amandemen 1

24
MELACAK AKAR, CABANG DAN RANTING POLITIK HUKUM UUD 1945 HASIL AMANDEMEN (Studi Pasal 28 Tentang Hak Asasi Manusia) Muyassarotussolichah * ABSTRACT To protect the human right in Indonesia, some of regulations had been formulated, either material and formal law. Both regulations focused on the protection of the value and prestige of human comprehensively. The formal law is the Status Number 26 2000 on cort of human right. Both regulations in the level of national status are the oprational explanation of the constituion 1945. Meanwhile the material law is the Status Number 39 1999 on sanctions of crime. Key Word: Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia. A. Pendahuluan Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru, dan bangkitnya orde reformasi tatanan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami banyak perubahan, terutama berkait dengan Undang-undang Dasarnya yaitu Undang-undang Dasar 1945. UUD 1945 ini telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali (Amandemen pertama dalam SU MPR 1999, kedua dalam Sidang Tahunan (ST) MPR 2000, ketiga dalam ST MPR 2001 dan keempat dalam ST MPR 2002). Tuntutan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dikarenakan tidak adanya satu sistem ketatanegaraan yang digambarkan sudah sempurna saat dilahirkan, karena UUD 1945 adalah produk zamannya, hasil dari pemikiran para negarawan yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh bangsa pendiri negara lebih setengah abad yang lalu. Ternyata dalam perkembangannya menuntut adanya perubahan-perubahan yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan dinamika masyarakat. 1 Kehendak memperbaharui UUD 1945 pada mulanya menimbulkan polemik yang dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu kelompok pro dan kontra. Kelompok kontra dibagi menjadi 2, yaitu pertama, mereka yang bersikukuh mempertahankan UUD 1945 tanpa amandemen apalagi penggantian. Argumen yang * Dosen Hukum Pada Jurusan Muamalat dan Prodi Keuangan Islam (KUI) Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Candidat Doktor (CDR.) pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum (S3) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 1 Dahlan Thaib, “Menuju Parlemen Bikameral: Studi Konstitusional Perubahan Ketiga UUD 1945”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Madya dalam Hukum Tata Negara, (Yogyakarta: UII, 4 Mei 2002), hlm. 5.

Upload: ize-danto-masih-moardie

Post on 25-Jun-2015

1.134 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: amandemen 1

MELACAK AKAR, CABANG DAN RANTING POLITIK HUKUM UUD 1945 HASIL AMANDEMEN

(Studi Pasal 28 Tentang Hak Asasi Manusia) Muyassarotussolichah*

ABSTRACT

To protect the human right in Indonesia, some of regulations had been formulated, either material and formal law. Both regulations focused on the protection of the value and prestige of human comprehensively. The formal law is the Status Number 26 2000 on cort of human right. Both regulations in the level of national status are the oprational explanation of the constituion 1945. Meanwhile the material law is the Status Number 39 1999 on sanctions of crime.

Key Word: Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia.

A. Pendahuluan

Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru, dan bangkitnya orde reformasi

tatanan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami banyak perubahan, terutama

berkait dengan Undang-undang Dasarnya yaitu Undang-undang Dasar 1945. UUD

1945 ini telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali (Amandemen pertama dalam SU

MPR 1999, kedua dalam Sidang Tahunan (ST) MPR 2000, ketiga dalam ST MPR

2001 dan keempat dalam ST MPR 2002).

Tuntutan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dikarenakan tidak

adanya satu sistem ketatanegaraan yang digambarkan sudah sempurna saat dilahirkan,

karena UUD 1945 adalah produk zamannya, hasil dari pemikiran para negarawan

yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh bangsa pendiri negara lebih setengah abad yang

lalu. Ternyata dalam perkembangannya menuntut adanya perubahan-perubahan yang

sesuai dengan kebutuhan zaman dan dinamika masyarakat.1

Kehendak memperbaharui UUD 1945 pada mulanya menimbulkan polemik

yang dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu kelompok pro dan

kontra. Kelompok kontra dibagi menjadi 2, yaitu pertama, mereka yang bersikukuh

mempertahankan UUD 1945 tanpa amandemen apalagi penggantian. Argumen yang

* Dosen Hukum Pada Jurusan Muamalat dan Prodi Keuangan Islam (KUI) Fakultas Syari’ah

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Candidat Doktor (CDR.) pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum (S3) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

1Dahlan Thaib, “Menuju Parlemen Bikameral: Studi Konstitusional Perubahan Ketiga UUD 1945”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Madya dalam Hukum Tata Negara, (Yogyakarta: UII, 4 Mei 2002), hlm. 5.

Page 2: amandemen 1

2

digunakan oleh kelompok ini adalah mengubah atau mengganti UUD 1945 berarti

tidak memiliki rasa nasionalisme, kenapa ? Karena materi UUD 1945 adalah hasil

penilaian para founding fathers yang matang sehingga UUD 1945 tidak perlu diotak-atik.

Bagi kelompok ini spirit of nationalism jauh lebih penting daripada spirit of constitution

itself. Kedua, Mereka yang berpendirian bahwa UUD 1945 tidak perlu disentuh, karena

secara konseptual UUD 1945 sudah baik, yang salah dan tidak mampu adalah faktor

manusianya. 2

Kondisi ini memunculkan pendapat yang pro dan kontra terhadap keberadaan

UUD 1945. Kelompok yang pro dibagi 2 (dua), yaitu pertama, mereka yang

berketetapan bahwa UUD 1945 sudah selayaknya diubah. Kedua, mereka yang

menginginkan UUD 1945 diganti sama sekali dengan konstitusi baru karena tanpa

penggantian akan terjadi stagnasi dalam bernegara.3

Berdasar pro-kontra di atas, setidaknya terdapat tiga kelompok yang saling

berhadapan yaitu kelompok anti amandemen konstitusi yang berjuang menggagalkan

amandemen dan kembali ke UUD 1945. Kelompok ini merupakan kubu status quo

yang ingin mengembalikan rezim anti demokrasi sejenis orde baru. Kelompok

berikutnya adalah kelompok yang terdiri dari anggota MPR yang mendukung

amandemen dan menganggap perubahan dilakukan sekarang sudah cukup baik,

sehingga harus dilanjutkan. Kelompok ketiga lebih progresif dibandingkan yang

terakhir, yaitu mendukung tuntasnya seluruh hasil amandemen sebagai kasus yang

harus diperbaiki dan karenanya bersifat transisional.4

Berdasar adanya berbagai kepentingan yang melingkupi proses amandemen

UUD 1945, tulisan ini akan menjabarkan lebih jauh tentang politik hukum yang ada

pada akar, cabang dan ranting dari hasil amandemen UUD 1945, khususnya terhadap

Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Pembahasan mengenai HAM penting mengingat beberapa kebijakan

termasuk di dalamnya peraturan perundang-undangan tentang HAM telah

dikeluarkan sebelum Undang-undang Dasar 1945 diamandemen. Hal ini berarti

2 Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, (Yogyakarta: UII Press,

2001), hlm. 89-91. 3 Ibid. 4 Udiyo Basuki, “Dinamika konstitusi Indonesia” ( Refleksi Yuridis atas Proses dan hasil

amandemen UUD 1945, Sosio-Religia Jurnal Ilmu Agama dan Sosial, (Yogyakarta: LinkSAS), Vol. 1, No. 4 Agustus 2002, hlm. 25.

Page 3: amandemen 1

3

kebijakan yang ada dalam Pasal 28 UUD 1945 antara lain dilatarbelakangi oleh

kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sebelum amandemen.

Di Indonesia penghormatan atas hak-hak asasi manusia telah dijamin oleh

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, sebagai pandangan hidup, falsafah dan

dasar konstitusional bagi Negara Kesatuan RI. Walaupun perwujudan secara materiil

dan formil baru ada setelah dikeluarkannya undang-undang No. 39 Tahun 1999

tentang HAM dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Undang-undang tersebut dikeluarkan sebagai salah satu rangkaian rencana aksi

nasional hak asasi manusia berdasarkan Keputusan Presiden No. 129 tahun 1998.

Sebagaimana diketahui, keluarnya undang-undang tersebut setelah berbagai

peristiwa kekerasan terjadi di Indonesia terutama pada masa pemerintahan Orde

Baru, seperti kasus Tanjung Priok, Tim-Tim, Semanggi dan sebagainya. Kasus-kasus

tersebut sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian. Paling tidak ada dua

kendala utama dalam penyelesaian kasus-kasus HAM di masa lalu, yaitu kendala

teknis prosedural yang menyangkut pembuktian secara hukum dan kendala politis

yang ditandai oleh adanya kekuatan yang besar untuk menghambat upaya

penyelesaian melalui pengadilan. 5

B. Batasan Pembahasan

Dalam kerangka melacak akar, cabang dan ranting politik hukum Undang-

undang Dasar 1945 pasca mandemen ini, penulis membatasi pada bidang-bidang

tertentu. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan lebih mendalam, mengingat Undang-

undang Dasar 1945 pasca amandemen tidak tepat kalau disebut amandemen, karena

realitasnya tidak mengubah bagian-bagian tertentu dalam Undang-undang Dasar,

akan tetapi “merubah dan merombak”. Alasan lain yang mendasari pembatasan ini

adalah tidak semua perubahan dalam Undang-undang Dasar 1945 ada politik

hukumnya.

Dengan demikian yang dimaksud dengan UUD 1945 yang berlaku sekarang

adalah UUD yang ditetapkan berdasarkan atau melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959

5 Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum Hak Azasi Manusia di Indonesia”, Pidato Pengukuhan

dalam jabatan Guru Besar”, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 23 September 2000.

Page 4: amandemen 1

4

beserta perubahan-perubahannya. Perubahan inilah yang merupakan hasil dari

amandemen sejumlah 4 (empat kali).

Lebih jauh tulisan ini akan difokuskan pada bidang Hak Azasi Manusia,

khususnya yang terdapat dalam Pasal 28 Undang-undang 1945 dan undang-undang

organiknya (Undang-undang). Dalam hal ini, kebijakan-kebijakan apa yang

melatarbelakangi dan mendasari diberlakukannya peraturan perundang-undangan

tentang HAM.

C. Konsepsi Politik Hukum

Para ilmuan hukum memberikan pengertian yang berbeda terhadap konsepsi

tentang politik hukum. LJ. van Appeldoorn dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum

menyebut dengan istilah politik perundang-undangan.6 Pengertian yang demikian

dapat dimengerti mengingat bahwa di Belanda hukum dianggap identik dengan

undang-undang; hukum kebiasaan tidak tertulis diakui juga akan tetapi hanya apabila

diakui oleh Undang-undang.7 Politik hukum juga dikonsepsi sebagai kebijaksanaan

negara untuk menerapkan hukum.8

Teuku Muhammad Radhie mengkonsepsi politik hukum sebagai pernyataan

kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayah suatu negara

dan mengenai arah kemana hukum hendak dikembangkan.9 Konsepsi lain tentang

politik hukum dikemukakan oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara yang menyatakan

bahwa politik hukum sama dengan politik pembangunan hukum.10 Pendapat Abdul

Hakim Garuda Nusantara berikutnya diikuti oleh Moh. Mahfud MD yang

menyebutkan bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah

dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia. Legal policy ini terdiri dari:

pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap

materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan

6 LJ. van Appeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta: Pradnya

Paramitha), cet. Ke-18, 1981, hlm. 390. 7A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, (Jakarta: Puporis Publishers, 2002),

hlm. 9. 8 David Kairsy (ed). The Politics of Law, A Progressive Critique, (New York: Pantheon Books,

1990), hlm. xi. 9 Teuku Muhammad Radhie dalam majalah PRISMA, no. 6 tahun keI-II, Desember 1973,

hlm. 4. 10A.S.S. Tambunan, Ibid. Lihat referensi aslinya Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik

Hukum Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 1988).

Page 5: amandemen 1

5

ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan

para penegak hukum.11 Berdasar pengertian tersebut menurut Moh. Mahfud terlihat

politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat

menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum dibangun dan ditegakkan. 12

Pengertian lain tentang politik hukum yang aplikatif juga disampaikan oleh

Hikmahanto. Menurutnya, peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan

bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara. Oleh karena itu

pembuatan dari peraturan perundang-undangan tersebut memiliki tujuan dan alasan

tertentu yang dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan alasan yang menjadi dasar

dibentuknya peraturan perundang-undangan ini disebut dengan politik hukum.13

Politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi. Pertama adalah politik

hukum yang menjadi alasan dasar diadakannya peraturan perundang-undangan.

Dimensi yang pertama disebut dengan “kebijakan dasar” atau basic policy. Dimensi

yang kedua adalah tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakuan peraturan

perundang-undangan. Dimensi yang kedua ini disebut dengan kebijakan

pemberlakuan atau enactment policy. 14

Berdasarkan pengertian tentang konsepsi politik hukum di atas, dalam kajian

ini politik hukum dimaksudkan sebagai kebijakan yang menjadi dasar dari perubahan

maupun pemberlakuan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan

perundang-undangan di bawahnya.

D. Konsepsi tentang Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

Perkembangan hukum, termasuk konstitusi atau UUD, dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu melalui perubahan formal atau cara-cara tidak formal.

Terhadap UUD dikenal dengan sebutan perubahan formal (formal amendement) dan

tidak formal (non formal amendment). Perubahan formal terjadi dengan tata cara yang

ditentukan dalam UUD yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Pasal 37 UUD

11Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cet. Kedua, (Jakarta: LP3ES, 2001). Lihat

referensi aslinya dalam Abdul Hakim Garuda Nusantara, “Politik Hukum Nasional”, makalah pada Kerja latihan bantuan Hukum, LBH, Surabaya, September 1985.

12 Ibid. 13 Hikmahanto Juwono, “Politik Hukum Undang-undang Bidang ekonomi di Indonesia”.

Hand Out kuliah Kebijakan Pembangunan Hukum Program Doktor (S3) UII. 14 Ibid.

Page 6: amandemen 1

6

1945. Perubahan tidak formal adalah perubahan yang terjadi melalui praktek

ketatanegaraan (konvensi) atau putusan hakim (yurisprudensi).15

Dalam sejarah ketatanegaran Indonesia merdeka, telah tercatat beberapa

upaya yaitu pertama, pembentukan Undang-Undang Dasar, kedua, penggantian

Undang-Undang Dasar, dan ketiga, perubahan dalam arti pembaruan Undang-

Undang Dasar. Dalam arti yang ketiga ini baru terjadi setelah bangsa Indonesia

memasuki era reformasi pada tahun 1998 yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti

dan digantikan oleh Presiden Habibie, barulah pada tahun 1999 dapat diadakan

perubahan terhadap Undang-undang dasar 1945 sebagaimana mestinya.16 Dengan

kata lain perubahan Undang-undang baru terjadi setelah 54 tahun Indonesia merdeka

yaitu dalam sidang Umum MPR 1999, UUD 1945 yang merupakan perubahan

pertama terdiri dari 9 Pasal, perubahan kedua yang disahkan dalam sidang tahunan

MPR tahun 2000 sebanyak 24 pasal(termasuk penambahan pasal baru).17 Sisanya

dilakukan perubahan pada sidang berikutnya yaitu ketiga tahun 2001 sebanyak 23

pasal dan keempat tahun 2002 sebanyak 15 pasal ditambah aturan peralihan dan

aturan tambahan.

Dorongan memperbaharui atau mengubah UUD 1945 ditambah pula dengan

kenyataan bahwa UUD 1945 sebagai subsistem tatanan konstitusi dalam

pelaksanaannya tidak berjalan sesuai dengan staatsidee mewujudkan negara

berdasarkan konstitusi seperti tegaknya tatanan demokrasi, negara berdasarkan atas

hukum yang menjamin hak-hak azasi manusia; kekuasaan kehakiman yang merdeka;

serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, justru yang

terjadi adalah etatisme, otoritersme atau kediktatoran yang menggunakan UUD 1945

sebagai sandaran.18

15 Bagir Manan, Perkembangan Undang-undang Dasar 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2004),

hlm. 1-2. 16 Jimli Assiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jakarta, 2004), hlm. 41-42.

17Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), hlm. 5.

18Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, (Yogyakarta: FH UII Press,2004 cet. Kedua, ), hlm. 11.

Page 7: amandemen 1

7

Beberapa alasan yang mendasari perlunya pembaharuan Undang-undang

Dasar 1945 antara lain:19

1. Alasan historis, sejak dalam sejarahnya UUD 1945 sengaja di desain oleh para

pendiri negara Republik Indonesia (BPUPKI, PKI) sebagai UUD yang bersifat

sementara, karena dibuat dan ditetapkan dalam suasana ketergesa-gesaan.

2. Alasan filosofis, dalam UUD 1945 terdapat pencampuradukkan berbagai gagasan

yang saling bertentangan, seperti faham kedaulatan rakyat dengan faham

integralistik antara faham negara hukum dengan faham negara kekuasaan.

3. Alasan teoritis, berdasar sudut pandang teori konstitusi (konstitusionalisme0,

keberdaan konstitusi bagi suatu negara pada hakekatnya adalah untuk membatasi

kekuasaan negara agar tidak bertindak sewenang-wenang, tetapi justru UUD 1945

kurang menonjolkan pembatasan kekuasaan tersebut, melainkan menonjolkan

pengintegrasian.

4. Alasan yuridis, lazimnya setiap konstitusi UUD 1945 juga mencamtumkan klausula

perubahan seperti dalam pasal 37.

5. Alasan praktis politis bahwa secara sadar atau tidak, langsung atau tidak langsung

dalam praktek UUD 1945 sudah sering mengalami perubahan dan atau

penambahan yang menyimpang dari teks aslinya yakni masa 1945-1949, maupun

1959-1998.

Ada 3 tiga tradisi yang digunakan dalam prosedur perubahan Undang-undang

Dasar, yang berbeda antara satu negara dengan negara lain:20

1. Perubahan materi Undang-undang Dasar dengan langsung memasukkan (insert)

materi perubahan ke dalam naskah Undang-undang Dasar. Dalam kelompok

negara ini dapat disebut, misalnya negara Republik Perancis, Jerman dan Belanda.

2. Penggantian naskah Undang-undang Dasar. Naskah konstitusi sama sekali diganti

dengan naskah yang baru. Hal ini pernah terjadi di Indonesia dengan konstitusi

Ris tahun 1949 dan UUDS tahun 1950.

3. Perubahan konstitusi melalui naskah yang terpisah dari teks aslinya yang disebut

sebagai amandemen. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat.

19A.Mukthie Fadjar, Reformasi Konstitusi Dalam Masa Transisi Paradigmatik, (Malang: n-Trans,

2003), hlm. 39-40. 20 Jimli Assiddiqie, Konstitusi dan..., hlm. 42-43.

Page 8: amandemen 1

8

Dari ketiga tradisi prosedur perubahan konstitusi di atas, yang terjadi di

Indonesia dengan melakukan amandemen pertama, kedua, ketiga dan keempat,21

yang bila kita lihat sesungguhnya juga mengikuti mekanismne perubahan gaya

Amerika.yakni naskah asli Undang-undang Dasar tetap utuh, tetapi kebutuhan akan

perubahan hukum dasar dapat dipenuhi melalui naskah tersendiri yang dijadikan

adendum tambahan terhadap naskah asli tersebut. 22

E. Politik Hukum Bidang Hak Asasi Manusia (HAM)

1. Pengertian Tentang HAM

Dalam rangka memahami hakekat Hak Asasi Manusia, terlebih dahulu akan

dijelaskan pengertian dasar tentang hak. Secara definitif hak merupakan unsur

normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan,

kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan

martabatnya. Hak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: pemilik hak, ruang

lingkup penerapan hak dan pihak yang bersedia dalam penerapan hak.23 Ketiga unsur

tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak. Dengan demikian hak merupakan

unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya

berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan

interaksinya antara individu atau dengan instansi.

Hak merupakan kata yang tidak asing bagi umat manusia di seluruh dunia,

karena hak merupakan intisari yang paling karib dengan kebenaran dan keadilan

dalam konteks dinamika dan interaksi kehidupan manusia beserta makhluk ciptaan

Tuhan lainnya. Hak telah terpatri sejak manusia lahir dan melekat pada siapa saja.

Diantaranya adalah hak kemerdekaan, hak makhluk dan harkat kemanusiaan, hak

cinta kasih sesama, hak indahnya keterbukaan dan kelapangan, hak bebas dari rasa

21 Perubahan pertama pada tahun 1999, perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga

pada tahun 2001 dan perubahan keempat pada tahun 2002. 22Jimli Assiddiqie, Konstitusi dan ..., hlm. 44. 23 Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), hlm.

199. Kutipan aslinya dapat dilihat dalam James W. Nickel, Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,, Titi S. Dan Eddy Arini (alih Bahasa), (Jakarta: Gramedia, 1996).

Page 9: amandemen 1

9

takut, hak nyawa, hak rohani, hak kesadaran, hak untuk tentram, hak untuk memberi,

hak untuk menerima, hak untuk dilindungi dan melindungi dan sebagainya.24

Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak universal yang dimiliki oleh manusia

semata-mata karena posisinya sebagai manusia. Pandangan ini menunjukkan secara

tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial

dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan apakah seseorang memiliki

atau tidak memiliki hak asasi manusia. Hal ini menyiratkan bahwa hak-hak tersebut

dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri khusus dari hak asasi manusia yang

berlaku sekarang adalah bahwa hal itu merupakan hak internasional. Kepatuhan

terhadap hak serupa itu telah dipandang sebagai obyek perhatian dan aksi

internasional yang sah.25

Piagam PBB Tahun 1948 Pasal 1 Deklarasi HAM sedunia menyebutkan

bahwa seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak.

Mereka dikaruniai akal serta nurani dan harus saling bergaul dalam semangat

persaudaraan. Deklarasi PBB memberikan penjelasan seperangkat hak hak dasar

manusia yang tidak boleh dipisahkan dari keberadaannya sebagai manusia.26 HAM

juga berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak

yang dimiliki manusia sebagai manusia.27 Atau ada juga yang mengatakan HAM

adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut

bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki atau pun

perempuan. Hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dapat

dihapuskan.28

Louis Henkin mengatakan ”…human rights are claims asserted recognized “as of

right”. not claims upon love, or grace, or brothehood or charity: one does ot have to earn or deserve

24 Mansoor Faqih dkk, Panduan Pendidikan Politik Untuk Rakyat, Yogyakarta: Insist, 1999, hlm.

17. 25 James W. Nickel, Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection on the Universal

Declaration of Human Rights, Alih bahasa: Titi S. Dan Eddy Arini , Jakarta: Gramedia, 1996, hlm. 10. 26T.Mulya Lubis, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, (Jakarta: Yayasan LBHI 1987), hlm. 5 27A.Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, (Yogyakarta:

Kanisius, 1993), hlm. 73 28 Ibid.

Page 10: amandemen 1

10

them. They are not merely aspirations or moral assertions but, increasingly, legal claims under some

applicable law29.

Dalam bukunya yang berjudul Right of Man pada tahun 1972, Thomas Paine,

ahli teori politik serta penulis Amerika mengemukakan pengertian HAM, adalah hak-

hak yang dimiliki oleh seseorang karena keberadaannya, di antara hak-hak jenis ini

tercakup segala hak intelektual, atau hak berfikir, dan juga segala hak untuk bertindak,

sebagai individu demi kenyamanannya sendiri dan kebahagiaannya sendiri, asalkan

tidak merugikan hak-hak asasi orang-orang lain.30

Berdasar uraian tentang konsepsi HAM yang telah tersebut di atas, dapat

disebutkan bahwa ciri-ciri HAM sebagai berikut: 31

a. Hak tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari

manusia secara otomatis.

b. Hak asasi berlaku dan dimiliki untuk semua orang, tanpa memandang jenis

kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal usul sosial, bangsa. Semua

manusia lahir dengan martabat yang sama.

c. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi

atau melanggar hak orang lain, orang tetap mempunyai HAM, walaupun sebuah

negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggarnya.

2. Pengaturan Tentang Hak Asasi Manusia

a. Pembukaan UUD 1945.

Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak disebutkan secara ekplisit tentang hak

asasi manusia, terkecuali tentang hak asasi bangsa. Namun bila dianalisis lebih dalam

akan terlihat, bahwa masalah hak asasi manusia terangkum dan terjelma di dalam hak

asasi bangsa sebagaimana terlihat di dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945

yang mengatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…” Kata

29 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Sebuah Studi tentang Prinsip-

prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 39

30 George Clark dan Kathleen Hug, Hak Asasi, hlm. 20 31 Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), hlm.

201-202. Kutipan aslinya dapat dilihat dalam Mansour Fakih, et.al, Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan, (Yogyakarta: Insist, 2003), hlm 40

Page 11: amandemen 1

11

kunci dari kalimat ini adalah bangsa dan kemerdekaan. Esensinya dari kata kunci itu

adalah kemerdekaan sebagai hak. 32

b. HAM Dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945

Sebelum amandeman Undang-undang Dasar 1945 pernyataan secara eksplisit

perlindungan HAM hanya termuat di dalam Pasal 17, 28, dan Pasal 29 UUD 1945.

Tiga pasal tersebut berisi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, kemerdekaan

berfikir, hak bekerja dan hidup, dan kemerdekaan agama.

Sedikitnya pengaturan HAM dalam UUD 1945 sebelum amandeman dapat

dimaklumi, karena latar belakang pemikiran pembentukan UUD 1945 waktu itu

dipengaruhi sejarah lahirnya negara Indonesia, bahwa negara Indonesia lahir oleh

perjuangan rakyat, jadi berlatar belakang pemikiran lebih menitikberatkan pada

perjuangan komunal dan meminimalisasi perjuangan individu. Perjuangan komunal

lahir akibat perlawanan terhadap kekuatan komunal pula, yaitu oleh bangsa lain;

secara ringkas dapat dikatakan perlawanan antara bangsa yang satu dengan bangsa

lain.

Setelah amandemen, perlindungan tentang HAM di Indonesia terlihat dalam

Pasal 2 amandeman dan Pasal 3 Amandeman UUD 1945. Dalam perlindungan

HAM ada tiga nilai yang esensi, yaitu universalitas, jaminan, dan democratie33. Dalam

hal ini peranan hukum merupakan hal yang pokok untuk menjaga dan melindungi

HAM dan peranan itu menjadi kewajiban bagi negara. Oleh karena negara Indonesia

adalah negara hukum, maka salah satu fungsi negara hukum adalah untuk

memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian, Negara

hukum adalah ditujukan untuk menjamin atas hak-hak asasi. Jaminan itu harus

terbaca dan tertafsirkan dari konstitusi yang berlaku dalam suatu negara, atau setidak-

tidaknya termaklumi dari praktek hukum dan ketatanegaraan sehari-hari.34 Berdasar

amandemen UUD 1945 inilah, khususnya Pasal 3 UUD 1945, maka telah terjadi

32 Zulfirman, “Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Hukum Indonesia”, Makalah, 2005.

33Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Deklarasi Viena Program Aksi, Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia, (Jakarta, 1997), hlm.10

34 Bambang Sunggono, Op.Cit, hlm., 83

Page 12: amandemen 1

12

pembaharuan kebijakan hukum di Indonesia, yang pada mulanya perlindungan hak

asasi sangat sumir dan implisit diakui, menjadi secara eksplisit.

Pengaturan tentang HAM dalam konstitusi Indonesia terlihat di dalam Bab

XA tentang Hak Asasi Manusia Amandemen UUD 1945 yang diatur pada Pasal 28A

amandemen sampai dengan Pasal 28J Amandeman UUD 1945.

Pasal 28 A amandeman sampai dengan Pasal 28J amandemen UUD 1945 itu

merupakan ketentuan pokok HAM yang termuat di dalam Pembukaan UUD 1945.

Penjabaran hak kebebasan tentang:

a. Hak kebebasan memeluk agama dijabarkan pada Pasal 28E ayat (1), ayat (2), dan

ayat (3) amandeman UUD 1945;

b. Hak kebebasan untuk hidup dijabarkan dalam Pasal 28A, Pasal 28G ayat (1), dan

ayat (2), Pasal 28 H ayat (1), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), Pasal 28J ayat (1)

Amandeman UUD 1945;

c. Hak kebebasan untuk berkumpul dijabarkan dalam Pasal 28B ayat (1), Pasal 28C

ayat (2), Pasal 28D ayat (4), Pasal 28E ayat (1), dan ayat (3), Pasal 28F

Amandeman UUD 1945;

d. Hak kebebasan untuk berpolitik dijabarkan dalam Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E

ayat (2), dan ayat (3) Amandemen UUD 1945;

e. Hak kebebasan memperoleh keadilan dan diperlakukan adil dijabarkan dalam

Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Amandeman UUD 1945;

c. Ketetapan MPR

Konsep tentang HAM lebih lanjut dijabarkan dalam TAP MPR Nomor

XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Pada dasarnya pengakuan,

penghargaan dan perlindungan HAM telah menjadi agenda MPR sejak awal orde

baru tahun 1966. Melalui surat Nomor 1/Pan.IV/ MPRS/1966 tanggal 7 Desember

1966 Panitia Ad Hoc IV MPRS. Panitia ini dibentuk berdasarkan ketetapan MPRS

No.A3/1/23/MPRS/1966, telah menyelesaikan Rancangan Keputusan Pimpinan

tentang Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta kewajiban warganegara.

d. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM

Page 13: amandemen 1

13

Pengertian tentang HAM ditegaskan apa yang dimaksud dengan Hak Asasi

Manusia sebagaimana tertera pada Pasal 1 angka 1 yang menyatakan: “Hak Asasi

Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Berdasar pengertian tentang HAM dalam UUHAM, maka dapat dicermati

bahwa HAM termasuk hak yang datangnya berasal dari pemberian Tuhan. Tidak ada

HAM yang datang dan diberi oleh kesepakatan suatu masyarakat manusia atau yang

diberi oleh alam maupun penguasa. Artinya adanya hak yang melekat pada diri

manusia, yang berasal dari ting-kat yang lebih tinggi ketimbang hukum yang

dikeluarkan oleh alam atau penguasa duniawi. Jelasnya tidak ada hak bagi penguasa

duniawi untuk mencabut atau mengurangi, apa pun alasannya, ketentuan hak yang

diatur oleh ketentuan yang lebih tinggi (Ilahi).35 Dengan demikian HAM melekat

kepada manusia baik ia sebagai makhluk individu maupun ia sebagai makhluk sosial.

Ketentuan tentang rincian HAM dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang HAM yaitu:

a. Hak untuk hidup sebagaimana tertera pada Pasal 9;

b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan pada Pasal 10;

c. Hak mengembangkan diri tertera pada Pasal 11 sampai dengan Pasal 16;

d. Hak memperoleh keadilan tertera pada Pasal 17 sampai dengan Pasal 19;

e. Hak kebebasan pribadi tertera pada Pasal 20 sampai dengan Pasal 27;

f. Hak atas rasa aman tertera pada Pasal 28 sampai dengan Pasal 35;

g. Hak atas kesejahteraan tertera pada Pasal 36 sampai dengan Pasal 42;

h. Hak turut serta dalam pemerintahan tertera pada Pasal 43 sampai dengan Pasal

44;

i. Hak wanita tertera pada Pasal 45 sampai dengan Pasal 51 dan hak anak tertera

pada Pasal 52 sampai dengan Pasal 66;

35Dadang Juliantara, Jalan Kemanusiaan Panduan Untuk Memperkuat Hak Asasi Manusia,

(Yogyakarta: Pustaka Lapera, 1999), hlm, 98

Page 14: amandemen 1

14

Secara yuridis formal di Indonesia, pengertian HAM dapat dilihat pada Pasal

1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU-HAM) yang

menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia.

Apabila dicermati lebih dalam definisi HAM yang terdapat di dalam UUHAM

maka tidak dapat disangkal HAM, termasuk hak, datangnya berasal dari pemberian

Tuhan. Tidak ada HAM yang datang dan diberi oleh kesepakatan suatu masyarakat

manusia atau yang diberi oleh alam mau pun penguasa. Artinya adanya hak yang

melekat pada diri manusia, yang berasal dari tingkat yang lebih tinggi ketimbang

hukum yang dikeluarkan oleh alam atau penguasa duniawi. Jelasnya, tidak ada hak

bagi penguasa duniawi untuk mencabut atau mengurangi, apa pun alasannya,

ketentuan hak yang diatur oleh ketentuan yang lebih tinggi (Ilahi).36

e. HAM Dalam Perundang-Undangan Lain

Jika dilihat secara komprehensif, kebijakan hukum tentang HAM di

Indonesia telah memberi perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap HAM yang

berkaitan dengan hak untuk hidup, ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana terlihat

dalam ketentuan undang-undang yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi

Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, Tidak

Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. Ketentuan undang-undang ini

berkenaan dengan hak kebebasan dasar manusia yang berkaitan dengan hak

untuk hidup dan memperoleh perlakuan yang adil. Ketentuan undang-undang ini

berkaitan dengan hak kebebasan untuk diperlakukan adil dan memperoleh

keadilan serta hak untuk hidup.

b. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan

Pendapat di Muka Umum, apabila dilihat dari penjelasan umum undang-undang

36 Ibid., hlm. 98

Page 15: amandemen 1

15

ini dapat diketahui kebijakan hukumnya, yaitu ingin melindungi, mengembangkan

dan memelihara kebebasan mengemukakan pendapat sebagai HAM,

pelaksanaannya harus dilak-sanakan dengan penuh tanggungjawab. Jadi

pelaksanaan kebebasan mengemukakan pendapat haruslah pula memperhatikan

dan pengakuan terhadap hak serta kebe-basan orang lain. Undang-undang ini

bersifat regulatip, pada satu sisi dapat melin-dungi hak warga negara, dan pada

sisi lain dapat mencegah tekanan tekanan, baik fisik mau pun psikis, yang dapat

mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan

penegakan hukum. Sifat regulatip undang-undang ini dapat terlihat dalam

substansinya yang mengatur bentuk dan tata cara penyampaian pen-dapat dimuka

umum dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media masa, baik cetak

maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

c. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Apabila dicermati ketentuan yang termuat di dalam undang-undang ini dapat

diketahui kebijakan hukumnya, adalah untuk menjaga lingkungan hidup agar

manusia dapat berkembang sesuai dengan harkat dan martabatnya, Di samping

itu, undang-undang ini menegaskan bahwa hak untuk memperoleh lingkungan

yang baik dan sehat adalah merupakan hak dasar manusia, agar manusia dapat

berkembang. Undang-undang ini sebenarnya merangkum hak untuk hidup, hak

ekonomi, hak sosial, dan budaya sebagai HAM yang mendapat perhatian sejak

decade 1970-an.

d. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Politik hukum dari undang-undang ini dapat dilihat dari penjelasan umumnya.

Pada alinea kedua jelas disebutkan politik hukum dari undang-undang sistem

pendidikan nasional ini yaitu dalam rangka menjunjung tinggi HAM. Undang-

undang menentukan visi dan misi pendidikan yang diarahkan untuk membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-undang ini menjabarkan

Page 16: amandemen 1

16

tentang HAM tentang setiap orang berhak mendapat pendidikan dan

mengembangkan diri, budaya, dan masyarakatnya.

Perlindungan HAM yang berkaitan dengan hak ekonomi, sosial dan budaya

lebih khusus diuraikan lebih rinci lagi dalam:

a. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam

Penjelasan Umum undang-undang ini jelas disebutkan bahwa lahirnya undang-

undang ini adalah guna meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga

kerja dan pengakuan tentang HAM pekerja. Perlindungan HAM tenaga kerja

dalam undang-undang ini meliputi hak untuk memperoleh pekerjaan, hak

berserikat, memperoleh upah yang layak, jaminan sosial, dan hak untuk mogok.

Politik hukum yang terlihat dalam undang-undang ini adalah melindungi HAM

pekerja sangat kuat sekali, hal ini dapat dilihat dari ketentuan tidak boleh

mempekerjakan buruh didasarkan diskriminasi, memperlindungi hak untuk

memperoleh pekerjaan, dan menegaskan mogok adalah sebuah hak bagi pekerja.

Padahal perbuatan mogok dalam sejarah hubungan perburuhan di negara maju

pada saat masa industrialisasi adalah perbuatan kriminal dan perbuatan yang

dilarang. Pengaturan mogok secara tidak langsung ini didasarkan pada pola

pikiran yang dipengaruhi faham liberalisme, di mana buruh dianggap mempunyai

kedudukan yang sama dengan pengusaha.37

b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Apabila dicermati pada alinea pertama Penjelasan Umum jelas terlihat bahwa

undang-undang ini adalah sebagai penjabaran lebih jauh tentang HAM yang

berhubungan dengan hak kebebasan untuk berserikat dan berkumpul. Politik

hukum yang terlihat dalam pen-jelasan umum tersebut adalah bahwa hak

berserikat dan berkumpul tersebut harus dijamin namun pelaksanaan hak ini

haruslah dilaksanakan dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis,

dinamis, dan berkeadilan. Dari pernyataan ini, pelaksanaan hak ini haruslah

diimbangi pula dengan kewajiban tidak dilaksanakan secara sebebas-bebasnya.

Jadi di Indonesia pelaksanaan HAM selalu diikuti dengan kewajiban asasi

manusia.

37Aloysius Uwiyono, Hak Mogok di Indonesia, (Fakultas Hukum, Program Pascasarjana, Jakarta

UI, 2001), hlm.15

Page 17: amandemen 1

17

Peraturan tentang persamaan hak bagi semua warga negara terlihat telah

diatur secara lebih teknis lagi dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26

Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi

dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program,

ataupun Pelaksa-naan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan. Instruksi ini sangat

jelas menjabarkan tentang HAM manusia yang berkaitan dengan persamaan

kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan hak yang demikian ini berkaitan

dengan hak politik dan sosial di bidang HAM.

Perlindungan HAM di bidang hak ekonomi, sosial, dan budaya terlihat

dijabarkan lebih rinci dan lebih tehnis dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja

dalam upaya melindungi upah buruh atau pekerja, sebagaimana dimaklumi bahwa

upah adalah bagian yang esensi bagi HAM pekerja. Dalam Surat Keputusan Menteri

Tenaga Kerja Nomor 150/Kep-Men/2000 ditegaskan bahwa penyelesaian

pemutusan hubungan kerja yang dilakukan harus melalui izin Depnaker, pembayaran

uang pesangon, penghargaan dan ganti rugi yang diatur secara ekspilit. Dari sini

terlihat bahwa politik hukum dari ketentuan ini adalah dalam rangka menghargai dan

menghormati serta melindungi HAM buruh tentang memperoleh pekerjaan,

menerima upah yang layak sebagai hak yang paling perlu pelindungan bagi buruh.

F. Kebijakan Dasar Peberlakuan Peraturan Perundang-undangan Tentang

Hak Asasi Manusia

1. Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945

Sebagaimana telah disebutkan di atas, pengaturan tentang HAM dalam

konstitusi Indonesia terlihat di dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia

Amandemen UUD 1945 yang diatur pada Pasal 28A amandemen sampai dengan

Pasal 28J Amandeman UUD 1945.

Amandeman yang dilakukan terhadap UUD 1945 ini terjadi akibat tuntutan

reformasi, di mana pada masa orde baru perhatian dan perlindungan terhadap HAM

kurang mendapat perhatian akibat kekuasaan Presiden dijalankan secara otoriter yang

meng-akibatkan tidak dihargai dan dihormatinya HAM. Peluang terjadinya tindakan

otoriter ka-rena ketentuan tentang HAM di dalam UUD 1945 tidak secara ekspilisit

diterapkan dalam pasal-pasalnya, sehingga penafsiran penjabaran hak kebebasan

Page 18: amandemen 1

18

sebagai HAM yang tertuang di dalam Pembukaan UUD lebih didominasi oleh

pemegang kekuasaan, biasanya penafsiran itu dilakukan hanya guna mempertahankan

kekuasaan penguasa semata-mata.

2. Ketetapan MPR

Konsep tentang HAM lebih lanjut dijabarkan dalam TAP MPR Nomor

XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Pada dasarnya pengakuan,

penghargaan dan perlindungan HAM telah menjadi agenda MPR sejak awal orde

baru tahun 1966. Melalui surat Nomor 1/Pan.IV/ MPRS/1966 tanggal 7 Desember

1966 Panitia Ad Hoc IV MPRS, Panitia ini dibentuk berdasarkan ketetapan MPRS

No.A3/1/23/MPRS/1966, telah menyelesaikan Rancangan Keputusan Pimpinan

tentang Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta kewajiban warganegara.

Berdasarkan Mukadimah Rancangan Piagam tersebut dapat dilihat kebijakan

tentang HAM pada waktu itu yaitu melindungi hak kebebasan sebagai HAM

sebagaimana terlihat di dalam alinea ketiga Rancangan Piagam tersebut yang

menyatakan:

“Oleh karena kebebasan serta tanggungjawab itu sifatnya hakiki bagi setiap

manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial, maka

kemerdekaan itu adalah menjadi hak semua manusia dan semua bangsa dan

penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena berlawanan dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan”. Namun, sangat disayangkan, bahwa Rancangan

Piagam Hak Asasi Manusia tersebut tidak ditindak lanjuti dengan Ketetapan MPR,

barulah pada tahun 1998 MPR sesuai dengan tuntutan reformasi MPR membuat

ketetapan tentang perlunya perlindungan HAM di Indonesia.

TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 dari segi isinya memberi arahan tentang

politik hukum tentang HAM di Indonesia guna memberikan pengertian,

perlindungan dan penghargaan yang ditujukan kepada negara dan aparatur

pemerintah. Hal ini dimaklumi karena kewajiban untuk melindungi dan menghargai

HAM merupakan tanggungjawab pemerintah sebagai pihak pemerintah. Sebab tidak

jarang terjadi pelanggaran HAM secara vertikalah yang sering terjadi, karena

pemahaman negara atau pemerintah memiliki kekuasaan yang terkadang mengarah ke

absolut sehingga HAM terkadang tidak diperhitungkan demi kepentingan dan tujuan

negara. Konsekuensi dari ketentuan ini dapat dimaklumi, karena pelanggaran HAM

Page 19: amandemen 1

19

secara vertikalah lebih banyak terjadi dan berdampak luas bila dibandingkan dengan

pelanggaran HAM secara horizontal.

Dengan lahirnya TAP MPR ini maka semakin jelaslah, bahwa negara

Indonesia adalah negara hukum sehingga seluruh aparatur negara dan seluruh

institusi negara menjalankan fungsi dan tugasnya haruslah berdasarkan hukum bukan

berdasarkan kekuasaan semata-mata.

3. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM

Sejarah bangsa Indonesia hingga kini telah mencatat berbagai penderitaan,

kesengsaraan dan kesenjangan sosial yang disebabakan oleh prilaku tidak adil dan

dikriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis

kelamin dan status sosial lainnya. Prilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut

merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh

aparat negara terhadap terhadap warga negara atau sebaliknya). Maupun horizontal

(antara warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori

pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human right).38

Pada kenyataannya selama lebih lima puluh tahun usia Republik Indonesia,

pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau penegakan hak asasi manusia masih

jauh dari memuaskan. Hal ini tercermin dari kejadian-kejadian berupa penangkan

yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, perkosaan., penhilangan paksa, bahkan

pembunuhan, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah penyerangan pemuka

agama beserta keluarganya.39 Selain itu terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh

pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya menjadi penegak hukum40.

Kebijakan tentang Hak Asasi Manusia dapat dilihat dalam penjelasan umum

Undang-undang HAM. Pada alenia pertama penjelasan umum ditegaskan bahwa

merupakan kewajiban bagi negara, pemerintah, atau organisasi apa pun untuk

mengakui dan melindungi HAM pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti HAM

harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaan penghormatan dan

38 Penjelasan atas Undang-undang No. 39 tentang HAM, paragraf lima. 39 Tragedi Mei masih menyisakan penderitaan terutama bagi korban. 40 Peristiwa TPA (Tempat Pembuangan Sampah) di Bojong, menyisakan trauma bagi warga

yang tidak mungkin disembuhkan dalam jangka waktu singkat. Apalagi jika tidak disertai dengan tindakan nyata dengan menghukum orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran HAM, khususnya dari pihak aparat.

Page 20: amandemen 1

20

penghargaan terhadap HAM di Indonesia bahwa Pertimbangan UUHAM

memberikan penjelasan tentang politik hukum tentang HAM di Indonesia ditegaskan

bahwa negara Indonesia sebagai anggota PBB menyadari tanggungjawabnya untuk

menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang HAM. Sebagai

tindak lanjut pertanggungjawaban itu, negara Indonesia melahirkan UUHAM.

Berdasar pertimbangan ini terlihat jelas komitmen negara Indonesia untuk menjaga

dan menghormati serta menegakkan HAM di Indonesia.

Berdasar uraian di atas, hal-hal yang menjadi dasar pemikiran terbentuknya

undang-undang Hak Asasi manusia adalah sebagai berikut:41

a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya; b. pada dasarnya manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan,

kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya;

c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya , sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);

d. karena manusia merupakan makhluk sosial maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;

e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apa pun;

f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia yang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia manusia terdapat kewajiban dasar;

g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi dan ditegakkan dan untuk pemerintah, aparatur negara dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya pernghormatan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.

Di samping kebijakan dasar, undang-undang ini juga mengatur mengenai

Pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia sebagai lembaga yang mandiri, partisipasi

masyarakat baik dalam bentuk pengaduan dan atau gugatan atas pelanggaran

HAM atau dalam bentuk pengajuan usulan mengenai perumusan kebijakan yang

berkaitan dengan HAM.

Dengan demikian kedudukan dari Undang-undang HAM ini adalah sebagai

payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang HAM.

41 Penjelasan atas Undang-undang No. 39 tentang HAM.

Page 21: amandemen 1

21

4. Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM

Bertitik tolak dari perkembangan hukum, baik ditinjau dari kepentingan

nasional maupun dari kepentingan internasional, maka untuk menyelesaiakan masalah

pelangganggaran HAM yang berat dan mengembalikan keamanan dan perdamaian di

Indonesia perlu dibentuk Pengadilan HAM yang merupakan pengadilan khusus bagi

pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Dasar pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan HAM adalah

sebagaimana tercantum daalm Pasal 104 ayat (1) Undang-undang No. 39 tahun1999

tentang HAM: “Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk

Pengadilan Hak Asasi Manusi di lingkungan Peradilan Umum.”

Dasar pertimbangan yang dijadikan landasan pembentukan Pengadilan Hak

Asasi manusia adalah sebagai berikut:

a. pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan “extra ordinary crimes”

dan berdampak secara baik pada tingkat nasional mupun internasional.

b. pelanggaran menimbulkan kerugian secara materiil maupun immateriil yang

mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun

masyarakat, sehingga perlu dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum

untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentraman, keadilan dan

kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

c. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperlukan

langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan

secara khusus.

Dalam undang-undang ini diatur pula mengenai Pengadilan HAM Ad Hoc

untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat. Di samping itu

undang-undang ini juga menyebutkan tentang keberadaan Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi sebagaimana yang dimaksud oleh Ketetapan MPR-RI No.

V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Komisi ini

dimaksudkan sebagai lembaga ekstrayudicial yang ditetapkan dengan undang-undang

dan bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan

Page 22: amandemen 1

22

kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau, dan melaksanakan

rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.

G. Penutup

Berdasar uraian di atas, dapat disebutkan bahwa hak telah terpatri sejak

manusia lahir dan melekat pada siapa saja, diantaranya adalah hak kemerdekaan, hak

makhluk dan harkat kemanusiaan, hak cinta kasih sesama, hak indahnya keterbukaan

dan kelapangan, hak bebas dari rasa takut, hak nyawa, hak rohani, hak kesadaran, hak

untuk tentram, hak untuk memberi, hak untuk menerima, hak untuk dilindungi dan

melindungi dan sebagainya.

Oleh karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak-hak asasi

manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan

atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas.

Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan

apapun. Dengan demikian setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk

menghormati hak asasi manusia yang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia

manusia terdapat kewajiban dasar.

Dalam rangka melindungi hak asasi manusia, maka dibentuklah peraturan

perundang-undangan tentang HAM yaitu untuk hukum materiilnya dengan

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Undang-undang ini

menitikberatkan pada perlindungan harkat dan martabat manusia secara terinci dan

komprehensif. Sedangkan hukum formilnya adalah Undang-undang No. 26 Tahun

2000 Tentang Pengadilan HAM. Kedua peraturan ini dalam tingkatan peraturan

perundang-undangan nasional merupakan penjabaran operasional dari Undang-

undang Dasar 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, Yayasan LBHI, Jakarta, 1988.

Aloysius Uwiyono, Hak Mogok di Indonesia, Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Program Pascasarjana, Jakarta, 2001.

Page 23: amandemen 1

23

A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, Jakarta: Puporis Publishers, 2002,

A. Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993.

Bagir Manan, Perkembangan Undang-undang Dasar 1945, Yogyakarta: FH UII Press, 2004.

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta: FH UII Press, cet. Kedua, 2004. Bambang Sunggono, Aries Hartanto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar

Maju, Bandung, 2001. Dadang Juliantara, 1999, Jalan Kemanusiaan Panduan Untuk Memperkuat Hak Asasi

Manusia, Pustaka Lapera, Yogyakarta. Dahlan Thaib, “Menuju Parlemen Bikameral: Studi Konstitusional Perubahan Ketiga

UUD 1945”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Madya dalam Hukum Tata Negara, Yogyakarta: UII, 4 Mei 2002.

David Kairsy (ed). The Politics of Law, A Progressive Critique, New York: Pantheon Books, 1990.

George Clack dan Kathleen Hug, ed., Hak Asasi Manusia, Suatu Pengantar, terjemahan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998.

Hikmahanto Juwono, Politik Hukum Undang-undang Bidang ekonomi di Indonesia, Hand Out kuliah Kebijakan Pembangunan Hukum Program Doktor (S3) UII.

James W. Nickel., Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection on the Universal Declaration of Human Rights, Terjemahan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.

Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Jimly Assiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jakarta, 2004.

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH UII Press, 2004.

LJ. van Appeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), Jakarta: Pradnya Paramitha, cet. Ke-18, 1981.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Deklarasi Viena Program Aksi, Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia, Jakarta, 1997.

Mansour Fakih, et.al, Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan, Insist, Yogyakarta, 2003. Mukthie Fadjar, Reformasi Konstitusi Dalam Masa Transisi Paradigmatik, Malang:

In-Trans, 2003. Mulyana W. Kusumah, “Kalkulasi Seputar Reformasi Konstitusi”, Radar Jogya, 24 Juli

2002. Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum Hak Azasi Manusia di Indonesia”, Pidato

Pengukuhan dalam jabatan Guru Besar”, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 23 September 2000.

-----------------, Politik Hukum di Indonesia, cet. Kedua, Jakarta: LP3ES, 2001. -----------------, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, cet. Pertama, Yogyakarta:

Gama Media, 1999.

Page 24: amandemen 1

24

-----------------, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta: Gama Media, 1999. Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Sebuah Studi tentang

Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negera, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.

Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, Yogyakarta: UII Press, 2001.

Teuku Muhammad Radhie dalam majalah PRISMA, no. 6 tahun keI-II, Desember 1973.

Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, 2003. T.Mulya Lubis, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Yayasan LBHI, Jakarta, 1987. Udiyo Basuki, “Dinamika konstitusi Indonesia” ( Refleksi Yuridis atas Proses dan

hasil amandemen UUD 1945, Sosio-Religia Jurnal Ilmu Agama dan Sosial, Yogyakarta: LinkSAS, Vol. 1, No. 4 Agustus 2002.

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Zulfirman, “Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Hukum Indonesia”, Makalah, 2005.