amobilisasi enzim

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim banyak berguna dalam aplikasi komersial karena sebagai biokatalisator, enzim bekerja sangat spesifik dan efisien. Pemanfaatan enzim saat ini berkembang sangat pesat terutama pada industri pengolahan pangan misalnya penggunaan enzim untuk menggumpalkan susu pada pembuatan keju. Penggunaan enzim renin yang berasal dari lambung anak sapi sangat mahal, sehingga industri keju harus melihat potensi enzim penggumpal susu yang bersumber dari mikrobia. Beberapa mikrobia penghasil renin yang sering digunakan di antaranya Mucor pusillus, Mucor miehei, Mucor heimalis, Mucor rouxii dan Endothia parasitica. Enzim yang dihasilkan oleh mikrobia tersebut merupakan enzim protease asam yang dikenal dengan nama renin mikrobia. Renin mikrobia mampu menggumpalkan susu seperti enzim rennin sapi. Penggunaan enzim dalam proses fermentasi keju hanya dapat dilakukan sekali saja sehingga perlu dilakukan upaya agar enzim dapat digunakan secara berulang-ulang dalam fermentasi batch dan kontinyu. Salah satu cara dengan dilakukan metode amobilisasi yaitu penjebakan enzim dalam matriks alginat yang memiliki kesederhanaan dan penahanan enzim yang baik. Alginat digunakan sebagai matriks karena bersifat aman pada bahan pangan, kekuatan gelnya baik dan

Upload: nova-cuppa-tria-yulita

Post on 05-Jul-2015

1.352 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: AMOBILISASI ENZIM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enzim banyak berguna dalam aplikasi komersial karena sebagai biokatalisator,

enzim bekerja sangat spesifik dan efisien. Pemanfaatan enzim saat ini berkembang sangat

pesat terutama pada industri pengolahan pangan misalnya penggunaan enzim untuk

menggumpalkan susu pada pembuatan keju.

Penggunaan enzim renin yang berasal dari lambung anak sapi sangat mahal,

sehingga industri keju harus melihat potensi enzim penggumpal susu yang bersumber

dari mikrobia. Beberapa mikrobia penghasil renin yang sering digunakan di antaranya

Mucor pusillus, Mucor miehei, Mucor heimalis, Mucor rouxii dan Endothia parasitica.

Enzim yang dihasilkan oleh mikrobia tersebut merupakan enzim protease asam yang

dikenal dengan nama renin mikrobia. Renin mikrobia mampu menggumpalkan susu

seperti enzim rennin sapi.

Penggunaan enzim dalam proses fermentasi keju hanya dapat dilakukan sekali

saja sehingga perlu dilakukan upaya agar enzim dapat digunakan secara berulang-ulang

dalam fermentasi batch dan kontinyu. Salah satu cara dengan dilakukan metode

amobilisasi yaitu penjebakan enzim dalam matriks alginat yang memiliki kesederhanaan

dan penahanan enzim yang baik. Alginat digunakan sebagai matriks karena bersifat aman

pada bahan pangan, kekuatan gelnya baik dan dapat mempertahankan stabilitas enzim

selama dalam keadaan amobil.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang yang akan dibahas pada makalah ini

1. Bagaimana amobilisasi enzim?

2. Apa saja metode amobilisasi enzim?

3. Bagaimana aktivitas enzim amobil?

4. Bagaimana kinetika reaksi enzim dan faktor yang mempengaruhinya?

5. Bagaimana aplikasi amobilisasi enzim dengan matriks alginat?

Page 2: AMOBILISASI ENZIM

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui yang dimaksud amobilisasi enzim.

2. Untuk mengetahui metode amobilisasi enzim

3. Untuk mengetahui aktivitas enzim amobil

4. Untuk mengetahui kinetika reaksi enzim dan faktor yang mempengaruhinya

5. Untuk cara amobilisasi enzim dengan matriks alginat

Page 3: AMOBILISASI ENZIM

BAB IIPEMBAHASAN

1.1 Amobilisasi Enzim

Amobilisasi enzim adalah enzim yang secara fisik dibatasi geraknya atau

ditempatkan pada suhu ruang untuk mempertahankan katalitiknya dan dapat digunakan

secara berulang-ulang (Chibata, 1978). Enzim amobilisasi adalah enzim yang terikat atau

tertutup oleh medium yang tidak terlarut atau molekul enzim yang telah disilangkan

dengan yang lain tanpa kehilangan aktivitas katalitiknya (Palmer, 1991).

Teknik amobilisasi enzim adalah teknik yang digunakan agar enzim tidak

bergerak, baik melalui pengikatan pada padatan pendukung maupun penjebakan pada

matriks. Tujuan amobilisasi enzim adalah untuk meningkatkan aktivitas enzim dan

menggunakan enzim amobil tersebut untuk fermentasi ulang secara batch maupun

fermentasi kontinyu (Panji, 1998).

Sedangkan menurut Muchtadi dkk (1992), enzim teramobilisasi adalah enzim

yang diikatkan ke dalam bahan yang sifatnya inert sehingga pergerakannya dalam ruang

telah dibatasi seluruhnya atau hanya pada daerah tertentu saja. Tujuan utamanya adalah

untuk menciptakan daya katalitik enzim yang berkesinambungan.

1.2 Metode Amobilisasi

Menurut Chibata (1978) dan Fardiaz (1988), teknik amobilisasi enzim, sel

mikrobia sel tanaman maupun sel hewan pada prinsipnya hampir sama dan dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu metode ikatan dengan matriks, metode

ikatan silang dan metode penjebakan.

1. Metode ikatan dengan matriks

Metode ini merupakan metode amobilisasi pertama yang ditemukan. Metode ini

didasarkan pada pengikatan enzim langsung pada matriks yang tidak larut dalam

air dan dapat dibedakan lagi atas tiga macam berdasarkan cara pengikatanny,

yaitu adsorbsi fisik, ikatan ionik, dan ikatan kovalen. Matriks yang dapat

digunakan untuk amobilisasi dengan sistem ikatan diantaranya polisakarida tidak

larut air (selulosa, dekstran, dan turunan agarosa), protein (gelatin dan albumin),

Page 4: AMOBILISASI ENZIM

polimer sintetik (resin ion exchange dan gel poliakrilamida), bahan organik (gelas

berpori, silica, ion metal dan tanah alkali). Pemilihan teknik ini tergantung pada

enzim itu sendiri. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel,

luas permukaan, rasio molar termasuik hidrolfilik atau hidrofobik dan komposisi

kimia.

Metode baru ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu enzim dapat dipakai

secara berulang, memudahkan kontrol reaksi, kualitas produk terjaga, proses

dapat berlangsung secara berkesinambungan, tanpa kontaiminasi enzim (protein)

lain, memudahkan pemisahan enzim dari produk, enzim akan mempunyai fungsi

katalitik pada kisaran pH yang lebih tinggi dan kurang sensitif terhadap panas

(Muchtadi dkk, 1992). Menurut Palmer (1991) metode amobilisasi enzim ikatan

Carier (Carier Binding) yaitu metode yang akan mengikat enzim pada matriks

yang tidak larut dalam air.

Page 5: AMOBILISASI ENZIM

Gambar 1. Metode Amobilisasi Enzim Ikatan Carier (Carier Binding)

Untuk menentukan carrier yang sesuai dengan enzim dapat dilakukan dengan

seleksi yang meliputi:

Ukuran partikel

Luas permukaan

Molar rasio dari hidrofilik dan grup hidrofobik

Komposisi kimia

Umumnya peningkatan rasio dari grup hydrophobic dan konsentrasi dari enzim

dapat meningkatkan aktivitas amobilisasi enzim. Carrier yang dapat digunakan

pada amobilisasi enzim adalah derivates polysaccharida misalnya cellulosa,

dextran, agarose, dan polyacrylamide gel.

Model pengikatan pada metode Carrier-Binding dapat lebih lanjut diklasifikasikan

menjadi :

1. Physical adsorption (Adsorpsi fisik)

2. Ionic binding (ikatan ionik)

3. Covalent binding (ikatan kovalen)

Ikatan ionik menyediakan sedikit cara yang spesifik dalam pengikatan enzim dari

carier. Pada metode ikatan ionik solid support yang digunakan meliputi : DEAE

sephadex dan CM-selulose. Ikatan kovalen juga menyediakan linkages yang

permanent diantara enzim dan carier. sedangkan pada metode ikatan kovalen juga

Page 6: AMOBILISASI ENZIM

bisa digunakan solid support yang sama dengan ikatan ionik, namun pada metode

ini ikatan yang terjadi enzim dan substrat menjadi permanen (Goel 1994).

2. Metode ikatan silang

Metode ikatan silang didasarkan atas pembentukan ikatan kimia, seperti pada

metode ikatan kovalen, tetapi tidak menggunakan matriks yang tidak larut.

Amobilisasi enzim terjadi melalui komponen bi-atau multifungsional. Sebagai

komponen pengikat dapat digunakan gluraldehida, turunan bis-diazobenzidin, dan

lain-lain. Enzim yang diamobilisasi dengan metode ini sering bersifat gel

sehingga sukar ditangani. Enzim dapat diamobilisasi sebagai bagian dari suatu

kopolimerisasi dengan anhidrida maleat dan etilen yang sebelumnya telah

direaksikan dengan etilendiamin.

Pada metode ini tidak menggunakan matriks yang tidak larut dalam air,

amobilisasi didasarkan pada pembentukan ikatan kimia antara molekul enzim

dengan menggunakan reaksi multi / fungsional.

Gambar 2. Metode Ikatan Silang

Gugus fungsional yang ikut dalam reaksi ini adalah amino pada asam amino

terminal, gugus dari lisin, gugus fenolik dari tyrusin, gugus sulfidril dari sistem

serta imidazole dan histidine. Bahan atau solid support yang digunakan intuk

membentuk ikatan silang adalah heksametal endisocyanat yang akan bereaksi

dengan enzim membentuk ikatan peptida (Palmer,1991).

3. Metode penjebakan

Page 7: AMOBILISASI ENZIM

Metode penjebakan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu

a. Penjebakan di dalam kapsul (mikroenkapsulasi), yang merupakan

pemasukan enzim ke dalam membran polimer semipermeabel. Hasil

mikroenkapsulasi umumnya mempunyai ukuran yang bervariasi mulai

dari satu mikron sampai beberapa mikron. Kondisi ini dapat mencegah

enzim keluar dari kapsul, sedangkan substrat dengan berat molekul kecil

dapat mencapai enzim.

b. Penjebakan di dalam matriks polimer

Enzim yang diamobilisasi dijerat di dalam polimer sintetik atau alami.

Metode yang telah terbukti sangat memuaskan untuk amobilisasi enzim

adalah penjebakan (Bucke, 1982).

Menurut Muchtadi, dkk (1992), metode ini didasarkan pada penempatan enzim

dalam kisi atau suatu ruang dalam suatu polimer atau dalam membran semi

permeable yang pertama digolongkan ke dalam jenis kisi sedang yang kedua

digolongkan ke dalam jenis microcapsule. Bahan yang digunakan sebagai

penjebak antara lain K-caragenan, Ca- alginate, dan poliacrilamida.dari ketiga

bahan tersebut poliacrilamida merupakan bahan pendukung yang paling stabil dan

tidak terlalu mempengaruhi sifat enzim (Goel,1994).

Gambar 3. Metode penjebakan

Page 8: AMOBILISASI ENZIM

Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk amobilisasi enzim adalah matriks

yang digunakan dan terjadinya ikatan antara enzim dan matriks. Berdasarkan komposisi

kimianya, matriks ini dapat digolongkan menjadi polimer alami dan sibntetik (Rahayu,

1982). Beberapa jenis matriks dapat digolongkan sebagai gel. Pemakaian gel sebagai

matriks pengamobil dapat digunakan baik untuk sistem penjeratan (entraping) maupun

pengikat, apabila memilih permukaan yang luas terutama pada bagian internalnya.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan gel ini adalah bentuk sesuai dengan

konformasi yang diinginkan seperti bentuk membran atau bentuk partikel (Sasmito,

1990). Bahan yang paling banyak digunakan sebagai matriks dalam amobilisasi adalah

polisakarida, terutama dari algae, dan selulosa. Keduanya digunakan dalam metode

penjebakan (seperti alginat, poliakrilamida dan karagenan) (Fardiaz, 1988).

Enzim yang diamobilkan mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihannya antara lain (Goel,1994) :

Enzim akan menjadi lebih stabil

Enzim dapat digunakan secara berulang – ulang.

Memudahkan pemisahan enzim dari produk

Kwalitas produk enzim yang dihasilkan terjaga

Proses dapat berjalan secara berkesinambungan

Memudahkan control reaksi

Reaksi dapat berjalan tanpa kontaminasi (misalnya oleh protein lain)

Kelemahannya antara lain Muchtadi, dkk (1992):

Aktivitas enzim akan mengalami penurunan karena ruang gerak enzim dibatasi

Dibutuhkan biaya tambahan untuk melakukan amobilisasi

Sebagian metode amobilisasi (cross linking) sulit untuk dilakukan sehingga

dibutuhkan keahlian operator

Kesalahan dalam metode amobilisasi akan menyebabkan penurunan aktivitas

enzim

1.3 Aktivitas Enzim Amobil

Page 9: AMOBILISASI ENZIM

Sifat dari enzim amobil berbeda dengan enzim yang terdapat bebas dalam larutan

dan tergantung dari metode immobilisasi dan carier alami yang tidak terlarut. Penurunan

pada aktivitas spesifik muncul saat enzim diamobilisasi sebagian proses kimia dilibatkan

saat kondisi mungkin menyebabkan denaturasi. Bagaimanapun carier membentuk

lingkungan mikro baru bagi enzim dan hal tersebut dapat mempengaruhi aktivitas dalam

langkah yang berbeda. Sebagai contoh, karakteristik enzim dapat berubah jika sisi aktif

mengalami perubahan konformasi sebagai hasil interaksi antara enzim dan carier. Carier

dapat mempengaruhi karakteristik enzim dengan membentuk rintangan sterik dengan

pencegahan difusi bebas dari substrat ke semua molekul enzim atau dengan memebentuk

interaksi elektrostatik dengan molekul substrat atau produk (Palmer, 1991).

Sedangkan menurut Goel (1994), enzim yang diamobilkan akan mengalami

perubahan komposisi yang dimungkinkan akibat dari sisi aktif enzim yang berikatan

dengan matriks sehingga mengakibatkan berkurangnya katalitik enzim tersebut.

Menurut Fardiaz (1998), aktivitas enzim amobil dapat dibedakan atas dua macam

yaitu

1) Aktivitas relative (V1) yaitu perbandingan aktivitas enzim amobil dengan aktivitas

enzim bebas dalam jumlah yang sama.

2) Aktivitas spesifik absolut (V2) yaitu kecepatan reaksi per unit berat atau unit volume

dari seluruh katalis. Aktivitas relatif menunjukkan tingkat deaktivasi enzim yangf

disebabkan oleh proses amobilisasi, sedangkan aktivitas absolut dapat menunjukkan

kemungkinan untuk mengamobilisasi lebih banyak atau lebih sedikit enzim per unit

volume katalis.

Enzim yang diamobilisasi dapat kehilangan aktivitasnya karena beberapa hal

yaitu (Fardiaz, 1988) :

1) Beberapa enzim mungkin diamobilisasi pada matriks dengan konfigurasi sedemikian

rupa sehingga menghambat kontak antara substrat dengan sisi aktif enzim.

2) Gugus reaktif pada sisi aktif enzim mungkin ikut terikat pada matriks. Perlindungan

sisi aktif oleh inhibitor reversible selama pengikatan akan mempertahankan

aktivitasnya.

3) Molekul enzim selama pengikatan mungkin berubah menjadi konfigurasi inaktif.

Page 10: AMOBILISASI ENZIM

4) Kondisi reaksi selama pengikatan mungkin menyebabkan denaturasi atau inakaktivasi

enzim.

Stabilitas enzim pada pemanasan atau penyimpanan dapat meningkat, menurun

atau tetap sama saat diamobilisasi tergantung bagaimana lingkungan mikro baru

mempengaruhi kecenderungan perubahan sifat (Palmer, 1991).

Disamping itu Goel (1994) menyatakan bahwa stabilitas enzim teramobil

tergantung dari lingkungan mikro yang dapat menyebabkan protein dasar dari enzim

terdenaturasi atau tetap stabil. Lingkungan mikro dapat sidefinisikan sebagai lingkungan

yang mempengaruhi dari pertumbuhan dan perkembangan mikroba atau untuk enzim

yang diproduksi mikroba.

Secara internal, aktivitas enzim dapat ditingkatkan dengan melihat bagaimana

susunan/komposisi enzim tersebut, dimana enzim tersusun atas asam-asam amino. Untuk

meningkatkan aktivitas enzim, susunan asam-asam amino tersebut dapat dirubah. Selain

itu, juga dapat dilihat bagaimana sisi aktif enzim, jika masih ada yang tertutup

diupayakan agar terbuka sehingga tidak menghambat pengikatan enzim dengan substrat.

Secara eksternal, peningkatan aktivitas enzim dapat dilakukan mulai pada tahap

persiapan/preparasi sebelum enzim tersebut dihasilkan. Misalnya, memberi media yang

baik untuk pertumbuhan mikrobia penghasil enzim agar mikrobia tersebut dapat

menghasilkan enzim dengan optimal, manajemen fermentasi sehingga prose pemanenan

bisa dilakukan pada saat yang tepat, dan bisa pula dilakukan dengan penambahan ion

logam karena ada sebagian enzim yang dapat bekerja lebih baik apabila ada ion logam

tertentu.

1.4 Kinetika Reaksi Enzim dan Faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi

enzim, substrat, produk, senyawa (inhibitor dan aktivator), pH dan suhu lingkungan.

Sifat-sifat enzim dapat dipelajari dengan mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut

terhadap enzim, sekaligus mengetahui lingkungan yang dapat memaksimumkan maupun

menghambat aktivitas enzim (Muchtadi dkk., 1992).

Suhu dapat mempengaruhi proses biologi melalui efek kinetika pada laju reaksi

dan efek katalitik pada aktivitas atau kestabilan enzim (Smith, 1993). Laju reaksi akan

Page 11: AMOBILISASI ENZIM

terus meningkat seiring dengan meningkatkannya suhu. Enzim merupakan protein yang

akan mengalami proses inaktivasi enzim dengan semakin tinggi suhu (Muchtadi dkk.,

1992), bahkan pada suhu terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim (Fardiaz, 1988).

Struktur aktif enzim pada kondisi normal dijaga oleh keseimbangan kekuatan non

kovalen yang berlainan, yaitu ikatan hidrogen, hidrofobik, ionik , dan van Der Waals.

Kenaikan suhu akan menurunkan kekuatan ikatan tersebut sehingga molekul protein

enzim akan terbuka. Pusat aktif enzim selalu terdiri dari beberapa residu asam amino

yang terdapat pada struktur tiga dimensi protein enzim, maka pembukaan inti molekul

protein menyebabkan kerusakan pusat aktif sehingga enzim menjadi inaktif (Fardiaz,

1988).

Semua enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi, setiap

percobaan dengan enzim diperlukan buffer untuk mengontrol pH reaksi (Suhartono,

1989). Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas

maksimal. Kondisi pH enzim pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang paling

penting pada sisi katalitik enzim berada pada titik ionisasi yang diinginkan, maka akan

menunjukkan aktivitas enzim yang sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH

yang mungkin sedikit berada di atas atau di bawah pH optimum (Lehninger, 1995).

Selain itu enzim yang diamobilkan memiliki stabilitas panas yang lebih baik jika

dibandingkan dengan enzim yang tidak diamobilkan. pH optimum dapat berubah sampai

2 unit pH saat enzim diamobilisasi, sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan mikro

yang baru (Palmer, 1991).

1.5 Amobilisasi Enzim dengan Matriks Alginat

Salah satu bahan yang paling banyak digunakan untuk penjebakan adalah natrium

alginat. Natrium alginat termasuk bahan makanan, memiliki kekuatan gel yang baik,

mampu mempertahankan aktivitas enzim dan mampu menjaga stabilitas aktivitas

biokimia (Bucke, 1982). Keuntungan amobilisasi dengan gel alginat bersifat aman, cepat,

murah, ringan, sederhana dan dapat digunakan untuk hampir semua jenis biokatalisator

(Sheu dan Marshall, 1993). Amobilisasi dilakukan dengan meneteskan larutan enzim dan

Na-alginat pada larutan CaCl2 sehingga diperoleh enzim yang terjebak dalam Ca-alginat

Menurut Bucke (1982), terbentuknya gel ini disebabkan oleh kation Ca bivalen bereaksi

Page 12: AMOBILISASI ENZIM

dengan monovalen anion karboksilat alginat membentuk jaringan tiga dimensi. Kekuatan

gel akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi Na-alginat dan CaCl2 (Suhartono,

1989).

Cara amobilisasi enzim dengan metode penjebakan

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Amobilisasi enzim adalah enzim yang secara fisik dibatasi geraknya atau

ditempatkan pada suhu ruang untuk mempertahankan katalitiknya dan dapat digunakan

secara berulang-ulang. Teknik amobilisasi enzim, sel mikrobia sel tanaman maupun sel

hewan pada prinsipnya hampir sama dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

yaitu metode ikatan dengan matriks, metode ikatan silang dan metode penjebakan.

Stabilitas enzim pada pemanasan atau penyimpanan dapat meningkat, menurun atau tetap

sama saat diamobilisasi tergantung bagaimana lingkungan mikro baru mempengaruhi

kecenderungan perubahan sifat. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim

adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa (inhibitor dan aktivator), pH dan

suhu lingkungan. Sifat-sifat enzim dapat dipelajari dengan mengetahui pengaruh faktor-

faktor tersebut terhadap enzim, sekaligus mengetahui lingkungan yang dapat

memaksimumkan maupun menghambat aktivitas enzim. Salah satu bahan yang paling

banyak digunakan untuk penjebakan adalah natrium alginat. Natrium alginat termasuk

bahan makanan, memiliki kekuatan gel yang baik, mampu mempertahankan aktivitas

enzim dan mampu menjaga stabilitas aktivitas biokimia

3.2 Saran

Page 13: AMOBILISASI ENZIM

DAFTAR PUSTAKA

Bucke, C. 1982. Industrial Use of Immobilized Enzymes and Cells. Immobilized Microbial Enzymesand Cells. Proceeding of Regional Workshop. Mahidol University. Bangkok.

Chibata, I. 1978. Immobilized Enzymes research and development. Halsted Press. Kadansha. Tokyo.

Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor.

Goel, M. K. 1994. Immobilized Enzymes. http://www.rpi.edu/dept/chem-eng/Biotech-Environ/IMMOB/Immob.htm, diakses tanggal17 Desember 2006

Lehninger, A.L. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga. Jakarta

Muchtadi, D.N., S. Palupu dan M. Astawan. 1992. Enzim Dalam Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Panji, T. 1998. Fermentasi Kontinyu Lendir Biji Kakao menggunakan Trichoderma harzianum. J. Bioteknologi Pertanian. Vol. 3 No.2

Sheu, T. Y. and Marshall, R.T. 1993. Microentrapment of Lactobacilli in Ca-Alginat Defined Media. JJ. Bact. 95:1407-1412

Smith, E.J. 1993. Prinsip Bioteknologi. Gramedia. Jakarta

Page 14: AMOBILISASI ENZIM

Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB Bogor

MAKALAH

MATA KULIAH ENZIM PANGAN HASIL TERNAK

Amobilisasi Enzim

OLEH:

M. Dhiya’ul 0610540038 M. Sholehul 0610540039

Mulia W Apriliyani 0610540040Naili Iqrimah 0610540041Natalia Listya W 0610540042Nova Tria Y 0610540043

Page 15: AMOBILISASI ENZIM

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2008