analisis pengaruh pendayagunaan zakat, infaq, … · kemiskinan merupakan masalah fundamental yang...
Post on 07-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ,
DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP
INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ
(Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
OLEH
WINA MEYLANI
H14050860
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
WINA MEYLANI. Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI. �
Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) terbuka lebar. Program Ikhtiar merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan dana ZIS yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baytul Maal (BM) Bogor, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu), dan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK).
Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas dengan mekanisme kelompok dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota. Meski terus mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi penyaluran dana maupun jumlah anggota, namun upaya pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan per kapita mustahiq (penerima zakat). Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus pada salah satu wilayah tempat dilaksanakannya program Ikhtiar, yaitu di desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang responden sebagai sampel penelitian. Responden adalah para mustahiq
anggota Program Ikhtiar yang menggunakan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja.
Indikator kemiskinan mustahiq dianalisis dengan menggunakan FGT Index
yang terdiri dari headcount ratio (H) yang menggambarkan persentase orang miskin dalam suatu populasi yang diobservasi, indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1) yang menggambarkan kesenjangan antara pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index (P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai H, P1, dan P2 mengalami penurunan setelah mustahiq mengikuti Program Ikhtiar.
Pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq
dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1 persen, variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Oleh karena itu, Yayasan Peramu sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota perlu melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan ini diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq, apalagi jika mengingat tingkat pendidikan mustahiq tergolong rendah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq.
Besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq
melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini karena modal yang didapatkan mustahiq tergolong relatif kecil dan pada sebagian mustahiq dana untuk modal tersebut justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Oleh karena itu, pihak manajemen Koperasi BAIK, Yayasan Peramu, dan BM Bogor perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang diberikan dalam pembiayaan produktif agar besarnya plafon tersebut efektif untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Proses monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari mustahiq juga perlu diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap sesuai dengan akad yang telah dibuat.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan berpengaruh signifikan, namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini mengindikasikan pentingnya perencanaan dalam sebuah keluarga, khususnya perencanaan mengenai jumlah anak. Oleh karena itu, anggota perlu mendapatkan pendidikan mengenai perencanaan keluarga. Dalam hal ini Yayasan Peramu dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang concern terhadap masalah keluarga dan kependudukan, misalnya dengan BKKBN untuk memberikan pendidikan mengenai perencanaan keluarga kepada para mustahiq.
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ,
DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP
INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ
(Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
OLEH
WINA MEYLANI
H14050860
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Wina Meylani
Nomor Registrasi Pokok : H14050860
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq,
dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap
Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq
(Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun
Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Jaenal Effendi, M.A. NIP. 19740729 200604 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Wina Meylani H14050860
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Wina Meylani, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 3 Mei
1986. Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Endang Hidayat dan
Ibu Jua. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SD hingga SMA di
Tasikmalaya, yaitu di SDN IPK Salawu III, SMPN 1 Salawu, dan SMAN 1
Tasikmalaya. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Setahun kemudian, penulis memilih Program Studi Ilmu Ekonomi sebagai mayor
(program studi utama) dan Ilmu Konsumen sebagai minor (program studi
pendukung).
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi
kemahasiswaan, yaitu Shariah Economics Student Club (SES-C), Forum
Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (Formasi), dan Himpunan Mahasiswa
Tasikmalaya (Himalaya). Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai Asisten
Dosen Matakuliah Pendidikan Agama Islam IPB dan menjadi tenaga magang di
The Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Dompet Dhuafa Republika.
Kecintaan penulis pada ekonomi syariah, khususnya pada sektor keuangan mikro
syariah dan filantropi Islam membuat penulis mantap mengambil zakat sebagai
tema penelitian untuk skripsi ini.
� �
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah
mengaruniakan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya, diantaranya adalah:
1. Kedua orang tua penulis, Ibu Jua dan Bapak Endang Hidayat, atas segenap
cinta, doa, dan kesabaran yang diberikan. Semoga Allah membalasnya
dengan balasan yang sempurna.
2. Bapak Jaenal Effendi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan
penuh kesabaran telah mengarahkan dan membimbing penulis selama
proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Nunung Nuryartono dan Bapak Muhammad Findi sebagai dosen
penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran yang begitu berharga
kepada penulis agar skripsi ini menjadi karya yang lebih baik.
4. Bapak Irfan Syauqi Beik, Bapak Suryana, dan Kak Hendro Wibowo atas
saran dan bimbingan yang diberikan.
5. Kedua orang kakak penulis (Teh Ucu dan A Rahmat) atas motivasi dan
nasihat yang diberikan, juga keponakan-keponakan tercinta (Fikri, Kiran,
dan Tsabita) atas mimpi-mimpi dan keceriaan yang dibagi.
6. Pak Asad, Mba Titin, Pak Latif, Pak Azis, Pak Ahmad Laela, Pak Sholeh,
Pak Agus, serta seluruh pengurus Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, dan
BM Bogor atas segala arahan, bantuan, dan informasi yang diberikan
kepada penulis.
7. Teh Sundari, Rima, Pak Dini, Pak Komar, Heri, serta seluruh TPL dan
anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir yang telah membantu
penulis dalam proses pencarian data.
8. Ukhti Denok, Fitri, Ratna, Ratih, dan Nunung yang telah membantu
penulis dalam proses pencarian dan pengolahan data.
9. Vivi, Lala, Nazrul, Iqbal, Rian, Uti, Diana, Putri, Nenech, Echa, Muth,
serta sahabat-sahabat terbaik di IE 42, SES-C, dan Formasi atas
kebersamaan dan bantuan yang diberikan.
Semoga seluruh bantuan yang diberikan akan dibalas Allah dengan
balasan yang jauh lebih baik. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat, baik bagi para civitas akademika, maupun bagi pihak lainnya,
khususnya pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sektor filantropi Islam.
Bogor, Agustus 2009
Wina Meylani
H14050860
i �
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10
2.1. Tinjauan Teoritis ............................................................................... 10
2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ...... 10
2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat ..................................................... 12
2.1.3. Pendayagunaan ZIS ................................................................. 13
2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS .................................. 13
2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar ............. 15
2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan ............................................ 30
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................... 33
2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 36
2.3.1. Indikator Kemiskinan ............................................................... 36
2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq ............................................. 38
2.4. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 41
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 43
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 43
3.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 43
3.3. Sampel Penelitian ............................................................................... 43
3.4. Metode Analisis Data ......................................................................... 44
ii �
3.4.1. FGT Index ................................................................................. 44
3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda ............................................. 48
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ................................. 53
4.1. Kondisi Geografi ................................................................................ 53
4.2. Kondisi Demografi ............................................................................. 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 57
5.1. Perubahan Indikator Kemiskinan Mustahiq Setelah Mengikuti Program Ikhtiar.................................................................................... 57
5.1.1. Karaktersistik Demografi Responden ....................................... 57
5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq ............................................... 59
5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq ............................................................................................. 64
5.2.1. Evaluasi Model ......................................................................... 64
5.2.2. Interpretasi Model ..................................................................... 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 73
6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 73
6.2. Saran ................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76
LAMPIRAN ...................................................................................................... . 79
iii �
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Periode Maret 2007-Maret 2008 ............................................................................. 1
1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009 .......................................... 2
1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006 ....................................................................................... 4
1.4. Pertumbuhan Jumlah Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar Tahun 2003-2008 .................................................................................................. 7
2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009 ................. 18
2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon Pinjaman .................................................................................................... 28
2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi ZIS......... 34
4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ............................................................................................ 54
5.1. Karakteristik Demografi Responden ......................................................... 57
5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ........................................................................................................ 59
5.3. Hasil Estimasi Model Pendapatan Per Kapita Mustahiq .......................... 64
5.4. Hasil Uji Multikolinearitas ....................................................................... 66
5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................... 67
5.6. Komposisi Mustahiq Berdasarkan Plafon Pembiayaan Produktif ............ 68
iv �
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan .................................................................... 6
2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS ....................................................................... 14
2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK ................................................ 22
2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar ...................................................... 23
2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................... 41
3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian ......................................................... 44
4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata Pencaharian ....... 55
4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 56
v �
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ............................................................................................ 80
2. Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ............................................................................................ 81
3. Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar .......................................................................................................... 82
4. Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar .......................................................................................................... 83
5. Data Persamaan Pendapatan Per Kapita Mustahiq ...................................... 84
6. Hasil Pengolahan Data ................................................................................. 86
�
1 �
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh
seluruh bangsa di dunia, terutama oleh negara sedang berkembang seperti
Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2008 menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 34,96 juta jiwa atau
sebesar 15,42 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 226,72 juta
jiwa. Sedangkan pada periode Maret 2009, jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 2,43 juta jiwa. Meskipun
telah mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih
tergolong tinggi, yaitu 32,53 juta jiwa atau sebesar 14,15 persen. Kemiskinan
tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan. Pada periode Maret 2009, jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan adalah 20,62 juta jiwa, sedangkan jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan adalah 11,91 juta jiwa. Artinya, 63,39
persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan (BPS, 2009).
Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah
Periode Maret 2007-Maret 2008
Daerah Tahun Jumlah Penduduk
Miskin (Juta)
Persentase Penduduk
Miskin (%)
Perkotaan 2008 12,77 11,65
2009 11,91 10,72
Pedesaan 2008 22,19 18,93
2009 20,62 17,35
Total 2008 34,96 15,42
2009 32,53 14,15 Sumber: BPS, 2009.
2 �
Upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin merupakan hal
penting yang dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Islam
sebagai agama yang syaamil (menyeluruh), memiliki instrumen khusus yang
bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga dapat
berfungsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut
adalah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Indonesia yang merupakan negara
dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentunya memiliki potensi ZIS
yang besar pula. Nasution et al. (2008), memprediksi potensi zakat Indonesia pada
tahun 2009 ini dapat mencapai hingga Rp 12,66 triliun. Angka tersebut tentunya
akan bertambah besar apabila disertai dengan estimasi dana shadaqah dan infaq
yang dapat dikumpulkan. Melihat besarnya potensi ZIS yang dimiliki, maka
peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan
dana ZIS terbuka lebar.
Tabel 1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009
Determinan Potensi Zakat Skenario (a) Skenario (b)
Keluarga muslim sejahtera1 35,2 juta jiwa 35,2 juta jiwa
Jumlah muzakki2 55,00% 55,00%
Muzakki yang membayar zakat3 95,50% 95,50 %
Proyeksi zakat per muzakki4 Rp 684.550,00 Rp 664.014,00
Proyeksi zakat nasional Rp 12.655,86 milyar Rp 12.276,18 milyar
Potensi penghimpunan oleh BAZ
dan LAZ Rp 911,22 milyar Rp 883,88 milyar
Sumber: Nasution et al., 2008.
������������������������������������������������������������1 Berdasarkan data bahwa populasi muslim di Indonesia adalah 86 persen (BPS, 2008) dan jumlah keluarga sejahtera di Indonesia adalah 41,409 juta jiwa (BKKBN, 2008).�2 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007.�3 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007.�4 (a) Rp 684.550,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007) dan (b) Rp 664.014,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007 yang disesuaikan dengan asumsi penurunan ekonomi nasional sebagaimana yang digunakan dalam RAPBN 2009).�
3 �
Besarnya potensi ZIS yang dimiliki menuntut adanya upaya pengelolaan
ZIS yang lebih profesional. Pemerintah Indonesia merespon tuntutan tersebut
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat di Indonesia
dilakukan oleh organisasi pengelola zakat yang terdiri dari Badan Amil Zakat
(BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk
atas prakarsa masyarakat/swasta. Terbentuknya BAZ dan LAZ menandai era baru
pengelolaan ZIS di Indonesia agar mampu berjalan secara profesional, transparan,
dan akuntabel. Hal ini didasari oleh semangat untuk mengelola ZIS secara optimal
sehingga dapat berjalan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan
ekonomi, terutama kemiskinan.
Semangat ini pula yang kemudian melatarbelakangi Yayasan Pemberdayaan
Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) membentuk LAZ Baytul Maal (BM) Bogor
pada tahun 1999. Yayasan Peramu merupakan sebuah lembaga yang concern
terhadap pemberdayaan masyarakat miskin dan keuangan mikro syariah. Melalui
pembentukan BM Bogor, Yayasan Peramu berupaya melakukan pemberdayaan
ekonomi bagi masyarakat miskin dengan memanfaatkan dana ZIS. Program
pemberdayaan ekonomi tersebut dinamakan Program Ikhtiar yang muncul akibat
keprihatinan melihat realitas kemiskinan di Bogor. Tingkat kemiskinan
Kabupaten Bogor tergolong tinggi jika dibanding dengan kabupaten/kota lain di
Provinsi Jawa Barat. Sebagai perbandingan, data mengenai angka kemiskinan
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada dapat dilihat melalui Tabel 1.3.
4 �
Tabel 1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006
Kabupaten/Kota
Tahun 2005 Tahun 2006
Jumlah Penduduk
Miskin (ribu jiwa)
Persentase Penduduk
Miskin (%)
Jumlah Penduduk
Miskin (ribu jiwa)
Persentase Penduduk
Miskin (%)
Kab. Bogor 476,7 12,50 536,4 13,83
Kab. Sukabumi 364,9 16,57 384,6 17,66
Kab. Cianjur 369,4 17,57 415,7 19,81
Kab. Bandung 550,1 13,33 619,0 15,15
Kab. Garut 386,1 17,43 434,5 19,61
Kab. Tasikmalaya 296,2 18,23 331,3 20,27
Kab. Ciamis 228,6 15,07 244,1 16,13
Kab. Kuningan 196,7 18,65 196,7 18,69
Kab. Cirebon 386,1 18,59 434,5 21,13
Kab. Majalengka 227,4 19,39 255,9 21,82
Kab. Sumedang 137,5 13,34 154,7 15,12
Kab. Indramayu 312,1 18,43 351,2 20,66
Kab. Subang 232,7 16,67 261,9 18,90
Kab. Purwakarta 111,1 14,37 125,0 16,34
Kab. Karawang 285,6 14,93 321,4 16,51
Kab. Bekasi 137,5 7,01 154,7 7,58
Kota Bogor 79,3 8,31 89,2 9,64
Kota Sukabumi 21,9 7,09 24,6 8,20
Kota Bandung 84,6 3,71 95,2 4,09
Kota Cirebon 21,2 6,91 27,4 8,70
Kota Bekasi 71,5 3,42 104,4 5,07
Kota Depok 39,6 2,88 35,3 2,48
Kota Cimahi 50,8 8,44 42,2 7,41
Kota Tasikmalaya 52,9 9,12 59,5 10,23
Kota Banjar 17,1 10,07 13,0 7,96
Jawa Barat 5.137,6 13,06 5.712,5 14,49 Sumber: BPS, 2007.
Berdasarkan Tabel 1.3, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor pada
tahun 2005 mencapai 476,7 ribu jiwa atau sebanyak 12,5 persen. Jumlah
penduduk miskin tersebut kemudian meningkat menjadi 536,4 ribu jiwa atau
sebanyak 13,83 persen pada tahun 2006. Tingginya angka kemiskinan di
Kabupaten Bogor pada tahun 2005 dan 2006 ini telah menempatkan Kabupaten
5 �
Bogor pada urutan kedua sebagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin
terbanyak di Provinsi Jawa Barat (BPS, 2007).
Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin yang dilakukan melalui
Program Ikhtiar diharapkan mampu menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat
Bogor. Program Ikhtiar merupakan program pendayagunaan ZIS berbasis
pemberdayaan komunitas yang dilakukan melalui pelayanan keuangan mikro.
Sasaran program ini adalah kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah
yang masih memiliki potensi ekonomi produktif. Program Ikhtiar terus mengalami
peningkatan yang pesat, baik dari sisi jumlah anggota, maupun jumlah dana ZIS
yang digulirkan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang
digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan
kepada 5.115 orang anggota program. Hal ini menunjukkan peran strategis
Program Ikhtiar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin di wilayah
Bogor. Mengingat peran strategis tersebut, maka kajian untuk menganalisis
pelaksanaan Program Ikhtiar dirasa penting untuk dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Angka kemiskinan yang cenderung tinggi dari tahun ke tahun
mengindikasikan sulitnya masyarakat miskin untuk keluar dari lingkaran setan
kemiskinan (vicious circle of poverty). Teori lingkaran setan kemiskinan Nurkse
menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan
permintaan rendah (pada sisi permintaan) dan tabungan yang rendah (pada sisi
penawaran), sehingga tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang rendah
6 �
menyebabkan kurangnya modal dan kembali menyebabkan produktivitas yang
rendah (Jhingan, 2004).
Sumber: Jhingan, 2004.
Gambar 1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan
Salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan kemiskinan adalah dengan
memberikan modal berupa modal kerja kepada masyarakat miskin agar mereka
dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatannya.
Namun, akses masyarakat miskin terhadap sumber modal sangat terbatas.
Kemiskinannya menyebabkan mereka dinilai tidak bankable sehingga tidak dapat
mengakses dana untuk modal dari lembaga keuangan formal seperti bank. Oleh
karena itu, Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu dan
Koperasi BAIK berusaha membuka akses masyarakat miskin terhadap sumber
dana untuk modal dengan cara menyederhanakan proses dan persyaratan dalam
peminjaman dana.
Program Ikhtiar mulai dijalankan pertama kali pada tahun 1999 di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di Desa
pendapatan rendah
permintaan rendah (sisi permintaan)tabungan rendah (sisi penawaran)
investasi rendah
kurang modal
produktivitas rendah
7 �
Sukaluyu dibentuk tiga majelis (kelompok) yang terdiri dari 35 orang peserta
sebagai pilot project. Setelah tiga tahun masa inisiasi program (1999-2002),
jumlah anggota mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada tahun 2002
hanya terdapat 279 anggota, maka pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi
1.377 orang, dan hingga tahun 2008 jumlahnya telah mencapai 5.115 orang.
Jumlah dana ZIS yang digulirkan juga terus mengalami peningkatan, dengan total
penyaluran dana mencapai Rp 7,353 milyar hingga tahun 2008. Data pertumbuhan
anggota dan penyaluran dana bergulir dalam Program Ikhtiar setelah tiga tahun
masa inisiasi program dapat dilihat melalui Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar
Tahun 2003-2008
Tahun Jumlah Anggota
(orang) Penyaluran Dana Tahun
Berjalan (Rp) Total Penyaluran Dana
(Rp)
2003 1.377 Na 725.986.000
2004 1.851 581.250.000 1.307.236.000
2005 2.244 874.750.000 2.181.986.000
2006 3.003 1.188.550.000 3.370.536.000
2007 3.572 1.616.820.000 4.703.546.000
2008 5.115 2.664.500.000 7.353.046.000
Sumber: Koperasi BAIK, 2009.
Berdasarkan Tabel 1.4, pertumbuhan anggota Program Ikhtiar berkisar
antara 19-43 persen per tahun dengan persentase pertumbuhan dana ZIS bergulir
berkisar antara 40-80 persen per tahun. Meski terus mengalami pertumbuhan tiap
tahunnya, namun pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar
belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator
kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain
8 �
dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar.
Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti
program Program Ikhtiar?
2. Bagaimana pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita
mustahiq dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan per
kapita mustahiq tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti
program Program Ikhtiar.
2. Menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita
mustahiq dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi BM Bogor, Yayasan
Peramu, dan Koperasi BAIK untuk mengetahui bagaimana pengaruh Program
Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan tingkat pendapatan per kapita
anggotanya. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
evaluasi dan masukan dalam pelaksanaan Program Ikhtiar kedepannya agar dapat
berjalan lebih optimal dalam hal pemberdayaaan ekonomi masyarakat miskin.
9 �
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah laporan empiris
mengenai manfaat dana ZIS dalam upaya pengentasan kemiskinan, sehingga
dapat membuka paradigma bahwa dana ZIS tidak hanya disalurkan dalam bentuk
charity yang sifatnya konsumtif, tetapi juga dapat disalurkan dalam bentuk
bantuan modal kerja yang bersifat produktif agar tercipta kemandirian para
mustahiq.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus pada Program
Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada
desa tersebut, diambil 45 orang anggota sebagai sampel penelitian. Anggota yang
menjadi sampel adalah anggota yang pengajuan pembiayaan terakhirnya dalam
Program Ikhtiar ditujukan untuk modal kerja.
Analisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan terbatas
pada indikator kemiskinan absolut dengan menggunakan pendekatan pendapatan.
Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh
BPS. Pada penelitian ini dilakukan juga analisis mengenai pengaruh Program
Ikhtiar terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Analisis yang dilakukan
terbatas pada uji nyata dan pengukuran pengaruh terhadap faktor-faktor terkait
Program Ikhtiar yang diduga dapat mempengaruhi pendapatan per kapita
mustahiq.
10 �
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-barakatu
yang berarti keberkahan, al-namma yang berarti pertumbuhan dan perkembangan,
ath-thaharathu yang berarti kesucian, dan ash-shalahu yang berarti keberesan.
Sedangkan menurut istilah, pengertian zakat adalah bagian dari harta yang telah
memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada
yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002).
Orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki, sementara orang yang
menerima zakat disebut mustahiq yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf),
yaitu orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (‘amilin), muallaf, memerdekakan
budak (riqab), orang-orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan Allah (fi-
sabilillah), dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).
Kententuan mengenai golongan orang yang berhak menerima zakat ini telah
ditetapkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana.”
Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak (al-
mawasyi), hasil tanaman (az-zuru’), emas dan perak (an-naqdain), perniagaan (at-
tijarah), harta hasil temuan/harta karun (rikaz), dan hasil tambang (ma’din). Harta
11 �
tersebut wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi persyaratan harta
wajib zakat, yaitu:
a. Al-milk at-tam, artinya harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara
sah, yang didapat dari usaha, warisan, atau pemberian yang sah,
dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau disimpan.
Harta yang bersifat haram tidaklah sah dan tidak akan diterima zakatnya.
b. An-namaa, yaitu harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki
potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan,
pertanian, dan deposito mudharabah.
c. Telah mencapai nishab, maksudnya harta itu telah mencapai ukuran
tertentu. Misalnya untuk binatang ternak jenis sapi, yaitu apabila jumlahnya
telah mencapai 30 ekor atau untuk emas/perak nilainya telah mencapai 85
gram emas.
d. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan
seseorang dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk
kelangsungan hidupnya.
e. Telah mencapai haul, artinya harta itu telah dimiliki minimal satu tahun.
Untuk beberapa harta jenis lain, misalnya harta pertanian dan harta temuan,
terdapat pengecualian, zakatnya dikeluarkan pada saat panen/saat harta
tersebut diperoleh.
Berbeda dengan zakat yang memiliki persyaratan tertentu, infaq dan
shadaqah lebih bersifat fleksibel karena tidak memiliki persyaratan nishab, haul,
serta golongan yang wajib mengeluarkan dan yang berhak menerimanya. Infaq
12 �
berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu
kepentingan. Begitu pula dengan shadaqah yang berasal dari kata shadaqa yang
secara bahasa berarti benar. Pengertian shadaqah sama dengan infaq, tetapi bentuk
pemberiannya berbeda. Shadaqah tidak saja merupakan pemberian dalam bentuk
materi, melainkan bisa juga dalam bentuk non-materi seperti memberi nasihat,
tolong-menolong, dan berbuat baik pada orang lain (Hafidhuddin, 1998).
2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat
Setiap kewajiban yang diperintahkan Allah SWT, termasuk adanya
kewajiban berzakat, pasti memiliki hikmah dan manfaat. Hafidhuddin (2002),
mengemukakan beberapa peran dan hikmah zakat, yaitu:
a) Zakat merupakan perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-
Nya, menumbuhkan rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir
dan rakus, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.
b) Zakat merupakan sarana untuk menolong dan membina mustahiq terutama
ke arah kehidupan yang lebih sejahtera. Zakat sesungguhnya tidak hanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif yang bersifat sesaat,
melainkan juga memberikan kecukupan kepada mustahiq dengan cara
menghilangkan/memperkecil penyebab kemiskinan.
c) Zakat sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang berkecukupan
dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan
Allah sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi
kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
13 �
d) Zakat merupakan salah satu bentuk konkrit jaminan sosial yang
disyari’atkan oleh ajaran Islam bagi para mustahiq.
e) Zakat merupakan salah satu sumber dana pembangunan sarana dan
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan,
kesehatan, sosial-ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
muslim.
f) Zakat dapat memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Hal ini karena zakat
berarti mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diusahakan
dengan baik dan benar.
g) Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Melalui
zakat, terjadi transfer kekayaan dari muzakki yang memiliki kelebihan harta
kepada mustahiq yang kekurangan harta.
h) Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat untuk berzakat, berinfaq, dan
bershadaqah menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk bekerja
dan berusaha agar mampu memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya,
serta berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfiq (orang yang berinfaq).
2.1.3. Pendayagunaan ZIS
2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS
Pada pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama
(delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih
14 �
spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal
28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq
dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah,
dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata
yang berpeluang menguntungkan.
Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan,
yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al.,
2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk
menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah
bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif
adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif
sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para
mustahiq.
Sumber: Nasution et al., 2008.
Gambar 2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS
������������������������������������������������������������5 KMA No. 373 Tahun 2003 merupakan pengganti dari KMA No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.�
Pendayagunaan ZIS
Kesehatan
Konsumtif Produktif
Pendidikan Sosial (emergency
fund, bencana
alam, dll)
Pengembangan dan
Pemberdayaan UMKM
Pemberdayaan Komunitas
15 �
Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan dalam bentuk
bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan sosial lain yang bersifat
insidental seperti bantuan penanganan bencana alam. Sedangkan pendayagunaan
ZIS produktif dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan
UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS secara
produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan produktif kepada para
mustahiq. Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi)
dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang
erat kaitannya dengan investasi.
2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS Melalui Program Ikhtiar
Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan
melalui pemberdayaan berbasis komunitas (community based empowerment)
dengan mekanisme kelompok (parcipatory group) dan ditujukan secara khusus
bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the poor or
16 �
low income families). Konsep tersebut diadopsi dari konsep Grameen Bank yang
diprakarsai oleh Muhammad Yunus, seorang profesor ekonomi di Universitas
Chittagong, Bangladesh. Muhammad Yunus menekankan tiga ciri utama Grameen
Bank (Kuncoro, 2008), yaitu:
1) Menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian (paperless),
2) Kepercayaan adalah hal utama dan dalam pelaksanaannya tidak ada
pemberlakuan sanksi,
3) Grameen Bank bertujuan untuk membuat sistem perbankan yang adil,
prorakyat miskin, dan properempuan.
Berbeda dengan sistem dan prinsip bank konvensional, Grameen Bank
merancang kredit mikro berbasis kepercayaan. Teknisnya, peminjam diminta
untuk membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin.
Pinjaman bergulir diberikan secara berurutan sehingga orang kedua baru bisa
mendapatkan pinjaman setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Jika
terdapat nasabah yang tidak mampu membayar, maka teman dalam satu
kelompoknya harus membantu supaya orang tersebut mampu membayar
(tanggung renteng). Metode pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh
Grameen Bank telah sukses diterapkan di Bangladesh dan berhasil membawa
Muhammad Yunus menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 2006.
Mayoritas nasabah Grameen Bank adalah kaum perempuan, yaitu sebanyak
96 persen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar kaum perempuan
dan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan
berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Selain itu,
17 �
perempuan juga merupakan pengelola keuangan dan aset rumah tangga, oleh
karena itu pemberdayaan yang dilakukan diharapkan mampu meningkatkan
kapasitas mereka dalam mengelola keuangan dan aset rumah tangga. Metode
penyaluran kredit mikro yang digunakan oleh Grameen Bank ini kemudian
dipadukan dengan prosedur dan praktik keuangan syariah serta panduan dari
CGAP (Consultative Group to Assist The Poor) sebagai bahan acuan sistem dan
prosedur pelaksanaan Program Ikhtiar.
Program Ikhtiar merupakan perpaduan dari dua elemen penting dalam
pemberdayaan masyarakat, yaitu:
1) Membangun kapasitas sosial masyarakat sehingga mampu untuk
memberdayakan dirinya. Hal ini dilakukan melalui tiga pendekatan yang
meliputi pelayanan keuangan mikro; pendidikan mengenai pengelolaan
ekonomi keluarga, kewirausahaan, koperasi, dan pendidikan kewargaan;
serta penguatan kapasitas masyarakat dalam berorganisasi dan
menyampaikan pendapat.
2) Pendayagunaan dana-dana ZIS untuk pemberdayaan mustahiq melalui
proses secara sistematis, terencana, dan berkelanjutan.
Secara operasional, program ini merupakan suatu proses untuk membangun
keuangan mikro agar mampu memenuhi kebutuhan dasar peserta program,
pendampingan pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan, serta
membangun proses pembelajaran dan pengorganisasian bagi perempuan keluarga
miskin melalui kegiatan simpan pinjam secara berkelompok. Pelayanan simpan
pinjam dimaksudkan untuk mengelola dan mengakumulasi kekuatan tabung
18 �
(saving power) mereka sehingga dapat dimanfaatkan dalam keadaan mendesak.
Sementara itu, pinjaman yang diberikan merupakan stimulan untuk meningkatkan
kapasitas mereka, sehingga sumber daya yang dikelola menjadi lebih besar.
a. Latar Belakang Program Ikhtiar
Program Ikhtiar dimulai pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di desa tersebut dibentuk
tiga majelis yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Jumlah
peserta Program Ikhtiar terus mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap
tahunnya. Data sebaran dan jumlah anggota Program Ikhtiar hingga bulan April
2009 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009
No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah
(jiwa)
A Kabupaten Bogor
1 Tamansari Sukaluyu, Sukajaya, Sukaresmi, Sukajadi, Tamansari
1.860
2 Ciomas Sukamakmur, Ciomas Rahayu, Sukaharja 527
3 Tenjolaya Gunung Malang 508
4 Ciampea Ciampea 357
5 Dramaga Sukadamai, Sukawening 232
6 Cibungbulang Ciaruteun Ilir, Cijujung 605
7 Rumpin Cidokom 170
B Kota Bogor
8 Tanah Sareal Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Jaya
351
9 Bogor Barat Gunung Batu, Cilendek Timur, Cilendek Barat
232
10 Bogor Tengah Cibogor 36
11 Bogor Selatan Mulyaharja 147
12 Bogor Utara Tegal Gundil, Bantarjati, Tanah Baru, Ciluer
438
Jumlah 5.463 Sumber: Koperasi BAIK, 2009.
19 �
Berkembangnya Program Ikhtiar tidak terlepas dari peranan tiga lembaga
yang merupakan inisiator dan pelaksana program, yaitu Yayasan Peramu, BM
Bogor, dan Koperasi BAIK.
1) Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) adalah sebuah
yayasan yang concern terhadap keuangan mikro syariah. Pembentukan yayasan
ini diawali dengan terbentuknya Kelompok Simpan Pinjam (KSP) yang tersebar
di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Pada
awalnya, program tersebut dilaksanakan oleh Biro Pengembangan Masyarakat
(BPM), sebuah unit kerja pada Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia
(BKSPPI). Pada tahun 1993, dilakukanlah pelembagaan BPM menjadi sebuah
lembaga independen yang bernama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat
Mustadh’afin (Peramu).
Program yang dikembangkan oleh Yayasan Peramu adalah pemberdayaan
ekonomi rakyat berbasis syariah. Program tersebut dilakukan melalui
pengembangan skema kredit (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil (profit and
loss sharing). Dalam kurun waktu 1993-1997, Yayasan Peramu mulai merintis
pemodelan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam bentuk Baytul
Maal wat Tamwil (BMT) untuk memfasilitasi KSP-KSP yang telah terbentuk
sebelumnya. Hal ini terrealisasi melalui penumbuhan tiga unit pilot project BMT
di Bogor. Ketiga BMT tersebut adalah BMT Wihdatul Ummah (WU) yang
didirikan pada tahun 1994, serta BMT Khidmatul Ummah (KU) dan BMT
Tadbiirul Ummah (TBU) yang didirikan pada tahun 1995.
20 �
Dalam upaya mengembangkan LKMS, Yayasan Peramu juga merintis
pembentukan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), hingga pada tahun 1998
didirikanlah sebuah BPRS bernama Bank Islam Rif’atul Ummah (BIRU).
Pembentukan LKMS-LKMS tersebut bertujuan untuk memberikan akses modal
kepada masyarakat yang selama ini tidak dapat memiliki akses terhadap lembaga
keuangan seperti bank, karena dinilai tidak bankable.
Selain pengembangan LKMS, Yayasan Peramu aktif melakukan pembinaan
dan pendampingan. Program pembinaan dan pendampingan yang kini tengah
dijalankan oleh Yayasan Peramu antara lain adalah penguatan organisasi yang
meliputi proses capacity building bagi anggota LKMS, serta program Desa Siaga
yang merupakan pelatihan bagi masyarakat desa mengenai pola hidup sehat,
penanganan wanita yang melahirkan, dan kesiagaan menghadapi bencana.
2) Baytul Maal Bogor
Berdirinya BMT dan BPRS ternyata belum bisa menjadi solusi atas
keterbatasan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Pada kenyataannya,
masih banyak kelompok masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh pelayanan
keuangan dari BMT dan BPRS yang telah ada. Hal ini karena kedua lembaga
tersebut dalam kegiatan operasionalnya memakai akad-akad komersil dan syarat-
syarat tertentu yang tidak mampu dipenuhi oleh masyarakat yang tergolong
masyarakat miskin/dhua’afa. Kenyataan ini memicu komunitas BMT dan BPRS
yang difasilitasi oleh Yayasan Peramu untuk mendirikan sebuah lembaga
keuangan yang dapat diakses oleh kaum dhu’afa yang selama ini termarjinalkan.
Maka, pada tahun 1999 dibentuklah sebuah LAZ bernama Baytul Maal (BM)
21 �
Bogor dengan tujuan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat
miskin/mustahiq melalui pendayagunaan dana-dana amanah seperti Zakat, Infaq,
Shadaqah, Wakaf, dan Hibah (ZISWAH).
Dalam usaha mencapai tujuannya untuk melakukan pemberdayaan ekonomi
bagi masyarakat miskin/mustahiq, dana ZISWAH yang dihimpun oleh BM Bogor
disalurkan melalui dua program utama, yaitu:
1) Program Amanah
Program Amanah merupakan program santunan yang diberikan kepada para
mustahiq untuk mengatasi masalah rawan pangan, musibah, dan pemberian
beasiswa pendidikan.
2) Program Ikhtiar
Program Ikhtiar adalah program untuk memicu aksi kemandirian mustahiq
yang bertumpu pada partisipasi masyarakat lokal. Program ini dilakukan
melalui pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat strategis, terintegrasi, dan
berkesinambungan.
3) Koperasi Baytul Ikhtiar
Terbentuknya Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) berawal dari pembentukan
Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar, sebuah UPK pada Yayasan Peramu
yang dibentuk untuk menjalankan Program Ikhtiar bersama dengan BM Bogor.
Pada Maret 2008, untuk meningkatkan kapasitas dan skala pelayanan, UPK
Ikhtiar dibadanhukumkan menjadi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK). Dalam teknis
pelaksanakan Program Ikhtiar, Koperasi BAIK menghimpun dana yang berasal
dari tabungan anggota, dana kerjasama program, serta dana-dana amanah seperti
22 �
ZIS. Dana tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat miskin dan pelaku
usaha mikro melalui pembiayaan produktif dalam bentuk modal bergulir. maupun
pembiayaan multiguna (konsumtif) yang bertujuan memenuhi kebutuhan rumah
tangga, kesehatan, dan pendidikan masyarakat miskin. Skema manajemen dana
Koperasi BAIK dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Sumber: Baytul Maal Bogor, 2007 (dengan perubahan).
Gambar 2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK
b. Tujuan Program Ikhtiar
Program Ikhtiar bertujuan untuk membangun kapasitas keluarga miskin agar
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri melalui pelayanan
keuangan mikro yang dilakukan dengan menyertakan proses pemberdayaan
berbasis komunitas.
c. Sasaran Program Ikhtiar
Kelompok sasaran Program Ikhtiar adalah keluarga miskin di perkotaan dan
pedesaan (urban dan rural poor) yang masih memiliki potensi produktif
Alokasi Dana Sumber Dana
Pembiayaan Produktif
Pembiayaan Multiguna
Non-Profit Loan
Anggota dan Masyarakat Sekitar (masyarakat miskin dan keluarga berpenghasilan rendah)
Dana Amanah
Dana Kerjasama Program
Tabungan
Koperasi BAIK
Kontribusi Anggota
23 �
(economically active). Pada umumnya mereka memiliki pekerjaan sebagai buruh
kasar atau pelaku usaha mikro, seperti pedagang sayur di pasar/pedagang sayur
keliling, pengrajin/pemilik bengkel sepatu, pedagang warungan, pedagang
makanan jajanan, serta petani dan buruh tani.
Sedangkan dilihat dari sisi wilayahnya, sasaran Program Ikhtiar adalah
desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman
kumuh (slump area) di perkotaan, serta daerah yang merupakan cluster kegiatan
ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri rumah tangga, atau kelompok pekerja
informal perkotaan.
d. Mekanisme Pelaksanaan Program Ikhtiar
Mekanisme pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar terdiri dari tujuh
tahap, yaitu penentuan wilayah sasaran, persiapan sosial, rekrutmen anggota,
pelayanan pinjaman, pertemuan rutin, monitoring kinerja majelis, serta tahap
monitoring, evaluasi, dan perencanaan program.
Gambar 2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar
Penentuan Wilayah Sasaran
Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program
Persiapan Sosial
Rekrutmen Anggota
Pelayanan Pinjaman
Pertemuan Rutin Monitoring Kinerja
Majelis
24 �
1) Penentuan Wilayah Sasaran
Wilayah sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan
kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh di perkotaan serta
daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian,
industri kecil rumahan atau kelompok pekerja informal perkotaan. Secara fisik,
wilayah sasaran memiliki keterbatasan berbagai sarana, seperti jalan/perhubungan,
angkutan, pendidikan, kesehatan, kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, air
bersih, listrik, telepon umum, dan layanan publik lainnya. Secara statistik, wilayah
tersebut memiliki indikator kesejahteraan penduduk yang rendah. Hal ini dapat
dilihat dari tingginya angka kemiskinan penduduk serta angka kematian ibu dan
balita, juga rendahnya tingkat pendidikan warga.
Secara teknis, suatu wilayah dinyatakan layak sebagai area pelaksanaan
program jika memenuhi kriteria berikut:
(i) Potensi keluarga miskin yang memiliki kegiatan produktif berjumlah
minimal 30 persen dari total populasi penduduk di wilayah tersebut,
(ii) Potensi pelayanan berkisar antara 300-500 KK,
(iii) Memiliki jarak tempuh sekitar 30 km dan dapat dijangkau dalam waktu
maksimal 30 menit dari kantor pelayanan.
2) Persiapan Sosial
Persiapan sosial merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap Program Ikhtiar yang dilakukan
melalui pengenalan tujuan dan mekanisme program. Rangkaian kegiatan yang
dilakukan dalam tahap persiapan sosial ini antara lain adalah kunjungan,
25 �
wawancara, dan diskusi dengan contact person (tokoh masyarakat setempat);
presentasi mengenai Program Ikhtiar pada pertemuan warga; juga pendataan awal
calon peserta program.
Selain bertujuan untuk memperoleh data dasar calon peserta program,
kegiatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan data calon tenaga lokal yang
nantinya akan menjadi pelaksana teknis Program Ikhtiar di wilayah sasaran.
Dalam rangka menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi, kegiatan ini
biasanya disertai dengan kegiatan bakti sosial (baksos), seperti pemberian
santunan bahan pokok, distribusi daging kurban, dan kegiatan sosial lainnya.
3) Rekrutmen Anggota
Proses penerimaan anggota Program Ikhtiar dimulai dengan pendaftaran
secara berkelompok kepada petugas lapangan, setiap kelompok minimal terdiri
dari 15 orang. Petugas kemudian akan melakukan uji kelayakan (UK) terhadap
para calon anggota program dengan menggunakan indeks rumah, indeks
pendapatan dan saving power, serta indeks aset rumah tangga. Keluarga miskin
yang tidak memiliki sumber pendapatan tidak menjadi target group pelayanan
Program Ikhtiar. Namun, meski sasaran program ini adalah keluarga miskin yang
memiliki potensi ekonomi produktif, pada praktiknya tidak semua anggota
program termasuk dalam kategori keluarga miskin. Pada beberapa majelis
Program Ikhtiar terdapat anggota yang tergolong mampu atau tokoh masyarakat
yang cukup memiliki pengaruh di wilayah setempat. Keberadaan mereka dalam
program ini adalah sebagai reference group yang diharapkan dapat menarik minat
masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program.
26 �
Calon anggota yang telah lolos UK akan diikutsertakan dalam Latihan
Wajib Kelompok (LWK) yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut
dengan lama pertemuan maksimal satu jam setiap harinya. Setiap calon anggota
wajib hadir secara penuh dalam LWK, bila ada calon anggota yang berhalangan,
maka LWK akan dibatalkan dan ditunda hingga pekan berikutnya. LWK
merupakan sarana untuk memperkenalkan hal-hal yang terkait dengan Program
Ikhtiar, seperti lembaga yang terlibat, mekanisme pelayanan, dan produk-produk
dalam Program Ikhtiar. Selain itu, LWK juga dapat dijadikan sebagai sarana
untuk menguji kejujuran dan kedisiplinan setiap calon anggota program. Apabila
lulus dalam latihan wajib ini, maka kelompok dan majelis telah terbentuk,
sehingga setiap anggotanya telah berhak atas pinjaman dari Koperasi BAIK.
4) Pelayanan Pinjaman
Pinjaman dalam Program Ikhtiar diberikan secara bergiliran dengan
menggunakan pola 2-2-1 dalam kelompok 5-an. Maksudnya, dalam kelompok
yang terdiri dari lima orang tersebut hanya ada dua orang yang bisa mengajukan
pinjaman pada saat pengajuan pertama (pekan ke-1). Begitupun pada saat
pengajuan kedua (pekan ke-2), dua orang berikutnya akan mendapat giliran untuk
mengajukan pinjaman. Sedangkan pada saat pengajuan ketiga (pekan ke-3),
barulah orang terakhir (satu orang) dapat mengajukan pinjaman. Lama masa
angsuran pinjaman adalah 50 pekan. Namun jika mampu, anggota juga
diperbolehkan melunasi pinjamannya sebelum masa angsuran habis sehingga
dapat mengajukan pinjaman berikutnya. Dalam satu tahun, setiap anggota berhak
atas dua kali pinjaman, dengan syarat pinjaman pertama telah dilunasi.
27 �
Plafon pinjaman yang tersedia adalah mulai Rp 300 ribu-Rp 5 juta. Namun,
pada praktiknya terdapat anggota majelis yang dana pinjaman pertamanya kurang
dari Rp 300 ribu. Hal tersebut karena jumlah pinjaman disesuaikan dengan
pendapatan dan saving power anggota. Kenaikan plafon pinjaman diberikan
secara bertahap dengan mempertimbangkan disiplin kehadiran, disiplin angsuran,
disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung renteng oleh anggota lainnya.
Pengajuan pinjaman oleh anggota dilakukan pada saat pertemuan majelis.
Peminjaman dana harus diputuskan oleh seluruh anggota majelis karena adanya
mekanisme tanggung renteng di antara sesama anggota majelis. Artinya, jika pada
suatu saat terjadi pinjaman bermasalah (peminjam tidak dapat membayar
pinjaman), maka hutangnya akan menjadi tanggungan seluruh anggota majelis
tersebut. Pengajuan pinjaman anggota yang telah mendapat persetujuan dari
seluruh anggota majelis akan diproses oleh financial officer. Apabila pengajuan
pinjaman tersebut disetujui, maka satu pekan kemudian pinjaman sudah dapat
dicairkan dalam pertemuan majelis.
Pembayaran angsuran pinjaman terdiri pembayaran angsuran pokok,
tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan. Tabungan wajib
adalah sejumlah uang yang wajib ditabungkan oleh seluruh anggota Ikhtiar dan
tidak dapat diambil selama masih menjadi anggota majelis Ikhtiar. Tabungan
kelompok adalah tabungan setiap anggota Ikhtiar yang hanya dapat diambil bila
majelis mereka bubar. Sedangkan tabungan cadangan adalah tabungan anggota
Ikhtiar yang dapat akan dikembalikan bila anggota telah melunasi pinjamannya.
Besar tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan tergantung
28 �
pada besarnya plafon pinjaman. Ketentuan besar plafon beserta komponen
angsuran yang harus dibayar dalam Program Ikhtiar dapat dilihat dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon
Pinjaman
No Plafon (Rp) Angsuran
Pokok (Rp)
Tabungan (Rp)
Wajib Kelompok Cadangan
1 300.000 6.000 200 300 500
2 400.000 8.000 200 300 500
3 500.000 10.000 200 300 500
4 600.000 12.000 200 300 500
5 700.000 14.000 200 300 500
6 750.000 15.000 250 500 750
7 800.000 16.000 250 500 750
8 900.000 18.000 400 600 1.000
9 1.000.000 20.000 400 600 1.000
10 1.200.000 24.000 400 600 1.000
11 1.300.000 26.000 400 600 1.000
12 1.500.000 30.000 400 600 1.500
13 2.000.000 40.000 800 1.200 2.000
14 2.500.000 50.000 1.000 1.500 2.500
15 3.000.000 60.000 1.000 1.500 2.500
16 3.500.000 70.000 2.000 3.000 5.000
17 4.000.000 80.000 2.000 3.000 5.000
18 4.500.000 90.000 2.000 3.000 5.000
19 5.000.000 100.000 2.000 3.000 5.000 Sumber: Koperasi BAIK, 2009.
Bagi anggota yang melakukan pinjaman dengan akad komersil (murabahah,
ijarah, dan hiwalah), maka bertambah lagi satu jenis komponen angsuran, yaitu
profit/keuntungan yang diberikan anggota kepada lembaga (Koperasi BAIK).
Besarnya profit tersebut tergantung pada kesepakatan antara lembaga dan anggota
pada saat pengajuan pinjaman. Selain itu, pada setiap pertemuan majelis, setiap
anggota juga mengumpulkan dana infaq dan dana sasarengan yang diperuntukkan
bagi Koperasi BAIK, sebagai wujud kontribusi dan rasa memiliki anggota
terhadap lembaga ini.
29 �
5) Pertemuan Rutin
Pertemuan rutin majelis dipandu oleh fasilitator dan TPL. Pertemuan rutin
merupakan sarana dalam melakukan pelayanan kas angsuran dan tabungan, serta
pengajuan dan pencairan pinjaman. Agenda lain yang biasanya dilakukan pada
pertemuan rutin adalah evaluasi mengenai kinerja kelompok dalam kehadiran,
pinjaman, dan tabungan, serta pembahasan usulan-usulan yang diberikan oleh
anggota. Pertemuan ini kemudian ditutup dengan pembacaan hasil transaksi dan
validasi oleh ketua majelis, serta pembacaan kembali ikrar anggota majelis
Ikhtiar.
6) Monitoring Kinerja Majelis
Perkembangan kegiatan pendampingan majelis dimonitoring dalam briefing
pekanan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai kinerja
majelis. Monitoring kinerja majelis didasarkan pada informasi lapangan dari
fasilitator dan TPL, serta data prestasi majelis yang berupa prestasi angsuran,
tabungan, dan kehadiran anggota. Pada setiap bulannya, data mengenai prestasi
majelis akan dilaporkan oleh bagian operasional Koperasi BAIK. Data tersebut
kemudian akan dibahas dalam rapat monitoring kinerja majelis yang dilakukan
setiap satu kali per bulan. Output dari rapat monitoring kinerja majelis adalah
pemetaan kualitas majelis dan rekomendasi bagi kegiatan pendampingan.
7) Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program
Proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan sangat diperlukan untuk
mengetahui kinerja program dan memperbaikinya. Hal ini bertujuan untuk
mencapai kinerja yang optimum, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
30 �
Monitoring program dilakukan dalam rapat bulanan dan pekanan. Rapat bulanan
dilakukan untuk membahas laporan dan proyeksi finansial, perkembangan kinerja
majelis dan kelompok, serta evaluasi dan rencana pendampingan. Sedangkan
rapat pekanan dilakukan sebagai sarana monitoring kinerja TPL. Evaluasi dan
perencanaan program dilakukan selama satu kali dalam setahun melalui suatu
lokakarya yang bertujuan untuk menghasilkan rumusan program tahunan.
Rumusan program tahunan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi rencana
kerja dan anggaran tahunan (annual working plan and budget) serta proyeksi
finansial.
2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan multidimensional yang
mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan politik (Nasoetion, 1996). Dimensi
kemiskinan ditinjau dari sisi ekonomi adalah kondisi yang menggambarkan
rendahnya permintaan agregat yang menyebabkan berkurangnya insentif untuk
mengembangkan sistem produksi, rasio kapital per tenaga kerja yang rendah
sehingga menyebabkan produktivitas tenaga kerja rendah, serta penyebab
misalokasi sumber daya, terutama tenaga kerja. Dilihat dari sisi sosial, kemiskinan
mengindikasikan lemahnya potensi masyarakat untuk berkembang. Selain itu,
kemiskinan juga terlihat dari minimnya aspirasi dan pendeknya horizon waktu
wawasan ke depan suatu masyarakat. Sedangkan apabila dilihat dari sisi politik,
kemiskinan dapat digambarkan melalui ketergantungan dan eksploitasi suatu
kelompok masyarakat oleh kelompok masyarakat lainnya. Kemiskinan
31 �
sekelompok masyarakat akan menimbulkan kesenjangan yang dampaknya lebih
buruk daripada kemiskinan itu sendiri.
Pada umumnya ketika orang membicarakan mengenai kemiskinan, maka
yang dimaksud adalah kemiskinan yang bersifat material. Seseorang termasuk
dalam kategori miskin jika tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan
dasar/pokok untuk dapat hidup layak (Rintuh dan Miar, 2003). Dalam Islam,
kebutuhan dasar manusia tersebut mencakup lima unsur pokok yang harus
dipelihara dan diwujudkan agar manusia dapat mewujudkan kemaslahatan di
dunia dan akhirat (Djamil, 2004). Lima unsur pokok tersebut adalah:
a. Terpeliharanya agama (Hifdz al-Din)
b. Terpeliharanya jiwa (Hifdz al-Nafs)
c. Terpeliharanya keturunan (Hifdz al-Nasl)
d. Terpeliharanya akal (Hifdz al-Aql)
e. Terpeliharanya harta/kekayaan (Hifdz al-Maal)
Selain memiliki definisi yang bersifat multidimensional, kemiskinan juga
memiliki konsep yang beragam. Konsep-konsep kemiskinan yang telah
berkembang antara lain adalah kemiskinan absolut dan relatif, serta kemiskinan
kultural dan struktural.
a. Kemiskinan Absolut dan Relatif
Tambunan (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dapat diukur dengan atau
tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Pengukuran kemiskinan yang mengacu
pada garis kemiskinan disebut dengan konsep kemiskinan absolut, sedangkan
pengukuran kemiskinan yang tidak mengacu pada garis kemiskinan disebut
32 �
dengan konsep kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut
apabila tidak memenuhi standar yang ditetapkan sebagai garis kemiskinan.
Ukuran kemiskinan absolut bersifat tetap dan dapat diukur berdasarkan kebutuhan
kalori minimum serta komponen-komponen nonpangan yang sangat diperlukan
untuk bertahan hidup.
Di Indonesia, BPS menetapkan garis kemiskinan dengan menggunakan
pendekatan konsumsi. Garis kemiskinan tersebut diukur dari kemampuan
membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kkalori per kapita per hari dan
biaya untuk memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa, pakaian,
perumahan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Sementara itu, Bank Dunia
menetapkan garis kemiskinan dari sisi pendapatan (income poverty), yaitu
pendapatan di bawah $2 per hari (untuk kategori kemiskinan moderat) dan
pendapatan di bawah $1 per hari (untuk kategori kemiskinan absolut).
Kemiskinan relatif melihat kemiskinan yang didasarkan pada kondisi riil
tingkat kemakmuran masyarakat. Misalnya, garis kemiskinan ditetapkan sebesar
20 persen dari rata-rata pendapatan penduduk di suatu daerah, serta ketertinggalan
pendidikan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke
atas. Sebagai ukuran relatif, kemiskinan relatif dapat berubah antartempat dan
antarwaktu.
b. Kemiskinan Kultural dan Struktural
Hamid (2008) mendefinisikan kemiskinan kultural sebagai kemiskinan yang
terjadi karena budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada
dirinya. Mereka bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang
33 �
membantunya keluar dari kemiskinan tersebut. Sedangkan kemiskinan struktural
merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur dan sistem ekonomi yang
timpang dan tidak berpihak pada si miskin. Menurut Nasoetion (1996),
kemiskinan struktural memiliki beberapa hierarki, dan hierarki tertinggi dalam
kemiskinan struktural disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam struktur
perekonomian nasional. Hal ini menimbulkan masalah-masalah struktural
ekonomi yang semakin menyudutkan keberadaan orang miskin.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
a. Irfan Syauqi Beik (2008): Analysis on The Role of Zakat in Alleviating
Poverty: Dompet Dhuafa Republika Case Study
Penelitian Beik (2008) bertujuan untuk menganlisis perubahan indikator
kemiskinan mustahiq setelah mendapat distribusi dana ZIS. Pada penelitian ini,
indikator kemiskinan dianalisis dengan menggunakan beberapa macam indeks
kemiskinan, yaitu:
1) Headcount ratio, yaitu ukuran yang menunjukkan persentase jumlah orang
miskin dalam populasi.
2) Poverty gap ratio (P1) dan income-gap ratio (I), yaitu ukuran yang
menggambarkan selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan
garis kemiskinan.
3) Sen index poverty (P2) dan FGT index (P3), yaitu ukuran yang menunjukkan
distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin.
Penelitian dilakukan terhadap 50 orang mustahiq penerima bantuan dari
Dompet Dhuafa Republika dengan menggunakan garis kemiskinan yang
34 �
ditetapkan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Jakarta tahun 2007 yaitu sebesar Rp
266.874,00/kapita/bulan. Garis kemiskinan tersebut kemudian dikonversi menjadi
garis kemiskinan keluarga dengan cara mengalikannya dengan rata-rata jumlah
orang dalam sebuah keluarga yang ditetapkan oleh BPS (2007), sehingga
diperoleh garis kemiskinan/keluarga/bulan sebesar Rp 1.254.308,00.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya distribusi ZIS,
indikator-indikator/ukuran kemiskinan mustahiq mengalami penurunan. Hal ini
berarti bahwa distribusi dana ZIS terbukti mampu memperbaiki kondisi
kemiskinan mustahiq. Perubahan indikator-indikator kemiskinan mustahiq
sebelum dan setelah adanya distribusi ZIS berdasarkan hasil penelitian Beik
(2008) dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi
ZIS
Indikator Kemiskinan Sebelum Distribusi ZIS Setelah Distribusi ZIS
H 0,84 0,74
P1 (Rp) 540.657,01 410.337,06
I 0,43 0,33
P2 0,46 0,33
P3 0,19 0,11 Sumber: Beik, 2008.
b. Irma Rahmawati (2005): Analisis Dampak Pendistribusian Zakat
Melalui Kredit terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)
Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang penting
dalam peningkatan pendapatan mustahiq dengan menggunakan metode regresi
eksponensial yang kemudian dilinearkan dan diolah dengan menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
pendapatan per kapita mustahiq adalah jumlah dana Masyarakat Mandiri yang
35 �
diterima (pembiayaan), pembinaan yang diikuti, jumlah tanggungan, serta
variabel dummy berupa tingkat pendidikan (SD atau tidak sekolah) dan cara
pemasaran yang dilakukan oleh mustahiq (di dalam desa atau di luar desa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pendapatan per kapita mustahiq
dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh jumlah dana pembiayaan, jumlah
pembinaan yang diikuti, dan variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq. Jumlah
tanggungan mustahiq juga berpengaruh signifikan terhadap laju pendapatan per
kapita mustahiq, namun dengan hubungan yang negatif. Sedangkan variabel
dummy cara pemasaran tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
laju pendapatan per kapita mustahiq.
c. Wirawan (2008): Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui
Dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat
Mandiri Dompet Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di
Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten
Bogor)
Salah satu tujuan dari penelitian Wirawan (2008) adalah untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan mustahiq pengrajin
tahu yang merupakan peserta program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa (MM
DD) di Kampung Iwul. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan mustahiq adalah modal pinjaman dari MM-DD, pemakaian tenaga
kerja, pendapatan harian dari usaha tahu, dan pendapatan harian lain-lain diluar
usaha tahu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan harian dari usaha tahu dan
pendapatan harian lain-lain di luar usaha tahu berpengaruh secara signifikan dan
36 �
positif terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Sementara itu, modal
pinjaman justru berpengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif terhadap
peningkatan pendapatan peserta program. Hal ini karena alokasi penggunaan
modal pinjaman tidak hanya ditujukan untuk pemakaian jangka pendek, tetapi
juga untuk keperluan investasi (jangka panjang), sehingga manfaatnya tidak
semua dapat langsung dinikmati saat ini. Variabel lain yang dianalisis adalah
pemakaian tenaga kerja. Hasilnya, pemakaian tenaga kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan peserta program.
d. Mila Sartika (2008): Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif
terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli
Surakarta
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi sederhana, sehingga
hanya ada satu variabel bebas (dana zakat produktif yang diberikan LAZ Yayasan
Solo Peduli Surakarta) yang diduga mempengaruhi variabel tak bebas
(pendapatan mustahiq). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana zakat produktif
berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan mustahiq.
2.3. Kerangka Pemikiran
2.3.1. Indikator Kemiskinan
Tingkat pendapatan dapat menjadi salah satu indikator kemiskinan absolut.
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur indikator
kemiskinan tersebut, namun menurut Sen (1976) yang diacu dalam Sowwam
(2006), penghitungan ukuran kemiskinan yang ‘baik’ harus memiliki beberapa
karakteristik, yaitu:
37 �
(a) Aksioma fokus (focal axiom), yang menyatakan bahwa ukuran kemiskinan
harus mengabaikan informasi yang berhubungan dengan pendapatan
individu yang tidak miskin.
(b) Aksioma kesamaan (monotonicity axiom), yang menyatakan bahwa sebuah
ukuran kemiskinan akan meningkat ketika pendapatan dari individu miskin
menurun. Hal ini berarti bahwa seharusnya ada korelasi antara indeks
dengan jarak orang miskin ke garis kemiskinan.
(c) Aksioma transfer (transfer axiom), yang menyatakan bahwa transfer
pendapatan kepada mereka yang ’kurang miskin’ akan menaikkan indeks
kemiskinan. Aksioma ini berarti bahwa ukuran kemiskinan seharusnya
merefleksikan bagaimana pendapatan didistribusikan di antara orang
miskin.
(d) Kesamaan bagian (subgroup monotonicity), yang menyatakan bahwa jika
sebuah ukuran kemiskinan dari bagian populasi meningkat, cateris paribus,
ukuran kemiskinan untuk keseluruhan populasi akan meningkat.
Salah satu alat untuk menganalisis indikator kemiskinan dengan
menggunakan pendekatan pendapatan adalah FGT Index (Foster, Greer, dan
Thorbecke, 1984). Indikator kemiskinan yang diukur dengan FGT Index terdiri
dari headcount ratio (H) yang menggambarkan persentase orang miskin dalam
suatu populasi yang diobservasi, indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth
index (P1) yang menggambarkan kesenjangan antara pendapatan orang miskin
dengan garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index
38 �
(P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Formula
dasar FGT Index adalah sebagai berikut:
Dimana: P� = indeks kemiskinan
(dengan � � 0 merupakan parameter ‘penghindaran
kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada
perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis
kemiskinan. Ketika � = 0, maka ukurannya sama dengan
headcount ratio; ketika � = 1, ukurannya sama dengan indeks
kedalaman kemiskinan; dan ketika � = 0, ukurannya sama
dengan indeks keparahan kemiskinan)
n = jumlah observasi
q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z = garis kemiskinan
yi = pendapatan orang miskin ke-i
2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq
Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu, dan
Koperasi BAIK merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan bagi
masyarakat miskin dengan cara memberikan pinjaman dana untuk modal kerja.
Pada fungsi produksi sederhana, modal (K) dan tenaga kerja (L) merupakan
faktor-faktor yang menentukan tingkat output (q) yang dapat diproduksi. Fungsi
39 �
produksi sederhana yang melibatkan modal dan tenaga kerja sebagai input
produksi adalah sebagai berikut:
q = f (K, L)
Fungsi produksi di atas memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang
yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal
dan tenaga kerja (Nicholson, 2002). Dengan adanya bantuan modal kerja, para
mustahiq dapat memulai atau mengembangkan usaha mereka, sehingga
pendapatan mustahiq akan meningkat.
Proses penyaluran dana dalam Program Ikhtiar dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya prospek usaha serta kinerja
mustahiq yang dicerminkan oleh kedisiplinan kehadiran dan pembayaran
angsuran. Oleh karena itu, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama
mengikuti Program Ikhtiar dapat mencerminkan kinerja dan kondisi ekonomi
mustahiq sehingga memiliki korelasi yang positif dengan tingkat pendapatan
mustahiq.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan tidak hanya pada tingkat pendapatan
rumah tangga mustahiq. Namun lebih dalam dari itu, analisis dilakukan pada
tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Oleh karena itu, jumlah anggota keluarga
yang menjadi tanggungan mustahiq akan turut mempengaruhi pendapatan per
kapita mustahiq. Hal ini karena pendapatan per kapita merupakan total pendapatan
yang diperoleh dibagi dengan banyaknya jumlah tanggungan.
���������������������������� ���������������
�����������������
40 �
Bagi rumah tangga mustahiq yang memiliki lebih dari satu jenis mata
pencaharian, pendapatan rumah tangga mereka tidak seluruhnya berasal dari
usaha yang menggunakan modal kerja dari Program Ikhtiar. Pendapatan rumah
tangga mustahiq merupakan penjumlahan dari pendapatan usaha yang
menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan pendapatan usaha lainnya.
Pendapatan = Pendapatan usaha yang menggunakan modal dari Program
Ikhtiar + Pendapatan usaha lain
Namun, karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq,
maka komponen pendapatan mustahiq yang akan digunakan untuk analisis adalah
pendapatan mustahiq yang dihasilkan dari usaha yang menggunakan modal dari
Program Ikhtiar. Bantuan modal kerja yang diperoleh melalui Program Ikhtiar
juga dapat memotivasi mustahiq anggota program yang tadinya hanya berstatus
sebagai ibu rumah tangga untuk ikut aktif mencari sumber penghasilan keluarga.
Oleh karena itu, keaktifan mustahiq untuk bekerja tersebut akan berpengaruh
positif terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq.
Latar belakang tingkat pendidikan mustahiq dapat mempengaruhi wawasan
dan skill mustahiq dalam mengelola dana dan menjalankan usaha. Oleh karena itu,
semakin tinggi tingkat pendidikan mustahiq, pendapatan per kapita mustahiq
diharapkan juga akan lebih tinggi karena kemampuannya dalam mengelola dana
dan menjalankan usaha.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh kerangka pemikiran yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Bagan kerangka pemikiran tersebut dilihat pada
Gambar 2.4.
41 �
Keterangan: ----- = ruang lingkup penelitian.
Gambar 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka diperoleh
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Analisis FGT Index
(H, P1, P2)
Analisis Regresi Linier
Berganda
Program Ikhtiar
BM Bogor, Yayasan Peramu, Koperasi BAIK
Non-Profit
Loan
Pembiayaan Produktif
Pembiayaan Multiguna
Mustahiq
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Per Kapita Mustahiq
Indeks Kemiskinan Mustahiq
• Besarnya pembiayaan
• Banyaknya melakukan pembiayaan
• Pendapatan usaha yang dibiayai
• Jumlah tanggungan
• Keaktifan bekerja
• Tingkat pendidikan
Indikator Kemiskinan Absolut: Pendapatan
Per Kapita
42 �
1) Program Ikhtiar mampu menurunkan indikator kemiskinan mustahiq yang
menjadi anggotanya.
2) Besarnya modal kerja yang diberikan melalui Program Ikhtiar, banyaknya
mustahiq melakukan pembiayaan, pendapatan mustahiq yang diperoleh dari
usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar, keaktifan bekerja
mustahiq, dan tingkat pendidikan mustahiq memiliki pengaruh signifikan
dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Sedangkan jumlah
tanggungan akan mempengaruhi secara signifikan namun berhubungan
negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq.
43 �
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2009, dengan melakukan studi
kasus pada salah satu daerah yang menjadi tempat pelaksanaan Program Ikhtiar,
yaitu di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Pemilihan lokasi selain berdasarkan rekomendasi dari pihak pelaksana Program
Ikhtiar, juga karena Desa Ciaruteun Ilir termasuk salah satu desa yang memiliki
tingkat kemiskinan yang tinggi.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, yaitu mustahiq yang
menjadi anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari BPS, Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, Baytul Maal Bogor, Yayasan
Peramu, Koperasi BAIK, serta literatur seperti buku, jurnal, maupun informasi
dari media elektronik.
3.3. Sampel Penelitian
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang
yang merupakan anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Penarikan
sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu
berdasarkan pertimbangan mengenai beberapa karakteristik terkait anggota
44 �
sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2007). Dalam
hal ini, anggota Program Ikhtiar yang menjadi sampel penelitian adalah anggota
yang mengajukan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal
kerja. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian
3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. FGT Index
Alat analisis kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah FGT
Index (Foster, Greer, dan Thorbecke, 1984) dengan menggunakan � = 0, � = 1,
dan � = 2. Ketika � = 0, ukuran ini sama dengan headcount ratio (H); ketika � =
1, menunjukkan ukuran indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1);
dan ketika � = 2, ukurannya sama dengan indeks keparahan kemiskinan/poverty
severity index (P2). Formula dasar untuk mengukur indeks kemiskinan dengan
FGT Index adalah sebagai berikut:
Anggota Program Ikhtiar di Kabupaten dan Kota
Bogor
Terpilih Anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir (terdiri dari 569 orang
anggota)
Terpilih 45 orang anggota Program Ikhtiar
sebagai sampel
Berdasarkan rekomendasi pihak pelaksana Program Ikhtiar dan pertimbangan bahwa tingkat kemiskinan di Desa Ciaruteun Ilir
tergolong tinggi
Purposive sampling: anggota Program Ikhtiar yang pembiayaan terakhirnya
ditujukan untuk modal kerja
45 �
Dimana: P� = indeks kemiskinan
(dengan � � 0 merupakan parameter ‘penghindaran
kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada
perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis
kemiskinan)
n = jumlah observasi
q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z = garis kemiskinan
yi = pendapatan orang miskin ke-i
a. Headcount Ratio (H)
Headcount Ratio (H) merupakan indikator kemiskinan yang paling
sederhana, yang mengukur jumlah orang miskin sebagai persentase dari populasi
yang diobservasi. Kategori miskin didasarkan pada standar garis kemiskinan.
Seseorang dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis
kemiskinan. Pada penelitian ini, garis kemiskinan yang digunakan adalah garis
kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada FGT Index, headcount ratio
merupakan indikator kemiskinan ketika nilai � = 0, sehingga formula untuk
mengukur headcount ratio dapat ditulis sebagai berikut:
Dimana: H = headcount ratio
P0 =
46 �
q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
n = jumlah observasi
Penggunaan headcount ratio sebagai alat analisis dalam penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan jumlah orang miskin yang dapat dikurangi
melalui pendayagunaan ZIS produktif dalam Program Ikhtiar. Semakin kecil nilai
headcount ratio, maka jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Pengukuran
kemiskinan dengan menggunakan headcount ratio telah memenuhi aksioma
fokus, namun informasi kemiskinan yang diberikan masih sangat terbatas karena
tidak bisa memberikan informasi ‘seberapa miskin’ orang miskin itu (aksioma
kesamaan), serta tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan/pengeluaran di
antara masyarakat miskin (aksioma transfer).
b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks kedalaman kemiskinan atau dikenal juga sebagai poverty gap (PG)
menunjukkan kesenjangan/selisih antara pendapatan orang miskin dengan garis
kemiskinan, sehingga dapat menggambarkan ‘seberapa miskin’ orang miskin
tersebut. Semakin kecil nilai indeks kedalaman kemiskinan, maka semakin kecil
pula jarak antara pendapatan masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. Indeks
kedalaman kemiskinan ini merupakan bagian dari pengukuran FGT Index ketika
nilai � = 1. Formula untuk mengukur indeks kedalaman kemiskinan adalah
sebagai berikut:
Dimana: P1 = indeks kedalaman kemiskinan
P1 =
47 �
n = jumlah observasi
q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z = garis kemiskinan
yi = pendapatan orang miskin ke-i
Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks kedalaman kemiskinan
telah memenuhi aksioma fokus dan kesamaan, namun masih belum bisa
memenuhi aksioma transfer sehingga belum bisa menggambarkan bagaimana
distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin.
c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Indeks keparahan kemiskinan menggambarkan ketimpangan pendapatan
antar penduduk miskin. Semakin kecil nilai indeks keparahan kemiskinan, maka
distribusi pendapatan di antara masyarakat miskin semakin merata. Indeks
keparahan kemiskinan merupakan sebuah ukuran tentang keparahan kemiskinan
yang telah digunakan secara luas dengan menggunakan niali � = 2, sehingga
formulanya dapat ditulis sebagai berikut:
Dimana: P2 = indeks keparahan kemiskinan
n = jumlah observasi
q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
z = garis kemiskinan
yi = pendapatan orang miskin ke-i
P2
48 �
Indeks keparahan kemiskinan merupakan alat untuk mengukur kemiskinan
yang lebih komprehensif dibanding menggunakan headcount ratio dan indeks
kedalaman kemiskinan. Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks
keparahan kemiskinan telah mampu memenuhi aksioma kesamaan, fokus, dan
transfer.
3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh program
Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah metode regresi linier
berganda dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau Ordinary
Least Square (OLS). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
E-Views 6 dan Microsoft Excel 2007. Model yang digunakan untuk menganalisis
pengaruh program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah sebagai
berikut:
YKapi = �0 + �1Mi + �2PYDi + �3PUBi + �4Tgi+ �5DKi + �5DP1i + �5DP2i +
�5DP3i + �i
Dimana :
YKapi = Pendapatan per kapita mustahiq ke-i (Rp/bulan)
Mi = Besarnya modal kerja dari Program Ikhtiar yang diterima oleh mustahiq
ke-i (Rp/periode pembiayaan)
PYDi = Banyaknya mustahiq ke-i melakukan pembiayaan selama mengikuti
Program Ikhtiar
PUBi = Pendapatan mustahiq ke-i yang berasal dari usaha yang menggunakan
modal dari Program Ikhtiar (Rp/bulan)
49 �
Tgi = Jumlah tanggungan mustahiq ke-i (jiwa)
DKi = Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq ke-i
DK bernilai 1 jika mustahiq ikut aktif bekerja
DK bernilai 0 jika mustahiq hanya menjadi ibu rumah tangga
DPi = Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq ke-i
DP1 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SD, dan bernilai 0 untuk yang
lain.
DP2 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTP, dan bernilai 0 untuk
yang lain.
DP3 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTA, dan bernilai 0 untuk
yang lain.
�i = Error term
�0 = Konstanta
�1,..,�5 = Koefisien masing-masing variabel bebas
a. Pengujian Kriteria Statistik
1) Uji F
Statistik uji F digunakan untuk menguji model secara keseluruhan sehingga
dapat dilihat bagaimana variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebas secara
keseluruhan. Apabila nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang
digunakan, maka secara statistik telah dibuktikan bahwa model tersebut dapat
menjelaskan keragaman variabel tak bebas yang hendak diukur. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pada model tersebut terdapat minimal satu variabel bebas
50 �
yang dapat menjelaskan keragaman yang terjadi pada variabel bebas yang hendak
diukur.
2) Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) mengukur persentase kemampuan variabel bebas
dalam menerangkan keragaman yang terjadi pada variabel tak bebas. Nilai R2
yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan
semakin baik. Namun, pengukuran menggunakan R2 memiliki kelemahan apabila
dilakukan pada model regresi berganda, yaitu nilai R2 akan selalu meningkat
apabila dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model (Pindyck dan
Rubinfeld, 1983). Oleh karena itu, pengukuran goodness of fit suatu model regresi
berganda sebaiknya menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan
(adjusted R-squared). Berbeda dengan nilai R2 yang selalu meningkat apabila
dilakukan penambahan variabel bebas pada model, nilai adjusted R-squared justru
dapat menurun apabila terjadi penambahan variabel bebas yang tidak diperlukan
pada model regresi berganda tersebut.
3) Uji t
Jika dalam uji F disimpulkan bahwa model secara signifikan dapat
menjelaskan keragaman variabel tak bebas yang hendak diukur, maka selanjutnya
dilakukan statistik uji t untuk melihat variabel mana yang memiliki pengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas yang hendak diukur. Jika nilai probabilitas t-
statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka secara statistik telah
dibuktikan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara nyata terhadap
variabel tak bebas yang hendak diukur.�
51 �
b. Pengujian Kriteria Ekonometrik
1) Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat
apakah terdapat hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model
regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan beberapa
konsekuensi (Gujarati, 1995), diantaranya:
(i) Meskipun penaksir OLS mungkin bisa diperoleh, tetapi standard error
cenderung semakin besar dengan meningkatnya korelasi antara variabel.
(ii) Standard error dari parameter dugaan akan sangat besar sehingga selang
keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar.
(iii) Jika korelasi antara variabel bebas tergolong tinggi, kemungkinan
probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar.
(iv) Standard error akan semakin besar dan sensitif bila ada perubahan data.
(v) Tidak memungkinkan untuk mengisolasi pengaruh individual dari variabel
bebas.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu
model adalah melalui correlation matrix. Jika terdapat koefisien korelasi
antarvariabel bebas yang lebih besar dari |0,8| (rule of thumb), maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi tersebut.
52 �
2) Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah varians residual
bersifat tidak konstan. Jika varians bersifat tidak konstan, maka timbul gejala
heteroskedastisitas yang akan menyebabkan tidak efisiennya proses estimasi,
sementara hasil estimasinya sendiri masih konsisten dan tak bias. Selain itu,
konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastisitas adalah mengakibatkan uji t-
statistik dan uji F-statistik menjadi tidak berarti. Salah satu cara untuk menguji
gejala heteroskedastisitas dalam sebuah model regresi adalah dengan melakukan
uji White Heteroskedasticity Test. Apabila nilai probabilitas Obs*R-Squared lebih
besar dari taraf nyata yang digunakan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi.
53 �
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografi
Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu dari 15 desa yang terdapat di
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Secara geografis, batas wilayahnya
adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin,
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea,
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweungkolot,
d. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cijujung.
Desa Ciaruteun Ilir secara administratif terdiri dari 4 Dusun, 10 RW, dan 35
RT dengan luas wilayah 392 ha. Sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan
penduduk sebagai lahan sawah, luasnya mencapai 200 ha (51,02 persen). Proporsi
lahan yang digunakan untuk pemukiman dan pekarangan juga tergolong besar,
yaitu seluas 160 ha (40,82 persen). Sedangkan sisanya, lahan seluas 32 ha
dimanfaatkan penduduk untuk ladang/huma (19 ha), jalan (2 ha), pemakaman
(3ha), lapangan olahraga (2 ha), serta lahan untuk bangunan sarana pendidikan
dan peribadatan masing-masing seluas 0,5 ha.
4.2. Kondisi Demografi
Berdasarkan data kependudukan Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir per April
2009, jumlah penduduk desa ini adalah 10.514 jiwa dengan kepadatan penduduk
2.682 jiwa/km2. Mayoritas penduduk desa ini tergolong dalam kategori usia
54 �
produktif, yaitu penduduk yang berusia antara 15-64 tahun, jumlahnya adalah
6.475 jiwa atau sebesar 61,58 persen dari jumlah total penduduk.
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur
(Tahun) Laki-Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa)
0-4 544 583 1127
5-9 582 618 1200
10-14 592 562 1154
15-19 576 532 1108
20-24 442 477 919
25-29 412 348 760
30-34 357 358 715
35-39 324 315 639
40-44 337 304 641
45-49 221 216 437
50-54 259 176 435
55-59 170 181 351
60-64 236 234 470
65-70 166 109 275
>70 168 115 283
Jumlah 5386 5128 10514
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Sebagian besar penduduk Desa Ciaruteun Ilir bermata pencaharian sebagai
pedagang, jumlahnya mencapai 922 orang. Komoditi yang diperdagangkan
terutama adalah sayuran seperti kangkung dan bayam yang memang merupakan
komoditi pertanian utama di desa ini. Lokasi mereka berdagang meliputi pasar-
pasar di wilayah Bogor, namun ada pula penduduk yang berdagang sampai ke luar
Bogor seperti ke Depok dan Pulo Gadung. Jumlah terbesar kedua adalah
penduduk yang bermata pencaharian sebagai tukang ojek, yaitu sebanyak 875
orang. Hal ini disebabkan jalan di Desa Ciaruteun Ilir dan wilayah sekitarnya
�
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
menjadi satu
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
lainnya.
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
�
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
menjadi satu
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
Jenis pekerjaan lain yang juga cuk
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
lainnya.
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
100200300400500600700800900
1000
Ju
mla
h (
jiw
a)
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
menjadi satu-satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
Jenis pekerjaan lain yang juga cuk
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
0100200300400500600700800900
1000���
���
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
Jenis pekerjaan lain yang juga cuk
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
Pencaharian
���
���
Jenis Mata
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
Jenis pekerjaan lain yang juga cukup banyak digeluti oleh penduduk Desa
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
Pencaharian
�� �� �
Jenis Mata Pencaharian
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
up banyak digeluti oleh penduduk Desa
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
Pencaharian
� � �
encaharian
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.
up banyak digeluti oleh penduduk Desa
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swasta, buruh pabrik,
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
� �
55
tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek
satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk
menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pencaharian
sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk
yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini
up banyak digeluti oleh penduduk Desa
Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang
penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja
ta, buruh pabrik,
pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan
Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata
���
�
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
672 orang atau sebesar 43,47 per
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Tinggi/S1.
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
����������������������������������������6
Bulog RI.
�
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
672 orang atau sebesar 43,47 per
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Tinggi/S1.
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
����������������������������������������6�Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
Bulog RI.�
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
672 orang atau sebesar 43,47 per
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
�����������������������������������������������������������
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
672 orang atau sebesar 43,47 persen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
��������������������
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa Ciaruteun Ilir ada
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Ciaruteun Ilir juga
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
56
Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai
sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat
SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34
persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat
iaruteun Ilir ada
juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau
0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya
sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan
Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat
ruteun Ilir juga
tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan
889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin6.
Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari
57 �
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perubahan Indikator Kemiskinan Mustahiq Setelah Mengikuti
Program Ikhtiar
5.1.1. Karakteristik Demografi Responden
Data karakteristik demografi mustahiq anggota Program Ikhtiar yang
menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik
Demografi Klasifikasi
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
Usia
< 15 tahun
15-64 tahun
� 65 tahun
0
45
0
0
100
0
Status pernikahan
Belum menikah
Menikah
Janda
0
39
6
0
86,67
13,33
Jumlah tanggungan
0-3 orang
4-7 orang
>7 orang
15
29
1
33,33
64,44
2,22
Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
5
17
20
2
1
11,11
37,78
44,44
4,44
2,22
Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Petani
Pedagang
Buruh
Lainnya
32
1
7
4
1
71,11
2,22
15,56
8,89
2,22
Berdasarkan Tabel 5.1, seluruh responden termasuk dalam kategori usia
produktif, yaitu berusia antara 15-64 tahun. Sebagian besar responden berstatus
menikah (86,75 persen) dengan jumlah tanggungan 0-3 orang sebanyak 33,3
58 �
persen, jumlah tanggungan 4-7 orang sebanyak 64,44 persen, dan jumlah
tanggungan lebih dari 7 orang sebanyak 2,22 persen. Namun, di antara para
responden tersebut, terdapat 13,33 persen yang berstatus sebagai janda sehingga
mereka harus berjuang lebih keras sebagai kepala keluarga yang berkewajiban
untuk menafkahi keluarganya.
Ditinjau dari aspek pendidikan, kondisi pendidikan responden tergolong
memprihatinkan. Persentase responden yang tidak pernah bersekolah mencapai
angka 11,11 persen, sedangkan responden yang pernah memasuki jenjang
pendidikan SD namun tidak menamatkannya berjumlah 37,78 persen. Mayoritas
responden merupakan lulusan SD, yaitu sebanyak 44,44 persen. Sementara itu,
persentase responden yang tamat SLTP hanya 4,44 persen dan responden yang
tamat SLTA hanya 2,22 persen. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan
rendahnya pula wawasan dan skill yang dimiliki, sehingga kemampuan untuk
berkompetisi di dunia kerja relatif kurang. Kondisi ini berpotensi menimbulkan
pengangguran yang sangat rentan terhadap kemiskinan. Hal tersebut menunjukkan
hubungan yang erat antara kemiskinan dengan tingkat pendidikan.
Seluruh responden pada penelitian ini adalah perempuan, karena seperti
telah dijelaskannya sebelumnya bahwa sasaran Program Ikhtiar adalah kaum
perempuan. Sebagian besar responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan
persentase sebesar 71,11 persen. Responden yang berstatus sebagai ibu rumah
tangga tidak memiliki penghasilan sendiri, sehingga sangat tergantung pada
penghasilan kepala keluarga (suami). Namun, di antara 45 orang responden
tersebut, terdapat responden yang aktif bekerja sehingga bisa memiliki
59 �
penghasilan sendiri. Mereka mayoritas bekerja sebagai pedagang, jumlahnya
adalah 15,56 persen. Sedangkan responden lainnya bekerja sebagai buruh (8,89
persen), petani (2,22 persen), dan jenis pekerjaan lainnya (2,22 persen).
5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq
Hasil pengolahan data pendapatan per kapita responden sebelum dan setelah
adanya mengikuti Program Ikhtiar yang dianalisis menggunakan FGT Index dapat
dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti
Program Ikhtiar
Indeks Kemiskinan Sebelum Mengikuti Program Ikhtiar
Setelah Mengikuti Program Ikhtiar
H 0,49 0,44
P1 0,17 0,14
P2 0,09 0,06
Sumber: Lampiran 2, 3, dan 4.
a. Headcount Ratio (H)
Hasil pengolahan data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa setelah
mengikuti Program Ikhtiar, headcount ratio (H) mengalami penurunan dari 0,49
menjadi 0,44. Hal ini berarti jumlah mustahiq yang termasuk kategori miskin
berkurang dari 49 persen menjadi 44 persen setelah adanya pendistribusian ZIS
melalui Program Ikhtiar. Menurunnya nilai H tidak terlepas dari pengaruh
peningkatan pendapatan mustahiq setelah mengikuti program Ikhtiar. Berdasarkan
penelitian, sebanyak 64,44 persen mustahiq yang menjadi responden mengalami
peningkatan pendapatan setelah mereka mengikuti Program Ikhtiar (lampiran 1).
60 �
Meski demikian, tidak semua mustahiq yang mengalami peningkatan
pendapatan tersebut mampu keluar dari garis kemiskinan. Hal ini antara lain
disebabkan oleh banyaknya jumlah tanggungan pada keluarga mustahiq. Semakin
banyak jumlah tanggungan, maka pendapatan per kapita akan semakin rendah.
Jadi, walaupun mustahiq anggota Program Ikhtiar ini telah mengalami
peningkatan pendapatan, mereka tidak bisa keluar dari garis kemiskinan apabila
peningkatan pendapatan tersebut tidak sebanding dengan jumlah orang yang
menjadi tanggungannya.
Sebagai contoh kasus, pada penelitian ini terdapat seorang responden yang
memiliki jumlah tanggungan sebanyak tujuh orang. Setelah mengikuti Program
Ikhtiar, pendapatan rumah tangga responden tersebut meningkat sebesar 75
persen, yaitu dari Rp 600.000,00 menjadi Rp 1.050.000,00. Namun, banyaknya
jumlah tanggungan yang dimiliki menyebabkan peningkatan pendapatan rumah
tangga responden tersebut tidak signifikan untuk meningkatkan pendapatan per
kapita anggota keluarganya. Hal ini menyebabkan anggota keluarga mustahiq
tersebut masih tetap berada di bawah garis kemiskinan.
Meskipun sebagian besar mustahiq, yaitu sebanyak 64,44 persen mengalami
peningkatan pendapatan setelah mereka mendapatkan bantuan berupa pinjaman
modal kerja melalui Program Ikhtiar, namun .pada penelitian ini terdapat
mustahiq yang pendapatannya tidak mengalami perubahan, bahkan ada pula yang
pendapatanya justru menurun. Persentase mustahiq yang pendapatannya tidak
berubah adalah 24,44 persen. Sedangkan mustahiq yang pendapatannya justru
menurun berjumlah 11,11 persen (lampiran 1). Faktor-faktor yang menyebabkan
61 �
pendapatan mustahiq tersebut tidak berubah atau bahkan justru menurun
diantaranya adalah:
1) Faktor internal keluarga
Faktor internal keluarga maksudnya adalah kondisi keluarga mustahiq yang
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan responden. Misalnya, mustahiq
yang mengalami perceraian/suami mustahiq meninggal dunia. Karena
sumber utama pendapatan yang sebelumnya berasal dari suami sudah tidak
ada, maka mereka dituntut untuk bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarganya. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah dan
skill seadanya, tidak banyak lapangan kerja yang dapat mereka masuki,
sehingga sebagian ada yang terpaksa harus menjadi buruh untuk
memperoleh penghasilan. Contoh lain adalah mustahiq yang berhenti
bekerja dengan pertimbangan kewajibannya sebagai seorang ibu. Hasil
wawancara di lapangan menunjukkan bahwa terdapat mustahiq yang
memilih berhenti bekerja karena harus mengurus anaknya yang masih
balita. Hal ini menyebabkan pendapatan keluarga mustahiq berkurang
karena hanya suaminya yang bekerja.
2) Besarnya pembiayaan
Responden yang tingkat pendapatannya tidak berubah setelah mendapatkan
bantuan modal usaha produktif menyatakan bahwa jumlah
pinjaman/pembiayaan yang mereka terima relatif kecil sehingga tidak
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Hasil survei di lapangan
menunjukkan bahwa plafon pinjaman responden masih berkisar antara Rp
62 �
200 ribu–Rp 2,5 juta, namun mayoritas plafon pinjaman masih berada
antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu. Menurut pihak pelaksana Program Ikhtiar,
perkembangan perekonomian anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun
Ilir memang tergolong lambat dibanding perkembangan anggota di daerah-
daerah lain. Para TPL dan fasilitaor wilayah bahkan harus gencar
memberikan motivasi pada angggota agar mereka mau mengajukan
pembiayaan untuk modal usaha. Hal ini merupakan salah satu penyebab
lambatnya perkembangan perekonomian anggota Program Ikhtiar di Desa
Ciaruteun Ilir yang diindikasikan oleh relatif rendahnya plafon pinjaman
anggota.
b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks kedalaman kemiskinan mustahiq mengalami penurunan dari 0,17
menjadi 0,14 setelah mustahiq mengikuti Program Ikhtiar. Penurunan nilai indeks
kedalaman kemiskinan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pendapatan mustahiq
cenderung semakin mendekati garis kemiskinan, sehingga kesenjangan antara
pendapatan mustahiq dengan garis kemiskinan semakin berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian, pada awalnya rata-rata pendapatan per kapita
mustahiq yang termasuk dalam kategori miskin adalah Rp 100.681,82. Namun
setelah mengikuti Program Ikhtiar, rata-rata pendapatan per kapita tersebut
kemudian meningkat 35,91 persen menjadi Rp 136.833,33 (lampiran 2 dan 3).
c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa nilai indeks keparahan kemiskinan
mustahiq sebelum mengikuti Program Ikhtiar adalah 0,09. Sedangkan setelah
63 �
mengikuti Program Ikhtiar, nilai indeks P2 menurun menjadi 0,06. Hal ini
menunjukkan bahwa pendistribusian ZIS untuk modal kerja dapat mengurangi
ketimpangan pendapatan di antara mustahiq, sehingga distribusi pendapatan di
antara mereka relatif lebih merata dibanding dengan kondisi sebelum adanya
program pendistribusian ZIS sebagai modal kerja melalui Program Ikhtiar.
Penurunan indeks keparahan kemiskinan ini disebabkan terbukanya akses
para mustahiq untuk memperoleh dana, karena sebelumnya mereka tidak mampu
mengakses pinjaman dana dari lembaga keuangan formal dan komersil untuk
modal usahanya. Dengan adanya Program Ikhtiar yang mendistribusikan dana ZIS
untuk membantu modal usaha mustahiq, akses mereka terhadap sumber dana yang
mereka perlukan untuk modal usaha telah terbuka. Beban mustahiq juga menjadi
lebih ringan, karena pada pinjaman pertama, akad yang digunakan adalah qardhul
hasan (pinjaman kebaikan), sehingga para mustahiq hanya perlu mengembalikan
pokok pinjaman tanpa harus memberikan bagi hasil atau magrin. Hal tersebut
dapat menambah motivasi para mustahiq untuk melakukan usaha/bekerja,
sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan secara mandiri dan distribusi
pendapatan di antara mereka cenderung menjadi lebih merata dibandingkan
dengan kondisi sebelum mereka mendapatkan bantuan berupa pinjaman modal
kerja melalui Program Ikhtiar.
64 �
5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq
5.2.1. Evalusi Model
Hasil estimasi model persamaan pendapatan per kapita mustahiq yang
diolah dengan menggunakan program E-views 6 dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Hasil Estimasi Model Pendapatan Per Kapita Mustahiq
Dependent variabel: YKAP
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 209710,4 90642,04 2,313611 0,0265
M 0,000963 0,067982 0,014161 0,9888
PYD 5264,729 20991,46 0,250803 0,8034
PUB 0,311208 0,036091 8,622774 0,0000
TG -74474,02 16621,82 -4,480497 0,0001
DK 137283,0 47567,27 2,886081 0,0066
DP1 48790,19 39727,82 1,228111 0,2274
DP2 53667,35 91915,37 0,583878 0,5629
DP3 -19526,90 127117,1 -0,153613 0,8788
R-squared 0,759395
Adjusted R-squared 0,705927
Durbin-Watson stat 2,579226
F-statistic 14,20283
Prob(F-statistic) 0,000000 Sumber: Lampiran 6.
Berdasarkan hasil estimasi tersebut, maka diperoleh model persamaan
pendapatan per kapita mustahiq sebagai berikut:
YKAP = 209710,4 + 0,000963*M + 5264,729*PYD + 0,311208*PUB – 74474,02*TG + 137283,0*DK + 48790,19*DP1 + 53667,35*DP2 – 19526,90*DP3
a. Uji Kriteria Statistik
1) Uji-F
Hasil uji-F menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik adalah
0,00000; lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan, yaitu � = 1 persen. Jadi,
65 �
dapat diambil kesimpulan bahwa pada model persamaan pendapatan per kapita
mustahiq tersebut minimal terdapat satu variabel bebas yang dapat menjelaskan
keragaman yang terjadi pada pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1
persen.
2) Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan Tabel 5.3, nilai adjusted R-squared pada persamaan model
pendapatan per kapita mustahiq adalah 0,7059. Artinya, model tersebut dapat
menjelaskan 70,59 persen keragaman yang terjadi pada pendapatan per kapita
mustahiq, sedangkan sisanya sebesar 29,41 persen dijelaskan oleh variabel-
variabel lain di luar model.
3) Uji-t
Uji-t dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel bebas mana yang
memiliki pengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hasil uji-t menunjukkan
bahwa pada model persamaan pendapatan per kapita mustahiq, variabel-variabel
yang secara signifikan mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq pada taraf
nyata 1 persen adalah pendapatan usaha yang menggunakan dana dari Program
Ikhtiar (PUB), jumlah tanggungan (Tg), dan variabel dummy keaktifan bekerja
mustahiq (DK). Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik ketiga
variabel tersebut yang lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan. Sedangkan
variabel besarnya modal kerja yang diterima dari Program Ikhtiar (M), banyaknya
mustahiq melakukan pembiayaan (PYD), dan variabel dummy tingkat pendidikan
mustahiq (DP1, DP2, dan DP3) dapat disimpulkan tidak memiliki pengaruh yang
66 �
signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq karena probabilitas t-statistik
pada kedua variabel tersebut lebih besar dari 1 persen.
b. Uji Kriteria Ekonometrik
1) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan correlation matrix.
Masalah multikolinearitas terjadi apabila terdapat nilai koefisien korelasi
antarvariabel bebas yang bernilai lebih besar dari �0,80�. Matriks korelasi
persamaan model pendapatan per kapita mustahiq dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber: Lampiran 6.
Berdasarkan Tabel 5.4, dapat disimpulkan bahwa model persamaan
permintaan per kapita mustahiq terbebas dari masalah multikolinearitas. Hal
tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antarvariabel bebas yang lebih
kecil dari �0,80�.
2) Uji Heteroskedastisitas
Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan
White Heteroskedasticity Test. Hasil uji heteroskedastisitas tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5.5.
YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3
YKAP 1.000000 0.316982 0.071362 0.618437 -0.313816 0.366676 0.139080 -0.056878 0.043248
M 0.316982 1.000000 0.581969 0.362356 0.119714 0.230325 -0.050528 -0.006412 0.116541
PYD 0.071362 0.581969 1.000000 0.191422 0.208494 -0.008886 -0.162103 0.019543 0.081967
PUB 0.618437 0.362356 0.191422 1.000000 0.322709 -0.135400 -0.140358 -0.132540 0.124402
TG -0.313816 0.119714 0.208494 0.322709 1.000000 -0.404773 -0.279934 0.014594 0.010202
DK 0.366676 0.230325 -0.008886 -0.135400 -0.404773 1.000000 0.120595 0.100452 -0.096088
DP1 0.139080 -0.050528 -0.162103 -0.140358 -0.279934 0.120595 1.000000 -0.192897 -0.134840
DP2 -0.056878 -0.006412 0.019543 -0.132540 0.014594 0.100452 -0.192897 1.000000 -0.032513
DP3 0.043248 0.116541 0.081967 0.124402 0.010202 -0.096088 -0.134840 -0.032513 1.000000
67 �
Tabel 5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 14.08068 Probability 0.0000
Obs*R-squared 43.24501 Probability 0.0330 Sumber: Lampiran 6.
Pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Obs*Squared adalah
0,0330. Hal ini menunjukkan bahwa pada persamaan pendapatan per kapita
mustahiq tidak terdapat masalah heteroskedastisitas karena nilai probabilitas
Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 1 persen.
5.2.2 Interpretasi Model
a. Besarnya Pembiayaan untuk Modal Kerja (M)
Berdasarkan hasil estimasi model, pada taraf nyata 1 persen, besarnya
pembiayaan untuk modal kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian
yang menyatakan bahwa besarnya pembiayaan untuk modal kerja memiliki
pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq.
Ketidaksesuaian antara hipotesis awal dengan hasil estimasi ini diduga
terjadi karena modal yang diterima mustahiq relatif kecil sehingga tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan mereka. Besarnya pinjaman modal
yang diterima belum cukup untuk meningkatkan skala usaha mustahiq yang akan
menyebabkan pendapatan mereka turut meningkat. Meski demikian, para
mustahiq mengaku bahwa modal tersebut sangat bermanfaat untuk
mempertahankan kelangsungan usaha yang menjadi sumber mata pencaharian
68 �
bagi keluarga mereka. Besarnya plafon pembiayaan terakhir yang diterima
mustahiq berkisar antara Rp 200 ribu-Rp 2,5 juta. Data sebaran plafon
pembiayaan produktif mustahiq yang menjadi responden pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Komposisi Mustahiq Berdasarkan Plafon Pembiayaan Produktif
No Plafon Pembiayaan (Rp) Jumlah Mustahiq (Jiwa) Persentase (Persen)
1 200.000 4 8,89
2 400.000 3 6,67
3 500.000 10 22,22
4 600.000 8 17,78
5 700.000 1 2,22
6 800.000 6 13,33
7 1.000.000 11 24,44
8 1.200.000 1 2,22
9 2.500.000 1 2,22
Berdasarkan Tabel 5.6, plafon pembiyaan produktif yang diterima mustahiq
sebagian besar masih berkisar antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu, jumlahnya yaitu
55,56 persen. Dengan kata lain, lebih dari separuh mustahiq, plafon
pembiayaannya masih berada di antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu. Meski demikian,
lembaga pelaksana Program Ikhtiar tidak dapat serta-merta meningkatkan jumlah
plafon pembiayaan untuk para mustahiq karena peningkatan plafon pembiayaan
memang dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan potensi ekonomi,
disiplin kehadiran, disiplin angsuran, disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung
renteng oleh anggota lainnya. Pada penelitian ini, mustahiq yang telah
mendapatkan plafon pembiayaan mencapai Rp 1 juta adalah sebanyak 24,44
persen, sedangkan mustahiq yang mendapatkan plafon pembiayaan Rp 1,2 juta
dan Rp 2,5 juta jumlahnya masing-masing hanya 2,22 persen.
69 �
Selain relatif kecilnya jumlah pembiayaan yang diterima, faktor lain yang
membuat besarnya modal yang diterima menjadi tidak signifikan terhadap
pendapatan per kapita mustahiq adalah terjadinya penyalahgunaan alokasi dana
pembiayaan yang diperoleh. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa
mustahiq yang tidak sepenuhnya menggunakan pembiayaan produktif dari
Program Ikhtiar untuk modal usaha, walaupun dalam akad telah dinyatakan
bahwa dana tersebut akan digunakan untuk modal. Dana yang seharusnya
digunakan sebagai modal usaha agar pendapatannya bisa meningkat justru
digunakan mustahiq untuk memenuhi kebutuhan konsumtif mereka, sehingga
adanya pembiayaan yang diterima tidak berdampak signifikan terhadap
pendapatan.
b. Banyaknya Mustahiq Melakukan Pembiayaan (PYD)
Berdasarkan hasil estimasi, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan
(PYD) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita
mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan
memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita
mustahiq.
Berdasarkan hasil wawancara, pembiayaan yang dilakukan mustahiq selama
mereka menjadi anggota Program Ikhtiar (2006-2009) berkisar antara 1-5 kali.
Namun, tidak semua pembiayaan yang diterima mustahiq ditujukan untuk
kegiatan produktif. Beberapa mustahiq lebih cenderung untuk memenuhi
kebutuhan konsumtif terlebih dahulu, sehingga pengajuan pembiayaan pada
70 �
periode awal mereka mengikuti Program Ikhtiar lebih ditujukan untuk kegiatan
konsumtif, misalnya perbaikan rumah, pemasangan listrik, biaya pendidikan anak,
dan lain-lain. Hal ini menyebabkan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatannya.
c. Pendapatan Usaha yang Menggunakan Modal dari Program Ikhtiar
(PUB)
Sesuai dengan hipotesis penelitian, pendapatan usaha mustahiq yang
menggunakan modal dari Program Ikhtiar (PUB) memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1
persen. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa dana yang berasal dari
pembiayaan produktif yang diterima mustahiq digunakan sebagai modal pada
usaha yang merupakan sumber mata pencaharian utama bagi keluarga mustahiq.
Meski besarnya modal yang diperoleh tidak cukup signifikan untuk meningkatkan
pendapatan per kapita mustahiq, namun modal tersebut telah membantu para
mustahiq untuk menjaga kelangsungan usahanya.
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien PUB sebesar 0,3112.
Artinya, apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah pada pendapatan usaha
mustahiq yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar, maka pendapatan per
kapita mustahiq akan meningkat sebesar 0,3112 rupiah atau dengan kata lain, jika
terjadi peningkatan pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan dana dari
Program Ikhtiar sebesar Rp 100.000,00; maka pendapatan per kapita mustahiq
akan meningkat sebesar Rp 31.120,00; cateris paribus.
71 �
d. Jumlah Tanggungan Mustahiq (Tg)
Jumlah tanggungan yang menjadi beban mustahiq (Tg) berpengaruh
signifikan dengan arah yang negatif terhadap pendapatan per kapita mustahiq
pada taraf nyata 1 persen. Nilai koefisien variabel Tg yang diperoleh adalah
sebesar 74474,02. Artinya, apabila terjadi penambahan jumlah tanggungan
mustahiq sebanyak 1 jiwa, maka pendapatan per kapita mustahiq tersebut akan
mengalami penurunan sebesar Rp 74.474,02; cateris paribus.
Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan mustahiq, maka pendapatan
per kapita mustahiq akan semakin kecil. Berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil wawancara, mayoritas jumlah tanggungan mustahiq adalah antara 4-7 orang,
persentasenya adalah 64,44 persen. Sedangkan mustahiq yang memiliki jumlah
tanggungan antara 0-3 orang berjumlah 33,33 persen dan mustahiq dengan jumlah
tanggungan lebih dari 7 orang berjumlah 2,22 persen.
e. Variabel Dummy Keaktifan Bekerja Mustahiq (DK)
Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq digunakan untuk melihat
pengaruh jika para mustahiq yang merupakan ibu rumah tangga ini turut aktif
bekerja agar dapat memperoleh tambahan penghasilan untuk keluarganya. Sesuai
dengan hipotesis penelitian, hasil estimasi pada model menunjukkan bahwa DK
berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita
mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hal tersebut berarti apabila para ibu rumah
tangga yang merupakan mustahiq dalam Program Ikhtiar tersebut ikut aktif
72 �
bekerja, maka pendapatan per kapitanya akan lebih tinggi dibanding pendapatan
per kapita mustahiq yang hanya menjadi ibu rumah tangga, cateris paribus.
Berdasarkan hasil wawancara, jumlah responden yang ikut aktif bekerja
masih tergolong sedikit, yaitu hanya 28,89 persen. Jenis usaha yang ditekuni
sebagian besar dari mereka adalah usaha dagang dengan membuka warung di
rumahnya. Dengan demikian, mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan
dari berjualan tanpa mengabaikan tugasnya dalam mengurus rumah dan keluarga.
f. Variabel Dummy Tingkat Pendidikan Mustahiq (DP)
Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq digunakan untuk melihat
pengaruh tingkat pendidikan mustahiq terhadap tingkat pendapatan per kapita
mustahiq. Berdasarkan hasil estimasi, tingkat pendidikan mustahiq tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf
nyata 1 persen. Artinya, tidak ada perbedaan pendapatan per kapita yang nyata
pada responden yang memiliki tingkat pendidikan SD (DP1), SLTP (DP2), SLTA
(DP3), dan mustahiq yang tidak tamat SD atau tidak pernah sekolah.
Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan mustahiq tidak signifikan
mempengaruhi jenis pekerjaan mustahiq. Jadi, walaupun tingkat pendidikan
mustahiq berbeda-beda, jenis pekerjaan yang mereka tekuni hampir sama
sehingga tidak berpengaruh terhadap pendapatan per kapita mereka. Berdasarkan
hasil wawancara, tingkat pendidikan mustahiq sebagian besar adalah SD (44,44
persen). Mustahiq yang tamat SLTP hanya 4,44 persen dan tamat SLTA hanya
2,22 persen. Sedangkan sisanya, 37,78 persen tidak tamat SD dan 11,11 persen
bahkan tidak pernah sekolah.
73 �
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai pengaruh pendistribusian ZIS sebagai modal
kerja terhadap indikator kemiskinan dan tingkat pendapatan mustahiq yang
dilakukan dengan mengambil studi kasus pada pelaksanaan Program Ikhtiar di
Desa Ciaruteun Ilir menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Indikator kemiskinan mustahiq mengalami penurunan setelah mustahiq
tersebut mengikuti Program Ikhtiar. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya
nilai headcount ratio (H), indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks
keparahan kemiskinan (P2) mustahiq setelah mereka mengikuti Program
Ikhtiar. Nilai H mengalami penurunan dari 0,49 menjadi 0,44; nilai P1
menurun dari 0,17 menjadi 0,14; dan nilai P2 menurun dari 0,09 menjadi
0,06.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan usaha mustahiq yang
menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan keaktifan bekerja mustahiq.
Jumlah tanggungan mustahiq juga berpengaruh secara signifikan namun
berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq. Sementara itu,
besarnya modal yang diberikan dari Program Ikhtiar, banyaknya
pembiayaan yang dilakukan mustahiq, dan tingkat pendidikan mustahiq
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita
mustahiq.
74 �
6.2. Saran
1. Pelaksanaan Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir terbukti dapat
menurunkan indikator-indikator kemiskinan mustahiq yang menjadi
anggotanya. Oleh karena itu, program pendayagunaan dana ZIS produktif
sebagai modal kerja seperti yang dilakukan melalui Program Ikhtiar perlu
terus dikembangkan oleh lembaga-lembaga pengelola ZIS di Indonesia. Hal
ini bertujuan agar fungsi ZIS sebagai instrumen untuk mengentaskan
kemiskinan dapat berjalan lebih optimal.
2. Lembaga-lembaga pelaksana Program Ikhtiar (BM Bogor, Yayasan Peramu,
dan Koperasi BAIK) perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang
diberikan dalam pembiayaan produktif agar besar plafon tersebut efektif
untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Di samping itu, proses
monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari
mustahiq perlu lebih diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap
sesuai dengan akad yang telah dibuat. Selain itu, Yayasan Peramu sebagai
salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar,
khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota, perlu
melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan
potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan tersebut sangat diperlukan
untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq.
Sementara itu, untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan mustahiq dari sisi
perencanaan keluarga, maka para mustahiq tersebut perlu mendapatkan
pendidikan mengenai perencanaan keluarga. Dalam hal ini, pihak pelaksana
75 �
Program Ikhtiar dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang
concern terhadap masalah keluarga dan kependudukan, misalnya dengan
BKKBN untuk memberikan pendidikan mengenai perencanaan keluarga
kepada para mustahiq.
3. Pada penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan analisis terhadap indikator
kemiskinan masyarakat miskin yang tidak mengikuti program
pemberdayaan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk melihat tingkat
keberhasilan program dengan cara membandingkan perubahan indikator
kemiskinan masyarakat miskin yang mengikuti program pemberdayaan
ekonomi dengan masyarakat miskin yang tidak mengikutinya.
76 �
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Badan Pusat Statistik. 2006. Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2006.
Berita Resmi Statistik No. 47/IX/1 September 2006. _______. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan. Buku 2: Kabupaten dan Kota.
Jakarta: BPS. _______. 2009. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. Berita Resmi
Statistik No. 43/07/Th. XII. Baytul Maal Bogor. 2007. Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui
Pendekatan Agama (Studi Kasus Pengembangan Program Ikhtiar oleh Baytul Maal Bogor). Warta Gubernur, 2: 48-68.
Beik, I.S. 2008. Analysis on the Role of Zakat in Alleviating Poverty: Dompet
Dhuafa Republika Case Study. Makalah Dipresentasikan pada Konferensi Internasional IDB di Bangladesh, Februari 2009.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Agama Nomor
373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Djamil, F. 2004. Pendekatan Maqashid Al-Syariah terhadap Pendayagunaan
Zakat. Di dalam: Abidin, editor. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju
Efektivitas Pemanfaatan Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta: PIRAMEDIA. Foster, J., J. Greer, dan E. Thorbecke. 1984. Notes and Comments: A Class of
Decomposable Poverty Measures. Econometrica, 52(3): 761-766. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].
Jakarta: Erlangga. Hafidhuddin, D. 1998. Panduan Praktis tentang Zakat Infak Sedekah. Jakarta:
Gema Insani Press. _______. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Hamid, E.S. 2008. Kemiskinan di Indonesia.
http://yuliandriansyah.multiply.com/journal/item/32 [12 Maret 2009].
77 �
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB Press. Kuncoro, M. 2008. Grameen Bank dan Lembaga Keuangan Mikro.
http://www.mudrajad.com/upload/Grameen_Bank%20&%20lemb%20keuangan%20mikro.pdf [1 Juni 2009].
Nasoetion, L.I. 1996. Taksonomi Kemiskinan di Indonesia: Suatu Kajian
Eksploratif. Di dalam: Sitorus, et al., editor. Memahami dan Menanggulangi
Kemsikinan di Indonesia. Prof. Dr. Sajogyo 70 Tahun. Jakarta: PT Grasindo.
Nasution, et al. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok:
CID. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi ke-8.
Jakarta: Erlangga. Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. 2009a. Data Monografi Desa Ciaruteun Ilir.
Bogor: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. _______. 2009b. Data Kependudukan Desa Ciaruteun Ilir Periode April 2009.
Bogor: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat. Pindyck, R.S. dan D.L. Rubinfeld. 1983. Econometric Models and Economic
Forecasts. Second Edition. Jepang: McGraw-Hill Book Company. Rahmawati, I. 2005. Analisis Dampak Pendistribusian Zakat Melalui Kredit
terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program Masyarakat
Mandiri Dompet Dhuafa) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rintuh, C. dan Miar. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Jakarta: DIKTI. Sartika, M. 2008. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap
Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta. Jurnal
Ekonomi Islam La_Riba, 2(1): 75-89. Sowwam, M. 2006. Pengaruh Infrasrtuktur terhadap Kemiskinan di Indonesia:
Analisis Data Panel 1990-2004 [Skripsi]. Depok: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
78 �
Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wirawan. 2008. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat,
Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet
Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa
Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
80 �
Lampiran 1. Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar
No Pendapatan Sebelum
Mengikuti Program Ikhtiar (Rp)
Pendapatan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar
(Rp)
Kategori Perubahan Pendapatan
1 900.000 1.250.000 Naik 2 900.000 1.050.000 Naik 3 500.000 675.000 Naik 4 600.000 700.000 Naik 5 600.000 800.000 Naik 6 600.000 1.050.000 Naik 7 300.000 1.500.000 Naik 8 1.800.000 2.550.000 Naik 9 900.000 1.200.000 Naik
10 100.000 250.000 Naik 11 260.000 1.500.000 Naik 12 600.000 900.000 Naik 13 300.000 400.000 Naik 14 1.050.000 1.500.000 Naik 15 500.000 600.000 Naik 16 600.000 1.500.000 Naik 17 200.000 225.000 Naik 18 1.200.000 1.500.000 Naik 19 900.000 1.500.000 Naik 20 500.000 600.000 Naik 21 1.650.000 3.000.000 Naik 22 150.000 250.000 Naik 23 450.000 495.000 Naik 24 400.000 2.100.000 Naik 25 900.000 1.500.000 Naik 26 200.000 450.000 Naik 27 700.000 1.120.000 Naik 28 150.000 460.000 Naik 29 180.000 350.000 Naik 30 1.200.000 560.000 Turun 31 1.500.000 1.500.000 Tetap 32 480.000 480.000 Tetap 33 400.000 400.000 Tetap 34 1.500.000 1.500.000 Tetap 35 975.000 975.000 Tetap 36 1.500.000 1.500.000 Tetap 37 600.000 600.000 Tetap 38 750.000 750.000 Tetap 39 600.000 600.000 Tetap 40 600.000 600.000 Tetap 41 600.000 550.000 Turun 42 6.000.000 2.750.000 Turun 43 400.000 400.000 Tetap 44 1.500.000 1.400.000 Turun 45 1.000.000 700.000 Turun
81 �
Lampiran 2. Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar*
*Dengan asumsi bahwa jumlah tanggungan mustahiq pada tahun 2006 dan 2009 adalah sama.
��������������������������������������������������������������Kategori miskin didasarkan pada garis kemiskinan BPS tahun 2006 (sebelum mustahiq mengikuti
Program Ikhtiar) yaitu Rp 152.847,00/kapita/bulan.�8� Kategori miskin didasarkan pada garis kemiskinan BPS tahun 2009 (pada saat mustahiq
mengikuti Program Ikhtiar) yaitu Rp 200.262,00/kapita/bulan.�
Pendapatan/Kapt/Bln Kategori7 Pendapatan/Kapt/Bln Kategori8 1 180000 Tidak Miskin 250000 Tidak Miskin 2 225000 Tidak Miskin 262500 Tidak Miskin 3 125000 Miskin 168750 Miskin 4 150000 Miskin 175000 Miskin 5 120000 Miskin 160000 Miskin 6 75000 Miskin 131250 Miskin 7 75000 Miskin 375000 Tidak Miskin 8 300000 Tidak Miskin 425000 Tidak Miskin 9 180000 Tidak Miskin 240000 Tidak Miskin
10 100000 Miskin 250000 Tidak Miskin 11 65000 Miskin 375000 Tidak Miskin 12 200000 Tidak Miskin 300000 Tidak Miskin 13 60000 Miskin 80000 Miskin 14 262500 Tidak Miskin 375000 Tidak Miskin 15 500000 Tidak Miskin 600000 Tidak Miskin 16 120000 Miskin 300000 Tidak Miskin 17 66667 Miskin 75000 Miskin 18 200000 Tidak Miskin 250000 Tidak Miskin 19 300000 Tidak Miskin 500000 Tidak Miskin 20 100000 Miskin 120000 Miskin 21 330000 Tidak Miskin 600000 Tidak Miskin 22 37500 Miskin 62500 Miskin 23 150000 Miskin 165000 Miskin 24 133333 Miskin 700000 Tidak Miskin 25 300000 Tidak Miskin 500000 Tidak Miskin 26 40000 Miskin 90000 Miskin 27 175000 Tidak Miskin 280000 Tidak Miskin 28 37500 Miskin 115000 Miskin 29 90000 Miskin 175000 Miskin 30 400000 Tidak Miskin 186667 Miskin 31 500000 Tidak Miskin 500000 Tidak Miskin 32 240000 Tidak Miskin 240000 Tidak Miskin 33 100000 Miskin 100000 Miskin 34 300000 Tidak Miskin 300000 Tidak Miskin 35 243750 Tidak Miskin 243750 Tidak Miskin 36 300000 Tidak Miskin 300000 Tidak Miskin 37 120000 Miskin 120000 Miskin 38 250000 Tidak Miskin 250000 Tidak Miskin 39 150000 Miskin 150000 Miskin 40 150000 Miskin 150000 Miskin 41 150000 Miskin 137500 Miskin 42 3000000 Tidak Miskin 1375000 Tidak Miskin 43 200000 Tidak Miskin 200000 Miskin 44 375000 Tidak Miskin 350000 Tidak Miskin 45 250000 Tidak Miskin 175000 Miskin
82 �
Lampiran 3. Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar
No z (Rp) y (Rp) (z-y)/z P����=[(z-y)/z]/n [(z-y)/z]² P����=[(z-y)/z]²/n
1 152847 125000 0,182188725 0,004048638 0,033192731 0,000737616
2 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710
3 152847 120000 0,214901176 0,004775582 0,046182515 0,001026278
4 152847 75000 0,509313235 0,011318072 0,259399971 0,005764444
5 152847 75000 0,509313235 0,011318072 0,259399971 0,005764444
6 152847 100000 0,34575098 0,007683355 0,119543740 0,002656528
7 152847 65000 0,574738137 0,012771959 0,330323926 0,007340532
8 152847 60000 0,607450588 0,013498902 0,368996217 0,008199916
9 152847 120000 0,214901176 0,004775582 0,046182515 0,001026278
10 152847 66666,6667 0,563833986 0,012529644 0,317908764 0,007064639
11 152847 100000 0,34575098 0,007683355 0,119543740 0,002656528
12 152847 37500 0,754656617 0,016770147 0,569506610 0,012655702
13 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710
14 152847 133333,333 0,127667973 0,002837066 0,016299111 0,000362202
15 152847 40000 0,738300392 0,016406675 0,545087469 0,012113055
16 152847 37500 0,754656617 0,016770147 0,569506610 0,012655702
17 152847 90000 0,411175882 0,009137242 0,169065606 0,003757013
18 152847 100000 0,34575098 0,007683355 0,119543740 0,002656528
19 152847 120000 0,214901176 0,004775582 0,046182515 0,001026278
20 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710
21 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710
22 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710
� 22150000 0,166852982 0,087502233
Rata-rata 100681,818
Keterangan: z = garis kemiskinan
y = pendapatan orang miskin n = jumlah observasi
Nilai FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar:
• Headcount ratio (H) = 22/45 = 0,49
• Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) = 0,17
• Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) = 0,09
83 �
Lampiran 4. Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar
No z (Rp) y (Rp) (z-y)/z P����=[(z-y)/z]/n [(z-y)/z]² P����=[(z-y)/z]²/n
1 200262 168750 0,157353866 0,003496753 0,024760239 0,000550228
2 200262 175000 0,12614475 0,002803217 0,015912498 0,000353611
3 200262 160000 0,201046629 0,004467703 0,040419747 0,000898217
4 200262 131250 0,344608563 0,007657968 0,118755062 0,002639001
5 200262 80000 0,600523314 0,013344963 0,360628251 0,008013961
6 200262 120000 0,400784972 0,008906333 0,160628594 0,003569524
7 200262 75000 0,625490607 0,013899791 0,391238500 0,008694189
8 200262 62500 0,687908839 0,015286863 0,473218571 0,010515968
9 200262 165000 0,176079336 0,003912874 0,031003933 0,000688976
10 200262 90000 0,550588729 0,012235305 0,303147948 0,006736621
11 200262 115000 0,425752265 0,009461161 0,181264991 0,004028111
12 200262 175000 0,12614475 0,002803217 0,015912498 0,000353611
13 200262 186666,6667 0,067887734 0,001508616 0,004608744 0,000102417
14 200262 100000 0,500654143 0,011125648 0,250654571 0,005570102
15 200262 120000 0,400784972 0,008906333 0,160628594 0,003569524
16 200262 150000 0,250981215 0,00557736 0,062991570 0,001399813
17 200262 150000 0,250981215 0,00557736 0,062991570 0,001399813
18 200262 137500 0,313399447 0,006964432 0,098219213 0,002182649
19 200262 200000 0,001308286 0,000029073 0,000001712 0,000000038
20 200262 175000 0,12614475 0,002803217 0,015912498 0,000353611
� 2736666,667 0,140768186 0,061619985
Rata-rata 136833,3333
Keterangan: z = garis kemiskinan
y = pendapatan orang miskin n = jumlah observasi
Nilai FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar:
• Headcount ratio (H) = 20/45 = 0,44
• Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) = 0,14
• Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) = 0,06
84 �
Lampiran 5. Data Persamaan Pendapatan Per Kapita Mustahiq
No Ykap M PYD PUB Tg DK DP1 DP2 DP3 1 250000 1200000 5 1250000 5 0 0 0 0 2 262500 500000 4 1050000 4 0 0 0 0 3 168750 500000 4 675000 4 0 0 0 0 4 175000 400000 2 700000 4 0 0 1 0 5 160000 600000 4 800000 5 0 0 0 0 6 131250 700000 4 1050000 8 0 1 0 0 7 375000 600000 4 1500000 4 0 0 0 0 8 425000 800000 4 2550000 6 0 0 0 0 9 240000 400000 4 1200000 5 0 0 0 0
10 250000 600000 3 250000 1 1 0 0 0 11 375000 1000000 4 1500000 4 0 1 0 0 12 300000 800000 3 900000 3 0 1 0 0 13 80000 500000 4 400000 5 0 0 0 0 14 375000 800000 4 1500000 4 0 0 0 0 15 600000 1000000 4 600000 1 1 0 0 0 16 300000 500000 4 1500000 5 0 0 0 0 17 75000 500000 5 225000 3 0 0 0 0 18 250000 600000 2 1500000 6 0 0 0 0 19 500000 200000 1 1500000 3 0 1 0 0 20 120000 600000 2 600000 5 0 0 0 0 21 600000 2500000 5 2400000 5 1 0 0 0 22 62500 400000 2 250000 4 0 1 0 0 23 165000 800000 4 300000 3 1 1 0 0 24 700000 1000000 3 600000 3 1 1 0 0 25 500000 500000 4 1500000 3 1 1 0 0 26 90000 600000 4 450000 5 0 1 0 0 27 280000 1000000 5 420000 4 1 0 1 0 28 115000 800000 4 250000 4 1 1 0 0 29 175000 200000 2 200000 2 1 0 0 0 30 186666,6667 500000 2 260000 3 1 1 0 0 31 500000 200000 1 1500000 3 0 1 0 0 32 240000 800000 3 480000 2 0 1 0 0 33 100000 1000000 4 400000 4 0 0 0 0 34 300000 1000000 4 1500000 5 0 1 0 0 35 243750 600000 4 975000 4 0 0 0 0 36 300000 500000 2 900000 5 1 0 0 0 37 120000 500000 2 600000 5 0 0 0 0 38 250000 1000000 4 750000 3 0 1 0 0 39 150000 1000000 4 600000 4 0 1 0 0 40 150000 1000000 4 600000 4 0 1 0 0 41 137500 600000 2 550000 4 1 0 0 0 42 1375000 1000000 4 2100000 2 1 1 0 0 43 200000 200000 1 400000 2 0 1 0 0 44 350000 1000000 4 1400000 4 0 0 0 1 45 175000 500000 4 700000 4 0 1 0 0
Keterangan :
YKap = Pendapatan per kapita mustahiq (Rp/bulan) M = Besarnya modal kerja dari Program Ikhtiar yang diterima oleh mustahiq
(Rp/periode pembiayaan) PYD = Banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama mengikuti program Ikhtiar PUB = Pendapatan mustahiq yang berasal dari usaha yang menggunakan modal dari
Program Ikhtiar (Rp/bulan) Tg = Jumlah tanggungan mustahiq (jiwa) DKi = Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq ke-i
85 �
DK bernilai 1 jika mustahiq ikut aktif bekerja DK bernilai 0 jika mustahiq hanya menjadi ibu rumah tangga DPi = Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq ke-i DP1 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SD, dan bernilai 0 untuk yang lain DP2 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTP, dan bernilai 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTA, dan bernilai 0 untuk yang lain
86 �
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data a. Hasil Estimasi Model
Dependent Variable: YKAP
Method: Least Squares
Date: 08/09/09 Time: 07:05
Sample: 1 45
Included observations: 45 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 209710.4 90642.04 2.313611 0.0265
M 0.000963 0.067982 0.014161 0.9888
PYD 5264.729 20991.46 0.250803 0.8034
PUB 0.311208 0.036091 8.622774 0.0000
TG -74474.02 16621.82 -4.480497 0.0001
DK 137283.0 47567.27 2.886081 0.0066
DP1 48790.19 39727.82 1.228111 0.2274
DP2 53667.35 91915.37 0.583878 0.5629
DP3 -19526.90 127117.1 -0.153613 0.8788 R-squared 0.759395 Mean dependent var 286175.9
Adjusted R-squared 0.705927 S.D. dependent var 224995.2
S.E. of regression 122011.6 Akaike info criterion 26.43848
Sum squared resid 5.36E+11 Schwarz criterion 26.79981
Log likelihood -585.8657 Hannan-Quinn criter. 26.57318
F-statistic 14.20283 Durbin-Watson stat 2.579226
Prob(F-statistic) 0.000000
b. Hasil Uji Multikolinearitas
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 14.08068 Probability 0.0000
Obs*R-squared 43.24501 Probability 0.0330
�
YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3
YKAP 1.000000 0.316982 0.071362 0.618437 -0.313816 0.366676 0.139080 -0.056878 0.043248
M 0.316982 1.000000 0.581969 0.362356 0.119714 0.230325 -0.050528 -0.006412 0.116541
PYD 0.071362 0.581969 1.000000 0.191422 0.208494 -0.008886 -0.162103 0.019543 0.081967
PUB 0.618437 0.362356 0.191422 1.000000 0.322709 -0.135400 -0.140358 -0.132540 0.124402
TG -0.313816 0.119714 0.208494 0.322709 1.000000 -0.404773 -0.279934 0.014594 0.010202
DK 0.366676 0.230325 -0.008886 -0.135400 -0.404773 1.000000 0.120595 0.100452 -0.096088
DP1 0.139080 -0.050528 -0.162103 -0.140358 -0.279934 0.120595 1.000000 -0.192897 -0.134840
DP2 -0.056878 -0.006412 0.019543 -0.132540 0.014594 0.100452 -0.192897 1.000000 -0.032513
DP3 0.043248 0.116541 0.081967 0.124402 0.010202 -0.096088 -0.134840 -0.032513 1.000000
top related