abdul majid_telaah kritis terhadap hadits-hadits sabil al-muhtadin
Post on 06-Jul-2018
267 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
1/222
i
ABSTRAKAbdul Majid
Telaah Kritis terhadap Hadis-Hadis Sabi>l al-Muhtadi>n
Kajian tesis ini difokuskan pada kualitas hadis-hadis yang terkandung pada
kitab Sabi>l al-Muhtadi>n karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari asal
Kalimantan Selatan (1710-1812 M.) Kitab ini merupakan salah satu representasi
dari berbagai sumber lokal yang paling otoritatif dan otentik dalam memberikan
informasi tentang perkembangan hukum Islam di Kalimantan Selatan pada abad
delapan belas. Di mana pada era itu keberagamaan masyarakat Banjar masih
dalam suasana sinkretis, ajaran Islam yang dianut masih bercampur-aduk dengankepercayaan animisme, dinamisme, Hindu dan Budha.
Hasil observasi penulis menunjukkan bahwa metode pengutipan hadis al-
Banjari dalam kitabnya ini belum menjamin otentisitas hadis-hadis tersebut. Di
dalamnya terdapat 234 hadis termasuk yang berulang, dan murninya 223 hadis. Namun al-Banjari acap kali tidak menyebutkan kitab rujukan dimana hadis
tersebut dikutip, bahkan ulasan mengenai kualitasnya tidak dikemukakan. Tehnik
seperti ini tidak dapat meyakinkan para pembaca, padahal kitab ini memuat
berbagai penjelasan terhadap persoalan hukum fiqh Islam untuk kepentinganmasyarakat luas yang seharusnya berdasarkan pada dalil-dalil kuat.
Secara spesifik, masalah-masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut:Kitab-kitab hadis apa saja yang dirujuk oleh al-Banjari dalam penyusunan kitab
Sabîl al-Muhtadîn -nya?,Bagaimana teknik yang dilakukan oleh al-Banjari dalam
mengutip hadis-hadis dari kitab sumbernya?Bagaimana kualitas hadis-hadis yang
terdapat di dalam Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ?
Dengan menggunakan metodologi penelitian hadis, kajian ini menghasilkan beberapa temuan, antara lain: Pertama, kitab yang dirujuk oleh al-Banjari saat
mengemukakan hadisnya semuanya merupakan kitab hadis, kecuali tujuh buah
hadis yang belum ditemukan dalam kitab-kitab yang ada. Kedua, teknik pengutipan hadis al-Banjari tidak berbeda dengan yang ditempuh oleh ulama
penyusun kitab-kitab fikhi yang lain, dimana mereka hanya mengutip hadis sesuaikeperluan pembahasan. Berbeda dengan ulama hadis yang mengutip secara
lengkap, sanad dan matan, tanpa memenggal matan sesuai dengan konteks dan
keperluan. Ketiga, dari 223 hadis yang diteliti, ditemukan hasil 167 sahih, 21
hasan, 35 bermasalah (dhaif, sangat dhaif, mauqu>f dan maqtu>' ) dan sembilan
buah yang belum diketahui kualitasnya. Meski ada yang bermasalah, hadis-hadistersebut hanya diposisikan oleh al-Banjari sebagai dalil pendukung dan fadha>il
al-'ama>l bukan dalil utama.
Hemat penulis, data ini merupakan legitimasi kuat atas kelayakan kitabSabi>l al-Muhtadi>n ini sebagai salah satu sumber atau kitab fikhi Islam
syafiiyah. Keberadaan sejumlah hadis bermasalah di dalamnya tidak mengurangilegitimasinya, karena posisinya hanya sebagai dalil pendukung.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
2/222
ii
ABSTRACT
Abdul Majid
A Critical Study to the Hadis of Sabi>l al-Muhtadi>n
The thesis scrutinizes the quality of Hadis quoted in Sabi>l al-Muhtadi>n by
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari of South Kalimantan (1710-1812). The
work is one of representatives of any most authoritative and most authentic local
sources on the development of Islamic law in South Kalimantan in the eighteenth
century where Banjar society still adhered to syncretism, and Islamic teachings
mixed with animism, dynamism, Hindu and Buddhist belief.
The study shows that in his method of Hadis quotation in the book, al-Banjarihas not guaranteed the authenticity of the Hadis. Among 234 Hadis quoted in the
work (including the repeated ones; so there are exactly 223 Hadis), al-Banjari
frequently did not reveal his sources and even did not present his examination of
the quality of the Hadis. Therefore, the method cannot convince readers, butactually the case is that the work contains explanations of any issues of Islamic
law for the interest of wider society, and the explanation should base on
authoritative argumentation.
In more particular, research questions of this thesis are termed as follows:what resource Hadis books that al-Banjari referred to in writing his Sabîl al-
Muhtadîn?; what method that al-Banjari employed in quoting the Hadis from theirsources?; how is the quality of Hadis used in his Sabi>l al-Muhtadi>n?
Using the method of Hadis research, this study finds out some discoveries as
follows: First, resource Hadis books referred to by al-Banjari are definitely Hadis
books; seven Hadis have not been found in the available Hadis resources. Second,
method of quotation employed by al-Banjari is not different from that used byauthors of books of Islamic law who simply quote the Hadis in accordance to their
need. This is different from Muslim scholars of Hadis who perfectly quote
complete sanad (chain of transmission) and matn (content of Hadis), withoutreducing the matn in accordance to context and need. Third, of 223 Hadis studied,
it is found that there are 167 Hadis sahih (good Hadis), 21 Hadis hasan (average) ,35 problematical Hadis (dhaif [weak] , very dhaif, mawqu>f [recorded up to a
Companion] dan maqtu>' [cut-off Hadis and recorded up to a Tâbi / Follower]),
and five qualitatively unknown Hadis. Even though they are problematical, those
Hadis are simply employed by al-Banjari as supporting dalîl and fadha>il al-
ama>l (recommended deeds), not as main dalîl.
According to me, these findings can be strong arguments of the appropriate
position of Sabi>l al-Muhtadi>n as one of sources or Shâfiite fiqh books. The presence of problematical Hadis in it does not necessarily decrease its authority astheir position as supporting dalîl.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
3/222
iii
!"#$ %&'(
!"# $%
&'()*# +!$, -'./0# 12 345 67 8!9:# ;:# &'()*# +!$, ?/(@ A -'./0B# 12 &% C0DEFB# G>H IJ(K
=4/LM$:#, .N:N*# C!ONMP# Q/(M*/@ &R S/6TU:# 05 VWVXAN(*#D VYVZC'.[!R .?/\(@ Q/\@D
4./]*# &R #4]R ^_5NH &'()*# +!$,`\6(La C!R[\,b# c/\d0B#4NeK &% 4/$fg A hi(U*#
C'.[!R UO E9% C!2/j QE1:# A C!ONMP# Q/(M*/@.#N\kE(%# \l E]\U:# #>H A `6("# Q5 mT% /6@
m)n/O5 &'. D5 !:/1K oT% #N:#p /R mHD m)R[,qO.
0B# CJ]O lr' s -'./0B# +12 A =4/LM$:# t)MR Q5 -0/$:# uD/\v w(,# x:# -'./ .
?/(d:# #>H A yuDZz{D 4Ed*# `R /|'0 ZZ}4Ed*# QD. .E@>\' ~ =4/\LM$:# QNd' l ~ c5 ^!J_ -'•# +H E]' s +O /|'0 ;MR +12 /O/(@ D5 /UuER.Q/@D S4/l oT% &1!(' s #>H
>:# CR/U:# `6("~ C!R[,b# c/d0B# &% -J$:# wD/M(' ?/(d:# #>H!N]\M:# oT% cN1' Q# "# =CJ!J]:#.
C!KB# CT $ ,B# oT% CTd9*# % T]k: V.&-'./0B# =4/LMOB# /)MR +12 " (@ =5 Z.&/H4./]R &R -'./0B# t'E ' A =4/LM$:## /v ./
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
4/222
iv
Kata Pengantar
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas taufik
dan rahmat-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Salam dan salawat semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad, para keluarganya, para sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis mengakui bahwa penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Karena itu penulis merasa berkewajiban untuk berterimakasih
kepada Bapak Dr.H. Ahmad Luthfi, MA yang telah meluangkan kesempatan,
tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penelitian ini. Beliau senantiasa memberikan solusi terhadap berbagai masalah
yang penulis hadapi dalam penelitian. Bukan hanya itu, pada masalah-masalah
ulum al-hadis secara luas yang tidak terkait langsung dengan masalah penelitian
ini, beliau dengan senang hati menjelaskan berbagai persoalan yang penulis
ajukan.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para unsur pimpinan STAIN
Samarinda yang telah memberikan izin, bantuan dan kemudahan kepada penulis
selama mengikuti pendidikan di Program Magister ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga wajib penulis sampaikan
kepada orang tua penulis, Ayahanda Abdul Rahim (alm.) dan Ibunda Sura, para
keluarga serta mertua penulis, Ayahanda Bahrum Rante Allo (alm.) dan Ibunda
Fatimang. Mereka telah membekali penulis dengan cinta dan kesabaran serta
selalu berdoa atas kesehatan dan kesuksesan penulis.
Penghargaan dan terimaksih yang sama juga penulis sampaikan kepada
Isteri tercinta, Cenceng Bahrum Rante Allo, S.Ag yang dengan rela hati, setia dan
sabar mendampingi penulis selama sekitar dua tahun, serta ananda Mohammad
Alif Azimi dan Alya Nawal Fitri. Nama terakhir dengan "terpaksa" dilahirkan di
Jakarta dalam suasana yang serba terbatas. Ketiganya kemudian bersedia
"dipulangkan" untuk sementara ke daerah dalam rangka menyambut kelahiran
anak keempat kami, Arini Vetya Mumtazah. Namun yang terpenting, agar penulis
dapat berkosentrasi pada penyelesaian tesis ini. Hak-hak mereka untuk
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
5/222
v
diperhatikan dan ditemani telah terkurangi selama penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
Demikian pula kepada para senior penulis, Dr. Wajidi Sayadi (alumni Sps
UIN Jakarta-Dosen STAIN Pontianak) dan Dr Muhammad Zain (Dosen Fak.
Ushuluddin UIN Jakarta), di samping sebagai senior yang selalu memotivasi,
keduanya adalah guru penulis sejak menempuh pendidikan S1. Kepada Novizal
Wendry, Syahrullah Iskandar dan seluruh teman diskusi yang memberikan banyak
inspirasi kepada penulis selama studi di Program ini berlangsung. Terlalu banyak
yang berjasa, sehingga penulis tak akan mampu menyebutkan nama mereka
semua di pengantar terbatas ini. Semoga mereka mendapatkan imbalan yang
setimpal dari Allah Swt… Amin….
Ciputat, 22 Agustus 2007
Penulis
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
6/222
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………...………….….…
KATA PENGANTAR
………………………………………...…………..…..
PERSETUJUAN PEMBIMBING
……………………………………….…....
DAFTAR ISI
…………………………………………………...………….…..
PEDOMAN TRANSLITERASI
……………………………………………...
ii
v
vii
viii
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………..…
B. Identifikasi Masalah ………………………………………….
C. Batasan dan Perumusan Masalah ………………….…………
D. Metodologi Penelitian ………………………………………..
1. Sumber Data …………………………………………….
2.
Langkah-Langkah Penelitian ………..………………….E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ………………………...…
1. Tujuan Penelitian .……………………..….…………….2. Signifikansi Penelitian …………………………………
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan …………………………..
G. Sistematika Pembahasan ……………………………………..
1
3
4
4
4
58
89
10
11
BAB II MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI DAN KITAB SABI
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
7/222
vii
1. Latar Belakang Penyusunan …............................................
2. Metode dan Sistematika Penyusunan……………………..3. Sabi>l al-Muhtadi>n dalam Konteks Indonesia
…………….
B. Dependensi Sabi>l al-Muhtadi>n……………………………….
1. Metode dan Sistematika Penyusunan …………………….
2. Kandungan Pembahasan ………………………………….
3. Metode Penyusunan Hadis ……………………………….
C. Teknik Pengutipan Hadis ………………………………………
31
3439
39
4040
41
BAB IV ANALISIS KUALITAS HADIS SABIt al-
Mustaqi>m……………………………………………………….
Lampiran II: Indeks Hadis Sabi>l al-
Muhtadi>n………………………………...
181
189
196
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
8/222
viii
TRANSLITERASI
Pedoman Penulisan Arab ! Indonesia
S " . d 9 d : k?
b ; dz < t w ly
t 4 r = z c mI
ts p z + Q n>
J ? s @ gh D w h A sy 4 f \H hB kh ! s ( q = y
Huruf yang bertasydid ditulis dengan huruf yang sama berturut-turut, contoh:
CE D! EFC ' = yughayyiru, G$ E,Ê = sabbaha.Terdapat beberapa perubahan tulisan yang digunakan dalam tesis ini dari
buku panduan Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
Akademik 2004/2005, yaitu :
• Huruf (!) dalam buku panduan Program Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditulis dengan "sh" menjadi "s"
• Huruf () dalam buku panduan Program Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditulis dengan "h" menjadi "h"
• Huruf (9) dalam buku panduan Program Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditulis dengan "dh" menjadi "d"
• Huruf (
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
9/222
ix
Diftong
H ID = au
H I= = ai\ Jo = i
L = i Io M\ = i>N = u IN O\ = u>
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
10/222
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n merupakan salah satu representasi dari
berbagai sumber lokal yang paling otoritatif dan otentik dalam memberikan
informasi tentang perkembangan hukum Islam (baca fiqh) di Kalimantan Selatan
pada abad delapan belas. Pada era itu keberagamaan masyarakat di Banjar
(Kalimantan Selatan) masih dalam suasana sinkretis, artinya ajaran Islam yang
dianut masyarakat masih bercampur-aduk dengan kepercayaan animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha.1
Sejak berdirinya kesultanan Banjar, agama Islam memang telah menjadi
agama resmi. Namun umat Islam pada saat itu hanya merupakan kelompok
minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam umumnya terbatas pada
orang-orang Melayu. Islam hanya mampu masuk secara perlahan ke kalangan
suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum muslim Melayu, kepatuhan kepada Islam
sangat minim dan tidak lebih dari syahadat. Pada saat itu belum tampak usaha dari
para sultan yang berkuasa secara turun temurun untuk memajukan kehidupan
Islam.2
Kondisi ini berlangsung sampai masa Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (selanjutnya akan disebut al-Banjari), seorang ulama asal Kalimantan
yang telah menempuh pendidikan agama Islam selama berpuluh tahun di Mekkah
al-Mukarramah.
Al-Banjari terdorong untuk melakukan islamisasi lebih lanjut. Dengan
pengetahuannya terhadap kondisi kritis keberagamaan masyarakat Banjar, ia
melakukan beberapa langkah strategis untuk mengatasi kritis keberagamaan
tersebut. Salah satu langkah yang ditempuhnya adalah menyusun kitab-kitab
agama Islam untuk meningkatkan pengetahuan agama Islam bagi masyarakat
Banjar. Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n merupakan salah satu kitab yang disusunnya
dalam bidang fiqh.
1Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma r̀ifah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari! dalamFadhal AR Bafadhal dan Asep Saefullah (ed), Naskah Klasik Keagamaan Nusantara; Cerminan
Budaya Bangsa I, (Cet I; Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2005), h. 165.2Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma r̀ifah, h. 166. Lihat Sutrisno dan Sri Sutianingsih (ed.),
Sejarah Daerah Kalimantan Selatan (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen
P&K, 1978) , h. 43.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
11/222
2
Menurut Pijper, kitab tersebut merupakan kitab pegangan dan bahan
pelajaran bagi para ulama dalam membimbing umat Islam di Kalimantan Selatan.
Materi yang dimuat dalam kitab ini disusun sesuai dengan keperluan masyarakat
di daerah ini.3 Bahkan Karel A. Steenbrink mengatakan bahwa tidak ada seorang
ulama yang mengarang kitab fiqhi dalam bahasa Indonesia seluas yang dihasilkan
oleh al-Banjari4 Kitab ini ! lanjut Steenbrink- ditulis oleh al-Banjari dengan
menggunakan bahasa Arab melayu (bahasa Jawi) yang di dalamnya al-Banjari
banyak membahas tentang permasalahan hukum dan ibadah sosial lainnya secara
luas dan tersusun secara sistematis seperti kitab-kitab klasik lainnya yang ada dan
beredar dalam kehidupan manusia.5
Namun demikian, sebagai bagian dari warisan khazanah intelektual masa
lampau, kitab tersebut selayaknya diberi apresiasi dan ditempatkan pada tempat
yang sewajarnya. Ia bukanlah satu-satunya jalan memahami agama Islam, dalam
arti tidak dianggap sebagai kitab suci, namun tidak pula dipandang tidak ada
gunanya dan harus diabaikan. Kitab ini berisi pedoman praktis ajaran agama.
Sabi>l al-Muhtadi>n merupakan karya al-Banjari hasil interaksinya
dengan masyarakat Banjar dalam kondisi objektif dan dinamis. Muatan kitab ini
bukan ketentuan yang sudah final, ia merupakan contoh-contoh bagaimana paraulama menyelesaikan persoalan hidup dengan berpedoman kepada sumber ajaran
agama. Pedoman praktis yang termuat dalam kitab tersebut dapat saja berbeda
bahkan berubah seiring dengan perubahan ruang dan waktu.
Dalam kerangka itu, hemat penulis, kitab ini menarik untuk ditelaah
kembali, terlepas dari peranannya yang cukup besar dalam pembinaan dan
perkembangan hukum Islam di Indonesia, terutama pada daerah dan negara yang
menggunakannya. Setidaknya, ada dua alasan mengapa kitab ini perlu ditelaah
kembali; Pertama, menyangkut validitas pengutipan al-Banjari dari beberapa
kitab fiqh karya ulama generasi sebelumnya.6 Kitab Sabîl al-Muhtadîn ini disusun
3G.J. Pijper, Fragmenta Islamica, Beberapa Studi Mengenai Sejarah Islam di Indonesia
Awal Abad XX (Jakarta: UI Press, 1987), h. 54-55.4Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad XIX (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), h. 91. 5Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek , h. 253.
6
Kitab-kitab rujukan al-Banjari antara lain; al-Manhaj karya Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshori, al-Mughni karya Syekh Khatib Syarbaini, al-Tuhfah oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami,
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
12/222
3
saat al-Banjari berumur sekitar 69-72 tahun,7 usia yang cukup tua untuk
menyusun sebuah kitab sebesar Sabîl al-Muhtadîn.
Kedua, menyangkut otentisitas hadis-hadis yang dikutip oleh al-Banjari.
Hasil observasi penulis menunjukkan bahwa teknik pengutipan hadis al-Banjari
belum menjamin otentisitas hadis-hadis tersebut. Di dalam kitab ini terdapat dua
ratus tiga puluh empat hadis. Namun al-Banjari sering tidak menyebutkan kitab
rujukan dimana hadis tersebut dikutip, bahkan ulasan mengenai kualitasnya tidak
ditemukan. Teknik seperti ini tidak dapat meyakinkan para pembaca, padahal
kitab ini memuat berbagai penjelasan terhadap persoalan hukum fiqh Islam untuk
kepentingan masyarakat luas yang seharusnya berdasarkan pada dalil-dalil kuat.
Berangkat dari pemikiran di atas, penulis yang saat ini sedang menempuh
studi pada konsentrasi Tafsir-Hadis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
point kedua tersebut, yaitu menyangkut otentisitas hadis-hadis yang termuat
dalam kitab Sabîl al-Muhtadîn ini.
B. Identifikasi Masalah
Pembahasan mengenai Syekh Arsyad al-Banjari dan Sabîl al-Muhtadîn -
nya menyimpan beberapa masalah yang perlu dikaji lebih lanjut. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai sebagai berikut:
1. Posisi Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n dalam perundang-undangan kesultanan
Banjarmasin.
2. Metode Istinbath hukum yang ditempuh oleh Syekh Arsyad al-Banjari
dalam formulasi hukum Sabi>l al-Muhtadi>n.
3. Bagaimana pengaruh tradisi lokal (`urf ) yang dianut oleh masyarakat Banjar
terhadap formulasi fiqh Sabîl al-Muhtadîn -nya?
al-Nihayah karya Syekh Ramli dan beberapa buah matan, syarah dan komentar lainnya. LihatMuhammad Arsyad, Sabi>l, juz I, h. 4.
7Usia ini diketahui dari pendapat beberapa kalangan bahwa al-Banjari dilahirkan padatahun 1707 M (pendapat lain: 1710 M), sementara kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ini disusun pada
tahun 1779 M pada masa pemerintahan Sultan Tahmidullah, penguasa Kerajaan Banjar (masin)saat itu. Lihat Asywadi Syukur, Ibid., h. xi-xii., Bandingkan dengan Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Tuan haji besar) (CetI; Kalimantan Selatan: Yayasan Pendidikan
Islam Dalam Pagar, 2003), h. 39.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
13/222
4
4. Bagaimana tingkat validitas pengutipan terhadap beberapa kitab fikih yang
dirujuk oleh al-Banjari, mengingat kitab Sabîl al-Muhtadîn tersebut disusun
oleh al-Banjari saat berumur tujuh puluh dua tahun?
5. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang dirujuk oleh al-Banjari?
6. Bagaimana metode pemahaman al-Banjari terhadap hadis-hadis hukum
yang dikutipnya?
C. Batasan dan Perumusan Masalah
Mengingat kompleksitas masalah di atas yang secara keseluruhan tidak
mungkin diteliti dalam waktu yang sama, maka agar lebih efektif dan efisien,
peneliitian ini akan dibatasi pada satu masalah saja.
Masalah mendasar yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah seputar
kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n, dengan
rumusan sebagai berikut:
1. Kitab-kitab hadis apa saja yang dirujuk oleh al-Banjari dalam penyusunan
kitab Sabi>l al-Muhtadi>n -nya?
2. Bagaimana teknik yang dilakukan oleh al-Banjari dalam mengutip hadis-
hadis dari kitab sumbernya?
3. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang terdapat di dalam Kitab Sabi>l al- Muhtadi>n?
D. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian library research (kepustakaan). Oleh
karena itu, pencarian informasi dan data semuanya diperoleh dari buku-buku
pustaka. Sumber primer data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah kitab
Sabi>l al-Muhtadi>n, obyek penelitian ini. Sedangkan sumber sekundernya
adalah kitab-kitab hadis yang dirujuk oleh al-Banjari dan beberapa kitab rijal
(kutub al-rijal ) guna memperoleh informasi menyangkut biografi dan kredibilitas
rawi yang diteliti.
Meskipun library research, penulis juga turun ke lapangan, yaitu
Banjarmasin Kalimantan Selatan daerah asal al-Banjari, untuk menelusuri
informasi yang dibutuhkan terutama menyangkut biografi al-Banjari.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
14/222
5
2. Langkah-langkah Penelitian
Karena penelitian ini difokuskan pada analisa kualitas sanad hadis, maka
langkah-langkah yang ditempuh merupakan langkah-langkah penelitian hadis,
yaitu sebagai berikut:
1. Identifikasi hadis.
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah mengidentifikasi hadis-
hadis yang terdapat dalam kitab Sabi>l al-Muhtadîn, baik hadis dalam
bentuk bahasa Arab maupun bahasa Jawi. Observasi awal penulis terhadap
kitab ini menunjukkan bahwa sering kali al-Banjari mengutip hadis-hadis
dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, namun seringkali pula ia mengutipnya
hanya dengan maknanya saja yang kemudian dibahasakan ke dalam
bahasa Jawi.
2. Takhrij Hadis.
Setelah diidentifikasi, hadis-hadis tersebut selanjutnya di-takhrij, untuk
diketahui kitab hadis mana saja yang memuat hadis itu. Dengan takhrij
redaksi hadis dan seluruh sanadnya secara lengkap akan didapatkan.
Hadis yang terkandung dalam kitab Sabi>l al-Muhtadi>n sebanyak dua
ratus tiga puluh empat puluh hadis. Untuk menemukan keberadaan hadis-hadis dimaksud, penulis akan menggunakan lima metode takhrij yang
telah dirumuskan oleh para ulama, yaitu sebagai berikut:Takhrij bi
mathla`i al-hadis (Takhrij berdasarkan awal matan), Takhrij bi Alfadz
(dengan berdasar lafadz), takhrij bi al-rawi al-a`la (takhrij dengan
berdasar pada rawi pertama), takhrij bi maudhu`i al-hadis (takhrij dengan
berdasar tema), takhrij bina-an `ala shifat fi al-hadis (takhrij dengan
berdasar pada sifat hadis).
Pada bagian ini, penulis lebih banyak menggunakan CD al-Maktabah al-
Alfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyah dan CD Mausu'ah al-Hadi>s al-
Syari>f sebagai awal proses pelacakan hadis-hadis dimaksud. Setelah
ditemukan, hadis-hadis tersebut di-crosscek ke kitab-kitab aslinya. Hal ini
penting dilakukan agar validitas data dapat dipertanggungjawabkan.
Pasalnya, pengalaman penulis seringkali menemukan beberapa masalah
dalam penggunaan CD program ini. Misalnya, beberapa hadis pada kedua
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
15/222
6
CD program tersebut berbeda dengan kitab aslinya. Acapkali ditemukan
hilangnya satu atau beberapa kata dan berakibat pada perubahan makna
secara signifikan.
Pengecekan tersebut dilakukan selama penulis menemukan kitab-kitab asli
yang dirujuk itu. Sebab diakui bahwa pada perpustakaan UIN (utama dan
SPs) koleksi kitab-kitab hadisnya masih sangat terbatas. Sehingga ada
beberapa data yang tidak bisa dikomfirmasi ke kitab aslinya.
3. Pemilahan hadis yang diteliti
Setelah proses takhri>j dilakukan, maka seluruh sanad dan matan secara
lengkap pada hadis-hadis tersebut akan ditemukan. Dari sini akan
diketahui siapa mukharrij yang menghimpun hadis tersebut di dalam
kitabnya.
Proses selanjutnya dari penelitian ini adalah pemilahan hadis-hadis yang
diteliti. Seharusnya, seluruh hadis yang terdapat di dalam kitab Sabi>la al-
Muhatdi>n ini diteliti. Namun karena para ulama hadis telah sepakat atas
kesahihan hadis-hadis riwayat Bukhari dan Muslim, maka penelitian
terhadap kedua sumber tersebut tidak perlu lagi dilakukan. Hadis-hadis
yang akan diteliti adalah hadis riwayat selain riwayat Bukhari dan Muslim.4. I'tiba>r (komparasi sanad)
Langkah selanjutnya dari proses penelitian ini adalah I'tiba>r , dimana
hadis-hadis yang telah di-takhri>j dan diketahui ternyata memiliki lebih
dari satu sanad akan dibandingkan antara satu dengan yang lain. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah sanad atau rawi pada sanad tersebut
memiliki syahid atau muta>bi`, sehingga dapat saling menguatkan apabila
rawi yang akan diteliti nantinya ternyata dhaif atau tidak memenuhi
standar kesahihan yang telah dirumuskan oleh para ulama.
Dalam konteks ini, ulama hadis sepakat bahwa suatu hadis yang dhaif dari
sisi sanad bila didukung oleh sanad lain yang lebih kuat maka kualitasnya
dapat meningkat menjadi hadis hasan li ghairih.8 Demikian pula, sebuah
8
Dzafar Ahmad al-Utsma>ni al-Taha>nawi, Qawa>id fi Ulu>m al-Hadi>s. Ditahqiqoleh Abd al-Fatta>h Abu Ghuddah (Beirut: Darul al-Qalam, 1982), h. 34.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
16/222
7
hadis yang dinyatakan hasan namun didukung oleh oleh sanad lain yang
lebih kuat dapat meningkat menjadi sahi>h li ghairih.9
Dengan takhrij akan diketahui seberapa banyak sanad untuk hadis yang
diteliti. Jumlah sanad sangat berpengaruh terhadap kualitas hadis itu.
Andai kata sebuah hadis memiliki dua atau lebih jumlah sanad, dan
kesemuanya berkualitas dhai>f atau hasan maka kualitas sanad tersebut
dapat meningkat ke kualifikasi hasan atau sahi>h.10
Tetapi perlu diingat
bahwa hadis dhaif yang dimaksud bukan disebabkan oleh kefasikan atau
hal lain yang berkaitan dengan moralitas rawi, namun karena terkait kadar
intelektualitasnya yang tidak memenuhi kualifikasi sahi>h. Teori tersebut
akan penulis gunakan dalam peneltian ini.
5. Penelitian sanad
Setelah melakukan I'tiba>r, langkah selanjutnya adalah penelitian sanad.
Sasaran penelitian ini adalah ketersambungan sanad (ittisa>l al-sanad )
dan aspek kualitas rawi, baik dari segi 'ada>lah (moralitas) maupun ke-
dhabitan (kualitas intelektualitas)-nya. Aspek yang akan diteliti dari
pribadi periwayat ini menyangkut nama lengkap berserta gelar, kuniyah,
garis keturunan, waktu kelahiran dan kematian, hubungannya antara periwayat sebelum dan sesudahnya dan komentar para kritikus (al-nuqad )
hadis terkait dengan moralitas dan kualitas keilmuwannya (al-jarh wa al-
ta'di>l).
Menyangkut penilaian kualitas rawi, dalam ilmu hadis dikenal tiga tipe
ulama kritikus hadis. Pertama, mutasyaddid (ketat). Ulama yang dikenal
tipe ini antara lain: Ibnu Main (233 H), Abu Hatim al-Ra>zi (275 H),
Syu'bah (160 H), Yahya al-Qatthan (298 H), Abdurrahman Ibnu Mahdi
(198 H), sufyan al-Tsauri (161 H), al-bukhari (256 H), dan lain-lain.
Kedua, mutasa>hil (longgar). Di antaranya al-Turmudzi (279 H/889), Abu
Daud (275H), al-Nasai ( 303 H), Ibnu Majah (273H), al-Baihaqi (458 H),
al-Hakim (405 H), Imam Syafii (204 H), al-Tabra>ni (360 H), dan lain-
lain. Ketiga, Mu'tadil (moderat), diantaranya: Ahmad bin Hanbal (241 H),
9 Dzafar Ahmad al-Utsma>ni al-Taha>nawi, Qawa>id, h. 34. 10
Dzafar Ahmad al-Utsma>ni al-Taha>nawi, Qawa>id, h. 34.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
17/222
8
Abu Zur'ah (264), al-Dzahabi (748 H), Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H),
dan lain sebagainya.11
Karena perbedaan tipe inilah, terkadang ditemukan kualifikasi seorang
rawi diperselisihi oleh mereka. Dalam kondisi seperti ini penulis akan
merujuk pendapat Ibnu Hajar, yang dikenal mu'tadi>l, melalui kitab
Taqri>b al-Tahdzi>b-nya.
6. Tahki>m
Setelah mengemukakan data-data tentang para periwayat termasuk
komentar para kritikus hadis dan selanjutnya menganalisanya, maka
langkah terakhir adalah tahki>m atau menyimpulkan kualitas hadis yang
diteliti sahih atau tidak. Dan selanjutnya akan dikemukakan faktor yang
menyebabkan ke-dhaif -an sanad tersebut apabila memang ternyata dhaif
atau masalah lain.
E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kitab-kitab hadis yang dirujuk oleh al-Banjaridalam kitab Sabîl al-Muhtadîn-nya. Pengamatan penulis
menunjukkan bahwa Al-Banjari tidak konsisten dalam
menyebutkan mukharrij hadis yang dikutipnya. Pada suatu tempat
ia mengemukakan hadis dan mukharrij-nya secara lengkap namun
di tempat lain hal yang sama tidak dilakukan. Penelitian ini
diharapkan dapat memetakan kitab hadis yang dirujuk al-Banjari,
sehingga dominasi sebuah kitab hadis dapat diketahui.
Hasil ini sedikit-banyak akan mempengaruhi status kehujjahan
kitabnya. Jika ternyata hasil penelitian menunjukkan al-Banjari
merujuk kitab-kitab non kitab hadis, maka ini akan mengurangi
tingkat kehujjahannya. Sebab sebuah kitab fiqhi seharusnya
11 Lihat Abd al-Mauju>d Abd al-Lathi>f, Ilmu al-Jarh wa al-Ta'disat wa
Tatbi>q (Cet. I; Kuwait: al-Dar al-Salafiyah, 1988), h. 47-48., Abu Lawi, 'Ilm Usu>l al-Jarh waal-Ta'di>l (Cet.I; t.tp: Dar Ibnu Affan, 1997), h. 215-216.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
18/222
9
berdasarkan pada dalil (baca: hadis) yang dikutip dari kitab-kitab
mu'tabar.
b. Untuk mengetahui teknik al-Banjari dalam pengutipan hadis dari
kitab sumbernya. Pada umumnya, ulama-ulama terdahulu tidak
terikat dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah seperti
sekarang. Sehingga, teknik penulisan sebuah kitab yang dianut oleh
seorang ulama menjadi seni dan ciri khas tersendiri bagi dirinya
yang mungkin saja berbeda dengan ulama lain. Demikian pula
dalam teknik pengutipan hadis dari kitab-kitab sumbernya, cukup
variatif. Di antara ulama ada yang mengutip lengkap dengan sanad,
matan, dan mukharrij-nya, ada pula yang hanya dengan sanad
terakhir kemudian matannya secara lengkap. Di antara mereka pula
ada yang tidak menyebutkan secara lengkap, tanpa sanad bahkan
meringkas matan. Teknik-teknik seperti itu tidak boleh disalahkan
karena memang pada saat itu belum dikenal kaidah dasar yang
disepakati oleh mereka sendiri.
c. Untuk menganalisa kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam kitab
Sabi>l al-Muhtadi>n. Pengetahuan terhadap kualitas hadismerupakan tujuan pokok penelitian ini. Telah disebutkan pada sub
sebelumnya bahwa sampai sekarang kitab Sabîl al-Muhtadîn
masih menjadi kitab pegangan pada pendidikan non formal di
beberapa daerah seperti Kalimantan terutama Kalimantan Selatan,
Nusa Tenggara dan Banda Aceh.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan
bagi para pengguna tersebut menyangkut kesahihan hadis-hadis
kitab ini.
2. Signifikansi Penelitian
Hemat penulis, penelitian terhadap hadis-hadis yang terkandung dalam
kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ini sangat urgen. Pasalnya, kitab ini merupakan kitab
fikhi yang memuat penjelasan hukum terhadap berbagai persoalan masyarakat,
ibadah mahdhah dengan berdasar pada al-Qur`an dan hadis. Sampai saat ini kitab
ini masih tetap dijadikan sebagai pegangan para pendidik keagamaan pada
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
19/222
10
pendidikan non formal (majelis taklim) di beberapa daerah seperti Kalimantan
Selatan, Banda Aceh, Nusa Tenggara dan beberapa negara yang bahasa
kesehariannya menggunakan bahasa Melayu dan bermazhab Syafii, seperti
Thailand (Fathoni), Burma, Malaysia, Filippina, Singapura, Brunai Darussalam,
Kamboja dan laos.12
Sementara, hasil pengamatan penulis, sebagian besar hadis-hadis yang
tercantum dalam kitab tersebut dikutip dari beberapa kitab non Bukhari-Muslim,
bahkan selain al-kutub al-sittah (selain sembilan kitab hadis standar) seperti al-
Mu`jam al-Kabîr karya Imam al-Tabrani, Syu`ab al-Ima>n karya Imam al-
Baihaqi. Hadis-hadis tersebut tidak dijelaskan kualitasnya oleh al-Banjari. Di
sinilah urgensinya penelitian ini dilakukan.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sepanjang pengamatan penulis, ada beberapa sarjana atau individu yang
telah melakukan kajian dan penelitian terhadap Muhammad Arsyad al-Banjari dan
Kitab Sabi>l al-Muhatadi>n-nya. Dari sejumlah tulisan yang ada, penulis belum
mendapatkan satu karya pun yang membahas secara khusus tentang hadis-hadis
dalam karya monumentalnya itu. Salah satu di antara mereka adalah Syamsiar Zahrani. Melalui
penelitiannya # Pemberdayaan Ekonomi Umat; Tinjauan atas Pemikiran
Muhammad Arsyad al-Banjari dalam Kitab Sabîl al-Muhtadîn! , ia
mengemukakan relevansi pemikiran al-Banjari tentang pengelolaan Zakat dengan
sistem pemberdayaan ekonomi umat masa kini.
Masih terkait dengan kitab ini, Asywadie Syukur, menerjemahkan
(menyalin) kitab ini dan telah diterbitkan dalam dua jilid. Kaitannya dengan hadis,
Asywadie tidak hanya menerjemahkan semata tetapi telah memberikan sekelumit
keterangan mengenai siapa mukharrij yang telah menghimpun hadis itu setelah
menyebutkan matannya. Namun demikian, Asywadie belum sampai pada
penjelasan menyangkut kualitas hadis-hadis tersebut.
12Syaifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia.
(Bandung: al-M`arif, 1979),h. 398. Lihat pula Asywadi Syukur (penyalin), #Kata PengantarPenyalin$ dalam Kitab Sabila, h. xii.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
20/222
11
Meskipun demikian, terjemahan ini nantinya akan sangat membantu
penulis dalam penelitian ini terutama pada beberapa kalimat bahasa Jawi-nya
yang kurang bisa dibaca dan dipahami dengan baik oleh penulis.
G. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan disusun dalam beberapa bab. Tiap-tiap bab terdiri dari
beberapa sub ! bab sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan. Bab
pertama menjelaskan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, batasan dan
rumusan masalah penelitian. Selanjutnya dibahas pula mengenai tujuan dan
signifikansi penelitian, metode serta sistematika pembahasan sehingga posisi
penelitian dalam wacana keilmuwan hadis akan diketahui secara jelas.
Bab kedua mengungkap sejarah perkembangan intelektualitas al-Banjari
dan Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n. Dalam bahasan ini diangkat biografi al-Banjari,
perkembangan intelektualitasnya baik sebelum maupun pasca studinya di
Mekkah, karya-karyanya dan yang terpenting adalah corak pemikirannya di
berbagai bidang pemikiran Islam sehingga benang merah yang merangkai
pemikirannya akan dapat dilihat dengan jelas.
Bab ketiga akan digambarkan pula kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ini meliputilatarbelakang penyusunannya, corak pembahasan maupun sumber rujukannya
secara umum. Beberapa hal terpenting lainnya adalah deskripsi tentang
dependensi (ketergantungan) kitab ini terhadap Sira>t al-Mustaqi>m karya al-
Raniri, kitab fikhi berbahasa Melayu yang terbit sebelumnya. Dari sini akan
diketahui bahwa al-Banjari ternyata mengutip banyak dari kitab tersebut
meskipun tidak dikemukakan. Hal lain yang dikemukakan adalah muatan kitab
ini dalam konteks Indonesia atau tradisi Banjar saat itu. Pada bagian ini, penulis
akan mengemukakan sensitivitas dan akomodasi al-Banjari terhadap konteks
masyarakat Banjar yang mengitarinya. Sebab meskipun rujukan yang digunakan
seluruhnya berasal karya ulama-ulama Timur Tengah, al-Banjari tidak menutup
mata dan telinganya terhadap persoalan masyarakat yang aktual saat itu. Karena
itu, di bagian ini penjelasan hukum al-Banjari seputar hal-hal yang berangkat dari
konteks sosial tersebut perlu dikemukakan. Masih dalam bab yang sama, penulis
akan mengemukakan teknik pengutipan hadis al-Banjari, maskipun tesis
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
21/222
12
sementara penulis menuturkan bahwa tekniknya tidak berbeda jauh dengan yang
dilakukan oleh ulama fikhi yang lain.
Bab keempat merupakan pokok dari penelitian ini yaitu mengkaji kualitas
hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sabi>l al-Muhtadi>n. Obyek kajian di sini
adalah hadis-hadis selain riwayat Bukhari-Muslim yang telah dipilah melalui
proses takhrij pada bab sebelumnya.
Bab kelima adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian
yang telah dibahas dan diperbincangkan dalam keseluruhan penulisan penelitian.
Bahasan ini sebagai jawaban terhadap masalah-masalah yang diajukan dalam
pendahuluan.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
22/222
13
BAB II
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI DAN KITAB SABîL AL -
MUHTADîN
A. Biogarfi Muhammad Arsyad al-Banjari
Muhammad Arsyad al-Banjari (selanjutnya akan disebut al-Banjari)1
dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1710 Masehi di Kampung Lok Gabang, sebuah
desa terpencil dari Ibu Kota Kerajaan Banjar pada saat itu. Al-Banjari lahir dari
pasangan Abdullah dan Siti Aminah.2 Menurut data yang diperoleh, Abdullah
adalah seorang tukang ukir kerajaan yang saleh, keturunan salah seorang
muballigh yang datang dari Maghri>bi ke Philippina kemudian mendirikan
kerajaan Islam di Mindanao.3
Keluarga al-Banjari merupakan keluarga religius, sehingga sejak kecil ia
dan saudara-saudaranya telah mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang
tuanya secara langsung. Sejak usia kecil, al-Banjari telah menunjukkan potensi
intelektualitas yang tinggi, ia memiliki daya hafal yang kuat, cerdas, berbudi
pekerti serta memiliki kemampuan seni lukis yang baik. Sehingga suatu ketika
Sultan Banjar bersilaturrahmi ke rumahnya, ia tertarik pada sebuah lukisan karyaal-Banjari.4
Rasa simpatik yang tinggi terhadap al-Banjari medorong Sultan untuk
meminta kepada orang tuanya untuk membawanya tinggal di istana agar dapat
mengenyam pendidikan lebih serius dan seluruh potensinya dapat dikembangkan
dengan baik. Mulai saat itulah, al-Banjari akhirnya tinggal di lingkungan istana.
Pada lingkungan yang baru tersebut al-Banjari dapat menyesuaikan diri dengan
1Dalam sejarah Islam Banjar, ada dua ulama besar yang dikenal dengan nama al-Banjari,
yaitu Muhammad Arsyad al-Banjari dan Muhammad Nafis bin Idris bin Husain al-Banjari. Nama
yang disebut terakhir lebih dikenal sebagai ulama tasawuf. Melalui karyanya al-Du>r al-Nafi>s fi> Baya>n Wahdat al-Af'a>l al-Asma> wa al-Sifa>t wa al-Dza>t al-Taqdi>s. Ia dilahirkan diMartapura pada tahun 1148 H./1735 M dan hidup satu periode dengan Arsyad al-Banjari. Lihat
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, Edisi Ravisi ( Cet. II; Jakarta: Kencana, 2005)h. 320-321.
2 Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Tuan haji Besar) (Edisi
Baru, Cet. I; Kalimantan Selatan, Yayasan Pendidikan Islam Dalampagar, 2003), h. 37.3 Asywadie Syukur, dkk, #Kritik Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari Terhadap
Beberapa Kepercayaan Masyarakat Banjar $ Laporan penelitian, Pusat Penelitian IAIN Antasari
Banjarmasin, 1999, h. 8.4 Abu Daudi, Maulana, h. 41.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
23/222
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
24/222
15
Menurutnya, kiblat di masjid-masjid tersebut tidak diarahkan secara benar menuju
Ka'bah, dan karenanya, harus diubah.9 Pernyataan al-Banjari ini menimbulkan
konntroversi di kalangan tokoh muslim Batavia, dan akibatnya Gubernur jenderal
belanda memanggil al-Banjari untuk menjelaskan masalah itu. Sang gubernur,
yang terkesan dengan perhitungan matematis al-Banjari, dengan senang hati
memberinya beberapa hadiah.10
Setelah menjalankan misi dakwahnya selama kurang lebih tiga puluh
delapan tahun, kondisi kesehatan al-Banjari semakin menurun. Pada tanggal 13
Oktober 1812 M, al-Banjari meninggal dunia dalam usia 102 tahun.
Menurut data yang diperoleh, al-Banjari telah menikah sebanyak sebelas
kali dan memiliki dua puluhan anak. Saat ini keturunannaya telah menyebar ke
beberapa daerah Kalimantan, Jawa bahkan di antara mereka ada yang menetap di
Malaysia dengan memegang jabatan keagamaan penting di sana.11
B. Perkembangan Intelektualitas dan Gagasan Pembaruan al-Banjari
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa al-Banjari pertama kali
mengenyam pendidikan dari keluarganya hingga ia berusia tujuh tahun. Karena
masih anak-anak maka dapat diduga bahwa pendidikan yang diperoleh dari orang
tuanya pada fase ini berupa pengenalan baca al-Qur`an dan pendidikan yang berkaitan dengan kepribadian, tata krama, keterampilan dan sebagainya. Sejak
saat itu menurut Abu Daudi, al-Banjari telah menunjukkan potensinya yang lebih
dibanding teman-teman sebayanya, cerdas, berbudi pekerti serta memiliki bakat
seni lukis yang pada akhirnya mengantarnya ke lingkungan istana kesultanan.
Ketika berusia delapan tahun, al-Banjari memasuki pendidikan dalam
keraton Kerajaan Banjar di Martapura sampai usianya mencapai tiga puluh tahun.
Ia dijadikan sebagai anak angkat oleh Sultan Banjar dan dididik tanpa
membedakannya dengan anak serta cucu-cucunya. Penulis tidak memperoleh data
tentang ilmu apa saja yang diperoleh oleh al-Banjari dalam fase pendidikannya
ini, dan siapa guru yang mengajarinya. Namun yang jelas, guru tersebut sengaja
9Azra, Jaringan Ulama,h. 318.10
Azra, Jaringan Ulama,h. 318. 11
Abu Daudi, Maualana, h. 99-456. Lihat pula Siti Zalikhah, #Sumbangan dan pengaruhShaiykh Muhammad Arshad al-Banjariy Dalam Bidang Fiqh di Alam Melayu$, Makalah,
dipresentasikan pada seminar Internasional #Pemikiran Syekh Arsyad al-Banjari, tgl 4-5 Oktober2003 di Banjarmasin.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
25/222
16
didatangkan oleh Sultan untuk al-Banjari, dan diduga kuat salah satu ilmu yang
diperolehnya adalah ilmu alat (Bahasa Arab dan kaidahnya) mengingat setelah itu,
ia melanjutkan pendidikannya ke Mekkah dan dapat berinteraksi dan
berkomunikasi secara langsung dengan guru-gurunya di sana.
Dalam usia tiga puluh tahun, al-Banjari mulai memasuki fase ketiga
pendidikannya di Tanah Suci, Di sinilah ia mencapai kematangan
intelektualitasnya. Dalam hal ini, Sultan Tamjidullah (1734-1759) sangat berjasa
besar. Seluruh biaya keberangkatan termasuk biaya hidup dan akomodasi selama
al-Banjari pendidikan di tanah Suci ditanggung oleh Sultan.12 Al-Banjari belajar
berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan berguru kepada para Syekh atau ulama
yang mengajar di Masjid al-Haram. Guru-gurunya antara lain:
1. Syekh Muhammad bin Abd Karim al-Qadiri, al-Hasani al-Samman al-
Madani.
2. Syekh `Athaillah bin Ahmad al-Mishri, al-Azhari
3. Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdie
4. Syekh Ahmad bin Abd Mun`im al-Damanhuri
5. Syekh Abil Faidh muhammad Murtadho bin Muhammad al-Zabidi
6. Syekh Hasan bin Ahmad `Akisy al-Yamani7. Syekh Salim bin Abdullah al-Bashri
8. Syekh Abd. Rahman bin Abd Aziz al-Maghribi
9. Syekh Sayyid Abd. Rahman bin Sulaiman al-Ahdal
10. Syekh Abd. Rahman bin Abd. Mubin al-Fathani
11. Syekh Abd. Gani bin Syekh Muhammad Hilal
12. Syekh Abid al-Sandi
13. Syekh Abd. Wahab al-Thanthawi
14. Syekh Maulana Sayyid Abdullah Mirghani
15. Syekh Muhammad bin Ahmad al-Jauhari
16. Syek Muhammad Zein bin Faqih Jalaluddin Aceh.
12 Di Makkah, al-Banjari tinggal pada sebuah rumah yang dibelikan oleh pihak Kerajaan
Banjar. Posisinya tidak jauh dari Masjid al-Haram. Sampai saat ini, rumah tersebut masih ada dan
dipelihara oleh imigran Banjar yang tinggal di sana , dan dikenal dengan # Barkat Banjar $. Lihat Ibid.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
26/222
17
Dari guru-guru di atas, ada beberapa di antara mereka yang
menganugerahkan sanad kitab tertentu yang mata rantainya masih bersambung
dengan penulisnya. Guru yang dimaksud adalah sebagai berikut:13
1. Muhammad Murtadho al-Zabidi. Sanad kitab yang diberikan:
- Sanad Mandzumat al-Rahbiyah
- Sanad Nail al-Authar
- Sanad Sirah Ibnu Ishaq
- Sanad al-Nasyar wa al-Muqaddimah al-Ajrumiyah
- Sanad Kitab al-Tauhid fi Haq Allah
- Sanad Kanz al-Raghibin Syarh al-Minhaj.
- Sanad Taj al-Arusy
2. Muhammad Sulaiman al-Zabidi
- Sanad al-Ghayat wa Taqrib
- Sanad Fath al-Jawad Syarh al-Irsyad
- Sanad Al-Fiyah al-Haditsiyah
- Sanad Hasyiyah Syarh al-Sa`di `ala al-Aqaid
- Sanad Syarah al-Jauharah
- Sanad Mawahib al-saniyah Syarh al-faraid al-Bahiyyah.- Sanad Tarikh Makkah.
3. Syekh Hasan bin Ahmad `Akisy al-Yamani : Fiqh al-Lughah wa sir al-
Arabiyah
4. Syekh Salim bin Abdillah al-Bashri al-Makki: Sanad Sunan al-Nasai
5. Syekh Muhammad bin Abd Karim al-Qadiri, al-Hasani al-Samman al-Madani :
Tasawuf.14
Seperti halnya dengan para ulama Melayu-Indonesia lainnya, selama
berada di Haramain, al-Banjari mempertahankan kontak dan komunikasi secara
13 Khairil Anwar, #Ulama Indunisiyya al-Qarni al-Thamin ~Ashar: Tarjamah
Muhammad Arshad al-Banjaru wa Afkaruhu$, artikel, Studia Islamika; Indonesian Journal forIslamic Studies, Vol 3, Number 4, 1996, h. 144-146.
14Menurut Abu Daudi, al-Banjari telah mendapat ijazah serta kedudukan sebagai
Khalifah. Karena itu, ia diduga kuat mengamalkan Tarekat Sammaniyah. Namun dugaan ini masihdiragukan oleh Zurqani Yahya. Menurutnya, belum bisa dipastikan apakah al-Banjari
mengamalkan tarekat ini karena amalan zikir yang dikemukakan dalam kitab tasawufnya, Kanz al- Ma`rifah, justru berbeda dengan zikir yang biasanya diamalkan dalam tarekat Sammaniyah. LihatZurkani Yahya, #Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di Bidang Teologi dan Tasawuf $
makalah, dipresentasikan pada Seminar Internasional #Pemikiran Syekh Arsyad al-Banjari$ tanggal 4-5 Oktober 203 Banjarmasin, h 21-23.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
27/222
18
terus-menerus dengan tanah airnya, sehingga dia selalu mendapatkan informasi
tentang perkembangan Islam di sana. Dalam konteks ini, diriwayatkan dia
meminta pendapat gurunya, Sulaiman al-Kurdie, menyangkut beberapa
kebijaksanaan agama Sultan Banjar. Dia mendengar bahwa sang Sultan
menerapkan hukuman denda yang berat kepada warga muslimnya yang tidak
melaksanakan shalat Jum'`at berjamaah.15 Al-Banjari juga meminta penjelasan
tentang perbedaan antara pajak dan zakat, karena Sultan mewajibkan warganya
membayar pajak, bukan zakat.16 Jawaban al-Kurdie terhadap beberapa pertanyaan
itu kemudian dikumpul dalam sebuah risalah oleh al-Banjari dengan judul
Fatawa Sulaiman Kurdie.17
Setelah kembali ke Banjarmasin, al-Banjari melakukan beberapa
pembaruan terkait dengan kehidupan beragama di Banjar saat itu. Gagasan
pembaruannya antara lain:
1. Mendirikan pesantren. Pesantren ini adalah lembaga pendidikan Islam
pertama yang berdiri di Kesultanan Banjar. Dengan semangat pendidikan
tinggi, al-Banjari memanfaatkan sebidang tanah pemberian kesultanan itu
untuk mendidik kaum muslim Banjar guna meningkatkan pemahaman mereka
atas ajaran-ajaran dan praktik-praktik Islam. Lembaga al-Banjari ini memilikiruangan-ruangan belajar, pondokan para murid, rumah para guru, dan
perpustakaan seperti halnya dengan pesantren di pulau Jawa. Secara
ekonomis, pesantren ini dapat membiayai dirinya sendiri, karena al-Banjari
dengan para guru dan beberapa santrinya mengolah tanah sekelilingnya untuk
menjadi sawah yang produktif dan kebun-kebun sayuran.18 Sejak saat itu
dan hingga sekarang, lokasi lembaga pendidikan ini lebih dikenal dengan
sebutan #Dalam Pagar $.19
2. Membentuk Mahkamah Syari'ah di Kesutanan Banjar. Al-Banjari
menyarankkan kepada Sultan Banjar agar dibentuk sebuah lembaga dalam
kerajaan yang dipimpin seorang mufti, yang bertugas memberikan fatwa dan
nasehat keagamaan kepada Sultan, dan seorang qadhi yang menangani
15 Azra, Jaringan, h. 253-254
16 Azra, Jaringan, h. 253-254
17 Abu Daudi, Maulana h. 51. ,18
Abu Daudi, Maulana h. 51.19 Abu Daudi, Maulana h. h. 19.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
28/222
19
masalah-masalah perdata Islam seperti pernikahan dan waris. Saran tersebut
diterima oleh Sultan, dan mulai saat itu lembaga Mahkamah Syari`ah telah
terbentuk dengan mufti dan qadhi pertama Muhammad As`ad (Cucu al-
Banjari) dan H. Abu Su`ud (anak al-Banjari sendiri). Langkah ini diambil oleh
al-Banjari untuk menguatkan Islamisasi di Kesultanan Banjar dengan
menjadikan doktrin-doktrin hukum Islam menjadi acuan terpenting dalam
penggadilan kriminal dan masalah-maslah keagamaan dan sosial.20 Sejak saat
itu, hukum Islam berlaku secara efektif kepada masyarakat kerajaan yang
kemudian dikukuhkan oleh Sultan berikutnya, Sultan Adam al-Watsiq Billah
(1825-1857) melalui undang-undang tahun 1835 M.21
Meski Islam telah lama menjadi agama resmi kerajaan, Kesultanan Banjar
baru kali itu memiliki lembaga hukum seperti itu. Sebelum al-Banjari, tidak-
ada usaha serius dari penguasa untuk memajukan kehidupan Islam. Kaum
muslim hanya menjadi kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para
pemeluk Islam, umumnya, hanya terbatas pada orang-orang melayu, itu pun
kepatuhannya sangat minim dan tidak lebih dari pengucapan syahadatain. 22
3. Pembaruan (pemurnian) pemahaman keagamaan masyarakat. Al-Banjari
tidak hanya berkiprah di lembaga pendidikan yang didirikannya dan keluargaistana, tetapi juga pada masyarakat luas. Di sini al-Banjari seringkali
menemukan praktik atau kebiasaan masyarakat Banjar, tradisi para pendahulu
mereka yang, menurut pemahamnnya,bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
al-Banjari tidak mendiamkan namun menjelaskan bahwa tradisi seperti itu
tidak sesuai dengan agama Islam. 23
C. Karya Tulis
20Azra, Jaringan, h. 253.21
Azra, Jaringan, h. 23.22
Azra, Jaringan, h. 315.23 Salah satu tradisi dimaksud adalah upacara Manyanggar Banua, sebuah ritual tahunan
setelah panen yang dimaksudkan untuk menebus kehilafan yang mungkin pernah diperbuat olehanggota masyarakat. Dengan ritual ini masyarakat berharap kampung halaman mereka jadi sucitanpa dosa sehingga segala malapetaka dapat dihindari. Hal yang mencolok dari tradisi ini adalah
berupa sesajen baik yang sudah dimasak maupun masih mentah, dan binatang ternak sepertikambing dan ayam. Sesajen tersebut dibuang ke dalam sumur yang diyakini sebagai tempat bertemunya arwah para leluhur. Baca Tim Peneliti Fakultas Dakwah, "Kritik Syekh Muhamad
Arsyad al-Banjari terhadap Beberapa Kepercayaan Masyarakat Banjar", Pusat Penelitian IAINBanjarmasin, 1999, h 42-49.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
29/222
20
Al-Banjari kembali dari Haramain ketika usianya menginjak enam puluh
dua tahun dan meninggal pada usia seratus dua tahun (1710-1812 M). Selama
empat puluh tahun masa gerakan Islamisasinya di Kerajaan Banjar (1772-1812
M), dia telah melakukan banyak hal demi keberhasilan misinya. Salah satunya
melahirkan karya tulis. Data yang penulis peroleh menunjukkan bahwa selama
hidupnya, al-Banjari telah menghasilkan sebanyak dua belas buah tangan pada
berbagai disiplin ilmu. Namun sangat disayangkan, dari karya-karya tersebut tidak
satupun ditemukan kitab ataupun risalah yang berkaitan dengan hadis dan ilmu
hadis yang dengannya pemikiran al-Banjari tentang hadis dapat ditelaah. Karya-
karya tersebut dikalssifikasi pada kategori berikut:
1. Aqidah dan Akhlak
a. Kitab Ushu>luddi>n
Risalah ini ditulis al-Banjari pada tahun 1188 H (1774 M) dua tahun setelah
tiba di tanah air. Belum pernah diterbitkan, tetapi kemungkinan besar sebagian
isinya sudah diadopsi ke dalam Kitab Parukunan,24
karena ulasannya seputar
pengetahuan dasar aqidah.25
b. Kitab Tuhfat al-Ra>ghibi>n
Meskipun penulis risalah ini tidak jelas menyebutkan namanya, karenahanya ditulis #li ahadi ulama al- Jawi al-a>milin (oleh salah seorang ulama
Indonesia yang berkarya), tetapi menurut kalangan keturunan al-Banjari, risalah
ini tidak diragukan sebagai buah tangan al-Banjari sebab sejak dari dulu secara
turun temurun diajarkan di Martapura.26
Bahkan menurut salah seorang dzurriat-
nya, manuskrip risalah ini kini disimpan secara pribadi oleh salah seorang
cucunya di Dalam Pagar.27 Disamping itu, di dalam kitab ini ditemukan beberapa
kata dan konsep bahasa melayu Banjar yang dipergunakan, gaya bahasanya sama
dengan gaya bahasa al-Banjari pada kitab-kitab lainnya bahkan di dalamnya
24 Kitab ini disusun oleh Fatimah, salah seorang cucu al-Banjari. Kitab ini memiliki peran
besar dalam Islamisasi di Banjar bahkan di beberapa negara Melayu, dijadikan sebagai panduan
dalam ritualitas ibadah. Lihat TIM Peneliti IAIN Antasari, "Pemikiran-Pemikiran KeagamaanSyekh Muhammad Arsyad al-Banjari" 'Laporan Penelitian, Banjarmasin, 1988-1989,h. 57-58.
25Abu Daudi, Maulana, h. 3926
Di antara penulis sejarah yang mengakuinya adalah Abdurrahman Siddik (cucu al-Banjari, Mufti Kerajaan Indragiri Riau w. 1939 M.) dalam karyanya Syajarat al-Arsyadiyah, h. 15;Amir Hasan Bonndan dalam bukunya Suluh Sejarah Kalimantan (Banjarmasin :Fajar, 1953), h.
176. 27Zurqani Yahya, Pemikiran, h. 2.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
30/222
21
ditemukan gambaran al-Banjari tentang pelaksanaan dan keyakinan yang
menyertai berbagai upacara ritual keagamaan masyarakat Banjar.28 Ini semua
mengukuhkan pendapat bahwa karya ini milik al-Banjari.
Risalah ini ditulis pada tahun 1188 H (1774 M). Muhammad Chhatib
Quzwain mengatakan bahwa jika dilihat dari materi pembahasannya, tentang
aqidah dan pemurniannya, kemungkinan risalah ini ditulis untuk kaum elit
masyarakat, seperti raja dan ulama. Naskah risalah ini dapat ditemukan pada
Perpustakaan Nasional (Museum Pusat) Jakarta No. MI.719 (V.d.w.37).29
c. Kitab al-Qaul al-Mukhtasar fi> 'ala>mati al-Mahdi al-Muntadzar
Risalah ini ditulis pada tahun 1196 H (1781M.) Isinya menjelaskan tanda-
tanda akan tibanya hari kiamat, salah satu rukun iman. Risalah yang ditulis dalam
bahasa Melayu-Arab ini terdiri atas sebelas pasal. Pernah diterbitkan oleh Maktab
al-Ahmadiyah di Singapore pada tahun 1356 H (1937 M) berbarengan dengan
kitab Syajarat al-Arsyadiyah karya Abdurrahman Siddiq, cucu al-Banjari.30
d. Kitab Kanz al-Ma'rifa>t
Kitab ini karya al-Banjari di bidang tasawuf. Meskipun sebuah risalah
kecil yang hanya terdiri dari enam halaman, namun isinya dapat dianggap
mencakup struktur minimal suatu ajaran tasawuf. Ulasannya menyangku tentangTuhan dan manusia, dan bagaimana upaya manusia untuk bisa mencapai derajat
tertinggi di sisi Tuhan dalam kehidupan tasawufnya.31
Kitab ini ditulis dengan huruf Melayu ( Pegon) dalam bahasa Melayu yang
ditulis tangan dengan menggunakan tinta hitam dan penomorannya memakai
nomor Arab.32 Salinan naskahnya masih tersimpan pada keturunan al-Banjari, dan
belum pernah diterbitkan.33
e. Kitab Fath al-Rahma>n
Risalah ini sebenarnya adalah karya Syekh Zakariya al-Anshari berjudul:
Fath al-Rahman bi Syarh Risalat al-Wali al-Raslan, sebuah komentar terhadap
28TIM Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h.24.29
Lihat Muhammad Chatib Quzwain, Tasawuf, h. 34.30
Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 25-26.31Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma`rifah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari$ dalam
Drs.H. Fadhal AR Bafadal, M.Sc. dan Asep Saefullah (Ed.), Naskah Klasik Keagamaan Nusantara, Cerminan Budaya Bangsa I (Cet. I; Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan BadanLitbang Agama da Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2005), h. 166.
32
Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma`rifah.33 Abu Daudi, Maulana, h.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
31/222
22
sebuah tulisan tentang ilmu tauhid karya Raslan al-Dimasyqy. Al-Banjari
menerjemahkan risalah ini ka dalam bahasa Melayu dengan huruf pegon yang
ditulis miring di bawah teks aslinya. Risalah ini pernah diterbitkan oleh Toko
Buku Hasanu Banjarmasin, cetakan kedua tahun 1405 H (1985 M.) setebal
sembilan puluh satu halaman. Teks asli berasal dari Muhammad Sa`id bin Ahmad
bin Syekh al-Banjari.34
2. Fiqhi
a. Kitab Luqthatul `Ajlan
Risalah ini ditulis al-Banjari pada tahun 1192 H (1778 M.) untuk
kepentingan dakwahnya di kalangan wanita. Isinya berkenaan dengan masalah
menstruasi dalam kaitannya dengan keabsahan ibadah mereka dan hubungan
suami istri. Belum pernah diterbitkan namun naskah aslinya yang ditulis dengan
huruf Arab berbahasa Melayu masih tersimpan pada salah seorang keturunan al-
Banjari di Dalam Pagar.35
b. Kitab Fara>id
Sesuai dengan namanya, kitab ini mengulas masalah harta warisan dan
cara pembagiannya. Sama dengan karya al-Banjari yang lain, kitab ini juga belum
pernah diterbitkan. Salah satu yang menarik dari kitab ini adalah kontekstualisasial-Banjari terhadap hukum mawaris disesuaikan dengan konteks dan tradisi
Kalimantan Selatan pada saat itu.36
Dalam hal ini al-Banjari mengajukan konsep
harta berpantangan, apabila salah seorang suami atau istri meninggal, maka harta
yang ditinggalkannya harus dibagi dua. Separuhnya itulah yang kemudian dibagi
sesuai dengan hukum mawaris. Hal ini dilakukan karena menurut al-Banjari, harta
tersebut merupakan hasil syirkah antara keduanya.37 Namun sangat disayangkan,
naskah kitab ini tidak ditemukan lagi.
c. Kitab Ilmu Falak
34 Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 29.
35 Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 26.36
Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. h. 61.37 Abu Daudi, Maulana, h. 79.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
32/222
23
Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab, isinya mengulas cara menghitung
kapan terjadinya gerhana matahari dan bulan. Naskah aslinya disimpan oleh salah
seorang keturunan al-Banjari di Dalam Pagar.
Kemampuan al-Banjari di bidang falak menjadikannya sebagai ulama
Melayu-Indonesia yang paling menonjol.38
Ilmu ini boleh jadi diperoleh oleh al-
Bajari dari Syekh Ibrahim al-Rais al-Zamzani saat menempuh halaqah di
Haramain.
d. Kitab Nikah
Kitab ini menjelaskan pengertian wali dan tata cara pelaksanaan aqad
nikah yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad, sehingga tujuan pernikahan
dapat tercapai dan mendapatkan kesucian keturunan.
Naskah asli kitab ini masih tersimpan pada keturunan al-Banjari, dan
pernah diterbitkan di Istanbul pada tahun 1304 H.
Ada yang menyangsikan kitab ini sebagai karya al-Banjari karena di
dalamnya terdapat keterangan bahwa penulisan kitab ini selesai sekitar enam
puluh tahun setelah al-Banjari meninggal. Namun menurut keturunan al-Banjari,
keterangan itu hanya menunjukkan bahwa naskah tersebut adalah salinan dari
kitab aslinya, karya al-Banjari. Salinan ini selesai setelah sekitar enam puluhtahun al-Banjari wafat.39
e. Fata>wa Sulaiman Kurdie.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa saat masih di Haramain, al-Banjari
seringkali bertanya kepada gurunya, di antaranya Sulaiman Kurdie, terkait
masalah-masalah yang berkembang di Tanah Air terutama di Kesultanan Banjar.
Jawaban Sulaiman al-Kurdie itu kemudian ditulis oleh al-Banjari dan diberi judul
Fatawa Sulaiman al-Kurdie.40 Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab, dan belum
pernah diterbitkan. Naskah aslinya masih tersimpan pada keturunannya di Dalam
Pagar.
f. Hasyiyah Fath al-Jawad
Kitab Fath al-Jawad adalah karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, salah
seorang ulama yang cukup berpengaruh tehadap pemikiran fiqhi al-Banjari.
38 Lihat Azyumardi Azra, Jaringan, 252.39
Abu Daudi, Maulana, h. 82.40Abu Daudi, Maulana, h. 82.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
33/222
24
Menurut informasi salah seorang keturunannya, al-Banjari pernah menyusun
sebuah komentar untuk para muridnya mengingat kitab ini sulit dipahami.
Komentar ini ditulis dengan huruf pegon berbahasa Melayu..41
g. Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n
Uraian tentang kitab ini akan dikemukakan pada sub selanjutnya.
3. Al-Qur'an
Karya al-Banjari terkait dengan al-Qur'an hanya satu, yaitu Mushaf al-
Qur`an al-Karim. Sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan ini bahwa
sejak kecil al-Banjari telah memiliki bakat seni lukis yang kemudian
mengantarkan dia tinggal dalam keluarga istana. Setelah kembali dari Haramain,
kemampuan seni itu diekspresikan oleh al-Banjari dengan menulis Mushaf al-
Qur`an khat naskhi. Mushaf ini ditulis dengan tiga jilid masing-masing tediri dari
sepuluh juz.
Mushaf al-Banjari ini merupakan karya yang sangat indah, denganhiasan
dan lukisan yang sangat jarang ditemukan dalamtradisi penulisan Mushaf di dunia
Islam pada umumnya, hiasannya merupakan kombinasi antara budaya Islam
dengan khas Banjar.42
Dengan mempertimbangkan karya-karya al-Banjari yang lebih banyakmengulas persoalan fiqhi maka dapat disebutkakan bahwa dia adalah ulama fiqhi
dan syariat. Tetapi ini tidak berarti dia tidak menguasai bidang lain seperti tasawuf
karena dia juga menulis sebuah karya berjudul Kanz al-Ma`rifah, yang membahas
tentang tasawuf, dan Kitab Ushuluddin, Tuhfat al-Raghibin dan al-Qaul al-
Mukhtshar fi `Alamat Mahdi al-Muntdzar, yang membahas tentang teologi.
E. Corak Pemikiran Keagamaan al-BanjariWarna-warni pemikiran Islam di berbagai aspek telah tercatat oleh sejarah
Islam itu sendiri. Hal ini tidak bisa dihindari mengingat cikal-bakal perbedaan itu
telah terjadi sejak Nabi Muhammad masih hidup dan dilegitimasi oleh beliau. Di
samping karena fiksi-fiksi politis, semboyan bahwa "Islam sa>lih li kulli zama>n
41 Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 29.
42 Abdan Syukri, #Mushaf Syekh al-Banjari$ dalam Fadhal AR Bafadal dan Rosehan
Anwar, Mushaf-Mushaf Kuno Indonesia (Cet. I; Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI,2005), h. 213-217.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
34/222
25
wa maka>n! telah mengilhami para pemikir dan ulama berkreasi melahirkan
pemikiran baru yang lebih akomodatif terhadap perbedaan ruang dan waktu.
Perbedaan itu terus berkembang sampai pada akhirnya terbentuk
kelompok-kelompok dengan identitas dan katraktenya masing-masing. Pada aspek
fiqhi misalnya, dikenal beberapa kelompok mazhab, hanafiyah, malikiyah,
syafiiyah, hanbaliyah , dan lain sebagainya. Aspek teologi ada Asy'ariyah,
muktazilah, jabariyah, dan lain-lain., aspek tasawuf ada corak salafi, sunni,
ittihadi, hululi, wujudi, dan Isyaraqi.43 Perbedaan ini terus bertahan bahkan
berkembang. Ulama-ulama generasi berikutnya seolah tidak mampu menghindar
dan harus "terjebak" pada salah satu corak yang ada. Salah satu ulama yang
dimaksud adalah Muhammad Arsyad al-Banjari.
Pada sub ini akan dideskripsikan corak pemiikiran al-Banjari pada tiga
aspek pemikiran Islam yang disebutkan di atas.
1. Aspek Kalam
Perbedaan pemikiran di bidang teologi berawal dari perbedaan pendapat
para sahabat Nabi soal siapa yang lebih layak dijadikan khalifah pasca kematiam
Nabi Muhammad. Persoalan ini meluas pada perdebatan seputar iman, dengan
masalah, "apakah seorang mukmin yang berbuat dosa besar masih layak disebut beriman?" jwaban terhadap masalah inilah kemudian melahirkan beberapa aliran
dalam teologi Islam.
Dalam konteks ini al-Banjari mengikuti pendapat Asy'ariyah dan
Maturidiyah. Al-Banjari berpendapat bahwa esensi iman adalah tashdi>q,
membenarkan dalam hati. Iman adalah mengukuhkan dan membenarkan Nabi
Muhammad dengan sepenuh hati termasuk segala sesuatu yang diajarkannya.
Pembenaran tersebut harus ditopang dengan pengetahuan pasti (daruri) tanpa
harus dikuatkan dengan dalil.44 Karena itu, "iqrar" (pengakuan secara lisan) tidak
dikategorikan sebagai esensi iman oleh al-Banjari, melainkan hanya sebagai
syarat diperlakukannya segala hkum Islam terhadap dirinya. Artinya, ketika
seseorang ber-tashdiq dengan hatinya dan ber-iqrar dengan lisannya bahwa dia
beriman, maka ia telah beriman secara bathin dan dzahir, yaitu iman yang dalam
43 Abd. Al-Qadir Mahmud, al-Falsafat al-Shufiyah fi al-Islam (Kairo:: Dar al-Fikr al-
A'rabi, 1967), h. k-m.44 Tuhfat al-Raghibin, h. 3.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
35/222
26
pengetahuan Allah dan iman dalam pengetahuan manusia. Sebaliknya, kalau ia
hanya ber-iqrar tanpa tashdiq, ia dianggap belum memiliki iman batin. Karena
itu, jika meninggal dalam keadaan seperti itu akan dimasukkan ke neraka karena
kekufurannya.45 Meskipun demikian, al-Banjari dapat menerima pendapat yang
mengemukakan konsep esensi iman murakkab (terstruktur), yaitu terdiri dari
tasdi>q dan iqra>r. Implikasinya, seseorang belum diakui sebagai mukmin kalau
hanya ber -tasdi>q tanpa ber-iqra>r. Akibatnya akan jadi penghuni neraka.46
Adapun tentang amal , al-Banjari berpendapat hanya bagian dari
kesempurnaan iman, bukan esensi iman.47 Implikasinya, seseorang yang ber-
tasdiq namun tetap berbuat maksiat, masih dikategorikan beriman, selama
maksiatnya bukan hal-hal yang berbau syirik. Ia hanya dicap sebagai mukmin
durhaka. Setelah mati akan dimasukkan ke dalam neraka.
Konsep iman al-Banjari ini berbeda dengan kaum muktazilah yang
berpendapat bahwa ketiganya (tasdi>q, iqra>r dan amal ) merupakan esensi iman.
Karena itu, seseorang belum dapat dikatakan mukmin sebelum ketiga hal tersebut
dilakukannya. Jika seseorang tidak beramal saleh misalnya, maka menurut
pendapat ini, kriteria mukmin telah gugur darinya, namun ia juga belum bisa
diklaim kafir.48
Kelompok Muktazilah memposisikannya di antara dua posisi yangdisebut dengan manzilat bain al-manzilatain, yaitu antara mukmin dan kafir.49
Al-Banjari mengakui bahwa konsep iman yang dianutnya berasal dari dari
Asy'ariyah dan Maturidiyah. Abu Hasan al-Asy'ari (w. 324.H) berpendapat bahwa
esensi iman adalah tasdi>q, dan esensi kafir adalah takdzi>b.50
Pendapat ini
dianut pula oleh al-Gazali (w.505 H) yang secara lebih rinci menjelaskan
argument pendapat itu dalam kitab Ihya Ulum al-Din-nya.51
2. Aspek Fikhi
45 Tuhfat al-Raghibin, h. 3-4.
46 Tuhfat al-Raghibin,h. 3-4, lihat juga Zurkani Jahja, "Pemikiran",, h. 5.47
Tuhfat al-Raghibin,h. 3-.48
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah dan Analisa Perbandingan(Cet. V; Jakarta: UI Press, 1986), h. 1-10.
49 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 1-10.
50Lihat al-Baghdadi, Kitab Usul al-Din (Beirut: Dar al-Faq al-Jadi>dah, 1981), h. 248,
dan Abdurrahman Badawi, Madzahib al-Islamiyah, Jilid I (Beirut: Dar al-'Ilm wa al-Malayin,
19771), h.565.51Abu Hamid al-Ghazali, Ihya 'Ulum al-Din, juz II (Beirut: dar al-Fikr, 1980), h. 14-18.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
36/222
27
Al-Banjari lebih dikenal sebagai ulama fiqhi (syafii) ketimbang di bidang
lain, seperti yang dikemukakan Azyumardi Azra dengan mempertimbangkan
karya-karya dan aktivitasnya setelah kembali dari Haramain.52
Kecenderungan al-Banjari terhadap mazhab ini wajar mengingat di
Indonesia, sejak abad XIII mazhab Syafii telah berkembang luas. Ibnu Bathutah,
seorang musafir dari Tunisia, menceritakan bahwa saat singgah di Samudaera
Pasai Aceh, ia mendapati seorang ulama ber-Mazhab Syafii, ulama yang
dimaksud adalah Raja al-Malik al-Dzahir (1297-1326 M).53
Perkembangan Mazhab Syafii di Indonesia ini diduga karena beredarnya
kitab Sira>t al-Mustaqi>m karya Syekh Nur al-Din al-Raniri (w.1068/1658 M).54
yang berbahasa Melayu dan bermazhab Syafii.55 Kitab ini disusun al-Raniri saat
berada dan disebarkan pertama kali di Aceh,56
pusat kerajaan Islam dan tempat
tujuan para ulama menuntut ilmu agama yang tidak sempat ke Haramain. Kitab
al-Raniri ini juga dibaca oleh al-Banjari dan justru mengilhaminya untuk
menyusun kitab serupa, Sabi>l al-Muhtadi>n.
Kecenderungan al-Banjari terhadap Mazhab Syafii antara lain dapat
dibuktikan dengan kitab-kitab rujukan Sabi>l al-Muhtadi>n-nya seperti al-Tuhfat
karya Ibnu Hajar al-Haitami, Syarh al-Minha>j karya Syekh Zakariya al-Anshari,al-Mughni karya Syekh Khatib Syarbaini dan al-Nihayah oleh Syekh Jamal al-
Ramli, dan lain sebagainya. Semuanya adalah karya ulama Syafiiyah. Di samping
itu, kedua guru terkemuka al-Banjari selama di Haramain, Syekh Athaillah dan
Syekh Sulaiman al-Kurdi merupakan tokoh ulama Syafiiyah.57
52
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII&XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta:Kencana, 2005), h. 316.53
TIM Peneliti IAIN Antasari, h. 54.54 Nama lengkapnya Nur al-Din Muhammad bin Ali bin Hasanji al-Hamid (al-Humaid) al-
Syafii al-Aidarusi al-Raniri. Ia dilahirkan di Ranir salah satu kota pelabuhan tua di pantai Gujarat.Tidak diketahui secara pasti tahun kelahirannya, namun diperkirakan akhir abad ke-16. Meskipundari Gujarat, al-Raniri lebih dikenal sebagai ulama Melayu-Indonesia dari pada India. Mengenai
kedatangannya pertama kali di Aceh, Asyumardi Azra memperkirakan al-Raniri menetap dimelayu selama masa antara selesainya menjalankan ibadah haji pada 1029/1621 dan 1047/1637.Setelah menyusun kitab Sira>t al-Mustaqi>m-nya, al-Raniri kembali ke daerah asalnya tanpa
alasan yang jelas dan tidak pernah kembali ke Aceh lagi. Lihat Azra, Jaringan,h. 202-217.55
Azra, Jaringan,h. 202-217.56 Azra, h. 218.57
Lihat Sirajuddin Abbas, Ulama Syafii dan Kitabnya dari Abad ke Abad (Jakarta:Pustaka Tarbiyah, 1975), h. 422.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
37/222
28
Namun demikian, meskipun bermazhab Syafii al-Banjari tidak lantas
ekstrim terhadap pendapat lain. Bahkan dalam beberapa kasus kadangkala ia
memperkenalkan beberapa pendapat pada masalah tertentu dan mempersilakan
untuk memilih dan mengamalkan salah satu di antaranya dengan ketentuan,
sebelumnya harus berniat untuk mengamalkannya dengan mengikuti pendapat
ulama yang dipilih.58
3. Aspek Tasawuf
Meskipun al-Banjari lebih dikenal sebagai ulama fikhi Syafii, tidaklah
berati ia tidak menguasai tasawuf. Salah satu karya terkenalnya adalah Kanz al-
Ma'rifat, sebuah kitab di bidang tasawuf. Menurut Zurkani Jahja, kitab ini
meskipun hanya risalah kecil, namun isinya dapat dianggap mencakup struktur
minimal suatu ajaran tasawuf. Al-Banjari mengulas tentang Tuhan, manusia dan
bagaimana upaya ! yang seharusnya- ditempuh untuk bisa mencapai derajat
tertinggi di sisi Tuhan.59
Puncak tertinggi tasawuf al-Banjari adalah ma'rifah. Dengan berdasar pada
ungkapan "man arafa nafsah fa qad arafah rabbah" , al-Banjari menuturkan bahwa ma'rifah akan diberikan oleh Tuhan kepada seorang hamba yang berusaha
mengenal-Nya melalui proses pengenalan terhadap dirinya terlebih dahulu.60
Selanjutnya, agar dapat mengenal diri sendiri, al-Banjari mengemukakan tiga hal
yan perlu dilakukan. Pertama, mengenal Nur Muhammad, sebagai asal kejadian
manusia. Kedua, mematikan diri sebelum mati yang sebenarnya, yaitu dengan
keyakinan tidak ada yang mempunyai sifat seperti kuasa berkehendak, hidup
kecuali Allah. Ketiga, men- fana-kan diri dalam qudrat, iradat, dan ilmu Allah
swt.61
Al-Banjari juga dikenal sangat ketat dan tegas dalam menjalankan syariat,
seperti shalat fardhu, mengikuti petunjuk Allah dan Nabi Muhammad, agar
menjadi hamba. Seseorang juga harus melakukan zikir dengan cara tertentu,
58 Al-Banjar i Sabila al-Muhtadin, Juz II, h. 122-123.
59 Zurkani Jahja, h. 20.60
Zurkani Jahja, h. 20.61 Zurkani Jahja, h. 20.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
38/222
29
sehingga keluar masuk nafasnya selalu ingat kepada Allah.62 Al-Banjari termasuk
ulama yang antipati terhadap faham wujudiyah yang berkembang saat itu. Salah
satu buktinya adalah fatwa kafir terhadap Abdul Hamid, ulama dari Bugis yang
berfaham wujudiyah di Banjar. Akhirnya, Sultan Banjar pada saat itu memutuskan
eksekusi mati terhadapnya.63
Paparan di atas menunjukkan bahwa corak tasawuf yang dianut oleh al-
Banjari adalah tasawuf sunni64 yang lebih menonjolkan keharusan melakukan
syariat. Al-Gazali, salah seorang tokoh sufi sunni, adalah salah satu rujukan al-
Banjari dalam mengemukakan faham tasawufnya. Seperti halnya dengan al-
Banjari, Ia juga menolak proses ittiha>d, hulu>l dan wahdat al-wujud
sebagaimana yang dianut oleh sufi non sunni.65
Menyangkut tarekat yang diamalkan oleh al-Banjari, beberapa pendapat
menyebutkan bahwa ia adalah pengamal tarekat Samma>niyah dan dianggap
paling bertanggung jawab atas tersebarnya tarekat ini di Kalimantan.66 Saat
belajar di Madinah, al-Banjari sempat menerima tarekat ini dari Muhammad bin
Abd. Karim al-Qadiri al-Hasani, yang lebih dikenal dengan al-Samma>ni al-
Madani.67
Beberapa pendapat berbeda menyebutkan bahwa belum bisa dipastikanapakah al-Banjari menganut tarekat Samma>niyah atau tidak. Hal ini diperumit
dengan bentuk zikir yang disebutkan dalam kitab kanz al-Ma'rifah-nya itu.
Menurut pendapat ini, zikir-zikir yang dikemukakan justru berbeda dengan zikir
62 Zurkani Jahja, h. 20.
63 Lihat Zarqani Jahya, h. 23. Rekomendasi eksekusi mati ini dibantah oleh MuhammadIryad Zein, salah seorang keturunan al-Banjari di Banjarmasin. Menurutnya, al-Banjari tidakterlibat dalam eksekusi tersebut. Keputusannya murni dari Sultan Banjar, Sultan Tahmidullah, saat
itu. Lihat Muhammad Irsyad Zein dan Hatim Salman dalam Riwayat Hidup Syekh MuhammadArsyad al-Banjari, "Makalah" dipresentasikan dalam seminar Internasional Pemikiran SyekhMuhammad Arsyad al-Banjari, Banjarmasin, tanggal 4-5 Oktober 2003, h. 30. Hemat penulis,Pembelaan ini dapat dimaklumi sebagai upaya keturunan al-Banjari untuk dapat memperbaiki
hubungan yang dirasakan kurang harmonis dengan keluarga Abdul Hamid sampai saat ini..64
Dalam sebuah sidang promosi S3, Mulyadi Kartanegara pendapat bahwa penggunaantasawuf sunni dalam konteks ini tidak tepat. Pada dasarnya istilah ini lebih tepat jika dalam
diperbandingkan dengan sufi-sufi syiah.65
Lihat Zarkani Jahja, h. 21.66 Azra, Jaringan, h. 317. hal ini juga diakui oleh Syarwani Abdan, seorang ulama
keturunan al-Banjari di Bangil ( w. 1989M.). ia menyebutkanbahwa al-Banjari memperkenalkantarekat sammaniyah di Kalimantan Selatan. Bahkan keturunan al-Banjari di Martapuramenyebutkan bahwa al-Banjari adalah Khalifah Syekh Samma>n di Kalimantan selatan. Lihat
Zarkani Jahja,, h. 21.67 Lihat Muhammad Irsyad Zen, h. 8.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
39/222
30
yang dianut dan diamalkan dalam tarekat Samma>niyah.68 Bahkan zikir tersebut
sama dengan zikir yang diajarkan dalam tarekat Sazdiliyah, karena itu ada
pendapat yang menyebutkan bahwa al-banjari justru menganut tarekat ini.69
Namun Zarkani Jahja, seorang peneliti tasawuf dari Kalimantan Selatan,
menjelaskan bahwa keragaman dugaan tarekat anutan al-Banjari ini tidak terlepas
dari keragaman tarekat yang pernah dianut oleh gurunya, Syekh Muhammad
Samma>n.70 Menurut Martin Van Bruinessen, Muhammad Samma>n peernah
menganut beberapa tarekat seperti, Khalwatiyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan
Syadziliyah. Syekh Samma>n dikenal sufi yang mampu mengkombinasi berbagai
bentuk zikir dari beberapat tarekat yang berbeda tersebut.71
Boleh jadi, bentuk
zikir yang dikemukakan oleh al-Banjari dalam kitab Kanz al-Ma'rifat itu adalah
salah satu yang dipelajarinya dari guru tasawwufnya itu.
Dari pembahasan beberapa sub di atas dapat ditegaskan kembali bahwa al-
Banjari merupakan salah seorang ulama Indonesia abad XVIII yang turut berjasa
dalam proses perkembangan Islam di Indonesia dan negara-negara Melayu secara
umum. Peran al-Banjari ini dapat dilihat dari gagasan-gagasan pembaruan dan
karya-karyanya, hasil interaksi dan kepeduliannya terhadap masyarakat Islam saat
itu. Karya-karya al-Banjari ini dapat dipetakan ke dalam beberapa aspek kajianIslam, teologi, fikhi dan tasawuf, yang pada gilirannya, dari karya tersebut corak
pemikiran al-Banjari pada ketiga aspek pemikiran itu dapat ditelaah. Hasil
penelaahan terhadap karya-karya al-Banjari menemukan pada aspek teologi,
pemikiran al-Banjari lebih cenderung pada ahl al-sunnah wa al-Jama'ah, yaitu
As'ariyah dan Maturidiyah. Pemikiran fikhinya sangat setia terhadap mazhab
Syafiiyah, sedangkkan tasawufnya becorak sunni yang tetap ketat dalam
pengamalan syariat.
68 Zarkani Jahja, h. 21-22.
69 Zurkani Jahja, h. 21-22.
70 Zurkani Jahja, h. 21-22. 71
Lihat Van Martin Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonnesia (Bandung: Mizan, 1995), h. 56-57.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
40/222
30
BAB III
METODOLOGI SABI>n
Identifikasi yang dimaksud dalam tulisan ini meliputi latar belakang
penulisan kitab, metode dan sistematika penyusunan kitab ini.
1. Latar Belakang
KitabSabi>l al-Muhtadi>n merupakan karya monumental al-Banjari.
Disusun ketika al-Banjari berumur enam puluh sembilan tahun atas permintaan
Sultan Tahmidullah bin Tamjidullah, penguasa Kerajaan Banjar saat itu.1
Penulisan kitab ini dimulai pada tahun 1779 M. dan selesai pada tahun 1780, itu
berarti untuk menyusun kitab ini al-Banjari memerlukan waktu kurang lebih dua
tahun.
Disamping karena permintaan Sultan, al-Banjari melihat bahwa Kitab
Sira>t al-Mustaqi>m2 karya Nuruddin al-Raniri, sebuah kitab fikhi berbahasa
Melayu yang muncul lebih dahulu, kurang efektif bagi masyarakat Banjar secara
khusus dan warga Melayu -selain Aceh- secara umum. Menurut al-Banjari, di
dalam kitab ini terdapat kalimat-kalimat yang diserap dari Bahasa Aceh sehinggasangat sulit bagi warga lain untuk memahaminya, kecuali bagi mereka yang telah
memiliki pengetahuan dasar fikhi sebelumnya. Namun saat itu, orang-orang yang
ahli fikhi sangat sulit ditemukan. Karena itulah al-Banjari menyusun kitab ini
yang dia namai dengan : Sabi>l al-Muhtadi>n li al-Tafaqquh fi Amri al-Di>n!
dan lebih dikenal dengan Sabi>l al-Muhtadi>n saja.
Meski demikian, al-Banjari dengan rendah hati mengakui dalam
muqaddimah-nya bahwa kitabnya ini tidaklah melebihi Kitab Sira>t al-
Mustaqi>m itu. Menurutnya, karya al-Raniri tersebut merupakan kitab fikhi
1 Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabi>l al-Muhtadi>n li al-Tafaqquh fi Amri al-Din(Jakarta; Maktabah Nur al-Tsaqa>fah al-Islamiyah, t.th.) , h.3.
2 Kitab ini diterbitkan dan dicetak di bagian pinggir kitab Sab>il al-Muhtadi>n. Al-Raniri
menuturkan bahwa, kitab ini disusun karena permintaan salah seorang temannya untuk memenuhikebutuhan masyarakat Aceh terhadap kitab fiqhi yang bisa dibaca dan dipahami oleh mereka.
Kitab ini disusun selama sepuluh tahun, 1044 H-1054 H (1634 M-1644 M). Lihat Sira>t al- Mustaqi>m dalam Sabi>l al-Muhtadi>n, Juz I, h.4 dan Juz II, h. 267.
-
8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin
41/222
31
terbaik dalam bahasa Melayu, uraiannya dikutip dari beberapa kitab fikhi
Syafiiyah yang terkenal dan dilengkapi dengan nas-nas al-Qur`an dan hadis.3
Kitab ini terdiri dari dua juz, pertama setebal 250 halaman dan juz kedua
terdiri 269 halaman. Ditulis dengan huruf pegon berbahasa Melayu. Naskah kitab
ini beredar di kalangan ulama dan masyarakat umum, khususnya di Kalimantan
Selatan lebih dari seratus tahun dalam bentuk salinan tangan al-Banjari. Baru pada
tahun 1300 H (1882 M) kitab ini dicetak di Istanbul, kemudian dicetak ulang di
Mekkah dan Kairo.4 Penerbitan kitab terlaksana berkat jasa seorang ulama
Fathani, Syekh Ahmad bin Muhammad Zein bin Musthafa al-Fathani. Karena
itulah, maasyarakat Fathani dan Malaysia lebih dulu mengenal kitab ini
ketimbang masyarakat Banjar dan Indonesia secara umum.5
Pada perkembangan selanjutnya, kitab ini diterbitkan di mana-mana
termasuk di Singapura dan Indonesia. Bahkan, dalam kajian ini, referensi penulis
adalah terbitan Indonesia.
2. Metode dan Sistematika Penyusunan
Sebagai kitab fikhi, kitab ini disusun oleh al-Banjari seperti halnya kitab-
kitab fikhi lainnya. Al-Banjari mengikuti pola Sira>t al-Mustaqi>m, karya al-Raniri, kitab yang menjadi sumber inspirasinya.6 Dan dari sisi metodologi, kedua
kitab ini tidak memiliki perbedaan. Metode yang digunakan adalah metode
tematis. Setiap pembahasan selalu dimulai dengan menentukan tema terlebih
dahulu. Tema sentral dikemukakan pa
top related