alokasi kontingensi_wibowo
TRANSCRIPT
ALOKASI KONTINGENSI:
CONDITIONAL VARIANCE-BASED APPROACH
Andreas Wibowo1
1Ahli Peneliti Utama bidang Manajemen Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum, Jalan Panyawungan
Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung, Telp 022-7798393, E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kenaikan biaya konstruksi dari ekspektasi merupakan salah satu risiko yang melekat dalam setiap proyek
konstruksi. Oleh karena itu perlu dialokasikan jumlah tertentu dalam estimasi sebagai provisi untuk
risiko tersebut yang dikenal sebagai kontingensi. Definisi standar tentang kontingensi tidak tersedia, dan
demikian halnya dengan metoda estimasi dan alokasinya untuk setiap item biaya yang ditinjau. Tulisan
ini menyajikan suatu metoda perhitungan alokasi kontingensi secara probabilistik berdasarkan konsep
conditional variance-based analysis (CVBA). Alokasi ditentukan berdasarkan sensitivitas suatu item
pekerjaan yang diukur melalui Spearman Rank Correlation terhadap biaya total kondisional berada di
atas ekspektasi biaya. Isu tentang tingkat keyakinan (confidence level) kontingensi tetap dipertahankan
dalam model ini. Untuk merepresentasikan ketidakpastian biaya digunakan distribusi beta sementara
untuk perhitungannya digunakan Simulasi Monte Carlo. Untuk memperlihatkan aplikasi model yang
ditawarkan disajikan sebuah contoh numerik sederhana. Perbedaan hasil perhitungan dengan pendekatan
alokasi kontingensi tradisional berdasarkan bobot item pekerjaan dan variance-based analysis juga
didiskusikan dalam tulisan ini.
Kata kunci: risiko, kontingensi, alokasi, conditional variance, Spearman rank correlation, Monte Carlo
1. PENDAHULUAN
Sementara kinerja biaya menjadi salah satu kriteria sukses [1], industri konstruksi
dikenal memiliki reputasi yang buruk dalam hal kinerja waktu dan biaya [2-5]. Di
proyek konstruksi, biaya realisasi di atas rencana sudah menjadi fenomenal global [6-8].
Menilik dari karakteristiknya, proyek konstruksi sangat sensitif terhadap kondisi
spesifik proyek [9]. Oleh karena itu untuk memenuhi salah satu kriteria sukses proyek,
perlu ada perencanaan yang matang. Estimasi biaya proyek merupakan bagian integral
dari perencanaan tersebut [10].
Estimasi biaya merupakan suatu instrumen untuk memprediksikan biaya total yang
dibutuhkan kontraktor untuk menyelesaikan suatu proyek konstruksi [11]. Karena
berbagai faktor risiko dan ketidakpastian yang berpengaruh terhadap biaya total proyek,
estimasi biaya tidaklah tepat dinyatakan dalam satu nilai tunggal, melainkan sebagai
suatu distribusi berbagai nilai yang mungkin muncul [12-13]. Dalam kaitan ini analisis
risiko perlu diaplikasikan untuk memprediksikan dan mengelola berbagai eksposur
terhadap risiko biaya yang melekat dalam setiap proyek konstruksi [13]. Dan,
kontingensi ditambahkan sebagai provisi untuk ketidakpastian [14].
Kontingensi seharusnya menjadi bagian dari seluruh estimasi [15]. Kontingensi ini
biasanya menjadi bagian yang sangat subjektif dalam estimasi yang diinterpretasikan
secara inkonsisten dan lebih kerap lagi tidak diestimasikan dengan baik [16].
Permasalahan lain yang muncul adalah tidak adanya suatu konsensus untuk menentukan
Jangan menulis apapun pada header
Please leave the footers empty
besarnya kontingensi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa American Association of
Cost Engineers (AACE) tidak merekomendasikan metoda estimasi tertentu [12].
Masalah lain lagi terkait dengan alokasinya karena akan kurang pas bila kontingensi
hanya diaplikasikan untuk proyek secara keseluruhan [14].
Sebagai kontribusi terhadap body of knowledge eksisting tentang kontingensi, tulisan ini
mengusulkan suatu metoda alokasi kontingensi probabilistik berbasis conditional
variance-based analysis (CVBA). Konsep CVBA didasarkan hasil analisis sensitivitas
melalui Spearman Rank Correlation antara suatu item biaya yang ditinjau dan biaya
total yang dikondisikan hanya untuk realisasi melebihi ekspektasi. Untuk
memperlihatkan aplikasinya, tulisan ini menyajikan sebuah contoh numerik yang
generik.
2. ESTIMASI DAN ALOKASI KONTINGENSI
Tidak ada definisi standar untuk kontingensi sehingga pengertiannya pun bisa berbeda
antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam suatu proyek konstruksi [16]. Salah satu
definisi yang paling populer adalah definisi yang diberikan oleh AACE yaitu jumlah
tertentu yang ditambahkan dalam estimasi untuk item, kondisi, atau kejadian yang tidak
pasti dan dapat menimbulkan penambahan biaya secara keseluruhan [17]. Inklusi dan
eksklusi hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam kontingensi didiskusikan dalam
Hamilton [18]. Namun yang perlu dipahami, kontingensi bukan management reserve
atau budget allowance meski ketiganya didasari pada konsep-konsep manajemen risiko.
Ketiga terminologi ini sering dicampuradukkan namun sebenarnya memiliki tujuan
yang berbeda [19].
Pendekatan traditional yang biasa dilakukan untuk estimasi kontingensi adalah by guess
and by golly [10]. Dalam praktik kontingensi kerap ditetapkan sebagai persentase
tertentu dari biaya total. Sindrom 10% pun kemudian banyak dikenal untuk menentukan
estimasi [1]. Namun, pendekatan yang menetapkan kontingensi sebagai persentase
tertentu bersifat subjektif dan memiliki sejumlah kelemahan [4,13,20]. Pendekatan yang
lebih detil untuk material dan upah menggunakan Model Zastrozny menghasilkan
kontingensi antara 7 sampai 17.5% dari total direct field cost, tergantung pada certainty
evaluation dan indeks produktivitas [15].
Definisi kontingensi oleh AACE yang telah disebutkan sebenarnya merefleksikan
kebutuhan penggunaan analisis statistik untuk estimasi kontingensi [30]. Pendekatan
probabilistik perlu dilakukan karena kontingensi berasosiasi dengan tingkat keyakinan
[21]. Akan menjadi tidak berarti bila estimasi kontingensi tidak diasosiasikan dengan
tingkat keyakinan kontingensi tidak diketahui [10]. Estimasi kontingensi ditentukan
secara probabilistisk sudah diterima sebagai best practice [12,13]. Kontingensi ini
merupakan fungsi invers dari risiko yaitu semakin tinggi risiko yang bersedia
ditanggung oleh manajemen, semakin rendah kontingensi yang dibutuhkan dan vice
versa [16].
Metoda dan teknik estimasi kontingensi menjadi ranah akademis yang sangat menarik
bagi banyak pakar. Rothwell [22], misal, mempresentasikan model perhitungan
kontingensi dari estimasi level capital cost. Rothwell [23] mengusulkan pendekatan
Jangan menulis apapun pada header
Jangan menulis apapun pada footer
kontingensi sebagai fungsi dari deviasi standar. Rowe [24] memperkenalkan sistem
penelurusan kontingensi biaya proyek yang memungkinkan pengguna menentukan
kontingensi untuk kontrak konstruksi, melakukan penelurusan asumsi dan mengelola
cadangan (reserve) untuk pekerjaan selanjutnya.
Han and Park [9] mempresentasikan categorical relationship approach untuk
memprediksi besarnya kontingensi pada tahap awal proyek. Günhan [20] menawarkan
suatu metodologi menggunakan data historis sebagai dasar estimasi kontingensi. Andi
[25] mengaplikasikan konsep teori samar (fuzzy concept) yang dikombinasikan dengan
analisis risiko untuk menentukan besaran kontingensi proyek secara keseluruhan. Bello
[26] memanfaatkan data empiris untuk mempelajari alokasi kontingensi proyek
konstruksi di Nigeria. Xie [27] mengaplikasikan teknik value at risk untuk melakukan
pemutakhiran kontingensi biaya pada tingkat keyakinan tertentu selama eksekusi
proyek.
3. CONDITIONAL VARIANCE-BASED ANALYSIS
Dalam bentuk yang paling sederhana biaya total biaya konstruksi dapat dimodelkan
sebagai berikut:
1
an
j j I
j
TC V U C=
= +∑ (1)
dengan TC=biaya total, Vj=volume item pekerjaan j, Uj=harga satuan item pekerjaan j,
dan CI=biaya tidak langsung. Harga satuan U terdiri dari upah, material, dan peralatan
yang sifatnya mendukung langsung item pekerjaan yang bersangkutan.
Faktor risiko dan ketidakpastian menyebabkan V, U, dan CI tidak pasti yang
berkonsekuensi biaya total berisiko. Variabel risiko diekspresikan dalam suatu fungsi
kerapatan yang dapat dibangun dengan data historis. Bila data historis tidak tersedia –
masalah jamak yang terjadi dalam proyek konstruksi–distribusi yang memanfaatkan
parameter subjektif dapat digunakan seperti distribusi triangular atau beta [11,14].
Salah satu keluarga distribusi beta yang paling populer yaitu beta PERT, misal,
membutuhkan tiga parameter yaitu nilai minimum, paling sering muncul (most likely),
dan maksimum. Berdasarkan tiga parameter ini dapat dihitung purata dan deviasi
standar sebagaimana persamaan berikut:
4
6
a m bµ
+ += (2)
( )6
b aσ
−= (3)
Bila manajemen telah menetapkan risiko terjadinya pembengkakan biaya adalah 1–α, besarnya kontingensi dengan mudah dapat dihitung yaitu sebagai selisih antara target
dan ekspektasi (mean). Misal, bila biaya total realisasi dapat direpresentasikan
Jangan menulis apapun pada header
Please leave the footers empty
terdistribusi normal, sebagai konsekuensi Central Limit Theorem, target dapat dihitung
sebagai:
( ) ( )T TC TCC Zα µ α σ= + (4)
dengan CT(α)= target berdasarkan tingkat keyakinan α, µTC=ekspektasi biaya total, σCT=deviasi standar biaya total, Z(α)= skor standar untuk distribusi normal. Bila α=0.95, nilai Z yang bersesuaian adalah 1.645. Baseline ini sendiri bisa merupakan ekspektasi atau nilai-nilai lainnya yang ditetapkan oleh manajemen. Dalam tulisan ini,
bila biaya total tidak terdistribusi normal, kontingensi X merupakan selisih antara target
yang ditentukan dan nilai ekspektasi atau:
( ) ( )T TCX Cα α µ= − (5)
Untuk alokasi kontingensi, model CVBA difokuskan pada realisasi biaya yang lebih
tinggi dari baseline sampai pada target menurut tingkat keyakinan tertentu dengan
argumentasi bahwa untuk biaya-biaya inilah kontingensi lebih diperlukan. Gambar 1
memperlihatkan secara sistematis area yang menjadi fokus analisis yang diwakili area
yang lebih gelap. Dengan kata lain, ada filterisasi outcomes dalam model ini.
Pendekatan ini berbeda dengan variance-based analysis yang menentukan alokasi
kontingensi berdasarkan kontribusi varian item terhadap varian total biaya secara
keseluruhan [28].
P(C<Target)=1 -
Ekspektasi
Kontingensi
Biaya
Frekuensi
Target
Gambar 1: Area dalam Conditional Variance Analysis
Selain kompleksitas numerik karena adanya produk antara dua atau lebih variabel
berisiko dengan fungsi kerapatannya, kompleksitas lainnya muncul dengan CVBA
karena adanya distribusi terpancung (truncated distribution). Namun demikian
kemajuan teknologi memungkinkan diaplikasikannya Simulasi Monte Carlo untuk
mengatasi permasalahan perhitungan dalam analisis risiko [29,30,32]. Dengan simulasi,
persoalan numerik CVBA tidak lagi menjadi isu utama.
Jangan menulis apapun pada header
Jangan menulis apapun pada footer
Alokasi kontingensi ke item j ditentukan oleh korelasi item yang ditinjau dengan biaya
realisasi kondisional di atas baseline. Semakin tinggi korelasi semakin tinggi pengaruh
item tersebut bertanggung jawab atas biaya total kondisional. Spearman rank
correlation digunakan dalam studi ini dan bukan Pearson Correlation karena korelasi
yang terakhir ini tidak berfungsi dengan baik untuk semua distribusi [31]. Korelasi
Spearman dapat dirumuskan sebagai berikut:
( )
2
1
2
6
11
n
i
ij
D
rn n
=
= −
−
∑ (6)
dengan n adalah jumlah iterasi dan Di adalah perbedaan peringkat antara item j dan
biaya total kondisional di atas baseline untuk iterasi ke-i. Nilai r berada dalam interval
[-1,1]. Nilai absolut r semakin besar merefleksikan tingkat kepentingan item yang
bersangkutan terhadap biaya total. Menggunakan konsep contribution to variance [31]
yang secara prinsip merupakan normalisasi kuadrat koefisien korelasi, persentase
alokasi kontingensi untuk suatu item dapat dirumuskan sebagai berikut:
2
*
2
1
%j
j k
j
j
rX
r=
=
∑ (7)
dengan %X*j=persentase alokasi kontingensi untuk item j berdasarkan CVBA.
4. CONTOH PERHITUNGAN
Tabel 1 menyajikan data parameter ketidakpastian biaya sebuah proyek konstruksi
hipotetik di mana ketidakpastian bersumber dari volume dan harga satuan yang masing-
masing dinyatakan dalam a, m, dan b. Menggunakan Persamaan (2) dan (3) dapat
ditentukan purata dan varian masing-masing varibel risiko. Untuk simplifikasi, biaya
tidak langsung proyek diasumsikan sudah termasuk dalam parameter biaya. Piranti
lunak yang digunakan untuk simulasi adalah @Risk yang memiliki fitur cukup lengkap
untuk mengkombinasikan hasil fungsi beberapa variabel risiko menjadi suatu variabel
berisiko yang baru dan analisis sensitivitas. Gambar 2 memperlihatkan distribusi
sebaran biaya total hasil simulasi dengan iterasi 5,000 kali.
Tabel 1: Parameter Volume dan Harga Satuan Suatu Proyek Konstruksi Hipotetik No Pekerjaan Volume Harga Satuan
a m b µ σ2 A m b µ σ2 1 A 10 11 20 12.3 2.8 100 110 120 110.0 11.1
2 B 20 30 40 30.0 11.1 80 120 140 116.7 100.0
3 C 5 7 10 7.2 0.7 250 275 300 275.0 69.4
4 D 80 120 120 113.3 44.4 65 65 65 65.0 0.0
5 E 45 50 65 51.7 11.1 120 140 150 138.3 25.0
6 F 60 65 80 66.7 11.1 50 70 80 68.3 25.0
7 G 75 75 75 75.0 0.0 100 110 120 110.0 11.1
Jangan menulis apapun pada header
Please leave the footers empty
No Pekerjaan Volume Harga Satuan
a m b µ σ2 A m b µ σ2 8 H 30 40 50 40.0 11.1 40 50 80 53.3 44.4
9 I 5 6 8 6.2 0.3 400 425 450 425.0 69.4
10 J 8 12 15 11.8 1.4 250 300 350 300.0 277.8
Sebagaimana tersaji, bila manajemen menetapkan risiko kenaikan biaya sebesar 5%,
target ditetapkan sebesar Rp. 44,454 yang merupakan nilai persentil ke-95 dari biaya
total proyek. Dengan ekspektasi sebesar Rp. 42,451, kontingensi yang perlu
dialokasikan untuk proyek secara keseluruhan adalah Rp. 2,004 atau sebesar 4,72% dari
ekspektasi untuk selanjutnya didistribusikan ke setiap item pekerjaan.
Gambar 2: Distribusi Biaya Total Proyek Hipotetik
Dalam contoh ini, produk antara volume pekerjaan dan harga satuan dianggap sebagai
variabel berisiko baru untuk selanjutnya ditentukan sensitivitasnya dengan biaya total
kondisional. Gambar 3 menyajikan koefisien korelasi Spearman berikut dengan hasil
normalisasinya mengikuti Persamaan (7). Item pekerjaan E merupakan item pekerjaan
mempunyai pengaruh terbesar terhadap biaya total kondisional, dengan koefisien
korelasi sebesar 0.28. Dengan koefisien sebesar ini, kontingensi yang perlu dialokasikan
untuk item ini adalah 24.32% dari Rp. 2,004. Selanjutnya 2 (dua) item pekerjaan yang
mendapatkan alokasi kontingensi terbesar berikutnya adalah item B (17.80%) dan J
(14.65%). Sementara itu item yang mendapatkan porsi terkecil adalah item I (2.92%),
diikuti item A (3.04%) dan C (4.19%). Ada perbedaan alokasi kontingensi antara
CVBA dan VBA [28]. Misal, bila dihitung menggunakan VBA, item E mendapatkan
alokasi sebesar 20.99% sementara item B memperoleh 20.06%.
Dalam praktik, alokasi kontingensi sering dilakukan secara proporsional berdasarkan
nilai perkiraan suatu item pekerjaan yang sebenarnya tidak tepat karena item pekerjaan
yang memiliki bobot biaya terbesar tidak harus memiliki tanggung jawab terbesar
menjelaskan risiko biaya total. Contoh, item pekerjaan G dan D merupakan dua
aktivitas berkontribusi terbesar terhadap biaya total, masing-masing 19.43% dan
17.35%. Namun kedua item pekerjaan ini tidak banyak berpengaruh terhadap varian
biaya total kondisional. Sebagaimana terlihat dalam Gambar 3, koefisien korelasi
Jangan menulis apapun pada header
Jangan menulis apapun pada footer
Spearman untuk G dan D hanya 0.16 dan 0.13. Hal ini wajar bila menilik parameter
yang dimiliki oleh kedua aktivitas ini. Tabel 1 menjelaskan bahwa tidak ada risiko
volume untuk G dan tidak ada ketidakpastian untuk D dalam hal harga satuan.
Konsekuensinya, alokasi kontingensi yang besar untuk kedua item pekerjaan ini tidak
efektif.
Gambar 3: Spearman Rank Correlation dan Persentase Alokasi Kontingensi
Gambar 4: Perbedaan Alokasi Kontingensi antara VBA dan CVBA
Jangan menulis apapun pada header
Please leave the footers empty
5. KESIMPULAN
Risiko dan ketidakpastian biaya sudah menjadi sifat alamiah yang melekat dalam setiap
proyek konstruksi. Oleh karena itu kontingensi perlu dialokasikan dalam estimasi untuk
provisi risiko dan ketidakpastian tersebut. Permasalahan yang ada, kontingensi kerap
diestimasi secara subjektif yang sebenarnya bukan merupakan pendekatan yang pas.
Pun, alokasi kontingensi untuk item biaya yang ditinjau. Tulisan ini menyajikan suatu
model alokasi kontingensi berdasarkan conditional variance-based analysis (CVBA)
sebagai pengembangan variance-based analysis (CBA). Bila CBA mempertimbangkan
semua outcomes biaya total akibat risiko dan ketidakpastian, CVBA hanya meninjau
outcomes biaya di atas ekspektasi sehingga bersifat kondisional. Alokasi yang diberikan
untuk suatu item didasarkan pada sensitivitas item tersebut terhadap biaya total
kondisional yang diukur dari Spearman Rank Correlation yang kemudian
dinormalisasikan. Semakin tinggi korelasi absolut item tersebut, semakin besar
kontingensi dialokasikan. Untuk mengatasi isu kompleksitas perhitungan numerik,
Simulasi Monte Carlo direkomendasikan untuk diaplikasikan. Dalam tulisan ini juga
disajikan contoh numerik sederhana dari suatu proyek konstruksi hipotetik.
Perbedaannya dengan alokasi tradisional dan VBA juga didiskusikan dalam tulisan ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Baccarini D (2005) Estimating project cost contingency-beyond the 10% syndrome.
Proceeding of Australian Institute of Project Management National Conference,
November 9, 2005, Australian Institute of Project Management, Victoria.
2. Chang A S T (2002) Reasons for cost and schedule increase for engineering design
projects. ASCE Journal of Management and Engineering, 18(1), 29-36.
3. Baloi D and Price A D F (2003) Modelling global risk factors affecting construction cost
performance. International Journal of Project Management, 21, 261-269
4. Karlsen J T and Lereim J (2005) Management of project contingency and allowance,
Cost Engineering, 47(9), 24-29.
5. Hoai- L L, Lee Y D, Lee J Y (2008) Delay and cost overruns in Vietnam large
construction projects: a comparison with other selected countries. KSCE Journal of Civil
Engineering, 12(6), 367-377.
6. Touran A and Lopez R (2006) Modeling cost escalation in large infrastructure projects.
Journal of Construction Engineering and Management, 132(8), 853-860.
7. Nassar K M, Nassar W M, Hegab M Y (2005) Evaluating cost overruns of asphalt paving
project using statistical process control methods. Journal of Construction Engineering
and Management, 131(11), 1173-1178.
8. Akpan E O P and Igwe O (2001) Methodology for determining price variation in project
execution. Journal of Construction Engineering and Management, 127(5), 367-373.
9. Han S H and Park H-K (2004) Categorical relationship approach as an alternative risk
analysis for predicting cost contingency. KSCE Journal of Civil Engineering, 8(2), 173-
180.
10. Curran, M W (1988) Range estimating: reasoning with risk. AACE Transactions, N.3.1-
9.
11. Uher, T E (1996) A probabilistic cost estimating model. Cost Engineering, 38(4), 33-40.
Jangan menulis apapun pada header
Jangan menulis apapun pada footer
12. Hollmann J K (2007) The Monte Carlo challenge: a better approach. AACE International
Transactions, Risk 03.1-7.
13. Kim D Y, Han S H and Kim H (2008) Discriminant analysis for predicting ranges of cost
variance in international construction projects. Journal of Construction Engineering and
Management, 134(6), 398-410.
14. Ahmad I (1992) Contingency allocation: computer aided approach. AACE Transactions,
F.5.1-5.
15. Burger R (2003) Contingency: quantifying the uncertainty. Cost Engineering, 45(8), 12-
17.
16. Moselhi, O (1997) Risk assessment and contingency estimating. AACE International
Transactions, D&RM, A.06.1-A.06.6.
17. Ripley P W (2004) Contingency! Who owns and manages it? AACE International
Transactions, CSC.08.1-4.
18. Hamilton C (2004) Cost management. AACE International Transaction, CSC.12.1-12.
19. Noor I and Tichacek R L (2004) Contingency misuse and other risk management pitfalls.
AACE International Transactions, Risk 04.1-7.
20. Günhan S and Arditi D () Budgeting owner’s construction contingency. Journal of
Construction Engineering and Management, 133(7), 492-497.
21. Patterson D (2006) Managing project cost risk. AACE International Transactions,
IT05.1-7.
22. Rothwell G (2005a) Contingency in levelized capital cost estimation, AACE
International Transactions, EST 18.14.
23. Rothwell G (2005b) Cost contingency as the standard deviation of the cost estimate. Cost
Engineering, 47(7), 22-25.
24. Rowe J F (2006) A construction cost contingency tracking system (CTS). Cost
Engineering, 8(2), 31-37.
25. Andi (2004) Appropriate allocation of contingency using risk analysis methodology. Civil
Engineering Dimension, 6(1), 40-48.
26. Bello W A and Odusami K T (2008) The practice of contingency allocation in
construction projects in Nigeria, Proceeding of RICS Construction and Building Research
Conference, 4-5 September 2008, 1-15.
27. Xie H, AbouRizk S and Zou J (2011) A quantitative method for updating cost
contingency throughout project execution. Journal of Construction Engineering and
Management <posted ahead of print July 30, 2011, doi: 10.1061/(ASCE)CO.1943-
7862.0000457.
28. Ranasinghe M (1994) Contingency allocation and management for building projects.
Construction Management and Economics, 12, 233-243.
29. Diekman M (1983) Probabilistic estimating: mathematics and application. Journal of
Construction Engineering and Management, 109(3), 297-308.
30. Lorance R B and Wendling R V (1999) Technique for developing cost risk analysis
models. AACE International Transactions, Risk.02.1-6.
31. Charnes J (2007) Financial modeling with Crystal Ball and Excel. New York: John
Wiley&Sons.
Jangan menulis apapun pada header
Please leave the footers empty
32. Khedr M K (2006) Project risk management using Monte Carlo simulation. AACE
International Transactions, Risk.02.1-10.