analisis efisiensi produksi usaha peternakan sapi … · menganalisis faktor-faktor yang...
Post on 19-Mar-2019
281 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN
SAPI PERAH DI KELURAHAN PONDOK RANGGON
KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
NUR AISYAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi
Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon,
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur adalah benar karya penulis dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini
penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian
Bogor.
Bogor, Juli 2014
Nur Aisyah
NIM H44090064
ABSTRAK
NUR AISYAH. Analisis efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di
Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Dibimbing oleh
BONAR M. SINAGA dan HASTUTI.
Permintaan susu sapi perah di Indonesia meningkat setiap tahunnya,
namun produksinya belum memenuhi kebutuhan nasional. Peternakan sapi perah
Pondok Ranggon merupakan tempat penyedia susu sapi untuk warga DKI Jakarta.
Peternakan sapi perah Pondok Ranggon memiliki peranan penting dalam
peningkatan produksi susu di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1)
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, (2)
menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah, (3) menganalisis pendapatan
usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon. Faktor produksi susu sapi perah
dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan parameter diestimasi
dengan metode Ordinary Least Squares (OLS), analisis efisiensi produksi
dilakukan dengan menggunakan Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan
harga faktor produksi, dan pendapatan usaha peternakan dilakukan dengan
analisis pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah
adalah pakan hijauan, ampas tahu, dan tenaga kerja. Nilai efisiensi masing-masing
faktor produksi tidak sama dengan satu, berarti bahwa penggunanaan faktor
produksi belum efisien. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu, sehingga
analisis pendapatan menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah
menguntungkan.
Kata kunci: analisis pendapatan, efisiensi produksi, Pondok Ranggon, susu sapi,
usaha peternakan
ABSTRACT
NUR AISYAH. Production Efficiency Analysis of Dairy Farm in Pondok
Ranggon Cipayung Sub-District East Jakarta. Supervised by BONAR M.
SINAGA and HASTUTI.
The demand for milk of dairy cattle in Indonesia increasing every year, but
the production has not fulfill the national needs. Pondok Ranggon dairy farm is a
supplier milk to DKI Jakarta people. Pondok Ranggon dairy farm has an
important role in improvement milk production in Indonesia. The purposes of the
study were to: (1) analyze the affecting factors for the production milk of dairy
cattle, (2) analyze the production efficiency of milk of dairy cattle, (3) analyze the
income of Pondok Ranggon dairy farm. The production factor of milk of dairy
cattle was using the production function of Cobb-Douglas analysis and estimated
parameter was using Ordinary Least Squares (OLS) method, analysis production
efficiency was using Value of Marginal Product (VMP) equal to production factor
prices, and income of dairy farm analyze using income analysis. The affecting
factors of production milk of dairy cattle is grass, tofu waste, and labors. The
value of efficiency of each production factor is not equal to one, means that the
use of production function have not been efficient. The value of R/C ratio is
greater than one, so that the income analysis shows for dairy farm is profitable.
Key words: dairy farm, income analysis, milk of dairy cattle, Pondok Ranggon,
production efficiency
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN
SAPI PERAH DI KELURAHAN PONDOK RANGGON
KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
NUR AISYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya,
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi
Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon,
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan
Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
banyak masukan terhadap skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgr selaku dosen penguji utama dan Fitria Dewi Raswatie,
SP, MSi sebagai dosen penguji wakil program studi. Ucapan terimakasih
disampaikan kepada orang tua (Syaiful Amri dan Hj. Sa’diyah) dan kakak penulis
(Siti Juleha, SE.) yang telah memberikan dorongan moral, material dan spiritual
sehingga membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah
membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi serta seluruh staf
sekretariat sekolah Pascasarjana EPN (Mba Yani, Mas Johan, Mba Ina, Bu
Kokom, Bu Odah, Pak Husen, dan Pak Erwin) yang telah membantu penulis
selama penyusunan skripsi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
Swaesti, Astryani, Najmi, Ikoh, Reni, Ulfah, Tanti, Chatrina, teman-teman ESL
46, dan teman sebimbingan (Aulia, Anindyah, Apriliana, Sari dan Citra) yang
telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan
skripsi.
Bogor, Juli 2014
Nur Aisyah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Masalah Penelitian ............................................................................ 4
1.3. Tujuan ............................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Faktor Produksi Peternakan Sapi Perah ............................................ 7
2.2. Efisiensi ............................................................................................ 9
2.3. Analisis Pendapatan Usahatani ......................................................... 9
2.4. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 10
2.4.1. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah ............. 10
2.4.2. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi ..................... 11
2.5. Kebaruan Penelitian .......................................................................... 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis ............................................................................. 17
3.1.1. Fungsi Produksi ...................................................................... 17
3.1.2. Efisiensi Input ......................................................................... 20
3.1.3. Pendapatan Usahatani ............................................................. 22
3.2. Kerangka Operasional ...................................................................... 24
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 27
4.2. Jenis dan Sumber Data...................................................................... 27
4.3. Metode Pengambilan Contoh ........................................................... 27
4.4. Metode Analisis Data ....................................................................... 27
4.4.1. Menganalisis Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah ......... 28
4.4.2. Kriteria Uji Statistik ............................................................... 29
4.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika ..................................................... 30
4.4.4. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ....................................... 31
4.4.5. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah ............... 32
4.4.6. Konversi Satuan Ternak (ST) ................................................ 34
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum ................................................................................ 35
5.2. Keadaan Demografi ......................................................................... 36
5.3. Karakteristik Peternak Sapi Perah .................................................... 36
5.3.1. Umur Peternak Sapi Perah ..................................................... 36
5.3.2. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah ........................................ 37
5.3.3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah ............................... 38
5.3.4. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah ........................... 38
5.4. Karakteristik Usaha Peternak Sapi Perah ......................................... 39
5.4.1. Luas Lahan dan Luas Kandang .............................................. 39
5.4.2. Jumlah Sapi Laktasi ............................................................... 40
5.4.3. Jenis Usaha ............................................................................. 41
5.4.4. Input dan Sistem Pembelian Input ......................................... 41
5.4.5. Output dan Sistem Penjualan Output ..................................... 42
VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI, EFISIENSI INPUT,
DAN PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH
6.1. Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah ......................................... 45
6.1.1. Pakan Hijauan ........................................................................ 47
6.1.2. Pakan Konsentrat ................................................................... 48
6.1.3. Pakan Ampas Tahu ................................................................ 48
6.1.4. Pakan Ampas Tempe ............................................................. 48
6.1.5. Tenaga Kerja .......................................................................... 49
6.2. Analisis Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ................................... 49
6.3. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah ...................................... 52
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1.Simpulan ........................................................................................... 55
7.2.Saran .................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 57
xii
LAMPIRAN ........................................................................................... 61
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ 83
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Populasi Sapi Perah Nasional Tahun 2011 ........................................... 1
2. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012 ............................. 2
3. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di
Indonesia Tahun 2010-2020 .................................................................. 3
4. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah ........................... 12
5. Penelitian Tedahulu Terkait Analisis Efisiensi ..................................... 13
6. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan
Metode Analisis Data .......................................................................... 28
7. Daftar Konversi Satuan Ternak (ST) .................................................... 34
8. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cipayung
Tahun 2010 ........................................................................................... 36
9. Umur Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ............... 37
10. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 37
11. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
Tahun 2013 ........................................................................................... 38
12. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
Tahun 2013 ........................................................................................... 39
13. Luas Lahan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ..... 39
14. Luas Kandang Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
Tahun 2013 ........................................................................................... 39
15. Jumlah Sapi Perah Laktasi di Pondok Ranggon Tahun 2013 ............... 40
16. Jenis Usaha Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ..... 41
17. Penggunaan Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah
Pondok Ranggon ................................................................................... 41
18. Jumlah Penjualan Susu dan Harga Susu di Peternakan Pondok
Ranggon Tahun 2013 ............................................................................ 43
19. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan
di Pondok Ranggon Tahun 2013 .......................................................... 45
20. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 50
21. Input Optimal di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon .................. 51
22. Rata-rata Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok
Ranggon per Hari pada Tahun 2013 .................................................... 53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik Fungsi Produksi ......................................................................... 20
2. Alur Kerangka Operasional ................................................................... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon ...... 62
2. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 .. 68
3. Luas Lahan Peternakan dan Kandang Peternakan di Pondok Ranggon
Tahun 2013 .......................................................................................... 70
4. Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon ..... 71
5. Harga Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok
Ranggon Tahun 2013 ........................................................................... 73
6. Jumlah Penjualan Susu di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 ..... 75
7. Hasil Olahan Minitab Faktor Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di
Pondok Ranggon Tahun 2013 ............................................................. 78
8. Uji Normalitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon
Tahun 2013 .......................................................................................... 79
9. Uji Heterokedastisitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok
Ranggon Tahun 2013 ........................................................................... 80
10. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 81
11. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah per Hari di Pondok
Ranggon per Hari Tahun 2013 ............................................................ 82
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru
khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.
Badan Pusat Statistik (2011a) menyatakan bahwa total PDB subsektor peternakan
sebesar Rp 39 929.9 Milyar. Permintaan komoditi peternakan meningkat akibat
peningkatan jumlah penduduk dan masyarakat yang sadar gizi (Direktorat
Jenderal Peternakan, 2012b).
Indonesia memiliki potensi peternakan sapi perah berdasarkan
peningkatan populasi sapi perah dari tahun 2008-2012 (Direktorat Jenderal
Peternakan, 2012b). Perkembangan populasi sapi perah terus meningkat seiring
dengan meningkatnya permintaan susu segar dipasaran. Pertambahan jumlah
penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang kegunaan
mengkonsumsi susu segar dapat mempengaruhi permintaan susu segar dipasaran.
Populasi sapi perah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2008-2012
(000 Ekor)
Tahun Populasi Sapi
2008 458
2009 475
2010 488
2011 597
2012 622 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2012b)
Pada tahun 2012, produksi susu di Indonesia rata-rata 10-12 liter per ekor
sapi per hari. Rendahnya produksi susu disebabkan oleh faktor-faktor penentu
dalam usaha peternakan, seperti pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan
pemberian pakan, pemeliharaan ternak, suhu, penyediaan sarana dan prasarana,
serta pencegahan penyakit dan pengobatan1. Produksi susu sapi perah sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi. Menurut Sutardi (1981), faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi produksi susu sapi perah adalah daya produksi atau
1http://regional.kompas.com, “Kebutuhan Susu Dalam Negeri Masih Impor”, diakses tanggal 22
Januari 2013
2
mutu genetik, pemberian pakan, dan suhu lingkungan. Produksi susu sapi di
Indonesia disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012
(000 ton)
Tahun Produksi Susu
2008 647.000
2009 827.200
2010 909.500
2011 974.700
2012 1 017.900
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2012a)
Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar
bagi peternak sapi perah untuk mengembangkan usaha peternakan. Kegiatan dan
kinerja usaha sapi perah melalui peningkatan produksi susu perlu terus
ditingkatkan agar usaha lebih menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan
peternak, karena sebagian besar pendapatan peternak tergantung pada produkti-
vitas ternak yang disini adalah susu, sedangkan disisi lain pengeluaran peternak
yang terdiri dari upah tenaga kerja, pembelian pakan hijauan, konsentrat, dan
obat-obatan serta biaya lain terus meningkat dari tahun ke tahun.
Susu salah satu hasil komoditi peternakan, merupakan bahan makanan
yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Berdasarkan Tabel 2, tingkat
produksi susu di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tingkat
produksi susu pada tahun 2008 sebesar 647 ribu ton terus mengalami peningkatan
hingga mencapai 1 017.9 ribu ton pada tahun 2012. Peningkatan produksi susu ini
seiring dengan peningkatan populasi sapi perah di Indonesia setiap tahun, namun
belum dapat memenuhi kebutuhan susu masyarakat Indonesia.
Tingkat konsumsi susu masyarakat di Indonesia paling rendah di kawasan
Asia, yaitu 11.09 liter per kapita per tahun. Konsumsi susu masyarakat Malaysia
dan Filipina mencapai 22.1 liter per kapita per tahun, Thailand sebanyak 33.7 liter
per kapita per tahun, dan Vietnam mencapai 12.1 liter per kapita per tahun. India
sudah mencapai 42.08 liter per kapita per tahun (Sajarwo, 2012). Pada Tabel 3
disajikan proyeksi kebutuhan dan penyediaan susu sapi di Indonesia sampai tahun
2020.
3
Tabel 3. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di Indonesia
Tahun 2011-2020
Tahun
Uraian
Permintaan Susu
per
Kapita(kg/tahun)
Kebutuhan
Nasional
(000 ton)
Penyediaan
Dalam Negeri
(000 ton)
Penyediaan
dari Impor
(000 ton)
Impor
(%)
2011 13.550 3 257 935 2 322 71.300
2012 14.070 3 433 1 023 2 410 70.200
2013 14.610 3 617 1 126 2 491 68.900
2014 15.170 3 812 1 245 2 567 67.300
2015 15.170 3 812 1 366 2 446 64.200
2016 15.750 4 077 1 529 2 548 62.500
2017 16.360 4 296 1 718 2 578 60.000
2018 16.980 4 528 1 941 2 587 57.100
2019 17.630 4 771 2 203 2 568 53.800
2020 18.310 5 028 2 514 2 514 50.000 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2013)
Proyeksi kebutuhan dan penyediaan susu merupakan perencanaan yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Tujuan dari rencana pemerintah adalah
untuk meningkatkan produksi susu dan mengurangi impor susu hingga 50 persen.
Pada tahun 2020, pemerintah akan melakukan program swasembada susu sapi
perah yang bertujuan untuk meningkatkatkan produksi susu hingga tidak ada lagi
impor susu (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013).
Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia yang
menjadi tempat kegiatan pemerintahan dengan jumlah penduduk yang padat.
Tahun 2011 jumlah penduduk DKI Jakarta berjumlah 9 809 857 jiwa (Badan
Pusat Statistik, 2011b). Penduduk Jakarta memiliki tingkat pendidikan yang relatif
tinggi sehingga tingkat kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan gizi pun
meningkat. Kandungan gizi yang tinggi adalah pada bahan pangan yang berasal
dari hewan contohnya susu dan daging. Besarnya jumlah konsumen susu dapat
mempengaruhi tingkat permintaan dan produksi susu di DKI Jakarta2.
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
menetapkan beberapa kawasan sesuai fungsinya, salah satunya kawasan khusus
dan campuran. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau
kota/kabupaten administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintah yang bersifat khusus. Kawasan
campuran adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan
2 http://beritapeternakan.com, “Produksi Susu Jakarta”, diakses tanggal 22 Januari 2013
4
kegiatan campuran bangunan umum dan pemukiman beserta fasilitasnya yang
dirancang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan masyarakat, dimana bangunan
tersebut dibangun dan dikelola serta dipelihara dengan baik.
Peternakan sapi perah Pondok Ranggon merupakan kawasan relokasi
peternakan sapi perah di DKI Jakarta sejak tahun 1992 melalui SK Gubernur No.
300/1986. Populasi sapi perah di DKI Jakarta pada tahun 2011 sebanyak 2 728
ekor dengan produksi susu 26 429 liter per hari (Direktorat Jendral Peternakan,
2012b), sedangkan populasi sapi perah di peternakan Pondok Ranggon sebanyak
1 200 ekor dan jumlah peternak 30 orang, dengan rataan produksi susu per hari
mencapai 8-11 liter per ekor3. Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dan efisiensi produksi pada usaha
peternakan sapi perah di Pondok Ranggon penting dilakukan.
1.2. Masalah Penelitian
DKI Jakarta merupakan Ibukota negara yang menjadi pusat perekonomian,
pusat hiburan, dan pusat industri. Kondisi lingkungan DKI Jakarta semakin
memburuk. Asap-asap kendaraan bermotor menjadi penyebab polusi udara di DKI
Jakarta. Lahan-lahan yang dikhususkan untuk pertanian dikonversi menjadi
bangunan komersil4. Peternakan sapi perah di DKI Jakarta awalnya berada di
Jakarta Selatan dan pada tahun 1992 pindah ke Kelurahan Pondok Ranggon.
Perpindahan daerah peternakan disebabkan oleh konversi lahan dan lingkungan
yang sudah tidak cocok untuk peternakan.
Peningkatan produksi susu sapi perah memerlukan peningkatan jumlah
penggunaan input produksi seperti pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, ampas
tempe, dan tenaga kerja. Pakan hijauan tidak dapat diproduksi di pabrik seperti
konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe. Pakan hijauan merupakan rumput yang
tumbuh secara alami atau ditanam. Lahan-lahan di DKI Jakarta yang seharusnya
berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), kawasan budidaya, dan kawasan
resapan air sudah beralih fungsi menjadi gedung-gedung perkantoran, pertokoan,
tempat tinggal, dan lain-lain. Beralih fungsinya lahan-lahan tersebut dapat
3 http://timur.jakarta-tourism.go.id. “Budidaya Sapi Perah Pondok Ranggon”, diakses tanggal 18
Maret 2013. 4 http://inilah.com, “Hanya Jakarta Timur Miliki Udara Bagus”, diakses tanggal 28 Februari 2013
5
menghambat pertumbuhan rumput yang digunakan untuk pakan ternak.
Peternakan sapi perah Pondok Ranggon masih ada sampai saat ini, namun
ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang. Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi produksi susu sapi perah?
Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi sangat diperlukan dalam
meningkatkan produksi. Kombinasi penggunaan faktor produksi dengan jumlah
yang sesuai dapat mencapai tingkat efisiensi dan meningkatkan produksi.
Kombinasi penggunaan pakan di peternakan Pondok Ranggon tidak sempurna
karena kurangnya ketersediaan pakan hijauan, sehingga produksi susu cenderung
sedikit. Produksi susu di peternakan Pondok Ranggon masih tergolong rendah
yaitu sekitar 8-10 liter per ST per hari. Rendahnya produksi susu di peternakan
Pondok Ranggon disebabkan oleh jumlah pemberian pakan rendah, ketersediaan
pakan yang rendah, dan kombinasi penggunaan input tidak benar. Harga susu di
peternakan Pondok Ranggon sekitar Rp 3 000-6 500 per liter masih tergolong
rendah. Tinggi rendahnya harga susu mempengaruhi pendapatan usaha peternakan
susu sapi perah. Bagaimana efisiensi produksi susu sapi perah? dan
Bagaimana pendapatan usaha peternakan susu sapi perah di Pondok
Ranggon, Jakarta Timur?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah penelitian, maka tujuan penelitian
adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah.
2. Menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah.
3. Menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
mengkaji efisiensi faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah
dalam peningkatan hasil produksi.
2. Bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta diharapkan penelitian ini dapat
menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan
produksi dan pendapatan peternak di DKI Jakarta.
6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan
Cipayung, Jakarta Timur dari bulan April-Agustus 2013.
2. Penelitian ini terbatas pada sapi perah di peternakan Pondok Ranggon
yang sedang dalam masa laktasi atau masa menghasilkan susu.
3. Penelitian terbatas pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi susu sapi perah, efisiensi produksi, dan pendapatan usaha
peternakan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Faktor Produksi Peternakan Sapi Perah
Proses produksi pertanian merupakan sesuatu yang secara terus menerus
berubah sebagai teknologi baru dalam pengembangan varietas baru, keturunan,
kualitas, dan kombinasi penggunaan input (Doll dan Orazem, 1984). Pelaksanaan
proses produksi memerlukan sarana faktor produksi berupa modal, lahan, dan
tenaga kerja (Muzdalifah, 2011). Faktor produksi adalah semua korbanan yang
digunakan dalam memproduksi susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor biologi dan faktor sosial ekonomi.
Faktor biologi seperti bibit, varietas, gulma dan sebagainya. Faktor sosial
ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendapatan, dan lain-
lain (Puspito, 2004). Menurut Sutardi (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi peternakan sapi perah adalah mutu genetik, pemberian makanan, dan
suhu lingkungan.
Biologi ternak merupakan riwayat hidup dari ternak. Biologi ternak yang
mempengaruhi produksi susu antara lain:
1. Bibit sapi yang baik adalah dari jenis Friesian Holstein. Sapi perah
Friesian Holstein berasal dari Belanda yang dapat memproduksi susu
sebanyak 4 500-5 500 liter dalam satu masa laktasi (Puspito, 2004).
2. Sapi mencapai tingkat produksi susu maksimum pada umur 6-8 tahun,
setelah itu tingkat produksinya menurun setiap tahun (Blakely dan Bade,
1991).
3. Masa produktif sapi perah sekitar 10 tahun (Sutardi, 1981).
4. Masa laktasi merupakan masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni
selama kurang lebih 10 bulan antara saat beranak dan masa kering.
Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan (Sutardi,
1981).
Pakan merupakan faktor produksi yang memiliki biaya yang relatif besar
dari total produksi. Komponen biaya pakan suatu peternakan dapat berkisar 60-
70% dari komponen biaya produksi. Apabila terjadi kenaikan biaya pakan maka
8
akan berpengaruh terhadap pendapatan peternak sehingga efisiensi pakan
merupakan hal yang penting dilakukan (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Pola pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak.
Pemberian pakan berupa kombinasi berbagai jenis hijauan akan mempunyai
pengaruh lebih baik dibandingkan pemberian satu macam pakan. Hal ini
disebabkan berbagai jenis hijauan mempunyai nilai gizi yang beragam, sehingga
kombinasi berbagai hijauan akan memiliki nilai gizi yang saling melengkapi
(Yulistiani et al., 2003).
Kebutuhan sapi perah akan zat makanan terdiri atas kebutuhan hidup
pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan
untuk mempertahankan bobot hidup. Makanan yang diberikan kepada seekor sapi
perah harus melebihi dari kebutuhan hidup pokoknya agar kelebihan makanannya
dapat diubah menjadi bentuk-bentuk produksi, namun pemberian makanan tidak
boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Beberapa pedoman dalam pemberian
pakan ternak sapi menurut Sutardi (1981), antara lain:
1. Pemberian bahan kering sapi laktasi sebesar 3 persen dari bobotnya.
2. 50 persen dari bahan kering yang dibutuhkan berasal dari hijauan.
3. Pemberian konsentrat kurang lebih 50 persen dari jumlah susu yang
dihasilkan.
Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak
dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Jumlah
penggunaan tenaga kerja perlu dipisahkan sesuai skala usaha untuk men capai
kondisi optimal. Jumlah tenaga kerja juga dipengaruhi oleh kualitas kerja, jenis
kelamin, musim, dan upah tenaga kerja. Penentuan upah disesuaikan dengan umur
tenaga kerja sehingga perhitungan upah tergantung pada Hari Orang Kerja (HOK)
atau Hari Kerja Setara Pria (HKSP) (Soekartawi, 2003).
Tenaga kerja dapat digolongkan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga merupakan tenaga kerja
yang melibatkan diri dalam usaha tani sendiri atau usaha keluarga. Tenaga kerja
luar keluarga merupakan tenaga kerja yang khusus dibayar sebagai tenaga kerja
upahan. Apabila pekerjaan tidak dapat diselesaikan oleh tenaga kerja dalam
keluarga, barulah tenaga kerja luar keluarga (Daniel, 2004).
9
2.2. Efisiensi
Pengelolaan usahatani antara lain bertujuan meningkatkan efisiensi
produksi dan pendapatan petani dalam hal ini peternak sapi perah. Petani sebagai
pelaksana sekaligus pengelola usahatani harus mampu mengalokasikan
penggunaan berbagai faktor produksi secara tepat sehingga dapat mencapai hasil
yang optimum (Ramadhani, 2011). Efisiensi diperlukan dalam usahatani agar
petani mendapatkan kombinasi faktor-faktor produksi tertentu untuk keuntungan
maksimum (Aisyah, 2012).
Menurut Lipsey et al. (1998), efisiensi dibagi menjadi tiga, yaitu
enginering, technical, dan economic efficiency. Enginering efficiency
menunjukkan perbandingan antara input dengan output. Technical efficiency
menyatakan hubungan antara semua faktor produksi yang digunakan dalam
memproduksi beberapa output. Dikatakan efisiensi secara teknik bila tidak ada
lagi cara lain untuk menggunakan lebih sedikit faktor-faktor produksi (Lipsey et
al., 1998). Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis dan harga. Efisiensi
teknis adalah kemampuan untuk memperoleh output yang maksimum melalui
penggunaan suatu tingkat input atau sumber daya tertentu (Yotopulus dan Nugent,
1976). Menurut Soekartawi (1990), efisiensi harga atau efisiensi alokatif diartikan
sebagai suatu kondisi Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk satu input sama dengan
harga input tersebut. Efisiensi teknis dan efisiensi harga akan memberikan
petunjuk bagi petani untuk mengalokasikan sumber daya atau faktor produksi
yang memaksimumkan keuntungan (Astuti et al., 2010).
2.3. Analisis Pendapatan Usahatani
Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola
input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk
menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.
Penerimaan usahatani didapatkan petani dari penjualan produk usahatani.
Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual output tersebut (Rahim dan Hastuti, 2008).
Pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya
usahatani didefinisikan sebagai sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli
10
input usahatani. Menurut Rahim dan Hastuti (2008), biaya usahatani dibedakan
menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya
tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dan harus dikeluarkan walaupun belum
berproduksi. Contoh biaya tetap adalah biaya sewa lahan, pajak, dan alat-alat
pertanian. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi komoditas yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah biaya benih,
pupuk, upah tenga kerja, dan lain-lain. Selisih antara penerimaan yang didapatkan
dengan biaya usahatani disebut pendapatan usahatani.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu terkait peternakan sapi perah yang dapat dijadikan
referensi adalah penelitian Putra (2004), Widodo (2009), Mandaka dan Hutagaol
(2005), dan Heriyatno (2009) yang dapat dilihat pada Tabel 4. Penelitian
terdahulu terkait analisis efisiensi adalah Yunus (2009), Ramadhani (2011),
Puspito (2004), dan Vidiayanti (2004) yang dapat dilihat pada Tabel 5.
2.4.1. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah
Putra (2004) melakukan penelitan mengenai kondisi teknis peternakan sapi
perah rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Metode yang digunakan adalah survey lapangan dengan cara wawancara dengan
peternak. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi peternakan sapi
perah Pondok Ranggon secara teknis. Hasil penelitian adalah peternak sapi perah
di Kelurahan Pondok Ranggon dalam menjalankan usahanya bersifat tradisional
dan perhatian terhadap masalah pemberian pakan masih kurang.
Widodo (2009) melakukan penelitian mengenai karakteristik dan analisis
keuntungan usaha ternak sapi perah di DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi karakteristik peternakan dan menganalisis keuntungan
peternakan sapi perah. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif.
Analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui karakteristik peternakan. Analisis
kuantitatif untuk mengetahui keuntungan yang didapat peternak. Keuntungan per
bulan pada peternak kelompok pertama berdasarkan analisis yang dilakukan
sebesar Rp 5 815 121 dan pada peternak kelompok kedua sebesar Rp 21 861 559.
11
Mandaka dan Hutagaol (2005) melakukan penelitian mengenai analisis
fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi, dan kemungkinan skema kredit bagi
pengembangan skala usaha peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon
Pedes, Kota Bogor. Metode yang digunakan kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengetahui keuntungan, efisiensi ekonomi, dan
skema kredit di peternakan Kebon Pedes.
Heriyatno (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan
faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah di tingkat peternak. Metode
yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif deskriptif
digunakan untuk mengkaji proses produksi susu sapi perah. Analisis kuantitatif
digunakan untuk mengkaji faktor produksi dan pendapatan peternak sapi perah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah pakan konsentrat, pakan
hijauan, dan masa laktasi. Nilai R/C ratio sebesar 1.11 menunjukkan bahwa
peternakan sapi perah menguntungkan.
2.4.2. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi
Yunus (2009) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi produksi
usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan
pendapatan rata-rata dan menganalisis tingkat efisiensi. Faktor-faktor produksi
yang mempengaruhi produksi dalam penelitian ini adalah bibit, pakan, vaksin,
tenaga kerja, dan bahan bakar. Usaha ternak ayam ras pedaging belum mencapai
tingkat efisiensi. Peternak ayam ras pedaging mandiri memiliki tingkat
pendapatan rata-rata yang berbeda dengan peternak pola kemitraan.
Ramadhani (2011) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi, skala
dan elastisitas produksi dengan pendekatan Cobb-Douglas dan regresi berganda.
Metode yang digunakan kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif diguanakn
untuk mengitung efisiensi dan elastisitas produksi. Berdasarkan perhitungan
didapat bahwa proporsi input yang berpengaruh terhadap proses produksi belum
mencapai tingkat efisien atau nilainya lebih dari satu.
12
Tabel 4. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
1. Putra (2004)/ Kondisi
Teknis Peternakan Sapi
Perah Rakyat di Kelurahan
Pondok Ranggon
Kecamatan Cipayung
Jakarta Timur.
Mengetahui kondisi teknis
pemeliharaan sapi perah rakyat
di Kelurahan Pondok Ranggon,
Kecamatan Cipayung, Kodya
Jakrta Timur.
Analisis Deskriptif Presentase sapi laktasi yaitu 72.71%. Masa laktasi
11.5 bulan, masa kering 2 bulan, interval beranak
13.5 bulan, masa kosong 4.5 bulan dan nilai S/C
berdasarkan hasil kuesioner dan perhitungan
sebesar 2.8. Usaha peternakan tradisional perhatian
terhadap masalah tatalaksana dan pemberian pakan
masih kurang. Seleksi belum dilakukan dengan baik
dan peternak kurang memperhatikan masalah
reproduksi ternak.
2. Widodo (2009)/
Karakteristik dan Analisis
Keungtungan pada Usaha
Peternakan Sapi Perah
DKI Jakarta.
Mengetahui karakteristik dan
keuntungan usahaternak sapi
perah berdasarkan input dan
output yang diperlukan sapi
perah di wilayah Pondok
Ranggon, Jakarta Timur.
Anggaran Usahatani Keuntungan per bulan pada peternak kelompok
pertama sebesar Rp5.815.121 dan pada peternak
kelompok kedua sebesar Rp21.861.559.
3. Heriyatno (2009)/ Analisis
Pendapatan dan Faktor
yang Mempengaruhi
Produksi Susu Sapi Perah
di Tingkat Peternak.
1. Menganalisis pendapatan
peternak anggota KSU Karya
Nugraha dalam usaha ternak
sapi perahnya.
2. Menganalisis peran KSU
Karya Nugraha terhadap
keuntungan usaha peternak
anggotanya.
3. Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi
Analisis pendapatan
usahatani, R/C
ratio, dan analisis
regresi berganda.
1. Skala usaha rakyat memperoleh pendapatan
sebesar Rp 11 298.7/hari, usaha skala kecil
memperoleh pendapatan sebesar Rp 50
530.44/hari, dan usaha skala menengah
memperoleh pendapatan sebesar Rp 56
216.24/hari. Nilai R/C ratio usaha skala rakyat
sebesar 1.10, usaha skala kecil sebesar 1.31, dan
usaha skala menengah sebesar 1.09.
2. Uji Mann-Whitney menunjukan tingkat
keuntungan peternak yang mendapatkan
pelayanan memiliki tingkat keuntungan 1.08
dan peternak yang tidak mendapatkan pelayanan
sebesar 1.29.
12
13
Tabel 4. Lanjutan
No. Peneliti/ Judul Tujuan Metode Hasil
susu di tingkat peternak
anggota KSU Karya
Nugraha
3.Faktor-faktor produksi susu yaitu jumlah pemberian
pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan, dan
masa laktasi.
4. Mandaka dan Hutagaol
(2005)/ Analisis Fungsi
Keuntungan, Efisiensi
Ekonomi dan Kemungkinan
Skema Kredit bagi
pengembangan Skala Usaha
Peternakan Sapi Perah
Rakyat di Kelurahan Kebon
Pedes, Kota Bogor.
Menganalisis
keuntungan,efisiensi dan
skema kredit skala usaha
peternakan sapi perah
kebon pedes.
Analisis Fungsi
Keuntungan
Peternakan sapi perah Kebon Pedes belum mencapai
efisiensi ekonomi, namun ada kecenderungan skala usaha
menengah dari besar relative lebih menguntungkan
daripada skala usaha kecil. Nilai pinjaman yang paling
sesua bagi pengembangan usaha ternak skala kecil sebesar
Rp 6 000 000-12 000 000 atau setara dengan 1-2 ekor induk
produktif.
Tabel 5. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
1. Ramadhani (2011)/ Analisis
Efisiensi, Skala dan Elastisitas
Produksi dengan Pendekatan
Cobb-Douglas dan Regresi
Berganda.
Dalam JURNAL
TEKONOLOGI
OLS (Ordinary Least Square)
dari fungsi produksi Cobb-
Douglas
Berdasarkan perhitungan didapat bahwa
proporsi input yang berpengaruh terhadap
proses produksi adalah Indeks Efisiensi untuk
tahun 2007 adalah 5,57 , sedangkan untuk tahun
2008 adalah 1094.44. Return to Scale yang
diperoleh pada tahun 2007 adalah 1,031
sedangkan pada tahun 2008 adalah 0,793.
Penggunaan elastisitas input adalah untuk tahun
2007 penggunaan bahan baku sebesar 0,39 ,
untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 0,22 dan
untuk penggunaan biaya overhead sebesar 0,42.
13
14
Tabel 5. Lanjutan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
2. Puspito (2004)/ Efisiensi Usaha
Peternakan Sapi Perah Masa
Laktasi (Studi Kasus di
Kabupaten Banyumas Jawa
Tengah)
Menganalisis
besarnya pendapatan
dan tingkat efisiensi
usaha peternakan
sapi perah rakyat di
Kabupaten
Banymas, jawa
Tengah.
Analisis statistik dan analisis
usaha peternakan sapi perah.
1. Hasil efisiensi terhadap rata-rata tingkat
efisiensi teknis (ET), harga (EH), ekonomi
(EE) adalah (a) Kelompok ternak I, ET
sebesar 69.36%, EH -6.19%, dan EE 4.14%.
(b) Kelompok ternak II, ET sebesar 70.58 %,
EH -16.79%, dan EE 20.72%. (c) Kelompok
ternak III, ET sebesar 71.04 %, EH -69.62%,
dan EE -18.01%.
2. Biaya produksi pada tingkat efisiensi
ekonomis 100% untuk setiap kelompok
ternak adalah: (a) Kelompok ternak I Rp
598.09/liter, (b) Kelompok ternak II Rp
485.93/liter, (c) Kelompok ternak III
887.25/liter.
3. Yunus (2009)/ Analisis Efisiensi
Produksi Usaha Peternakan
Ayam Ras Pedaging Pola
Kemitraan dan Mandiri di Kota
Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Menganalisis
perbedaan
pendapatan rata-rata
dan menganalisis
tingkat efisiensi.
Analisis efisiensi dan analisis
pendapatan.
Nilai R/C ratio peternak mandiri sebesar 1.26
lebih tinggi dari pola kemitraan sebesar 1.06.
Analisis efisensi sebesar 0.868.
4. Vidiayanti (2004)/ Analisi
Pendapatan dan Efisiensi
Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi pada Usaha Peternakan
Sapi Perah
Menganalisis tingkat
efisiensi, menetukan
skala ekonomi dan
tingkat pendapatan
peternakan.
Analisis efisiensi dan analisis
pendapatan.
Nilai R/C ratio atas biaya tunai sebesar 1.56 dan
atas biaya total 1.13. Pendapatan atas biaya total
sebesar Rp 7 690 979.61.
14
15
Puspito (2004) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usaha
peternakan sapi perah masa laktasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
besarnya pendapatan dan tingkat efisiensi usaha peternakan sapi perah rakyat di
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hasil penelitian ini adalah nilai efisiensi
yang lebih dari satu atau dikatakan belum efisien. Tingkat pendapatan antara
kelompok tani satu dan dua berbeda.
Vidiayanti (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efisiensi, menentukan skala ekonomi,
dan menganalisis pendapatan peternak. Hasil penelitian ini adalah usaha
peternakan sapi perah menguntungkan dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih dari
satu.
2.5. Kebaruan Penelitian
Penelitian ini memiliki kebaruan dibandingkan penelitian terdahulu.
Perbedaan dengan penelitian Putra (2004) dan Widodo (2009) adalah penelitian
ini fokus membahas tentang faktor-faktor produksi, analisis efisiensi, dan analisis
pendapatan peternakan sapi perah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
Heriyatno (2009), Yunus (2009), Ramadhani (2011), Puspito (2004), dan
Vidiayanti (2004) adalah penelitian ini berlokasi di peternakan sapi perah Pondok
Ranggon, Jakarta Timur dengan metode yang digunakan analisis deskriptif,
metode estimasi OLS (Ordinary Least Square), analisis efisiensi, dan analisis
pendapatan .
16
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
3.1.1. Fungsi Produksi
Proses produksi adalah kegiatan mengkombinasikan input untuk
menghasilkan output. Fungsi produksi menurut Soekartawi (2002) merupakan
hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan
(X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang
menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat
ditulis sebagai berikut:
Y= f (X) ............................................................................................... (3.1)
Keterangan :
Y = Output
X = Input produksi
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi yang melibatkan
dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y)
dan yang lain disebut variabel independen (X). Bentuk matematis fungsi produksi
Cobb-Douglas adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2002):
Y = f (X1,X2) = β 0 X1β 1
X2β 2
.............................................................. (3.2)
Jika diubah ke dalam bentuk linear:
Ln Y = Ln β 0 + β 1 Ln X1 + β 2 Ln X2 ................................................ (3.3)
Berdasarkan fungsi persamaan 3.3 dapat diketahui bahwa output (Y),
tenaga kerja (X1), dan modal (X2). Konstanta β 1 merupakan elastisitas dalam
kaitannya dengan input tenaga kerja, sementara β 2 adalah elastisitas dalam
kaitannya dengan input modal. Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas
didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, yaitu
(Soekartawi, 2002):
1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
fungsi lainnya.
2. Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan dalam bentuk
log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.
18
3. Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam
bentuk persamaan linear.
4. Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian
khususnya bidang pertanian.
5. Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
6. Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale.
Input yang digunakan dalam proses produksi dapat digunakan untuk
menduga output yang dihasilkan. Fungsi produksi tersebut dapat digunakan untuk
menentukan kombinasi input yang terbaik dalam suatu proses produksi. Menurut
Soekartawi (1984) persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi
produksi yang baik adalah:
1. Terjadi hubungan yang logik dan benar antara variabel yang dijelaskan
dengan variabel yang menjelaskan.
2. Parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan
untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang
tinggi.
Tolak ukur dalam menggambarkan hubungan antara input dan output
dalam fungsi produksi, yaitu:
1. Marginal Physical Product (MPP) atau produk marginal, yaitu tambahan
output yang bisa diperoleh dengan menambah input satu unit, sedangkan
input-input lain dianggap konstan (Nicholson, 2001). Hubungan Y dan X
bisa terjadi dalam tiga kemungkinan, yaitu bila produk marginal konstan,
bila produk marginal menaik, dan bila produk marginal menurun. Produk
marjinal konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu satuan
unit input X dapat menyebabkan tambahan satu satuan unit output Y
secara proporsional. Bila penambahan satu-satuan unit input X
menyebabkan satu satuan unit output Y yang semakin menaik secara tidak
proposional disebut dengan produk marginal yang menaik atau increasing
productivity. Bila tambahan satu-satuan unit input X yang menyebabkan
satu-satuan unit output Y menurun disebut produk marginal menurun atau
decreasing productivity.
19
MPP = dY/dX ..................................................................................... (3.4)
2. Average Physical Product (APP) atau produk rata-rata, yaitu perbandingan
antara produksi total dengan input produksi. Produksi total (TP = Y)
adalah jumlah seluruh output yang dihasilkan dalam proses produksi.
APP = Y/X .......................................................................................... (3.5)
Hubungan antara MPP, APP, dan TP dapat digunakan untuk menentukan
elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan output
sebagai akibat perubahan persentase dari input produksi yang digunakan (Rahim
dan Hastuti, 2008).
Elastisitas produksi (Ep) = dY/dX . X/Y = MPP/APP......................... (3.6)
Menurut Rahim dan Hastuti (2008), fungsi produksi terdiri dari tiga daerah
produksi yaitu daerah I, daerah II, dan daerah III (Gambar 2). Daerah produksi I
disebut daerah irrasional karena pada daerah ini keuntungan maksimum belum
tercapai dan produksi ditingkatkan dengan penambahan input produksi. Nilai
elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale) yang berarti
bahwa setiap penambahan input sebesar satu persen akan meningkatkan produksi
lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini kurva MPP berada di atas kurva APP
(Gambar 1).
Daerah II disebut daerah rasional karena pada daerah ini keuntungan
maksimum dan output maksimum dapat tercapai. Nilai elastisitas produksi pada
daerah II yaitu nol sampai dengan satu. Pada daerah ini penambahan input dengan
jumlah tertentu akan menghasilkan output dengan jumlah optimum. Pada daerah
ini kurva MPP = APP sampai MPP bernilai nol (Gambar 1).
Daerah III disebut daerah irrasional karena setiap penambahan satu persen
input menyebabkan penurunan produksi yang dihasilkan. Nilai elastisitas produksi
20
pada daerah II lebih kecil dari nol. Pada daerah ini MPP bernilai negatif (Gambar
1).
Y
(output)
TP
I II III
Y X
(output) (input)
APP
X
(input)
MPP
Sumber: Debertin (1986)
Gambar 1. Grafik Fungsi Produksi
3.1.2. Efisiensi Input
Salah satu masalah yang dihadapi seorang petani peternak untuk
menghasilkan keuntungan maksimum adalah penentuan tingkat penggunaan
faktor produksi. Prinsip optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi
merupakan cara menggunakan faktor produksi seefisien mungkin. Efisiensi dapat
digolongkan menjadi efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi.
Penggunaan input dikatakan efisien secara teknis apabila input yang digunakan
menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi harga terjadi apabila nilai dari
21
produk marjinal sama dengan harga faktor produksi. Pada akhirnya, efisiensi
ekonomi terjadi apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai (Soekartawi,
1993).
Efisiensi input merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan produksi dan keuntungan yang maksimal. Penggunaan input yang
efisien dijelaskan dengan Value of Marginal Product (VMP) atau biasa disebut
Nilai Produk Marginal (NPM). VMP atau NPM didefinisikan sebagai nilai yang
meningkatkan nilai hasil output dari penambahan unit X, ketika Y dijual dengan
harga pasar konstan (Debertin, 1986). Efisiensi terjadi jika nilai produk marjinal
sama dengan harga input tersebut sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
NPMX = PX atau NPMX/PX = 1 ........................................................... (3.7)
1. (NPMX/PX) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk
mencapai efisiensi input X perlu ditambah.
2. (NPMX/PX) < 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk
mencapai efisiensi input X perlu dikurangi.
Efisiensi ekonomi menunjukkan kombinasi input yang memaksimalkan
tujuan individu atau sosial. Efisiensi ekonomi didefinisikan dalam dua kondisi,
yaitu keharusan (necessary) dan kecukupan (sufficient). Syarat keharusan
(necessary condition) terjadi ketika slope fungsi keuntungan harus sama dengan
nol atau seperti yang dijabarkan pada persamaan (3.8). Turunan pertama pada
fungsi keuntungan disebut dengan the first-order conditions. Syarat kecukupan
(sufficient condition) terjadi pada turunan kedua dari fungsi keuntungan atau
disebut dengan the second-order conditions. The second-order conditions terjadi
ketika fungsi keuntungan bernilai negatif yang dijabarkan pada persamaan (3.9)
(Doll dan Orazem, 1984).
Turunan pertama fungsi keuntungan adalah:
π = TR – TC
dπ /dX = dTR/dX – dTC/dX = 0 ......................................................... (3.8)
dTR/dX = dTC/dX
maka turunan kedua dari fungsi keuntungan adalah:
22
MR = MC
d2π /dX
2 = d
2TR/dX – d
2TC/dX < 0 .................................................... (3.9)
d2TR/dX < d
2TC/dX
dMR < dTMC
3.1.3. Pendapatan Usahatani
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani. Oleh karena itu, untuk menghitung
pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai penerimaan dan
pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Penerimaan usahatani adalah
perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual output. Secara
matematis pendapatan dan penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut:
TR = Y . PY ................................................................................................................................. (3.10)
Keterangan:
TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh suatu usahatani
PY = Harga output
Beberapa definisi berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan,
yaitu (Soekartawi, 1984):
1. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani.
2. Pengeluaran usahatani (farm payment) merupakan jumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
3. Penerimaan kotor usahatani (gross return) merupakan total penerimaan
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang
tidak dijual.
4. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua
masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk
biaya-biaya yang diperhitungkan.
5. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan istilah antara
penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani.
23
Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam
setiap penggunaan faktor-faktor produksi. Biaya digolongkan menjadi dua jenis,
yaitu fixed cost dan variable cost (Debertin, 1986).Fixed cost atau biaya tetap
didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap tersebut harus
dikeluarkan walaupun perusahaan belum beroperasi. Biaya total merupakan
penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Rumus biaya total usahatani
dapat dituliskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC .............................................................................. (3.11)
TVC = Px. X ...................................................................................... (3.12)
Keterangan:
TC = Biaya Total
TFC = Biaya Tetap
TVC = Biaya Variabel
PX = Harga input
X = Jumlah input yang digunakan
Jadi pendapatan yang diterima petani merupakan pengurangan antara
penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan sebagai berikut:
π = TR – TC ............................................................................ (3.13)
Keterangan:
π = Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total Biaya
Analisis Revenue Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan antara
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.
Analisis ini menunjukkan penerimaan yang diperoleh dari setiap biaya yang
dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C ratio, maka
menunjukkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding
biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika R/C ratio > 1, artinya
setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan
yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara finansial kegiatan usahatani
dikatakan untung. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap tambahan biaya yang
24
dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada
tambahan biaya yang dikeluarkan atau usahatani tidak menguntungkan. Jika R/C
ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang
atau berada pada kondisi keuntungan normal (Rahim dan Hastuti, 2008).
3.2. Kerangka Operasional
Lahan-lahan di DKI Jakarta yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya
rumput dan pepohonan sudah beralih menjadi gedung-gedung perkatoran, tempat
tinggal, pertokoan, dan lain-lain. Ketersediaan rumput untuk pakan ternak
berkurang seiring dengan perubahan fungsi lahan. Rumput merupakan pakan
ternak yang jumlah pemberiannya dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya
produksi susu sapi perah. Selain pakan hijauan terdapat faktor produksi lain yang
mempengaruhi produksi susu sapi perah, diantaranya konsentrat, ampas tahu,
ampas tempe, tenga kerja, obat-obatan, dan lain-lain. Kombinasi penggunaan
faktor-faktor produksi dapat mempengaruhi tingkat produksi susu sapi perah
(Gambar 2).
DKI Jakarta memiliki daerah yang dikhususkan untuk peternakan yaitu
Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Penggunaan
faktor-faktor produksi merupakan salah satu proses produksi dalam peternakan
yang bisa meningkatkan produksi susu. Faktor-faktor produksi digunakan secara
efisien agar produksi susu meningkat dan pendapatan usaha peternakan juga
meningkat. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produksi susu, tingkat efisien, dan pendapatan usaha peternakan susu
sapi perah di Pondok Ranggon (Gambar 2).
Estimasi parameter pada fungsi produksi susu sapi perah menggunakan
metode estimasi Ordinary Least Squares (OLS). Tingkat efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi adalah menggunakan efisiensi input nilai produk marjinal
(NPM). Sedangkan tingkat pendapatan menggunakan analisis pendapatan dan R/C
ratio dengan membandingan penerimaan yang didapat dan biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi. Hasil yang diperoleh dijadikan rekomendasi
kebijakan untuk peternak dan pemerintah daerah dalam usaha peningkatan
25
produksi dan pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon
(Gambar 2).
Gambar 2. Alur Kerangka Operasional
Faktor-Faktor yang
mempegaruhi Produksi
Susu Sapi Perah
(Metode Estimasi OLS)
Efisiensi
Faktor
Produksi
(Nilai Produk
Marjinal)
Pendapatan Usaha
Peternakan Susu
Sapi Perah
(Analisis
Pendapatan
Usahatani)
Rekomendasi
Kebijakan
1. Kurangnya ketersediaan pakan
hijauan untuk ternak.
2. Produksi susu DKI Jakarta masih
rendah.
3. Kebutuhan susu meningkat.
4. Penggunaan faktor-faktor
produksi tidak seimbang.
Peternakan Sapi Perah Pondok
Ranggon, Jakarta Timur
26
27
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah Pondok Ranggon,
Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini dilakukan secara
sengaja dengan mempertimbangkan bahwa peternakan tersebut merupakan salah
satu peternakan yang masih ada di DKI Jakarta. Lokasi penelitian dipilih karena
lokasi ini merupakan kawasan relokasi peternakan di DKI Jakarta. Pengumpulan
data penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan peternak di
Kelurahan Pondok Ranggon dengan menggunakan daftar pertanyaan kuesioner
(Lampiran 1) yang telah disediakan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data
pendukung yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Kementrian
Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jendral Peternakan Republik Indonesia,
dan Dinas Pariwisata Jakarta Timur.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode sensus
yaitu sampel yang digunakan secara keseluruhan atau populasi. Adapun
responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah. Jumlah peternak di
peternakan Pondok Ranggon ada 25 orang peternak. Seluruh peternak yang
memiliki sapi laktasi dijadikan responden dalam penelitian ini. Peternak yang
memiliki sapi laktasi berjumlah 24 orang.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif. Data
kuantitatif dianalisis dengan menggunakan model persamaan Cobb-Douglas untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, efisiensi
penggunaan faktor produksi, dan pendapatan. Pengolahan data dilakukan
menggunakan komputer dengan aplikasi software Microsoft Excel 2007 dan
28
Minitab Versi 14. Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan
metode analisis data disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode
Analisis Data
No Tujuan Penelitian Metode Analisis Data
1. Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu sapi
perah.
OLS (Ordinary Least Square)
dari fungsi produksi Cobb-
Douglas
2. Menganalisis efisiensi produksi susu
sapi perah.
Analisis efisiensi input dengan
NPM
3. Menganalisis pendapatan usaha
peternakan sapi perah di Pondok
Ranggon.
Analisis pendapatan dan R/C
ratio
4.4.1. Menganalisis Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi menggunakan
fungsi Cobb-Douglas yang ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan regresi
berganda. Faktor yang mempengaruhi produksi susu pada sapi dijabarkan dalam
Model di bawah ini:
Ln Y = Ln β 0 + β 1 Ln HIJ+ β 2 Ln KON+ β 3 Ln ATM + β 4 Ln ATH +
β 5 Ln TK .............................................................................. (4.1)
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah:
β 1, β 2, β 3, β 4, β 5 > 0;
0 < ei < 1
Keterangan:
Y = Produksi susu (Liter/ST/Hari)
HIJ = Pakan hijauan (Kg/ST/Hari)
KON = Pakan konsentrat (Kg/ST/Hari)
ATH = Pakan ampas tahu (Kg/ST/Hari)
ATM = Pakan ampas tempe (Kg/ST/Hari)
TK = Tenaga kerja (Orang)
β 1, β 2, β 3, β 4, β 5 = Parameter variabel bebas
29
Produksi susu sapi perah merupakan hasil sekresi kelenjar susu sapi perah
betina. Jumlah produksi susu sapi perah dilihat per ekor dan per hari. Pada
penelitian ini satu ekor sapi dewasa sama dengan satu ST, sehingga satuan dari
produksi susu adalah liter per ST per hari.
Pakan yang diberikan kepada sapi perah antara lain hijauan, ampas tempe,
ampas tahu, dan konsentrat. Pakan hijauan berupa daun-daunan, rumput, dan
tanaman hijau lainnya. Pakan hijauan diberikan kepada sapi perah beberapa kg per
ST per hari. Pemberian pakan hijauan untuk setiap sapi perah jumlahnya berbeda-
beda.
Pakan konsentrat, ampas tempe, dan ampas tahu merupakan pakan
tambahan yang diberikan kepada sapi perah selain pakan hijauan. Jumlah yang
diberikan kepada sapi perah berbeda-beda pada setiap sapi. Satuan dari pakan
konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe adalah kg per ST per hari.
4.4.2. Kriteria Uji Statistik
1. Uji Statistik-F
Uji F-hitung digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang
digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
Hipotesis:
H0 : β 1, β 2, β 3, β 4, ..., β i = 0
H1 : minimal ada satu β i ≠ 0
i : 1, 2, 3,…, n
Uji statistik yang digunakan adalah uji-F dengan ketentuan sebagai berikut:
P-value uji F > α ……. terima H0
P-value uji F < α ……. tolak H0
Apabila P-value uji statistik F < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0.
Tolak H0 berarti seluruh variabel bebas dalam satu persamaan secara bersama-
sama mampu menjelaskan variabel tidak bebas dengan baik (Gujarati, 2007).
2. Uji Statistik-t
Uji t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari
masing-masing variabel pada faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata
atau tidak terhadap variabel tidak bebas.
Hipotesis:
30
H0 : β i = 0
H1 : β i > 0
i : 1, 2, 3, …, n
Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan ketentuan sebagai berikut:
P-value < α…….tolak H0
P-value > α…….terima H0
Apabila tolak H0, maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh secara
nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya, apabila terima H0 maka variabel
bebas yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel tidak
bebas (Gujarati, 2007).
4.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika
Kriteria ekonometrika dilihat berdasarkan hasil uji statistik terhadap model
apakah memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model regresi linear berganda
atau tidak. Adapun uji statistik yang digunakan untuk melihat apakah terjadi
pelanggaran asumsi atau tidak, adalah sebagai berikut:
1. Uji Multikolinearitas
Kolinearitas ganda (multicolinierity) merupakan hubungan linear
“sempurna” atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
dari model regresi (Gujarati, 2007). Adanya multikolinear ini menyebabkan
pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya multikolinear
dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada
masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF relatif kecil, artinya persamaan
regresi tidak mengalami multikolinear. Sebaliknya, jika nilai VIF relatif besar
(lebih dari 10) artinya persamaan regresi mengalami multikolinearitas.
VIF = 1/ (1-R2)
2. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi dalam estimasi model regresi linear berganda adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam sisaan (error) sama dalam setiap pengamatan.
Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Akibat dari
masalah heteroskedastisitas, salah satunya adalah penduga OLS tidak efisien lagi.
Mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan
31
dengan melihat penyebaran data (titik) pada gambar Residual Versus the Fitted
Values. Dasar pengambilan keputusan yaitu apabila data (titik) pada gambar
menyebar diatas dan dibawah garis tanpa membentuk suatu plot tertentu, maka
model regresi tidak mengalami masalah heterokedastisitas (Heriyatno, 2009)
3. Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah uji untuk melihat apakah residual dapat menyebar
normal, sehingga dapat diasumsikan pula Y menyebar normal. Penelitian ini
melihat titik pada plot probabilitas. Dasar pengambilan keputusan (Heriyatno,
2009):
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.
4.4.4. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah
Penggunaan input yang efisien dijelaskan dengan value of marginal
product (VMP) atau nilai produk marginal (NPM). NPM merupakan nilai yang
meningkatkan nilai hasil output dari penambahan unit X, ketika Y dijual dengan
harga pasar konstan (Debertin, 1986). Efisiensi produksi terjadi jika keuntungan
maksimum. Syarat mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari
fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor sama dengan nol (Doll dan
Orazem, 1984). Efisiensi terjadi saat nilai produk marjinal sama dengan harga
input, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
π = TR – TC
π = PY.Y – PX.X
dπ /dY = PY. dY/dX – PX
PX = PY . dY/dX
PX = PY . MPP
PX = NPM
NPM/PX = 1 .................................................................................. (4.2)
1. (NPMX/PX) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga
untuk mencapai efisiensi input X perlu ditambah.
32
2. (NPMX/PX) < 1, artinya penggunaan input X tidak efisien, sehingga untuk
mencapai efisiensi input X perlu dikurangi.
Elastisitas produksi dirumuskan sebagai berikut:
Ep = dY/dX . X/Y
= MPP . 1/APP
Ep = MPP/APP .............................................................................. (4.3)
4.4.5. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah
Pendapatan usaha peternakan merupakan selisih antara penerimaan dan
biaya. Penerimaan usaha peternakan adalah perkalian antara jumlah produksi yang
diperoleh dengan harga jual output. Secara matematis pendapatan dan penerimaan
dapat dituliskan sebagai berikut:
TR = Y . PY .................................................................................................................................... (4.4)
Keterangan:
TR = Total penerimaan (Rp)
Y = Produksi susu (Liter)
PY = Harga susu (Rp/Liter)
Menurut Soekartawi (1995) biaya tersebut dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu biaya tetap atau fixed cost dan biaya variabel atau variable cost. Biaya
tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan
terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh
dari biaya tetap dalam penelitian ini, yaitu sewa lahan, pajak, alat-alat peternakan,
dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh dari biaya variabel
adalah biaya bibit, pakan, obat-obatan, upah tenaga kerja, dan lain-lain.
Jadi pendapatan yang diterima peternak merupakan pengurangan antara
penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan sebagai berikut:
π = TR – TC
= PY.Y – (PHIJ.HIJ + PKON.KON + PATH.ATH + PATM.ATM
+ PTK.TK + PVIT.VIT + POBT.OBT + BTRANS + BLIS
+ BLIM) ............................................................................... (4.5)
33
Keterangan:
π = Pendapatan (Rp/Hari)
TR = Total penerimaan (Rp/Hari)
TCi = Total Biaya (Rp/Hari)
Yi = Produksi susu (Liter/Hari)
Pyi = Harga susu (Rp/Liter)
PHIJ = Harga pakan hijauan (Rp/Kg)
HIJ = Pakan hiajuan (Kg/ST/Hari)
PKON = Harga pakan konsentrat (Rp/Kg)
KON = Pakan konsentrat (Kg/ST/Hari)
PATH = Harga pakan ampas tahu (Rp/Kg)
ATH = Pakan ampas tahu (Kg/ST/Hari)
PATM = Harga pakan ampas tempe (Rp/Kg)
ATM = Pakan ampas tempe (Kg/ST/Hari)
PTK = Upah tenaga kerja (Rp/Hari)
TK = Jumlah tenaga kerja (Orang)
PVIT = Harga vitamin (Rp/5ml/Hari)
VIT = Vitamin (5ml/ST/Hari)
POBT = Harga obat-obatan (Rp/5ml/Hari)
OBT = Obat-obatan (5ml/ST/Hari)
BTRANS = Biaya transportasi (Rp/Hari)
BLIS = Biaya listrik (Rp/Hari)
BLIM = Biaya limbah (Rp/Hari)
Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk
mengetahui efisiensi dan keuntungan usahatani (Soekartawi, 1995). Rumus
perhitungan R/C ratio adalah sebagai berikut:
R/C ratio = TR/TC ........................................................................... (4.6)
Analisis R/C ratio digunakan untuk melihat manfaat usaha peternakan dari
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha peternakan Jika
nilai R/C ratio > 1, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
34
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya
atau dapat dikatakan usaha peternakan tersebut menguntungkan. Jika nilai R/C
ratio < 1, maka usaha peternakan tersebut tidak menguntungkan karena setiap
tambahan biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil, sedangkan jika
R/C ratio = 1, maka usaha peternakan dikatakan impas atau tambahan biaya yang
dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan.
4.4.6. Konversi Satuan Ternak (ST)
Satuan ternak merupakan ukuran yang digunakan untuk ternak yang
konsumsi pakannya setara dengan seekor sapi betina dewasa. Mula-mula ST
digunakan untuk ternak ruminansia untuk mengetahui daya tampung suatu padang
rumput terhadap jumlah ternak yg dipelihara, namun saat ini ST juga digunakan
untuk ternak lainnya. Satuan ternak memiliki kegunaan seperti: menghitung daya
tamping padangan, menghitung luas kandang, menghitung hasil pupuk, estimasi
harga ternak, biaya pengobatan, tenaga kerja, biaya breeding, dan menghitung
potensi daerah (Firman, 2014). Daftar Satuan Ternak disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Daftar Satuan Ternak
Jenis ternak Kelompok umur Umur Satuan Ternak
Sapi Dewasa 1.00
Muda 1 - 2 tahun 0.50
Anak < 1 tahun 0.25
Kerbau Dewasa 1.00
Muda 1 - 2 tahun 0.50
Anak < 1 tahun 0.25
Kambing/Domba Dewasa 0.14
Muda 0,5 – 1 tahun 0.07
Anak < 0,5 tahun 0.04
Babi Dewasa 0.40
Muda 0,5 – 1 tahun 0.20
Anak < 0,5 tahun 0.10
Ayam/Itik Dewasa (100 ekor) 1.00
Muda (100 ekor) 2 – 6 bulan 0.50
Anak (100 ekor) < 2 bulan 0.25 Sumber: Firman (2014)
35
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum
Kecamatan Cipayung merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Timur.
Kecamatan Cipayung terletak antara 1 060 49‟ 35‟‟ Bujur Timur dan 060 10‟ 37‟‟
Lintang Selatan, dengan luas wilayah 27.36 Km2. Adapun batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Makasar – Jakarta Timur
Sebelah Selatan : Kecamatan Cibinong – Kabupaten Bogor
Sebelah Timur : Kecamatan Pondok Gede – Jakarta Timur
Sebelah Barat : Kecamatan Ciracas – Jakarta Timur
Secara administratif Kecamatan Cipayung terdiri atas delapan kelurahan
yaitu Kelurahan Pondok Ranggon, Kelurahan Cilangkap, Kelurahan Munjul,
Kelurahan Cipayung, Kelurahan Setu, Kelurahan Bambu Apus, Kelurahan Ceger,
dan Kelurahan Lubang Buaya. Masing-masing kelurahan mempunyai luas yang
sangat bervariasi. Lahan di Kecamatan Cipayung didominasi oleh kegiatan
perumahan besar 73.32 persen, 1.07 persen untuk industri, dan 25.61 persen untuk
kegiatan lainnya5. Penelitian dilakukan di Kecamatan Cipayung dengan
Kelurahan Pondok Ranggon.
Kelurahan Pondok Ranggon berbatasan dengan Malko Hankam di sebelah
utara, Kelurahan Harjamukti (Bogor) di sebelah selatan, kelurahan Munjul di
sebelah barat, dan Kecamatan Pondok Gede (Bekasi) di sebelah timur6. Kelurahan
Pondok Ranggon berada di ketinggian 15 Meter dari permukaan laut, temperatur
udara 20-35oC, dan curah hujan 1 000-2 000 Milimeter per Tahun. Keadaan
permukaan tanah bergelombang. Lahan untuk kawasan relokasi sapi perah
Pondok Ranggon sesuai dengan SK Gubernur No. 300 tahun 1986 adalah seluas
30 Hektar, namun baru terealisasi 11 Ha. Lahan yang digunakan untuk peternakan
sapi perah seluas sembilan Ha, termasuk kolam penampungan limbah cair seluas
400 m2 dan sisanya adalah kebun rumput gajah dan rumput raja serta sarana
umum seperti mushola dan jalan. Sumber air yang digunakan untuk keperluan
5http://timur.jakarta.go.id, “Kecamatan Cipayung”, diakses tanggal 2 November 2013
6http://timur.jakarta.go.id, “Kampung-Pondok-Ranggon”, diakses tanggal 2 November 2013
36
rumah tangga dan peternakan berasal dari air tanah yang dibor dengan kedalaman
60 m dari permukaan tanah.
5.2. Keadaan Demografi
Penduduk di Kecamatan Cipayung berjumlah 228 536 Jiwa yang terdiri
dari 116 576 Jiwa laki-laki dan 111 960 Jiwa perempuan. Jumlah penduduk dan
kepadatan penduduk Kecamatan Cipayung disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cipayung
Tahun 2010
No. Kelurahan
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
1. Pondok Ranggon 23 579 6 442.090
2. Cilangkap 24 916 4 128.310
3. Munjul 23 040 12 107.200
4. Cipayung 24 964 8 092.060
5. Setu 20 038 6 163.260
6. Bambu Apus 27 221 8 600.090
7. Ceger 20 247 5 583.840
8. Lubang Buaya 64 531 17 337.720
Jumlah 228 536 68 454.570 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011b)
Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa Kelurahan Lubang Buaya
merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 64 531 Jiwa,
sedangkan Kelurahan Setu memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 20 038
Jiwa. Jumlah penduduk Kelurahan Pondok Ranggon berjumlah 23 579 Jiwa.
Kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kelurahan Lubang
Buaya, karena Kelurahan Lubang Buaya merupakan kelurahan yang
kehidupannya dekat dengan pusat perkotaan.
5.3. Karakteristik Peternak Sapi Perah
5.3.1. Umur Peternak Sapi Perah
Penduduk Indonesia tergolong tenaga kerja jika sudah memasuki usia
kerja. Usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah 15-64 tahun7. Hal ini
dikarenakan penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun
7 http:://Wikipedia.co.id, “Tenaga Kerja”, diakses tanggal 22 Agustus 2013
37
dianggap tidak produktif dalam melakukan pekerjaan. Persebaran umur peternak
di Kelurahan Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Umur Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013
No. Kategori Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. 20-40 tahun 9 37.500
2. 41-60 tahun 12 50.000
3. >61 tahun 3 12.500
Jumlah 24 100.000 Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Data yang didapat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa peternak sapi perah
di Pondok Ranggon berumur antara 41-60 tahun yaitu sebanyak 50.000 persen.
Peternak pada usia tersebut beranggapan bahwa pengalaman merupakan sumber
utama dalam mengelola suatu peternakan. Peternak yang berumur 20-40 sebanyak
37.500 persen. Peternak berumur 20-40 tahun di Pondok Ranggon merupakan
peternak yang usahanya merupakan turun menurun dari leluhurnya.
5.3.2. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah
Tingkat kesulitan suatu pekerjaan berbeda-beda sesuai dengan jenis
pekerjaan itu sendiri. Ada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan kekuatan
otot, tetapi ada juga pekerjaan yang lebih banyak menggunakan kekuatan otak.
Setiap pekerjaan dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Jenis kelamin peternak sapi perah disajikan pada
Tabel 10.
Tabel 10. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada
Tahun 2013
No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Laki-laki 21 87.500
2. Perempuan 3 12.500
Jumlah 24 100.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Pondok
Ranggon yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 87.500 persen dan wanita
12.500 persen, karena pekerjaan sebagai peternak membutuhkan tenaga yang
lebih untuk membersihkan kandang, mencari pakan, memandikan ternak,
memerah susu, dan lain-lain. Peternak wanita biasanya menjalankan usaha karena
meneruskan usaha suaminya yang sudah meninggal atau memiliki pekerjaan lain.
38
5.3.3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah
Pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas, karena
dengan pendidikan peternak mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara-cara
baru dalam melakukan kegiatannya. Tingkat pendidikan dapat dijadikan suatu
indikator untuk mengukur produktivitas dan kreativitas kerja seorang petani
(Mashud et al., 2007). Tingkat pendidikan peternak sapi perah di Pondok
Ranggon disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada
Tahun 2013
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. SD 3 12.500
2. SMP 5 20.800
3. SMA 12 50.000
4. PT 4 16.700
Jumlah 24 100.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Mayoritas tingkat pendidikan petenak sapi perah di Pondok Ranggon
berdasarkan Tabel 11 adalah SMA sebanyak 50.000 persen. Peternak yang tingkat
pendidikannya mencapai perguruan tinggi sebanyak 16.700 persen. Diindikasikan
bahwa tingginya tingkat pendidikan peternak responden di Pondok Ranggon.
Tingginya tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap keputusan usaha
peternakan dan kemampuan peternak dalam menyerap informasi dan teknologi
untuk mengembangkan usaha yang dijalani, sehingga berdampak pada
produktivitas output dan pendapatan.
5.3.4. Pengalaman Beternak
Lamanya waktu dalam melaksanakan usaha peternakan menunjukkan
tingkat pengalaman beternak. Pengalaman beternak menjadi tolak ukur
kemampuan peternak dalam melaksanakan usaha peternakannya (Puspito, 2004).
Distribusi pengalaman beternak peternak sapi perah Pondok Ranggon disajikan
pada Tabel 12.
Tabel 12 menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Pondok Ranggon
memiliki pengalaman beternak lebih dari lima tahun. Pengalaman beternak pada
interval 5-15 tahun sebanyak 45.833 persen, sedangkan peternak yang memiliki
39
pengalaman lebih dari 26 tahun hanya ada 25.000 persen. Terbukti bahwa
peternak sapi perah di Pondok Ranggon sudah berpengalaman dalam mengelola
usaha peternakannya.
Tabel 12. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
pada Tahun 2013
No. Pengalaman Beternak (Tahun) Jumlah Persentase (%)
1. 5-15 11 45.833
2. 16-25 7 29.167
3. >26 6 25.000
Jumlah 24 100.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
5.4. Karakteristik Usaha Peternak Sapi Perah
5.4.1. Luas Lahan dan Luas Kandang
Lahan adalah salah satu modal utama, karena merupakan tempat
berlangsungnya kegiatan peternakan. Luas lahan terdiri dari luas kandang dan luas
tempat tinggal peternak. Luas lahan yang dimiliki peternak beraneka ragam hal ini
sesuai dengan modal awal yang dimiliki untuk membeli lahan. Kandang
digunakan untuk memelihara dan merawat hewan ternak. Luas kandang
ditentukan oleh besarnya jumlah sapi perah yang dimiliki. Semakin banyak sapi
perah, maka semakin luas kandangnya. Luas kandang dapat mempengaruhi
tingkat kenyamanan sapi perah. Luas lahan dan luas kandang sapi perah di
Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14.
Tabel 13. Luas Lahan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013
No. Luas Lahan (m2) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 400-1000 15 62.500
2. 1001-2000 6 25.000
3. >2001 3 12.500
Jumlah 24 100.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tabel 14. Luas Kandang Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013
No.
Luas Kandang
(m2) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 50-250 11 45.833
2. 251-450 4 16.667
3. >451 9 37.500
Jumlah 24 100.0 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
40
Tabel 13 menggambarkan penggunaan luas lahan oleh peternak sapi perah
di Pondok Ranggon. Sebanyak 62.500 persen peternak sapi perah memiliki luas
lahan antara 400-1000 m2, 25.000 persen memiliki luas lahan sebesar 1001-2000
m2, dan ada 12.500 persen peternak yang memiliki lahan lebih besar dari 2001 m
2.
Tabel 14 menunjukkan bahwa peternak yang memiliki luas kandang pada interval
50-250 m2 ada 45.833 persen, interval 251-450 m
2 sebanyak 16.667 persen, dan
37.500 persen peternak memiliki kandang yang luasnya lebih dari 451 m2. Luas
kandang yang dimiliki masing-masing peternak beraneka ragam, karena jumlah
sapi yang dimiliki beraneka ragam. Ada beberapa peternak memiliki kandang
yang luas namun jumlah sapi nya tidak banyak. Hal ini dikarenakan peternak
sudah menjual beberapa sapi nya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
5.4.2. Jumlah Sapi Laktasi
Susu yang dihasilkan dalam suatu peternakan sapi perah besarnya
ditentukan oleh jumlah sapi yang sedang dalam masa laktasi. Masa laktasi adalah
masa dimana sapi masih bisa menghasilkan susu untuk diperah. Sapi yang sedang
dalam masa kering kandang tidak bisa diperah susunya. Sapi perah berada dalam
masa kering kandang ketika sedang bunting 7 bulan. Jumlah sapi perah laktasi di
Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah Sapi Perah Laktasi di Pondok Ranggon Tahun 2013
No. Jumlah Sapi Laktasi Jumlah (orang) Persentase (%)
1. <20 15 62.500
2. 21-49 5 20.833
3. >50 4 16.667
Jumlah 24 100.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah sapi perah laktasi yang dimiliki 15
peternak Pondok Ranggon kurang dari 20 ST. Sebanyak lima orang memiliki sapi
perah laktasi pada interval 21-49 ST, sedangkan peternak yang memiliki sapi
perah laktasi lebih dari 50 ST ada empat orang. Jumlah sapi laktasi menentukan
banyaknya produksi susu yang dihasilkan. Semakin banyak sapi laktasi yang
dimiliki, maka semakin banyak pula susu yang diproduksi.
41
5.4.3. Jenis Usaha
Jenis usaha ada dua yaitu usaha pokok dan sampingan. Usaha pokok
adalah pekerjaan yang memberikan penghasilan utama bagi orang yang
melakukannya. Usaha sampingan adalah pekerjaan tambahan di samping usaha
pokok. Jenis usaha peternak sapi perah disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Jenis Usaha Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun
2013
No. Jenis Usaha Jumlah Persentase (%)
1. Usaha Pokok 23 95.833
2. Usaha Sambilan 1 4.167
Jumlah 24 100.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 16 sebanyak 95.833 persen peternak yang menjadikan
usaha peternakan sapi perahnya sebagai usaha pokok. Satu orang responden
menjadikan usaha peternakan sapi perah sebagai usaha sambilan. Tabel 14
menunjukkan bahwa mayoritas penghasilan utama responden adalah sebagai
peternak sapi perah. Peternak yang menjadikan usaha peternakan sapi perah
sebagai usaha utama memiliki usaha sampingan berupa guru dan pedagang.
5.4.4. Input dan Sistem Pembelian Input
Input yang digunakan dalam memproduksi susu yaitu sapi laktasi, pakan,
vitamin, dan tenaga kerja. Pakannya berupa hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan
ampas tempe. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga dan non-
keluarga. Penggunaan rata-rata input produksi usaha peternakan sapi perah
Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 17 .
Tabel 17. Penggunaan Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok
Ranggon Tahun 2013
No Input
Jumlah
Rata-Rata
Harga
Rata-Rata
1 Pakan Hijauan(Kg/ST/Hari) 12.714 343.750
2 Pakan Konsentrat(Kg/ST/Hari) 1.482 2 231.667
3 Pakan Ampas Tahu(Kg/ST/Hari) 4.972 1 343.750
4 Pakan Ampas Tempe(Kg/ST/Hari) 1.846 1 293.750
5 Vitamin (5ml/ST/Hari) 5.000 52 708.333
6 Tenaga Kerja (Orang) 4.958 11 090.939 Sumber: Data Primer Diolah (2014)
42
Tabel 17 menunujukkan proporsi penggunaan input per ST per hari di
peternakan Pondok Ranggon. Jumlah penggunaan input per hari dapat
menentukan besar kecilnya jumlah susu yang diproduksi per hari. Pemberian
pakan dikombinasikan antara pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan ampas
tempe. Vitamin berguna untuk menjaga kesehatan sapi perah.
Peternak mencari pakan hijauan di kebun sekitar peternakan, tetapi ada
juga peternak yang membeli karena stok rumput disekitar peternakan tidak
mencukupi kebutuhan. Tenga kerja yang bertugas mencari rumput biasanya
berangkat di pagi hari dan kembali pada sore hari, sedangkan rumput yang dibeli
biasanya datang disiang hari.
Ampas tahu dan ampas tempe dibeli peternak dari berbagai daerah, seperti
Pondok Gede, Cibodas, Ceger, dan lain-lain. Sistem pembeliannya biasanya
peternak memesan terlebih dulu ke pabrik tahu dan tempe, kemudian diantar ke
peternakan dan pembayaran dilakukan setiap bulan. Pakan konsentrat sistem
pembeliannya sama dengan ampas tahu dan ampas tempe.
Jumlah ternaga kerja masing-masing peternak berbeda, karena sesuai
dengan jumlah sapi yang dimiliki. Semakin banyak sapi yang dimiliki, maka
semakin banyak tenaga kerja yang digunakan. Tugas tenaga kerja yaitu
membersihkan sapi, membersihkan kandang, memerah susu, mencari pakan, dan
memberi pakan. Dalam satu hari dilakukan dua kali pemerahan, namun setiap
peternak memiliki waktu pemerahan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, jumlah
jam kerja tenaga kerja dari setiap peternak berbeda-beda.
5.4.5. Output dan Sistem Penjualan Output
Output yang dihasilkan dalam usaha peternakan sapi perah adalah susu.
Susu yang dihasilkan di peternakan Pondok Ranggon rata-rata per hari nya secara
keseluruhan 270.250 liter/hari atau 10.007 liter/ST/hari. Susu-susu di peternakan
Pondok Ranggon dijual ke beberapa tempat seperti loper, koperasi, konsumen,
dan kelompok tani. Harga susu sapi di setiap tempat berbeda-beda per liternya,
berkisar dari Rp 3 000 – 6 500. Rata-rata jumlah penjualan susu dan harga susu
disajikan pada Tabel 18.
43
Tabel 18. Jumlah Penjualan Susu dan Harga Susu di Peternakan Pondok
Ranggon Tahun 2013
No. Pembeli Jumlah susu (liter) Harga susu (Rp/Liter)
1 Koperasi 37.375 3 400.000
2 Konsumen 21.833 6 645.833
3 Loper 208.417 4 887.500
4 Kelompok Tani 2.625 3 300.000 Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tabel 18 menunjukkan bahwa susu di peternakan sapi perah Pondok
Ranggon dijual ke loper, koperasi, konsumen, dan kelompok tani. Susu peternak
dijual ke loper sebanyak 208.417 liter/hari. Peternak lebih suka menjual ke loper,
karena loper merupakan pembeli tetap dengan harga yang sudah ditetapkan. Para
loper langsung datang ke peternak untuk mengambil susu dan biasanya
pembayaran dilakukan secara bulanan. Apabila loper mengambil jumlah susu
lebih sedikit, maka susu sisanya akan di jual ke konsumen, koperasi, atau
kelompok tani. Tabel 18 menunjukkan jumlah susu yang dijual ke konsumen,
koperasi, dan kelompok tani lebih sedikit daripada loper.Koperasi dan kelompok
tani melakukan sistem pembayaran secara bulanan, sedangkan konsumen
langsung membayar ketika membeli, berarti sistem penjualan output di peternakan
sapi perah tersebar dan bervariasi.
44
45
VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI, EFISIENSI PRODUKSI, DAN
PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH
6.1. Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah
Analisis faktor produksi susu menjelaskan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi usaha peternakan sapi perah. Analisis faktor produksi
susu bertujuan agar peternak dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat produktivitas sapi perah. Berikut ini akan dijelaskan hasil analisis faktor
produksi peternakan sapi perah.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah
dianalisis berdasarkan fungsi Cobb-Douglas yang menunjukkan hubungan
matematis antara produksi susu dengan faktor-faktor produksi yang
digunakannya. Fungsi produksi usaha peternakan sapi perah didapatkan dengan
memasukkan variabel independen yang diestimasi mempengaruhi produksi susu
ke dalam persamaan regresi linear berganda. Pengolahan data menggunakan
metode OLS (Ordinary Least Square) dengan bantuan program Minitab 14. Hasil
estimasi fungsi produksi usaha peternakan sapi perah disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan
Pondok Ranggon Tahun 2013
No. Variabel Koefisien Simpangan
Baku
t-hit P VIF
1. Konstanta 0.9674 0.2305 4.20 0.001
2. Pakan Hijauan
(Kg/ST/Hari)
0.13997 0.07281 1.92 0.071* 1.9
3.
Pakan
Konsentrat
(Kg/ST/Hari)
0.012136 0.008265 1.47 0.159 1.1
4.
Pakan Ampas
Tahu
(Kg/ST/Hari)
0.5552 0.1969 2.82 0.011* 3.0
5. Pakan Ampas
Tempe
(Kg/ST/Hari)
0.00997 0.01072 0.93 0.364 2.0
6. Tenaga Kerja
(Orang)
0.10093 0.03962 2.55 0.020* 1.6
R-sq = 0.800
R-sq(adj) =
0.744 DW = 1.87193
Fhit =
14.38 Prob (Fhit) = 0.000 Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Keterangan : *Nyata pada taraf α = 0.10
46
Berdasarkan Tabel 19, maka fungsi produksi susu usaha peternakan sapi
perah adalah sebagai berikut:
Ln Y = 0.9674 + 0.13997 Ln HIJ + 0.012136 Ln KON + 0.5552 Ln ATH
+ 0.00997 Ln ATM + 0.10093 LnTK ..................................... (7.1)
Keterangan:
Y = Produksi Susu (Liter/ST/Hari)
HIJ = Pakan Hijauan (Kg/ST/Hari)
KON = Pakan Konsentrat (Kg/ST/Hari)
ATH = Pakan Ampas Tahu (Kg/ST/Hari)
ATM = Pakan Ampas Tempe (Kg/ST/Hari)
TK = Tenaga Kerja (Orang)
Persamaan 7.1 menunjukkan bahwa semua tanda pada koefisien variabel
independen dalam fungsi produksi usaha peternakan sapi perah sesuai dengan
hipotesis yang diharapkan. Variabel jumlah pemberian pakan hijauan, pakan
ampas tahu, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi susu, karena
nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu α = 0.10.
Variabel jumlah pakan konsentrat dan pakan ampas tempe tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi susu karena nilai probalbilitasnya lebih besar dari taraf α
= 0.10. Keempat variabel independen berpengaruh positif, hal ini menunjukkan
bahwa fungsi produksi usaha peternakan sapi perah memenuhi kriteria ekonomi.
Berdasarkan Tabel 19, fungsi produksi memiliki R-sq (adj) sebesar 0.744
artinya keragaman produksi usaha peternakan sapi perah dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel independen sebesar 74.400 persen, sedangkan sisanya 25.600
persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan.
Hasil estimasi fungsi produksi usaha peternakan sapi perah diketahui bahwa Pvalue
untuk uji statistik-F yaitu 0.000 lebih kecil dari taraf α = 0.10 (Tabel 18). Hal ini
berarti seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan
produksi susu pada selang kepercayaan 90 Persen.
Suatu fungsi harus memenuhi kriteria ekonometrika yang meliputi
pengujian asumsi-asumsi dasar dengan melihat masalah multikolinearitas,
kenormalan, dan heterokedastisitas. Uji ekonometrika yang digunakan untuk
melihat pelanggaran asumsi dalam model adalah sebagai berikut:
47
1. Uji Multikolonearitas
Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linear
antar variabel independen. Uji multikolinearitas dalam fungsi produksi usaha
peternakan sapi perah dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada
masing-masing variabel independen. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh, maka
variabel independen tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas,
sedangkan jika nilai VIF lebih dari sepuluh maka variabel independen tersebut
mengalami masalah multikolinearitas. Berdasarkan Tabel 18, nilai VIF semua
variabel independen kurang dari sepuluh yaitu 1.9 (pakan hijauan), 1.1 (pakan
konsentrat), 3.0 (pakan ampas tahu), 2.0 (pakan ampas tempe), dan 1.6 (tenaga
kerja). Hal ini menunjukkan bahwa antara variabel pakan hijauan, pakan
konsentrat, pakan ampas tahu, dan tenaga kerja tidak mengalami masalah
mulitikolinearitas.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan uji normal P-plot. Melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal grafik. Gambar Normal Probability Plot of The
Residuals disajikan pada Lampiran 9. Titik-titik data pada gambar menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
3. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan software minitab.
Melihat penyebaran data (titik) pada sumbu horizontal pada gambar Residuals
Versus the Fitted Values (Lampiran 10). Titik-titik (data) pada gambar menyebar
diatas dan dibawah garis tanpa membentuk suatu plot tertentu, maka model
regresi tidak mengalami masalah heterokedastisitas.
6.1.1. Pakan Hijauan
Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas
faktor produksi pakan hijauan sebesar 0.13997. Hal ini berarti bahwa penambahan
satu satuan jumlah pakan hijauan akan meningkatkan produksi susu sebesar
0.13997 dengan faktor lain dianggap tetap. Nilai koefisien pemberian pakan
hijauan sebesar 0.13997 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa
48
pemberian pakan hijauan berada pada daerah rasional (daerah II). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian pakan hijauan dengan jumlah tertentu dapat
tercapai output maksimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan
hijauan berpengaruh nyata terhadap terhadap produksi susu di peternakan sapi
perah.
6.1.2. Pakan Konsentrat
Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas
faktor produksi pakan konsentrat sebesar 0.012136. Artinya penambahan satu
satuan jumlah pakan konsentrat akan meningkatkan produksi susu sebesar
0.012136 dengan faktor lain dianggap tetap. Nilai koefisien pemberian pakan
konsentrat sebesar 0.012136 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa
pemberian pakan konsentrat berada pada daerah rasional (daerah II). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian pakan konsentrat dengan jumlah tertentu dapat
tercapai output maksimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan
konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap produksi susu di peternakan
sapi perah.
6.1.3. Pakan Ampas Tahu
Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas
faktor produksi pakan ampas tahu sebesar 0.5552. Artinya setiap penambahan
satu satuan jumlah pakan ampas tahu akan meningkatkan produksi sebesar 0.5552
dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Koefisien pakan ampas tahu
0.5552 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa pemberian pakan
ampas tahu pada jumlah tertentu dapat mencapai output optimal. Berdasarkan uji-t
pada taraf α = 0.10 pemberian pakan ampas tahu berpengaruh nyata terhadap
produksi susu.
6.1.4. Pakan Ampas Tempe
Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas
faktor produksi pakan ampas tempe sebesar 0.00997. Artinya setiap penambahan
satu satuan jumlah pakan ampas tempe akan meningkatkan produksi sebesar
49
0.00997 dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Koefisien pakan
ampas tempe 0.5552 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa ampas
ampas tempe 0.5552 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa
pemberian pakan ampas tempe pada jumlah tertentu dapat mencapai output
optimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan ampas tempe
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu.
6.1.5. Tenaga Kerja
Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas
sebesar 0.10093, artinya setiap penambahan satu satuan jumlah tenaga kerja akan
meningkatkan produksi susu sebesar 0.10093 dengan faktor lain dianggap tetap.
Koefisien tenaga kerja 0.10093 menunjukkan elastisitas (0 < EP <1), terlihat
bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional (daerah II). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan penggunaan tenaga kerja pada tingkat tertentu dapat
tercapai output maksimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 penggunaan
tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi susu di peternakan sapi perah.
6.2. Analisis Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah
Tingkat efisiensi input ditunjukkan oleh besarnya perbandingan Nilai
Produk Marginal (NPM) dengan harga input (BKM). Efisien dapat diartikan
sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk memperoleh output yang
maksimal atau dengan kata lain NPM suatu input X tersebut sama dengan harga
input X itu sendiri (NPM = BKM), tetapi dalam kenyataan NPMx/BKM tidak
selalu sama dengan satu, yang sering terjadi adalah lebih besar dari 1 atau lebih
kecil dari 1. Apabila lebih besar dari 1 dapat diartikan bahwa penggunaan faktor
produksi X belum efisien, sedangkan apabila lebih kecil dari 1 maka dapat
diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien (Soekartawi, 1995).
Tingkat efisiensi di peternakan Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 20 dan
Lampiran 10.
Data pada Tabel 20 menunjukkan bahwa produksi susu rata-rata sebesar
10.01 liter per ST per hari dan harga susu adalah Rp 4 558.33 per liter.
Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha peternakan sapi perah belum
mencapai kondisi optimal. Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Pakan
50
hijauan dan ampas tahu memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih dari satu,
sedangkan pakan konsentrat, ampas tempe, dan tenaga kerja memiliki nilai rasio
kurang dari satu.
Tabel 20. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan Pondok
Ranggon Tahun 2013
Faktor
Produksi
Input
rata-rata Koefisien NPM BKM
NPM/
BKM
Pakan Hijauan
(Kg/ST/Hari)
12.714 0.13997 502.334 343.750 1.461
Pakan
Konsentrat
(Kg/ST/Hari)
1.482 0.012136 373.652 2 231.667 0.167
Pakan Ampas
Tahu
(Kg/ST/Hari)
4.972 0.555 5 095.164 1 343.750 3.792
Pakan Ampas
Tempe
(Kg/ST/Hari)
1.846 0.00997 246.346 1 293.750 0.190
Tenga Kerja
(Orang)
4.958 0.10093 928.867 11 090.939 0.084
Produksi Susu
(Liter/ST/hari)
10.01
Harga produksi
susu (Rp/Liter)
4 558.33
Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Rasio NPM-BKM dari pakan hijauan adalah 1.461, artinya jumlah
penggunaan pakan hijauan perlu ditambah agar tercapai efisiensi. NPM pakan
hijauan sebesar 502.334. Berarti bahwa setiap penambahan satu kg pakan hijauan
akan meningkatkan pendapatan peternak sebesa Rp 502.334 dengan biaya
tambahan sebesar Rp 343.750.
Rasio NPM-BKM dari pakan konsentrat adalah 0.167, artinya jumlah
penggunaan pakan konsentrat perlu dikurangi agar tercapai efisiensi. NPM pakan
konsentrat sebesar 373.652. Berarti setiap penambahan satu kg pakan konsentrat
akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 373.652 dengan biaya
tambahan sebesar Rp 2 231.667.
Rasio NPM-BKM dari pakan ampas tahu adalah 3.792, artinya jumlah
penggunaan pakan ampas tahu perlu ditambah agar tercapai efisiensi. NPM pakan
ampas tahu sebesar 5 095.164. Berarti bahwa setiap penambahan satu kg pakan
ampas tahu akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 5 095.164
dengan biaya tambahan sebesar Rp 1 343.750.
51
Rasio NPM-BKM dari pakan ampas tempe adalah 0.190, artinya jumlah
penggunaan pakan ampas tempe perlu dikurangi agar tercapai efisiensi. NPM
pakan ampas tempe sebesar 246.436. Berarti bahwa setiap penambahan satu kg
pakan ampas tempe akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 246.436
dengan biaya tambahan sebesar Rp 1 293.750.
Nilai Produk Marjinal untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 928.867.
Berarti bahwa setiap tambahan satu orang tenaga kerja hanya akan meningkatkan
pendapatan peternak sebesar Rp 928.867 dengan biaya tambahan sebesar
Rp 11 090.939. Rasio NPM-BKM dari penggunaan tenaga kerja sebesar 0.084
artinya untuk mencapai efisiensi perlu mengurangi jumlah tenaga kerja.
Nilai NPM-BKM harus sama dengan satu agar tercapai efisiensi. Nilai
NPM-BKM kurang dari satu perlu adanya pengurangan dalam penggunaan faktor
produksi, sedangkan jika NPM-BKM lebih besar dari satu, maka perlu adanya
penambahan dalam penggunaan faktor produksi tersebut. Guna mencapai
penggunaan faktor produksi pada tingkat optimal, maka dibutuhkan kombinasi
optimal dalam penggunaan faktor produksi. Penggunaan faktor produksi dalam
tingkat optimal disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Input Produksi Optimal di Peternakan Sapi Perah Pondok
Ranggon Tahun 2013
Faktor Produksi Input rata-rata Input Optimal
Pakan Hijauan (Kg/ST/Hari) 12.714 18.579
Pakan Konsentrat (Kg/ST/Hari) 1.482 0.248
Pakan Ampas Tahu (Kg/ST/Hari) 4.972 18.853
Pakan Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) 1.846 0.352
Tenga Kerja (Orang) 4.958 0.415 Sumber: Data Primer Diolah (2014)
Tabel 21 menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi dengan input
optimal. Kondisi efisiensi penggunaan pakan hijauan perlu ditingkatkan dari
12.714 kg per ST per hari menjadi 18.579 kg per ST per hari. Berdasarkan metode
perhitungan pakan oleh Sutardi (1981), jumlah pemberian pakan hijauan untuk
sapi perah sebanyak 29.877 kg per ST per hari. Ketersediaan pakan hijauan di
peternakan Pondok Ranggon terbatas, sehingga jumlah pakan yang digunakan dan
pakan optimal kurang dari standar pakan berdasarkan metode perhitungan Sutardi
(1981).
52
Penggunaan pakan ampas tahu di peternakan Pondok Ranggon perlu
ditingkatkan dari 4.972 kg per ST per hari menjadi 18.853 kg per ST per hari.
Berdasarkan metode perhitungan pakan, jumlah pemberian pakan ampas tahu
untuk sapi perah sebanyak 25.890 kg per ST per hari. Jumlah pakan ampas tahu
berdasarkan hasil analisis efisiensi kurang dari standar pakan yang diberikan
sesuai metode perhitungan pakan. Hal ini karena peternak sapi perah di Pondok
Ranggon juga memberikan pakan tambahan lainnya.
Penggunaan pakan konsentrat dan ampas tempe lebih kecil dari pakan
lainnya, namun untuk mencapai tingkat efisiensi jumlah penggunaannya harus
dikurangi sampai input optimal. Jumlah optimal pakan konsentrat dan ampas
tempe sebesar 0.248 kg per ST per hari dan 0.352 kg per ST per hari. Berdasarkan
metode perhitungan pakan, jumlah penggunaan pakan konsentrat dan ampas
tempe sebanyak 3.699 kg per ST per hari. Di peternakan Pondok Ranggon pakan
konsentrat dan ampas tempe merupakan pakan pendamping yang tidak digunakan
oleh semua peternak sapi perah. Oleh karena itu, jumlah penggunaan pakan
konsentrat dan ampas tempe lebih kecil dari ampas tahu. Jumlah penggunaan
pakan hijauan, ampas tempe, konsentrat, dan ampas tahu masih rendah, sehingga
produksi susu juga rendah.
Di peternakan Pondok Ranggon waktu kerja ditiap peternaknya sama,
namun upahnya berbeda-beda. Setiap tenaga kerja memiliki jenis pekerjaan yang
berbeda, tetapi waktu kerja nya sama. Jumlah tenaga kerja yang digunakan perlu
dikurangi dari 5 orang menjadi 1 orang agar tercapai tingkat efisiensi.
Berdasarkan hasil analisis dengan kombinasi input-input optimal pada
fungsi persamaan Cobb-Douglas didapatkan produksi susu optimal (Y optimal)
sebesar 18.007 liter per ST per hari dan diperoleh keuntungan sebesar
Rp 44 748.022 per hari. Nilai efisiensi masing-masing faktor produksi dalam
peternakan sapi perah di Pondok Ranggon tidak ada yang sama dengan satu,
sehingga penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien.
6.3. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah
Pendapatan peternak merupakan selisih antara penerimaan dan semua
biaya yang dikeluarkan dalam proses kegiatan usaha. Sumber penerimaan usaha
53
peternak per hari terdiri dari penjualan susu ke koperasi, konsemen, loper, dan
kelompok tani. Penerimaan peternak dalam satu tahun ditambah dengan penjualan
ternak yang sudah afkir, pedet, dan jantan. Biaya tunai dalam peternak terdiri dari
pembelian pakan, biaya kesehatan, upah tenaga kerja, biaya transportasi, biaya
listrik, biaya limbah, dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Biaya yang
diperhitungkan dalam peternakan sapi perah Pondok ranggon terdiri dari sewa
lahan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan alat. Alat-alat
yang diperhitungkan dalam biaya penyusutan adalah alat-alat yang digunakan
dalam peternakan, seperti ember plastik, ember stainless, milk can, literan,
gayung, arit, golok, cangkul, skop, dan tambang. Rata-rata pendapatan usaha
peternak sapi perah per hari disajikan pada Tabel 22 dan lengkapnya disajikan
pada Lampiran 11.
Tabel 22. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon per
Hari Tahun 2013
No. Uraian Usaha Peternakan Sapi Perah
1 Penerimaan 1 320 846.875
2 Total biaya tunai 562 347.932
3 Total biaya diperhitungkan 580 756.047
4 Biaya total (2+3) 1 143 103.979
5 Pendapatan atas biaya tunai (1-2) 758 498.943
6 Pendapatan atas biaya total (1-4) 177 742.896
7 R/C ratio atas biaya tunai (1/2) 2.349
8 R/C ratio atas biaya total (1/4) 1.155 Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Pada Tabel 22, penerimaan peternak per hari sebesar Rp 1 320 846.875,
sedangkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 758 498.943 dan pendapatan
atas biaya total sebesar Rp 177 742.896. Nilai R/C ratio atas total biaya tunai
sebesar 2.349 menunjukkan nilai yang lebih dari satu atau secara finansial usaha
peternakan sapi perah menguntungkan, sedangkan nilai R/C ratio atas biaya total
yaitu sebsear 1.155 menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu atau secara
ekonomi usaha peternakan sapi perah menguntungkan. Usaha peternakan sapi
perah menguntungkan karena harga jual susu sapi perah cukup besar per liternya.
54
55
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu pada
taraf nyata α = 0.10 adalah pakan hijauan, ampas tahu, dan tenaga kerja.
2. Penggunaan pakan hijauan, pakan ampas tahu, dan tenaga kerja di
peternakan sapi perah Pondok Ranggon belum efisien.
3. Pendapatan usaha peternakan sapi perah atas biaya total menunjukkan
bahwa usaha peternakan susu sapi perah Pondok Ranggon menguntungkan.
7.2. Saran
1. Guna meningkatkan produksi susu di peternakan Pondok Ranggon
sebaikanya peternak meningkatkan pemberian pakan ampas tahu sebagai
pakan tambahan selain hijauan kepada sapi perah, karena berdasarkan
analisis faktor produksi input tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi
susu.
2. Guna mencapai tingkat efisiensi dalam penggunaan input sebaiknya
peternak menambah penggunaan pakan hijauan dan ampas tahu, dan
mengurangi jumlah tenaga kerja, karena berdasarkan analisis tingkat
efisiensi ketiga input belum mencapai titik efisien.
3. Guna memenuhi kebutuhan pakan sapi perah, pemerintah daerah perlu
merelokasi lokasi peternakan ke tempat yang lebih layak dari segi
ketersediaan pakan dan kondisi lingkungannya.
4. Guna mengetahui potensi perkembangan usaha peternakan sapi perah, perlu
adanya penelitian lanjutan mengenai analisis daya saing usaha peternakan
sapi perah di DKI Jakarta.
56
57
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. 2012. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada
Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang. Economics Development Analysis Journal, 1(1): 35-41.
Astuti, M., R. Widyawati, dan Y. Y. Suranindyah. 2010. Efisiensi Produksi
Usaha Sapi Perah Rakyat (Studi Kasus pada Anggota Koperasi Usaha
Peternakan dan Pemerahan Sapi Perah, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta).
Buletin Peternakan, 34(1): 64-69.
Badan Pusat Statistik. 2011a. Produk Domestik Bruto Indonesia. BPS, Jakarta
_________________. 2011b. Statistik Penduduk DKI Jakarta. BPS, Jakarta.
Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing
Company, New York.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012a. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun
2008-2012. Departemen Pertanian, Jakarta.
_________________________. 2012b. Statistik Peternakan dan Kesehatan
Hewan Edisi 2012. Departemen Pertanian, Jakarta.
________________________. 2013. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu
Sapi Perah di Indonesia Tahun 2010-2020. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Daniel, M. 2004. Pengantar Eonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Doll, J.P. dan F. Orazem. 1984. Production Economics Theory With Applications.
John Willey and Sons, Inc., New York.
Firman, A. 2014. Satuan Ternak (ST). http://adifirman.wordpress.com. diakses
pada tanggal 17 April 2014
Gujarati, D. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga. Terjemahan.
Erlangga, Jakarta.
Heryatno. 2009. Analisis Pendapatan dan faktor yang Mempengaruhi Produksi
Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi Serba
Usaha „Karya Nugraha” Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa
Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lipsey, R. G., P. N. Courant, and C. T. S. Ragan. 1998. Economics. Twelfth
Edition. Adision-Wesley Publishing Company, Inc., New York.
58
Mashud, N., I. Maskoro, dan R. T. P. Hutapea. 2007. Keragaan Usahatani dan
Analisis Finansial Kelapa Kopyor di Indonesia. Buletin Penelitian
Hortikultura, 33(3): 33-51.
Mandaka, S. dan M. P. Hutagaol. 2005. Analisis Keuntungan, Efisiensi Ekonomi
dan Kemungkinan Skema Kredit Bagi Pengembangan Skala Usaha
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor.
Jurnal Agro Ekonomi, 23(2): 191-208.
Muzdalifah. 2011. Analisis Produksi dan Efisiensi Usahatani Padi di Kabupaten
Banjar. Jurnal Agribisnis Pedesaan, 4(1): 256-266.
Nicholson, W. 2001. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar dan
Pengembangannya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Puspito. 2004. Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah Masa Laktasi (Studi Kasus
di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah). Tesis. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan
Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Ramadhani, Y. 2011. Analisis efisiensi, skala dan elastisitas produksi dengan
pendekatan Cobb-Douglas dan regresi berganda. Jurnal Teknologi, 4(1) :
53-61.
Sajarwo, G. 2012. Kebutuhan Susu Dalam Negeri Masih Impor. http://
regional.kompas.com. diakses pada tanggal 22 Januari 2013.
Soekartawi. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil. Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
_________. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. CV Rajawali, Jakarta.
_________. 1993. Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi
Cobb-Douglas. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
_________. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
_________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
_________. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. CV Rajawali, Jakarta.
59
Suharjo, A. dan D. Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usaha Tani. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suharno, B. dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Pakannya. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Vidiayanti, A. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Kawasan
Usaha Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cibangbulang, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widodo, A.Y. 2009. Karajteristik dan Analisis Keuntungan Usaha Ternak Sapi
Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah Kelurahan pondok Ranggon,
Jakarta Timur). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yotopoulus, P.A. and J.B. Nugent. 1976. Economics of Development Emperical
Investigations. Harper International Edition, New York.
Yulistiani, D., M. M. Isbandi, B. Setiadi, dan Subandriyo. 2003. Tata laksana
pemberian pakan dan tingkat kematian anak prasapih pada domba di
Desa Pasiripis, kabupaten Majalengka dan Desa Tegalsari, kabupaten
Purwakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Yunus, R. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras
Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi
Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
60
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian di Peternakan Sapi Perah Pondok
Ranggon
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN
SAPI PERAHDI KELURAHAN PONDOK RANGGON,
KECAMATAN CIPAYUNG, JAKARTA TIMUR
Oleh Nur Aisyah (H44090064)
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Tanggal Wawancara
No. Sampel
A. Identitas Sampel
1. Nama Responden :
2. Umur Responden : Tahun
3. Alamat :
4. Pendidikan formal* :
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. PT
*) T : Tamat BT : Belum Tamat TT : Tidak Tamat
5. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian :
No. Jenis Pendidikan Lama (bulan)
6. Jumlah tanggungan keluarga :
a. Istri : orang
b. Anak : orang
c. Lain-lainnya : orang
7. Pekerjaan :
a. Pokok : ___________________________________
b. Sambilan : ___________________________________
B. Karakteristik Peternak
63
1. Pengalaman beternak : tahun
2. Tergabung dalam kelompok tani :
a. Ya, mengapa?________________________________________
b. Tidak,mengapa?______________________________________
Jika “YA”, nama kelompok tani ____________________________
Tergabung dengan kelompok tani sejak tahun _________________
Peran dalam kelompok tani ________________________________
3. Pernah mengikuti pelatihan :
a. Ya
Nama pelatihan : ______________________________________
Tahun Pelatihan: ______________________________________
b. Tidak
Kenapa : _____________________________________________
4. Luas lahan : ha
5. Luas Kandang : m2
6. Status kepemilikan kandang :
a. Milik
Harga beli : __________________________________________
b. Sewa
Harga sewa : _________________________________________
7. Jarak kandang ke tempat lain (m) No. Tempat Lain Kandang
1. Penyedia Pangan
2. Sumber Air
3. Penerimaan susu
Lainnya.
8. Waktu pemerahan :
a. Pagi : _________________WIB
b. Sore : _________________WIB
64
9. Data struktur populasi ternak : No. Status Sapi Jumlah (ekor)
1. Pedet jantan
2. Pedet betina
3. Dara
4. Laktasi
5. Kering kandang
6. Jantan muda
7. Jantan dewasa
8. Lainnya
Total
10. Produksi susu : liter/ekor/hari
11. Input produksi yang digunakan
Jenis Input Jumlah
Harga Satuan
(Rp)
Harga Total
(Rp)
A. Pakan
1. Hijauan
2. Konsentrat
Lainnya
B. Kesehatan
1. Dokter Hewan
2. Obat-obatan
3. Vitamin
Lainnya
C. Lainnya
12. Tenaga kerja yang digunakan
No. Jenis Tenaga Kerja
Jumlah
(orang)
Upah per
Bulan (Rp)
Total (Rp)
1. Keluarga
2. Non Keluarga
65
13. Kegiatan peternakan
14. Biaya peternakan lainnya
No. Jenis Pengeluaran Jumlah Biaya (Rp)
1. Biaya Pemeliharaan Kandang
2. Biaya Pengairan
3. Pajak (PBB)
4. Biaya Listrik
5. Biaya Peralatan kandang
a. Ember
b. Milk Can
c. Literan
d. Gayung
e. Sabit
f. Golok
g. Cangkul
h. Skop
6. Biaya Transportasi
a. Penjualan susu
b. Pengadaan pakan
No. Jenis Pengeluaran Jumlah Biaya (Rp)
7. Lainnya
No. Jenis Kegiatan Jumlah Tenaga
Kerja
Lama
Kerja/hari
Jumlah
Upah/hari
Jumlah
Upah/bul
an
1. Memandikan
Sapi
2. Mencari Pakan
3. Memberi Pakan
4. Memeberi
Minum
5. Memerah Susu
6. Membersihkan
Kandang
7 Lainnya
66
15. Penyusutan peralatan yang digunakan
No Jenis
Alat
Jumlah
(buah)
Nilai
Pembelian
(Rp)
Waktu
Pembelian
(tahun)
Estimasi
Umur
Ekonomis
(tahun)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
1. Ember
Plastik
2. Ember
Stenless
3. Milk Can
4. Literan
5. Gayung
6. Arit
7. Golok
8. Cangkul
9. Skop
10. Tambang
Total Penyusutan
16. Penerimaan peternak :
No. Jenis Penerimaan
Jumlah
Penjualan/bulan
Harga Satuan
(Rp)
Total
(Rp)
1.
Penjualan susu ke
koperasi (liter)
2.
Penjualan susu ke
konsumen (liter)
3.
Penjualan susu k eloper
(liter)
4.
Penjualan susu kelompok
tani (liter)
5. Penjualan ternak
a. Afkir
b. Pedet Jantan
c. Jantan Muda
d. Jantan dewasa
Lainnya
6. Lainnya
Total penerimaan
67
17. Sistem pemasaran susu
68
Lampiran 2. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013
No. Nama
Usia
(Tahun)
Jenis
Kelamin
Pendidikan
Formal
Pekerjaan Pengalaman
Beternak
(Tahun) Pelatihan Pokok Sambilan
1. M. Nurul Huda 30 L PT Peternak Guru 8 Ya
2. Fatimah 55 P SMP Peternak
25 Ya
3. Makmun 46 L SMA Peternak
20 Ya
4. H. Somad 60 L SD Pedagang Peternak 15 Ya
5.
H. Masud
Salam 50 L SMA Peternak Percetakan 21 Ya
6. Hafis 24 L PT Peternak
5 Ya
7. Rohmani 50 L SMA Peternak
25 Ya
8. H. M. Amin 65 L SMP Peternak
40 Ya
9. Fahrur Rozi 37 L SMA Peternak
15 Ya
10. Abdan Syakur 27 L PT Peternak Pedagang 5 Ya
11. Lili 54 P SMP Peternak
5 Ya
12. Marwah 50 P SMA Peternak
20 Ya
13. Maulana 33 L SMA Peternak
10 Ya
14. H. Zein 65 L SD Peternak
40 Ya
15. Marwan 30 L SMA Peternak
10 Ya
16. Rozi 30 L PT Peternak
10 Ya
17. Suryatno 30 L SMA Peternak
10 Ya
18. H. Hasan 60 L SMA Peternak
40 Ya
19. H. Zaini 59 L SMP Peternak
30 Ya
20. Yusuf 45 L SMA Peternak
20 Ya
68
69
Lampiran 2. Lanjutan
No.
Nama
Usia
(Tahun)
Jenis
Kelamin
Pendidikan
Formal
Pekerjaan Pengalaman
Beternak
(Tahun) Pelatihan Pokok Sambilan
21. Hazanudin 55 L SMA Peternak
30 Ya
22. H. Hamdani 71 L SD Peternak
40 Ya
23. M. Sholeh 32 L SMA Peternak
7 Ya
24. H. Romli 60 L SMP Peternak
21 Ya
Sumber : Data Primer (2013)
69
70
Lampiran 3. Luas Lahan dan Kandang Peternakan di Pondok Ranggon Tahun 2013
No.
Luas Lahan
(m2)
Luas Kandang
(m2)
Status kepemilikan
kandang Harga beli/sewa (Rp/m) Total (Rp m2)
1. 1 800 1 000 Milik 500 000 900 000 000
2. 950 700 Milik 45 000 42 750 000
3. 900 250 Milik 70 000 63 000 000
4. 1 500 400 Milik 60 000 90 000 000
5. 1 000 90 Milik 54 000 54 000 000
6. 1 000 500 Milik 45 000 45 000 000
7. 600 300 Milik 50 000 30 000 000
8. 1 330 750 Milik 50 000 66 500 000
9. 2 000 800 Milik 50 000 100 000 000
10. 2 500 1 000 Milik 50 000 125 000 000
11. 420 250 Milik 520 000 218 400 000
12. 500 300 Milik 60 000 30 000 000
13. 500 250 Milik 1 700 000 850 000 000
14. 900 200 Milik 45 000 40 500 000
15. 450 250 Milik 50 000 22 500 000
16. 900 400 Milik 50 000 45 000 000
17. 500 250 Milik 300 000 150 000 000
18. 2 500 1 000 Milik 45 000 112 500 000
19. 1 000 350 Milik 70 000 70 000 000
20. 550 300 Milik 60 000 33 000 000
21. 600 300 Milik 60 000 36 000 000
22. 3 500 1 200 Milik 25 000 87 500 000
23. 1 620 300 Milik 60 000 97 200 000
24. 2 000 600 Milik 45 000 90 000 000 Sumber: Data Primer (2013)
70
71
Lampiran 4. Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013
No.
Produksi
susu per ekor
(Liter/ST/
Hari)
Σ
Sapi
(ST)
Σ Sapi
Laktasi
(ST)
Input
Pakan Kesehatan
Tenaga Kerja Hijauan
(Kg/ST/
Hari)
konsentrat
(Kg/ST/
Hari)
Ampas
Tahu
(Kg/ST/
Hari)
Ampas
Tempe
(Kg/ST/
Hari)
Vitamin
(ml/ST/
Hari)
1. 15.00 135.00 50.00 17.50 0.00 6.75 0.00 5.00 12.00
2. 9.00 53.00 34.00 12.86 0.00 4.71 0.00 5.00 5.00
3. 10.00 22.00 15.00 14.81 0.00 5.56 1.67 5.00 3.00
4. 10.00 32.00 20.00 14.71 0.00 5.74 0.00 5.00 4.00
5. 10.00 3.50 2.00 14.28 7.15 4.28 4.29 5.00 2.00
6. 15.00 35.75 25.00 16.67 0.78 5.88 0.00 5.00 7.00
7. 10.00 38.00 25.00 13.64 1.52 5.11 0.00 5.00 5.00
8. 10.00 60.75 50.00 14.49 0.36 5.00 0.00 5.00 8.00
9. 10.00 111.00 80.00 12.10 1.00 5.44 0.00 5.00 12.00
10. 11.00 39.00 18.00 13.64 1.27 5.45 0.00 5.00 5.00
11. 9.00 19.75 11.00 6.00 2.00 4.20 1.80 5.00 3.00
12. 8.00 21.00 10.00 8.33 0.00 4.00 1.50 5.00 2.00
13. 8.50 22.00 12.00 6.98 0.00 5.36 0.00 5.00 2.00
14. 10.00 7.00 4.00 11.11 1,00 5.00 0.00 5.00 2.00
15. 9.00 22.50 15.00 12.96 0.00 4.40 1.67 5.00 3.00
16. 7.00 33.50 13.00 5.56 0.00 3.33 1.00 5.00 3.00
17. 9.00 22.50 11.00 13.33 0.00 4.00 1.00 5.00 3.00
18. 12.00 145.00 100.00 12.79 0.00 5.53 0.00 5.00 16.00
19. 10.00 25.00 15.00 15.63 1.56 6.09 0.00 5.00 12.00
72
Lampiran 4. Lanjutan.
No.
Produksi
susu per
ekor
(Liter/ST/
Hari)
Σ
Sapi
(ST)
Σ Sapi
Laktasi
(ST)
Input
Pakan Kesehatan
Tenaga Kerja
Hijauan
(Kg/ST/
Hari)
konsentrat
(Kg/ST/
Hari)
Ampas
Tahu
(Kg/ST/
Hari)
Ampas
Tempe
(Kg/ST/
Hari)
Vitamin
(ml/ST/Hari)
20. 10.00 34.75 25.00 10.00 1.00 4.50 0.00 5.00 3.00
21. 10.00 33.50 20.00 12.50 0.00 5.63 0.00 5.00 4.00
22. 11.67 61.50 30.00 24.31 0.27 5.21 0.63 5.00 5.00
23. 9.00 13.00 8.00 14.71 1.00 4.41 0.00 5.00 2.00
24. 7.00 31.75 13.00 6.25 0.35 3.75 4.50 5.00 2.00
Sumber : Data Primer Diolah (2014)
72
73
Lampiran 5. Harga Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013
No.
Harga
Harga Pakan Harga Kesehatan Upah TK
Hijauan
(Rp/kg)
Konsentrat
(Rp/Kg)
Ampas Tahu
(Rp/Kg)
Ampas Tempe
(Rp/Kg) Vitamin (Rp/5ml) Keluarga Luar Keluarga
1. 300.000 2 000.000 1 300.000 1 300.000 45 000.000 8 333.333 7 500.000
2. 250.000 2 500.000 1 250.000 1 250.000 45 000.000 16 666.667 15 000.000
3. 300.000 2 000.000 1 000.000 1 350.000 40 000.000 11 111.111 5 555.556
4. 250.000 360.000 1 250.000 1 350.000 60 000.000 10 000.000 8 666.667
5. 300.000 2 000.000 700.000 1 400.000 45 000.000 11 111.111 7 222.222
6. 400.000 7 000.000 1 000.000 1 500.000 60 000.000 9 523.810 7 142.857
7. 300.000 2 000.000 1 800.000 1 500.000 45 000.000 12 500.000 13 333.333
8. 300.000 6 000.000 1 400.000 1 200.000 60 000.000 13 333.333 10 000.000
9. 500.000 2 000.000 1 300.000 1 500.000 40 000.000 11 904.762 7 142.857
10. 300.000 2 000.000 1 200.000 1 200.000 60 000.000 9 523.810 11 904.762
11. 500.000 1 900.000 1 250.000 1 250.000 50 000.000 13 333.333 6 666.667
12. 350.000 2 000.000 1 300.000 1 250.000 60 000.000 11 111.111 7 777.778
13. 300.000 1 800.000 1 300.000 1 300.000 40 000.000 13 333.333 10 000.000
14. 200.000 1 600.000 1 250.000 1 250.000 60 000.000 11 111.111 7 222.222
15. 300.000 1 800.000 1 400.000 1 200.000 40 000.000 13 333.333 9 333.333
16. 500.000 2 000.000 1 600.000 1 250.000 60 000.000 16 666.667 10 833.333
17. 500.000 2 000.000 1 400.000 1 200.000 60 000.000 12 500.000 8 333.333
18. 300.000 2 000.000 1 250.000 1 200.000 60 000.000 11 111.111 5 555.556
19. 300.000 2 000.000 1 350.000 1 250.000 60 000.000 11 111.111 8 333.333
20. 500.000 1 600.000 1 500.000 1 250.000 60 000.000 13 333.333 10 000.000
21. 500.000 2 000.000 1 800.000 1 250.000 45 000.000 13 333.333 10 000.000
73
74
Lampiran 5. Lanjutan
No.
Harga
Harga Pakan Harga Kesehatan Upah TK
Hijauan
(Rp/kg)
Konsentrat
(Rp/Kg)
Ampas Tahu
(Rp/Kg)
Ampas Tempe
(Rp/Kg) Vitamin (Rp/5ml) Keluarga Luar Keluarga
22. 300.000 2 000.000 1 300.000 1 350.000 50 000.000 11 111.111 7 222.222
23. 250.000 2 000.000 1 550.000 1 250.000 60 000.000 22 222.222 13 333.333
24. 250.000 1 000.000 1 800.000 1 250.000 60 000.000 22 222.222 14 444.444
Sumber : Data Primer (2013)
74
75
Lampiran 6. Jumlah Penjualan Susu di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013
No.
Jumlah penjualan Susu (L)/hari Harga Susu/Liter
Koperasi
(Liter)
Konsumen
(Liter)
Loper
(Liter)
Kelompok
Tani
(Liter)
Koperasi
(Rp/liter)
Konsumen
(Rp/liter)
Loper
(Rp/liter)
Kelompok Tani
(Rp/liter)
1. 0 0 750 0 3 400 7 000 6 000 3 300
2. 5 10 280 0 3 400 7 000 4 700 3 300
3. 3 1 146 0 3 400 7 000 4 500 3 300
4. 25 0 135 40 3 400 6 000 4 800 3 300
5. 20 0 0 0 3 400 6 000 4 800 3 300
6. 15 0 350 0 3 400 6 000 5 000 3 300
7. 15 60 175 0 3 400 7 000 5 000 3 300
8. 10 40 450 0 3 400 7 500 4 500 3 300
9. 170 30 600 0 3 400 7 000 5 000 3 300
10. 40 60 80 18 3 400 6 000 5 000 3 300
11. 24 0 75 0 3 400 6 000 4 000 3 300
12. 10 0 70 0 3 400 6 000 5 500 3 300
13. 50 0 52 0 3 400 6 000 4 000 3 300
14. 5 5 30 0 3 400 7 000 5 000 3 300
15. 20 10 105 0 3 400 7 000 5 000 3 300
16. 15 6 70 0 3 400 7 000 5 000 3 300
17. 10 5 84 0 3 400 7 000 4 500 3 300
18. 400 0 800 0 3 400 6 000 6 000 3 300
19. 15 15 120 0 3 400 7 000 5 000 3 300
20. 15 10 225 0 3 400 7 000 5 000 3 300
21. 15 10 150 5 3 400 6 000 5 000 3 300
22. 0 260 90 0 3 400 8 000 5 000 3 300
75
76
Lampiran 6. Lanjutan
Sumber: Data Primer (2013)
No. Total Penjualan Susu/hari
Koperasi Konsumen Loper Kelompok Tani
1. 0 0 4 500 000 0
2. 17 000 70 000 1 316 000 0
3. 10 200 7 000 657 000 0
4. 85 000 0 648 000 132 000
5. 68 000 0 0 0
6. 51 000 0 1 750 000 0
7. 51 000 420 000 875 000 0
8. 34 000 300 000 2 025 000 0
9. 578 000 210 000 3 000 000 0
10. 136 000 360 000 400 000 59 400
11. 81 600 0 300 000 0
12. 34 000 0 385 000 0
13. 170 000 0 208 000 0
14. 17 000 35 000 150 000 0
15. 68 000 70 000 525 000 0
16. 51 000 42 000 350 000 0
17. 34 000 35 000 378 000 0
18. 1 360 000 0 4 800 000 0
19. 51 000 105 000 600 000 0
20. 51 000 70 000 1 125 000 0
21. 51 000 60 000 750 000 16 500
22. 0 2 080 000 450 000 0
76
77
Lampiran 6. Lanjutan
Sumber : Data Primer (2013)
Lampiran 6. Lanjutan
Sumber: Data Primer (2013)
No.
Jumlah penjualan Susu (L)/hari Harga Susu/Liter
Koperasi Konsumen Loper
Kelompok
Tani Koperasi Konsumen Loper Kelompok Tani
23. 10 2 79 0 3 400 7 000 5 000 3 300
24. 5 0 86 0 3 400 6 000 4 000 3 300
No.
Total Penjualan Susu/hari
Koperasi Konsumen Loper Kelompok Tani
23. 34 000 14 000 395 000 0
24. 17 000 0 344 000 0
77
79
78
Lampiran 7. Hasil Olahan Minitab Faktor Produksi Usaha Peternakan Sapi
Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Regression Analysis: Produksi susu versus Hijauan (Kg/, Konsentrat (, ... The regression equation is
Produksi susu (liter/ST/hari) = 0.967 + 0.140 Hijauan (Kg/ST/hari)
+ 0.0121 Konsentrat (Kg/ST/hari)
+ 0.555 Ampas Tahu (Kg/ST/hari)
+ 0.0100 Ampas Tempe (Kg/ST/Hari)
+ 0.101 Tenaga Kerja (Orang)
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 0.9674 0.2305 4.20 0.001
Hijauan (Kg/ST/hari) 0.13997 0.07281 1.92 0.071 1.9
Konsentrat (Kg/ST/hari) 0.012136 0.008265 1.47 0.159 1.1
Ampas Tahu (Kg/ST/hari) 0.5552 0.1969 2.82 0.011 3.0
Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) 0.00997 0.01072 0.93 0.364 2.0
Tenaga Kerja (Orang) 0.10093 0.03962 2.55 0.020 1.6
S = 0.0928615 R-Sq = 80.0% R-Sq(adj) = 74.4%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 5 0.61980 0.12396 14.38 0.000
Residual Error 18 0.15522 0.00862
Total 23 0.77502
Source DF Seq SS
Hijauan (Kg/ST/hari) 1 0.41372
Konsentrat (Kg/ST/hari) 1 0.00318
Ampas Tahu (Kg/ST/hari) 1 0.14581
Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) 1 0.00113
Tenaga Kerja (Orang) 1 0.05596
Unusual Observations
Hijauan Produksi susu
Obs (Kg/ST/hari) (liter/ST/hari) Fit SE Fit Residual St Resid
6 2.81 2.7081 2.4923 0.0330 0.2157 2.49R
9 2.49 2.3026 2.4616 0.0482 -0.1590 -2.00R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1.87193
85
86
79
Residual Plots for Produksi susu (liter/ST/hari)
Residual
Pe
rce
nt
0.20.10.0-0.1-0.2
99
90
50
10
1
Fitted Value
Re
sid
ua
l
2.62.42.22.0
0.2
0.1
0.0
-0.1
-0.2
Residual
Fre
qu
en
cy
0.200.150.100.050.00-0.05-0.10-0.15
6.0
4.5
3.0
1.5
0.0
Observation Order
Re
sid
ua
l
24222018161412108642
0.2
0.1
0.0
-0.1
-0.2
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for Produksi susu (liter/ST/hari)
Lampiran 8. Uji Normalitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok
Ranggon Tahun 2013
SRES1
Pe
rce
nt
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
0.908
0.001316
StDev 1.001
N 24
AD 0.179
P-Value
Probability Plot of SRES1Normal
80
Lampiran 9. Uji Heterokedastisitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di
Pondok Ranggon Tahun 2013
Fitted Value
Re
sid
ua
l
2.62.52.42.32.22.12.01.9
0.2
0.1
0.0
-0.1
-0.2
Residuals Versus the Fitted Values(response is Produksi susu (liter/ST/hari))
81
Lampiran 10. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013
Faktor Produksi Input
rata-rata Koefisien
NPM
BKM NPM/BKM
Input Optimum
Rumus NPM=
(bi*Y*Py)/xi Rumus= (bi*Y*Py)/BKMxi
Hijauan
(Kg/ST/Hari) 12.714 0.13997 502.334 343.750 1.461 18.579
Konsentrat
(Kg/ST/Hari) 0.808 0.012136 685.337 2231.667 0.307 0.248
Ampas Tahu
(Kg/ST/Hari) 4.972 0.555 5 095.164 1343.750 3.792 18.853
Ampas Tempe
(Kg/ST/Hari) 0.758 0.00997 600.158 1293.750 0.464 0.352
Tenga Kerja
(orang) 4.958 0.10093 928.867 11090.939 0.084 0.415
Produksi Susu
(Liter/ST/Hari) 10.01
Y Optimum
(Liter/ST/Hari) 18.007
Harga
Susu(Rp/Liter)
4 558.33 Keuntungan
Optimum
(RP/Hari)
44 748.022
Sumber: Data Primer Diolah (2014)
81
82
Lampiran 11. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon
per Hari Tahun 2013
No. Uraian Usaha Peternakan Sapi Perah
1. Penerimaan
1.1. Penjualan Susu 1 320 846.875
2. Biaya Tunai
a. Pakan
a1. Hijauan 4 370.536
a2.Konsentrat 1 802.075
a3.Ampas Tahu 6 681.368
a4.Ampas Tempe 980.914
b. Kesehatan
b1.Obat-Obatan 45 916.667
b2. Vitamin 45 754.167
c.TKLK 431 250.000
d.Transportasi 6 458.333
F. PBB 3 986.649
G. Listrik 14 305.557
H. Biaya Limbah 841.667
Total Biaya Tunai 562 347.932
3. Biaya Diperhitungkan
A. TKDK 200 000.000
B. Sewa Lahan 380 011.111
C. Penyusutan Alat
c1.Ember Plastik 51.204
c2. Ember Stenless 17.650
c3. Milk Can 131.667
c4. Literan 40.741
c5. Gayung 0.174
c6. Arit 148.717
c7. Golok 2.315
c8. Cangkul 76.717
c9. Skop 67.130
c10. Tambang 208.623
Total Penyusutan 744.936
Total Biaya Diperhitungkan 580 756.047
4. Biaya Total (2+3) 1 143 103.979
5.
Pendapatan atas Biaya Tunai
(1-2) 758 498.943
6.
Pendapatan atas Biaya Total
(1-4) 177 742.896
7. R/C atas biaya tunai (1/2) 2.349
8. R/C atas biaya total (1/4) 1.155
Sumber : Data Primer Diolah (2014)
83
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nur Aisyah, dilahirkan di Jakarta pada tanggal
06 Juni 1991. Penulis merupakan putri ke dua dari dua bersaudara dari pasangan
Saiful Amri dan Hj. Sa‟diyah. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SMPN 56 Jakarta pada tahun 2006 dan menyelesaikan pendidikan
menengah atas di SMAN 55 Jakarta pada tahun 2009. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun
2009. Penulis diterima di IPB dengan pilihan pertama yaitu pada departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai
kegiatan kepanitian.
top related