3. metode penelitian -...
Post on 09-Feb-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap preparasi dan pembuatan
sosis fermentasi ikan patin (formula dan reformulasi bahan) dilakukan di
Laboratorium Preparasi dan Diversifikasi Pengolahan Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Tahap pembuatan kultur starter bakteri
asam laktat L. plantarum 1B1 dilakukan di Laboratorium Produksi dan
Mikrobiologi Ruminansia Besar Fakultas Peternakan (LARUMBA) Fakultas
Peternakan (FAPET). Tahap analisis sosis fermentasi ikan patin terdiri dari
pengujian mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FAPET,
Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan FPIK dan Laboratorium Mikrobiologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Pengujian pH dan aw
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
,
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan FPIK dan Laboratorium
Kimia Pangan FATETA. Pengujian sensori dilakukan di Laboratorium Sensori
Teknologi Hasil Perairan FPIK. Pengujian asam amino dan asam lemak dilakukan
di Laboratorium BALITBANG Pascapanen Pertanian, Kementerian Pertanian,
Cimanggu. Pengujian asam amino bebas dilakukan di Laboratorium Biokimia
Terpadu, Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu penelitian berlangsung dari bulan
November 2009-bulan Juli 2010.
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kultur starter bakteri asam laktat L.
plantarum diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi FAPET, susu skim steril,
sukrosa, de Man Rogosa Sharpe (MRS) Broth, de Man Rogosa Sharpe (MRS)
Agar dan aquades. Bahan baku untuk pembuatan sosis fermentasi adalah ikan
patin, selongsong, gula, es batu, minyak nabati (jagung), tepung tapioka,bakteri
asam laktat L. plantarum 1B1, lada, bawang putih, bawang bombay, garam
(NaCl), angkak, Isolate Soy Protein (ISP) dan karagenan jenis SR.EC.01
(produksi CV. Ocean Fresh). Bahan pengasapan terdiri dari serbuk gergaji,
tempurung kelapa dan sabut kelapa. Bahan untuk analisa proksimat terdiri atas
aquades, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH 30%, H3B03, indikator tashiro, HCl 0,02
38
N, kloroform, petroleum eter, NaCl jenuh, HCl 6 N, es kering-aseton, HCl 0,01 N,
n-oktil alkohol, buffer kalium borat, peraksi OPA, asam sulfosalisilat 5%, NaOH
0,5 N-metanol, pikoiotiosianat, trimetilamin, natrium asetat 1 M, bourtiflourid-
metanol, heksan, ninhidrin, etanol 95%, silika gel dan alkohol 95%. Bahan
analisis mikrobiologi terdiri atas Plate Count Agar (PCA), Buffered Peptone
Water (BPW) 0,1%, Butterfield’s phosphate-buffered water (KH2PO4
3.2.2 Alat
), sodium
klorida 0,85%, aquades, de Man Rogosa Sharpe (MRS) Broth, de Man Rogosa
Sharpe (MRS) Agar, Lauryl Sulfate Tryptose (LST) Broth, Escherichia Coli (EC)
Broth, Levine-Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar, Lactose Broth (LB),
Rappapport-Vassiliadis (RV), Tetrathionate (TT) Broth, Bismuth Sulfite (BS)
Agar, Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Hectoen Enteric (HE) Agar,
Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Lysin Eisen (LI) Agar, Baird Parker Agar (BPA),
egg yolk tellurite emulsion, Potato Dextros Agar (PDA).
Alat yang digunakan dalam preparasi ikan patin dan pembuatan sosis
fermentasi meliputi pisau, talenan, wadah, kain saring, timbangan, grinder, food
processor, blender, stuffer, steamer dan smoke house. Alat yang digunakan untuk
kultur starter dan analisis mikrobiologi terdiri atas alat-alat gelas, pipet,
mikropipet, oven, inkubator, timbangan analitik, pemanas listrik, sudip, autoklaf,
bunsen, laminar, shaker, pipet ukuran 1 mL steril, jarum inokulasi, stomacher,
tabung Durham, stick hockey, kantong steril, slide kaca, mikroskop dan tabel Most
Probable Number (MPN). Alat analisis kimia terdiri atas cawan logam, cawan
porselin, vial (botol kaca), ampul, desikator, oven, timbangan analitik, pemanas
listrik, bunsen, steam bath, hot plate, tanur, destilator, buret, corong, pipet,
mikropipet, labu takar 50 mL, erlenmeyer 125 mL, labu soxhlet, extractor sochlet,
alat kondensor, pH-meter Orion 410 A, aw
-meter WA-360, kertas saring Whatman
no.40 (kertas milipore), freeze dryer, kromatografi gas, eppendrof, Flame
Ionization Detector (FID), mortar, parafilm, dan High Performance Liquid
Chromatogaphy (HPLC). Alat uji sensori terdiri dari lembar kerja (score sheet),
piring stearofoam dan kantong plastik steril.
39
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap
lanjutan. Tahap pendahuluan meliputi kultur bakteri asam laktat L. plantarum
1B1, preparasi ikan patin, pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan formula
bahan sosis A1, A2, A3 (formula bahan sosis pada Tabel 5). Tujuan pada tahapan
pendahuluan ini awalnya dilakukan kultur bakteri asam laktat L. plantarum yang
dilakukan penyegaran dalam susu skim steril sebagai kultur kerja yang telah
memenuhi syarat sebagai kultur starter, yakni 107 CFU/mL, selanjutnya tahap
preparasi ikan patin untuk mendapatkan daging lumat atau surimi mentah sebagai
bahan baku utama dalam pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Hasil berupa
surimi mentah ikan patin disimpan dalam freezer untuk selanjutnya diolah. dan
pembuatan sosis fermentasi ikan patin ini dilakukan pada masing-masing formula
bahan sosis tersebut. Selanjutnya tahap pembuatan sosis fermentasi ikan patin
dengan formula bahan sosis A1, A2 dan A3
Tahap lanjutan meliputi pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan
reformulasi bahan dari formula bahan A
untuk memperoleh satu formula bahan
sosis terpilih.
1, A2 dan A3,
3.3.1 Tahap pendahuluan
bertujuan untuk
memperoleh satu formula bahan sosis terpilih dan pembuatan sosis fermentasi
hanya dilakukan pada satu formula bahan sosis tersebut. Selanjutnya sosis
fermentasi ikan patin dengan formula bahan terpilih dilakukan penyimpanan pada
suhu ruang dengan pengamatan hari ke-0, ke-4, ke-8, ke-12 dan hari ke-16 serta
dilakukan analisis. Analisis yang dilakukan meliputi analisis sensori rating
intensitas dan hedonik, mikrobiologi terdiri dari total koloni mikroba (TPC),
bakteri asam laktat, Escherichia coli, Staphylococcus sp, Salmonella sp, dan
kapang/khamir serta analisis kimia terdiri dari analisis proksimat, asam amino,
asam amino bebas dan asam lemak.
Tahap pendahuluan meliputi kultur bakteri asam laktat L.plantarum 1B1,
preparasi ikan patin dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan formula
bahan sosis A1, A2 dan A3
.
40
Kultur bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1B1
Tahap kultur bakteri asam laktat L. plantarum dilakukan sebelum tahap
pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Bakteri tersebut diperoleh dari
Laboratorium Peternakan (FAPET) dan disegarkan lebih dahulu pada media
MRS-Broth (Lampiran 13). Penyegaran koloni bakteri asam laktat L. plantarum
1B1 dilakukan yaitu diambil sebanyak 1 mL dan diinokulasi ke dalam media
MRS Broth 9 mL selama waktu 24 jam dan diinkubasi pada suhu 37 oC. Hasil dari
penyegaran tersebut, diambil sebanyak 1 mL dan diinokulasi ke dalam larutan
susu skim steril 10% dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama waktu 48 jam yang
disebut sebagai kultur induk. Dengan metode yang sama dilakukan untuk
memperoleh kultur antara. Hasil kultur antara dengan metode yang sama
dilakukan untuk memperoleh kultur kerja. Hasil dari kultur kerja selanjutnya
ditumbuhkan pada media MRS Agar untuk memperoleh koloni bakteri asam
laktat L. plantarum. Kultur kerja dapat digunakan pada pembuatan sosis
fermentasi ikan patin apabila jumlahnya telah memenuhi syarat yakni mencapai
107 CFU/mL. Kultur starter bakteri asam laktat yang digunakan pada produk
pangan yakni 107-108
CFU/mL (Ishibashi & Shimamura (1993) ; Rebucci et al.
(2007) ; Adams & Moss (2008) ; Arief et al. (2008)). Diagram alir kultur bakteri
asam laktat disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir kultur starter bakteri asam laktat (Adams & Moss (2008 ; Arief et al. 2008).
Penyegaran pada media MRS Broth selama 24 jam, inkubasi pada suhu
37 oC
Kultur murni bakteri L. plantarum 1B1, diperoleh dari lab.Mikrobiologi
Fakultas Peternakan, IPB
Dihitung populasinya
ditumbuhkan pada media MRS Agar
Ditumbuhkan 1 mL dari kultur induk ke larutan susu skim 10%, di inkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam (hasil
disebut kultur antara)
Ditumbuhkan 1 mL dari kultur antara ke larutan susu skim 10%, di inkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam (hasil
disebut kultur kerja)
Ditumbuhkan 1 mL dari media MRS Broth ke dalam larutan susu skim steril
10%, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam (hasil disebut kultur induk)
41
Preparasi ikan patin
Preparasi ikan patin yang dilakukan meliputi pencucian ikan patin dengan
menggunakan air dingin bersih, penghilangan tulang, filleting, penggilingan fillet,
pencucian daging lumat dengan menggunakan air dingin suhu 0-5 o
Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan formula bahan sosis A
C dan
dilakukan penyaringan sebanyak dua kali dengan menggunakan kain saring.
Setelah itu daging ikan patin lumat atau surimi mentah tersebut diletakkan dalam
wadah plastik steril dan ditimbang untuk selanjutnya digunakan pada tahap
pembuatan sosis fermentasi ikan patin.
1, A2 dan A Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan menggunakan bahan baku
daging ikan patin, tepung tapioka, minyak nabati (minyak jagung), garam, gula,
bumbu, L. plantarum 1B1, ISP, karagenan, angkak, susu skim dan es batu.
Penambahan bahan pada sosis fermentasi ikan patin ini juga berdasarkan hasil
penelitian terdahulu mengenai bahan sosis fermentasi daging sapi yang dilakukan
oleh Arief (2008) yang disajikan pada Tabel 4.
3
Tabel 4 Formula bahan sosis fermentasi daging sapi Bahan Formula
Daging sapi (g) Minyak nabati (mL) Tepung tapioka (g) Garam (g) Es batu (g) Bawang putih (g) Gula pasir (g) Kultur bakteri L.plantarum (mL) Lada halus (g)
1000 100 60 20 200 12,5 12,5 20 5
Sumber : Arief (2000).
Berdasarkan formula bahan sosis fermentasi daging sapi seperti pada Tabel
4, pada penelitian ini dilakukan modifikasi formula untuk memperoleh formula
sosis fermentasi dengan bahan baku ikan patin. Modifikasi formula yang
dilakukan yaitu dengan penambahan bahan sosis fermentasi berupa angkak,
Isolate Soy Protein (ISP), karagenan dan bumbu berupa bawang bombay.
Formula bahan sosis fermentasi ikan patin pada penelitian ini disajikan pada
Tabel 5.
42
Tabel 5 Formula bahan sosis fermentasi ikan patin
No Bahan Jumlah (A1)
Jumlah (A2)
Jumlah (A3)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14.
Daging ikan (g) Minyak nabati (mL) Tepung tapioka (g) Garam (g) Bawang putih (g) Gula pasir (g) Bakteri L. Plantarum (mL) Lada halus (g) Isolat Soy Protein (g) Karagenan (g) Angkak (g) Susu skim (g) Bawang bombay (g) Es batu (g)
1000 150 100 35 100 40 10 2 - 20 5 50 100 100
1000 150 100 35 100 40 10 2 - 10 4 75 100 100
1000 150 125 35 100 40 10 2 2 - 3 50 100 100
Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dilakukan setelah dipersiapkan ketiga
formula A1, A2, A3 dan kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum 1B1.
Daging lumat berupa surimi mentah ikan patin yang telah disiapkan digiling
menggunakan food processor dan ditambahkan berturut – turut garam, bawang
putih, bawang bombay, lada, gula, ISP, karagenan, susu skim, angkak, tepung
tapioka, minyak jagung dan terakhir kultur kerja bakteri L. plantarum 1B1 serta
dihomogenkan. Setelah itu, adonan tersebut dimasukkan ke dalam casing dengan
menggunakan stuffer dan diikat sepanjang 10 cm. Selanjutnya dilakukan
pengukusan dengan menggunakan steamer pada suhu 40 oC selama 30 menit.
Pengukusan bertujuan untuk pembentukan gel pada sosis fermentasi ikan patin
dengan melalui tahap gelasi myosin selama pemanasan yaitu melalui tahap
pertama pada suhu 4-41 o
Pada tahapan pengukusan, bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yang
terdapat dalam adonan sosis tersebut sesuai dengan suhu pertumbuhan yaitu suhu
optimum bakteri L. plantarum adalah 37
C.
oC dan maksimum adalah 45 o
Proses conditioning sosis fermentasi ikan patin setelah 24 jam, selanjutnya
dilakukan proses pengasapan di dalam smoke house. Proses pengasapan yang
dilakukan adalah pengasapan dingin pada suhu 30
C. Setelah
selesai pengukusan, kemudian dilakukan proses conditioning pada suhu ruang
selama waktu 24 jam. Semua proses pembuatan sosis fermentasi ikan patin ini
dilakukan pada kondisi higienis.
oC selama 3 hari, masing –
43
masing 3 jam per hari. Setiap hari dilakukan pengasapan selama 3 jam. Sumber
asap berasal dari tempurung, sabut kelapa, dan serbuk gergaji. Pengaturan suhu
asap dingin dilakukan dengan cara dijauhkan dari sumber asap yang terdapat
dalam smoke house, dan diletakkan botol mineral berisi air yang telah dibekukan.
Skema proses pembuatan sosis fermentasi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Proses pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih.
Sosis fermentasi ikan patin berdasarkan formula A1, A2, A3
kemudian
dilakukan uji sensori rating intensitas dan hedonik. Hasil uji sensori rating
intensitas dan hedonik dengan nilai tertinggi, selanjutnya dilakukan reformulasi
bahan yang bertujuan untuk memperoleh sosis fermentasi ikan patin formula
terpilih.
Surimi mentah ikan patin
Digrinder Garam,bumbu,gula,ISP,susu skim, karagenan,
angkak, minyak jagung, tepung tapioka,
bakteri L. plantarum
Pengisian ke dalam selongsong (casing) sepanjang 10 cm, diikat
dengan benang kasur
Proses conditioning pada suhu ruang selama 24 jam
Pengasapan pada suhu 30 oC selama 3 hari masing – masing
3 jam (Sano et al. 1988)
Analisis sensori (uji rating intensitas dan uji hedonik) formula A1, A2 dan A3
Sosis fermentasi ikan patin
Sosis fermentasi ikan patin dengan formula terpilih
Disteam pada suhu 40oC selama 30 menit (Sano et al. 1988)
Pencampuran dan pengadukan adonan (formula A1, A2 dan A3)
Reformulasi bahan sosis formula bahan dengan nilai tertinggi (A1 dan A3)
44
3.3.2 Tahap lanjutan
Tahap lanjutan meliputi pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan
reformulasi bahan dari formula bahan A1, A2 dan A3, penyimpanan sosis
fermentasi ikan patin formula terpilih pada suhu ruang dan dilakukan analisis
yang meliputi analisis sensori hedonik, mikrobiologi (TPC), bakteri asam laktat L.
plantarum 1B1, bakteri E. coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp. dan
kapang/khamir), kimia (pH dan aw
Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan reformulasi bahan sosis A
) serta sosis fermentasi ikan patin dengan
penyimpanan terpilih dilakukan analisis kimia (asam amino, asam amino bebas
dan asam lemak).
1, A2 dan A Sosis fermentasi ikan patin berdasarkan hasil uji sensori rating intensitas
dan hedonik yang memiliki nilai tertinggi dari ketiga formula A
3
1, A2, A3
Tabel 6 Hasil reformulasi bahan formula terpilih sosis fermentasi ikan patin
meliput i
kategori tekstur, warna, aroma dan rasa dilakukan reformulasi bahan untuk
memperoleh formula terpilih. Reformulasi bahan yang dilakukan adalah tepung
tapioka, ISP, karagenan dan angkak. Hasil reformulasi bahan sosis fermentasi ikan
patin disajikan pada Tabel 6.
Bahan Jumlah Bahan
Daging ikan (g) Minyak nabati (mL) Tepung tapioka (g) Garam (g) Bawang putih(g) Gula pasir(g) Bakteri L. plantarum (mL) Lada halus(g) Isolat Soy Protein(g) Karagenan (g) Angkak (g) Susu skim (g) Bawang bombay (g) Es batu (g)
1000 150 125 25 100 60 10 2 2 20 5 50 100 100
Reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin juga dilakukan berdasarkan
kelebihan dan kekurangan dari ketiga formula (A1, A2, A3) untuk memperoleh
satu formula bahan sosis fermentasi ikan patin. Reformulasi bahan sosis
45
fermentasi ikan patin berupa satu formula bahan selanjutnya dilakukan uji sensori
hedonik secara keseluruhan (tekstur, warna, aroma dan rasa), untuk memperoleh
formula bahan terpilih.
Analisis selama penyimpanan suhu ruang dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya disimpan pada suhu
ruang selama 16 hari. Selama penyimpanan, dilakukan analisis sensori (hedonik),
analisis mikrobiologi meliputi TPC, koloni bakteri asam laktat L plantarum 1B1,
E. coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., dan kapang/khamir serta analisis
kimia (pH dan aw
Diagram alir sosis fermentasi ikan patin selama penyimpanan suhu ruang
disajikan pada Gambar 9.
). Hasil sosis fermentasi ikan patin penyimpanan terpilih
selanjutnya dilakukan analisis kimia yang meliputi asam amino, asam amino
bebas, asam lemak, dan proksimat (kadar air, kadar abu, protein, lemak).
Gambar 9 Diagram alir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama
penyimpanan suhu ruang.
Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Proksimat
Analisis
Sensori
Penyimpanan suhu ruang selama 0, 4, 8, 12 dan 16 hari
Sensori (hedonik)
Mikrobiologi
pH
aw
Asam amino
Analisis
Sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih
Asam amino bebas
Asam Lemak
Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Proksimat
Disteam pada suhu 80 oC, 30 menit (Sano et al. 1988)
46
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis sensori (uji
rating intensitas dan uji hedonik), analisis mikrobiologi dan analisis kimia.
3.4.1 Analisis sensori
Uji sensori menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai
mutu produk perikanan yang telah mengalami proses pengolahan. Uji sensori
yang dilakukan dalam penelitian produk sosis fermentasi ikan patin ini meliputi
uji rating intensitas (Meilgaard 1999) dan uji hedonik (SNI 01-2346-2006).
a) Uji rating intesitas (skala kategori) (Meilgaard 1999).
Uji rating intensitas bertujuan untuk menentukan suatu atribut sensori
tertentu yang bervariasi diantara sejumlah contoh (jumlah contoh bervariasi dari
3-6 contoh). Panelis diminta menilai intensitas atribut sensori tertentu pada skala
kategori dari beberapa contoh produk. Skala pengukuran yang dipakai adalah
skala 5-poin, 7-poin atau 9-poin. Data yang diperoleh dari skala pengukuran
kategori merupakan data ordinal. Data tersebut dianalisis dengan menstransfer
data kategori ke dalam angka 1 sampai 7 (misalnya menggunakan skala 7-poin).
Melalui penstransferan, data kategori dapat dianalisis dengan mengasumsikan
sebagai data interval, sehingga data dapat dianalisis dengan analysis of varians
(ANOVA). Panelis yang digunakan pada uji ini adalah panelis terlatih sebanyak
8-12 orang. Panelis diberitahukan terlebih dahulu untuk mengenal format
pengujian yang digunakan serta maksud dari skala nilai yang telah ditetapkan
(Lampiran 1).
b) Uji hedonik (SNI 01-2346-2006)
Uji hedonik digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk
dengan menggunakan lembar penilaian. Panelis yang digunakan adalah panelis
non standar atau panelis yang tidak terlatih sebanyak 30 orang. Penilaian contoh
yang diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Jumlah tingkat kesukaan
bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian dapat diubah
dalam bentuk angka dan selanjutnya dapat dianalisis secara statistik non
parametrik dengan Kruskall Wallis, dilanjutkan dengan analisis sidik ragam
47
(ANOVA) untuk melihat perbedaan pada sampel. Jika berpengaruh nyata dapat
dilanjutkan dengan uji Duncan (Lampiran 2 & 3).
3.4.2 Analisis Mikrobiologi
a) Pengujian kuantitatif total koloni mikroba (Total Plate Count) (Bacteriological Analytical Manual (BAM) 2009)
Media total koloni mikroba (TPC) yang digunakan adalah Plate Count Agar
(PCA) (Lampiran 4). Sampel diambil sebanyak 50 g, dilarutkan dengan 450 mL
Butterfield’s phosphate-buffered water (KH2PO4) steril. Hasil tersebut sebagai
sampel dengan larutan pengenceran 10-1. Selanjutnya dipipet secara aseptik
sampel larutan pengenceran 10-1 sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam larutan
Butterfield’s phosphate-buffered water 9 mL steril. Hasil tersebut sebagai sampel
dengan larutan pengenceran 10-2. Metode yang sama dilakukan sampai pada
sampel larutan pengenceran 10-5. Selanjutnya dari setiap sampel larutan
pengenceran, diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan steril
secara duplo, kemudian ditambahkan media PCA steril sebanyak 15-20 mL
dengan suhu ±45 oC. Selanjutnya cawan tersebut diratakan dengan melakukan
gerakan membentuk angka delapan dan didiamkan sampai media pada cawan
tersebut menjadi padat. Apabila media pada cawan telah padat, cawan dibalikkan
dan diinkubasi pada suhu 37 o
koloni/mL = rata – rata jumlah koloni x faktor pengenceran
C selama 24-48 jam. Selanjutnya dihitung jumlah
koloni bakteri. Jumlah koloni bakteri dapat dihitung sebagai berikut:
atau /g b) Pengujian kuantitatif total bakteri asam laktat (Bacteriological
Analytical Manual (BAM) 2009)
Media tumbuh untuk bakteri asam laktat yang digunakan adalah de Man
Rogosa Sharpe (MRS) Agar (Lampiran 5). Sampel sebanyak 50 g dilarutkan
dengan 450 mL Butterfield’s phosphate-buffered water (KH2PO4) steril untuk
mendapatkan sampel dengan larutan pengenceran 10-1. Hasil sampel larutan
pengenceran 10-1, dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan kedalam 9 mL larutan
Butterfield’s phosphate-buffered water (KH2PO4) steril. Hasil tersebut sebagai
sampel larutan dengan pengenceran 10-2. Demikian seterusnya dilakukan sampai
pada sampel larutan pengenceran 10-9. Selanjutnya sampel larutan dari
48
pengenceran yang dikehendaki (10-6 - 10-9) diambil sebanyak 1 mL dan diletakkan
ke dalam cawan steril dan dituangkan media MRS Agar steril sebanyak 15-20 mL
dengan suhu ± 45 oC. Selanjutnya cawan tersebut diratakan dengan melakukan
gerakan membentuk angkak delapan. Cawan didiamkan sampai media dalam
cawan tersebut menjadi padat. Apabila media pada cawan tersebut sudah padat,
cawan dibalikkan dan diinkubasi pada suhu 37 o
c) Pengujian kualitatif bakteri Escherichia coli (Bacteriological Analytical Manual (BAM) 2009)
C selama 24-48 jam. Selanjutnya
dihitung total koloni bakteri asam laktat, sama seperti penghitungan pada total
koloni mikroba.
Uji pendugaan coliform, fecal coliform dan Escherichia coli
Sampel sebanyak 50 g dimasukkan ke dalam wadah steril. Selanjutnya
ditambahkan 450 mL larutan Butterfield’s phosphate-buffered water steril ke
dalam wadah yang berisi sampel, dihomogenkan dengan stomacher selama waktu
2 menit. Sampel larutan tersebut sebagai larutan pengenceran 10-1. Larutan
pengenceran 10-1 dipindahkan dengan pipet steril sebanyak 1 mL ke dalam 9 mL
larutan Butterfield’s phosphate-buffered water steril untuk memperoleh larutan
pengenceran 10-2. Metode yang sama dibuat untuk memperoleh larutan
pengenceran 10-3. Selanjutnya dipipet 1 mL dari setiap larutan pengenceran yang
digunakan (10-1-10-3
Uji konfirmasi fecal coliform dan Escherichia coli dengan Most Probable Number (MPN)
) ke dalam 3 seri tabung Durham yang berisi 9 mL larutan
Lauryl Sulfate Tryptose Broth (LSTB) steril (Lampiran 6) dan diinkubasi pada
suhu 35 °C selama 24±2 jam. Apabila setelah 24±2 jam belum terbentuk gas
(negatif), maka ditambahkan waktu inkubasi 24 jam menjadi 48±2 jam. Apabila
tabung tersebut telah terbentuk gas, maka tabung tersebut dinyatakan positif.
Sampel dalam tabung yang telah dinyatakan positif (uji pendugaan)
dipindahkan dengan menggunakan jarum inokulasi ke dalam tabung yang telah
berisi 9 mL Escherichia Coli Broth (ECB) steril (Lampiran 7) dan diinkubasi pada
suhu 45,5 °C selama 24 jam±2 jam. Apabila belum terbentuk gas (negatif), maka
dapat diinkubasi kembali selama 48 jam±2 jam. Hasil uji dinyatakan positif bila
49
pada tabung tersebut terbentuk gas. Selanjutnya dengan menggunakan tabel MPN
(Lampiran 8) untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB yang
positif sebagai jumlah E.coli/mL atau E.coli/g. Fecal coliform dan E.coli yang
terdapat dalam sampel tabung diinterpretasikan dengan mencocokkan kombinasi
jumlah tabung yang positif berdasarkan tabel MPN. Kombinasi yang diambil,
dimulai dari pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif
dan pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif.
Uji bakteri Escherichia coli
Sampel larutan tabung ECB positif (uji konfirmasi) diambil sebanyak 1 mL
dan dimasukkan ke dalam cawan steril. Selanjutnya ditambahkan media Levine-
Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar steril sebanyak 15-20 mL (Lampiran 9), dan
digerakkan membentuk angka delapan agar media dan sampel larutan tersebar
merata pada cawan tersebut dan dibiarkan sampai padat. Setelah itu diiinkubasi
pada suhu 35 °C selama 18-24 jam. Koloni bakteri E. coli berdiameter 2-3 mm,
berwarna hitam atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik
kehijauan yang mengkilat pada cawan tersebut.
d) Pengujian kualitatif bakteri Salmonella sp. (Bacteriological Analytical Manual (BAM) 2009)
Pra-pengayaan
Sampel sebanyak 25 g secara aseptik dimasukkan ke dalam wadah steril dan
ditambahkan sebanyak 225 mL larutan Lactose Broth (LB) steril (Lampiran 10)
dan dihomogenkan dengan stomacher selama waktu 2 menit. Hasil larutan berisi
sampel tersebut, dipindahkan ke dalam erlenmeyer steril 500 mL dan diinkubasi
pada suhu 35 °C selama 24 jam±2 jam.
Pengayaan
Sampel dari hasil pra-pengayaan tersebut dihomogenkan dan dipindahkan
sampel tersebut masing – masing sebanyak 0,1 mL ke dalam media Rappaport-
Vassiliadis (RV) sebanyak 10 mL (Lampiran 11) dan 1 mL ke dalam media
Tetrathionate (TT) Broth sebanyak 10 mL (Lampiran 12). Selanjutnya sampel
dalam masing-masing media tersebut dihomogenkan. Sampel dengan dugaan
cemaran bakteri Salmonella sp. tinggi (a high microbial load), pada sampel yang
50
berisi media RV diinkubasi pada suhu 42° C ± 0,2 °C selama 24 jam±2 jam dan
pada sampel yang berisi media TT Broth diinkubasi pada suhu 43 °C±0,2 °C
selama 24 jam±2 jam. Sampel dengan dugaan cemaran bakteri Salmonella sp.
rendah (low microbial load), sampel yang berisi media RV diinkubasi pada suhu
42 °C±0,2 °C selama 24 jam±2 jam, dan sampel yang berisi media TT Broth
diinkubasi pada suhu 35 °C±2,0 °C selama 24 jam±2 jam.
Uji bakteri Salmonella sp.
Sampel pada media pengayaan RV dan TT Broth dihomogenkan, kemudian
sampel dalam media pengayaan TT Broth distreak (digores) dengan menggunakan
jarum inokulasi pada media Bismuth Sulfite (BS) Agar (Lampiran 13), Xylose
Lysine Desoxycholate (XLD) Agar (Lampiran 20) dan Hectoen Enteric (HE) Agar
(Lampiran 14). Metode tersebut diulangi lagi untuk sampel dalam media
pengayaan RV. Selanjutnya media Bismuth Sulfite (BS) Agar, Xylose Lysine
Desoxycholate (XLD) Agar dan Hectoen Enteric (HE) Agar yang telah distreak
masing – masing dengan sampel dalam media pengayaan RV dan TT Broth,
diinkubasi pada suhu 35 °C selama 24 jam ±2 jam.
Tipe morfologi koloni bakteri Salmonella sp.
Tipe morfologi koloni bakteri Salmonella sp. yaitu sebagai berikut:
a) koloni bakteri pada cawan media Bismuth Sulfite (BS) Agar berwarna
coklat, keabuan atau kehitaman, terkadang metalik. Di sekitar koloni bakteri
berwarna coklat, namun semakin lama waktu inkubasi koloni tersebut akan
berubah menjadi warna hitam, hasil tersebut dinamakan halo effect.
b) koloni bakteri pada cawan media Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar
berwarna merah muda dengan atau tanpa bintik hitam.
c) koloni bakteri pada cawan Hectoen Enteric (HE) Agar berwarna biru
kehijauan, biru dengan atau tanpa titik hitam.
Hasil koloni bakteri yang terlihat pada cawan BS agar setelah diinkubasi
selama 24 jam±2 jam pada suhu 35 oC, selanjutnya diinokulasi ke media miring
Triple Sugar Iron (TSI) Agar (Lampiran 15) dan Lysine Iron Agar (LIA)
(Lampiran 16) dengan cara menusuk ke dasar media dan juga digores pada media
miring tersebut dan diinkubasi selama 24 jam±2 jam pada suhu 35 °C. Koloni
51
bakteri Salmonella sp. pada media TSI Agar, menghasilkan koloni bakteri
berwarna merah (reaksi basa) pada media miring TSI Agar dan koloni bakteri
berwarna kuning pada dasar tabung (reaksi asam) dengan atau tanpa memproduksi
H2S (bertanda warna kehitaman) pada media TSI Agar tersebut. Koloni bakteri
Salmonella sp. pada media LIA, menghasilkan warna ungu (adanya reaksi basa)
pada dasar tabung media dan koloni bakteri warna kuning (adanya reaksi asam)
pada dasar tabung media tersebut menandakan terjadi reaksi asam (negatif).
Beberapa bakteri Salmonella sp. memproduksi H2
e) Pengujian bakteri Staphylococcus sp. (Bacteriological Analytical Manual (BAM) 2009)
S pada media LIA.
Sampel ditimbang sebanyak 50 g dan dimasukkan dalam wadah steril.
Selanjutnya ditambahkan 450 mL Butterfield’s phosphate-buffered water steril
dan dihomogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit. Larutan tersebut sebagai
pengenceran 10-1. Selanjutnya dari larutan pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1
mL kemudian dimasukkan ke dalam larutan Butterfield’s phosphate-buffered
water steril sebanyak 9 mL dan dihomogenkan. Larutan tersebut sebagai larutan
dengan pengenceran 10-2. Metode yang sama dibuat untuk pengenceran 10-3
Pengujian dengan media Baird Parker Agar (BPA)
atau
sampai pada pengenceran yang dikehendaki.
Media yang digunakan pada pengujian ini adalah Baird Parker Agar (BPA)
(Lampiran 17). Media BPA sebanyak 58 gr dilarutkan ke dalam aquades 950 mL
yang telah ditambahkan egg yolk tellurite emulsion sebanyak 50 mL (Lampiran
18) dan dihomogenkan. Selanjutnya larutan tersebut dituang pada cawan steril
sebanyak 15-20 mL dan didiamkan sampai media pada cawan tersebut menjadi
padat. Diambil 1 mL sampel larutan pengenceran yang diperlukan (10-1 -10-3
Larutan sampel yang telah terserap pada cawan tersebut, kemudian
diinkubasi pada suhu 35
) ke
atas permukaan media padat BPA dan diratakan dengan menggunakan hockey
stick. Cawan tersebut didiamkan sampai sampel larutan terserap.
oC selama 45-48 jam dengan posisi cawan terbalik.
Diseleksi cawan tersebut yang mengandung jumlah koloni bakteri yaitu 20-200
koloni. Untuk koloni bakteri S. aureus memiliki ciri koloni bakteri berbentuk
52
bundar, halus, cembung dengan diameter 2-3 mm di permukaan media, berwarna
keabuan sampai hitam pekat, terkadang dengan zona terang (off-white) di
sekelilingnya (zona opak) dengan atau tanpa zona terang (clear zone).
f) Pengujian kapang/khamir (Bacteriological Analytical Manual (BAM) 2009)
Sampel ditimbang sebanyak 50 g dan dimasukkan ke dalam wadah steril
kemudian ditambahkan 450 mL larutan Buffer Peptone Water (BPW) 0,1% steril
dan dihomogenkan dengan stomacher selama 2 menit. Homogenat tersebut
sebagai sampel dengan larutan pengenceran 10-1. Selanjutnya dipipet 1 mL larutan
pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke dalam 9 mL Buffer Peptone Water (BPW)
0,1% steril untuk memperoleh larutan pengenceran 10-2. Dengan metode yang
sama tersebut, dilakukan untuk memperoleh larutan dengan pengenceran 10-3
sampai dengan larutan pengenceran 10-5
Sampel dari larutan pengenceran 10
. -1-10-5 dipipet sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam cawan steril. Dilakukan secara duplo untuk setiap sampel
larutan pengenceran. Selanjutnya ditambahkan media Potato Dextros Agar (PDA)
steril (Lampiran 19) yang telah ditambahkan asam tartarat 10% yaitu 12-15 mL
yang telah didinginkan (suhu 45±1) oC ke dalam masing – masing cawan steril
yang sudah berisi sampel larutan pengenceran tersebut. Dilakukan gerakan cawan
membentuk angka delapan agar media dalam cawan tersebut tersebar merata.
Media dalam cawan tersebut didiamkan sampai padat dan selanjutnya diinkubasi
pada suhu 35 o
3.4.3 Analisis proksimat
C selama 48 jam±2 jam dengan posisi cawan terbalik. Setelah
diinkubasi koloni kapang/khamir dapat dihitung seperti pada penghitungan total
koloni mikroba.
a) Analisis kadar air (Association of Official Analitical Chemist (AOAC 2005))
Analisis kadar air dilakukan menggunakan metode oven. Cawan kosong
dikeringkan dalam oven suhu 100-102 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam
desikator sampai mencapai suhu ruang dan ditimbang (A). Sampel sebanyak 5 g
diletakkan pada cawan tersebut (B). Cawan yang berisi sampel dikeringkan ke
53
dalam oven bersuhu 100-102 o
Kadar air ditentukan dengan rumus :
C selama 6 jam atau untuk produk yang tidak
mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan
selama 1 malam (16 jam). Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator
sampai beratnya konstan dan ditimbang (C).
Kadar Air % = B – C B – A
x 100%
Keterangan : A = Bobot cawan kosong B = Bobot cawan + contoh sebelum dikeringkan C = Bobot cawan + contoh sesudah dikeringkan. b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan disiapkan, kemudian dibakar dalam tanur, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dalam cawan
tersebut, diletakkan ke dalam tanur pengabuan, dibakar sampai diperoleh abu
berwarna abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan selama dua tahap;
pertama pada suhu sekitar 400 oC dan kedua pada suhu 550 o
Kadar abu (%) =
C. Selanjutnya
sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar abu
menggunakan rumus :
berat abu (g) berat sampel (g)
x 100
c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl meliput i tiga tahap yaitu
dekstruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan dekstruksi yakni sampel 0,1-0,2 g
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 50 mL dan ditambah sebanyak 2,0 mg
K2SO4, 40 mg HgO dan 10 mL H2SO4. Kemudian di dekstruksi selama 30 menit
hingga larutan berwarna menjadi hijau jernih. Setelah dekstruksi, sampel
dibiarkan sampai dingin dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL dan
diencerkan dengan aquades hingga batas tera. Selanjutnya dilakukan destilasi
yaitu dengan memasukkan sampel tersebut sebanyak 5 mL ke dalam destilator dan
ditambahkan 10 mL NaOH 30% sampai berwarna coklat kehitaman, dan
didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 mL yang berisi
54
larutan 5 mL H3BO3
Kadar N dihitung berdasarkan rumus perhitungan kadar protein :
dan dititrasi dengan HCl 0,02 N hingga berwarna merah
jambu. Larutan blanko untuk koreksi adanya senyawa nitrogen (N) yang berasal
dari regensia yang digunakan dianalisis seperti sampel.
% kadar protein = 50/5 x (N x V) HCl W x 1000
x 14,007 x FK x 100%
Keterangan : Faktor 50 = Larutan contoh yang telah didekstruksi diencerkan 50 mL Faktor 5 = Banyaknya larutan contoh yang didestilasi N = Normalitas HCl yang digunakan V = volume HCl yang digunakan W = Berat sampel (mg) 14,700 = Berat atom Nitrogen FK = Faktor koreksi N-protein untuk ikan = 6,25. d) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Analisis kadar lemak menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Labu soxhlet
kosong dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 30 menit kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 g
dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan dalam labu soxhlet (B).
Selanjutnya kloroform atau petroleum eter sebanyak 150 mL dituangkan ke dalam
labu soxhlet berisi sampel dan selanjutnya dimasukkan ke dalam extractor sochlet
dan dipasang alat kondesor di atasnya dan labu lemak dibawahnya. untuk di
refluks pada suhu 600 oC selama minimum 5 jam sampai pelarut yang kembali
turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak di
destilasi, setelah itu dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 o
Kadar lemak dihitung dengan rumus :
C lalu didinginkan
ke dalam desikator dan ditimbang (C).
% kadar lemak = [ (C – A) / B] x 100 % Keterangan :
A = Bobot labu soxhlet kosong B = Bobot labu soxhlet + sampel sebelum diuapkan C = Bobot labu soxhlet + sampel sesudah diuapkan e) Analisis karbohidrat by-difference (AOAC 2005)
Analisis karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode by difference
yaitu dengan mengurangi nilai 100% dengan nilai kadar protein, kadar air, kadar
lemak dan kadar abu.
55
Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus :
Kadar karbohidrat (%) = 100% -% (abu+lemak+protein+air).
3.4.3 Analisis Kimia
a) Analisis pH (pH meter Orion 410 A)
Prinsip analisis pH berdasarkan gabungan elektroda gelas hidrogen sebagai
standar polimer dan elektroda kalomel referens, pasangan elektroda ini akan
menghasilkan perubahan tegangan 59,1 mV/pH unit pada suhu 25 o
b) Analisis a
C. Sampel
sebanyak 10 g diencerkan dengan ±100 mL aquades, elektroda dari pH meter
dicelupkan ke dalam sampel, nilai yang terbaca kemudian dicatat. Sebelumnya pH
meter dikalibrasi dengan buffer 4 dan 7.
w (Shibaura aw
Analisis a
meter WA-360)
w dilakukan dengan menggunakan aw-meter Shibaura WA-360.
Sebelumnya alat dikalibrasi dengan menggunakan larutan NaCl jenuh pada kertas
saring dan diletakkan pada cawan, kemudian nilai aw diset sampai dengan 0,7509.
Sampel dipotong dengan ketebalan 0,2 cm dan diletakkan dalam cawan pengukur,
setelah ditutup dan dikunci, alat dijalankan sampai menunjukkan tanda completed,
nilai aw
c) Analisis asam amino (Modifikasi AOAC 2005, Laboratorium Terpadu IPB)
dapat dibaca.
Tahap sebelumnya yaitu menentukan kadar protein dari sampel dengan
metode Kjeldahl. Hasil berupa protein dianalisis pada tahap selanjutnya. Tahap
hidrolisis asam amino yaitu 3 mg protein dimasukkan ke dalam ampul dan ditutup
kemudian ditambahkan 1 mL HCl 6 N dan dikocok hingga homogen. Sampel
larutan tersebut dibekukan dalam es kering aseton, yaitu freeze dryer
dihubungkan dengan pompa vakum. Untuk mengeluarkan udara yang ada dalam
sampel yang telah dibekukan, yakni dengan cara mengeluarkan penutup ampul
dari dalam es kering-aseton. Pada saat sampel larutan dalam ampul mencair, udara
yang terlarut dalam sampel larutan akan keluar. Jika gelembung udara terlalu
banyak, atau keluar terlalu cepat, dimasukkan kembali ampul yang berisi sampel
larutan ke dalam es kering-aseton dan divakum kembali. Cara ini diulangi sampai
udara yang ada dalam sampel larutan dapat keluar seluruhnya. Jika masih ada
gelembung udara, ditambahkan sebanyak 1 atau 2 tetes n-oktil alkohol sebagai
56
anti bubbling dan ampul tersebut divakum kembali selama 20 menit. Selanjutnya
ampul dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 o
Tahap pengeringan dilakukan dengan mengeringkan sampel menggunakan
freeze dryer dalam keadaan vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin.
Sampel larutan yang terdapat dalam labu evaporator, ditambahkan aquades
sebanyak 10-20 mL dan dikeringkan dengan freeze dryer. Proses pengeringan ini
diulangi sebanyak 2-3 kali. Selanjutnya ditambahkan 5 mL HCl 0,01 N ke dalam
sampel larutan yang telah dikeringkan.
C selama 24 jam. Kemudian
ampul tersebut didinginkan pada suhu ruang (telah dihidrolisis) dan setelah itu
sampel larutan dalam ampul dipindahkan ke labu evaporator 50 mL dan ampul
dibilas dengan 2 mL HCl 0,01 N. Cairan hasil bilasan tersebut dimasukkan ke
dalam labu evaporator.
Tahap derivatisasi yaitu sampel larutan yang telah dihidrolisis dalam 5 mL
HCl 0,01 N, disaring dengan kertas milipore. Ditambahkan buffer kalium borat
pH 10,4 dengan perbandingan 1:1. Sampel larutan sebanyak 10 µL dimasukkan ke
dalam vial/labu dan ditambahkan pereaksi OPA sebanyak 25 µL. Selanjutnya
dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Sampel larutan
diinjeksi ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µL dan ditunggu selama ±25 menit
sampai pemisahan semua asam amino selesai.
Perhitungan kadar asam amino (%) dengan menggunakan rumus :
Kadar asam amino (%) =
d) Analisis kualitatif asam amino bebas dengan pereaksi ninhidrin
(Wang 2006)
Uji kualitatif asam amino bebas dengan menggunakan pereaksi ninhidrin
untuk menentukan terdapatnya asam amino bebas dalam suatu bahan. Bila
bereaksi dengan gugus amino pada asam amino bebas membentuk senyawa
berwarna ungu, jika bereaksi dengan prolin dan hidroksiprolin akan berwarna
kuning. Pereaksi ninhidrin terdiri dari 0,35 g ninhidrin dalam 100 mL etanol
sebanyak 95%. Uji kualitatif yaitu sampel ditimbang sebanyak 1 g, ditambahkan
aquades sebanyak 2 mL dan dihaluskan. Larutan tersebut disentrifuge dengan
kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Larutan supernatan diambil 0,5 mL dan
57
dicampur pelarut ninhidrin sebanyak 0,5 mL, ditempatkan pada tabung reaksi dan
selanjutnya di homogenkan. Tabung ditutup rapat dengan parafilm, lalu
dipanaskan pada suhu 80-100 o
e) Analisis kuantitatif asam amino bebas (Modifikasi AOAC 2005, Laboratorium Terpadu IPB)
C selama 4-7 menit sampai berubah warna.
Larutan berwarna ungu menunjukkan adanya asam amino bebas. Untuk menguji
asam amino bebas secara kuantitatif dapat dilakukan melalui alat High
Performance Liquid Chromatogaphy (HPLC).
Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambahkan 50 mL
larutan asam sulfosalisilat 5% dan dikocok sampai homogen dan didiamkan
sampai terjadi endapan maksimal. Selanjutnya sampel larutan dipindahkan ke labu
50 mL dan disaring dengan kertas milipore dan ditambahkan buffer kalium borat
pH 10,4 dengan perbandingan 1:1. Setelah itu sampel larutan dimasukkan ke
dalam labu sebanyak 10 µL dan tambahkan 25 µL pereaksi OPA, didiamkan
selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Sampel larutan diinjeksi
ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µL dan ditunggu selama ±25 menit sampai
pemisahan semua asam amino bebas selesai.
Perhitungan kadar asam amino bebas (%) dengan menggunakan rumus :
Kadar asam amino (%)=
f) Analisis kadar asam lemak (AOAC 2005)
Analisis kadar asam lemak dengan menggunakan metode kromatogafi gas.
Kadar lemak sampel diperoleh dari metode Sokhlet untuk dilakukan analisis kadar
asam lemak. Prosedur kadar asam lemak yaitu :
Preparasi sampel (hidrolisis dan esterifikasi) :
Kadar lemak sampel ditimbang sebanyak 20-30 mg dan dimasukkan ke
dalam tabung bertutup teflon. Selanjutnya ditambahkan 1 mL NaOH 0,5 N-
metanol dan dipanaskan dalam tangas air selama 20 menit, suhu 80 oC, selanjtnya
diangkat dan dibiarkan hingga dingin. Sampel tersebut ditambahkan 2 mL
bourtiflourid-metanol dan dipanaskan pada suhu 80 oC selama 20 menit dan
didinginkan. Selanjutnya sampel tersebut ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dalam
58
1 mL heksan dan dihomogenkan. Lapisan heksan dipindahkan dengan pipet tetes
ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 g Na2SO4
2-5 µL dan selanjutnya diinjeksi ke dalam alat kromatografi gas.
anhidrat dan didiamkan selama
15 menit. Fase cair dipisahkan dengan cara dipipet lapisan tersebut sebanyak
Analisis komponen asam lemak, sebagai Fatty acid Metil Ester (FAME) :
Sampel larutan diinjeksi sebagai FAME masing – masing sebanyak 1 µL
secara terpisah, sehingga diperoleh 2 kromatogram dari sampel dan standar.
Selanjutnya dibandingkan waktu retensi standar dan sampel untuk mendapatkan
jenis asam lemak.
Kadar asam lemak tertentu dihitung menggunakan rumus 1:
Asam lemak (%) = x 100%
Kadar asam lemak tertentu dihitung menggunakan rumus 2:
Asam lemak (%) = 100 – konsentrasi pelarut standar asam lemak
Asam lemak (% = x 100%
3.5 Rancangan dan Analisis Data
Percobaan satu faktor adalah percobaan yang dirancang dengan hanya
melibatkan satu faktor dengan beberapa taraf sebagai perlakuan. Rancangan
percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktor tunggal atau satu faktor dengan asumsi kondisi unit percobaan
relatif homogen. Faktor tunggal adalah perlakuan waktu hari penyimpanan.
Variabel yang diamati adalah waktu penyimpanan hari ke-0, ke-4, ke-8, ke-12 dan
hari ke-16, yang disimpan pada suhu ruang dan dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan.
Model rancangan tersebut adalah :
Yij = µ + τ i + ε ij atau Yij = µ i + ε Dimana : i = 1,2,…,t dan j = 1,2,…,r
ij
Yij µ = Rataan umum
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
τ i µ
= Pengaruh perlakuan ke-i i
ε - µ
ij
= Pengaruh perlakuan ke-i
59
Hasil uji dilakukan dengan analisis ragam (ANOVA). Apabila hasil uji yang
dilakukan berbeda nyata dimana jika F hitung > F tabel α pada taraf nyata 0,05
Bentuk persamaannya adalah :
maka
dilakukan uji lanjutan yaitu uji Duncan (Matjik & Sumertajaya 2006).
Rp = rαp;dbg
atau 1/rh
=
Dimana r αp ; dbg adalah nilai tabel Duncan pada taraf nyata α, jarak
peringkat dua perlakuan p dan derajat bebas galat sebesar dbg
Uji sensori rating intensitas menggunakan Rancangan Blok Acak Lengkap
(Randomized Complete Block Design) dan analisis data menggunakan analisis
ragam (ANOVA). Apabila data signifikan (berbeda nyata) dari hasil analisis
ragam, dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Test yang dapat menyatakan
perbedaan diantara masing – masing perlakuan (Meilgaard (1999). Semua data
sensori rating intensitas menggunakan progam SPSS 16,0.
.
Uji sensori hedonik secara keseluruhan (tekstur, warna, aroma dan rasa)
pada penelitian ini menggunakan statistik non parametrik metode Kruskal Wallis
(SNI 01-2346-2006). Statistik non parametrik metode Kruskal Wallis merupakan
alternatif bagi uji F untuk pengujian kesamaan beberapa nilai tengah dalam
analisis ragam untuk menghindar dari asumsi bahwa contoh diambil dari populasi
normal (Walpole 1995). Hasil data dilanjutkan dengan menggunakan Multiple
Comparison untuk data analisis ragam (ANOVA). Jika hasil data diperoleh
signifikan (berbeda nyata), maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple
Test. Semua data sensori hedonik diolah secara statistik menggunakan program
SPSS 16.0.
top related