› xmlui › bitstream... · bab ii tinjauan pustaka 2.1 pendapatan asli daerah 2.1.1 ...lain yang...
Post on 28-Feb-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendapatan Asli Daerah
2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi
terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya daerah otonom harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber–sumber keuangan
sendiri, sedangkan ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus
seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan
terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah
sebagai prasyarat mendasar sistem pemerintahan negara.
Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-Undang diatas, kemudian
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah
pusat memberikan kewenangan pajak (taxing power) kepada daerah agar dapat
berupaya mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
keuangan antara Pusat dan daerah pasal 1 ayat 18 disebutkan bahwa (Local
Government Original Receipt) adalah Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah, yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun tujuan PAD ini berdasarkan pasal 3 yakni memberikan kewenangan
kepada Pemerintahan Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai
dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
2.1.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang dimaksud
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dikelompokkan
menjadi 4 (empat) jenis pendapatan yang terdiri dari :
1) Hasil Pajak Daerah
2) Hasil Retribusi Daerah
3) Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
4) Lain-lain PAD yang sah.
2.1.2.1 Hasil Pajak Daerah
Yang termasuk jenis Pajak Daerah adalah :
1) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel,
losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah
penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari
10 (sepuluh).
2) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin,
warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
3) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
4) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
5) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
7) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
8) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah.
9) Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu
collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan
collocalia linchi.
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. adalah pajak atas perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
Jenis Pajak yang telah dijelaskan diatas adalah jenis pajak daerah yang
menjadi salah satu sektor Pendapatan asli Daerah pada Kota Bandung yang
pelaksanaannya dikelola oleh Dinas Pendapatan Kota Bandung.
2.1.2.2 Hasil Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pungutan yang telah secara sah menjadi
pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa
pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik
pemerintah daerah yang bersangkutan.
Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat, seperti: pelaksanaannya bersifat
ekonomis, ada imbalan langsung walaupun memenuhi persyaratan-persyaratan
formil dan materiil, tetapi tetap ada alternatif untuk mau tidak mau membayar,
merupakan pungutan yang pada umumnya bersifat budgetetairnya tidak menonjol,
dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk sesuatu tujuan tertentu,
tetapi dalam banyak hal retribusi daerah tidak lebih dari pengembalian biaya yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota
masyarakat. Yang termasuk dalam Objek Retribusi adalah:
1) Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau
diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Retribusi Jasa Umum terdiri
dari:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil;
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
f. Retribusi Pelayanan Pasar;
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2) Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang
belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara
memadai oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri dari :
(1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
(2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
(3) Retribusi Tempat Pelelangan;
(4) Retribusi Terminal;
(5) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
(6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
(7) Retribusi Rumah Potong Hewan;
(8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
(9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
(10) Retribusi Penyeberangan di Air; dan
(11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3) Perizinan Tertentu
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh
Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk
pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis
Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan
2.1.2.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah merupakan pendapatan dari
keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan
bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan
daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka
sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat
menambahkan penghasilan daerah, memberri jasa, penyelenggaaraan kemanfaatan
umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
2.1.2.4 Lain-lain PAD yang Sah
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan
lain yang tidak termasuk ke dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah dan
pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat
pembuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai
kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam hal kegiatan tersebut
bertujuan untuk menunjang, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan
pemerintah daerah suaatu bidang tertentu.
Lain-lain PAD yang sah terdiri dari :
1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
2) Jasa giro
3) Pendapatan bunga;
4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2.1.3 Peranan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1, yang
menjelaskan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
dapat disimpulkan bahwa untuk membiayayai pembangunan di derah
Penerimaannya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahan, dan Lain-lain Pendapatan
Daerah yang sah). Pemerintah Daerah melakukan upaya yang maksimal dalam
pengumpulan pajak dan retribusi di daerahnya. Besarnya penerimaan daerah dari
Sektor Pendapatan Asli Daerah akan sangan membantu Pemerintah dalam
melaksanakan kegiatan pembangunan di daerah serta dapat mengurangi
ketergantungan Pemeringtah Daerah terhadap Pemerintah Pusat sesuai dengan
tujuan yang diharapkan dengan Otonomi Daerah.
2.1.4 Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Dalam rangka meningkatkan kemampuan penerimaan daerah, khususnya
penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah, maka tiap daerah harus diarahkan pada
usaha-usaha yang terus menerus dan berlanjut agar PAD tersebut terus meningkat,
sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperkecil ketergantungan
terhadap sumber penerimaan dari pemerintah pusat.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah
adalah :
1) Pemantapan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan
Pendapatan Daerah.
2) Peningkatan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi
bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3) Meningkatkan kualitas dan optimalisasi pengelolaan aset untuk
peningkatan pendapatan.
4) Meningkatkan pelayanan masyarakat dan perlindungan konsumen sebagai
upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
5) Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah
dengan Pemerintah Pusat, SKPD Penghasil, Kabupaten/Kota, POLRI;
6) Mengoptimalkan kinerja BUMD untuk memberikan kontribusi secara
signifikan terhadap Pendapatan Daerah.
2.1.4.1 Intensifikasi
Intensifikasi PAD adalah suatu tindakan atau usaha - usaha untuk
memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat,
ketat dan teliti. Dalam upaya intensifikasi akan mencakup aspek kelembagaan,
ketatalaksanaan dan aspek personalianya, yang pelaksanaannya melalui kegiatan
sebagai berikut:
1) Menyesuaikan/memperbaiki aspek kelembagaan/organisasi.
2) Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan administrasi dan
operasional.
3) Peningkatan pengawasan dan pengendalian.
4) Peningkatan sumberdaya manusia pengelola PAD.
5) Peningkatan program dan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat.
2.1.4.2 Ekstensifikasi
Ekstensifikasi adalah usaha usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber
PAD yang baru, namun upaya dalam ekstensifikasi ini khususnya yang bersumber
dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak boleh bertentangan dengan
kebijaksanaan pokok nasional, yakni pungutan pajak dan retribusi daerah yang
dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa
sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi fiskal lainnya
agar tidak memberatkan bagi masyarakat. Dalam UU No.34 Tahun 2000
ditegaskan bahwa pemerintah daerah dapat menetapkan jenis pajak
kabupaten/kota selain yang ditetapkan pemerintah pusat dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Bersifat pajak dan bukan retribusi;
2) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani masyarakat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan;
3) Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum;
4) Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak
pusat;
5) Potensinya memadai;
6) Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
7) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan
8) Menjaga kelestarian lingkungan.
2.2 Pajak
2.2.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak secara umum adalah pungutan dari masyarakat oleh
negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan
terutang oleh wajib pajak yang membayarnya dengan tidak mendapat prestasi
kembali secara langsung, yang seluruh hasilnya dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari
masyarakat sebagai partisipasi aktif dalam pembangunan. Berikut ini adalah
beberapa definisi dari perpajakan :
Rochmat Sumitro dalam Tangkilisan (2005:74) mendefinisikan pajak
sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik untuk
membiayai pengeluaran umum, dan yang digunakan sebagai alat
pencegah dan pendorong untuk mencapai tujuan yang ada dalam
bidang keuangan”.
Senada dengan Rochmat Sumitro, P.J.A Adriani dalam Abdul Halim
(2004:154) mengemukakan pengertian pajak sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang dapat ditunjuk yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas
menyelenggarakan pemerintahan”.
Dari definisi tersebut, disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam pajak
adalah :
1) Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2) Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang atau dengan serta
aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.2.2 Fungsi Pajak
Pengertian fungsi dalam perpajakan adalah fungsi sebagai kegunaan
suatu hal. Maka fungsi pajak adalah kegunaan pokok, dan manfaat pokok
pajaknya. Pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan
kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya
kehidupan ekonomi masyarakatnya. Menurut Mardiasmo (2008:2) dalam pajak
ini ada 2 (dua) macam yaitu :
“1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
2. Fungsi Mengatur (Regulerrend)”
Penjelasan dari uraian diatas mengenai fungsi dari pajak adalah sebagai
berikut :
1) Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak disini berfungsi sebagai sumber pendapatan negara dan sebagai
sumber dana bagi pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas negara dan
membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan
pemerintahan/daerah.
2) Fungsi Mengatur (Regulerrend)
Fungsi ini sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.2.3 Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan secara profesional agar tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan dalam pemungutannya. Pemungutan
pajak menurut Mardiasmo (2008:3) harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
“1. Syarat Keadilan
2. Syarat Yuridis
3. Syarat Ekonomis
4. Syarat Finansial
5. Sistem Pemungutan Pajak harus sederhana”
Berikut ini adalah penjelasan mengenai syarat pemungutan pajak yang
diuraikan diatas :
1) Syarat Keadilan
Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum mencapai keadilan
undang -undang dan pelaksanaan pemungutannya harus adil. Adil dalam
perundang -undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing–masing. Sedang adil
dalam pelaksanaan pemungutannya yakni memberi hak bagi wajib untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada majelispertimbangan pajak.
2) Syarat Yuridis
Pajak harus didasarkan pada undang – undang. Hal ini member jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun bagi
warganya.
3) Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian khususnya
pada kegiatan perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4) Syarat Finansial
Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi budgeter
dalam artian biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah
dari hasil pemungutan.
5) Sistem Pemungutan Pajak harus Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan
danmendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam sistem perpajakan dikenal self assesment system, official
assesment system, dan witholding tax system. Penjelasan mengenai sistem
pemungutan pajak adalah sebagai berikut :
1) Selfl Assesment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada Wajib
Pajak (WP) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada wajib pajak
sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor,
dan melaporkannya sendiri seluruh pajak terutangnya.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
2) Official Assesment
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak. Ciri-ciri sistem ini adalah :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif, fiskus lah yang bersifat aktif.
c. Hutang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP)
oleh fiskus.
3) Witholding tax System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkutam), untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (WP). Pihak ketiga ini sudah
diberi kepercayaan oleh WP orang pribadi maupun badan dalam negeri untuk
memotong dan memungut pajak yang terutang, lalu dibayarkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2.5 Jenis Pajak
Pembagian pajakdapat dilakukan berdasarkan pada golongan, sifatnya,
maupun wewenang lembaga pemungutnya.
1) Menurut Golongannya
Menurut golongannya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pajak
langsung dan Pajak Tidak langsung.
a. Pajak Langsung adalah pajak yang ditanggung oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
Pajak menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh :
Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
2) Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak
Subjektif dan Pajak Objektif.
a. Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya.
Contoh : Dalam Pajak penghasilan terdapat subjek pajak (wajib pajak)
orang pribadi. Pengenaan PPh orang pribadi tersebut memperhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, jumlah anak, dan
tanggungan). Keadaan wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk
menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak dan jumlah pajak yang
akan terutang.
b. Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya,
baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau pristiwa yang mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan
pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh : pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas barang
Mewah (PPnBm), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3) Menurut lembaga Pemungutnya
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi 2 (dua),
yaitu Pajak negara (Pajak Pusat), dan Pajak Daerah.
a. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga masing-masing.
2.3 Pajak Daerah
2.3.1 Pengertian pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan salah satu jenis pajak yang berlaku di tingkat
daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak daerah adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah(dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah/Dispenda) yang digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintahan
daerah.
Pengertian Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
yaitu
“ Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi
wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, denga tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran pemerintahan
daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
daerah serta pelayanan kepada masyarakat (public service).
2.3.2 Ciri-Ciri Pajak Daerah
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip Pajak Daerah maka Perpajakan
Daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri yang dimaksud sebagai
berikut:
1) Pajak Daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara
penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
2) Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuatif terlalu besar,
kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara
tajam.
3) Tax base-nya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan
(benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
2.3.3 Fungsi Pajak Daerah
Fungsi pajak daerah yaitu sebagai sumber pendapatan daerah (budgeteir)
dan sebagai alat pengatur (regulerrend). Sebagai sumber pendapatan daerah,
artinya pajak daerah menjadi sumber pendapatan bagi pembangunan daerah.
Sedangkan fungsinya sebagai alat pengatur, artinya pajak daerah menjadi alat untuk
mengatur alokasi dan distribusi suatu kegiatan ekonomi suatu daerah atau wilayah
tertentu.
2.3.4 Jenis-Jenis Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemeritah daerah
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah, disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan
Dalam pelaksanannya Pajak dan Retribusi Daerah diatur juga oleh
Undang- Undang Nomor 28 tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan
kebijakan dan peraturan pajak dan retribusi daerah yang mencakup penambahan
jenis pajak daerah.
Dengan penambahan 4 jenis pajak ini, secara keseluruhan terdapat 16
jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota.
1) Pajak Propinsi (Daerah Tingkat I)
Pajak propinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah
tingkat propinsi. Jenis pajak propinsi bersifat limitatif , artinya pajak
propinsi tidak dapat memungut pajak lain.selain yang telah ditetapkan
dalam undang-undang. Yang termasuk dalam pajak propinsi adalah :
a. Pajak Kendaraan bermotor (PKB), yaitu pajak atas kepemilikan
dan/atau penguasaan kendaraan
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas adalah pajak
atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian
dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual
beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan
usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu adalah pajak atas
penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor yang berupa semua jenis
bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.
d. Pajak Air Permukaan, Yaitu pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan. Maksudnya adalah semua air yang terdapat
pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yangberada di laut
maupun di darat.
e. Pajak Rokok, yaitu pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah.
2) Pajak Daerah Kota/ Kabupaten (Daerah Tingkat II)
Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota. Berdasarkan peraturan dan Undang-undang terbaru telah
disepakati ada 11 Pajak kabupaten/Kota, yaitu :
a. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan
yang khusus disediakan bagi orang untuk menginap atau istirahat,
memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut
bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan
dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan
perkantoran.
b. Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Yang dimaksud restoran adalah fasilitas penyedia makanan
dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering.
c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
d. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame
adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum
e. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam
di dalam dan/atau permukaanbumi untuk dimanfaatkan.
g. Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor.
h. Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
i. Pajak sarang burung wallet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa
yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga,
collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi
adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut.
Dulu Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan
puluh persen) untuk Daerah dengan rincian . 16,2% (enam belas dua
persepuluh persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan
disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi, dan sebesar 64,8%
(enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas
Umum Daerah kabupaten/kota; dan 9% (sembilan persen) untuk biaya
pemungutan.10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan
PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang
didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.
Namun sekarang seluruh penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
menjadi milik Pemerintahan Daerah seluruhnya dan disalurkan melalui
Rekening Kas Umum Daerah/ Kabupaten.
k. Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh
orang pribadi atau Badan.
2.4 Pajak Reklame
2.4.1 Pengertian
Definisi dari Reklame dan Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah
Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :
“Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut
bentuk, corak, ragamnya untuk tujuan komersial dipergunakan
untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu
barang, jasa, atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum
kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat
dilihat, dibaca, dan/atau di dengar dari suatu tempat umum kecuali
yang dilakukan oleh Pemerintah”.
Sedangkan pengertian dari pajak reklame sendiri adalah Pajak Reklame
yang selanjutnya disingkat Pajak adalah Pajak atas penyelenggaraan reklame yang
dipasang untuk kepentingan diluar dari urusan keagamaan, pendidikan, sosial dan
pemerintahan.
2.4.2 Objek dan Subjek Pajak Reklame
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pajak Reklame,
dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan Objek Pajak adalah semua
penyelenggaraan reklame. Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah Kota bandung Nomor 08 Tahun 2003 meliputi :
1) Reklame papan/billboard, yaitu reklame yang terbuat dari papan, kayu,
termasuk seng atau bahan lain yang sejenis, dipasang atau digantungkan
atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding, pagar, pohon, tiang, dan
sebagainya baik bersinar maupun yang disinari.
2) Reklame megatron/videotron/Large Electronic Display (LED), yaitu
reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame
atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat
berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan tenaga listrik.
3) Reklame kain , yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan
bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet, atau bahan lain yang sejenis.
4) Reklame melekat (sticker), yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas,
diselenggarakan dengan cara disebarkan, dipasang, digantungkan pada
suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm2 per
lembar.
5) Reklame selebaran, yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas,
diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan, atau dapat diminta
dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau
digantungkan pada suatu benda lain.
6) Reklame berjalan termasuk pada kendaraan, yaitu reklame yang
ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan
dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.
7) Reklame udara, yaitu reklame yang diselenggarakan di udara dengan
menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.
8) Reklame suara; yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan
kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau
oleh perantaraan alat.
9) Reklame film/slade, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan
menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan yang
sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan pada layar
atau benda lain yang ada di ruangan.
10) Reklame peragaan, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara
memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.
Yang dikecualikan dari Objek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
(2) Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2003 adalah
penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan Reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan
sosial, pendidikan, keagamaan, dan politik tanpa sponsor.
Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Sedangkan Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
2.4.3 Dasar Hukum Pajak Reklame
Peraturan-peraturan hukum yang mendasari pemungutan Pajak Reklame
telah cukup jelas dan kuat . Dasar hukum untuk Pemungutan Pajak Reklame di
Kota Bandung adalah:
1) Undang-undang 28 Tahun 2009 Nomor tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah Bab IX
tentang Pajak Reklame.
3) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2003 tentang perubahan
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 Tahun 2001 tentang Pajak
Reklame.
4) Keputusan Walikota Bandung Nomor 330 Tahun 2008 tentang Tata cara
Pemunutan Pajak Daerah Kota bandung
5) Peraturan walikota bandung Nomor 54 Tahun 2010 sebagai perubahan atas
Peraturan Walikota Bandung Nomor 470 Tahun 2008 tentang Petunjuk
penyelenggaraan Reklame
2.4.4 Dasar Pengenaan Pajak Reklame
Dasar Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame atau
yang disingkat dengan NSR, yaitu nilai yang ditetapkan sebagai alat perhitungan
penetapan besarnya Pajak Reklame. NSR diperhitungkan dengan memerhatikan
lokasi penempatan, jenis, angka, jangka waktyu penyelenggaraan, dan ukuran
media reklame. Nilai Sewa Reklame dihitung berdasarkan :
a. Besarnya biaya pemasangan reklame
b. Besarnya biaya pemeliharaan reklame
c. Lama pemasangan reklame
d. Nilai strategis lokasi
e. Jenis reklame
Nilai Sewa Reklame dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJOR) adalah keseluruhan
pembayaran/ pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik dan/atau penyelenggara
reklame. Perhitungan NJOR didasarkan pada besarnya komponen biaya
penyelenggaraan reklame, yang meliputi indikator :
a. Biaya pembuatan/konstruksi
b. Biaya pemeliharaan
c. Biaya pemasangan
NSR = NJOR (Nilai Jual Objek Pajak Reklame + NSPR. (Nilai
Strategis Pemasangan Reklame)
d. Jenis reklame
e. Luas bidang reklame
f. Ketinggian reklame
g. Harga dasar ketinggian reklame
NJOR dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Harga Dasar Ukuran Reklame dan Harga Dasar Ketinggian Reklame
serta cara perhitungannya diatur melalui Keputusan Walikota.
Nilai strategis Pemasangan Reklame (NSPR) adalah ukuran nilai yang
ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan kriteria
kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang
usaha.
Nilai Strategis Pemasangan Reklame dihitung (NSPR) berdasarkan Nilai
Fungsi Ruang (NFR) lokasi pemasangan, Nilai Sudut Pandang (NSP) dan Nilai
Fungsi Jalan (NFJ), dengan rumus sebagai berikut:
Perhitungan NFR, NSP, NFJ dan Harga Dasar NSPR diatur melalui
KeputusanWalikota.
2.4.5 Tarif Pajak Reklame
Berdasarkan Perda Nomor 08 Pasal 7 Tahun 2003 Tarif Pajak Reklame
ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).
NJOR = (Ukuran Reklame x Harga Dasar Ukuran Reklame) +
(Ketinggian Reklame x Harga Dasar Ketinggian Reklame).
NSPR = (NFR + NSP + NFJ) x Harga
Dasar NSPR
2.5 Efektifitas
2.5.1 Pengertian Efektifitas
Efektifitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga
dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan dan
prosedur dari organisasi. Efektivitas juga berhubungan dengan derajat
keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan
efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan
menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah
ditentukan.
Efektifitas digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil pungutan
suatu pajak dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan.
Efektifitas berfokus pada outcome (hasil). Suatu organisasi, program,
atau kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan
yang diharapkan, atau dikatakan Spending wisely.
2.5.2 Pengukuran Efektifitas
Rumus pengukuran efektifitas untuk pemungutan pajak adalah sebagai
berikut:
Dalam perhitungan efektifitas Halim (2002: 129) menyatakan bahwa:
Realisasi penerimaan Pajak Reklame
Efektifitas = x 100%
Target Penerimaan Pajak Reklame
“jika rasio yang dicapai minimal satu atau 100% maka rasio
efektivitas semakin baik,artinya efektivitas pemungutan semakin
baik”.
Dari pengertian efektifitas tersebut disimpulkan bahwa efektifitas
bertujuan untuk mengukur rasio keberhasilan, semakin besar rasio maka semakin
efektif, standar minimal rasio keberhasilan adalah 100% atau 1 (satu) dimana
realisasi sama dengan target yang telah ditentukan. Rasio dibawah standar
minimal keberhasilan dapat dikatakan tidak efektf. Tingkat efektifitas dapat
digolongkan kedalam beberapa kategori yaitu:
1) Hasil perbandingan tingkat pencapaian diatas 100% berarti sangat efektif.
2) Hasil perbandingan tingkat pencapaian 100% berarti efektif.
3) Hasil perbandingan tingkat pencapaian dibawah 100% berarti tidak efektif.
2.6 Efisiensi
2.6.1 Pengertian Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan input atau
dengan istilah lain output per unit input. Suatu organisasi apabila mampu
menghasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input
tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya (spending well).
Dalam pemungutan PAD termasuk di dalamnya Pajak Daerah, Halim
(2002:130) mendefinisikan efisiensi sebagai:
“perbandingan antara besarnya biayayang dikeluarkan untuk
memungut pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima”.
Berdasarkan uraian diatas, maka pengukuran Efisiensi dilakukan dengan
mengukur bagian dari hasil pajak yang akan digunakan untuk menutup biaya
pemungutan pajak. Biaya yang dimaksud adalah jumlah dari biaya Pendaftaran,
Pendataan, dan Penetapan besarnya pajak terutang, serta biaya penagihan
sedangkan realisasi yang dimaksud adalah pencapaian target yang telah dicapai.
Efisiensi semakin besar jika biaya untuk memperoleh penerimaan ditekan
serendah mungkin terhadap hasil pajak.
2.6.2 Pengukuran efisiensi
Rumus pengukuran efisiensi untuk pemungutan pajak reklame adalah:
Peneriman Pajak dapat dikatakan efisien apabila realisasi penerimaan
pajak lebih besar dari biaya pemungutan. Semakin kecil rasio maka semakin
efisien.
Menurut Nick Devas (1989), kriteria pengukuran penelitian efisiensi
yang dilakukan yaitu:
1) Apabila hasilnya < 20% berarti sangat efisien.
2) Apabila hasilnya antara 20% sampai dengan 85% berarti efisien.
3) Apabila hasilnya >85 % berarti tidak efisien.
Biaya Pemungutan Pajak Reklame
Efisiensi = x 100%
Realisasi Penerimaan Pajak Reklame
top related