7 kisah tangguh - rcrc-resilience-southeastasia.org file7 kisah tangguh 6 salam kemanusiaan, palang...
Post on 26-Apr-2019
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7 kisah tangguh
7 KISAH TANGGUH
7 KISAH TANGGUH
7 kisah tangguh
4
Judul Buku: 7 Kisah Tangguh
Penulis: Nurfebriani Wardi, Nury Sybli, Nur Rohadi, dan Chairul Akhmad
Editor: Aulia Arriani
Desain sampul dan penata letak: Aulia Imam Ramadhan
Penerbit: Palang Merah Indonesia
ISBN:
Copyright @PMI 2018
Hak cipta dilindungi.
Foto Sampul
Kredit Foto: Nury Sybli
Caption Foto:SIBAT Wonogiri memperlihatkan tanaman Aren yang efektif mencegah banjir dan longsor
Didukung oleh:
7 kisah tangguh
5
Merupakan organisasi netral dan independen yang melakukan kegiatannya
untuk kemanusiaan. Lahir pada 17 Agustus 1945, PMI memiliki mandat
utama, yaitu membantu meringankan penderitaan masyarakat dalam
respon Bencana dan pertolongan pertama. Saat ini PMI berada di 34
provinsi, 477 kabupaten/kota, dan 3.406 kecamatan dengan sekitar 1 juta
relawan aktif tersebar di Indonesia.
Tentang Palang Merah Indonesia (PMI)
7 kisah tangguh
6
Salam Kemanusiaan,
Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai Perhimpunan Nasional di Indonesia
telah bekerja selama 73 tahun. Sejak masa perang kemerdekaan hingga
saat ini, PMI terus berkiprah untuk bekerja sesuai mandat utamanya,
yaitu membantu masyarakat yang mengalami situasi darurat saat bencana
atau konflik. Sepak terjang PMI juga tanpa batas negara. Selain bekerja
di Indonesia, PMI juga membantu masyarakat yang mengalami situasi
kedaruratan di luar negeri. PMI ada untuk masyarakat dan bekerja untuk
membantu pemerintah.
Sejalan dengan perkembangan jaman, kerja PMI turut berkembang. Selain
membantu masyarakat saat darurat, PMI juga membantu menyiapkan
masyarakat agar memiliki kemampuan saat menghadapi risiko Bencana.
Hal ini sejalan dengan pengelolaan bencana di Indonesia, yaitu mengubah
paradigma yang semula responsif dalam menangani bencana, kini diubah
menjadi suatu kegiatan yang bersifat preventif atau pencegahan.
Penanggulangan bencana pun harus dilakukan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat seluas-luasnya.
Buku ini menggambarkan 7(tujuh) kisah prakarsa masyarakat bekerja sama
dengan PMI dalam melakukan kegiatan untuk mengurangi kerentanan
masyarakat terhadap dampak bencana yang ada di sekitar mereka. Buku
Kata Pengantar
7 kisah tangguh
7
ini juga menceritakan upaya masyarakat dalam melakukan advokasi ke
pemerintah daerahnya untuk membuat aturan-aturan yang melindungi
upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan masyarakat.
Semoga buku ini dapat memberikan manfaat serta aspirasi bagi seluruh
pihak yang bekerja dalam kegiatan pengurangan risiko Bencana. Kami
berharap upaya-upaya pengurangan risiko semakin banyak dan tersebar
secara merata di Indonesia. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan
pengurangan risiko juga semakin besar sehingga akan berdampak pada
masyarakat yang lebih tangguh terhadap risiko bencana.
Jakarta, Agustus 2018
Pelaksana Harian Ketua Umum
Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita
7 kisah tangguh
8
Index
10Advokasi Pelestarian Mangrove dan Cemara di Pesisir Batang
24Derap Langkah SIBAT Bumijawa
16Pengelolaan Risiko Terpadu melalui
Penanaman Aren di Wonogiri
7 kisah tangguh
9
44Cermin Masyarakat Pesisir di Demak yang Tangguh dan Berdaya
58Tangguh Banjir Ala Dayeuhkolot
52Akar Wangi dan Sumur Resapan di
Solo-Surakarta
34Mata Air di Kaki Bukit
7 kisah tangguh
10
Lahan pantai sepanjang 37,8 km di Batang
dikuasai hampir sepenuhnya oleh masyarakat
dengan status hak milik (bersertifikat) dan
sisanya milik pengusaha dan pemerintah.
Mata pencaharian warga masyarakat pesisir
Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah
sebagian besar adalah nelayan, buruh tani dan
kebun serta petambak ikan yang menguasai
menguasai kawasan tersebut. Aktivitas tambak
yang tidak disertai kesadaran akan kelestarian
lingkungan dan ekosistem pesisir membuat
kawasan ini rentan terhadap kerusakan
lingkungan dan ekosistem termasuk mangrove
dan vegetasi pantai lainnya yang berakibat
abrasi dan intrusi air laut terus melaju ke
wilayah daratan pantai disebagian besar
wilayah pantai Batang.
Dengan kesadaran ancaman bahaya abrasi, PMI
Kabupaten Batang membentuk relawan Siaga
Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) untuk
mengadvokasi masyarakat tentang pentingnya
pengurangan risiko bencana, restorasi, dan
pengelolaan ekosistem, terutama melalui
penanaman mangrove dan cemara.
Pengurangan risiko bencana berupa pelestarian
vegetasi pantai di wilayah Batang oleh PMI telah
dilakukan sejak 2015 dengan dukungan Palang
Merah Amerika melalui pembibitan, penanaman
dan perawatan Mangrove dan Cemara yang
Advokasi Pelestarian Mangrove dan Cemara di Pesisir BatangNury Sybli, Nur Febriani Wardi, Nur Rohadi
7 kisah tangguh
11
berfungsi sebagai sabuk hijau (green belt) di
sepanjang Pantai Karangsari sampai Sigandu
di wilayah Kelurahan Karangasem Utara dan
Desa Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten
Batang.
Kerjasama Antar PihakTidak cukup hanya bekerja sendiri, PMI
Kabupaten Batang menyadari bahwa
kegiatan pengelolaan kawasan pesisir
dengan kegiatan penanaman mangrove dan
cemara itu membutuhkan dukungan dari
Organisasi Perangkat Daerah (OPD), TNI,
POLRI, masyarakat, komunitas, dan pemangku
kebijakan lain. Untuk itu, perlu dilakukan
koordinasi yang kuat agar terjadi keterpaduan
dan sinkronisasi kegiatan yang dilakukan PMI
dengan semua stakeholders. Sementara itu,
untuk mengoptimalkan keberlanjutan program
perlu dilakukan upaya advokasi kemanusiaan
kepada semua stakeholders dengan harapan
dapat memberikan sumbangsih dalam bentuk
dukungan program atau dalam bentuk lainnya.
Sehingga diakhir program PMI Kabupaten Batang
telah berhasil mereplikasi kegiatan rehabilitasi
dan restorasi kawasan pesisir di tiga desa, yaitu
Ujung Negoro, Kedung Segog dan Kuripan.
Secara rutin PMI dan SIBAT telah mengunjungi
dan berkoordinasi dengan berbagai pemangku
7 kisah tangguh
12
kepentingan, termasuk dengan pemerintah
daerah, dari kepada desa, camat, hingga bupati
dan jajarannya. Sejalan itu, PMI dan SIBAT
juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat
yang berada di wilayah program maupun
luar wilayah. Salah satu sosialisasinya adalah
kampanye penyadaran yang dilakukan setiap
bulan dengan kunjungan rumah tangga dan
masuk ke komunitas seperti jamaah tahlil,
sekolah, dan lain-lain.
Komunikasi ke pemerintah dan advokasi
ke masyarakat menghasilkan beberapa
kesepakatan seperti pembuatan peraturan
desa dan kesepakatan lokal. Kesepakatan
dan peraturan tersebut umumnya mengatur
penerapan sanksi/hukuman kepada semua pihak
yang melanggar aturan seperti mengganti bibit
10 kali bila menebang pohon rehabilitasi. Sanksi
lainnya menyita dan memusnahkan alat berburu
(senapan) satwa dan biota laut.
Draft Perdes Klidang Lor tentang Pengelolaan
Kawasan Pesisir dan Sabuk Hijau Pantai
Ke arah yang berbeda, dengan Dinas-Dinas
terkait menghasilkan kesepakatan bersama,
antara lain dengan Dinas Pariwisata dalam
upaya mencegah kerusakan tanaman dari
pengunjung hingga pemasangan papan larangan
dan himbauan hasil kerja sama dengan Dinas
Lingkungan Hidup Batang di lokasi tanam
Mangrove dan Cemara laut.
Mangrove vs KerbauHambatan yang dialami PMI dan Sibat dalam
melakukan advokasi memang tidak sedikit.
Sebut saja hambatan di wilayah sempadan
pantai yang sudah besertifikat (hak milik),
misalnya. Pada saat terjadi abrasi dan
intrusi air laut, proses persiapan lahan untuk
penanaman mangrove dan cemara laut
mengalami hambatan karena harus berurusan
dengan pemilik lahan yang sah. Maka, sebelum
penanaman mangrove dan cemara laut di
sempadan pantai, sempadan sungai, jalan,
dan kawasan tambak dan pertanian, warga
pemilik lahan harus diajak bermusyawarah
dan diusahakan terlibat dalam kegiatan—agar
timbul rasa memiliki, terutama bagi warga yang
berkenan dan memberikan izin atas penggunaan
lahan untuk penanaman mangrove dan cemara
laut.
Tantangan lain selain dari maraknya
pembangunan dan pengunjung ke kawasan
pesisir adalah ternak kerbau. Beberapa
wilayah pantai di Kabupaten Batang menjadi
lahan untuk peternakan kerbau masyarakat
dengan jumlah kerbau cukup banyak. Wilayah
tersebut menurut pemantauan ada di pantai
Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Batang,
yaitu pantai sebelah barat yang berbatasan
langsung dengan pantai Karangasem Utara
dan pantai Desa Gondang Kecamatan Subah,
yang berbatasan langsung dengan pantai
Desa Kuripan, dimana kedua wilayah tersebut
merupakan kawasan penanaman mangrove dan
cemara yg dilakukan PMI, baik melalui program
PERTAMA (Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis
Masyarakat) maupun kerjasama dengan Toyota
Motor di Kuripan.
7 kisah tangguh
13
Keberadaan kerbau berpotensi mengganggu
dan merusak tanaman yang tertanam, demikian
yang dilaporkan dari hasil assasment di Kuripan
bahwa beberapa kegiatan penanaman mangrove
yang telah dilakukan oleh pemerintah (daerah
dan provinsi) tidak berhasil, karena setelah
mangrove tertanam, daun (batang dan kuncup
daun) selalu dimakan kerbau.
Sedangkan di wilayah pantai Karangasem Utara,
kesepakatan lokal (peraturan desa/perdes)
yang telah dibuat tidak dapat menjangkau atau
diterapkan di wilayah Kasepuhan, mengingat
masyarakat di Kasepuhan tidak terlibat dalam
kesepakatan.
Untuk mengatasi keadaan di dua wilayah
diatas, telah dilakukan beberapa tindakan
advokasi dengan cara menemui, memberikan
arahan, dan menegaskan tentang keberadaan
kawasan penanaman yang sudah dilindungi oleh
kesepakatan lokal dengan harapan masyarakat
mengerti dan memahami. Selain itu juga
dilakukan upaya pencegahan dengan memagari
kawasan penanaman dengan kawat berduri di
Desa Kuripan. Namun yang terpenting adalah
upaya mendorong pemangku kebijakan (lurah
dan kepala desa) untuk melakukan koordinasi
dengan perangkat di wilayah dimana ada
peternakan kerbau, termasuk berusaha agar
lurah dan kades juga memberikan arahan
dan teguran kepada pemilik ternak terlebih
pengembalanya. Dari hasil tersebut, maka di
Karangasem Utara tanaman berhasil hidup
dengan baik didukung oleh dedikasi SIBAT dan
PMI yang tidak hentinya melakukan pemantauan
secara kontinyu.
Sementara itu, penegakan hukum, baik dari sisi
undang-undang maupun peraturan yang terkait
dengan keberadaan wilayah pesisir di tingkat
daerah ataupun pusat, masih terbilang lemah—
kendati sejauh ini telah ada tujuh peraturan
yang terkait dengan kawasan pesisir dan
mangrove. Di tingkat desa, misalnya, meskipun
ada peraturan desa dan kesepakatan lokal,
7 kisah tangguh
14
namun karena luasnya wilayah tanam, aturan
belum bisa diterapkan kepada masyarakat di
luar desa/kelurahan yang membuat aturan itu.
Mengingat desa/kelurahan lain tidak merasa
membuat atau ikut mengesahkan, idealnya
aturan itu perlu ditingkatkan menjadi peraturan
bupati Batang, agar cakupannya lebih luas. Di
luar itu, masih ada hambatan lain berupa tidak
sinkronnya kebijakan pusat dan daerah, seperti
kebijakan di sektor perikanan seperti perluasan
tambak udang, yang sering mengambil alih
lahan dimana sudah ada tanaman mangrove.
Di dalam proses penanaman sendiri tentu
juga ada kendala yang dihadapi PMI, yakni
keterbatasan stok bibit dan pendanaan.
Beberapa lembaga yang meminta bantuan
bibit vegetasi pantai belum terpenuhi semua.
Hal ini akibat OPD yang mengurus cadangan
bibit tanaman pantai berada di provinsi, di
tingkat kabupaten tidak ada cadangan bibit
tanaman pantai. Kondisi cuaca juga merupakan
tantangan tersendiri bagi proses penanaman.
Kesulitan lain yang juga sangat mendasar adalah
kesadaran masyarakat yang masih rendah.
PMI juga mengalami keterbatasan anggaran
operasional.
Rumah Edukasi MangroveDihadapkan pada berbagai kendala itu,
semangat PMI dan SIBAT dalam mengadvokasi
masyarakat di Batang tidak pernah surut. Selain
menyadari bahwa menanam tanaman penghalau
abrasi, mangrove khususnya, merupakan
kegiatan restorasi dan vegetasi pantai, kegiatan
ini juga mempunyai nilai ekonomis, antara lain
dengan menjadikan buah bakau sebagai bahan
minuman atau makanan terlebih terbukanya
peluang wisata mangrove.
Hasilnya, kawasan mangrove di Batang
bisa terbentuk dan menjadi pusat edukasi
dan ekowisata. PMI Batang telah berhasil
menjadikan lahan mangrove sebagai tempat
belajar anak-anak dan warga. Rumah edukasi
mangrove pun didirikan secara resmi oleh
Wakil Bupati Batang Suyono pada 29 September
2017 dengan nama Pusat Edukasi Mangrove
(Mangrove Education Center) di Pantai Sigandu,
Desa Klidang Lor, Kecamatan Batang.
Pusat Edukasi Mangrove Batang telah diikuti
oleh sejumlah sekolah, dari TK, SD, SMP, hingga
SLTA sepanjang Oktober hingga Desember 2017.
Metodenya delapan jam belajar, dimulai dengan
kelas teori, menonton film tentang lingkungan
hidup, kemudian masuk ke kelas praktik,
yakni proses pembibitan hingga menanam
bibit mangrove. Kesadaran masyarakat akan
pentingnya mangrove membuat mereka
tidak keberatan mengeluarkan biaya untuk
mendukung operasional pusat edukasi ini.
Antara lain berasal dari iuran siswa yang
dikelola oleh pusat edukasi dan PMI sebagai
pengawas.
Anak-anak umumnya senang mengikuti program
ini karena jarang sekali mereka belajar di ruang
terbuka dan langsung praktik. Bahkan orang tua
yang mendampingi pun lebih aktif bertanya,
7 kisah tangguh
15
ikut belajar tentang mangrove. ”Yang saya
rasakan dari tahun 2003 itu masyarakat belum
mengerti pentingnya mangrove. Sekarang saya
sedikit tersenyum setelah masyarakat ada yang
ingin menanam mangrove,”” tutur Istoni, ketua
Mangrove Education Center yang disingkat
menjadi Mang-EC.
Bagi Istoni, ketika warga sudah bertanya
apa manfaat mangrove dan ingin terlibat
menanam adalah satu keberhasilan tersendiri
karena momentum ini telah ia tunggu belasan
tahun lamanya. Setidaknya sudah empat desa
yang sudah mengikuti program pusat edukasi
mangrove. “Mudah-mudahan ke depan desa-
desa lain segera menyusul,” katanya.
Ketua PMI Kabupaten Batang Ahmad Taufiq
menjelaskan, pusat edukasi mangrove
merupakan bagian dari kegiatan program
PERTAMA Wilayah Pesisir dalam merehabilitasi
kawasan pesisir mencakup pembibitan
mangrove dan penanaman vegetasi pantai.
Pusat edukasi mangrove ini mendukung program
Kabupaten Batang yang tengah membangun
kawasan wisata dengan hutan mangrove sebagai
salah satu destinasi wisata di sana.
Istoni menuturkan, program eduwisata
atau ekowisata mangrove di Batang telah
diintegrasikan dengan paket belajar membuat
kapal pinisi dan wisata dolphin agar anak-anak
memiliki ketertarikan dan ruang belajar yang
lebih luas lagi.
Keberhasilan pembuatan Mang-EC sebagai
cikal-bakal sekolah mangrove diharapkan dapat
menjadi percontohan dan dimanfaatkan untuk
mendukung rehabilitasi kawasan pesisir yang
berkelanjutan baik untuk Kab. Batang ataupun
lainnya. Saat ini Mang-EC sudah dipercaya untuk
7 kisah tangguh
16
melakukan kegiatan pelatihan pembibitan,
penanaman, dan keterampilan rehabilitasi lain
yang berasal dari lembaga, pelajar, komunitas,
masyarakat. Salah satunya pelatihan untuk PMI
Bengkulu.
Aturan Perlindungan
Selain itu, PMI Kabupaten Batang menjadi
rujukan dari lembaga-lembaga lain di Batang
dalam melakukan kegiatan rehabilitasi pantai
seperti pemetaan lahan, penyediaan bibit, dan
agenda terkait gerakan restorasi pantai.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batang akhirnya
mendukung program PMI dengan cara memasang
papan larangan dan papan imbauan tentang
peraturan desa (perdes) dan kesepakatan
warga. Bunyi perdes tersebut: dilarang keras
(1) menebang dan merusak pohon (mangrove,
cemara, dan tumbuhan penghijauan pantai);
(2) berburu (burung kuntul & binatang lain
yang dilindungi); (3) mengambil pasir laut; (4)
menggembala dan menangkap ikan, udang,
dan biota laut lain (tidak merusak tumbuhan di
kawasan pantai/sungai).
Aturan ini dibuat untuk melindungi upaya yang
dilakukan SIBAT dan PMI dalam pengurangan
7 kisah tangguh
17
risiko bencana. Sudah ada lima papan
pelarangan. Di Desa Karang Asem ada dua, Desa
Kidang Lor dua, Pantai Sigandu satu. “Pernah
ada yang ditindak karena menebang tiga batang
mangrove. Hukumannya mengganti dengan 10
pohon hidup,””papar Nur Rohadi, koordinator
lapangan program pertama PMI Batang.
Demi tegaknya aturan tersebut, Pos Pengamat
(Posmat) TNI AL Sigandu Batang dan Kelompok
Masyarakat Pengawas (Pokwasmas) menjadi
eksekutor bagi siapa saja yang melanggar
larangan.
Pembentukan SIBATKeberhasilan advokasi SIBAT di Desa Klidang
Lor akhirnya mendorong pembentukan SIBAT
di daerah lain di wilayah Kabupaten Batang.
Replikasi pertama program SIBAT Batang
dilakukan di Desa Ujung Negoro, Kecamatan
Kandeman, dan di Desa Kedung Segog,
Kecamatan Tulis. Dalam program replikasi
untuk desa lain di Batang, tim SIBAT mendapat
dukungan dari Bimasena Power Indonesia (BPI)
untuk pengembangan SDM SIBAT secara berkala
melakukan pembibitan (pembuatan demplot)
dan penanaman mangrove, cemara, ketapang
maupun vegetasi pantai lainnya.
Proses replikasi atau perluasan SIBAT di desa
ini melibatkan aparat desa dengan merekrut
relawan SIBAT dan menyelenggarakan pelatihan
dasar PMI, kebencanaan, dan pelatihan
pengelolaan pesisir terpadu. Pelatihan
dilanjutkan dengan membuat bibit mangrove,
ketapang, cemara, sesuai kearifan lokal.
Jumlah relawan di dua desa tersebut mencapai
50 orang, masing-masing desa 25 relawan,
terdiri atas ibu rumah tangga, pelajar, dan
nelayan. Pelatihan yang didukung BPI dilakukan
selama dua bulan, dimulai Oktober 2017 dan
akan dilanjutkan lagi pada 2018.
Dengan PT. Toyota Motor Manufacturing,
PMI-Sibat Batang telah menandatangani nota
kesepahaman (memorandum of understanding/
MoU) yang berisi tentang pembentukan 25
anggota SIBAT yang akan menjadi garda
dalam upaya mitigasi bencana. Salah satunya
“Pada akhirnya, kehadiran SIBAT di desa didorong untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah-masalah yang muncul di desa sehingga Sibat selalu berusaha terdepan dalam memberikan pelayanan kemanusiaan”.
7 kisah tangguh
18
7 kisah tangguh
19
untuk melakukan rehabilitasi pantai dengan
penanaman 30.000 mangrove dan 2500 cemara
di wilayah pantai Desa Kuripan Kecamatan
Subah. Untuk mencapai tingkat hidup (survival
rate) yang optimum, maka Toyota sepakat
untuk memberikan pemeliharaan mangrove dan
cemara untuk setahun dengan bantuan dana
perawatan per pohon senilai 15-20 persen dari
harga bibit (Rp1.000 per bibit). Tahap pertama
telah berakhir pada Desember 2017, tahap
keduanya dilaksanakan mulai Januari 2018.
Adapun kapasitas per 1 hektar menampung
10.000 bibit mangrove.
Selain itu, replikasi penanaman tanpa
membentuk SIBAT hasil kerjasama dengan
OPD, TNI, POLRI dan pemangku kepentingan
telah berhasil masuk di wilayah Kelurahan
Kasepuhan dan Desa Denasri Kecamatan Batang,
Desa Depok Kecamatan Kandeman, serta Desa
Sidoharjo Kecamatan Gringsing.
Hasil sinergi dengan para pemangku
kepentingan juga terlihat pada pembebasan
tiket dari Dinas Pariwisata Batang ketika
memasuki area Taman Safari Mini dan diskon 50
persen tiket masuk Dolphin Center.
Sejauh ini terlihat peningkatan kepercayaan
masyarakat kepada PMI, baik pada kegiatan
reguler seperti pertolongan kegawatan,
aksi kemanusiaan dan donor darah, juga
pengurangan dampak bencana. PMI Kabupaten
Batang konsisten dalam pengelolaan kawasan
pesisir terpadu dengan pola berbeda, yaitu
dengan mengukur pencapaian target hidup,
dan bukan target tanam. Pemkab Batang pun
memberi kepercayaan kepada PMI di tahun
2018 untuk mengikuti lomba Kampung Iklim
dan Kalpataru sebagai wakil dari Kabupaten
Batang.*
7 kisah tangguh
20
Pengelolaan Risiko Terpadu
melalui Penanaman Aren
di WonogiriNury Sybli dan Nur Febriani Wardi
Luapan air Bengawan Solo membanjiri kawasan
hulu di Wonogiri, bagian tengah di Surakarta,
hingga hilirnya di Bojonegoro pada 2007
silam. Ribuan tanaman hanyut terbawa karena
gersangnya bantaran sungai, perkampungan
tergenang, harta benda ikut hanyut sampai
laut. Agar kejadian serupa tidak terus terulang,
masyarakat harus diadvokasi akan pentingnya
menjaga lingkungan dengan melakukan kegiatan
penghijauan, revitalisasi lahan kosong, dan
penguatan bantaran sungai yang rawan longsor.
Dengan advokasi yang dilakukan PMI,
masyarakat, dan para pengambil kebijakan
mengetahui kegiatan PMI dalam pemberdayaan
masyarakat. Mereka bisa memahami dan
mengerti konsep pemberdayaan masyarakat
yang diusung oleh PMI, pendekatan yang lebih
mengedepankan semangat kemanusiaan untuk
bersama-sama memberdayakan masyarakat
dalam memperkuat kapasitas menghadapi
kemungkinan bencana. Dari pemahaman itu,
diharapkan terbentuk komitmen yang akan
melahirkan kebijakan yang berpihak pada
tujuan PMI.
PMI Wonogiri memanfaatkan semua peluang
yang tersedia untuk selalu senantiasa
menyuarakan bahwa SIBAT merupakan sebuah
kebutuhan di tataran pemerintah desa.
Keterlibatan SIBAT dalam respon tanggap
darurat bencana yang dilakukan PMI merupakan
langkah konkret, karena akan memberikan
contoh bagi desa yang belum membentuk SIBAT.
7 kisah tangguh
21
Dalam proses tersebut PMI melibatkan beberapa
tokoh-tokoh kunci yang berbeda di setiap
aktivitas yang dilaksanakan, sehingga gaung
aktivitas SIBAT akan menyebar kemana-mana
secara masif. Di sisi lain, PMI juga melibatkan
diri sebagai narasumber pada kegiatan
sosialisasi di desa-desa untuk bersama-sama
membentuk SIBAT. Salah satunya adalah
pembentukan Desa Donor Darah dengan
melibatkan SIBAT sebagai motor penggeraknya.
PMI pun terus membekali SIBAT dengan
program kegiatan untuk bisa memperjuangkan
pendanaan dalam kegiatan musrenbangdes.
Pada akhirnya, kehadiran SIBAT di desa didorong
untuk menjadi bagian dari solusi atas masalah-
masalah yang muncul di desa sehingga SIBAT
selalu berusaha terdepan dalam memberikan
pelayanan kemanusiaan.
Berbagai TantanganMemang PMI dalam advokasi di Wonogiri
menghadapi banyak tantangan dan kesulitan.
Misalnya persepsi perangkat desa dan
masyarakat terhadap kehadiran PMI di
7 kisah tangguh
22
wilayahnya masih identik dengan pemberi
bantuan. Di sisi lain, persoalan pemahaman
mereka terkait siklus bencana masih pada
tataran respon tanggap darurat bencana,
sehingga kegiatan pengurangan risiko bencana
bagi sebagian warga belum merupakan sebuah
kebutuhan.
Sejauh ini masih banyak juga yang
berpandangan bahwa bila suatu saat nanti desa
tertimpa bencana, maka akan banyak relawan
yang datang membantu dan pemerintah
juga tidak akan tinggal diam. Sehingga
tidak mengherankan jika dalam sosialisasi
pengurangan risiko bencana (PRB) dan tanggap
darurat bencana (TDB) yang dilakukan PMI,
keterlibatan peserta sangat terbatas.
Sementara itu, koordinasi dengan pemerintah
atau antar lembaga di Wonogiri juga belum
berjalan dengan baik. Masing-masing lembaga
mempunyai program terkait ketangguhan
masyarakat. Misalnya BPBD dengan Destana,
Dinsos dengan Kampung Siaga Bencana, Dinkes
dengan Desa Siaga Bencana dan PMI dengan
SIBAT. Ego sektoral masih sering muncul
terkait dengan keberadaan dan keikutsertaan
masyarakat pada organisasi kemasyarakatan
tertentu.
Untuk itu, PMI berinisiatif membangun
koordinasi yang baik dengan stakeholders di
Wonogiri. Hasilnya, Kepala Markas PMI Wonogiri
terpilih menjadi Ketua Forum Pengurangan
Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Wonogiri
dengan anggota komunitas sejumlah 42
organisasi yang mempunyai minat yang tinggi
dalam bidang kebencanaan. Bersamaan dengan
itu, kesadaran staf PMI untuk berdonasi
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat
pun meningkat, dengan menyumbangkan
sedikit hasilnya setiap bulan untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Sejak dibentuk,
FPRB Kabupaten Wonogiri telah menghasilkan
beberapa kegiatan bersama.
Aren untuk Hadang BanjirDalam upaya mitigasi bencana berkelanjutan,
dengan dukungan IFRC dan Zurich Insurance,
PMI Wonogiri bersama masyarakat menanam
6.000 pohon aren di bagian hulu bantaran
Bengawan Solo pada 2015, tepatnya di daerah
aliran sungai (DAS) di Desa Gedong, Ngadirojo,
7 kisah tangguh
23
Wonogiri. DAS tersebut menghubungkan aliran
Bengawan Solo hingga Bojonegoro. Kegiatan
serupa dilakukan untuk Desa Ngadipiro,
Kecamatan Nguntoronadi, dan Desa Gumiwang
Lor, Kecamatan Wuryantoro. Penanaman pohon
aren di sekitar aliran sungai ini bisa mengurangi
risiko bencana banjir dan bermanfaat secara
ekonomi untuk anak cucu di masa mendatang.
Hartanto, ketua Sibat Desa Ngadipiro,
menuturkan bahwa masyarakat Ngadipiro
memiliki komitmen yang kuat dalam program
pelestarian lingkungan melalui program mitigasi
risiko bencana dengan cara menanam pohon
aren di sepanjang bantaran sungai tersebut.
Karena semangat datang dari warga sendiri,
mereka sudah terlibat tanpa harus diundang.
7 kisah tangguh
24
Bahkan banyak warga yang sudah mulai
meminta bibit untuk ditanam di lahan mereka
sendiri.
Aren dipilih sebagai tanaman pencegah banjir
dan longsor karena mempunyai ikatan akar yang
sangat kuat dengan tanah. Aren memperkuat
struktur tanah dari ancaman erosi. Aren juga
tidak mengganggu tanaman jangka pendek yang
tumbuh di bawahnya.
Saat ini PMI Wonogiri memiliki 1.000 bibit aren
siap tanam (usia 2-3tahun) yang dikembangkan
di lahan bantaran anak sungai Bengawan Solo
atau Sungai Kanduang. ”Lahan pembibitan
ini kami pinjamkan ke teman-teman PMI dan
SIBAT sebagai bentuk dukungan desa dalam
menanggulangi bencana,” kata Kepala Desa
Ngadipiro Agus Purwanto. Dukungan kepala desa
ini juga ditunjukkan dengan ikut serta menanam
pohon aren di bantaran Bengawan Solo bersama
para relawan SIBAT.
Tahun sebelumnya (2016) PMI Wonogiri
mendapat bantuan 1.000 bibit pohon aren
dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk
ditanam di desa Gedong. “Sebagian aren
ditanam di lahan warga atas permintaan
warga sendiri,”ucap Hartanto. Artinya, warga
Ngadipiro sudah memiliki kesadaran akan
pentingnya mengurangi risiko bencana dengan
ikut menanam pohon aren.
Selain untuk mencegah longsor, aren juga
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Satu
pohon aren bisa menghasilkan 13 tandan dan
tiap tandan bisa mencapai seribu buah. Itu
berarti, jika dikelola dengan baik, penanaman
aren bermanfaat untuk konservasi sekaligus
menjadikan Wonogiri sebagai penghasil
gula aren terdepan di Jawa Tengah. Dalam
praktiknya, bibit disebar gratis oleh SIBAT-PMI,
lalu pada saat panen SIBAT menampung hasil
panen untuk diolah atau dijual kembali. Ijuk
aren menjadi bahan pendukung resapan dan
tali, lidinya bisa dibuatkan sapu, daunnya untuk
mengikat dan membungkus dagangan durian.
Saat sudah tumbuh besar aren bisa diambil
niranya untuk gula aren yang sangat berkhasiat
menyembuhkan batuk. Saat menua dan perlu
regenerasi, batangnya pun bisa menghasilkan
sagu dan alat-alat rumah tangga, serta buah
aren menjadi bahan kolang-kaling yang
bermanfaat baik bagi tubuh.
“Aren memperkuat struktur tanah dari ancaman erosi. Aren juga tidak mengganggu tanaman jangka pendek yang tumbuh di bawahnya”.
7 kisah tangguh
25
Dalam sebuah kunjungan lapangan ke Wonogiri
pada bulan Desember 2017, Nur Febriani Wardi,
perwakilan Federasi Internasional Perhimpunan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) yang
membidangi Kemitraan dalam Ketangguhan atau
Partners for Resilience mengapresiasi kerja PMI
di Wonogiri karena melalui program penanaman
aren telah melakukan pengelolaan risiko
bencana yang terpadu. “Penanaman aren yang
dilakukan oleh PMI bersama SIBAT di Wonogiri
ini adalah contoh sederhana dari pengelolaan
risiko bencana yang terpadu atau istilahnya
integrated risk management. Aren ditanam
sebagai bagian dari aksi pengurangan risiko
bencana, sebagai upaya adaptasi terhadap
perubahan iklim yang berakibat meningkatnya
risiko terjadinya longsor, dengan pengelolaan
ekosistem tanaman di bantaran sungai.
Tidak hanya bermanfaat untuk mencegah
bencana, aren juga bernilai ekonomis sehingga
berpotensi mendukung pendapatan masyarakat.
Dalam aksinya, PMI tidak sendirian, namun
menggandeng pemerintah desa, swasta,
dan masyarakat ikut terlibat aktif. Inilah
yang dinamakan pengelolaan risiko terpadu
atau integrated risk management,” tuturnya
menjelaskan tentang pengelolaan risiko
terpadu.
PMI Wonogiri telah mengajukan permohonan
15.000 bibit ke pemerintah daerah, juga
dukungan tenaga ahli untuk melatih teknik
pertanian yang baik kepada para relawan SIBAT.
Berbekal pengetahuan yang diperoleh dari
para tenaga ahli itu kemudian relawan SIBAT
diharapkan sanggup menjadi pelatih (trainer)
bagi masyarakat.
7 kisah tangguh
26
7 kisah tangguh
27
Olah SampahRelawan SIBAT Gumiwang Lor mengajak warga
agar giat bergotong-royong, terutama menjaga
lingkungan dari sampah yang kemudian
diterapkan dalam program Jumat Bersih.
Mendukung SIBAT Desa Gedong yang terlibat
aktif dalam pengolahan sampah, PMI Wonogiri
membuat dua skema pengolahan, yakni organik
dan non organik. Sampah organik dari daun
kering dan basah, kotoran sapi dicampur dedak,
dan jus buah busuk dijadikan kompos. Adapun
sampah plastik diurai dengan mesin yang telah
disediakan.
Melihat banyaknya dukungan dari desa dan
kecamatan, PMI Wonogiri akan menjawab
permintaan beberapa desa dan kecamatan
untuk mengembangkan SIBAT di seluruh desa
di Kabupaten Wonogiri, 294 desa dari 25
kecamatan, dengan target satu tahun SIBAT
ada di enam desa. Saat ini SIBAT sudah ada
di tiga desa dengan masing-masing anggota
30 relawan. “Setiap desa akan diimbau untuk
membentuk SIBAT supaya cepat menangani
masalah-masalah sosial yang muncul,” kata
Camat Wuryantoro, Bapak Purwadi.
PMI di Kabupaten Wonogiri telah
memperlihatkan kerja nyata dan semangat
yang tulus dalam membangun ketangguhan
masyarakat terhadap bencana. Sebagai bentuk
dukungan, Pemerintah Desa Gedong, Ngadipiro
dan Gumiwang Lor telah menganggarkan
dana untuk mendukung kegiatan penyuluhan
masyarakat, pelatihan, dan edukasi warga
terkait kebencanaan. Pemkab Wonogiri juga
sudah menyiapkan anggaran pengembangan
SIBAT yang bersumber dari Badan Amil Zakat
ditambah dana sosial dari Pemkab untuk
kecamatan. Keberhasilan ini semoga dapat
menjadi contoh baik bagi PMI di daerah lain di
Indonesia.
7 kisah tangguh
28
Desa Bumijawa yang terletak di lereng sebelah
utara Gunung Slamet ini masuk dalam wilayah
Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Desa
ini berada di ketinggian 800 MDPL dengan cuaca
yang relatif dingin. Desa dengan wilayah seluas
satu juta hektare itu dihuni 2.987 KK dengan
jumlah penduduk mencapai 11.990 jiwa.
Lazimnya masyarakat pegunungan, mayoritas
mata pencarian warga adalah bertani. Mereka
menanam kubis, wortel, labu, bawang putih,
dan buah-buahan. Selain itu, Bumijawa juga
kaya akan hasil alam seperti teh, kayu, dan
karet. Sebagian warga lagi bermata pencarian
sebagai pegawai dan wirausaha.
Berada di kawasan tak lebih dari 15 kilometer
dari puncak gunung berapi aktif, Desa Bumijawa
termasuk kawasan rawan bencana. Erupsi
Gunung Slamet, tanah longsor, angin puting
beliung dan kebakaran pernah menimpa desa
ini. Berangkat dari keadaan inilah, sejumlah
pemuda Bumijawa membentuk Komunitas
Pencinta Alam Wilayah Bumijawa (Palawija)
yang bergerak dalam pelestarian lingkungan dan
aksi donor darah sukarela. Komunitas ini siaga
24 jam menyediakan darah untuk masyarakat
yang membutuhkan.
Melihat keseriusan warga Bumijawa dalam hal
penanganan bencana dan donor darah, PMI
Kabupaten Tegal pun berinisiatif mengajak
mereka membentuk tim Siaga Bencana Berbasis
Masyarakat (SIBAT). Akhirnya, terkumpul
sekitar 30 orang yang mengikuti pelatihan yang
digelar PMI. Dan pada 2011, SIBAT Bumijawa
resmi dibentuk. Keberadaan SIBAT Bumijawa
dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala
Desa Nomor 008/IX/2011 tentang Pembentukan
Tim SIBAT Desa Bumijawa. Selanjutnya mereka
aktif membantu warga dalam Pengurangan
Risiko Bencana (PRB), penanganan bencana,
simulasi Tanggap Darurat Bencana (TDB) dan
lain-lain.
Komandan SIBAT Desa Bumijawa Edi Purwanto
mengatakan, relawan SIBAT Bumijawa menjadi
pionir dalam kegiatan-kegiatan yang digelar
PMI. Pembentukan SIBAT ini merupakan hasil
kerja sama Palang Merah Jerman (German Red
Cross) dan PMI Kabupaten Tegal. “Berhubung
banyak warga yang merantau, komposisi
Derap Langkah SIBAT Bumijawa Chairul Akhmad
7 kisah tangguh
29
Lokasi pelepasan ikan yang dikelola SIBAT di Desa Bumijawa, Kabupaten Tegal
7 kisah tangguh
30
anggota SIBAT Bumijawa ini bagai tambal sulam.
Namun, terdapat 20 orang anggota aktif yang
selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan SIBAT,”
jelas Edi.
Ia menuturkan, SIBAT Bumijawa pernah
melakukan simulasi evakuasi di Desa Dukuh
Gupakan, Kecamatan Bumijawa. Pemilihan
desa ini sebagai lokasi simulasi bukannya
tanpa pertimbangan. Selain terletak di
kawasan tertinggi di Bumijawa, Gupakan juga
rawan bencana longsor dan kebakaran hutan.
“Simulasi diikuti oleh seluruh warga, mulai dari
bayi hingga nenek-nenek,” kata Edi.
Selain itu, SIBAT Bumijawa juga terlibat
dalam sejumlah aksi preventif berbasis sosial
kemasyarakatan seperti penanaman pohon
di bantaran sungai, penanaman bibit ikan di
embung-embung, sungai dan perairan umum
lainnya. Mereka juga menyediakan sukarelawan
untuk pertolongan pertama dan penyediaan
ambulans.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kini
SIBAT Bumijawa telah dilengkapi sejumlah
fasilitas dan peralatan yang cukup memadai
seperti tandu, kotak obat, mobil rescue dan
lain-lain. Mereka memiliki posko di salah satu
bagian ruangan balai Desa Bumijawa. Posko
ini dilengkapi dengan Radio Komunikasi, peta
Bahaya Kerentanan Risiko dan Kapasitas (BKRK)
yang dilengkapi peta jalur evakuasi, denah
kawasan Gunung Slamet dan peralatan lainnya.
Bermula dari SSBPengurus PMI Kabupaten Tegal Tamalia
Haristiani menuturkan, embrio SIBAT Bumijawa
bermula dari program Sekolah Siaga Bencana
Data-data yang diolah Posko SIBAT Desa Bumijawa, Kabupaten Tegal
7 kisah tangguh
31
(SSB). Program yang digelar PMI di beberapa
sekolah di Kabupaten Tegal itu bekerja sama
dengan GRC. Pada 2011, terbentuklah enam SSB
yang berkembang menjadi desa siaga bencana.
Tidak semua desa yang mempunyai SSB mau
menerima SIBAT atau mau menjadi desa KBBM
(Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat).
PMI Kabupaten Tegal aktif mengadvokasi desa-
desa terkait dan menyadarkan masyarakat
untuk melihat kerawanan bencana di daerah
masing-masing.
Akhirnya ada beberapa desa yang mau
menerima, dan mendukung program ini. Di
antaranya Desa Bumijawa. PMI kemudian
menyuarakan tentang pentingnya membuat
SIBAT di suatu desa. Desa yang memilih siapa
saja yang menjadi anggota SIBAT untuk dilatih
PMI.
Perbedaaan karakteristik satu desa dengan
desa lainnya membuat program ini tak
berjalan sempurna di semua desa. Hanya ada
beberapa desa yang menonjol. Selain karena
desa tersebut telah terorganisir dengan baik,
biasanya desa tersebut telah mengalami
bencana sehingga mereka membutuhkan adanya
SIBAT. Selanjutnya, PMI membuat Standard
Operational Procedur (SOP) di desa-desa yang
mau membentuk SIBAT.
Di Kabupaten Tegal terdapat enam desa yang
menjadi pilot project pembentukan SIBAT.
Masing-masing desa ini memiliki kerentanan
Silaturahim Tim SIBAT Desa Bumijawa dan aparat pemerintah di Posko SIBAT Bumijawa
7 kisah tangguh
32
yang berbeda-beda. Menurut Tamalia,
karakteristik masyarakat Bumijawa yang lebih
terbuka membuat program-program PMI cepat
diterima. Apalagi perangkat-perangkat Desa
Bumijawa juga sebagian besar merupakan
tokoh-tokoh di tempat tinggal mereka. “Selain
itu, masyarakat Bumijawa telah memiliki
relawan di bidang donor darah. Warga merasa
terbantu dengan kegiatan relawan ini sehingga
ketika PMI masuk mereka mudah menerima,” ia
menambahkan.
Desa Bumijawa menjadi desa yang rutin
melakukan donor darah per tiga bulan.
Berkoordinasi dengan PMI, relawan SIBAT
Bumijawa menjadi pionir dalam program donor
darah. Desa Bumijawa pernah mendapatkan
penghargaan dari PMI sebagai desa yang paling
Lokasi penanaman pohon bantuan SIBAT kepada warga
di Desa Bumijawa
7 kisah tangguh
33
aktif menggelar donor darah.
Warga Sadar BencanaWarga Bumijawa merasa senang dengan
kegiatan-kegiatan yang melibatkan PMI (SIBAT).
Di situ mereka mendapatkan pencerahan yang
membangun kesadaran tentang bagaimana
mencegah bencana, melakukan evakuasi, dan
penanganan pasca bencana. Di lain pihak, PMI,
SIBAT dan Tim SAR telah berupaya mengajak
perangkat desa agar menganggarkan dana
desa untuk peningkatan pelatihan penanganan
bencana maupun penambahan fasilitas atau
peralatan evakuasi.
Kepala Markas PMI Kabupaten Tegal Sunarto
mengatakan, untuk meningkatkan kapasitas
warga dalam hal PRB, PMI Kabupaten Tegal aktif
Lokasi penanaman pohon bantuan dari Dinas Pertanian yang dikelola SIBAT Desa Bumijawa. Penanaman pohon ini dimaksudkan untuk mencegah longsor
7 kisah tangguh
34
mengadakan pelatihan, berbagai penyuluhan
dan lokakarya relawan. SIBAT Bumijawa
dan SIBAT desa-desa lainnya juga sering
dilibatkan dalam musyawarah kerja tahunan
PMI Kabupaten Tegal. Hal ini dilakukan untuk
menyerap aspirasi SIBAT yang dianggap perlu
demi peningkatan kapasitas kerelawanan dan
ketahanan warga dalam hal PRB.
Menurut Sunarto, SIBAT Desa Bumijawa
merupakan SIBAT yang paling menonjol di
antara enam desa yang dijadikan pilot project.
Relawannya terlibat aktif dalam kegiatan-
kegiatan yang digelar PMI. Mereka juga
termasuk berhasil dalam menyadarkan warga
desa terkait ketahanan menghadapi bencana
sehingga warga paham apa yang harus dilakukan
saat bencana terjadi.
“Dalam pandangan PMI Kabupaten Tegal, SIBAT
Bumijawa telah berhasil memosisikan diri
sebagai relawan milik masyarakat sehingga
masyarakat tak ragu dalam mendukung seluruh
kegiatan SIBAT,” ujar Sunarto.
SIBAT Bumijawa kerap mensosialisasikan SOP
tanggap darurat bencana kepada masyarakat.
SOP ini akhirnya dikukuhkan oleh Kepala
Desa Bumijawa yang menjadi acuan dalam
proses evakuasi ketika terjadi bencana. SIBAT
Bumijawa juga terlibat aktif di sosial media
seperti Facebook dan memiliki grup WhatsApp
(WA). Informasi bencana disebar melalui grup
WA yang di dalamnya juga terdapat pengurus
PMI Kabupaten Tegal. Dengan demikian,
proses evakuasi dan penyaluran bantuan bisa
dipercepat.
Ketua PMI Kecamatan Bumijawa dr Muhammad
Afwan yang merangkap Ketua Tim Reaksi Cepat
Puskesmas Bumijawa mengakui kegiatan SIBAT
Bumijawa sudah berjalan baik, terutama
dalam hal aksi-aksi preventif. “Mereka sudah
melakukan sosialisasi kepada masyarakat
maupun ke sekolah-sekolah terkait PRB dan
penanganan saat bencana,” ujarnya.
Berhubung kegiatan SIBAT merupakan kegiatan
kemasyarakatan, maka dibutuhkan kerja sama
lintas sektor agar program tersebut berjalan
lancar. Dalam hal penanganan bencana, kata
Afwan, peran SIBAT sudah tak diragukan lagi.
Mereka terhubung di sejumlah saluran media
komunikasi dan media sosial. Dengan begitu,
segala kegiatan SIBAT dapat diketahui acara
langsung oleh masyarakat. Selain itu, SIBAT juga
memiliki radio komunikasi untuk menyebarkan
informasi tentang segala kegiatan yang terjadi
di seputar Bumijawa.
“Di lain pihak, elemen-elemen seperti SIBAT,
PMR, SAR maupun petugas kesehatan di
Puskesmas sudah tahu apa yang harus dilakukan
dalam merespons bencana yang terjadi. Masing-
masing kelompok relawan sudah paham apa
yang harus dilakukan. SOP kita sudah berjalan,”
beber Afwan.
Tak hanya bergerak di desa sendiri, SIBAT
Bumijawa juga aktif membantu desa-desa
lain yang terkena bencana seperti Desa Carul,
Sigedong, Batumirah, Dukuh Benda, dan
Dermasuci. Seluruh desa tersebut terdapat di
Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Di Desa
7 kisah tangguh
35
Carul, SIBAT Bumijawa membantu warga yang
menjadi korban longsor.
Di Batu Mirah, mereka membantu warga
yang menjadi korban angin puting beliung.
Di Dukuh Benda, SIBAT Bumijawa membantu
warga membersihkan material yang menutupi
jalan akibat tanah longsor. Sementara di Desa
Dermasuci, SIBAT Bumijawa memberikan
bantuan logistik dan pengelolaan dapur umum
sebagai bagian dari tanggap darurat kabupaten.
Tidak hanya menunjukkan kepedulian pada
saat tanggap darurat, SIBAT Bumijawa juga
mengadvokasi masalah lingkungan terutama
dalam penyelamatan mata air. “Ternyata
industrialisasi air minum itu mengancam
daerah-daerah yang memiliki mata air. Contoh
di Bumijawa ini, mata airnya banyak tapi airnya
selalu dibawa ke bawah. Karenanya, teman-
teman SIBAT menanam pohon di sekitar mata
air untuk pemeliharaannya,” tutur Hayyi.
Ketua SIBAT Bumijawa Edi Purwanto menjelaskan maket simulasi evakuasi Bencana kawasan Gunung Slamet dan sekitarnya. Maket yang cukup detail ini menunjukkan lokasi-lokasi rawan Bencana dan jalur-jalur evakuasi
7 kisah tangguh
36
Apresiasi WargaWarga Desa Bumijawa sangat antusias dan
mendukung kegiatan SIBAT. Mereka merasa
terbantu dengan keberadaan kelompok relawan
ini. Berkat penyuluhan dan pembinaan SIBAT,
warga kini melek bencana, kian arif dalam
mengelola sumber daya alam dan terbantu
secara ekonomi dengan program-program
penguatan yang dilakukan SIBAT.
Aminuddin, salah seorang warga Bumijawa
mengakui peran SIBAT di desanya cukup besar,
terutama dalam penanggulangan bencana
dan donor darah. “Mereka (SIBAT) tanggap
dalam membantu warga yang terkena musibah
atau bencana. Mereka juga rutin melakukan
penyuluhan,” ungkapnya.
Alwi Hadad, warga Desa Bumijawa lainnya,
merasakan hal sama. Pria yang sehari-hari
bekerja sebagai sopir ini mengaku sangat
bersyukur dengan keberadaan SIBAT dan PMI di
desanya. “Saya berutang budi pada PMI karena
telah memberikan darah pada istri saya yang
menderita anemia gravis. Tiap tiga bulan saya
mendapatkan bantuan darah dari PMI,” ia
menuturkan.
Walau istrinya telah meninggal dunia, namun
Alwi tak menampik jika PMI dan SIBAT telah
banyak berjasa padanya. “Rekan-rekan SIBAT
sigap membantu saya membawa istri ke rumah
sakit dan mencarikan darah yang sesuai dengan
golongan darah istri saya,” ia menambahkan.
Menurut Alwi, relawan SIBAT sangat ikhlas
dalam memberikan bantuan padanya. Mereka
tak pernah mau menerima uang atau imbalan.
“Bahkan dikasih makan saja mereka tak mau.”
Sekretaris Camat Bumijawa Fatkhan
menyatakan SIBAT berperan penting dalam
tanggap darurat bencana di wilayahnya.
“Sebelum aparat pemerintah hadir di lokasi
bencana, relawan SIBAT telah lebih dulu berada
di lokasi,” ujarnya.
Di Kecamatan Bumijawa terdapat 18 desa. Di
antara 18 desa ini terdapat empat wilayah yang
rawan bencana, yakni Dukuh Benda, Sumbaga,
Carul, Cintamanik, dan Bumijawa. Saat ini, kata
Fatkhan, Tim SIBAT masih terkendala sarana dan
prasarana. Mereka melakukan evakuasi dengan
alat-alat seadanya.
“Mereka (SIBAT) tanggap dalam membantu warga yang terkena musibah atau bencana. Mereka juga rutin melakukan penyuluhan”.
7 kisah tangguh
37
“Kita inginnya di sini (Bumijawa) ada alat-alat
yang stand by (tersedia), hingga tidak perlu
menunggu dari bawah (kota). Seperti kejadian
kebakaran beberapa waktu lalu, kita telepon ke
Slawi, perjalanan pemadam kebakaran hampir
satu jam, sampai sini sudah habis semua,”
tuturnya.
Pemerintah Kecamatan Bumijawa, kata
Fatkhan, sudah mengusulkan kepada instansi
terkait agar menempatkan satu mobil pemadam
kebakaran di Bumijawa. Mengenai sopir, pihak
kecamatan akan menyediakan dan melatih
personil yang dipilih dari relawan-relawan
SIBAT. “Namun sepertinya belum ada kemauan
dari atas (Pemerintah Kabupaten). Kalau ada
bantuan dari pemerintah pusat, kami sih siap
menerima,” sambungnya.
Walau SIBAT telah bergerak di bidang
kemanusiaan di seputar Bumijawa, namun
hingga kini pemerintah setempat belum
menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) terkait
aktivitas relawan. Tetapi menurut Fatkhan,
saat ini pihaknya tengah berupaya menggolkan
Perdes tersebut, terutama yang terkait dengan
pendampingan dana kebencanaan. “Memang
tidak semua desa mendapatkan dana ini, karena
difokuskan pada wilayah-wilayah yang paling
sering dilanda bencana saja,” kata dia.
Lagi pula, ia menambahkan, SIBAT dan warga
desa telah memiliki SOP dalam hal penanganan
bencana. Warga telah paham dan sadar apa
yang harus dilakukan ketika bencana terjadi.
SIBAT dan unsur-unsur relawan lainnya akan
melaksanakan tugas sesuai peran dan fungsi
masing-masing.
Ketua PMI Kabupaten Tegal Iman Siswantoro
mengaku takjub melihat aktivitas SIBAT di
Bumijawa. “Padahal kami hanya membina dan
melatih, bukan memfasilitasi. Tapi mereka
bisa berkembang sejauh itu. Ini benar-benar
tim siaga bencana berbasis masyarakat, bukan
berbasis pejabat,” tegas Iman.
Menurut Iman, kelompok-kelompok seperti ini
akan langgeng. Sebab, mereka sadar dengan
kondisi daerah yang rawan bencana sehingga
tergerak berbuat sesuatu demi masyarakat
sesuai kemampuan mereka. Iman berharap
SIBAT Bumijawa bisa berkembang dan maju
demi bangsa dan negara. “Kita butuh orang-
orang seperti itu, yang mau berbuat untuk
masyarakat. Ini sesuai dengan prinsip PMI
bahwa kita menolong tanpa memandang siapa
orangnya,” ia menandaskan.*
7 kisah tangguh
38
Tandon bantuan PMI untuk masjid di Dusun Sumurpring. Air wudhu di masjid ini sebagian besar mengandalkan tadah air hujan
7 kisah tangguh
39
Lingkungan Sumur Pring adalah sebuah wilayah
di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak,
Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pemukiman
mungil ini dihuni sekitar 17 Kepala Keluarga
(KK) atau 63 jiwa yang sebagian besar bekerja
di sektor perkebunan dengan komoditas utama
pisang, umbi-umbian, dan melinjo. Sebagian
lagi mencari nafkah sebagai buruh lepas di
perusahaan-perusahaan yang terdapat di
Pulomerak.
Lingkungan Sumur Pring merupakan daerah
perbukitan yang berada di ketinggian sekitar
400 meter di atas permukaan laut (MDPL).
Akses menuju kawasan ini bisa dilalui dengan
kendaraan roda dua dan roda empat dari
Lingkungan Sukajadi-Tembulun-Gunung Batur.
Bisa juga diakses melalui Lingkungan Gamblang-
Tembulun.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup,
selama ini warga Sumur Pring mengandalkan
empat titik mata air; dua di Blok Pasir
Nangka dan dua lagi di Blok Rambutan.
Warga memanfaatkan sumber mata air untuk
kebutuhan masak, juga mandi, cuci dan kakus
Mata Air di Kaki BukitChairul Akhmad
7 kisah tangguh
40
(MCK). Lokasi sumber mata air tersebut relatif
jauh dari pemukiman warga, sekitar 500-600
meter. Dan medan yang harus ditempuh warga
untuk mengambil air cukup berat. Berupa jalan
setapak yang lumayan curam. Jika turun hujan,
maka jalanan itu berubah licin. Bagi yang tak
biasa, bisa-bisa terperosok ke tebing jika tak
hati-hati melangkah.
Biasanya yang mengambil air untuk kebutuhan
sehari-hari adalah kaum perempuan. Sebab,
kaum lelaki Sumur Pring bekerja di kebun atau
di pabrik seputar Pulomerak. Ibu-bu Sumur
Pring harus membawa empat sampai sepuluh
jeriken atau galon ke lokasi sumber air yang
terdapat di bawah bukit. “Kami mengambil air
dua sampai tiga kali sehari untuk minum dan
masak,” tutur Siti, warga Sumur Pring.
Hebatnya, Sumur Pring tak pernah mengalami
kekeringan sumber air. Walau musim kemarau
berkepanjangan, mata air di Sumur Pring
tak pernah kering. Ketua RT 02/RW 04
Lingkungan Sumur Pring Kamidin mengatakan,
masyarakat berharap sumber air itu tetap
Jalan menuju lingkungan menuju Sumurpring, Cilegon
7 kisah tangguh
41
terlindungi dan terjaga kelestariannya agar
tak menimbulkan kekeringan atau risiko
penyakit. “Kami berupaya melindungi sumber
air agar tidak surut pada saat musim kemarau,
dan tidak tertimbun longsor saat musim
hujan,” kata Kamidin. Mereka juga berupaya
melindungi kelestarian sumber air agar tidak
terkontaminasi bahan berbahaya dari zat-
zat bekas shampo dan sabun mandi. Sebab,
sebagian besar warga melakukan aktivitas
cuci dan mandi dekat sumur, sehingga air yang
bercampur sabun mandi atau deterjen kembali
masuk ke dalam sumber air.
Perlindungan Mata AirPMI Kota Cilegon pertama kali masuk ke
Sumur Pring pada 2015. Saat itu relawan
PMI mencari sumber atau mata air. “Saya
lantas menunjukkan bahwa mata air ada di
bawah. Mereka kemudian langsung survei.
Alhamdulillah, tak lama setelah survei itu kita
langsung membangun MCK di sana,” tuturnya.
Kegiatan relawan di sumber mata air Sumurpring
7 kisah tangguh
42
Sebelum dibangun, sekeliling sumber mata
air itu kumuh dan kotor. Sampah berserakan
di mana-mana. Kadang air hujan yang jatuh
dari pemukiman, masuk juga ke sumber air.
Kini setelah dibangun, jadi terlihat bersih. Air
hujan tak lagi masuk ke dalam sumur. Di atas
mata air terdapat pohon besar. Pohon ini bak
‘pelindung’ di Sumur Pring. “Jika tak ada pohon
itu, saya kira takkan ada air yang mengalir di
bawahnya,” ujar Kamidin.
Di atas sumur kini sudah dibangun kamar
mandi dan tempat penampungan air. Namun
sampai sekarang belum ada pompa yang dapat
digunakan untuk menarik air dari sumur ke
penampungan. Sebab, debit air sumur masih
kurang besar untuk dipompa. Kamidin khawatir
pompa akan rusak jika debit air tak mencukupi.
Program pemeliharaan sumber air di Sumur
Pring bermula dari surat Kepala Kelurahan
Mekarsari kepada PMI Kota Cilegon di awal Juli
2015. Dalam surat itu, Pak Lurah Mekarsari
menerangkan terjadinya krisis air di Lingkungan
Tembulun, tetangga Sumur Pring. Markas PMI
Kota Cilegon kemudian berkoordinasi dengan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cilegon
Mandiri yang disusul dengan menggelar bakti
sosial dengan mengirimkan air bersih ke
Lingkungan Tembulun, sekaligus pembagian
sembako bagi warga kurang mampu.
Kepala Markas PMI Kota Cilegon Nurwarta
Jalan utama di Kampung Sumurpring, Cilegon.
7 kisah tangguh
43
Wiguna mengungkapkan, PMI Kota Cilegon
kemudian berkoordinasi dengan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota
Cilegon dan Dinas Kesehatan Kota Cilegon
terkait bencana kekeringan di Kota Cilegon.
Akhirnya disiapkan Rencana Aksi Pengurangan
Risiko Bencana (RA PRB) di Lingkungan
Sumur Pring. Bentuk kegiatannya antara lain
perlindungan sumber mata air di Blok Pasir
Nangka, pembangunan tempat MCK, dan
promosi kesehatan.
Ketua SIBAT Lebakgede Hamdanah menuturkan,
program PRB dan perlindungan mata air
ini melibatkan banyak pihak, mulai dari
pemerintah hingga warga sekitar. “Kami
membangun sarana MCK dan mensosialisasikan
pentingnya menjaga kesehatan dan
lingkungan,” ujarnya.
Menurut Nurwarta, pertimbangan PMI Kota
Cilegon menggelar program PRB di Sumur Pring
karena di tempat ini terdapat sumber air yang
harus dilestarikan. “Jika lingkungan di bawah
(Pulomerak) mengalami kendala soal air, tinggal
telepon PDAM air dikirim. Sementara di sini
kita harus menjaga sumber air. Ketika musim
hujan tiba, air melimpah bahkan meluber
dan terbuang sia-sia. Makanya perlu dibangun
tempat penampungan,” ia menegaskan.
SIBAT dan Ancaman Megathrust
Antrean ember warga di satu sumur yang dibangun PMI
7 kisah tangguh
44
Nurwarta menyatakan, besar kemungkinan
Sumur Pring bakal menjadi tempat pengungsian
jika terjadi gempa Megathrust di Selat Sunda.
Bencana itu merupakan siklus 200 tahun. Orang-
orang mungkin akan mengungsi ke kawasan
tinggi seperti Sumur Pring. “Karenanya, kita
berharap ke depan kawasan ini tidak menjadi
kawasan kosong. Harus dipertahankan dan
dipelihara,” ujarnya.
PMI mulai menginisiasi SIBAT baru pada 2012
lalu. Dan sejauh ini telah terbentuk di 10
kelurahan di Kota Cilegon. Menurut Warta,
SIBAT sebaiknya tidak hanya ada di kawasan
rawan bencana, tapi juga di kawasan yang
bakal jadi tempat pengungsian. “Banyak orang
hanya menunjuk shelter, tapi tidak disiapkan
prasarananya. Air tidak ada, perlengkapan tidak
ada, hanya berupa lahan kosong,” bebernya.
Selama ini pemerintah dan pihak terkait tidak
pernah menyiapkan kawasan yang aman dari
bencana sebagai tempat penampungan bagi
mereka yang nanti terkena musibah. Padahal,
program ini juga perlu dilakukan. Ketika terjadi
bencana, warga pasti akan mengungsi ke
wilayah aman. Oleh sebab itu, wilayah aman
Sumber mata air kedua di Sumurpring
7 kisah tangguh
45
inilah yang perlu dipersiapkan. Mulai dari
shelter, sarana komunikasi, distribusi, dan lain
sebagainya.
“Target kami melatih SIBAT di Kota Cilegon
tidak hanya di kawasan rawan bencana, tapi
juga di daerah aman. Sebagai persiapan
menghadapi bencana dan menerima pengungsi
dari wilayah yang terkena musibah,” tegas
Nurwarta.
Sanitasi dan KesehatanMulai 2018, PMI Kota Cilegon akan
melaksanakan program baru terkait pengelolaan
sampah warga. PMI dan SIBAT akan membuat
bak sampah di sejumlah titik. Ketua RT/RW
diminta berkoordinasi dengan pengepul untuk
mengambil sampah plastik. Ketika PSTBM di
Kelurahan Lebakgede sudah siap, maka sampah-
sampah dari Sumur Pring akan dibawa kesana.
Peran pemerintah mulai tingkat desa hingga
provinsi dinilai cukup besar. Kata Nurwarta,
semua mendukung program PRB di Sumur Pring.
Program di Sumur Pring akan menjadi prototipe
bagi kegiatan-kegiatan lain di wilayah Cilegon.
Sekretaris PMI Kota Cilegon Ujang Syamsul
mengatakan, sebenarnya program PRB tidak
hanya dilaksanakan di Sumur Pring. Namun juga
di beberapa wilayah di Kota Cilegon. Kenapa
program ini berhasil dilaksanakan di Sumur
Pring? “Karena masyarakatnya terbuka dan
mau diajak kerja sama. Sementara di beberapa
wilayah, peran dan partisipasi warganya agak
kurang,” kata Ujang.
PMI Kota Cilegon menargetkan dalam program
selanjutnya, minimal satu keluarga mempunyai
satu MCK. Pihaknya berharap dapat mengubah
paradigma masyarakat yang selama ini buang
air besar di tempat terbuka agar mengubah
kebiasaannya. Sebab, berdasarkan sample air
yang pernah diambil di sana, air Sumur Pring
mengandung e-coli yang cukup tinggi.
Pengeboran Sumber AirSebenarnya pernah ada upaya melakukan
pengeboran mata air untuk memudahkan warga
mendapatkan sumber air bersih. Namun upaya
“Peran kaum ibu justru sangat dominan dalam pembangunan sarana MCK di mata air tersebut. Mereka mengangkut semen, pasir, dan batubata dari posko di masjid menuju lokasi sumur yang medannya terjal. Tak sampai tengah hari, kegiatan gotong royong ini pun usai”.
7 kisah tangguh
46
Warga Sumurpring saat pulang usai mengambil air
di sumur.
7 kisah tangguh
47
ini kandas karena mahalnya biaya bor dan letak
geografis Sumur Pring yang merupakan bukit
berbatu.
Ketua PMI Kota Cilegon Abdul Hakim Lubis
mengungkapkan, pihaknya telah melakukan
dua kali pengeboran. “Ternyata kami temukan
potensi mata air di sana sangat kecil. Karena
itu, kami memenuhi permintaan masyarakat
agar tetap melestarikan sumber air yang ada.
Walaupun kecil tapi airnya ada terus,” kata dia.
Pihaknya juga telah memberikan pompa air,
tapi belum bisa digunakan karena debit air di
sumber itu belum memadai. “Kami khawatir
nanti malah pompanya rusak karena menyedot
lumpur bukan air. Sebab, debit airnya kecil
sementara tenaga sedot pompa kan sangat
besar,” sambung Lubis.
Selain di Sumur Pring, PMI Kota Cilegon juga
akan mencari sumber-sumber air lain. Beberapa
perusahaan di Kota Cilegon siap membantu
program ini, salah satunya adalah Indonesia
Power. Perusahaan ini tertarik membantu
karena melihat PMI selalu menjalankan program
yang riil dan dibutuhkan masyarakat.
Ia menambahkan, PMI tak mungkin bergerak
sendiri dalam membantu masyarakat. Butuh
dukungan banyak pihak agar kegiatan tersebut
berjalan lancar. Sebagai Ketua PMI Kota
Cilegon, Lubis mengaku terus berkoordinasi
dengan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan
program-program di masyarakat.*
7 kisah tangguh
48
Cermin Masyarakat Pesisir di Demak yang Tangguh dan BerdayaNury Sybli dan Nur Febriani Wardi
Sekitar 20 tahun lalu kawasan pantai di
Desa Berahan Wetan, Kecamatan Wedung,
Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah
menjadi lokasi tambak milik warga. Kemudian
abrasi menenggelamkannya. Untuk membangun
kembali kawasan pantai yang rusak butuh
proses yang tidak mudah. Selain mengembalikan
tambak warga, tujuan utamanya adalah
7 kisah tangguh
49
terciptanya kawasan pantai yang hijau dengan
tingkat vegetasi optimal. Salah satunya
dengan menanam tanaman pantai yang tetap
memperhatikan keberadaan tambak warga.
Langkah strategis yang dilakukan PMI adalah
dengan melakukan advokasi. Dalam penilaian
PMI Kabupaten Demak, advokasi merupakan
kegiatan strategis untuk memengaruhi para
pengambil keputusan, khususnya pada saat
mereka menetapkan peraturan, mengatur
sumber daya, dan mengambil keputusan-
keputusan yang menyangkut khalayak
masyarakat. Karena kebijakan tersebut
dibutuhkan dalam membangun kembali kawasan
pantai di wilayah Demak yang rusak akibat
abrasi.
7 kisah tangguh
50
Advokasi dalam membangun ketangguhan
masyarakat menjadi cara yang ampuh karena
masyarakat membutuhkan individu-individu
yang memiliki pengetahuan, komitmen, dan
kepedulian untuk mengangkat isu-isu terkait
lingkungan dan kebencanaan agar keputusan
yang diambil tepat sasaran. Advokasi perlu
dilakukan dengan usaha-usaha terorganisasi
untuk membawa perubahan-perubahan secara
sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan,
regulasi, atau pelaksanaannya.
Saat ini PMI Demak, melalui SIBAT Demak,
dengan program pengurangan risiko bencana,
telah melakukan penanaman mangrove untuk
mengatasi abrasi yang lebih luas. PMI Demak
bergerak secara proaktif untuk memengaruhi
suatu kebijakan publik sebelum kebijakan ini
sampai ditetapkan atau disahkan secara hukum.
Termasuk dalam strategi ini adalah bagaimana
kita juga mendesakkan suatu kebijakan yang
sebelumnya tidak ada menjadi ada. “Dalam
strategi ini, kita harus secara aktif mencari
dan mendapatkan informasi terhadap isu-isu
kebijakan baru yang akan dikeluarkan oleh
para penentu kebijakan,” ungkap Ketua PMI
Kabupaten Demak Singgih Setyono.
Sehingga, satu cara yang dilakukan PMI dalam
melakukan advokasi, yaitu lobi. Pendekatan
ini merupakan sebuah kegiatan advokasi yang
memengaruhi para pengambil keputusan
agar mau memberi dukungan terhadap sudut
pandang PMI. Langkah-langkah lobi antara
lain membangun hubungan yang baik dengan
????????????
7 kisah tangguh
51
pembuat kebijakan dan PMI memposisikan diri
sebagai sumber informasi.
Hubungan baik PMI dengan pemegang kebijakan
di pemerintahan dipertahankan dengan cara
memprioritaskan isu dan tidak meminta terlalu
banyak bantuan. PMI mendatangi pemangku
kepentingan dan menjelaskan program-program
PMI dengan latar belakang masalah dan solusi
yang tepat sasaran.
Kawasan Ekowisata MangroveSecara umum, di Kabupaten Demak sampai saat
ini belum ada hambatan yang signifikan karena
saat ini hubungan pengurus PMI dengan pihak
pemerintah sangat baik. Tetapi hambatan-
hambatan kecil tetap ada, terutama di saat
eksekusi program tentang keterlibatan dinas/
instansi. Kesibukan pihak-pihak yang terkait
kerap menghambat jalanya advokasi. Namun,
saat ini Pemerintah Kabupaten Demak sudah
berkomitmen untuk membantu PMI, khususnya
di daerah program yang sudah disepakati pada
saat pertemuan.
Langkah konkret yang dihasilkan dari advokasi
tersebut adalah PMI Demak bersama pemerintah
dan masyarakat telah mencanangkan kawasan
ekowisata di Kab. Demak, antara lain dengan
melakukan penaman tanaman mangrove di
kawasan pantai.
Andy Afandy, leader dari Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor (IPB), mengingatkan bahwa
mangrove, yang selama ini dikenal sebagai
penahan abrasi, sebagai ekosistem penting
yang mendukung berkembang biaknya ikan dan
kepiting, itu mempunyai manfaat lebih penting
lagi: menyerap karbondioksida lebih tinggi
jika dibandingkan hutan atau lahan gambut.
Tercatat, Indonesia memiliki sekitar tiga juta
hektar hutan mangrove atau mewakili 20% lebih
bakau dunia, sementara Australia dan Brasil di
posisi kedua dan ketiga, hanya memiliki sekitar
900.000 hektar mangrove.
Untuk itu, PMI Demak pun telah menancapkan
prasasti Kawasan Konservasi Mangrove Program
7 kisah tangguh
52
Pertama di Dukuh Menco dan Desa Berahan
Wetan, Kecamatan Wedung.
Menurut Ketua PMI Demak Singgih Setyono,
kini sudah tertanam hampir 100.000 mangrove
dengan tingkat kesuksesan mencapai 96-98%.
SIBAT terus mengadvokasi warga tentang
pentingnya mempelajari cara mengurangi risiko
bencana dengan mengenalkan mangrove, ikut
memelihara, dan menanam bersama sebagai
penopang pesisir yang rentan abrasi.
Mengenai perlindungan mangrove, SIBAT sudah
melakukan upaya advokasi melalui peraturan
desa (perdes) tentang perlindungan mangrove,
tujuannya agar masyarakat bersama-sama
menjaga mangrove, memelihara, dan ikut
menanamnya. Melalui peraturan tersebut
diharapkan penanaman yang sudah dilakukan
oleh PMI tersama mitra dilindungi dari hal-
hal yang tidak diinginkan seperti pencabutan,
perusakan atau penebangan.
Pada saat bersamaan Pemerintah Kabupaten
Demak juga mendorong swasta untuk
melakukan penanaman mangrove di sepanjang
garis pantai wilayah Demak, dimulai dari
Kecamatan Sayung, Kecamatan Karang Tengah,
Kecamatan Bona, dan Kecamatan Wedung.
Pengurus kecamatan pun melakukan sosialisasi
tentang kebencanaan kepada masyarakat.
Dengan derasnya ancaman rob di daerah
pesisir, masyarakat harus punya keahlian
menolong korban di air (water rescue). Dengan
pengalaman ini PMI memiliki rencana kerja
pada 2018 untuk membuat pelatihan water
rescue bagi para anggota SIBAT.
PMI Demak dengan dukungan Palang Merah
Amerika dan USAID membuat destinasi
ekowisata hutan mangrove dan pusat
pembibitan mangrove di Desa Kedung Mutih.
Saat ini Eko Wisata yang dinamai Reduksi
tersebut rutin didatangi oleh pengunjung yang
sebagian besar adalah anak-anak dan remaja,
serta pelajar. Di pusat Reduksi tersebut,
SIBAT melakukan pembibitan mangrove. Bibit
mangrove yang dihasilkan berpotensi untuk
dijual. Selain itu, lokasi ekowisata yang
dipenuhi oleh tanaman mangrove merupakan
habitat yang disukai oleh biota air seperti
kepiting dan kerang. Sehingga di tempat
tersebut Sibat melakukan budidaya kepiting
dengan menyebar bibit kepiting. Sementara
untuk proses penggemukan kepiting dilakukan
di desa Berahan Wetan, dimana PMI dan Sibat
membuat keramba untuk penggemukan.
7 kisah tangguh
53
SIBAT Peduli LingkunganAhmad Rois, salah satu Duta SIBAT Nasional
PMI menuturkan bahwa semangat SIBAT untuk
mengembangkan Ekowisata ini tumbuh setelah
menghadiri event Temu Sibat Nasional di
Gunung Pancar, Bogor, pada bulan September
2017. “Di Temu SIBAT itu, kita sadar bahwa kita
tidak sendiri. Kami melihat banyak anggota
Sibat lain di seluruh Indonesia melakukan
kegiatan Pengurangan Risiko Bencana yang
kreatif, macam-macam. Sehingga kami pulang
langsung sepakat untuk melakukan sesuatu
yang lebih dari sebelumnya. Kami menggalang
dana pribadi dan dari para dermawan untuk
memajukan ini. Dalam waktu dekat kami akan
buat gazebo di Reduksi, dan perpustakaan
dengan konsep rumah Joglo yang akan
menyediakan buku-buku seputar mangrove,
budidaya kepiting, dan lain-lain,” tuturnya
dengan bersemangat.
Aktivitas Sibat Demak ini mendapatkan
dukungan dari pemerintah setempat melalui
program kebencanaan. Misalnya dari hasil Bulan
Dana PMI Demak, kegiatan-kegiatan Sibat juga
didukung dari dana masyarakat itu. ”Sasaran
program awal adalah pelatihan dan pendirian
Sibat di daerah-daerah rawan banjir seperti
Desa Wijen Guntur, Karang Awen, Soyom,
karena itu daerah-daerah lintasan Sungai
Tuntang,” kata Daryanto, Wakil Ketua Bidang
Penanggulangan Bencana PMI Demak.
Kepala Markas PMI Demak Ade Heriyanto
mengungkapkan, pada 2017 PMI menerima
hibah dari APBD sebesar Rp 200 juta, mobil
donor darah satu unit, dan mobil operasional 1
“Lokasi ekowisata tersebut yang dipenuhi oleh tanaman mangrove merupakan habitat yang disukai oleh biota air seperti kepiting dan kerang. Sehingga di tempat tersebutSibat melakukan budidaya kepiting dengan menyebar bibit kepiting”.
7 kisah tangguh
54
7 kisah tangguh
55
unit yang sedang diproses legalitas hibahnya.
Pada 2018 Dinas Lingkungan Hidup berkomitmen
menyumbang 100 bibit pohon kelapa yang
akan ditanam di desa-desa rawan bencana.
Kemudian Dinas Kelautan memberikan dua unit
sampan yang dimanfaatkan oleh SIBAT untuk
susur hutan mangrove di Desa Berahan Wetan
dan Desa Babalan. Pada 2018 Dinas Kelautan
berkomitmen untuk Desa Kedung Mutih. Yang
terbaru setelah event Temu SIBAT Nasional
II di Gunung Pancar, Bogor, dari sektor usaha
yaitu PT. Toyota sudah berkomitmen untuk
memberikan dukungan berupa bibit mangrove
dan sampan untuk perawatan.
Dukungan dari berbagai sektor tersebut
tidak mungkin terjadi apabila PMI tidak
menunjukkan kesungguhan dalam kontribusi
nyata pada Masyarakat. PMI dan SIBAT Demak
berhasil membangun kepercayaan pemerintah,
sektor swasta dan Masyarakat. Lebih dari itu,
PMI dan Sibat juga aktif dalam melakukan
advokasi di tingkat desa misalnya pada tataran
peraturan desa ataupun akses terhadap dana
desa agar apa yang sudah dilakukan oleh
PMI dan SIBAT terjamin keberlangsungan dan
keberlanjutannya.*
7 kisah tangguh
56
Persoalan masyarakat Kota Solo di Provinsi Jawa
Tengah adalah genangan air hingga banjir akibat
luapan air Bengawan Solo. Untuk menanggulangi
masalah tersebut, PMI Kota Solo menilai perlu
membangun opini dan meluaskan jaringan
untuk mendapatkan dukungan dari pemangku
kepentingan ataupun lembaga/instansi lain.
Tujuannya agar program PMI Kota Solo dapat
sukses terlaksana dan dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat. Advokasi menjadi kunci untuk
menjaga keberlangsungan upaya pengurangan
risiko yang telah dilaksanakan setelah program
PMI Kota Solo selesai dilakukan.
Setelah menentukan tujuan atau target
advokasi, PMI Kota Solo melakukan pendekatan
dan menjabarkan gambaran umum program
yang akan dilaksanakan kepada pemangku
kepentingan. Dilanjutkan dengan proses
penggalangan opini masyarakat dengan kegiatan
sosialisasi pengurangan risiko bencana, dan
melakukan pemetaan terhadap lembaga
atau instansi yang akan diadvokasi. Untuk
memperkuat jaringan, PMI Kota Solo selalu
melaksanakan komunikasi dan koordinasi
antarlembaga untuk meningkatkan hubungan
baik.
Posko SIBATMembangun opini masyarakat mengenai
keberadaan PMI dan program-program yang
Akar Wangi dan Sumur Resapan di Solo-SurakartaNury Sybli dan Nur Febriani Wardi
7 kisah tangguh
57
akan dilakukan menjadi proses yang paling
menantang. Karena warga Solo adalah
masyarakat perkotaan yang memiliki latar
belakang berbeda-beda sehingga butuh waktu
dan tenaga ekstra dalam proses pendekatannya.
Hasilnya, pemerintah di tingkat kelurahan
di Kota Solo berkomitmen mendukung PMI,
terutama dukungan atas kehadiran SIBAT
di tengah masyarakat, antara lain dengan
memberikan posko sebagai pusat koordinasi
SIBAT. SIBAT juga dilibatkan dalam musyawarah
perencanaan dan pembangunan kelurahan
(musrembangkel) sehingga program SIBAT
mendapatkan dukungan anggaran untuk
operasional setiap tahun.
Kehadiran SIBAT yang diakui oleh pemerintah
juga mengubah persepsi masyarakat tentang
PMI. Bila awalnya masyarakat hanya memahami
PMI sebagai tempat transfusi darah, sekarang
masyarakat memahami PMI bergerak di
berbagai bidang, salah satunya pengurangan
risiko bencana.
Perubahan pola pikir masyarakat tentang
PMI mendorong relawan SIBAT meningkatkan
program pengembangan kapasitas diri. Relawan
SIBAT Kota Solo selalu meluangkan waktu untuk
belajar dan mempraktikkan program-program
pelatihan terkait pengurangan risiko bencana
dan kegawatan, juga program pengembangan
masyarakat lainnya. Seperti diungkapkan Budi,
Tavip, dan Rus, relawan SIBAT Surakarta yang
mengaku akan lebih mengutamakan belajar
atau mengikuti pelatihan jika mendapatkan
kesempatan. Tak mengherankan jika para
relawan SIBAT 3S (Semanggi, Sangkrah, Sewu)
sudah memiliki pandangan ke depan bahwa
setelah melaksanakan program mereka akan
melakukan apa lagi untuk langkah selanjutnya.
Tanaman Pengikat TanahPMI berkomitmen menanam akar wangi sebagai
penguat struktur tanah sepanjang tanggul
Bengawan Solo. Kegiatan ini juga diadvokasikan
7 kisah tangguh
58
untuk didukung Pemerintah Kota Surakarta. Di
lain pihak saat ini PMI juga telah menyiapkan
pembibitan yang didukung oleh pihak swasta.
Koordinator Program Community Flood
Resilience (CFR) PMI Kota Surakarta Wanto,
menjelaskan, pohon yang berakar besar tidak
diperbolehkan untuk ditanam di bantaran kali
karena justru akan menahan laju air, sampah-
sampah akan tersangkut di situ. Pada kondisi
ini, potensi risiko banjir semakin tinggi,
disamping akar-akar besar akan merusak
tanggul. Solusinya adalah menanam tanaman
berakar kuat, bisa mencengkeram tanah,
dan membuat air tetap mengalir lancar. Dari
keperluan itu muncullah usulan tanaman akar
wangi. Tanaman ini akarnya bisa menancap
hingga satu meter, sangat kuat mencengkeram
tanah. Akar wangi ini juga direkomendasikan
oleh Universitas Negeri Semarang dan PPWS
Bengawan Solo sebagai tanaman pengikat tanah
yang baik.
Selain menjaga risiko terjadinya erosi, akar
wangi dapat meningkatkan potensi ekonomi
masyarakat. Sebab, akarnya bisa menjadi
bahan baku kerajinan. Ada macam-macam
kerajinan yang bisa dihasilkan dari akar wangi
dengan nilai jual tinggi. Selain itu, akar wangi
menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri biasa
digunakan sebagai bahan dasar parfum yang
harganya sangat mahal.
????????????
7 kisah tangguh
59
Selain penanaman akar wangi, dalam upaya
pengurangan risiko bencana di tengah area
permukiman di Kota Solo, SIBAT Surakarta
mengadvokasi warga dalam membuat sumur
resapan dan biopori demi mengurangi
risiko banjir. Untuk mendukung program
ini, kelurahan sudah menyiapkan anggaran
pembangunan sumur resapan melalui
musrembangkel.
Pemerintah Kota Surakarta, melalui
Dinas Lingkungan Hidup (DLH), juga telah
memberikan edaran kepada kelurahan bahwa
setiap membangun kantor kelurahan diwajibkan
membuat sumur resapan minimal dua sumur
dan sudah dilaksanakan di 52 kelurahan. DLH
juga melakukan sosialisasi kepada warga dan
pengusaha bahwa setiap bangunan diharuskan
punya sumur resapan.
PMI Surakarta memulai pembangunan biopori
dan sumur resapan di tiga titik di area kantor
kelurahan dengan proyek percontohan tiga
kelurahan: Semanggi, Sangkrah, dan Sewu.
Untuk tiap area publik dibuatkan lubang
biopori. Hasilnya, masyarakat mengakui sumur
resapan membuat kualitas air jadi lebih baik.
Akhirnya masyarakat di semua kelurahan di
Kota Surakarta pun mengajukan permohonan
untuk dibuatkan sumur resapan, selain biopori
yang sudah ada di area publik.
Khusus untuk wilayah Kelurahan Sangkrah,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta,
Rusjamaludin (52), salah satu ketua RT yang
aktif sebagai relawan SIBAT, menjelaskan, kini
masyarakat telah membangun 41 sumur resapan
dan 3.300 lubang biopori di tiga kelurahan.
Sementara itu, Dinas Pertanian kota
Surakarta, atas kerja sama dengan SIBAT
juga, mengembangkan vertiminaponik di
rumah-rumah warga sebagai upaya penyiapan
ketahanan pangan jika bencana terjadi. Tingkat
kepadatan penduduk Kota Solo sangat tinggi
sehingga umumnya warga tidak memiliki
lahan yang cukup untuk berkebun. Setelah
melalui serangkaian studi, vertiminaponik
menjadi pilihan. Dengan lahan terbatas,
“Akar wangi ini juga direkomendasikan oleh Universitas Negeri Semarang dan PPWS Bengawan Solo sebagai tanaman pengikat tanah yang baik. Selain menjaga risiko terjadinya erosi, akar wangi dapat meningkatkan potensi ekonomi masyarakat”
7 kisah tangguh
60
7 kisah tangguh
61
diharapkan warga bisa mandiri memanfaatkan
pekarangannya untuk berkebun agar bisa
bertahan saat bencana tiba, bisa memulai pola
hidup sehat, bisa memanfaatkan pupuk kompos,
dan bisa berpenghasilan.
SK Pendirian SIBATSIBAT Surakarta telah berhasil melahirkan 30
embrio Sibat dari 15 kelurahan di 5 Kecamatan.
Jumadi, pelaksana program CFR PMI Kota
Surakarta, menyebutkan, saat ini sudah
terdapat 5 kecamatan dan 51 kelurahan yang
meminta agar dibuatkan surat keputusan
(SK) pendirian SIBAT dan peraturan kelurahan
tentang pengurangan risiko kebencanaan. Jatah
bulan November 2017 untuk Kecamatan Pasar
Kliwon yang diikuti oleh tiga kelurahan: Kedung
Lumbu, Pasar Kliwon, dan Joyosuran. Pada
Desember 2017, SK dibuatkan untuk Kecamatan
Lawean, terdiri atas kelurahan Bumi, Lawean,
Pajang, dan Sondaan. “Dari Kecamatan Jebres
SK dibuatkan untuk Kelurahan Pucang Sawit,”
ungkap Jumadi.
Di tiap kelurahan Sibat rata-rata diikuti oleh
15 orang. Khusus Kelurahan Pucang Sawit
yang ikut mencapai 70 orang, dari usia yang
berbeda-beda. Camat Jebres meminta agar
Sibat dibentuk di semua kelurahan agar SIBAT
bisa menjadi inisiator masyarakat untuk
pengurangan risiko kebencanaan. “Lurah juga
akan membuat SK dan memasukkan Sibat
sebagai daftar gerakan masyarakat dalam
musrembangkel agar mendapatkan dana
kegiatan yang sumbernya dari DPK (dana
pembangunan kelurahan),” imbuh Jumadi.
PMI Surakarta telah menunjukkan upaya serius
dalam pengelolaan risiko bencana yang terpadu,
dan memulai advokasi dengan pemerintah di
tingkat kelurahan dan kecamatan. Dengan
langkah-langkah tersebut, diharapkan kegiatan-
kegiatan pengurangan risiko bencana yang telah
dilakukan tidak berhenti dan terus berlanjut
walaupun dukungan dari pihak donor telah
berkurang ataupun berhenti suatu hari nanti.*
7 kisah tangguh
62
Di pagi yang cerah itu, Yayah Rokayah, warga
Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot,
Kabupaten Bandung, tengah asyik menimang
cucunya di depan rumah. Ia ditemani beberapa
perempuan tetangga yang juga menimang bayi.
Selain mengasuh bayi, sebagian ibu-ibu ini juga
asyik ‘ngerumpi’. Suasana tampak ceria, guyub,
dan rukun, khas warga desa.
Desa Dayeuhkolot yang terletak di Kecamatan
Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
adalah kawasan langganan banjir. Penyebab
utama banjir di Dayeuhkolot adalah luapan air
Sungai Citarum. Secara geografis, kawasan ini
berada di pinggiran Sungai Citarum. Total luas
wilayah Desa Dayeuhkolot mencapai 97 hektare,
terdiri dari 14 RW dan 73 RT dengan jumlah
penduduk sekitar 15 ribu jiwa. Setiap musim
hujan, desa ini dipastikan tenggelam. “Seluruh
wilayah ini terendam banjir. Kadang air
sampai ke dada bahkan leher orang dewasa,”
kata Rokayah. Perempuan paruh baya itu
menambahkan, banjir bisa berlangsung berhari-
hari bahkan hingga dua pekan. Karenanya,
warga selalu bersiap-siap menghadapi banjir
begitu melihat ketinggian air di perkampungan
naik dengan cepat.
Irawan, warga Dayeuhkolot lainnya, menimpali,
jika terjadi banjir warga akan mengungsi ke
shelter (gedung pengungsian di Balai Desa).
Sebagian lagi, terutama yang memiliki rumah
dua lantai akan bertahan di rumah mereka.
“Ketika banjir biasanya warga akan teriak, ‘isi
ulang, isi ulang’. Lalu berkemas menyelamatkan
barang-barang dan segera mengungsi tempat
yang lebih aman,” tutur Irawan. Menurutnya,
walau curah hujan di Dayeuhkolot kecil, namun
jika di tempat lain terjadi hujan besar, tetap
saja terjadi banjir. Dalam keadaan banjir, yang
sering membantu warga adalah Tim SIBAT, BPBD
Kabupaten Bandung, dan unsur pemerintah
desa. “SIBAT melakukan evakuasi, menyiapkan
logistik, dan melakukan pendataan. Keberadaan
mereka sangat membantu di desa ini,”
ungkapnya.
Gedung PengungsianMenghadapi banjir yang tiap tahun
menghampiri, sebagian warga memaksakan
diri membangun rumah dua lantai. Namun, tak
semua warga mampu melakukannya. “Akhirnya,
kami dan PMI membangun gedung pengungsian
(shelter) di Balai Desa,” kata Yayan Setiana,
Kepala Desa Dayeuhkolot.
Tangguh Banjir Ala DayeuhkolotChairul Akhmad
Sungai Citarum yang melintasi Desa Dayeuhkolot. Luapan sungai ini merupakan penyebab utama banjir.
7 kisah tangguh
63
7 kisah tangguh
64
Yayan mengungkapkan, sebelumnya warga
korban banjir mengungsi di ruang serbaguna
di lantai dua Balai Desa. Namun karena
tempat yang tak lagi mencukupi, akhirnya
pemerintah dan warga berinisiatif membangun
gedung pengungsian di belakang Balai Desa.
Dengan dana sekitar Rp 400 juta, warga
bisa membangun gedung dua lantai dengan
ukuran sekitar 11 x 14 meter persegi. Gedung
pengungsian ini sengaja didesain tinggi karena
volume banjir terus meningkat setiap tahunnya.
“Kami membangun saat kondisi sedang hujan.
Jadi kami kejar-kejaran dengan banjir. Begitu
ada waktu kering sedikit, kami kebut lagi
pembangunannya,” tutur Yayan.
Yayan menerangkan, gedung pengungsian
ini merupakan bantuan dari PMI, Federasi
Internasional Perhimpunan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah (IFRC), Zurich Insurance,
dan Pemerintah Daerah. Ia tak menampik
jika kapasitas gedung pengungsian masih
belum memadai, namun keberadaannya
sangat membantu. Sebagian besar warga yang
mengungsi di sana adalah mereka yang kurang
mampu atau memiliki rumah hanya satu lantai.
Gedung pengungsian di belakang Kantor Desa Dayeuhkolot. Gedung ini dapat menampung sekitar 200 KK. Setiap kali banjir melanda, warga akan mengungsi ke tempat ini hingga beberapa hari.
7 kisah tangguh
65
Ketika banjir besar terjadi pada Desember
2017 lalu, gedung pengungsian tersebut bisa
menampung hingga 60 KK atau sekitar 157 jiwa.
Pembangunan shelter ini dimulai pada Februari
2017 dan selesai pada bulan Juni 2017.
“Kadang warga mengungsi hingga belasan hari
bahkan satu bulan. Tergantung kapan surutnya
air. Desember 2017 lalu terjadi banjir besar.
Sebanyak 50 KK mengungsi di sini hingga 21
hari,” beber Yayan. Walau cukup memadai,
imbuh Yayan, namun gedung pengungsian tak
mampu menampung seluruh warga.
Selain diungsikan ke shelter, sebagian warga
juga diungsikan ke kantor kecamatan dan
kantor Koramil. Selain itu, ada juga warga
yang diungsikan ke Polsek dan masjid-masjid
berlantai dua.
Gerak Cepat SIBATSIBAT Dayeuhkolot termasuk pihak yang
terlibat aktif dalam penanggulangan bencana,
terutama evakuasi warga saat banjir melanda.
Anggota resmi SIBAT desa ini sekitar 30 orang,
namun yang aktif hanya 20-an orang. SIBAT
Dayeuhkolot terbentuk pada 2015 lalu, dan
Sebagian peralatan evakuasi milik SIBAT yang merupakan bantuan dari PMI
7 kisah tangguh
66
telah berperan aktif di masyarakat. “Tanpa
diminta mereka sudah turun langsung ke
lapangan. Apalagi di sini rutin terjadi banjir.
Mereka paham apa yang harus dilakukan,”
sanjung Yayan.
Untuk memudahkan koordinasi, Pemerintah
Desa Dayeuhkolot memberikan fasilitas pada
SIBAT berupa ruangan yang cukup lega di
lantai dua bangunan Polindes Dayeuhkolot.
Di awal-awal, kata Yayan, peralatan SIBAT
memang seadanya. Namun setelah dibantu
PMI, peralatan dan fasilitas mereka mulai
mencukupi. Yayan bersyukur, walau desanya
rutin ‘disapa’ banjir, namun tak pernah
menyebabkan korban jiwa. Ia juga berharap
semoga di kemudian hari tak ada korban jiwa
akibat banjir. “Makanya kami harus tanggap
dan cepat melakukan proses evakuasi. Untuk
menghindari jatuhnya korban jiwa.”
Komandan SIBAT Dayeuhkolot Puji Syaiful
Malik menuturkan, SIBAT dibentuk pada
2015. PMI Kabupaten Bandung mengundang
warga Dayeuhkolot untuk mengikuti pelatihan
penanggulangan bencana. “Materi pelatihannya
cukup banyak. Di antaranya pemetaan
kawasan, pengenalan bencana, pendataan,
dan lain-lain. Tidak hanya teori tapi juga
praktik di lapangan,” jelas Puji. Sekitar
puluhan warga dari berbagai elemen seperti
PKK, Karang Taruna, maupun kaum muda
mengikuti pelatihan ini. Dayeuhkolot memang
membutuhkan suatu organ kemasyarakatan
yang mengurus soal kebencanaan.
Setelah terbentuk secara resmi, SIBAT
Dayeuhkolot dilengkapi sejumlah peralatan
evakuasi seperti perahu, pelampung, dan
fasilitas dapur umum. “Ada beberapa faktor
yang menyebabkan banjir di Dayeuhkolot. Di
antaranya intensitas hujan yang cukup besar,
pendangkalan Sungai Citarum, dan sampah.
Kita sering kemasukan air yang bercampur
sampah dan limbah,” tutur Puji. Banjir yang
terjadi pada Desember 2017 lalu disebut Puji
masih merupakan ‘pembukaan’. Biasanya banjir
besar terjadi pada bulan Februari. Berbekal
pengetahuan dan pengalaman menghadapi
banjir, SIBAT bersama pemerintah desa dan
elemen lain akan berupaya semaksimal mungkin
meminimalkan terjadinya korban jiwa.
Yayan Setiana pun mengapresiasi kerja-
kerja yang dilakukan SIBAT. Menurut dia,
peran SIBAT di Dayeuhkolot sangat baik dan
terorganisir. Alat-alat pendukung evakuasi yang
mereka miliki kini cukup memadai. Tinggal
penyempurnaan di lapangan saja. Bahkan
gedung pengungsian di Dayeuhkolot cepat
berdiri karena peran dan bantuan relawan
SIBAT. Ke depan, Yayan berharap gedung
pengungsian ini akan dilengkapi dengan
fasilitas penunjang kesehatan. Pihaknya juga
akan meminta kepada instansi terkait untuk
membantu meningkatkan kemampuan dan
sarana pendukung SIBAT.
“Bicara banjir tidak hanya sekali dua kali,
tapi akan terus terjadi. Karena itu, kita tetap
meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi
bencana. Selama Sungai Citarum tidak diapa-
7 kisah tangguh
67
apakan, kita akan tetap kebanjiran,” tegas
Yayan. Wilayah Dayeuhkolot merupakan
kawasan paling rendah di Kabupaten Bandung.
Ibarat cekungan mangkok, Dayeuhkolot
adalah dasarnya. Oleh sebab itu, kata Yayan,
pihaknya selalu berupaya mempersiapkan diri
menghadapi banjir maupun pasca banjir.
Banjir terbesar yang pernah melanda
Dayeuhkolot terjadi pada Februari 2015, di
mana ketinggian air mencapai tiga meter dari
permukaan tanah. Rumah warga yang berlantai
satu dipastikan tenggelam. Saat itu, peralatan
evakuasi seperti perahu masih terbatas. Di lain
pihak, volume air terus meningkat hingga ke
atap rumah warga. Akhirnya sebagian warga
menjebol plafon dan genteng, lalu bertahan di
atap sembari menunggu proses evakuasi.
Pemerintah mulai tingkat Desa hingga Provinsi
juga BPBD, Dinas Sosial termasuk PMI berupaya
meminimalkan terjadinya korban. Sebab, tak
mungkin merelokasi warga ke tempat lain.
“Kami mempersiapkan proses evakuasi, logistik,
dapur umum dan penanganan pasca banjir.
Kami tak punya kemampuan untuk menolak
banjir. Yang bisa dilakukan adalah manajemen
penanganannya,” jelas Yayan.
Berkat kesigapan dan ketahanan dalam
menghadapi banjir, Desa Dayeuhkolot
ditabalkan sebagai ‘Desa Percontohan Edukasi
Banjir’.
Program CFRPengendalian banjir adalah tugas multi sektor,
tak hanya kewajiban satu dua pihak saja. Dalam
hal penanganan banjir di Dayeuhkolot, PMI
Kabupaten Bandung ikut berkiprah. Keterlibatan
PMI di Dayeuhkolot tersebut merupakan bagian
dari program Community Flood Resilience
(CFR), sebuah kolaborasi antara PMI, IFRC,
Zurich Insurance, dan Pemerintah Daerah.
Wakil Ketua PMI Kabupaten Bandung Suparman
menyatakan, sebenarnya program untuk
membangun masyarakat tangguh banjir (CFR)
ini dilakukan di tiga daerah aliran sungai (DAS),
yakni Citarum, Ciliwung dan Bengawan Solo.
Kebetulan Sungai Citarum berada di Kabupaten
Bandung. Dan yang rawan banjir di kawasan
Citarum adalah Dayeuhkolot. Maka digagaslah
masyarakat tangguh banjir agar mereka mampu
menghadapi bencana banjir.
“Targetnya masyarakat itu bisa menghadapi
banjir bahkan bisa mendeteksi lebih dini
terjadinya banjir. Sehingga mereka bisa
mempersiapkan diri menghadapinya,” kata
Suparman.
Banjir memang tak bisa dihindari, demikian
pula relokasi warga Dayeuhkolot juga sesuatu
yang sulit dilakukan. Karenanya, menurut
Suparman, domain PMI adalah membentuk
masyarakat yang tangguh banjir. Selain
Dayeuhkolot, program CFR ini juga berjalan
di dua desa lainnya, yakni Desa Citeureup,
Kecamatan Dayeuhkolot dan Desa Bojongsoang,
Kecamatan Bojongsoang. Di tiga desa itu
PMI membentuk tim siaga bencana berbasis
masyarakat (SIBAT). “Masing-masing 30 orang
di tiap desa. Jadi dari tiap desa kita latih 30
orang. Materinya macam-macam, mulai dari
7 kisah tangguh
68
deteksi dini hingga penanggulangan bencana,”
jelas Suparman.
SIBAT kemudian membentuk posko yang
dilengkapi berbagai fasilitas yang dibutuhkan.
Mulai dari pelampung, perahu, hingga peralatan
dapur umum. Selain itu, masyarakat juga
membutuhkan tempat pengungsian, maka
dibangunlah gedung pengungsian dua lantai di
atas lahan seluas 151 meter persegi. Jika tidak
terjadi banjir, gedung tersebut dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan lainnya seperti
pertemuan dan pelatihan.
Untuk sementara ini, terkait penggunaan
gedung sesuai dengan berita acara bahwa
sepenuhnya pengelolaan dan pemanfaatan
gedung diserahkan kepada pihak desa. Fungsi
utamanya tetap sebagai tempat pengungsian.
Peran PMI dalam pengelolaan gedung tersebut
adalah dalam fungsi monitoring.
Terkait kegiatan PRB Yang dilakukan oleh PMI
beserta SIBAT, selain memaksimalkan peran
posko, anggota SIBAT juga terlibat dalam
kegiatan kegiatan yang diinisiasi baik oleh pihak
desa, lembaga atau instansi lain. Misalnya,
bersih bersih lingkungan dan sungai, serta
sosialisasi tentang pengelolaan sampah.
Saat ini Desa Dayeuhkolot sedang menerapkan
dan membuat peraturan terkait pemilahan
sampah kepada masyarakat. Dengan aturan
setiap warga diwajibkan untuk memisahkan
dan mengelompokkan sampah sebelum diambil
oleh petugas sampah. Apabila masyarakat tidak
mengelompokkan sampahnya, maka petugas
tidak akan mengambil sampah tersebut dan
warga akan diberikan sanksi oleh pihak desa.
Jenis sanksinya berbentuk sanksi administrasi.
Sampah yang dipisahkan dari masing-masing
warga akan diolah. Tahun ini pihak Desa
Dayeuhkolot akan membangun tempat
pembuangan sampah seperti sampah organik
yang dijadikan kompos dan biogas.
Walau belum terbentuk Peraturan Desa (Perdes)
terkait penanganan banjir ini, namun menurut
Suparman, masyarakat Dayeuhkolot dapat
dikatakan sudah tangguh menghadapi banjir.
Mereka telah memiliki Standar Operational
Procedure (SOP) sendiri, yang tinggal
diformalkan saja menjadi Perdes. “Warga
sebenarnya berharap juga ada Perdes tersebut
agar penanganan bencana menjadi lebih efisien
dan efektif. Walau begitu, dalam penilaian
saya, program CFR di Dayeuhkolot sudah
berhasil,” ungkap Suparman.
Keberhasilan ini tercapai berkat partisipasi aktif
masyarakat, keterlibatan pemerintah mulai
tingkat desa hingga provinsi, dan kesiapsiagaan
SIBAT dalam membantu warga. “Kepala Desa
Dayeuhkolot berhasil memainkan peran sesuai
tugas dan fungsinya sehingga proyek ini
berjalan lancar,” pungkasnya.
Membangun KekeluargaanKetua Markas PMI Kabupaten Bandung Lala
Jalaludin menambahkan, program CFR yang
7 kisah tangguh
69
Warga Desa Dayeuhkolot tengah bercengkrama di sebuah rumah.
7 kisah tangguh
70
Papan nama Desa Edukasi Banjir di Desa Dayeuhkolot.
7 kisah tangguh
71
dijalankan di Dayeuhkolot sebenarnya berbasis
kekeluargaan. Berbeda dengan program-
program PMI di tempat lain. “Jadi kami
mengejar kekeluargaannya dulu, baru diikuti
program. Jika sudah kena chemistry-nya, maka
apa pun program yang dijalankan akan diterima
warga,” ujarnya.
Menurut Lala, jika membangun program
terlebih dulu akan menimbulkan hal yang
kurang pas. Begitu program selesai, maka
semua akan selesai. Lain halnya jika
membangun kekeluargaan lebih dulu. Walau
program telah selesai namun masyarakat masih
tetap terlibat dalam kegiatan lainnya. “Inilah
yang kita terapkan. Walau kita telah closing
program CFR ini pada 31 Desember 2017 lalu,
namun kita tetap menjalin silaturahmi. Seakan-
akan programnya belum closing (berakhir),”
kata Lala.
Ia menambahkan, beruntung suasana
kekeluargaan di Dayeuhkolot—baik antara KSR,
PMR, relawan, maupun aparat desa—telah
berjalan baik. Demikian pula semua pihak
di Kabupaten Bandung saling mendukung
dalam pelaksanaan program CFR. “Saya sering
katakan kepada relawan, jika saya kerja
tanpa didampingi pengurus atau staf PMI,
tak masalah. Tapi jika saya ditinggalkan oleh
relawan, maka saya akan kelabakan,” ujarnya.
Untuk menjaga semangat relawan tetap tinggi
dalam melakukan tugas-tugas kemanusiaan,
PMI Kabupaten Bandung selalu memberikan
reward (penghargaan). Bukan dalam bentuk
materi atau uang, tapi berupa pelatihan dan
pertemuan dengan mereka. “Ini adalah salah
satu cara menjaga keharmonisan,” kata Lala.
PMI Kabupaten Bandung juga kerap mengundang
para relawan untuk sharing atau berbagi
informasi terkait program-program yang
dilakukan di Dayeuhkolot. PMI juga mengajak
SIBAT mengikuti Jumbara di Kabupaten
Bandung. Ini termasuk cara-cara ‘mengikat’
relawan (SIBAT) agar tetap semangat mengabdi
di masyarakat. Dengan demikian, penabalan
Dayeuhkolot sebagai desa tangguh banjir, tak
sekadar slogan belaka.*
“Saya sering katakan kepada relawan, jika saya kerja tanpa didampingi pengurus atau staf PMI, tak masalah. Tapi jika saya ditinggalkan oleh relawan, maka saya akan kelabakan,”
7 kisah tangguh
72
DAFTAR SINGKATANPMI : Palang Merah IndonesiaSIBAT : Siaga Bencana Berbasis MasyarakatOPD : Organisasi Perangkat DesaPERTAMA : Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis MasyarakatMang-EC : Mangrove Education CenterDLH : Dinas Lingkungan HidupPerdes : Peraturan DesaPosmet : Pos PengamatPokwasmas : Kelompok Masyarakat PengawasBPI : Bimasena Power IndonesiaMoU : Memorandum of UnderstandingTNI : Tentara Nasional IndonesiaPOLRI : Kepolisian Republik IndoensiaPemkab : Pemerintah KabupatenMusrenbangdes : Musyawarah Perencanaan Pembangunan DesaPRB : Pengurangan Risiko BencanaTDB : Tanggap Darurat BencanaBPBD : Badan Penanggulangan Bencana DaerahDinkes : Dinas KesehatanFPRB : Forum Pengurangan Risiko Bencana
7 kisah tangguh
73
DAFTAR SINGKATAN
IFRC : International Federation of Red Cross and Red Crescent SocietiesDAS : Daerah Aliran SungaiPALAWIJA : Pencinta Alam Wilayah BumijawaBKRK : Bahaya Kerentanan Risiko KapasitasSSB : Sekolah Siaga BencanaGRC : German Red CrossKBBM : Kesiapsiagaan Bencana Berbasis MasyarakatSOP : Standard of ProcedurWA : WhatsAppPMR : Palang Merah RemajaSAR : Search and RescueKK : Kepala KeluargaMDPL : Meter Diatas Permukaan LautMCK : Mandi Cuci KakusPDAM : Perusahaan Daerah Air MinumRAPRB : Rencana Aksi Pengurangan Risiko BencanaPSTBM : Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis MasyarakatIPB : Institut Pertanian BogorUSAID : US Agency for International DevelopmentMusrembangkel : Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Kelurahan
7 kisah tangguh
74
SIBAT 3S : Siaga Bencana Berbasis Masyarakat Semanggi, Sangrah, dan SewuCFR : Community Flood ResiliancePPWS : Projek Pengembangan Wilayah SungaiDPK : Dana Pembangunan KelurahanKoramil : Komando Rayon MiliterPolsek : Kepolisian SektorPolindes : Pondok Bersalin DesaPKK : Pembinaan Kesejahteraan KeluargaKSR : Korps Sukarela
7 kisah tangguh
75
7 kisah tangguh
76
top related