sarafambarawa.files.wordpress.com … · web view3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku...
Post on 27-Nov-2019
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. JW
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Rengas Tambakboyo, Ambarawa
No cm : 125xxx-xxxx
Tanggal masuk RS : 5 Agustus 2019, diruang Anyelir
A. Data Dasar
Diperoleh dari pasien (Autoanamnesis) yang dilakukan pada tanggal 6 & 7 Agustus 2019
pukul 15.00
B. Keluhan Utama
Kelemahan pada kedua tungkai dan tangan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
7 Hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku mengalami kelemahan di
kedua kaki, kelemahan dirasakan pagi hari berangsur-angsur dan beberapa jam
kemudian kelemahan memberat sampai ke-2 tungkai ditadak dapat digerakan, dan
mulai saat ini pasien tidak dapat berjalan, dan melakukan aktivitas sehari-hari, pasien
juga mengaku setelah mengalami kelemahan di kedua kaki pasien segera dilakukan
pijat diseluruh tubuh, keluhan tidak membaik, dan tidak minum obat untuk
mengurangi keluhan tersebut.
5 Hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku kelemahan tidak kunjung
membaik, kedua kaki tidak dapat digerakan, selain itu keluhan disertai dengan kaki
bengkak, panas, dan merah di paha kanan atas, keluhan ini diikuti dengan rasa tebal
dan kesemutan di kedua telapak tangan keluhan ini dirasakan terus menerus, pasien
juga mengaku BAK dan BAB mulai tidak lancar,dan terdapat BAK sering namun
sedikit-sedikit, dan disertai dengan nyeri.
1
3 Hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku kelemahan kedua kaki tidak
kunjung membaik, rasa tebal dan kesemutan mulai membaik namun pasien mulai
merasa mengalami kelemahan pada saat menggenggam cangkir. Tidak ada faktor
yang memperberat dan memperingan keluhan tersebut.
Hari masuk rumah sakit dimana pasien mengaku kelemahan kedua kaki tidak
membaik, kaki semakin membengkak, diertai kemerahan di bagian paha kanan, nyeri
di keluhkan. Selain itu, pasien mengaku kedua tangan semakin lama semakin lemah
untuk diangkat dan menggenggam namun masih bisa untuk digerakkan, seluruh tubuh
pasien pegal-pegal, pasien mulai merasakan napas berat, napas berat dirasakan sejak 1
hari yang lalu, napas berat dirasakan terus-menerus. BAK tidak lancar, sering, keluar
sedikit-sedikit dan nyeri ketika BAK, BAB tidak lancar. Pasien mengaku tidak
merasakan kekurangan sensasi raba. Pasien tidak merasakan nyeri kepala, pusing
berputar atau kejang, nyeri dan kekakuan pada leher disangkal pasien, wajah merot
(-), lateralisasi (-), penurunan kesadaran (-) Pasien tidak merasa bicara pelo atau
kesulitan dalam berbicara, pandangan kabur disangkal. Pasien belum mengkonsumsi
obat-obatan untuk gejala yang diderita namun pasien mengaku sudah di pijit diseluruh
tubuh, namun gejala tidak berkurang. Keluhan batuk, pilek, sakit tenggorokan, BAB
cair, sesak napas sebelumnya di sangkal oleh pasien
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hal seperti ini sebelumnya : disangkal
2. Riwayat kesemutan : disangkal
3. Riwayat batuk lama : disangkal
4. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat diare : disangkal
6. Riwayat keganasan : disangkal
7. Riwayat hipertensi : disangkal
8. Riwayat DM : disangkal
9. Riwayat kejang : disangkal
10. Riwayat muntah proyektil : disangkal
11. Riwayat sulit menelan : disangkal
12. Riwayat trauma : diakui, pasien mengatakan sering mengalami jatuh ketika naik
sepedah atau ketika pasien sedang benerin rumah jatuh terakhir 10 tahun yang lalu,
ketika jatuh pasien tidak mengalami penurunan kesadaran. Hanya greges saja dan
2
hilang dengan pijat. Sekitar 1 minggu sebelum pasien merasakan kelemahan
dianggota gerak pasien mengaku mengalami demam, mengigil serta pegel-pegel
diseluruh tubuh. Demam, menggigil, dan pegel-pegel dirasakan jika pasien terlalu
banyak bekerja dan berkurang jika pasien istirahat keluhan demam dan mengiggil
dirasakan hilang timbul. Untuk keluhan demam, menggigil serta terasa pegel-pegel,
pasien hanya dipijat dan merasa keluhan tidak membaik, dan semakin parah sampai
menimbulkan kelemahan.
13. Riwayat mata kabur/penglihatan ganda : disangkal
F. Riwayat Penyakit Keluarga:
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat demam : disangkal
3. Riwayat Alergi : disangkal
4. Riwayat Batuk lama : disangkal
5. Riwayat keganasan : disangkal
6. Riwayat hipertensi : disangkal
7. Riwayat DM : disangkal
G. Riwayat Pribadi dan Sosial-Ekonomi:
Pasien hanya buruh yang tiap hari melakukan kerja keras mengangkat benda-benda berat.
Pasien jarang olahraga, pasien mengaku tidak mengalami penurunan BB dalam 1 tahun
terakhir ini. Pasien cukup menjaga kebersihan diri. Selain itu, pasien mengaku tidak
pernah mengkonsumsi alcohol, pasien tidak merokok, dan makan 3x 1 hari dengan lauk
pauk ditambah sayuran, pasien mengaku kurang minum air mineral.
H. ANAMNESIS SISTEM :
Sistem cerebrospinal : kelemahan anggota gerak (+), kesemutan dan baal (+/+), nyeri
kepala (-) kepusing berputar (-), muntah menyembur tiba-tiba
(-), pingsan (-), perubahan tingkah laku (-), wajah merot (-),
bicara pelo (-)
Sistem kardiovascular : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
Sistem respiratorius : sesak napas (+), batuk (-), riwayat batuk lama (-), asma (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), BAB sulit (+), flatus (+)
3
Sistem neuromuskuler : kesemutan (+) tremor (-), jejas/trauma (+) pernah mengalami
trauma namun pasien dipijat dan tidak terdapt keluhan, hanya mengaku badan pegel-
pegel
Sistem urogenital : BAK tidak lancar (+), nyeri, sedikit-sedikit, tidak berdah (+),
Namun berdarah ketika urin dialirkan menggunakan DC urin
Sistem integumen : ruam merah (-)
I. RESUME PASIEN
Seorang pasien laki-laki, berusia 54 tahun datang dengan keluhan kelemahan kedua
kaki, kaki bengkak, diertai kemerahan di bagian paha kanan, nyeri di keluhkan. Selain itu,
pasien mengaku kedua tangan semakin lama semakin lemah untuk diangkat dan
menggenggam namun masih bisa untuk digerakkan, seluruh tubuh pasien pegal-pegal, pasien
mulai merasakan napas berat, napas berat dirasakan sejak 1 hari yang lalu, napas berat
dirasakan terus-menerus. BAK tidak lancar, sering, keluar sedikit-sedikit dan nyeri ketika
BAK, BAB tidak lancar. Pasien mengaku tidak merasakan kekurangan sensasi raba. Pasien
tidak merasakan nyeri kepala, pusing berputar atau kejang, nyeri dan kekakuan pada leher
disangkal pasien, wajah merot (-), lateralisasi (-), penurunan kesadaran (-) Pasien tidak
merasa bicara pelo atau kesulitan dalam berbicara, pandangan kabur disangkal. Sekitar 1
minggu sebelum pasien mengalami kelemahan pada ke-2 ekstremitas bagian bawah pasien
mengaku mengalami demam, menggigil dan pegel-pegel ketika pasien kelelahan.
J. DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien mengalami kelemahan di kedua
kaki, kelemahan. keluhan ini diikuti dengan rasa tebal dan kesemutan di kedua
telapak tangan keluhan ini dirasakan terus menerus, rasa tebal dan kesemutan
mulai membaik namun pasien merasakan mulai merasa mengalami kelemahan
pada saat menggenggam cangkir. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
Hal diatas dapat menjadi tanda adanya gangguan yang dominan pada area motorik
diikuti dengan ciri gangguan area sensorik yang merupakan karakteristik klinis dari
gangguan LMN (lower motor neuron) dengan onset < 3 minggu sehingga dapat kita
golongkan sebagai onset akut. Hal ini diperkuat dengan diikuti gejala kelainan flaccid dan
tidak ditemukannya penurunan kesadaran, kejang dan penurunan fungsi kognitif.
4
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan studi fisiologi, dikenal 2 tipe paresis yaitu kelainan
UMN (upper motor neuron) dan LMN (lower motor neuron).
Lower motor neuron (LMN), merupakan neuron eferen dari system saraf perifer yang
mengubungkan system saraf pusat yaitu medulla spinalis (kornu anterior) dengan otot.
Ciri-ciri klinik pada lesi LMN, yaitu :
1. Kelumpuhan / kelemahan bersifat flaccid
2. Penurunan tonus otot
3. Paralisis flaccid otot
4. Atrofi otot
5. Atoni
6. Hiporefleks / arefleks
7. reflex patologis negative
Pasien juga merasakan napas berat 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan
napas semakin berat hingga pasien dibawa ke IGD
Kelemahan progresif pada kelainan LMN dapat mengenai otot inspirasi dan ekspirasi
pernafasan sehingga menyebabkan rasa sesak dan gangguan pernafasan.
Pasien mengalami BAK tidak lancar, sering, sedikit-sedikit, saat BAK terasa
nyeri
Pada GBS kemungkinan pasien dapat mengalami retensi urine. Gangguan kandung
kencing dapat terjadi pada bagian tingkat lesi tergantung jaras yang terkena, Lesi di LMN
dimana kerusajab radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis maupu ekstradural akan
menimbulkan gangguan LMN dari fungsi kandung kencing dan hilangnya sensabilitas
kandung kencing.
Sekitar 1 minggu sebelum pasien mengalami kelemahan pada ke-2 ekstremitas
bagian bawah pasien mengaku mengalami demam, menggigil dan pegel-pegel ketika
pasien kelelahan.
Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus akibat infeksi
atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas. Demam pada infeksi
terjadi akibat mikroorganusme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE atau faktor
piogenik. Infeksi mikroorganisme dapat menjadi faktor risiko dari gejala kelemahan,
kesemutan dan baal yang dirasakan pasien.
5
A. GUILLAIN BARRE SYNDROME
1) Definisi
Sindrom Guillain Barre (SGB) / Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah suatu
sekumpulan gejala poliradikulaneuropati autoimun yang terjadi pasca-infeksi, terutama
mengenai neuron motorik, namun dapat juga mengenai neuron sensorik dan otonom.
Termasuk dalam kelainan LMN pada kerusakan neurologi.2
2) Epidemiologi
Di Amerika Serikat insiden SGB per tahun berkisar antara 0,4 – 2,0 per 100.000
orang, tidak diketahui jumlah kasus terbanyak menurut musim yang ada di Amerika
Serikat. Di internasional angka kejadian sama yakni 1 – 3 per 100.000 orang per tahun di
seluruh dunia untuk semua iklim dan sesama suku bangsa, kecuali di China yang
dihubungkan dengan musim dan infeksi Campylobacter memiliki predileksi pada musim
panas.
Dapat mengenai pada semua usia, terutama puncaknya pada usia dewasa muda
yaitu 15-35 tahun dan dapat juga terjadi pada usia tua 50-75 tahun, yang diyakini
disebabkan oleh penurunan mekanisme imunosupresor. Perbandingan antara pria dan
wanita adalah 1,25 : 1 3
3) Etiologi
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan
merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini
merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah
penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :
1. Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
Human Immunodefficiency Virus (HIV).
2. Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
3. Trauma Pascah pembedahan dan Vaksinasi.
4. 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
Klasifikasi GBS 1,2
1. Acute inflamatorry demyelinating polyneurophaty (AIDP)
6
AIDP merupakan tipe SGB yang paling sering ditemui. AIDP terutama
mengenai neuron motoric, namun dapat mengenai neuron sensorik dan otonom.
Serologi C.jejuni di temukan positif pada sekitar 40% kasus subtype ini,
sebagian kecil ditemukan antibody GM1.
2. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan
perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan
dengan infeksi saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah
degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan
sedikit demielinisasi.
3. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna Compylobacter jejuni dan
titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita
tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe
demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan
hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik.
Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1
tahun.
4. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus
SGB. Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia
terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi
ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam
hitungan minggu atau bulan
5. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan
gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih
dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.
6. Acute pandysautonomia
7. Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi.
Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan
terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna,
anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
7
4) Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf
tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama
berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul
pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa
limfosit pada hari kesembilan dan makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan
pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin, akson, dan selubung schwan berjalan
secara progresif, sehingga pada hari keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi
telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis
dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson.2
5) Patogenesis
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada
SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun
tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen
normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi
infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi
sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip
dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang
menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan
dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama
terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-
8
reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.
Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T
merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk
makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan
hambatan penghantaran impuls saraf.
6) Gejala Klinis
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, dengan
ciri khas parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat
ekstremitas yang bersifat asendens 1,3. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral 1,2 .
Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali 2. gejala klinis
yang dapat timbul pada GBS adalah :
1. Kelemahan Motorik
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan
menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke
ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi
mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid.
Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial
diplegia. Pasien mengalami paralisis yang khas dapat disebut juga Landry’s
ascending paralysis. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara
signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam
bernafas. Pada anak-anak biasanya menjadi mudah terangsang dan
progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu
untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia.
2. Perubahan Sensorik
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan
dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan
sensasi getar 8. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan
disestesia pada extremitas distal 1. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai
kelemahan otot yang terjadi 5. Pada anak anak rasa sakit ini biasanya
merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.
3. Perubahan otonom
9
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis
dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom
dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing,
Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan
sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan
4. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf
kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum
mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy
Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada
pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan
tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena
subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.
5. Lain-lain
Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah pasien SGB
cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang
khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas,
Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang
memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari
pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka dan dapat
ditemui penglihatan kabur (blurred visions).
7) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dan metabolik biasanya diperiksa untuk mencari
penyebab dari penyakit ini, yang sering meninbulkan GBS ialah adanya infeksi
sebelumnnya, elektrolit dan fungsi liver diperiksa bila diperlukan. Pemeriksaan
ini dilakukan juga untuk menyingkirkan penyebab lain paralisis.
2. Pemeriksaan LCS /CSS
Kebanyakan pasien dengan GBS mempunyai kenaikan level protein LCS
(>0,55g/L). Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit
tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi
pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien
10
akan menunjukkan jumlah sel monosit < 10/mm3 (albuminocytologic
dissociation).
3. Pemeriksaan EMG
Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu
kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.
Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan
atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang memanjang
dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke
2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot,
dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.
Pada beberapa keadaan, gambaran EMG dapat normal karena demielinisasi
terjadi pada otot paling proksimal sehingga tidak dapat dinilai oleh EMG.
4. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan
kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan
gambaran cauda equina yang bertambah besar.
5. Pemeriksaan Antibodi
Pemeriksaan antibody antigangliosida dilakukan bila diagnose SGB sulit
ditegakan. Antibodi GM1 dan GD1 meningkat terutama pada varian AMAN
dan AMSAN.
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and
Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
Gejala utama :
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
atau tanpa disertai ataxia.
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan :
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
2. Biasanya simetris
11
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke-2 sampai ke-4
Pemeriksaan LCS :
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik :
Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis :
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata
8) Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda
vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk
memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB.
Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu
dilakukan tindakan trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator)
bila vital capacity turun dibawah 50%.
2. Imunoterapi
12
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
3. Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan
hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu
nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang
paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam
waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.
4. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto
antibodi tersebut. Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi
lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul
dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.
5. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
6. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps
paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera
setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai
untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.
9) Prognosis
13
Pada 95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya
sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor
masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang
disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3
minggu setelah gejala pertama kali timbul .
3 % pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa
tahun setelah onset pertama. PE dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relapsing
inflammatory polyneuropathy.
K. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : Tetraparese akut, paresthesia ekstremitas superior akut, retensi
urin, konstipasi
Diagnosis topis : Radiks neuron
Diagnosis etiologi : - Autoimun susp. Guillain Barre Syndrome
- Infeksi : Myositis
- Neoplasma : paraneoplastic syndrome
- trauma
L. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis :
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : composmentis/ GCS = E4M6V5= 15
c. TD : 140/90 mmHg
d. Nadi : 111 x/menit,reguler
e. Pernapasan : 24 x/menit
f. Suhu : 36,9oC
g. SpO2 : 98 %
h. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
i. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
j. THT : rhinorea (-), otorhea (-)
14
k. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
l. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea
ditengah, jejas atau benjolan di leher (-)
m. Thoraks : Cor :
1) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi :ictus cordis teraba tidak kuat angkat
3) Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea midclavicula sinistra
4) Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan DextraI:Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :vocal fremitus kanan = kiriPer: sonor Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronki (-)
Sinistra I:Simetris, retraksi dinding dada (-)Pal :vocal fremitus kanan = kiriPer: Sonor Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing(-),ronki(+) minimal
m. Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrik (-)
n. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
o. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema pitting (+/+)
b. Status PsikiatriTingkah laku : NormoaktifPerasaan hati : NormoritmikOrientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baikKecerdasan : dalam batas normalDaya ingat : dalam batas normal
c. Status NeurologiSikap : simetris dan lurusGerakan Abnormal : tetraparese ekstremitasCara Berjalan : tidak dapat dinilaiKognitif : tidak ada gangguan komunikasi
15
Anggota gerak atas Kanan Kiri
Gerakan Terbatas Terbatas
Kekuatan 4 4
Tonus N N
Trofi E E
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis - -
Sensibilitas Kesemutan, baal Kesemutan, baal
Klonus - -
Anggota gerak bawah Kanan Kiri
Gerakan Terbatas Terbatas
Kekuatan 2 2
Tonus N N
Trofi E E
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis - -
Sensibilitas - -
Klonus (-) (-)
Nervus Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Dbn Dbn
N. II. Optikus Daya penglihatan Dbn Dbn
Pengenalan warna Dbn Dbn
16
Lapang pandang Dbn Dbn
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial sdn sdn
Gerakan mata ke atas sdn sdn
Gerakan mata ke bawah sdn sdn
Ukuran pupil 3mm 3mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen sdn sdn
Gerakan mata ke lat-bwh sdn sdn
Strabismus konvergen sdn sdn
N. V. Trigeminus Menggigit
- -
Membuka mulut - -
Sensibilitas muka - -
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral sdn sdn
Strabismus konvergen sdn sdn
N. VII. Fasialis Kedipan mata Dbn Dbn
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
17
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Dbn Dbn
Meringis Dbn Dbn
Menggembungkan pipi Dbn Dbn
Daya kecap lidah 2/3 ant Dbn Dbn
N. VIII.
Vestibulokokleari
s
Mendengar suara bisik + +
Mendengar bunyi arloji + +
Tes Rinne TDL TDL
Tes Schwabach TDL TDL
Tes Weber TDL TDL
N. IX.
Glosofaringeus
Arkus faring Simetris Simetris
Daya kecap lidah 1/3 post Dbn
Refleks muntah Dbn
Sengau -
Tersedak -
N. X. Vagus Denyut nadi 111x/menit
Arkus faring Simetris
Bersuara Dbn
Menelan Dbn
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala Dbn Dbn
Sikap bahu Dbn Dbn
18
Mengangkat bahu Dbn Dbn
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII.
Hipoglossus
Sikap lidah Dbn
Artikulasi Dbn
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Simetris
Trofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -
*dbn = dalam batas normal
Pemeriksaan Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi + +
Pemeriksaan Sistem Otonom
Miksi : BAK kurang lancar, retensio urine (+), anuria (-)
Defekasi : BAB kurang lancar
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku kuduk: (-)
19
Kernig sign: (-)
Brudzinsky I: (-)
Brudzinsky II: (-)
Brudzinsky III: (-)
Brudzinsky IV: (-)
M. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
DARAH RUTIN
Hemoglobin 13,7 13,2 – 15.5 gr/dl
Leukosit27.000 H 3.800 – 10.600/ul
Eritrosit 4,04 L 4,4 – 5,9 juta
Hematokrit 36.1 L 40-52 %
Trombosit 291.000 150.000 – 400.000/ul
Gula Darah Sewaktu 112 74-106 mg/dl
SGOT 97 0-50
SGPT 103 0-50
Ureum 363 H 10 – 50
Kreatinin 3.27 H 0,62 – 1,1
HDL DIRECT 17 L 28 – 63
LDL KOLESTEROL 48.0 <160
ASAM URAT 6.68 2 – 7
KOLESTEROL 114 <200 dbn
TRIGLISERIDA 245 70 – 140
Natrium 130 L 136-146
Kalium 5.0 3,5-5,1
Chlorida 100 98-106
2. Pemeriksaan EKG
20
N. DISKUSI KEDUA
Dari hasil pemeriksaan diatas, ditemukan bahwa tekanan darah dan nadi, dan
pernafasan pasien meningkat yang dapat merupakan tanda dari disfungsi autonomy. Pada
pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan motorik tanpa disertai dengan
ganguan sensorik yang berupa teraparese falccid. Untuk refleks fisiologis pada pasien
menurun, dan refleks patologis negatif. Hal ini menunjukan adanya gangguan pada Lower
Motor Neuron tepatnya pada neuron motorik yang mengarah pada gejala
polyradiculoneuropathy dimana neuron motorik saraf perifer terganggu.
Pemeriksaan penunjang darah rutin, leukosit pasien meningkat yaitu 27.000, dimana
hasil ini dapat menunjukan adanya infeksi dalam tubuh pasien. Memperkuat terjadinya
penyakit GBS yang pada awalnya disertai dengan infeksi sebelum terdapatnya
kelemahan. Pada kimia klinik, SGOT, SGPT, Trigliserida meningkat, dan HDL menurun.
Untuk pemerisaan Ureum dan Kreatinin pasien mengalami peningkatan, dimana ureum
merupakan produk akhir dari katabolisme proteiin dan asam amino yang diproduksi oleh
hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk
kemudian difiltrasi oleh glomerulus. Pemeriksaan ureum sangat membantu untuk
21
menegakan diagnosis gagal ginjal akut atau Akut Kidney Injury (AKI). selain ureum
meningkat, pada pasien ini kreatinin juga meningkat, kreatinin merupakan hasil
pemecahan kreatinin fosfat otot, diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung massa
otot. Kadar kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan
kreatinin dan fungsi ginjal. Pada pemeriksaan elektrolit ditemukan penurunan natrium
atau hyponatremia yang merupakan salah satu tanda disfungsi otonom yaitu akibat
adanya gangguan serat saraf otonom karena kerusakan struktural oleh autoimun pada
GBS sehingga regulasi sektresi Antidiuretic Hormone (ADH) terganggu dan
menyebabkan syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH) The
syndrome of inappropriate secretion of anti diuretic hormone (SIADH) merupakan
keadaan dimana terdapat gangguan eksresi air yang disebabkan oleh ketidak mampuan
tubuh untuk menekan ADH, jika intake air melebihi air yang di ekskresi, retensi air dalam
tubuh akan menyebabkan hyponatremia.
Pada pemeriksaan USG Ginjal di diagnosis Klinis CKD dengan kesan gambaran
proses ginjal kronik kanan, nefrolitiasis kanan dan cystitis. Dari keluhan dan pemeriksaan
ekstremitas pasien ditemukan adanya pitting edem dan terjadi penuruan produksi urin
disertai urin yang berwarna merah darah, dapat ditegakan bahwa pasien tersebut bisa jadi
mengalami penurunan pada proses filtrasi ginjal.
Dari hasil seluruh pemeriksaan, diagnosis berupak myositis disingkirkan karena tidak
adanya demam, bengkak pada otot dan daerah periorbial. Sedangkan untuk paraneoplastic
syndrome pun disingkirkan karena tidak adanya kelemahan ekstremitas asimetris,
demam, dysgeusia dan cachexia. Pada pasien ini didapatkan tanda dan gejala yang
mengarah pada gangguan saraf tepi yaitu polyradiculoneuropathy simetris yang bersifat
akut dan prgresif dimana dapat disebut juga dengan Guillain-Barre Syndrome. Di pasien
ini terdpat pula diagnosis tambahan berupa Acute Kidney Injury dimana ditegakan
melalui Pemeriksaan Ureum, Kreatinin meningkat disertai dengan pemeriksaan USD
ditemukan adanya perjalanan penyakit ginjal kronis.
O. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis Klinis : tetraparese flaccid akut, paresthesia ekstremitas superior akut.
Diagnosis topis : Radiks neuron
Diagnosis etiologi : Autoimun susp. Guillain Barre Syndrome
Infeksi
Diagnosis Tambahan : Acute Kidney Injury (Hasil Konsul Penyakit Dalam)
22
P. Dasar Diagnosis
Dasar diagnosis klinis : adanya kelemahan pada keempat anggota gerak dan terjadi
sesibilitas pada ekstremitas atas dengan onset akut kurang dari 14 hari dan progresif,
ditemukan adanya peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, dan ditemukan
hyponatremia pada pemeriksaan penunjang.
Dasar Diagnosis Topis : adanya kelemahan ke-empat anggota gerak
Dasar diagnosis etiologi : sebelum kelemahan terjadi terdapat riwayat infeksi
sebelumnya dan ditemukan peningkatan hasil lab darah lengkap leukosit meningkat
hingga 27.000.
Dasar diagnosis tambahan : ditemukan terdapat retensi urin, ketika menggunakan DC urin
keluar berwarna merah darah, dan terdapat peningkatan ureum kreatinin disertai dengan
gambaran USG.
Q. PLANNING
Planning Diagnosis:
Pemeriksaan LCS
Kebanyakan pasien dengan GBS mempunyai kenaikan level protein LCS
(>0,55g/L). Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit
tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi
pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien
akan menunjukkan jumlah sel monosit < 10/mm3 (albuminocytologic
dissociation).
Pemeriksaan imunoserologi
Pemeriksaan antibody antigangliosida dilakukan bila diagnose SGB sulit
ditegakan. Antibodi GM1 dan GD1 meningkat terutama pada varian AMAN dan
AMSAN.
Elekromiografi (EMG)
Elekromiografi (EMG) adalah teknik yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi
saraf dan otot dengan cara merekam aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot
skeletall
Rontgen Thorax PA
23
Rontgen dada atao thorax adalah pemeriksaan dengan menggunakan radiasi
elektromagnetik guna menampilkan gambaran bagian dalam dada, dimana pada
penyakit GBS dilakukan rontgen thorax guna melihat Hiperplasia Thymus
R. TERAPI
Pada penderita ini diberikan terapi :
Medikamentosa :
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
- Inj Methylcobalamin 1x1amp
- Inj Methylprednisolone 4x125mg dosis tetap
- Inj Sohobion 1x1amp
- Inj Omeprazole 1x1amp
- PO Essential ketoacids 3x1
- PO Sucralfat 3x1C
S. DISKUSI III
Injeksi ceftriaxone 2x1gr
Merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu
paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram posiif maupun
gram negatif. Bekerja dengan menghambat pembentukkan dinding kuman. Dosis
intravena pada dewasa 0.5-2 gram.
Injeksi methylcobalamin 1x1amp
Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin
B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peran penting dalam
pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak. Mecobalamin
merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang berperan dalam
reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan dengan
homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal kaitannya dengan
metabolisme asam nukleat, protein dan lemak. Mecobalamin/methylcobalamin
meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.Mecobalamin
bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin. Mecobalamin terlibat dalam
24
sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat sintesis DNA dan RNA.
Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin mempercepat sintesis lesitin, suatu
komponen utama dari selubung mielin. Mecobalamin diperlukan untuk kerja
normal sel saraf. Bersama asam folat dan vitamin B6, mecobalamin bekerja
menurunkan kadar homosistein dalam darah. Homosistein adalah suatu senyawa
dalam darah yang diperkirakan berperan dalam penyakit jantung.
Injeksi methylpprednisolone 4x125gr dosis tetap
Methylprednisolone digunakan pada indikasi alergi dan inflamasi, penyakit
reumatik yang memberi respon terhadap terapi kortikosteroid, penyakit kulit dan
saluran napas, penyakit endokrin, penyakit autoimun sebagai imunosupresan,
gangguan hematologic, syndrome nefrotik.
Injeksi Sohobio 1x1amp
Indikasi obat ini untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B12, B6
dan B1 misalnya beri-beri, neuritis perifer dan neuralgia.
Injeksi Omeprazole 1x1amp
Pada pasien ini diberikan Methylprednisolon dosis tinggi dimana pemberian dosis
tinggi dapat meningkatkan risiko terkenanya perdarahan saluran cerna bagian atas
dan perforasi atau tukak lambung/peptik. Sekresi mukosa yang berfungsi sebagai
proteksi lambung terhadap asam lambung dan enzim akan menurun pada saat
prostagllandin dihambat. Dimana untuk mencegah itu terjadi diberikan obat
inhibitor pompa proton yaitu omeprazole. Golongan inhibitor pompa proton dapat
menekan sekresi asam lambung karena memblok tahap akhir sekresi asam
lambung.
PO Sucralfat Sirup 3x1Cth
Sukralfat adalah obat yang dapat membentuk sawar untuk melindungi mukosa
lambung sehingga berperan sebagai antiulkus. Sukralfat bekerja dengan cara
membentuk kompleks polimer yang dapat melapisi jaringan tukak denga cara
mengikat eksudat protrin pada lokasi ulkus. Kompleks polimer yang terbentuk
berfungsi sebagai sawar/ barrier yang mencegah keluarnya asam, pepsin dan
asam empedu/bile salts, sehingga dapat melindungi lambung dari kerusakan lebih
lanjut.
25
T. PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Dissability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distutition : Dubia ad bomam
U. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
5/8/2019 Pasien mengallami kelemahan pada tungkai kanan dan kiri, tidak dapat berdiri maupun berjalan, bengkak +, nyeri + dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. terasa sedikit lemah pada tangan atas dan bawah disertai dengan kesemutan dan baal,napas berat (+), pusing (-), BAB (+) sulit, Kentut (+), BAK (+) sedikit, sering.
Kesadaran: CM
GCS :E4M6V5
TD : 140/90
N : 111x/m
RR : 24x/m
S: 36,90C
SpO2: 96%
Motorik
Superior 444/444
Inferior 222/222
OBS Tetraparese susp GBS
Infus:
RL 20 Tpm
Injeksi:
Inj Mecobalamin 1x1
Inj Sohobion 1x1
Inj Ranitidin2x1
6/8/2019 Pasien masih merasakan kelemahan pada kedua tungkai, tidak dapat duduk dan berjalan, bengkak pada tungkai (+), nyeri pada paha kanan (+), merah (+) tangan masih lemah namun sudah sedikit membaik, kesemutan (+) baal (+)
Kesadaran: CM
GCS :E4M6V5
TD : 130/80
N : 94x/m
RR : 23x/m
S: 36,90C
SpO2: 97%
GBS tipe AMAN H2
Diagnosis Penyakit Dalam :
AKI (Acute Kidney Injury)
Infus:
RL 20 Tpm
Injeksi:
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Mecobalamin 1x1
Inj MP 4x125
26
membaik,napas berat ketika oksigen dilepas (+) mual (-), muntah (-), pusing gleyer (-), bicara pelo (-), BAB (+) sulit, BAK (+) melalui selang berwarna merah gelap, terasa nyeri
Motorik
Superior 444/444
Inferior 222/222
Inj Sohobion 1x1
Inj Omeprazole 1x1
PO:
Essential ketoacids 3x1
Sucralfat Syr 3x1cth
Ciloztazol 1x1
Konsul Spesialis Penyakit Dalam:
Hidrasi bila sudah selesai di evaluasi jika kreatinin dan ureum tetap dilakukan HD
Inj Omeprazole 1x1amp
Inj ceftriaxone 2x1
7/8/2019 Pasien masih
merasakan kelemahan
pada kedua tungkai,
nyeri paha bagian
kanan, merah (+),
bengkak (+)
mmembaik. keluhan
lemah pada kedua
tangan membaik
sudah dapat
menggenggam kuat
dan sudah dapat
mengangkat tangan
sampai keatas, mual
muntah, psung gleyer
disangkal, BAB (+)
Kesadaran: CM
GCS :E4M6V5
TD : 130/80
N : 87x/m
RR : 22x/m
S: 36,70C
SpO2: 98%
Motorik
Superor 555/555
Inferior 222/222
GBS Tipe
AMAN
Infus:
RL 20 Tpm
Injeksi:
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Mecobalamin 1x1
Inj MP 4x125
Inj Sohobion 1x1
Inj Omeprazole 1x1
PO:Essential ketoacids 3x1
Sucralfat Syr 3x1cth
Ciloztazol 1x1
27
sedikit, BAK (+) DC
berwarna kuning
keruh, napas berat
berkurang
Program Penyakit
dalam : HD, USG
Abdomen (ginjal)
8/8/2019 Pasien mengaku
keluhan lemah
dikedua tungkai sudah
mulai membaik, kaki
dapat digeser namun
tidak dapat diangkat,
duduk belum kuat,
kaki masih terasa
nyeri dipaha kanan,
bengkak berkurang,
kelemahan pada
tanggan sudah tidak
dirasakan, sesak napas
-, BAB (+) sedikit,
BAK berwarnah
kuning kruh
Kesadaran: CM
GCS :E4M6V5
TD : 130/90
N : 77x/m
RR : 20x/m
S: 36,70C
SpO2: 98%
Motorik :
Superior 555/555
Inferior 222/222
GBS Tipe
AMAN
Infus:
RL 20 Tpm
Injeksi:
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Mecobalamin 1x1
Inj MP 4x125
Inj Sohobion 1x1
Inj Omeprazole 1x1
PO:Essential ketoacids 3x1
Sucralfat Syr 3x1cth
Ciloztazol 1x1
9/8/2019 Pasien mengaku
keluhan lemah
dikedua tungkai sudah
mulai membaik, kaki
dapat digeser dan
diangkat, duduk
belum kuat, kaki
masih terasa nyeri
dipaha kanan,
bengkak berkurang,
kelemahan pada
tanggan sudah tidak
Kesadaran: CM
GCS :
E4M6V5
TD : 130/80
N : 65x/m
RR : 20x/m
S: 36,70C
GBS Tipe
AMAN
Infus:
RL 20 Tpm
Injeksi:
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Mecobalamin 1x1
Inj MP 4x125
Inj Sohobion 1x1
Inj Omeprazole 1x1
28
dirasakan, sesak napas
-, BAB (+) sedikit,
BAK berwarnah
kuning kruh
SpO2: 98%
motorik
Superior 555/555
Inferior 333/333
PO:Essential ketoacids 3x1
Sucralfat Syr 3x1cth
Ciloztazol 1x1
10/8/2019 Pasien mengaku
keluhan lemah
dikedua tungkai sudah
mulai membaik, kaki
dapat digeser dan
diangkat namun lebih
tinggi dari hari
kemarin, duduk belum
kuat, kaki masih
terasa nyeri dipaha
kanan, bengkak
berkurang, kelemahan
pada tanggan sudah
tidak dirasakan, sesak
napas -, BAB (+)
sedikit, BAK
berwarnah kuning
kruh
Kesadaran: CM
GCS :
E4M6V5
TD : 130/90
N : 89x/m
RR : 18x/m
S: 36,70C
SpO2: 98%
motorik
Superior 555/555
Inferior 333/333
GBS Tipe
AMAN
Infus:
RL 20 Tpm
Injeksi:
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Mecobalamin 1x1
Inj MP 4x125
Inj Sohobion 1x1
Inj Omeprazole 1x1
PO:Essential ketoacids 3x1
Sucralfat Syr 3x1cth
Ciloztazol 1x1
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Andary, MT. 2016, Guillain Barre Syndrome. Medscape reference, http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview
2. Guillain-Barré Syndrome. Available from: http://www.medicinenet.com/guillain-
barre_syndrome/article.htm http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm .
3. Ginsberg, L 2008, Neurologi Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta, hlm. 34-40, 81- 4
4. Hartung HP. Infections and the Guillain-Barré Syndrome. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
1999; 66: p. 277. doi:10.1136/jnnp.66.3.277
5. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :
URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.
6. Kurniawan, S. N. 2013. Sindroma Guillain-Barre dalam Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan II Neurologi Malang 2013. PT Danar Wijaya, Malang. p27-42
7. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome,
http://www.americanfamilyphysician.com.
8. Overview of Guillain-Barre Syndrome. http:// www.mayoclinic.com /health/ guillain-
barre- syndrome /DS00413/ DSECTION.
9. Qureshi I, Endres JR. Citicoline: A Novel Therapeutic Agent with Neuroprotective,
Neuromodulatory, and Neuroregenerative Properties. Nat Med J. 2010
10. Ramachandran TS, Lorenzo N. Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy. In: Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy. New York, NY: WebMD.
http://emedicine.medscape.com/article/1169959-overview. Updated June 8, 2017.
Accessed June 13, 2017
11. Tanto,C, dkk, 2014 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-4.Jilid 1 FKUI,
Jakarta: Medica Aesculpalus.
30
top related