analisis hubungan pola komunikasi organisasi … · abstrak nindya mayangdarani. h24053960....
Post on 20-Mar-2019
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI
DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF
PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR
Oleh :
NINDYA MAYANGDARANI
H24053960
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK
Nindya Mayangdarani. H24053960. Analisis Hubungan Pola Komunikasi
Organisasi dengan Lingkungan Kerja Produktif PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Dibawah bimbingan Erlin Trisyulianti
PT X Tbk merupakan perusahaan informasi dan komunikasi (InfoCom)
serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and
network provider) yang terbesar di Indonesia. Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan
usaha yang begitu ketat dalam hal bidang pelayanan informasi dan komunikasi
kepada pelanggan. Kondisi ini menuntut setiap perusahaan harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif, tanggapan yang cepat dan fleksibel, agar
dapat bersaing dengan perusahaan lain khususnya dengan perusahaan yang
bergerak dalam bidang yang sejenis. Keunggulan kompetitif tersebut dapat
diwujudkan melalui penerapan pola komunikasi organisasi dalam menciptakan
lingkungan kerja produktif.
Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi karyawan tentang pola
komunikasi organisasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, mengetahui persepsi
karyawan tentang lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor
dan menganalisis hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja
produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari studi literatur, data perusahaan, penelusuran pustaka
dan publikasi internet. Pemilihan sampel dilakukan secara convinience.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk
data kualitatif, sedangkan data kuantitatif menggunakan teknik analisis Rank
Spearman dengan menggunakan bantuan software SPSS 15.0 for Windows.
Berdasarkan persepsi responden tentang pola komunikasi organisasi
formal yang diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tergolong dalam kategori
baik (4,21) dan pola komunikasi informal berada dalam kategori netral atau ragu-
ragu (3,04). Hal ini terlihat dari nilai rataan skor dengan masing-masing rataan
skor diurutkan dari yang terbesar ke terkecil, yaitu untuk upward communication
(4,37), downward communication (4,30), horizontal communication (4,21) dan
diagonal communication (3,99), serta komunikasi informal (3,04). Berdasarkan
hasil pengolahan dan analisis data dengan menggunakan korelasi Rank Spearman,
dapat diambil kesimpulan bahwa empat pola komunikasi formal memiliki
hubungan secara signifikan dengan lingkungan kerja produktif, dengan rincian
nilai korelasi sebagai berikut: downward communication (0,531) dan upward
communication (0,609). Kedua pola komunikasi organisasi tersebut termasuk
dalam moderately high association yang artinya mempunyai hubungan yang
positif, kuat dan nyata dengan lingkungan kerja produktif, sehingga semakin kuat
hubungan pola komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya, maka lingkungan
kerja yang tercipta semakin produktif. Sedangkan untuk pola komunikasi
diagonal communication (0,442) dan horizontal communication (0,415) termasuk
kedalam moderately low association yang artinya mempunyai hubungan yang
positif, agak lemah dan nyata dengan lingkungan kerja produktif. Sedangkan, nilai
korelasi pola komunikasi organisasi informal sebesar 0,112 termasuk dalam no
assosiation yang artinya tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan
lingkungan kerja produktif.
ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI
DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF
PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
NINDYA MAYANGDARANI
H24053960
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI
DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF
PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
NINDYA MAYANGDARANI
H24053960
Menyetujui, Agustus 2009
Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Februari
1988. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara
pasangan Agus Mulyana dan Ani Sukmarani.
Penulis mengawali masa pendidikan pada tahun 1993 di
Sekolah Dasar Negeri Bonipoi 1 Kupang (NTT) selama 3 tahun
dari SD kelas 1 SD sampai 3 SD, lalu melanjutkan studinya di Sekolah Dasar
Negeri Papandayan 1 Bogor kelas 4 SD sampai 6 SD. Pada tahun 1999, penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor.
Setelah lulus pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Umum Negeri 7 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun
2004. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Institut Pertanian Bogor
(BUD) dan pada tahun 2006 penulis mendapatkan Mayor Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, serta mengambil Suporting
Course.
Selama menyelesaikan jenjang S1 penulis aktif sebagai mahasiswa IPB
selama 4 tahun. Penulis juga pernah mengikuti magang pada Bank Tabungan
Negara (BTN) Kantor Cabang Bogor selama satu bulan dibagian General Branch
Administration (GBA). Pada tahun 2009 penulis melakukan penelitian untuk tugas
akhir pendidikan yang berjudul Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi
dengan Lingkungan Kerja Produktif PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji syukur senantiasa penulis
panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan
Inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Hubungan Pola Komunikasi dalam Menciptakan Lingkungan Kerja Produktif
dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan oleh
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
sebesarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah mengizinkan skripsi ini terselesaikan dengan baik,
tanpa-Nya skripsi ini tidak berarti.
2. Ayahanda tersayang, terima kasih telah memilih perempuan terbaik di dunia
untuk melahirkan, mendidik dan suporter utama dalam hidup penulis.
3. Ibunda tersayang, Ibu terhebat di dunia yang menjadi inspirasi utama dan
tujuan hidup penulis yang dengan setia memberikan suntikan semangat, do’a,
masukan dan kasih sayang. Without u i’m nothing.
4. Adik-adikku Sahda ndut dan Ari yang selalu dirindukan kenakalan-
kenakalannya, serta Shifa yang telah menjadi kakak yang baik.
5. Hegar yang selama ini telah memberikan pelajaran-pelajaran yang berarti dan
memberi warna-warni dalam kehidupan penulis.
6. Ibu Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si sebagai pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan
pengarahan kepada penulis di tengah kesibukannya.
7. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd yang telah bersedia menjadi dosen penguji dalam
ujian skripsi. Terima kasih atas saran dan masukan, sehingga penulis dapat
memperbaiki karya akhir ini.
v
8. Deddy Cahyadi Sutarman, S.TP, MM yang telah bersedia menjadi dosen
penguji dalam ujian skripsi. Terima kasih atas saran dan masukan, sehingga
penulis dapat memperbaiki karya akhir ini.
9. Ibu Bulan Purnamasari selaku manajer HRD di PT X Tbk, atas kesediaannya
memberikan masukan yang sangat bermanfaat dan meluangkan waktu untuk
skripsi ini.
10. Mbak Hesti, Bu Yupi, Mbak Nining, Bu Arini, Bu Yeni, Bu Hendawati, Bu
Rina, Pak Prasad dan seluruh karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor yang
telah membantu selama proses penelitian.
11. Bapak Kudrat yang telah membuka jalan dan memberikan tempat penelitian.
12. Bapak Dikky yang telah membantu banyak dalam proses skripsi ini,
memberikan masukan yang sangat bagus dalam skripsi ini.
13. Bapak Taufik Makbullah staff AJMP yang telah banyak membantu,
mempermudah dan memberi semangat penulis dari awal pindah mayor sampai
lulus sarjana.
14. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM
IPB.
15. Suwarno Wibiesono yang selama ini memberi banyak masukan, memberi
banyak pelajaran yang sangat bermanfaat, Resty Lharansia temanku satu
penelitian yang sudah memberi banyak masukan tentang skripsi penulis.
Tanpa masukan kalian skripsi ini tidak akan menjadi lebih baik. Thanks
16. Alfa temanku yang sudah mengajari penulis tentang alat analisis.
17. Nadia Fitri yang sudah mengajari banyak hal penulis. Thanks my Teacher.
18. Tias, Dewi, Indri, Sari, Wanti dan Ella yang selama ini bersama-sama
menemani penulis di kala suka atau susah.
19. Neila, Aurora, Novi, Veby teman sebimbingan yang selalu bersama-sama
penulis.
20. Rekan-rekan Manajemen angkatan 42 yang selalu bersama membuat
kenangan indah dan kenangan tidak menyenangkan selama kuliah.
21. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah
SWT memberikan pahala atas kebaikannya.
vi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi penyempurnaannya di masa mendatang. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam
pandangan ALLAH SWT. Amin.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komunikasi ............................................................... 6
2.2. Pola Komunikasi ......................................................................... 13
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi ......................... 23
2.4. Hambatan Komunikasi ................................................................ 24
2.5. Upaya Mengatasi Hambatan Komunikasi ................................... 26
2.6. Lingkungan Kerja Produktif ........................................................ 27
2.7. Penelitian Terdahulu .................................................................... 28
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian ..................................................................... 31
3.2. Hipotesis ...................................................................................... 34
3.3. Metode Penelitian ........................................................................ 35
3.4. Metode Pengambilan Sampel ...................................................... 36
3.5. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 37
3.6. Pengujian Kuesioner .................................................................... 37
3.7. Metode Skala Pengukuran ........................................................... 39
3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ..................................................... 44
4.1.1. Sejarah Perkembangan PT X Tbk ..................................... 44
4.1.2. Visi dan Misi PT. X Tbk .................................................... 45
4.1.3. Struktur Organisasi ............................................................ 45
4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ..................................... 47
4.2.1. Uji Validitas Kuesioner ..................................................... 47
viii
4.2.2. Uji Reliabilitas Kuesioner ................................................. 47
4.3. Karakteristik Responden ............................................................... 48
4.4. Analisis Persepsi Karyawan tentang Pola Komunikasi
Organisasi .................................................................................... 53
4.5. Analisis Persepsi Karyawan tentang Lingkungan Kerja
Produktif ...................................................................................... 67
4.6. Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan
Lingkungan Kerja Produktif ........................................................ 68
4.7. Implikasi Manajerial .................................................................... 72
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ........................................................................................ 74
2. Saran ................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 76
LAMPIRAN ................................................................................................. 78
ix
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach’s ....................................... 39
2. Nilai skor rataan ..................................................................................... 40
3. Pola komunikasi organisasi downward communication menurut
persepsi responden ................................................................................. 54
4. Pola komunikasi organisasi upward communication menurut
persepsi karyawan .................................................................................. 57
5. Pola komunikasi organisasi diagonal menurut persepsi karyawan ........ 60
6. Pola komunikasi organisasi horizontal menurut persepsi karyawan ..... 62
7. Pola komunikasi organisasi informal menurut persepsi karyawan ........ 64
8. Lingkungan kerja produktif menurut persepsi karyawan ..................... 67
9. Hubungan pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan
kerja produktif ........................................................................................ 69
10. Hubungan pola komunikasi organisasi informal dengan lingkungan
kerja yang produktif ............................................................................... 72
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Proses komunikasi................................................................................... 11
2. Pola komunikasi dari atas ke bawah ...................................................... 16
3. Pola komunikasi dai bawah ke atas ........................................................ 18
4. Pola komunikasi horizontal .................................................................... 20
5. Pola komunikasi diagonal ...................................................................... 21
6. Kerangka pemikiran penelitian .............................................................. 33
7. Karakteristik jenis kelamin responden ................................................... 48
8. Karakteristik unit kerja responden ......................................................... 50
9. Karakteristik posisi responden ............................................................... 50
10. Karakteristik tingkat pendidikan responden .......................................... 51
11. Karakteristik usia responden .................................................................. 52
12. Karakteristik masa kerja responden ....................................................... 53
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuesioner penelitian .............................................................................. 79
2. Hasil uji validitas pernyataan kuesioner dengan bantuan Software
Microsoft Excel 2007 ............................................................................. 83
3. Uji reliabilitas pernyataan kuesioner dengan bantuan Software
SPSS 15.0 for windows ........................................................................... 84
4. Nilai uji korelasi Rank Spearman dengan bantuan software SPSS 15.0
for Windows ........................................................................................... 85
5. Struktur organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor .................................. 87
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan suatu
hal yang sangat penting untuk menentukan tumbuh kembangnya organisasi.
Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi informasi dan komunikasi yang efektif
dan sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Keunggulan kompetitif
perusahaan dapat diperoleh dengan memiliki sumberdaya manusia (SDM)
yang berkualitas sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga
perusahaan dapat memberdayakan seluruh sumber daya yang dimiliki secara
efektif, efisien dan produktif.
Sumber daya manusia merupakan faktor penting perusahaan untuk
menjalankan visi, misi dan tujuan organisasi. Dalam perwujudan visi, misi
dan tujuan perusahaan, manusia sebagai pelaku utama selalu berhubungan
atau berkontak sosial dengan manusia yang lain dalam perusahaan tersebut.
Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu mengoptimalkan seluruh SDM yang
dimiliki secara efektif. Pengoptimalan SDM dapat dilakukan melalui
penerapan pola komunikasi organisasi yang sesuai dengan lingkungan kerja
perusahaan. Keinginan untuk berhubungan satu sama lain adalah karena pada
hakikatnya naluri manusia itu selalu berkawan atau berkelompok. Dengan
adanya naluri tersebut, maka komunikasi merupakan bagian hakiki dari
manusia untuk bermasyarakat maupun berorganisasi. Selain itu, karyawan
merupakan aset yang paling dominan, juga sebagai pemasok internal yang
sangat berperan dalam menghasilkan suatu barang dan jasa yang berkualitas.
Peningkatan kinerja karyawan akan berpengaruh langsung terhadap
peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Komunikasi memiliki arti yang sangat penting dalam proses
penyampaian pesan. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus memiliki pola
komunikasi yang baik dan sesuai dengan lingkungan kerja. Hal ini diperlukan
agar tidak menimbulkan ketidakharmonisan dalam lingkungan kerja, yang
berdampak kepada kegiatan operasional perusahaan. Maka dari itu,
diperlukan adanya komunikasi timbal balik (dua arah) antara pimpinan dan
2
karyawan agar tercipta lingkungan kerja yang produktif. Menghadapi
perubahan tersebut komunikasi menjadi suatu hal yang mendasar bagi
perkembangan dan kemajuan perusahaan.
Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi antar
individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim) baik dengan simbol-simbol,
sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Pengertian komunikasi ini
paling tidak melibatkan dua orang atau lebih dengan menggunakan cara-cara
berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang seperti melalui lisan,
tulisan, maupun sinyal-sinyal non verbal. Seorang pemimpin secara rutin
berkomunikasi dengan bawahannya untuk menyampaikan berbagai macam
informasi yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga seorang pemimpin
dituntut untuk dapat berkomunikasi lebih baik kepada bawahannya agar
informasi yang disampaikan lebih jelas dan berdampak pada lingkungan kerja
yang produktif.
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk
diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan
kegiatan dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai
pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan kegiatan
tersebut. Lingkungan kerja yang produktif dan kondusif bagi karyawannya
dapat meningkatkan kinerja karyawan. Sebaliknya, lingkungan kerja yang
tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan. Suatu kondisi
lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai, apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian
lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama.
Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat
menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang produktif.
PT X Tbk merupakan perusahaan informasi dan komunikasi
(InfoCom), serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap
(full service and network provider) di Indonesia. Hal itulah yang
menyebabkan PT X Tbk sangat menuntut peningkatan profesionalisme
berbasis kompetensi. Persaingan yang ketat dalam bidang telekomunikasi
3
menuntut perusahaan untuk terus berinovasi, mengembangkan produknya dan
meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan
kompetitornya. PT X Tbk perlu melakukan penciptaan keunggulan produk
dan jasa dibandingkan perusahaan-perusahaan sejenis. Keunggulan produk
dan jasa yang diciptakan lewat mutu dan pelayanan menuntut adanya
pembinaan terhadap para karyawan untuk bekerja secara produktif. Oleh
karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan pola
komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif. Dengan
mengetahui hubungan antara pola komunikasi organisasi terhadap lingkungan
kerja produktif diharapan dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga
pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
1.2. Rumusan Masalah
Komunikasi memiliki peran yang sangat menentukan dalam sebuah
organisasi, karena dalam penyampaian suatu pesan dibutuhkan komunikasi
yang efektif dengan tujuan agar terjadi interaksi antara komunikator dengan
komunikan. Selain itu, komunikasi efektif diperlukan dalam menjalankan
fungsi-fungsi manajerial. Pola komunikasi organisasi ditentukan oleh
seberapa besar organisasi tersebut dapat memfasilitasi anggotanya dalam
mencapai tujuan visi dan misi yang telah ditetapkan bersama. Pola
komunikasi oganisasi memiliki peranan yang penting untuk menciptakan
lingkungan kerja produktif. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa apabila
pola komunikasi tersebut berjalan dengan efektif dan efisien, maka dapat
menciptakan lingkungan kerja produktif. Oleh karena itu, menciptakan
lingkungan kerja yang produktif di PT X Tbk dirasa perlu dilakukan
penelitian yang berusaha untuk menjelaskan hubungan pola komunikasi
organisasi dengan lingkungan kerja produktif, serta bagaimana persepsi
karyawan di PT X Tbk tentang pola komunikasi dan lingkungan kerja
produktif.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dirumuskan
adalah:
1. Bagaimana persepsi karyawan tentang pola komunikasi organisasi pada PT
X Tbk Unit Bisnis Bogor?
4
2. Bagaimana persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja produktif pada
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor?
3. Bagaimana hubungan antara pola komunikasi organisasi dengan
lingkungan kerja produktif di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi
pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
2. Mengetahui persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja produktif pada
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
3. Menganalisis hubungan pola komunikasi organisasi yang ada pada PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor dengan lingkungan kerja yang produktif.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-
pihak yang terkait, seperti:
1. Perusahaan
Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan serta memberikan
informasi tambahan bagi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dalam menciptakan
lingkungan kerja produktif melalui pola komunikasi organisasi.
2. Umum
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan, serta dapat
menjadi bahan literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang ingin
mengembangkan penelitian mengenai pola komunikasi dalam
menciptakan lingkungan kerja yang produktif.
3. Penulis
Diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama
diperkuliahan dan mampu mencari solusi atas permasalahan yang muncul
dalam dunia nyata.
5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada kajian persepsi karyawan tentang pola
komunikasi organisasi, serta mengetahui persepsi karyawan tentang
lingkungan kerja produktif yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Pola
komunikasi dalam penelitian ini lebih difokuskan pada komunikasi formal
yang terdiri dari upward communication, downward communication, diagonal
communication dan horizontal communication, serta komunikasi informal
terdiri dari selentingan dan penyebaran desas-desus. Dimana pola komunikasi
organisasi tersebut diterapkan mulai dari level manajer sampai level
karyawan.
Selain itu, penelitian ini juga mencakup tentang lingkungan kerja
produktif. Lingkungan kerja produktif merupakan salah satu faktor pendorong
untuk bekerja lebih baik, dimana karyawan dapat termotivasi untuk
mengerjakan tugas yang diberikan oleh pimpinan. Kemudian penelitian ini
lebih difokuskan pada kajian tentang hubungan pola komunikasi organisasi
dengan lingkungan kerja produktif di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor memiliki sembilan unit bisnis, yaitu
DVAS (Data & Vas Sales), FPS (Fixed Phone Sales), CC (Customer Care),
ANM (Access Network Maintenance), ANO (Access Network Operation),
BP (Business Performance), GS (General Support), terakhir KANCATEL
(Depok & Cibinong). Namun untuk penelitian ini lebih fokus pada 7 unit
bisnis, dimana KANCATEL (Depok & Cibinong) tidak termasuk dalam
penelitian ini, karena untuk mengoptimalkan hasil penelitian.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai penyampaian informasi dua
orang atau lebih, juga meliputi pertukaran informasi antara manusia dan
mesin (Kenneth dan Gary dalam Umar, 2005). Menurut Effendy (2001),
istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Sama disini maksudnya adalah sama makna. Dari arti komunikasi
berdasarkan bahasa dapat dilihat bahwa suatu tindakan dapat dikatakan
komunikatif jika adanya persamaan makna antara dua orang atau lebih yang
melakukan aktivitas tersebut. Hovland dalam Effendy (2001), mengatakan
bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain.
Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita
semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai cara yang
kompleks, namun sekarang ini perkembangan teknologi telah merubah cara
kita berkomunikasi secara drastis, baik verbal (lisan dan tulisan), maupun
komunikasi non verbal.
Muhammad (2004) menyatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran
pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan
untuk mengubah tingkah laku. Jika pengertian komunikasi diterapkan ke
dalam organisasi dapat dipahami bahwa komunikasi menyangkut hubungan
antara orang dengan orang mengenai kebersamaan dalam hal pengertian.
Sebagai hubungan dalam kebersamaan berarti di sini ada pihak yang
berinteraksi yaitu pengiriman informasi dan penerimaan informasi.
Sedangkan, menurut Pangewa (2004) komunikasi dapat didefinisikan sebagai
proses penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima yang bertujuan
agar tercipta suatu kebersamaan mengenai informasi yang disampaikan itu.
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu
melalui suatu sistem yang biasa (lazim) baik dengan simbol-simbol, sinyal-
sinyal, maupun perilaku atau tindakan (Himstreet dan Baty dalam Purwanto,
7
2003). Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau
lebih dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan
oleh seseorang seperti melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal non verbal
(Purwanto, 2003). Komunikasi harus digunakan dalam setiap penyampaian
informasi dari komunikator kepada komunikan.
2.1.1. Fungsi-fungsi Komunikasi
Menurut Sanjaja, dkk (2007), ada empat fungsi komunikasi
dalam organisasi yaitu:
1. Fungsi Informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan
informasi (infomation processing system). Maksudnya, seluruh
anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh
informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku dalam suatu organisasi. Dalam organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau
orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka
yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi
yang disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message.
Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.
Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan
tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka
untuk mempengaruhi bawahannya daripada memberi perintah.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan
dengan baik.
8
Menurut William I Gorden dalam Mulyana (2000), fungsi
komunikasi, yaitu:
1. Fungsi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun
konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan
antara lain melalui komunikasi yang menghibur dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Dengan adanya komunikasi, maka
akan menjadikan manusia sebagai pengikat waktu (time-binder),
yaitu kemampuan manusia dalam mewariskan pengetahuan dari
generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya.
2. Fungsi Ekspresif
Komunikasi ekspresif dapat dilakukan sendirian maupun dalam
kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan untuk
mempengaruhi orang lain. Namun, dapat dilakukan sejauh
komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan
perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut terutama
dikomunikasikan melalui pesan-pesan non verbal, seperti perasaan
sayang, perasaan perduli, simpati, takut, prihatin dan lain-lain.
3. Fungsi Ritual
Komunikasi ritual merupakan sebuah fungsi komunikasi yang
digunakan untuk pemenuhan jati diri manusia sebagai individu,
sebagai anggota komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur dari
alam semesta. Individu yang melakukan komunikasi ritual berarti
menegaskan komitmennya kepada tradisi keluarga, suku, bangsa,
ideologi, atau agamanya. Beberapa bentuk komunikasi ritual antara
lain, upacara pernikahan, siraman, berdoa (sholat, misa, membaca
kitab suci), upacara bendera, momen olah raga dan lain-lain.
4. Fungsi Instrumental
Komunikasi yang berfungsi sebagai komunikasi instrumental
adalah komunikasi yang berfungsi untuk memberitahukan atau
9
menerangkan (to inform) dan mengandung muatan persuasif dalam
arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai
bahwa fakta dan informasi yang disampaikan adalah akurat dan
layak untuk diketahui. Dengan demikian fungsi komunikasi
instrumental bertujuan untuk menerangkan, mengajar,
menginformasikan, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan,
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk
menghibur.
Menurut Conrad dalam Tubs dan Moss (1996), ada tiga fungsi
komunikasi dalam organisasi, yaitu:
1. Fungsi Perintah
Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi membicarakan,
menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah.
Tujuannya adalah berhasil mempengaruhi anggota lain dalam
organisasi. Hasil fungsi perintah adalah koordinasi diantara
sejumlah anggota yang saling bergantung dalam organisasi
tersebut.
2. Fungsi Relasional
Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi menciptakan dan
mempertahankan hubungan personal dalam anggota lain.
Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan dalam
berbagai cara misalnya kepuasan kerja.
3. Fungsi Manajemen Ambigu
Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi
ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi.
Anggota organisasi berbicara dengan anggota lainnya untuk
membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang
membutuhkan perolehan informasi bersama.
Menurut Hasibuan (2007), fungsi-fungsi komunikasi adalah
untuk instructive, informative, influencing dan evalutive. Sedangkan,
simbol-simbol komunikasi adalah suara, tulisan, gambar, warna, mimik,
kedipan mata dan lain-lain. Dengan simbol-simbol inilah komunikator
10
menyampaikan pesan kepada komunikan. Komunikasi dikatakan efektif
jika informasi disampaikan dalam waktu singkat, jelas atau dipahami,
dipersepsi atau ditafsirkan dan dilaksanakan sama dengan maksud
komunikator oleh komunikan.
2.1.2. Peran Komunikasi
Menurut Mintzberg dalam Stoner, dkk (1996) mendefinisikan
mengenai peran komunikasi dalam tiga peran manajerial, yaitu:
1. Dalam peran antar pribadi, manajer bertindak sebagai tokoh dan
pemimpin dari unit organisasinya, berinteraksi dengan karyawan,
pelanggan, pemasok dan rekan sejawat dalam organisasi.
2. Dalam peran informal, manajer mencari informasi dari rekan
sejawat, karyawan dan kontrak pribadi yang lain mengenai segala
sesuatu yang mungkin mempengaruhi pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
3. Dalam peran pengambilan keputusan, manajer mengimplementasi-
kan proyek baru, menangani gangguan dan mengalokasikan sumber
daya kepada anggota unit dan departemen.
Berdasarkan peran komunikasi menurut Mitzberg dalam Stoner,
dkk (1996) dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki arti penting,
terutama dalam peran antar pribadi, informal dan pengambilan
keputusan. Dimana, komunikasi digunakan sebagai alat dalam
penyampaian maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan. Dengan demikian, komunikasi
merupakan suatu hal penting yang dapat digunakan untuk
menyampaikan suatu pesan kepada orang lain.
2.1.3. Proses Komunikasi
Komunikasi tidak berlangsung dengan sendirinya tetapi
memiliki proses. Menurut Bovee dan John Thil dalam Purwanto (2003)
proses komunikasi terdiri atas enam tahap, seperti terlihat pada Gambar
1 dibawah ini:
11
Gambar 1. Proses Komunikasi (Purwanto, 2003)
Adapun penjelasan proses komunikasi menurut Bovee dan John
Thil dalam Purwanto (2003), adalah sebagai berikut:
Tahap Pertama: Pengirim Mempunyai Suatu Ide atau Gagasan.
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, maka
pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingin
disampaikan kepada pihak lain atau audiens. Ide dapat diperoleh
dari berbagai sumber yang terbentang luas dihadapan kita. Dunia
ini penuh dengan berbagai macam informasi, baik yang dapat
dilihat, didengar, dicium maupun diraba.
Tahap Kedua: Pengirim Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan.
Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima
atau dimengerti dengan sempurna. Ide yang berbentuk abstrak
harus diubah kedalam bentuk pesan.
Tahap Ketiga: Pengirim Menyampaikan Pesan.
Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya
adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai
saluran yang ada kepada si penerima pesan. Rantai saluran
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan terkadang
relatif pendek, namun ada juga yang cukup panjang. Panjang-
Tahap 3
Pengirim
mengirim
pesan
Tahap 1
Pengirim
mempunyai
gagasan
Tahap 2
Pengirim
mengubah
ide menjadi pesan
Tahap 6
Penerima
mengirim
ide pesan
Tahap 5
Penerima
menafsirkan
pesan
Tahap 4
Penerima
menerima
pesan
SALURAN
MEDIA
12
pendeknya rantai saluran komunikasi yang digunakan akan
berpengaruh terhadap efektivitas penyampaian pesan.
Tahap keempat: Penerima Menerima Pesan.
Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila
pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan
tersebut. Pesan yang diterima adakalanya sempurna, namun tidak
jarang hanya sebagian kecil saja.
Tahap kelima: Penerima Menafsirkan Pesan.
Setelah penerima menerima suatu pesan, tahap berikutnya adalah
bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Penafsiran suatu pesan
secara benar bila penerima pesan memahami pesan sebagaimana
yang dimaksud oleh pengirim pesan.
Tahap keenam: Penerima Memberi Tanggapan dan Mengirim Umpan
Balik Ke Pengirim.
Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu
mata rantai komunikasi. Feedback dapat berfungsi sebagai koreksi
bagi pengirim.
Pelaksanaan proses komunikasi tidak selamanya semudah yang
diharapkan, dimana terdapat gangguan (noise) dalam proses komunikasi
yang akhirnya akan mempengaruhi jalannya proses penyampaian pesan.
Gangguan merupakan faktor apapun yang menggangu, membingungkan
atau mencampuri informasi. Gangguan dapat timbul dalam saluran
komunikasi atau metode pengiriman, seperti udara untuk pembicaraan
lisan dan kertas untuk surat. Gangguan dapat terjadi internal seperti
ketika penerima tidak memperhatikan, atau eksternal dimana pesan
terganggu oleh suara lain dari lingkungan. Gangguan dapat terjadi pada
tahap mana pun dari proses komunikasi. Gangguan dapat sangat
mengganggu dalam tahap penyandian dan pengertian (Stoner, dkk,
1996).
Proses komunikasi dikatakan positif bila pesan diterima oleh
penerima atau komunikan, sedangkan proses negatif bila pesan yang
disampaikan ditolak oleh komunikan (Robbins, 2003).
13
2.1.4. Prinsip-prinsip Komunikasi
Menurut Nawangsari (1997) prinsip-prinsip komunikasi adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip Hilang dalam Perjalanan (Principle of line loss)
Prinsip ini mengatakan bahwa efektifitas suatu komunikasi
condong berubah menurut jaraknya. Artinya makin banyak orang
campur tangan dan semakin jauh jarak komunikator maka makin
besar kemungkinannya bahwa maksud dan pesan komunikan ini
diputar balikkan, ditunda atau dihilangkan.
2. Prinsip Himbauan Emosional (Principle of emotional appeal)
Himbauan emosi lebih cepat dikomunikan daripada himbauan pada
akal pikiran. Maksudnya gagasan atau ide akan lebih cepat
didengar dan dimengerti kalau dihubungkan dengan kepentingan
komunikan.
3. Prinsip Aplikasi (Principle of application)
Makin banyak suatu cara komunikasi dipraktekkan, maka makin
banyak dimengerti. Manusia bersifat lupa, sehingga pesan atau
informasi harus diulang-ulang. Dalam komunikasi terjadi proses
penyesuaian diri manusia dengan situasinya, sebagaimana juga
usaha untuk menguasai keadaan karena itulah manusia
berkomunikasi.
2.2. Pola Komunikasi
Meskipun semua organisasi harus melakukan komunikasi dengan
berbagai pihak dalam mencapai tujuannya, namun perlu diketahui bahwa
pendekatan yang dipakai antara satu organisasi dengan organisasi yang lain
dapat bervariasi atau berbeda-beda. Bagi perusahaan yang berskala kecil yang
hanya memiliki beberapa karyawan, maka penyampaian informasi dapat
dilakukan secara langsung kepada para karyawannya tersebut. Namun, lain
halnya dengan perusahaan besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan
karyawan, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu
pekerjaan yang cukup rumit (Purwanto, 2003).
14
Menurut Stoner, dkk (1996), pola komunikasi terbagi atas tiga yaitu
komunikasi vertikal, komunikasi lateral dan komunikasi informal.
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan komunikasi
dari bawah ke atas dalam rantai komando organisasi. Maksud utama
komunikasi dari atas ke bawah adalah untuk memberitahukan, mengarahkan,
memerintah dan menilai bawahan serta untuk memberi anggota organisasi
informasi mengenai tujuan dan kebijakan organisasi. Sedangkan, fungsi
utama komunikasi dari bawah ke atas adalah untuk memberikan informasi
kepada tingkat-tingkat yang lebih tinggi mengenai apa yang terjadi pada
tingkat yang lebih rendah. Jenis komunikasi ini meliputi laporan kemajuan,
saran, penjelasan, permohonan bantuan atau keputusan.
Komunikasi lateral biasanya mengikuti pola arus kerja dalam sebuah
organisasi yang terjadi para anggota kelompok antara satu kelompok dengan
kelompok lain, antara para anggota bagian yang berbeda-beda dan antara lini
dan staf. Tujuan utama komunikasi lateral adalah menyediakan sebuah
saluran langsung untuk koordinasi dan pemecahan masalah organisasi. Jenis
komunikasi informal, yaitu seperti desas-desus ataupun selentingan.
Selentingan mempunyai beberapa fungsi yang berkaitan dengan kerja.
Meskipun selentingan sulit dikendalikan secara tepat, namun dapat beroperasi
jauh lebih cepat daripada saluran komunikasi formal.
Secara umum pola komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua
saluran menurut Purwanto (2003), antara lain: (1) saluran komunikasi formal
dan (2) saluran komunikasi informal.
1. Saluran Komunikasi Formal
Struktur organisasi garis, fungsional, maupun matriks, akan
terlihat berbagai macam posisi atau kedudukan masing-masing sesuai
dengan batas tanggung jawab dan wewenangnya. Dalam kaitannya
proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan ataupun
dari manajer ke karyawan, maka pola transformasi informasinya dapat
berbentuk komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke
atas, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.
15
Menurut Montana dan Greene dalam Purwanto (2003), ada
beberapa keterbatasan komunikasi formal diantaranya:
a. Komunikasi dari Atas ke Bawah (Downward Communications)
Secara sederhana, transformasi informasi dari pimpinan
dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke
bawah (top-down atau downward communications). Aliran
komunikasi dari atasan ke bawahan tersebut, umumnya terkait
dengan tanggung jawab dan kewenangannya dalam suatu organisasi.
Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi dari atas ke
bawah memiliki tujuan untuk mengarahkan, mengkoordinasikan,
memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kegiatan yang
ada di level bawah (Purwanto, 2003).
Berdasarkan Gambar 2, komunikasi dari atas ke bawah
tersebut dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi secara
lisan dapat berupa percakapan biasa, wawancara formal antara
supervisor dengan karyawan, atau dapat juga dalam bentuk
pertemuan kelompok. Disamping itu, komunikasi dari atas ke bawah
dapat berbentuk tulisan, seperti memo, manual pelatihan, kotak
informasi, surat kabar, majalah, papan pengumuman, buku petunjuk
karyawan, maupun bulletin.
Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi
dari atas kebawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu:
1) Untuk memberikan pengarahan atau intruksi kerja tertentu.
2) Untuk memberikan informasi, mengapa suatu pekerjaan harus
dilaksanakan.
3) Untuk memberikan informasi tentang prosedur dan praktik
organisasional.
4) Untuk memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para
karyawan.
5) Untuk menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam
membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan
yang ingin dicapai.
16
Gambar 2. Pola komunikasi dari Atas ke Bawah (Purwanto, 2003)
Menurut Dennis dalam Mulyana (2000), komunikasi ke
bawah ialah diprakarsai oleh manajemen organisasi tingkat atas dan
kemudian ke bawah melewati ”rantai perintah”. Ada beberapa
saluran komunikasi ke bawah, yaitu:
1) Memo interorganisasi
2) Rapat
3) Tatap muka dengan bawahan
4) Faks
5) Surat eletronik
Adapun Dahle dalam Mulyana (2000) mengemukakan bahwa
urutan saluran menurut tingkat keefektifannya yaitu:
1) Kombinasi lisan dan tulisan
2) Lisan
3) Tulisan
4) Papan pengumuman
5) Selentingan
Dengan kata lain, untuk menyampaikan informasi kepada
para pegawai dengan tepat, kombinasi saluran tulisan dan lisan
memberi hasil terbaik. Mengirimkan pesan yang sama melalui lebih
Manajer Umum
Manajer
Produksi
Bagian
Pabrik
Bagian
Penelitian
K a r y a w a n
Manajer
Pemasaran
Bagian
Penjualan
Bagian
Promosi
17
dari satu saluran terasa berlebihan. Hal ini dapat membantu, tidak
hanya menyampaikan pesan, tetapi juga dalam memastikan bahwa
pesan tersebut akan diingat (Mulyana, 2000).
b. Komunikasi dari Bawah ke Atas (Upward Communications)
Struktur organisasi, komunikasi dari bawah ke atas (bottom-
up atau upward communications) berarti alur informasi berasal dari
bawahan menuju ke atasan. Informasi mula-mula berasal dari para
karyawan selanjutnya disampaikan ke bagian pabrik, ke manajer
produksi dan akhirnya ke manajer umum. Untuk memecahkan
masalah-masalah yang terjadi dalam suatu organisasi dan mengambil
keputusan secara tepat. Partisipasi bawahan dalam proses
pengambilan keputusan akan sangat membantu dalam pencapaian
tujuan organisasi. Untuk mencapai keberhasilan komunikasi dari
bawah ke atas, para manajer harus benar-benar memiliki rasa
percaya kepada bawahannya. Jika tidak, informasi sebagus apa pun
dari bawahan tidak akan bermanfaat baginya. Berikut ini adalah
sebuah bagan organisasi yang menggambarkan alur komunikasi dari
bawah ke atas. Komunikasi dari bawah ke atas dapat dilihat pada
Gambar 3 (Purwanto, 2003).
Komunikasi ke atas adalah proses penyampaian gagasan,
perasaan dan pandangan pegawai tingkat bawah kepada atasannya
dalam organisasi. Dalam komunikasi ke atas, ada empat fungsi
penting (Scholz dalam Mulyana, 2000), yaitu:
1) Melengkapi manajemen dengan informasi yang diperlukan
untuk pengambilan keputusan.
2) Membantu mengurangi tekanan dan frustasi pegawai akibat
suasana kerja.
3) Meningkatkan kesadaran partisipasi pegawai dalam perusahaan.
4) Sebagai bonus, komunikasi ke atas menyarankan penggunaan
komunikasi ke bawah yang lebih memuaskan pada masa depan
18
Gambar 3. Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas (Purwanto, 2003)
Gambar 3. Pola Komunikasi dari bawah ke atas (Purwanto, 2003)
Walaupun jelas penting, komunikasi ke atas tidak selalu
dianjurkan oleh manajemen. Mungkin salah satu alasannya adalah
karena suara yang didengar atasan dari bawahannya tidak selalu
menyenangkan atau menyanjung atasan. Menurut Mulyana (2000),
faktor-faktor penting dalam perusahaan, antara lain:
1) Reseptivitas ke atas atau kesediaan menerima pesan dari
bawahan yang tinggi. Reseptivitas ke atas terutama
diasosiasikan dengan kebijakasanaan pintu terbuka dalam bisnis.
2) Inisiatif dari pihak pegawai tampaknya salah satu cara terbaik
untuk membuka pintu komunikasi dalam organisasi.
3) Memberikan informasi pribadi/meminta nasihat.
Menurut Gemmil dalam Mulyana (2000), ada tiga hambatan
psikologis utama yang mempengaruhi komunikasi ke atas:
1) Jika bawahan percaya bahwa penyingkapan perasaan, opini, atau
kesukaran akan mengakibatkan atasan menutup atau
menghindarkan pencapaian tujuan pribadinya, bawahan akan
menyembunyikan atau membelokannya.
Bagian
Pabrik
Bagian
Penelitian
Bagian
Penjualan
Bagian
Promosi
Manajer Umum
Manajer
Produksi
K a r y a w a n
Manajer
Pemasaran
19
2) Semakin sering atasan memberi ganjaran atas pengungkapan
perasaan, opini dan kesulitan oleh bawahan, semakin besar
keinginan bawahan mengungkapkannya.
3) Semakin sering atasan mau mengungkapkan perasaan, opini dan
kesukaran kepada bawahannya dan atasannya, semakin besar
pula kemungkinan keterbukaan dari pihak bawahan.
Selain itu, Gordon dan Infante dalam Mulyana (2000),
mengemukakan bahwa pegawai sangat menghargai kebebasan
mengemukakan pendapatnya kepada atasan.
c. Komunikasi Horizontal (Sideways Communications)
Komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi antara
bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar/sederajat dalam suatu
organisasi. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk
melakukan persuasif, mempengaruhi dan memberikan informasi
kepada bagian atau departemen yang memiliki kedudukan sejajar.
Komunikasi horizontal bersifat koordinatif diantara mereka yang
memiliki posisi sederajat, baik di dalam satu departemen maupun di
antara beberapa departemen. Komunikasi horizontal dapat dilihat
pada Gambar 4 (Purwanto, 2003).
Komunikasi horizontal yang efektif dalam organisasi yaitu
pertukaran diantara perwakilan dan personil pada tingkat yang sama
dalam diagram organisasi (Mulyana, 2000). Komunikasi horizontal
dalam organisasi sering tidak sehat karena loyalitas karyawan
kepada departemen tertentu. Menurut Goldhaber dalam Mulyana
(2000), meringkas literatur mengenai komunikasi horizontal dalam
suatu organisasi:
1) Koordinasi tugas
2) Penyelesaian masalah
3) Berbagi informasi
4) Penyelesaian konflik
20
Gambar 4. Pola Komunikasi Horizontal (Purwanto, 2003)
Komunikasi horizontal dapat membantu fungsi organisasi
lebih efektif dan bahkan diperlukan untuk menghindari beberapa
hambatan. Adapun beberapa langkah untuk mengurangi hambatan
terhadap komunikasi horizontal. Menurut Schein dalam Mulyana
(2000) menjelaskan empat prosedur untuk mengurangi hambatan
tersebut, yang telah dibuktikan berhasil dalam beberapa kasus:
1) Berikan penekanan relatif lebih besar kepada keefektifan
organisasional total dan kepada peranan departemen dalam
kontribusinya kepada hal ini, departemen dinilai dan diberi
ganjaran berdasarkan kontribusi mereka kepada usaha
keseluruhan bukan berdasarkan keefektifan individual.
2) Interaksi tinggi dan seringnya komunikasi antar divisi
dirangsang untuk bekerja mengatasi dan membantu masalah
koordinasi antar divisi.
3) Sering dilakukan perputaran kayawan diantara divisi, untuk
merangsang tingkat pemahaman bersama tinggi dan empati
terhadap masalah pihak lain.
Manajer Umum
Manajer
Produksi
Bagian
Pabrik
Bagian
Penelitian
K a r y a w a n
Manajer
Pemasaran
Bagian
Penjualan
Bagian
Promosi
21
4) Hindari situasi menang-kalah, jangan sekali-kali
mengkompetisikan kelompok untuk suatu penghargaan
organisasional.
d. Komunikasi Diagonal
Bentuk komunikasi yang satu ini memang agak lain dari
beberapa bentuk komunikasi sebelumnya. Komunikasi diagonal
melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang
berbeda. Contohnya adalah komunikasi formal antara manajer
pemasaran dengan bagian promosi, antara manajer produksi dengan
bagian akuntansi dan seterusnya. Komunikasi diagonal dapat dilihat
pada Gambar 5 (Purwanto, 2003).
Bentuk komunikasi diagonal memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya adalah:
1) Penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang
bentuk komunikasi tradisional.
2) Memungkinkan individu dari berbagai bagian atau departemen
ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi.
s
Gambar 5. Pola Komunikasi Diagonal (Purwanto, 2003)
Di samping memiliki kebaikan atau keuntungan, komunikasi
diagonal ini juga memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan
Manajer Umum
Manajer
Produksi
Bagian
Pabrik
Bagian
Penelitian
K a r y a w a n
Manajer
Pemasaran
Bagian
Penjualan
Bagian
Promosi
22
komunikasi diagonal adalah bahwa komunikasi diagonal dapat
mengganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan normal.
Di samping itu, komunikasi diagonal dalam suatu organisasi besar
sulit untuk dikendalikan secara efektif.
2. Saluran Komunikasi Informal
Bagan organisasi formal akan dapat menggambarkan bagaimana
informasi yang ada ditransformasikan dari satu bagian ke bagian yang
lainnya sesuai dengan jalur hierarki yang ada. Namun dalam praktik,
nampaknya garis-garis dan kotak-kotak yang tergambar dalam struktur
organisasi tidak mampu mencegah orang-orang dalam suatu organisasi
untuk saling bertukar informasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu
organisasi tanpa memperdulikan jenjang hierarki, pangkat dan
kedudukan atau jabatan, dapat berkomunikasi secara luas. Meskipun hal-
hal yang diperbincangkan bersifat umum, kadangkala mereka juga bicara
hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja dalam organisasinya
(Purwanto, 2003).
Saluran informasi informal dalam organisasi sering disebut desas-
desus atau rumor dan selentingan atau grapevine. Desas-desus
mengurangi ketegangan emosional dan biasanya timbul di lingkungan
yang ambigu (Mulyana, 2000). Ada beberapa faktor dalam komunikasi
informal, yaitu:
a. Desas-desus
Desas-desus merupakan sebuah fungsi ambiguitas situasi yang
diperkuat oleh pentingnya sebuah isu. Penyebaran desas-desus
diperlambat oleh kesadaran kritis seseorang bahwa desas-desus
tampaknya tidak sah.
b. Selentingan
Selentingan merupakan suatu penyebaran isu melalui metode
berkomunikasi tercepat dalam suatu organisasi.
23
Menurut William King (http://www.ezinearticles.com), pola
komunikasi organisasi dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, sebagai
berikut:
a. Komunikasi ke atas (Upward communication)
Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dari rekan ke tingkat
manajerial dan telah resmi nada disertakan di dalamnya. Bisa jadi
merupakan umpan balik dari karyawan kepada manajer tentang
beberapa laporan atau tugas tertentu.
b. Komunikasi bawah (Downward communication)
Komunikasi yang berlangsung dari eselon atas yang dari manajer
terhadap para karyawannya dan bisa dalam bentuk beberapa pesanan
dan instruksi yang diperlukan untuk diikuti.
c. Dydic Komunikasi (Dydic Communication)
Lebih ramah dan informal komunikasi yang terjadi antara sesama
organisasi yang sama. Yang diperlukan sebagai tempat bertukar
pikiran antara satu sama lain sebagai bawahan dari organisasi.
Menurut Mintzberg dalam Tambunan (2005), pola komunikasi
diartikan sebagai struktur organisasi, dimana struktur organisasi dibagi
menjadi dua, yaitu (1) struktur organisasi formal dan (2) struktur
organisasi informal. Struktur organisasi formal ialah sebagai alat
mekanik untuk mengurangi variabilitas perilaku anggota organisasi yang
cenderung informal. Sedangkan, struktur organisasi informal ialah sama
sekali tidak terdokumentasi.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Menurut Mangkunegara (2002) ada dua tinjauan faktor yang
mempengaruhi komunikasi, yaitu faktor yang berasal dari pihak komunikator
(sender) dan dari pihak komunikan (receiver). Adapun faktor-faktor yang
berasal dari sender maupun receiver, anatara lain:
1. Keterampilan sender dan receiver.
Sender sebagai pengirim informasi, ide, berita dan pesan perlu menguasai
cara-cara penyampaian pikiran secara tertulis maupun lisan. Sedangkan,
24
receiver harus memiliki keterampilan dalam mendengar dan membaca
pesan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti.
2. Sikap sender dan receiver.
Sender yang bersikap ragu-ragu dan angkuh terhadap receiver dapat
mengakibatkan informasi atau pesan yang diberikan menjadi ditolak dan
membuat receiver menjadi tidak percaya terhadap informasi atau pesan
yang disampaikan. Sama halnya juga dengan receiver, jika receiver
bersikap meremehkan dan berprasangka buruk terhadap sender, maka
komunikasi menjadi tidak efektif dan pesan menjadi tidak berarti bagi
receiver.
3. Pengetahuan sender dan receiver.
Sender yang mempunyai pengetahuan luas dan menguasai materi yang
disampaikan akan dapat meninformasikannya kepada receiver sejelas
mungkin, sehingga receiver lebih mudah mengerti pesan yang
disampaikan oleh sender. Kemudian receiver yang memiliki pengetahuan
yang luas akan lebih mudah dalam menginterpretasikan ide atau pesan
yang diterimanya dari sender.
4. Media yang digunakan oleh sender dan receiver.
Sender perlu menggunakan media komunikasi yang sesuai dan menarik
perhatian receiver. Sedangkan, receiver yang menggunakan media
komunikasi berupa alat indera yang ada pada receiver sangat menentukan
apakah pesan dapat diterima atau tidak untuknya. Jika alat indera
receiver terganggu, maka pesan yang diberikan oleh sender menjadi
kurang jelas bagi receiver.
2.4. Hambatan Komunikasi
Komunikasi tidak dapat efektif secara sempurna karena ada hambatan-
hambatannya, yaitu hambatan sistematis, teknis, biologis, fisiologis dan
kecakapan. Komunikasi akan efektif apabila disampaikan dengan komunikasi
dua arah atau two way trafic (Hasibuan, 2007). Sedangkan, menurut Robbins
(2003) beberapa hambatan dalam komunikasi efektif, diantaranya
penyaringan (filtering), persepsi selektif, kelebihan informasi, defensif dan
bahasa.
25
Pendapat lainnya berasal dari Davis dalam Mangkunegara (2002)
yang menyebutkan bahwa ada tiga rintangan atau hambatan dalam
berkomunikasi, antara lain:
1. Rintangan pribadi
Rintangan pribadi yang dimaksud adanya hambatan pribadi yang
disebabkan karena emosi, alat indera yang terganggu, kebiasaan-
kebiasaan yang berlaku pada norma atau nilai budaya tertentu.
2. Rintangan fisik
Rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauh jarak tempat
berkomunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal ini, diperlukan
media komunikasi seperti telepon, alat pengeras suara dan alat
komunikasi lainnya.
3. Rintangan bahasa
Rintangan bahasa yang dimaksud adalah kesalahan dalam
menginterpretasikan istilah kata.
Adapun hambatan komunikasi menurut Sule dan Saefulloh (2006)
dibagi menjadi dua, yaitu (1) hambatan individual dan (2) hambatan
organisasi.
1. Hambatan Individual
Kesalahpahaman dalam memahami pesan, kredibilitas individu,
keterbatasan dalam berkomunikasi, kemampuan mendengarkan yang
rendah dan penilaian awal terhadap subjek tertentu.
2. Hambatan Organisasi
Perbedaan tingkat manajemen, persepsi yang berbeda antar bagian,
kelebihan beban kerja dan hambatan-hambatan lain.
Hambatan komunikasi itu berbeda-beda, namun masalah terbesar
adalah pada mata rantai terakhir dimana suatu pesan ditafsirkan oleh
penerima pesan. Perbedaan latar belakang, perbendaharaan bahasa dan
pernyataan emosional dapat menimbulkan munculnya kesalahpahaman antara
pengirim dan penerima pesan.
Hambatan komunikasi yang pertama yaitu perbedaan latar belakang,
bila pengalaman hidup penerima pesan secara mendasar berbeda dengan
26
pengirim pesan, maka komunikasi menjadi semakin sulit. Perbedaan usia,
pendidikan, jenis kelamin, status sosial, kondisi ekonomi, latar belakang
budaya dan agama dapat menjadikan pemahaman masing-masing menjadi
sulit atau paling tidak terganggu proses komunikasinya.
Masalah dalam memahami pesan-pesan sebenarnya terletak pada
bahasa, yang menggunakan kata-kata sebagai simbol untuk menggambarkan
suatu kenyataan. Serta hambatan terakhir yaitu pada perbedaan reaksi
emosional, suatu hal yang cukup menarik bahwa seorang mungkin beraksi
secara berbeda terhadap kata yang sama pada keadaan yang berbeda. Suatu
pesan yang jelas dan dapat diterima di suatu kondisi, namun dalam situasi
yang berbeda suatu kata dapat membingungkan. Hal ini tergantung pada
hubungan emosional atau penerima dan pengirim pesan.
2.5. Upaya Mengatasi Hambatan Komunikasi
Menurut Sule dan Saefulloh (2006), adapun upaya dalam mengatasi
hambatan komunikasi terbagi atas dua bagian, yaitu:
1. Upaya Bersifat Individual
Peningkatan kemampuan mendengarkan, dorongan untuk berkomunikasi
dua arah, peningkatan kesadaran dan kemampuan dalam memahami
pesan dan informasi, pemeliharaan kredibilitas individu dan peningkatan
pemahaman terhadap orang lain.
2. Upaya Bersifat Organisasional
Tindak lanjut dari setiap komunikasi yang dilakukan, pengaturan pola
komunikasi yang semestinya dilakukan dalam organisasi, serta
peningkatan kesadaran dan penggunaan berbagai media dalam
berkomunikasi.
Mengatasi hambatan komunikasi perlu diperhatikan dalam membuat
suatu pesan secara lebih berhati-hati, yaitu memperhatikan maksud dan tujuan
berkomunikasi dan audiens yang dituju. Katakan apa yang dikehendaki oleh
audiens, gunakan bahasa yang jelas, sederhana, mudah dipahami, tidak
bertele-tele dan jangan lupa tekankan, serta telaah ulang poin-poin yang
penting. Selain itu, mengatasi hambatan komunikasi dengan minimalkan
gangguan dalam proses komunikasi, melalui pemilihan saluran komunikasi
27
yang hati-hati, komunikator dapat membuat audiensnya lebih mudah
memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan. Penyampaian pesan
dengan cara lisan (oral) akan efektif bila lokasi atau penyampaian pesan
memiliki kondisi yang teratur, rapi, serta nyaman dan sebagainya. Terakhir
dengan mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima
pesan, agar pemberian umpan balik tersebut memberikan suatu manfaat yang
cukup berarti, cara dan penyampaiannya harus direncanakan dengan baik
(Umar, 2005).
Dengan komunikasi yang baik akan dapat diselesaikan problem-
problem yang terjadi dalam perusahaan. Konflik yang terjadi dapat
diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. Jadi, manajemen terbuka akan
mendukung terciptanya komunikasi efektif dalam menciptakan lingkungan
kerja yang produktif.
2.6. Lingkungan Kerja Produktif
Lingkungan kerja dalam suatu organisasi adalah salah satu faktor
pendorong untuk bekerja lebih baik, dimana karyawan dapat bergairah untuk
mengerjakan tugas yang diberikan pimpinan. Hal ini dapat dilihat melalui
pembinaan suatu suasana yang menyenangkan, misalnya bagaimana
hubungan antar karyawan didalam organisasi (Sunarto, 2003).
Menurut Sinungan (2003), kerja produktif memerlukan keterampilan
kerja yang sesuai dengan isi kerja sehingga bisa memperbaiki cara kerja atau
minimal mempertahankan cara kerja produktif.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja produktif
menurut Sinungan (2003), yaitu:
1. Kemauan yang tinggi.
2. Kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja.
3. Lingkungan kerja yang nyaman.
4. Penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
5. Jaminan sosial yang memadai.
6. Kondisi kerja yang manusiawi.
7. Hubungan kerja yang harmonis.
28
Hubungan kerja yang harmonis merupakan salah satu faktor untuk
membuat orang bisa menjadi kerja produktif. Lingkungan kerja menunjuk
pada hal-hal yang berada di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan di
kantor. Kondisi lingkungan kerja lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh
pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta tergantung pada pola yang
diciptakan pimpinan. Lingkungan kerja dalam perusahaan, dapat berupa
struktur tugas menunjuk pada bagaimana pembagian tugas dan wewenang itu
dilaksanakan (Sinungan, 2003).
Ketersediaan sarana kerja juga mempengaruhi produktivitas
lingkungan kerja karyawan. Dengan adanya sarana-sarana yang
memungkinkan, seperti ruangan yang rapi, bersih dan nyaman untuk bekerja,
maka karyawan akan merasa nyaman dan menumbuhkan suasana hati yang
baik untuk menyelesaikan pekerjaannya.
2.7. Penelitian Terdahulu
Silviani (2009) melakukan penelitian mengenai Efektivitas Atasan dan
Bawahan pada Kantor Pos Bogor. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pola komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan pada
Kantor Pos Bogor, mengetahui hambatan komunikasi yang dialami oleh
atasan dan bawahan pada Kantor Pos Bogor dan terakhir menganalisis
efektivitas komunikasi atasan dan bawahan pada Kantor Pos Bogor. Data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Adesya (2007) melakukan penelitian mengenai Hubungan Iklim
Komunikasi Organisasi dengan Kepuasan Kerja Karyawan bagian Spinning
di PT Unitex Tbk Bogor. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis iklim komunikasi organisasi, tingkat kepuasan
kerja dan hubungan antara iklim komunikasi organisasi dengan kepuasan
kerja karyawan bagian Spinning PT Unitex Tbk Bogor. Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Pemilihan sampel dilakukan
menggunakan metode non probability sampling dan responden diperoleh
dengan menggunakan rumus Slovin. Analisis data menggunakan ananlisis
deskriptif dan analisis hubungan. Untuk analisis hubungan menggunakan
korelasi Rank Spearman dengan bantuan software SPSS 12.0 for Windows.
29
Secara umum iklim komunikasi organisasi bagian Spinning termasuk baik.
Jika dilihat dari besar kecilnya rataan skor yang diperoleh berdasarkan
peringkat “baik” (dari tinggi ke rendah) urutannya adalah kepercayaan,
pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komuikasi ke
bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas dan perhatian pada tujuan
berkinerja tinggi. Hasil analisis deskripsi terhadap kepuasan kerja karyawan
dapat dikatakan puas dengan urutan kepuasan tertinggi pada pekerjaan itu
sendiri, hubungan dengan rekan sekerja, hubungan atasan dan bawahan,
kondisi kerja, kompensasi dan promosi kerja. Terdapat hubungan yang sangat
nyata, positif dan kuat antara iklim komunikasi organisasi dengan kepuasan
kerja. Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa semakin baik iklim
organisasi akan semakin tinggi kepuasan kerja karyawannya.
Selanjutnya Isprandono (2004) melakukan penelitian Analisis Faktor-
faktor Komunikasi dengan Peningkatan Produktivitas Kerja pada
PT Sariwangi A.E.A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi komunikasi antara seorang komunikan dengan
komunikator, kemudian melihat pola komunikasi yang diterapkan pada
PT Sariwangi A.E.A, serta menganalisis hubungan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses komunikasi dengan peningkatan produktivitas. Dalam
penelitian mengambil data menggunakan teknik sampel yaitu stratified
random sampling, yaitu dengan memisahkan elemen-elemen populasi ke
dalam kelompok yang tidak tumpang tindih dan kemudian memilih sampel
secara acak. Analisis data yang digunakan adalah secara kuantitatif-deskriptif.
Secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan metode Rank Spearman. Hasil
dari penelitian ini, yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi antara seorang komunikan dengan komunikator adalah latar
belakang budaya, perbendaharaan bahasa, usia, tingkat pendidikan, jabatan,
serta keadaan psikologis struktur organisasi. Selanjutnya adalah mengenai
pola komunikasi yang diterapkan dalam perusahaan, yaitu umum
menggunakan komunikasi ke bawah. Sebagaimana tujuan dari perusahaan
yaitu agar para karyawan bekerja sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Terakhir adalah adanya hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
30
proses komunikasi dengan peningkatan produktivitas perusahaan yaitu
dengan adanya komunikasi yang berlangsung dengan baik, sehingga arus
informasi yang mengalir dalam perusahaan menjadi lebih efektif dan mampu
meningkatkan produktivitas perusahaan.
31
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian
Setiap perusahaan memiliki visi dan misi sendiri. Visi dari PT X Tbk
ini adalah to become leading InfoCom player in the region, dimana
PT X Tbk berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan InfoCom
terkemuka di kawasan Asia Tenggara, Asia dan akan berkelanjut ke kawasan
Asia Fasifik. Untuk mewujudkan visi tersebut, PT X Tbk menyusun misi dan
berbagai macam strategi untuk mencapainya. Strategi tersebut
diimplementasikan pada tujuan-tujuan perusahaan baik tujuan jangka pendek
maupun jangka panjang perusahaan. Dalam rangka mencapai tujuannya itu
manajemen berupaya untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan
baik, sehingga semua tujuan perusahaan dapat tercapai. Untuk itu, setiap
perusahaan dapat berfungsi sesuai dengan fungsi masing-masing.
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor memiliki sembilan unit bisnis, yaitu
DVAS (Data & Vas Sales), FPS (Fixed Phone Sales), CC (Customer Care),
ANM (Access Network Maintenance), ANO (Access Network Operation),
BP (Business Performance), GS (General Support), terakhir KANCATEL
(Depok & Cibinong). Namun untuk penelitian ini lebih fokus pada 7 unit
bisnis, dimana KANCATEL (Depok & Cibinong) tidak termasuk dalam
penelitian ini, karena untuk mengoptimalkan hasil penelitian.
Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang sangat penting
karena dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan secara keseluruhan di
masa depan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk dapat memanfaatkan
sumber daya tersebut secara optimal, sehingga dalam masing-masing unit
bisnis dibutuhkan pegawai yang terdiri dari manajer dan karyawan.
Pola komunikasi organisasi merupakan pendekatan yang dipakai
antara satu organisasi yang lain dapat bervariasi atau berbeda-beda
(Purwanto, 2003). Salah satu bentuk pengelolaan terhadap sumber daya
manusia yang dimiliki adalah dengan berupaya menciptakan suatu
lingkungan kerja yang produktif. Dimana, untuk menciptakan lingkungan
kerja produktif, terlebih dahulu dapat diidentifikasi melalui pola komunikasi
32
organisasi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Secara umum pola komunikasi
dapat dikelompokkan menjadi dua saluran yaitu formal maupun informal.
Saluran komunikasi formal terdiri atas: komunikasi dari atas ke bawah
(downward communication), komunikasi dari bawah ke atas (upward
communication), komunikasi horizontal (sideways communication), dan
komunikasi diagonal. Sedangkan, saluran komunikasi informal merupakan
suatu jaringan komunikasi dimana orang-orang yang ada dalam suatu
organisasi tanpa memperdulikan jenjang hierarki, pangkat dan kedudukan
atau jabatan, dapat berkomunikasi secara luas (Purwanto, 2003).
Lingkungan keja produktif merupakan salah satu faktor pendorong
untuk bekerja lebih baik, dimana karyawan dapat bergairah untuk
mengerjakan tugas yang diberikan pimpinan, sehingga tercipta suasana yang
menyenangkan (Sunarto, 2003). Pola komunikasi organisasi yang baik,
memiliki hubungan dengan lingkungan kerja produktif di perusahaan.
Lingkungan kerja menunjuk pada hal-hal yang berada di sekeliling dan
melingkupi kerja karyawan di kantor. Kondisi lingkungan kerja lebih banyak
tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta
tergantung pada pola komunikasi yang diciptakan pimpinan. Lingkungan kerja
dalam perusahaan, dapat berupa struktur tugas menunjuk pada bagaimana
pembagian tugas dan wewenang itu dilaksanakan (Sinungan, 2003).
Hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang
produktif akan diintrepetasikan menggunakan korelasi Rank Spearman
dengan bantuan SPSS 15.0 for windows. Dengan menggunakan alat tersebut,
dapat terlihat apakah ada hubungan yang kuat antara pola komunikasi dengan
lingkungan kerja produktif, serta seberapa besar hubungan antara pola dengan
lingkungan. Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian ini seperti yang
terlihat pada Gambar 6.
33
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian
Keterangan: di luar ruang lingkup penelitian
1. DVAS = Data and Vas Sales
2. FPS = Fixed Phone Sales
3. CC = Customer Care
4. ANM = Access Network Maintenance
5. ANO = Access Network Operation
6. BP = Business Performance
7. GS = General Support
Visi, Misi dan Tujuan
PT X Tbk
Unit Bisnis Bogor
Rekomendasi
Rank Spearman
Saluran Komunikasi Formal
1. Downward Communications.
2. Upward Communications.
3. Sideways Communications.
4. Diagonal Communications.
Pola Komunikasi
Lingkungan
Kerja
Produktif
DVAS FPS CC ANM ANO BP GS CATEL
Saluran Komunikasi
Informal 1. Desas-desus
2. Selentingan (Grapevine)
34
3.2. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang menyatakan adanya
hubungan variabel-variabel tertentu (Umar, 2005). Hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
H0 : Pola komunikasi organisasi tidak berhubungan dengan lingkungan kerja
yang produktif.
H1 : Pola komunikasi organisasi berhubungan dengan lingkungan kerja yang
produktif.
Berdasarkan tujuan dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) memiliki
hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif (H1).
Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi dari atas ke bawah
(downward communication) tidak memiliki hubungan yang nyata
terhadap lingkungan kerja yang produktif.
2. Komunikasi dari bawah ke atas (upward communication) memiliki
hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja yang produktif (H1).
Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi dari bawah ke atas
(upward communication) tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap
lingkungan kerja yang produktif.
3. Komunikasi diagonal memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan
kerja yang produktif (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi
diagonal tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja
yang produktif.
4. Komunikasi horizontal memiliki hubungan yang nyata terhadap
lingkungan kerja yang produktif (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa
komunikasi horizontal tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap
lingkungan kerja yang produktif.
5. Komunikasi informal mempunyai hubungan yang nyata dengan
lingkungan kerja (H1). Sedangkan, H0 menyatakan bahwa komunikasi
informal tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap lingkungan kerja
yang produktif.
35
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai analisis hubungan pola komunikasi organisasi
dengan lingkungan kerja yang produktif termasuk kedalam riset deskriptif,
karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi organisasi
dan mengetahui lingkungan kerja di perusahaan, serta untuk menganalisis
bagaimana hubungan pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja
produktif.
3.3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian megenai analisis hubungan pola komunikasi organisasi
dengan lingkungan kerja produktif pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Pemilihan perusahaan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa adanya kesediaan pihak perusahaan untuk memberikan
informasi dan data yang diperlukan sesuai dengan penelitian, serta bahwa
perusahaan yang bersangkutan merupakan perusahaan telekomunikasi
terbesar di Indonesia, dimana di dalam kegiatan operasionalnya berorientasi
pada sumberdaya manusia yang dimiliki.
Perusahaan dalam mencapai tujuannya haruslah memiliki sumberdaya
manusia yang tangguh dan handal. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia
yang berkualitas tersebut perusahaan perlu membina dan mengembangkannya
melalui pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Dengan
demikian, para karyawan pun dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya
dan dapat mempertanggung-jawabkan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan tepatnya
pada bulan Maret sampai Mei 2009.
3.3.3. Identifikasi Variabel
Variabel merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang diteliti
yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lain dalam kelompok
tersebut (Sugiyono dalam Umar, 2005). Variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari variabel X dan variabel Y. Dalam hal ini,
lingkungan kerja produktif ditetapkan sebagai variabel (Y), sedangkan
variabel (X) adalah pola-pola komunikasi menurut Purwanto (2003),
36
antara lain: (1) Komunikasi Formal, yaitu downward communications,
upward communications, sideways communications dan diagonal
communications, serta (2) Komunikasi Informal.
3.4. Metode Pengambilan Sampel
3.4.1. Penetapan Populasi
Menurut Sugiyono (2004) populasi merupakan wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
karyawan yang bekerja di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
3.4.2. Penetapan Sampel
Penentuan jumlah sampel dari populasi yang akan diteliti ditentukan
dengan rumus Slovin dalam Umar (2005). Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Ukuran populasi
e = Persentasi kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang dapat ditolerir.
Setelah ditentukan jumlah sampel yang akan digunakan, selanjutnya
sampel diambil dari populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling atau sampel
dengan cara sengaja serta bersifat convenience (kemudahan) dengan memilih
anggota populasi yang dianggap paling tepat sebagai informasi yang akurat.
Hal tersebut dilakukan agar sampel yang diambil lebih beragam serta dapat
mewakili karyawan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan
menggunakan persen kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir
(e) sebesar 10% dan total populasi sebanyak 341 karyawan, maka jumlah
karyawan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 78 responden.
37
3.5. Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari perusahaan
yang terdiri atas gambaran umum perusahaan, peraturan-peraturan
perusahaan, struktur organisasi, serta hasil wawancara dan penyebaran
kuesioner. Sedangkan data sekunder, yaitu yang diperoleh langsung dari
perusahaan dan literatur lainnya seperti buku-buku yang berhubungan dengan
topik komunikasi dan laporan-laporan penelitian sebelumnya.
3.6. Pengujian Kuesioner
3.6.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu uji yang bertujuan untuk meneliti apakah
instrumen dapat mengukur apa yang ingin diukur. Instrumen penelitian
dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur
yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2004). Langkah-langkah dalam menguji
validitas kuesioner, adalah sebagai berikut (Umar, 2005):
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga
operasionalnya dapat dilakukan, dengan cara sebagai berikut:
a. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang
tertulis di dalam literatur. Tetapi bila definisi yang dikemukakan
belum operasional, maka definisi tersbut harus dijabarkan lebih
lanjut agar lebih operasional.
b. Jika di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi konsep yang
ingin diukur, peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut
dan mendiskusikannya dengan para ahli. Pendapat para ahli ini
kemudian disimpulkan ke dalam rumusan yang operasional.
c. Menanyakan langsung definisi konsep yang akan diukur kepada
calon responden mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur.
Bedasarkan jawaban calon responden, kemudian disusun kerangka
suatu konsep.
38
2. Melakukan uji coba alat pengukur pada sejumlah responden. Disarankan
agar jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang, karena
distribusi skor atau nilai akan lebih mendekati kurva normal.
3. Mempesiapkan tabel tabulasi jawaban.
4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total
menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana:
rhitung = Nilai koefisien korelasi.
N = Jumlah responden.
X = Skor masing-masing pernyataan.
Y = Skor total.
5. Membandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka kritik tabel
korelasi nilai r. Bila nilai r hitung > r tabel, maka pernyataan tersebut
valid atau signifikan dalam penelitian ini, angka kritik tabel korelasi
untuk nilai r adalah r (N-2; α).
3.6.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan
yang ditunjukan oleh instrumen pengukuran (Umar, 2005). Reliabilitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan tujuan utnuk mengetahui sejauh mana suatu
alat pengukur dapat tercapai. Umumnya instrumen yang valid sudah pasti
reliabel, tetapi instrumen yang reliabel belum tentu valid, oleh karena itu
diperlukan pengujian reliabilitas instrumen. Teknik reliabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach (Umar, 2005).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana:
r11 = Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
k = Jumlah item pernyataan
= Jumlah variasi item
= Varians total
39
Rumus untuk menghitung varians adalah sebagai berikut:
Dimana:
= Varians
n = Jumlah responden
x = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor item
pernyataan).
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach’s diukur
berdasarkan skala alpha 0 sampai 1 yang dapat diinterpretasikan sebagai
berikut:
Tabel 1. Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach’s
Klasifikasi Nilai Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
0,21 – 0,40 Agak Reliabel
0,41 – 0,60 Cukup Reliabel
0,61 – 0,80 Reliabel
0,81 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber: George dan Mallery (2003)
3.7. Metode Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden
dalam kuesioner adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat atau persepsi seseorang terhadap variabel penelitian yang
telah dijabarkan dalam item-item pernyataan. Jawaban setiap item pernyataan
yang menggunakan Skala Likert merupakan gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif (Sugiyono, 2004). Kuesioner dalam penelitian ini
menggunakan lima skala yang diberi bobot tertentu sesuai dengan tingkat
skalanya. Selanjutnya bobot ini akan dihitung untuk memperoleh skor nilai
jawaban-jawaban responden. Rincian bobot dan skala yang digunakan adalah
sebagai berikut:
40
Bobot nilai = 5 Sangat setuju/Sangat puas
Bobot nilai = 4 Setuju/Puas
Bobot nilai = 3 Ragu-ragu/Biasa saja
Bobot nilai = 2 Tidak setuju/Tidak puas
Bobot nilai = 1 Sangat tidak setuju/Sangat tidak puas
Bobot nilai pada setiap jawaban responden akan dihitung untuk
mendapatkan nilai rataan. Nilai rataan tersebut menunjukkan tingkat
kesetujuan karyawan seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Skor Rataan
Skor Rataan Penilaian Intepretasi Hasil
Pelaksanaan
1,00 – 1,80 Sangat Tidak Setuju Sangat Tidak Baik
1,81 – 2,60 Tidak Setuju Tidak Baik
2,61 – 3,40 Ragu-ragu Netral
3,41 – 4,20 Setuju Baik
4,21 – 5,00 Sangat Setuju Sangat Baik
Kesimpulan tersebut diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu
rentang skala untuk kriteria sangat tidak setuju sampai sangat setuju, besarnya
rentang skala diperoleh dengan rumus (Simamora, 2002) berikut:
Dimana:
RS = Rentang skala.
m = Angka tertinggi dalam pengukuran.
n = Angka terendah dalam pengukuran.
b = Banyaknya kelas (kategori jawaban).
3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.8.1. Analisis Persepsi Karyawan Tentang Pola Komunikasi Organisasi
Mengetahui pola komunikasi organisasi digunakan analisis secara
kualitatif, yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan analisis tabel hasil
kuesioner, yang dapat mengetahui hal-hal penting dalam penilaian pola-pola
komunikasi organisasi yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, serta
41
mengetahui lingkungan kerja yang produktif. Langkah-langkah pengolahan
dan analisis datanya sebagai berikut:
1) Memberi skor pada setiap jawaban responden sesuai dengan bobot yang
telah ditentukan dalam Skala Likert.
2) Membuat tabulasi dari skor-skor nilai yang telah diperoleh dari jawaban
responden.
3) Masing-masing kategori ditentukan berdasarkan rumus rentang kriteria
(Umar, 2005) yaitu Rentang Skala: RS = (m-1)/m; dimana m adalah
jumlah alternatif jawaban tiap item. Sehingga didapatkan rentang skala:
(5-1)/5 = 0,8. Untuk melihat skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 2.
4) Responden-responden yang memiliki skor nilai yang sama untuk setiap
item pernyataan dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban (1 sampai
5 bagi pernyataan yang bersifat positif dan 5 sampai 1 bagi pernyataan
yang bersifat negatif), lalu dihitung jumlah dan persentasenya.
Kesimpulan diambil berdasarkan persentase terbesar dari setiap
persentase jawaban responden yang telah dihitung.
5) Jumlah responden per item pernyataan dikelompokkan dan dijumlahkan
menjadi per indikator sesuai kategori jawaban. Persentase jumlah
responden dihitung untuk memperoleh kesimpulan pada tiap indikator
berdasarkan persentase terbesar. Perhitungan pada metode ini
menggunakan Microsoft Excel 2007.
3.8.2. Analisis Persepsi Karyawan Tentang Lingkungan Kerja Produktif
Mengetahui lingkungan kerja produktif ini digunakan metode analisis
secara kualitatif, yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan analisis tabel
hasil kuesioner, yang dapat mengetahui hal-hal penting dalam penilaian
lingkungan kerja produktif berdasarkan rumus rentang kriteria (Umar, 2005)
yaitu: Rentang Skala: RS = (m-1)/m; dimana m adalah jumlah alternatif
jawaban tiap item. Sehingga didapatkan rentang skala: (5-1)/5 = 0,8. Skala
penilaian tertera pada Tabel 2. Dimana, langkah-langkah pada analisis ini
dapat dilihat pada penjelasan persepsi tentang pola komunikasi organisasi di
atas.
42
3.8.3. Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja
Hubungan pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja
dapat diketahui dengan menggunakan analisis Rank Spearman. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excell 2007 dan
SPSS 15.0 for windows. Analisis di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tersebut
digunakan untuk mengetahui atau tidaknya hubungan antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain. Untuk itu dapat dilakukan uji korelasi Rank
Spearman dengan rumus (Umar, 2005):
Dimana:
rS = Koefisien Rank Spearman
di = selisih rank X dan rank Y
n = jumlah sampel
Keterangan:
rS = 1 hubungan variabel X dan variabel Y sempurna + (mendekati 1,
hubungan sangat kuat dan +)
rS = -1 hubungan variabel X dan variabel Y sempurna - (mendekati -1,
hubungan sangat kuat dan -)
rS = 0 hubungan variabel X dan variabel Y lemah sekali atau tidak ada
hubungan sama sekali
Nilai koefisien korelasi yang dapat sebelum dilaksanakan
pengambilan keputusan, dengan diuji terlebih dahulu. Pengujian ini
dimaksudkan untuk melihat apakah antara variabel dalam populasi terdapat
korelasi yang berarti atau tidak, dengan rumus sebagai berikut (Umar, 2005):
Dalam pengujian koefisien korelasi, akan dibandingkan nilai-nilai
thitung dengan nilai ttabel dengan α = 0,05. Hasil perbandingan tersebut
digunakan dalam pengujian hipotesis nol untuk memutuskan pendapat ditolak
atau diterima. Untuk itu, maka pengujian ini menggunakan hipotesis sebagai
berikut:
43
Ho : ρ = 0 tidak ada hubungan antara pola komunikasi organisasi dengan
lingkungan kerja produktif.
H1 : ρ ≠ 0 ada hubungan antara pola komunikasi organisasi dengan
lingkungan kerja produktif.
Untuk menguji hubungan hipotesis nol (Ho) kriterianya adalah:
Tolak Ho : jika thitung > ttabel atau P-value (Sig.) < α
Tolak H1 : jika thitung < ttabel atau P-value (Sig.) < α
Koefisien korelasi Rank Spearman (rS) menunjukkan kuat tidaknya
variabel X dan variabel Y. Batasan Champion dari Umar (2005) dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) 0,00-0,25 : No assosiation, menunjukkan tidak adanya hubungan antara
variabel X dan variabel Y.
2) 0,26-0,50 : Moderately low assosiation, menunjukkan hubungan yang
lemah antara variabel X dan variabel Y.
3) 0,51-0,75 : Moderately high assosiation, menunjukkan hubungan yang
agak kuat antara variabel X dengan variabel Y.
4) 0,76-1,00 : high assosiation, menunjukkan adanya hubungan yang kuat
antara variabel X dan variabel Y.
Hasil intrepetasi dari koefisien korelasi di atas dapat dikategorikan ke
dalam klasifikasi sangat rendah, yaitu yang terdapat pada kategori no
assosiation, artinya jika tidak terjadi hubungan sama sekali antara pola-pola
komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif di PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor tersebut sehingga hasilnya tidak objektif, dan moderately low
assosiation yaitu kondisi yang dapat menunjukkan hubungan yang lemah
antara pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang
produktif. Sedangkan untuk klasifikasi kuat yaitu terdapat pada kategori high
assosiation, yang berarti dapat menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan
positif antara pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang
produktif di PT X Tbk tersebut sehingga hasil penilaiannya akan objektif.
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah Perkembangan PT X Tbk
PT X Tbk adalah suatu badan usaha yang didirikan dengan Staatsblad
No. 52 tahun 1884 dengan nama post-en telegraafdienst. Pada tahun 1906
diubah menjadi “POST, TELEGRAAF EN TELEFOONDIENST” (PTT)
dengan Staatsblad No. 395 dan sejak itu disebut PTT-Dienst. Tahun 1931
ditetapkan sebagai perusahaan Negara berdasarkan IBW (Indonesische
bedrijvenwet - Undang-undang Perusahaan Negara). Selanjutnya pada tahun
1960 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No. 19 tahun 1960, tentang persyaratan sebuah Perusahaan Negara
(PN) dengan PERPU No. 240 tahun 1961 berubah menjadi PN POS dan
TELEKOMUNIKASI.
Berdasarkan S.K. Menteri Perhubungan No. 129/U/1970 PN
TELEKOMUNIKASI berubah menjadi Perusahaan Umum. Mengingat
perkembangan yang demikian pesat ditambah dengan pola manajemen yang
lebih terbuka, pemerintah melalui PP No. 25 tahun 1991 tanggal 1 Mei 1991
menetapkan pengalihan bentuk Perusahaan Umum (PERUM) menjadi
PERSERO. Peralihan bentuk tersebut ditandai dengan penandatanganan Akte
Pendirian PERSERO PT X oleh Notaris Imas Fatimah, SH bersama-sama
Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Menparpostel) Soesilo
Sudarman yang bertindak selaku kuasa dari Menteri Keuangan sebagai
pemegang saham, hari Selasa tanggal 24 September 1991 jam 09.30 WIB di
Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi.
Pada tahun 1995, PT X mengalami Restrukturisasi Internal, yaitu
penerapan Kerja Sama Operasi (KSO), pada tanggal 1 Juli 1995 PT X telah
menghapus struktur organisasi Wilayah Usaha Telekomunikasi (WITEL)
yang berjumlah 12 WITEL menjadi tujuh Divisi Regional (DIVRE) dan satu
Divisi Net Work. Tujuh Divisi Regional tersebut meliputi:
1. Divisi Regional I, Sumatera.
2. Divisi Regional II, Jakarta dan sekitarnya.
45
3. Divisi Regional III, Jawa Barat.
4. Divisi Regional IV, Jawa Tengah dan DIY.
5. Divisi Regional V, Jawa Timur.
6. Divisi Regional VI, Kalimantan.
7. Divisi Regional VII, Bali & Kawasan Indonesia Timur.
4.1.2. Visi dan Misi PT X Tbk
Visi PT X Tbk ialah To become a leading InfoCom player in the
region. PT X Tbk berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan
InfoCom terkemuka di kawasan Asia Pasifik. Misi PT X Tbk mempunyai
misi memberikan layanan One Stop infoCom Services with Excellent Quality
and Competitive Price and To Be the Role Model as the Best Managed
Indonesian Corporation dengan jaminan bahwa pelanggan akan mendapatkan
pelayanan yang terbaik, berupa kemudahan, produk dan jaringan berkualitas,
dengan harga kompetitif. PT X Tbk akan mengelola bisnis melalui praktek-
praktek terbaik dengan mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang
unggul, penggunaan teknologi yang kompetiitf, serta membangun kemitraan
yang saling menguntungkan dan saling mendukung secara sinergis.
4.1.3. Struktur Organisasi
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dipimpin oleh seorang General Manager
(GM) dan mempunyai bawahan seorang Deputy GM. Di bawahnya terdapat
Asisten Manajer Sekretariat dan Staf Ahli, serta staf Administrasi. Struktur
organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor secara lebih jelas dapat dilihat pada
Lampiran 5. PT X Tbk Unit Bisnis Bogor mempunyai sembilan Manajer,
yaitu:
1. Manager General Support, yang membawahi:
a. Asisten Manajer Logistic Management
b. Asisten Manajer Asset Management
c. Asisten Manajer Kandatel Secretary
2. Manager Business Performance, yang membawahi:
a. Asisten Manajer Performance Management
b. Asisten Manajer Fraud Management
c. Asisten Manajer Quality Management
46
3. Manager Fixed Phone Sales, yang membawahi:
a. Asisten Manajer Wireline Sales Promotion
b. Asisten Manajer Wireless Sales Promotion
b. Asisten Manajer Customer Data Management
4. Manager Data & Vas Sales Promotion, yang membawahi:
a. Asisten Manajer Data & Internet Sales Promotion
b. Asisten Manajer Content & Vas Sales Promotion
5. Manager Customer Care, yang membawahi:
a. Asisten Manajer Prime Customer Care
b. Asisten Manajer Personal Customer Care
c. Asisten Manajer Indirect Channel Management
d. Asisten Manajer Direct Channel Management
6. Manager Access Network Operation, yang membawahi:
a. Asisten Manajer Personal Customer Access Network
b. Asisten Manajer Corporate Customer Access Network
c. Asisten Manajer CPE & Public Phone
d. Asisten Manajer Technical Access Support
7. Manager Access Network Maintenance, yang membawahi:
a. Asisten Manajer COPP.A.M
b. Asisten Manajer F & Radio Access Maintenance
c. Asisten Manajer Access Data Management
d. Asisten Manajer Program Performance
e. Asisten Manajer Operation Maintenance Access Support
8. JM Kandatel Cibinong, yang membawahi:
a. AJM Service Cibinong
b. AJM Operation Maintenance Access Network Cibinong
c. AJM Administration Support
9. JM Kandatel Depok, yang membawahi:
a. AJM Service Depok
b. AJM Operation Maintenance Access Network Depok
c. AJM Administration Support
47
4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
4.2.1. Uji Validitas Kuesioner
Pengujian terhadap kuesioner dilakukan melalui uji validitas dan uji
reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 30 orang responden karyawan
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor (Nugroho, 2005). Pernyataan pada kuesioner
terdiri dari 25 pernyataan mengenai pola-pola komunikasi serta 6 pernyataan
tentang lingkungan kerja yang produktif.
Uji validitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur (kuesioner) mengukur apa yang ingin diukur atau apakah alat ukur
tersebut sudah tepat mengukur apa yang akan diukur (Sugiyono, 2004).
Asumsi pokok dari uji validitas ini adalah setiap pernyataan saling berkaitan
satu dengan lainnya dan setiap pernyataan juga berhubungan dengan objek
yang akan diteliti.
Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antara skor
masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi
Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS 15.0 for
windows. Hasil pengujian validitas pada pernyataan yang berkaitan dengan
pola-pola komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja yang produktif
lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen dan n (jumlah
sampel) sebesar 30 responden, yaitu sebesar 0,361. Hal ini menunjukkan
bahwa seluruh pernyataan adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid.
Dalam hal ini, berarti responden dapat mengerti maksud dari setiap
pernyataan yang diajukan penulis dalam kuesioner. Adapun hasil pengujian
validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.2.2. Uji Reliabilitas Kuesioner
Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach. Dalam
teknik ini, instrumen diujicobakan pada 30 responden dan hasilnya dicatat.
Pengolahan teknik Alpha Cronbach menggunakan bantuan software SPSS
15.0 for windows. Berdasarkan hasil pengolahan variabel yang dilakukan
pada variabel pola-pola komunikasi organisasi didapatkan nilai koefisien
Alpha Cronbach sebesar 0,907. Nilai alpha tersebut mengindikasikan bahwa
instrumen tersebut sangat reliabel yaitu dengan nilai α>0,9 (Tabel 1).
48
Sedangkan, pada variabel lingkungan kerja didapatkan nilai koefisien
Alpha Cronbach sebesar 0,728. Pada selang kepercayaan 95 persen, dapat
disimpulkan bahwa kuesioner yang disusun ini cukup reliabel dan dapat
dipercaya sebagai suatu alat ukur penelitian didalam mengukur gejala yang
sama (Umar, 2005). Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3.
4.3. Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan sampel adalah manajer dan karyawan di
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dan diambil dengan cara menggunakan teknik
pengambilan sampel purposive sampling atau sampel dengan cara sengaja
serta bersifat convinience (kemudahan) dengan memilih anggota populasi
yang dianggap paling tepat sebagai informasi yang akurat sebanyak 78 orang
yang ditentukan dengan rumus Slovin dalam Umar (2005). Teknik ini
mengambil sampel dengan menyesuaikan diri berdasarkan kriteria atau tujuan
tertentu. Identitas responden didapatkan, meliputi jenis kelamin, unit kerja,
posisi, tingkat pendidikan, usia dan masa bekerja.
4.3.1. Jenis Kelamin Responden
Karyawan yang menjadi responden pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor
secara keseluruhan terdiri dari 83 persen laki-laki atau 65 orang dan 17 persen
perempuan atau 13 orang. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa
sebagian besar karyawan di perusahaan ini adalah berjenis kelamin laki-laki,
seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Karakteristik Jenis Kelamin Responden
49
Perbedaan jumlah persentase antara karyawan laki-laki dan
perempuan pada dasarnya terjadi karena adanya spesifikasi pekerjaan.
Menurut Rivai (2005) spesifikasi pekerjaan merupakan karakteristik atau
syarat-syarat kerja yang harus dipenuhi sehingga dapat melaksanakan suatu
pekerjaan atau jabatan. Adapun tujuan dari spesifikasi pekerjaan adalah untuk
menentukan jenis keterampilan, tingkat pengetahuan, atau kemampuan yang
diperlukan dalam melakukan pekerjaan tertentu harus dilaksanakan secara
sistematis. Berdasarkan pengklasifikasian dan spesifikasi pekerjaan jenis
pekerjaan yang dilakukan, maka perusahaan lebih banyak membutuhkan
karyawan berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan
karena jenis pekerjaan yang paling banyak menyerap karyawan yaitu pada
bagian kehandalan jaringan. Pada bagian ini memiliki tugas untuk memasang,
merawat dan memastikan jaringan yang terpasang sudah terhubung dengan
benar. Selain itu, bagian tersebut memiliki tugas untuk langsung terjun ke
lapangan untuk meninjau jaringan secara langsung. Jadi berdasarkan
spesifikasi pekerjaan maka jenis pekerjaan tersebut lebih cocok dilakukan
oleh karyawan berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan.
4.3.2. Unit Kerja Responden
Unit kerja yang dijadikan sampel pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor
terdiri dari 7 unit kerja. Adapun penyebaran karyawan yang menjadi
responden berdasarkan unit kerja adalah sebagai berikut; Data and Vas Sales
sebanyak 14 persen, Fixed Phone Sales sebanyak 17 persen, Costumer Care
sebanyak 9 persen, Access Network Maintenance 26 persen, Access Network
Operation 15 persen, Bussines Performance 8 persen dan terakhir responden
General Support sebanyak 11 persen. Pada Gambar 8, terlihat jelas bahwa
sebagian besar responden berada pada unit kerja Access Network
Maintenance yaitu sebesar 26 persen. Hal ini terjadi karena pada unit kerja
tersebut memiliki tingkat beban kerja dan jenis pekerjaan yang berbeda
dengan unit kerja lainnya. Dimana pada unit kerja Access Network
Maintenance memiliki tugas dalam pemeliharaan jaringan sehingga
dibutuhkan banyak karyawan dalam melakukan pekerjaan tersebut. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8.
50
Gambar 8. Karakteristik Unit Kerja Responden
4.3.3. Posisi Responden
PT X Tbk Unit Bisnis bogor membagi posisi jabatan menjadi 6 posisi
jabatan, yaitu posisi di tingkat manajer, asisten manajer, officer 1, officer 2,
officer 3 dan terakhir staff. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat, dimana dari
masing-masing posisi ini manajer terdiri dari 4 persen, asisten manajer terdiri
dari 14 persen, officer 2 sebanyak 26 persen, officer 3 sebanyak 46 persen
dan staff sebanyak 10 persen. Jumlah karyawan pada tiap posisi tergantung
dari kebutuhan perusahaan. Berdasarkan Gambar 9 sebagian besar karyawan
berada pada posisi officer 3, hal ini terjadi karena pada saat ini PT X Tbk
Unit Bisnis Bogor membutuhkan lebih banyak karyawan yang berada pada
posisi officer 3 dalam melaksanakan tugas operasional perusahaan. Sebaran
posisi dari kelompok responden dapat terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Karakteristik Posisi Responden
51
4.3.4. Tingkat Pendidikan Responden
Responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTA lebih banyak
daripada responden yang memiliki tingkat pendidikan S1. Berdasarkan
Gambar 10, dapat dilihat responden dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar
36 persen, untuk tingkat pendidikan S1 sebesar 33 persen. Sedangkan, pada
tingkat pendidikan Diploma sebesar 28 persen dan S2 sebesar 3 persen,
dimana pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor tidak ada satu pun tingkat
pendidikan yang berasal dari S3. Berdasarkan tingkat pendidikan responden
pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sebagian besar berada pada kelompok
SLTA. Dimana, para responden yang berada pada kelompok SLTA
merupakan karyawan yang memiliki masa kerja yang cukup lama (lebih dari
15 tahun) yang memulai karirnya dari jabatan yang paling rendah. Dengan
memiliki masa kerja yang lama maka dipengaruhi oleh adanya kompetensi
yang diasah oleh perusahaan. Selain itu, posisi karyawan diperusahaan
dipengaruhi oleh kinerja mereka terhadap perusahaan.
Gambar 10. Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden
4.3.5. Usia Responden
Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa usia responden menyebar
kedalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar karyawan PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor berusia antara 40-49 tahun, yaitu sebesar 67 persen. Untuk yang
berusia 19-29 tahun sebesar 4 persen, 30-39 tahun sebesar 14 persen dan
50-59 tahun sebesar 15 persen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
52
sebagian besar karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor masih berada pada
batas usia produktif masa bekerja yaitu 19-59 tahun. Dalam usia responden
saat ini mereka masih dapat menyerap pengetahuan baru yang mendukung
pekerjaannya (www.gemari.or.id). Dengan memiliki karyawan yang masih
produktif, maka perusahaan untuk saat ini tidak perlu melakukan rekrutmen
karyawan yang baru. Sebaran usia dari kelompok responden dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11. Karakteristik Usia Responden
4.3.6. Masa Kerja Responden di Perusahaan
Berdasarkan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa, masa kerja
responden dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu sebanyak 2 responden
(2 persen) memiliki masa kerja 1–5 tahun, tetapi sebagian besar responden
memiliki masa kerja selama 20–29 tahun di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor,
yaitu sebanyak 51 responden (65 persen). Selain itu, untuk masa kerja 11–19
tahun sebanyak 20 orang reponden (26 persen). Dengan memiliki karyawan
yang masa kerjanya cukup lama (diatas 15 tahun) dapat disimpulkan bahwa
karyawan tersebut memiliki pengalaman, menguasai seluruh pekerjaan dan
tanggung jawabnya, serta mengerti setiap permasalahan yang ada dan
mencari solusi terhadap masalah yang muncul.
53
Gambar 12. Karakteristik Masa Kerja Responden
4.4. Analisis Persepsi Karyawan tentang Pola Komunikasi Organisasi
Analisis persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi
yang ada pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dilakukan dengan metode skala
pengukuran yaitu rataan skor. Berdasarkan 25 pernyataan dalam kuesioner
yang disebarkan kepada responden terdiri dari 2 bagian. Pada bagian pertama
tentang pola komunikasi formal, yang terdiri dari pola komunikasi dari atas
ke bawah atau downward communication, pola komunikasi dari bawah ke
atas atau upward communication, pola komunikasi horizontal atau sideways
communication, serta pola komunikasi diagonal. Untuk bagian ke dua, yaitu
hanya pola komunikasi informal saja. Masing-masing terdiri dari 5
pernyataan yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Nilai rataan skor tersebut menunjukkan penilaian tingkat kesetujuan
karyawan terhadap pernyataan dalam kuesioner (Tabel 2), yaitu dengan
batasan sebagai berikut: nilai 1,00 – 1,80 menunjukkan penilaian sangat tidak
setuju; 1,81 – 2,60 menunjukkan penilaian tidak setuju; 2,61 – 3,40
menunjukkan penilaian ragu-ragu atau netral; 3,41 – 4,20 menunjukkan
penilaian setuju; 4,21 – 5,00 menunjukkan penilaian sangat setuju. Berikut
penjelasan mengenai persepsi karyawan mengenai pola komunikasi
organisasi.
54
4.4.1. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Dari Atas ke
Bawah (Downward Communication)
Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi dari atas ke bawah atau
downward communication pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, dengan rataan
skor diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi dari atas ke
bawah. Pernyataan dari downward communication terdiri dari: instruksi
secara lisan dan tulisan, ide dan gagasan secara lisan dan tulisan, pujian
secara lisan dan tulisan, penjelasan mengenai pekerjaan, serta pendapat secara
lisan dan tulisan yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pola Komunikasi Organisasi Downward Communication
menurut Persepsi Responden
No Pernyataan Rataan
Skor
Komunikasi Formal; Downward Communication
1. Instruksi lisan dan tulisan kepada bawahan 4,29
2. Ide gagasan kepada bawahan secara lisan dan tulisan 4,30
3. Pujian secara lisan dan tulisan kepada bawahan 4,23
4. Penjelasan secara lisan dan tulisan kepada bawahan 4,33
5. Pendapat kepada bawahan secara lisan dan tulisan 4,28
Total Downward Communication 4,30
Berdasarkan Tabel 3, butir pernyataan mengenai downward
communication didapatkan nilai rataan skor sebesar 4,30. Dimana, rataan skor
tersebut berada pada range 4,23 – 4,33. Nilai tersebut menunjukkan tingkat
kesetujuan karyawan adalah “Sangat Setuju“. Artinya, karyawan PT X Tbk
Unit Bisnis Bogor sangat setuju jika pola komunikasi dari atas ke bawah
diterapkan. Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa
kesimpulan mengenai pola komunikasi dari atas ke bawah berdasarkan
komponen yang ada pada Tabel 3, yaitu:
1. Memberi instruksi secara lisan dan tulisan kepada bawahan
Nilai rataan skor pada pernyataan pertama sebesar 4,29, dimana
nilai tersebut menunjukkan instruksi yang diberikan atasan kepada
bawahan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan
dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya instruksi
secara lisan dan tulisan. Adapun intruksi dalam bentuk tulisan pada PT X
55
Tbk Unit Bisnis Bogor yang disampaikan dari atasan kepada bawahan
dapat berupa nota dinas dan disposisi. Sedangkan, instruksi lisan dapat
dilakukan secara langsung dengan mengadakan rapat atau meeting. Tetapi,
untuk instruksi lisan ini bersifat online yang dikenal dengan sistem
paperless online officer internal. Instruksi tulisan tidak semuanya
dilakukan secara online, tetapi ada instruksi tulisan yang tidak dilakukan
secara online seperti surat masuk dari pihak luar/eksternal. Adapun bentuk
surat masuk dari pihak luar/eksternal dapat berupa sumbangan, tawaran
pelatihan dan magang. Prosedur instruksi lisan yang tidak online harus
melewati Sekret DATEL, dimana surat masuk eksternal ini akan diberi
lampiran yang disebut dengan form disposisi. Form disposisi tersebut
diperoleh secara online yang disebut dengan electronic office. Disposisi
termasuk salah satu fungsi manajemen, yaitu memimpin (leading). Dimana
surat atau form disposisi digunakan untuk menentukan kepada siapa
surat/instruksi tulisan tersebut akan disampaikan.
Menurut Yates dan Orlikowski dalam Mulyana (2000), bahwa
untuk menyampaikan informasi kepada para pegawai dengan tepat,
kombinasi saluran tulisan dan lisan memberikan hasil terbaik. Hal ini
dapat terlihat berdasarkan nilai tersebut, bahwa pernyataan ini lebih efektif
karena pesan atau instruksi yang disampaikan secara lisan dapat
memperjelas pesan secara tulisan, sehingga keduanya bisa saling
melengkapi dibandingkan hanya secara lisan saja atau secara tulisan saja.
2. Ide gagasan secara lisan dan tulisan
Nilai yang tertera pada Tabel 3 sebesar 4,30 artinya mengajukan
ide dan gagasan kepada bawahan secara lisan dan tulisan “sangat baik“
diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan
bahwa pada umumnya atasan sering mengajukan ide dan gagasan secara
lisan dan tulisan kepada bawahannya. Pemberian gagasan pada PT X Tbk
Unit Bisnis Bogor dari atasan kepada bawahan dapat dilakukan secara
lisan dan tulisan sesuai dengan situasi kerja. Ide gagasan bersifat lisan
dapat dilakukan dalam kondisi rapat, reguler meeting dan diskusi.
Sedangkan ide gagasan dalam bentuk tulisan dapat dilakukan melalui
56
millist perusahaan. Ide gagasan tersebut akan diklarifikasi lagi dengan
tujuan untuk melihat apakah ide gagasan tersebut sesuai dengan keadaan
perusahaan sekarang atau tidak.
3. Pujian secara lisan dan tulisan
Nilai pujian secara lisan dan tulisan yang tertera pada Tabel 3, yaitu
sebesar 4,23 artinya pujian yang diberikan atasan kepada bawahan baik
lisan atau tulisan “sangat baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya pujian pun sering
dilakukan oleh atasan kepada bawahan baik lisan ataupun tulisan. Pujian
dapat dilakukan secara personal seperti prestasi harian. Selain pujian
secara personal ada pujian yang dilakukan berupa reward, dimana reward
ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil kinerja karyawan setiap 6 bulan
atau 3 bulan sekali. Reward tersebut dikenal dengan reward lingkup unit
bisnis DATEL.
4. Penjelasan secara lisan dan tulisan
Nilai pada aktivitas memberi penjelasan mengenai pekerjaan secara
lisan dan tulisan, yaitu sebesar 4,33 yang artinya, bahwa atasan memberi
penjelasan mengenai pekerjaan secara lisan dan tulisan “sangat baik“
dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Penjelasan lisan dan tulisan
dapat dilakukan dengan cara langsung maupun tidak langsung. Penjelasan
secara langsung dapat berupa meeting dan diskusi antara atasan dan
bawahan, sedangkan penjelasan tidak langsung dapat dilakukan melalui
millist perusahaan.
5. Pendapat secara lisan dan tulisan
Nilai pada aktivitas memberikan pendapat secara lisan dan tulisan
kepada bawahan yaitu sebesar 4,28 artinya aktivitas tersebut “sangat baik“
di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan
bahwa pada umumnya atasan juga sering memberikan pendapat secara
lisan dan tulisan. Pendapat secara langsung dari atasan kepada bawahan
dapat berupa meeting dan diskusi antara atasan dan bawahan, sedangkan
pendapat tidak langsung dapat dilakukan melalui millist perusahaan.
57
4.4.2. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Dari Bawah Ke
Atas (Upward Communication)
Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi dari bawah ke atas atau
upward communication pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor
diketahui melalui lima pernyataan tentang pola komunikasi dari atas ke
bawah. Pernyataan dari downward communication berupa laporan,
penyampaian ide dan gagasan, keluhan, pendapat, serta pujian secara lisan
maupun tulisan yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pola Komunikasi Organisasi Upward Communication menurut
Persepsi Karyawan
No Pernyataan Rataan
Skor
Komunikasi Formal; Upward Communication
1. Laporan kepada atasan secara lisan dan tulisan 4,52
2. Ide gagasan kepada atasan secara lisan dan tulisan 4,48
3. Mengemukakan masalah secara lisan dan tulisan kepada
atasan
4,33
4. Memberikan pendapat secara lisan dan tulisan kepada
atasan
4,37
5. Pujian secara lisan dan tulisan kepada atasan 4,13
Total Upward Communication 4,37
Berdasarkan Tabel 4 butir pernyataan mengenai upward
communication didapatkan nilai rataan skor dengan range 4,13 – 4,52 . Nilai
tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan karyawan adalah “Sangat Setuju“.
Artinya karyawan PT X Unit Bisnis Bogor sangat setuju jika pola komunikasi
dari bawah ke atas diterapkan. Berdasarkan penilaian responden tersebut,
diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola komunikasi dari bawah ke atas
berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 4, yaitu:
1. Memberikan laporan secara lisan dan tulisan kepada atasan
Nilai pada pernyataan pertama sebesar 4,52, dimana nilai tersebut
menunjukkan laporan yang diberikan bawahan kepada atasan secara lisan
dan tulisan “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan dan PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya instruksi secara lisan dan
tulisan. Berdasarkan nilai tersebut, bahwa pernyataan ini lebih efektif
karena laporan yang disampaikan secara lisan maupun tulisan dapat jelas
58
diterima oleh kedua-duanya, sehingga keduanya bisa saling melengkapi
dibandingkan hanya secara lisan saja atau secara tulisan saja (Mulyana,
2000). Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya bawahan sering
memberikan komunikasi secara lisan dan tulisan secara seimbang dalam
hal pemberian laporan kepada atasan. Pemberian laporan disampaikan
secara lisan dan tulisan dilakukan secara online.
2. Ide gagasan secara lisan dan tulisan
Nilai yang tertera pada Tabel 4 sebesar 4,48 artinya mengajukan
ide dan gagasan kepada atasan secara lisan dan tulisan “sangat baik“
diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Menurut Tjosvold dalam
Mulyana (2000), apabila karyawan tidak merasa bebas mengemukakan
gagasan-gagasan yang bertentangan dengan kebijakan perusahaan, maka
akan menyimpulkan bahwa keikutsertaan tidak ada artinya dan tidak
membutuhkan komitmen dari karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa
karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor telah sangat baik dalam
mengajukan ide dan gagasan secara lisan dan tulisan kepada atasannya. Ini
berarti karyawan merasa bebas untuk mengemukakan gagasan-
gagasannya. Pemberian gagasan pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dari
bawahan kepada atasan dapat dilakukan secara lisan dan tulisan sesuai
dengan situasi kerja. Ide gagasan bersifat lisan dapat dilakukan dalam
kondisi rapat, reguler meeting dan diskusi. Sedangkan ide gagasan dalam
bentuk tulisan dapat dilakukan melalui millist perusahaan.
3. Mengemukakan masalah
Nilai pada aktivitas mengemukakan masalah yang tertera pada
Tabel 4 yaitu sebesar 4,33 artinya dalam mengemukakan masalah dan
keluhan kepada atasan secara lisan dan tulisan “sangat baik“ diterapkan di
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada
umumnya bawahan sering menggunakan komunikasi lisan dan tulisan
dalam hal mengemukakan masalah kepada atasan. Untuk mengemukakan
masalah dapat dilakukan dengan cara coffe morning atau meeting sesuai
dengan level unit kerja masing-masing.
59
4. Pendapat secara lisan dan tulisan
Nilai pada aktivitas memberikan pendapat secara lisan dan tulisan
yaitu sebesar 4,37 yang artinya, bahwa memberikan pendapat secara lisan
dan tulisan “sangat baik“ dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Menurut Gordon dan Infante dalam Mulyana (2000), pegawai sangat
menghargai kebebasan mengemukakan pendapatnya kepada atasan. Oleh
sebab itu karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menghargai kebebasan
dalam memberikan pendapat secara lisan dan tulisan dengan sangat baik.
Pendapat secara langsung dari bawahan kepada atasan dapat berupa
meeting dan diskusi antara atasan dan bawahan, sedangkan pendapat tidak
langsung dapat dilakukan melalui millist perusahaan.
5. Pujian secara lisan dan tulisan
Nilai pada aktivitas memberikan pujian secara lisan dan tulisan
kepada atasan yaitu sebesar 4,13 artinya aktivitas tersebut “baik“ di
terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Dengan adanya pujian secara
lisan dan tulisan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik karyawan
terhadap atasan (Mulyana, 2000). Hal ini mengindikasikan bahwa pada
umumnya tidak hanya atasan yang memberikan pujian namun bawahan
juga sering memberikan pujian secara lisan dan tulisan. Pujian dapat
dilakukan secara personal seperti prestasi harian. Selain pujian secara
personal ada pujian yang dilakukan berupa reward, dimana reward ini
dilakukan untuk mengevaluasi hasil kinerja karyawan setiap 6 bulan atau 3
bulan sekali. Reward tersebut dikenal dengan reward lingkup unit bisnis
DATEL.
4.4.3. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Diagonal
Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi diagonal pada PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan
tentang pola komunikasi organisasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5 butir pernyataan mengenai diagonal communication
menunjukkan nilai rataan skor dengan tingkat kesetujuan yang berbeda yaitu
“Ragu-ragu“ dengan range 3,01. Untuk pernyataan selanjutnya menunjukkan
nilai rataan skor dengan tingkat kesetujuan yaitu “Setuju“ dengan range
60
sebesar 4,17 dan terakhir untuk nilai rataan skor dengan rentang 4,23-4,29
dengan tingkat kesetujuan “Sangat Setuju“ Berdasarkan penilaian responden
tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola komunikasi diagonal
berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 5.
Tabel 5. Pola Komunikasi Organisasi Diagonal menurut Persepsi
Karyawan
No Pernyataan Rataan
Skor
Komunikasi Formal; Komuninaksi Diagonal
1. Manajer satu unit dan karyawan unit lain sering memberi
kritikan serta masukan
4,29
2. Adanya ketergantungan diantara bagian yang satu dengan
yang lain
4,17
3. Komunikasi diagonal memberikan informasi lebih cepat 4,27
4. Komunikasi diagonal dapat menyelesaikan masalah
dalam organisasi
4,23
5. Komunikasi diagonal dapat mengganggu jalur
komunikasi yang telah berjalan normal
3,01
Total Diagonal Communication 3,99
1. Memberikan kritikan dan masukan
Nilai pada aktivitas memberikan kritik dan masukan sesama
manajer satu unit dan karyawan unit lain sebesar 4,29, dimana nilai
tersebut menunjukkan bahwa kritikan dan masukan bermanfaat dalam
meningkatkan kinerja perusahaan sesama manajer satu unit dan karyawan
unit lain baik secara lisan dan tulisan “sangat baik“ ditanggap oleh
karyawan dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya
kritikan dan masukan yang bermanfaat secara lisan dan tulisan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada umumnya baik manajer satu dengan manajer
lainnya ataupun karyawan dengan karyawan lain sering memberikan kritik
dan masukan yang membangun perusahaan secara lisan dan tulisan. Kritik
dan masukan antar manajer satu unit dengan karywan unit lain dapat
berupa millist, meeting maupun secara online.
2. Ketergantungan diantara bagian
Nilai pada aktivitas adanya saling ketergantungan diantara bagian
yang ada dalam perusahaan sebesar 4,17 artinya adanya saling
ketergantungan antara bagian-bagian yang ada di perusahaan secara lisan
61
dan tulisan “baik“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada umumnya adanya ketergantungan antara
suatu unit dengan unit lainnya itu tidak masalah bagi PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor, karena dengan adanya ketergantungan memungkinkan
pekerjaan ataupun masalah-masalah yang ada di perusahaan tersebut dapat
diselesaikan dengan baik, dengan adanya ketergantungan sesama
karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Ketergantungan diantara unit
bagaian harus saling mendukung untuk mewujudkan tujuan perusahaan,
dimana bentuk ketergantungan tersebut dibatasi dengan adanya wewenang
masing-masing unit kerja. Adanya interaksi antar unit kerja dalam
melakukan tugas dilakukan secara online.
3. Memberikan informasi tercepat
Nilai pada aktivitas bahwa komunikasi diagonal memberikan
informasi menjadi lebih cepat sebesar 4,27 artinya pola komunikasi ini
dapat memberikan informasi menjadi lebih cepat “sangat baik“ bagi PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor. Menurut Mulyana (2000), jika karyawan dapat
memberikan sumbangan informasi maka akan menjadi lebih sungguh-
sungguh dalam melaksanakan tugas. Hal ini dapat dilihat bahwa karyawan
pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sudah memberikan informasi yang
sangat baik, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan sungguh-
sungguh. Pemberian informasi dilakukan secara online, sehingga informasi
yang disampaikan antar unit dapat diterima secara cepat.
4. Menyelesaikan masalah dalam organisasi
Nilai pada aktivitas memungkinkan individu dari berbagai bagian
ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi sebesar 4,23
yang artinya, bahwa individu dari berbagai bagian menyelesaikan
masalahnya dengan “sangat baik“ di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Menurut Phillips dalam Mulyana (2000) dalam meyelesaikan masalah atau
konflik, adanya pertukaran informasi yang jujur dan suasana emosional
merupakan harapan dan kepercayaan terhadap kemampuan kedua pihak
untuk menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan pada PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor adanya pertukaran bebas informasi yang jujur dan sasaran
62
emosional yang baik antar unit bagian. Untuk menyelesaikan masalah
dapat dilakukan dengan cara coffe morning atau meeting sesuai dengan
level unit kerja masing-masing.
5. Mengganggu jalur komunikasi
Nilai pada aktivitas dapat mengganggu jalur komunikasi yang rutin
dan telah berjalan normal sebesar 3,01 artinya aktivitas tersebut “ragu-
ragu“ di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini mengindikasikan
bahwa pada umumnya mungkin sebagian karyawan yang menganggap
dengan adanya komunikasi diagonal tidak juga mengganggu komunikasi
yang telah ada, tetapi ada beberapa responden yang masih ragu untuk
ditanggapi.
4.4.4. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Horizontal
Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi horizontal pada PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan
tentang pola komunikasi horizontal. Pernyataan dari komunikasi horizontal
berupa koordinasi tugas, penyelesaian masalah, berbagi informasi,
mendiskusikan konflik, mengatasi masalah antar karyawan atau manajer yang
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pola Komunikasi Organisasi Horizontal menurut Persepsi
Karyawan
No Pernyataan Rataan
Skor
Komunikasi Formal; Komuninaksi Horizontal
1. Karyawan atau manajer mendistribusikan koordinasi
tugas
4,36
2. Karyawan atau manajer menangani penyelesaian masalah 4,35
3. Karyawan atau manajer satu unit bertemu dengan unit
lain berbagi informasi
4,15
4. Karyawan atau manajer rapat untuk mendiskusikan
konflik
4,00
5. Interaksi yang tinggi membantu masalah koordinasi antar
karyawan atau manajer
4,16
Total Horizontal Communication 4,21
Berdasarkan Tabel 6 butir pernyataan mengenai komunikasi diagonal
didapatkan nilai rataan skor. Nilai tersebut menunjukkan tingkat kesetujuan
yang berbeda dengan range 4,00 – 4,16 “Setuju“. Artinya karyawan PT X
63
Tbk Unit Bisnis Bogor setuju jika karyawan mendiskusikan konflik,
membantu masalah koordinasi karayawan atau manajer dan setuju karyawan
atau manajer unit lain bertemu. Untuk range 4,35 – 4,36 “Sangat Setuju“.
Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan
mengenai pola komunikasi horizontal berdasarkan komponen yang ada pada
Tabel 6 yaitu:
1. Mendiskusikan koordinasi tugas
Nilai pada aktivitas mendiskusikan koordinasi tugas sebesar 4,36,
dimana nilai tersebut menunjukkan para karyawan atau manajer dalam
mendiskusikan kontribusi tugas “sangat baik“ ditanggap oleh karyawan
dan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor sangat setuju dengan adanya diskusi
antar karyawan atau manajer. Menurut Mulyana (2000), dengan adanya
koordinasi tugas menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dan
usul yang baik. Hal ini berarti karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor
sudah sangat baik dalam mendiskusikan koordinasi tugas antar unit bagian.
Koordinasi tugas ini dapat dilakukan tergantung agenda yang dibicarakan.
Bentuk koordinasi tugas ini seperti coffe morning dan meeting,
2. Menangani penyelesaian masalah
Nilai yang tertera pada Tabel 6 sebesar 4,35 artinya dalam
menangani masalah karyawan ataupun manajernya “sangat baik“ dan
sangat cepat diselesaikan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada umumnya karyawan maupun manajer sangat
setuju sekali jika ada masalah dalam perusahaannya, maka dengan sangat
cepat untuk diselesaikannya melalui komunikasi horizontal. Penyelesaian
masalah ini dilakukan dengan adanya meeting ataupun dengan millist.
3. Berbagi informasi
Nilai pada aktivitas manajer atau karyawan berkumpul untuk
berbagi informasi yang tertera pada Tabel 6 yaitu sebesar 4,15 artinya
dalam berbagi informasi berada pada kategori “baik“ diterapkan di PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor. Pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor untuk berbagi
informasi sesama unit sangat cepat dilakukan, karena informasi ini didapat
dengan sistem online.
64
4. Mendiskusikan konflik antar unit
Nilai pada aktivitas memberi penjelasan mengenai karyawan atau
manajer dapat untuk mendiskusikan konflik dalam atau antar unit yaitu
sebesar 4,00 yang artinya, bahwa hal tersebut berada di kategori “baik“
dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
5. Adanya interaksi tinggi dalam mengatasi masalah
Nilai pada aktivitas memberi penjelasan mengenai interaksi tinggi
dan seringnya karyawan dirangsang untuk bekerja mengatasi dan
membantu masalah koordinasi antar karyawan atau manajer yaitu sebesar
4,16 artinya aktivitas tersebut “baik“ di terapkan di PT X Tbk Unit Bisnis
Bogor.
4.4.5. Persepsi Karyawan terhadap Pola Komunikasi Informal
Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi informal pada PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor diketahui melalui lima pernyataan
tentang pola komunikasi organisasi yang ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Pola Komunikasi Organisasi Informal menurut Persepsi
Karyawan
No Pernyataan Rataan
Skor
Komunikasi Informal
1. Selentingan sering digunakan sebagai sumber informasi 3,15
2. Penyebaran desas-desus dipengaruhi pentingnya situasi 3,24
3. Selentingan metode komunikasi tercepat 3,02
4. Selentingan memuat banyak informasi 3,10
5. Selentingan saluran komunikasi yang di sukai di
organisasi
2,71
Total Komunikasi Informal 3,04
Berdasarkan Tabel 7 butir pernyataan mengenai pola komunikasi
informal menunjukkan nilai rataan skor dengan tingkat kesetujuan yaitu
“ragu-ragu“ dengan range antara 2,71 – 3,15. Berdasarkan penilaian
responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pola
komunikasi informal berdasarkan komponen yang ada pada Tabel 7 yaitu:
1. Selentingan sebagai informasi
Nilai pada aktivitas selentingan sering digunakan sebagai sumber
informasi sebesar 3,15 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa
65
komunikasi informal ini di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor suka digunakan,
tetapi perusahaan meragukan jika selentingan merupakan sumber
informasi, karena selentingan merupakan bentuk informasi yang kurang
akurat untuk dijadikan komunikasi sehari-hari (Mulyana, 2000). Kategori
untuk selentingan sebagai informasi ialah “ragu-ragu“. Karyawan PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor pada umumnya kurang mempercayai selentingan
yang beredar sebelum surat pernyataan yang dikeluarkan dari pihak
manajemen dikeluarkan.
2. Penyebaran desas-desus
Nilai pada aktivitas penyebaran desas-desus yang dipengaruhi
pentingnya situasi sebesar 3,24 artinya penyebaran desa-desus pun ragu-
ragu untuk diterapkan atau digunakan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran desas-desus tidaklah efektif
untuk dijadikan sarana komunikasi dan informasi sehari-hari bagi PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor. Karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor pada
umumnya kurang mempercayai desas-desus yang beredar sebelum surat
pernyataan yang dikeluarkan dari pihak manajemen dikeluarkan.
3. Selentingan metode komunikasi tercepat
Nilai pada aktivitas bahwa selentingan merupakan metode
komunikasi tercepat sebesar 3,02 artinya pola komunikasi informal ini atau
selentingan, tidak merupakan metode yang tercepat dalam berkomunikasi.
Sehingga kategori untuk selentingan “ragu-ragu“ bagi PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor. Namun menurut Mulyana (2000), selentingan merupakan
metode komunikasi tercepat. Hal ini tidak untuk diterapkan PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor, karena dari hasil penelitian selentingan sangat ragu-ragu dan
juga selentingan tidak terlalu disukai sebagai sumber informasi di PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor.
4. Selentingan memuat banyak informasi
Nilai pada aktivitas mengenai selentingan memuat banyak
informasi sebesar 3,10 yang artinya, bahwa selentingan juga tidak memuat
banyak informasi yang bermanfaat untuk PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Kategori untuk aktivitas ini ialah “ragu-ragu“.
66
5. Selentingan disukai di organisasi
Nilai pada aktivitas mengenai selentingan merupakan saluran
komunikasi yang disukai di organisasi sebesar 2,71 artinya aktivitas
tersebut “ragu-ragu“ diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada umumnya mungkin sebagian karyawan yang
menganggap dengan adanya komunikasi informal ini tidak begitu penting
untuk dijadikan sebagai saluran komunikasi yang baik. Karena selentingan
hanyalah informasi yang meragukan, belum pasti kebenarannya. Pihak
perusahaan pun menjadi sangat ragu-ragu jika pola komunikasi ini
digunakan di perusahaan, karena akan mengganggu aktivitas komunikasi
yang telah berjalan dengan baik.
Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa
pola komunikasi organisasi baik formal maupun informal diterapkan oleh
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Namun pola komunikasi organisasi yang
cenderung digunakan oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ialah pola
komunikasi dari bawah ke atas atau upward communications.
Hal ini terlihat nilai rataan dari komunikasi formal maupun informal
yang memiliki nilai rataan terbesar, yaitu pola komunikasi bawah ke atas atau
upward communication sebesar 4,37. Dimana, nilai 4,37 berada pada kategori
“sangat setuju“, artinya bahwa pola komunikasi bawah ke atas ini sangat
sering digunakan. Alasan kenapa pola komunikasi tersebut dominan
digunakan di perusahaan ialah, karena mungkin bawahan lebih aktif untuk
berintraksi dengan atasannya. Hal ini dikarenakan karyawan PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor lebih bertanggung jawab atas pekerjaannya. Oleh karena itu,
karyawan sudah seharusnya lebih aktif dibandingkan dengan atasannya.
Tetapi walaupun atasan tidak cenderung untuk sering berkomunikasi, atasan
tetap menjaga komunikasi dengan bawahannya, agar tercipta hubungan yang
baik antar sesama pegawai PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Nilai skor rataan dari pola komunikasi informal ialah sebesar 3,04.
Hal ini terlihat jelas, bahwa untuk nilai rataan 3,04 berada pada kategori ragu-
ragu. Pola komunikasi informal memang terkadang digunakan di perusahaan,
namun tidak selamanya pola tersebut dijadikan saluran komunikasi yang
67
disukai oleh PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini. Hal ini terjadi karena,
selentingan merupakan saluran komunikasi yang kurang efektif untuk
digunakan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Berdasarkan hasil jawaban persepsi responden PT X Tbk Unit Bisnis
Bogor, disimpulkan bahwa pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, bentuk pola
komunikasi organisasi yang sering digunakan ialah pola komunikasi dari
bawah ke atas atau biasa disebut upward communication. Untuk bentuk pola
komunikasi yang tidak digunakan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini ialah
bentuk pola komunikasi informal, karena bentuk pola komunikasi ini tidak
efektif bagi perusahaan.
4.5. Analisis Persepsi Karyawan tentang Lingkungan Kerja Produktif
Persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi yang ada
pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor dengan rataan skor berdasarkan 25
pernyataan dalam kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu pola komunikasi
formal dan informal. Namun, untuk analisis ini tidak membahas mengenai
pola-pola komunikasi, tetapi mengetahui lingkungan kerja yang bagaimana
yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor. Untuk lebih lanjut dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Lingkungan Kerja Produktif Menurut Persepsi Karyawan
No Pernyataan Rataan
Skor
Lingkungan Kerja Yang Produktif
1. Perusahaan memberikan lingkungan kerja yang tenang
dan nyaman
4,28
2. Perusahaan memberikan penghasilan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup
4,24
3. Perusahaan memberikan jaminan sosial 4,18
4. Hubungan kerja menjadi faktor untuk dapat bekerja
produktif
4,50
5. Lingkungan keja dan suasana kerja tergantung pola yang
diciptakan pimpinan.
3,81
6. Sarana kerja mempengaruhi produktifitas lingkungan
kerja karyawan
4,32
Total Lingkungan Kerja Produktif 4,22
68
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa total keseluruhan
lingkungan kerja produktif ialah sebesar 4,22 artinya lingkungan kerja yang
ada pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini “sangat baik” dilakukan oleh
perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen-komponen yang
berada di lingkungan kerja, dimulai dari perusahaan memberikan lingkungan
kerja yang tenang sampai sarana kerja mempengaruhi produktifitas
lingkungan kerja karyawan ialah sangat baik dilakukan oleh PT X Tbk Unit
Bisnis Bogor. Sehingga dengan adanya lingkungan kerja yang produktif,
karyawan PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini merasa apa yang karyawan
butuhkan sudah terpenuhi dengan baik. Pada akhirnya berkaitan dengan
lingkungan kerja perusahaan menjadi lingkungan kerja yang produktif.
4.6. Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan
Kerja yang Produktif
Metode koefisisen korelasi Rank Spearman digunakan untuk
mengetahui hubungan antara pola-pola komunikasi organisasi dengan
lingkungan kerja yang produktif. Pengolahan data dibantu dengan program
software SPSS versi 15.0 for windows. Metode ini digunakan karena
penelitian ini merupakan tipe pengukuran asosiasi dua peubah dengan
pengukuran skala ordinal. Dua peubah yang diukur dinyatakan memiliki
hubungan, jika nilai nyata hasil pengujian (P-value) lebih kecil bila
dibandingkan dengan taraf ketelitian (α) yang diuji.
Berdasarkan hasil uji persepsi dengan rataan skor, diketahui bahwa
terciptanya pola komunikasi organisasi yang baik pada PT X Tbk Unit Bisnis
Bogor dan perusahaan cenderung menggunakan upward communication. Hal
ini ditunjukkan pada Tabel 4, dengan nilai rataan skor dengan kategori
“sangat setuju” pola tersebut digunakan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Begitu juga dengan lingkungan kerja yang produktif, karyawan pada PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor merasakan lingkungan yang nyaman dan tenang yang
telah diciPTakan perusahaan. Mendasari hal tersebut, maka uji korelasi Rank
Spearman akan diujikan antara pola komunikasi organisasi dengan
lingkungan kerja yang produktif. Hubungan pola komunikasi organisasi
dengan lingkungan kerja yang produktif dapat dilihat pada Tabel 9. Adapun
69
hasil pengujian korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan pola
komunikasi organisasi dengan lingkungan kerja produktif dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Tabel 9. Hubungan Pola Komunikasi Organisasi Formal dengan
Lingkungan Kerja Produktif
No.
Indikator Pola
Komunikasi
Organisasi Formal
Nilai
Signifikansi
Nilai Rank
Spearman
Hubungan dengan
Lingkungan Kerja
Produktif
1. Downward
Communication 0,000 0,531 Positif, kuat dan nyata
2. Upward
Communication 0,000 0,609 Positif ,kuat dan nyata
3. Diagonal
Communication 0,000 0,442
Positif, agak lemah dan
nyata
4. Horizontal
Communication 0,000 0,415
Positif, agak lemah dan
nyata
Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa semua indikator yang
mempengaruhi lingkungan kerja yang produktif mempunyai nilai signifikansi
sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α) yang digunakan yaitu 0,05
sehingga keputusan Ho ditolak, artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat
hubungan nyata antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan
kerja yang produktif. Hal ini berarti pola komunikasi organisasi formal
memiliki hubungan lingkungan kerja produktif di PT X,Tbk Unit Bisnis
Bogor. Nilai P-value yang dihasilkan sebesar 0,000 artinya tingkat kesalahan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebesar 0 persen atau tingkat
kebenaran hasil penelitian ini adalah 100 persen.
Downward communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman
(Tabel 9) termasuk moderately high association yang artinya mempunyai
hubungan yang postif, kuat dan nyata dengan lingkungan kerja produktif,
sehingga semakin kuat hubungan pola komunikasi dari atas ke bawah, maka
lingkungan kerja yang tercipta semakin produktif (Umar, 2005). Hal ini
dikarenakan, jika atasan sering berkomunikasi dengan bawahan, maka dengan
sendirinya akan tercipta lingkungan yang nyaman, tenang dan juga dapat
meningkatkan kinerja dalam bekerja. Lingkungan kerja banyak tergantung
dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja yang tercipta
tergantung pada pola yang diciptakan perusahaan (Sinungan, 2003). Hal ini
70
dapat terlihat dengan menggunakan rumus t hitung (Rumus 7), dengan
memasukkan nilai n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai
korelasi Rank Spearman) dari downward communication sebesar 0,531
diperoleh nilai t hitung sebesar 5,463 yang artinya nilai tersebut lebih besar
dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis
H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara downward communication
dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang
dipilih.
Upward communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman
(Tabel 9) termasuk moderately high association yang artinya mempunyai
hubungan yang postif, kuat dan nyata dengan lingkungan kerja produktif,
sehingga semakin kuat hubungan pola komunikasi dari bawah ke atas maka
lingkungan kerja yang tercipta semakin produktif (Umar, 2005). Hal ini
dikarenakan, adanya interaksi karyawan dengan manajer sehingga
komunikasi berjalan dengan baik. Jika komunikasi dari bawah ke atas ini
sangat baik, maka dengan sendirinya lingkungan kerja pun menjadi produktif.
Hal ini dapat terlihat dengan menggunakan rumus t hitung (Rumus 7), dengan
memasukkan nilai n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r (nilai
korelasi Rank Spearman) dari upward communication sebesar 0,609
diperoleh nilai t hitung sebesar 6,694 yang artinya nilai tersebut lebih besar
dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis
H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara upward communication
dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang
dipilih.
Diagonal communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman
(Tabel 9) termasuk moderately low association yang artinya mempunyai
hubungan yang positif, agak lemah dan nyata dengan lingkungan kerja
produktif (Umar, 2005). Hal ini terlihat dari nilai korelasi Rank Spearman
dari diagonal communication sebesar 0,442. Akan tetapi, walaupun hubungan
tersebut agak lemah komunikasi diagonal ini juga tetap digunakan oleh PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor. Hal ini dikarenakan dari kesimpulan analisis persepsi
karyawan, bahwa PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menggunakan komunikasi
71
formal baik itu downward, upward, diagonal maupun horizontal. Namun,
nilai korelasi komunikasi diagonal dengan lingkungan agak lemah dan
memungkinkan jika pola ini sering digunakan lingkungan kerja tidak
seproduktif downward dan upward communication. Hasil perhitungan t
hitung (Rumus 7), dengan memasukkan n (jumlah responden) sebanyak 78
responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari diagonal communication
sebesar 0,442 diperoleh nilai t hitung sebesar 4,296 yang artinya nilai tersebut
lebih besar dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho,
artinya hipotesis H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara diagonal
communication dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat
signifikansi sebesar α yang dipilih.
Horizontal communication menurut hasil uji korelasi Rank Spearman
(Tabel 9) termasuk moderately low association yang artinya mempunyai
hubungan yang positif, agak lemah dan nyata dengan lingkungan kerja
produktif (Umar, 2005). Hal ini terlihat dari nilai korelasi Rank Spearman
dari horizontal communication sebesar 0,415. Hubungan yang agak lemah ini
akan membuat lingkungan kurang menjadi produktif walaupun hubungannya
positif dan nyata, tetapi tidak begitu kuat. Agar memiliki nilai yang kuat,
maka lebih ditingkatkan lagi untuk berinteraksi antar karyawan ataupun
manajer satu unit maupun unit lain. Hasil perhitungan t hitung (Rumus 7),
dengan memasukkan n (jumlah responden) sebanyak 78 responden dan r
(nilai korelasi Rank Spearman) dari horizontal communication sebesar 0,415
diperoleh nilai t hitung sebesar 3,976 yang artinya nilai tersebut lebih besar
dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak Ho, artinya hipotesis
H1 diterima yaitu terdapat hubungan nyata antara horizontal communication
dengan lingkungan kerja produktif dengan tingkat signifikansi sebesar α yang
dipilih.
Berdasarkan Tabel 10 dapat terlihat jelas, bahwa indikator pola
komunikasi organisasi informal ini termasuk no association, yaitu kondisi
yang menunjukkan tidak ada hubungan antara pola komunikasi informal
dengan lingkungan kerja produktif (Umar, 2005). Hal ini mengindikasikan
bahwa, selentingan dan penyebaran desas-desus tidak termasuk hubungan
72
yang kuat. Selentingan juga bukan saluran komunikasi yang baik untuk
diterapkan di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor.
Tabel 10. Hubungan Pola Komunikasi Organisasi Informal dengan
Lingkungan Kerja yang produktif
No.
Indikator Pola
Komunikasi
Organisasi
Informal
Nilai
Signifikansi
Nilai Rank
Spearman
Hubungan dengan
Lingkungan Kerja Produktif
1. Selentingan dan
Penyebaran desas-
desus
0,328 0,112 Tidak ada hubungan
Nilai korelasi Rank Spearman dapat dilihat untuk pola komunikasi
informal sebesar 0,112 yang artinya komunikasi informal tidak ada hubungan
yang kuat dengan lingkungan kerja produktif. Hasil perhitungan t hitung
(Rumus 7), dengan memasukkan n (jumlah responden) sebanyak 78
responden dan r (nilai korelasi Rank Spearman) dari diagonal communication
sebesar 0,112 diperoleh nilai t hitung sebesar 0,983 yang artinya nilai tersebut
lebih kecil dari t tabel (1,96). Sehingga didapatkan keputusan tolak H1,
artinya hipotesis H0 diterima yaitu tidak terdapat hubungan nyata antara
komunikasi organisasi informal dengan lingkungan kerja produktif dengan
tingkat signifikansi sebesar α yang dipilih.
4.7. Implikasi Manajerial
Komunikasi adalah alat dimana organisasi dapat menyesuaikan
personel dan proses terhadap situasi, serta masalah yang dihadapi. Pimpinan
sebagai orang yang bertanggung jawab dalam perusahaan yang dapat
memberikan kontribusi dalam menciptakan komunikasi yang efektif dalam
lingkungan kerja perusahaan, termasuk lingkungan kerja yang produktif,
nyaman dan tenang.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap hubungan pola komunikasi
organisasi formal maupun informal dengan lingkungan kerja yang produktif
pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
yang terjadi di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor berjalan secara efektif. Dimana,
PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menggunakan pola komunikasi organisasi
formal dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif. Pola komunikasi
73
organisasi formal berhubungan dengan lingkungan kerja, seperti rasa aman,
nyaman dan tenang. Agar pola komunikasi tersebut berjalan dengan efektif,
hendaknya pihak manajemen juga dapat melakukan upaya yang dapat
menciptakan rasa aman, nyaman dan tenang pada para karyawan. Beberapa
upaya yang perlu dilakukan agar pola komunikasi berjalan seimbang dan
efektif adalah sebagai berikut:
1. Melakukan komunikasi efektif dengan para karyawan untuk mendorong
partisipasi para karyawan dalam setiap proses pengambilan keputusan.
2. Memperluas akses dan pendayagunaan saluran komunikasi dan informasi
yang mudah digunakan dan mudah dipahami oleh para karyawan seperti
paperless online office internal.
3. Memperbanyak forum-forum interaksi dengan manajer dan karyawan,
baik antar internal unit maupun antar unit kerja.
4. Agar komunikasi dapat berjalan efektif, tidak menimbulkan salah tafsir
atau salah persepsi, disarankan para karyawan untuk secara berkala
melakukan training komunikasi yang efektif.
Perbaikan atau peningkatan hubungan antar personal dan atasan
dengan bawahan dapat dilakukan melalui kegiatan seperti regular meeting,
family gathering, atau millist antar unit kerja. Walaupun hal tersebut sudah
dilakukan, tetapi perlu lagi adanya reseptivitas yang tinggi. Lakukan
perubahan pada proses dan metode komunikasi diagonal, horizontal ataupun
downward communication. Dengan tujuan agar pola komunikasi organisasi
berjalan secara sempurna untuk mendapatkan hasil komunikasi yang baik
menjadi sangat baik. Selain itu, harus adanya keseimbangan antara metode
komunikasi dengan mutual benefit dan mutual trust.
74
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT X Tbk Unit Bisnis
Bogor, maka dapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut:
1. Komunikasi yang terjadi pada PT X Tbk Unit Bisnis Bogor menggunakan
pola komunikasi organisasi formal. Pola komunikasi yang paling sering
digunakan ialah pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward
communication.
2. Lingkungan kerja yang ada di PT X Tbk Unit Bisnis Bogor ini sudah
sangat baik. Lingkungan kerja sudah produktif, hal ini dapat dilihat dari
bagaimana perusahaan sudah memberikan kenyamanan dan ketenangan
yang dapat meningkatkan kinerja yang baik dalam bekerja.
3. Berdasarkan penilaian hasil uji korelasi Rank Spearman terdapat hubungan
antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja yang
produktif. Untuk pola komunikasi informal tidak ada hubungan sama
sekali dengan lingkungan kerja produktif. Hubungan yang paling kuat
yaitu antara pola komunikasi dari bawah ke atas atau upward
communcation dengan lingkungan kerja yang produktif.
2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh, maka masukan yang
dapat diberikan kepada pihak perusahaan dan bagi penelitian selanjutnya
adalah sebagai berikut:
1. Bagi pihak perusahaan
Melihat hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan
antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja
produktif, maka strategi yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan
mempertahankan dan meningkatkan efektivitas komunikasi pada PT X
Tbk Unit Bisnis Bogor. Hubungan komunikasi baik dengan atasan ataupun
bawahan harus lebih baik, agar tercipta hubungan yang harmonis satu
sama lain dan akhirnya akan menciptakan lingkungan kerja produktif.
75
Dengan terciptanya lingkungan kerja yang produktif, maka secara
langsung akan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya dan pada akhirnya perusahaan dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola komunikasi
organisasi, misalnya terhadap disiplin dan motivasi kerja karyawan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Adesya, S. 2007. Hubungan Iklim Komunikasi Organisasi dengan Kepuasan
Kerja Karyawan Bagian Spinning PT Unitex Tbk, Bogor. Skripsi pada
Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
Cushway, B. dan D. Lodge. 2002. Organisational Behavior and Design. PT. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Dessler, G. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia (Terjemahan, Jilid 2).
PT. Indeks, Jakarta.
Effendy, O.U. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja
Rosdikarya, Bandung.
Hasibuan, M.S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi).
PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Isprandono, W.A. 2004. Analisis Hubungan Faktor-faktor Komunikasi dengan
Peningkatan Produktivitas Kerja pada PT. Sariwangi. Skripsi pada
Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
Mangkunegara, A.A.A.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Muhhamad, A. 2004. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Mulyana, D. 2000. Nuansa-nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya
Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nawangsari, S. 1997. Komunikasi Bisnis. Universitas Gunadarma, Pondok Cina.
Nugroho, B.A. 2005. Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Penerbit
ANDI, Yogyakarta.
Pangewa M. 2004. Perilaku Keorganisasian. Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Purwanto, D. 2003. Komunikasi Bisnis. Erlangga, Jakarta.
Rivai, V. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktek. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organisasi (Terjemahan, Jilid 2). PT. Indeks,
Jakarta.
Sandjaja, S. 2007. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka, Jakarta.
77
Silviani, M. 2009. Efektivitas Atasan dan Bawahan pada Kantor Pos Bogor.
Skripsi pada Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
IPB. Bogor.
Simamora, B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedi Pustaka
Utama, Jakarta.
Sinungan, M. 2003. Produktivitas. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Stoner, J.A.F., R.E. Freeman dan D.R. Gilbert Jr. 1996. Manajemen (Terjemahan,
Jilid 2). PT. Prenhallindo, Jakarta.
Sugiyono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Sumarsono, H.M.S. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Penerbit Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Sunarto. 2003. Manajemen, Komunikasi Antar Pribadi Dan Gairah Kerja
Karyawan. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Departemen
Kehakiman Dan Ham, Jakarta.
Tambunan, S.T.B. 2005. Manajemen Selentingan dalam Sistem Komunikasi
Organisasi. Jurnal Forum Manajemen Prasetya Mulya, vol. 19 no. 87. hlm.
26-30.
Tubbs, S.I. dan S, Moss. 1996. Human Commmunication: Konteks-konteks
Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya bekerja sama dengan Mograw-Hill
Inc. Singapura. Bandung.
Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Umar, H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
http://www.ezinearticles.com/?Importance-Of-Communication-In-Organization
&id =563763 [ 6 Maret 2009]
78
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
No :
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI
DENGAN LINGKUNGAN KERJA PRODUKTIF
PT X TBK UNIT BISNIS BOGOR
Terima kasih atas partisipasi Anda menjadi salah satu responden untuk mengisi
kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang dilakukan oleh :
Peneliti : Nindya Mayangdarani
NRP : H24053960
Departemen : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Manajemen
Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
yang akan digunakan untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana. Saya
sangat menghargai kejujuran Anda dalam mengisi kuesioner ini dan akan menjamin
kerahasiaan Anda.
Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan dalam
pengelolaan sumber daya manusia khususnya dalam menciptakan lingkungan kerja yang
produktif melalui pola komunikasi organisasi. Atas kerjasama dan bantuan Anda, saya
ucapkan terima kasih.
A. IDENTITAS RESPONDEN
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Unit Kerja : Data & Vas Sales
Fixed Phone Sales
Customer Care
Access Network Maintenance
Access Network Operation
Bussines Performance
General Support
Posisi : Manajer Officer 2
Asisten Manajer Officer 3
Officer 1 Staff
Pendidikan Terakhir : SMU/Sederajat S2
Diploma S3
S1
Usia : 19 – 29 tahun 50 – 59 tahun
30 – 39 tahun 60 tahun
40 – 49 tahun
Masa Kerja di Perusahaan : 1 – 5 tahun 20 – 29 tahun
6 – 10 tahun 30 tahun
11 – 19 tahun
80
B. POLA KOMUNIKASI ORGANISASI
Keterangan Jawaban :
STS = Sangat Tidak Setuju S = Setuju
TS = Tidak Setuju SS = Sangat Setuju
R = Ragu-ragu
I. SALURAN KOMUNIKASI FORMAL
a. KOMUNIKASI DARI ATAS KE BAWAH ( DOWNWARD
COMMUNICATION)
No. Pernyataan STS TS R S SS
1. Memberi instruksi/perintah secara
lisan dan tulisan kepada bawahan.
2. Mengajukan ide dan gagasan kepada
bawahan secara lisandan tulisan.
3. Memberikan pujian secara lisan dan
tulisan kepada bawahan.
4. Memberikan penjelasan mengenai
pekerjaan secara lisan dan tulisan
kepada bawahan.
5. Memberikan pendapat kepada
bawahan secara lisan dan tulisan
b. KOMUNIKASI DARI BAWAH KE ATAS (UPWARD
COMMUNICATION)
No. Pernyataan STS TS R S SS
1. Memberikan laporan kepada atasan
secara lisan dan tulisan.
2. Mengajukan ide dan gagasan kepada
atasan secara lisan dan tulisan.
3. Mengemukakan masalah dan
keluhan kepada atasan secara lisan
dan tulisan.
4. Memberikan pendapat kepada atasan
secara lisan dan tulisan
5. Memberikan pujian secara lisan dan
tulisan kepada atasan.
Petunjuk Pengisian :
Mohon diisi dengan memberi tanda checklist () untuk setiap pertanyaan yang
sesuai dengan persepsi Anda pada kolom jawaban yang tersedia.
81
c. KOMUNIKASI DIAGONAL (DIAGONAL COMMUNICATION)
No. Pernyataan STS TS R S SS
1. Manajer satu unit dan karyawan unit
lain sering memberikan kritikan dan
masukan yang bermanfaat dalam
meningkatkan kinerja perusahaan
begitu juga sebaliknya.
2. Terdapat saling ketergantungan
diantara bagian yang ada dalam
perusahaan.
3. Komunikasi diagonal memberikan
informasi menjadi lebih cepat.
4. Komunikasi diagonal memungkinkan
individu dari berbagai bagian ikut
membantu menyelesaikan masalah
dalam organisasi.
5. Komunikasi diagonal dapat
mengganggu jalur komunikasi yang
rutin dan telah berjalan normal.
d. KOMUNIKASI HORIZONTAL (SIDEWAYS COMMUNICATION)
No. Pernyataan STS TS R S SS
1. Para karyawan atau manajer bertemu
untuk mendiskusikan kontribusi dan
koordinasi tugas terhadap tujuan
perusahaan.
2. Para karyawan atau manajer
berkumpul mendiskusikan bagaimana
menangani penyelesaian masalah yang
ada di perusahaan
3. Para karyawan atau manajer satu unit
bertemu dengan karyawan unit lain
untuk berbagi informasi.
4. Para karyawan atau manajer rapat
untuk mendiskusikan konflik dalam
atau antar unit kerja.
5. Interaksi tinggi dan seringnya
komunikasi antar karyawan
dirangsang untuk bekerja mengatasi
dan membantu masalah koordinasi
antar karyawan atau manajer.
82
II. KOMUNIKASI INFORMAL
No. Pernyataan STS TS R S SS
1. Selentingan (grapevine) sering
digunakan sebagai sumber informasi
dalam organisasi.
2. Penyebaran desas-desus dalam
organisasi dipengaruhi oleh
pentingnya situasi.
3. Selentingan merupakan metode
berkomunikasi tercepat dalam suatu
organisasi.
4. Selentingan dapat memuat banyak
informasi.
5. Selentingan merupakan saluran
komunikasi yang lebih disukai dalam
organisasi.
C. LINGKUNGAN KERJA YANG PRODUKTIF
No. Pernyataan STS TS R S SS
1. Perusahaan selama ini telah mampu
memberikan lingkungan kerja yang
tenang dan nyaman sehingga dapat
meningkatkan kinerja dalam bekerja.
2. Perusahaan telah mampu memberikan
penghasilan yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup minimum.
3. Perusahaan selama ini senantiasa
memberikan jaminan sosial yang
memadai.
4. Hubungan kerja yang harmonis
merupakan salah satu faktor untuk
membuat orang bisa bekerja produktif.
5. Kondisi lingkungan kerjabanyak
tergantung dan diciptakan oleh
pimpinan, sehingga suasana kerja yang
tercipta tergantung pada pola yang
diciptakan pimpinan.
6. Kesediaan sarana kerja juga
mempengaruhi produktifitas
lingkungan kerja karyawan.
TERIMA KASIH ATAS BANTUAN DAN KERJASAMA ANDA
83
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Pernyataan Kuesioner dengan Bantuan
Software Microsoft Excel 2007
Hasil Uji Validitas Kuesioner
1. Pola Komunikasi Organisasi
No. Pertanyaan Pearson Keterangan
1 0,583 vaild
2 0,549 vaild
3 0,702 vaild
4 0,710 vaild
5 0,683 vaild
6 0,567 vaild
7 0,551 vaild
8 0,657 vaild
9 0,576 vaild
10 0,587 vaild
11 0,700 vaild
12 0,489 vaild
13 0,733 vaild
14 0,763 vaild
15 0,400 vaild
16 0,725 vaild
17 0,683 vaild
18 0,491 vaild
19 0,628 vaild
20 0,572 vaild
21 0,390 vaild
22 0,627 vaild
23 0,493 vaild
24 0,532 vaild
25 0,520 vaild Ket: Pearson > 0,361 (valid)
Pearson ≤ 0,361 (tidak valid)
2. Lingkungan Kerja Produktif
No. Pertanyaan Pearson Keterangan
26 0,574 valid
27 0,544 valid
28 0,484 valid
29 0,474 valid
30 0,413 valid
31 0,614 valid Ket: Pearson > 0,361 (valid)
Pearson ≤ 0,361 (tidak valid)
78
84
Lampiran 3. Uji Reliabilitas Pernyataan Kuesioner dengan Bantuan Software
SPSS 15.0 for windows
Reliability [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES 1. Pola Komunikasi Organisasi
Case Processing Summary
30 100.0
0 .0
30 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Reliability Statistics
.907 25
Cronbach's
Alpha N of Items
2. Lingkungan Kerja Produktif
Case Processing Summary
30 100.0
0 .0
30 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Reliability Statistics
.728 6
Cronbach's
Alpha N of Items
85
Lampiran 4. Nilai Uji Korelasi Rank Spearman dengan Bantuan Software
SPSS 15.0 for windows.
Nonparametric Correlations [DataSet0]
Correlations
1.000 .531**
. .000
78 78
.531** 1.000
.000 .
78 78
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Downward
Communications
Lingkungan Kerja
Produktif
Spearman's rho
Downward
Communi
cations
Lingkungan
Kerja
Produktif
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations
1.000 .609**
. .000
78 78
.609** 1.000
.000 .
78 78
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Upward Communictions
Lingkungan Kerja
Produktif
Spearman's rho
Upward
Communi
ctions
Lingkungan
Kerja
Produktif
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations
1.000 .415**
. .000
78 78
.415** 1.000
.000 .
78 78
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Sideways
Communications
Lingkungan Kerja
Produktif
Spearman's rho
Sideways
Communi
cations
Lingkungan
Kerja
Produktif
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
86
Lanjutan Lampiran 4.
Correlations
1.000 .442**
. .000
78 78
.442** 1.000
.000 .
78 78
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Diagonal
Communications
Lingkungan Kerja
Produktif
Spearman's rho
Diagonal
Communi
cations
Lingkungan
Kerja
Produktif
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations
1.000 .112
. .328
78 78
.112 1.000
.328 .
78 78
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Informal
Communications
Lingkungan Kerja
Produktif
Spearman's rho
Informal
Communi
cations
Lingkungan
Kerja
Produktif
Lampiran 5. Struktur Organisasi PT X Tbk Unit Bisnis Bogor
STRUKTUR ORGANISASI PT X Tbk UNIT BISNIS BOGOR
ASMAN
LOGISTIK
ASMAN
ASSET
ASMAN
SEKRET
MANAGER
GS
ASMAN
WIRELINE
SP
MANAGER
ASMAN CUST
DATA MAN
ASMAN
WIRELESS
SP
MANAGER
D&VS
ASMAN DATA
& INTERNE
SP
ASMAN CONT
& VAS SP
MANAGER
CC
ASMAN
PRIME
CUST CARE
ASMAN INDIR
CHANEL MGN
ASMAN
PERSONAL
CC
ASMAN DIR
CHANEL MGN
MANAGER
ANO
ASMAN
PCAN
ASMAN
CCAN
ASMAN CPE
& TELUM
ASMAN TECH
ACCESS SUP
JM
KANCATEL
CIBINONG
AJM
SERVICE
CIBINONG
AJM OMAN
CIBINONG
AJM ADM
SUPPORTCBI
JM
KANCATEL
DEPOK
AJM
SERVICE
DEPOK
AJM
OMAN
DEPOK
AJM ADM
SUPPORT
ASMAN
PERFORMANCE
MANAGER
BP
ASMAN
QUALITY
MGT
ASMAN
FRAUD
MGT
MANAGER
ANM
ASMAN OM
ACC SUP
ASMAN
COPP.A.M
ASMAN
F & R
ACC.MANT
ASMAN
ACCESS
DATA
MGN
ASMAN ACC
PROG PERFOR
GM PT. X BOGOR
DGM PT. X BOGOR
87
top related