analisis penyebab traffic accident menggunakan …
Post on 15-Oct-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PENYEBAB TRAFFIC ACCIDENT MENGGUNAKAN
HFACS-MI PADA OPERATOR ALAT BERAT BERDASARKAN DATA
INSIDEN TAHUN 2012 DI PT PAMAPERSADA NUSANTARA JOBSITE
KIDECO BATU KAJANG, KALIMANTAN TIMUR
Mukodas* Izhar M. Fihir**
Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang analisis penyebab traffic accident yang terjadi sepanjang tahun 2012 di PT Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco, Batu Kajang, Kalimantan Timur dengan menggunakan metode telaah data sekunder dan diklasifikasikan ke dalam Human Factor Analysis and Classification System for Mining Industry (HFACS-MI) untuk melihat faktor penyebab berkaitan dengan unsafe act, precondition of unsafe act, dan unsafe leadership. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar traffic accident terjadi karena unsafe act dan terdapat manifestasi juga dari precondition of unsafe act dan unsafe leadership. Faktor yang berpengaruh paling besar dalam traffic accident adalah skill-based error. Skill-based error ini sendiri merupakan manifestasi dari overconfidence para operator. Kata Kunci: Analisis penyebab kecelakaan, HFACS-MI, Traffic accident
ABSTRACT
The focus of this study is to analyze traffic accident happened in 2012 in PT Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco, Batu Kajang, Kalimantan Timur using secondary data analysis method and classify it into Human Factor Analysis and Classification System for Mining Industry (HFACS-MI) to overview causal factor linked to unsafe act, precondition of unsafe act, and unsafe leadership. The result of this study shows that most of traffic accident caused by unsafe act and there is manifestation from precondition of unsafe act and unsafe leadership. The most influential factor that causes traffic accident is skill-based error. This skill-based error itself is a manifestation from overconfidence of the operators.
Key word: accident cause analysis, HFACS-MI, traffic accident
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
PENDAHULUAN
Indonesia, pada tahun 2011 telah memproduksi 353 juta ton batu bara baik untuk
produksi dalam maupun luar negeri. Meningkat dari tahun sebelumnya yang berkisar di 275
juta ton (ESDM, 2012). Sementara untuk produksi tahun 2013 sendiri ditargetkan mencapai
366 juta ton (ESDM, 2013).
Besarnya target produksi ini sayangnya diiringi dengan tingginya angka kecelakaan.
Berdasarkan statistik kecelakaan kerja di United Kingdom tahun 2011/2012, telah terjadi 173
kematian dengan rasio kematian 0.6 per 100.000 pekerja, meningkat dari tahun 2010/2011
yaitu 171 kematian dengan rasio kematian 0.6 per 100.000 pekerja, dan tahun 2009/2010
yaitu 147 kematian dengan rasio kematian 0.5 per 100.000 pekerja (HSE, 2012).
Kecelakaan kerja di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Jamsostek meningkat dari
tahun ketahun. Pada tahun 2007, terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja dengan klaim
jaminan sekitar 219,7 miliar rupiah. Pada tahun 2008, terdapat 94.736 kasus kecelakaan kerja
dengan klaim jaminan sekitar 297,9 miliar rupiah. Pada tahun 2009, terdapat 96.314 kasus
kecelakaan kerja dengan jumlah klaim jaminan sekitar 328,5 miliar rupiah. Pada tahun 2010,
terdapat 98.711 kasus kecelakaan kerja dengan jumlah klaim jaminan sekitar 410,2 miliar
rupiah. Pada tahun 2011, terdapat 99.391 kasus kecelakaan kerja dengan jumlah klaim
jaminan sekita 504 miliar rupiah.
Untuk kecelakaan tambang, berdasarkan data dari MSHA (Mine Safety Health
Administrator United State Department of Labor) pada tahun 2010 terjadi 3.450 kasus
kecelakaan dan 3 kasus diantaranya menyebabkan kematian. Kemudian pada tahun 2011
terjadi 3.923 kasus kecelakaan dan 14 diantaranya berakibat kematian dengan incident rate
3.77.
Sementara data dari HSE UK menyebutkan bahwa pada tahun 2010/2011 telah terjadi
259 kasus kecelakaan tambang dan 3 diantaranya berakibat fatal.
Di Indonesia sendiri, kecelakaan tambang pada tahun 2012 yang mengakibatkan
fatality tercatat sebanyak 29 kasus. Meningkat dari tahun 2010 sebanyak 15 kasus dan tahun
2011 sebanyak 20 kasus. Diantara 29 kasus yang terjadi tahun 2012, 13 kasus diantaranya
disebabkan oleh traffic accident (ESDM, 2013).
Berdasarkan data yang dimiliki PT Pamapersada Nusantara, terdapat 1.233 accident
yang terjadi pada tahun 2011 dan 859 kasus merupakan traffic accident. Sementara pada
tahun 2012 terjadi 1.165 accident dan 855 kasus diantaranya merupakan traffic accident.
Dari segi ekonomi, tercatat kerugian yang diderita karena traffic accident di tambang
mencapai US$ 6.145 pada tahun 2011 dan US$ 4.107 pada tahun 2012.
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Dari keseluruhan jobsite yang dikerjakan PT Pamapersada Nusantara, Jobsite Kideco
sendiri pada tahun 2011 terdapat 225 accident dan 180 accident pada tahun 2012 dan dari
keseluruhanaccident tersebut terdapat 136 traffic accident pada tahun 2011 dan 124 traffic
accident pada tahun 2012. Menempati posisi ketiga dari lima belas jobsite yang dikerjakan PT
Pamapersada Nusantara (Data PT Pamapersada Nusantara, 2013).
Menurut Hollnagel (1993) dalam Treppes (2003) kontribusi kesalahan manusia pada
insiden yang terjadi pada tahun 1960 diperkirakan sebesar 20% dan pada tahun 1990
kontribusi kesalahan manusia meningkat hingga lebih dari 80%. Perilaku tidak aman (unsafe
act) merupakan kesalahan manusia (human error) yang menjadi faktor kontribusi terbesar
dalam kejadian suatu insiden. Selain itu, jika dilihat dari sisi cost, terdapat banyak contoh
kerugian besar yang berawal dari kesalahan manusia. Sebut saja kasus Tenerife runway
collision tahun 1977, tragedi Bhopal methyl isocianate tahun 1984, dan bencana the
Challanger dan Chernobyl pada tahun 1986. Menurut Reason (1990) dalam Wiegmann dan
Shappel (2000) dalam penyelidikan insiden, perlu dicari dasar atau penyebab terjadinya
unsafe act ataupun dapat dikatakan precondition for unsafe act.
Tingginya kasus traffic accident yang terjadi di PT Pamapersada Nusantara Jobsite
Kideco pada tahun 2012 mengakibatkan besarnya cost untuk perbaikan dan dapat
menyebabkan menurunnya produktifitas dalam bekerja. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian
untuk melihat penyebab dari accident traffic menggunakan HFACS MI pada PT Pamapersada
Nusantara Jobsite Kideco pada tahun 2012.
Berdasarkan laporan insiden di PT Pamapersada Nusantara tahun 2012, terdapat 124
kasus traffic incident di PT Pamapersada Nusantara jobsite Kideco. Menempati posisi ketiga
dari lima belas jobsite yang dikerjakan PT Pamapersada Nusantara. Berdasarkan tren yang
terjadi di PT Pamapersada Nusantara jobsite Kideco, penurunan kasus traffic accident yang
terjadi tidak terlalu signifikan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
melihat penyebab dari accident traffic di PT Pamapersada Nusantara jobsite Kideco tahun
2012 menggunakan instrumen HFACS MI.
TINJAUAN TEORITIS
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan industri, model HFACS mulai
diterapkan dalam industry pertambangan dengan memodifikasi serta menyesuaikan HFACS
dengan kondisi kerja industri kerja tersebut. Tokoh yang berjasa mengembangkan pendekatan
ini adalah Patterson dan Shappel (2008) pertama kali di industry pertambangan Australia
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
dengan lima tingkat yaitu unsafe act, precondition of unsafe act, unsafe leadership,
organizational influences, dan outside factors.
Gambar 1 Human Factor Analysis and Classification System for Mining Industry
(Patterson & Shappel, 2008, hal 11)
Pada dasarnya, HFACS yang dikembangkan Wiegmann dan Shappel memiliki
kerangka pikir yang sama dengan HFACS-MI yang dikembangkan Patterson dan Shappel.
Perbedaannya terletak pada ruang lingkup aplikasi dan outside factors yang hanya terdapat
pada HFACS-MI. Outside factors ini termasuk didalamnya faktor hukum dan peraturan
lainnya yang dilihat sebagai salah satu latent failure yang dapat memicu terjadinya
kecelakaan.
1. Unsafe Acts of Operators
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Tingkat ini pada dasarnya merujuk pada kesalahan operator yang menjadi fokus setiap
hampir semua investigasi kecelakaan. Unsafe acts dikelompokkan menjadi dua yaitu
errors dan violation. Error merupakan kegiatan dimana hasil yang dicapai tidak sesuai
dengan apa yang diniatkan, sedangkan violation merupakan kegiatan memang sengaja
melanggar peraturan dan regulasi yang ada.
Errors
a. Decision Errors. Dapat digambarkan sebagai ‘niat benar namun salah mengambil
tindakan’. Biasanya terjadi pada pekerjaan berstruktur tinggi dan dibagi menjadi tiga
tipe, rule-based errors, knowledge-based errors, dan problem-solving errors.
b. Skill-based Errors. Juga dikenal dengan routine disruption errors yang muncul ketika
pekerja sering melakukan suatu pekerjaan yang highly automated.
c. Perception Errors. Muncul ketika input sensor mengalami penurunan fungsi.
Kesalahan yang terjadi bukanlah penggunaan input yang terdegradasi tersebut,
melainkan kesalahan interpretasi dari input yang ada.
Violatios
a. Routine violations. Merujuk pada pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang
memang memiliki ijin dan tanggung jawab pekerjaan tersebut. Pelanggaran ini
biasanya menjadi kebiasaan dan dianggap wajar dalam sebuah organisasi.
b. Exceptional Violation. Biasanya dilakukan oleh orang yang tidak memiliki wewenang
melakukan pekerjaan yang terlibat kecelakaan. Pelanggaran seperti ini tidak dianggap
termasuk hal yang bisa dianggap wajar atau perilaku yang normal terjadi. Pelanggaran
ini sulit untuk dikoreksi karena terjadinya tidak dapat dipersiksi.
Tabel 1 Daftar Unsafe Acts of Operators
Errors Violations
Decision Errors (rule-based, Knowledge-
based, dan problem-solving errors)
• Use of defective/incorrect equipment
• Failure to report equiopment
faults/failures
• Caution/warning ignored
• Risk assessment not completed
• Improper attempt to safe time
Skill-Based Errors
• Reversed/omitted steps in a
procedure
• Failure to lower equipment
attachments
• Inadvert operation
Routine Violation
• Operating vehicle/equipment at speed
greater than the posted limit
• Failure to follow posted signs
• Improper use of PPE
• Taking shortcuts
Exceptional
• Operating/working on equipment
without authority
• Entry into unauthorized areas
• Intoxicated at work
• Operating equipment without
competency
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Errors Violations
• Isolation of incorrect
equipment/machinery
• Improper lifting
Perceptual Errors
• Misjudge distance
• Misjudge surface condition
• Misinterpreted warnings
2. Preconditions for Unsafe Acts
Preconditions for unsafe acts dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
environmental factors, conditions of operator, dan personnel factors.
a. Environmental factors
- Physical environment (lingkungan fisik) meliputi operasional (alat, mesin, dsb)
dan ambient (suhu, cuaca, dsb).
- Technological environment (lingkungan teknis) meliputi disain alat dan interaksi
antara manusia dan mesin. Disain kontrol dan tampilan dari alat memainkan
peranan penting dalam human error.
b. Condition of operator
- Adverse mental state meliputi segala kondisi mental yang dapat memengaruhi
kinerja operator. Termasuk didalamnya fatigue, monotonitas, distraksi, tidak
perhatian / lengah, frustrasi, dan motivasi yang salah.
- Adverse physiological state merujuk kepada kondisi medis dan fisiologis yang
mempengaruhi kinerja. Termasuk dalam katagori ini keadaan sakit ringan seperti
demam, dan sakit kepala serta kondisi pemulihan pasca sakit.
- Physical/mental limitation
c. Personnel factors
- Communication and coordination. Komunikasi dan koordinasi yang buruk antar
personel, manajemen, dan kontraktor akan memunculkan confusion dalam
tanggung jawab.
- Fitness for duty merupakan kewajiban dari pekerja untuk datang bekerja dalam
kondisi yang memungkinkan mereka bekerja dalam kondisi aman. Juga
memastikan bahwa pekerja tidak berada dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan
saat bekerja. Termasuk didalamnya bekerja dalam kondisi sudah cukup beristirahat,
juga memelihara pola makan.
Tabel 2 Daftar Preconditions for Unsafe Acts
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Environmental Factors
Physical Environment
• Inadequate ventilation
• Energized electrical equipment
• Loose/falling rocks
• Slippery roadway
• Confined space
Technological Environment
• Less than adequate or devective PPE
• Defective equipment or tools
• Poor man/system interface
• SOPs not accessible/poor format
• Safety device missing/not installed
Conditions of Operators
Adverse Mental State
• Overconfidence
• Frustration
• Task fixation
• Peer pressure
• Drowsiness
Physical/Mental Limitation
• Visual limitation
• Hear deficiencies
• Respiratory incapability
• Inappropriate height, weight, size, etc
• Learning ability limitations
Adverse Physiological State
• Spatial disorientation
• Medical illness
• Previous injury or illness
• Sleep deprivation
• Dehydration
Personnel Factors
Communication and Coordination
• Lack of teamwork
• Less than adequate briefing
• Ineffective communication methods
• Standard terminology not used
Fitness for Duty
• Self medicating
• Hung-over
• Less than adequate nutrition
• Overexertion off duty
3. Unsafe Leadership
Unsafe leadership dikelompokkan dalam empat katagori seperti;
a. Inadequate leadership
Kepemimpinan bertanggungjawab untuk menyediakan kesempatan pada pekerja
untuk selalu berada dalam keadaan kerja yang aman. Selain itu, kepemimpinan juga
penting untuk mencegah pekerja melakukan pelanggaran peraturan dan regulasi.
b. Planned inappropriate operations
Katagori ini merujuk kepada situasi dimana tindakan yang diambil dimaksudkan
untuk memosisikan pekerja pada level risiko yang tidak bisa diterima. Dalam kondisi
darurat, hal ini mungkin dilakukan, namun dalam kondisi normal, hal ini tidak dapat
ditolerir.
c. Failure to correct known problem
Katagori ketiga ini merujuk pada keadaan dimana kondisi atau perilaku yang
unaccepted teridentifikasi namun tidak ada hal yang dilakukan untuk memperbaikinya.
Kebanyakan tindakan perbaikan diserahkan kepada mereka yang berwenang, dan akan
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
dilakukan bila orang yang berwenang tersebut ada di tempat, namun apabila orang
yang berwenang tidak berada di tempat, perilaku unaccepted ini kembali dilakukan.
d. Leadership violations
Katagori terakhir ini merujuk kepada situasi dimana peraturan dan regulasi yang
telah diterapkan dilanggar oleh mereka yang berada dalam posisi pimpinan.
Tabel 3 Daftar Unsafe Leadership
Inadequate Leadership
• No formal training provided
• Training not reinforced on the job
• Failure to ensure competency
• Lack of appropriate incentives
• Failure to provide PPE
Failure to Correct Known Problem
• Less than adequate identification
of hazard
• Failure to stop unsafe tendencies
• Failure to update SOPs
Planned Inappropriate Operations
• Excessive workload
• Poor shift turnover
• Unrealictic expectations
• Meaningless or degrading activity
• Failure to provide adequate breaks
Leadership Violations
• Violation of SOPs
• Encourage bending of rules
• Fraudulent documentation
• Authorized unqualified worker to
perform task
4. Organizational influences
Kondisi laten didalam level organisasi seringkali luput dari investigasi kecelakaan.
Faktor ini sulit ditemukan kecuali jika framework dari organisasi dimengerti dengan baik
oleh semua pihak dan framework investigasi kecelakaan yang digunakan konsisten. Faktor
ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Resource management
Keputusan perusahaan yang paling nyata adalah yang terkait dengan alokasi
sumberdaya. Sumberdaya organisasi termasuk diantaranya alat, fasilitas, uang, dan
pekerja. Kesalahan dari pengelolaan sumberdaya ini dapat terjadi ketika terjadi rasio
yang janggal antara pekerja dan pengawas.
b. Organization climate
Kelompok ini merujuk kepada kumpulan variabel yang mempengaruhi kinerja,
termasuk struktur organisasi, budaya organisasi, dan kebijakan organisasi. Peraturan
perusahaan termasuk baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan di
perusahaan.
c. Organizational process
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Katagori terakhir ini merujuk kepada pembuatan keputusan yang mencakup
operasional sehari-hari perusahaan. Proses organisasi termasuk pembuatan dan
diseminasi SOP, shift dan roster kerja serta stabilitas program keselamatan yang ada.
Tabel 4 Daftar Organizational Influence
Resource Management
• Short staffed
• Less than adequate employee selection
• Use of non-approved contractor
• Excessive cost cutting
• Purchasing unsuitable equipment
Organizational Climate
• Less than adequate organizational
communication
• Unclear reporting relationship
• Less than adequate hiring, firing,
retention
• Less than adequate shift roster
• Conflict avoidance
Organizational Process
• Lack of SOPs, SWIs, JSAs
• Unclear definition of objectives
• Less than adequate risk management
• Time pressures
• Less than adequate performance measure
5. Outside factors
Elemen kelima dan terakhir dari HFACS-MI yang merupakan satu-satunya framework
yang tidak terdapat dalam HFACS Weigmann dan Shappel adalah outside factors. Terdiri
dari 2 komponen yaitu regulatory factors dan other factors.
Tabel 5 Daftar Outside Factors
Regulatory Factors
• Failure to take action regarding safety
risks
• Inspector inexperience
• Inadequate regulations
• Infrequent inspections
• Unclear regulations
Other Factors
• Economic pressure
• Legal pressure/fear
• Aging workforce
• Social obligations
• Environmental influences
Korelasi Teori Human Error dengan HFACS-MI
Dalam buku Human Error, Reason (2006) mengatakan bahwa meskipun pada awalnya
kecelakaan terlihat sebagai kerusakan mesin dan biasanya dapat ditelusuri sampai ke
kesalahan manusia. Dasar premis yang digunakan adalah bahwa sistem kecelakaan memiliki
asal berupa fallible decision yang dibuat oleh designer dan high-level manajerial serta para
pembuat keputusan. Konsekuensi dari fallible decision ini bermanifestasi dalam berbagai
departemen / lini manajemen. Ketidakkompetenan dari berbagai lini manajerial dapat
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
mempertajam/memperbesar efek dari keputusan yang dibuat high-level manajerial, bahkan
dapat membuat keputusan yang baik mempunyai efek yang buruk. Precondition adalah
tingkat laten dari penyebab kecelakaan. Precondition menyebabkan potensi banyaknya jenis
unsafe act yang bisa terjadi. Akibat dari precondition ini dapat menjadi fungsi kompleks dari
tugas yang dilakukan, pengaruh lingkungan, dan keberadaan dari bahaya yang memang sudah
ada. Setiap precondition dapat berkontribusi menjadi banyak sekali unsafe act, tergantung
pada kondisi prevailing. Unsafe act yang terjadi ditentukan dari interaksi kompleks antara
pengaruh sistem internal dan apa yang terjadi di lapangan.
Terdapat korelasi antara HFASC-MI dengan teori nature of error Reason dan
performance level model Rasmussen . nature of error Reason mengatakan bahwa kesalahan
yang terjadi bisa karena disengaja dan tidak disengaja. Seperti tergambar dalam bagan
berikut:
Gambar 2 Nature of Error (Reason, 2006)
Sementara untuk performance level model Rasmussen, yang secara garis besar
mengatakan bahwa kesalahan bisa dikelompokkan penyebabnya seperti ini:
Gambar 3 Performance Level Model Rasmussen (FOBN)
Ketika kedua teori tersebut dihubungkan, terciptalah faktor-faktor yang ada dalam
unsafe act HFACS-MI. penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut:
Unintentional
Slip
Lapse
Mistake
Intentional Violation
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Gambar 4 Hubungan Nature of Error, Performance Level Model, dan HFACS-MI
METODE PENELITIAN
Penelitian tentang analisis penyebab traffic accident pada operator alat berat
berdasarkan data insiden tahun 2012 di PT. Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco, Batu
Kajang, Kalimantan Timur merupakan jenis penelitian dengan desain studi cross sectional
dengan pendekatan kuantitatif deskriptif. Penelitian menggunakan data laporan insiden dari
jobsite dan kemudian dianalisis untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan. Analisis
sendiri dilakukan selama bulan Juni 2013. Populasi penelitian yaitu seluruh kejadian traffic
accident yang terjadi di PT Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco tahun 2012. Sampel
penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi seperti terjadi di traffic
area dan hauling, melibatkan langsung pekerja, dan pekerja yang terlibat merupakan pekerja
resmi yang tercatat sebagai operator alat-alat berat. Sedangkan kriteria eksklusi yang
menyebabkan populasi keluar dari sampel adalah data laporan insiden yang ada tidak
menampilkan kronologi kejadian, insiden yang terjadi melibatkan pihak kontraktor, dan
insiden yang terjadi hanya disebabkan faktor lingkungan.
Setelah melalui proses eksklusi, dari keseluruhan kasus traffic accident sebanyak 124
kasus pada tahun 2012, terpilih 122 kasus yang akan dijadikan sampel dari penelitian ini.
Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat. Peneliti hanya mencari
persentase faktor penyebab accident dibandingkan dengan keseluruhan accident yang diteliti.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran umum mengenai faktor yang berkontribusi
dalam traffic accident PT Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco sepanjang tahun 2012.
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Laporan investigasi kecelakaan dianalisis dan penyebabnya dikelompokkan sesuai dengan
Human Factor Analysis Classification System for Mining Industry.
HASIL PENELITIAN
Tabel 6 Hasil Penelitian
Katagori HFACS Frekuensi (Persentase)
Perilaku Tidak Aman
Salah mengambil keputusan Kesalahan berdasarkan kemampuan Salah persepsi Pelanggaran - Pelanggaran rutin - Pelanggaran pengecualian
114 (93.44%)
44 (36.07%) 60 (49.12%) 51 (41.80%) 32 (26.23%) 26 (21.31%) 6 (4.92%)
Prekondisi Perilaku yang Tidak Aman
Kondisi lingkungan - Lingkungan teknis
- Lingkungan fisik
Kondisi operator - Kondisi mental akut - Kondisi fisiologis akut - Keterbatasan fisik/mental
Faktor personal - Komunikasi dan koordinasi - Kesiapan dalam bekerja
111 (90.98%)
29 (23.77%) 53 (43.44%)
48 (39.34%) 14 (11.48%) 2 (1.64%)
39 (31.97%) 21 (17.21%)
Kepemimpinan yang Tidak Aman
Kepemimpinan yang tidak adekuat Operasional yang tidak direncanakan dengan baik Gagal mengoreksi tindakan yang salah Pelanggaran kepemimpinan
85 (69.67%)
28 (22.95%) 22 (18.03%) 35 (28.69%) 14 (11.48%)
PEMBAHASAN
Secara keseluruhan, terlihat hasil dari penelitian adalah bahwa penyebab kecelakaan
mayoritas melibatkan manusia dan lingkungan. dalam hampir setiap kasus (114 dari 122)
terdapat faktor perilaku tidak aman.prakondisi perilaku yang tidak aman teridentifikasi
menyebabkan 90.98% kasus yang diteliti. Faktor kepemimpinan yang tidak aman
teridentifikasi menyebabkan 85 dari 122 kasus yang diteliti.
Perilaku Tidak Aman
Dalam faktor perilaku tidak aman, terlihat yang mayoritas menyebabkan kecelakaan
adalah kesalahan berdasarkan kemampuan. Kesalahan berdasarkan kemampuan yang
dimaksud termasuk kedalam kondisi pekerja terlalu terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukan
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
sehingga kewaspadaan dari pekerja tersebut pada kondisi bahaya berkurang dan akhirnya
menyebabkan accident. Sikap terlalu percaya diri ini, jika diteliti lebih dalam, ternyata
dibiasakan sejak pelatihan. Saat pelatihan, operator dibiasakan untuk memiliki self-confidence
yang tinggi untuk menangani situasi di lapangan yang cenderung keras dan penuh persaingan.
Selain itu, keterbiasaan mengerjakan satu pekerjaan terus menerus menimbulkan indikasi
pekerja melompat-lompati prosedur yang ada karena menurut mereka ketika mereka
melakukan pekerjaan tidak sesuai prosedur dan masih baik-baik saja bahkan lebih cepat
selesai.
Untuk faktor salah persepsi yang menrupakan penyebab kedua terbanyak perilaku
tidak aman termasuk di dalamnya salah dalam memperkirakan jarak, kondisi permukaan, dan
arti dari rambu yang ada. Penyebabnya bisa berasal dari adanya blind-spot unit yang
dikendarai, kurangnya kewaspadaan, dan kondisi fisik yang kurang prima.
Faktor selanjutnya adalah salah mengambil keputusan yang menyebabkan 44 dari 122
kasus yang diteliti. Kesalahan yang paling banyak terjadi berkaitan dengan salah mengambil
keputusan ini adalah melakukan sesuatu di luar prosedur untuk menghemat waktu. Trend
yang terjadi, banyak kasus kecelakaan yang terjadi karena terburu-buru ingin change-shift
atau istirahat atau beribadah. Apabila diruntut lebih dalam, kesalahan ini dapat merupakan
manifestasi dari kurang rapinya jadwal ritasi dari operator yang ada. Hal ini juga berkaitan
dengan faktor melompat-lompati prosedur. Road process safety management sudah
menghitung berapa lama waktu ritasi per unit bila mengikuti prosedur yang ada, namun
karena pekerja melompat-lompati prosedur, estimasi waktu yang ada menjadi tidak sesuai lagi
dan akhirnya menimbulkan pekerja terlambat change-shift. Karena tidak ingin terlambat
change-shift, pekerja menjadi terburu-buru dan akhirnya melakukan tindakan yang tidak
sesuai untuk menghemat waktu. Selain itu sistem ritasi yang ada sesungguhnya dibuat untuk
keteraturan dan pencatatan prestasi dan kinerja operator, namun dampak lain dari sistem ritasi
ini adalah para operator akhirnya sangat berorientasi pada memperbanyak ritasi yang
dilakukan hingga mengesampingkan keselamatan.
Faktor terakhir adalah pelanggaran/violence. Pelanggaran yang paling sering terjadi
adalah melanggar kecepatan, tidak mengikuti rambu, dan mengemudikan unit tanpa
wewenang yang diperlukan. Kembali, melanggar kecepatan dan rambu dikarenakan pekerja
terbiasa melakukan pekerjaan tanpa mengikuti dengan baik prosedur yang ada.
Dapat disimpulkan, penyebab dari perilaku tidak aman adalah faktor pribadi para
operator yang terlalu percaya diri dan terbiasa melakukan pekerjaan namun tidak terjadi hal
yang tidak diinginkan hingga merasa tidak masalah mengabaikan sedikit prosedur yang ada.
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
Semua penjelasan dan analisa hasil ini sebagaimana yang tercantum dalam laporan
penyelidikan insiden PT Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco tahun 2012.
Prekondisi Perilaku Tidak Aman
Dalam faktor perilaku tidak aman, terlihat yang mayoritas menyebabkan kecelakaan
adalah faktor lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang dimaksud termasuk material yang
licin/lembek, ruang gerak yang terbatas, dan terdapat material yang terpecah-pecah dan
menghalangi jalan. Material yang licin banyak disebabkan oleh penyiraman untuk
mengurangi intensitas debu yang ada di jalan. Penyiraman yang dilakukan oleh water truck
untuk mengurangi intensitas debu mempunyai dampak menyebabkan kontur jalan menjadi
lebih lunak dan licin. Hal ini menyebabkan banyak unit yang terperosok dan rebah karena
operator tidak bisa mengendalikan unit yang dikendarai. Demikian juga ketika terdapat
material yang menghalangi jalan seperti boulder sisa peledakan. Terdapat kemungkinan
operator tidak dapat mengendalikan unit karena tidak dapat memperkirakan kondisi jalan.
Keadaan tidak dapat memperkirakan kondisi jalan bisa disebabkan blind spot dan
kemungkinan terbatasnya ruang gerak karena terdapat unit di jalur lain dan gangguan di jalur
sendiri.
Untuk faktor keadaan mental akut yang merupakan faktor kedua terbanyak
preconditions of unsafe act termasuk didalamnya terlalu percaya diri, mengantuk, dan
pekerjaan yang terlalu ‘fixed’. Untuk faktor terlalu percaya diri dan pekerjaan yang terlalu
‘fixed’ berhubungan dengan faktor dalam perilaku tidak aman yaitu kesalahan berdasarkan
kemampuan yang disebabkan terlalu terbiasa melakukan suatu pekerjaan hingga kewaspadaan
turun. Sementara untuk faktor mengantuk berkaitan dengan isu fatigue. Fatigue ini sendiri
disebabkan banyak faktor seperti pengaturan shift kerja, jarak antara lokasi kerja dan
rumah/mess, dan kegiatan lain di luar pekerjaan yang mengganggu waktu istirahat pekerja.
Faktor selanjutnya adalah komunikasi dan koordinasi yang menyebabkan 39 dari 122
kasus yang diteliti. Faktor yang paling banyak terjadi berkaitan dengan komunikasi dan
koordinasi adalah kerja tim yang tidak adekuat. Yang terjadi di lapangan berdasarkan data
investigasi kecelakaan yang diteliti adalah radio komunikasi tidak diindahkan keberadaannya.
Terjadi beberapa kasus mendahului unit yang lebih besar tanpa komunikasi dan konfirmasi
hingga masuk ke blind spot unit yang lebih besar dan operator unit yang lebih besar tidak tahu
menahu adanya kendaraan yang sedang menyalip hingga saat kendaraan yang lebih kecil
masuk kembali ke area pandang operator unit yang lebih besar, operator tersebut kaget dan
akhirnya tidak dapat mengendalikan unit yang dikendarainya. Sering juga terjadi miss-
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
komunikasi karena seringnya melakukan pekerjaan yang sama hingga merasa tidak perlu lagi
saling memberitahu antar operator. Terdapat dalam satu kasus miss-komunikasi antara
operator DT dengan operator excavator karena operator DT mempunyai persepsi operator
excavator sudah tahu bahwa operator DT akan loading, padahal operator excavator tidak
memiliki persepsi yang sama hingga terjadi kecelakaan.
Faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan teknis yang menyebabkan 29 dari 122
kasus yang diteliti. Faktor yang paling banyak terjadi berkaitan dengan peralatan dan
perlengkapan. Sudah ada sistem pemeriksaan secara berkala menyangkut kelayakan unit
untuk beroperasi dan kinerjanya. Pemeriksaan ini pun dilakukan secara berkala oleh pihak
HSE dan setiap hari oleh operator. Namun, kembali terjadi, karena operator sudah terbiasa
melakukan hal yang sama setiap hari, seringkali operator melewati proses pemeriksaan
kendaraan harian ini. Baru setelah dirasa ada kerusakan yang mengganggu mereka pergi ke
workshop untuk memeriksakan kondisi unit secara menyeluruh. Hal ini juga mempengaruhi
ritasi dari unit dan pekerja hingga banyak pekerja yang memaksakan unitnya tetap beroperasi
meskipun terdapat gangguan selama belum terjadi breakdown atau kecelakaan.
Faktor selanjutnya adalah kesiapan personal yang menyebabkan 21 dari 122 kasus
yang diteliti. Faktor yang paling banyak terjadi berkaitan dengan kesiapan kerja ini adalah
kondisi pekerja yang berada antara siap dan tidak siap serta pekerja menyatakan sendiri (self
proclamate) kesiapan kerja mereka. Sistem yang ada di perusahaan ini adalah sistem self
proclamate kesiapan bekerja dimana pekerja mengisi jumlah waktu tidur dalam 24-48 jam
terakhir dan nanti sistem akan melakukan kalkulasi dan hasilnya adalah pekerja siap bekerja,
pekerja siap bekerja namun dengan pengawasan, dan pekerja tidak siap bekerja. Kelemahan
dari sistem ini adalah, karena pekerja sudah terbiasa mengisi sistem ini sehingga mereka
sudah bisa memperkirakan angka berapa yang harus mereka isi untuk mendapatkan hasil siap
bekerja. Padahal sistem ini dibuat untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan yang
disebabkan fatigue.
Faktor terakhir adalah kondisi fisiologis akut dan keterbatasan fisik dan mental. Faktor
penyebab yang sering ditemukan dari dua hal ini adalah kurang tidur yang disebabkan oleh
fatigue. Jika ditelaah, fatigue mempengaruhi banyak faktor dalam HFACS MI, seperti kondisi
fifik dan mental, kesiapan dalam bekerja, hingga nanti mempengaruhi supervisi atau
pengawasan.
Dapat disimpulkan, penyebab dari prekondisi adalah faktor pribadi para operator yang
terlalu percaya diri dan terbiasa melakukan pekerjaan namun tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan hingga merasa tidak masalah mengabaikan sedikit prosedur yang ada serta fatigue
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
yang mempengaruhi banyak aspek dari HFACS MI. Semua penjelasan dan analisa hasil ini
sebagaimana yang tercantum dalam laporan penyelidikan insiden PT Pamapersada Nusantara
Jobsite Kideco tahun 2012.
Kepemimpinan yang Tidak Aman
Dalam faktor kepemimpinan yang tidak aman, terlihat yang mayoritas menyebabkan
kecelakaan adalah gagal mengoreksi tindakan yang salah. Gagal mengoreksi tindakan yang
dimaksud termasuk kurangnya identifikasi bahaya, gagal dalam menghentikan
kecenderungan-kecenderungan yang tidak aman, dan gagal memperbaharui SOP. Ketiga hal
ini mempengaruhi pelaksanaan SOP oleh operator. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
banyak kecelakaan terjadi karena terlalu terbiasa melakukan pekerjaan hingga SOP yang ada
tidak dilakukan seperti yang tertulis namun menjadi seperti yang biasa dilakukan. Hal seperti
ini mencerminkan kegagalan pengawas dalam mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan
yang tidak aman, baik dari lingkungan dan terutama dari perilaku. Kurangnya antisipasi ini
juga mempengaruhi rekognisis dan identifikasi bahaya yang dilakukan sehingga hal ini bisa
menjadi latent cause dari suatu accident.
Untuk faktor kepemimpinan yang tidak adekuat yang merupakan faktor kedua
terbanyak kepemimpinan yang tidak aman termasuk didalamnya gagal memastikan
kompetensi dan kurangnya penyediaan APD. Gagal memastikan kompetensi maksudnya
adalah pengawasan yang kurang baik pada sistem pelatihan operator baru. Dalam praktek
pelatihan terdapat waktu-waktu operator baru diberikan kesempatan untuk mengemudikan
unit untuk membiasakan operator baru tersebut dengan kondisi di lapangan, namun pada
kesempatan-kesempatan ini, beberapa operator baru tidak terlihat dari pengawasan dan
menyebabkan accident. Dalam penyediaan APD sendiri, terdapat regulasi yang harus dipatuhi
untuk mendapatankan pengganti APD yang rusak atau hilang. APD yang digunakan pun
memiliki standar, namun beberapa operator menganggap penggunaan APD ini kurang
nyaman dan mengganggu pekerjaan, sehingga ada beberapa operator yang membeli sendiri di
luar APD yang mereka kenakan, tidak diketahui apakah APD yang digunakan tersebut sesuai
dengan standar yang telah ditentukan hingga dapat menjadi accident.
Faktor selanjutnya adalah operasional yang tidak direncanakan dengan baik yang
menyebabkan 22 dari 122 kasus yang diteliti. Kesalahan yang paling banyak terjadi berkaitan
dengan faktor ini adalah gagal menyediakan waktu istirahat yang cukup. Hal ini berkaitan
kembali dengan isu fatigue yang telah disebabkan sebelumnya. Kegagalan ini disebabkan
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
banyak hal, seperti sistem shift yang kurang baik, jauhnya jarak yang harus ditempuh dari
lokasi tambang ke mess/rumah tempat beristirahat, dan sebagainya.
Faktor terakhir adalah pelanggaran kepemimpinan. Pelanggaran yang pernah
dilakukan supervisor yang dapat diteliti kali ini berkisar pada mengijinkan orang yang tidak
memiliki otoritas dan kompetensi untuk melakukan suatu hal. Misalnya, membiarkan orang
yang tidak memiliki SIM khusus pertambangan membawa light vehicle.
Dapat disimpulkan, kepemimpinan yang tidak aman sebagai latent cause dari accident.
Hal-hal yang terdapat di faktor ini bukan merupakan penyebab yang langsung menyebabkan
accident, tapi kesalahan yang terdapat pada bagian ini akan bermanifestasi pada lingkungan
kerja dan perilaku yang buruk dan akhirnya menyebabkan kecelakaan. Semua penjelasan dan
analisa hasil ini sebagaimana yang tercantum dalam laporan penyelidikan insiden PT
Pamapersada Nusantara Jobsite Kideco tahun 2012.
Setelah penelitian ini, persepsi awal bahwa banyak traffic accident yang disebabkan
kurangnya pengawasan belum terbukti benar. Karena hanya sekitar 69% saja accident yang
disebabkan pengawasan. Namun hasil dari penelitian ini bisa dipengaruhi banyak faktor
seperti kurangnya kelengkapan investigasi. Investigasi yang terjadi seringkali berhenti ketika
menemukan penyebab manusia dan penyebab lingkungan/mesin. Setelah itu tidak dipikirkan
kembali bahwa kedua penyebab langsung tersebut mungkin adalah manifestasi dari latent
cause seperti kurangnya pengawasan.
KESIMPULAN
1. Kesalahan manusia pada traffic accident PT Pamapersada Nusantara jobsite Kideco tahun
2012 sebanyak 93.44% disebabkan oleh perilaku tidak aman, 90.98% disebabkan oleh
preconditions of perilaku tidak aman, dan 69.67% disebabkan oleh kepemimpinan yang
tidak aman.
2. Perilaku tidak aman pada traffic accident PT Pamapersada Nusantara jobsite Kideco tahun
2012 sebanyak 36.07% disebabkan oleh salah mengambil keputusan, 49.12% disebabkan
oleh kesalahan berdasarkan kemampuan, 41.80% disebabkan oleh salah persepsi, dan
4.92% disebabkan oleh pelanggaran.
3. Prekondisi perilaku tidak aman pada traffic accident PT Pamapersada Nusantara jobsite
Kideco tahun 2012 sebanyak 23.77% disebabkan oleh faktor teknis, 43.44% disebabkan
oleh lingkungan fisik, 39.34% disebabkan oleh kondisi mental akut, 11.48% disebabkan
oleh kondisi fisiologis akut, 1.64% disebabkan oleh keterbatasan fisik/mental, 31.97%
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
disebabkan oleh komunikasi dan koordinasi, dan 17.21% disebabkan oleh kesiapan
bekerja.
4. Kepemimpinan yang tidak aman pada traffic accident PT Pamapersada Nusantara jobsite
Kideco tahun 2012 sebanyak 22.95% disebabkan oleh kepemimpinan yang tidak adekuat,
18.03% disebabkan oleh operasional yang tidak direncanakan dengan baik, 28.69%
disebabkan oleh gagal mengoreksi tindakan yang salah, dan 11.48% disebabkan oleh
pelanggaran kepemimpinan.
5. Beberapa penyebab seperti fatigue dan over-confidence akan masuk ke beberapa katagori
sekaligus dalam HFACS. Seperti fatigue akan masuk ke salah mengambil keputusan,
salah persepsi, kondisi mental akut, kondisi fisiologis akut, kesiapan bekerja, dan
operasional tang tidak direncanakan dengan baik. Over-confidence juga akan masuk ke
beberapa katagori diantaranya kesalahan berdasarkan kemampuan, pelanggaran rutin, dan
gagal mengoreksi tindakan yang salah.
SARAN
Berdasarkan analisa yang dibuat oleh penulis, saran yang dapat penulis sampaikan
adalah:
1. Perbaiki investigasi kecelakaan yang dilakukan. Saat ini investigasi kecelakaan sudah
cukup puas bila sudah ditemukan active failure dari sebuah insiden. Sebaiknya
diperdalam lagi investigasi yang dilakukan untuk menemukan latent failure seperti
pengaruh organisasi dan manajemen, faktor lingkungan dan personal pekerja, serta
fungsi pengawasan.
2. Lebih memperketat pengawasan terhadap implementasi aspek K3 dalam setiap
aktifitas.
3. Memberikan pelatihan berkelanjutan untuk mengubah attitude pekerja, khususnya
operator, dan pengawas supaya menjadi lebih baik lagi, berupa soft competency dan
hard competency.
4. Melakukan pengawasan untuk perilaku operator, misalnya memalui Observation in
Car Camera sehingga akan mencegah perilaku tidak aman seperti overspeed dan
melompati prosedur.
5. Memperbaiki sistem perawatan dan pemeliharaan lingkungan kerja, terutama area-area
kritis seperti kondisi front, jalan, persimpangan, dan lain-lain.
6. Menjaga komunikasi yang baik antara manajemen, supervisor, dan operator.
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
7. Memastikan pekerja dalam kondisi fit to work dengan mengelola kondisi fatigue
sampai ke tingkat keluarga pekerja.
KEPUSTAKAAN
Confederation of UK Coal Producers (CoalPro). 2012. Surface Mining Traffic Management.
Data dan statistik PT. Pamapersada Nusantara tahun 2012
ESDM, 2013. (http://www.esdm.go.id/berita/batubara/44-batubara/6010-tahun-2013-2030-
produksi-batubara-untuk-dalam-negeri.html)
Flight Operation Briefing Notes (FOBN), Human Performance Error Management. Airbus
Customer Services, Flight Operations Support and Services, France.
http://www.hse.gov.uk/mining/statistics.htm
Keputusan Menteri Pertambangan dan energy no. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Pertambangan
Patterson, Jessica M. dan Scott Shappel. 2010. Operator Error and System Deficiencies:
Analysis of 506 Mining Incidents and Accidents from Queensland, Australia using
HFACS. Accident Analysis and Prevention 42, hlm. 1379-1385.
PSMS Handbook for Group Leader. SHE Division PT Pamapersada Nusantara
PSMS Handbook for Operator. SHE Division PT Papapersada Nusantara
Patterson, Jessica M. dan Scott Shappel. 2008. Analysis of Mining Incidents and Accidents in
Queensland, Australia from 2004-2008 using the HFACS-MI Framework. Queensland,
Simtars
Reason, James. 2006. Human Error ed. 17. Department of Psychology University of
Manchester. California: Cambridge University Press.
Reason, James. 2000. Human Error: Models and Management.
Shappell, Scott. A. dan Douglass A Wiegmann. 2000. The Human Factors Analysis and
Classification System – HFACS. Virginia: National Technical Information Service.
Wiegmann, Douglas A., dan Scott Shappell. 2001. Human Factor Analysis of Commercial
Aviation Accidents: Application of the HFACS. Original Research Aviation, Space,
and Environmental Medicine, Vol. 72, No. 11. Hlm. 1006-1016.
Wiegmann, Douglas A., dan Scott Shappell. 2003. A Human Error Approach to Aviation
Accident Analysis: The Human Factor Analysis and Classification System. England:
Ashgate.
Statistik Pasokan Batubara 2004-2012, ESDM
Traffic Management System. SHE Division PT Pamapersada Nusantara
Analisis penyebab ..., Mukodas, FKM UI, 2013
top related