alzmer gero

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penuaan merupakan hal yang umum dialami oleh makhluk hidup. Penuaan sendiri terjadi akhibat adanya kelemahan dan kegagalan fisik maupun mental yang disebabkan oleh disfungsi fisiologik. Penuaan sendiri mengakhibatkan kemunduran dari beberapa organ tubuh termasuk juga pada persarafan. Sistem saraf merupakan sistem organ pada makhluk hidup yang terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. Sistem saraf atau nervous system memiliki peran yang sangat penting di dalam tubuh manusia, seperti untuk mengendalikan gerakan tubuh, menunjang perkembangan bahasa, ingatan dan pikiran. Dengan sistem saraf yang sehat setiap manusia bisa melakukan kegiatan setiap hari dengan baik . Sesuai

Upload: chairani-surya-utami

Post on 26-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Alzmer Gero

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penuaan merupakan hal yang umum dialami oleh makhluk hidup.

Penuaan sendiri terjadi akhibat adanya kelemahan dan kegagalan fisik

maupun mental yang disebabkan oleh disfungsi fisiologik. Penuaan sendiri

mengakhibatkan kemunduran dari beberapa organ tubuh termasuk juga pada

persarafan.

Sistem saraf  merupakan sistem organ pada makhluk hidup yang

terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling

terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik

volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai

proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan

paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling

terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan.

Sistem saraf atau nervous system memiliki peran yang sangat penting

di dalam tubuh manusia, seperti untuk mengendalikan gerakan tubuh,

menunjang perkembangan bahasa, ingatan dan pikiran. Dengan sistem saraf

yang sehat setiap manusia bisa melakukan kegiatan setiap hari dengan baik.

Sesuai fungsinya sel saraf pada sistem saraf manusia dibedakan menjadi

empat macam, yang antara lain saraf sensorik yang berfungsi mengirim

pesan (impuls) dari reseptor menuju sistem saraf pusat, saraf motorik yang

berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot, saraf penghubung

(asosiasi) fungsinya menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf

sensorik atau dengan sel saraf lainnya yang terdapat didalam sistem saraf

pusat dan saraf adjustor yang berfungsi menghubungkan saraf sensorik

dengan saraf motorik di sumsum tulang belakang dan otak.

Seiring terjadinya penuaan banyak kemunduran yang timbul dari

system saraf. Salah satu penyakit yang ditimbulkan dari kemunduran pada

system saraf ini adalah penyakit Alzhiemer yang merupakan sejenis

penyakit penurunan fungsi saraf otak yang kompleks dan progresif.

Penyakit Alzheimer   merupakan gangguan fungsi kognitif yang

onsetnya lambat dan gradual, degenerative, sifatnya progresif dan permanen.

Awalnya pasien akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan secara

perlahan-lahan akan mengalami gangguan fungsi mental yang berat.

Penyakit ini memperlihatkan keadaan dimana daya ingatan seseorang

merosot dengan parahnya sehingga pengidapnya tidak mampu mengurus diri

sendiri Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh

ahli Psikiatri Jerman yaitu Alois Alzheimer. Dia menemukan penyakit ini

setelah mengobservasi seorang wanita  yang bernama Auguste D (51 tahun)

dari tahun 1901 sampai wanita ini meninggal pada tahun 1906. Wanita

tersebut mengalami gangguan intelektual dan memori tetapi tidak

mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek.

Untuk itu kami membahas tentang hubungan antara gangguan pada

sistem persarafan yang termasuk didalamnya adalah penyakit Alzheimer

dengan terjadinya penuaan pada lansia.

1.2Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penilisan makalah ini adalah untuk

membahas tentang konsep dan asuhan keperawatan pada

lansia dengan gangguan system persarafan umumnya dan

penyakit Alzheimer khususnya.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :

Mengetahui konsep gangguan system persarafan pada

lansia

Mengetahui konsep penyakit Alzheimer pada lansia

Mengetahui Penanganan Penyakit Alzheimer Pada

Lansia

Mengetahui Asuhan Keperawatan yang diberikan pada

Lansia yang mengalami gangguan persarafan.

BAB II

LANDASAN TEORITIS

a.1Anatomi Fisiolgi Sistem Saraf Pada Lansia

Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada

lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai

berikut :

a. Otak

Perbandingan pada otak yang normal dan otak

otak pada lansia yang telah mengalami perubahan

fungsi adalah sebagai berikut : Otak Normal terletak di

dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah

tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi

penambahan komponen rongga kepala sehingga dapat

meningkatkan TIK. Berat otak ≤ 350 gram pada saat

kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram

pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada

usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari

berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-

rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak

mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel

neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari

susunan saraf pusat.

Sedangkan pada lansia, Penuaan otak kehilangan

100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan

signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan

200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat

otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara

berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang

disusul membengkaknya batang dendrit dan batang

sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian

sel.

Pada semua sel terdapat deposit lipofusin

(pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma,

kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria.

RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang,

inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler

menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole.

Berbagai perubahan degenerative ini meningkat

pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan

gangguan persepsi, analisis dan integrita, input

sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran

sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi).

Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan

melambat.

b. Saraf otonom

Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan

saraf otonom pada lansia yang telah mengalami

perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :

Normal

Saraf simpatis

Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan

pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran

cerna.

Saraf Parasimpatis

Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.

Lansia

Pusat penegndalian saraf otonom adalah

hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai

penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut

adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine,

noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada

ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan

asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan

enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan

morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah

reseptor kolin.

Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya

hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan

atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi

serebral rusak sehingga mudah terjatuh.

c. Sistem Saraf Perifer

Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal

dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah

mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah

sebagai berikut:

Normal

Saraf Aferen

Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari

maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan

ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan

rangsangan dari luar ke pusat

Saraf Eferen

Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari

otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke

berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).

Lansia

Saraf Aferen

Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen,

sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi

sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.

Saraf Eferen

Lansia sering mengalami gangguan persepsi

sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya

penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf

perifer.

d. Medulla Spinalis

Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal

dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah

mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah

sebagai berikut:

normal

Fungsinya :

Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu

motorik/ cornu ventralis.

Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks

lutut.

Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan

sendi menuju cerebellum.

Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua

bagian tubuh.

Lansia

Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi,

sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di

mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot

dan sendinya secara maksimal.

a.2Defenisi

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian

dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh

setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak  perubahan baik

secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi

dan kemampuan yang pernah dimilikinya.

Sistem saraf  merupakan sistem organ pada makhluk hidup yang

terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling

terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik

volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai

proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan

paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling

terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan.

Sistem saraf atau nervous system memiliki peran yang sangat penting

di dalam tubuh manusia, seperti untuk mengendalikan gerakan tubuh,

menunjang perkembangan bahasa, ingatan dan pikiran. Dengan sistem saraf

yang sehat setiap manusia bisa melakukan kegiatan setiap hari dengan baik.

Sesuai fungsinya sel saraf pada sistem saraf manusia dibedakan menjadi

empat macam, yang antara lain saraf sensorik yang berfungsi mengirim pesan

(impuls) dari reseptor menuju sistem saraf pusat, saraf motorik yang

berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot, saraf penghubung

(asosiasi) fungsinya menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf

sensorik atau dengan sel saraf lainnya yang terdapat didalam sistem saraf

pusat dan saraf adjustor yang berfungsi menghubungkan saraf sensorik

dengan saraf motorik di sumsum tulang belakang dan otak.

Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi

saraf otak yang kompleks dan progresif yang disebabkan karena berkurangnya gizi

diotak. Alzheimer digolongkan kedalam salah satu dari jenis dementia yang

dicirikan dengan melemahnya percakapan, kewarasan, ingatan, pertimbangan,

perubahan kepribadian dan tingkah laku yang tidak terkendali.

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan

gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif

dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ). Alzheimer

merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,

intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan

untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian

penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)

Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan

kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas

(patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan

penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan

menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan

wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.

(Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)

a.3 Etiologi

Belum ada penyebab yang pasti mengenai penyakit ini, namun terdapat

beberapa faktor presdisposisi diantaranya :

Faktor genetik

Usia

Infeksi virus lambat

Lingkungan

Imunologi

Trauma

a.4 Patofisiologi

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang

dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut

(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit

protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor

amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada

korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan

kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid

dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan

morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan

morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang

menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi

pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang

berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP,

protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang

terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting

dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari

protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak

dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal

terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing –

masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan

interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti

kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron

yang rusak menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid

(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan

dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)

yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan

dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –

fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang

berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya

bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak

yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi

neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal

bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon

pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap

stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga

berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.

a.5 Manifestasi klinis

Manifestasi/ gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit

Alzheimer diantaranya :

Kehilangan daya ingat/memori

Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa

Kesulitan berbahasa.

Kesulitan tidur

Disorientasi waktu dan tempat

Penurunan kemampuan dalam memutuskan sesuatu

Emosi labil

Apatis

Tonus otot / kekakuan otot

Ketidakmampuan mendeteksi bahaya

a.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer

diantaranya :

Infeksi

Malnutrisi

Kematian

a.7 Penatalaksanaan medis

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab

dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif

seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.

Pengobatan simptomatik:

a. Inhibitor kolinesterase

Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat

digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral

Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil

(Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin Pemberian obat ini

dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian

berlangsung

ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan

penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu

makan.

b. Thiamin

Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin

pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan

transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada

nukleus basalis.

Contoh: thiamin hydrochloride : Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan

peroral

Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan

placebo selama periode yang sama.

c. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik

Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi

pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan

perbaikan klinis yang bermakna.

d. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat

disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.

Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2

reseptor agonis

Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu

Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif

e. Haloperiodol

Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :

Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian

oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki

gejala tersebut.

Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti

depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)

f. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam

mitokondria dengan bantuan enzyme ALC transferase.

Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin

asetiltransferase.

Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan

Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi

kognitif (Yulfran, 2000)

2.8 Pemeriksaan Diganostik

Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai

berikut :

a. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi

neuropatologi. Secara umum didapatkan :

atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus

temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,

korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh

berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :

Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-

filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine,

epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya

demensia.

Senile plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi

nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat

amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor

protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan

kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada

neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan

sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks

somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque

ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque

berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran

histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran

karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron

pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada

neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus

temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,

nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan

substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada

nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada

lokusseruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis,

nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan

saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi

merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan

dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan

secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini

sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan

insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,

oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak

Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak

terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan

amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,

parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan

immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak

pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al

menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit

alzheimer.

b. Pemeriksaan Neuropsikologik

Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau

tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara

rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan

untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak

yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,

kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi

diagnostik yang penting karena :

1. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang

dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi

akibat penuaan yang normal.

2. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk

membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan

deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor

metabolik, dan gangguan psikiatri

3. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang

diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.

c. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat

kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita

Alzheimer antemortem.

CT Scan :

Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya

selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi

kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya

merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada

penyakit ini

Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel

berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan

status mini mental

MRI :

peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler

(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini

merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan

kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah

subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta

pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.

MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit

alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran

(atropi) dari hipokampus.

EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang

suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan

gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik

PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :

penurunan aliran darah

metabolisme O2

glukosa didaerah serebral

SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan

defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak

digunakan secara rutin

Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada

penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk

menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti

pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan

hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang

dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Adapun pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan penyakit

Alzheimer diantaranya :

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status

perkawinan, golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan

Riwayat penyakit dahulu yaitu penyakit apa saja yang pernah diderita

pasien, baik penyakit yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit

Alzheimer, maupun yang tidak.

Riwayat penyakit sekarang yaitu penyakit yang diderita pasien saat ini,

dalam kasus ini penyakit Alzheimer.

Riwayat penyakit keluarga yaitu penyakit yang pernah diderita anggota

keluarga yang lain, baik yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit

Alzheimer maupun yang tidak.

3. Pengkajian PsikoSosial Spiritual

Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien menglami kesulitan

untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri

didapatkan pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan mudah marah, dan

tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada pasien dengan penyakit

Alzheimer adalah penurunan kognitif dan memori (ingatan).

4. Aktifitas istirahat

Gejala: Merasa lelah.

Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur

Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,

ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara

program televisi.

Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal

yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.

5. Sirkulasi

Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode

emboli (merupakan factor predisposisi).

6. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan

persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,

penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah

dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.

Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu

untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa

membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin

menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat

membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-

jalan.

7. Eliminasi

Gejala: Dorongan berkemih

Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan

diare.

8. Makanan/cairan

Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)

perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari

terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.

Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak

makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak

semakin kurus (tahap lanjut).

9. Hiygene

Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal

yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi,

lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan

kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain

untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat

makan.

10. Neurosensori

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan

kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan,

pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan

kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (

diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh

atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral

vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodik

( sebagai faktor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder

pada kerusakan otak ).

Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam

menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-

ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-

penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca

dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).

11. Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi

faktor predisposisi atau faktor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka

bakar dan sebagainya).

Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

12. Interaksi sosial

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya;

pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang

muncul.

Tanda : Kehilangan kontrol sosial,perilaku tidak tepat.

13. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami

penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses

senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi,

hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.

Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf

kranial I-XII :

a. Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi

penciuman

b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai

dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami

keturunan ketajaman penglihatan

c. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini

d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.

e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal

f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis

serta penurunan aliran darah regional

g. Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan

perubahan status kognitif

h. Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.

i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada

vasikulasi dan indera pengecapan normal

B. Masalah-masalah Akibat Perubahan Sistem Persarafan

Pada Lansia

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang di derita

Proses menua merupakan proses yang terus menerus

(berlanjut) secara ilmiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya

dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap

individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya

orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi

kekurangan – kekurangannya yang menyolok (deskripansi).

Adapun masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada

lansia adalah sebagai berikut, yaitu :

1.      Gangguan pola istirahat tidur

Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur

atau perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada

lansia. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih

banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan

gangguan dalam tidur. Gangguan pola tidur dan

pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada

hypothalamus pada lansia.

2.      Gangguan gerak langkah (GAIT)

Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan

gerak langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua

kaki lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak lebih

lambat (Hadi Martono, 1992).

Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik

akibat penyakit yang menyertai, antara lain adanya

arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau

menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau vestibuler

atau gangguan integrasi di SSP (Friedman, 1995).

3.      Gangguan persepsi sensori

Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori

dimulai dari reseptor hingga ke korteks sensori, merubah

transmisi atau informasi sensori. Pada korteks lobus

parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan

pengendaian penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi

suhu. Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri,

temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah

pada lansia.

4.      Gangguan eliminasi BAB dan BAK

Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering

terjadi pada sistem pencernaan maupun pada sistem

urinari. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi

penurunan sistem saraf perifer, dimana lansia menjadi

tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB maupun

BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah,

seperti konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.

5.      Kerusakan komunikasi verba

Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi

verbal, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan atau

ketidakmampuan untuk menerima, memproses,

mentransmisikan dan menggunakan sistem simbol.

Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut

dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di

sekitar wajah.

seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen,

dan makan (Kart, 1963).

Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat

mengerjaka

n sendiri

Sebagaian/pada

bagian tertentu

dibantu

Sebagian besar/

seluruhnya

dibantu

2 Berpakaia

n

Seluruhnya

tanpa

bantuan

Sebagian/ pada

bagian tertentu

dibantu

Seluruhnya

dengan bantuan

3 Pergi ke

toilet

Dapat

mengerjaka

n sendiri

Memerlukan

bantuan

Tidak dapat pergi

ke WC

4 Berpindah Tanpa Dengan bantuan Tidak dapat

(berjalan) bantuan melakukan

5 BAB dan

BAK

Dapat

mengontrol

Kadang-kadang

ngompol / defekasi

di tempat tidur

Dibantu

seluruhnya

6 Makan Tanpa

bantuan

Dapat makan

sendiri kecuali hal-

hal tertentu

Seluruhnya

dibantu

Klasifikasi:

A : Mandiri, untuk 6 fungsi

B : Mandiri, untuk 5 fungsi

C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.

D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi

lain

E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet

dan 1 fungsi lain

F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet

dan 1 fungsi lain

G : Tergantung untuk 6 fungsi.

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau

bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak

melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,

meskipun dianggap mampu.

Pengkajian status kognitif/afektif (status mental)

Pemeriksaan status mental memberikan sampel perilaku

dan kemampuan mental dalam fungsi intelektual.

Pemeriksaan singkat terstandarisasi digunakan untuk

mendeteksi gangguan kognitif sehingga fungsi intelektual

dapat di uji melalui satu/dua pertanyaan untuk masing-

masing area. Saat instrumen skrining mendeteksi

terjadinya gangguan, pemeriksaan lebih lanjut kemudian

akan dilakukan.

Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)

Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan

intelektual. Pengujian terdiri dari 10 pertanyaan yang

berkenaan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori

dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri,

memori jauh, dan kemampuan matematis atau

perhitungan (Pfeiffer, 1975).

Dengan memandang proses penuaan dari perspective yang luas

dapat membimbing kearah strategi yang lebih kreatif untuk

melakukan intervensi terhadap lansia. Perubahan structural yang

paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian lain

dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran

otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan

ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling

besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.

Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen

juga telah diketahui akan terjadi selama proses penuaan.

Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan

dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang

diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan dopamine dan

beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap

terjadinya perubahan neurologis fungsional. Secara fungsional,

mungkin terdapat suatu perlambatan reflek tendon profunda.

Terdapat kecendrungan kearah tremor dan langkah yang

pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar

disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Fungsi

system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami enurunan

secara keseluruhan.