askep kelompok 10 agustus 2012
Post on 26-Jul-2015
130 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang selalu tumbuh
dan selalu berkembang mulai dari bayi hingga lanjut usia. Seiring dengan
bertambahnya usia lansia akan mengalami perubahan baik fisik, mental,
psikososial ataupun spiritual. Perubahan pada berbagai aspek tersebut akan
menimbulkan masalah baik fisik, psikososial ataupun ekonomi. Pada sebagian
lansia karena kondisinya yang tidak memungkinkan masa tua berarti tidak
produktif atau tidak berpenghasilan lagi. Lansia bergantung atau menjadi beban
anak cucu / anggota keluarga yang lain sehingga kadangkala lansia mendapatkan
perlakuan yang kurang baik dari keluarga yang mengakibatkan lansia
ditempatkan di panti sosial.
Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan dan perbaikan kondisi
sosial telah mampu meningkatkan usia harapan hidup ( life expectancy) manusia
Indonesia. Hal ini tercatat pada tahun 1990 usia harapan hidup rata – rata
mencapai 59 tahun dan tahun 2000 menjadi 67 tahun untuk laki – laki dan 71
tahun untuk perempuan atau rata – rata 69 tahun. Berarti terjadi kenaikan rata –
rata 1,4 % per tahun. Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan 500
juta dengan rata – rata 60 tahun dan diperkirakan tahun 2025 akan menjadi 1,2
milyar. Di Indonesia sendiri dari tahun ke tahun jumlah lansia juga mengalami
peningkatan. Pada tahun 2000 jumlah lansia berjumlah 15,8 juta jiwa. Pada tahun
2020 diperkirakan jumlah lansia akan mencapai 28,28 juta jiwa yang kita kenal
dengan bom lansia.
Perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik menyebabkan usia lansia kurang mendapat perhatian
sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat dan menjadi terlantar. Dalam
1
masyarakat kita sering dijumpai pengertian dan mitos yang salah kaprah
mengenai lansia sehingga banyak merugikan lansia. Dalam masyarakat kita
selaku orang timur dengan budaya kekeluargaan yang sangat kental, anak cucu
dan sanak saudara dari para lansia pada umumnya sangat tidak keberatan untuk
menerima kehadiran dan keberadaan lansia dalam keluarganya. Namun adanya
pandangan yang keliru seperti tersebut di atas tak urung bisa mempengaruhi
anggota keluarga dalam memperlakukan para lansia sehingga lansia ditempatkan
di panti sosial. Selain itu karena alasan kesibukan dan juga tidak ada anggota
keluarga yang merawat lansia di rumah maka lansia juga akan ditempatkan di
panti sosial.
Berkaitan dengan masalah tersebut maka mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Banyuwangi Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan I Kelompok
A, melaksanakan praktek keperawatan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Banyuwangi sebagai konteks keperawatan gerontik mulai tanggal 09 Agustus
sampai dengan 18 Agustus 2012 sehingga bisa memberikan asuhan keperawatan
gerontik secara komprehensif.
1.2 Tujuan Kegiatan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien usia lanjut
dalam kehidupan di dalam panti secara komprehensif dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pengkajian situasi yang ada dalam suatu
panti.
2) Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah kesehatan yang timbul
pada klien lansia yang tinggal dalam lingkungan panti baik yang
bersifat aktual, potensial maupun resiko.
2
3) Mahasiswa dapat menetapkan rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah yang terjadi pada lansia yang tinggal dalam panti
sesuai deangan konsep keperawatan gerontik.
4) Mahasiswa dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan pada klien lansia.
5) Mahasiswa dapat melakukan evaluasi dari tindakan yang telah
dilakukan pada lansia di dalam lingkungan panti.
1.2.3 Manfaat Kegiatan
Manfaat dari praktek keperawatan gerontik adalah :
1) Bagi mahasiswa
Dapat menerapkan konsep teori / asuhan keperawatan gerontik pada lansia.
2) Bagi lansia di panti
a) Lansia mendapatkan pelayanan keperawatan yang komprehensif.
b) Lansia dapat mengenal masalah kesehatannya.
c) Lansia mendapatkan penjelasan tentang kesehatannya secara
sederhana.
3) Bagi institusi penyelenggara panti
a) Dapat mengembangkan model asuhan keperawatan pada lansia yang
tinggal di panti.
b) Mendapatkan masukan atau input dari mahasiswa mengenai masalah
kesehatan pada lansia serta alternatif penanganannya.
4) Bagi intitusi penyelenggara pendidikan.
Tercapainya tujuan pembelajaran asuhan keperawatan gerontik pada klien
lansia yang tinggal dalam lingkungan panti sekaligus sebagai sarana
evaluasi terhadap proses pembelajaran mahasiswa berkaitan dengan
praktek klinik keperawatan dalam tahap profesi.
3
1.2.4 Batasan Masalah
Untuk membatasi meluasnya masalah maka kami membahas masalah
ini pada proses asuhan keperawatan klien lansia yang bermasalah.
1.2.5 Sistematika penulisan
Laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan
Bab 2 : Tinjauan teori
Bab 3 : Pengkajian
Bab 4 : Perencanaan
Bab 5 : Pelaksanaan Dan Kegiatan
Bab 6 : Penutup
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep lansia
2.1 Pengertian Lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lansia berdasarkan UU No.13 tahun 1998
adalah 60 tahun. Depkes dikutif dari Azis (1994) lebih lanjut membuat
penggolongan lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:
1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), yakni keompok yang baru
memasuki lansia
2. Kelompok lansia (65 tahun keatas)
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
2.1 Proses Terjadinya Penuaan
Proses terjadinya penuaan dijelaskan dalam beberapa teori penuaan, antara lain :
2.2.1 Biologi
a. Teori "Genetic Clock";
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya
program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka
waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan
menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil
penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu
dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur
dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting
lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab
terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi
5
dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi
yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel
somatik adalah hipotesis "Error Castastrophe" (Darmojo dan Martono, 1999).
Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut
akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan
sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi
yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan
mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989)
dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya
prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo
dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya
pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya
terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat
sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas
dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2),
Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas
sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan
6
DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif
dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur
makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus
terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2.2.2 Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan
secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan
adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti
hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua
akan mempercepat proses penuaan.
2.2.3 Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai
aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai
kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas
dalam perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan
lingkungan ada tingkat maksimumnya.
7
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
2.2.4 Konsep Model Florence Nightingle
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek
lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan
psikologis dan lingkungan sosial.
a. Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yan berhubungan dengan
ventilasi dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap
lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien
dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap,
bau-bauan.Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara
bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat
sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain
maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus
memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat
tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan
dan bau limbah. Posisi pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian
rupa supaya mendapat ventilasi.
b. Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif
dapat menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi
pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan
fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan
aktivitas manual dapat merangsang semua faktor untuk membantu
pasien dalam mempertahankan emosinya.
8
Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks
lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara
terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang
dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan
pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau
jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang
terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.
Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungan dimana dia berada
atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik
dapat memberikan rasa nyaman.
c. Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang
spesifik, kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan
keadaan penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan
demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi
dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar
data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial
dugaannya selalu dibicarakan dalam hubungnya individu pasien yaitu
lingkungan pasien secara menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan
rumah atau lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan komunitas
yang berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.
d. Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep
Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan :
1. Individu / manusia
Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam
menghadapi penyakit.
9
2. Keperawatan
Bertujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik
untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk
mempengaruhi lingkungan.
3. Sehat / sakit
Fokus pada perbaikan untuk sehat.
4. Masyarakaat / lingkungan
Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara dan
cahaya.
e. Hubungan teori Florence Nightingale dengan proses keperawatan
1. Pengkajian / pengumpulan data
Data pengkajian Florence N lebih menitik beratkan pada kondisi
lingkungan (lingkungan fisik, psikis dan sosial).
2. Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan
mental yang berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan
dengan lingkungan keseluruhan.
3. Masalah
Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya :
Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan
Ventilasi
Pembuangan sampah
Pencemaran lingkungan
Komunikasi sosial, dll
10
4. Diagnosa keperawatan
Berbagai masalah klien yang berhubungan dengan lingkungan
antara lain:
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas
asuhan.
Penyesuaian terhadap lingkungan.
Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.
5. Implementasi
Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang
memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang
mempengaruhi kehidupan, perrtumbuhan dan perkembangan
individu.
6. Evaluasi
Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan
individu.
f. Hubungan teori Florence Nightingale dengan teori-teori lain :
1. Teori adaptasi
Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan
yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks lingkungan
menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil tidaknya
respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan tinjauan lingkungan
yang dijelaskan Florence N.
Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai
pengaruh dari lingkungannya berperanpenting pada setiap individu
dalam berespon adaptif atau mal adaptif.
11
2. Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan
teori Florence N, sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat
dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan
yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan air yang
bersih.
Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan
kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam
mempertahankan hidupnya.
3. Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam
lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip
tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk
mengambil tindakan positip dalam mencapai keinginan atau
kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu
kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N,
menekankan penempatan pasien dalam lingkungan yang optimum
sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang
gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu
dipandang sebagai suatu stressor yang negatif. Jumlah dan lamanya
stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping
individu.
4. Teori Kejiwaan sosial
a. Aktifitas atau kegiatan ( activity theory )
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses
12
adalah mereka yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan
sosial
Ukuran optimum ( pola hidup ) dilanjutkan pada cara hidup
dari lanjut usia
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b. Kepribadian berlanjut ( continuity theory )
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada
lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
5. Teori Pembebasan ( Disengagement theory )
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara bengangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjadi kehilangan ganda ( tripel loss ), yakni 1)
kehilangan peran 2) hambatan kontak sosial 3) berkurangnya
kontak komitmen
2.2 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
1. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal,
genito urinaria, endokrin dan integumen.
13
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga
jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan,
kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan
normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua
kejaringan.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri
juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7. Kemampuan batuk yang berkurang, sehingga pengeluaran sekret &
corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
b. Sistem persyarafan.
1. Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3. Mengecilnya syaraf panca indera.
4. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
14
Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1. Penglihatan
a. Kornea lebih berbentuk skeris.
b. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d. Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada
skala.
2. Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatnya kreatin.
3. Pengecap dan penghidu.
a. Menurunnya kemampuan pengecap.
b. Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera
makan berkurang.
4. Peraba.
a. Kemunduran dalam merasakan sakit.
b. Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
c. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
15
1. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).
4. Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
c. Sistem genito urinaria.
1. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50%, penyaringan diglomerulo
menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun
proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi
lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada
pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3. Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia
diatas 65 tahun.
4. Atropi vulva.
5. Vagina, Selaput menjadi kering, elastisitas jaringan
menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang,
reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
16
6. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung
menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan
terus.
d. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1. Produksi hampir semua hormon menurun.
2. Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3. Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah
dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari
ACTH, TSH, FSH dan LH.
4. Menurunnya aktivitas tiriod BMR turun dan
menurunnya daya pertukaran zat.
5. Menurunnya produksi aldosteron.
6. Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron,
estrogen, testosteron.
7. Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism,
depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi
tekanan jiwa (stess).
e. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1. Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal
disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain
meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2. Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis
dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya
sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin,
asam & pahit.
3. Esofagus melebar.
4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar
menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
17
5. Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6. Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7. Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
f. Sistem muskuloskeletal.
1. Tulang kehilangan densikusnya rapuh.
2. Resiko terjadi fraktur.
3. Kyphosis.
4. Persendian besar & menjadi kaku.
5. Pada wanita lansia > resiko fraktur.
6. Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi
pendek ( tinggi badan berkurang ).
a. Gerakan volunter gerakan berlawanan.
b. Gerakan reflektonik Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi
terhadap rangsangan pada lobus.
c. Gerakan involunter Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai
reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
d. Gerakan sekutu Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk
menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
g. Perubahan sistem kulit & jaringan ikat.
1. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan
hilangnya jaringan adiposa
3. Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik,
sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang
tinggi.
18
4. Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat
menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi
pigmen.
5. Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan
penyembuhan luka luka kurang baik.
6. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak
serta warna rambut kelabu.
8. Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang
kadang menurun.Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan
metabolisme yang menurun.
9. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.
h. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1. Perubahan sistem reprduksi.
a. selaput lendir vagina menurun/kering.
b. menciutnya ovarium dan uterus.
c. atropi payudara.
d. testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur berangsur.
e. dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal
kondisi kesehatan baik.
2. Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi
kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang
mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga
sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara
biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses
19
reproduksi, 2) rohani, Secara rohani tertuju pada orang lain sebagai
manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan
sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial,
Secara sosial kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain
yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani
sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya,
yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain
mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak
yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain
unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan
lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil
alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri
dan perubahan konsep diri
20
Perubahan kepribadian yang drastic, keadaan ini jarang terjadi lebih
sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin
oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.
Kenangan ( memory ) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam
sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) kenangan
jangka pendek atau seketika ( 0-10 menit ), kenangan buruk.
Intelegentia Quation; 1) tidak berubah dengan informasi matematika dan
perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan
psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.
Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
1. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya
penurunan fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran
mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi
sel-sel otak.
3. Gangguan halusinasi.
4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir
dan gambaran diri.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari. ( Murray dan Zentner,
1970 ).
21
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
1. Herediter atau ketuaan genetik.
2. Nutrisi atau makanan.
3. Status kesehatan.
4. Pengalaman hidup.
5. Lingkungan.
6. Stress.
2.4 Proses menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua ( Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitifitas emosional meningkat
dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya lanjut usia harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan :
1. Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial.
2. Mampu melakukan aktifitas untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
3. Mendapat dukungan secara sosial dari
keluarga dan masyarakat ( Rahardjo, 1996 ).
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
22
berbagai masalah. Hurlock ( 1979 ) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto
( 1994) menyebutkan masalah-masalah yang menyertai lansia yaitu :
1. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain.
2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya.
3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah.
4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak.
5. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisik, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik
yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terkhir minta terhadap
kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan
motivasi yang tinggi pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya
agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlikan untuk melakukan latihan
fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock ( 1990 ) mengatakan
bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya
terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal
ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman
pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang
berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonmi atau pendapatan dan
peran sosial ( Goldstein, 1992 ).
23
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia ( Hurlock, 1979 ) di kutip oleh Munandar
( 1994 ) adalah :
1. Minat sempit terhadap kejadian di
lingkungannya.
2. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi.
3. Selalu mengingat kembali masa lalu.
4. Selalu kuatir karena pengangguran.
5. Kurang ada motivasi.
6. Rasa kesendirian karena hubungan dengan
keluarga kurang baik.
7. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
Minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan
memiliki kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
2.5 Permasalahan umum yang terjadi pada lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia antara lain menurut Setiabudi ( 1999 : 40-42 ).
Permasalahan umum
1. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga
yang lanjut usia kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
3. Lahirnya kelompok masyarakat industry.
4. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
24
5. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2.6 Permasalahan khusus
1. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
2. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3. Rendahnya produktifitas kerja lanjut usia.
4. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
6. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.
2.7 Penyakit yang sering dijumpai pada lansia
Menurut The National Old People’s Welfare Council, dikemukakan 12
macam taitu 1) depresi mental 2) gangguan pendengaran 3) bronchitis kronis 4)
gangguan pada tungkai/sikap berjalan 5) gangguan pada koksa/sendi panggul 6)
anemia 7) demensia 8) gangguan penglihtan 9)kecemasan 10) gagal jantung 11)
kencing manis,tulang rapuh 12) gangguan pada defekasi.
2.8 Optimalisasi fungsi lanjut usia
Setiap orang menginginkan hidup selama mungkin. Hidup kita tidak akan
berarti bila tidak disertai dengan kesehatan yang baik dan bahagia. Lajut usia
bukan merupakan penyakit. Menurut Setiabudi (1994 ) perilaku yang dianjurkan
pada lanjut usia agar tetap sehat dan sejahtera adalah mau menerima keadaan,
sabar, optimis, dan meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan
yang sesuai dengan kemampuan. Kegiatan diatas lebih baik bila diikuti dengan
25
menjalin hubungan yang teratur dengan keluarga dan sesamanya, olahraga sesuai
dengan kondisi untuk menjaga kebugaran fisik, serta mengembangkan hobi
sesuai kemampuan yang dimiliki ( Goldstein, 1992 ).
Disisi lain agar lanbjut usia tetap sehat bahagia dan sejahtera diperlukan
faktor dukungan dari keluarga, masyarakat organisasi maupun pemerintah. Dari
sisi peraturan perundang-undangan pemerintah sudah cukup memperhatikan
keberadaan lanjut usia. Tetapi tampaknya peraturan tersebut belum dilaksanakan
secara koperhensif disegala lini. ( Wirakarta Kusumah, 1994 ) Guna mendukung
pelaksanaan peraturan dan atau kebijaksanaan tersebut, masih di perlukan
berbagai macam kajian tentang lanjut usia ( Raharjo, 1996 ). Kajian ini menjadi
penting karena masalah lanjut usia di masa yang akan datang semakin komplek.
Masalah tersebutr di antaranya belum adanya kemandirian pada diri lanjut usia,
belum adanya lembaga yang mengayomi para lanjut usia, struktur keluarga yang
mengarah ke keluarga inti ( Wirakarta Kusumah, 1994 ).
Agar lanjut usia tetap sehat, ada beberapa anjuran untuk hidup sehat
seperti tertera pada KMS ( Kartu menuju sehat ) lansia, antara lain : memperkuat
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memeriksakan kesehatan secara
teratur, melakukan kegiatan fisik secara benar dan teratur, memperhatikan
keluhan-keluhan kesehatan yang di rasakan, makan dan minum sesuai dengan
standar gizi ( Depkes 1998 ).
2.9 Asuhan Keperawatan Pada Klien Usia lanjut
1. Proses Keperawatan
Dalam memberi pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan setiap sasaran ( DepKes RI 1993 ) menggunakan proses
keperawatan yang merupakan metode ilmiah yang dapat dipertanggung
jawabkan dalam keperawatan. Dalam memberi pelayanan keperawatan
26
yang sesuai dengan kebutuhan setiap sasaran menggunakan proses
keperawatan yang. Proses keperawatan terdiri dari 4 tahapan yaitu :
a) Pengkajian
1) Fisik.
o Wawancara
o Pemeriksaan fisik: meliputi secara inspeksi, perkusi, auskultasi,
palpasi.
o Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik yaitu dengan
sistem tubuh: sistem persyarafan, kardiovaskular, GI tract,
genitourinarius, kulit, muskuloskeletal, endokrin.
2) Psikologis.
3) Sosial ekonomi.
4) Spiritual.
b) Diagnosa keperawatan
a. Fisik / biologis
o Gangguan nutrisi: kurang/berlebihan dari kebutuhan tubuh
sampai dengan pemasukan yang tidak adekuat.
o Gangguan persepsi sensorik: pendengaran, penglihatan sampai
dengan hambatan penerimaan dan pengiriman rangsangan.
o Kurangnya perawatan diri sampai dengan penurunan miant
perawatan diri.
o Potensial cedera fisik sampai dengan penurunan fungsi tubuh.
o Gangguan pola tidur sampai dengan kecemasan atau nyeri.
o Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan penyempitan
jalan napas atau adanya sekret pada jalan napas.
o Gangguan mobilitas fisik sampai dengan kekuatan sendi.
b. Psikososial
27
o Isolasi sosial sampai dengan perasaan curiga.
o Menarik diri dari lingkungan sampai dengan perasaan tidak
mampu.
o Depresi sampai dengan isolasi sosial.
o Harga diri rendah sampai perasaan ditolak.
o Koping tidak adekuat sampai dengan ketidak mampuan
mengemukakan perasaan secara tepat.
o Cemas sampai dengan sumber keuangan yang terbatas.
o Spiritual.
o Reaksi berkabung atau berduka sampai dengan ditinggal
pasangan.
o Penolakan terhadap proses penuaan sampai dengan ketidak
siapan menghadapi kematian.
o Marah terhadap tuhan sampai dengan kegagalan yang dialami.
o Perasaan tidak senang sampai dengan ketidak mampuan
melakukan ibadah secara tepat.
c. Rencana keperawatan
Meliputi:
o Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan.
o Bekerjasama dengan profesi kesehatan lainnya.
o Menentukan priorotas: - Klien mungkin puas dengan situasi
demikian.
o Bangkitkan perubahan tetapi jangan memaksakan.
o Keamanan atau rasa aman, rasa aman adalah utama yang
merupakan kebutuhan.
o Mencegah timbulnya masalah-masalah.
28
o Menyediakan klien cukup waktu untuk mendapatkan input atau
pemasukan.
o Menulis semua rencana dan jadwal.
d. Perencanaan
Tujuan keperawatan lanjut usia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
dasar antara lain:
o Pemenuhan kebutuhan nutrisi.
o Peningkatan keamanan dan keselamatan.
o Memelihara kebersihan diri.
o Memelihara keseimbangan istirahat / tidur.
o Meningkatnya hubungan interpersonal melalui komunikasi efektif.
2. Tujuan Umum Asuhan Keperawatan Usia
Lanjut.
a. Agar Usia Lanjut Dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara
mandiri dengan :
1) Peningkatan derajat kesehatan.
2) Pencegahan penyakit.
3) Pemeliharaan kesehatan.
Sehingga memiliki ketenangan hidup dan produktif sampai akhir
hidup.
b. Mempertahankan kesehatan serta
kemempuan dari mereka yang usianya telah lanjut dengan cara
menjalan kan perawatan dan pencegahan.
c. Membantu mempertahankan serat
membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien lanjut usia ( life
support ).
29
d. Menolong dan merawat klien usia lanjut
yang menderita penyakit atau mengalami gangguan tertentu ( baik
Kronik maupon akut ).
e. Merangsang para petugas kesehatan
untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini bila
mereka menjumpai suatu kelinan tertentu.
f. Mencari uapaya semaksimal mungkin
agar para klien lansia yang menderita suatu penyakit atau gangguan
masih dapat mempertahankan kebebasan yang meksimal tanpa perlu
pertolongan ( pemeliharaan kemandirian secara maksimal ).
3. Fokus asuhan keperawatan
a. Peningkatan kesehatan ( health promotion ).
b. Pencegahan penyakit ( Preventif).
c. Mengoptimalkan fungsi mental.
d. Mengatasi gangguan kesehatan umum.
4. Fungsi Keperawatan.
Fungsi keperawatan pada keperawatan akut, keperawatan
waktu lama dan keperawatan di masyarakat berbeda tergantung
menurut keperluannya ( Mary Ann Chris & Faith J. Hohloch 1993 ),
membaginya dalam :
a. Pada keperawatan akut ( acut care )
1. Melakukan anamnesa penderita, menanyakan riwayat medik,
psikosoaial dan riwayat keluarga.
2. Ascessment penderita.
3. Menjelaskan diagnosa dan pengobatan kepada penderita dan
keluarga.
30
4. Bekerja sama dengan penderita, keluarga dan petugas
kesehatan lainnya untuk menyusun rencana keperawatan yang
baik.
5. Mendorong kemandirian penderita.
6. Mempertahankan hidrasi, ventilasi, makanan dan kenyamanan.
7. Menyampaikan obat dan melakukan pengobatan serta menilai
reaksi penderita.
8. Memberitahukan kepada dokter kemajuan kondisi penderita.
9. Memberikan tindakan darurat bila di perlukan.
10. Merencanakan keluarnya penderita dari rumah sakit dan
mengkoordinasikan rujukan kelembaga sosial masyarakat.
11. Memberi advokasi kepada penderita.
b. Pada Keperawatan Lama ( long term care )
1. Melakukan anamnesa penderita menanyakan riwayat medik
psikososial dan keluarga.
2. Ascessment penderita.
3. Mengikutsertakan penderita, keluarga dalam menyiapkan dan
melaksanakan rencana keperawatan.
4. Menciptakan iklim semangat hidup, bukan sakit.
5. Meyakinkan penderita bahwa ia memperoleh perawatan medik.
gigi, dan anggota gerak yang tepat.
6. Mempertahankan hidrasi, ventilasi, gizi dan bekerjasama
dalam evaluasi.
7. Menyampaikan obat dan melakukan pengobatan dan latihan
rehabilitatif serta menilai reaksi penderita.
8. Memberitahu dokter, perubahan kondisi penderita.
9. Memberikan pertolongan darurat bila diperlukan.
31
10. Memberikan pelajaran dan nasehat kepada penderita dan
keluarga tentang penyakit.
11. Memperkanalkan pelayanan lansia yang di berikan oleh
masyarakat.
12. Memberi advokasi pada penderita.
c. Keperawatan di masyarakat ( comunity care )
1. Identifikasi kebutuhan penderita, baik dari segi kesehatan,
sosial maupun ekonominya.
2. Merujuk ke instansi yang dapat memenuhi kebutuhan
penderita.
3. Menjelaskan diagnosa serta pengobatan kepada keluarga dan
penderita.
4. Menilai keparahan penderita dan reaksi penderita terhadap
pengobatan.
5. Melakukan kunjungan rumah dan menyuruh penderita agar
memanfaatkan klinik guna meningkatkan kesehatannya.
6. Memberi pelajaran dan nasehat Kepada penderita dan keluarga
tentang penyakit.
7. Melakukan penilaian kemandirian penderita.
8. Memberi advokasi pada penderita.
B. Konsep Panti Sosial Lanjut Usia
1. Batasan
Adalah unit pelaksana teknis di bidang pembinaan kesejahteraan
sosial lansia yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lansia
berupa pemberian penampungan, jaminan hidup, seperti pakaian,
pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan
32
sosial mental serta agama sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya
dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.
2. Tujuan
Tujuan pelayanan UPT adalah tercapainya kwalitas hidup dan
kesejahteraan para lansia yang layak dalam tata kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga
mereka dapat menikmati hari tuanya dengan ketentraman lahir dan bathin.
Indikator keberhasilan penyelenggaraan Panti Sosial Lanjut Usia :
a. Bagi usia lanjut :
1. Terpenuhinya kebutuhan jasmani lansia yaitu kebutuhan sandang,
pangan, papan, dan kesehatan.
2. Terpenuhinya kebutuhan rohaniah lansia yaitu kebutuhan akan kasih
sayang baik dari keluarga maupun masyarakat sekitarnya dan
peningkatan gairah hidup serta kehidupan beragama sehingga lansia
dapat menikmati sisa hidupnya.
3. Meningkatnya rasa percaya diri kemandirian semangat hidup dan
produktifitas para lansia.
4. Meningkatkan hubungan antara lansia dengan generasi muda yang
selaras dan serasi baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan
masyarakat.
b. Bagi keluarga dan masyarakat :
1. Terlestarikannya dan makin kuatnya nilai sosial budaya masyarakat
yang menghargai, menghormati dan membela para lansia sehingga
makin meningkatkan jumlah keluarga dan masyarakat yang dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab memelihara dan
membahagiakan orang tuannya yang telah lansia serta makin
banyaknya keluarga dan masyarakat yang memberikan santunan
kepada lansia.
33
2. Meningkatnya kemauan dan kemempuan keluarga untuk
memperhatikan kebutuhan lansia seperti :Kebutuhan pangan, papan,
sandang, rekreasi dan kasih sayang serta tanggap terhadap
permasalahan lansia yang berada dilingkungannya.
3. Meningkatnya jumlah anggota masyarakat yang mampu dan mau
menyantuni para lansia.
4. Semakin meningkatnya peran serta masyarakat dalam meningkatkan
mutu pelayanan kesejahteraan sosial lansia dengan meluasnya
penyediaan dan meningkatnya mutu sarana dan fasilitas khusus bagi
para lansia.
C. Pelayanan lansia dalam UPT.
1. Sasaran pelayanan :
Sasaran pelayanan kesejahteraan sosial lansia melalui Panti Sosial
Lanjut Usia adalah :
a. Berusia lanjut
Berusia 60 tahun ke atas.
Tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk kelangsungan hidupnya.
Tidak mempunyai keluarga dan atau memiliki kelurga tapi tidak
mampu memelihara orang tuanya yang lansia.
b. Keluarga, yaitu keluarga yang karena sesuatu hal tidak dapat memelihara
orang tua yang telah lansia.
c. Masyarakat yaitu masyarakat yang mau dan mampu untuk berpartisipasi
dalam pembinaan kesejahteraan sosial lansia.
d. Instansi terkait seperti Dep. Agama. Depkes, Depdagri dll.
2. Jenis pelayanan
34
UPT sebagai lembaga pengganti keluarga memberikan peyanan
kesejahteraan sosial lansia tidak hanya di tujukan kepada lansia tetapi juga
kepada keluarga lansia dan juga masyarakat.
Jenis pelayanan yang di berikan meliputi :
a. Pelayanan kepada lanjut usia :
1) Pelayanan kebutuhan makan dengan pengaturan menu, kebutuhan
gizi lansia. Pemberian makanan oleh petugas panti kepada lansia
menurut jadwal yang telah ditetapkan.
2) Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan melalui pemeriksaan rutin,
pengobatan saat menderita sakit.
3) Pemberian bimbingan rohani berupa bimbingan mental keagamaan
dan bimbingan kemasyarakatan oleh petugas panti atau petugas instansi
terkait.
4) Pemberian bimbingan ketrampilan untuk mengisi waktu luang
oleh tenaga instruktur di bantu petugas panti.
b. Pelayanan kepada keluaraga dan masyarakat
1) Pemberian bimbingan dan penyuluhan.
Agar keluarga asuh lansia mau menerima kehadiran lansia
kedalam lingkungan keluarga dan memberi kesempatam menikmati hari
tuanya dengan penuh ketentraman lahir bathin.
2) Pemeberian pelatihan
Dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi keluarga lansia
maka perlu di selenggarakan pelatihan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan lansia secara layak.
3) Penyajian data dan imformasi
Penyajian data dan imformasi mengenai sistem dan
mekanisme pelayanan dan panti, kebijaksanaan dan tingkat
keberhasilan yang telah di capai UPT.
35
3. Proses Pelayanan
Pelayanan kesejahteraan sosial pada lansia di UPT melalui tiga
tahapan, yaitu : tahap pendekatan awal, tahap pelaksanaan dalam panti,
dan tahap resosialisasi.
a. Tahap pendekatan awal.
Untuk memperkenalkan dan mempermudah pelaksanaan
program pelayanan kesejahteraan sosial lansia kepada instansi terkait
organisasi soial dan masyarakat dilakukan melalui tiga kegiatan.
1) Orientasi dan konsultasi mengenai berbagai hal tentang lansia,
dengan instansi terkait, organisasi sosial dan masyarakat untuk
mempermudah pelaksanaan program kesejahteraan lansia.
2) Identifikasi terhadap lansia yang akan menerima pelayanan untuk
kesediaannya ikut dalam program pelaksanaan kesejahteraan sosial
lanjut usia.
3) Seleksi atau penetapan lanjut usia sebagai penerima pelayanan
kesejahteraan sosial dalam panti, dilakukan oleh petugas panti.
Adapun persyaratan bagi calon penerima pelayanan adalah :
Lansia berusia 60 tahun keatas.
Lansia tidak lagi memiliki atau tidak di ketahui sanak
saudaranya.
Lanjut usia yang nyata-nyata tidak diurus sebagai mana
layaknya lansia yang lain.
Lanjut usia yang tidak mau hidup dilingkungan keluarga.
b. Tahap pelaksanaan pelayanan
Tahap mulai di laksanakan kegiatan pemberian pelayanan
kesejahteraan sosial usia lanjut oleh UPT. Penerimaan lanju usia yang
sudah di tetapkan atau di seleksi menjadi penerima pelayanan panti
dengan cara :
36
1) Pencatatan atau registrasi yaitu pencatatan dalam buku induk,
pengisi formulir kesehatan, penerimaan surat keterangan lansia dari
instansi terkait.
2) Penelaan dan pengungkapan masalah tentang kondisi, kemauan
kemampuan lansia menerima pelayanan disesuaikan dalam
perolehan pelayanan panti.
3) Penempatan pada program pelayanan UPT dengan memenuhi
kebutuhan sandang, pangan dan papan, perawatan kesehatan dan
berbagai kegiatan untuk mengisi waktu luang.
Pemberian bimbingan ( fisik mental, sosial serta ketrampilan )
berdasarkan pada :
1) Penelaan kemampuan dan kemauan lansia.
2) Upaya pencegahan serta penyesuaian diri lansia dengan
lingkungan fisik dan sosialnya.
c. Tahap Resosialisasi
Yaitu tahap persiapan akhir dari suatu proses pelayanan bagi
para lanjut usia yang akan diambil keluarganya seperti :
1. Upaya mempersiapkan lanjut usia kembali kepada keluarga /
keluarga asuh.
2. Upaya mempertahankan kondisi lanjut usia setelah berada di luar
UPT.
3. Pemberian kepastian berakhirnya pelayanan kesejahteraan sosial
lanjut usia dari UPT berdasarkan pertimbangan keradaan / kondisi
terakhir lanjut usia.
4. Ketenagaan
Kebutuhan tenaga di UPT sebaiknya berimbang antara tenaga
pelaksanaan pelayanan dengan penerima pelayanan. Tenaga pelaksana
yang memenuhi persyaratan pendidikan sesuai dengan bidang tenaga,
37
secara umum ketenagaan dibagi dalam dua bidang yaitu tenaga
administrasi dan tenaga teknis.
5. Peralatan pelayanan
Peralatan yang diperlukan oleh lanjut usia meliputi :
a. Peralatan penginapan.
b. Peralatan makan.
c. Peralatan ketrampilan.
d. Peralatan pembinaan mental spiritual.
e. Peralatan olah raga.
f. Peralatan terapi.
g. Peralatan hiburan.
h. Peralatan pelayanan kesehatan.
6. Mekanisme pelayanan
a. Hubungan dengan instansi terkait.
Masyarakat lanjut usia mencakup aspek fisik psikologis dan
sosial, oleh karenanya pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia
memerlukan pelayanan secara terpadu dengan beberapa instansi
terkait, antara lain :
Kerjasama dengan departemen kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan bagi lanjut usia yang memerlukan.
Kerjasama dengan departemen agama dalam memberikan
pelayanan pendidikan mental agama yang diselenggarakan
dengan para petugas kantor agama setempat.
Kerjasama dengan departemen perindustrian dalam kerja sama
pelaksanaan kegiatan ketrampilan untuk mengisi waktu luang
sesuai dengan ketrampilan yang dibutuhkan para lanjut usia.
Kerjasama dengan pemerintah daerah setempat dalam hal yang
berkaitan dengan pemakaman.
38
b. Hubungan dengan panti lain termasuk pelimpahan
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan panti maka perlu dijalin
hubungan kerja sama dengan panti lain yang antara lain dalam hal :
Saling tukar-menukar pengalaman dan pengetahuan dalam
pengelolaan panti-panti, pemberian pelayanan kesejahteraan
sosial pada lanjut usia.
Melaksanakan reveral pada sosial lain apabila lanjut usia
mempunyai kasus-kasus yang membutuhkan penanganan oleh
panti sosial lain.
Melaksanakan kerja sama dalam pelaksanaan seleksi untuk
menjamin hasil yang optimal.
Hubungan dalam rangka proses penyaluran dan proses
pelayanan.
39
BAB III
PENGKAJIAN
3.1 Pengkajian Kelompok Usia Lanjut UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Banyuwangi
Langkah pertama dalam kegiatan pelaksanaan praktek keperawatan
gerontik di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi adalah menganalisa
situasi. Hasil analisa situasi dapat menggambarkan situasi umum tempat praktek
yang selanjutnya dapat dijadikan pedoman dalam merencanakan tindakan
berikutnya, data yang diperoleh dalam pelaksanaan analisa situasi adalah
indentitas panti, latar belakang pendirian panti, misi, visi dan motto panti, tujuan
panti, struktur panti, kapasitas panti, sarana dan prasarana panti, kegiatan dalam
panti, hubungan lintas sektoral dan lintas sektor, distribusi pendanaan, data
kesehatan yang disajikan dalam bentuk analisa SWOT.
3.1.1 Identitas Panti
Nama Panti : UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi
Alamat : Jl. Raya Jember No. 186
Pengelola : Pemerintah Daerah Tk I Jawa Timur
3.1.2 Latar Belakang Pendirian Panti
Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945, telah menghasilkan kondisi
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat,
sehingga jumlah lanjut usiapun makin bertambah.
Dengan bertambahnya jumlah lanjut usia, permasalahan yang
dihadapi bertambah pula, meskipun banyak diantara lanjut usia yang masih
produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
40
berbangsa dan bernegara namun karena faktor usianya akan banyak
menghadapi keterbatasan sehingga memerlukan bantuan untuk peningkatan
taraf kesejahteraannya dan penanganan yang profesional agar terpenuhi
kebutuhan hidup baik jasmani, rohani dan sosial yang memungkinkan bagi
mereka memikirkan menuju lanjut usia sejahtera, tua berguna dan
berkualitas sehingga mereka aman, tentram dan sejahtera.
Upaya pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial bagi
para lanjut usia yang terlantar, telah dilaksanakan melalui UPT Pelayananan
Sosial Lanjut Usia Krikilan Banyuwangi yang merupakan UPT Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur sejak 01 Januari 2009 yang dahulunya merupakan UPS
“Bina Karya” Banyuwangi yang mengangani orang gelandangan dan
pengemis yang induknya berada di Pasuruan.
3.1.3 Visi, Misi, dan Motto Panti
1) Visi
Terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan dan perlindungan sosial
bagi lanjut usia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Misi
a. Melaksanakan tugas pelayanan dan penyantunan serta rehabilitasi
sosial bagi lanjut usia dalam upaya memenuhi kebutuhan jasmani,
rohani dan sosial sehingga di hari tua diliputi dengan rasa
kebahagiaan, ketentraman lahir batin.
b. Mengembangkan sumber potensi bagi lanjut usia sehingga dapat
berfungsi sosial secara layak.
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut
usia terlantar.
3) Motto
“Tua Berguna dan Berkualitas”
41
3.1.4 Tujuan
1) Tersedianya pedoman kerja bagi para pengurus dan petugas di lingkungan
Panti Sosial Lanjut Usia dalam melaksanakan program pelayanan
kesejahteraan lanjut usia
2) Meningkatkan komitmen dan profesionalisme pengurus dan petugas Panti
Sosial Lanjut Usia dalam merancang, mengimplementasikan dan
mengontrol program pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia.
3) Terwujudnya Pemberian pelayanan sosial yang profesional di Panti Sosial
Lanjut Usia.
4) Terciptanya mekanisme kerja yang efektif dan efisien untuk menjamin
mutu dan hasil pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia di Panti Sosial
Lanjut Usia.
5) Meningkatkan mutu pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia di Panti
Sosial Lanjut Usia.
3.1.5 Keberhasilan
Untuk merealisasikan tujuan di maksud, maka perlu adanya upaya
keberhasilan program kegiatan yang dilaksanakan UPT meliputi :
1) Pendekatan awal meliputi kegiatan
Orientasi dan konsultasi
Sosialisasi
Identifikasi
Motivasi dan seleksi
2) Kegiatan penerimaan meliputi :
Pemanggilan
Penerimaan, meliputi :
o Pendaftaran
o Bimbingan orientasi
o Pemahaman masalah (assesment)
42
3) Merencanakan program pelayanan
Yaitu untuk menetapkan jenis pelayanan yang di butuhkan klien
dalam mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan
Memberikan bimbingan, meliputi :
Bimbingan fisik dan kesehatan
o Melaksanakan kerja bakti bersama
o Melaksanakan senam pagi pada hari jumat
o Melaksanakan pemeriksaan kesehatan klien
o Melakukan pengobatan bagi klien yang sakit
Bimbingan ketrampilan
o Pembuatan keset kain
o Pembuatan kemoceng
o Olahan pangan
o Pertanian
Bimbingan sosial dan mental
Bimbingan lanjut
Keberhasilan dari pelaksanaan pelayanan pada UPT Pelayanan Sosial
Lnjut Usia Banyuwangi dapat dilihat dari indikator antara lain :
Klien lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman,
tentram, dan layak
Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia baik jasmani, rohani serta
sosial
Meningkatnya peran serta dari masyarakat dan lembaga sosial
yang menangani lanjut usia
43
Terlaksananya pelayanan sosial bagi lanjut usia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi sesuai dengan
standart yang telah ditentukan.
3.1.6 Struktur Organisasi
Struktur organisasi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi
sebagai berikut :
Ketenagaan :
Jumlah tenaga yang ada di panti ada 23 pegawai dengan perincian sebagai berikut :
1. Tenaga organik ( PNS ) 17 orang terdiri dari :
a. Pejabat Eselon III : 1 orang
b. Pejabat Eselon IV : 3 orang
44
KEPALA UPTDrs. PUJI RIYANTO
NIP. 19560921 198203 1 004
SUB BAGIAN TATA USAHAEDY MOELYONO, A.Ks, M.Si
NIP. 19661101 198901 1002
SEKSI PELAYANAN SOSIALPURWANTO PRIJATMOJO, S.Sos
NIP. 19610402 198401 004
SEKSI BIMBINGAN DAN PEMBINAAN LANJUT
SUKARYANTO, SE, MSiNIP. 19640625 199403 1 008
c. Pejabat fungsional : 0 orang
d. Staf : 10 orang
e. Satpol PP : 3 orang
2. Tenaga non PNS ada 4 orang terdiri dari :
a. Pesuruh kantor : 1 orang
b. Tukang kebun : 1 orang
c. Pembimbing/pengasuh : 2 orang
3. Tenaga outsourcing :
a. Perawat : 2 orang
Jumlah hunian yang berada di wisma berdasarkan jenis kelamin
Nama Wisma
Jumlah Hunian
Laki-laki Perempuan
Wisma Sri tanjung 0 12
Wisma Sayu Wiwit 22 4
Wisma Minak Jinggo I 7 3
Wisma Minak Jinggo II 2 8
Ruang Perawatan
Khusus
1 11
Total hunian 32 38
Berdasarkan hasil pendataan pada tanggal 09 Agustus 2012
3.1.7 Sarana dan Prasarana Panti
1) Bangunan perumahan
Bangunan panti merupakan bangunan permanen dengan dinding tembok,
lantai keramik, atap genting, ventilasi dan pencahayaan cukup, yang
terdiri dari :
a. Wisma sebanyak : 3 buah
b. Kantor : 1 buah
45
c. Aula : 1 buah
d. Musholla : 1 buah
e. Ruang keterampilan : 1 buah
f. Ruang poliklinik : 1 buah
g. Gudang : 1 buah
h. Pos Penjagaan : 1 buah
i. Ruang perawatan khusus : 1 buah
j. Rumah pembimbing : 1 buah
k. Garasi : 1 buah
l. Dapur : 1 buah
(Sumber data sekunder UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia 2012).
2) Sarana Air bersih
Sumber air bersih dari sumur tandon
3) Jamban
Jamban sejumlah 20 buah, Hampir Keseluruhan jamban masih baik,
jamban ada yang menggunakan kloset jongkok dan kloset duduk
4) Sarana Pembuangan air limbah
Pengelolaan pembuangan air limbah menggunakan SPAL tertutup dengan
septik tank menjadi satu dengan jamban.
5) Sarana Ibadah
Sarana ibadah berupa masjid
6) Model tempat tidur
Tempat tidur tinggi kurang lebih 30 cm, panjang 1,5 m, lebar 1 m tanpa
pengaman atau pembatas tempat tidur
7) Lampu penerangan
Lampu penerangan cukup.
46
8) Lantai
Kondisi lantai baik, kebersihan perlu dijaga untuk mencegah resiko
cedera.
9) Kamar mandi dan WC
Kondisi kamar mandi dan WC kotor dan perlu ditambahkan pegangan
tangan untuk menuju kamar mandi.
10) Ruang keterampilan
Menjadi satu dengan aula.
11) Tempat Olah Raga
Olah raga dilaksanakan di depan Kantor Panti, pelaksanaan senam lansia
dimulai pukul 07.00 – 07.30 WIB. Setiap hari jumat
12) Ruang makan
Ruang makan bersama sudah ada, beberapa lansia ada yang makan di
ruang makan atau di kamarnya
13) Transportasi
Mobil phanter : 1 buah
Sepeda motor : 3 buah
47
3.1.8 Kegiatan dalam Panti
Jadwal kegiatan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi adalah sebagai berikut :
No Nama Materi HariMinggu
Jumlah jamI II III IV V
1 M. ImronBimbingan sumber daya manusia
Senin13.00-14.00 13.00-14.00 13.00-14.00 13.00-14.00
8 jam14.00-15.00 14.00-15.00 14.00-15.00 14.00-15.00
2 Hasan tamami Bimbingan sosialSelasa
09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 -8 jam
10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.003 Slamet suhermanto Pembinaan Sosial
Rabu08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00
12 jam09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 -10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00
4 Jatim Bimbingan MentalKamis
18.00-19.00 18.00-19.00 18.00-19.00 18.00-19.008 jam
19.00-20.00 19.00-20.00 19.00-20.00 19.00-20.005 Ummu azizah Ketrampilan keset kain
Jumat09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00
8 jam10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00
6 Jama’ati Ketrampilan kemucingSenin
08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00 8 jam09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00
7 Imam TS Ketrampilan pertanian/perkebunan
Sabtu15.00-16.00 15.00-16.00 15.00-16.00 15.00-16.00
8 jam16.00-17.00 16.00-17.00 16.00-17.00 16.00-17.00
8 Swaibatun Ketrampilan olahan pangan
Selasa13.00-14.00 13.00-14.00 13.00-14.00 13.00-14.00
8 jam14.00-15.00 14.00-15.00 14.00-15.00 14.00-15.00
9 Ansori Bimbingan spiritualRabu
18.00-19.00 18.00-19.00 18.00-19.00 18.00-19.008 jam
19.00-20.00 19.00-20.00 19.00-20.00 19.00-20.0010 Sarman Bantu diri Selasa 07.00-08.00 07.00-08.00 07.00-08.00 07.00-08.00 24 jam
48
08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00
Kamis08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.0009.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00
Sabtu09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.00 09.00-10.0010.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00 10.00-11.00
Catatan : Disesuaikan dengan hari kalender setiap bulannya
49
2) Jadwal kegiatan pengurus panti
a. Perhari
Perawatan pada lansia, pemenuhan kebutuhan lansia, kegiatan rutin
administrasi dan bimbingan sosial
b. Perminggu
Olah raga dan rapat koordinasi
c. Bulanan
Rapat bulanan
d. Tahunan
Rapat tahunan
3.1.9 Distribusi pendanaan
Distribusi pendanaan di tanggung oleh pemerintah propinsi jawa
timur. Biaya dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur sebesar Rp. 15.000,-
untuk makan satu orang serta kebutuhan lainnya belum terhitung pajak.
3.1.10 Data kesehatan pertahun
1) Jumlah kematian
Pada tahun 2009 : 3 orang
Pada tahun 2010 : 3 orang
Pada tahun 2011 : 13 orang
Pada tahun 2012, bulan Januari – 09 Agustus 2012 : 3 orang
50
2) Jumlah kesakitan
Pada bulan Januari – Agustus 2012 sebagai berikut :
Jenis Penyakit Jumlah
Rheumatik 14 orang
Hipertensi 11 orang
Diare 10 orang
Katarak 4 orang
Asma 1 orang
Jumlah 40 orang
3) Masalah yang berhubungan dengan kesehatan klien dipanti
Pola kebiasaan klien yang salah misalnya merokok.
Kebersihan diri yang kurang
Istirahat klien yang tidak teratur
Klien yang cenderung sulit untuk dinasehati /diberitahu
Keterbatasan penyediaan obat
3.1.11 Urutan 5 penyakit terbanyak pada lanjut usia mulai Januari s/d 09
Agustus 2012:
1) Rheumatik
2) Hipertensi
3) Diare
4) Katarak
5) Asma
6) Dermatitis
7) Stroke
8) Epilepsi
3.1.12 Tempat pelayanan kesehatan dan perawatan
51
1) Rumah sakit
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bekerja sama dengan Rumah Sakit
Rustida Krikilan apabila ada pasien yang membutuhkan perawatan yang
lebih lanjut.
2) Puskesmas
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia juga bekerjasama dengan Puskesmas
setempat sebagai rujukan lansia yang sakit dengan pemeriksaan kesehatan
serta pengobatan dan perawatan kesehatan secara rutin.
3) Panti
Terdapat tenaga keperawatan lulusan D3 Keperawatan yang memberikan
pelayanan kesehatan dan keperawatan
3.1.13 Bentuk pelayanan kesehatan
Disamping melakukan kegiatan lintas sektoral, UPT pelayanan sosial
lanjut usia mengadakan kegiatan pembinaan internal tingkat panti, berupa
penyediaan tenaga kesehatan lulusan D3 Keperawatan. Secara Umum
kegiatan pelayanan kesehatan bagi lanjut usia meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan rutin yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
setiap pagi yaitu berupa pemeriksaan tekanan darah, nadi, dan
temperatur.
b. Pencatatan hasil pemeriksaan usia lanjut secara sederhana meliputi :
nama, umur, dan hasil pemeriksaan umum masalah kesehatan fisik
(tanda vital, keluhan umum, gejala dan tanda penyakit).
c. Pengobatan sederhana bagi lanjut usia yang mengalami sakit dengan
memberikan obat generik esensial dasar untuk mengatasi gejala (obat
simptomatik)
52
d. Perawatan bagi lanjut usia yang mengalami sakit dimana kegiatan
yang dilakukan berupa pemantauan umum kondisi kesehatan setelah
mendapatkan obat simptomatik, berupa perkembangan penyakit.
e. Pendidikan kesehatan pada lanjut usia dengan gangguan kesehatan
tertentu.
f. Penyelenggaraan rujukan medis bagi lansia, paling tidak
menyelenggarakan rujukan medis ke puskesmas
3.2 Analisa SWOT Dan Rencana Strategi Pemecahan Masalah
Pada bab ini akan dibahas dan diuraikan hasil analisa kelompok setelah melihat
teori dan membandingkan dengan hasil pengamatan yang dilakukan UPT
pelayanana sosial lanjut usia. Dalam menganalisa akan diuraikan secara
sistematika mengenai keadaan panti secara umum yang dilanjutkan dengan
keadaan ideal yang diharapkan berdasarkan permasalahan yang ada :
3.2.1. Keadaan umum
1) Kondisi geografis panti
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia yang terletak di Jln. Jember no.186
Krikilan Banyuwangi merupakan lokasi yang sangat strategis, karena
mudah untuk dicapai seluruh lapisan masyarakat dan lokasinya dekat
dengan jalan raya. Luas tanah 8,450 m2, kondisi cuaca kecamatan
Glenmore yang sejuk sepanjang tahun, merupakan faktor yang sangat
mendukung bagi lansia untuk mempertahankan kenyamanan lansia,
mudahnya sumber-sumber pendukung bagi kelangsungan panti, seperti
sumber air, sumber listrik, dan transportasi yang memadai akan sangat
mendukung dalam operasional panti.
2) Dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah terhadap keberadaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia ini sangat besar, hal ini terlihat dari Perda Pemprov Jawa Timur
53
yang menjadikan panti ini sebagai suatu lembaga sosial yang berada
langsung dibawah pemerintah propinsi dengan pertimbangan untuk
mempermudah pengembangan terutama yang berhubungan dengan
pendanaan dan pengembangan sumber daya manusia.
3) Sumber daya manusia
Sumber daya manusia tenaga pengelola panti seluruhnya berjumlah 23
orang, terdiri dari pegawai negeri sebanyak 17 orang dan 6 orang
berstatus honorer.
4) Sarana dan prasarana
Secara umum sarana dan prasarana di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
sudah cukup, namun perlu peningkatan. Ada beberapa hal yang masih
perlu menjadi perhatian khusus yaitu :
Belum adanya tempat atau tanah pemakaman
Tempat tidur tidak ada pengaman atau pembatas tempat tidur
terutama di ruang khusus sehingga mengakibatkan resiko cedera
pada lansia.
Belum adanya ruang khusus untuk ketrampilan
Belum adanya mobil ambulance
Tidak adanya besi pegangan di jalan menuju kamar mandi.
5)Lampu penerangan
Lampu penerangan yang digunakan sudah cukup terang. namun perlu
adanya pengawasan lebih lanjut untuk menindak lanjuti beberapa kamar
yang lampunya redup. Hal ini sangat mempengaruhi lansia dimana terjadi
penurunan penglihatan yang memungkinkan terjadi resiko cedera.
6)Lantai kamar
Lantai kamar klien dan sebagian besar lantai diseluruh ruangan berbahan
keramik, dimana pada satu sisi sebenarnya memudahkan perawatannya
karena mudah dibersihkan, namun bagi lansia sendiri keadaan lantai
54
berbahan keramik tersebut kurang sesuai karena akan menjadi sangat
licin bila tertumpahi air yang akan menimbulkan resiko cidera yang sangat
tinggi pada klien lansia. Karena kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih
agar kekhawatiran lansia cidera tidak terjadi.
7)Kamar mandi dan WC
Kondisi umum kamar mandi dan WC sudah cukup baik, hanya perlu
dilakukan pengawasan ketat dari pendamping wisma dan pekerja sosial
serta keseluruhan staf untuk menjaga kebersihan dan keamanan bagi lansia
pengguna kamar mandi dan WC tersebut. Dimana perlu diadakan
pembersihan sesering mungkin, karena tipe dan lantai kamar mandi cepat
sekali untuk menjadi licin.
8)Ruang sosialisasi
Ruang sosialisasi yang digunakan oleh lansia untuk kegiatan rekreatif serta
beberapa kegiatan lain sudah cukup memadai di dukung tempat duduk,
meja, serta sound sistem untuk mendukung kegiatan - kegiatan sosialisasi
yang rutin di adakan di panti.
9)Tempat sarana olah raga
Kegiatan senam lansia yang sering diadakan didepan kantor sudah cukup
baik.
10) Ruang makan
Ruang makan bagi lansia dimana keseluruhan lansia dapat berkumpul
bersama untuk makan sudah ada. Hal ini sangat bagus karena lansia dapat
bersosialisasi dan berkomunikasi dengan sesama rekannya lebih luas
11) Tempat ibadah
Tempat ibadah sudah cukup representatif dan bersih, akan tetapi letaknya
jauh dari wisma sehingga pada waktu hujan di khawatirkan jalanan yg
cukup licin dapat menimbulkan cidera bagi lansia dan membuat lansia
cepat lelah karena jaraknya yang cukup jauh.
55
12) Sumber air minum
Sumber air minum berasal dari air sumur lalu di masak, dengan demikian
kondisinya sangat layak untuk dikomsumsi.
13) Kebersihan lingkungan kamar
Kebersihan lingkungan disekitar panti dan keseluruhan kamar pasien
sudah cukup baik hanya saja perlu dilaksanakan pengawasan oleh
pendamping wisma karena tidak semua klien lansia mempunyai persepsi
yang sama terhadap kualitas kebersihan kamar masing-masing. Dimana
sebagian besar aktivitas lansia dilaksanakan didalam kamar dan bila
kondisi kebersihan kamar kurang kondusif akan mempengaruhi keadaan
kesehatan lansia tertama di ruang khusus.
14) Pendanaan
Selama ini anggaran berasal dari sumber dana utama yaitu Pemprov Jawa
Timur ditambah dengan bantuan dari beberapa donatur yang sifatnya
tidak rutin sehingga dalam pengelolaan dana operasional menjadi sangat
berat.
3.2.2 Lansia
1) Populasi lansia
Kapasitas UPT Panti Sosial Lanjut Usia Banyuwangi adalah 70 orang
dimana saat ini terisi semua. Populasi lansia ini sangat potensial atau
rawan terhadap gangguan kesehatan sehingga klien mudah mengalami
kesakitan. Mengingat tenaga keperawatan yang tersedia hanya dua orang
sehingga kurang dapat melaksanakan perawatan secara komprehensif
secara keseluruhan dari penghuni panti.
2) Kegiatan lansia
Kegiatan yang dilaksanakan bagi lansia sudah cukup bervariasi dan
memberikan manfaat yang sangat positif bagi lansia, seperti kegiatan
bimbingan sosial, sumber daya manusia, pembinaan sosial, bimbingan
56
mental, ketrampilan keset kain, ketrampilan kemucing, ketrampilan
pertanian/perkebunan, ketrampilan olah pangan dan agama, senam lansia.
Adanya kegiatan yang bersifat lintas program dan lintas sektoral yang
dirintis oleh pengelola panti merupakan bukti nyata bahwa pola aktivitas
yang diberikan bagi lansia bersifat komprehensif namun perlu kiranya
pengelola panti lebih aktif menggali potensi kerjasama dengan unit-unit
lain guna mendukung program kegiatan yang telah direncanakan oleh
panti.
3.2.3 Kebutuhan sehari-hari
1) Makan/minum
Secara garis besar kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh
lansia sudah memenuhi standar gizi dengan adanya upaya dari pihak
pengelola panti untuk membuat variasi menu. Namun beberapa lansia
merasa jenuh dengan menu yang disediakan.
Dapur umum menyediakan 3 kali makan bagi lansia ditambah dengan 2
kali snack tambahan dengan teh dan kopi. Kebutuhan minum yang
disediakan oleh dapur dengan jumlah yang tidak terbatas sehingga lansia
bebas minum dan memungkinkan untuk mencegah masalah yang
berkaitan dengan hidrasi.
2) Kebersihan diri
Lansia secara umum mandi 2 kali sehari dengan air sumur tandon dengan
menggunakan peralatan mandi yang telah disediakan oleh pihak panti,
sedangkan di ruang khusus lansia mandi 1 kali sehari. Akan tetapi pihak
panti rupanya belum mempertimbangkan penggunaan air hangat untuk
mandi bagi lansia karena penggunaan air dingin yang berkepanjangan
merupakan suatu precursor terjadinya penurunan integritas kulit dan
mempengaruhi fungsi muskuloskeletal dan pernafasan klien.
57
3) Berpakaian
Pihak pengelola panti menyediakan pakaian ganti sehari-hari, pakaian
olah raga dan pakaian sembahyang secara rutin serta adanya donatur yang
menyumbang pakaian membantu penyediaan kebutuhan sandang bagi
lansia.
4) Pola interaksi
Dari hasil pengamatan mahasiswa selama melakukan kegiatan praktek
terlihat bahwa pola interaksi antara lansia cenderung tertutup. Biasanya
masalah pribadi yang dirasakan dipendam sendiri sehingga hal ini jika
dibiarkan akan menjadi prekursor timbulnya komplik berkepanjangan dan
menggangu hubungan sosial bahkan timbul depresi. Pola komunikasi
yang diterapkan pendamping wisma dan pekerja sosial tidak selalu
menggunakan komunikasi 2 arah hal ini memungkinkan terjadinya
komunikasi yang tidak seimbang antara lansia dengan pekerja sosial
sehingga menyulitkan dalam menggali permasalahan pribadi yang
dimiliki klien.
5) Kebutuhan spiritual
Setiap 1 minggu sekali diadakan kegiatan pengajian di masjid UPT Panti
Sosial Lanjut Usia.
3.2.4. Analisa kondisi pelayanan kesehatan UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Banyuwangi
Adanya pelayanan kesehatan yang ditangani secara khusus
merupakan satu keuntungan tersendiri sehingga memungkinkan adanya
kepastian pelayanan kesehatan dan sekaligus menjadi indikator kasar
adanya jaminan pelayanan kesehatan dipanti. Pihak pengelola panti telah
menyediakan suatu fasilitas poliklinik kesehatan serta ketersediaan tenaga
keperawatan sebagai pengelola klinik dan bertanggung jawab terhadap
58
kesehatan umum dari penghuni panti secara keseluruhan. Namun jumlah
tenaga kesehatan masih kurang mencukupi jika dibandingkan dengan
jumlah lansia.
Kondisi tersebut diatas merupakan suatu bukti adanya perhatian
khusus dari pemerintah khususnya penanggung jawab pengelolaan panti
serta pihak pengelola panti sendiri bahwa ada niat yang sangat serius untuk
meningkatkan derajat kesehatan penghuni panti.
Dari sumber kekuatan yang dimiliki oleh panti tersebut perlu
kirannya dipikirkan untuk pengembangan sumber daya manusia yang ada.
Kebutuhan akan pengembangan staf khususnya dalam bidang
kesehatan/keperawatan merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Hal
ini disebabkan oleh karena para lansia yang ada sangat rentan dan
potensial terjadi gangguan kesehatan.
Status kesehatan lansia tidak saja dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, faktor keturunan, namun juga perlu diperhatikan faktor
perilaku dari lansia tersebut. Faktor perilaku ini meliputi pola aktivitas,
pola makan, istirahat serta pola yang lainnya. Oleh sebab itu perlu
pengawasan secara ketat terhadap perilaku para lansia sehingga dapat
memenuhi syarat kesehatan. Untuk itu perlu kirannya dipikirkan pelatihan
bagi pendamping wisma dan pekerja sosial, sehingga pengawasan tidak
hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan/perawatan. Tapi lebih ditekankan
dan dilakukan secara komprehensif serta terfokus pada permasalahan
kesehatan yang ada.
Modifikasi lingkungan fisik perlu ada untuk menunjang kesehatan
lansia juga merupakan suatu standar bagi panti yang harus segera
direalisasikan guna mendukung peningkatan derajat kesehatan lansia.
59
3.2.5. Analisa SWOT
Berdasarkan analisa data yang telah dilaksanakan maka kami mencoba membuat analisa SWOT baik (Strength) kekuatan, Wea kness (kelemahan),
opportunity (sumber peluang) serta threatened (ancaman). Yang dapat dilihat di bawah ini.
Strength (S) Weakness (W) Opportunity(O) Threatened (T)
Pendirian panti berdasarkan dasar
hukum yang kuat;
Memiliki visi dan misi yang jelas;
Type panti : Eselon III/UPT;
SDM (Sumber Daya Manusia)
terdiri dari 17 orang PNS, 4 orang
honorer/non PNS dan 2 orang
tenaga outsourching;
Adanya jiwa pengabdian yang
tinggi dari petugas
Adanya dukungan dari kepala
Jumlah tenaga perawat yang kurang;
Dana pengelolaan panti sangat
minim untuk mencukupi kebutuhan
panti;
Belum ada tenaga profesional dalam
bidang kesehatan (SI perawat atau
dokter);
Kurang adanya interaksi sosial bagi
lansia yang memiliki keterbatasan
gerak;
Angka harapan hidup
semakin meningkat;
Adanya potensi
pengembangan ke arah orientasi
profit;
Adanya donatur dari luar;
Menjadi lahan praktek
keperawatan gerontik di
Banyuwangi;
Adanya petugas kesehatan;
Adanya kerjasama dengan
Adanya kondisi krisis
ekonomi yang
berkepanjangan;
Peningkatan pengeluaran
akibat pengaruh krisis
moneter;
Banyak masyarakat yang
tidak tahu visi, misi panti
sehingga muncul persepsi
yang salah;
Mulai bermunculan
60
panti dan staf terhadap mahasiswa
yang praktek;
Adanya kerjasama lintas sektoral
dan lintas program;
Adanya sarana dan prasarana yang
mendukung;
Sudah mulai mencoba klien
swadana;
Adanya sumber dan tempat
penampungan air;
Tempat tinggal penghuni panti
permanent;
Adanya fasilitas tempat ibadah,
olah raga, keterampilan, ruang
pertemuan dan hiburan;
Banyak lansia yang masih
Mayoritas lansia buta huruf;
Tempat fasilitas umum untuk
kegiatan lansia yang lokasinya lebih
tinggi dari wisma;
Ada beberapa lansia (laki-laki dan
perempuan ) yang merokok;
Lansia di perawatan khusus belum
mendapat pelayanan yang optimal;
Sosialisasi yang kurang antar
penghuni wisma;
Sosialisasi petugas panti dengan
lansia masih kurang;
Belum menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri) bagi petugas di
ruangan perawatan khusus;
Belum adanya peralatan emergency
pihak luar panti untuk
meningkatkan mutu pelayanan
panti;
Adanya kebijakan untuk
pengembangan SDM (Sumber
Daya Manusia);
Kerjasama panti dengan
instansi lain misalnya puskesmas,
rumah sakit dan instansi
pendidikan;
Adanya lahan kosong yang
dapat digunakan untuk
pengembangan panti;
Tersedia berbagai tanaman
yang bisa dimanfaatkan untuk
pendirian panti swasta;
Lokasi panti yang jauh dari
perkotaan sehingga belum
banyak yang tahu;
Lokasi dekat dengan jalan
raya sehingga resiko terjadi
kecelakaan lalu lintas tinggi;
Tuntutan dari masyarakat
terhadap mutu pelayanan
panti;
61
mempunyai kemandirian;
Penerangan panti dan lingkungan
cukup.
(oksigen, bag Valve Masker /
ambubag)
Latar belakang lansia sebagian
terlantar;
Belum ada petugas gizi yang
mengawasi kualitas dan kuantitas
makanan bagi lansia;
Jalan dalam panti naik turun dan
bertangga;
Kamar mandi dan sebagian besar
lorong hunian tidak ada pegangan
dan licin;
Kemauan penghuni panti yang
menurun untuk interaksi social;
Sistem pendokumentasi
penghuni panti.
62
keperawatan yang belum memadai;
Letak penyedot udara diatas
sehingga tidak mampu
mengeluarkan bau yang ada didalam
karena sumber bau berada dibawah;
Belum ada petugas perawat yang
berjaga selama 24 jam;
Belum ada peralatan gawat darurat
seperti tabung oksigen;
Belum adanya tempat/tanah
pemakaman;
Kondisi almari klien yang belum
mencukupi terutama di ruang
khusus;
Belum ada pengaman tempat tidur
63
terutama di ruang khusus.
64
Berdasarkan analisa SWOT tersebut diatas tampak beberapa garis besar
permasalahan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia yaitu :
a. Pelayanan untuk penghuni ruang perawatan khusus perlu ditingkatkan.
b. Keadaan sumber daya manusia profesional dibidang-bidang ilmu yang berkaitan
dengan kesehatan lansia yang masih kurang.
c. Pendokumentasian tiap lansia sebaiknya ada di masing-masing wisma.
d. Adanya resiko injuri (jatuh) pada lansia penghuni panti.
e. Interaksi sosial yang kurang antar penghuni panti.
f. Interaksi social masih belum tampak antar petugas dengan penghuni panti / lansia.
g. Sistem ventilasi perlu dimodifikasi letaknya.
Analisa Data Masalah Keperawatan
Dari hasil pengkajian terhadap 7 klien lansia yang menjadi sasaran asuhan
keperawatan mahasiswa Program Pendidikan Ilmu Keperawatan STIKES
Banyuwangi, didapatkan sebagian besar permasalahan adalah :
1) Personal hygine/kebersihan diri;
2) Interaksi Sosial;
3) Risiko Injury atau Cedera;
4) Total Care di Ruang Perawatan Khusus.
No Masalah Data Solusi
1. Personal
hygine/kebersihan
diri
1. Sebelum dan sesudah
makan tidak mencuci
tangan pakai sabun;
2. Pasien yang mengalami
total care hanya di
mandikan 1 kali dalam
sehari;
1. Perlu
adanya wastafel/tempat cuci
tangan;
2. Perlu
adanya penambahan tenaga
perawat;
3. Pada
saat mandi petugas
65
3. Oral hygine yang kurang. seharusnya melakukan oral
hygine.
2 Interaksi Sosial 1. Jad
wal dan pelaksanaan untuk
sosialisasi bagi lansia sudah
ada di Panti;
2. Kli
en mengikuti kegiatan yang
ada di Panti, namun sebatas
hanya mengikuti saja
kemudian saat kegiatan
selesai masalah Interaksi
sosial kembali muncul.
1. Perlu untuk
mengadakan kegiatan
sosialisasi secara terus
menerus tidak hanya secara
keseluruhan Panti tetapi juga
di tiap Wisma;
2. Dalam
mengadakan kegiatan
sosialisasi perlu
memperhatikan klien secara
individu bagi klien yang
mengalami masalah ini.
3 Risiko Injury /
Cedera
1. Penurunan fungsi
system penglihatan, system
musculoskeletal;
2. Keadaan jalan di Panti
yang naik turun dan
bertangga;
3. Lantai bila basah akan
licin;
4. WC Jongkok belum ada
pegangan.
1. Meni
ngkatkan pengawasan dan
memberikan bantuan dalam
klien beraktifitas;
2. Meni
ngkatkan peran serta klien
lain terutama yang relative
sehat;
3. Mem
asang pegangan pada jalan
menuju kamar mandi;
4. Menj
aga kebersihan lantai agar
tidak basah, memasang keset
66
yang tidak licin;
5. Mem
asang pegangan pada WC,
terutama yang WC jongkok.
4 Total Care pada
Klien di ruang
Perawatan
Khusus.
1. Perawatan total
terhadap klien belum
optimal ( hanya pada jam
kerja saja );
2. Universal Pre Caution
bagi petugas yang belum
optimal;
1. Perlu
ada petugas yang piket
menjaga di Perawatan
khusus selama 24 jam,
dengan diatur siftnya;
2. Pengad
aan dokumentasi
perkembangan klien berada
di ruangan dengan petugas
mengisi perkembangan klien
secara rutin;
3. Pengad
aan dan pemakaian alat
pelindung diri bagi petugas
yang piket di ruang
Perawatan Khusus, seperti :
sepatu karet, kaos tangan,
masker, skort, dan
Pengadaan Standar
Operasional Prosedur untuk
petugas dalam mewaspadai
67
universal Pre Caution;
4. Diadak
an perawatan dekubitus
setelah selesai mandi
68
BAB IV
PERENCANAAN
Berdasarkan permasalahan yang didapatkan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Banyuwangi, sesuai dengan pengkajian yang sudah dilakukan dengan analisa SWOT maka
dibuat perencanaan sebagai berikut :
A. PENGORGANISASIAN
Pembimbing Lahan : Edy Moelyono, A.Ks.,M.Si
Pembimbing Teknis:
1) Purwanto Prijatmojo, S.Sos
2) Sukaryanto, SE, M.Si
Ketua : Achmad Efendi
Sekretaris : Saiful Efendi
Bendahara : Ari Kuswanto
Anggota :1) Rindi Amanda Sari
2) Purtiningtyas
3) Levi Aprilian Mustika
B. RENCANA STRATEGI :
Masalah Rencana jangka pendek Rencana jangka panjang
Pelayanan untuk penghuni
ruang perawatan khusus
perlu ditingkatkan
1) Membuat jadwal dinas
di ruang perawatan
khusus;
2) Memberi peralatan
minimal yang
dibutuhkan di ruang
perawatan khusus;
3) Pengawasan petugas
wisma pada lansia
dalam menjaga
kebersihan diri.
1) Mengoptimalkan SDM
(Sumber Daya Manusia)
yang ada melalui seminar,
pelatihan dan pendidikan
berkelanjutan;
2) Membuat jadwal dinas di
ruang perawatan khusus
selama 24 jam dalam
bentuk shif.
Tenaga profesional bidang Mengoptimalkan SDM 1) Penambahan dan
69
pelayanan keperawatan
yang masih kurang
(Sumber Daya Manusia)
yang ada melalui
1) Seminar
2) Pelatihan
pengembangan sesuai
dengan kebutuhan
(1 perawat 10 klien);
2) Pendidikan berkelanjutan.
Pendokumentasian tiap
lansia harus ada di masing
- masing wisma
Pengisian buku
laporan setiap hari
Pengadaan KMS
lansia
Resiko Injuri pada lansia Tersedianya
sarana dan prasarana
yang menunjang
keamanan penghuni
panti dalam
beraktifitas baik diluar
ataupun di dalam
wisma misalnya
tongkat, sandal yang
tidak licin, keset;
Meningkatkan
penga wasan dan
keterlibatan staf panti
dalam membantu
lansia.
Pengadaan alat - alat
pengaman untuk
penataan/modifikasi
lingkungan ( pegangan di tiap
wisma).
Interaksi sosial yang
kurang antar penghuni
panti
Meningkatkan
kerjasama antar
penghuni wisma;
Sering melibatkan
klien dalam kegiatan
bersama di wisma;
Sering melakukan
terapi kelompok;
meningkatkan kualitas
kegiatan yang melibatkan
kerjasama kelompok.
Sistem ventilasi perlu
dimodifikasi letaknya
Menyalakan
system penyedot
udara setiap hari
Memodifikasi system
penyedot udara
BAB V
70
PELAKSANAAN
Selama menjalankan praktek klinik keperawatan Gerontik selama 10 hari
mahasiswa STIKES Banyuwangi Angkatan I Program Profesi Kelompok A, selain
mengikuti kegiatan yang sudah terjadwal oleh panti mahasiswa juga membuat program
beberapa kegiatan antara lain :
1. Pemeriksaan kesehatan
Jadwal kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Banyuwangi. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan oleh mahasiswa
dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Senin, 09 Juli 2012
Tempat : Di wisma masing – masing lansia
Jumlah lansia : 70 orang
Dalam kegiatan ini mahasiwa melakukan pemeriksaan kesehatan yang
meliputi pengukuran Tekanan darah dan menanyakan keluhan.
Evaluasi :
Struktur
Seluruh anggota dapat melakukan tugasnya dengan baik sehingga kegiatan dapat
berlangsung dengan lancar
Proses
Kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana di wisma masing – masing lansia.
Hasil
Dari hasil pemeriksaan kesehatan sebagain besar klien mengalami hipertensi.
2. Terapi Aktifitas Kelompok dan kesenian
71
Kegiatan rekreasi bagi lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Bayuwangi dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Rabu, 11 Juli 2012
Tempat : Aula UPT Panti Sosial Lanjut Usia
Jenis kegiatan : Karaoke
Jumlah peserta : 40 orang ( Tidak semua lansia mengikuti karena ada
sebagian lansia yang mengalami penurunan fisik)
Semua peserta mengikuti sampai akhir kegiatan dan tampak senang.
3. Penyuluhan Kesehatan
Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Rabu, 11 Juli 2012
Tempat : Aula UPT Panti Sosial Lanjut Usia
Topik : Asma dan TBC
Jumlah peserta : 30 orang
Semua peserta mengikuti sampai akhir kegiatan dan tampak antusias.
4. Olahraga
Dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 13 Juli 2012 Pukul 07.00 – 07.30
WIB melalui senam lansia (terra) yang dipandu oleh penanggung jawab olahraga
panti dan mahasiswa.
BAB VI
72
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah mahasiswa STIKES Banyuwangi Angkatan I Program Profesi Kelompok A,
melaksanakan Praktek Klinik Keperawatan Gerontik di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi dalam proses berubah masih
banyak keterbatasan antara lain, SDM, sarana dan prasarana
2. Masih kurang optimalnya perawatan terhadap lansia, terutama yang berada di ruang
Perawatan Khusus
3. Masalah keperawatan yang sebagian besar muncul dari 1 klien yang diberikan
asuhan keperawatan oleh mahasiswa adalah gangguan interaksi sosial dan risiko
injury atau cedera
4. Mengingat keterbatasan waktu mahasiswa, hasil dari intervensi untuk mengatasi
masalah yang muncul tidak optimal
5. Masih kurangnya system pengamanan/pegangan besi untuk mencegah resiko
injury.
6.2 Saran
1. Perlu pengawasan dan perbedaan dalam penatalaksanaan menu terutama untuk
lansia yang menderita penyakit tertentu misalnya tekanan Darah Tinggi, Kencing
Manis;
2. Sangat perlu ditingkatkan interaksi sosail antara petugas panti dengan lansia, tidak
hanya salah satu petugas tapi semua petugas agar lebih mengenal tentang
kebutuhan lansia;
3. Komposisi, variasi dan cara penyajian menu tetap perlu perhatian untuk
menghindari kebosanan;
73
4. Perlu ada dokumentasi tentang perkembangan klien di masing masing Wisma yang
secara rutin di isi oleh pembina Wisma;
5. Perlu adanya pengaturan petugas yang jaga di ruang Perawatan Khusus selama 24
jam.
6. Perlu adanya Alat Pelindung Diri bagi petugas di ruang Perawatan Khusus agar
terhindar dari penyakit yang menular;
7. Pelayanan kesehatan lansia perlu ditingkatkan dengan cara :
a. Pelayanan dari Puskesmas perlu diusulkan tidak saja bersifat kuratif, tetapi
perlu juga pelayanan yang bersifat promotif dan preventif;
b. General Chek Up para lansia dilakukan minimal setiap 6 bulan sekali;
c. Pelayanan keperawatan perlu diprioritaskan pada aktivitas kehidupan sehari-
hari (ADL) meliputi :
Makan
Minum
Mandi
Ganti pakaian
Berdandan
Toileting
8. Pelayanan keperawatan terhadap lansia yang mengalami sakit perlu :
Observasi tanda vital (Tekanan Darah/Nadi/Pernapasan/Suhu);
Kolaborasi tentang terapi dengan Medis / terapi yang didelegasikan;
Melaksanakan terapi keperawatan secara mandiri dan kolaboratif;
Melaksanakan perawatan diri (Personal Hygiene) bagi lansia.
9. Melaksanakan Health Education tentang perawatan mandiri dan cara hidup sehat
bagi lansia baik secara individu maupun kelompok;
10. Untuk menghindari mal function tugas/peran perawat panti perlu diatur jadwal
kegiatan rutin dan jam kerja dalam sehari;
74
11. Untuk jangka panjang perlu adanya penambahan fasilitas penunjang kesehatan
(pegangan dikamar mandi) untuk kesehatan lansia keseluruhan dan didirikan balai
pengobatan lansia yang dapat melayani lansia di Panti dan masyarakat umum
disekitar Panti :
Perlu ditambahkan tenaga perawat di Panti dengan menghitung ratio : Jumlah
lansia dengan perawat yang dibutuhkan ( 1 : 10 ).
Perlu diusulkan atau dipertimbangkan tentang alokasi dana / biaya kesehatan
yang dianggarkan untuk setiap lansia per hari.
Bila memungkinkan diperlukan mencari pihak Sponsor (sebagai Donatur untuk
Panti) bila tidak bertentangan dengan etika, visi dan misi Panti.
Bimbingan rohani tetap perlu ditingkatkan mencakup semua agama yang dianut
oleh setiap lansia dengan berkerjasama dengan Depag (Rohaniawan).
75
DAFTAR PUSTAKA
Annette G. Lueckenotte, 1996. Gerontologic Nursing, Sint louis Mosby Year Book.
Inc.
Barbara C. Long, 1989. Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Sint Louis. Mosby Year Book. Inc.
Darmojo, Boedhi dan Martono Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut). Jakarta: FKUI.
Depkes RI. 1994. Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: PPNI.
Depkes RI. 1994. Pedoman Penerapan Proses Keperawatan Rumah
Sakit. Jakarta: PPNI
Effendy Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Gaffar, La Ode Jumadi. 1997. Pengantar Keperawatan Profesional.
Hardywinoto dan Setiabudhi, Tony. 1999. Panduan Gerontologi; Tinjauan dari
Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Philadelphia Lippincott Company.
Lueckenotte, 1998. Pengkajian Gerontologi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
Lumbantobing. 1995. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta:
FKUI.
Nugroho, Wahjudi. 1992. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: EGC.
Priharjo, Robert. 1995. Praktek Keperawatan Profesional, Konsep Dasar dan
Hukum. Jakarta: EGC.
Susilo, Madyo Eko dan Bambang Triyanto. 1991. Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah. Semarang: Effhar.
Untari, Salinan Penerbit Lansia, UNAIR S
Wahjudi Nugroho, 1992. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
76
top related