, penentuan
skala prioritas penyampaian, penyusunan isu-isu kampanye, media kampanye, alat
kelengkapan kampanye, bentuk dan model kampanye. Hal yang dimaksudkan
untuk mempersiapkan bahwa caleg petahana harus segera membuat tim agar
berjalan dengan lancar.
Jadi setiap caleg petahana harus mempunyai starategi kampanye untuk
menggaet calon pemilih. Caleg petahana sebagai aktor harus mampu
mempengaruhi masyarakat di pemilihan legislatif (pileg) 2014 untuk memilih
kembali caleg petahana tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Andryarini,
mantan anggota DPRD dari PKS:
“Saya di pemilihan legislatif (pileg) tidak mempersiapkan khusus dalam
melakukan strategi kampanye . Paling yang saya lakukan selama masa kampanye
sosialisasi dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dan ibu pengajian. Untuk APK
(alat peraga kampanye) saya hanya mengeluarkan stiker, banner, dan kartu nama
saya untuk sebagai sosialisasi saya kepada masyarakat.”135
Enthy Sukarti, mantan anggota DPRD Kota Depok dari PAN:
“Saya tidak mempersiapkan diri untuk membuat strategi kampanye. Yang saya
lakukan selama kampanye adalah sosialisasi saja dengan masyarakat. Tidak ada
133
Dalam pasal 13 AD/ART PKS menyebutkan bahwa tingkatan struktur organisasi di
tingkat kecamatan disebut DPC (Dewan Pengurus Cabang). Untuk kepengurusan ditingkat
kelurahan disebut DPRa (Dewan Pengurus Ranting) 134
Wawancara dengan Abdul Ghofar, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 28 November pukul 19.30 WIB. 135
Wawancara dengan Andryarini, mantan anggota DPRD Fraksi PKS, di Kota Depok
pada 24 November 2018 pukul 09.50 WIB.
90
perlakuan khusus untuk membuat strategi kampanye. Sebab saya percaya kepada
Allah apa yang saya lakukan hanya untuk masyarakat.” 136
Kelima, jejaring sosial. Dalam hal ini berkaitan dengan luasan konek sosial
caleg petahana yang dapat saja digunakan untuk menjaring funding atau
pendanaan. Selain itu tentunya jejaring dapat berupa ormas, LSM, organisasi
profesi, jaringan organisasi mitra, asosiasi jurnalis, organisasi agama, dan
organisasi lain yang sepaham dengan ide dan gagasan untuk calon pemilih.
Sehingga caleg petahana mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Jadi sebagian caleg petahana belum mempunyai koneksi sosial. Koneksi
sosial atau jejaring sosial sangat diperlukan caleg petahana karena untuk
menambah dukungan dari berbagai latar belakang sosial. Sehingga caleg petahana
bisa memanfaatkan koneksi sosial atau jejaring sosial tersebut. seperti yang
disampaikan oleh Ardja Djunaedi mantan anggota DPRD Kota Depok, dari
Golkar:
“Sebagai caleg petahana harus mempunyai koneksi sosial untuk membantu
sosialisasikan pencalonan saya di pemilihan legislatif 2014. Saya pun termaksud
meminta kepada teman-teman organisasi saya untuk membantu sosialisasikan diri
saya kepada teman, kerabat bahkan saudara jika tinggal Kecamatan Cinere dan
Limo. Dengan cara tersebut sangat efektif sekali, tanpa mengeluarkan biaya
politik.”137
Rojali Tjilut, mantan anggota DPRD dari PAN menyampaikan:
“koneksi sosial atau jejaring sosial menurut saya kurang efektif dalam sosialisasi.
Lebih baik saya sosialisasi dengan tatap muka langsung dengan masyarakat
ketimbang dengan koneksi sosial yang digunakan. Bagi saya koneksi sosial atau
136
Wawancara dengan Enthy Sukarti, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota Depok
pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB. 137
Wawancara dengan Ardja Djunaedi, mantan anggota DPRD Fraksi Golkar, di Kota
Depok pada 25 November 2018 pukul 09.35 WIB.
91
jejaring sosial belum tentu mereka mendukung saya di pemilihan legislatif (pileg)
2014. Oleh karena itu saya tidak melakukan hal tersebut dalam kampanye”138
Keenam, adalah perlunya dilakukan pengawalan perolehan suara. Dalam
aspek ini, caleg petahana harus memastikan bahwa perolehan suara aman dalam
setiap tempat pemilihan suara atau disingkat (TPS). Caleg petahana membuat tim
dalam menentukan saksi dan relawan dalam prosesnya pemungutan suara dan
penghitungan surat suara. Selain itu, jaringan pemantau independen juga sangat
penting. Hal ini dapat digunakan sebagai sumber dan bahan perbandingan tentang
informasi perolehan suara. Setelah itu, tentunya harus ada sistem pengawalan
dalam proses pemilu. Seperti yang disampaikan oleh Otto S. Leander, mantan
anggota DPRD dari PDI Perjuangan bahwa:
“Sangat diperlukan sekali membuat tim untuk mengawal proses pemilu di TPS.
Akan tetapi saya tidak membuat tim khusus untuk mengawal suara saya di TPS.
Karena di TPS sudah ada yang menjadi saksi dari PDI Perjuangan untuk
mengawal proses berjalannya pencoblosan di setiap TPS.”139
Hal serupa disampaikan oleh Karno, mantan anggota DPRD dari
Demokrat bahwa:
“Untuk membuat tim pengawas di setiap TPS saya belum memikirkan hal
tersebut, dikarenakan saya mempercayakan saksi dari Demokrat di setiap TPS.
Oleh karenanya saya hanya menungguh proses hasil akhir dari penyelenggara
pemilu. Tapi memang suara saya di setiap TPS hilang karena sebelumnya saya
sudah mapping tempat suara saya yang akan mendapatkan suara banyak.
Kemungkinan faktor suara saya hilang disetiap TPS karena tidak ada tim saya
untuk mengawasi setiap TPS yang sudah di mapping.”140
138
Wawancara dengan Rojali H.Tjilut, mantan anggota DPRD Fraksi PAN, di Kota
Depok pada 30 November 2018 pukul 20.00 WIB. 139
Wawancara dengan Otto S. Leander, mantan anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan,
di Kota Depok pada 24 November 2018 pukul 19.45 WIB. 140
Wawancara dengan Drs. Karno, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat, di Kota
Depok pada 1 Desember 2018 pukul 10.00 WIB.
92
Dari pernyataan sebelumnya merupakan contoh strategi dan perencanaan
kampanye politik. Meski demikian, alternatif teknis lain bisa saja dipilih. Akan
tetapi caleg petahana gagal pileg 2014 tidak mengetahui kelemahan dan kelebihan
dari lawan politiknya. Walaupun tanpa mereka sadari caleg petahana sudah
mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya di pileg 2014. Aspek yang harus
diperhatikan caleg petahana dalam penilaian dengan segi ini adalah latar belakang
pribadi, profil sebagai kandidat, pengalaman politik sebelumnya, janji/ ide/ pesan-
pesan kampanye, dan sumber dana.
93
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan aktor politik dan kampanye
politik caleg petahana gagal pileg DPRD di Kota Depok tahun 2014. Dalam bab
ini juga berisikan saran bagi caleg petahana dalam mempertahankan kursi
kekuasaan di pemilihan legislatif (pileg).
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya mengenai kegagalan caleg
petahana dalam pemilihan legislatif (pileg) tahun 2014 di DPRD Kota Depok,
maka pada bab akhir ini penulis menemukan beberapa hal yang dapat dijadikan
sebagai kesimpulan. Kegagalan caleg petahana terjadi di beberapa partai politik.
Partai politik yang memperoleh caleg petahana gagal di antaranya: Demokrat
dengan enam caleg petahana, PKS dengan empat caleg petahana, PAN dengan
tiga caleg petahana, Golkar dengan satu caleg petahana, dan PDI Perjuangan
dengan satu caleg petahana yang gagal dalam mempertahankan kursi legislatif
tahun 2014. Dari 32 caleg petahana, yang gagal dalam mempertahankan kursi
DPRD Kota Depok berjumlah 15 orang.
Aktor politik adalah caleg petahana yang bertarung di kursi DPRD Kota
Depok dan di bantu oleh aktor politik lokal seperti tokoh masyarakat, pemuka
agama, dan pengurus RT/RW dalam pileg 2014. Dari kedua aktor tidak dapat
mempengaruhi masyarakat di daerah pemilihan (dapil). Aktor politik tidak
mampu memberikan dampak yang positif bagi masyarakat ketika menjadi
94
anggota dewan di periode 2009-2014. Aktor politik faktor penting dalam
memperkuat kekuatan caleg petahana dalam mempertahankan kursi di legislatif.
Dalam hal ini aktor politik menjadi faktor utama bagi caleg petahana untuk
melakukan strategi dalam pileg 2014. Masing-masing aktor politik mempunyai
cara untuk memperkuat dalam pemilihan legislatif (pileg) tahun 2014. Aktor
politik sebagai caleg petahana termaksud bagian kekuatan politik. Kekuatan
politik terbagi menjadi dua yaitu, partai politik sebagai institusi yang
merekomendasi caleg petahana untuk mencalonkan kembali di pileg tahun 2014.
Sedangkan aktor politik, sebagai pelaku untuk dapat mempengaruhi pemilih di
pileg tahun 2014. Maka dari itu, adanya faktor partai politik sebagai kekuatan
caleg petahana mempersiapkan kader terbaiknya untuk mencalonkan kembali
menjadi caleg di periode 2014-2019. Maka aktor politik sebagai peran untuk
mempengaruhi calon pemilih agar dapat dipilih kembali diperiode selanjutnya.
Tampaknya caleg petahana sebagai aktor politik tidak mampu mempertahankan
kedudukan di kursi legislatif DPRD Kota Depok.
Kegagalan caleg petahana di pileg DPRD Kota Depk tahun 2014
disebabkan, yaitu: pertama, kinerja caleg petahana selama menjabat menjadi
anggota DPRD tidak berdampak positif sehingga tidak dapat dinikmati oleh
masyarakat di daerah pemilihan (dapil) tersebut. Kedua, caleg petahana tidak
bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pengurus RT/RW
yang disinggahi di daerah pemilihan (dapil) tersebut. Ketiga, caleg petahana
tidak melibatkan tokoh masyarakat dan pengurus RT/RW ke tim pemenangan.
95
Caleg petahana hanya mempercayakan kepada tim yang mereka bentuk tanpa
tidak mengetahui persoalan masalah di lingkungan daerah pemilihan (dapil).
Caleg petahana melakukan kampanye untuk mencari simpati masyarakat
untuk mendulang suara di pemilihan legislatif (pileg) tahun 2014. Hal itu
kampanye politik yang dilakukan caleg petahana sama dengan lima tahun lalu
(2009-2014). Semua caleg petahana menyebutkan bahwa model kampanye
dalam pileg tahun 2014 menggunakan model dialogis, pemasangan alat peraga
kampanye dan melakukan kegiatan sosial. Akan tetapi apa yang dilakukan caleg
petahana selama kampanye hanya sedikit mempengaruhi pemilih. Akan tetapi
kegagalan caleg petahana disebabkan tidak melakukan pembinaan di daerah
pemilihan (dapil) masing-masing dengan berbagai jenis program selama
menjabat menjadi anggota dewan. Faktor tersebutlah masyarakat tidak dipilih
kembali caleg petahana di daerah pemilihan (dapil) dalam pileg DPRD Kota
Depok tahun 2014.
B. Saran
1. Untuk para akademisi, metode penelitan ini menggunakan beberapa teori
aktor politik dan kampanye politik. Aktor politik dan kampanye politik
yang lebih menekankan pada pengaruh aktor untuk mempengaruhi
khalayak dalam pileg DPRD Kota Depok Tahun 2014 dan memahami
pola komunikasi kampanye para aktor politik.
2. Untuk para caleg petahana menjadi bahan evaluasi aktor politik (caleg
petahana) yang gagal dalam pileg DPRD Kota Depok tahun 2014.
96
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2009.
Hanafie, haniah dan Ana Sabhana. Kekuatan-kekuatan Politik. Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2016.
Zuhro, Siti. Demokrasi Lokal: Peran aktor dalam Demokrasi. 2009.
Keller, Suzanne. Penguasa dan Kelompok Elit: Peranan Elit Penentu Dalam
Masyarakat Modern. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Masyarakat Modern. Jakarta: Radia Grafindo Pesada, 1995.
Sitepu, Anthonius. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Pudjiastuti, Wahyuni. Kampanye dengan Komunikasi Persuasi. Depok:
Prenademedia Group, 2017.
Firmanzah, Mengelolah Partai Politik: Komunikasi dan Positioing Ideologi
Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Mohtar, Mas’oed dan Colin MacAndrews. Perbandingan Sistem Politik.
Firmanzah. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2008.
Mukarom, Zaenal. Komunikasi Politik. Bandung: Pustaka Setia, 2016.
Mashad, Dhurorudin., dkk. Konflik Antar elit Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
97
Firmanzah. Persaingan, Legitimasi kekuasaan, dan Marketing Politik
Pembelajaran Politik pemilu 2009. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.
Isra, Saldi. Catatan Hukum Saldi Isra Kekuasaan dan Perilaku Korupsi. Jakarta:
Kompas, 2009.
Nasution. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 2003.
Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2007.
Herpamudji. Kampanye politik, Jakarta: PT.Obor Indonesia, 2010.
Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wancana
2006.
McNair, Brian. An Introduction to Political Communication. London and New
York: Routledge, 2011.
Salam, Syamsir, Aripin. Metodologi Penelitian Sosia l, Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006.
Warjio. Politik Pembangunan (Paradoks, Teori, Aktor, dan Ideologi), Jakarta: PT.
Kencana, 2016.
Heryanto Gun-Gun dan Rumaru Shulhan. Komunikasi Politik, (Bogor: Galia
Indonesia, 2013), h. 21.
Haroean, Dewi. Personal Branding Kunci Kesuksesan Berkiprah Di Dunia
Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik khalayak dan efek. Bandung: Rosdakarya, 2010.
98
Tesis
Adelia, Shelly. “Hambatan Calon Legislatif Perempuan dalam Partai dan Sistem
Politik Menuju Lembaga Legislatif Studi Kasus: Kegagalan Caleg
Perempuan dalam Pemilu 2009”, ( Tesis S2 Universitas Indonesia, 2012)
Rosit, muhammad.“Strategi Komunikasi Politik dalam Pikada”, (Tesis S2
Universitas Indonesia, 2012)
Gentur, Paring. “Komunikasi Politik Calon Legislatif dalam Pemilihan Umum
Anggota DPRD Kota Studi Strategi Kampanye Calon Legislatif Partai
Berideologi Nasionalis dan Islam Periode Kampanye Bulan Maret Pada
Pemilihan Umum Anggota DPRD Kota Blitar Tahun 2009”, (Tesis S2
Universitas Sebelas Maret, 2009)
Skripsi
Reza, Muhammad. “Kekalahan Petahana Dalam Pilkada 2015 Di Kabupaten
Luwu Utara”, (Skripsi S1 Universitas Hasanuddin Makassar, 2017)
Jurnal
Wahid, Abdulrahman, “Kegagalan Caleg Petahana Dalam Pileg DPRD Jawa
Tengah 2014”. Jurnal Ilmu Pemerintahan 2015.
Wirawan Jaya, dkk..“Keberhasilan dan Kegagalan Strategi Komunikasi
Kampanye para Kandidat dalam perebutan kursi legislatif DPRD
Kabupaten Barru Periode 2014-2019”. Jurnal komunikasi 2015.
Noor, Firman. “Mencermati Kampanye Pileg 2009: Gradasi Peran Partai dan
Gejala Pragmatisme”, Jurusan Ilmu Politik 2012.
99
Dokumen Resmi
Sejarah DPRD Kota Depok dan Profil Anggota DPRD Kota Depok Periode
2009-2014
Rekap hasil suara calon legislatif (caleg) di pemilihan legislatif (pileg) DPRD
Kota Depok periode 2009-2014.
Rekap hasil suara calon legislatif (caleg) di pemilihan legislatif (pileg) DPRD
Kota Depok periode 2014-2019.
Berita
Redaktur. “Sejarah Kota Depok yang jarang Diketahui”. http://depoknews.id,
1 September 2017.
Sepudin, Zuhri. “Penyebab suara Demokrat turun drastis”.
http://kabar24bisnis.com, 14 April 2014.
Wawancara
Wawancara langsung dengan mantan anggota DPRD Kota Depok Fraksi
Demokrat Drs.Karno, M.Si, pada 1 Desember 2018 pukul 10.00 WIB.
Wawancara langsung dengan mantan anggota DPRD Kota Depok Fraksi PKS
Muttaqin, S.Si pada ,20 November 2018 pukul 16.30 WIB.
Wawamcara langsung dengan Ayi Nurhayati mantan anggota DPRD Fraksi
Demokrat, pada , 20 November 2018 pukul 10.00 WIB.
Wawancara langsung dengan Nur Komariyah mantan anggota DPRD Fraksi PKS,
pada 23 November 2018 pukul 09.35 WIB.
100
Wawancara langsung dengan Lilis Latifah mantan anngota DPRD Fraksi PAN,
pada 23 November 2018 pukul 18.45 WIB.
Wawancara langsung dengan Sutopo, mantan anggota DPRD Fraksi Demokrat,
pada 24 November 2018 pukul 14.45. WIB.
Wawancara langsung dengan Andryarini, mantan anggota DPRD Fraksi PKS
pada 24 November 2018 pukul 09.50 WIB.
Wawancara langsung dengan Septer Erdward, mantan anggota DPRD Fraksi
Demokrat, pada 27 November 2018 pukul 19.00 WIB.
Wawancara langsung dengan Siti Zubaida, mantan anggota DPRD Fraksi
Demokrat, pada 27 November 2018 pukul 13.30 WIB.
Wawancara langsung dengan Ardja Djunaedi mantan anggota DPRD Fraksi
Golkar, pada 25 November 2018 pukul 15.32 WIB.
Wawancara langsung dengan Enthy Sukarti mantan anggota DPRD Fraksi PAN,
pada 28 November 2018 pukul 10.00 WIB.
Wawancara langsung dengan Abdul Ghofar, mantan anggota DPRD Fraksi PKS,
pada 28 November pukul 19.30 WIB.
Wawancara langsung dengan Otto S. Leander, mantan anggota DPRD Fraksi PDI
Perjuangan, pada 24 November 2018 pukul 19.45 WIB.
Wawancara langsung dengan Rojali H. Tjilut, mantan anggota DPRD Fraksi PAN
pada 30 November 2018 pukul 20.00 WIB.
Wawancara langsung dengan Susilawati, mantan anggota DPRD dari Fraksi
Demokrat, pada 30 November 2018 pukul 14.26 WIB.