anfis pencernaan
Post on 14-Aug-2015
71 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
A. Anatomi Sistem Pencernaan
Fungsi utama sistem ini adalah untuk menyediakan makanan, air dan
elektrolit bagi tubuh dari nutrein yang dicerna sehingga siap diabosrbi.
Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses-
proses sebagai berikut :
1. Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut
2. Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh
gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan
(menelan)
3. Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalau saluran pencernaan
4. Digesti adalah hidrolis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorbsi dapat berlangsung
5. Absorbsi adalah pergerakan produk akhir perncernaan dari lumen saluran
pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat
digunakan oleh sel tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas,
hati dan kandung empedu:
a. Rongga oral, faring dan esogafus
Rongga oral adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan
berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.
Rongga vestibulum (bukal) terletak di antara gigi, dan bibir dan pipi
sebagai batas luarnya. Rongga oral utama dibatasi gigi dan gusi di bagian
depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah di bagian bawah, dan
orafaring di bagian belakang.
1) Gigi
Gigi tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan
maksila
a) Anatomi gigi
Setiap lengkung berisan gigi pada rahang membentuk lengkung
gigi. Lengkung bagian atas lebih besar dari bagian bawah
sehingga gigi-gigi atas secara normal akan menutup (overlap) gigi
bawah. Manusia memiliki 2 susunan gigi : gigi primer (desiduous,
gigi susu) dan gigi sekunder (permanen).
(1) Gigi primer dalam setengah lengkung gigi (dimulai dari ruang
di antara gigi depan) terdiri dari, dua gigi seri, satu taring, dua
geraham molar (moral), untuk total keseluruhan 20 gigi
(2) Gigi sekunder mulai keluar pada saat usia lima sampai enam
tahun. Setengah dari lengkung gigi terdiri dari dua gigi seri,
satu taring, dua premolar (bikuspid), dan tiga graham
(trikuspid), untuk total keseluruhan 32 buah, geraham ketiga
disebut “gigi bungsu”.
b) Fungsi gigi
Gigi berfungsi dalam proses mastikasi (pengunyahan). Makanan
yang masuk ke dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil
dan bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan
yang dapat ditelan.
b. Esofagus
1) Anatomi esofagus adalah tuba muskular, panjangnya sekitar 9
sampai 10 inchi (25 cm) dan berdiameter 1 inchi (2,54 cm). Esofagus
berawal pada area laringofaring, melewati diagfragma dan hiatus
esofagus (lubang) pada area sekitar vertebra toraks kesepuluh, dan
membuka ke arah lambung.
2) Fungsi esofagus menggerakkan makanan dari faring ke
lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi
sejumlah besar mukus untuk melumasi dan melindungi esofagus.
Esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan.
c. Lambung
1) Anatomi
Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian
superior kiri rongga abdomen di bawah diafragma. Semua bagian,
kecuali sebagian kecil, terletak pada bagian kiri garis tengah. Ukuran
dan bentuknya bervariasi dari satu individu ke individu lain. Regia-
regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan
bagian pilorus.
Bagian jantung lambung adalah area disekitar pertemuan
esofagus dan lambung (pertemuan gastroesofagus). Fundus adalah
bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esofagus. Badan
lambung adalah bagian yang terdiltasi di bawah fundus, yang
membentuk dua pertiga bagian lambung. Tepi medial badan lambung
yang konkaf disebut kurvatur kecil tepi lateral badan lambung yang
konveks disebut kurvatur besar.
2) Fungsi lambung
a) Penyimpanan makanan
b) Produksi kimus
c) Digesti protein
d) Produksi mukus
e) Produksi faktor intrinsik
f) Absorbsi
d. Usus halus
Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari
sfinger pilorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan
usus besar. Diameter usus halus kurang lebih dari 2,5 cm dan panjangnya
3 sampai 5 meter saat bekerja. Panjang 7 meter pada mayat dicapai saat
lapisan muskularis eksterna berelaksasi.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum adalah bagian yang terpendek (25 sampai 30 cm).
Duktus empedu dan duktus prankeas, keduanya membuka ke dinding
posterior duodenum beberapa sentimeter di bawah mulut pilorus
2) Yeyunum adalah bagian yang yang selanjutnya. Panjangnya
kurang lebih 1 sampai 1,5 m
3) Ileum (2 m sampai 2,5 m) merentang sampai menyatu dengan
usus besar
a) Motilitas
Atau gerakan usus halus adalah mencampur isinya dengan enzim
untuk pencernaan, memungkinkan produk akhir pencernaan
mengadakan kontak dengan sel aborptif dan mendorong zat sisa
memasuki usus besar. Pergerakan ini dipicu oleh peregangan dan
secara refleks dikendalikan oleh SSO.
b) Peristalsis
Adalah kontraksi ritmik otot polos longtudinal dan sirkular.
Kontraksi ini adalah daya dorong utama yang menggerakkan
kimus ke arah bawah di sepanjang saluran.
e. Prankeas, hati dan kandung empedu
1) Pankreas
Pankreas adalah kelenjar terelongasi berukuran besar dibalik kurvatur
besar lambung. Sel-sel endokrin (pulau-pulau langerhans) pankreas
mensekresi hormon insulin dan glukagon. Sel-sel ensokrin (asinar)
mensekresi enzim-enzim pencernaan dan larutan berair yang
mengandung ion karbonat dalam kosentrasi tinggi.
2) Hati
Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga.
Beratnya 1,500 gr (3 lbs) dan pada kondisi hidup berwarna merah tua
karena kaya akan persediaan darah. Hati menerima darah
teroksigenasi dari arteri hepatika dan darah yang tidak teroksigenisasi
tetapi kaya akan nutrein dari vena portal hepatika. Hati terbagi
menjadi lobus kanan dan kiri.
Fungsi utama hati :
a) Sekresi
b) Metabolisme : hati memetabolisme protein, lemak dan karbohidrat
tercerna
c) Penyimpanan : hati penyimpanan mineral, vitamin larut lemak
d) Detoksivikasi
e) Produksi panas
f) Penyimpanan darah
3) Empedu
Empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli
empedu yang kemudian menjadi duktus hepatika kanan dan kiri.
Duktus hepatika menyatu untuk membentuk duktus hepatik komunis
yang kemudian menyatu dengan duktus sistikus dari kandung empedu
dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis.
Komposisi empedu adalah larutan berwarna kuning kehijauan
terdiri dari 97% air, pigmen empedu, dan garam-garam empedu yang
terdiri dari garam pigmen empedu dan garam-garam empedu.
Kandung empedu
Adalah kantong muskular hijau menyerupai pir dengan
panjang 10 cm. Organ ini terletak di lekukan di bawah lobus kanan
hati.
Fungsi kandung empedu
Untuk menyimpan cairan empedu yang secara terus menerus
disekresi oleh sel-sel hati, sampai diperlukan dalam duodenum. Di
antara waktu makan, sfingter oddi menutup dan cairan empedu
mengalir ke dalam kandung empedu yang relaks. Pelepasan cairan ini
dirangsang oleh CCK.
Kandung empedu juga berfungsi untuk mengkosentrasi
cairannya dengan cara mereabsorbsi air dan elektrolit. Dengan
demikian, kandung ini mampu menampung hasil 12 jam sekresi
empedu hati.
f. Usus Besar
Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar,
sebagian besar nutrein telah dicerna dan diabsorbsi dan hanya
menyisakan zat-zat yang tidak tercerna dan diabsorbsi dan hanya
menyisakan zat-zat yang tidak tercena. Makanan biasa memerlukan
waktu 2 sampai 5 hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan yang
satu ke ujung lainnya : 2 sampai 6 jam di lambung, 6 sampai 8 jam di
usus halus, dan sisa waktunya berada di usus besar.
1) Bagian-bagian usus besar :
a) Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di
bawah area katup ileosekal. Apendik velmiform, suatu tabung
buntu yang sempit berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung
sekum.
b) Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai
rektum. Kolon memiliki tiga visi yaitu :
1) Kolon esenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah
hati di sebelah kanan dan membalik secara horisontal pada
fleksura hepatika.
2) Kolon transversa merentang menyilang abdomen di bawah
hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri,
tempatnya memutar ke bawah pada fleksura splenik
3) Kolon desenden merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen
dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di
rektum.
c) Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya
dengan panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran
anal dan membuka ke eksterior di anus.
d) Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal
(anal), yaitu lipatan-lipatan yang masing-masing berisi arteri dan
vena
e) Sfinger anal internal otot polos (involunter) dan sfinger
anal eksternal otot rangka (vounter) mengitari anus
2) Fungsi usus besar :
a) Mengobservasi 80% sampai 90% air dan
elektrolit
b) Usus besar hanya memproduksi mukus
c) Mencerna sejumah kecil selulosa dan
memproduksi sedikit kalori nutrein bagi tubuh.
d) Mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.
g. Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar.Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot
(sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
2. Fisiologi Sistem Pencernaan
a. Fungsi Sistem Pencernaan
Untuk melakukan fungsinya, semua sel tubuh memerlukan nutrient.
Nutrien ini harus diturunkan dari masukan makanan yang terdiri dari protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral serta serat selulosa dan bahan
sayuran lain yang tidak bernilai nutrisi. Fungsinya utama system pencernaan
adalah untuk :
1) Menerima nutrient (Proses Penyerapan).
2) Menghancurkan nutrient ke dalam bentuk molekul yang ukuran cukup
kecil untuk mencapai dan memasuki aliran darah.
3) Memungkinkan molekul-molekul tadi untuk memasuki aliran darah
sehingga dapat dikirimkan keseluruh jaringan.
Setiap organ dalam saluran pencernaan memiliki fungsinya masing-
masing, diantaranya :
1) Kavum Orofaringeal
a) Sekresi
Sebagian besar saliva diproduksi oleh 3 pasang kelenjar
saliva, yaitu : kelenjar submaksilaris, sublingual dan parotis. Saliva
tersusun dari mucus yang utama sekali berguna sebagai pelicin untuk
memudahkan penelanan, lipase lidah (enzim pencerna lemak yang
disekresi oleh kelenjar-kelenjar lidah), saliva amylase (enzim
pencerna karbohidrat), antibody kelas A (Ig A) yang menghasilkan
barisan pertama pertahanan melawan bakteri dan virus, juga zat kimia
bakteriostatik dan anti kariogenik.
Stimulasi untuk mengeluarkan saliva termasuk melihat,
mencium, dan membayangkan tentang makanan. Juga rasa sedap dan
tekstur yang halus dalam mulut, makanan yang kasar, tidak sedap dan
baunya tidak harum mengurangi sekresi kelenjar saliva. Stimulasi
parasimpatik atau pemberian obat-obatan yang membentuk semacam
rangsangan (kolinergis) atau yang meningkatkan sekresi saliva kental
yang berlebihan. Rangsangan simpatik atau pemberian obat
simpatomimetik menghasilkan saliva kental yang hanya berjumlah
sedikit.
b) Motilitas
Adanya makanan didalam mulut adalah sasaran pertama
penghancuran mekanis oleh proses mengunyah. Ini menghasilkan
bolus makanan yang menggumpal dan dilicinkan oleh saliva yang
kemudian dapat ditelan. Menelan makanan mempunyai 2 fase :
(1) Fase awal volunter, telah digambarkan disini dan termasuk
seperti tiga bagian esophagus.
(2) Fase involunter, digambarkan dibawah pembahasan tentang
esophagus. Menelan dicetuskan oleh adanya makanan atau cairan
di dalam faring, keberadaan ini secara mekanis merangsang
reseptor-reseptor sensorik faringeal cranial kelima ke pusat
menelan didalam medulla. Hal ini menyebabkan terjadinya
peristiwa-peristiwa terkoordinasi berikut, yang mendorong bahan
padat atau cair masuk ke dalam esophagus :
- Menarik palatum lunak ke atas untuk menutup rapat-rapat area
nasofaringeal.
- Penutupan epiglotis ke bawah di atas ostium ke dalam laring.
- Relaksasi otot-otot faringeal yang mendorong makanan atau
cairan ke dalam esophagus yang terbuka.
2) Esofagus
a) Sekresi
Sel-sel pada lapisan mucosal dalam esophagus hanya mensekresi
mucus. Mucus melindungi lapisan esophageal dari kerusakan oleh
sekresi gastric atau substansi makanan, serta bekerja sebagai pelicin
untuk memudahkan pemasukan makanan.
b) Motilitas
Saat makanan atau cairan memasuki esofagus, maka cairan dan
makanan itu akan terus didorong melewati sepertiga lumen oleh
refleks-refleks yang melibatkan pusat menelan dan saraf-saraf cranial
ke-9 dan ke-10. Dalam refleks-refleks ini, makanan atau cairan
merangsang reseptor-reseptor ini menyebabkan penghantaran impuls-
impuls sepanjang serabut saraf sensorik kepusat penelanan. Hasil
refleks dari pusat menelan ke otot menghasilkan pola relaksasi
esophageal yang mendahului makanan dan minuman dan kontraksi otot
esophageal di belakangnya, dengan cara demikian akan mendorong
makanan yang ditelan melalui sepertiga pertama bagian esophagus.
3) Lambung
Lambung mensekresi cairan yang sangat asam dalam berespon
atau sebagai antisipasi terhadap pencernaan makanan. Cairan ini, yang
dapat mempunyai PH serendah 1, memperoleh keasamannya dari asam
hidroklorida yang disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi
asam ini dua kali lipat :
a) Untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat
diabsorpsi.
b) Untuk membantu destruksi kebanyakan bakteri penceranaan.
Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 l/ hari. Sekresi
lambung juga mengandung pepsin, yang penting untuk memulai
pencernaan protein. Factor intrinsic juga disekresi oleh mukosa gaster.
Senyawa ini berkombinasi dengan vitamin B12 dalam diet, sehingga
vitamin dapat diabsorpsi dalam ileum. Tidak adanya factor intrinsic,
menyebabkan vitamin B12 tidak dapat diabsorpsi dan mengakibatkan
anemia pernisiosa.
Sekresi lambung di atur dalam 3 fase, dimana fase-fase ini
dikontrol oleh mekanisme neural dan hormonal. Tiga fase tersebut
adalah:
a) Fase sefalik
Pada fase ini penglihatan, penciuman dan pikiran tentang
makanan, juga adanya makanan dimulut bekerja pada pusat batang
otak, secara reflek meningkatkan stimulasi parasimpatis (vagal)
tentang saliva, sekresi pancreas. Pelepasan empedu dan sekresi
lambung oleh sel-sel chief dan parietal. Lambung juga menerima
rangsangan simpatik dalam fase sefalik, dalam berespon terhadap
peristiwa-peristiwa emosional dan situasional.
b) Fase Gastrik
Pada fase ini mengacu pada stimulasi sekresi lambung oleh
adanya makanan (Chyme) di dalam lambung. Peregangan dinding
lambung oleh makanan merangsang reseptor peregang dalam dinding
lambung. Reseptor peregang dan kemoreseptor selanjutnya
mengaktifkan neuron-neuron dalam pleksus mesenterika yang
selanjutnya menstimulasi sekresi oleh sel-sel chief dan parietal.
c) Fase Intestinal
Fase ini dimulai setelah chime mencapai duodenum,
keasamannya dari campuran ini merangsang sel-sel mucosal
duodenum untuk melepas sekretin ke dalam aliran darah, protein
memicu pelepasan kolesistokonin (cck) ke dalam aliran darah dari
sel-sel serupa, dan glukosa serta lemak merangsang GIP. Sekresi dari
cck menyebabkan sekresi pancreas dan pelepasan isi kandung empedu
ke dalam duodenum. GIP merangsang pelepasan insulin dari pulau-
pulau langerhans dan menurunkan motilitas dan sekresi lambung.
Permukaan dari sel-sel parietal mengandung reseptor untuk
asetil kolin, histamine, dan gastrin. Pemberian stimulasi salah satu
reseptor atau lebih ini mendesak sel parietal untuk mengeksresikan
HCl. Kelebihan sekresi HCl dapat menyebabkan ulkus pada
duodenum.
a) Motilitas
Makanan dari esophagus ke dalam lambung secara reflek
mendorong terjadinya relaksasi yang reseptif. Di sini spingter pilorik
hanya sedikit berperan dalam pengosongan gaster. Fungsi utamanya
adalah untuk mencegah refluks duodenal merusak sawar kimiawi
yang melapisi permukaan sel-sel mucosal lambung. Kontraksi
peristaltis ringan yang menetap setelah lambung benar-benar kosong
disebut kontraksi kelaparan. Pengosongan lambung dapat diperlambat
oleh vagotomi oleh adanya lemak, protein, atau Hcl di dalam chime
duodenal, oleh distensi duodenal dan oleh hormone instinum.
b) Muntah (Vomitus)
Muntah disebabkan oleh relaksasi SEB dan seluruh esophagus
yang dibarengi dengan kontraksi stimultan yang kuat pada otot-otot
abdomen dan diafragma serta penutupan epiglotis diatas saluran
udara. Kontraksi tersebut meremas lambung dan mendorong isi perut
kearah esophagus dan keluar mulut. Selain itu, iritasi pada usus halus
(oleh bahan-bahan dalam chime, oleh inflamasi atau proses penyakit)
dapat menyebabkan gerakan tertentu sehingga terjadinya gerakan
peristaltic balik. Gerakan ini, yang identik dengan gerakan peristaltic,
menggerakkan chime menuju katup pilorik.
4) Pankreas
Sel-sel asinus eksokin mensekresi larutan alkali cair (natrium
bikarbonat dan kalium bikarbonat) dan enzim-enzim pencernaan
bikarbonat menetralisasi chime yang sangat asam yang baru datang dalam
duodenum dari lambung, enzim-enzim pankreatik mencerna protein
(tripsin, kemotipsin elastase dan karboksinase). Lemak (tripsin,
kemotripsin, esterase), fosfolipase dan asam nukleat (nuclease) dan zat
tepung amylase. Pengaturan sekresi pankreatik terjadi melalui jalan
neural dan hormonal. Stimulasi vagal mengakibatkan sekresi enzim-
enzim pankreatik.
5) Kandung Empedu
Di dalam duodenum, chime tercampur dengan sekresi pankreatik
berbentuk cairan. Lemak dalam chime tidak larut dalam air, dan
membutuhkan suatu campuran enzim pelarut yang berasal dari hepar
untuk mengubahnya agar dapat terserap oleh sel-sel intestine manusia.
Empedu adalah suatu campuran garam empedu. Kolesterol bilirubin dan
asam yang membentuk suspensi dalam air. Larutan ini mengemulsikan
lemak dalam chime, dengan memecahkan lemak ke dalam globulus yang
sangat terionisasi menjadi bentuk yang dapat terserap oleh aksi dari
empedu. Empedu disimpan dan dipekatkan dalam kandung empedu.
6) Usus Halus
a) Sekresi
Chyme dalam duodenum tercampur dengan enzim-enzim
pencernaan, substansi alkali, air, mucus dan empedu dari lambung,
pancreas dan kandung empedu. Enzim-enzim intestine ditambahkan
ke dalam campuan ini. Usus halus menyumbangkan mucus, kelenjar
brunner di dalam mukosa duodenal menyumbangkan lebih banyak
bikarbonat dan air dalam chime, dalam responnya terhadap asam,
sekresi dan gastrin.
b) Motilitas
Usus halus mempunyai 2 tipe gerakan, mencampur dan
kontraksi peristaltic. Pleksus-pleksus intramural terutama
bertanggung jawab pada gerakan-gerakan ini, tetapi gerakan ini dapat
ditingkatkan atau diperlambat oleh stimulasi otonom ekstrinsik.
Selama gerakan pencampuran, distensi intestinal menimbulkan
kontriksi disepanjang usus halus. Ini menyebabkan area yang
meregang akan menyerupai lingkaran sosis. Kontraksi ini kemudian
relaks dan area baru menjadi kontriksi. Pengosongan usus halus ke
dalam kolon terjadi dengan cara yang sama seperti pada pengosongan
lambung. Pengosongan ileum dapat diperlambat dan refleks-refleks
intramural, yang diawali oleh kolon yang penuh (distensi).
c) Penyerapan
Lapisan mucosal pada usus halus memiliki banyak lipatan
diselimuti oleh tonjolan. Tonjolan yang berbentuk seperti jari (vili)
permukaan luminal pada setiap vilus ditutupi oleh mikrovili.
7) Usus besar
a) Sekresi
Sel-sel mukosa pada kolon mensekresi mucus, yang
melicinkan jalannya chime.
b) Motilitas
Gerakan kolon meliputi gerakan mencampur dan gerakan
peristaltic. Gerakan ketiga yang hanya dimiliki oleh kolon adalah
suatu gerakan massa kolon. Gerakan ini terjadi dari kontraksi
stimultan dari otot polos yang meliputi sebagian besar kolon desenden
dan kolon sigmoid. Gerakan massa ini dengan cepat mendorong
residu makanan yang tidak dicerna (feces) dari area ini ke rectum.
c) Defekasi
Pengisian rectum akan memicu refleks defekasi oleh
perangsangan reseptor-reseptor peregang dalam dinding rectum
stimulasi pada reseptor-reseptor peregang akan mengakibatkan serat
saraf sensor (afferen) mengirimkan impuls-impuls ke bagian bawah
medulla spinalis. Impuls afferent juga secara refleks menyebabkan
impuls-impuls saraf untuk dikirimkan keluar medulla spinalis
sepanjang neuron motorik somatic yang mempersarafi otot skeletal
sfingterani eksterna. Efek keseluruhan dari peristiwa-peristiwa ini
adalah untuk menghasilkan :
(1) Kontraksi ekspilsif yang terkoordinasi pada kolon dan rectum
(2) Relaksasi (pembukaan) spingter.
(3) Pengeluaran feces dari anus.
Defekasi adalah refleks medulla spinalis yang tidak
membutuhkan jaras yang utuh antara antara medulla sacral dan otak.
d) Absorpsi
Didalam usus besar, sebagian air dan kalium akan terserap
dari chime. Hal ini menghasilkan residu semi solid makanan yang
tidak tercerna yang dapat dikeluarkan dari dalam tubuh. Diare dapat
mengurangi waktu menetap chime dalam kolon sehingga membatasi
reabsorpsi kalium dalam air. Hal ini dapat mengakibatkan hipokalemi
dan dehidarsi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat
atau konginetal pada dinding rongga yang secara normal berisi organ.
Kebanyakan hernia terjadi di suatu tempat dari rongga abdomen dan
melibatkan usus. Lengkung usus didorong melalui lubang defektif sebagai
akibat dari peningkatan tekanan intra abdomen (Barbara Engram, hal 212,
tahun 1999).
b. Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi
abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus, atau kandung kemih)
memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi
abnormal (Dr.Jan Tambayong, hal. 140, tahun 2000).
Oleh karena itu dapat disimpulkan hernia adalah penonjolan yang tidak
normal dari organ melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
akibat dari cacat bawaan (konginetal) atau diperoleh dari kelemahan otot
abdomen
2. Klasifikasi Hernia
a. Hernia menurut lokasinya dapat dibagi menjadi :
1) Hernia inguinalis adalah penonjolan isi abdomen yang tampak di
daerah sela paha (regio inguinalis)
2) Hernia paraumbilicalis adalah penonjolan pada orang dewasa yang
terjadi pada dinding abdomen di atas umbilikus.
3) Hernia femoralis adalah penonjolan yang terjadi karena menembus
lubang femoralis dan sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Lubang femoralis yang awalnya tertutup oleh peritoneum dan lemak
terdorong oleh kandung kemih yang akhirnya terjadi rapuh dan
berlubang sehingga memungkinkan terjadinya hernia akibat tekanan
intra abdomen meningkat.
4) Hernia diafragmaticus adalah benjolan yang terjadi di bawah
diafragma. Biasanya disebabkan oleh lemahnya otot-otot diafragma
karena faktor usia.
5) Hernia scrotalis adalah benjolan yang terjadi di scrotum oleh karena
masuknya usus halus atau omentum.
6) Hernia umbilicalis adalah penonjolan isi abdomen yang tampak di
daerah pusar.
7) Hernia ventral atau incisional adalah penonjolan yang terjadi karena
proses penyembuhan yang tidak adekuat atau setelah operasi yang
disebabkan infeksi pada pasca operasi, nutrisi yang tidak adekuat atau
karena penekanan yang keras.
b. Hernia menurut sifatnya dapat dibagi menjadi :
1) Hernia reponibel yaitu hernia yang masih dapat keluar dan masuk.
Hernia akan keluar pada saat berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
2) Hernia irreponibel yaitu bila isi kantong hernia yang keluar tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga.
c. Hernia menurut isinya dapat dibagi menjadi :
1) Hernia adiposa, adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan lemak
2) Hernia littre adalah hernia incarcerated atau strangulated yang
sebagian dinding ususnya saja terjepit di dalam cincin hernia.
3) Sliding hernia adalah isi hernia menjadi sebagian dari dinding kantong
hernia
3. Type Hernia
a. Indirect
Hernia inguinalis indirect adalah hernia yang isinya keluar melalui cincin
abdominalis diregio inguinalis dan masuk sepanjang duktrus spermatikus
di dalam kanalis inguinalis, lalu keluar dari cincin inguinalis disubkutan.
Pada hernia inguinalis ada suatu kantong kecil masuk ke dalam kanalis
inguinalis. Kadang-kadang kantong hernia itu berjalan terus dan masuk
ke dalam scrotum, maka disebut hernia scrotalis.
Hernia inguinalis indirect lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
wanita, karena pada laki-laki saat perkembangan janin terjadi penurunan
testis dari rongga abdomen. Kalau saluran testis ini tidak menutup
dengan sempurna, akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis indirect.
b. Direct adalah hernia yang melewati dinding inguinal posterior yaitu di
daerah medial pembuluh darah epigastrium inferior, yang berbatasan
dengan triganum Hessel bachii. Hernia inguinalis direct dapat terjadi
secara konginetal.
B. Patofisiologi
Kerusakan dinding otot abdomen dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan
atau melebarnya ruang pada ligamen inguinal. Kelemahan otot abdomen sejak
lahir menyebabkan ligamen inguinal tidak menutup dengan sempurna sehingga
organ saluran cerna terutama usus dapat dengan mudah menembus otot. Selain
itu tekanan intra abdomen sering meningkat akibat dari kegemukan, pekerjaan
angkat berat, dan kehamilan. Meningkatnya tekanan pada abdomen menjadi
penyebab dari hernia, jika dinding otot melemah secara bersamaan. Hernia
yang incarserated (tidak dapat dipindahkan) dan telah terhalang atau tertutup
menyebabkan aliran darah menjadi tersumbat dan hernia ini dihubungkan pada
suatu keadaan tercekik (strangulated). Hernia incarcerated dan strangulated
harus dipertimbangkan untuk dibawa ke bagian bedah karena viscus benar-
benar menjadi sangat terhalang atau terjepit dan suplai pembuluh darah bisa
dengan cepat menjadi mati (nekrosis) dan ganggren. Gejala yang timbul adalah
distensi abdomen, mual, muntah, nyeri disertai panas.
1. Etiologi
Penyebab dari hernia adalah:
a.Konginetal atau cacat bawaan
b. Meningkatnya tekanan intra abdomen karena kehamilan, obesitas,
mengangkat benda yang berat dan tekanan karena batuk
c.Kelemahan dinding otot perut akibat pekerjaan angkat berat yang
dilakukan dalam jangka lama
d. Usia
Pada manusia usia lanjut jaringan penyangga makin melemah
2. Gejala Klinis
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan
di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk dan bersin atau
mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
paraumbical berupa nyeri viseral karena regangan pada mesentrium
sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
incarcerated karena ileus atau strangulated karena nekrosis atau ganggren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat klien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis
muncul sebagai penonjolan. Pada palpasi mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet) atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada
anak dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit scrotum
melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat
direposisi. Pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, klien
diminta mengedan sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat
dilihat.
3. Proses Penyakit
Kegemukan KehamilanAngkat berat
Ligamen Inguinal tidak menutup rapat karena
lemah atau trauma
Kelemahan otot abdomen sejak lahir
Meningkatkan tekanan intra abdomen
Trauma tumpul Abdomen
Mudah ditembus
Hernia
Organ saluran cerna terutama usus menembus otot
Tidak berhasilBerhasil
Aliran darah berkurang
Kematian jaringan
Hernia Irreponibel
Hernia Reponibel
4. Komplikasi
Terjadinya perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini
disebut hernia inguinalis irreponibilis. Pada keadaan ini belum ada
gangguan penyaluran isi usus, isi hernia yang tersaring menyebabkan
keadaan irreponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding
hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak.
Bisa juga menyebabkan Hematoma, infeksi luka, bendungan vena
femoralis terutama pada operasi hernia femoralis.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Tes diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah lengkap
(Haemoglobin, Haematokrit, Leukosit, Trombosit, Masa pendarahan, Masa
pembekuan)
2. Terapi
Hernia dapat diatasi dengan cara konservatif dan tindakan pembedahan atau
operatif.
a.Tindakan Konservatif
Dilakukan dengan cara klien dibaringkan dengan kaki lebih tinggi
kemudian di daerah lipat paha diberi bantal pasir dengan tujuan untuk
menekan agar hernia bisa masuk kembali. Pada saat dilakukan tindakan
klien dalam keadaan bedrest. Cara lain yaitu dengan membaringkan
klien dengan kaki diangkat atau berbaring dalam bak berisi air hangat
dan mendorong massa hernia dengan lembut ke arah abdomen.
b. Tindakan Operatif
Pembedahan sering dilakukan untuk hernia yang besar atau resiko
tinggi terjadinya incarcerated, obstruksi dan strangulated. Tindakan
pembedahannya disebut Herniotomy.
Herniotomy adalah operasi untuk menyembuhkan hernia dengan
mengembalikan isi kantong hernia ke dalam posisinya yang normal dan
mengangkat kantong hernia tersebut. Herniorrhaphy yaitu pembedahan
dengan mengangkat suatu ligation dan pemindahan dari kantong hernia
dan mereduksi atau mengurangi (memotong) ukuran dari cincin
inguinal.
Hernioplasthy bertujuan memberikan penguatan pada area/daerah yang
lemah dengan fascia klien sendiri atau dengan bahan sintetis mesh.
Ketika hernia yang telah menjepit (incarcerated) secara spontan telah
berkurang, pembedahan dapat dilakukan termasuk menyelidiki
abdomen untuk menentukan vitabilitas dari usus kecil. Ini dapat
dilakukan dalam insisi yang sama atau dengan irisan vertikal yang
terpisah. Terdapat bermacam-macam variasi dalam teknik pembedahan
tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah jaringan lunak. Anastesi
yang dipakai pada umumnya anastesi lokal bila hernianya sangat besar
atau terjadi hernia strangulated maka dipakai anastesi umum.
Pemasangan NGT dapat digunakan untuk mencegah terjadinya muntah
dan distensi abdomen pada post operasi hernia umbilicalis atau
incisional. NGT dapat juga mencegah terjadinya kembung post operasi
sehingga berakibat peregangan pada luka jahitan.
c.Perawatan Pre Operasi
Prosedur pembedahan sistem pencernaan biasanya ada yang
direncanakan (elektif) dan mendadak (cito). Apabila sudah
direncanakan klien diberikan waktu untuk mempersiapkan keadaan
jasmani dan psikososial. Dukungan psikososial dan jasmani klien
sangat penting dalam ketentuan pre operatif. Sebelum dilakukan
pembedahan klien memiliki waktu untuk mengatasi periode nyeri dan
ketidaknyamanan.
Persiapan mental dan fisik sehari sebelum operasi:
1) Persiapan Mental
Klien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah dan takut.
Klien tidak mau berbicara dan tidak memperhatikan keadaan
sekitarnya, tapi berusaha mengalihkan perhatiannya pada objek lain.
Atau sebaliknya dia bergerak terus-menerus dan tidak bisa tidur.
Klien sebaiknya diberitahu bahwa selama dioperasi dia tidak akan
merasa sakit karena ahli anastesi (bius) akan selalu menemaninya
dan berusaha agar selama operasi berlangsung klien tidak akan
merasakan sakit seperti yang dibayangkan. Beritahu pula bahwa
sebelum operasi dimulai klien akan dianastesi umum, lumbal atau
lokal.
2) Persiapan Fisik
a) Makanan: klien yang akan dioperasi diberi makanan yang
berkadar lemak rendah, tetapi tinggi karbohidrat, protein,
vitamin dan kalori. Untuk mempertahankan masuknya makanan
di dalam tubuh sampai saat operasi tiba dan segera setelah
operasi, klien perlu diberi makanan secara parenteral atau
disebut juga diinfus. Klien harus puasa 12-18 jam sebelum
operasi dimulai.
b) Lavamen/Klisma dilakukan untuk mengosongkan usus agar tidak
mengeluarkan feces di meja operasi.
c). Kebersihan mulut: sebelum operasi mulut harus dibersihkan dan
gigi disikat untuk mencegah terjadinya infeksi.
d). Mandi: sebelum operasi klien harus mandi, kuku disikat dan cat
kuku dihapus agar ahli anastesi dapat melihat perubahan warna
kuku dengan jelas.
e). Daerah yang akan dioperasi dicukur, tempat dan luasnya daerah
yang dicukur sesuai dengan jenis operasi yang akan dilakukan.
f). Istirahat dan tidur: malam sebelum operasi diusahakan agar klien
dapat istirahat dan tidur nyenyak.
g). Menandatangani “inform consent”.
h). Konsul dokter anastesi untuk pemberian premedikasi.
3) Perawatan sesaat sebelum masuk ruang operasi:
Persiapan fisik pada hari operasi meliputi pemeriksaan tanda-tanda
vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi, Pernafasan). Bila suhu
meningkat laporkan kepada dokter. Operasi yang bukan darurat bila
demam, penyakit tenggorokan atau sedang haid, biasanya ditunda
oleh ahli bedah atau ahli anastesi. Klien yang akan dioperasi diantar
ke ruang operasi tepat pada waktunya. Pagi hari klien disuruh
mandi, rambut diikat dan tidak boleh memakai jepitan rambut.
Setelah rambut dirapikan, ditutup dengan kain bersih atau topi
bedah. Baju klien diganti dengan baju khusus operasi. Barang-
barang berharga yang dipakai, dilepaskan dan diserahkan kepada
keluarganya. Sebelum dibawa ke kamar operasi, klien disuruh
buang air kecil agar tidak membasahi meja operasi atau tersayat
kandung kemihnya sewaktu membuka dinding perut. Bila klien
tidak kencing karena takut maka perlu dipasang kateter.
Intervensi dari pre operatif untuk mencegah kemungkinan infeksi
post operatif. Persiapan pada pembedahan bervariasi dan persiapan
para ahli bedah sebelum dilakukan operasi berada dalam kondisi
aseptik.
Bila operasi dilakukan secara mendadak (cito) persiapan dilakukan
tidak sempurna.
d. Perawatan Post Operatif
Pengkajian
Observasi dilakukan saat klien tiba di ruangan, dilakukan secara
berkesinambungan oleh perawat pada 24-28 jam pertama setelah
operasi.
1) Tanda-Tanda Vital
Perhatian utama adalah kemungkinan shock berhubungan dengan
hipovolemik dari darah dan cairan yang hilang atau penurunan dari
resisten perifer total. Peningkatan sekresi kortisol dalam tubuh yang
berhubungan dengan respon stress dapat membantu
mempertahankan vasokontriksi dan kestabilan pembuluh darah.
Tekanan darah dan tanda-tanda vital lainnya dipengaruhi oleh
respon terhadap nyeri. Peningkatan suhu tubuh yang melebihi 37oC
adalah normal pada hari I atau II setelah pembedahan. Setelah
periode tersebut peningkatan suhu tubuh dapat
mengindentifikasikan terjadinya infeksi pada saluran pernafasan dan
perdarahan pada luka. Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan
setiap 15-30 menit sekali bila kondisi klien belum sadar dan tanda-
tanda vital belum stabil.
2) Luka
Cek tanda dan gejala inflamasi seperti eritema, rasa panas pada area
luka atau nyeri yang hebat
Proses penyembuhan luka:
a) Respon inflamasi akut terhadap cedera: mencakup hemostasis,
pelepasan histamin dan mediator lain dari sel-sel yang rusak dan
migrasi sel darah putih (leukosit polimorfonuklear dan
makrofag) ke tempat yang rusak tersebut.
b) Fase destruktif: pembersihan jaringan yang mati dan yang
mengalami devitalisasi oleh leukosit polimorfonuklear dan
makrofag.
c) Fase proliferatif: yaitu pada saat pembuluh darah baru yang
diperkuat oleh jaringan ikat, menginfiltrasi luka.
d) Fase Maturasi: mencakup re-epitalisasi, kontraksi luka dan
reorganisasi jaringan ikat.
Faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan luka:
a) Kurangnya suplai darah dan pengaruh hipoksia
b) Dehidrasi
c) Eksudat berlebihan
d) Turunnya temperatur
e) Jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan dan benda asing
f) Hematoma
g) Trauma dapat berulang
h) Malnutrisi
i) Penurunan daya tahan terhadap infeksi
3) Intake dan Output
Apabila kateter tidak digunakan, waktu dan jarak dari buang air
kecil harus diukur dan dicatat. Tergantung pada jenis pembedahan
dan kondisi klien, buang air kecil pertama yang terjadi pada 4-12
jam setelah operasi ini dapat mengindikasikan retensi urine.
Pengeluaran urine yang sedikit dapat pula diartikan dehidrasi dan
shock. Pengeluaran yang lain harus pula diukur dan dicatat
termasuk apa yang ada di dalam NGT. Intake diukur dan dicatat
baik yang melalui intravena dan oral dalam beberapa hari setelah
pembedahan.
4) Kenyamanan
Pengkajian secara spesifik untuk menentukan apakah nyeri tersebut
dari trauma pembedahan atau dari sumber kemungkinan lain yang
penting. Pengkajian kebiasaan dan frekuensi pola tidur membantu
dalam perencanaan kebutuhan istirahat yang sesuai.
5) Pengkajian Pernafasan
Pengkajian pernafasan setelah operasi membantu perawat dalam
menentukan normal dan abnormalnya dari suatu pernafasan.
Pengkajian sebelum dan sesudah klien batuk dan kedalaman
pernafasan dapat juga membantu untuk menentukan apakah latihan
tersebut efektif.
6) Pengkajian Abdomen
Abdomen harus dikaji sebelum operasi sama seperti pengkajian
pernafasan begitu juga setelah operasi. Mendengarkan suara bising
usus dapat membantu perawat menentukan klien mulai boleh makan
dan minum.
d. Rehabilitasi
Perawatan rehabilitasi pada klien hernia adalah bedrest. Saat timbulnya
nyeri latihan teknik relaksasi yaitu dengan menarik nafas dalam. Posisi
diatur senyaman mungkin untuk mengurangi nyeri.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem pencernaan meliputi
pengumpulan data, interprestasi data dan diagnosa keperawatan.
a. Pengumpulan Data
Biodata Klien:
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat keperawatan sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami trauma yang menyebabkan
klien dirawat di rumah sakit.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang berat
atau penyakit tertentu yang akan mempengaruhi terhadap kondisi
klien sekarang.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji apakah di dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang
sama.
4) Riwayat psikososial dan spiritual
Mengkaji mengenai konsep diri dan hubungan atau interaksi klien
baik anggota keluarga maupun lingkungan dan mengkaji tentang
agama dan kepribadian, keyakinan, harapan serta semangat yang
terkandung di dalam diri klien.
c. Pola Aktivitas Sehari-hari
Meliputi nutrisi, eliminasi buang air kecil dan buang air besar, pola
personal hygiene, olahraga dan aktivitas gerak dan istirahat.
d. Pemeriksaan Fisik
Melakukan pengkajian melalui pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi sistem tubuh sehingga akan ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
1) Keadaan umum, sistem penglihatan, sistem pendengaran, sistem
wicara, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan,
sistem pencernaan, sistem endokrin, sistem integumen, sistem
muskuloskletal dan sistem kekebalan tubuh.
2) Dalam sistem pencernaan didapatkan data bahwa adanya benjolan di
daerah abdomen yang muncul pada waktu berdiri, mengedan, pada
saat batuk, dan masuk kembali pada waktu berbaring.
e. Data Penunjang
Studi laboratorium yaitu dengan pemeriksaan darah lengkap
(Haemoglobin, Haematokrit, Leukosit, Trombosit, Masa perdarahan,
Masa pembekuan)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri: khususnya dengan mengedan yang
berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
b. Retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan
anastetik selama pembedahan abdomen bawah.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
immobilisasi atau kelemahan fisik
d. Resiko tinggi terjadi infeksi, berhubungan dengan proses invasif (luka
bedah, NGT dan infus)
e. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit dan cara
merawatnya.
f. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
3. Perencanaan
Diagnosa 1:
Gangguan rasa nyaman nyeri: khususnya dengan mengedan yang
berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau
hilang
Kriteria Hasil:
1) Klien mengatakan nyeri hilang/terkontrol
2) Ekspresi wajah tampak tenang
Rencana Tindakan:
1) Kaji dan catat tingkat nyeri: beratnya, karakter, lokasi, durasi, faktor
pencetus dan metode penghilangan. Tentukan skala nyeri dengan klien,
rentangkan ketidaknyamanan dari 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri
hebat). Laporkan nyeri berat dan menetap yang menandakan komplikasi.
2) Anjurkan klien untuk menghindari mengedan, meregang, batuk dan
mengangkat benda yang berat. Ajarkan klien untuk menekan insisi
dengan tangan atau bantal selama periode batuk. Ini khususnya penting
selama periode pasca operasi awal selama 6 (enam) minggu setelah
pembedahan.
3) Ajarkan klien bagaimana menggunakan dekker (truss) bila diprogramkan
dan anjurkan penggunaannya sebanyak mungkin, khususnya jika turun
dari tempat tidur.
4) Ajarkan klien untuk pemasangan penyokong scrotum atau kompres es
yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengembalikan
nyeri setelah perbaikan hernia inguinalis
5) Berikan analgesik sesuai program jika diindikasikan secara khusus
sebelum aktivitas pasca operasi.
Diagnosa 2:
Retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan
anastetik selama pembedahan abdomen bawah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kondisi klien dapat
berkemih tanpa kesulitan.
Kriteria Hasil:
1) Klien berkemih tanpa kesulitan
2) Haluaran urine ≥ 100 ml selama setiap berkemih dan adekuat kira-kira
1.000-1.500 ml selama periode 24 jam
Rencana Tindakan:
1) Kaji dan catat distensi supra pubik atau keluhan klien tidak dapat
berkemih
2) Pantau haluaran urine catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml
dalam suatu waktu.
3) Kaji kandung kemih terhadap distensi dengan inspeksi, perkusi dan
palpasi
4) Berikan waktu bagi dorongan klien untuk berkemih jangan mendesak
klien
5) Konsul dengan dokter jika klien tidak dapat berkemih, mengalami
distensi kandung kemih atau mengalami nyeri supra pubik atau uretra.
Diagnosa 3:
Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
immobilisasi atau kelemahan fisik.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilisasi
teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Dapat melakukan aktivitas tanpa kesulitan.
2) Bisa mempertahankan atau meningkatkan kekuatan fungsi bagian tubuh
yang sakit.
Rencana Tindakan:
1) Monitor tanda-tanda vital (Tekanan darah, Nadi, Suhu, Pernafasan)
2) Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas
3) Anjurkan klien untuk istirahat bila sudah terasa lelah
4) Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan
klien yang sulit klien lakukan sendiri
5) Bantu klien dalam melakukan aktivitas bila keadaan tidak memungkinkan
untuk klien lakukan sendiri.
Diagnosa 4:
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan proses invasif (luka bedah, NGT
dan infus).
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1) Tanda-tanda infeksi tidak terjadi seperti kalor, dolor, rubur, tumor dan
fungsiolesa
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Luka menunjukkan penyembuhan bertahap
Rencana Tindakan
1) Monitor tanda-tanda vital (Tekanan darah, Nadi, Suhu, Pernafasan)
Monitor adanya tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan
fungsiolesa
2) Observasi keadaan luka
3) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam setiap melakukan tindakan
4) Ganti balutan luka setiap hari dengan menggunakan alat-alat yang steril
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sesuai dengan program
pengobatan
Diagnosa 5:
Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit dan cara
merawatnya.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas berkurang atau
teratasi
Kriteria Hasil:
1) Cemas berkurang
2) Klien tampak rileks dan mampu mengungkapkan perasaannya
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan klien. Tentukan bagaimana klien menangani
masalahnya di masa yang lalu dan bagaimana klien menggunakan koping
dengan masalah yang dihadapinya sekarang.
2) Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
3) Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan masalah yang
dihadapinya.
4) Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan peran
sakit klien.
5) Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk
sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
7) Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Diagnosa 6:
Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1) Buang air besar normal dan lancar
2) Tidak terjadi distensi pada abdomen.
Rencana Tindakan:
1) Melatih klien untuk melakukan pergerakan yang melibatkan daerah
abdomen seperti miring kanan atau kiri
2) Auskultasi bising usus
3) Berikan cairan yang adekuat
4) Berikan makanan tinggi serat
5) Kolaborasi untuk pemberian obat laxatif untuk mempermudah buang air
besar
4. Evaluasi
Diagnosa 1:
Gangguan rasa nyaman nyeri: khususnya dengan mengedan yang
berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan
- Nyeri berkurang/terkontrol
- Ekspresi wajah tampak tenang
Diagnosa 2:
Retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan
anastetik selama pembedahan abdomen bawah
- Klien berkemih tanpa kesulitan
- Haluaran urine ≥ 100 ml selama setiap berkemih dan adekuat kira-
kira 1.000-1.500 ml selama periode 24 jam
Diagnosa 3:
Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
immobilisasi atau kelemahan fisik.
- Dapat melakukan aktivitas tanpa kesulitan
- Bisa mempertahankan atau meningkatkan kekuatan fungsi bagian
tubuh yang sakit.
Diagnosa 4:
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan proses invasif (luka bedah, NGT
dan infus)
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tanda-tanda infeksi tidak terjadi seperti kalor, dolor, rubur, tumor dan
fungsiolesa
- Luka menunjukkan penyembuhan bertahap
Diagnosa 5:
Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit dan cara
merawatnya.
- Cemas berkurang
- Klien tampak rileks dan mampu mengungkapkan perasaannya
Diagnosa 6:
Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan immobilisasi.
- Buang air besar normal dan lancar
- Tidak terjadi distensi pada abdomen.
top related