analisis bareng
Post on 25-Oct-2015
162 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KAJIAN APRESIASI PUISI
ANALISIS PUISI DENGAN PENDEKATAN KARYA SASTRA
(OBJEKTIF, MIMETIK, PRAGMATIK, EKSPRESIF, DAN SEMIOTIK)
Disusun guna memenuhi mata kuliah: Kajian Apresiasi Puisi
Pengampu:
Dosen Pengampu: Drs. Yant Mujianto, M. Pd
OLEH :
Zhulva Ulinuha
K1210066
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
Pendekatan Objektif
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, Melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu
hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar matau sendu, biar berbinar gelakku
rayu!
1. Faktor intrinsik
a. Struktur lahir
1) Tema
Puisi doa karya Amir Hamzah bertemakan tentang sebuah
pengharapan dan penantian. Puisi diatas menggambarkan tentang
harapan penyair yang sangat besar kepada Tuhan. Kata kekasihku
yang dimaksudkan pada puisi di atas untuk menyebut Tuhan. Amir
Hamzah sangat mendambakan dan menantikan kasih Tuhan
kepadanya.
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar matau sendu, biar berbinar gelakku
rayu!
2) Diksi (pemilihan kata)
Puisi doa karya Amir Hamzah menggunakan pilihan kata yang cukup
sulit dipahami. Misalnya untuk melukiskan penantian yang begitu
didambakan Amir Hamzah menggunakan kata- kata setelah
menghalaukan panas payah terik.
Kalimat-kalimat dalam puisi doa karya Amir Hamzah ini sangat
menarik karena karena dibentuk dengan menggunakan majas-majas
perumpamaan yang sangat indah yang dapat membangkitkan
imajinasi para pembacanya, misalnya pada baris ke 6 dan 7:
hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
3) Pencitraan
Di dalam bait puisi Doa, pencitraan yang digunakan pengarang antara
lain:
Citraan penglihatan
Dengan senja samar sepoi
Pada masa purnama meningkat naik
Bagai bintang memasang lilinnya
Bagai sedap malam menyirak kelopak
Citraan perabaan
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan
Melambung rasa menanyang pikir
4) Tipografi
Menurut saya pada bait puisi tersebut terkesan menggambarkan
penantian yang sangat panjang dalam mengharapkan sesuatu.
Dengan senja samar sepi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas payah terik
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
5) Unsur Bunyi
Jika dilihat dari bait puisi diatas, kata yang digunakan oleh penyair
puisi Doa (Amir Hamzah) didominasi oleh bunyi vokal.
Judul puisi Hanyut Aku urutan vokalnya: a,u,e,a,i,u,a
Baris 1 didominasi oleh bunyi vokal: a dan u
Baris 2 sampai 5 didominasi bunyi vokal: e dan a
Baris 6 didominasi bunyi vokal: a dan i
Baris 7 sampai 11 didominasi bunyi vokal: u dan a
Dalam tiap baris puisi Doa yang paling dominannya vokal a dan u.
6) Alur
Puisi diatas menggunakan alur maju karena urutan kalimat dalam
puisi tersebut menunjukkan kejadian yang diharapkan pada masa
depan.
7) Tokoh dan Penokohan
Tokoh “aku” dalam puisi Doa karya Amir Hamzah diatas
menggambarkan karakter yang ambisius. Tokoh “Aku” dalam puisi
diatas memiliki ambisi yang sangat besar dalam mengharapkan
sesuatu untuk dirinya.
8) Amanat
Puisi Doa karya Amir Hamzah mengandung amanat yaitu agar
manusia selalu mendekatkan diri dan mencintai Tuhannya melebihi ia
mencintai dirinya.
b. Struktur Batin
Puisi Doa merupakan puisi penantian, pengharapan, dan cinta sang
penyair yaitu Amir Hamzah kepada Tuhannya. Penyair memiliki harapan
dan cinta yang sangat besar kepada Tuhannya. Penyair selalu menantikan
kasih Tuhan datang kepadanya. Penyair sangat berharap Tuhan dapat
menerangi hidupnya. Pergulatan batin yang sangat hebat juga tergambar
dalam puisi tersebut. Pergolakan terjadi saat penyair dalam penantiannya
itu. Penggunaan majas-majas perumpamaan menambah kesan keindahan
yang dapat mudah merangsang daya imaji para pembaca.
2. Faktor ekstrinsik
Penantian dan pengharapan sangat tergambar jelas dalam baris-baris
kalimat puisi Doa karya Amir Hamzah tersebut. Harapan penyair bahwa
Tuhan mampu memberikan kasih sayang dan cahaya dalam hidupnya
begitu besar sehingga penyair rela menanti begitu lama untuk
mendapatkan apa yang ia harapkan. Penyair berkeyakinan bahwa hati dan
hidupnya akan tenang dengan kehadiran dan kasih sayang Tuhan. Dengan
memahami puisi Doa ini kita dapat mengetahui ternyata penyair
mempunyai cinta yang sangat besar kepada Tuhannya.
Hanyut Aku
Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku!
Ulurkan tanganmu, tolong aku
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin hati,
tiada air menolak ngelak
Dahagakan kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku
sebabkan diammu
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelam
Tenggelam dalam malam
Air di atas menindih keras
Bumi di bawah menolak ke atas
Mati aku, kekasihku, mati aku!
1. Faktor Intrinsik
a. Struktur lahir
1) Tema
Tema puisi Hanyut Aku karya Amir Hamzah adalah sebuah
penderitaan. Puisi di atas menjelaskan tentang penderitaan Amir
Hamzah dalam mencari pertolongan orang-orang yang mau
membantunya melepaskan keadaannya yang sangat malang, kata
kekasihku dalam puisi di atas tidak hanya ditujukan untuk
menggambarkan Tuhan tetapi juga digunakan untuk menggambarkan
sosok seorang kekasih di dunia. Perasaannya dipenuhi dengan
kegalauan akibat kondisinya yang teombang ambing di antara dua
dunia yang berbeda, yaitu antara dunia feodalisme yang dibawa dari
lingkungannya dan dunia kemajuan dan demokrasi yang dirasakannya
dari sekitar lingkungan selama ia sekolah.
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelam
Tenggelam dalam malam
Air di atas menindih keras
Bumi di bawah menolak ke atas
Mati aku, kekasihku, mati aku!
2) Diksi (Pemilihan Kata)
Pemilihan kata dalam puisi terlalu rumit sehingga akan sulit untuk
dipahami. Namun dalam pemilihan majas cukup menarik, majas yang
digunakan adalah majas metafora yang dapat memberikan kesan
sangat hidup pada objek tertentu. Pemilihan kata dalam puisi Hanyut
Aku memang sulit untuk dipahami, misalnya pada baris 9 dan 12:
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelam
Bumi di bawah menolak ke atas
3) Pencitraan
Di dalam bait puisi Hanyut Aku, pencitraan yang
digunakan pengarang antara lain:
Citraan penglihatan
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelam
Citraan pendengaran:
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan,
Citraan rabaan:
angin mendingin hati
Air di atas menindih keras
Bumi di bawah menolak ke atas
4) Tipografi
Menurut saya pada bait puisi tersebut terasa sangat menyedihkan,
karena mempunyai makna permintaan tolong dari Amir Hamzah lewat
jeritannya supaya ada orang yang bersedia membantu melepaskannya
dari keadaannya yang menyedihkan.
Hanyut aku!
Ulurkan tanganmu, tolong aku
5) Unsur Bunyi
Jika dilihat dari bait puisi diatas, kata yang digunakan oleh penyair
puisi Hanyut Aku (Amir Hamzah) didominasi oleh bunyi vokal.
Judul puisi Hanyut Aku urutan vokalnya: a,u,a,u
Baris 1-3 didominasi bunyi vokal: a dan u
Baris keempat didominasi bunyi vokal: e dan i
Baris kelima didominasi bunyi vokal: a dan i
Baris 6-8 didominasi bunyi vokal: a
Baris 9-10 didominasi bunyi vokal: a dan e
Baris kesebelas didominasi bunyi vokal: a dan i
Baris 12-13 didominasi bunyi vokal: a
Dalam tiap baris puisi Hanyut Aku yang paling dominannya vokal a
dan i.
6) Alur
Alur yang digunakan puisi diatas adalah alur maju karena
menceritakan keadannya di masa depan.
7) Tokoh Dan Penokohan
Tokoh “aku” memiliki karakter yang menderita, karena masalahnya
yang cukup rumit dan tidak ada yang bisa menolongnya.
8) Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi Hanyut Aku adalah ikutilah kata
hatimu, jangan melakukan sesuatu dengan keterpaksaan.
b. Struktur batin
Puisi “Hanyut Aku” merupakan puisi rintihan permintaan
tolong dari Amir Hamzah supaya ada orang lain yang mau
membantunya terlepas dari keadaannya yang menyedihkan. Namun
nyatanya, tak ada orang yang mau membantunya. Majas yang
digunakannya adalah majas metafora Sehingga maknanya dapat
seperti hidup dan dapat dimaknakan sedemikian beragam oleh
pembaca karena tergantung pada penafsiran pembaca dan
pengarangnya. Selain itu, dalam puisi tersebut mampu menguak
peristiwa yang cukup penting dalam hidupnya, yaitu pernikahan. Ia
menikah dengan putri sultannya, tengku Putri Kamaliah dan
merupakan suatu hal yang bertentangan dengan rasa hatinya terhadap
rasa kasihnya yang mendalam kepada gadis yang dikenalnya di jawa
(Ilik Sundari) dan Puisi “Hanyut Aku” dapat dapat menjadi salah satu
media pembelajaran untuk studi sastra.
2. Faktor ekstrinsik
Perasaan Amir Hamzah tergambar sangat jelas dalam puisi di atas yaitu
betapa dia sangat membutuhkan pertolongan orang lain untuk
melepaskannya dari keadaan hidupnya. Kata kata untuk menggambarkan
pergulatan batinnya dikemasnya dengan sangat sederhana namun memiliki
arti yang sangat. Puisi “Hanyut Aku” ini ditunjukkan kepada kekasihnya
Ilik Sundari, yang pada saat itu Amir harus pergi meninggalkan
kekasihnya ini, untuk memenuhi panggilan pamannya Sultan Langkat,
yang ternyata dia dipanggil pulang untuk dinikahkan dengan anaknya
Tengku Kamaliah. Amir Hamzah adalah tipe orang yang lebih suka
membiarkan dirinya menderita daripada orang lain menderita, tetapi
dengan keputusannya menerima tawaran pamannya itu membuat dirinya
dan Ilik sang kekasih juga ikut menderita. Amir Hamzah harus menelan
pahit-pahit keputasan ini karena kalau tidak maka kedudukan Sultan
Langkat akan terancam, jadi Amir bukan semata-mata hanya karena ingin
balas budi tapi dia juga tidak mau melihat pamannya menderita. Ini
menunjukkan betapa ia memiliki rasa peduli yang sangat tinggi.
Pendekatan mimetik
Karya : Sutardji Calzoem Bachri
Tanah Air Mata
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
Aspek mimetik yang menonjol dalam puisi “Pamplet Cinta” maka analisis
mimetik ini meliputi: aspek sosial dan cinta.
1. Aspek sosial
Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan nilai-nilai kehidupan dengan
segala permasalahannya, tetapi tidak berarti karya sastra merupakan cermin
kehidupan secara mutlak. Subjek selalu mempengaruhi penciptaaan karya
sastra, sehingga masing-masing pengarang mempunyai pandangan sendiri-
sendiri terhadap objek yang sama.
Sesuatu yang diungkapkan dalam karya sastra merupakan gambaran
kehidupan. Bukan hal yang aneh jika permasalahan-permasalahan yang
timbul dalam karya sastra kemungkinan terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
atau pada waktu tertentu.
Dalam puisi “Tanah Air Mata” dilukiskan masalah sosial tentang keadaan
bangsa keadaan tanah air ini yang sudah berubah, dimana manusia sudah
terpengaruh adanya nafsu dan ambisi duniawi yang tega merubah segalanya.
Penyair mengungkapkan bagaimana bangsa ini sudah berubah dari yang
begitu damai indah menjadi sangat menyedihkan dibalik kemegahan yang
terlihat.
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
2. Cinta
Dalam puisi “Tanah Airmata” ini pengarang melukiskan tentang rasa cintanya
kepada tanah air yang kini menjadi derita dan kebencian terhadap para
petinggi negeri ini. Puisi ini juga merupakan bentuk sindiran dan ungkapan
penyair untuk para petinggi bangsa ini. Para petinggi bangsa ini yang
diharapkan bisa membangun bangsa justru hanya disibukkan dengan
kepentingannya sendiri. Mereka dengan tanpa beban menikmati kemewahan
negeri ini. Namun di balik itu semua banyak rakyat negeri ini yang menderita.
Kebencian itu tergambar jelas pada baris puisi berikut ini:
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
pendekatan pragmatik
Karya : Sutardji Calzoem Bachri
Tanah Air Mata
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa kami
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
pendekatan pragmatik
1. Nilai kemanfaatan atau nilai edukatif
Nilai edukatif yang terdapat dalam puisi “Tanah Airmata” di atas adalah
khususnya bagi para pejabat negara yaitu adanya puisi ini dapat menjadi
media introspeksi bahwa tugas dan kewajiban sebagai pejabat negara haruslah
dilakasanakan dengan benar dan sebaik-baiknya. Jangan hanya
mementingkan ego pribadi dan kepentingan sendiri tetapi harus dapat
mengayomi dan memikirkan nasib dan kondisi para masyarakatnya sehingga
tidak menimbulkan penderitaan dan kebencian.
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
Pendekatan Ekspresif
Dalam menganalisis unsur-unsur fisik kami gunakan pendekatan ekspresif.
Pendekatan ekspresif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-
unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca (Aminuddin, 1987:42).
Sedangkan menurut Semi (1984) pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang
menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan
ide-idenya ke dalam karya sastra. Pendekatan ekspresif disebut juga pendekatan
emotif.
Cara yang digunakan pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya adalah
melalui gaya (style pengarang). Gaya (style pengarang) dapat dilihat dari: bunyi,
irama, diksi, citraan, majas dan tipografi.
a. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan
keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-
anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dsb. Bunyi disamping hiasan
dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk
memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan
yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dsb (Pradopo, 1987:22).
Dari bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan bunyi-
bunyi yang berirama sendu yang menimbulkan suasana keprihatinan. seperti
pada bait ke-1
Tanah air mata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
b. Versifikasi
Dalam versifikasi terdapat rima, ritme/irama dan metrum. Rima adalah
pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi.
Sedangkan ritme/irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang
pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa irama itu pergantian berturut-turut secara teratur.
Metrum atau matra adalah pengulangan tekanan kata yang tetap.
Dalam puisi timbulnya irama karena perulangan bunyi berturut-turut dan
bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi. Begitu juga karena
adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulangan kata, ulangan-ulangan bait.
Juga disebabkan oleh tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemah,
disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang pendek kata
Pada puisi ‘Tanah Air Mata’ tidak terdapat metrum. Rima terdapat pada bait
ketiga:
di balik gembur subur tanahmu / a /
kami simpan perih kami / b /
di balik etalase megah gedung-gedungmu / a /
kami coba sembunyikan derita kami / b /
Ritme pada puisi ini ditemukan karena adanya parelelisme-paralelisme dan
ulangan-ulangan kata, seperti pada bait ke-1 larik ke-2 dan ke-3
Mata air airmata kami
airmata tanah air kami
c. Diksi
Kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa sehingga
artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis (Barfield,1952:41). Jadi, diksi itu
untuk mendapatkan kepuitisan dan mendapatkan nilai estetik.
Untuk ketepatan diksi seringkali penyair menggantikan kata yang
dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun
sajaknya telah disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih juga diubah
kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada baris/kalimat
yang diubah susunannya atau dihilangkan.
Sajak di atas menggunakan kosa kata yang biasa dalam pemakaian sehari-
hari, kata-kata perbendaharaan dasar hingga menjadi abadi dalam arti dapat
dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya.
Penggunaan kata ‘etalase’ pada bait ke-2 larik ke-3 yang berarti jendela kaca.
d. Bahasa Figuratif / Majas
Majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas untuk
menimbulkan kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek tertentu bagi
pembaca atau pendengarnya. Di kajian puisi, majas yang sering digunakan
adalah metafora, metonimia, personifikasi, alegori, simile dan sinekdoke.
Puisi ‘Tanah Air Mata’ banyak menggunakan majas metafora seperti: / tanah
air mata tanah tumpah dukaku / menyanyikan air mata kami / kami simpan
perih kami / kami coba sembunyikan derita kami / kalian pijak air mata
kami / kalian hinggap di air mata kami /. Majas personifikasi ditemukan pada
bait ke-4 larik ke-3 / tapi perih tak bias sembunyi / dan baik ke-5 larik ke-2 /
dan udara luas menunggu /.
e. Citraan / Imaji
Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan
suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran
dan penginderaan serta untuk menarik perhatian, penyair juga menggunakan
gambaran-gambaran angan (pikiran). Gambaran-gambaran angan dalam sajak
disebut citraan (imagery). Citraan ini ialah gambar-gambar dalam pikiran dan
bahasa yang menggambarkannya (Altenbernd,1970:12). Sedang setiap
gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran-gambaran angan
itu ada bermacam-macam, diantaranya citra penglihatan(visual), citra
pendengaran, citra rabaan dan citra gerak.
Citra gerak terdapat pada bait kelima / ke manapun melangkah / ke manapun
terbang / ke manapun berlayar / kalian arungi air mata kami /. Citra rabaan
terdapat pada bait kedua / disinilah kami berdiri / pada bait ketiga / kami
simpan perih kami / kami coba sembunyikan derita kami / pada bait keempat /
kami coba kuburkan duka lara /dan bait kelima / kalian pijak airmata kami /.
Citra visual terdapat pada bait ketiga / di balik etalase megah gedung-
gedungmu / pada bait kelima / bumi memang tak sebatas pandang./.
sedangkan citra pendengaran terdapat pada bait kedua / menyanyikan air mata
kami/.
Citra rabaan dan citra pendengaran dikombinasikan pada bait kedua. Citra
penglihatan dan rabaan dikombinasikan pada bait ketiga. Pada bait keempat
terdapat kombinasi citra rabaan, citra penglihatan dan citra gerak. Sedangkan
pada bait kelima terdapat kombinasi citra penglihatan, citra rabaan dan citra
gerak.
f. Tipografi
Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-
bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Aminuddin, 1987:146).
Sebagai bentuk fisik puisi, tipografi memiliki beberapa fungsi: (1)
menampilkan aspek artitis visual, (2) menciptakan nuansa makna dan suasana
tertentu, (3) menunjukkan adanya lonjakan gagasan serta memperjelas adanya
satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyairnya.
Dari segi tipografi puisi ‘Tanah Air Mata’ memiliki bentuk biasa saja, sama
dengan bentuk puisi pada umumnya. Puisi ini terdiri dari 5 bait dan jumlah
larik dalam setiap bait tidak sama.
Pendekatan Semiotik
Puisi “Tanah Airmata” terdiri dari 26 baris yang terbagi dalam enam bait, tiap
bait terdiri dari 2 sampai 9 baris. Puisi “Tanah Airmata” ditinjau dari judulnya
menggambarkan kepedihan. etika pembaca membaca judulnya akan terlintas
minimal tentang sesuatu kondisi yang memprihatinkan yang penuh dengan
demdam. etika memasuki isi, “Tanah Airmata” merupakan gambaran tentang
curahan perasaan akan nasib dan kebencian yang amat dalam para warga negara
ini kepada para petinggi negara. Hal ini disimbolkan jelas pada baris ke 16 sampai
18:
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
penderitaan juga disimbolkan pada bait ke 4:
kami coba simpan nestapa kami
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
memberikan makna bahwa duka derita mereka sudah teramat dalam namun
mereka tetap berusaha menyembunyikannya.
Jembatan
Karya: Sutardji Calzoem Bachri
Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
Bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
Dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka akupun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
Jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
Para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
Indah di berbagai plaza. Wajah yang diam-diam menjerit
Mengucap.
Tanah air kita satu
Bangsa kita Satu
Bahasa kita satu
Bendera kita Satu
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
Mekar dimana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-
Jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang dan otot
Linu mengerang mereka pancangkan koyak moyak bendera hati
Dipijak ketidak pedulian pada saudara. Gerimis tak mampu
mengucapkan kibarannya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri air mata kami
Pendekatan mimetik
Aspek mimetik yang menonjol dalam puisi “Pamplet Cinta” maka analisis
mimetik ini meliputi: aspek sosial
1. Aspek sosial
Sesuatu yang diungkapkan dalam karya sastra merupakan gambaran
kehidupan. Bukan hal yang aneh jika permasalahan-permasalahan yang
timbul dalam karya sastra kemungkinan terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
atau pada waktu tertentu.
Dalam puisi “Jembatan” dilukiskan masalah sosial tentang kemerosotan
moral bangsa dan carut marutnya keadaan negeri ini. Puisi jembatan
menggambarkan tentang bagaimana semrawutnya keadaandi negeri ini yang
serba tidak teratur yang kepedulian antar sesama yang mulai hilang. Hal ini
ditunjukkan jelas pada baris berikut ini:
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
Mekar dimana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-
Jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
Puisi ini juga menggambarkan tentang kondisi ekonomi para masyarakatnya.
Maka akupun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
Jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang.
pendekatan pragmatik
1. Nilai kemanfaatan atau nilai edukatif
Puisi “Jembatan” karya Sutardji Calzoum Bachri memberikan pelajaran
kepada kita bahwa kita harus saling peduli terhadap sesama manusia agar
persatuan dan kesatuan antar masyarakat dapat tetap terjalin dengan erat, agar
tidak terjadi perpecahan, karena sejatinya kita adalah saudara sebangsa dan
setanah air yang harus selalu hidup berkesatuan.
Pendekatan ekspresif
a. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan
keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-
anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dsb. Bunyi disamping hiasan
dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk
memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan
yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dsb (Pradopo, 1987:22).
Dari bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan
bunyi-bunyi yang berirama sendu yang menimbulkan suasana keprihatinan.
seperti pada bait ke-1:
Maka akupun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
Jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
Para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
Indah di berbagai plaza.
b. Verifikasi
Dalam versifikasi terdapat rima, ritme/irama dan metrum. Rima adalah
pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi.
Sedangkan ritme/irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang
pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa irama itu pergantian berturut-turut secara teratur.
Metrum atau matra adalah pengulangan tekanan kata yang tetap.
Pada puisi ‘Jembatan’ tidak terdapat metrum. Rima terdapat pada bait 1 dan
2:
Tanah air kita satu/a/
Bangsa kita Satu/a/
Bahasa kita satu/a/
Bendera kita Satu/a/
c. Diksi
Kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa sehingga
artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis (Barfield,1952:41). Jadi, diksi itu
untuk mendapatkan kepuitisan dan mendapatkan nilai estetik.
Untuk ketepatan diksi seringkali penyair menggantikan kata yang
dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun
sajaknya telah disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih juga diubah
kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada baris/kalimat
yang diubah susunannya atau dihilangkan.
Sajak di atas menggunakan kosa kata yang biasa dalam pemakaian sehari-
hari, kata-kata perbendaharaan dasar hingga menjadi abadi dalam arti dapat
dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya.
d. Bahasa Figuratif / Majas
Majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas untuk
menimbulkan kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek tertentu bagi
pembaca atau pendengarnya. Di kajian puisi, majas yang sering digunakan
adalah metafora.
Puisi ‘Jembatan’ banyak menggunakan majas metafora seperti: gerimis tak
mampu mengucapkan kibarannya
e. Citraan/ imaji
Citraan yang terdapat pada puisi “Jembatan” tersebut banyak menggunakan
citraan penglihatan. Hamper semua barisnya menggunakan citraan
penglihatan.
f. Tipografi
Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-
bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Aminuddin, 1987:146).
Sebagai bentuk fisik puisi, tipografi memiliki beberapa fungsi: (1)
menampilkan aspek artitis visual, (2) menciptakan nuansa makna dan suasana
tertentu, (3) menunjukkan adanya lonjakan gagasan serta memperjelas adanya
satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyairnya.
Dari segi tipografi puisi ‘Jembatan’ memiliki bentuk biasa saja, sama dengan
bentuk puisi pada umumnya. Puisi ini terdiri dari 5 bait dan jumlah larik
dalam setiap bait tidak sama.
Pendekatan semiotik
Puisi “Jembatan” karya Sutardji Calzoum Bahri memiliki 5 bait puisi yang jumlah
barisnya tidak sama. Puisi “Jembatan” dilihat dari judulnya menggambarkan
tentang adanya suatu keadaan yang terpisahkan oleh suatu hal sehingga
disimbolkan “jembatan”. Dengan membaca isi puisi tersebut akan diketahui
tentang sebuah keadaan dimana para nilai persatuan dan kepedulian antar
masyarakat sudah mulai luntur.
Hal ini disimbolkan dengan kalimat;
Jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
ANALISIS PUISI DENGAN PENDEKATAN KARYA SASTRA
(OBJEKTIF, MIMETIK, PRAGMATIK, EKSPRESIF, DAN SEMIOTIK)
Disusun guna memenuhi mata kuliah: Kajian Apresiasi Puisi
Pengampu:
Dosen Pengampu: Drs. Yant Mujianto, M. Pd
OLEH :
Ridha Kusuma Perdana
K1210045
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
Analisis Puisi dengan Pendekatan Objektif
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kendil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila dasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu~bukan giliranku
Matahari~bukan kawanku
Pendekatan Objektif
1. Faktor intrinsik
a. Tema
Puisi “Padamu Jua” bertemakan tentang kerinduan. Puisi “Padamu Jua”
menggambarkan tentang kembalinya seseorang yang telah lama
meninggalkannya. Ketika memasuki isi, Padamu Jua merupakan
gambaran tentang pengakuan dan pengaduan antara aku (lirik) dengan
engkau (lirik). Engkau (lirik) merupakan zat yang tak terlihat tetapi
keberadaannya sangat diakui, dalam hal ini zat Ilahiah. Hal ini
disimbolkan jelas pada bari ke-5 dan ke-6 :
/Kaulah kendil kemerlap//Pelita jendela di malam gelap/.
Engkau adalah zat yang menerangi hati manusia ketika manusia
mengalami /malam gelap/.
Demikian juga Serupa dara dibalik tirai yang merupakan penguatan dari
zat yang tak terlihat namun keberadaannya diakui. Demikian juga sifat –
sifat ke-Ilahiahan tergambar dalam
/melambai pulang perlahan//
Sabar, setia selalu/
/melambai pulang perlahan/
Petunjuk dengan caranya, yang manusia tak menyadarinya, dan bagi
orang yang berpikir akan mengetahui hikmah dari apa yang disajikan
Tuhan.
b. Diksi (Pemilihan kata)
Diksi-diksi yang digunakan dalam puisi tersebut cukup sulit untuk
dipahami, misalnya
Bertukar tangkap dengan lepas/
Lirik diatas mempunyai makna bahwa ia sadar atau insaf dan melakukan
pengakuan.
c. Pencitraan
Di dalam bait puisi Padamu Jua, pencitraan yang digunakan pengarang
antara lain:
Pencitraan penglihatan:
Kaulah kendil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Pencitraan perabaan
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
d. Tipografi
Menurut saya pada bait puisi tersebut menggambarkan suatu kepasrahan
da kerinduan. Kepasrahan penyair untuk kembali kepada penciptanya
serta kerinduan penyair kepada kekasihnya. Hal ini ditunjukkan sebagai
berikut:
Menunjukkan kepasrahan:
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Menunjukkan kerinduan:
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
e. Unsur bunyi
Jika dilihat dari bait puisi diatas, kata yang digunakan oleh penyair puisi
Padamu Jua (Amir Hamzah) didominasi oleh bunyi vokal.
Judul puisi Padamu Jua urutan vokalnya: a,u,u,a
Baris 1 didominasi oleh vokal: i
Baris 2 dan 23, serta 24 didominasi oleh vokal: a dan i
Baris 3 didominasi vokal: e dan u
Baris 4 dan 19 didominasi vokal: a dan e
Baris 5 didominasi vokal: e da i
Baris 6 dan 7 didominasi vokal: a dan e
Baris 8 sampai 14 didominasi vokal: a dan u
Baris 15 didominasi vokal: a dan i
Baris 16 sampai 18, dan 20, 21, 26, serta 27 didominasi vokal: a dan
u
f. Alur
Alur yang digunakan puisi diatas adalah alur maju karena susunan yang
menunjukan apa yang akan terjadi selanjutnya. Pada suatu hari di masa
depan pasti akan kembali kepada penciptanya.
g. Tokoh dan penokohan
Jika dilihat dari tokoh “aku” ia memiliki karakter yang cukup baik. “aku”
dalam puisi tersebut mau mengakui kesalahannya dan mau menyadarinya
dengan cara insaf.
h. Amanat
Puisi Padamu Jua mengandung amanat bahwa seseorang seharusnya
senantiasa selalu mengingat Tuhan dalam keadaan apapun dan bersyukur
dengan apa yang telah diberikan. Bukan hanya pada saat kita jatuh saja
dan mensyukuri saat kita mengalami keberuntungan. Karena
sesungguhnya segala sesuatu telah ada yang mengaturnya dan semua akan
kembali kepada-Nya.
2. Struktur Batin
Amir Hamzah memberikan pesan (ketidak langsungan ekspresi) melalui
media puisi dan kiasan kata yang memberikan konkretisasi, kesatuan yang
utuh dari tiap baris dan bait yang memberikan makna. Dengan mengandaikan
sebuah kehidupan si aku yang hancur dan kemudian insyaf. Sesungguhnya
semua itu mengharapkan manusia agar tidak lupa diri dan sombong pada saat
mengalami kejayaan, karena kehidupan itu akan terus berputar dan suatu saat
kejayaan itu akan mengalami kejatuhan, kenaasan. Dan semua orang harus
mau menyadari hal itu.
3. Faktor ekstrinsik
Dalam puisi “Padamu Jua” menggambarkan bahwa Si aku mengalami
kegagalan yang sangat menyakitkan dan tak tercapainya keinginan atau cita –
cita si aku lirik. Sehingga ia menemui kembali pada sang pemberi jalan, yang
mengatur nasib ini yang merupakan indeks dalam kegagalan. Dalam konteks
ini, si aku pernah mengalami kerenggangan atau lupa pada masa kejayaannya,
perjuanganya, namun ketika jatuh ia sadar atau insaf dan melakukan
pengakuan dan pengaduan bahwa segala sesuatu telah ada yang mengatur,
segala sesuatu akan kembali kepadaNya.
Dapat diartikan si aku mengalami kegagalan dalam cinta. Namun
cinta disini tak dijelaskan kepada siapa. Apakah kepada wanita (jika si aku
adalah laki-laki) atau kepada laki-laki (jika si aku adalah wanita), cinta pada
kerja, harta, atau hal yang beersifat keduniaan.
Si aku mengalami kerinduan dengan si engkau ketika ia mengalami
kegagalan atau apa yang telah ia usahakan semua sirna, hilang dan terbang.
merupakan senyum pengakuan si aku lirik sebagai manusia bahwa kekasih
sejati adalah engkau lirik, cinta yang sesungguhnya hanya untuk engkau lirik.
Kerinduan si aku lirik akan kehadiran engkau lirik (Tuhan) dengan ayat-
ayatnya (firman-Nya).
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, Melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu
hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar matau sendu, biar berbinar gelakku
rayu!
1. Faktor intrinsik
a. Struktur lahir
1) Tema
Puisi doa karya Amir Hamzah bertemakan tentang sebuah penantian.
Puisi diatas menggambarkan tentang harapan penyair yang sangat
besar kepada Tuhan. Kata kekasihku yang dimaksudkan pada puisi di
atas untuk menyebut Tuhan. Amir Hamzah sangat mendambakan dan
menantikan kasih Tuhan kepadanya.
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
2) Diksi (pemilihan kata)
Puisi doa karya Amir Hamzah menggunakan pilihan kata yang cukup
sulit dipahami. Misalnya untuk melukiskan penantian yang begitu
didambakan Amir Hamzah menggunakan kata- kata setelah
menghalaukan panas payah terik.
Kalimat-kalimat dalam puisi doa karya Amir Hamzah ini sangat
menarik karena karena dibentuk dengan menggunakan majas-majas
perumpamaan yang sangat indah yang dapat membangkitkan
imajinasi para pembacanya, misalnya pada baris ke 6 dan 7:
hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
3) Pencitraan
Di dalam bait puisi Doa, pencitraan yang digunakan pengarang antara
lain:
Citraan penglihatan
Pada masa purnama meningkat naik
Bagai bintang memasang lilinnya
Bagai sedap malam menyirak kelopak
Citraan perabaan
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan
Melambung rasa menanyang pikir
4) Tipografi
Saya berpendapat bahwa bait puisi tersebut lebih terkesan
menggambarkan penantian yang sangat panjang dalam mengharapkan
sesuatu.
Dengan senja samar sepi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas payah terik
kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam
menyirak kelopak
5) Unsur Bunyi
Jika dilihat dari bait puisi diatas, kata yang digunakan oleh penyair
puisi Doa (Amir Hamzah) didominasi oleh bunyi vokal.
Judul puisi Hanyut Aku urutan vokalnya: a,u,e,a,i,u,a
Baris 1 didominasi oleh bunyi vokal: a dan u
Baris 2 sampai 5 didominasi bunyi vokal: e dan a
Baris 6 didominasi bunyi vokal: a dan i
Baris 7 sampai 11 didominasi bunyi vokal: u dan a
Dalam tiap baris puisi Doa yang paling dominannya vokal a dan u.
6) Alur
Puisi diatas menggunakan alur maju karena urutan kalimat dalam
puisi tersebut menunjukkan kejadian yang diharapkan pada masa
depan.
7) Tokoh dan Penokohan
Tokoh “aku” dalam puisi Doa karya Amir Hamzah diatas
menggambarkan karakter yang ambisius. Tokoh “Aku” dalam puisi
diatas memiliki ambisi yang sangat besar dalam mengharapkan
sesuatu untuk dirinya.
8) Amanat
Puisi Doa karya Amir Hamzah mengandung amanat yaitu agar
manusia selalu mendekatkan diri dan mencintai Tuhannya melebihi ia
mencintai dirinya.
c. Struktur Batin
Puisi Doa merupakan puisi penantian, pengharapan, dan cinta sang
penyair yaitu Amir Hamzah kepada Tuhannya. Penyair memiliki harapan
dan cinta yang sangat besar kepada Tuhannya. Penyair selalu menantikan
kasih Tuhan datang kepadanya. Penyair sangat berharap Tuhan dapat
menerangi hidupnya. Pergulatan batin yang sangat hebat juga tergambar
dalam puisi tersebut. Pergolakan terjadi saat penyair dalam penantiannya
itu. Penggunaan majas-majas perumpamaan menambah kesan keindahan
yang dapat mudah merangsang daya imaji para pembaca.
3. Faktor ekstrinsik
Penyair berharap bahwa Tuhan mampu memberikan kasih sayang dan
cahaya dalam hidupnya begitu besar sehingga penyair rela menanti begitu
lama untuk mendapatkan apa yang ia harapkan. Penyair berkeyakinan
bahwa hati dan hidupnya akan tenang dengan kehadiran dan kasih sayang
Tuhan.
Jembatan
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
Bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
Dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka akupun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
Jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
Para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
Indah di berbagai plaza. Wajah yang diam-diam menjerit
Mengucap.
Tanah air kita satu
Bangsa kita Satu
Bahasa kita satu
Bendera kita Satu
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
Mekar dimana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-
Jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang dan otot
Linu mengerang mereka pancangkan koyak moyak bendera hati
Dipijak ketidak pedulian pada saudara. Gerimis tak mampu
mengucapkan kibarannya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri air mata kami
Pendekatan mimetik
Aspek mimetik yang menonjol dalam puisi “Pamplet Cinta” maka analisis
mimetik ini meliputi: aspek sosial
2. Aspek sosial
Sesuatu yang diungkapkan dalam karya sastra merupakan gambaran
kehidupan. Bukan hal yang aneh jika permasalahan-permasalahan yang
timbul dalam karya sastra kemungkinan terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
atau pada waktu tertentu.
Dalam puisi “Jembatan” dilukiskan masalah sosial tentang kemerosotan
moral bangsa dan carut marutnya keadaan negeri ini. Puisi jembatan
menggambarkan tentang bagaimana semrawutnya keadaandi negeri ini yang
serba tidak teratur yang kepedulian antar sesama yang mulai hilang. Hal ini
ditunjukkan jelas pada baris berikut ini:
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
Mekar dimana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-
Jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
Puisi ini juga menggambarkan tentang kondisi ekonomi para masyarakatnya.
Maka akupun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
Jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang.
pendekatan pragmatik
2. Nilai kemanfaatan atau nilai edukatif
Puisi “Jembatan” karya Sutardji Calzoum Bachri memberikan pelajaran
kepada kita bahwa kita harus saling peduli terhadap sesama manusia agar
persatuan dan kesatuan antar masyarakat dapat tetap terjalin dengan erat, agar
tidak terjadi perpecahan, karena sejatinya kita adalah saudara sebangsa dan
setanah air yang harus selalu hidup berkesatuan.
Pendekatan ekspresif
g. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan
keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-
anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dsb. Bunyi disamping hiasan
dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk
memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan
yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dsb (Pradopo, 1987:22).
Dari bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan
bunyi-bunyi yang berirama sendu yang menimbulkan suasana keprihatinan.
seperti pada bait ke-1:
Maka akupun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
Jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
Para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
Indah di berbagai plaza.
h. Verifikasi
Dalam versifikasi terdapat rima, ritme/irama dan metrum. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa irama itu pergantian berturut-turut secara teratur. Metrum
atau matra adalah pengulangan tekanan kata yang tetap.
Pada puisi ‘Jembatan’ tidak terdapat metrum. Rima terdapat pada bait 1 dan
2:
Tanah air kita satu/a/
Bangsa kita Satu/a/
Bahasa kita satu/a/
Bendera kita Satu/a/
i. Diksi
Kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa sehingga
artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis (Barfield,1952:41). Jadi, diksi itu
untuk mendapatkan kepuitisan dan mendapatkan nilai estetik.
Untuk ketepatan diksi seringkali penyair menggantikan kata yang
dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun
sajaknya telah disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih juga diubah
kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada baris/kalimat
yang diubah susunannya atau dihilangkan.
Sajak di atas menggunakan kosa kata yang biasa dalam pemakaian sehari-
hari, kata-kata perbendaharaan dasar hingga menjadi abadi dalam arti dapat
dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya.
j. Bahasa Figuratif / Majas
Majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas untuk
menimbulkan kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek tertentu bagi
pembaca atau pendengarnya. Di kajian puisi, majas yang sering digunakan
adalah metafora.
Puisi ‘Jembatan’ banyak menggunakan majas metafora seperti: gerimis tak
mampu mengucapkan kibarannya
k. Citraan/ imaji
Citraan yang terdapat pada puisi “Jembatan” tersebut banyak menggunakan
citraan penglihatan. Sebagian besar barisnya menggunakan citraan
penglihatan.
l. Tipografi
Sebagai bentuk fisik puisi, tipografi memiliki beberapa fungsi: (1)
menampilkan aspek artitis visual, (2) menciptakan nuansa makna dan suasana
tertentu, (3) menunjukkan adanya lonjakan gagasan serta memperjelas adanya
satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyairnya.
Dari segi tipografi puisi ‘Jembatan’ memiliki bentuk biasa saja, sama dengan
bentuk puisi pada umumnya. Puisi ini terdiri dari 5 bait dan jumlah larik
dalam setiap bait tidak sama.
Pendekatan semiotik
Puisi “Jembatan” karya Sutardji Calzoum Bahri memiliki 5 bait puisi yang jumlah
barisnya tidak sama. Puisi “Jembatan” dilihat dari judulnya menggambarkan
tentang adanya suatu keadaan yang terpisahkan oleh suatu hal sehingga
disimbolkan “jembatan”. Dengan membaca isi puisi tersebut akan diketahui
tentang sebuah keadaan dimana para nilai persatuan dan kepedulian antar
masyarakat sudah mulai luntur.
Hal ini disimbolkan dengan kalimat;
Jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
Pendekatan mimetik
Karya : Sutardji Calzoem Bachri
Tanah Air Mata
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
Aspek mimetik yang menonjol dalam puisi “Pamplet Cinta” maka analisis
mimetik ini meliputi: aspek sosial dan cinta.
3. Aspek sosial
Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan nilai-nilai kehidupan dengan
segala permasalahannya, tetapi tidak berarti karya sastra merupakan cermin
kehidupan secara mutlak. Subjek selalu mempengaruhi penciptaaan karya
sastra, sehingga masing-masing pengarang mempunyai pandangan sendiri-
sendiri terhadap objek yang sama.
Sesuatu yang diungkapkan dalam karya sastra merupakan gambaran
kehidupan. Bukan hal yang aneh jika permasalahan-permasalahan yang
timbul dalam karya sastra kemungkinan terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
atau pada waktu tertentu.
Dalam puisi “Tanah Air Mata” dilukiskan masalah sosial tentang keadaan
bangsa keadaan tanah air ini yang sudah berubah, dimana manusia sudah
terpengaruh adanya nafsu dan ambisi duniawi yang tega merubah segalanya.
Penyair mengungkapkan bagaimana bangsa ini sudah berubah dari yang
begitu damai indah menjadi sangat menyedihkan dibalik kemegahan yang
terlihat.
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
4. Cinta
Dalam puisi “Tanah Airmata” ini pengarang melukiskan tentang rasa cintanya
kepada tanah air yang kini menjadi derita dan kebencian terhadap para
petinggi negeri ini. Puisi ini juga merupakan bentuk sindiran dan ungkapan
penyair untuk para petinggi bangsa ini. Para petinggi bangsa ini yang
diharapkan bisa membangun bangsa justru hanya disibukkan dengan
kepentingannya sendiri. Mereka dengan tanpa beban menikmati kemewahan
negeri ini. Namun di balik itu semua banyak rakyat negeri ini yang menderita.
Kebencian itu tergambar jelas pada baris puisi berikut ini:
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
pendekatan pragmatik
Karya : Sutardji Calzoem Bachri
Tanah Air Mata
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa kami
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
pendekatan pragmatik
2. Nilai kemanfaatan atau nilai edukatif
Nilai edukatif yang terdapat dalam puisi “Tanah Airmata” di atas adalah
khususnya bagi para pejabat negara yaitu adanya puisi ini dapat menjadi
media introspeksi bahwa tugas dan kewajiban sebagai pejabat negara haruslah
dilakasanakan dengan benar dan sebaik-baiknya. Jangan hanya
mementingkan ego pribadi dan kepentingan sendiri tetapi harus dapat
mengayomi dan memikirkan nasib dan kondisi para masyarakatnya sehingga
tidak menimbulkan penderitaan dan kebencian.
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
Pendekatan Ekspresif
Dalam menganalisis unsur-unsur fisik kami gunakan pendekatan ekspresif.
Pendekatan ekspresif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-
unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca (Aminuddin, 1987:42).
Sedangkan menurut Semi (1984) pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang
menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan
ide-idenya ke dalam karya sastra. Pendekatan ekspresif disebut juga pendekatan
emotif.
Cara yang digunakan pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya adalah
melalui gaya (style pengarang). Gaya (style pengarang) dapat dilihat dari: bunyi,
irama, diksi, citraan, majas dan tipografi.
g. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan
keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-
anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dsb. Bunyi disamping hiasan
dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk
memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan
yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dsb (Pradopo, 1987:22).
Dari bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan bunyi-
bunyi yang berirama sendu yang menimbulkan suasana keprihatinan. seperti
pada bait ke-1
Tanah air mata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
h. Versifikasi
Dalam versifikasi terdapat rima, ritme/irama dan metrum. Rima adalah
pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi.
Sedangkan ritme/irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang
pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa irama itu pergantian berturut-turut secara teratur.
Metrum atau matra adalah pengulangan tekanan kata yang tetap.
Dalam puisi timbulnya irama karena perulangan bunyi berturut-turut dan
bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi. Begitu juga karena
adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulangan kata, ulangan-ulangan bait.
Juga disebabkan oleh tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemah,
disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang pendek kata
Pada puisi ‘Tanah Air Mata’ tidak terdapat metrum. Rima terdapat pada bait
ketiga:
di balik gembur subur tanahmu / a /
kami simpan perih kami / b /
di balik etalase megah gedung-gedungmu / a /
kami coba sembunyikan derita kami / b /
Ritme pada puisi ini ditemukan karena adanya parelelisme-paralelisme dan
ulangan-ulangan kata, seperti pada bait ke-1 larik ke-2 dan ke-3
Mata air airmata kami
airmata tanah air kami
i. Diksi
Kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa sehingga
artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis (Barfield,1952:41). Jadi, diksi itu
untuk mendapatkan kepuitisan dan mendapatkan nilai estetik.
Untuk ketepatan diksi seringkali penyair menggantikan kata yang
dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun
sajaknya telah disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih juga diubah
kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Bahkan ada baris/kalimat
yang diubah susunannya atau dihilangkan.
Sajak di atas menggunakan kosa kata yang biasa dalam pemakaian sehari-
hari, kata-kata perbendaharaan dasar hingga menjadi abadi dalam arti dapat
dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya.
Penggunaan kata ‘etalase’ pada bait ke-2 larik ke-3 yang berarti jendela kaca.
j. Bahasa Figuratif / Majas
Majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas untuk
menimbulkan kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek tertentu bagi
pembaca atau pendengarnya. Di kajian puisi, majas yang sering digunakan
adalah metafora, metonimia, personifikasi, alegori, simile dan sinekdoke.
Puisi ‘Tanah Air Mata’ banyak menggunakan majas metafora seperti: / tanah
air mata tanah tumpah dukaku / menyanyikan air mata kami / kami simpan
perih kami / kami coba sembunyikan derita kami / kalian pijak air mata
kami / kalian hinggap di air mata kami /. Majas personifikasi ditemukan pada
bait ke-4 larik ke-3 / tapi perih tak bias sembunyi / dan baik ke-5 larik ke-2 /
dan udara luas menunggu /.
k. Citraan / Imaji
Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan
suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran
dan penginderaan serta untuk menarik perhatian, penyair juga menggunakan
gambaran-gambaran angan (pikiran). Gambaran-gambaran angan dalam sajak
disebut citraan (imagery). Citraan ini ialah gambar-gambar dalam pikiran dan
bahasa yang menggambarkannya (Altenbernd,1970:12). Sedang setiap
gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran-gambaran angan
itu ada bermacam-macam, diantaranya citra penglihatan(visual), citra
pendengaran, citra rabaan dan citra gerak.
Citra gerak terdapat pada bait kelima / ke manapun melangkah / ke manapun
terbang / ke manapun berlayar / kalian arungi air mata kami /. Citra rabaan
terdapat pada bait kedua / disinilah kami berdiri / pada bait ketiga / kami
simpan perih kami / kami coba sembunyikan derita kami / pada bait keempat /
kami coba kuburkan duka lara /dan bait kelima / kalian pijak airmata kami /.
Citra visual terdapat pada bait ketiga / di balik etalase megah gedung-
gedungmu / pada bait kelima / bumi memang tak sebatas pandang./.
sedangkan citra pendengaran terdapat pada bait kedua / menyanyikan air mata
kami/.
Citra rabaan dan citra pendengaran dikombinasikan pada bait kedua. Citra
penglihatan dan rabaan dikombinasikan pada bait ketiga. Pada bait keempat
terdapat kombinasi citra rabaan, citra penglihatan dan citra gerak. Sedangkan
pada bait kelima terdapat kombinasi citra penglihatan, citra rabaan dan citra
gerak.
l. Tipografi
Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-
bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Aminuddin, 1987:146).
Sebagai bentuk fisik puisi, tipografi memiliki beberapa fungsi: (1)
menampilkan aspek artitis visual, (2) menciptakan nuansa makna dan suasana
tertentu, (3) menunjukkan adanya lonjakan gagasan serta memperjelas adanya
satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyairnya.
Dari segi tipografi puisi ‘Tanah Air Mata’ memiliki bentuk biasa saja, sama
dengan bentuk puisi pada umumnya. Puisi ini terdiri dari 5 bait dan jumlah
larik dalam setiap bait tidak sama.
Pendekatan Semiotik
Puisi “Tanah Airmata” terdiri dari 26 baris yang terbagi dalam enam bait, tiap
bait terdiri dari 2 sampai 9 baris. Puisi “Tanah Airmata” ditinjau dari judulnya
menggambarkan kepedihan. etika pembaca membaca judulnya akan terlintas
minimal tentang sesuatu kondisi yang memprihatinkan yang penuh dengan
demdam. etika memasuki isi, “Tanah Airmata” merupakan gambaran tentang
curahan perasaan akan nasib dan kebencian yang amat dalam para warga negara
ini kepada para petinggi negara. Hal ini disimbolkan jelas pada baris ke 16 sampai
18:
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
penderitaan juga disimbolkan pada bait ke 4:
kami coba simpan nestapa kami
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
memberikan makna bahwa duka derita mereka sudah teramat dalam namun
mereka tetap berusaha menyembunyikannya.
top related