alan tesis bab 1-5 2015 kpkt

99
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari perkiraan 57 juta kematian global di tahun 2008, 36 juta (63%) disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM). Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Tahun 2008, sekitar 17,8 juta orang meninggal dunia akibat penyakit kardiovaskuler, angka ini menunjukkan 30% kematian di dunia. Kematian tersebut ± 7,3 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Hal ini memperlihatkan bahwa PJK merupakan masalah serius yang harus segera ditangani. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) menyatakan bahwa 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah PJK. Angka kematian tahunan akibat penyakit kardiovaskuler diproyeksikan akan meningkat dari 17 juta di tahun 2008 menjadi 25 juta di tahun 2030 (WHO, 2012). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia 1

Upload: alan-andi-sondakh

Post on 11-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Alan Tesis Bab 1-5 2015 Kpkt

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDari perkiraan 57 juta kematian global di tahun 2008, 36 juta (63%) disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM). Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Tahun 2008, sekitar 17,8 juta orang meninggal dunia akibat penyakit kardiovaskuler, angka ini menunjukkan 30% kematian di dunia. Kematian tersebut 7,3 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Hal ini memperlihatkan bahwa PJK merupakan masalah serius yang harus segera ditangani. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) menyatakan bahwa 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah PJK. Angka kematian tahunan akibat penyakit kardiovaskuler diproyeksikan akan meningkat dari 17 juta di tahun 2008 menjadi 25 juta di tahun 2030 (WHO, 2012).Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia (nasional) sebesar 7,2% dari data hasil wawancara, sedangkan data berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan 0,9%. Riset tersebut menunjukkan 16 Provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit jantung diatas prevalensi nasional. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi berkisar antara 2,6% (di Lampung) sampai dengan 12,6% (di NAD). Prevalensi penyakit jantung di Provinsi Sulawesi Utara lebih tinggi dari angka nasional yaitu 8,2% (Depkes RI, 2007).Prevalensi penyakit jantung cenderung meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi penyakit jantung dijumpai lebih tinggi pada perempuan 8,1% sedangkan pada laki-laki 6,2%. Menurut tingkat pendidikan, prevalensi jantung paling tinggi pada kelompok tidak sekolah 14,9%. Menurut jenis pekerjaan utama, prevalensi penyakit jantung paling tinggi ditemukan pada kelompok ibu rumah tangga 11,1%, diikuti kelompok petani/nelayan/buruh dan tidak bekerja 10,5%. Prevalensi penyakit jantung lebih tinggi di daerah perdesaan 7,8%, sedangkan perkotaan 6,1% (Depkes RI, 2007).Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara 2008 menyatakan prevalensi penyakit jantung koroner pada masyarakat di perkotaan berdasarkan diagnosis sebesar 1,3% sedangkan di wilayah perdesaan sama dengan masyarakat di perkotaan yaitu 1,3%. Untuk kasus penyakit jantung koroner yang di sertai dengan gejala dimana pada masyarakat pedesaan lebih tinggi sebesar 8,8% sedangkan di wilayah perkotaan sebesar 7,7%. Berdasarkan karakteristik responden umur pada kelompok usia 45-54, kasus penyakit jantung koroner berdasarkan diagnosis sebesar 2,1% dan yang disertai gejala 13,9%, untuk karakterisitik jenis kelamin berdasarkan diagnosis laki-laki sebesar 1,1% dan perempuan 1,2 dan yang disertai gejala laki-laki 7,1%, perempuan 9,4%.Obesitas intra-abdominal atau obesitas sentral menjadi faktor awal terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat dan lipid yaitu terjadi peningkatan konsentrasi trigliserida serum, Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol, kolesterol total dan menurunnya kadar High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol yang merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner (Weta I. dkk, 2000). Obesitas sentral merupakan penilaian status gizi berdasarkan indikator Lingkar Perut (LP). Obesitas sentral sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif. Sulawesi Utara mempunyai prevalensi obesitas sentral tertinggi di Indonesia yaitu 31,5% sedangkan prevalensi nasional 18,8% (Depkes RI, 2007).Berdasarkan data Riskesdas 2010, prevalensi tertinggi untuk obesitas adalah di Provinsi Sulawesi Utara (37,1%) sedangkan prevalensi nasional 21,7%. Prevalensi obesitas cenderung mulai meningkat setelah usia 35 tahun keatas, dan kemudian menurun kembali setelah usia 60 tahun keatas, baik pada laki-laki maupun perempuan. Prosentasi status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) menurut kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) dan jenis kelamin, Sulawesi Utara memiliki persentasi kategori IMT pada laki-laki yaitu kurus 5.6%, normal 66.3%, berat badan lebih, 13.7% dan obes 14.3% sedangkan pada perempuan kurus 6.4%, normal 47.3%, berat badan lebih 16.8% dan obes 29.5% (Depkes RI, 2010).Ioachimescu (2010) menyatakan bahwa lipid accumulation product (LAP) index memprediksi mortalitas pada pasien non diabetes berisiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular. LAP index merupakan indeks alternatif yang mudah dihitung untuk tingkat risiko kematian lebih baik dari IMT. LAP dapat menjadi pengukuran yang berguna dalam praktek klinis untuk menilai tingkat risiko terkait dengan obesitas (Ioachimescu A, 2010). Bertambahnya usia dapat meningkatkan lemak perut dan kadar trigliserida dalam tubuh, yang kemudaian akan mengindikasikan kelebihan akumulasi lipid. Pembesaran pinggang (Enlarged waist) dengan kadar trigliserida yang tinggi dapat mengidentifikasi orang dewasa pada risiko gangguan metabolik. Pembesaran pinggang dan kadar trigliserida yang tinggi mengidentifikasi kelebihan akumulasi lipid terkait dengan risiko sindrom metabolik dan dapat meningkatkan resiko kematian. Kahn (2003) menyatakan LAP lebih sederhana dari Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk memprediksi metabolisme glukosa serta jauh lebih unggul untuk mengidentifikasi orang dewasa dengan diabetes.LAP index merupakan metode yang akurat dan sederhana untuk memprediksi risiko sindrom metabolik pada orang Taiwan (Chiang, 2012). Sindrom metabolik adalah kelompok kelainan metabolik terkait erat dengan risiko penyakit jantung koroner (PJK). Setiap komponen dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko yang utama pada penyakit kardiovaskular. LAP memiliki hubungan dengan kadar kolesterol HDL sebagai komponen dari sindrom metabolik (Taverna et al, 2011).Diagnosis obesitas dan kelebihan berat badan sering digunakan pemeriksaan antropometri untuk menilai status gizi. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu pemeriksaan antropometri yang dapat menjadi dasar dari sistem klasifikasi untuk obesitas dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai disiplin ilmu. Namun, seperti pengukuran antropometri lainnya, IMT hanya sebagai pengukuran pengganti untuk kegemukan tubuh (Prentice, 2001). Selain sebagai pertanda obesitas, IMT merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner (Wahyuniari dkk, 2010). Penelitian di Inggris menyatakan bahwa IMT sangat berhubungan dengan ketiga komponen lipid darah, yakni kolesterol, HDL dan trigliserida. Peningkatan kolesterol total serum, disebabkan oleh meningkatnya IMT. Adapun hubungan IMT dan HDL adalah negatif dan linier, yakni peningkatan IMT dapat menyebabkan penurunan progresif dari konsentrasi kolesterol-HDL dalam serum (Pietrobelli et al., 1999). Penelitian Sabuncu et al (1999) menunjukkan bahwa IMT berkolerasi positif cukup kuat dengan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida dan berkolerasi negatif dengan kadar HDLBerdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti akan melaksanakan penelitian melalui pemeriksaan lipid accumulation product (LAP) index, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan High-density lipoprotein (HDL) yang ada di desa dan di kota. Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kumelembuai kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang dengan penduduk kategori orang dewasa laki laki dan perempuan umur 30 50 tahun.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : Apakah ada hubungan antara Lipid Accumulation Product (LAP) index dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar High-Density Lipoprotein (HDL) yang ada di desa dan di kota?C. Tujuan PenelitianBerdasarkan masalah penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan umum dan tujuan khusus penelitian sebagai berikut :1. Tujuan Umum : Menentukan hubungan antara Lipid Accumulation Product (LAP) index dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar High-Density Lipoprotein (HDL) yang ada di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang.2. Tujuan Khusus : Menentukan perbedaan LAP, IMT, HDL pada penduduk di desa dan di kota Menentukan hubungan antara LAP index dengan kadar HDL Menentukan hubungan antara IMT dengan kadar HDL D. Manfaat PenelitianBerdasarkan tujuan umum dan khusus penelitian maka disusun manfaat penelitian sebagai berikut :1. Bagi pemerintah Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dalam menentukan kebijakan dan menjadi bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan pencegahan pada peningkatan resiko penyakit.2. Bagi institusi pendidikanPenelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk pelaksanaan seminar tentang pencegahan resiko penyakit terutama penyakit tidak menular.3. Bagi masyarakatPenelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang pencegahan penyakit dan mendeteksi secara dini penyakit sehingga diharapkan penyakit tidak menular dalam masyarakat menurun lewat pemeriksaan lebih awal.4. Bagi penelitiPenelitian diharapkan dapat memberikan informasi khususnya dalam kebutuhan informasi kesehatan tentang pencegahan penyakit tidak menular khususnya untuk masyarakat Desa Kumelembuai dan Kelurahan Malalayang 1 barat5. Dapat menjadi referensi bagi pelaksanaan penelitian selanjutnya dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan rujukan untuk penelitian baru sebagai lanjutan penelitian

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Profil lipid1. KolesterolKolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia. Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh sebagai struktur membran sel dan lipoprotein plasma, dan jugamerupakan bahan awal pembentukan asam empedu serta hormon steroid. Kolesterol memiliki sifat yang larut dalam lemak dan mampu membentuk ester dengan asam lemak. Kira-kira 70% kolesterol dibawa dalam bentuk ester kolesterol. Ester kolesterol ini berada dalam massa inti lipid lipoprotein (Murray, 1995).Kolesterol disintesis dan disimpan dalam hati. Kadar kolesterol tinggi terdapat pada hati dan jaringan kelenjar. Pembentukan asam empedu, asam folat, hormon adrenal korteks, esterogen, dan progesterone memerluka kolesterol. Kolesterol dalam tubuh dapat diperoleh dari sintesis dalam hati dengan bahan utama karbohidrat, protein, dan lemak. Banyak sedikitnya sintesis tergantung jumlah kebutuhan dan jumlah kolesterol dari makanan. Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah jantung menyebabkan penyakit jantung koroner dan apabila menyebabkan endapan di pembuluh darah otak menyebabkan penyakit serebrovaskuler (Almatsier, 2001).Kadar kolesterol dalam darah manusia beragam dan mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Pertambahan kolesterol darah berbeda menurut jenis kelamin. Pada wanita dimulai sekitar umur dua puluh tahun, sementara pada pria dapat lebih awal. Untuk menghindari kadar kolesterol yang tinggi, dianjurkan mengganti sumber lemak jenuh dengan makanan sumber lemak tidak jenuh terutama lemak dengan ikatan ganda dan mengurangi makanan kaya kolesterol (Almatsier, 2001).Kolesterol diangkut dalam darah pada partikel berbentuk bulat yaitu lipoprotein karena kelarutan kolesterol terbatas dalam air. Lipoprotein lapisan luar terbentuk dari kolesterol ampifilik dan molekul fosfolipid, dipenuhi dengan protein, yang mengelilingi inti hidrofobik trigliserida dan ester kolesterol. Jenis-jenis lipoprotein diberi nama berdasarkan kepadatannya dan secara khusus ditargetkan untuk sel oleh apolipoproteins yang berbeda pada permukaannya yang mengikat reseptor spesifik. Low density lipoprotein (LDL) mengandung tingkat tertinggi kolesterol. Reseptor LDL pada jaringan perifer mengikat LDL, memicu endositosis, dan hidrolisis nya. Ketika kadar kolesterol diregulasi, lebih banyak LDL yang ada dalam darah daripada yang dapat diambil oleh reseptor LDL. Kelebihan LDL teroksidasi dan dibawa oleh makrofag, membentuk sel seperti busa yang dapat terjebak dalam dinding pembuluh darah. Hasil akhirnya adalah plak aterosklerosis, penyebab utama serangan jantung dan stroke. Meskipun tingkat LDL berkorelasi dengan risiko serangan jantung, High Density Lipoprotein (HDL) memiliki risiko rasio terbalik karena partikel ini mengangkut kolesterol ke hati untuk diekskresi (Barter, 2007)Telah dikenal 5 kelompok penting lipoprotein yaitu: kilomikron yang berasal dari penyerapan triasilgliserol dalam usus; Very Low-density lipoprotein (VLDL) yang berasal dari hati untuk mengeluarkan triasilgliserol; Intermediate density lipoprotein (IDL)merupakan lipoprotein menengah antara VLDL dan LDL; Low-density lipoprotein (LDL) yang menunjukkan tahap akhir dalam katabolisme VLDL; dan high-density lipoprotein (HDL) yang terlibat dalam metabolisme VLDL, kilomikron, dan juga kolesterol. Triasilgliserol merupakan unsure lipid yang dominan dalam kilomikron dan VLDL, sedangkan kolesterol dan fosfolipid masing-masing dominan dalam LDL dan HDL (Murray, 1995).2. Lipoprotein1. High-density lipoprotein (HDL)High-density lipoprotein (HDL) merupakan salah satu dari lima kelompok utama lipoprotein, yang, dalam urutan ukuran, terbesar ke terkecil, adalah kilomikron, VLDL, IDL, LDL, dan HDL, yang memungkinkan transportasi lipid (lemak), seperti kolesterol dan trigliserida, dalam cairan di sekitar sel, termasuk aliran darah. HDL merupakan lipoprotein berkerapatan tinggi yang disintesis oleh usus dan hati. HDL yang baru terbentuk dari usus tidak mengandung apo-C melainkan hanya apo-A. Apo- C disintesis oleh hati dan dipindahkan ke HDL ketika yang terakhir ini memasuki plasma. HDL merupakan lipoprotein yang berfungsi untuk mengimbangi kolesterol LDL yang berlebih. Salah satu tugas HDL adalah sebagai alat angkut utama kelebihan kolesterol dari jaringan ekstrahepatik dan sel pembersih (scavenger cells). HDL seperti kantong kosong yang dalam perjalananya dapat diisi dengan kelebihan kolesterol yang ada dalam darah maupun jaringan tubuh dan diangkut oleh hati untuk diproses lebih lanjut untuk kemudian dikeluarkan melalui empedu. Dengan kata lain HDL berperan dalam mencegah penimbunan kolesterol dalam pembuluh darah dan jantung (Sarwono dkk, 2003). Pedoman nilai HDL adalah sebagai berikut :Tabel 1: Kadar kolesterol HDLNilai (mg/dL)Nilai (mmol/L)interpretasi

90 cm

perempuan80 cm>80 cm

(Sumber : Departemen kesehatan RI,2007)Menurut WHO Expert Consultation on Waist Circumference, menginstruksikan untuk pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada bagian tengah antara perkiraan batas titik terendah dari tulang rusuk terakhir yang teraba dan bagian atas krista iliaka. Subjek harus berdiri dengan kaki berdekatan, lengan diletakan di sisi tubuh dan berat badan merata, dan harus mengenakan pakaian yang minimal. Subjek harus santai, dan pengukuran diambil pada akhir ekspirasi normal (WHO, 2008).C. Indeks Massa Tubuh (IMT)Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit - penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Mempertahankan berat badan yang ideal atau normal adalah salah satu cara yang dapat dilakukan (Supariasa,2002).Overweight dan obesitas merupakan faktor risiko yang menjadi tantangan besar dalam kejadian penyakit jantung koroner di eropa. Prevalensi overweight dan obesitas adalah tinggi pada pasien penyakit jantung koroner di Eropa. Pengukuran yang sistematis berat dan tinggi badan merupakan prasyarat untuk manajemen yang lebih baik dari faktor risiko umum yang dapat dimodifikasi (Montaye D. et al, 2000). Untuk menentukan tingkat obesitas, dapat menggunakan pengukuran antropometri, salah satunya berupa pengukuran IMT. Metode ini dikalkulasikan sebagai berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (meter). IMT berguna untuk standarisasi ukuran tubuh (Waspadji dkk, 2003).IMT atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khusus nya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. (Supariasa dkk, 2002) IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan (CDC, 2011).Menentukan indeks massa tubuh dilakukan dengan cara: diukur terlebih dahulu berat badan dengan timbangan kemudian diukur tinggi badan dan dimasukkan ke dalam rumus. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Berat badan (Kg) IMT = -------------------------------------------- [Tinggi badan (m)]2

Klasifikasi internasional kekurangan berat badan dewasa, kelebihan berat badan dan obesitas berdasarkan IMT menurut WHO :Tabel 5: Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT)IMTKategori

< 18,50Berat badan kurang

18.50 - 24.99Berat badan normal

25.00Kelebihan berat badan

30.00Obesitas

(Sumber : WHO, 2006)Nilai IMT untuk orang Asia, termasuk Indonesia, batas ambang dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara dan didapatkan kesimpulan ambang batas IMT seperti pada tabel berikut ini: Tabel 6: Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dimodifikasiIMTKategori

< 18,50Berat badan kurang

18.50 - 22.99Berat badan normal

23.00Kelebihan berat badan

(Sumber : WHO expert consultation, 2004)Nilai IMT seseorang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas tertentu. Penyebab utama peningkatan mortalitas pada orang orang yang gemuk meliputi hipertensi dan diabetes melitus. Peningkatan berat badan secara signifikan dapat meningkatkan kejadian angina pectoris dan juga diprediksi timbulnya insidensi penyakit koroner dan gagal jantung kongestif. Mortalitas sangat rendah pada individu dengan IMT di antara 20 dan 25, rendah untuk IMT di antara 25 dan 30, sedang untuk IMT di antara 30 dan 35, tinggi untuk IMT di antara 35 dan 40, dan sangat tinggi untuk IMT lebih dari 40. Orang-orang yang menderita PJK juga memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak menderita PJK (Fava et al, 1996). Obesitas juga terkait dengan penurunan high-density lipoprotein (HDL) kolesterol. Data National Health and Nutrition Educational Survey (NHANES II) untuk pria kulit putih dan perempuan menunjukkan penurunan HDL dengan meningkatnya IMT untuk berbagai usia. Perbedaan sekitar 10 mg/dL pada HDL telah ditemukan terjadi antara laki-laki dengan berat badan normal dan gemuk, dan bahkan penurunan lebih besar HDL telah ditemukan pada wanita dengan obesitas (Howard et al, 2003).D. Penyakit Jantung Koroner1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner (PJK)Penyakit jantung koroner (PJK) adalah suatu penyakit di mana terdapat zat lunak yang disebut plak di dalam arteri koroner. Arteri ini memasok darah yang kaya oksigen ke otot jantung. Ketika plak menumpuk dalam arteri, kondisi ini disebut aterosklerosis (National Institutes of Health, 2012).Penyakit jantung koroner terjadi ketika arteri koroner sebagai pembuluh darah utama yang mensuplai jantung dengan darah, oksigen dan nutrisi menjadi rusak atau sakit. Kolesterol yang mengandung endapan (plak) pada arteri umumnya menjadi penyebab untuk penyakit jantung koroner.Ketika terjadi plak, maka akan mempersempit arteri koroner, menyebabkan berkurangnya asupan darah ke jantung. Akibat dari aliran darah yang menurun dapat terjadi nyeri dada (angina), sesak napas, atau tanda dan gejala penyakit jantung koroner lain. Apabila terjadi penyumbatan penuh dapat menyebabkan serangan jantung. Karena penyakit arteri koroner berkembang selama puluhan tahun, dapat berlangsung tanpa terlihat gejala sampai terjadi serangan jantung (Mayoclinic, 2012).Penyakit jantung masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas global. Di India lebih dari 25% kematian akibat Cardio Vascular Disease. Tekanan darah tinggi, kolesterol LDL tinggi, merokok, diabetes, kelebihan berat badan, pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan alkohol berlebihan diketahui sebagai faktor risiko kardiovaskular. Identifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi membantu dalam pengurangan risiko melalui intervensi primer (Rao, 2013).2. Penyebab Penyakit jantung koroner dapat terjadi ketika faktor-faktor tertentu merusak lapisan dalam arteri koroner. Faktor-faktor ini meliputi:a. Merokokb. Tingginya kadar lemak dan kolesterol tertentu dalam darahc. Tekanan darah tinggid. Tingginya kadar gula dalam darah akibat resistensi insulin atau diabetesArteri yang rusak dapat menyebabkan terbentuknya plak. Penumpukan plak di arteri koroner mungkin dimulai sejak masa kecil. Seiring waktu, plak bisa mengeras. Plak yang mengeras mempersempit arteri koroner dan mengurangi aliran darah yang kaya oksigen ke jantung. Hal ini dapat menyebabkan angina (nyeri dada atau ketidaknyamanan).Jika plak pecah, fragmen sel darah yang disebut platelet menempel pada lokasi cedera. Kemudian akan mengumpul untuk membentuk bekuan darah. Gumpalan darah dapat lebih mempersempit arteri koroner dan memperburuk angina. Jika bekuan menjadi cukup besar, sebagian atau seluruhnya dapat memblokir arteri koroner dan menyebabkan serangan jantung.3. Tanda dan gejalaArteri koroner yang menyempit, tidak dapat menyediakan darah yang cukup akan oksigen untuk jantung terutama ketika jantung sedang berdetak keras, seperti selama berolahraga. Pada awalnya, aliran darah yang menurun mungkin tidak menimbulkan gejala penyakit jantung koroner. Ketika plak terus menumpuk di arteri koroner, akan terjadi gejala penyakit arteri koroner, termasuk:a. Nyeri dada (angina). Terasa tekanan atau sesak di dada, seolah-olah seseorang sedang berdiri di dada. Rasa sakit, disebut sebagai angina, biasanya dipicu oleh stres fisik atau emosional. Ini biasanya hilang dalam beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang menegangkan. Pada beberapa orang, terutama perempuan, nyeri ini mungkin singkat dan terasa di perut, punggung atau lengan.b. Sesak napas. Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terasa sesak napas atau kelelahan.c. Serangan jantung. Jika arteri koroner menjadi sepenuhnya tersumbat, kemungkinan dapat mengalami serangan jantung. Tanda-tanda dan gejala klasik serangan jantung antara lain tekanan dalam dada dan sakit pada bahu atau lengan, kadang-kadang dengan sesak napas dan berkeringat. Wanita kemungkinan mengalami tanda dan gejala serangan jantung yang kurang umum dibandingkan pria, termasuk mual dan punggung atau nyeri rahang. Kadang-kadang serangan jantung terjadi tanpa tanda-tanda atau gejala yang jelas.4. Patofisiologi Jantung dialiri oleh arteri coronaria yang mensuplai darah untuk kebutuhan jantung itu sendiri.Terbatasnya aliran darah ke jantung menyebabkan iskemia (kelaparan sel sekunder akibat kekurangan oksigen) dari sel-sel miokard. Sel miokard mungkin mati karena kekurangan oksigen dan ini disebut infark miokard (biasa disebut serangan jantung). Hal ini menyebabkan kerusakan otot jantung, kematian otot jantung dan nantinya terjadi jaringan parut miokard tanpa pertumbuhan kembali otot jantung. Penyempitan kronis dari arteri koroner dapat menyebabkan iskemia transien yang mengarah pada induksi aritmia ventrikel, yang dapat berakhir menjadi fibrilasi ventrikel yang menyebabkan kematian.PJK berkaitan dengan merokok, diabetes, dan hipertensi. Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan PJK merupakan prediktor penting dari PJK. Secara umum kejadian dari penyakit jantung koroner mungkin berhubungan dengan kebiasaan makanan. Skrining untuk PJK termasuk mengevaluasi tingkat- high density dan low-density lipoprotein (kolesterol) dan trigliserida. Sebagian faktor risiko alternatif termasuk homosistein, protein C-reaktif (CRP), kalsium koroner dan analisis lipid yang lebih canggih telah menambahkan sedikit nilai tambahan untuk faktor risiko konvensional merokok, diabetes dan hipertensi (Bustan, 2000).5. Faktor risikoMenurut WHO (2002), lebih dari 300 faktor risiko berkaitan dengan kejadian penyakit jantung koroner dan stroke. Faktor risiko yang utama ditentukan dengan memenuhi tiga kriteria: prevalensi tinggi di banyak populasi, dampak independen yang signifikan terhadap risiko penyakit jantung koroner atau stroke, serta pengobatan dan kontrol faktor risiko dapat mengakibatkan berkurangnya risiko. Penyakit jantung koroner terus menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di antara orang dewasa di Eropa dan Amerika Utara. Faktor risiko PJK antara lain tekanan darah, merokok, kolesterol total (TC), LDL, HDL, dan diabetes. Faktor-faktor seperti obesitas, hipertrofi ventrikel kiri, riwayat keluarga PJK, juga dipertimbangkan dalam menentukan risiko PJK (Wilson et al, 1998).Faktor risiko yang dapat dikendalikan erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat, seperti pola makan yang salah, kurangnya aktivitas fisik, stres, merokok, dan konsumsi alkohol. Beberapa penyakit merupakan faktor risiko spesifik untuk terjadinya penyakit kardiovaskular, antara lain hipertensi, diabetes melitus, obesitas, dan dislipidemia (Wahyuniari dkk, 2010). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, genetik atau riwayat keluarga, dan jenis kelaminFaktor risiko lainya yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung adalah rendahnya kadar kolesterol High-density lipoprotein (HDL). Kolesterol HDL merupakan prediktor yang kuat dalam perkembangan aterosklerosis subklinik dibandingkan dengan kolesterol LDL. Peningkatan kadar HDL berkontribusi menurunkan risiko PJK (Lee et al, 2009). Berkurangnya kadar kolesterol HDL plasma merupakan faktor risiko independen untuk aterosklerotik. Studi tentang sifat kardioprotektif HDL telah menjadi topik penelitian ilmiah yang intensif dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan penelitian Lamarche (1999) kolesterol HDL mempunyai peran penting dalam suatu proses transportasi kolesterol. Menurut konsep ini, peningkatan konsentrasi plasma HDL meningkatkan pergerakan kolesterol dari jaringan ekstrahepatik kembali ke hati, sehingga mengurangi 'probabilitas' dari akumulasi kolesterol dalam jaringan perifer yang akhirnya dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis (Lamarche et al, 1999). E. Hubungan LAP dan IMT dengan HDL di desa dan di kota1. LAP dan IMT dengan HDL di desa dan di kotaTaverna et al (2011) menyatakan bahwa LAP memiliki hubungan dengan kadar kolesterol HDL sebagai komponen dari sindrom metabolik (Taverna et al, 2011). Chiang (2012) menyatakan bahwa LAP index merupakan metode yang akurat dan sederhana untuk memprediksi risiko sindrom metabolik pada orang Taiwan. Sindrom metabolik adalah kelompok kelainan metabolik terkait erat dengan risiko penyakit jantung koroner (PJK). Setiap komponen dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko yang utama pada penyakit kardiovaskular. Untuk mengidentifikasi orang yang memiliki risiko terhadap penyakit kardiovaskular, National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) telah memodifikasi kriteria sindrom metabolik berdasarkan kriteria orang Asia. Kriteria sindrom metabolic orang asia, diperlukan adanya 3 atau lebih dari hal-hal berikut: obesitas perut (lingkar pinggang > 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita); kadar trigliserida tinggi (> 150 mg / dL); kadar kolesterol HDL rendah ( 80 mmHg); dan konsentrasi glukosa puasa yang tinggi (> 110 mg / dL) (AHA, 2005). Ernawati (2004) menyatakan bahwa kadar HDL pada laki-laki di perdesaan lebih rendah dibandingkan laki-laki di perkotaan. Sebaliknya, proporsi responden laki-laki di perkotaan yang mempunyai koiesterol LDL tinggi lebih banyak dari pada responden laki-laki di perdesaan. Penelitian Pongchaiyakul (2006) yang dilakukan di Thailand menunjukkan bahwa kadar trigliserida dan kolesterol LDL pada pria dan wanita di perkotaan secara signifikan lebih tinggi daripada populasi pedesaan, sedangkan perempuan pedesaan secara signifikan memiliki kadar trigliserida lebih tinggi dan kadar HDL yang rendah dibandingkan dengan perempuan di kota.Nilai IMT pada masing-masing individu berhubungan dengan resiko mortalitas. Mortalitas sangat rendah pada individu dengan IMT di antara 20 dan 25, rendah untuk IMT di antara 25 dan 30, sedang untuk IMT di antara 30 dan 35, tinggi untuk IMT di antara 35 dan 40, dan sangat tinggi untuk IMT lebih dari 40. Orang-orang yang menderita PJK juga memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak menderita PJK (Fava et al, 1996). Obesitas juga terkait dengan penurunan high-density lipoprotein (HDL) kolesterol. Data National Health and Nutrition Educational Survey (NHANES II) untuk pria kulit putih dan perempuan menunjukkan penurunan HDL dengan meningkatnya IMT untuk berbagai usia. Perbedaan sekitar 10 mg/dL pada HDL telah ditemukan terjadi antara laki-laki dengan berat badan normal dan gemuk, dan bahkan penurunan lebih besar HDL telah ditemukan pada wanita dengan obesitas (Howard et al, 2003). Obesitas berkaitan dengan peningkatan konsentrasi lipid dan lipoprotein dalam darah. Individu yang memiliki berat badan di atas normal cenderung mengalami peningkatan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida dibandingkan dengan mereka yang berat badannya normal. Tingginya prevalensi obesitas di Sulawesi Utara dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh faktor budaya, adat istiadat, agama dan kepercayaan yang berperan penting dalam proses kejadian penyakit. Kebiasaan makan etnik Minahasa berpengaruh terhadap meningkatkan resiko kejadian penyakit jantung koroner. Orang yang biasa makan makanan etnik Minahasa dengan frekuensi sering berisiko 5,4 kali lebih besar untuk terserang PJK daripada yang jarang setelah dikontrol oleh faktor jenis kelamin, adanya riwayat keluarga PJK dan diabetes mellitus (Kandou, 2009).2. Gambaran kehidupan sosial di desa dan di kotaPerkotaan(urban) adalahwilayahyang mempunyai kegiatan utama bukanpertaniandengan susunan fungsi kawasansebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanansosial, dan kegiatanekonomi. UU no. 22 tahun 1999menyatakan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Masyarakat di kota memiliki lapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan Sedangkan untuk masyarakat desa adalah mata pencaharian bersifat homogen (bertani, beternak, nelayan, dan lain-lain). Sebagian besar penduduk bertani, sedangkan mata pencaharian berdagang merupakan pekerjaan sekunder. Desa sendiri berasal dari bahasa India yakniswadesiyang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas. Berikut ini merupakan perbedaan desa dan kota:a. Pembangunan di kota maju dan cepat, sedangkan di desa relatif lambat.b. Sosial-budaya masyarakat kota sangat beraneka ragam, sedangkan di desa sama dan hampir semua warganya masih ada ikatan persaudaraan.c. Lapangan pekerjaan di kota beragam dengan skala usaha yang besar, sedangkan di desa hampir semua warganya hidup dari usaha pertanian dengan skala usaha yang kecil.d. Kontrol sosial di kota adat dan tradisi kurang dapat berkembang, sehingga diperlukan perangkat hukum dan perundangan, sedangkan di desa adat dan tradisi terbentuk dan berkembang secara turun temurun .e. Jumlah dan arus perputaran uang di kota besar dan cepat, sedangkan di desa kecil dan lambat.f. Kehidupan di kota tidak dipengaruhi musim dan bencana hama, penyakit dan kekeringan , sedangkan di desa pengaruhnya sangat besar dan dapat mempengaruhi perekonomian desa.g. Kelembagaan di kota sangat perlu karena tingginya jenis dan aktifitas yang ada di kota memerlukan kelembagaan dengan jumlah yang banyak dan kompleks.h. Wilayah kota nampak terbagi-bagi, sehingga ada wilayah untuk masyarakat elit dan ada pula perkampungan kumuh, sedangkan wilayah pedesaan orang kaya dan orang miskin hidup menyatu dan berdampingan.i. Orientasi pembangunan di kota pada modernisasi dan kemajuan, sedangkan di desa masih lebih diwarnai oleh adat, tradisi dan kekeluargaan.

F. Kerangka teori, kerangka konsep dan hipotesis penelitian1. Kerangka teori

Faktor yang tidak dapat dimodifikasiJenis kelaminGenetikUsia

Penyakit Jantung KoronerKolesterol HDL

Faktor yang dapat dimodifikasi

Faktor makanan

Asupan karbohidratAsupan kolesterolAsupan energiIndeks Massa Tubuh (IMT)Lipid accumulation product (LAP) Index

Obesitas

Aktivitas fisik

Merokok

Penyakit Penyerta

Stres

Farmakologi

Konsumsi alkohol

Gambar 1 : Kerangka Teori

2. IMT :LAP Index :Kadar Kolesterol HDLDesaKerangka konsep

IMT :LAP Index :Kadar Kolesterol HDLKota

Gambar 2 : Kerangka Konsep

3. Hipotesis penelitiana. Terdapat perbedaan antara LAP Index, IMT, dan kadar kolesterol HDL pada penduduk di desa dan di kotab. Terdapat hubungan antara LAP Index dengan kadar kolesterol HDL c. Terdapat hubungan antara IMT dengan kadar kolesterol HDL

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Desain PenelitianDalam rangka mencapai tujuan penelitian dan berdasarkan permasalahan yang diajukan, metode penelitian yang digunakan adalah metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. B. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang yang dilaksanakan pada bulan Oktober November 2013C. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh individu dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan di lokasi penelitian yang berumur antara 30 50 tahun di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dengan penduduk 1.180 dan di Kota Manado Kelurahan Malalayang 1 barat Kecamatan Malalayang dengan penduduk 1.2132. SampelBesar sampel menggunakan rumus Lameshow sebagai berikut:

n = jumlah sampelZ= 1,96P = proporsi HDL normal (karena tidak diketahui pasti maka dipakai 0,5 dalam mendapatkan jumlah sampel tertinggi)Q =1 P = 1 0,5 = 0,5d =ketepatan relatif yang diinginkan = 0,15Besar sampel yang dibutuhkan adalah 43 orang, tetapi diperkirakan hanya 85% yang berpartisipasi dalam penelitian (response rate = 90%) sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah : 43 0,85 = 50,6 = 51 x 2 (desa dan kota) = 102. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling yaitu dengan pengambilan acak pada responden pada satu populasi tertentu.Pengambilan data dilakukan dengan peneliti meminta izin kepada Kepala Kelurahan Desa Kumelembuai Tomohon Timur dan Kepala Kelurahan Malalayang 1 Barat Kecamatan Malalayang Kota Manado untuk melakukan penelitian.Populasi masyarakat berusia 30-50 tahun berjumlah 1.180 orang di Desa Kumelembuai dan 1.213 di Kelurahan Malalayang 1 Barat. Pengambilan sampel dengan teknik Simple Random Samplin, kemudian dari 1.180 orang di Desa Kumelembuai dan 1.213 orang di Kelurahan Malalayang 1 Barat ditentukan mana yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penentuan ini dilakukan dengan cara peneliti dan tim peneliti yang terdiri dari mahasiswa kesehatan masyarakat 1 orang dan mahasiswa keperawatan 2 orang mengunjungi Desa Kumelembuai dan Kelurahan Malalayang 1 Barat sehingga dipilih sampel yang masuk kriteria sebanyak 51 sampel di Desa Kumelembuai dan 51 sampel di Kelurahan Malalayang 1 Barat dengan perkiraan response rate 85%. Pemilihan 51 sampel di Desa Kumelembuai dan 51 sampel di Kelurahan Malalayang 1 Barat dilakukan dengan dengan sistem undian.Hasil yang dipilih tersebut dinyatakan sebagai responden penelitian. Setelah penetapan responden penelitian, bersama dengan kepala lingkungan lokasi penelitian, peneliti melakukan kunjungan rumah pada subjek penelitian untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta subjek penelitian diminta kesediaan untuk menjadi responden penelitian disertai dengan ditanda tanganinya informed concent sebagai bukti kesediaan menjadi responden penelitian.3. Kriteria Sampela. Kriteria Inklusi:1) Jenis kelamin laki-laki dan perempuan2) Responden dengan usia 30 50 tahun di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur3) Responden dengan usia 30 50 tahun di Kota Manado Kecamatan Malalayang4) Untuk responden yang tinggal di kota, telah tinggal di kota selama kurang lebih 1 tahun 5) Responden bersedia mengikuti pengukuran antropometri dan pemeriksaan darah.b. Kriteria Ekslusi1) Responden yang sementara menggunakan obat-obatan kolesterol2) Responden yang tidak bersedia menandatangani informed consent.

D. Variabel Penelitian1. Variabel terikat Variabel terikat pada penelitian ini yaitu Kadar HDL2. Variabel bebasVariabel bebas dalam penelitian ini meliputi LAP Index, IMT

E. Definisi operasional1. Kadar HDL (High-density lipoprotein)Merupakan pengukuran salah satu lemak yang diukur dalam lipid panel tes darah didapat melalui pengambilan sampel darah responden. Responden dianjurkan untuk puasa selama 8-12 jam. Cara ukur: pengambilan sampel darah perifer dengan menggunakan alat Cardio Check. Hasil ukur: HDL diukur dengan menggunakan satuan mg/dLTabel 7 : Nilai ukur Kadar kolesterol HDL dalam satuan mg/dLNilai (mg/dL)Interpretasi

0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai IMT pada subjek penelitian di kota dan di desa (tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai IMT pada subjek penelitian di kota dan di desa)Perbedaan nilai LAP Index pada subjek penelitian di kota dan di desa, didapatkan nilai p=0,228 atau p>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai LAP Index pada subjek penelitian di kota dan di desa (tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai LAP Index pada subjek penelitian di kota dan di desa)Perbedaan kadar HDL pada subjek penelitian di kota dan di desa, didapatkan nilai p=0,004 atau p0,05. LAP indeks didasarkan pada kombinasi dari dua pengukuran yaitu lingkar pinggang (Waist Circumference) yaitu pengukuran lemak visceral (intra-abdomen) dan konsentrasi trigliserida (TG) puasa. Adanya lemak dalam rongga perut dapat diketahui dari hasil pengukuran lingkar pinggang. Lingkar pinggang adalah ukuran antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan obesitas sentral. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang terkait. Lingkar pinggang berkorelasi kuat dengan obesitas sentral dan risiko kardiovaskular. Masyarakat yang ada di Kota Manado dan di Desa Kumelembuai yang cenderung memiliki etnik yang sama yaitu sebagian besar memiliki etnik minahasa yang umumnya beragama Kristiani dan dikenal dengan pola konsumsi makanan dengan asam lemak jenut tinggi. Begitu pula dengan pola aktifitas yang sudah terpengaruh dengan teknologi modern seperti perkembangan alat transportasi yang memudahkan masyarakat untuk melakukan mobilisasi dengan menggunakan sepeda motor atau mobil. Penelitian yang di lakukan oleh Anuradha (2012) yang di lakukan di Kota Chennai India menunjukkan bahwa terjadi peningkatan lingkar perut pada wanita di kota seiring dengan meningkatnya usia dan status ekonomi. Zhu, et.al., (2002) menemukan ukuran lingkar pinggang mempunyai hubungan signifikan dengan kadar trigliserida dan berpola positif, artinya semakin besar lingkar pinggang semakin tinggi kadar trigliserida.c. Perbedaan nilai HDL pada masyarakat di Kota Manado dan di Desa KumelembuaiHasil uji Mann-Whitney U untuk membedaan kadar HDL pada subjek penelitian di kota dan di desa, dengan nilai p=0,004 atau p150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metabolik sebanyak 80% dari 185 pria subjek penelitian. Penelitian Dwipayana, ddk (2011) di Bali menyimpulkan kadar trigliserida dan lingkar pinggang merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui sindroma metabolik yang memiliki komponen kadar kolesterol HDL.Sutadarma, dkk (2011) mendapatkan hasil penelitian hubungan positif kuat antara lingkar perut dan kadar trigliserida yang secara statistik signifikan, Kadar trigliserida menggambarkan simpanan lemak tubuh terutama pada obesitas sentral sebagai salah satu risiko pada parameter sindrom metabolik. Berdasarkan tebal lemak suprailiaka, semakin besar lingkar perut maka tebal lemak suprailiaka semakin besar dan didapatkan hubungan negatif kuat antara tebal lemak suprailiaka dan kadar HDL yang secara statistik signifikan.Trigliserida, kolesterol dan fosfolipid merupakan tiga kelas utama dari lipid kompleks. Trigliserida terdiri dari tiga molekul asam lemak yang mengalami esterifikasi menjadi satu molekul gliserol. Lipid kompleks yang paling banyak terdapat di dalam tubuh ini bertindak sebagai bentuk simpanan utama asam lemak. Fosfolipid merupakan modifikasi dari trigliserida, tetapi memiliki basa nitrogen dan fosfat pada residu asam lemaknya. Fosfolipid bersifat amfipatik yang terutama berperan sebagai penyelubung permukaan lipoprotein plasma dan juga sebagai komponen utama membrane sel. Karena bersifat tidak larut dalam air, lipid memerlukan sistem pengangkutan spesifik agar bisa bersirkulasi di dalam darah yaitu lipoprotein yang salah satunya yaitu High-density lipoprotein HDL. HDL sebagai alat angkut utama kelebihan kolesterol dari jaringan ekstrahepatik dan sel pembersih (scavenger cells). HDL seperti kantong kosong yang dalam perjalananya dapat diisi dengan kelebihan kolesterol yang ada dalam darah maupun jaringan tubuh dan diangkut oleh hati untuk diproses lebih lanjut untuk kemudian dikeluarkan melalui empedu. Dengan kata lain HDL berperan dalam mencegah penimbunan kolesterol dalam pembuluh darah dan jantung (American Heart Association. 2013).BAB VPENUTUPA. Kesimpulan1. Tidak terdapat perbedaan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan nilai Lipid Accumulation Product (LAP) index pada masyarakat di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang.2. Terdapat perbedaan kadar antara high-density lipoprotein (HDL) pada masyarakat di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang.3. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar high-density lipoprotein (HDL) pada masyarakat di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang.4. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai Lipid Accumulation Product (LAP) index dan kadar high-density lipoprotein (HDL) pada masyarakat di Desa Kumelembuai Kecamatan Tomohon Timur dan di Kota Manado Kecamatan Malalayang.

B. Saran1. Bagi pemerintah khususnya dinas kesehatan yang ada di Kota Manado maupun yang ada di Desa Kumelembuai dapat merencanakan suatu kebijakan di bidang kesehatan yang bersifat promotif terutama dalam mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung melalui sosialisasi dengan media informasi seperti leaflet, brosur, spanduk, surat kabar dan media elektronik melalui dialog interaktif tentang cara meningkatkan peran faktor protektif yaitu kolesterol HDL dengan mempertahankan status gizi yang normal.2. Bagi masyarakat di Kota Manado dan di Desa Kumelembuai agar dapat melaksanakan pola hidup sehat melalui pengaturan pola makan serta mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, berolahraga secara teratur, menjaga berat badan yang ideal, serta melakukan deteksi dini penyakit jantung terutama bagi mereka yang berisiko.3. Bagi penelitian lanjut perlu dilakukan untuk mendukung temuan dalam penelitian ini dengan sampel penelitian yang lebih besar dan kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol misalnya aktifitas fisik, pola makan, konsumsi alkohol dan merokok.

DAFTAR PUSTAKAAnwar, T. B. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. e-USU Repository.Ainsworth B. E., W. Haskell, M.C. Whitt, M. Irwin, A.M. Swartz, S.J. Strath, W.L. O'brien, D.R. Bassett, K.H. Schmitz, P.O emplalncourt, D.R. Jacobs, JR., and A.S. Leon. 2011. Compendium of Physical Activities: an update of activity codes and MET intensities. Official Journal of the American College of Sports Medicine 0195-913l/00/3209-0498/0.Almatsier, S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Gramedia pustaka utama. Jakarta.American Heart Association. 2013. What Your Cholesterol Levels Mean. Available onlineat:http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/Cholesterol/AboutCholesterol/What-Your-Cholesterol-Levels-Mean_UCM_305562_Article.jsp (6 september 2013)Anuradha. 2012. The Waist Circumference Measurement: A Simple Method for Assessing the Abdominal Obesity. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012 November, Vol-6(9): 1510-1513Azwar, A. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Depan, www.gizi.net, (09 januari 2014).Barter, P., A.M. Gotto, D. Phil., J.C. LaRosa, J. Maroni, M. Szarek, S.M. Grundy, J.J.P. Kastelein, V. Bittner, and J. Fruchart. 2007. HDL Cholesterol, Very Low Levels of LDL Cholesterol, and Cardiovascular Events. n engl j med 357;13Blankeu. 2009. Nutrition, Physical Activity, and Obesity in Rural America. USA : Center for rural Affairs.Bozorgmanesh, M., F. Hadaegh, and F. Azizi. 2010. Predictive performances of lipid accumulation product vs. adiposity measures for cardiovascular diseases and all-cause mortality, 8.6-year followup: Tehran lipid and glucose study. Lipids in Health and Disease , 9, 100.Brien S.E, P.E. Ronksley, B.J. Turner, K.J. Mukamal, W.A. Ghali. 2011. Effect of alcohol consumption on biological markers associated with risk of coronary heart disease: systematic review and meta-analysis of interventional studies. BMJ 22, 342357.Brown C. T. 2006. Penyakit Aterosklerosis Koroner. Dalam : Price, S. A., and L. Mc. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6 Vol. 1. EGC. Jakarta.Bustan, M. N. 2000. Epidemiologi penyakit tidak menular. Rineka Cipta. JakartaChiang, J.K., and K. Malcolm. 2012. Lipid accumulation product: a simple and accurate index for predicting metabolic syndrome in Taiwanese people aged 50 and over. BMC Cardiovascular Disorders. 2012;12:78DEPKES RI, 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik IndonesiaDEPKES RI, 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik IndonesiaDINKES SULUT, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara 2008. Balai Data, Surveilans dan Sistem Informasi KesehatanErnawati, F., Muherdiyantiningsih, R. Effendi, dan S. Herman. 2004. Profil dlstrlbusl lemak tubuh dan lemak darah dewasa gemuk di perdesaan dan perkotaan. PGM. 27(1): 1-9Fava, S.L., P.W.F. Wilson, F.J. Schaefer. 1996 . Impact of Body Mass Index on Coronary Heart Disease Risk Factors in Men and Women. Am Heart Ass, 1996;16:1509-1515Frank, S., and G. Kostner. 2012. Lipoproteins Role in Health and Diseases. Rijeka: InTech.Gill J., S.L. Herd, N.V. Tsetsonis, and A.E. Hardman. 2002. Are the reductions in triacylglycerol and insulin levels after exercise related?. Clinical Science. 2002:102, 223231Grundy, S.M., J.I. Cleeman, S.R. Daniels, K.A. Donato, et. al. 2005. Diagnosis and Management of the Metabolic Syndrome: An American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute Scientific Statement. Circulation journal of the American Heart Association. 2005;112:2735-2752. Grundy, S.M. 1998. Hypertriglyceridemia, Atherogenic Dyslipidemia, and The Metabolic Syndrome. Am J Cardiol,;81:18B-25BHeart foundation. 2013. Waist Measurement. Available online at: http://www.heartfoundation.org.au/healthy-eating/Pages/waist-measurement.aspxHoward, B. V., G. Ruotolo, and Robbins. 2003. Obesity and dyslipidemia. Endocrinol Metab Clin N Am. 32:855867.Ioachimescu, A.G., D.M. Brennan, B.M. Hoar and B.J. Hoogwerf. 2010. The Lipid Accumulation Product and All-cause Mortality in Patients at High Cardiovascular Risk: A PreCIS Database Study. Obesity. 2010: 18, 18361844Ito, S. 2009. Influence of height and age on waist circumference in Japanese Outpatients with coronary risk factors. Nagoya Med J. 50:55-56Kahn, H.S. and V. Rodolfo. 2003. Metabolic risks identified by the combination of enlarged waist and elevated triacylglycerol concentration. Am J Clin Nutr. 2003;78:92834.Kahn, H.S., 2005. The lipid accumulation product performs better than the body mass index for recognizing cardiovascular risk: a population-based comparison. BMC Cardiovascular Disorders. 2005; 5:26.Kahn, H.S 2006. The lipid accumulation product is better than bmi for identifying diabetes; a population-based comparison. Diabetes care. 2006;29:1Kandou, G.E. 2009. Makanan etnik minahasa dan kejadian penyakit jantung koroner. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2009; 4:1:42-48 Koning L., A.T. Merchant, J. Pogue, and S.S. Anand. 2007. Waist circumference and waist-to-hip ratio as predictors of cardiovascular events: meta-regression analysis of prospective studies. European Heart Journal. 2007:28, 850856Lamarche, B., S. Rashid, and G.F. Lewis. 1999. HDL metabolism in hypertriglyceridemic states: an overview. Clinica Chimica Acta. 286:145 161Lean, M.E.J., T.S. Han, and C.E. Morrison. 1995. Waist circumference as a measure for indicating need for weight management. BMJ. 1995;311:158-161.Lee R., Ng K., L.F. Hsu, and J. Lim. 2009. Low HDL-C predicts Subclinical Atherosclerosis in Asymptomatic South East Asian Patients without known Cardiovascular Disease. 8th International Congress on Coronary Artery Disease (ICCAD)Lemieux I., Pascot A., Couillard, B. Lamarche, A. Tchernof, N. Almras, J. Bergeron, D. Gaudet, G. Tremblay, D. Prud'homme, A. Nadeau and J. Desprs. 2000. Hypertriglyceridemic Waist: a Marker of the Atherogenic Metabolic Triad Men.? Circulation. 102:179-184.Mayoclinic, 2012. Coronary artery Disease. Available online at: http://www.mayoclinic.com/health/coronary-artery-disease/DS00064. (6 september 2013)Mahmood, Z.A., S.W. Ahmed, M. Sualeh, and S.Z. Mahmood. 2009. Hyperlipidemia development and consequences. Medical channel. 2009; 5:3Montaye, M., D.D. Bacquer, G.D. Backer, and P. Amouyel. 2000. Overweight and obesity: a major challenge for coronary heart disease secondary prevention in clinical practice in Europe. European Heart Journal. 2000;21, 808813.Montoya, A. Porres, S. Serrano, J.C. Fruchart, P. Mata, J.A.G. Gerique, and G.R. Castro., 2002. Fatty acid saturation of the diet and plasma lipid concentrations, lipoprotein particle concentrations, and cholesterol efflux capacity. Am J Clin Nutr. 2002;75:48491Murray, R. K., D.K. Granner, P.A. Mayes, and V.W. Rodwell. 1995. Biokimia Harper. EGC. JakartaNational Cholesterol Education Program. 2002. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). NIH Publication No. 02-5215NHI, 2013. What Is Coronary Heart Disease?. Available online at: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/cad/ ( 6 september 2013)Norata, G. D., and A.L. Catapano. 2005. Molecular mechanisms responsible for the antiinflammatory and protective effect of HDL on the endothelium. Vascular Health and Risk Management. 2005:1(2) 119129Pietrobelli, A., R.C. Lee, E. Capristo, R. J Deckelbaum, and S.B. Heymsfield. 1999. An independent, inverse association of high-density-lipoproteincholesterol concentration with nonadipose body mass. Am J Clin Nutr. 1999;69:61420.Pongchaiyakul, C., P. Hongsprabhas, V. Pisprasert, and C. Pongchaiyakul. 2006. Rural-urban difference in lipid levels and prevalence Of dyslipidemia:a population-based study In khon kaen province, Thailand. J Med Assoc Thai. 89 (11): 1835-44Prentice, A. M., and S. A. Jebb. 2001. Beyond body mass index. The International Association for the Study of Obesity. obesity reviews 2, 000000.Rader, D.J. 2003. Regulation of Reverse Cholesterol Transport and Clinical Implications. Am J Cardiol. 2003;92:42J49JRao, H. 2013. A Descriptive Study Of The Conventional And New Risk Factor Analysis In Patients With Ischaemic Heart Disease. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences. 2013; 2: 4938-4946 Sabuncu, T., E. Arikan, E. Tasan, and H. Hatemi. 1999. Comparison of The Association of Body Mass Index, Percentage Body Fat, Waist Circumference and Waist/Hip Ratio With Hypertension and Other Cardiovascular Risk Factors. Turkish J Endocrinol and Metabol. 1999:3:137-142Sandjaja, Sudikno. 2005. Prevalensi gizi lebih dan obesitas penduduk dewasa di Indonesia. Gizi Indo 2005,31Sastroasmoro, S., 2010. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Sagung seto. JakartaSieri, S. V. Krogh, F. Berrino, A. Evangelista, C. Agnoli, F. Brighenti, N. Pellegrini, D. Palli, G. Masala, C. Sacerdote, F. Veglia, R. Tumino, G. Frasca, S. Grioni, V. Pala, A. Mattiello, P. Chiodini, and S. Panico. 2010. Dietary Glycemic Load and Index and Risk of Coronary Heart Disease in a Large Italian Cohort. Arch Intern Med. 170 : 7 Supariasa, I.D.N., B. Bakari, dan I. Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.Stangl, V., G. Baumann and K. Stangl. 2002. Coronary atherogenic risk factors in women. European Heart Journal. 2002;23, 17381752Taverna M., Martnez-Larrad MT, Frechtel GD, and Serrano-Ros M. 2011. Lipid accumulation product: a powerful marker of metabolic syndrome in healthy population. European Journal of Endocrinology. 164 559567 Toth, P.P. 2005. The Good Cholesterol: High-Density Lipoprotein. Circulation journal of the American Heart Association. 2005;111:e89-e91Wahyuniari, I., D. Ratnayanti, Mayun, S. Wiryawan, Linawati, dan Sugiritama. 2010. Deteksi dini dan penanganan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada penduduk usia 45 tahun ke atas di desa pegayaman buleleng. Udayana Mengabdi. 9 (2): 72 74.Waspadji, S., S. Suyono, K. Sukardji, dan B. Hartati. 2003. Pengkajian status gizi studi epidemiologi. Balai penerbit FKUI. Jakarta.WHO expert consultation, 2004. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. Lancet. 363: 15763.WHO, 2008. Waist circumference and waisthip ratio: report of a WHO expert consultation. Geneva.WHO. 2010. Global status report on noncommunicable diseases 2010. WHO Library Cataloguing-in-Publication DataWHO Media Centre. 2012. Cardiovascular diseases (CVDs) Fact sheet N317. Available online at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/index.html. (6 september 2013)Weta, I.W., S. Sayogo, W. Lukito, L. Lestiani, S. Kamso, and S. Hadisaputro. 2000. Body fat distribution and lipids profile of elderly in southern Jakarta. Asia Pacific J Clin Nutr 9(4): 256263Wilson, P. W., R.B. D'Agostino, D. Levy, A.M. Belanger, H. Silbershatz, and W.B. Kannel. 1998. Prediction of Coronary Heart Disease Using Risk Factor Categories. Circulation journal of the American Heart Association. 1998;97:1837-1847.Wiltgen, D. 2009. Lipid accumulation product index: a reliable marker of cardiovascular risk in polycystic ovary syndrome. Human reproduction. 2009;24:7:17261731Zhu, S., Z. Wang, S. Heshka, M. Heo, M.S. Faith, and S.B. Heymsfield. 2002. Waist Circumference and Obesity-Associated Risk Factors Among Whites In Third National Health and Nutrition Examination Survey: Clinical Action Thresholds. Original Research Communication. American Journal of Clinical Nutrition. 76(4):743-752

65