abstraksi/analisis...1 abstraksi analisis likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas pada kpri “...
Post on 14-Apr-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ABSTRAKSI
Analisis likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas pada KPRI “ guru “
Sumberlawang
tahun 1999-2002
Wiwik Sulistyowati
F3300222
Para pemakai laporan keuangan KPRI adalah para anggota koperasi dan pemakai lainnya yang mempunyai kepentingan terhadap koperasi seperti calon anggota koperasi, bank, kreditor dan kantor pajak. Agar para pemakai laporan keuangan koperasi mudah mendapat gambaran dan kondisi keuangan koperasi secara jelas, maka mereka perlu mengadakan analisis terhadap laporan keuangan koperasi. Analisis dapat menggunakan rasio likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas.
Dari faktor likuiditas selama tahun 1999-2002 yaitu current ratio adalah sebesar: 193,85%; 171,48%; 160,32%; 151,90% current ratio tertinggi dicapai pada tahun 1999, kinerja keuangan KPRI paling baik selama 4 periode dalam hal KPRI mampu menyediakan aktiva lancar yang cukup besar untuk memenuhi hutang lancarnya.Dari quick ratio adalah sebesar: 191,28%; 169,39%; 158,95% dan 148,95% kemampuan KPRI dalam menyediakan aktiva lancar-persediaan untuk menjamin hutang lancarnya pada tahun 2002 paling rendah selama 4 periode. Dari WCTA adalah sebesar: 37,20%; 33,83%; 32,52%; 29,3% secara umum dapat dikatakan kondisi KPRI dilihat dari WCTA kurang likuid.
Dari faktor rentabilitas selama tahun 1999-2002 yaitu net profit margin adalah sebesar: 7,57%; 6,87%; 9,21% dan 11,4%. Dari rentabilitas modal sendiri adalah sebesar: 21,51%; 2,53%; 4,56% dan 6,55. Kemudian return on asset adalah sebesar: 1,48%; 1,29%; 2,00% dan 2,68%. Dari ketiga rasio tersebut kondisi KPRI dalam keadaaan rentabel.
Dari faktor solvabilitas selama tahun 1999-2002 dilihat dari total debt to equity adalah sebesar: 69,19%; 96,26%; 127,75% dan 143,87%. Dari total debt to total capital asset adalah sebesar: 40,90%; 49,05%; 59,09% dan 59%. long term debt to equity yang dicapai selama 4 periode adalah sebesar: 2,13%; 3,36%; 4,95% dan 6,37%.
Berdasarkan temuan diatas maka penulis memberi saran yang bermanfaat bagi KPRI untuk tahun berikutnya yaitu mempertahankan tingkat likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Sehingga koperasi dapat memenuhi kewajibannya, SHU yang dihasilkan menjadi maksimal.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan keuangan pada perusahaan memberikan gambaran tentang
perkembangan dan kinerja usaha perusahaan. Laporan keuangan adalah hasil
akhir dari proses akuntansi yang dilakukan secara cermat dan tepat yang akan
digunakan untuk kepentingan internal maupun eksternal perusahaan. Laporan
keuangan dibuat oleh manajemen dengan tujuan mempertangungjawabkan
tugas yang dibebankan kepadanya oleh pemilik perusahaan. Laporan
keuangan terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal dan
laporan arus kas. Neraca menyajikan aktiva dan kewajiban perusahaan pada
periode tertentu. Laporan laba-rugi menyajikan berbagai unsur kinerja
keuangan perusahaan, pendapatan, laba-rugi usaha dan beban perusahaan.
Laporan perubahan modal menggambarkan aktivitas pergerakan modal pada
awal periode menjadi modal pada akhir periode tertentu. Laporan arus kas
menyajikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas dari
suatu perusahaan melalui laporan arus kas yang mengklasifikasikan arus
berdasarkan aktivitas operasi, investasi maupun pendanaan (financing) selama
periode akuntansi.
Agar dapat mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan dari
perusahaan, para pengguna laporan keuangan perlu mengadakan interprestasi
atau analisis terhadap laporan keuangan. Analisis laporan keuangan dilakukan
oleh beberapa pihak seperti:
1. Manajer
Manajer perlu menganalisis laporan keuangan untuk mengetahui keadaan
dan perkembangan keuangan perusahaan yang dipimpinnya. Dengan hasil
analisis laporan keuangan mereka dapat mengetahui kelemahan dan
kelebihan perusahaan. Dengan mengetahui kelemahan perusahaan manajer
akan berusaha memperbaiki rencana, strategi perusahaan dan melakukan
tindakan – tindakan koreksi yang diperlukan.
2. Kreditor
Kreditor perlu menganalisis laaporan keuangan perusahaan untuk
mengambil keputusan dalam memberi atau menolak permintaan kredit
perusahaan yang bersangkutan. Kreditor bersedia memberi kredit kepada
perusahaan yang memberikan keyakinan bahwa perusahaan penerima
kredit tersebut mampu mengembalikan kredit tepat pada waktunya.
3. Investor
Tujuan investor menanamkan modal dalam perusahaan adalah untuk
mendapat hasil yang sesuai dengan harapannya. Sebelum investor
menanamkan modal ke suatu perusahaan, maka perlu menganalisis
laporan keuangan untuk mendapatkan gambaran tentang pendapatan atau
laba yang dicapai oleh perusahaan. Investor akan dapat mengetahui berapa
rate of return dari dana yang akan diinvestasikan dalam suatu perusahaan.
Untuk melakukan analisis laporan keuangan maka diperlukan suatu
ukuran tertentu yang disebut rasio. Menurut Riyanto (1995: 329) rasio adalah
alat dalam arithmatical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara dua macam data finansial. Analisis rasio dapat diartikan
perbandingan masing-masing elemen yang ada pada laporan keuangan secara
individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Rasio keuangan bila
diperbandingkan akan dapat menggambarkan baik buruknya kondisi keuangan
perusahaan sehingga bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Rasio yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Rasio likuiditas.
Likuiditas adalah kemampuan untuk menyediakan alat-alat likuid. Rasio
likuiditas digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan dalam
menyediakan alat-alat likuid untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih
(munawir, 1993: 31).
2. Rasio rentabilitas
Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama suatu periode tertentu. Rasio rentabilitas digunakan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
3. Rasio solvabilitas
Untuk mengetahui kemampuan suatu perusahaan dalam membayar utang
jangka panjang dan utang jangka pendek bila perusahaan tersebut
dilikuidasi, maka dapat menggunakan rasio solvabilitas.
Mengingat begitu pentingnya laporan keuangan, maka seharusnya
perusahaan membuat laporan keuangan dengan baik, demikian juga dengan
badan usaha seperti koperasi perlu dan dianjurkan untuk membuat laporan
keuangan yang baik.
Landasan yang mengatur tentang laporan keuangan koperasi dalam
UU No.25 Tahun 1992 tentang perkoperasian:
1. Pasal 30
Ayat 1.d pengurus bertugas mengajukan laporan keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
2. Pasal 35
Setelah tahun buku koperasi ditutup paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum diselenggarakan RAT, pengurus menyusun laporan tahunan
yang memuat sekurang-kurangnya :
Ayat 1.a: perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun
buku yang baru berlalu dan perhitungan hasil usaha tahun
bersangkutan serta penjelasan dokumen tersebut.
Ayat 1.b: keadaan dan usaha koperasi serta hasil usaha yang dapat
dicapai.
Laporan keuangan koperasi menurut PSAK No.27 terdiri dari laporan
hasil usaha, neraca, laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota dan
catatan atas laporan keuangan. Neraca memberikan gambaran dan informasi
mengenai aktiva, kewajiban dan modal koperasi pada periode tertentu.
Laporan hasil usaha memuat hasil usaha anggota, tentang pendapatan dan
beban usaha hasil akhirnya berupa SHU. Laporan arus kas menyajikan
informasi mengenai perubahan kas yang meliputi saldo awal kas, penerimaan
kas, pengeluaran kas dan saldo akhir kas pada periode tertentu. Laporan
promosi ekonomi adalah laporan yang menyajikan manfaat ekonomi yang
diperoleh anggota koperasi selama periode tertentu.
Dalam pasal 33, ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bangun
perekonomian yang sesuai adalah koperasi.
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun
1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dari pengertian diatas terdapat 2 segi penting dalam koperasi:
1. Segi Ekonomi
Koperasi adalah badan usaha, artinya suatu badan usaha yang
menjalankan suatu usaha di bidang ekonomi ( produksi, simpan pinjam,
konsumsi, pembelian, penjualan dan lain-lain ) untuk memenuhi
kepentingan dan kesejahteraan anggotanya.
2. Segi Sosial
Koperasi adalah kumpulan orang – orang yang bekerja sama berdasarkan
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Sedangkan dalam UUD 1945 pasal 33, ayat 1 beserta penjelasannya,
koperasi adalah salah satu badan usaha yang berdasarkan atas kekeluargaan
dan motif koperasi adalah service motif yang artinya bahwa pelaksanaan
kegiatan usaha koperasi semata – mata ditujukan bagi kesejahteraan para
anggotanya, dan bukanlah profit motif yang kegiatannya semata – mata untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Seperti dijelaskan bahwa
KPRI bukan badan usaha yang bermotif laba namun demikian dalam
kegiatannya harus pula memegang prinsip ekonomi untuk mendapat
keuntungan akan tetapi keuntungan tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan
bersama anggota – anggotanya.
KPRI – Guru Sumberlawang merupakan salah satu koperasi dengan
Badan Hukum No: 6938a/ B.H/PAD/KWK.II/X/96, Tanggal 31 Oktober.
Koperasi ini beranggotakan PNS dan pensiunannya dalam jajaran kantor
cabang dinas pendidikan Kecamatan Sumberlawang. Kegiatan usaha yang
dijalankan KPRI adalah unit simpan pinjam yang melayani kegiatan simpan
pinjam anggotanya, unit pertokoan yang kegiatannya penjualan barang
kebutuhan sehari – hari, usaha sewa gedung dan kursi.
Seperti dijelaskan diatas bahwa KPRI menjalankan usaha dibidang
ekonomi maka KPRI perlu melakukan kegiatan akuntansi yang baik yang
pada akhirnya nanti akan menghasilkan suatu laporan keuangan yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan manajemen (pihak intern) dan pihak
luar KPRI yang berkepentingan dengan laporan keuangan tersebut (pihak
ekstern). Laporan keuangan KPRI – Guru Sumberlawang terdiri dari neraca
dan laporan hasil usaha. Neraca menyajikan informasi mengenai aktiva,
kewajiban dan modal KPRI pada periode tertentu. Laporan hasil usaha
menyajikan informasi mengenai pendapatan dan beban usaha serta beban
koperasi selama periode tertentu, perhitungan ini menyajikan hasil usaha yang
disebut SHU.
Para pemakai laporan keuangan KPRI adalah para anggota koperasi
dan pemakai lainnya yang mempunyai kepentingan terhadap koperasi seperti
calon anggota koperasi, bank, kreditor dan kantor pajak. Agar para pemakai
laporan keuangan koperasi mudah mendapat gambaran dan kondisi keuangan
koperasi secara jelas, maka mereka perlu mengadakan analisis terhadap
laporan keuangan koperasi.
Anggota koperasi perlu menganalisis laporan keuangan untuk
menilai pertanggungjawaban pengurus dan menilai prestasi pengurus. Calon
anggota akan menilai manfaat yang dapat diberikan koperasi kepadanya bila
mereka menjadi anggota koperasi. Bagi bank dan kreditor perlu menganalisis
laporan keuangan koperasi adalah sebagai bahan pertimbangan untuk
menetukan jumlah sumberdaya, karya dan jasa yang akan diberikan kepada
koperasi. Sedangkan bagi kantor pajak sebelum mereka menetapkan pajak
yang akan dibebankan kepada koperasi, mereka perlu menganalisis laporan
keuangan koperasi terlebih dahulu.
Salah satu cara untuk menganalisis laporan keuangan adalah dengan
cara membuat rasio keuangan, rasio keuangan yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut.
1. Rasio likuiditas
Likuiditas badan usaha adalah kemampuan badan usaha untuk membayar
hutang – hutang yang telah jatuh tempo. Badan usaha seperti koperasi
dikatakan likuid bila mampu membayar hutangnya yang telah jatuh
tempo.
2. Rasio rentabilitas
Rentabilitas badan usaha adalah kemampuan badan usaha untuk
menghasilkan laba dengan jumlah modal yang menghasilkan laba
tersebut.
3. Rasio solvabilitas
Solvabilitas badan usaha adalah kemampuan badan usaha untuk melunasi
hutang yang telah jatuh tempo bila badan usaha tersebut dibubarkan.
Penelitian pada Koperasi Pegawai Telkom Surakarta (Hariyanto, 2000)
menggunakan rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas. Dalam mencari RMS
menggunakan rumus laba sebelum pajak dibagi modal sendiri, dalam
mencari NPM menggunakan rumus laba sebelum pajak dibagi pendapatan.
Penelitian yang dilakukan penulis pada KPRI Guru Sumberlawamg
menggunakan rasio likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Penulis mencari
RMS menggunakan rumus SHU setelah pajak dibagi modal sendiri,
kemudian dalam mencari NPM menggunakan rumus SHU setelah pajak
dibagi penjualan dan pendapatan jasa. Penelitian pada KPRI Karyawan di
Plupuh Sragen (Karyadi, 2001) menggunakan rasio likuiditas, rentabilitas,
aktivitas dan leverage. Penelitian yang dilakukan penulis pada KPRI Guru
Sumberlawang menggunakan rasio likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas.
Penelitian pada KPRI Kabupaten Wonogiri (Sulistyaningsih, 2002)
menggunakan likuiditas, solvabilitas, aktivitas dan laporan arus kas. Dalam
mencari NPM menggunakan rumus SHU setelah pajak dibagi penjualan.
Penelitian yang dilakukan penulis pada KPRI Guru Sumberlawang
menggunakan rasio likuiditas, remtabilitas dan solvabilitas. Dalam mencari
NPM menggunakan rumus SHU setelah pajak dibagi penjualan dan
pendapatan jasa.
B. Perumusan Masalah
Dalam menyusun tugas akhir, penulis ingin menganalisis laporan
keuangan dalam hal ini adalah neraca dan laporan sisa hasil usahapada KPRI -
Guru Sumberlawang untuk periode 1999, 2000, 2001, 2002. Berdasarkan
uraian diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut.
1. Berapa tingkat likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas dilihat dari posisi
laporan keuangan KPRI untuk periode 1999, 2000, 2001, 2002 ?
2. Berapa besar perubahan yang terjadi pada tingkat likuiditas, rentabilitas
dan solvabilitas untuk periode 1999, 2000, 2001, 2002 ?
3. Bagaimana kinerja keuangan KPRI selama 4 periode ?
C. Manfaat
Bagi koperasi adalah sebagai berikut.
1. Menilai tingkat kinerja keuangan KPRI, dilihat dari tingkat likuiditas,
rentabilitas dan solvabilitas selama tahun 1999, 2000, 2001dan 2002.
2. Mengevaluasi kebijakan yang dengan kinerja keuangan KPRI.
Bagi anggota koperasi adalah sebagai berikut.
1. Menilai tingkat kinerja keuangan KPRI dilihat dari tingkat likuiditas,
rentabilitas dan solvabilitas selama tahun 1999, 2000, 2001, 2002.
2. Menilai pertanggungjawaban pengurus.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, manfaat
bagi koperasi dan bagi anggota koperasi, dan sistematika
penulisan.
BAB.II GAMBARAN UMUM KPRI GURU SUMBERLAWANG
Menggambarkan sejarah berdirinya KPRI, tujuan yang ingin
dicapai KPRI, keanggotaan, susunan organisasi, bagan stuktur
organisasi, kegiatan – kegiatan yang dilakukan KPRI dan
perkembangan modal serta usaha pada KPRI
Bab III ANALISIS
Berisi landasan teori yang melandasi penulis melakukan analisis,
mencakup arti laporan keuangan, analisis laporan keuangan dan
temuan.
Bab IV REKOMENDASI
Terdiri dari kesimpulan dan saran – saran yang penulis berikan
sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi kebijakan yang akan
dilakukan KPRI pada saat yang akan datang.
BAB II
GAMBARAN UMUM KPRI - GURU SUMBERLAWANG
A. Sejarah Berdirinya KPRI - Guru Sumberlawang
KPRI – Guru Sumberlawang dulu bernama KPN - Guru
Sumberlawang. Sebelum berdiri sendiri KPN – Guru Sumberlawang menjadi
satu dengan KPN – Guru Gemolong. Pada tanggal 1 maret 1966 dalam rapat,
KPN - Guru Sumberlawang memisahkan diri dari KPN - Gemolong dan
menyatakan berdiri sebuah KPN – Guru Sumberlawang. KPN - Guru
Sumberlawang berdiri dengan Badan Hukum No:141/B.H/VI/26/12, Tanggal
25 Agustus 1966. Dengan munculnya UU No.12 Tahun 1967 tentang pokok –
pokok perkoperasian badan hukum tersebut perlu diadakan penyesuaian
sehingga menjadi sebuah Badan Hukum dengan nomor
No:141/B.H/IV/26/12 – 67, Tanggal 10 Mei 1969. 6938 / B.H /VI
UU No.12 Tahun 1967 mengalami perubahan menjadi UU No.25 Tahun
1992 tentang perkoperasian maka badan hukum KPN tersebut perlu diubah lagi
menjadi Badan Hukum No:6938.a/B.H/PAD/KWK.II/X/96, Tanggal 31
Oktober sampai sekarang. Dengan diubahnya badan hukum tersebut maka
berubah pula nama KPN – Guru Sumberlawang menjadi KPRI – Guru
Sumberlawang. KPRI – Guru Sumberlawang berada di Jl.Raya Solo –
Purwodadi Desa Mojopuro Kecamatan Sumberlawang.
Berdasarkan UU No.25 Tahun 1992 tentang pokok – pokok perkoperasian
dijelaskan bahwa, koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang
– orang atau badan hukum. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
atas azas kekeluargaan.
Pengertian bentuk koperasi dalam PP No. 60 Tahun 1959 (Pasal 13, Bab
IV) adalah tingkat – tingkat koperasi yang didasarkan pada cara pemusatan,
penggabungan dan perindukannya. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
terdapatlah 4 bentuk koperasi yaitu sebagai berikut.
1. Koperasi primer : Adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang,
minimal 20 anggota.
2. Koperasi pusat : Adalah koperasi yang beranggotakan minimal 5
koperasi primer.
3. Koperasi gabungan : Adalah koperasi yang beranggotakan minimal 3
koperasi pusat.
4. Koperasi induk : Adalah koperasi yang beranggotakan minimal 3
koperasi gabungan.
Dilihat dari bentuk koperasinya KPRI – Guru Sumberlawang dapat
digolongkan ke dalam bentuk Koperasi primer karena berkedudukan di
kecamatan yang anggotanya adalah orang – orang yang mempunyai wilayah
kerja kecamatan, di lembaga kecamatan dan sekolah – sekolah di kecamatan.
Sedangkan untuk Koperasi Pusat (KPRI pusat) berkedudukan di ibukota
Kabupaten Sragen yang anggotanya adalah KPRI – KPRI.
B. Tujuan
Guru SD pada umumnya ekonominya relatif kurang, sehingga tidak dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari
maka dihimpun dana untuk membentuk suatu koperasi yang bernama KPRI-
Guru Sumberlawang.
Secara umum tujuan KPRI – Guru Sumberlawang adalah sebagai berikut.
1. Mensejahterakan anggota dan keluarganya.
2. Dengan tercapainya kesejahteraan maka diharapkan para PNS dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Secara khusus tujuan KPRI – Guru Sumberlawang adalah memenuhi
kebutuhan sehari – hari masyarakat sekitarnya.
C. Keanggotaan
Semua PNS (Guru SD, Guru Agama SD, Penjaga SD, dan Staf Kantor)
dan pensiunannya dalam jajaran (kantor cabang dinas pendidikan Kecamatan
Sumberlawang). Secara rinci keadaan anggota selama 3 tahun terakhir sebagai
berikut:
Tabel II. 1
Keanggotaan KPRI Guru Sumberlawang Tahun 2003
Keadaan L P Jml L P Jml L P Jml
Awal th 188 100 288 186 100 286 186 102 288
Masuk
Keluar
2
4
1
1
3
5
4
4
4
2
8
6
1
4
-
-
1
4
Akhir th 186 100 286 186 102 288 183 102 285
Keterangan :
L: Laki-laki, P: Perempuan
D. Bagan Struktur Organisasi
Bagan struktur organisasi yang dimaksud disini adalah gambaran tentang
pembagian tugas di KPRI. Pengurus koperasi terdiri dari ketua, sekretaris,
bendahara, anggota I, dan anggota II. Pengurus koperasi ini dipilih melalui
Rapat Anggota Tahunan (RAT). Susunan pengurus KPRI – Guru
Sumberlawang masa bakti 2001 – 2003 hasil pemilihan pada RAT tanggal 6
februari 2001 adalah sebagai berikut.
Gambar II.1.
Struktur Organisasi KPRI Guru Sumberlawang
Ketua L. Suparno, Spd
Pengawas Sukarno, Ama Pd
Sekretaris Marwanto, Spd
Bendahara Santoso, Ama Pd
Seleksi Kredit Muchson
Seleksi Tabungan Drs.A.Rokhani
Anggota
Tabel II.2
Pembagian Tugas Pengurus KPRI Guru Sumberlawang
Jabatan Di
Koperasi
Nama Tugas
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Anggota I
Anggota II
L.Suparno, Spd
Marwanto, Spd
Santoso, Ama.Pd
Drs. H. A. Rokhani
Muchson, S. Ag
- Pertanggung jawaban umum
- organisasi
- pengembangan dan penelitian
- administrasi organisasi
- penataran / pelatihan
- humas
- administrasi keuangan
- invertaris
- kasir
- simpanan dan tabungan
- perusahaan
- perkreditan
- perusahaan
Pengawas atau dalam bahasa inggrisnya disebut Controlling adalah
merupakan salah satu fungsi dari manajemen. Dalam UU No.25 Tahun 1992
Pasal 39 dijelaskan.
1. Pengawas bertugas
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan koperasi.
b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
2. Pengawas berwenang
a. Meneliti catatan yang ada pada koperasi.
b. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
Susunan pengawas KPRI – Guru Sumberlawang masa bakti 2001 – 2003
hasil pemilihan pada RAT tanggal 6 Februari 2001 adalah sebagai berikut:
Tabel II.3
Pembagian Tugas Pengawas KPRI Guru Sumberlawang
Jabatan Di Koperasi Nama
Ketua pengawas
Anggota
Anggota
Sukarno, Ama.Pd
Kusdi, Ama.Pd
Paimin, Ama.Pd
Karyawan / Petugas Pembantu
Karyawan / Petugas Pembantu bertanggung jawab kepada pengurus.Pembagian
tugas karyawan / Petugas Pembantu diatur sebagai berikut:
Tabel II.4
Pembagian Tugas Karyawan KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tugas Di Koperasi Nama Kolektor Angsuran Sumarno, SE Pertokoan Sulastri, Ama.Pd Pengelola Gedung Suparlan Penjaga / sewa kursi Tukimin
E. Kegiatan Organisasi
1. RAT
2. RAP
3. Rapat di PKPRI
4. Rapat di Dekopinda
5. Rapat di KPRI tetangga
6. Rapat Pengurus
7. Rapat Pleno
F. Perkembangan KPRI – Guru Sumberlawang
1. Perkembangan Modal
Modal dalam suatu koperasi sangat penting, modal digunakan untuk
menjalankan kegiatan koperasi sehari – hari.
Modal KPRI terdiri dari :
a. Modal sendiri
- Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan atau
sama nilainya yang wajib dibayarkan oleh anggota koperasi pada saat
masuk menjadi anggota.
- Simpanan Wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus
sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu
dan kesempatan tertentu.
- Simpanan Terpimpin adalah simpanan untuk modal sendiri dari anggota
hanya sampai jumlah tertentu.
- Simpanan Tanah adalah simpanan untuk mendapatkan tanah.
- Cadangan modal adalah cadangan yang dibentuk dari sisa SHU yang
diperoleh setiap tahun buku yang dimaksudkan untuk pemupukan
modal untuk pengembangan usaha dan untuk menutup resiko kerugian.
- Simpanan IKPRI adalah simpanan pada IKPRI.
- Cadangan pembangunan gedung adalah cadangan yang dibentuk dari
sisa SHU yang diperoleh setiap tahun buku yang dimaksudkan untuk
pembangunan gedung.
- Resiko Kredit adalah cadangan bila terjadi kerugian atau
menghanguskan kredit macet.
- Simpanan Hari Tua simpana untuk modal sendiri dari anggota setiap
bulan hanya dapat diambil bila keluar dari koperasi.
b. Modal Pinjaman modal yang diperoleh dari luar anggota.
2. Perkembangan Bidang Usaha
Untuk meningkatkan pendapatan KPRI, maka KPRI menjalankan usaha
– usaha sebagai berikut:
a. Unit Simpan Pinjam: melayani kegiatan menabung dan simpan pinjam
anggota
b. Unit Pertokoan: kegiatannya penjualan barang kebutuhan sehari-hari.
c. Usaha Sewa Gedung: melayani kegiatan sewa gedung kepada
masyarakat umum.
d. Usaha Sewa Kursi: melayani kegiatan sewa kursi kepada masyara umum.
e. Investasi di KPRI
BAB III
ANALISIS
A. Laporan Keuangan
A.1. Arti Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan secara jelas sifat dan
perkembangan perubahan yang dialami perusahaan dari waktu kewaktu,
sangat dianjurkan agar perusahaan menyusun laporan keuangan
komperatif. Laporan keuangan dapat diartikan berbeda-beda oleh
beberapa pihak seperti di bawah:
Laporan keuangan adalah data keuangan yang biasanya disusun
pada akhir periode. Data tersebut terdiri dari neraca atau data posisi
keuangan, data pendapatan atau data laba dan rugi (Myer,1980: 217).
Data tersebut menggambarkan ringkasan pertanggungjawaban dari suatu
perusahaan. Sedangkan menurut Baridwan (1997: 17), Laporan keuangan
adalah ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
satu tahun buku yang bersangkutan. Menurut Riyanto (1995: 327),
Laporan keuangan memberikan iktisar mengenai keadaan keuangan suatu
perusahaan.
Bagi sebuah badan usaha seperti koperasi, sebuah laporan
keuangan adalah sangat penting manfaatnya maka dianjurkan bahwa
koperasi juga harus membuat laporan keuangan. Laporan keuangan
koperasi adalah bagian dari pertanggungjawaban pengurus tentang tata
kehidupan koperasi. Penulis akan jelaskan tentang laporan yang dibuat
oleh perusahaan dan laporan keuangan yang dibuat oleh koperasi.
Laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan adalah sebagai berikut.
a. Neraca
Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan pada
periode tertentu, memberi gambaran dan informasi mengenai aktiva,
kewajiban dan modal.
b. Laporan Laba-Rugi
Laporan yang menunjukkan hasil usaha dan biaya-biaya selama suatu
periode akuntansi.
c. Laporan Perubahan Modal
Laporan yang menunjukkan sebab-sebab perubahan modal pada awal
periode menjadi modal pada akhir periode
d. Laporan Arus Kas
Laporan yang menyajikan informasi tentang penerimaan dan
pengeluaran kas dari kegiatan investasi, pembelanjaan (financing) dan
kegiatan usaha.
Laporan keuangan yang dibuat koperasi menurut PSAK No.27 adalah
sebagai berikut.
a. Neraca
Neraca disusun secara sistematis agar dapat memberikan gambaran
dan informasi mengenai aktiva, kewajiban dan modal koperasi pada
periode tertentu.
a. Laporan Hasil Usaha
Laporan hasil usaha koperasi memuat hasil usaha anggota.
Perhitungan hasil usaha menyajikan informasi tentang pendapatan dan
beban – beban usaha maupun beban koperasi selama periode tertentu
perhitungan ini menyajikan hasil akhir yang disebut dengan SHU
(Sisa Hasil Usaha).
c. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai perubahan kas yang
meliputi saldo awal kas, sumber penerimaan kas, pengeluaran kas dan
saldo akhir kas pada periode tertentu.
d. Laporan Promosi Ekonomi
Laporan promosi ekonomi anggota adalah laporan yang menyajikan
manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi selama periode
tertentu. Laporan tersebut dibagi menjadi 4 unsur.
1. Manfaat ekonomi dari pembelian barang dan pengadaan jasa.
2. Manfaat ekonomi dari pemasaran dan pengadaan bersama.
3. Manfaat ekonomi dari simpan pinjam lewat koperasi.
4. Manfaat ekonomi dalam bentuk pembagian SHU
A.2. Karakteristik Laporan Keuangan Koperasi adalah sebagai berikut.
1. Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari pertanggung-
jawaban pengurus kepada anggota di dalam rapat anggota tahunan.
2. Laporan keuangan koperasi biasanya meliputi neraca atau laporan
posisi keuangan, laporan perhitungan rugi – laba dan laporan
perubahan posisi keuangan yang penyajiannya dilakukan secara
komparatif.
3. Laporan keuangan koperasi bukan merupakan laporan keuangan
konsolidasi dari koperasi – koperasi.
A.3. Tujuan Laporan keuangan
Secara umum adalah sebagai berikut.
a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen
atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Sedangkan tujuan laporan keuangan koperasi adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui manfaat menjadi anggota koperasi.
b. Mengetahui prestasi keuangan koperasi selama satu periode
tertentu dengan SHU dan manfaat keanggotaan koperasi sebagai
ukuran.
c. Mengetahui sumberdaya ekonomis yang dimiliki koperasi,
kewajiban dan kekayaan bersih, dengan pemisahan antara yang
berkaitan dengan anggota dan bukan anggota.
d. Mengetahui transaksi, kejadian dan keadaan yang mengubah
sumberdaya ekonomis, kewajiban dan kekayaan bersih dalam suatu
periode dengan pemisahan antara yang berkaitan dengan anggota dan
bukan anggota.
e. Mengetahui informasi penting lainnya yang mungkin
mempengaruhi likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas koperasi.
A.4. Kegunaan Laporan Keuangan
Laporan keuangan dapat digunakan untuk beberapa pihak. Pihak –
pihak yang berkepentingan terhadap hasil atau data laporan keuangan
Perusahaan adalah sebagai berikut.
1. Manajer
Manajer perlu menganalisis laporan keuangan untuk mengetahui
keadaan dan perkembangan keuangan perusahaan yang dipimpinnya.
Dengan hasil analisis laporan keuangan mereka dapat mengetahui
kelemahan dan kelebihan perusahaan. Dengan mengetahui kelemahan
perusahaan manajer akan berusaha memperbaiki rencana, strategi
perusahaan dan melakukan tindakan – tindakan koreksi yang
diperlukan.
2. Kreditor
Kreditor perlu menganalisis laaporan keuangan perusahaan untuk
mengambil keputusan dalam memberi atau menolak permintaan kredit
perusahaan yang bersangkutan. Kreditor bersedia memberi kredit
kepada perusahaan yang memberikan keyakinan bahwa perusahaan
penerima kredit tersebut mampu mengembalikan kredit tepat pada
waktunya.
3. Investor
Tujuan investor menanamkan modal dalam perusahaan adalah untuk
mendapat hasil yang sesuai dengan harapannya. Sebelum investor
menanamkan modal ke suatu perusahaan, maka perlu menganalisis
laporan keuangan untuk mendapatkan gambaran tentang pendapatan
atau laba yang dicapai oleh perusahaan. Investor akan dapat
mengetahui berapa rate of return dari dana yang akan diinvestasikan
dalam suatu perusahaan.
Sedangkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
keuangan koperasi adalah: Anggota koperasi sendiri beserta pejabat
koperasi, pemakai lainnya adalah yang mempunyai kepentingan terhadap
koperasi diantaranya adalah calon anggota koperasi, bank, kreditur dan
kantor pajak. Kegunaan Laporan Keuangan bagi mereka adalah sebagai
berikut.
1. Menilai pertanggungjawaban pengurus
2. Menilai prestasi pengurus
3. Menilai manfaat yang diberikan koperasi terhadap anggotanya
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jumlah sumberdaya
karya dan jasa yang akan diberikan kepada koperasi
A.5. Metode Analisis Laporan Keuangan
1. Metode Analisis Horisotal
Analisis dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa
periode contohnya untuk tahun I, tahun II, tahun III sehingga dapat
diketahui perkembangannya untuk setiap periode.
2. Metode Analisis Vertikal
Analisis dengan membandingkan antara pos atau rekening yang
satu dengan yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut sehingga
dapat diketahui keadaan keuangan hasil operasi pada periode itu saja.
Dapat diartikan sebagai hubungan – hubungan kwantitatif yang
terdapat diantara jumlah yang terdapat dalam neraca pada periode
tertentu. Contohnya: perbandingan antara aktiva tetap dengan jumlah
aktiva seluruhnya pada awal dan akhir tahun.
3. Metode Analisis Rasio
Dalam melakukan analisis laporan keuangan maka diperlukan
suatu ukuran tertentu yang disebut rasio. Menurut Riyanto (1995:329)
rasio adalah alat dalam arithmatical terms yang dapat digunakan
untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial.
Analisis rasio dapat diartikan perbandingan masing-masing elemen
yang ada pada laporan keuangan secara individu atau kombinasi dari
kedua laporan tersebut. Rasio keuangan bila diperbandingkan akan
dapat menggambarkan baik buruknya kondisi keuangan perusahaan
sehingga bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan.
Rasio yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
4. Rasio likuiditas.
Likuiditas adalah kemampuan untuk menyediakan alat-alat likuid.
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan
dalam menyediakan alat-alat likuid untuk memenuhi kewajiban
pada saat ditagih (munawir, 1993: 31).
2. Rasio rentabilitas
Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba selama suatu periode tertentu. Rasio rentabilitas digunakan
untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba.
3. Rasio solvabilitas
Untuk mengetahui kemampuan suatu perusahaan dalam membayar
utang jangka panjang dan utang jangka pendek bila perusahaan
tersebut dilikuidasi, maka dapat menggunakan rasio solvabilitas.
A. Analisis Rasio
B.1. Rasio Likuiditas
Likuiditas dapat diartikan kemampuan potensial untuk memenuhi
kewajiban – kewajiban. Kemampuan potensial ini diukur dengan
kekayaan yang tersedia untuk membayar utang - utangnya. Likuiditas
juga dapat diartikan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang –
hutangnya yang telah jatuh tempo. Likuiditas intern adalah kemampuan
membayar kepada pihak koperasi sendiri seperti pembayaran upah,
pembelian bahan baku. Sedangkan likuiditas ekstern adalah kewajiban
membayar kepada pihak luar koperasi. Bila likuiditas intern buruk,
seperti upah tidak lancar akan mengganggu kelancaran produksi.
Sedangkan jika likuiditas ekstern tidak baik akan berakibat kepercayaan
pihak luar kepada koperasi akan berkurang, bila suatu saat koperasi ingin
mendapatkan kredit dari pihak luar.
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menyediakan alat-alat likuid sehingga dapat memenuhi kewajiban
finansialnya pada saat ditagih (Munawir 1993:31 ). Macam - macam
rasio likuiditas
1. Current Ratio
Likuiditas dapat dihitung dari neracanya, yaitu membandingkan
jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Perbandingan ini disebut
curent ratio. Menurut Djarwanto (1995:140) Standar rasio yang
digunakan bagi perusahaan jasa atau non profit adalah 1:1 atau 100%,
artinya apabila sebuah perusahaan mempunyai CR >100% maka
dianggap sudah mencukupi atau likuid sedangkan CR <100%dapat
dikatakan kurang baik likuiditasnya.
Rumus CR = Aktiva lancar X100% Hutang Lancar
Tabel III.1.
Current Ratio KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999 - 2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
Aktiva Lancar (a)
Hutang Lancar(b)
Current Ratio
= a/b X 100%
710.456.590
366.502.665
193,85%
963.022.585
561.586.125
171,48%
1.427.758.730
890.584.960
160,32%
1.762.950.485
1.160.586.090
151,90%
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.2.
Perbandingan Current Ratio KPRI “Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999 – 2002
Current Ratio Naik / Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas2001
193,85% 171,48% 160,32% 151,90% (22.37%) (11.16%) (8.42%)
Dari tabel III.1 dan tabel III.2
Pada tahun 1999 current ratio sebesar 193,85%, artinya setiap
Rp.1,00 hutang lancar dijamin oleh Rp.1,9385 aktiva lancar KPRI. Pada
tahun 2000 current ratio sebesar 171,48%, artinya setiap Rp.1,00 hutang
lancar dijamin oleh Rp.1,7148 aktiva lancar KPRI. Pada tahun 2001 current
ratio sebesar 160,32%, artinya setiap Rp.1,00 hutang lancar dijamin oleh
Rp.1,6032 aktiva lancar KPRI. Pada tahun 2002 current ratio sebesar
151,90%, artinya setiap Rp.1,00 hutang lancar dijamin oleh Rp.1,5190 aktiva
lancar KPRI. Selama tahun 1999 – 2003 mengalami penurunan, yang
menunjukkan semakin menurunnya kemampuan KPRI untuk membayar
hutang – hutangnya yang telah jatuh tempo.
Selama tahun 1999 – 2002 current ratio tertinggi dicapai pada tahun
1999 ini menunjukkan kinerja keuangan KPRI tahun 1999 baik. Current ratio
terendah dicapai pada tahun 2002, menunjukkan kinerja keuangan KPRI
tahun 2002 menurun dalam hal menambah hutang lancar yang cukup besar
tapi tidak diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar yang cukup besar
pula.Walaupun current ratio mengalami penurunan, tetapi current rasio
>100%, yang artinya bahwa jumlah aktiva lancar masih lebih besar dibanding
jumlah hutang lancar sehingga aktiva lancar bisa menjamin hutang lancar.
Apabila diukur dengan standar current ratio yang digunakan yaitu 100%
KPRI masih dapat memenuhi hutang lancar dengan aktiva lancar yang
dimiliki. Dengan current ratio yang >100%, dapat dikatakan bahwa KPRI
“Guru” Sumberlawang selama tahun 1999 – 2002 dalam keadaan likuid.
2. Quick Ratio
Quick ratio digunakan agar kita lebih yakin dalam mengukur tingkat
likuiditas. Dalam quick ratio yang digunakan adalah aktiva lancar yang paling
likuid (kas, piutang, simpanan di bank) dikurangi persediaan dibagi dengan
hutang lancar. Jika current ratio tinggi tetapi quick ratio rendah menunjukkan
investasi dalam persediaan sangat besar. Suatu perusahaan yang mempunyai
quick ratio kurang dari 1:1 atau 100% dianggap kurang baik likuiditasnya
(Riyanto, 1995:28).
III.3
Quick Ratio KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
Aktiva Lancar-
Persediaan (a)
Hutang Lancar (b)
Quick Rasio
= a/b x 100 %
701.047.415
366.502.665
191,28%
951.254.660
561.586.125
169,39%
1.410.807.080
890.584.960
158,41%
1.728.657.485
1.160.586.090
148,95%
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.4
Perbandingan Quick Ratio KPRI “ Guru “ Sumber Lawang
Tahun 1999-2002
Quick Ratio Naik/ Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
191,28% 169,39% 158,41% 148,95% (21,89%) (10,98%) (9,46%)
Rumus QR = Aktiva Lancar – Persediaan X100% Hutang Lancar
Dari Tabel III.3 dan Tabel III.4
Pada Tahun 1999 Quick Ratio sebesar 191,28% artinya setiap hutang
lancar Rp 1,00 dijamin oleh aktiva lancar tanpa persediaan sebesar Rp 1,928.
Pada Tahun 2000 Quick Ratio sebesar 169,39% artinya setiap hutang lancar
Rp 1,00 dijamin oleh aktiva lancar tanpa persediaan sebesar Rp 1,6939. Pada
Tahun 2001 Quick Ratio sebesar 158,41% artinya setiap hutang lancar Rp
1,00 dijamin oleh aktiva lancar tanpa persediaan sebesar Rp 1,5841. Pada
Tahun 2002 Quick Ratio sebesar 148,95% artinya setiap hutang lancar Rp
1,00 dijamin oleh aktiva lancar tanpa persediaan sebesar Rp 1,4895.
Selama tahun 1999-2002 Quick Ratio tertinggi dicapai pada tahun
1999, ini menunjukkan kinerja keuangan KPRI tahun 1999 paling baik. Quick
Ratio dari tahun ke tahun cenderung menurun, dapat dilihat dari hutang lancar
yang bertambah relatif cukup besar tapi tidak diimbangi dengan usaha
menambah aktiva lancar yang besar pula. Selisih antara Quick Ratio dengan
Current Ratio yang besar berarti investasi dalam persediaan juga besar.
Selama 4 periode selisih antara Quick ratio dengan Current ratio yang paling
besar adalah pada tahun 2002 sebesar 2,95%, ini berarti investasi dalam
persediaan pada tahun 2002 paling besar. Walaupun dari tahun ke tahun
Quick Ratio cenderung turun tapi Quick Ratio tersebut masih >100 %. Bila
dilihat dari standar 100 %, KPRI masih mampu memenuhi kewajiban
lancarnya dengan aktiva lancar tanpa persediaan. Sehingga dapat dikatakan
KPRI “ Guru “ Sumberlawang dalam keadaan likuid.
3. Working Capital to Total Asset
Likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja rasio ini
menggambarkan potensi cadangan kas yang tersedia akibat selisih antara
aktiva lancar dengan hutang lancar. Standar yang digunakan menurut
Wirasasmita dan Kenangasari (1993:39) adalah 50% artinya bila WCTA
<50% maka likuiditas dari total aktiva dan modal kerja dikatakan dalam
keadaan yang kurang likuid.
Tabel III.5
Working Capital to Total Asset KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
Aktiva Lancar-
Hutang Lancar (a)
Total Aktiva (b)
WCTA
= a/b x 00
343.953.925
924.687.020
37,20%
401.436.460
1.186.349.725
33,84%
537.173.770
1.651.658.780
32,52%
602.364.405
2.058.412.245
29,3%
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.6
Rumus WCTA = Aktiva Lancar - Hutang Lancar X100% Total Aktiva
Perbandingan WCTA KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Working Capital to Total Asset Naik/ Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
37,20% 33,84% 32,53% 29,3% ( 3,36 %) ( 1,32 % ) ( 3,22 % )
Dari Tabel III.5 dan Tabel III.6
Pada Tahun 1999 Working Capital to Total Asset sebesar 37,20%,
berarti 37,20% Total Aktiva bisa diubah menjadi kas dalam waktu pendek,
setelah melunasi hutangnya. Pada Tahun 2000 Working Capital to Total Asset
sebesar 33,84%, berarti 33,84% Total Aktiva bisa diubah menjadi kas dalam
waktu pendek, setelah melunasi hutangnya. Pada Tahun 2001 Working
Capital to Total Asset sebesar 32,52%, berarti 32,52% Total Aktiva bisa
diubah menjadi kas dalam waktu pendek, setelah melunasi hutangnya. Pada
Tahun 2002 Working Capital to Total Asset sebesar 29,3%, berarti 29,3%
Total Aktiva bisa diubah menjadi kas dalam waktu pendek, setelah melunasi
hutangnya.
WCTA dari tahun ke tahun cenderung turun, penyebabnya yang utama
adalah naiknya hutang lancar yang besar, sedangkan naiknya aktiva lancar
cenderung sedikit. Secara umum bisa dikatakan KPRI “ Guru “
Sumberlawang dilihat dari WCTA kurang liquid karena WCTA < 50 %.
B.2. Rasio Rentabilitas
Rentabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang dibandingkan dengan modal yang
digunakan. Rentabilitas juga dapat diartikan hasil bersih dari berbagai
kebijaksanaan dan keputusan ( Husnan,1995: 75 ).
Dalam suatu perusahaan yang mempunyai keuntungan yang besar
belum tentu perusahaan tersebut mempunyai rentabilitas yang tinggi pula.
Macam – macam rasio rentabilitas adalah sebagai berikut.
1. Net Profit Margin
Yaitu perbandingan antara laba bersih usaha dibandingkan dengan
penjualan bersih. Rentabilitas pada koperasi dapat dihitung dengan cara
SHU setelah pajak dibandingkan dengan penjualan bersih dan pendapatan
(penerimaan jasa). Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin besar
laba yang diperoleh dari aktivitas penjualan dan pendapatan.
Tabel III.7
Rumus Net Profit Margin = SHU setelah pajak X100% Penjualan dan pendapatan
Net Profit Margin KPRI “GURU” Sumberlawang
Tahun 1999 – 2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
SHU Setelah pajak (a) 13.729.702 15.299.842 33.064.857 55.252.512
Penjualan & Pendapatan(b) 181.280.370 222.704.805 359.152.140 484.203.185
Net Profit Margin
a/b x 100 %
7,57% 6,87% 9,21% 11,41%
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.8
Perbandingan Net Profit Margin KPRI “GURU” Sumberlawang
Tahun 1999 – 2002
Net Profit Margin Naik/Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
7,57% 6,87% 9,21% 11,41% 0,7% 2,34% 2,2%
Dari tabel III.7 dan tabel III.8
Pada tahun 1999 Net Profit Margin sebesar 7,57%, artinya setiap Rp
1,00 penjualan dan pendapatan menghasilkan SHU netto Rp 0,0757. Pada
tahun 2000 Net Profit Margin sebesar 6,87%, artinya setiap Rp 1,00
penjualan dan pendapatan menghasilkan SHU netto Rp 0,0687. Pada tahun
2001 Net Profit Margin sebesar 9,21%, artinya setiap Rp 1,00 penjualan dan
pendapatan menghasilkan SHU netto Rp 0,0921. Pada tahun 2002 Net Profit
Margin sebesar 11,41%, artinya setiap Rp 1,00 penjualan dan pendapatan
menghasilkan SHU netto Rp 0,1141. Selama tahun 1999 – 2002 Net Profit
Margin mengalami kenaikan, kinerja keuangan KPRI selama tahun 1999 –
2002 semakin baik, dalam hal menghasilkan SHU netto lewat penjualan dan
pendapatan (penerimaan jasa).
2. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan perusahaan dengan
seluruh modal sendiri yang digunakan dalam perusahaan untuk dapat
menghasilkan laba. Rumus RMS yang digunakan oleh Erika Dwi Sari
adalah sebagai berikut.
Sedangkan rumus RMS yang digunakan KPRI GURU Sumberlawang
adalah sebagai berikut.
Tabel III.9
Rumus RMS = SHU Setelah Pajak X 100% Modal Sendiri
Rumus RMS = SHU Setelah Pajak X 100% Modal Sendiri
Rentabilitas Modal Sendiri KPRI “ Guru “ Sumber Lawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
SHU setelah pajak (a)
Modal Sendiri (b)
RMS = a/b x 100 %
13.729.702
546.527.835
2,51%
15.299.842
603.482.170
2,53%
33.064.857
725.200.925
4,56%
55.252.512
844.053.445
6,55%
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.10
Perbandingan RMS KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Rentabilitas Modal Sendiri Naik/ Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
2,51% 2,53 % 4,56% 6,55% 0,02% 2,03% 1,99%
Dari Tabel III.9 dan Tabel III.10
Pada Tahun 1999 RMS sebesar 2,5% artinya setiap Rp 1,00 modal
sendiri dapat menghasilkan laba Rp 0,0251. Pada Tahun 2000 RMS sebesar
2,53% artinya setiap Rp 1,00 modal sendiri dapat menghasilkan laba Rp
0,025.Pada Tahun 2001 RMS sebesar 4,56% artinya setiap Rp 1,00 modal
sendiri dapat menghasilkan laba Rp 0,0456. Pada Tahun 2002 RMS sebesar
6,55% artinya setiap Rp 1,00 modal sendiri dapat menghasilkan laba Rp
0,0655.
RMS tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar 6,55% menunjukkan
kinerja keuangan KPRI pada tahun 2002 paling baik didalam hal mengolah
modal sendiri KPRI untuk menghasilkan SHU.
3. Return on Asset (ROA)
ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
keseluruhan aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan
sehingga menghasilkan laba.
Tabel III.11
Return on Asset KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
SHU setelah pajak (a)
Total Aktiva (b)
Return on Asset
= a/b x 100
13.729.702
924.687.020
1,48%
15.299.842
1.186.349.725
1,29%
33.064.857
1.651.658.780
2,00%
55.252.512
2.058.412.245
2,68 %
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.12 Perbandingan Return on Asset KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
ROA = SHU Setelah Pajak X 100% Total Aktiva
Return on Asset Naik/ Turun
1999
1,48%
2000
1,29%
2001
2,00%
2002
2,68%
2000 atas 1999
( 0,19% )
2001 atas 2000
0,71%
2002 atas 2001
0,68%
Dari Tabel III.11 dan Tabel III.12
ROA tahun 1999 sebesar 1,48% berarti SHU setelah pajak Rp.0,148
dibiayai Rp. 1 total aktiva. ROA tahun 2000 sebesar 1,29% berarti SHU
setelah pajak Rp. 0,129 dibiayai Rp. 1 total aktiva. ROA tahun 2001 sebesar
2,00% berarti SHU setelah pajak Rp.0,2 dibiayai Rp. 1 total aktiva. ROA
tahun 2002 sebesar 2,68% berarti SHU setelah pajak Rp.0,268 dibiayai Rp. 1
total aktiva. ROA dari tahun ke tahun semakin meningkat, menunjukkan
efektifitas pada aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan
dengan menghasilkan laba semakin meningkat.
B.3. Rasio Solvabilitas
Solvabilitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk
memenuhi semua kewajiban finansialnya apabila perusahaan tersebut
dibubarkan.
Bila suatu saat perusahaan tersebut dibubarkan, tidak mampu
melunasi semua hutang – hutangnya maka perusahaan tersebut dikatakan
tidak solvabel atau insolvable. Macam – macam rasio solvabilitasadalah
sebagai berikut.
a. Total Debt to Equity Ratio.
Yaitu untuk mengetahui berapa besar modal sendiri yang dimiliki
perusahaan untuk menjamin total hutang yang harus dibayar. Cara
menghitungnya adalah dengan membandingkan total utang dengan modal
sendiri.
Tabel III.13
Total Debt to Equity KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
Total Hutang (a)
Modal sendiri (b)
Total Debt to Equity
= a/b x 100
378.159.185
546.527.835
69,19 %
581.867.555
604.482.170
96,26 %
926.457.855
725.200.925
127,75 %
1.214.358.790
844.053.455
143,87 %
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.14 Perbandingan Total Debt to Equity KPRI “ Guru “ Sumber Lawang
Tahun 1999-2002
Total Debt to Equity Naik/ Turun
Rumus = Hutang Lancar + Hutang Jangka Panjang 100% Modal Sendiri
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
69,2 % 96,26 % 127,75 % 143,87 % 27,06 % 31,49 % 16,12 %
Dari Tabel III.13 dan Tabel III.14
Pada Tahun 1999 Total Debt to Equity sebesar 69,191 % artinya setiap
Rp 1,00 modal sendiri menjamin hutang lancar dan hutang tetap Rp 0,6919.
Pada Tahun 2000 Total Debt to Equity sebesar 96,26 % artinya setiap Rp
1,00 modal sendiri menjamin hutang lancar dan hutang tidak lancar Rp
0,9626. Pada 2001 Total Debt to Equity sebesar 127,75 % artinya setiap Rp
1,00 modal sendiri menjamin hutang lancar dan hutang tidak lancar Rp
1,2775. Pada Tahun 2002 Total Debt to Equity sebesar 143,87 % artinya
setiap Rp 1,00 modal sendiri menjamin hutang lancar dan hutang tidak
lancar Rp 1,4387.
Dari tahun 1999-2000 Rasio Total Debt to Equity cenderung
meningkat, mengakibatkan solvabilitas KPRI semakin menurun. Secara
umum kenaikan rasio Total Debt to Equity disebabkan naiknya total hutang
yang cukup besar sedangkan kenaikan modal sendiri sedikit.Pada tahun
1999-2000 KPRI masih mampu membayar total hutang dengan modal yang
dimlikinya bila KPRI dibubarkan. Kondisi KPRI “ Guru “ Sumberlawang
tahun11999-2000 masih Solvabel.
Sedangkan pada Tahun 2001 dan 2002, KPRI tidak mampu melunasi
hutang lancar dan hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang
dimilikinya bila koperasi tersebut dibubarkan. Total Debt to Equity > 100
%, jumlah hutang yang menjadi beban melebihi jumlah modal sendiri
mengakibatkan KPRI “ Guru “ Sumberlawang dalam keadaan Insolvabel.
2. Total Debt to Capital Asset
Yaitu untuk mengetahui berapa besar total aktiva perusahaan yang
digunakan untuk menjamin total hutang. Cara menghitungnya adalah
dengan membandingkan total hutang dengan total aktiva perusahaan.
Tabel III.15
Total Debt to Total Capital Asset KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
Total Hutang (a)
Aktiva (b)
Total Debt to Capital
Asset = a/b x 100
378.159.185
924.687.020
40,90%
581.867.555
1.186.349.725
49,05 %
926.457.855
1.651.658.780
56,09 %
1.214.358.800
2.058.412.245
59 %
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.16
Perbandingan Total Debt to Capital Asset KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Total Debt to Capital Asset Naik/ Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
Rumus = Total Hutang 100% Total Aktiva
40,90% 49,05 % 56,09 % 59 % ( 8,15%) 7,04 % 2,91 %
Dari Tabel III.15 dan Tabel III.16
Pada Tahun 1999 Total Debt to Capital Asset sebesar 40,90% artinya
setiap Rp 1,00 Aktiva menjamin total hutang Rp 0,4090. Pada Tahun 2000
Total Debt to Capital Asset sebesar 49,05% artinya setiap Rp 1,00 Aktiva
menjamin total hutang Rp 0,4905. Pada Tahun 2001 Total Debt to Capital
Asset sebesar 56,09% artinya setiap Rp 1,00 Aktiva menjamin total hutang
Rp 0,5609. Pada Tahun 2002 Total Debt to Capital Asset sebesar 59%
artinya setiap Rp 1,00 Aktiva menjamin total hutang Rp 0,59. Selama 4
perode Total Debt to Total Capital Asset mengalami kenaikan. Kenaikan
rasio ini mengindikasikan naik turunnya solvabilitas KPRI. Bila rasio ini
naik maka solvabilitas KPRI menurun.
Rasio terendah dicapai pada tahun 1999 yaitu 49,90%, aktiva yang
dimiliki KPRI masih cukup besar untuk membayar hutang-hutang bila suatu
saat KPRI dibubarkan. Secara umum kenaikan rasio ini adalah akibat
naiknya total hutang. Walaupun total hutang naik tapi diimbangi dengan
naiknya aktiva dan aktiva tersebut masih lebih besar tapi bisa untuk
melunasi hutang-hutang KPRI.
Kondisi KPRI dilihat dari Rasio Total Debt to Capital Asset adalah
Solvabel, ini menunjukkan kinerja keuangan KPRI masih baik dalam hal
menyediakan aktiva yang dimiliki agar bisa melunasi hutangnya yang juga
bertambah.
3. Long Term Debt to Equity Ratio
Yaitu untuk mengetahui berapa besar modal sendiri yang dimiliki
perusahaan untuk menjamin hutang jangka panjang. Semakin besar long
term debt to equity ratio, semakin kecil kemampuan KPRI menjamin utang
jangka panjang dengan modal sendiri yang dimiliki koperasi.
Tabel III.17
Long Term Debt to Equity KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Keterangan 1999 2000 2001 2002
Utang Jangka Panjang (a)
Modal Sendiri (b)
Long Term Debt to Equity
= a/b x 100 %
11.656.520
546.527.835
2,13 %
20.281.430
604.482.170
3,36 %
35.872.895
725.200.925
4,95 %
53.772.720
844.053.445
6,37 %
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Tabel III.18
Perbandingan Long Term Debt to Equity KPRI “ Guru “ Sumberlawang
Tahun 1999-2002
Long Term Debt to Equity Naik / Turun
1999 2000 2001 2002 2000 atas 1999 2001 atas 2000 2002 atas 2001
2,13 % 3,36 % 4,95 % 6,37 % 1,23 % 1,59 % 1,42 %
Rumus = Hutang Jangka Panjang 100% Modal Sendiri
Dari tabel III.17 dan tabel III.18
Pada tahun 1999 Long Term Debt to Equity sebesar 2,13 % berarti
setiap Rp 1,00 modal sendiri menjamin hutang jangka panjang Rp 0,0213..
Pada tahun 2000 Long Term Debt to Equity sebesar 3,36 % berarti setiap
Rp1,00 modal sendiri menjamin hutang jangka panjang Rp 0,036. Pada
tahun 1999 Long Term Debt to Equity sebesar 4,95% berarti setiap Rp 1,00
modal sendiri menjamin hutang jangka panjang Rp 0,0495. Pada tahun 1999
Long Term Debt to Equity sebesar 6,37% berarti setiap Rp 1,00 modal
sendiri menjamin hutang jangka panjang Rp 0,0637.
Walaupun kemampuan KPRI dalam memenuhi kewajibannya semakin
menurun tapi tetap masih bisa membayar hutang jangka panjangnya dengan
modal sendiri yang dimilikinya bila KPRI dibubarkan.
Selama tahun 1999-2002 Rasio ini tertinggi dicapai pada tahun 2002 ini
menunjukkan kinerja keuangan KPRI pada tahun 2002 paling rendah
dibanding 3 tahun sebelumnya, dalam hal usaha menaikkan hutang jangka
panjangnya sebesar 49,89% dibanding tahun 2001, tapi disisi lain modal
sendiri hanya naik sebesar 16,39%. Dilihat dari Rasio Long Term Debt to
Equity KPRI “ Guru “ Sumber lawang bisa menjamin hutang jangka
panjang dengan modal sendiri yang dimilikinya bila KPRI dibubarkan atau
dengan kata lain KPRI Guru Sumber lawang dalam keadaan solvabel
D. Temuan
Setelah laporan keuangan KPRI yang terdiri dari neraca dan laporan
rugi laba selama tahun 1999 – 2002, dianalisis maka penulis mendapatkan
beberapa temuan. Temuan tersebut adalah:
1. Rasio Likuiditas
a.Current ratio
Current ratio yang dicapai selama periode 1999 sampai 2002 adalah
sebesar 193,85%; 171,48%; 160,32%; 151,90%. Pada tahun 2000 current
ratio turun 22,37% dibandingkan tahun1999, penyebabnya adalah
kenaikan hutang lancar sebesar Rp.195.083.460 (53,22%) sedangkan
kenaikan aktiva lancar hanya sebesar Rp.252.565.995 (35,55%). Pada
tahun 2001 current ratio turun 11,16% dibandingkan tahun 2000,
penyebabnya adalah kenaikan hutang lancar sebesar Rp.328.998.835
(58,58%) sedangkan kenaikan aktiva lancar hanya sebesar Rp.465.736.145
(48,36%).
Pada tahun 2002 current ratio turun 8,42% dari tahun 2001
penyebabnya adalah kenaikan hutang lancar sebesar Rp.270.001.130
(30,31%) sedangkan kenaikan aktiva lancar hanya sebesar Rp.335.191.755
(23,48%). Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2000 atas 1999
yaitu 22,37% dikaitkan dengan penurunan kas sebesar 98,13% disisi
hutang lancar adalah naiknya hutang tabungan berjangka sebesar 95,11%.
Current ratio yang rendah dilihat dari sudut pandang kreditur kurang baik
tetapi bagi anggota menguntungkan karena aktiva lancar didayagunakan
dengan efektif artinya kas dibuat minimal sesuai dengan kebutuhan,
tingkat perputaran piutang dan persediaan dibuat semaksimal mungkin.
Current ratio tertinggi dicapai pada Tahun 1999, berarti pada tahun
1999 kinerja keuangan pada tahun 1999 KPRI paling baik dibandingkan
pada 3 tahun berikutnya. Kinerja keuangan pada tahun pada tahun 1999
dalam hal KPRI mampu menyediakan aktiva lancar yang cukup besar agar
dapat memenuhi hutang lancarnya. Secara umum kondisi KPRI “Guru”
Sumberlawang selama periode 1999 – 2002 dalam keadaan likuid.
c. Quick ratio
Current ratio yang dicapai selama periode 1999 sampai 2002 adalah
sebesar 193,85%; 171,48%; 160,32%; 151,90%. Pada Tahun 2000 Quick
Ratio turun 21,8 % dibandingkan tahun 1999 penyebabnya adalah naiknya
hutang lancar sebesar Rp.195.083.460 (53,22%), sedangkan kenaikan
aktiva lancar sebesar Rp.2522.565.995 (35,55%) dan persediaan sebesar
Rp.2.358.750 (25,06%).
Pada Tahun 2001 Quick Ratio turun 10,98% dibandingkan tahun 2000
penyebabnya adalah naiknya hutang lancar sebesar Rp.328.998.835
(58,58%), sedangkan kenaikan aktiva lancar hanya sebesar
Rp.465.736.145 (48,36%) dan persediaan sebesar Rp.5.183.725 (44,04%).
Pada Tahun 2002 Quick Ratio turun 9,46% dibandingkan tahun 2001
penyebabnya adalah naiknya hutang lancar sebesar Rp.270.001.130
(30,31%), sedangkan kenaikan aktiva lancar Rp.335.191.755 (23,48%) dan
persediaan sebesar Rp.17.341.350 (102,29%). Selama 4 periode penurunan
yang signifikan terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 21,89%, dikaitkan
dengan turunnya kas 98,13%, turunnya piutang lain-lain 23,31% disisi
hutang lancar adalah naiknya adalah naiknya hutang tabungan berjangka
sebesar 95,11%. Berarti kemampuan quick asset dalam menjamin hutang
lancar juga turun.
Secara umum penurunan rasio ini disebabkan karena naiknya hutang
lancar yang sangat besar tapi tidak diimbangi dengan naiknya aktiva lancar
yang besar pula. Quick ratio tertinggi dicapai pada tahun 1999,
menunjukkan kinerja keuangan KPRI pada tahun tersebut cukup baik
dapat dilihat dari usaha KPRI untuk menjamin hutang lancarnya dengan
aktiva lancar yang tersebut besar pada KPRI. Dilihat dari Quick Ratio
kondisi KPRI “Guru” Sumberlawang dalam keadaan likuid.
c. Working Capital to Total Asset
Pada Tahun 2000 Working Capital to Total Asset turun 3,36% atas
tahun 1999 penyebabnya adalah naiknya hutang lancar Rp.195.083.460
(53,22%), naiknya aktiva lancar Rp.252.565.995 (35,55%) dan naiknya
total aktiva Rp.261.662.705 (28,29%).
Pada Tahun 2001 Working Capital to Total Asset turun 1,32%
dibanding tahun 2000 penyebabnya adalah naiknya hutang lancar
Rp.328.998.835 (58,58%), naiknya aktiva lancar Rp.465.736.145
(48,36%) dan naiknya total aktiva Rp.465.309.055 (39,22%).
Pada Tahun 2002 Working Capital to Total Asset turun 3,22%
dibanding tahun 2001 penyebabnya adalah naiknya hutang lancar
Rp.270.001.130 (30,31%), naiknya aktiva lancar Rp.335.191.755
(23,48%) dan naiknya total aktiva Rp.406.753.465 (24,62%).
WCTA dari tahun ke tahun cenderung turun penurunan yang signifikan
pada tahun 2000 atas tahun 1999 sebesar 3,36% penyebabnya yang utama
adalah naiknya hutang lancar sebesar 53,22% naiknya aktiva lancar
sebesar 35,55% sedangkan naiknya total aktiva sebesar 28,29%. Secara
umum bisa dikatakan KPRI “ Guru “ Sumber Lawang dilihat dari WCTA
kurang likuid karena WCTA < 50 %.
2. Rasio Rentabilitas
a. Net Profit Margin
Net Profit Margin KPRI adalah kemampuan KPRI dalam
menghasilkan SHU netto lewat kegiatan penjualan dan penerimaan jasa.
Net Profit Margin selama tahun 1999 – 2002 adalah sebesar 7,57%;
6,87%, 9,21% dan 11,41%. Pada tahun 2000 NPM turun 0,7% dibanding
tahun 1999, penyebabnya adalah naiknya SHU setelah pajak Rp.1.570.135
(11,44%) dan naiknya penjualan dan pendapatan Rp.41.424.435 (22,85%).
Pada tahun 2001 NPM naik 2,34% dibanding tahun 2000, penyebabnya
adalah naiknya SHU setelah pajak Rp.17.165.015 (116,1%) dan naiknya
penjualan dan pendapatan Rp.22.187.655 (61,27%). Pada tahun 2002
NPM naik 2,2% dibanding tahun 2001, penyebabnya adalah naiknya SHU
setelah pajak Rp.22.187.655 (67,10%) dan naiknya penjualan dan
pendapatan Rp.125.033.045 (34,82%). Kenaikan yang signifikan terjadi
pada tahun 2001 atas 2000 pendapatan dan penghasilan naik 61,27%
(pendapatan jasa kredit uang naik 62,19%, penjualan naik 73,52%) biaya
operasional naik 56,74%.
Dilihat dari Profit Margin KPRI “Guru” Sumberlawang selama
tahun 1999 – 2002 dalam keadaan likuid.
b. Ratio Rentabilitas Modal Sendiri
Berapa besar modal sendiri dapat menghasilkan laba, dapat dilihat
dari rentabilitas modal sendiri. Selama tahun 1999 – 2002 Rentabilitas
Modal Sendiri yang dicapai adalah sebesar 2,51%; 2,53%; 4,56%;
6,55%. RMS pada Tahun 2000 naik 0,02% dibanding tahun 1999,
penyebabnya adalah naiknya SHU setelah pajak Rp.1.570.135 (11,44%)
dan naiknya modal sendiri Rp.57.954.335 (10,6%).
RMS pada Tahun 2001 naik 2,03% dibanding tahun 2000,
penyebabnya adalah naiknya SHU setelah pajak Rp.17.765.015 (116,11%)
dan naiknya modal sendiri Rp.120.718.755 (19,97%). RMS pada Tahun
2002 naik 1.99% dibanding tahun 2001, penyebabnya adalah naiknya SHU
setelah pajak Rp.22.187.655 (67,10%) dan naiknya modal sendiri
Rp.118.852.520 (16,39%). RMS selama tahun 1999 – 2002 mengalami
kenaikan. Kenaikan RMS yang signifikan terjadi pada tahun 2001 sebesar
2,03% dikaitkan dengan kenaikan SHU setelah pajak 116,11%, modal
sendiri naik 19,97% ( simpanan terpimpin naik 273,06%) disebabkan
naiknya SHU. Kinerja keuangan KPRI dari tahun 1999 – 2002 semakin
baik, dilihat dari kemampuan KPRI mengolah modal sendiri sehingga
dapat menghasilkan SHU atau laba yang semakin meningkat dari tahun
1999 – 2002.
c. Return on Asset
Kemampuan KPRI menghasilkan laba dari aktiva yang dimiliki
perusahaan semakin meningkat yang dapat dilihat dari ROA yang semakin
meningkat. ROA yang dicapai KPRI selama 4 periode adalah sebesar:
1,48%; 1,29%; 2,00%; 2,68%. Pada tahun 2000 ROA menurun sebesar
0,19% penyebabnya adalah meningkatnya SHU setelah pajak sebesar
Rp.1.570.135 (11,44%) dan naiknya aktiva sebesar Rp.261.662.705
(28,29%). Pada tahun 2001 ROA naik 0,17% dari tahun 2000 penyebabnya
adalah naiknya SHU setelah pajak sebesar Rp.17.765.015 (116,11%) dan
naiknya total aktiva Rp.465.309.055 (39,22%). Pada tahun 2002 ROA naik
sebesar 0,68% dari tahun 2001, penyebabnya adalah SHU setelah pajak
Rp.22.187.655 (67,10%) dan naiknya total aktiva Rp.406.753.465
(24,62%). ROA pada tahun 2000 turun tapi kemudian naik lagi pada tahun
2001 dan 2002. Kenaikan yang signifikan adalah tahun 2001 sebesar
0,71% dikaitkan dengan SHU setelah pajak yang naik 116,11% (penjualan
naik 73,33%), total aktiva naik 39,22% ( kas naik 218,23%, piutang lain-
lain turun 100%
1. Rasio Solvabilitas
a. Total Debt to Equity.
Tahun 2000 Total Debt to Equity naik 27,06 %, penyebab naiknya
Total Hutang sebesar Rp.203.708.370 (53,87%), sedangkan Modal sendiri
naik sebesar Rp.57.954.335 (10,60%).
Tahun 2001 Total Debt to Equity naik 31,49%, penyebab naiknya
Total Hutang sebesar Rp.344.590.300 (59,22%), sedangkan Modal sendiri
naik sebesar Rp.120.718.755 (19,97%).
Tahun 2002 Total Debt to Equity naik 16,12%, penyebab naiknya
Total Hutang sebesar Rp.287.900.945 (31,08%), sedangkan Modal sendiri
naik sebesar Rp.118.852.520 (16,39%).
Total Debt to Equity yang dicapai selama tahun 1999 – 2002 adalah
sebesar 69,19%; 96,26%; 127,75%; 143,87%. Rasio ini dari tahun ke
tahun cenderung naik kenaikan yang signifikan pada tahun 2001 sebesar
31,49% dikaitkan dengan naiknya hutang lancar ( hutang tabungan
berjangka naik 95,11%) hutang jangka panjang (dana kesejahteraan naik
139,75%) modal sendiri naik 19,97. Kenaikan rasio ini disebabkan naiknya
hutang yang sangat besar tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan modal
sendiri yang besar pula.
b. Total Debt to Total Capital Asset
Total Debt to Total Capital Asset yang dicapai selama th. 1999 –
2002 adalah sebesar 40,90%; 49,05%; 56,09% dan 59%. Pada Tahun 2000
Rasio naik 8,15% dibanding tahun 1999 ini menunjukkan hal yang baik,
penyebabnya adalah naiknya aktiva Rp.261.662.705 (28,29%). Pada
Tahun 2001 dan 2002 Rasio naik 7,04% dan 2,91% kenaikan rasio yang
signifikan pada tahun 2000 sebesar 8,15% dikaitkan dengan naiknya
investasi perlengkapan 614,33%, kas naik 98,13% disisi hutang lancar
adalah naiknya hutang tabungan berjangka 95,11% dan pada hutang
jangka panjang adalah naiknya dana kesejahteraan 284,97%.
KPRI masih mampu melunasi hutangnya bila KPRI dibubarkan.
Dilihat dari Total Debt to Total Capital Asset, KPRI “Guru”
Sumberlawang dalam keadaan solvabel.
c. Long Term Debt to Equity
SelamaTahun 1999 – 2002 Long Term Debt to Equity adalah sebesar
2,13%; 3,36%; 4,95% dan 6,37%. Dari tahun 1999-2002 Long Term to
Debt Equity cenderung naik. Kenaikan ini disebabkan naiknya hutang
jangka panjang yang berturut-turut sebesar Rp.8.624.910 (73,99%);
Rp.15.591.465 (76,87%); Rp.17.899.815 (49,89%). Kenaikan yang
signifikan terjadi pada tahun 2001 sebesar 1,59% dikaitkan dengan
naiknya dana kesejahteraan 61,87%
Kenaikan ratio ini disebabkan karena naiknya hutang jangka panjang
yang cukup besar diimbangi kenaikan modal sendiri yang tidak besar.
Kinerja keuangan KPRI dilihat dari Long Term debt to Equity cukup baik
karena walaupun hutang jangka panjang naik, tapi KPRI masih dapat
melunasi hutang jangka panjangnya bila KPRI dibubarkan. Selama tahun
1999 – 2002 KPRI “Guru” Sumberlawang dalam keadaan solvabel.
BAB IV
REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Dari Faktor Likuiditas
a. Current Ratio
Current ratio yang dicapai selama tahun 1999-2002 adalah sebesar:
193,85%; 171,48%; 160,32%; 151,90%. Current ratio yang dicapai
>100% ini berarti jumlah aktiva lancar > jumlah hutang lancar, sehingga
KPRI mampu menyediakan aktiva lancar agar dapat memenuhi hutang
lancar atau dapat dikatakan bahwa KPRI dalam keadaan yang likuid.
Selama 4 periode current ratio mengalami penurunan sebesar:
22,37%; 11.16%; 8.42%.
Current ratio tertinggi dicapai pada tahun 1999, mengindikasikan
kinerja keuangan KPRI paling baik selama 4 periode dalam hal KPRI
mampu menyediakan aktiva lancar yang cukup besar agar dapat memenuhi
hutang lancarnya. Current ratio yang terendah dicapai pada tahun 2002,
yang berarti kinerja keuangan KPRI paling rendah selama 4 periode dapat
dilihat dengan menurunnya kemampuan KPRI dalam menyediakan aktiva
lancar untuk menjamin hutang lancarnya yang bertambah jumlahnya.
Secara umum dapat dikatakan kondisi KPRI “ Guru “ Sumberlawang
selama tahun 1999-2002 dalam keadaan yang likuid.
b. Quick Ratio
Quick Ratio menunjukkan kemampuan KPRI dalam memenuhi hutang
lancarnya dengan aktiva lancar tanpa persediaan. Quick ratio yang dicapai
selama 4 periode adalah sebesar: 191,28%; 169,39%; 158,95% dan
148,95%. Quick ratio selama tahun 1999-2002 mengalami penurunan
sebesar: 21,89%; 10,98%; 9,46%.
Bila dilihat dari standar rasio yang digunakan yaitu 100% maka KPRI
dalam keadaan yang likuid. Quick ratio tertinggi dicapai pada tahun 1999,
kinerja keuangan pada tahun 1999 paling baik selama 4 periode dapat
dilihat dari usaha KPRI menyediakan aktiva lancar yang besar untuk
menjamin hutang lancarnya. Quick ratio terendah dicapai pada tahun
2002, kemampuan KPRI dalam menyediakan aktiva lancar-persediaan
untuk menjamin hutang lancarnya pada tahun 2002 paling rendah selama
4 periode. Kondisi KPRI “ Guru “Sumberlawang selama tahun 1999-2002
dalam keadaan likuid.
c. WCTA WCTA yang dicapai selama periode 1999 – 2002 adalah 37,20%;
33,83%; 32,52%; 29,3%. Rasio ini dari tahun ke tahun semakin menurun
sebesar: 3,36%; 1,32%; 3,22%. Rasio tertinggi dicapai pada tahun 1999
kinerja keuangan paling baik selama 4 periode besarnya total aktiva yang
dapat diubah menjadi kas dalam waktu pendek paling baik. Rasio terendah
dicapai pada tahun 2002 kinerja keuangan rendah hutang lancar bertambah
sangat besar. selama tahun 1999 – 2002 secara umum dapat dikatakan
kondisi KPRI dilihat dari WCTA kurang likuid.
2. Dari Faktor Rentabilitas
a. Net Profit Margin
Net profit margin selama tahun 1999 – 2002 adalah sebesar 7,57%;
6,87%; 9,21% dan 11,4%. NPM setiap tahun mengalami naik turun
sebesar: -0,7%; 2,34%; 2,2%. NPM terendah dicapai pada tahun 2000
sebesar 6,87%, berarti kemampuan KPRI dalam menghasilkan SHU netto
lewat penjualan dan penerimaan jasa pada tahun ini paling rendah. NPM
tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar 11,41% kenaikan ini
menunjukkan kinerja keuangan KPRI semakin meningkat dalam hal
menghasilkan SHU netto lewat kegiatan penjualan dan penerimaan jasa
kredit uang. Walaupun biaya operasional juga naik tetapi kenaikan
penghasilan lebih besar daripada kenaikan biaya operasional. Dilihat dari
rasio NPM KPRI “Guru” sumberlawang selama tahun 1999-2002 dalam
keadaan rentabel.
b. RMS
RMS yang dicapai adalah sebesar 21,51%; 2,53%; 4,56% dan 6,55%.
Selama 4 periode RMS cenderung naik sebesar: 0,02%; 2,03%; 1,99%.
kenaikan RMS disebabkan naiknya SHU netto yang dihasilkan. Kinerja
keuangan KPRI dari tahun 1999 – 2002 semakin meningkat, dilihat dari
kemampuan KPRI mengolah modal sendiri sehingga dapat menghasilkan
SHU atau laba yang semakin meningkat. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa KPRI “Guru “Sumberlawang selama tahun 1999 –
2002 dalam keadaan rentabel.
c. ROA
ROA yang dicapai selama 4 periode adalah sebesar 1,48%; 1,29%;
2,00% dan 2,68%. ROA pada tahun 2000 turun sebesar 0,19% dibanding
tahun 1999 kemudian naik kembali selama pada 2 tahun berikutnya
sebesar0,17% dan 0,68%. Selama 4 periode ROA lebih cenderung naik,
menunjukkan efektifitas aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasi
dalam menghasilkan laba semakin meningkat. SHU semakin meningkat
dan masih lebih besar daripada kenaikan aktiva, pengumpulan piutang
juga semakin efektif. Kondisi KPRI “Guru” Sumberlawang selama tahun
1999 – 2000 dilihat dari ROA adalah dalam keadaan rentabel.
3. Dilihat dari faktor solvabilitas
a. Total Debt to Equity
Total Debt to Equity yang dicapai selama tahun 1999 – 2002 adalah
sebesar 69,19%; 96,26%; 127,75% dan 143,87%. Total Debt to Equity
pada tahun 1999 2002 cenderung naik sebesar: 27,06%; 31,49%: 16,12%.
Pada tahun 1999 dan 2000 modal sendiri mampu menjamin total hutang
yang menjadi kewajibannya. Sehingga kondisi KPRI “Guru“
Sumberlawang pada tahun 1999 dan 2000 adalah dalam keadaan solvabel,
kemudian pada tahun 2001 dan 2002 Total Debt to Equity adalah sebesar
127,75% dan 143,87% atau >100%, dapat diartikan bahwa jumlah modal
sendiri kurang dari jumlah total hutang sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa modal sendiri yang dimiliki KPRI tidak mampu menjamin atau
membayar total hutang bila KPRI dibubarkan. Kondisi KPRI “ Guru “
Sumberlawang pada tahun 2001 dan 2002 adalah dalam keadaan
insolvabel. Kinerja keuangan semakin menurun dalam menjamin total
hutang dengan modal sendiri yang dimilikinya, hutang jangka panjang dan
jangka pendek cenderung meningkat cukup besar modal sendiri juga naik
tetapi relatif sedikit.
b. Total Debt to Total capital Asset
Total Debt to Total capital Asset yang dicapai selama tahun 1999-2002
adalah sebesar 40,90%; 49,05%; 59,09% dan 59%. Selama 4 periode Total
Debt to Total capital Asset mengalami kenaikan, bila rasio ini naik maka
solvablitas KPRI menurun pada tahun 1999-2002 kenaikannya
sebesar:8,15%; 7,04%; 2,91%. Rasio tertinggi dicapai pada tahun 2002
sebesar 59%, mengindikasikan tingkat solvabilitas KPRI paling rendah
selama 4 periode. Pada tahun 2002 manajemen menambah hutang relatif
besar daripada menambah rotal aktiva. Kemudian rasio yang terendah
yang dicapai pada tahun 1999 sebesar 40,90% yang berarti pada tahun
1999 kemampuan KPRI untuk menjamin total hutangnya dengan aktiva
yang dimilikinya adalah paling tinggi. Selama tahun 1999-2002 kondisi
KPRI “ Guru “ Sumberlawang dilihat dari Total Debt to Total capital
Asset adalah solvabel.
c. Long Term Debt to Equity
Long Term Debt to Equity yang dicapai selama 4 periode adalah
sebesar: 2,13%; 3,36%; 4,95% dan 6,37%. Rasio ini <100%, Yang artinya
jumlah modal sendiri > dari jumlah hutang jangka panjangnya, sehingga
modal sendiri mampu menjamin hutang jangka panjang. Selama 4 periode
rasio ini cenderung naik sebesar: 1,23%; 1,59%; 1,42% sehingga
kemampuan KPRI dalam memenuhi kewajibannya semakin menurun.
Selama 4 periode KPRI menambah hutang jangka panjang relatif besar
modal sendiri juga bertambah tetapi relatif kecil.
B. Saran
1. Sebaiknya KPRI “ Guru “Sumberlawang dapat mempertahankan tingkat
likuiditasnya bahkan perlu meningkatkan likuiditasnya. Dengan demikian
koperasi dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang dan
beban biaya yang menjadi kewajibannya. Likuiditas intern adalah
kemampuan membayar kepada pihak koperasi sendiri seperti pembayaran
upah, pembelian bahan baku. Sedangkan likuiditas ekstern adalah
kewajiban membayar kepada pihak luar koperasi. Bila likuiditas intern
buruk, seperti upah tidak lancar akan mengganggu kelancaran produksi.
Sedangkan jika likuiditas ekstern tidak baik akan berakibat kepercayaan
pihak luar kepada koperasi akan berkurang, bila suatu saat koperasi ingin
mendapatkan kredit dari pihak luar. Cara meningkatkan current ratio dan
WCTA adalah menambah modal sendiri untuk menambah aktiva lancar
dan mengurangi hutang lancar. Cara meningkatkan quick ratio adalah
sama dengan cara meningkatkan current ratio dan WCTA, tetapi tambahan
dana yang diperoleh hanya ditambahkan pada elemen-elemen dari aktiva
lancar yang mempunyai likuiditas yang tinggi saja, jadi tidak ditambahkan
pada elemen persediaan.
2. Meningkatkan rentabilitas KPRI dengan cara meningkatkan penghasilan
koperasi terutama penjualan barang–barang konsumsi sehingga fungsi
toko menjadi optimal. Manajemen juga harus berusaha mengurangi biaya
operasional sehingga SHU yang dihasilkan bisa lebih maksimal. Untuk
meningkatkan RMS dapat dilakukan dengan cara mengolah modal sendiri
yang tersedia secara optimal sehingga dapat menghasilkan SHU yang
besar. Kemudian bila ingin meningkatkan ROA, maka aktiva yang tersedia
harus diolah dan digunakan secara efektif sehingga pada akhirnya nanti
akan dapat menghasilkan SHU yang besar.
2. Meningkatkan solvabilitas KPRI dari Total Debt to Equity, Total Debt to
Total capital Asset dan Long Term Debt to Equity dengan cara menambah
modal sendiri untuk menambah aktiva, menambah aktiva tanpa menambah
utang atau menambah aktiva relatif lebih besar daripada tambahan hutang
dan mengurangi hutang tanpa mengurangi aktiva atau mengurangi hutang
relatif lebih besar daripada berkurangnya aktiva.
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki.1999. Intermediate Accouting. Edisi.7. Yogyakarta: Liberty.
Djarwanto.2000. Analisa Laporan keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Sari, Erika D.2002. Analisis Laporan keuangan Pada KPRI UNS di Surakarta.
Surakarta: FE UNS
Hendrojogi.1998.Koperasi Asas-Asas, Teori dan Praktek. Edisi.2. Jakarta:
PT.Grafindo.
Husnan, Suad.1998. Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan. Yogyakarta:
BPFE.
IAI( Ikatan Akuntan Indonesia).1998. Pernyataan Standar Akuntansi. Jakarta.
Kenangasari dan Wirasasmita. 2001. Analisa Laporan Keuangan Koperasi.
Bandung: Pionir.
Munawir.1993. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Myer, John N.1979. Analisa Neraca dan Rugi Laba. Jakarta: Aksara Baru.
Riyanto, Bambang.1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi
.4.Yogyakarta: BPFE
Sulistyaningsih, Eny. 2002. Analisis Rasio untuk Menilai Kinerja Keuangan Pada
PKPRI Kabupaten Wonogiri. Tahun 1999-2001. Surakarta: FE UNS.
Tohar, M.2000. Permodalan dan Perkreditan Koperasi. Yogyakarta: Kanisius
top related