repository.uinjkt.ac.id · 2020. 9. 23. · kata pengantar. assalamu’alaikum wr. wb. puji syukur...
Post on 27-Dec-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTORYANGMEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR LADA
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
SKRIPSI
Dewi Susilawati1112092000036
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA2017 M1438 H
ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTORYANGMEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR LADA
INDONESIADI PASAR INTERNASIONAL
Dewi Susilawati1112092000036
SkripsiDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Agribisnis pada Program Studi AgribisnisFakultas Sains dan Teknologi
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA2017 M 1438 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGAMANAPUN
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi SusilawatiNIM 1112092000036
DAFTAR RIWAYATHIDUP
Nama Dewi Susilawati
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat Tangal Lahir Tangerang 3 April 1994
Agama Islam
Alamat Kp Pasir Gaok RTRW 003003 Desa Palasari
Kec Legok Kab Tangerang 15820
No Hp 089680674938085285647162
Email ddewcleopatragmailcom
Formal
2012 - 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 - 2012 MAN Cipasung
2008 - 2005 MTs Cipasung
1999 - 2005 SDN Palasari IV
Non Formal
2008 - 2012 Pondok Pesantren Cipasung
2012 - 2014 Mahad Al-Jamirsquoah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 - 2007 Bendahara OSIS MTs Cipasung
2010 - 2011 Pengurus Asrama Raudlatul Banat 1 Bidang Pendidikan
2013 - 2014 Anggota Bidang Kerumah Tanggaan Organisasi Mahasantri
Mahad (OMM)
Data Diri
Riwayat Pendidikan
Pengalaman Organisasi
2013 - 2014 Anggota Forum Mahasiswa Bidikmisi (FORMABI) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 - 2015 Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
2015 Bakso Sehat Bakso Atom
2013 Mentor Agricam Angkatan 2013
2013 Panitia Bidikmisi Ambassador 2014
2014 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2014
2015 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2015
2015 Volunteer Santunan 1000 Anak Yatim Nasional
2016 Committee in The International Conference on Science and
Technology (ICOSAT)
2011 Juara 2 Cerdas Cermat Bahasa Arab Pagelaran Seni Bahasa dan
Budaya Arab (PERSADA) 2011 Tingkat Jawa Barat Keluarga
Mahasiswa Bahasa Arab (KEMABA) Universitas Pendidikan
Indonesia
2015 Essay terbaik COINS - Ekonomi Islam
Pengalaman Kerja
Prestasi
Pengalaman Lainnya
RINGKASAN
Dewi Susilawati Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang MempengaruhiVolume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional Di bawah bimbingan IwanAminudin dan Puspi Eko Wiranthi
Lada merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor IndonesiaBerdasarkan data International Pepper Community (2013) Indonesia merupakanprodusen dan eksportir kedua lada dunia setelah Vietnam Dalam kurun waktusepuluh tahun yaitu tahun 2004-2013 neraca perdagangan lada Indonesia adalahpositif dan produktivitasnya tinggi Hal ini sejalan dengan permintaan lada duniayang juga meningkat sebesar 2962 Besarnya pertumbuhan permintaan ladadunia mendorong negara-negara eksportir untuk meningkatkan ekspor ladanyaAdapun negara-negara eksportir lada yang mejadi pesaing utama lada Indonesiaadalah Vietnam dan Brazil
Berdasarkan data UN Comtrade (2016) terdapat sembilan belas negara yangmenjadi tujuan ekspor lada Indonesia secara kontinu dari tahun 2004-2013 yaituAmerika Serikat Australia Belanda Belgia Bulgaria Hongkong India InggrisItalia Jepang Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Pakistan PerancisRusia Singapura dan Vietnam Dayasaing lada Indonesia di negara-negaratersebut secara umum secara komparatif telah berdayasaing kuat kecuali diKorea Selatan Malaysia dan Pakistan Sedangkan secara kompetitif Indonesiaberada pada posisi Rising Star di Belanda India Italia Jepang dan JermanPosisi Falling Star di Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia PosisiLost Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan SingapuraSerta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Secara umumIndonesia juga cenderung menjadi negara ekportir lada di negera-negara tujuanekspornya dengan pertumbuhan perdagangan tahap kematangan danpertumbuhan
Selain dayasaing penelitian ini menggunakan teori Gravity Model untukmengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume ekspor ladaIndonesia di pasar internasional yaitu rata-rata PDB per kapita Jarak EkonomiHarga Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan metoderegresi data panel dengan data time series tahun 2004-2013 dan data cross sectionsembilan belas negara diperoleh model Random Efffect dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0155065 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabelbebas sebesar 1551 dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu VolumeEkspor Lada Sisanya yaitu 8449 dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luarpenelitian Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volumeekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapitaJarak Ekonomi Harga dan Populasi Sedangkan Kurs Riil dan Indeks HargaKonsumen tidak berpengaruh signifikan
Kata Kunci Ekspor Lada Dayasaing RCA EPD ISP dan Gravity Model
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
ANALISIS DAYASAING DAN FAKTOR-FAKTORYANGMEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR LADA
INDONESIADI PASAR INTERNASIONAL
Dewi Susilawati1112092000036
SkripsiDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Agribisnis pada Program Studi AgribisnisFakultas Sains dan Teknologi
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA2017 M 1438 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGAMANAPUN
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi SusilawatiNIM 1112092000036
DAFTAR RIWAYATHIDUP
Nama Dewi Susilawati
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat Tangal Lahir Tangerang 3 April 1994
Agama Islam
Alamat Kp Pasir Gaok RTRW 003003 Desa Palasari
Kec Legok Kab Tangerang 15820
No Hp 089680674938085285647162
Email ddewcleopatragmailcom
Formal
2012 - 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 - 2012 MAN Cipasung
2008 - 2005 MTs Cipasung
1999 - 2005 SDN Palasari IV
Non Formal
2008 - 2012 Pondok Pesantren Cipasung
2012 - 2014 Mahad Al-Jamirsquoah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 - 2007 Bendahara OSIS MTs Cipasung
2010 - 2011 Pengurus Asrama Raudlatul Banat 1 Bidang Pendidikan
2013 - 2014 Anggota Bidang Kerumah Tanggaan Organisasi Mahasantri
Mahad (OMM)
Data Diri
Riwayat Pendidikan
Pengalaman Organisasi
2013 - 2014 Anggota Forum Mahasiswa Bidikmisi (FORMABI) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 - 2015 Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
2015 Bakso Sehat Bakso Atom
2013 Mentor Agricam Angkatan 2013
2013 Panitia Bidikmisi Ambassador 2014
2014 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2014
2015 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2015
2015 Volunteer Santunan 1000 Anak Yatim Nasional
2016 Committee in The International Conference on Science and
Technology (ICOSAT)
2011 Juara 2 Cerdas Cermat Bahasa Arab Pagelaran Seni Bahasa dan
Budaya Arab (PERSADA) 2011 Tingkat Jawa Barat Keluarga
Mahasiswa Bahasa Arab (KEMABA) Universitas Pendidikan
Indonesia
2015 Essay terbaik COINS - Ekonomi Islam
Pengalaman Kerja
Prestasi
Pengalaman Lainnya
RINGKASAN
Dewi Susilawati Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang MempengaruhiVolume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional Di bawah bimbingan IwanAminudin dan Puspi Eko Wiranthi
Lada merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor IndonesiaBerdasarkan data International Pepper Community (2013) Indonesia merupakanprodusen dan eksportir kedua lada dunia setelah Vietnam Dalam kurun waktusepuluh tahun yaitu tahun 2004-2013 neraca perdagangan lada Indonesia adalahpositif dan produktivitasnya tinggi Hal ini sejalan dengan permintaan lada duniayang juga meningkat sebesar 2962 Besarnya pertumbuhan permintaan ladadunia mendorong negara-negara eksportir untuk meningkatkan ekspor ladanyaAdapun negara-negara eksportir lada yang mejadi pesaing utama lada Indonesiaadalah Vietnam dan Brazil
Berdasarkan data UN Comtrade (2016) terdapat sembilan belas negara yangmenjadi tujuan ekspor lada Indonesia secara kontinu dari tahun 2004-2013 yaituAmerika Serikat Australia Belanda Belgia Bulgaria Hongkong India InggrisItalia Jepang Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Pakistan PerancisRusia Singapura dan Vietnam Dayasaing lada Indonesia di negara-negaratersebut secara umum secara komparatif telah berdayasaing kuat kecuali diKorea Selatan Malaysia dan Pakistan Sedangkan secara kompetitif Indonesiaberada pada posisi Rising Star di Belanda India Italia Jepang dan JermanPosisi Falling Star di Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia PosisiLost Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan SingapuraSerta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Secara umumIndonesia juga cenderung menjadi negara ekportir lada di negera-negara tujuanekspornya dengan pertumbuhan perdagangan tahap kematangan danpertumbuhan
Selain dayasaing penelitian ini menggunakan teori Gravity Model untukmengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume ekspor ladaIndonesia di pasar internasional yaitu rata-rata PDB per kapita Jarak EkonomiHarga Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan metoderegresi data panel dengan data time series tahun 2004-2013 dan data cross sectionsembilan belas negara diperoleh model Random Efffect dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0155065 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabelbebas sebesar 1551 dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu VolumeEkspor Lada Sisanya yaitu 8449 dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luarpenelitian Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volumeekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapitaJarak Ekonomi Harga dan Populasi Sedangkan Kurs Riil dan Indeks HargaKonsumen tidak berpengaruh signifikan
Kata Kunci Ekspor Lada Dayasaing RCA EPD ISP dan Gravity Model
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGAMANAPUN
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi SusilawatiNIM 1112092000036
DAFTAR RIWAYATHIDUP
Nama Dewi Susilawati
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat Tangal Lahir Tangerang 3 April 1994
Agama Islam
Alamat Kp Pasir Gaok RTRW 003003 Desa Palasari
Kec Legok Kab Tangerang 15820
No Hp 089680674938085285647162
Email ddewcleopatragmailcom
Formal
2012 - 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 - 2012 MAN Cipasung
2008 - 2005 MTs Cipasung
1999 - 2005 SDN Palasari IV
Non Formal
2008 - 2012 Pondok Pesantren Cipasung
2012 - 2014 Mahad Al-Jamirsquoah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 - 2007 Bendahara OSIS MTs Cipasung
2010 - 2011 Pengurus Asrama Raudlatul Banat 1 Bidang Pendidikan
2013 - 2014 Anggota Bidang Kerumah Tanggaan Organisasi Mahasantri
Mahad (OMM)
Data Diri
Riwayat Pendidikan
Pengalaman Organisasi
2013 - 2014 Anggota Forum Mahasiswa Bidikmisi (FORMABI) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 - 2015 Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
2015 Bakso Sehat Bakso Atom
2013 Mentor Agricam Angkatan 2013
2013 Panitia Bidikmisi Ambassador 2014
2014 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2014
2015 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2015
2015 Volunteer Santunan 1000 Anak Yatim Nasional
2016 Committee in The International Conference on Science and
Technology (ICOSAT)
2011 Juara 2 Cerdas Cermat Bahasa Arab Pagelaran Seni Bahasa dan
Budaya Arab (PERSADA) 2011 Tingkat Jawa Barat Keluarga
Mahasiswa Bahasa Arab (KEMABA) Universitas Pendidikan
Indonesia
2015 Essay terbaik COINS - Ekonomi Islam
Pengalaman Kerja
Prestasi
Pengalaman Lainnya
RINGKASAN
Dewi Susilawati Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang MempengaruhiVolume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional Di bawah bimbingan IwanAminudin dan Puspi Eko Wiranthi
Lada merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor IndonesiaBerdasarkan data International Pepper Community (2013) Indonesia merupakanprodusen dan eksportir kedua lada dunia setelah Vietnam Dalam kurun waktusepuluh tahun yaitu tahun 2004-2013 neraca perdagangan lada Indonesia adalahpositif dan produktivitasnya tinggi Hal ini sejalan dengan permintaan lada duniayang juga meningkat sebesar 2962 Besarnya pertumbuhan permintaan ladadunia mendorong negara-negara eksportir untuk meningkatkan ekspor ladanyaAdapun negara-negara eksportir lada yang mejadi pesaing utama lada Indonesiaadalah Vietnam dan Brazil
Berdasarkan data UN Comtrade (2016) terdapat sembilan belas negara yangmenjadi tujuan ekspor lada Indonesia secara kontinu dari tahun 2004-2013 yaituAmerika Serikat Australia Belanda Belgia Bulgaria Hongkong India InggrisItalia Jepang Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Pakistan PerancisRusia Singapura dan Vietnam Dayasaing lada Indonesia di negara-negaratersebut secara umum secara komparatif telah berdayasaing kuat kecuali diKorea Selatan Malaysia dan Pakistan Sedangkan secara kompetitif Indonesiaberada pada posisi Rising Star di Belanda India Italia Jepang dan JermanPosisi Falling Star di Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia PosisiLost Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan SingapuraSerta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Secara umumIndonesia juga cenderung menjadi negara ekportir lada di negera-negara tujuanekspornya dengan pertumbuhan perdagangan tahap kematangan danpertumbuhan
Selain dayasaing penelitian ini menggunakan teori Gravity Model untukmengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume ekspor ladaIndonesia di pasar internasional yaitu rata-rata PDB per kapita Jarak EkonomiHarga Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan metoderegresi data panel dengan data time series tahun 2004-2013 dan data cross sectionsembilan belas negara diperoleh model Random Efffect dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0155065 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabelbebas sebesar 1551 dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu VolumeEkspor Lada Sisanya yaitu 8449 dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luarpenelitian Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volumeekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapitaJarak Ekonomi Harga dan Populasi Sedangkan Kurs Riil dan Indeks HargaKonsumen tidak berpengaruh signifikan
Kata Kunci Ekspor Lada Dayasaing RCA EPD ISP dan Gravity Model
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
DAFTAR RIWAYATHIDUP
Nama Dewi Susilawati
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat Tangal Lahir Tangerang 3 April 1994
Agama Islam
Alamat Kp Pasir Gaok RTRW 003003 Desa Palasari
Kec Legok Kab Tangerang 15820
No Hp 089680674938085285647162
Email ddewcleopatragmailcom
Formal
2012 - 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 - 2012 MAN Cipasung
2008 - 2005 MTs Cipasung
1999 - 2005 SDN Palasari IV
Non Formal
2008 - 2012 Pondok Pesantren Cipasung
2012 - 2014 Mahad Al-Jamirsquoah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 - 2007 Bendahara OSIS MTs Cipasung
2010 - 2011 Pengurus Asrama Raudlatul Banat 1 Bidang Pendidikan
2013 - 2014 Anggota Bidang Kerumah Tanggaan Organisasi Mahasantri
Mahad (OMM)
Data Diri
Riwayat Pendidikan
Pengalaman Organisasi
2013 - 2014 Anggota Forum Mahasiswa Bidikmisi (FORMABI) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 - 2015 Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
2015 Bakso Sehat Bakso Atom
2013 Mentor Agricam Angkatan 2013
2013 Panitia Bidikmisi Ambassador 2014
2014 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2014
2015 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2015
2015 Volunteer Santunan 1000 Anak Yatim Nasional
2016 Committee in The International Conference on Science and
Technology (ICOSAT)
2011 Juara 2 Cerdas Cermat Bahasa Arab Pagelaran Seni Bahasa dan
Budaya Arab (PERSADA) 2011 Tingkat Jawa Barat Keluarga
Mahasiswa Bahasa Arab (KEMABA) Universitas Pendidikan
Indonesia
2015 Essay terbaik COINS - Ekonomi Islam
Pengalaman Kerja
Prestasi
Pengalaman Lainnya
RINGKASAN
Dewi Susilawati Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang MempengaruhiVolume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional Di bawah bimbingan IwanAminudin dan Puspi Eko Wiranthi
Lada merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor IndonesiaBerdasarkan data International Pepper Community (2013) Indonesia merupakanprodusen dan eksportir kedua lada dunia setelah Vietnam Dalam kurun waktusepuluh tahun yaitu tahun 2004-2013 neraca perdagangan lada Indonesia adalahpositif dan produktivitasnya tinggi Hal ini sejalan dengan permintaan lada duniayang juga meningkat sebesar 2962 Besarnya pertumbuhan permintaan ladadunia mendorong negara-negara eksportir untuk meningkatkan ekspor ladanyaAdapun negara-negara eksportir lada yang mejadi pesaing utama lada Indonesiaadalah Vietnam dan Brazil
Berdasarkan data UN Comtrade (2016) terdapat sembilan belas negara yangmenjadi tujuan ekspor lada Indonesia secara kontinu dari tahun 2004-2013 yaituAmerika Serikat Australia Belanda Belgia Bulgaria Hongkong India InggrisItalia Jepang Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Pakistan PerancisRusia Singapura dan Vietnam Dayasaing lada Indonesia di negara-negaratersebut secara umum secara komparatif telah berdayasaing kuat kecuali diKorea Selatan Malaysia dan Pakistan Sedangkan secara kompetitif Indonesiaberada pada posisi Rising Star di Belanda India Italia Jepang dan JermanPosisi Falling Star di Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia PosisiLost Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan SingapuraSerta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Secara umumIndonesia juga cenderung menjadi negara ekportir lada di negera-negara tujuanekspornya dengan pertumbuhan perdagangan tahap kematangan danpertumbuhan
Selain dayasaing penelitian ini menggunakan teori Gravity Model untukmengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume ekspor ladaIndonesia di pasar internasional yaitu rata-rata PDB per kapita Jarak EkonomiHarga Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan metoderegresi data panel dengan data time series tahun 2004-2013 dan data cross sectionsembilan belas negara diperoleh model Random Efffect dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0155065 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabelbebas sebesar 1551 dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu VolumeEkspor Lada Sisanya yaitu 8449 dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luarpenelitian Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volumeekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapitaJarak Ekonomi Harga dan Populasi Sedangkan Kurs Riil dan Indeks HargaKonsumen tidak berpengaruh signifikan
Kata Kunci Ekspor Lada Dayasaing RCA EPD ISP dan Gravity Model
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
2013 - 2014 Anggota Forum Mahasiswa Bidikmisi (FORMABI) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 - 2015 Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
2015 Bakso Sehat Bakso Atom
2013 Mentor Agricam Angkatan 2013
2013 Panitia Bidikmisi Ambassador 2014
2014 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2014
2015 Panitia AGRIrsquoS EVENT 2015
2015 Volunteer Santunan 1000 Anak Yatim Nasional
2016 Committee in The International Conference on Science and
Technology (ICOSAT)
2011 Juara 2 Cerdas Cermat Bahasa Arab Pagelaran Seni Bahasa dan
Budaya Arab (PERSADA) 2011 Tingkat Jawa Barat Keluarga
Mahasiswa Bahasa Arab (KEMABA) Universitas Pendidikan
Indonesia
2015 Essay terbaik COINS - Ekonomi Islam
Pengalaman Kerja
Prestasi
Pengalaman Lainnya
RINGKASAN
Dewi Susilawati Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang MempengaruhiVolume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional Di bawah bimbingan IwanAminudin dan Puspi Eko Wiranthi
Lada merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor IndonesiaBerdasarkan data International Pepper Community (2013) Indonesia merupakanprodusen dan eksportir kedua lada dunia setelah Vietnam Dalam kurun waktusepuluh tahun yaitu tahun 2004-2013 neraca perdagangan lada Indonesia adalahpositif dan produktivitasnya tinggi Hal ini sejalan dengan permintaan lada duniayang juga meningkat sebesar 2962 Besarnya pertumbuhan permintaan ladadunia mendorong negara-negara eksportir untuk meningkatkan ekspor ladanyaAdapun negara-negara eksportir lada yang mejadi pesaing utama lada Indonesiaadalah Vietnam dan Brazil
Berdasarkan data UN Comtrade (2016) terdapat sembilan belas negara yangmenjadi tujuan ekspor lada Indonesia secara kontinu dari tahun 2004-2013 yaituAmerika Serikat Australia Belanda Belgia Bulgaria Hongkong India InggrisItalia Jepang Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Pakistan PerancisRusia Singapura dan Vietnam Dayasaing lada Indonesia di negara-negaratersebut secara umum secara komparatif telah berdayasaing kuat kecuali diKorea Selatan Malaysia dan Pakistan Sedangkan secara kompetitif Indonesiaberada pada posisi Rising Star di Belanda India Italia Jepang dan JermanPosisi Falling Star di Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia PosisiLost Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan SingapuraSerta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Secara umumIndonesia juga cenderung menjadi negara ekportir lada di negera-negara tujuanekspornya dengan pertumbuhan perdagangan tahap kematangan danpertumbuhan
Selain dayasaing penelitian ini menggunakan teori Gravity Model untukmengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume ekspor ladaIndonesia di pasar internasional yaitu rata-rata PDB per kapita Jarak EkonomiHarga Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan metoderegresi data panel dengan data time series tahun 2004-2013 dan data cross sectionsembilan belas negara diperoleh model Random Efffect dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0155065 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabelbebas sebesar 1551 dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu VolumeEkspor Lada Sisanya yaitu 8449 dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luarpenelitian Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volumeekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapitaJarak Ekonomi Harga dan Populasi Sedangkan Kurs Riil dan Indeks HargaKonsumen tidak berpengaruh signifikan
Kata Kunci Ekspor Lada Dayasaing RCA EPD ISP dan Gravity Model
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
RINGKASAN
Dewi Susilawati Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang MempengaruhiVolume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional Di bawah bimbingan IwanAminudin dan Puspi Eko Wiranthi
Lada merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor IndonesiaBerdasarkan data International Pepper Community (2013) Indonesia merupakanprodusen dan eksportir kedua lada dunia setelah Vietnam Dalam kurun waktusepuluh tahun yaitu tahun 2004-2013 neraca perdagangan lada Indonesia adalahpositif dan produktivitasnya tinggi Hal ini sejalan dengan permintaan lada duniayang juga meningkat sebesar 2962 Besarnya pertumbuhan permintaan ladadunia mendorong negara-negara eksportir untuk meningkatkan ekspor ladanyaAdapun negara-negara eksportir lada yang mejadi pesaing utama lada Indonesiaadalah Vietnam dan Brazil
Berdasarkan data UN Comtrade (2016) terdapat sembilan belas negara yangmenjadi tujuan ekspor lada Indonesia secara kontinu dari tahun 2004-2013 yaituAmerika Serikat Australia Belanda Belgia Bulgaria Hongkong India InggrisItalia Jepang Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Pakistan PerancisRusia Singapura dan Vietnam Dayasaing lada Indonesia di negara-negaratersebut secara umum secara komparatif telah berdayasaing kuat kecuali diKorea Selatan Malaysia dan Pakistan Sedangkan secara kompetitif Indonesiaberada pada posisi Rising Star di Belanda India Italia Jepang dan JermanPosisi Falling Star di Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia PosisiLost Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan SingapuraSerta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Secara umumIndonesia juga cenderung menjadi negara ekportir lada di negera-negara tujuanekspornya dengan pertumbuhan perdagangan tahap kematangan danpertumbuhan
Selain dayasaing penelitian ini menggunakan teori Gravity Model untukmengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume ekspor ladaIndonesia di pasar internasional yaitu rata-rata PDB per kapita Jarak EkonomiHarga Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan metoderegresi data panel dengan data time series tahun 2004-2013 dan data cross sectionsembilan belas negara diperoleh model Random Efffect dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) sebesar 0155065 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabelbebas sebesar 1551 dapat menjelaskan variabel terikatnya yaitu VolumeEkspor Lada Sisanya yaitu 8449 dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luarpenelitian Adapun faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volumeekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapitaJarak Ekonomi Harga dan Populasi Sedangkan Kurs Riil dan Indeks HargaKonsumen tidak berpengaruh signifikan
Kata Kunci Ekspor Lada Dayasaing RCA EPD ISP dan Gravity Model
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ldquoAnalisis Dayasaing
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada Indonesia di
Pasar Internasionalrdquo Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyelesaian sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik
secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis mengucapkan terimakasih
kepada
1 Kedua orang tua Ibu Aswati dan Bapak Supandi serta seluruh keluarga atas
semua doa nasihat kasih sayang pengorbanan cinta serta dukungan baik
secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis Penyelesaian
skripsi ini merupakan salah satu bakti serta wujud cinta dan kasih sayang
penulis kepada Ibu Bapak dan seluruh keluarga yang sudah memberikan
segala yang terbaik dalam hidup kepada penulis
2 Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi dan Ibu Puspi Eko Wiranthi SE MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan tenaga energi
waktu pikiran serta memberikan ilmu arahan dan dukungannya secara
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
viii
tulus demi terselesaikannya skripsi ini
3 Bapak Ir Junaidi MSi dan Bapak Akhmad Mahbubi SP MM selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan ilmu arahan serta dukungan yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4 Bapak Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta para Wakil Dekan I II
dan III beserta staf TU Akademik dan karyawan FST lainnya
5 Bapak Dr Ir Edmon Daris MS dan Bapak Dr Ir Iwan Aminudin MSi selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu
dalam proses akademis
6 Bapak Mudatsir Najamuddin MMA selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan motivasi serta dukungan kepada penulis
selama perkuliahan
7 Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan wawasan
dan pengalaman kepada penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Agribisnis
8 Sahabat Kosan Badayy (Fitri Aldita Rihlah Zelda dan Weni) yang selalu
memberikan dukungan motivasi cinta dan kasih sayang selayaknya
keluarga serta menjadi tempat kembali penulis ketika suka dan duka
9 Sahabat Jalan Jalan Men (Meike Putri dan Lulu) yang sudah memberikan
warna baru dalam hidup penulis dan menjadi tempat di mana penulis tidak
perlu merasa malu menjadi diri sendiri setelah sahabat kosan badayy
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
ix
10 Sahabat Rumpii ( Febi Icha Iffah dan Dena) yang sudah menemani penulis
sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
11 Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2012 yang selalu saling mendukung
berbagi ilmu dan pengalaman serta menjadi teman tumbuh dan
berkembangnya penulis selama masa kuliah
12 HMJ Agribisnis yang telah memberikan tempat kesempatan dan
pengalaman berorganisasi sehingga penulis bisa mendapatkan
pelajaran-pelajaran baru
13 Keluarga Mahad Puteri dan BIDIKMISI UIN Jakarta dan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman-pengalaman baru
yang memotivasi untuk selalu bisa melakukan yang terbaik
14 Teman-teman KKN Gelas Kaca 2015 yang sudah memberikan pelajaran dan
kesempatan penulis untuk lebih bisa berpikir terbuka mengenal dan
mencoba hal-hal yang benar-benar baru bagi penulis memotivasi untuk lebih
berani lugas dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Terimakasih atas warna-warni baru yang telah diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menjadikan penulis untuk selalu ingin tumbuh
dan berkembang
15 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menyelesaikan skripsi ini
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
x
penulis dan pembaca Akhirnya hanya kepada Allah semua hal diserahkan
Semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal lsquoAalamiin
Wassalamursquoalaikum WrWb
Jakarta 6 Januari 2017
Dewi Susilawati
xvii
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
RINGKASAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 8
13 Tujuan Penelitian 8
14 Manfaat Penelitian 9
15 Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
21 Perdagangan Internasional 10
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional 12
221 Teori Merkantilisme 12
222 Teori Keunggulan Absolut 13
223 Teori Keunggulan Komparatif 14
224 Teori Heckscher Ohlin 15
225 Teori Keunggulan Kompetitif 16
23 Dayasaing Global 17
231 Revealed Comparative Advantage (RCA) 17
232 Export Product Dynamic (EPD) 18
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 19
24 Gravity Model 21
241 Produk Domestik Bruto (PDB) 23
xii
242 Jarak Ekonomi 24
243 Harga 25
244 Nilai Tukar Rupiah 25
245 Populasi 27
246 Indeks Harga Konsumen 28
25 Penelitian Terdahulu 29
26 Kerangka Pemikiran 36
27 Hipotesis 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38
31 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
32 Jenis dan Sumber Data 38
33 Populasi dan Sampel 39
34 Metode Analisis Data 39
341 Revealed Comparative Advantage (RCA) 40
342 Export Product Dynamic (EPD) 41
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 42
344 Regresi Data Panel 42
345 Uji Kesesuaian Model 43
346 Uji Normalitas 46
347 Uji Asumsi Klasik 47
348 Uji Signifikansi 49
35 Definisi Operasional 50
BAB IV GAMBARAN UMUM 53
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia 53
42 Lada Indonesia 55
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia 55
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia 57
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia 59
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia 61
43 Lada Dunia 62
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia 62
432 Perkembangan Produksi Lada Dunia 64
433 Perkembangan Harga Lada Dunia 66
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia 69
xiii
106
107
109
106
114
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 71
511 Keunggulan Komparatif 71
512 Keunggulan Kompetitif 73
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 92
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel 93
522 Uji Normalitas 94
523 Uji Asumsi Klasik 95
524 Uji Signifikansi 96
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
62 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia 2
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 18
Tabel 3 Penelitian Terdahulu 30
Tabel 4 Sumber Data dan Data 38
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 49
Tabel 6 Definisi Operasional 51
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia 55
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia 58
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA) 71
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD) 74
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia 77
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 91
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model 93
Tabel 14 Uji Multikolinearitas 95
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia 3
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia 4
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia 5
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia 6
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional 7
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional 11
Gambar 7 Kurva Permintaan 25
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian 36
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan Metode EPD 42
Gambar 10 Histogram Normalitas 47
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia 57
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia 59
Gamabr 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia 63
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia 64
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia 66
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia 68
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia 69
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat 78
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada 79
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan 81
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia 82
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura 83
xvi
103
104
105
101
100
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia 85
Gambar 24 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris 86
Gambar 25 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria 87
Gambar 26 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam 89
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia 90
Gambar 28 Uji Normalitas 94
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
114
120
120
121
121
122
122
123
124
125
126
127
130
132
DAFTAR LAMPIRAN
1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
2 Uji Chow
3 Uji Hausman
4 Random Effect Model
5 Normalitas
6 Multikolinearitas
7 Heteroskedastisitas
8 Hasil RCA
9 Hasil EPD
10 Hasil Indeks ISP
11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost Opportunity
13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara adalah dengan
mengukur Produk Domestik Bruto (PDB) Besarnya PDB salah satunya diperoleh
melalui kegiatan ekspor Nilai ekspor Indonesia selama tahun 2004-2013
berfluktuasi Penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
1497 dengan nilai ekspor mencapai US$ 116510000000 Disusul tahun 2012
dan 2013 dengan penurunan sebesar 662 dan 393 dengan masing-masing
nilai ekspor mencapai US$ 190020300000 dan US$ 182551800000
Penurunan ekspor pada tahun 2012 dan 2013 juga diperburuk dengan
meningkatnya nilai impor pada tahun yang sama yaitu mencapai US$
191689500000 dan US$ 186628700000 Hal ini mengakibatkan Indonesia
mengalami neraca perdagangan negatif sebesar -US$ 1669200000 dan -US$
4076900000
Neraca perdagangan yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia lebih
banyak mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri daripada menjual produk-
produknya sendiri ke luar negeri sehingga negara-negara lain relatif lebih untung
dari produk-produk yang telah diekspornya Sedangkan Indonesia merugi karena
terjadi defisit Oleh sebab itu untuk menjaga kestabilan neraca perdagangan
Indonesia perlu meningkatkan kinerja ekspornya Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja ekspor adalah dengan memperbanyak ekspor komoditi-
2
komoditi unggulan Salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah lada
Lada (Piper ningrum) atau juga dikenal sebagai King of Spice (raja rempah)
merupakan komoditi rempah Indonesia yang kedudukannya cukup penting karena
merupakan komoditi ekspor terbanyak ke-enam setelah karet kelapa sawit
kakao kopi dan kelapa Lada Indonesia sudah cukup dikenal di pasar
internasional dengan nama Lampung Black Pepper yang berasal dari Provinsi
Lampung dan Muntok White Pepper yang berasal dari Provinsi Kepulauan
Bangka (Rivaie dan Pasandaran 2014 341)
Lada merupakan komoditi ekspor dengan neraca perdagangan positif Hal
ini terlihat dari besarnya nilai ekspor lada dibandingkan nilai impornya Menurut
data UN Comtrade (2016) neraca perdagangan lada Indonesia adalah sebagai
berikut
Tabel 1 Neraca Perdagangan Lada Indonesia
Tahun Ekspor (US$) Impor (US$) Neraca (US$)
2004 56710078 3344670 53365408
2005 59210135 4026437 55183698
2006 79077213 8158312 70918901
2007 133971835 9837453 124134382
2008 186672492 12958930 173713562
2009 142126076 13660784 128465292
2010 252084684 17263407 234821277
2011 223404956 27457906 195947050
2012 435257055 29440508 405816547
2013 354712065 27510971 327201094
Sumber UN Comtrade (2016)
Indonesia memiliki neraca perdagangan lada yang positif Namun
Indonesia masih mengimpor lada dari eksportir-eksportir lada dunia lainnya
Alasan Indonesia mengimpor lada adalah dikarenakan laju produksi lada dalam
3
negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia yang menyentuh angka
rata-rata 3 per tahun (International Pepper Community 2016) Sedangkan laju
produksi lada Indonesia hanya 15 per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan
2014 3) Namun secara keseluruhan lada merupakan komoditas ekspor yang
memiliki potensi positif karena neraca perdagangannya positif
Meskipun laju pertumbuhan produksi lada Indonesia tidak secepat
pertumbuhan permintaan lada dunia namun produktivitas lada Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
luas lahan lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 terus menurun namun
produksinya terus meningkat Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lada
Indonesia tinggi Adapun produktivitas lada Indonesia adalah sebagaimana
Gambar 1 berikut
0
01
02
03
04
05
06
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
03820408 0403 0392
0439 04450467
0491 0494053
Tahun
(To
nH
a)
Gambar 1 Produktivitas Lada Indonesia Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Peningkatan produktivitas lada yang tinggi seiring dengan permintaan
lada dunia yang terus meningkat Permintaan lada dunia menurut data
International Pepper Community (2016) berfluktuasi cenderung meningkat
Permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
4
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 2 Permintaan Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2016)
Pertumbuhan permintaan lada dunia selama tahun 2004 - 2013 mencapai
2962 Permintaan tertinggi lada terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak
359904 ton Sedangkan permintaan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebanyak 285306 ton Permintaan lada yang tinggi merupakan peluang bagi
negara-negara eksportir untuk saling bersaing meningkatkan ekspornya di pasar
internasional
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional bersaing dengan
beberapa negara seperti Brazil India Malaysia Sri Lanka Vietnam Cina
Thailand Madagaskar Ekuador dan negara-negara lainnya International Pepper
Community (2013 7) menyatakan bahwa Vietnam adalah eksportir utama lada
dunia Hal ini didasarkan pada banyaknya lada yang telah diekspor Vietnam
Adapun Kontribusi lada negara-negara eksportir di pasar internasional adalah
sebagai berikut
5
1503
922
1958
609185
4719
049007009038
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 3 Kontribusi Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Kontribusi lada Vietnam di pasar internasional hampir mencapai 50
dari total lada dunia yaitu 4719 Kontribusi ini menjadikan Vietnam sebagai
eksportir utama lada dunia Sedangkan Indonesia berada di posisi kedua dengan
kontribusi sebesar 1958 Disusul Brazil di posisi ketiga dengan kontribusi
sebesar 1503 Berdasarkan kontribusi tersebut meskipun menjadi eksportir
kedua lada dunia Indonesia memiliki selisih ekspor yang besar dengan Vietnam
yaitu sebesar 2761 Sedangkan selisih ekspor Indonesia dengan Brazil yang
berada di posisi ketiga hanya 455 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kesulitan untuk mengungguli Vietnam Namun Indonesia sangat mudah
untuk diungguli oleh Brazil karena selisihnya yang sedikit Adapun kontribusi
1958 lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004 - 2013
ditunjukkan dengan berfluktuasinya ekspor lada Indonesia sebagaimana Gambar
4 berikut
6
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 4 Ekspor Lada Indonesia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Ekspor tertinggi lada Indonesia terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak
62608 ton Angka ini naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 36487 ton Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348
pada tahun 2013 dengan total ekspor sebanyak 47908 ton Meskipun menurun
cukup jauh penurunan terbesar ekspor lada Indonesia terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor sebanyak 36487 ton Sedangkan total
ekspor lada terkecil terjadi pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton yang juga turun
2067 dari tahun sebelumnya
Fluktuasi cenderung menurunnya ekspor lada Indonesia di pasar
internasional berbanding terbalik dengan harga lada Indonesia yang tinggi
Perkembangan harga lada Indonesia menurut International Pepper Community
(2013 54) berfluktuasi cenderung meningkat Adapun harga lada Indonesia di
pasar internasional berdasarkan harga Free on Board (FOB) adalah sebagai
berikut
7
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
20
05
2006
2007
2008
20
09
2010
2011
20
12
20
13
1487 14512029
3278 3517
2719
3677
6392 6558 6850
2317 22192924
44104972
4342
5662
88559367 9613
Tahun
(US
$T
on
)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 5 Harga Lada Indonesia di Pasar Internasional Sumber International Pepper Community (2013 54)
Berdasarkan Gambar 5 di atas peningkatan harga lada hitam dan putih
tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 7384 dan 5639 Menurut
Ginting (2014) harga lada putih dan lada hitam dunia merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap volume perdagangan lada putih Indonesia terhadap lada
putih dunia Begitupun menurut Permatasari (2015) harga ekspor lada Indonesia
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor lada
Indonesia Naik dan turunnya harga lada akan mempengaruhi naik dan turunnya
volume ekspor lada
Berdasarkan keadaan permasalahan dan penelitian terdahulu yang sudah
dikemukakan maka diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui keadaan lada
Indonesia di pasar internasional Adapun yang perlu diketahui adalah bagimana
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Hasil
analisis ini diharapkan mampu menjadi informasi yang dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak-pihak terkait
8
12 Rumusan Masalah
Lada merupakan salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia dengan
menempati urutan ke-enam komoditi ekspor terbanyak Indonesia dengan neraca
perdagangan positif Selama tahun 2004 - 2013 produktivitas lada Indonesia
meningkat Peningkatan ini seiring dengan permintaan lada dunia yang juga
meningkat sebesar 2962 Namun dalam periode yang sama volume ekspor
lada Indonesia berfluktuasi dan hanya mampu berada di posisi kedua di pasar
internasional dengan selisih ekspor yang besar dengan Vietnam yaitu 2761
Sementara dengan Brazil hanya berselisih 455 Menurut Ginting (2014) dan
Permatasari (2015) harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perdagangan lada
Berdasarkan penjabaran di atas maka diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut
1 Bagaimana dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di pasar internasional
13 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah
1 Mengetahui dayasaing lada Indonesia secara komparatif dan kompetitif di
pasar internasional
2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
9
14 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya
1 Mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai
perdagangan internasional Indonesia khususnya komoditi lada di negara-
negara tujuan ekspornya
2 Sebagai bahan referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya di bidang yang sama
3 Sebagai informasi bagi pemerintah tentang dayasaing lada Indonesia
sehingga dapat memperhatikan strategi dan kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar
internasional
15 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup lada dalam penelitian ini adalah lada dengan kode HS
1996 empat digit yaitu 0904 di UN Comtrade Selanjutnya pemilihan variabel-
variabel yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor lada Indonesia di
pasar internasional didasarkan pada teori Gravity Model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Perdagangan Internasional
Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri
dari interaksi luar negeri Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat batas-batas negara menjadi kabur Setiap negara tidak akan dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri Sekalipun dipaksakan pasti biaya yang
ditanggung akan sangat besar Melalui perdagangan dengan negara-negara lain
setiap negara bisa mencapai economies of scale dan selanjutnya dapat
menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen dalam
negeri melalui ekspor Devisa yang diperoleh melalui ekspor dapat digunakan
untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhannya tanpa
harus memproduksi seluruh yang dibutuhkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perdagangan internasional terjadi karena dua alasan yaitu adanya perbedaan
antara satu negara dengan negara yang lain dan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi dalam produksi (Basri dan Munandar 2010 32)
Kegiatan perdagangan internasional terjadi karena adanya penawaran dan
permintaan suatu negara terhadap produk tertentu Secara teoritis suatu negara
(negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian) ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan
internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
11
SB DB
SA A DA
PB
ES
X
P
B
M
PA
QB Q O O O QA
ED
telah terjadi excess supply (kelebihan produksi) Dengan demikian negara A
mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain Di sisi
lain negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih
besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang
terjadi di negara B lebih tinggi Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk
membeli pakaian dari negara lain yang relatif lebih murah Jika kemudian terjadi
konsumsi antara negara A dengan negara B maka akan terjadi perdagangan
antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
(Kementerian Perdagangan 2011 7)
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 6 Kurva Perdagangan Internasional Sumber Salvatore (1997 84)
Keterangan
PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa
perdagangan internasional perdagangan internasional
A Kelebihan penawaran di negara A tanpa perdagangan internasional
X Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional
OQB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa
perdagangan internasional
12
B Kelebihan permintaan di negara B tanpa perdagangan internasional
M Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
OQ Keseimbangan penawaran dan permintaan antara kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M)
Sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara A adalah
sebesar PA dan di negara B adalah PB Penawaran pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar
internasional akan tinggi jika harga internasional lebih rendah dari PB Pada saat
harga internasional (P) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess
demand (ED) sebesar B Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan
mengekspor komoditi (pakaian) sebesar M dimana di pasar internasional sebesar
X sama dengan M yaitu Q (Kementerian Perdagangan 2011 8)
22 Perkembangan Teori Perdagangan Internasional
221 Teori Merkantilisme
Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara sebuah
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan memperbanyak ekspor dan
mengurangi impor Surplus yang dihasilkan ekspor selanjutnya dibentuk dalam
aliran emas atau logam-logam mulia khususnya emas dan perak Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara maka semakin kaya dan
kuatlah negara tersebut
13
Kaum merkantilisme mengukur kekayaan dengan cadangan logam mulia
yang dimiliki Sebaliknya saat ini kekayaan sebuah negara diukur dengan
cadangan sumber daya manusia hasil produksi manusia serta kekayaan alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa Semakin besar cadangan
tersebut maka semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup
masyarakat negara tersebut (Salvatore 1997 23)
222 Teori Keunggulan Absolut
Adam Smith berpendapat bahwa sebuah negara akan melakukan
perdagangan secara sukarela jika keduanya memperoleh keuntungan
Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut yaitu
keunggulan negara dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka negara
tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut Melalui
proses ini sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang efisien
Output kedua komoditi yang diproduksi akan meningkat Peningkatan output
akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang
melakukan perdagangan
Berbeda dengan kaum merkantilisme yang percaya bahwa sebuah negara
hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lainnya serta
menyarankan pengendalian pemerintah secara ketat pada semua aktivitas
14
ekonomi dan perdagangan Adam Smith justru percaya bahwa semua negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan
untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu suatu kebijakan
yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap
perekonomian Melalui perdagangan sumber daya manusia dapat didayagunakan
secara efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia Dalam laissez-
faire terdapat pengecualian yang paling penting adalah proteksi terhadap berbagai
industri penting sebagai pertahanan negara (Salvatore 1997 25)
223 Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif yang digagas oleh David Ricardo
menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain
dalam memproduksi komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan kedua belah pihak Negara pertama harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (Salvatore 1997 27) Hukum keunggulan komparatif memiliki satu
pengecualian meskipun jarang terjadi Pengecualian terjadi jika keunggulan
absolut yang dimiliki suatu negara pada kedua komoditi sama besarnya
(Salvatore 1997 29)
Hukum keunggulan komparatif memiliki keunggulan dalam nilai uang
dengan mengabaikan pengecualian yang sudah disebutkan Meskipun salah satu
negara memiliki kerugian absolut dalam produksi kedua komoditi dibanding
negara ke-dua namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan
15
yang menguntungkan yaitu dengan melihat upah di negara ke-satu lebih rendah
dibandingkan negara ke-dua sehingga memungkinkan harga komoditi tersebut
lebih rendah pula dan harga komoditi yang memiliki keunggulan absolut di
negara ke-dua tersebut lebih rendah ketika kedua komoditi tersebut dinyatakan
dalam satuan mata uang masing-masing negara (Salvatore 1997 30)
Hukum keunggulan komparatif terkadang juga disebut hukum biaya
komparatif Menurut teori biaya komparatif biaya sebuah komoditi adalah
jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya
yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Dalam
teori ini tidak dibuat asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor
produksi atau tenaga kerja bersifat homogen dan biaya atau harga sebuah
komoditi satu-satunya tergantung dari jumlah tenaga kerja Oleh sebab itu negara
yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi komoditi akan
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (Salvatore 1997 33)
Selain itu asumsi bahwa harga sama dengan biaya produksi maka biaya
oportunitas sama dengan harga relatif merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif (Salvatore 1997 35)
224 Teori Heckscher-Ohlin
Intisari teorema H-O adalah sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara tersebut dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif
langka dan mahal di negara tersebut Model H-O juga sering disebut sebagai teori
16
kelimpahan faktor Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak
menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah banyak dan
berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor
produksi yang di negara tersebut relatif langka dan mahal (Salvatore 1997 129)
225 Teori Keunggulan Kompetitif
Tambunan (2004 107) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah
keunggulan yang harus diciptakan atau dikembangkan Inti dari paradigma
keunggulan kompetitif adalah suatu negara dalam persaingan global selain
ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dikembangkan Dari hasil studi Porter
menyimpulkan bahwa suatu negara berhasil dalam industri tertentu karena
lingkungan dasarnya bersifat mempunyai pandangan ke depan dinamis dan
menantang
Secara spesifik terdapat empat variabel domestik penting yang secara
individual mempengaruhi kinerja dan dayasaing global di suatu negara yaitu
kondisi faktor (factor condition) kondisi permintaan (demand condition) industri
terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry)
serta kondisi struktur persaingan dan strategi industri (firm strategy structure
and rivalry) Selain keempat faktor utama di atas terdapat dua faktor yang
mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan
(chance event) dan faktor pemerintah (government) Faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan dayasaing yang disebut Porterrsquos Diamond
17
23 Dayasaing Global
Kotabe dan Helsen (2010 39) menyatakan bahwa konsep dayasaing
mengacu pada produktivitas Dayasaing suatu negara merupakan kapasitas
produksi dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada manusia alam dan
sumber daya modal Keberhasilan perdagangan internasional suatu negara dapat
dilihat dari dayasaingnya Dayasaing merupakan konsep umum yang digunakan
untuk merujuk pada komitmen persaingan pasar terhadap keberhasilan suatu
negara dalam persaingan internasional (Bustami dan Hidayat 2013 56)
Dayasaing merupakan posisi relatif suatu organisasi atau negara dibandingkan
dengan yang lain Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan dayasaing dengan membuat kebijakan ekonomi atau politik yang
menguntungkan (Aprilia dkk 2015 2)
231 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Tambunan (2004 110) mendefinisikan RCA sebagai suatu persentase dari
jumlah ekspor manufaktur dari suatu negara lebih tinggi daripada pangsa dari
barang yang sama di dalam jumlah ekspor dunia maka negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut Nilai
indeks RCA lebih besar dari 1 berarti negara tersebut berdayasaing Sedangkan
jika lebih kecil dari 1 maka dayasaingnya buruk Indeks RCA bisa digunakan
untuk mengukur apakah Indonesia memproduksi dan mengekspor barang-barang
yang pasar luar negerinya sedang berkembang pesat atau sedang mengalami
stagnansi (Tambunan 2004 118)
18
232 Export Product Dynamic (EPD)
EPD merupakan indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu
negara untuk tujuan pasar tertentu Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk
membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia dan
mengetahui dinamis atau tidaknya performa suatu produk Sebuah matriks EPD
terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan
pasar tertentu Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini
menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat
kategori yaitu Rising Star Falling Star Lost Opppotunity dan Retreat
(Kementerian Perdagangan 2011 21) Adapun matriks EPD adalah sebagai
berikut
Tabel 2 Matriks Posisi Dayasaing dengan Metode EPD
Share of Countryrsquos
Export in World Trade
Share of Countryrsquos Export in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-
competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber Estherhuizen dalam Kementerian Perdagangan (2011 21)
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai Rising Star yang menunjukkan bahwa negara tersebut
memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat
(fast-growing products) Lost Opportunity terkait dengan penurunan pangsa
pasar pada produk-produk yang dinamis adalah posisi yang paling tidak
19
diinginkan Falling Star juga tidak disukai meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan Lost Opportunity karena pangsa pasarnya tetap meningkat
Sementara itu Retreat biasanya tidak diinginkan tetapi pada beberapa kasus
tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamis (Bappenas 2009)
233 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Nilai indeks ISP adalah
antara -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu negara cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi yang bersangkutan Jika nilainya negatif
maka suatu negara cenderung menjadi negara importir terhadap komoditi yang
bersangkutan
ISP juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan Menurut kementerian Perdagangan (2008)
tingkat pertumbuah perdagangan dibagi lima tahap yaitu
1 Tahap pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) di suatu negara A mengekspor produk-
produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B impor
produk-produk tersebut Dalam tahap ini nilai indeks ISP dari industri latecomer
adalah -100 sampai -050
20
2 Tahap subtitusi impor
Pada tahap ini industri di negara B menunjukkan dayasaing yang sangat
rendah dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala
ekonomi Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang
kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan
dalam negeri Adapun nilai indeks ISP pada tahap ini yaitu naik antara -051
sampai 000
3 Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar
dan mulai meningkatkan ekspornya Di pasar domestik penawaran untuk
komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan Tahap ini mempunyai nilai
indeks ISP antara 001 sampai 080
4 Tahap Kematangan
Pada tahap ini produk yang bersangkutan sudah memasuki tahap
standarisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya Pada tahap ini juga
negara B merupakan negara eksportir Adapun nilai indeks ISP tahap ini berada
pada kisaran 081 sampai 100
5 Tahap kembali mengimpor
Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya
dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari
permintaan dalam negeri Tahap ini ditunjukkan dengan nilai indeks ISP yang
kembali menurun antara 100 sampai 000
21
24 Gravity Model
Gravity Model merupakan model perdagangan yang mengadopsi model
gravitasi Newton tentang kekuatan gaya tarik menarik dari dua buah objek yang
dipengaruhi secara langsung oleh massa dari kedua obyek tersebut dan secara
tidak langsung oleh jarak diantara dua objek tersebut Persamaan gravitasi
dinyatakan sebagai berikut
Fij = G MiMj D2ij
Dimana
Fij Kekuatan gaya tarik menarik
Mi dan Mj Massa
D2ij Jarak antara dua objek
G Konstanta gravitasi
Jan Timbergen pada tahun 1962 menggunakan analogi tersebut untuk
menganalisis perdagangan internasional Tarik menarik dalam konteks
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor oleh negara-negara ldquoMassardquo
dari negara-negara tersebut adalah ukuran ekonomi atau Produk Domestik bruto
(PDB) yang dianggap dapat menghasilkan aliran-aliran potensi perdagangan
internasional Semakin besar PDB negara partner maka semakin besar pula
aliran perdagangan dari negara tersebut Namun jarak menjadi hambatan dalam
perdagangan internasional Jarak yang semakin jauh mengakibatkan biaya
transportasi dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pengiriman barang
menjadi besar Sehingga mengakibatkan kecilnya kemungkinan perdagangan
bilateral (Sarwoko 2009 3-4)
Dilanchiev (2012 75) menyatakan bahwa Gravity Model merupakan
salah satu model untuk memperkirakan perdagangan bilateral antar negara dan
22
potensi perdagangan suatu negara Keuntungan utama dalam menggunakan
Gravity Model adalah dapat menjelaskan pola perdagangan internasional dengan
kondisi jumlah data dan validitas latar belakang ekonomi yang sedikit seperti
Georgia Adapun model persamaan Gravity Model adalah
Trade ij = α PDBi PDBj
Distanceij
Keterangan
Trade Volume perdagangan antara negara i dan j
PDBi Pendapatan nasional negara i
PDBj Pendapatan nasional negara j
Distance Jarak bilateral kedua negara
α Konstanta
Bergstrand (1985 480) menyatakan bahwa Gravity Model banyak
dipengaruhi oleh pendapatan Oleh sebab itu harga dan nilai tukar menjadi
variabel yang memiliki efek signifikan dalam aliran perdagangan internasional
Sementara Zarzoso dan Lehman (2003 298) menggunakan Gravity Model untuk
menganalisis data panel pada tahun 1988-1996 dengan 20 sampel negara di Uni
Eropa Adapun persamaan Gravity Model yang digunakan oleh Zarzoso dan
Lehman adalah sebagai berikut
lXijt = αij + β1lYit + β2lYjt + β3lNit + β4lNjt + β5lDij + β6lIi + β7lIj + β8ydifij
+ β9IRERij + sumYhPijh + eijt
Dimana
αij konstanta
β1lYit Pendapatan eksportir
β2lYjt Pendapatan importir
β3lNit Populasi eksportir
β4lNjt Populasi importir
β5lDij Jarak
β6lIi Infrastruktur eksportir
β7lIj Infrastruktur importir
β8ydifij Pendapatan perkapita
23
β9IRERij Nilai tukar
Eijt eror
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan eksportir pendapatan
importir populasi importir jarak pendapatan perkapita nilai tukar dan
infrastruktur eksportir berpengaruh signifikan terhadap aliran dagang Uni Eropa
Sedangkan variabel infrastruktur importir tidak signifikan terhadap aliran dagang
Uni Eropa
Sedangkan Pradipta dan Firdaus (2014 140-141) menambahkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebagai variabel kontrol yang digunakan dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa IHK berpengaruh signifikan terhadap
ekspor buah Indonesia di pasar internasional Peningkatan IHK akan menurunkan
volume ekspor ke negara tujuan
241 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang berlokasi dalam suatu negara (Salvatore 1997 21) Sedangkan menurut
Case amp Fair (2002 23) PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan
harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian
tersebut
PDB merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan
beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB
merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
24
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara Ketiga PDB merupakan
gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu
perekonomian Jika sebagian besar PDB dinikmati oleh sebagian penduduk maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya
(Rahardja dan Manurung 2008 223)
242 Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah jarak antara kedua negara berdasarkan jarak
bilateral antara kota besar kedua negara Jarak ini digunakan untuk gambaran
biaya transportasi yang dibutuhkan untuk melakukan ekspor dan impor (Mayer
dan Zignago 2011 11) Li dkk (2008 8) menggunakan variabel jarak ekonomi
dalam penelitiannya yang berjudul Component Trade and Chinarsquos Global
Economic Integration sebagai gambaran biaya transportasi Cina ke negara-negara
tujuan ekspornya Adapun rumus jarak ekonomi adalah sebagai berikut
Jarak ekonomi = Jarak geografis x PDB negara tujuan ekspor
PDB seluruh negara yang dianalisis
Jarak ekonomi memiliki dua pengaruh yaitu negatif dan positif Menurut
penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009) Dilanchiev (2012)
serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak ekonomi
berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan Namun menurut Lawless
25
dan Whelan (2007) pengaruh positif jarak ekonomi terjadi di Amerika Serikat
Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan biaya transportasi maka
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat akan menaikkan volume dan nilai
perdagangannya
243 Harga
Harga adalah jumlah yang harus ditagihkan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler dan Keller 2009 18) Harga merupakan penentu utama pilihan pembeli
(Kotler dan Keller 2009 79) Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka
permintaan terhadap barang tersebut bertambah Begitu juga sebaliknya Hal ini
sesuai dengan hukum permintaan yaitu bila harga suatu barang naik ceteris
paribus maka jumlah barang yang diminta akan berkurang Begitu juga
sebaliknya Jika harga suatu barang turun ceteris paribus maka jumlah barang
yang diminta akan bertambah (Rahardja dan Manurung 2008 24)
Harga
Qd = 100 ndash 10P
Kuantitas
Gambar 7 Kurva Permintaan Sumber Rahardja dan Manurung (2008 29)
244 Nilai Tukar Rupiah
Perdagangan internasional melibatkan beberapa negara dengan mata uang
uang yang berbeda-beda Untuk dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi maka
80 40 60
2
4
6
8
10
0
20 100
26
mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara
lain Nilai tukar rupiah adalah harga atau berapa banyak suatu mata uang harus
dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain Bila dikatakan nilai
tukar rupiah adalah Rp 10000US$ maka untuk memperoleh satu unit US$ harus
disediakan sebanyak 10000 unit rupiah Jika harga satu unit komputer seharga
US$ 600 per unit maka rupiah yang harus disediakan adalah 6 juta unit
Sederhananya harga komputer per unit adalah Rp 6 juta (Rahardja dan
Manurung 2008 307)
Nilai tukar didasari dua konsep Pertama adalah konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang
menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna
memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain Kedua adalah konsep riil yang
dipergunakan untuk mengukur dayasaing komoditi ekspor suatu negara di
pasaran internasional (Halwani 2002 186)
Mankiw (2012 193) menyatakan bahwa nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata
uang suatu negara dengan mata uang negara lain Sedangkan nilai tukar riil (real
exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang
dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain Secara umum
rumus nilai tukar riil adalah
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua negara Jika nilai tukar riil adalah tinggi berarti harga
27
barang-barang luar negeri relatif murah dan harga barang-barang domestik relatif
mahal Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah berarti harga barang-barang luar
negeri relatif mahal dan harga barang-barang domestik relatif murah (Rahardja
dan Manurung 2008 308)
245 Populasi
Populasi menurut World Bank (2016) adalah seluruh penduduk yang
tinggal di sebuah negara tanpa menghiraukan status legal atau kewarganegaraan
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif
rendah Misalnya walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura tetapi secara absolut tingkat pengeluaran
konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk
Indonesia 51 kali lipat penduduk Singapura (Rahardja dan Manurung 2008 267)
Sitorus (2009 41) menyatakan bahwa pertambahan populasi pada negara
importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan Pada sisi
penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri
dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara
importir Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar
28
246 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu
Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama
yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu Masing-masing harga
barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya Barang
dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot paling besar (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi)
atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari (Badan Pusat Statistik 2016) Adapun perhitungan inflasi dari IHK
adalah sebagai berikut
Inflasi = (IHK ndash IHK -1) x 100
IHK -1
Rahardja dan Manurung (2008 368) menyatakan bahwa dilihat dari
cakupan komoditas yang dihitung IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi
yang sebenarnya Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya
kenaikan biaya hidup bagi konsumen sebab IHK memasukkan komoditas-
komoditas yang relevan (pokok) yang dikonsumsi masyarakat
Inflasi dalam tingkat tertentu dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat karena kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya Namun terdapat beberapa masalah sosial yang muncul
29
dari inflasi yang tinggi (ge 10 per tahun) Pertama menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat yang diukur dengan tingkat daya beli pendapatan Inflasi
menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah Kedua memburuknya distribusi pendapatan Ketiga
terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan
merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi Inflasi yang kronis
menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik
Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak
dari yang seharusnya Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi
Akibatnya permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat sedangkan bagi
produsen perkiraan akan naiknya barang dan jasa mendorong mereka untuk
menunda penjualan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Penawaran
barang dan jasa menjadi berkurang Akibatnya kelebihan permintaan dapat
mempercepat dan memperbesar laju inflasi sehingga kondisi ekonomi akan
semakin memburuk (Rahardja dan Manurung 2008 371-372) Inflasi yang
memburuk mengakibatkan harga-harga dalam negeri meningkat dan cenderung
akan melakukan impor untuk meredakan harga dalam negeri
25 Penelitian Terdahulu
Dayasaing dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan
internasional merupakan tema penelitian yang sebelumnya telah banyak diteliti
baik di Indonesia maupun di luar negeri Terdapat tujuh penelitian terdahulu yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemilihan metode analisis
30
dan variabel-variabel yang dipilih Adapun penelitian terdahulu dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
1 Posisi
Dayasaing dan
Spesialisasi
Perdagangan
Lada Indonesia
dalam
Menghadapi
Globalisasi
(Studi Pada
Ekspor Lada
Indonesia
Tahun 2009-
2013)
(Feira Aprilia
R Zainul
Arifin dan
Sunarti 2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Indeks
Spesialisasi
Perdagangan
(ISP)
1 Lada Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif dalam
perdagangan
dunia Dibuktikan
dengan
perhitungan RCA
pada tahun 2013
RCA Indonesia
1726 berada di
atas Brazil 770
India 360 dan
Malaysia 313
namun di bawah
Vietnam 4477
2 Berdasarkan
perhitungan ISP
dapat diketahui
bahwa Indonesia
merupakan
negarara eksportir
lada dan
merupakan
negara eksportir
lada kedua
setelah Vietnam
Persamaan
Menggunakan
metode
analisis RCA
dan ISP
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis EPD
dan Gravity
Model dengan
fokus analisis
pada
dayasaing
ekspor lada di
negara tujuan
ekspor bukan
pada sesama
negara
eksportir lada
di dunia
31
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
2 Analisis
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Lada
Indonesia ke
Negara Tujuan
Ekspor (Nadia
Permatasari
2015)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
1 Indonesia
memiliki
keunggulan
komparatif yang
kuat ke negara
tujuan
2 Rising star
Singapura dan
Inggris Falling
star Australia dan
Vietnam Lost
Opportunity AS
Jerman dan India
Retreat Jepang
3 Variabel yang
berpengaruh
signifikan adalah
GDP perkapita
negara tujuan
harga ekspor lada
Indonesia
populasi dan
produksi lada
Indonesia
Variabel tidak
berpengaruh
signifikan adalah
nilai tukar rupiah
Persamaan
menggunkaan
metode analisis
RCA EPD
dan regresi
data panel
Perbedaan
Penelitian
Nadia (2015)
tidak
menggunkana
ISP konsep
dalam
penentuan
variabel bukan
berdasarkan
teori Gravity
Model jumlah
tahun dan
negara yang
diteliti lebih
sedikit dan
menggunakan
nilai ekspor
bukan volume
ekspor untuk
variabel Y
dalam analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
volume ekspor
lada
32
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
3 Analisis Posisi
Lada Putih
Indonesia di
Pasar Lada
Putih Dunia
(Kristiawan
Hadinata
Ginting 2014)
1 Regresi
Linear
Berganda
Logaritmatik
2 Almost Ideal
Demand
System
(AIDS)
1 faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap volume
perdagangan lada
putih Indonesia
terhadap lada
putih dunia adalah
harga lada putih
dunia harga lada
hitam dunia dan
GDP per kapita
dunia Sedangkan
populasi tidak
berpengaruh
2 Lada putih
Indonesia
memiliki
dayasaing di pasar
lada putih dunia
yang lebih baik
dibandingkan lada
putih Vietnam
Lada putih
Indonesia juga
memiliki prospek
yang baik dilihat
dari potensi pasar
lada putih dunia
itu sendiri Pasar
lada putih dunia
masih memiliki
potensi untuk
dimasuki
walaupun terdapat
desakan lada
hitam yang dapat
diolah lebih lanjut
menjadi lada
putih
Persamaan
menganalisis
faktor-faktor
dan dayasaing
lada
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
regresi data
panel
meneliti lada
secara umum
dengan kode
HS 0904 di
UN
Comtrade
dan
menambahkan
variabel IHK
jarak
ekonomi dan
kurs riil
Dayasaing
dalam
penelitian ini
juga
menggunakan
metode RCA
EPD dan ISP
33
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
4 Empirical
Analysis of
Georgian
Trade Pattern
Gravity Model
(Azer
Dilanchiev
2012)
Regresi data
panel tahun
2000 - 2011
1GDP perkapita jarak
ekonomi dan FDI
berpengaruh
terhadap
perdagangan
Georgia
2Nilai tukar populasi
Georgia dan
populasi negara lain
tidak berpengaruh
signifikan
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel
Perbedaan
Penelitian ini
tidak
menggunkana
variabel
populasi
negara
eksportir dan
variabel
dummy
namun
menambahkan
variabel IHK
5 Perdagangan
Bilateral
Antara
Indonesia
dengan
Negara-Negara
Patner Dagang
Utama dengan Menggunakan Model
Gravitasi
(Sarwoko
2009)
Regresi OLS 1Perdagangan
Indonesia secara
positif dipengaruhi
oleh ukuran-ukuran
ekonomi PDB dan
PDB perkapita
negara importir dan
secara negatif
dipengaruhi oleh
jarak geografis
antara Indonesia
dengan negara-
negara partner
dagang utama
tersebut Sedangkan
PDB serta PDB
perkapita Indonesia
tidak berpengaruh
Persamaan
Menggunakan
Gravity
Model
Perbedaan
Pelitian ini
menambahkan
variabel lain
seperti
populasi
harga indeks
harga
konsumen
dan nilai
tukar
34
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
6 Peningkatan
Ekspor CPO
dan Kakao Di
Bawah
Pengaruh
Liberalisasi
Perdagangan
(Suatu
Pendekatan
Model
Gravitasi
(Maria Sitorus
2009)
Regresi data
panel
1 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
eskpor kakao
adalah GDP dan
populasi
eksportir nilai
tukar dan jarak
Sedangkan
variabel GDP dan
Populasi importir
tidak berpengaruh
signifikan
2 Variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap volume
ekspor CPO
adalah GDP
eksportir dan
importir populasi
eksportir dan
importir serta
jarak Sedangkan
variabel nilai
tukar tidak
berpengaruh
nyata
Persamaan
Menggunakan
regresi data
panel dan
variabel-
variabel
Gravity
Model kecuali
IHK dan
populasi
eksportir
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
analisis
dayasaing
35
Tabel 3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil
Persamaan
dan
Perbedaan
7 Posisi
Dayasaing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Buah-
Buahan
Indonesia
(Amalia
Pradipta dan
Muhammad
Firdaus 2014)
1 Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
2 Export
Product
Dynamic
(EPD)
3 Regresi data
panel
Gravity
Model
1 EPD dan RCA
menunjukkan
bahwa buah yang
memiliki
keunggulan
komparatif dan
kompetitif
tertinggi di negara
tujuan dan dunia
adalah buah
manggis mangga
dan jambu
2 Faktor yang
mempengaruhi
aliran ekspor
buah Indonesia
meliputi harga
ekspor populasi
jarak ekonomi
GDP riil dan per
kapita nilai tukar
riil Indeks harga
konsumen
Indonesia dan
variabel dummy
krisis yang terjadi
di Eropa
Persamaan
Menggunakan
metode RCA
dan EPD
Perbedaan
Penelitian ini
menambahkan
metode
analisis ISP
36
26 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Dayasaing Komoditi Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Keunggulan
Komparatif
Analisi Faktor-Faktor
yang mempengaruhi
Volume Ekspor Lada
Indonesia
Kekuatan dan Peluang Lada Indonesia
1 Produksi Produksi meningkat
meskipun lahan berkurang
2 Produktivitas Produktivitas tinggi
3 Harga meningkat Harga yang
meningkat dari tahun ke tahun
menjadi peluang bagi eksportir untuk
meningkatkan volume ekspor karena
keuntungan lebih tinggi
4 Neraca perdagangan lada positif
5 Permintaan lada dunia meningkat
Masalah yang Dihadapi
Indonesia
1 Luas lahan berkurang
2 Fluktuasi ekspor
3 Pesaing utama (Vietnam
dan Brazil)
Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per kapita
2 Jarak ekonomi
3 Harga
4 Kurs riil
5 Populasi
6 Indeks harga
konsumen
Keunggulan
Kompetitif
Hasil dan Interpretasi
Regresi Data
Panel
Gravity
Model
EPD
dan ISP
RCA
37
27 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 Nilai RCA Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional lebih dari 1
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif sehingga komoditi
tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Nilai EPD Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional berada di sumbu
positif artinya Indonesia memiliki pangsa pasar lada yang kuat
3 Nilai ISP Ekspor Lada Indonesia ke pasar internasional adalah antara -1
sampai +1 Jika nilanya positif artinya Indonesia cenderung menjadi
Negara eksportir terhadap komoditi lada
4 Variabel rata-rata PDB per Kapita berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
5 Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
6 Variabel Harga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
7 Variabel Kurs Riil berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
8 Variabel Populasi berpengaruh positif terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
9 Variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh positif terhadap volume
ekspor lada Indonesia di pasar internasional
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
31 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengakses website yang berkaitan dengan
judul penelitian Website yang diakses terdiri dari website UN Comtrade UN
CTAD World Bank dan CEPII Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
April - November tahun 2016
32 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif cross-sectional
menggunakan data panel yaitu time series 2004-2013 dan cross section sembilan
belas negara yang diolah dengan menggunakan aplikasi Eviews 9 dan microsoft
excel Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
beberapa sumber sebagai berikut
Tabel 4 Sumber Data dan Data
No Sumber Data
1 UN Comtrade
1 Nilai ekspor lada Indonesia ke negara importir
2 Nilai ekspor lada dunia ke negara importir
3 Total nilai ekspor Indonesia ke negara importir
4 Total nilai ekspor dunia ke negara importir
5 Nilai impor lada Indonesia dari negara importir
6 Harga lada Indonesia di pasar internasional
2 UN CTAD
Nilai tukar Rupiah
3 World Bank 1 PDB per Kapita
2 Populasi negara tujuan
3 Indeks harga konsumen
4 CEPII Jarak Ekonomi
39
33 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh negara yang menjadi tujuan
ekspor lada Indonesia Tahun 2004 - 2013 yaitu sebanyak 80 negara Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling yaitu sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2011 68) Sampel dalam penelitian ini adalah negara-negara tujuan
ekspor lada Indonesia yang melakukan impor lada dari Indonesia secara kontinu
dari tahun 2004 - 2013 yang terdiri dari Amerika Serikat Australia Belanda
Belgia Bulgaria Hongkong India Inggris Italia Jepang Jerman Kanada
Korea Selatan Malaysia Pakistan Perancis Rusia Singapura dan Vietnam
34 Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk mengetahui dayasaing lada secara komparatif Export Product
Dynamic (EPD) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) untuk mengetahui
dayasaing lada secara kompetitif serta data panel untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional
Data panel adalah data yang berstruktur urut waktu (time series) dan data
beberapa objek pada satu waktu (cross section) Data panel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan data time series maupun cross section yang terdiri dari
(Suliyanto 2011 229)
1 Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi Hal ini karena data
tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu
40
2 Mampu memberikan data yang lebih informatif bervariasi serta memiliki
tingkat kolinearitas yang rendah Hal ini karena menggabungkan data time
series dan cross section
3 Cocok untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya
adalah data cross section yang diulang-ulang (series)
4 Mampu mendeteksi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat diobservasi
dengan data time series murni atau data cross section murni
5 Mampu mempelajari model perilaku yang lebih kompleks Misalnya
fenomena perubahan teknologi
341 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur
kekuatan dayasaing Adapun rumus analisis RCA adalah sebagai berikut
Keterangan
RCA
Xik
Xim
Xwk
Xwm
Keunggulan komparatif Indonesia
Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai dayasaing dari suatu komoditi ada dua kemungkinan yaitu
1 Jika nilai RCA gt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki dayasaing kuat
2 Jika nilai RCA lt 1 berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki dayasaing lemah
RCA = Xik Xim
X wk Xwm 31
41
n
t=1 t
n
t=1 t-1
t=1 t t=1 t-1
n n
342 Export Product Dynamic (EPD)
Salah satu indikator dayasaing lainnya adalah Export Product Dynamic
Metode ini digunakan untuk mengukur posisi pasar suatu negara di negara tujuan
ekspornya dan mengukur dinamis atau tidaknya suatu produk di pasar
menggunakan empat kuadran yang terdiri dari Rising star Falling Star Lost
Opportunity dan Retreat Adapun rumus Export Product Dynamic (EPD) adalah
sebagai berikut
Pangsa Pasar Indonesia (Sumbu X)
sum (Xi Wi) x 100 - sum (Xi Wi) x 100
T
Pangsa Pasar Produk (Sumbu Y)
sum (Xt Wt) x 100 - sum (Xt Wt) x 100
T
Keterangan
Xi Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Xt Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wi Nilai ekspor lada dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Wt Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
t Tahun analisis
t-1 Tahun analisis sebelumnya
T Total tahun analisis
32
33
42
SP = (Xia ndash Mia) (Xia + Mia)
+ +
- +
- +
- -
Gambar 9 Kuadran Posisi Dayasaing dengan metode EPD
343 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Selain RCA dan EPD dayasaing bisa diukur dengan menggunakan
metode analisis ISP Indeks ISP berfungsi untuk mengetahui apakah suatu negara
lebih cenderung menjadi negara eksportir atau importir Indeks ISP dapat
dirumuskan sebagai berikut
Keterangan
Xia Nilai ekspor lada Indonesia ke negara tujuan tahun 2004 - 2013
Mia Nilai impor lada Indonesia dari negara tujuan tahun 2004 - 2013
Nilai indeks ISP adalah anata -1 dan +1 Jika nilainya positif maka suatu
negara cenderung menjadi negara eksportir terhadap komoditi yang
bersangkutan Jika nilainya negatif maka maka suatu negara cenderung menjadi
negara importir terhadap komoditi yang bersangkutan
344 Regresi Data Panel
Gravity Model merupakan sebuah model untuk mengukur volume ekspor
yang dipengaruhi oleh pendapatan negara jarak dan variabel lain yang
berhubungan dengan perdagangan internasional Faktor-faktor yang digunakan
34
Lost Opportunity
Retrat Falling Star
Rising Star
43
dalam penelitian ini adalah rata-rata Produk Domestik Bruto per kapita Jarak
Ekonomi Harga lada Kurs Riil Populasi dan Indeks Harga Konsumen
Persamaan Gravity Model menggunakan ln (logaritma natural) agar memenuhi
uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias Perumusan Gravity Model
dalam penelitian ini adalah
LnVEL= β0 + β1LnPDBC + β2LnJE + β3LnHRG+ β4LnKR + β5LnPOP
+ β6IHK + e
Keterangan
LnVEL Volume Ekspor Lada Indonesia di Pasar Internasional
(ton) dalam persen
LnPDBC Rata-rata PDB per Kapita
LnJE Jarak Ekonomi (KM) dalam persen
LnHRG Harga Lada (US$ per ton) dalam persen
LnKR Kurs Riil (RpUS$) dalam persen
LnPOP Populasi (jiwa) dalam persen
IHK Indeks Harga Konsumen dalam persen
β0 Konstanta
β1-β7 Koefisien Regresi
e eror
345 Uji Kesesuaian Model
Widarjono (2009 231-237) menyatakan bahwa secara umum data panel
akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap negara
dan setiap periode waktu Oleh karena itu pengestimasian persamaan data panel
akan sangat tergantung dari asumsi yang dibuat tentang intersep koefisien slope
dan variabel pengganggunya Dengan demikian terdapat beberapa metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi data panel yaitu
35
44
1 Common Effect Model (CEM)
Model CEM merupakn model dengan koefisien tetap antara waktu dan
individu Model CEM hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu Sehingga diasumsikan bahwa perilaku data
antara individu sama dalam berbagai kurun waktu
2 Fixed Effect Model (FEM)
Model FEM merupakan model dengan slope konstan tetapi intersep
berbeda antara individu Model FEM juga menggunakan variabel dummy
untuk menangkap adanya perbedaan intersep Regresi data panel dengan
model FEM diduga mengandung masalah heteroskedastisitas Oleh sebab
itu permasalahan heteroskedastisitas dalam model ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode GLS
3 Random Effect Model (REM)
Model REM merupakan model mempunyai variabel gangguan berbeda
antara individu tetapi tetap antara waktu Model random merupakan
model yang akan mengestimasi data panel di mana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antara waktu dan individu Oleh sebab itu
metode yang tepat digunakan untuk mengestimasi model REM adalah
Generalized Least Squares (GLS)
Setelah diketahui macam-macam model data panel tahap selanjutnya
adalah memilih model mana yang paling tepat untuk untuk mengestimasi model
45
data panel Adapun uji-uji yang dilakukan untuk memilih model yang tepat
adalah sebagai berikut
1 Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah FEM lebih baik
daripada CEM atau sebaliknya hal tersebut dapat dilihat dari signifikansi
FEM dan uji F statistik jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima Begitu juga sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F
tabel maka H0 diterima (Widarjono 2009 238) Berikut hipotesis uji Chow
H0 Common Effect Model
H1 Fixed Effect Model
2 Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih apakah model FEM lebih baik
dari REM atau sebaliknya Uji Hausman didasarkan pada LSDV pada FEM
dan GLS pada REM Uji ini mengikuti statistika chi square dengan degree of
freedom sebanyak k (jumlah variabel independen) Jika nilai statistik
Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka H0 ditolak Sebaliknya
apabila nilai statistik Hausman lebih kecil daripada nilai kritisnya maka H0
diterima (Widarjono 2009 240-241) Berikut hipotesis uji Hausman
H0 Random Effect Model
H1 Fixed Effect Model
3 Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model
REM atau CEM yang paling tepat digunakan Uji signifikansi REM ini
46
dikembangkan oleh Breusch Pagan Metode Breusch Pagan untuk uji
signifikansi REM didasarkan pada nilai residual dari metode OLS
(Widarjono 2009 239) Hipotesis yang digunakan adalah
H0 Common Effect Model
H1 Random Effect Model
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of
freedom sebesar jumlah variabel independen Jika nilai LM statistik gt nilai
kritis statistik chi-squares maka kita menolak H0 yang artinya estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah metode REM daripada metode
CEM Sebaliknya jika nilai LM lt kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai
nilai kritis maka hipotesis nul diterima yang artinya estimasi yang digunakan
dalam regresi data panel adalah metode CEM bukan metode REM
346 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengaanggu atau residual memiliki distribusi normal Seperti diketahui
bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel yang kecil (Ghozali 2006 147)
1 Uji Normalitas dengan Analisis Grafik
Pengujian normalitas dengan menggunakan analisis grafik merupakan
metode yang termudah Analisis grafik dilakukan dengan menggunakan
histogram dengan menggambarkan variabel dependen sebagai sumbu vertikal
sedangkan nilai residual terstandarisasi digambarkan sebagai sumbu horizontal
47
Jika Histogram Standardized Regression Residual membentuk kurva seperti
lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal
Normal
Gambar 10 Histogram Normalitas Sumber Ghozali (2009 34)
2 Uji Normalitas dengan Jarque-Bera (JB Test)
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Jarque-Bera (JB)
dengan nilai Chi-Square (χ2) table dengan tingkat signifikansi 5 dan df (2)
Pengambilan keputusan dalam uji JB adalah jika nilai Jarque-Bera (JB) le χ2 tabel
maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal Sedangkan jika nilai
Jarque-Bera (JB) gt χ2 tabel maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi tidak
normal (Widarjono 2009 49)
347 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghazali
2006 95-96)
Pendeteksian ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis
korelasi berpasangan yang tinggi diantara variabel-variabel independen Jika
antar variabel independen terdapat koefisien korelasi yang tinggi (di atas 085)
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat multikolinearitas Jika
48
koefisien korelasi lebih rendah dari 085 maka model tidak mengandung
multikolinearitas (Widarjono 2009106)
2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2006 125) Pengujian
heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan metode Glejser Metode ini melakukan
regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono 2009
120)
3 Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota
observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu Oleh karena itu data
runtut waktu diduga seringkali mengandung unsur autokorelasi Sedangkan data
cross-section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi Salah satu metode
yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah Durbin-Watson Jika nilai
d adalah 2 maka tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono
2009 142-145) Adapun tabel pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut
49
Tabel 5 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Nilai statistik d Hasil
0 lt d lt dL Ada autokorelasi positif
dL le d le dU Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
dU lt d lt 4 ndash dU Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif
4 ndash dU le d le 4ndashdL Daerah keragu-raguan tidak ada keputusan
4 ndash dL lt d lt 4 Ada autokorelasi negatif Sumber Widarjono (2009 146)
348 Uji signifikansi
1 Uji Signifikan Simultan (F)
Uji statistik F menurut Ghazali (2006 88) pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut
1 Bila nilai F lebih besar dari 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5 yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
2 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F tabel Bila F-
hitung gt F tabel maka H0 ditolak dan menerima H1
2 Uji Signifikan Parsial (t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut
1 Jika jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat
kepercayaan sebesar 005 maka H0 dapat diterima dan apabila lebih dari 005
maka H0 ditolak bila nilai t lebih dari 2 (nilai absolut)
50
2 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel Apabila
t hitung gt t tabel maka variabel independen secara parsial mempengaruhi
variabel dependen (Ghazali 2006 88 - 89)
3 Koefisien Determinan (Rsup2)
Koefisien Determinan (Rsup2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu Nilai Rsup2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen Jika nilai Rsup2 sama dengan satu maka pendekatan tersebut terdapat
kecocokan sempurna dan jika Rsup2 sama dengan nol maka tidak ada kecocokan
pendekatan (Ghozali 2006 87)
35 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
secara langsung (Azwar 2013 74) Terdapat enam variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu variabel rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi
Harga Kurs Rill Populasi dan IHK Adapun definisi operasional variabel-
variabel tersebut adalah sebagai berikut
51
Tabel 6 Definisi Operasional
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnVEL Volume penjualan adalah
ukuran yang menunjukkan
banyaknya atau besarnya
jumlah barang atau jasa yang
terjual (Daryanto 2011 187)
Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean (Menteri
Perdagangan 2012 5)
Banyaknya jumlah lada yang di
ekspor ke negara importir pada
tahun 2004-2013
LnPDBC PDB adalah nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga
pasar yang diproduksi oleh
sebuah perekonomian dalam
satu periode dengan
menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada dalam
perekonomian tersebut (Case
dan Fair 2002 23)
Rata-rata nilai pasar semua
barang dan jasa akhir Indonesia
dan negara importir yang
dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi pada tahun 2004-2013
yang dibagi dengan jumlah
penduduk dalam satuan Dollar
Amerika (US$) dengan rumus
Rata-Rata PDB per Kapita =
(PDB per kapita Indonesia +
PDB per kapita importir)2
LnJE Jarak ekonomi adalah jarak
antara kedua negara
berdasarkan jarak bilateral
antara kota besar kedua negara
Jarak ini digunakan untuk
gambaran biaya transportasi
yang dibutuhkan untuk
melakukan ekspor dan impor
(Mayer dan Zignago 2011
11)
Jarak antar Indonesia dengan
negara tujuan secara riil dan
ekonomi yang digunakan sebagai
proxy untuk biaya transportasi
dan komunikasi serta waktu
pengiriman yang dibutuhkan
dalam kegiatan ekspor dan impor
dalam satuan KM dengan rumus
Jarak Ekonomi = Jarakij x (PDB
importirTotal PDB seluruh
negara yang dianalisis)
LnHRG Harga adalah jumlah yang
harus ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa (Kotler dan
Keller 2009 18)
Jumlah uang yang ditukarkan
oleh negara-negara importir
dengan lada Indonesia pada
tahun 2004 - 2013 dalam satuan
Dolar (US$Ton)
LnKR Kurs riil (real exchange rate)
adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukarkan
barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa
dari negara lain (Mankiw
2012 193)
Kurs riil antara Indonesia dengan
negara importir yang ditukarkan
pada lada Indonesia dalam
satuan RpUS$ dengan rumus
KR= Kurs nominal x (IHK
IndonesiaIHK importir)
52
Tabel 6 Definisi Operasional (Lanjutan)
Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional
LnPOP Semua warga negara di suatu
negara tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali
pencari suaka (World Bank
2016)
Semua warga negara di negara
tujuan ekspor tanpa memandang
status hukum atau
kewarganegaraan kecuali pencari
suaka pada tahun 2004 - 2013
yang dihitung dalam satuan jiwa
IHK Indeks harga konsumen adalah
angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu (Rahardja dan
Manurung 2008 367)
Perubahan harga dari suatu
paket barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga di
negara tujuan dalam satuan ()
pada tahun 2004-2013 dengan
tahun dasar 2010=100
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM
41 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia
Para ahli memperkirakan bahwa lada merupakan tanaman asli Asia
selatan khususnya India Habitat asli lada adalah hutan-hutan yang lembab dan
hangat dengan tanah datar Pada abad ke-enam SM lada dibawa masuk oleh
saudagar-saudagar Hindu dari India ke Nusantara melalui Selat Sunda Di pesisir
Selat Sunda terutama Banten dan sekitarnya tanaman lada banyak
dibudidayakan Selain di Banten lada kemudian dibudidayakan secara intensif di
Lampung Hal ini ditunjukkan oleh sebuah piagam kuno yang bernama Piagam
Bojong tahun 1500 M yang menunjukkan kejayaan Lampung sebagai produsen
lada yang diperdagangkan secara luas ke seluruh dunia (Sutarno dan Andoko
2005 4) Adapun klasifikasi lada adalah sebagai berikut
Klasifikasi Lada
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua dikotil)
Sub Kelas Magnoliidae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae (suku sirih-sirihan)
Genus Piper
Spesies Piper nigrum L
Lada pala dan cengkih merupakan rempah-rempah yang menjadi
komoditas penting dari zaman dahulu hingga sekarang Diantara rempah-rempah
54
lainnya lada mendapatkan julukan sebagai ldquoraja rempah-rempahrdquo (the king of
spice) Lada mempunyai khasiat sebagai penghangat badan sehingga
keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis
yang suhunya relatif dingin Begitu berharganya lada dipergunakan sebagai alat
tukar seperti halnya uang di Jerman pada abad XIV Lada juga menjadi komoditi
yang mendorong beberapa negara di Eropa seperti Portugis dan Belanda berlayar
sampai ke Indonesia Belanda (VOC) berhasil menguasai perdagangan lada dunia
berkat lada yang diperoleh dari nusantara dan mengakibatkan penjajahan selama
kurang lebih 350 tahun Pada abad pertengahan tersebut Indonesia terutama
Lampung merupakan sentra produksi lada yang tidak bisa diabaikan Dari
Lampunglah Belanda memasok sebagian besar ladanya yang diperdagangkan di
pasar dunia Pada tahun 1682 Belanda berhasil memasarkan sekitar 75 ton lada
hitam asal Lampung ke pasar dunia (Sutarno dan Andoko 2005 2)
Hingga tahun 2000 Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang
diperhitungkan di pasar dunia dengan tingkat produksi 77500 ton Namun pada
tahun-tahun selanjutnya produktivitas lada terus menurun dan pada tahun 2003
menjadi 67000 ton Pada tahun tersebut posisi Indonesia tergeser oleh Vietman
dengan produksi 85000 ton atau sekitar 26 dari total produksi lada dunia
(Sutarno dan Andoko 2005 2-3)
Saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada
dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu
lada putih dengan sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung yaitu
55
lada hitam dengan sebutan Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak
sebelum Perang Dunia ke-II (Wahyu 2014)
42 Lada Indonesia
421 Perkembangan Luas Areal Lada di Indonesia
Lahan merupakan unsur pokok dalam bercocok tanam yang berfungsi
sebagai media tanam tanaman untuk tumbuh Pertumbuhan luas lahan menjadi
salah satu pendorong produktivitas yang tinggi Saat ini luas lahan pertanian
semakin berkurang seiring gencarnya alih fungsi lahan menjadi lahan non
pertanian seperti pabrik perumahan perkantoran jalan dan lain sebagainya
Adapun luas lahan lada dari tahun 2004-2013 adalah sebagaimana berikut
Tabel 7 Luas Areal Lada Indonesia
Tahun Perkebunan
Rakyat (Ha)
Perkebunan
Negara (Ha)
Perkebunan
Swasta (Ha)
Total
(Ha)
2004 201248 - 236 201484
2005 191801 - 191 191992
2006 192572 - 32 192604
2007 189050 - 4 189054
2008 183078 - 4 183082
2009 185937 - 4 185941
2010 179314 - 4 179318
2011 177486 - 4 177490
2012 177783 - 4 177787
2013 171916 - 4 171920 Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (20143)
Luas areal lahan lada di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir
didominasi oleh perkebunan rakyat Sementara perkebunan swasta hanya
berkontribusi sangat sedikit dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun
2007-2013 hanya tersisa luas lahan seluas 4 Ha Secara keseluruhan total luas
areal lada terus mengalami penurunan Hingga pada tahun 2013 luas areal lada
56
hanya sebesar 171920 Ha Penurunan terbanyak terjadi pada tahun 2005 dengan
penurunan sebesar 471 dari tahun 2004
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) terdapat empat faktor dominan
yang menjadi penyebab penurunan areal lada yaitu pertama fluktuasi harga lada
Lada merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar
internasional berpengaruh langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika
harga lada di tingkat petani rendah banyak petani lada tidak mampu merawat
tanaman secara baik sehingga produktivitasnya menurun Bahkan sebagian
petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan beralih ke
usaha tani komoditas lain (Manohara et al Vietnam Pepper Association dan
Irawati dalam Daras dan Pranowo 2009 2) Kedua gangguan organisme
pengganggu tanaman Mulia et al dalam Daras dan Pranowo (2009 3)
menyatakan bahwa areal pertanaman lada yang tersebar pada lima belas
kecamatan di Pulau Bangka rusak akibat serangan hama dan penyakit dengan
intensitas serangga rendah (3-7 ) sedang (10-22 ) dan tinggi (31-35 )
Ketiga dampak penambangan timah ilegal Sejak reformasi bergulir pada tahun
19971998 Pemerintah Pusat dan Daerah sedikit melonggarkan peraturan atau
ketentuan tentang penambangan timah Kondisi ini mendorong masyarakat Babel
dan sekitarnya melakukan penambangan timah secara tradisional karena kegiatan
ini mampu memberikan pendapatan secara cepat Akibatnya sebagian petani lada
beralih ke usaha penambangan timah sehingga usaha tani lada hanya sebagai
usaha sampingan (Irawati et al dalam Daras dan Pranowo 2009 3) Keempat
pengembangan komoditas lain Selain lada terdapat komoditas lain yang
57
dikembangkan di Babel seperti karet kelapa kelapa sawit kopi kakao cengkih
jambu mete dan nilam (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Bangka
Belitung dalam Daras dan Pranowo 2009 4) Kelapa sawit merupakan
komoditas yang memperlihatkan perkembangan luas areal tanam paling pesat
sehingga mengurangi luas areal tanam lada (Daras dan Pranowo 2009 4)
422 Perkembangan Produksi Lada Indonesia
Berdasarkan sejarah Indonesia pernah menguasai pasar internasional lada
hingga tahun 2003 Produksi lada yang melimpah membuat Indonesia mampu
melakukan ekspor lebih banyak Laporan statistik perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3) menunjukkan bahwa produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan sebagaimana Gambar 11 berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(Ton
)
Gambar 11 Produksi Lada Indonesia
Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3)
Produksi lada Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada tahun
2007 yang mengalami penurunan sebesar 439 sekaligus menjadi tahun dengan
produksi paling rendah dibanding tahun-tahun lainnya Sementara produksi
paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 91039 ton
58
Adapun secara rinci total produksi lada Indonesia adalah 77008 ton pada tahun
2004 78328 ton pada tahun 2005 77533 pada tahun 2006 74131 ton pada
tahun 2007 80420 pada tahun 2008 82834 ton pada tahun 2009 83663 pada
tahun 2010 87089 pada tahun 2011 87841 ton pada tahun 2012 dan 91039 ton
pada tahun 2013
Peningkatan produksi lada di Indonesia seharusnya dapat mendorong
ekspor lada Indonesia Namun menurut data Statistik Perkebunan Indonesia
Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 4) terjadi penurunan ekspor yang besar
pada tahun 2011 dan 2013 Adapun hubungan antara produksi dengan ekspor lada
Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 8 Produksi dan Ekspor Lada Indonesia
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Hubungan
2004 77008 34302 +
2005 78328 34556 +
2006 77533 36953 +
2007 74131 38447 +
2008 80420 52407 +
2009 82834 50642 +
2010 83663 62599 +
2011 87089 36487 -
2012 87841 62605 +
2013 91039 47908 - Sumber Direktorat Jenderal Perkebunan (2014 3-4)
Secara umum dalam kurun waktu 2004 - 2013 produksi lada Indonesia
memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor lada Indonesia Artinya
produksi lada memberikan dampak yang positif karena setiap kenaikan produksi
lada di Indonesia akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia Namun
terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2011 dan 2013 yang dapat dilihat
dengan menurunnya volume ekspor lada Indonesia pada tahun tersebut Produksi
59
lada pada tahun 2011 meningkat sebesar 41 namun terjadi penurunan ekspor
sebesar 4171 Begitupun pada tahun 2013 produksi lada meningkat sebesar
364 namun ekspor lada menurun sebesar 2348 Hal ini dikarenakan
konsumsi lada dalam negeri pada tahun tersebut mencapai 3489 dan 2835
dari total produksi
423 Perkembangan Harga Lada Domestik Indonesia
Besaran harga lada merupakan salah satu faktor yang dapat memicu naik
dan turunnya penjualan lada Harga lada domestik Indonesia menurut
International Pepper Community (2013 53) menunjukkan peningkatan yang
cukup tinggi Harga rata-rata lada hitam dan putih memiliki perbedaan yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50 Perbedaan harga ini disebabkan oleh
proses pengolahan lada putih yang lebih rumit dibandingkan lada hitam Adapun
perkembangan rata-rata lada adalah sebagai berikut
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Rp
Kg)
Lada Hitam
Lada Putih
Gambar 12 Harga Lada Domestik Indonesia Sumber International Pepper Community (2013 53)
Harga rata-rata lada hitam dan lada putih dalam negeri bergerak secara
beriringan secara fluktuatif namun cenderung meningkat Peningkatan harga rata-
rata lada hitam tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan peningkatan sebesar
60
751 dari tahun sebelumya yaitu dari Rp 27899Kg menjadi Rp 48850Kg dan
sempat mengalami penurunan sebesar 1884 pada tahun 2009 menjadi Rp
22142Kg dari Rp 27281Kg Adapun harga rata-rata lada hitam per kilogram
adalah Rp 9489 pada tahun 2004 Rp 10089 pada tahun 2005 Rp 15238 pada
tahun 2006 Rp 25284 pada tahun 2007 Rp 27281 pada tahun 2008 Rp 22142
pada tahun 2009 Rp 27899 pada tahun 2010 Rp 48850 pada tahun 2011 Rp
52409 pada tahun 2012 dan Rp 62430 pada tahun 2013
Sama halnya dengan lada hitam harga rata-rata lada putih mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 5291 dan menurun
pada tahun 2009 sebesar 239 Adapun harga rata-rata lada putih per kilogram
adalah Rp 18284 pada tahun 2004 Rp 18968 pada tahun 2005 Rp 24036 pada
tahun 2006 Rp 36043 pada tahun 2007 Rp 40938 pada tahun 2008 Rp 39961
pada tahun 2009 Rp 45925 pada tahun 2010 Rp 70223 pada tahun 2011 Rp
77907 pada tahun 2012 dan Rp 90083 pada tahun 2013 Tingginya harga lada
putih disebabkan adanya perbedaan proses pengolahan pada lada Proses
pembuatan lada putih lebih rumit daripada lada hitam Lada putih dipilih dari
buah yang matang kemudian direndam dalam air selama beberapa hari Dari satu
kilogram lada yang direndam hanya dapat menghasilkan lada putih paling
banyak empat ons Sedangkan proses pembuatan lada hitam lebih mudah yaitu
dengan cara mengeringkan lada hijau kemudian dibersihkan tangkainya
Menurut Daras dan Pranowo (2009 2) fluktuasi harga lada merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan luas areal tanam lada
yang juga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi lada Lada merupakan
61
komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional berpengaruh
langsung terhadap harga lada dalam negeri Ketika harga lada di tingkat petani
rendah banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara baik sehingga
produktivitasnya menurun Bahkan sebagian petani tidak lagi menanam lada atau
mengurangi luas areal lada dengan beralih ke usaha tani komoditas lain
Sebaliknya jika harga lada dalam negeri meningkat maka petani cenderung akan
mempertahankan lahannya untuk terus memproduksi lada karena besarnya
keuntungan yang akan didapatkan Hal ini sejalan dengan cenderung
meningkatnya produksi dalam negeri dalam kurun waktu 2004 - 2013 (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2014 3) Namun meningkatnya harga domestik lada
berdampak kurang baik terhadap ekspor lada Hal ini terlihat dari menurunnya
ekspor lada pada tahun 2011 dan 2013 dimana pada tahun yang sama harga lada
domestik baik hitam maupun putih mengalami peningkatan yang signifikan Hal
ini menunjukkan bahwa petani cenderung menjual ladanya pada konsumen dalam
negeri dibandingkan luar negeri karena keuntungan yang didapat akan lebih besar
dengan meningkatnya harga domestik lada tersebut
424 Perkembangan Ekspor Lada Indonesia
Perkembangan ekspor lada Indonesia selama tahun 2004 - 2013 fluktuatif
Sebagaimana Gambar 4 bahwa volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2012
yaitu sebanyak 62608 ton dan terendah pada tahun 2005 sebanyak 35055 ton
Ekspor lada Indonesia fluktuatif dengan total eskpor terbanyak terjadi
pada tahun 2012 yaitu 62608 ton naik sebesar 7159 dari tahun sebelumnya
Namun ekspor lada kembali menurun sebesar 2348 pada tahun 2013 dengan
62
total ekspor sebanyak 47908 ton Sedangkan penurunan terbesar ekspor lada
Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4171 dengan total ekspor
sebanyak 36487 ton
Penurunan ekspor tertinggi pada tahun 2011 diiringi oleh peningkatan
harga domestik lada tertinggi pada tahun yang sama Pada tahun tersebut harga
lada mencapai Rp 48850Kg naik sebesar 751 untuk lada hitam dan Rp
70223Kg naik sebesar 5291 untuk lada putih Begitupun pada tahun 2013 di
mana harga domestik lada hitam mencapai Rp 62430Kg naik sebesar 1912
dan lada putih Rp 90083Kg naik sebesar 1563 (International Pepper
Community 2013 53)
43 Lada Dunia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam
penyediaan lada dunia Selain Indonesia terdapat negara lain yang berperan aktif
dalam penyediaan lada dunia diantaranya Brazil Cina India Madagaskar
Malaysia Sri Lanka Thailand dan Vietnam Dalam kurun waktu 2004 - 2013
Vietnam dan Brazil merupakan pesaing terdekat lada Indonesia di pasar
internasional
431 Perkembangan Luas Areal Lada Dunia
Permintaan lada dunia yang terus meningkat perlu didukung oleh luasnya
areal tanam yang besar Lahan yang luas akan mendukung produksi lada yang
tinggi Adapun ketersediaan lahan lada di dunia adalah sebagai berikut
63
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ha)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailnd
Vietnam
Lainnya
Gambar 13 Luas Areal Lahan Lada Dunia Sumber International Pepper Community (2013 3)
Menurut data International Pepper Community (2013 3) India
merupakan negara dengan luas areal lahan lada terbesar hingga mencapai
253730 Ha pada tahun 2006 Meskipun juga mengalami penurunan luas lahan
pada tahun-tahun selanjutnya India masih menempati posisi pertama sebagai
negara dengan luas lahan lada terbesar di dunia dengan luas areal lahan sebesar
19700 Ha pada tahun 2013 Sedangkan Vietnam yang merupakan eksportir lada
pertama di dunia hanya memiliki luas areal lahan lada sebesar 56500 Ha pada
tahun 2013 Luas lahan ini lebih kecil dibandingkan Indonesia pada tahun yang
sama yaitu 113000 Ha Sementara Brazil yang merupakan negara ketiga
eksportir lada dunia hanya memiliki luas lahan sebesar 20000 Ha pada tahun
2013
Meskipun memiliki luas lahan yang tidak lebih luas dari Indonesia dan
India Vietnam mempunyai manajemen lahan yang baik sehingga mampu
menjadi produsen dan ekportir utama lada dunia Adapun manajemen lahan yang
dilakukan Vietnam adalah dengan cara membuat drainase yang baik saat musim
64
hujan dan membuat irigasi yang dapat meminimalisir penyebaran dan
kontaminasi penyakit Hal inilah yang menyebabkan produktivitas lada Vietnam
lebih tinggi daripada Indonesia maupun India (Ton dan Buu 2011 18)
432 Produksi Lada Dunia
Produksi lada dunia didominasi oleh negara-negara dengan luas lahan
yang luas seperti India Indonesia Brazil dan Vietnam Produksi ini merupakan
hal penting yang dapat mempengaruhi volum ekspor Adapun total produksi
produsen lada dunia dari tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
Total Produksi
(Ton
)
Brazil
Cina
India
Indonesia
Madagaskar
Malaysia
Thailand
Vietnam
Lainnya
Gambar 14 Total Produksi Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 5)
Areal lahan yang luas tidak secara langsung mampu mempengaruhi
produksi lada di suatu negara Hal ini terlihat dalam Gambar 14 yang
menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2004-2013 meskipun
bukan sebagai negara dengan kepemilikan lahan terluas Vietnam merupakan
negara dengan tingkat produksi paling tinggi mengalahkan India yang
merupakan negara dengan kepemilikan luas areal lahan lada paling luas Total
produksi lada Vietnam mencapai 32 dari keseluruhan total produksi lada dunia
yaitu sebanyak 1110750 ton Sementara Indonesia hanya mampu memproduksi
lada sebanyak 17 dari total produksi lada dunia dengan total produksi sebanyak
65
578000 ton Sedangkan India yang merupakan negara dengan luas areal lahan
terluas di dunia hanya mampu memproduksi lada sebesar 15 dari total produksi
lada dunia yaitu 536150 ton
Ketidak selarasan antara luas areal lahan dan total produksi di masing-
masing negara bisa jadi sebabkan oleh beberapa hal Meskipun menjadi negara
dengan luas areal tanam lada terluas produksi lada India masih berada di bawah
Vietnam dan Indonesia Menurut International Pepper Community (2016)
penurunan produksi lada di India disebabkan oleh hama dan penyakit serta
adanya tanaman yang sudah tua dan tidak produktif Begitu juga menurut Yogesh
dan Mokshapathy (2013 38) yang menyatakan bahwa penurunan produksi lada
di India dikarenakan produksi lada India yang menurun akibat penyakit dan umur
tanaman lada yang sudah tua sehingga India perlu melakukan penanaman pohon
lada baru yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan produksi Faktor cuaca
yang tidak menentu di India juga menjadi penyebab selanjutnya penuruan
produksi lada di India yang pada akhirnya perdampak pada ekspor (Yogesh dan
Mokshapathy 201338) Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi lada di
India menurut Ganesan dalam Soepanto (2006 57) adalah faktor kemiskinan
petani Petani dan buruh tani di India termasuk diantara orang-orang paling
miskin di dunia Upaya pemerintah India untuk membantu petani melalui subsidi
mendapat hambatan dari negara-negara maju yang menganggap hal tersebut
dapat mendistorsi perdagangan Akibatnya petani di India masih mengalami
kesulitan dan lebih memilih untuk beralih profesi bahkan dampak paling buruk
66
adalah memilih untuk bunuh diri Hal ini lah yang menyebabkan produktivitas
pertanian di India menurun salah satunya lada
433 Perkembangan Harga Lada Dunia
Pergerakan harga merupakan salah satu penentu pembelian oleh
konsumen terhadap suatu barang Perkembangan harga lada di pasar internasional
berdasarkan harga Free on Board (FOB) dari beberapa negara eksportir menjadi
salah satu acuan importir untuk melakukan pembelian Perkembangan harga lada
dari beberapa produsen lada dunia mengalami fluktuasi cenderung meningkat
setiap tahunnya sebagaimana data International Pepper Community (2013) yang
tertera pada Gambar 15 dan Gambar 16 berikut
A Harga Lada Hitam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(US
$To
n)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 15 Harga Lada Hitam Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Pergerakan harga lada hitam diantara negara-negara eksportir relatif
sama yaitu berfluktutaif cenderung meningkat Harga tertinggi lada hitam
dunia ditempati oleh Malaysia Sedangkan harga terendah lada hitam dunia
ditempati oleh Vietnam Adapun posisi harga lada hitam Indonesia adalah
pertengahan di antar negara-negara lainnya Harga tertinggi lada terjadi pada
67
tahun 2013 yaitu US$ 6338ton untuk Brazil US$ 6927ton untuk India
US$ 6850ton untuk Indonesia US$ 7359ton untuk Malaysia dan US$
6549ton untuk Vietnam
Produksi lada yang tinggi di Vietnam membuat harga lada Vietnam
menjadi lebih murah Sedangkan Malaysia merupakan negara dengan
produksi lada hitam terendah diantara negara-negara tersebut Oleh karenanya
harga lada hitam Malaysia menjadi lebih mahal dibanding negara-negara
lainnya Selain Vietnam harga lada hitam Brazil merupakan yang termurah
ke dua di dunia Menurut International Pepper Community (2013) produksi
lada hitam Brazil lebih sedikit dari India Namun konsumsi lada hitam di
India lebih besar daripada Brazil Oleh karenanya persediaan lada hitam
Brazil untuk ekspor lebih banyak dibandingkan India Hal ini juga yang dapat
menyebabkan harga lada hitam India merupakan harga termahal kedua
setelah Malaysia Sementara harga lada hitam Indonesia masih lebih mahal
daripada Brazil meskipun produksi lada hitam Indonesia lebih tinggi daripada
Brazil Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada hitam di Indonesia lebih
tinggi daripada Brazil sehingga persediaan lada Brazil untuk ekspor masih
lebih banyak dibandingkan Indonesia
B Harga Lada Putih
Sejalan dengan harga lada hitam perkembangan lada putih dunia dari
masing-masing eksportir berfluktuasi cenderung meningkat Untuk lada putih
Malaysia masih menjadi negara dengan harga lada putih termahal Begitupun
dengan Vietnam yang mempunyai harga lada putih paling murah
68
dibandingkan negara eksportir yang lainnya Sedangkan harga lada putih
Indonesia masih lebih tinggi dari Brazil yang merupakan pesaing terdekat
lada Indonesia Pada tahun 2013 masing-masing harga lada putih adalah US$
9716ton untuk Brazil US$ 9367ton untuk Indonesia US$ 9887ton untuk
Malaysia dan US$ 9111ton untuk Vietnam Adapun grafik perkembangan
harga lada putih dunia adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
04
2005
2006
20
07
2008
20
09
20
10
2011
20
12
2013
Tahun
(US
$T
on
) Brazil
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Gambar 16 Harga Lada Putih Dunia
Sumber International Pepper Community (2013)
Penyebab perbedaan harga lada putih sama dengan lada hitam sebelumya
yaitu tingkat persediaan lada untuk diekspor setelah dikurangi konsumsi Menurut
International Pepper Community (2013) Indonesia merupakan produsen tertinggi
lada putih di dunia selama tahun 2004-2013 Namun harga lada putih Indonesia
tidak lebih murah dari Vietnam yang merupakan produsen kedua lada putih
dunia Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi lada putih Indonesia lebih tinggi dari
Vietnam Oleh karenannya Vietnam memiliki persediaan lada putih lebih banyak
dari Indonesia Begitupun dengan Malaysia yang memiliki harga lada putih
paling tinggi di dunia selama kurun waktu 2004-2013 Produksi lada putih
Malaysia lebih rendah dibandingkan Vietnam Indonesia dan Brazil Sedangkan
69
untuk Indonesia dan Brazil meskipun produksi lada putih Indonesia jauh di atas
Brazil namun harga lada putih Indonesia lebih mahal daripada Brazil Hal ini
dapat disebabkan oleh meningkatnya harga lada putih Indonesia di dalam negeri
sehingga berdampak pada tingginya harga lada putih Indonesia di pasar
internasional
434 Perkembangan Ekspor Lada Dunia
Ekspor lada dunia sangat berkaitan dengan jumlah produksi lada dunia
Negara yang mampu memproduksi lada lebih banyak cenderung mampu
melakukan ekspor lebih banyak juga Adapun perkembangan ekspor lada dunia
dari tahun 2004-2013 menurut data International Pepper Community (2013 7)
adalah sebagaimana grafik berikut
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
(Ton
)
Brazil
India
Indonesia
Malaysia
Sri Lanka
Vietnam
Cina
Thailand
Madagaskar
Lainnya
Gambar 17 Ekspor Lada Dunia
Sumber International Pepper Community (2013 7)
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa ekspor lada di pasar internasional
selama tahun 2004-2013 didominasi oleh lada Vietnam Sementara lada
Indonesia sendiri hanya mampu berada di posisi kedua namun dengan selisih
volume ekspor yang besar Rata-rata selisih jumlah volume ekspor Indonesia
dengan Vietnam adalah sebanyak 656954 tontahun Selisih terbesar terjadi pada
tahun 2011 sebanyak 87374 ton dan selisih terkecil terjadi pada tahun 2008
70
sebenyak 37908 ton Selanjutnya posisi ketiga ekspor lada di pasar internasional
ditempati oleh Brazil Berbeda dengan Vietnam selisih volume ekspor lada
Indonesia dengan Brazil relatif kecil Bahkan pada tahun 2005-2007 Brazil
mampu mengungguli ekspor lada Indonesia dengan total ekspor lada sebanyak
38416 ton 42187 ton dan 38665 ton Hingga kemudian Indonesia mampu
mengungguli kembali Brazil pada tahun 2008-2013 dengan selisih sebesar 15822
ton 14057 ton 31838 ton 3792 ton 33479 ton dan 17303 ton Adapun rata-
rata selisih ekspor lada Indonesia dengan Brazil adalah sebanyak 10738
tontahun Eksportir lada seanjutnya adalah India India merupakan negara
dengan luas lahan terbesar di dunia namun tidak mampu menjadi eksportir utama
dunia Menurut Yogesh dan Mokshapathy (2013 39) penyebab tidak menjadinya
India sebagai eksportir utama lada dunia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dan tingginya konsumsi di India Tingginya konsumsi domestik
lada India digunakan untuk kuliner ekstraksi minyak dan oleoresin industri
farmasi dan lain-lain
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
51 Analisis Dayasaing Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
511 Keunggulan Komparatif
1 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang beragam di setiap
negara Keunggulan komparatif ini dapat dilihat melalui nilai RCA Adapun nilai
RCA lada Indonesia di negara-negara tujuan ekspor adalah sebagai berikut
Tabel 9 Hasil Revealed Comparative Advantage (RCA)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 21754 2175
Australia 4458 446
Belanda 16796 1680
Belgia 15061 1506
Bulgaria 22014 2201
Hongkong 19695 1970
India 7228 723
Inggris 3243 324
Italia 7142 714
Jepang 1763 176
Jerman 21839 2184
Kanada 7753 775
Korea 804 080
Malaysia 531 053
Pakistan 282 028
Perancis 24621 2462
Rusia 40220 4022
Singapura 8140 814
Vietnam 25090 2509 Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Ekspor lada Indonesia ke sembilan belas negara tujuan secara umum
memiliki dayasaing yang kuat secara komparatif karena memiliki nilai RCA lebih
72
dari 1 Namun tidak di tiga negara yaitu Korea Malaysia dan Pakistan Hal ini
dikarena nilai RCA Indonesia di tiga negara tersebut kurang dari 1 yaitu 080
053 dan 028
Tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Korea Malaysia dan Pakistan
disebabkan oleh adanya negara lain yang menjadi eksportir utama lada di negara-
negara tersebut Eksportir utama lada di Korea yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi adalah Vietnam dengan nilai RCA sebesar 22 Sri Lanka
dengan nilai RCA sebesar 12 Malaysia dengan nilai RCA sebesar 6 Cina dengan
nilai RCA sebesar 3 dan India dengan nilai RCA sebesar 1 Begitu juga di
Pakistan eksportir utama lada Pakistan adalah Vietnam dengan nilai RCA
sebesar 179 Disusul Sri Lanka dengan nilai RCA sebesar 33 Brazil dengan nilai
RCA sebesar 7 dan India dengan nilai RCA sebesar 4 Sedangkan di Malaysia
dayasaing komparatif lada Indonesia kalah oleh India dengan nilai RCA sebesar
32 Disusul Vietnam dan Cina dengan nilai RCA sebesar 329 dan 318
Meskipun begitu secara komparatif lada Indonesia sangat berdayasaing di Rusia
dan beberapa negara lainnya
Rusia adalah peluang pasar lada tertinggi Indonesia karena memiliki rata-
rata nilai RCA tinggi yaitu 4022 Disusul Vietnam dengan nilai RCA sebesar
2509 Meskipun berstatus sebagai eksportir nomor satu lada dunia Vietnam
masih melakukan impor lada dari Indonesia dengan rata-rata nilai ekspor lada
Indonesia ke Vietnam sebesar US$ 31249188
Menurut Vietnam Pepper Association industri lada di Vietnam terus
berkembang hingga mencapai 10-20 per tahun Pertumbuhan ini menimbulkan
73
banyak resiko dari sisi teknis dan kondisi alam Selain itu harga lada dalam
negeri Vietnam juga mengalami peningkatan yang tinggi Oleh karenanya
banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan untuk
meningkatkan produktivitas Namun hal inilah yang menyebabkan kualitas lada
Vietnam tidak memenuhi permintaan pasar dan banyak mendapatkan peringatan
tentang residu yang dihasilkan dari Amerika dan Kanada Oleh karena hal itu
Vietnam harus melakukan impor lada berkualitas tinggi dari negara lain salah
satunya dari Indonesia (Horizon Pasific 2016)
Posisi selanjutnya adalah Perancis dengan nilai RCA sebesar 2462
Disusul Bulgaria sebesar 2201 dan Jerman sebesar 2184 Sedangkan Amerika
Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor utama lada Indonesia hanya
menempati posisi keenam dengan nilai RCA sebesar 2175 Eksportir lada utama
dan memiliki keunggulan komparatif paling tinggi di Amerika serikat adalah
Peru dan Vietnam dengan nilai RCA sebesar 3290 dan 2254
512 Keunggulan Kompetitif
1 Export Product Dynamic (EPD)
Dayasaing lada Indonesia selanjutnya ditentukan oleh keunggulan
kompetitifnya Keunggulan kompetitif ini dapat dilihat melalui nilai EPD yang
digunakan untuk menentukan posisi pasar lada Indonesia di masing-masing
negara Berikut adalah hasil perhitungan EPD lada Indonesia di negara-negara
tujuan ekspornya
74
Tabel 10 Hasil Export Product Dynamic (EPD)
Negara
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor Indonesia
()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar Lada
()
Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Perdagangan lada Indonesia di pasar internasional berada di empat posisi
yaitu Rising Star Falling Star Lost Opportunity dan Retreat Posisi Rising Star
terjadi pada perdagangan lada antara Indonesia dengan Belanda India Italia
Jepang Jerman dan Malaysia Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia
memiliki pertumbuhan pangsa ekspor lada yang bernilai posistif serta lada
merupakan komoditi yang berdayasaing dan dinamis di negara-negara tersebut
karena memiliki pertumbuhan daya tarik pasar yang positif Secara keseluruhan
posisi lada Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut
75
1) Posisi Rising Star
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik
sebesar 0684 dan 0012 di Belanda Begitu pula di India pertumbuhan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar lada Indonesia naik sebesar 0131 dan
0088 Sedangkan di Italia Jepang Jerman Malaysia dan Pakistan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia masing-masing meningkat sebesar
0126 0416 0177 dan 0605 Begitu juga pertumbuhan pangsa pasar
ladanya yang masing-masing meningkat sebesar 0015 0006 0001 dan
0207 Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara kompetitif
Indonesia sangat berdayasaing di negara-negara tersebut
2) Posisi Falling Star
Posisi selanjutnya adalah Falling Star yang terjadi di negara Belgia
Hongkong Korea dan Perancis Posisi ini menunjukkan bahwa lada Indonesia di
negara-negara tersebut mengalami penurunan daya tarik namun pangsa pasar
lada masih mengalami peningkatan karena perbandingan nilai ekspor lada
Indonesia mampu bersaing dengan nilai ekspor lada dunia di negara-negara
tersebut Posisi ini merupakan posisi yang masih menguntungkan bagi Indonesia
karena setidaknya Indonesia masih memiliki pangsa pangsa pasar lada di negara
tersebut
Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di Belgia meningkat sebesar
1301 Namun pangsa pasar lada menurun sebesar 0011 Pangsa pasar
ekspor Indonesia juga tumbuh sebesar 0900 di Hongkong Hanya saja
pertumbuhan pangsa pasar lada menurun sebesar 0016 Begitu juga di Korea
76
Selatan pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia meningkat sebesar 0123
Namun pertumbuhan pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0023
Sedangkan di Perancis pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia tumbuh
sebesar 0612 namun pangsa pasar ladanya menurun sebesar 0001
3) Posisi Lost Opportunity
Posisi lainnya yaitu Lost Opportunity Posisi ini terjadi di Amerika
Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Pangsa pasar ini menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis
sehingga posisinya adalah yang paling tidak diinginkan karena Indonesia tidak
dapat merebut pangsa pasar lada di negara-negara tersebut meski permintaanya
mengalami peningkatan Hal ini terjadi karena lada Indonesia kurang
berdayasaing dibandingkan total lada dunia di negara-negara tersebut
Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspor sebesar 0025 di
saat permintaan lada meningkat sebesar 0014 di Amerika Serikat Begitupun
di Kanada Pakistan Rusia dan Singapura Penurunan pangsa pasar ekspor di
Kanada mencapai 0140 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar
0001 Sedangkan di Pakistan penurunan pangsa pasar mencapai 0065 di
saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0155 Selanjutnya di Rusia
dan Singapura penurunan pangsa pangsa ekspor menurun sebesar 1212 dan
3724 di saat permintaan terhadap lada meningkat sebesar 0014 dan 0053
Menurunnya pangsa pasar ekspor Indonesia di negara-negara tersebut
dikarenakan adanya pesaing utama Indonesia yang lebih mampu menguasai
77
pasar Adapun pesaing-pesaing Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah sebagai berikut
Tabel 11 Pesaing Lada Indonesia
Negara Pesaing RCA
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor ()
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Lada ()
Posisi
AS Peru 3290 0240 0017 Rising Star
Vietnam 2254 1684 0082 Rising Star
Kanada Vietnam 4056 0789 0028 Rising Star
Pakistan India 415 0045 0440 Rising Star
Rusia Polandia 404 1004 0140 Rising Star
Cina 017 0177 0745 Rising Star
Singapura Vietnam 2994 2966 -0005 Falling Star
Sri Lanka 2469 0661 -0002 Falling Star
India 206 0416 0302 Rising Star Keterangan AS (Amerika Serikat)
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Amerika Serikat
Pesaing utama lada Indonesia di Amerika Serikat adalah Peru dan
Vietnam Nilai RCA kedua negara tersebut aadalah 3290 dan 2254 Nilai
tersebut lebih besar dari nilai RCA Indonesia yaitu 2175 Artinya dayasaing
lada Indonesia secara komparatif kalah dari Peru dan Vietnam Begitu juga secara
kompetitif dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut karena
kedua negara tersebut berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa
pasar ekspor mencapai 0240 untuk Peru dan 1684 untuk Vietnam Begitu
juga pertumbuhan pangsa pasar ladanya yang meningkat sebesar 0017 dan
0082
Salah satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia di Amerika
Serikat adalah harga Harga lada Peru dan Vietnam lebih murah dibandingkan
78
Indonesia Adapun pergerakan harga lada ketiga negara tersebut di Amerika
Serikat adalah sebagai berikut
000
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Peru
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 18 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Amerika Serikat Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Berdasarkan Gambar 18 harga lada Peru merupakan yang termurah
dibandingkan Vietnam dan Indonesia Hal ini menyebabkan permintaan lada Peru
lebih bayak dibandingkan Vietnam dan Indonesia yang kemudian berpengaruh
terhadap peningkatan nilai ekspor lada Peru Peningkatan ini menjadikan Peru
mampu berdayasaing kuat secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Amerika Serikat Sedangkan harga lada Vietnam dan Indonesia relatif sama
Namun harga lada Vietnam sedikit lebih murah dari Indonesia dengan rata-rata
harga sebesar US$ 308Kg Sedangkan rata-rata harga lada Indonesia adalah US$
371Kg Hal ini menyebabkan volume dan nilai ekpor lada Vietnam lebih banyak
dan menjadikan Vietnam mampu berdayasaing lebih kuat secara komparatif dan
kompetitif dibandingkan Indonesia di pasar lada Amerika Serikat
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Kanada
Pesaing utama lada Indonesia di Kanada adalah Vietnam Hal ini
ditunjukkan dengan Nilai RCA Vietnam yang lebih besar dari Indonesia yaitu
79
4056 Sedangkan nilai RCA Indonesia adalah 775 Selain nilai RCA yang lebih
besar Vietnam juga mampu berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor sebesar 0789 dan pertumbuhan pangsa pasar produk
sebesar 0028 Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Vietnam sangat
berdayasaing secara komparatif dan kompetitif di pasar lada Kanada
dibandingkan Indonesia
Dayasaing kuat lada Vietnam di Kanada dikarenakan nilai ekspor lada
Vietnam yang tinggi Tingginya nilai ekspor ini diperoleh dari banyaknanya lada
yang telah diekspor Vietnam ke Kanada Banyaknya ekspor lada Vietnam ke
Kanada bukan dikarenakan harganya yang lebih murah dari Indonesia Karena
selama tahun 2004-2013 harga lada Indonesia lebih murah dari Vietnam
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 19 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(KgU
S$)
Vietnam
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 19 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Kanada Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Gambar 19 menunjukkan bahwa harga lada Vietnam lebih tinggi daripada
Indonesia Namun tingginya harga lada Vietnam tidak berpengaruh terhadap
permintaan lada dari Kanada Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lada yang
diekspor Vietnam ke Kanada dibandingkan Indonesia Adapun total ekspor lada
80
Vietnam dari tahun 2004-2013 adalah 6917024 ton Sedangkan total ekspor lada
Indonesia adalah 1527629 ton Banyaknya lada yang diekspor oleh Vietnam ke
Kanada dikarenakan Vietnam mampu memproduksi lada dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan Indonesia Menurut data International Pepper
Community (2013 5) total produksi lada Vietnam dari tahun 2004 - 2013 adalah
1110750 ton Sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya
mampu memproduksi lada sebanyak 578000 ton Oleh sebab itu meskipun
memiliki harga yang lebih mahal Vietnam lebih mampu mengekspor lada lebih
banyak daripada Indonesia Hal ini menyebabkan nilai ekspor lada yang
diperoleh Vietnam lebih tinggi dari Indonesia dan menjadikan lada Vietnam lebih
berdayasaing dari Indonesia secara komparatif dan kompetitif di pasar lada
Kanada
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Pakistan
Pesaing utama lada Indonesia di Pakistan adalah India Hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA India yang lebih besar yaitu 415 Sedangkan
Indonesia hanya memiliki nilai RCA sebesar 028 yang artinya secara komparatif
lada Indonesia tidak berdayasaing di pasar lada Pakistan Selain itu Indonesia
juga kalah berdayasaing secara kompetitif dari India Hal ini dikarenakan India
berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar
0045 dan pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0440
Kuatnya dayasaing India di Pakistan disebabkan oleh besarnya nilai
ekspor lada yang diperoleh oleh India dibandingkan Indonesia Nilai ekspor ini
berkaitan dengan permintaan lada India yang lebih banyak daripada Indonesia
81
Faktor yang menyebabkan tingginya permintaan lada India adalah harga lada
India yang lebih murah daripada harga lada Indonesia sebagaimana data UN
Comtrade (2016) adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
India
Indonesia
Gambar 20 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Pakistan
Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Rusia
Polandia dan Cina adalah pesaing utama lada Indonesia di Rusia Secara
komparatif Indonesia mampu berdayasaing lebih kuat dibandingkan kedua negara
tersebut Hal ini dikarenakan nilai RCA Indonesia lebih tinggi yaitu 4022
Sedangkan nilai RCA Polandia adalah 404 Bahkan secara komparatif Cina tidak
memiliki dayasaing di pasar Rusia karena memiliki nilai RCA kurang dari satu
yaitu 017 Dayasaing yang kuat ini disebabkan oleh perbandingan nilai ekspor
lada Indonesia dari total ekspor Indonesia lebih besar dari perbandingan nilai
ekspor lada dunia dari total ekspor dunia ke Rusia
Meskipun secara komparatif lada Indonesia mampu berdayasaing kuat
dibandingkan Polandia dan Cina di pasar Rusia namun secara kompetitif
dayasaing lada Indonesia kalah dari kedua negara tersebut Hal ini ditujukkan
dengan posisi Rising Star Polandia dan Cina di Rusia Pertumbuhan pangsa pasar
ekspor lada kedua negara tersebut mencapai 1004 dan 0177 Begitu juga
82
pertumbuhan pangsa pasar produk yang mencapai 0140 dan 0745 Salah
satu penyebab tidak berdayasaingnya lada Indonesia adalah faktor harga Adapun
harga lada masing-masing negara tersebut adalah sebagai berikut
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Polandia
Cina
Indonesia
Gambar 21 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Rusia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada Cina adalah yang termurah di Rusia Rata-rata harga lada
Cina di Rusia adalah US$ 194Kg yang merupakan harga lada termurah
dibandingkan Polandia dan Indonesia Murahnya harga lada Cina menyebabkan
meningkatnya volume ekpor ladanya ke Rusia Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya nilai ekspor lada Cina yang akhirnya berpengaruh terhadap
dayasaing Cina di Rusia Sedangkan meningkatnya dayasaing lada Polandia di
Rusia dikarenakan tingginya rata-rata harga lada Poalndia di Rusia yaitu US$
724Kg yang akhirnya juga meningkatkan nilai ekspor dan dayasaing ladanya di
Rusia
Pesaing Ekspor Lada Indonesia di Singapura
India Vietnam dan Sri Lanka merupakan pesaing utama lada Indonesia
di Singapura Secara komparatif dayasaing lada Indonesia kalah saing
dibandingkan Vietnam dan Sri Lanka karena nilai RCA Indonesia lebih kecil dari
83
kedua negara tersebut yaitu 814 Sedangkan nilai RCA Vietnam dan Sri Lanka
adalah 2994 dan 2469 Namun dayasaing komparatif Indonesia di Singapura
masih lebih unggul jika dibandingkan dengan India karena nilai RCA India lebih
kecil dari Indonesia yaitu 206 Meskipun begitu India merupakan negara
dengan keunggulan kompetitif paling kuat karena berada di poisi Rising Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk sebesar 0416
dan 0302 Sedangkan Vietnam dan Sri Lanka berada di posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2966 dan 0661 Namun
pertumbuhan pangsa pasar produknya menurun sebesar 0005 dan 0002
Posisi Falling Star Vietnam dan Sri Lanka masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Indonesia yang berada di posisi Lost Opportunity
Harga merupakan salah satu penyebab kurang berdayasaingnya lada
Indonesia di Singapura Harga lada Indonesia merupakan yang paling mahal di
singapura Sedangkan harga lada India merupakan yang paling murah di
Singapura Adapun perkembangan harga lada Indonesia dan pesaingnya di
Singapura adalah sebagai berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Sri Lanka
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 22 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Singapura Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
84
Harga lada Indonesia lebih mahal daripada Vietnam India dan Sri Lanka
Hal ini menyebabkan konsumen di Singapura lebih memilih lada dari negara lain
yang harganya lebih murah yaitu India Oleh karenanya permintaan lada India
meningkat dan meningkatkan nilai ekspor ladanya yang kemudian menjadikan
India sebagai negara dengan dayasaing yang kuat di Singapura
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu penyebab
tidak berdayasaingnnya lada Indonesia di Amerika Serikat Kanada Pakistan
Rusia dan Singapura adalah harga yang tinggi dan persediaan lada untuk
diekspor Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan produksi ladanya
sehingga jumlah lada untuk diekspor juga meningkat dan dapat menurunkan
harga Sebagaimana teori economic of scale Krugman (2008) yang menyatakan
bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya produksi akan semakin
rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh terhadap harga yang lebih
murah
4 Posisi Retreat
Retreat adalah posisi yang kurang baik karena ekspor lada Indonesia
sudah tidak diinginkan lagi di negara-negara tersebut Posisi ini terjadi di
Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Penyebab tidak berdayasaingnya lada
Indonesia di Australia adalah karena India Vietnam dan Spanyol mampu
menguasai pasar lada di Australia yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih
tinggi dari Indonesia yaitu 32 112 dan 961
Selain itu ketiga negara tersebut juga mampu berdayasaing secara
kompetitif dengan berada pada posisi Rising Star dan Falling Star India dan
85
Spanyol berada pada posisi Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor
sebesar 0067 dan 0353 serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0043 dan 0071 Sedangkan Vietnam berada pada posisi Falling Star
dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 2329 namun pertumbuhan
pangsa pasar produkuknya menurun sebesar 0014 Penyebab tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Australia adalah faktor harga yang lebih mahal
dibandingkan negara lainnya sebagaimana Gambar 23 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Vietnam
Spanyol
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 23 Harga Ekspor Lada Indonesia dan Pesaing di Australia Sumber UNComtrade (2016) (Diolah)
Gambar 23 menunjukkan bahwa harga lada Indonesia cenderung
meningkat dan lebih mahal dibanding India Vietnam dan Spanyol Rata-rata
harga lada Indonesia adalah US$ 437Kg Sementaar rata-rata harga India
Vietnam dan Spanyol adalah US$ 267Kg US$ 388Kg dan US$ 288Kg
Lada Indonesia juga tidak berdayasaing sama sekali di Inggris Hal ini
dikarenakan pasar lada negara tersebut dikuasai oleh Vietnam dan India Nilai
RCA kedua negara tersbeut adalah 4947 dan 1796 Nilai tersebut menunjukkan
bahwa Vietnam dan India berdayasaing kuat secara komparatif Selain itu secara
86
kompetitif kedua negara tersebut juga berada di posisi yang lebih baik dari
Indonesia yaitu Rising Star Vietnam dan India mengalami peningkatan
pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 2624 dan 0555 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0037 dan 009 Kuatnya
dayasaing lada Vietnam dan India disebabkan oleh harga ladanya yang lebih
murah dibandingkan Indonesia sebagaimana Gambar 24 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g)
Vietnam
India
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 24 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Inggris Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Harga lada India merupakan yang termurah dibandingkan negara lainnya
Harga rata-rata lada India selama tahun 2004-2013 adalah US$ 24Kg Murahnya
harga lada India membuat volume ekspor lada India meningkat dan menghasilkan
nilai rata-rata ekspor lada yang tinggi yaitu US$ 13190004 Sehingga India
mampu menjadi salah satu negara yang menguasai pasar lada di Inggris Begitu
pula dengan Vietnam yang memiliki harga lada yang bersaing dengan Indonesia
Rata-rata harga lada Vietnam adalah US$ 42Kg Dengan harga tersebut
Vietnam mampu meningkatkan volume ekspor dan mendapatkan rata-rata nilai
87
ekspor lada sebesar US$ 12335811 sehingga mampu menjadi negara yang
menguasai pasar lada di Inggris seperti India
Sama halnya dengan Australia dan Inggris pasar lada Indonesia di
Bulgaria harus bersaing dengan Vietnam Spanyol dan Cina Secara komparatif
Vietnam merupakan negara pesaing terberat Indonesia karena nilai RCA Vietnam
jauh lebih besar dari Indonesia yaitu 35178 Sementara nilai RCA Indonesia di
Bulgaria adalah 2201 Sedangkan nilai RCA Spanyol dan Cina adalah 565 dan
282 Namun secara kompetitif Indonesia tidak mampu berdayasaing dengan
ketiga negara tersebut karena Indonesia berada di posisi Retreat Sedangkan
Vietnam Spanyol dan Cina berada di posisi Rising Star dengan pertumbuhan
pangsa pasar ekspor lada sebesar 0255 0870 dan 1933 serta
pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 0007 0366 dan 0188 Tidak
berdayasaingnya lada Indonesia di Bulgaria disebabkan oleh harga yang tinggi
sebagaimana Gambar 25 berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) Vietnam
Spanyol
Cina
Indonesia
Keterangan Data volume ekspor lada Vietnam tidak tersedia pada tahun 2012
Gambar 25 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Bulgaria Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
88
Besarnya nilai RCA Vietnam di Bulgaria menunjukkan bahwa lada
merupakan salah satu komoditi unggulan Vietnam untuk diekspor ke Bulgaria
Vietnam juga merupakan market leader lada di Bulgaria karena mampu
menguasai 39 lada di Bulgaria Sehinggga meskipun harga lada Vietnam terus
naik total volume ekspor lada Vietnam tetap menjadi yang terbanyak yaitu
405402 Ton serta menghasilkan rata-rata nilai ekspor paling besar yaitu US$
1555314 Sedangkan secara kompetitif stabilnya harga lada Cina dan Spanyol
di Bulgaria berpengaruh pada meningkatnya volume ekspor lada kedua negara
tersebut Sehingga nilai ekspor kedua negara tersebut lebih besar dibandingkan
Indonesia yaitu US$ 591459 untuk Cina dan US$ 430878 Sedangkan harga
lada Indonesia yang berfluktuasi dan cenderung lebih mahal dari Cina dan
Spanyol berpengaruh pada penurunan volume dan nilai ekspor lada Indonesia
Rata-rata nilai ekspor lada Indonesia adalah US$ 141231 lebih kecil dari Cina
dan Spanyol Hal inilah yang menyebabkan lada Indonesia tidak dapat
berdayasaing di Bulgaria
Selanjutnya lada Indonesia juga tidak berdayasaing di Vietnam
Meskipun berstatus negara eksportir lada nomor satu dunia Vietnam masih
melakukan impor lada dari beberapa negara seperti India dan Brazil yang menjadi
eksportir utama lada di sana Dayasaing lada Indonesia di Vietnam secara
komparatif masih lebih unggul dibandingkan India dan Brazil Karena Indonesia
memiliki nilai RCA yang lebih besar yaitu 2509 Sementara nilai RCA India dan
Brazil adalah 716 dan 750 Namun secara kompetitif kedua negara tersebut
mampu berdayasaing kuat dibandingkan Indonesia karena berada pada posisi
89
Rising Star dengan pertumbuhan pangsa pasar ekspor lada sebesar 3047 untuk
India dan 0347 untuk Brazil serta pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar
0217 untuk India dan 0065 untuk Brazil
Harga lada India adalah yang termurah diantara ketiga negara tersebut
Sedangkan harga lada Indonesia dan Brazil saling bersaing Adapun pergerakan
harga negara-negara tersebut di Vietnam adalah sebagi berikut
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
(US
$K
g) India
Brazil
Indonesia
Gambar 26 Harga Lada Indonesia dan Pesaing di Vietnam
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Murahnya harga lada India di Vietnam menyebabkan permintaan lada
India menjadi meningkat di Vietnam Permintaan yang meningkat menyebakan
volume dan nilai ekspor lada meningkat Hal inilah yang menyebabkan India
secara kompetitif berdayasaing kuat di Vietnam Sedangkan harga lada Brazil dan
Indonesia saling bersaing di Vietnam Namun secara keseluruhan selama tahun
2004 - 2013 harga lada Brazil cenderung lebih murah Oleh karenanya lada
Brazil lebih mampu berdayasaing dibandingkan Indonesia di Vietnam Adapun
secara keseluruhan gambaran dayasaing lada Indonesia secara kompetitif di
negera-negara tujuan selama tahun 2004 - 2013 adalah sebagai berikut
90
-3
-2
-1
0
1
2
3
-3 -2 -1 0 1 2 3
Gambar 27 Matriks EPD Lada Indonesia Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
Kurang berdayasaingnya lada Indonesia di beberapa negara khususnya di
Rusia dan Vietnam yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dibanding
negara lainnya namun masuk ke dalam posisi Lost Opportunity dan Retreat
menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan produksi ladanya sehingga
harganya menjadi lebih murah sebagaimana teori economic of scale Krugman
(2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak barang diproduksi maka biaya
produksi akan semakin rendah Biaya produksi yang rendah akan berpengaruh
terhadap harga yang lebih murah
Sedangkan posisi perdagangan lada di Australia Bulgaria Inggris dan
Vietnam yang masuk ke dalam posisi Retreat menunjukkan bahwa Indonesia
perlu mencari alternatif negara lain sebagai negara tujuan ekspornya atau
memaksimalkan ekspor ke negara importir yang sudah menjadi partner dagang
lada Indonesia dengan harga yang lebih murah dan stabil Dengan begitu volume
dan nilai ekspor lada Indonesia akan lebih meningkat dan berdayasaing
Rising Star Lost Opportunity
Amerika Serikat Kanada
Pakistan Rusia dan
Singapura
Belanda India Italia
Jepang dan Jerman
Australia Bulgaria
Inggris dan Vietnam
Belgia Hongkong
Perancis Korea dan
Malaysia
Falling Star Retreat
91
2 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Keunggulan kompetitif lainnya dapat dilihat melalui nilai ISP Nilai ISP
berfungsi untuk mengetahui apakah Indonesia layak menjadi eksportir lada atau
tidak di negara tujuan ekspornya Berikut adalah hasil perhitungan ISP lada
Indonesia
Tabel 12 Hasil Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Negara Total Rata-Rata
Amerika Serikat 9985 0999
Australia 9536 0954
Belanda 9963 0996
Belgia 10000 1000
Bulgaria 10000 1000
Hongkong 8320 0832
India 3327 0333
Inggris 10000 1000
Italia 9978 0998
Jepang 9965 0997
Jerman 9868 0987
Kanada 10000 1000
Korea 7662 0766
Malaysia 1938 0194
Pakistan 9653 0965
Perancis 9988 0999
Rusia 10000 1000
Singapura 9891 0989
Vietnam 8994 0899
Sumber UN Comtrade (Diolah)
Ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 2004-2013
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata ISP positif antara 0 hingga 1 Nilai
positif ini menunjukkan bahwa Indonesia cenderung untuk menjadi eksportir lada
di negara-negara tujuan ekspornya Diantara kesembilan belas negara tersebut
92
Malaysia dan India menjadi negara dengan nilai ISP terendah Hal ini
dikarenakan Indonesia juga melakukan impor lada dalam jumlah yang cukup
besar dari Malaysia dan India Impor lada dari kedua negara tersebut dikarenakan
laju produksi lada dalam negeri tidak sepesat pertumbuhan permintaan lada dunia
yang menyentuh angka rata-rata 3 per tahun Sedangkan laju produksi lada
Indonesia hanya 15 per tahun Oleh sebab itu Indonesia harus lebih berupaya
untuk mengekspor lada lebih banyak ke dua negara tersebut untuk terus
meningkatkan neraca perdagangan dan dayasaing secara kompetitifnya di
Malaysia dan India
Secara keseluruhan sebagian besar lada Indonesia sudah masuk pada
tahap pertumbuhan perdagangan yang matang karena memiliki nilai ISP antara
081 sampai 100 Nilai ini menunjukkan standarisasi teknologi yang digunkaan
Artinya Indonesia memiliki kualitas lada yang baik karena sudah menggunakan
teknologi yang terstandarisasi Sedangkan di Korea India dan Malaysia
pertumbuhan perdagangan lada Indonesia baru memasuki tahap pertumbuhan
Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP antara 001 sampai 080 Artinya Indonesia
mulai memproduksi lada dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya
52 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia di Pasar Internasional
Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional pada tahun 2004-
2013 berdasarkan teori Gravity Model diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu Produk Domestik Bruto per Kapita (LnPDBC) dan Jarak Ekonomi (LnJE)
93
Serta faktor-faktor lain yang terdiri dari Harga (LnHRG) Kurs Riil (LnKR)
Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
521 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Hasil uji Chow menunjukkan F-statistik lebih besar dari F-tabel dengan
taraf nyata lima persen (3534 gt 167) dan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata lima persen (000 lt 005) Dengan demikian model yang terpilih adah
Fixed Effect Model Selanjutnya hasil uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen (0408 gt 005) dan nilai chi-
square statistik lebih kecil dari nilai chi square tabel (614 lt 1259) Dengan
demikian maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model Hasil estimasi Random Effect Model adalah sebagaimana Tabel 13
berikut
Tabel 13 Hasil Estimasi Random Effect Model
Variabel Dependen LnVEL
Variabel Koefisien Prob
LnPDBC 1746167 00057
LnJE -0875098 00185
LnHRG -0369590 00493
LnKR 0470691 02770
LnPOP 1494300 00020
IHK 0003891 06231
C -3370401 00024
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Sum squared resid 7836682
Prob(F-statistic) 0000024 Durbin-Watson stat 1281398
Keterangan Signifikan terhadap taraf nyata 5 ()
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di
negara tujuan ekspor adalah PDB perkapita (LnPDBC) Jarak Ekonomi (LnJE)
94
Harga (Ln HRG) Kurs Riil (LnKR) Populasi (LnPOP) dan Indeks Harga
Konsumen (IHK) Persamaan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional adalah
LnVEL = -3370401 + 1746167 LnPDBC - 0875098 LnJE - 0369590 LnHRG +
0470691 LnKR + 1494300 LnPOP + 0003891 IHK
Keterangan
LnVEL Volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional (persen)
LnPDBC Rata-rata PDB per kapita (persen)
LnJE Jarak ekonomi (persen)
LnHRG Harga lada (persen)
LnKR Kurs riil (persen)
LnPOP Populasi (persen)
IHK Indeks Harga Konsumen (persen)
522 Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
Gambar 28 Uji Normalitas
Sumber Output Eviews
Berdasarkan Gambar 28 nilai stattistik Jarque-Bera lebih kecil dari nilai
chi-square (0659385 lt 59915) Sebaliknya nilai probabilitas lebih besar dari
taraf nyata lima persen (0719145 gt 005) Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
residual terdistribusi dengan normal
95
523 Uji Asumsi Klasik
1 Uji Multikolinearitas
Tabel 14 Uji Multikolinearitas
LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
LnPDBC 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
LnJE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
LnHRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
LnKR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
LnPOP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000 Sumber Output Eviews
Berdasarkan correlation matrix nilai korelasi seluruh variabel bebas
kurang dari 085 Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel
bebas Widarjono (2009 229) menyatakan bahwa data panel dapat mengatasai
masalah multikolinearitas sehingga permasalahan multikolinearitas dapat diatasi
2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 15 Uji Heteroskedastisitas
Metode Glejser
Variabel Koefisien Prob
C 4930401 04847
LnPDBC -0085616 08301
LnJE 0042988 08378
LnHRG -0206352 01878
LnKR -0300695 04211
LnPOP -0006353 09816
IHK 0013324 00302
Sumber Output Eviews
Berdasarkan tabel di atas seluruh nilai probabilitas variabel independen
lebih dari taraf nyata lima persen kecuali variabel IHK Nilai probabilitas IHK
lebih kecil dari taraf nayata lima persen (00302 lt 005) Namun Widarjono
(2009 130) menyatakan bahwa masalah heteroskedastisitas bisa diatasi dengan
96
Generalized Least Squares (GLS) Karena yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Random Effect Model yang sudah menggunakan pembobotan GLS maka
permasalahan heteroskedastisitas dapat diatasi
3 Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 1281398 Jika
mengikuti uji Durbin Watson penelitian ini mengandung masalah autokorelasi
karena 18280 gt 1281398 lt 2172 Namun permasalahan autokorelasi dapat
diatasi karena Random Effect Model telah menggunakan pembobotan
Generalized Least Squares (GLS) sehingga model telah terbebas dari masalah
autokorelasi (Widarjono 2009 151)
524 Uji Signifikansi
1 Uji F
Berdasarkan estimasi Random Effect Model nilai probabilitas F-statistik
lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0000024 lt 005) Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang terdiri dari rata-rata PDB per Kapita Jarak
Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Lada Indonesia
2 Uji t
Signifikansi variabel ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari
t-tabel dan nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen Nilai t-
tabel dalam penelitian ini adalah 1653 yang diperoleh dari df 183 (190-7)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model terdapat empat variabel signifikan
yaitu rata-rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi
97
Nilai t-hitung dan probabilitas variabel rata-rata PDB per Kapita adalah
2797 gt 1653 dan 00057 lt 005 variabel Jarak Ekonomi adalah 2376 gt 1653
dan 00185 lt 005 variabel Harga adalah 1979 gt 1653 dan 00493 lt 005 serta
variabel Populasi adalah 3129 gt 1653 dan 00020 lt 005 Artinya variabel rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga dan Populasi berpengaruh signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia di pasar internasional Sedangkan nilai t-
hitung dan probabilitas variabel Kurs Riil adalah 1090 lt 1653 dan 0277 gt 005
serta variabel IHK adalah 0492 lt 1653 dan 06231 gt 005 Artinya variabel Kurs
Riil dan IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional
3 Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan estimasi Random Effect Model diperoleh nilai R Square
sebesar 0155065 Nilai ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu rata-
rata PDB per Kapita Jarak Ekonomi Harga Kurs Riil Populasi dan IHK
mampu menjelaskan variabel dependen Volume Ekspor Lada sebesar 1551
sedangkan sisanya sebesar 8449 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model persamaan penelitian ini
53 Interpretasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasional
1 PDB per Kapita
Variabel rata-rata PDB per Kapita memiliki nilai probabilitas dan
koefisien sebesar 00057 dan 1746167 Artinya rata-rata PDB per kapita
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume ekspor lada Dengan
98
asumsi variabel lain konstan peningkatan satu persen rata-rata PDB per kapita
akan meningkatkan 1746167 persen volume ekspor lada Indonesia PDB
merupakan salah satu indikator penting karena dapat menunjukkan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian Pertama besarnya PDB merupakan
gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam
perekonomian (tenaga kerja barang modal uang dan kemampuan
kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa Secara umum
semakin besar PDB maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya
ekonominya Kedua besarnya PDB merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara (Rahardja dan Manurung
2008 223)
Pengaruh positif dan signifikan rata-rata PDB per kapita terhadap volume
ekspor lada sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012) yang menyatakan bahwa
rata-rata PDB per kapita antara Goergia dan negara tujuan ekspornya
berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Georgia Pradipta dan Firdaus
(2014) juga menyatakan bahwa PDB per kapita suatu negara menggambarkan
kemampuan secara keseluruhan negara tersebut Semakin tinggi pendapatan
secara keseluruhan suatu negara maka semakin tinggi kemampuan negara
tersebut untuk melakukan ekspor dan impor Pada komoditi lada Ginting (2014)
menyatakan bahwa PDB per kapita berpengaruh terhadap perdagangan lada putih
dunia Begitu juga Permatasari (2015) menyatakan bahwa semakin besar GDP
per kapita riil suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara
tersebut semakin besar yang akan mengakibatkan konsumsi yang semakin
99
meningkat Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan PDB per
kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor lada
Amerika Serikat merupakan importir terbesar lada Indonesia Adapun
total ekspor lada Indonesia ke Amerikas Serikat selama kurun waktu 2004-2013
adalah sebanyak 185480 ton Dengan rata-rata PDB perkapita antara Indonesia
dan Amerika Serikat sebesar US$ 25139tahun telah meningkatkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia sebanyak 18548 tontahun Artinya rata-rata PDB
perkapita berpengaruh positif terhadap perdagangan lada Indonesia
2 Jarak Ekonomi
Variabel Jarak Ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Nilai probabilitas dan koefisien jarak ekonomi adalah 00185 dan
-0875098 Dengan asumsi varaiabel lain konstan peningkatan satu persen Jarak
Ekonomi akan menurunkan 0875098 persen volume ekspor lada Indonesia Hasil
ini sesuai dengan penelitian Li dkk (2008) Sarwoko (2009) Sitorus (2009)
Dilanchiev (2012) serta Pradipta dan Firdaus (2014) menyimpulkan bahwa jarak
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap perdagangan
Semakin jauh jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir akan
menyebabkan semakin tinggi biaya transportasi yang dikeluarkan bagi kedua
negara Hal ini menyebabkan harga lada semakin mahal seiring dengan adanya
peningkatan biaya produksi yang diakibatkan semakin tingginya biaya
transportasi yang dibayarkan Kondisi ini akan menyebabkan turunnya daya beli
negara importir yang berdampak pada turunnya jumlah permintaan ekspor lada
100
Indonesia Adapun rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara
importir lada Indonesia adalah sebagai berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000A
S
Aust
ralia
Be
land
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
Ind
ia
Ing
gri
s
Italia
Jepang
Jerm
an
Ka
nad
a
Ko
rsel
Mala
ysia
Pa
kist
an
Pera
nci
s
Ru
sia
Sin
gap
ura
Vie
tnam
(KM
)
Gambar 29 Rata-Rata Jarak Ekonomi Indonesia dengan Negara Importir
Sumber CEPII dan World Bank (2016) (Diolah)
Gambar 29 menujukkan bahwa jarak ekonomi terjauh Indonesia adalah
Amerika Serikat dengan rata-rata jarak ekonomi sebesar 585551 KM
Sedangkan jarak ekonomi terdekat Indonesia adalah Singapura dengan rata-rata
jarak ekonomi sebesar 523 KM Meskipun Amerika Serikat merupakan importir
terbesar lada Indonesia namun volume ekspor lada ke Amerika Serikat hanya
tiga kali volume ekspor lada ke Singapura Rata-rata volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun sedangkan rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Singapura adalah 5902 tontahun Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak ekonomi akan menurunkan volume
ekspor Sebaliknya semakin dekat jarak ekonomi akan meningkatkan volume
ekspor
101
3 Harga
Variabel Harga memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar 00493
dan -0369590 Variabel ini berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
ekspor lada Artinya kenaikan satu persen harga akan menurunkan volume
ekspor sebesar 0369590 persen Hasil ini sesuai dengan hukum permintaan yaitu
semakin murah harga suatu barang maka permintaan akan bertambah
Sebaliknya semakin mahal harga suatu barang maka permintaan akan menurun
dengan asumsi ceteris paribus (Rahardja dan Manurung 2008 24) Selain itu
hasil negatif dan signifikannya harga terhadap volume ekspor lada juga sejalan
dengan hasil penelitian Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa
meningkatnya harga ekspor mangga berpengaruh terhadap penurunan volume
eskpor mangga Begitu juga hasil penelitian Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa kenaikan dan penurunan harga lada hitam dan putih dunia berpengaruh
terhadap kenaikan dan penurunan volume ekspor lada putih Adapun rata-rata
harga lada Indonesia di negara-negara importir adalah sebagi berikut
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
AS
Aust
ralia
Bela
nda
Be
lgia
Bulg
aria
Ho
ng
kon
g
India
Inggris
Ita
lia
Jep
an
g
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysi
a
Paki
stan
Pera
nci
s
Rusi
a
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(US
$T
on
)
Gambar 30 Rata-Rata Harga Lada Indonesia di Negara Importir
Sumber UN Comtrade (2016) (Diolah)
102
Gambar 30 menunjukkan bahwa rata-rata harga lada tertinggi adalah di
Jepang yaitu US$ 4974Ton Tingginya harga lada di Jepang menyebabkan
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang lebih kecil daripada ke Amerika Serikat
yang mempunyai rata-rata harga lebih murah yaitu US$ 3710Ton Rata-rata
volume ekspor lada Indonesia ke Jepang adalah 1448 tontahun sedangkan rata-
rata volume ekspor lada Indonesia ke Amerika Serikat adalah 18548 tontahun
4 Populasi
Nilai probabilitas dan koefisien varibel Populasi adalah signifikan positif
yaitu 00020 dan 1494300 Artinya kenaikan satu persen populasi negara
importir akan meningkatkan volume ekspor lada Indonesia ke negara importir
sebesar 1494300 persen Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sitorus
(2009) dan Pradipta dan Firdaus (2014) yang menyatakan bahwa populasi negara
importir berpengaruh positif signifikan terhadap volume ekspor
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga
relatif rendah (Rahardja dan Manurung 2008 267) Sitorus (2009 41) juga
menyatakan bahwa pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatan
permintaan komoditi ekspor dari negara importir Maka jumlah komoditi yang
diperdagangkan antar kedua negara semakin besar Oleh sebab itu meningkatnya
populasi negara importir akan meningkatkan kebutuhan dan konsumsinya
Terlebih jika produksi dalam negeri negara importir tidak mencukupi maka
ekspor merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
103
Pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu 2004-2013 terus
mengalami peningkatan Hal ini juga terjadi pada negara-negara importir lada
Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap banyaknya volume impor lada
dari Indonesia Adapun populasi negara importir adalah sebagai berikut
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
AS
Au
str
alia
Be
lan
da
Be
lgia
Bu
lga
ria
Ho
ng
ko
ng
Ind
ia
Ing
gris
Ita
lia
Je
pa
ng
Jerm
an
Ka
na
da
Ko
rse
l
Ma
laysia
Pakis
tan
Pe
ran
cis
Rusia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
(Jiw
a)
Gambar 31 Rata-Rata Populasi Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
India merupakan negara dengan jumlah terbanyak kedua di dunia setelah
Cina Dalam perdagangan lada Indonesia India menempati urutan pertama
dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 1204529087 jiwa Disusul
Amerika serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 305039425 jiwa Dengan
banyaknya jumlah penduduk di kedua negara tersebut Indonesia mengekspor
rata-rata lada sebanyak 4676 tontahun ke India dan 18548 tontahun ke
Amerika Serikat India mengimpor lada lebih sedikit dari Amerika Serikat karena
India merupakan salah satu negara produsen lada terbanyak ketiga di dunia
sehingga India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penduduknya
sendiri
104
5 Kurs Riil
Variabel Kurs Riil memiliki nilai probabilitas dan koefisien sebesar
02770 dan 0470691 Artinya kurs riil tidak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor lada Adapun kurs riil Indonesia dengan negara-negara importir
adalah sebagai berikut
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
AS
Austr
alia
Bela
nda
Belg
ia
Bulg
aria
Hongkong
India
Inggris
Italia
Jepang
Jerm
an
Kanada
Kors
el
Mala
ysia
Pakis
tan
Pera
ncis
Rusia
Sin
gapu
ra
Vie
tnam
(Rp
US
$)
Gambar 32 Rata-Rata Kurs Riil Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Berdasarkan Gambar 32 kurs riil Indonesia dengan negara-negara
importir murah dan relatif stabil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap volume ekspor lada Indonesia Pengaruh signifikan nilai tukar riil
terhadap ekspor terjadi saat rupiah terdepresiasi Hal ini akan menyebabkan harga
barang-barang ekspor menjadi lebih murah dan meningkatkan volume ekspor
6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Selanjutnya yang tidak berpengaruh signifikan adalah variabel IHK Nilai
probabilitas dan koefisien sebesar 06231 dan 0003891 yang berarti variabel
105
IHK tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor lada Hal ini
dikarenakan IHK negara importir tidak mengalami peningkatan yang signifikan
Adapun IHK negara importir selama tahun 2004-2013 adalah sebagai berikut
75
80
85
90
95
100
105
AS
Aust
ralia
Bela
nd
a
Belg
ia
Bulg
aria
Hongko
ng
India
Inggris
Italia
Jep
an
g
Jerm
an
Ka
na
da
Kors
el
Ma
lays
ia
Paki
sta
n
Pe
ran
cis
Ru
sia
Sin
ga
pu
ra
Vie
tna
m
IHK
(
)
Gambar 33 Rata-Rata IHK Negara Importir
Sumber World Bank (2016)
Rata-rata IHK negara importir kurang dari seratus persen kecuali Jepang
yaitu 100475 Artinya harga dalam negeri negara importir relatif stabil
Sehingga daya beli konsumen dalam negeri negara importir menjadi stabil dan
tidak berpengaruh terhadap permitaan lada Indonesia
106
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
61 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dengan judul
ldquoAnalisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Lada Indonesia di Pasar Internasionalrdquo selama tahun 2004-2013 dapat
disimpulkan beberapa hal berikut
1 Lada Indonesia secara komparatif telah berdayasaing kuat di Rusia
Vietnam Perancis Jerman Hongkong Amerika Serikat Bulgaria
Belanda Belgia India Singapura Kanada Italia Australia Inggris dan
Jepang Namun tidak berdayasaing di Korea Malaysia dan Pakistan
Selanjutnya secara kompetitif lada Indonesia berada pada posisi Rising
Star di Belanda India Italia Jepang dan Jerman Posisi Falling Star di
Belgia Hongkong Perancis Korea dan Malaysia Posisi Lost
Opportunity di Amerika Serikat Kanada Pakistan Rusia dan Singapura
Serta posisi Retreat di Australia Bulgaria Inggris dan Vietnam Selain
itu Indonesia juga sudah layak menjadi eksportir lada dunia dengan
tingkat pertumbuhan tahap pertumbuhan dan kematangan
2 Faktor-faktor yang berpengruh signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia di pasar internasional adalah rata-rata PDB per kapita jarak
ekonomi harga dan populasi Sedangkan kurs riil dan IHK tidak
berpengaruh signifikan
107
62 Saran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa saran untuk meningkatkan
dayasaing lada Indonesia di pasar internasional diantaranya adalah meningkatkan
produktivitas lada nasional Produktivitas lada yang tinggi akan menambah
persediaan lada nasional Sehingga selain konsumsi dalam negeri terpenuhi
persediaan untuk ekspor juga menjadi lebih banyak Selain itu produktivitas lada
yang tinggi akan membuat harga lada Indonesia menjadi lebih murah karena
terjadi economic of scale
Selanjutnya yaitu meninggalkan negara-negara yang berada pada posisi
retreat dan mencari negara tujuan ekspor lada lain Dengan begitu Indonesia
diharapkan mampu membuka peluang untuk menjadi eksportir utama lada di
negara-negara lainnya Sehingga nilai ekspor lada Indonesia akan meningkat dan
memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia
Jarak ekonomi merupakan hambatan yang berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor lada Oleh sebab itu maka pemerintah perlu meningkatkan
efisiensi sarana transportasi Dengan sarana transportasi yang lebih efisien maka
biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi lada akan lebih murah Sehingga
harga lada juga akan menjadi lebih murah
Selain jarak ekonomi populasi adalah salah satu faktor yang berpengaruh
nyata dan cukup besar terhadap volume ekspor lada Oleh sebab itu Indonesia
harus meningkatkan volume ekspor ladanya ke negara-negara yang berpopulasi
tinggi Hal ini dikarenakan populasi yang tinggi diindikasikan memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi pula
108
Terakhir yaitu menambahkan variabel-variabel lain untuk penelitian-
penelitian lada selanjutnya Adapun variabel-variabel yang dipilih adalah
variabel-variabel yang berkaitan dan diduga berpengaruh terhadap perdagangan
internasional Sehingga mampu memberikan informasi yang lebih banyak lagi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan
109
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Feira dkk 2015 Posisi Dayasaing Dan Spesialisasi Perdagangan Lada
Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi (Studi Pada Ekspor Lada
Indonesia Tahun 2009-2013 Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 27(2) 1-7
Azwar Saifuddin 2013 Metode Penelitian Yogyakarta Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik 2016 Ekspor dan Impor Diakses dari
httpswwwbpsgoidlinkTabelStatisviewid1002 pada tanggal 16 Mei
2016
2016 Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha)
Diakses dari
httpswwwbpsgoidSubjekviewid11subjekViewTab1|accordion-
daftar-subjek2 pada tanggal 16 Mei 2016
Bappenas 2009 Trade and Investment in Indonesia A Note on Competitiveness
and Future challenge Jakarta Bappenas
Basri Munandar dan Munandar Haris 2010 Dasar-Dasar Ekonomi
Internasional Jakarta Prenada Media Group
Bergstrand Jeffrey H 1985 The Gravity Equation in International Trade Some
Microeconomic Foundations and Empirical Evidance JSTOR 67(3) 474-
481
Bustami Budi Ramanda dan Hidayat Paidi 2013 Analisis Dayasaing Produk
Ekspor Provinsi Sumatera Utara Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(2) 56-
71
Case Karl E dan Fair Ray C 2002 Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro Jakarta
PT Prenhallindo
CEPII 2016 GeoDist Diakses dari
httpwwwcepiifrCEPIIenbdd_modelepresentationaspid=6 pada
tanggal 16 Mei 2016
Daras Usma dan Pranowo D 2009 Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung
dan Alternatif Pemulihannya Jurnal Litbang Pertanian 28(1) 1-6
Daryanto 2011 Sari Kuliah Manajemen Pemasaran Bandung PT Sarana
Tutorial Nurani Sejahtera
110
Dilanchiev Azer 2012 Empirical Analysis of Georgian Trade Pattern Gravity
Model Jurnal of Social Sciences 1(1) 75-78
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Lada Ditjen Perkebunan Jakarta
Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian
Ginting Kristiawan Hadinata 2014 Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Ghozali Imam 2006 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
2009 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS
Edisi Keempat Semarang Badan penerbit Universitas Diponegoro
Halwani R Hendra 2002 Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi
Jakarta Ghalia Indonesia
Horizon Pacific 2016 Vietnam Has To Import High Quality Pepper for Export
Diakses dari httpbvtvhpcomenagricultural-newsvietnam-has-to-
import-high-quality-pepper-for-exporthtml pada tanggal 1 November
2016
International Pepper Community 2013 Pepper Statictical Yearbook 2013
International Pepper Community Jakarta IPC
2016 Statistik Jakarta IPC
Kementerian Perdagangan 2008 ISP (Index Spesialisasi Perdagangan) Diakses
dari httpwwwkemendaggoidaddonisp pada tanggal 12 Desember
2016
2011 Kajian Kebijakan Pengembangan Diversifikasi
Pasar dan Produk Ekspor Jakarta Pusat Kebijakan Perdagangan luar
Negeri Badan pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kotabe Masaaki dan Helsen Kristian 2010 Global Marketing Management (5th
Edition) United Satates of America Wiley
Kotler Philip dan Keller Kevin Lane 2009 Manajemen Pemasaran Edisi Ke
Dua Belas Jakarta PT Indeks
Krugman Paul 2008 Trade and Geography-Economies of Scale Differentiated
Products and Transport Cost The Prize in Economic Sciences 2008 The
111
Royal Swedish Academy of Sciences KUNGL
VETENSKAPSAKADEMIEN
Lawless Martina dan Whelan Karl 2007 Anote on Trade Costs and Distance
Working Paprer Series Universuty College Dublin
Li Kunwang Song Ligang dan Xingjun Zhao 2008 Component Trade and
Chinas Global Economic Integration World Institute for Development
Economics Research 101(2) 1-25
Mankiw N Gregory Euston Quah dan Peter Wilson 2012 Pengantar Ekonomi
Makro Jakarta Salemba Empat
Mayer Thierry dan Soledad Zignago 2011 Notes on CEPIIrsquoS distance
measures The GeoDist database CEPII WP 25(1) 1-47
Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2012 Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13M-DAGPER32012
Jakarta Kementerian Perdagangan
Permatasari Nadia 2015 Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Lada Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Pradipta Amalia dan Firdaus Muhammad 2014 Posisi Dayasaing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Ekspor Buah-Buahan Indonesia Jurnal
Manajemen amp Agribisnis 11(2) 129-143
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala 2008 Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi amp Makroekonomi) Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonommi Universitas Indonesia
Rivaie Arivin dan Pasandaran Effendi 2014 Dukungan Teknologi dan
Kelembagaan untuk Memperkuat Dayasaing Komoditas Lada Diakses
dari
httpwwwlitbangpertaniangoidbukumemperkuat_dayasaing_produk_
peBAB-III-12pdf pada tanggal 19 Mei 2016
Salvatore Dominick 1997 Ekonomi Internasional Jakarta Erlangga
Sarwoko 2009 Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara
Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi Jurnal
Ilmiah MTG 2(1) 1-12
112
Sitorus Maria 2009 Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Di Bawah Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Soepanto Achmad 2006 Petani dan Kemiskinan di India dan Negara Lainnya
Artikel Pangan 46(15) 56-62
Sugiyono 2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RampD Bandung
Alfabeta
Suliyanto 2011 Ekonometrika Terapan Teori amp Aplikasi dengan SPSS
Yogyakarta CV ANDI OFFSET
Sutarno dan Agus Andoko 2015 Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah
Tangerang AgroMedia Pustaka
Tambunan Tulus TH 2004 Globalisasi dan Perdagangan Internasional
Bogor Ghalia Indonesia
Ton Nguyen tang dan Buu Bui chi 2011 How to Prevent The Most Serious
Diseases of Black Paper (Piper Ningrum L) A Case Study of Vietnam
Vietnam IAS
UN Comtrade 2016 International Trade in Goods based on UN
Comtrade data Diakses dari httpcomtradeunorglabsBIS-
trade-in-goodsreporter=826ampyear=2014ampflow=2 pada tanggal
16 Mei 2016
UN CTAD 2016 Currency Exchange Rates Annual 1970-2015 Diakses dari
httpunctadstatunctadorgwdsTableViewertableViewaspxReportId=
117 pada 16 Agustus 2016
Wahyu Kukuh 2014 Sejarah Tanaman Lada di Indonesia Diakses dari
httpcybexpertaniangoidmateripenyuluhandetail9004sejarah-
tanaman-lada-di-indonesia pada tanggal 3 September 2016
Widarjono Agus 2009 Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga
Yogyakarta EKONISIA
World Bank 2016 Data Indicators Diakses dari
httpdataworldbankorgindicator pada tanggal 16 Mei 2016
Yogesh MS dan Mokshapathy S 2013 Production and Export Performance of
Black Paper International Jurnal of Humanities and social science
invention 2(4) 36-44
113
Zarzoso Inmaculada Martinez dan Lehmann Felicitas Nowak 2003 Augmented
Gravity Model An Empirical Application To Mercosur-Europen Union
Trade Flows Journal of Applied Economics 6(2) 291-316
114
Lampiran 1 Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 AS 9374 9977 8715 7325 8767 19495 86622
2005 AS 9489 10034 8724 7229 8915 19504 89561
2006 AS 9633 10086 8725 7518 8949 19514 92450
2007 AS 9744 10125 8679 8070 8981 19523 95087
2008 AS 10143 10138 8643 8088 9095 19533 98737
2009 AS 10119 10112 8678 7846 9215 19542 98386
2010 AS 10131 10156 8655 8238 9115 19550 100000
2011 AS 9635 10193 8613 8615 9100 19558 103157
2012 AS 10040 10224 8643 8830 9190 19565 105292
2013 AS 9592 10245 8668 8885 9346 19573 106834
2004 Australia 6112 9667 4600 7302 8796 16818 84125
2005 Australia 6533 9777 4667 7391 8951 16831 86370
2006 Australia 5903 9844 4686 7776 8982 16846 89426
2007 Australia 5613 9972 4729 8224 9019 16852 91512
2008 Australia 6218 10162 4888 8354 9129 16872 95495
2009 Australia 6305 10021 4815 8034 9227 16892 97233
2010 Australia 6835 10221 4964 8367 9115 16908 100000
2011 Australia 6009 10402 5082 8751 9099 16922 103304
2012 Australia 5975 10482 5173 9027 9191 16939 105125
2013 Australia 5386 10481 5184 9009 9337 16956 107700
2004 Belanda 7316 9931 5463 7550 8716 16606 91093
2005 Belanda 7573 9972 5450 7608 8881 16608 92618
2006 Belanda 7379 10044 5463 7772 8935 16609 93699
2007 Belanda 7932 10187 5517 8321 8979 16612 95212
2008 Belanda 7877 10294 5573 8398 9107 16616 97579
2009 Belanda 7483 10207 5542 8275 9211 16621 98741
2010 Belanda 7847 10194 5456 8475 9115 16626 100000
2011 Belanda 7262 10261 5445 8927 9108 16631 102341
2012 Belanda 7587 10188 5359 9046 9194 16634 104854
2013 Belanda 7891 10223 5395 9054 9340 16637 107483
115
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Belgia 5347 9818 4908 7690 8751 16159 87958
2005 Belgia 5631 9858 4896 7643 8906 16165 90407
2006 Belgia 5018 9914 4897 8006 8953 16171 92026
2007 Belgia 5542 10049 4948 8220 8995 16179 93703
2008 Belgia 5682 10138 4989 8423 9104 16187 97910
2009 Belgia 5313 10068 4978 8161 9220 16195 97858
2010 Belgia 5517 10076 4915 8325 9115 16204 100000
2011 Belgia 4906 10153 4923 8736 9097 16218 103532
2012 Belgia 5413 10095 4856 8944 9178 16225 106472
2013 Belgia 6126 10132 4896 9088 9338 16230 107658
2004 Bulgaria 3525 7720 2106 6918 8991 15867 69237
2005 Bulgaria 2708 7847 2184 7661 9123 15862 72726
2006 Bulgaria 4064 8014 2269 6787 9118 15857 78007
2007 Bulgaria 3219 8268 2445 8139 9098 15836 84561
2008 Bulgaria 3911 8462 2591 7979 9134 15829 95003
2009 Bulgaria 4567 8436 2594 7647 9223 15823 97619
2010 Bulgaria 4754 8505 2497 7904 9115 15816 100000
2011 Bulgaria 4365 8648 2550 7797 9090 15810 104220
2012 Bulgaria 3985 8616 2479 8512 9171 15804 107299
2013 Bulgaria 3466 8638 2510 7919 9332 15799 108254
2004 Hongkong 5333 9476 2839 7305 8742 15730 88753
2005 Hongkong 5236 9544 2854 6925 8916 15734 89487
2006 Hongkong 4626 9610 2863 7614 8961 15741 91320
2007 Hongkong 5062 9694 2862 8255 9001 15749 93154
2008 Hongkong 4967 9732 2845 8303 9111 15755 97188
2009 Hongkong 5029 9710 2877 8064 9221 15758 97800
2010 Hongkong 4937 9789 2882 8386 9115 15765 100000
2011 Hongkong 4738 9873 2887 8767 9080 15772 105257
2012 Hongkong 5085 9914 2933 8991 9150 15783 109535
2013 Hongkong 4963 9952 2975 9027 9278 15788 114303
116
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 India 7997 6797 4659 7046 9083 20842 63147
2005 India 7786 6904 4748 7072 9223 20858 65828
2006 India 8219 7093 4822 7321 9229 20873 69874
2007 India 8178 7283 4998 7864 9227 20889 74325
2008 India 8709 7375 4933 8058 9299 20903 80532
2009 India 9036 7435 5099 7656 9312 20917 89292
2010 India 8607 7722 5262 8052 9115 20931 100000
2011 India 8388 7844 5245 8567 9046 20944 108858
2012 India 8707 7853 5240 8823 9067 20957 118995
2013 India 8229 7841 5255 8756 9134 20970 131975
2004 Inggris 5883 9890 6762 7702 8779 17910 85594
2005 Inggris 5375 9936 6758 7690 8940 17917 87348
2006 Inggris 4796 10002 6770 7695 8982 17924 89386
2007 Inggris 3401 10132 6817 8438 9019 17932 91461
2008 Inggris 4990 10072 6703 8093 9136 17940 94766
2009 Inggris 4331 9889 6571 8296 9231 17947 96819
2010 Inggris 4094 9938 6548 8570 9115 17955 100000
2011 Inggris 2459 10014 6547 8540 9087 17963 104484
2012 Inggris 5386 10021 6550 8825 9169 17970 107432
2013 Inggris 4487 10042 6575 9140 9315 17976 110177
2004 Italia 3401 9690 6440 7437 8737 17871 89201
2005 Italia 5088 9718 6415 6761 8899 17875 90984
2006 Italia 4663 9770 6407 7972 8944 17878 92867
2007 Italia 3401 9892 6442 7818 8986 17883 94559
2008 Italia 4956 9971 6471 8231 9105 17890 97750
2009 Italia 5308 9884 6437 8123 9214 17895 98483
2010 Italia 5760 9878 6349 8218 9115 17898 100000
2011 Italia 5209 9952 6340 8498 9104 17899 102741
2012 Italia 6091 9866 6236 8850 9184 17902 105866
2013 Italia 5084 9878 6257 9004 9343 17914 107158
117
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Jepang 7082 9841 6704 7842 8616 18666 100692
2005 Jepang 7233 9827 6630 7708 8801 18666 100417
2006 Jepang 7254 9789 6527 7697 8863 18666 100658
2007 Jepang 7292 9795 6436 8324 8923 18668 100717
2008 Jepang 7554 9904 6491 8447 9062 18668 102100
2009 Jepang 7220 9942 6585 8266 9191 18668 100725
2010 Jepang 7297 10045 6612 8497 9115 18668 100000
2011 Jepang 7213 10124 6606 8982 9134 18666 99717
2012 Jepang 7199 10135 6604 9078 9244 18664 99683
2013 Jepang 7361 9957 6404 9045 9411 18662 100042
2004 Jerman 7549 9779 6902 7640 8717 18229 91049
2005 Jerman 7364 9797 6861 7573 8883 18228 92458
2006 Jerman 7632 9853 6854 7860 8933 18227 93916
2007 Jerman 7822 9991 6899 8342 8970 18225 96075
2008 Jerman 7757 10083 6933 8335 9097 18224 98600
2009 Jerman 7646 9999 6896 8274 9209 18221 98908
2010 Jerman 7713 10019 6835 8560 9115 18220 100000
2011 Jerman 7186 10118 6853 9004 9111 18220 102075
2012 Jerman 7725 10080 6783 8971 9201 18203 104125
2013 Jerman 7671 10111 6833 9033 9356 18224 105692
2004 Kanada 4623 9715 6192 7335 8730 17281 89861
2005 Kanada 3930 9838 6270 7491 8890 17291 91850
2006 Kanada 4557 9952 6332 7476 8935 17299 93689
2007 Kanada 5509 10052 6350 8161 8974 17309 95693
2008 Kanada 5555 10102 6353 8316 9103 17319 97961
2009 Kanada 5621 9977 6287 7930 9216 17331 98254
2010 Kanada 5106 10138 6389 8177 9115 17342 100000
2011 Kanada 4829 10235 6415 8685 9103 17352 102912
2012 Kanada 5090 10243 6424 8879 9197 17364 104472
2013 Kanada 3817 10238 6425 8796 9359 17375 105452
118
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 KorSel 4673 9052 4822 6878 8799 17688 83830
2005 KorSel 5456 9206 4927 6738 8954 17690 86139
2006 KorSel 3022 9328 4991 7649 8997 17694 88070
2007 KorSel 6080 9432 5005 7866 9032 17699 90302
2008 KorSel 6001 9334 4838 8167 9139 17706 94523
2009 KorSel 6174 9240 4789 7981 9228 17711 97129
2010 KorSel 6226 9444 4922 8398 9115 17716 100000
2011 KorSel 5660 9540 4938 8897 9092 17723 104000
2012 KorSel 5580 9552 4945 8850 9180 17728 106280
2013 KorSel 4805 9603 5004 8994 9338 17732 107670
2004 Malaysia 3991 8019 1651 7391 8784 17048 85175
2005 Malaysia 4488 8136 1735 7163 8936 17066 87697
2006 Malaysia 6006 8267 1805 7663 8966 17084 90863
2007 Malaysia 6425 8423 1889 8235 9006 17101 92705
2008 Malaysia 6079 8581 2012 8426 9105 17119 97749
2009 Malaysia 6420 8474 1936 8181 9215 17136 98319
2010 Malaysia 7311 8716 2107 8104 9115 17152 100000
2011 Malaysia 6870 8859 2185 8844 9100 17168 103200
2012 Malaysia 6836 8891 2229 9050 9193 17184 104908
2013 Malaysia 6553 8896 2250 9115 9343 17199 107117
2004 Pakistan 3508 6804 2856 6668 9302 18828 50720
2005 Pakistan 4538 6896 2912 6567 9397 18848 55317
2006 Pakistan 4776 7118 3082 6883 9386 18869 59699
2007 Pakistan 5656 7249 3097 7436 9373 18889 64235
2008 Pakistan 5542 7381 3153 7525 9341 18910 77266
2009 Pakistan 4654 7400 3198 7253 9329 18931 87811
2010 Pakistan 5227 7642 3191 7528 9115 18952 100000
2011 Pakistan 4333 7799 3300 8257 9019 18973 111917
2012 Pakistan 4641 7817 3339 8531 9036 18994 122756
2013 Pakistan 4936 7805 3362 7644 9133 19015 132195
119
Tahun Negara LnVEL LnPDBC LnJE LnHRG LnKR LnPOP IHK
2004 Perancis 4750 9771 6667 7166 8716 17954 91166
2005 Perancis 4628 9802 6648 7407 8880 17961 92748
2006 Perancis 5893 9856 6646 7994 8929 17968 94310
2007 Perancis 5547 9986 6692 8482 8974 17975 95713
2008 Perancis 6881 10077 6732 8356 9099 17980 98407
2009 Perancis 6200 9996 6707 8345 9214 17985 98493
2010 Perancis 6727 9995 6628 8373 9115 17990 100000
2011 Perancis 6403 10074 6629 8882 9110 17995 102117
2012 Perancis 6312 10011 6553 8943 9201 18000 104115
2013 Perancis 6888 10048 6594 8971 9363 18005 105014
2004 Rusia 6762 7873 5102 7127 9230 18786 54527
2005 Rusia 6998 8100 5303 7095 9292 18782 61443
2006 Rusia 5878 8356 5506 7434 9265 18779 67395
2007 Rusia 6120 8609 5689 8005 9239 18777 73454
2008 Rusia 6303 8840 5881 8007 9259 18777 83820
2009 Rusia 6994 8597 5631 7847 9265 18777 93602
2010 Rusia 7581 8839 5791 8182 9115 18777 100000
2011 Rusia 5323 9097 6000 8613 9050 18778 108428
2012 Rusia 7414 9151 6056 8758 9111 18780 113934
2013 Rusia 6330 9168 6077 8762 9216 18782 121655
2004 Singapura 9148 9566 1307 7612 8755 15243 87641
2005 Singapura 9221 9653 1361 7679 8932 15266 88014
2006 Singapura 9121 9775 1454 7802 8988 15297 88912
2007 Singapura 8540 9930 1561 8281 9027 15339 90775
2008 Singapura 8408 9950 1574 8316 9116 15392 96693
2009 Singapura 7928 9924 1631 8168 9226 15422 97276
2010 Singapura 8448 10121 1777 8458 9115 15440 100000
2011 Singapura 8288 10253 1851 8704 9080 15461 105253
2012 Singapura 8132 10278 1890 8855 9146 15486 110019
2013 Singapura 8692 10296 1922 8949 9293 15502 112636
2004 Vietnam 5937 6778 1258 7736 9215 18215 55343
2005 Vietnam 5799 6889 1356 7075 9317 18227 59926
2006 Vietnam 7098 7085 1441 7770 9311 18238 64352
2007 Vietnam 7699 7237 1505 8059 9291 18249 69695
2008 Vietnam 8356 7418 1699 8200 9236 18260 85806
2009 Vietnam 8536 7466 1823 7895 9283 18270 91860
2010 Vietnam 9549 7709 1852 8269 9115 18281 100000
2011 Vietnam 8468 7861 1930 8811 8960 18291 118677
2012 Vietnam 9754 7911 2059 8718 8983 18302 129470
2013 Vietnam 9394 7926 2148 8807 9090 18313 138005
120
Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests
Equation MFE
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic df Prob
Cross-section F 35344282 (18165) 00000
Cross-section Chi-square 300230681 18 00000
Lampiran 3 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation MRE
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 6135526 6 04082
121
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable VEL
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2240
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
PDB 1746167 0624211 2797399 00057
JE -0875098 0368245 -2376400 00185
HRG -0369590 0186750 -1979056 00493
KR 0470691 0431727 1090252 02770
POP 1494300 0477598 3128784 00020
IHK 0003891 0007904 0492247 06231
C -3370401 1093813 -3081331 00024
Effects Specification
SD Rho
Cross-section random 1406328 08221
Idiosyncratic random 0654154 01779
Weighted Statistics
R-squared 0155065 Mean dependent var 0925488
Adjusted R-squared 0127363 SD dependent var 0700525
SE of regression 0654396 Sum squared resid 7836682
F-statistic 5597464 Durbin-Watson stat 1281398
Prob(F-statistic) 0000024
Lampiran 5 Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Series Standardized Residuals
Sample 2004 2013
Observations 190
Mean -235e-15
Median -0093432
Maximum 2866453
Minimum -3962897
Std Dev 1389609
Skewness 0055127
Kurtosis 2733289
Jarque-Bera 0659385
Probability 0719145
122
Lampiran 6 Multikolinearitas
PDB JE HRG KR POP IHK
PDB 1000000 0548162 0436609 -0247243 -0384574 0437233
JE 0548162 1000000 0143459 -0131590 0480635 0154575
HRG 0436609 0143459 1000000 0364406 -0089362 0726566
KR -0247243 -0131590 0364406 1000000 0155826 -0007057
POP -0384574 0480635 -0089362 0155826 1000000 -0095581
IHK 0437233 0154575 0726566 -0007057 -0095581 1000000
Lampiran 7 Heteroskedastisitas
Dependent Variable RESABS
Method Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date 121216 Time 2241
Sample 2004 2013
Periods included 10
Cross-sections included 19
Total panel (balanced) observations 190
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 4930401 7042199 0700122 04847
PDB -0085616 0398468 -0214862 08301
JE 0042988 0209647 0205052 08378
HRG -0206352 0156089 -1322014 01878
KR -0300695 0372917 -0806332 04211
POP -0006353 0274805 -0023117 09816
IHK 0013324 0006101 2183942 00302
123
Lampiran 8 Hasil RCA
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 1361 1282 1635 2501 2944 2460 2858 1526 3246 1941 21754 2175
Australia 411 572 335 306 528 408 835 354 438 272 4458 446
Belanda 1003 1219 1025 2719 2199 1427 2040 1024 1723 2417 16796 1680
Belgia 988 1265 800 1222 1647 962 1380 823 1669 4305 15061 1506
Bulgaria 951 1218 2756 2278 865 3504 4003 2079 3257 1103 22014 2201
Hongkong 1185 1061 976 2617 2310 1995 2245 1361 3045 2899 19695 1970
India 446 377 631 717 1240 970 756 644 939 508 7228 723
Inggris 869 490 252 111 345 162 151 024 544 294 3243 324
Italia 156 443 829 143 719 835 1101 450 1703 764 7142 714
Jepang 150 143 126 157 239 155 168 169 215 243 1763 176
Jerman 1877 1356 2080 2560 2892 1960 2383 1698 2374 2657 21839 2184
Kanada 445 256 362 1547 1430 1180 740 588 961 244 7753 775
KorSel 010 022 005 125 140 140 145 074 071 072 804 080
Malaysia 005 005 030 049 041 034 060 072 098 135 531 053
Pakistan 008 038 036 051 032 030 033 013 022 019 282 028
Perancis 282 354 1772 1704 4756 2210 3133 2650 2886 4875 24621 2462
Rusia 5821 3967 1540 3056 4117 4924 7174 824 6709 2087 40220 4022
Singapura 1249 1336 1047 824 725 508 838 528 496 588 8140 814
Vietnam 2751 2511 1874 1388 2519 2359 3096 2020 3049 3523 25090 2509
124
Lampiran 9 Hasil EPD
Negara X () Y () Posisi
Amerika Serikat -0025 0014 Lost Opportunity
Australia -0098 -0019 Retreat
Belanda 0684 0012 Rising Star
Belgia 1301 -0011 Falling Star
Bulgaria -1403 -0100 Retreat
Hongkong 0900 -0016 Falling Star
India 0131 0088 Rising Star
Inggris -0226 -0004 Retreat
Italia 0126 0015 Rising Star
Jepang 0416 0006 Rising Star
Jerman 0177 0001 Rising Star
Kanada -0140 0001 Lost Opportunity
Korea Selatan 0123 -0023 Falling Star
Malaysia 0605 0207 Rising Star
Pakistan -0065 0155 Lost Opportunity
Perancis 0612 -0001 Falling Star
Rusia -1212 0014 Lost Opportunity
Singapura -3724 0053 Lost Opportunity
Vietnam -1197 -0051 Retreat
125
Lampiran 10 Hasil Indeks ISP
Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Rata-
Rata
AS 0999 0997 1000 1000 0999 0998 0998 0999 0998 0997 9985 0999
Australia 0951 0994 0880 0984 0981 0965 0981 0942 0943 0915 9536 0954
Belanda 1000 1000 0999 0999 0999 0995 0993 0992 0993 0993 9963 0996
Belgia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Bulgaria 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Hongkong 0741 0720 0848 0936 0550 0997 1000 0530 0999 0999 8320 0832
India 0387 0330 0185 0183 0422 0446 0336 0390 0506 0145 3327 0333
Inggris 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Italia 1000 1000 1000 0979 0999 1000 1000 1000 1000 1000 9978 0998
Jepang 0998 1000 0999 0999 1000 1000 1000 0988 0982 1000 9965 0997
Jerman 0998 0997 0995 0987 0976 0991 0982 0976 0986 0981 9868 0987
Kanada 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
KorSel 0439 0723 0080 0977 0948 0976 0910 0849 0876 0884 7662 0766
Malaysia 0213 -0460 0212 0619 0338 0185 0255 0033 0043 0501 1938 0194
Pakistan 1000 1000 0653 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 9653 0965
Perancis 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0998 0991 0999 9988 0999
Rusia 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 10000 1000
Singapura 0991 0984 0987 0999 0989 0959 0989 1000 0995 0999 9891 0989
Vietnam 0642 0911 0981 0990 0997 0842 0952 0772 0941 0965 8994 0899
126
Lampiran 11 Pesaing Indonesia dengan Nilai RCA Tinggi
1 Pesaing di Korea
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Malaysia Cina India
2004 7 1 3 5 0
2005 22 1 4 4 0
2006 31 39 6 3 1
2007 27 25 5 3 2
2008 26 15 6 3 1
2009 24 7 5 3 0
2010 22 12 7 3 0
2011 16 8 6 3 5
2012 19 7 6 2 1
2013 25 2 9 1 1
Rata-Rata 22 12 6 3 1
2 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
Vietnam Sri Lanka Brazil India
2004 351 0 3 2
2005 388 8 0 1
2006 323 9 2 0
2007 217 38 1 2
2008 67 9 1 11
2009 167 30 7 1
2010 59 26 6 7
2011 77 1 18 9
2012 64 45 10 8
2013 78 170 18 0
Rata-Rata 179 33 7 4
127
3 Malaysia
Tahun RCA
India Vietnam Cina
2004 30 4 7
2005 29 4 6
2006 42 5 4
2007 51 2 2
2008 25 3 3
2009 21 4 2
2010 32 3 2
2011 32 2 2
2012 36 2 1
2013 23 3 1
Rata-Rata 32 329 318
Lampiran 12 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Lost
Opportunity
1 Pesaing di Amerika Serikat
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Peru Vietnam Peru Vietnam
2004 3029 3638 0426 0007 0457 0003
2005 4499 3433 0726 0007 -0004 0002
2006 4304 2518 -0130 -0001 -0191 0007
2007 3908 1100 -0203 -0002 -0524 0011
2008 4726 1822 0230 -0001 0520 0006
2009 3542 1625 -0304 0002 0163 0018
2010 2487 1749 -0275 0003 0120 0001
2011 2487 2552 -0087 -0004 0755 0004
2012 2220 1891 -0061 0001 -0360 0011
2013 1693 2215 -0081 0005 0748 0020
Rata-
Rata 3290 2254 0240 0017 1684 0082
128
2 Pesaing di Kanada
Tahun RCA
EPD
X Y
()
Vietnam Vietnam
2004 4943 -0032 0003
2005 6182 0231 0002
2006 4667 -0122 0001
2007 2499 -0247 0002
2008 2776 0105 0002
2009 3611 0264 0003
2010 3149 -0071 0001
2011 4053 0258 0002
2012 4846 0350 0003
2013 3830 0063 0009
Rata-
Rata 4056 0798 0028
3 Pesaing di Pakistan
Tahun RCA
EPD
X Y
()
India India
2004 206 0640 0159
2005 052 -0511 -0028
2006 014 -0082 0222
2007 244 1394 0084
2008 1133 5315 -0002
2009 053 -6476 -0024
2010 747 5203 0163
2011 910 -0910 -0232
2012 779 -0807 -0018
2013 012 -3721 0118
Rata-
Rata 415 0045 0440
129
4 Pesaing di Rusia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Polandia Cina Polandia Cina
2004 376 008 0656 0082 -0071 0091
2005 448 001 0341 0031 -0056 0143
2006 348 001 -0386 -0021 -0008 -0064
2007 439 016 0237 -0006 0200 0284
2008 519 016 0373 0028 -0018 -0101
2009 390 029 -0404 -0001 0129 -0070
2010 383 015 -0068 -0012 -0108 0251
2011 394 026 -0023 -0014 0130 -0039
2012 331 037 -0081 0029 0184 0100
2013 415 021 0359 0023 -0204 0151
Rata-
Rata 404 017 1004 0140 0177 0745
5 Pesaing di Singapura
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Sri
Lanka
India Vietnam Sri Lanka India
2004 1805 002 101 0589 0017 0000 0001 0148 0096
2005 958 027 118 -0791 0013 0001 -0001 0151 0093
2006 2467 221 137 1029 -0032 0007 -0001 0045 -0014
2007 2022 1966 456 -0058 0017 0066 0000 0924 -0026
2008 2556 002 259 0645 0003 -0074 -0001 -0455 0053
2009 3348 248 249 0667 -0006 0011 0001 -0075 -0016
2010 1848 613 236 -1873 -0018 0035 0003 0011 0024
2011 3765 062 200 1164 -0012 -0037 0006 0200 0165
2012 6148 858 189 2027 0005 0020 -0010 -0216 -0084
2013 5023 20694 114 -0433 0009 0632 0000 -0317 0011
Rata-
Rata 2994 2469 206 2966 -0005 0661 -0002 0416 0302
130
Lampiran 13 Pesaing Indonesia di Negara-Negara dengan Posisi Retreat
1 Pesaing di Australia
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() India Vietnam Spanyol India Vietnam Spanyol
2004 2923 881 765 0234 -0002 0106 0015 -0057 0015
2005 2790 420 1154 0118 0007 -0661 0055 0230 -0013
2006 4343 357 995 1033 -0003 0030 0052 -0208 -0007
2007 5156 317 682 0763 0003 -0229 -0035 -0091 0022
2008 3717 721 1115 -1005 0002 0970 -0014 0313 -0010
2009 3359 1111 1036 0436 0021 0051 -0084 -0138 -0007
2010 2467 1075 1375 -0956 -0003 -0171 -0010 0338 0004
2011 3339 1827 934 0938 0003 0555 -0034 -0238 0015
2012 2300 2124 797 -0613 0018 0787 0020 0064 0025
2013 1607 2390 754 -0880 -0004 0891 0021 0138 0026
Rata-
Rata 32 1122 961 0067 0043 2329 -0014 0353 0071
2 Pesaing di Bulgaria
Tahun RCA
EPD
X Y X Y X Y
() Vietnam Spanyol Cina Vietnam Spanyol Cina
2004 66607 330 000 -0529 -0001 0444 -0033 0000 0081
2005 75167 763 000 1252 0001 0660 -0022 0000 0013
2006 25653 1183 042 -2783 0003 0390 -0027 0346 0541
2007 18728 1189 291 0111 0004 -0100 -0009 0598 -0496
2008 21814 620 385 2344 0009 -0746 0002 0378 0019
2009 14271 503 640 -2201 -0003 0392 0109 0489 -0060
2010 21838 474 388 0571 -0004 -0113 -0009 -0739 -0007
2011 40094 177 310 0220 -0006 -0130 0321 -0031 0059
2012 32244 230 248 0302 0003 0033 -0114 -0188 0009
2013 35369 179 518 0969 0002 0040 0148 1080 0029
Rata-
Rata 35178 565 282 0255 0007 0870 0366 1933 0188
131
3 Pesaing di Inggris
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
Vietnam India Vietnam India
2004 2582 2162 0413 0003 0321 0004
2005 3584 2051 0188 -0001 0508 0029
2006 4787 2008 0294 0001 -0108 -0003
2007 4587 2190 0014 0001 0224 0002
2008 5680 2143 0282 0000 -0116 -0003
2009 4542 1550 -0164 0002 -0137 0029
2010 6570 1610 0754 0003 -0171 -0015
2011 6474 1467 0411 0007 0153 0021
2012 5749 1627 0253 0009 -0005 -0014
2013 4915 1147 0177 0011 -0114 0041
Rata-
Rata 4947 1796 2624 0037 0555 0090
4 Pesaing di Vietnam
Tahun RCA
EPD
X Y X Y
()
India Brazil India Brazil
2004 037 000 0066 0014 0000 0002
2005 005 000 -0056 0007 0000 0005
2006 537 299 1108 0021 0092 0013
2007 1844 480 2732 0001 0083 0006
2008 776 1370 -1972 0033 0437 0008
2009 714 2330 -0041 0015 0515 0004
2010 510 968 -0463 0012 -0639 0002
2011 701 1494 0723 0030 0536 0018
2012 1240 104 1512 -0008 -0955 -0003
2013 798 456 -0562 0091 0279 0011
Rata-
Rata 716 750 3047 0217 0347 0065
132
Lampiran 14 Populasi (Negara Tujuan Ekspor Lada Indonesia Tahun 2004-2013)
1 Algeria
2 Afghanistan
3 Argentina
4 Australia
5 Austria
6 Bahrain
7 Bangladesh
8 Belgia
9 Bulgaria
10 Canada
11 Cina
12 Columbia
13 Cook Isds
14 Cote drsquolvoire
15 Croatia
16 Denmark
17 Benin
18 Elsavador
19 Finland
20 France
21 Frm Sudan
22 Germany
23 Greece
24 Hongkong
25 Hungary
26 Ireland
27 Italy
28 Japan
29 Jordan
30 Dem Peoplersquos Rep Of Korea
31 Rep Of Korea
32 Malaysia
33 Other Asia nes
34 Nepal
35 Netherland
36 Nigeria
37 Pakistan
38 Philippine
39 Poland
40 Portugal
41 Timor Leste
42 Russia Federation
43 Senegal
44 India
45 Singapore
46 Sri Lanka
47 Vietnam
48 Turkey
49 Ukraine
50 United Kingdom
51 United State of Amerika
52 Dominica
53 Saudi Arabia
54 Sweden
55 Egypt
56 Myanmar
57 Domonica Rep
58 Rumania
59 Haiti
60 Kuwait
61 Marocco
62 Thailand
63 Jamaica
64 Mexico
65 Israel
66 Lithuaria
67 Mauritius
68 Togo
69 Venezuela
70 Yemen
71 Lebanon
72 Latvia
73 Mauritania
74 Slovenia
75 South Africa
76 Spain
77 Switzerland
78 Syiria
79 Uni Emirat Arab
80 Tunisia
133
top related