analisis faktor dan analisis diskriminan
Post on 24-Apr-2017
285 Views
Preview:
TRANSCRIPT
RISET PEMASARAN
“ANALISIS FAKTOR DAN DISKRIMINAN”
Oleh :
YESSICA TRI AMANDA P. ( 118554022 )
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
S1 PENDIDIKAN TATA NIAGA
2014
ANALISIS FAKTOR DAN DISKRIMINAN
1. Analisis Faktor
Analisis faktor adalah salah satu teknik statistika yang dapat digunakan untuk
memberiikan deskripsi yang relatif sederhana melalui reduksi jumlah peubah yang disebut
faktor. Analisis faktor adalah prosedur untuk mengidentifikasi item atau variabel berdasarkan
kemiripannya. Kemiripan tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi yang tinggi. Item-item
yang memiliki korelasi yang tinggi akan membentuk satu kerumunan faktor. Prinsip dasar
dalam analisis faktor adalah menyederhanakan deskripsi tentang data dengan mengurangi
jumlah variabel/dimensi. Analisis faktor memungkinkan peneliti untuk :
a. Menguji ketepatan model (goodness of fit test) faktor yang terbentuk dari item-item
alat ukur.
b. Menguji kesetaraan unit pengukuran antar item.
c. Menguji reliabilitas item-item pada tiap faktor yang diukur.
d. Menguji adanya invarian item pada populasi.
Langkah-langkah melakukan analisis faktor :
1. Melakukan uji korelasi antar variabel asal dengan tujuan agar penyusutan variabel
analisis faktor menjadi lebih sederhana dan bermanfaat, tanpa kehilangan banyak
informasi sebelumnya.
2. Uji kelayakan data (menggunakan basis faktor) apakah cocok dilakukan analisis faktor.
3. Mencari akar ciri dan matriks Σ atau R.
4. Mengurutkan akar ciiri yang terbentuk dari terbesar sampai terkecil.
5. Mencari proporsi keragaman atau berguna untuk mengetahui berapa faktor yang akan
terbentuk.
6. Mengalokasikan setiap variabel asal kedalam faktor sesuai dengan nilai loading.
7. Apabila terdapat nilai loading yang identik atau hampir sama maka lakukan rotasi baik
dengan cara orthogonal ataupun non orthogonal.
8. Setelah yakin dengan faktor yang terbentuk , maka berikan penamaan pada faktor
tersebut dengan cara melihat variabel-variabel apa saja yang menyusun faktor tersebut.
Contoh Kasus :
Berdasarkan SDKI 2002-2003 cakupan imunisasi lengkap anak usia 12-23 bulan di Indonesia
berdasarkan informasi dari KMS (Kartu Menuju Sehat) atau laporan ibu sebesar 52 persen.
Angka ini masih keci bilBerdasarkan SDKI 2002-2003 cakupan imunisasi lengkap anak usia
12-23 bulan di Indonesia berdasarkan informasi dari KMS (Kartu Menuju Sehat) atau laporan
ibu sebesar 52 persen. Angka ini masih keci bila dibandingkan dengan 80 persen angka
cakupan imunisasi lengkap yang ditargetkan oleh UCI ( Universal Chilhood Imunization).
Bila dilihat pada cakupan imunisasi lengkap pada tingkat propinsi hanya ada dua propinsi
yang telah memenuhi target UCI yaitu Yogyakarta (84 persen) dan Bali (80 persen). Oleh
karena itu, ingin diketahui faktor dominan apakah yang mempengaruhi ketidaklengkapan
imunisasi anak usia 12-23 bulan di Indonesia. Faktor dominan yang ingin diketahui
pengaruhnya dibatasi pada karakteristik ibu dan ayah.
Sehingga inti dalam kasus ini yaitu ingin melihat Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
ketidaklengkapan Imunisasi Anak Usia 12 – 23 Bulan di Indonesia Tahun 2003. Data
yang digunakan dalam kasus di atas berasal dari Survei Demografi dan Kesehetan Indonesia,
2002-2003.
Langkah-langkah dalam Analisis faktor dengan SPSS :
- Menyamakan satuan data
1. Buka data yang sudah dimasukkan. Tampilannya seperti berikut.
2. Karena data memiliki variasi yang besar (karena satuan dan rentang data yang
berbeda-beda), maka distandardisasi terlebih dahulu dengan mentransformasikan ke
dalam bentuk Z-score, yaitu dengan klik Descriptive Statistics→Descriptives.
Maka akan muncul tampilan berikut.
3. Pada kolom Variable(s) masukkan semua variabel, lalu centang pilihan ‘Save
standardized values as variables’. Kemudian Pilih Menu Options maka akan
muncul tampilan berikut.
4. Beri tanda cek pada Mean, dengan pada Dispersion dicek Standard
Deviation dan Variance, serta beri tanda cek pada Variable List pada Display
Order. Kemudian Klik Continue. Maka akan muncul variabel baru seperti berikut.
- Melakukan Analisis Faktor
1. Pilih Analyze >> Data Reduction >> Factor. Maka akan muncul jendela Factor
Analysis
2. Pilih semua variabel sebagai variabel analisis. Klik Descriptive, pada
bagian Correlation Matrix beri tanda cek pada Coefficient, significan levels,
invers, Anti image dan KMO and Bartlett’s test of sphericity. Klik Continue.
3. Kemudian klik pada Extraction dan pastikan pilihan Analyze pada correlation
matrix dan pada bagian Display beri tanda cek pada kedua pilihan. Sebagai kriteria
ekstaksi (Extraction) kita akan menggunakan eigenvalue, yaitu Eigenvalues over: 1.
Klik Continue.
4. Klik Rotation lalu pilih Varimax dan pada Display pilih Rotated Solution. Klik
Continue
5. Klik Scores, lalu beri tanda cek Save as Variables dengan Method:
Regression dan Display factor score coefficient matrix, agar kita bisa melihat nilai
variabel/faktor baru yang terbentuk. Klik Continue.
6. Setelah itu klik OK, akan muncul kumpulan output yang siap diinterpretasi.
Intrepretasi
Deskripsi Data
Correlation Matrix
Tabel Correlation Matrix merupakan tabel matriks korelasi yang berisi nilai-nilai korelasi
antara variabel-variabel yang akan dianalisis. Pada bagian Correlation dapat dilihat besarnya
korelasi antarvariabel. Sebagai contoh, korelasi antara variabel ibu tinggal di desa dengan ibu
yang bekerja sebesar -0,573 yang menunjukkan terdapat hubungan yang cukup kuat dan
negative. Artinya, semakin banyak persentase ibu yang tinggal di desa, maka makin sedikit
persentase ibu yang bekerja.
Kemudian pada baris sig.(1-tailed) menunjukkan signifikansi korelasi antara variabel-
variabel tersebut. Korelasi antara variabel ibu tinggal di desa dengan ibu yang bekerja
signifikan, terlihat dari nilai p-value sebesar 0,001(<0.05) yang berarti terdapat memang
terdapat hubungan antara variabel ibu tinggal di desa dengan variabel ibu yang bekerja.
Inverse of Correlation Matrix
Sedangkan table Inverse of Correlation Matrix menyatakan nilai-nilai pada matriks korelasi
setelah matriks tersebut diinverskan.
Catatan : Dalam kasus ini, digunakan matriks korelasi untuk keperluan analisis faktor sebab
data yang digunakan memiliki satuan yang berbeda-beda,sehingga distandarisasi
menggunakan matriks korelasi untuk menghilangkan bias.
Analisis Inferensia
KMO dan Bartlett’s Test
Berdasarkan Bartlett’s Tes of Sphericity dengan Chi-Square 94,304 (df 45) dan nilai sig =
0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas
sehingga dapat dilakukan analisis komponen utama. Di samping itu, Nilai KMO yang
dihasilkan adalah sebesar 0.574 serta p-value sebesar 0,000 (<0,05) , nilai tersebut jatuh
dalam kategori “lebih dari cukup” layak untuk kepentingan analisis faktor. Oleh karena itu,
variabel – variabel dapat dianalisis lebih lanjut (AA Afifi,1990:Dillon dan Goldstein,1984).
Tabel Anti-Image Matrices
Selain pengecekan terhadap KMO and Bartlett test, dilakukan juga pengecekan Anti Image
matrices untuk mengetahui apakah variabel – variabel secara parsial layak untuk dianalisis
dan tidak dikeluarkan dalam pengujian. Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari sepuluh
variabel yang akan dianalisis, terdapat dua variabel yang memiliki nilai MSA (dapat dilihat
pada output yang bertanda a pada kolom Anti-Image Correlation) < 0,5 yaitu variabel ibu
tidak bekerja dan variabel bapak yang tidak bekerja. Karena ada variabel yang nilai MSA nya
< 0,5 , maka variabel tersebut tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Meskipun ada dua variabel
yang nilai MSA nya < 0,5, namun kita tidak harus membuang dua variabel sekaligu. Pilih
salah satu variabel yang memiliki MSA terkecil, yaitu bapak tidak bekerja sebesar 0,360
sehingga variabel tersebut dikeluarkan dan dilakukan pengujian ulang terhadap
kesembilan variabel lainnya seperti pada cara di atas.
Setelah variabel bapak tidak bekerja dikeluarkan, maka nilai KMO meningkat menjadi
0,652 dan tingkat signifikansi 0,000.Pengurangan variabel yang “tidak layak” meningkatkan
nilai KMO sehingga cukup beralasan untuk melakukan pengurangan tersebut Hal ini dapat
menunjukkan bahwa kesembilan variabel tersebut’ lebih dari cukup’ layak untuk dilakukan
analisis faktor.
Communalities
Dari keseluruhan nilai dalam table communalities, diperoleh bahwa kesembilan variabel awal
mempunyai nilai communalities yang besar ( > 0.5). Hal ini dapat diartikan bahwa
keseluruhan variabel yang digunakan memiliki hubungan yang kuat dengan faktor yang
terbentuk. Dengan kata lain, semakin besar nilai dari communalities maka semakin baik
analisis faktor, karena semakin besar karakteristik variabel asal yang dapat diwakili oleh
faktor yang terbentuk.
1. Keeratan hubungan variabel ibu bekerja terhadap faktor yang terbentuk sebesar 0,811
artinya hubungan variabel ibu bekerja terhadap faktor yang terbentuk erat. Atau dapat
juga dikatakan kontribusi variabel ibu bekerja terhadap faktor yang terbentuk sebesar
81,1 %.
2. Kemudian, keeratan hubungan variabel bapak yang pendidikannya SD ke bawah
sebesar 0,849 artinya hubungan variabel bapak yang pendidikannya SD ke bawah
terhadap faktor yang terbentuk erat. Atau dapat juga dikatakan kontribusi variabel
variabel bapak yang pendidikannya SD ke bawah terhadap faktor yang terbentuk
sebesar 84,9 %.
Total Variance Explained
Table Total Variance Explained menunjukkan besarnya persentase keragaman total yang
mampu diterangkan oleh keragaman faktor - faktor yang terbentuk. Dalam tabel tersebut juga
terdapat nilai eigenvalue dari tiap-tiap faktor yang terbentuk. Faktor 1 memiliki eigenvalue
sebesar 2,991, Faktor 2 sebesar 2,120, dan Faktor 3 sebesar 1,323. Untuk menentukan berapa
komponen/faktor yang dipakai agar dapat menjelaskan keragaman total maka dilihat dari
besar nilai eigenvaluenya, komponen dengan eigenvalue >1 adalah komponen yang dipakai.
Kolom ‘cumulative %’ menunjukkan persentase kumulatif varians yang dapat dijelaskan oleh
faktor. Besarnya keragaman yang mampu diterangkan oleh Faktor 1 sebesar 33,233 persen,
sedangkan keragaman yang mampu dijelaskan oleh Faktor 1 dan 2 sebesar 56,787 persen.
Ketiga faktor mampu menjelaskan keragaman total sebesar 71,485 persen. Berdasarkan
alasan nilai eigen value ketiga faktor yang lebih dari 1 dan besarnya persentase kumulatif
ketiga faktor sebesar 71,485 persen, dapat disimpulkan bahwa ketiga faktor sudah cukup
mewakili keragaman variabel – variabel asal.
Proporsi keragaman data yang dijelaskan tiap komponen setelah dilakukan rotasi terlihat
lebih merata daripada sebelum dilakukan rotasi. Faktor pertama menerangkan keragaman
data dengan proporsi terbesar, yaitu 33,233 persen menurut metode ekstraksi dengan analisis
faktor (sebelum rotasi) dan dengan analisis faktor (setelah rotasi) keragaman data awal dapat
dijelaskan sebesar 26,841 persen. Kemudian untuk faktor kedua menerangkan keragaman
data awal dengan proporsi 23,554 persen menurut metode ekstraksi dengan analisis faktor
(sebelum rotasi) dan dengan analisis faktor (setelah rotasi) keragaman data awal dapat
dijelaskan sebesar 26,315 persen. Sedangkan untuk faktor ketiga menerangkan keragaman
sebesar 14,698 persen sebelum dilakukan rotasi dan naik menjadi 18,328 persen setelah
dirotasi.
Proporsi keragaman data yang lebih merata setelah dilakukan rotasi menunjukkan
keseragaman data awal yang dijelaskan oleh masing-masing faktor menjadi maksimum.
Scree Plot
Scree Plot adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu peneliti
menentukan berapa banyak faktor terbentuk yang dapat mewakili keragaman peubah –
peubah asal. Bila kurva masih curam, akan nada petunjuk untuh menambahkan komponen.
Bila kurva sudah landai, akan ada petunjuk untuk menghentikan penambahan komponen,
walaupun penilaian curam/landai bersifat subjektif peneliti. Dari scree plot di atas, terlihat
pada saat satu komponen terbentuk, kurva masih menunjukkan kecuraman, begitu juga pada
saat di titik ke-2, garis kurva masih tajam, di titik ke-3 garis kurva masih tajam namun sedikit
berbeda dari pola kedua garis sebelumnya. Setelah melewati titik ke-3, garis kurva sudah
mulai landai, semakin ke kanan akan semakin landai. Dari penjelasan di atas, dapat kita tarik
kesimpulan bahwa terdapat tiga komponen atau faktor yang terbentuk.
Table component matrix
Table component matrix menunjukkan besarnya korelasi tiap variabel dalam faktor yang
terbentuk. Nilai – nilai koefisien korelasi antara variabel dengan faktor - faktor yang
terbentuk (loading factor) dapat dilihat pada table Component Matrix. Ketiga faktor tersebut
menghasilkan matrik loading faktor yang nilai-nilainya merupakan koefisien korelasi antara
variabel dengan faktor-faktor tersebut. Bila dilihat variabel –variabel yang berkorelasi
terhadap setiap faktornya, ternyata loading faktor yang dihasilkan belum mampu memberikan
arti sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dari variabel ibu yang tidak punya KMS
dimana korelasi variabel ini dengan faktor 1 sebesar 0,609, sedangkan dengan faktor 2
sebesar -0,508 (tanda negative hanya menunjukkan arah korelasi), sehingga kita sulit untuk
memutuskan apakah variabel ibu tidak punya KMS dimasukkan ke faktor 1 atau faktor 2.
Tiap faktor belum dapat diinterpretasikan dengan jelas sehingga perlu dilakukan rotasi
dengan metode varimax. Rotasi varimax adalah rotasi orthogonal yang membuat jumlah
varian faktor loading dalam masing-masing faktor akan menjadi maksimum, dimana nantinya
peubah asal hanya akan mempunyai korelasi yang tinggi dan kuat dengan faktor tertentu saja
(korelasinya mendekati 1) dan tentunya memiliki korelasi yang lemah dengan faktor yang
lainnya (korelasinya mendekati 0). Hal yang demikian belum tercapai pada table component
matrix diatas.
Rotated Component Matrix
Setelah dilakukan rotasi faktor dengan metode varimax, diperoleh table seperti yang tertera di
atas yaitu Rotated Component Matrix. Terdapat perbedaan nilai korelasi variabel dengan
setiap faktor sebelum dan sesudah dilakukan rotasi varimax. Terlihat bahwa loading faktor
yang dirotasi telah memberikan arti sebagaimana yang diharapkan dan setiap faktor sudah
dapat diinterpretasikan dengan jelas. Terlihat pula bahwa setiap variabel hanya berkorelasi
kuat dengan salah satu faktor saja (tidak ada variabel yang korelasinya < 0,5 di ketiga faktor).
Dengan demikian, lebih tepat digunakan loading faktor yang telah dirotasi sebab setiap faktor
sudah dapat menjelaskan keragaman variabel awal dengan tepat dan hasilnya adalah sebagai
berikut
1. Faktor 1 , beberapa variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan faktor 1 , yaitu
variabel ibu yang tinggal di desa, ibu yang mengakses koran, ibu yang bekerja dan
urutan anak.
2. Faktor 2, terdapat beberapa variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan faktor 2
, yaitu variabel ibu yang mengakses radio, ibu yang mengakses TV, ibu yang tidak
punya KMS, dan bapak yang pendidikannya SD ke bawah.
3. Faktor 3, dalam faktor ini tiga variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan
faktor 3, yaitu variabel ibu yang pendidikannya SD ke bawah.
Component Transformation Matrix
Tabel Component Transformation Matrix berfungsi untuk menunjukkan apakah faktor-faktor
yang terbentuk sudah tidak memiliki korelasi lagi satu sama lain atau orthogonal. Bila dilihat
dari table Component Transformation Matrix, nilai – nilai korelasi yang terdapat pada
diagonal utama berada di atas 0,5 yaitu -0,606;0,614;0,891. Hal ini menunjukkan bahwa
ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat karena memiliki korelasi yang tinggi pada diagonal-
diagonal utamanya.
2. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan adalah bagian dari analisis statistik peubah ganda (multivariate
statistical analysis) yang bertujuan untuk memisahkan beberapa kelompok data yang sudah
terkelompokkan dengan cara membentuk fungsi diskriminan. Analisis diskriminan adalah
salah satu teknik statistik yang bisa digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antar
variabel dimana sudah bisa dibedakan mana variabel respon dan mana variabel penjelas).
Lebih spesifik lagi, analisis diskriminan digunakan pada kasus dimana variabel respon berupa
data kualitatif dan variabel penjelas berupa data kuantitatif.
Menurut Johnson and Wichern (1982 : 470), tujuan dari analisis disriminan adalah untuk
menggambarkan ciri-ciri suatu pengamatan dari bermacam-macam populasi yang diketahui,
baik secara grafis maupun aljabar dengan membentuk fungsi diskriminan. Dengan kata lain,
analisis diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari
dua kelompok atau lebih.
Jika dianalogikan dengan regresi linear, maka analisis diskriminan merupakan
kebalikannya. pada regresi linear, variabel respon yang harus mengikuti distribusi normal dan
homoskedastis, sedangkan variabel penjelas diasumsikan fixed, artinya variabel penjelas
tidak disyaratkan mengikuti sebaran tertentu. untuk analisis diskriminan, variabel penjelasnya
seperti sudah disebutkan di atas harus mengikuti distribusi normal dan homoskedastis
sedangkan variabel responnya fixed.
Asumsi dan Sampel dalam analisis diskriminan :
1. Sejumlah p variabel independen harus berdistribusi normal.
2. Matriks ragam-peragam variabel independen berukuran pxp pada kedua kelompok
harus sama.
3. Tidak ada korelasi antar variabel independen.
4. Tidak terdapat data yang outlier pada variabel independen.
Menurut Hair et al. (1987 : 76), analisis diskriminan tidak terlalu sensitif dengan
pelanggaran asumsi ini, kecuali pelanggarannya bersifat ekstrim. Dan Johnson and Wichern
(1988: 472) mengatakan hal yang sama bahwa asumsi ini (kesamaan ragam-peragam) di
dalam praktiknya sering dilanggar.
Tidak ada jumlah sampel yang ideal secara pasti pada analisis diskriminan. Pedoman
yang bersifat umum menyatakan untuk setiap variabel independen terdapat 5-20 sampel.
Dengan demikian, jika terdapat 6 variabel independen maka seharusnya terdapat minimal
6x5=30 sampel. Secara terminology spss, jika ada enam kolom variabel independen,
sebaiknya ada 30 baris data.
Selain itu, pada analisis diskriminan sebaiknya digunakan dua jenis sampel, yakni analisis
sampel yang digunakan untuk membuat fungsi diskriminan, serta holdout sampel (split
sampel) yang digunakan untuk menguji hasil diskriminan.
Langkah-langkah dalam analisis diskriminan :
1. Memisah variabel-variabel menjadi variabel dependen dan variabel independen.
2. Menentukan metode untuk membuat fungsi diskriminan. Pada prinsipnya terdapat dua
metode dasar untuk membuat fungsi diskriminan, yakni :
Simultaneus estimation, semua variabel independen dimasukkan secara
bersama-sama kemudian dilakukan proses diskriminan.
Stepwise estimation, variabel independen dimasukkan satu per satu kedalam
model diskriminan. Pada proses ini akan ada variabel yang tetap ada dalam
model dan ada variabel yang dibuang dari model.
3. Menguji signifikansi dari fungsi diskriminan yang telah terbentuk,
menggunakan Wilk’s lamda, Pilai, F test dan uji lainnya.
4. Menguji ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan serta mengetahui ketepatan
klasifikasi secara individual dengan casewise diagnostics.
5. Melakukan interpretasi terhadap fungsi diskriminan tersebut.
6. Melakukan uji validasi terhadap fungsi diskriminan.
Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk bila terdapat perbedaan nilai rataan di
antara 2 kelompok yang ada. Oleh karena itu, sebelum fungsi diskriminan dibentuk perlu
dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan dari 2 kelompok tersebut. Dalam
pengujian vektor nilai rataan antar kelompok, asumsi yang harus dipenuhi adalah peubah-
peubah yang diamati berdistribusi multivariate normality dan semua kelompok populasi
mempunyai matrik ragam-peragam yang sama.
Contoh Kasus :
Suatu penelitian ingin mengetahui karakteristik sosial demografi yang dapat membedakan
antar kelompok anak berdasarkan level kenakalannya di PSMP Handayani dan BRSMP
Harapan dan ingin mengetahui karakteristik sosial dan demografi anak nakal tersebut
berdasarkan jenis kenakalan yang dilakukan oleh anak yang dibina di PSMP Handayani dan
BRSMP Harapan. Maka analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis
diskriminan.
Variabel independen yang digunakan :
X1: Kenakalan
X2: Nilai tes IQ
X3: Kecerdasan Emosional
X4: Perilaku sebelum masuk panti
X5: Keharmonisan keluarga
X6: Pendidikan Anak
X7: Rata-rata Lama Bermain
X8: Umur Anak
X9: Jumlah Anggota rumah tangga
X10: Jumlah Bersaudara Kandung
X11: Pendidikan Pengasuh
Variabel dependen: Y: Tingkat Kenakalan : (Nakal menengah keatas dan Nakal Ringan)
Langkah-langkah dalam analisis diskriminan :
1. Masukkan data yang akan diolah. seperti pada gambar di bawah.
2. Pada menu Analyze, pilih submenu Classsify, lalu pilih Discriminant. Pada kotak
dialog Discriminant Analysis, pindahkan Nakal_Rev2 ke dalam Grouping
Variable, lalu klik Define Range.
3. Lalu pada kotak kecil, bagian minimum diisi dengan kode terkecil
dan maximum diisi dengan kode terbesar dari variabel respon, pada contoh kasus
disini,masukkan angka “1” untuk minimum dan “2” untuk maximum. Kemudian
klik Continue.
4. Kembali ke kotak dialog Discriminant Analysis, lalu pada Independents diisi
dengan variabel penjelas. Metode yang sering dipaparkan pada literatur-literatur
adalah metode bertatar (stepwise), maka kali ini hanya akan diberi contoh penggunaan
metode ini. Pada contoh kasus di sini, variabel independents adalah variabel yang
tersisa tadi. Kemudian pindahkan variable yang tersisa ke dalam Independents.lalu,
pilih dan klik Statistics.
5. Pada kotak kecil, centangkan kotak means, univariate ANOVA’s, Box’s M,
serta Unstandardized. Lalu,Continue.
6. Kembali ke kotak dialog Discriminant Analysis, lalu pada Classification, lalu diberi
tanda cek di All group equal,Casewise result, Summary table, dan Within-groups.
Lalu, klik Continue.
Interpretasi
Uji Asumsi Analisis Diskriminan
Uji kesamaan matriks ragam-peragam antar kelompok
Pada kasus ini, kita menguji asumsi kesamaan matrik ragam-peragam antara kelompok nakal
menengah ke atas dan nakal ringan digunakan statistic uji Box’s M.
Dengan tingkat kepercayaan 95%, kelompok-1 dan kelompok-2 memiliki matriks ragam-
peragam yang sama dilihat nilai sig 0.46 yang lebih besar dari 0.05(alpha). Asumsi semua
kelompok memiliki matrik ragam-peragam yang sama terpenuhi. Selain itu, kesimpulan dapat
diambil dengan melihat nilai log determinan dari tiap-tiap kelompok pada tabel log
determinants. Nilai log determinan kelompok menengah ke atas = 13.103 dan kelompok
ringan = 12.132. Hasil keduanya relative sama, yang mengindikasikan ragam-peragam untuk
tiap kelompok sama.
Perbedaan rata-rata antar kelompok
Untuk uji perbedaan rata-rata antar kelompok menggunakan uji wilks lambda.
Dengan melihat nilai signifikansi yang lebih kecil dari alpha (0.05), sehingga dapat dikatakan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok 1 dan kelompok 2 dengan asumsi
perbedaan rata-rata antar kelompok terpenuhi.
Selain itu, juga dapat dilihat dari hasil tabel Test of Equality of Group Means mengenai
perbedaan signifikan antar kelompok pada setiap peubah bebas.
Dari hasil Tabel Test Of Equality Of Group Means kita dapat mengetahui hal sebagai
berikut.
1. Karakteristik IQ, Kecerdasan Emosional, Sikap, Keharmonisan Keluarga, Lama
SekolahAnak, Lama waktu bermain, dan Umur memiliki P-value < 0,05 berarti
bahwa kategori anak nakal ringan berbeda signifikan dengan anak nakal menengah ke
atas. Terdapat 7 peubah yang signifikan berbeda antar kelompok.
2. Dalam pengolahan SPSS nilai jumlah peubah p, dari hasil output ini terdapat 70% dari
p yang berbeda signifikan. Karena ≥ 50% p, maka analisis diskriminan dapat
dilakukan.
3. Asumsi perbedaan rata-rata antar kelompok telah terpenuhi karena lebih dari 50
persen dari total peubah yang dianalisis telah signifikan berbeda antar kelompok.
4. Tiga peubah yang tidak signifikan yaitu jumlah anggota rumah tangga, jumlah
saudara kandung, dan lama sekolah pengasuh. Ketiga peubah yang tidak lolos akan
dikeluarkan dari daftar peubah yang akan disertakan pada analisis diskriminan.
Analisis Hasil Analisis Diskriminan
Stepwise statistics
Berdasarkan hasil dari proses stepwise method dengan iterasi sebanyak empat kali
didapatkan empat peubah yang signifikan membedakan kelompok nakal menengah ke atas
dan nakal ringan karena nilai signifikansinya yang lebih kecil dari 0,05. Dengan tingkat
residual error yang semakin kecil yang dinyatakan oleh Wilk’s Lambda mulai dari level
0,414 dan terus berkurang hingga mencapai 0,270 setelah keempat peubah tersebut terpilih
untuk dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan. Hal ini berarti kemampuan diskriminasi dari
fungsi yang dihasilkan semakin meningkat.
Summary of Canonical Discriminant
Nilai akar ciri (eigen value) menunjukkan ada atau tidaknya multikolinearitas antar peubah
bebas. Multikolinearitas akan terjadi bila nilai akar ciri (eigen value) mendekati 0 (nol).
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai akar ciri yang menjauhi nol, yaitu sebesar
2,709. Keadaan ini dapat diartikan bahwa fungsi diskriminan yang diperoleh cukup baik
karena tidak terjadi multikolinearitas di antara sesama peubah bebasnya.
Pada tabel Eigen Value terdapat nilai canonical correlation. Canonical correlation
digunakan untuk mengukur derajat hubunggan antara besarnya variabilitas yang mampu
diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Dari tabel di atas,
diperoleh nilai canonical correlation sebesar 0,855, bila dikuadratkan menjadi
(0,855x0,855)=0,7310; artinya 73,10% varians dari variabel dependen dapat dijelaskan dari
model diskriminan yang terbentuk.
canonical discriminant function coefficients
Tabel canonical discriminant function coefficients menerangkan model diskriminan yang
terbentuk, yaitu :
Y = -10,467 + 0,072IQ + 0,168Emosi + 0,076Perilaku + 0,047Harmonis.
Function at Group Centroid
Group Centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam
masing-masing kelompok. Group Centroid untuk kelompok nakal menengah ke atas adalah
sebesar -1,161, sedangkan untuk kelompok nakal ringan adalah sebesar 2,285. Ini berarti
bahwa secara rata - rata skor diskriminan kedua kelompok berbeda cukup besar. Sehingga
fungsi diskriminan yang diperoleh dapat membedakan secara baik kelompok yang ada.
Classification results
Tabel ini menggambarkan crosstabulasi antara model awal dengan pengklasifikasian model
diskriminan. Terlihat ada 4 responden yang salah klasifikasi, yaitu 3 responden yang awalnya
ada pada kelompok kenakalan menengah keatas kemudian diprediksi masuk dalam kelompok
kenakalan ringan dan 1 responden yang awalnya ada pada kelompok kenakalan ringan
kemudian diprediksi masuk dalam kelompok kenakalan menengah keatas. Secara
keseluruhan model diskriminan yang terbentuk mempunyai tingkat validasi yang cukup
tinggi yaitu 95,8%. Hasil survei di atas menunjukkan hasil keakuratan model diskriminan
yang cukup tinggi.
Kegunaan atau Manfaat Analisis Factor dan Analisis Diskriminan :
Analisa Faktor juga sering disebut sebagai analisa pereduksi variabel. Variabel-
variabel yang jumlahnya banyak akan mengelompok menjadi kelompok variabel yang
tentunya jumlahnya akan lebih sedikit dari jumlah variabel asalnya. Ada dua tujuan dari
analisa faktor, yaitu:
Untuk melihat pola keterkaitan antar variabel
Tujaun ini mencoba mengintisarikan dari sekelompok variabel untuk mencari ciri-ciri
umum dari sekelompok variabel. Dalam riset pemasaran, kegunaan ini banyak
digunakan untuk melihat karakteristik customer mengenai sebuah indikator yang
diteliti. Contoh ingin mengindentifikasi motivasi/keinginan seseorang dalam membeli
sebuah produk tertentu.
Untuk mereduksi variabel
Mereduksi variabel berarti memperkecil jumlah variabel dari variabel sebelumnya,
artinya hasil dari analisa ini adalah mengkompres variabel yang jumlahnya banyak
menjadi variabel baru yang jumlahnya sedikit. Umumnya tujuan pereduksian data ini
hanya sebagai analisa perantara sebelum dilanjutkan keanalisa berikutnya,
contohnya cluster, regresi dll.
top related