apendiditis infiltrat
Post on 14-Dec-2015
88 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass).
Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima
tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah
cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang
2.2. Anatomi dan Fisiologi
Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen
bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan
berpangkal utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang
didasarkan pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30%
terletak pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2%
terletak preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal.
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan
persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada
apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri
apendikularis yang tidak memiliki kolateral.
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi imunglobulin
oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama
dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan
minimal,pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem pertahanan mukosa
saluran cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran
ini akan dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks.
Apendisitis seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini.
Gambar 1. Anatomi apendik
Gambar 2. Macam-macam letak apendik
2.3. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk
ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada
apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau
stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis
gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
akan mempermudah terjadinya apendisits akut.
2.4. Manifestasi Klinis-Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular.
-Gejala klasik apendisitis akut : nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan
-Dalam 2-12 jam nyeri beralihàdengan mual muntah kekuadran kanan, yang akan menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk.
-Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
2.5. Patofisiologi
Obstruksi lumen apendik yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendik. Obstruksi tersebut
mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Tekanan tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran
limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan edema pada apendik
dan iskemik. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang
untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak
adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran kekiri.
Pemeriksaan Radiologi
foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik
meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara
disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan
bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada
apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm).
Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease,
diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory
Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat
mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat
melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk apendisitis akut
pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture
apendiks.
2.7. Penegakkan Diagnosis
Karakter klinis dari periapendiku dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan
riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin
diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa iliaka kanan
setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari
umblikus ke fossa iliaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan
diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney juga
dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien
dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar
antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke
lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa.
Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika
kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika
apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah
dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda
klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan
bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus,
rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator).Hiperestesia
kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya
juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan
ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks
terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar
dan nyeri terletak tinggi di abdomen.
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri
bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi
dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan
bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi
internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda
spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar
pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s
sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan
bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Bartomier-Michelson’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah
pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan
posisi terlentang
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit trianglekanan (akan
positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan
bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba
Tabel 1. Sign of Appendicitis
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke
perut kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Tabel 2. The Modified Alvarado score
2.7. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
• Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan
dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
• Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk
Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.
• Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklus menstruasi.
• Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi
daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
• Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
• Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis
pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.
• Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada,
dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
• Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
• Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis
Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis
kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan
mukokel apendiks.
2.8. Penatalaksanaan
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis
adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk
mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.
1. Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan
antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali
datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu
diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali
dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3
dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi
post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. Pilihan antibiotik
lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida,
dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masihditeliti. Akan tetapi beberapa
protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan
perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.
2. Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah
segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa
penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini
(kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-
operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan
Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan
tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi,
dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insiis,
pemebdahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah
posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan
dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi. Apendektomi dengan
bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang
menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian
komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih
belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik.
Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari
metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu
berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan
sangat minimal.
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan segera
adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya masa
periapendikuler terlebih dahulu. Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih
berupa penutupan lekuk
usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh setelah
inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran pus
dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah
target dari operasi apendektomi.
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka
morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat
menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk, demam tinggi,
dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena
ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang
paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan
pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada.
Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga
pembilasan dilakukan lebih mudah.
2.10. Prognosis
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orangtua.
Kematian boasanya berasal dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik
dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi
luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya
robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan
perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau
kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan
pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi
mekanis dan hernia.
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila
terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi
apendisitis kronis sebenarnya tidak ada.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Nn. R
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Blitar
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 07juni 2014
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari puskesmas datang ke igd RSD Mardi Waluyo pukul 12:30 dengan
nyeri perut kanan bawah menjalar ke pinggang, pusing, mual-mual dan susah BAB 3 hari ini.
Keluhan nyeri perut dirasakan hilang timbul dan bertambah nyeri saat digunakan berjalan
atau menggerakkan ektremitas bawah terutama dibagian kanan. Keluhan pusing dirasakan
seperti ditekan benda tumpul dibagian kepala depan. Muntah (-), demam (-), nafsu makan
menurun dan buang angin (+).
Riwayat Pengobatan
Pasien dibawa ke Puskesmas 2,5 jam yang lalu, kemudian diberikan ketorolac 1 amp,
ranitidin 3gr, ceftriakson 5 gr.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengeluh nyeri perut kanan beberapa bulan yang lalu
(pasien lupa waktu dan harinya) tetapi nyeri tidak sehebat sekarang dan pasien tidak memberi
tahukan orang tuanya. Riwayat MRS (-).
Riwayat Penyakit Keluarga (-)
Riwayat Kebiasaan
Pasien suka makan-makanan yang pedas.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Kesakitan
Kesadaran : Composmentis (GCS 456)
Tanda vital : 110/80 mmHg, Nadi 110x/m reguler, isi cukup
RR 20x/m, 36°C
Status antropometri : BB = ±50 kg
Status gizi : Kesan cukup
3.3.2 Review of System
1. Kulit
Sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat(-), spider nevi (-), petechie (-), eritem
(-), venektasi (-), bulla (-)
2. Kepala
Mesocephal (-), hematome (-), jejas (-), perdarahan (-)
3. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (3/3), reflek cahaya (+/+), radang
(-/-), eksoftalmus/endoftalmus (-/-), strabismus (-/-),
4. Hidung
Pernafasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),deformitas hidung
5. Mulut
Mukosa bibir pucat (-), sianosis bibir (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-) lidah kotor (-)
6. Telinga
Otorrhea (-), pendengaran berkurang (-), nyeri tekan mastoid (-), cuping teling dbn, serumen
(-), Battle sign (-)
7. Tenggorokan
Pembesaran tonsil (-), pharing hiperemis (-), edema laring (-)
8. Leher
Lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-),
tortikolis (-)
9. Thorax : normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi intercostae
(-), massa (-), krepitasi (-).
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kiri atas : ICS II parasternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line
sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV para sternalis dekstra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bunyi jantung
tambahan (-), HR: 80x/menit
Pulmo
Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada simetris, massa (-), tumor (-), scar (-), eritema
(-)
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi (-/-), stridor (-)
1. Abdomen
Inspeksi
Datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-), meteorismus (-)
Palpasi
+ – –
+ + –
+ + –
Defans muscular local (+), epigastrium (-), hepar dan lien teraba (-) , turgor baik, massa
(-), ascites(-), nyeri ketok ginjal (-/-), nyeri tekan (+)
Perkusi
Timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi
Bising usus (+) menurun.
1. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
2. Ekstremitas
Akral dingin Oedem
– –
– –
– –
– –
-Psoas sign (+), Obturator sign (+)
3. Sistem genitalia : nyeri tekan suprapubik (-), VU kosong, keputihan (-)
4. Rectal Touce : teraba massa diarah 9-11, nyeri tekan (+), dinding ani teraba hangat,
musculus sfingter ani baik, nyeri tekan pada daerah jam 09.00-11, pada handscond
tidak tampak darah, pus dan feses, feses teraba keras
5. Status Lokalis:
R/ right hipocondria region, right lumbal region, right iliac region dan hipogastric region :
teraba hangat, defans muscular local, scar (-), dan nyeri tekan (+)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jenis Tes Hasil Tes Hasil Tes Normal
Darah Lengkap
Hemoglobin 13,9 13-17
Leukosit 9.830 4.000-11.000
LED 25-51 0-15
Diff Count 1/1/1/68/20/9 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7
Eritosit 4.550.000
Trombosit 218.000
Hematokrit 4,2
MCV 92,4
MCH 30,6
MCHC 33,2
2. USG
Hasil : Saat ini tidak tampak apensitis acute, tidak menyingkirkan kemungkinan appendisitis
retrocaecal. Dd apendisitis kronis, hepar/lien/pancreas/ginjal kanan
kiri/buli-buli/uterus/adnexa kanan kiri tidak tampak kelainan.
3.5 Diagnosis Kerja: Susp Periapendikular Infiltrat
3.6 Diagnosis Banding
– Apendisitis akut
– Apendisitis kronis
– Adenitis mesentrium
– Tifoid Abdominalis
– Peritonitis
– KET
3.7 Penatalaksanaan
1. IGD
-Inj Ketorolac ( analgetik )
-Inj Ranitidin ( H2 blocker )
-Inj Ceftriakson ( antibiotik )
-Pro USG
2. Ruang Inap
-IVFD 1500 cc/24 jam
-Inj. Cefopsan 2×1
-Inj. Metonidasol 2×1 amp ( antibiotik )
-Inj. Ranitidin 2×1 amp (H2 blocker )
-Inj. Novaldo 3×1 amp (antipiretik, analgetik)
– Diet makanan lunak
3.8 Resume
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah menjalar ke pinggang belakang, pusing,
mual-mual dan diare dengan konsistensi cair 2-3x sehari 3 hari ini. Keluhan nyeri perut
dirasakan hilang timbul dan bertambah nyeri saat digunakan berjalan atau menggerakkan
ektremitas bawah terutama dibagian kanan. Keluhan pusing dirasakan seperti ditekan benda
tumpul dibagian kepala depan. Muntah (-), demam (-), dan nafsu makan menurun
Pemeriksaan fisik yang dilakukan, memberikan data keadaanumum cukup, 110/80 mmHg,
Nadi 80x/m reguler, isi cukup, RR 20x/m, 36°C. Ditemukan pemeriksaan pemeriksaan
abdomen dengan palpasi didapatkan defans muscular pada region abdomen kanan bawah
dengan tada psoas, obturator sign dan rovsing yang positif.Pada pemeriksaan rectal touche
tidak didapatkan massa atau kelainan kecuali nyeri tekan pada arah jam 10-11, spincter ani
baik, tidak tampak jaringan parut pada mukosa ani, tidak tampak darah, pus dan feses pada
handscond.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 9.830 (normal) dan LED 25-51
(meningkat) dengan hasil laboratorium lainnya tidak ada kelainan. Hasil USG : Saat ini
tampak apendisitis acute, tidak menyingkirkan kemungkinan appendisitis retrocaecal. Dd
apendisitis kronis yang lain tidak tampak kelainan
Tanggal S O A P
5/6/2014 Pasien
mengeluh nyeri
perut sebelah
kanan menjalar
ke pinggang,
mual + namun
mulai
berkurang,
flatus +, sulit
BAB
Ku : lemah
Kesadaran : GCS
456
VS :
TD : 110/80
mmHg
N : 88x/menit
RR : -x/menit
Suhu Ax : 35,8 C
Kepala: a/i/c/d :
Apendisitis
Acute
Medikamentosa
-IVFD 1500 cc/24
jam
-Inj. Cefopsan 2×1
-Inj. Metonidasol 2×1
amp
-Inj. Ranitidin 2×1
amp
-Inj. Novaldo 3×1
amp
-/-/-/-
Thorax: Cor dan
pulmo DBN
Abdomen : soefl,
BU +, met –, nyeri
tekan titik mc
burney +, defans
muscular local,
Ekstremitas :
obturator sign +
Psoas sign +
Status Lokalis:
R/ RHR,
RLR,RIR Dextra
Nyeri +, hangat +
6/6/2014 Pasien
mengeluh nyeri
perut sebelah
kanan menjalar
ke pinggang,
mual + namun
mulai
berkurang,
flatus +, sulit
BAB
Ku : lemah
Kesadaran : GCS
456
VS :
TD : 100/90
mmHg N :
Apendisitis
Acute
Medikamentosa
-IVFD 1500 cc/24
jam
-Inj. Cefopsan 2×1
-Inj. Metonidasol 2×1
amp
80x/menit
RR : -x/menit
Suhu Ax : 36 C
Kepala: a/i/c/d :
-/-/-/-
Thorax: Cor dan
pulmo DBN
Abdomen : soefl,
BU menurun, met
–, nyeri tekan titik
mc burney +,
defans muscular
local
Ekstremitas :
obturator sign +
Psoas sign +
Status Lokalis:
R/ RHR,
RLR,RIR Dextra
Nyeri +, hangat +
-Inj. Ranitidin 2×1
amp
-Inj. Novaldo 3×1
amp
7/6/2014 Pasien
mengeluh nyeri
perut sebelah
Ku : lemah
Kesadaran : GCS
kanan menjalar
ke pinggang
terutama saat
digunakan
menggerakkan
ektremitas
bawah, mual +
namun mulai
berkurang,
flatus +, tidak
bisa BAB
456
VS :
TD : 110/60
mmHg N :
88x/menit
RR : 24x/menit
Suhu Ax : 36 C
Kepala: a/i/c/d :
-/-/-/-
Thorax: Cor dan
pulmo DBN
Abdomen : soefl,
BU menurun, met
–, nyeri tekan titik
mc burney +,
defans muscular
local
Ekstremitas :
obturator sign +
Psoas sign +
Status Lokalis:
R/ RHR,
RLR,RIR Dextra
Nyeri +, hangat +
top related