bab 1 - copy
Post on 17-Dec-2014
72 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Sehubungan dengan itu pemerintah berupaya untuk mewujudkan
keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan keuangan negara
yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna
memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting dalam
mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsunya proses politik untuk
menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.
Pelaksanaan reformasi anggaran mengedepankan akuntansi publik,
partisipasi masyarakat, transparasi publik dan penyusunan APBD berbasis
kinerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas APBD. Salah satu komponen
penting dalam perencanaan perusahaan adalah anggaran, dimana anggaran
merupakan suatu rencana tentang kegiatan dimasa mendatang yang
mengidentifikasi kegiatan utuk mencapai tujuan. Anggaran merupakan elemen
sistem pengendaliaan manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan
pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi lebih
efisien, efektif.
Penelitian Jagad (2006) memperoleh hasil bahwa persepsi
pemerintah Daerah Kabupaten Serang terhadap partisipasi masyarakat dalam
penyusunan anggaran adalah baik atau Pemerintah Kabupaten Serang menilai
bahwa masyarakat berpartisipasi secara baik dalam proses penyusunan APBD
di Kabupaten Serang. Selain itu, persepsi Pemerintah Daerah Kabupaten
Serang terhadap transparasi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah juga baik atau Pemerintah Kabupaten Serang
menilai mereka telah transparan dalam proses penyusunan APBD di Kabupaten
Serang.
Perubahan sistem politik, sosial dan kemasyarakatan serta ekonomi
yang dibawa oleh arus reformasi telah menimbulkan tuntutan yang beragam
terhadap pemerintahan yang beragam terhadap pemerintahan yang baik(good
goverment governance). Tuntutan ini perlu dipenuhi dan didasari langsung oleh
para manajer pemerintah daerah.
Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat
membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah.
Salah satu agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan
dan otonomi daerah. Berdasarkan ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998
tentang penyelenggaraan otonomi Daerah, Pengaturan dan pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeaadilan, serta pertimbangan Keangan Pusat
daerah, pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi
daerah : Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pertimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah yang direvisi menjadi UU No.33
Tahun 2004 menjadi tonggak awal dari otonomi daerah.
Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam
terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi
yaitu adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. UU No 32 dan 33
tahun 2004 merupakan tonggkak awal pelaksaan otonomi daerah dan proses
awal terjadinya reformasi penggangaran keuangan daerah di Indonesia. UU
No33 tahun 2004 pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah daerah adalah
penyelenggaran urusan pemerinntah oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas ekonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sisitem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD
Negara RI tahun 1945.
Otonomi yang luas nyata, bertanggungjawab membawa perubahan
pada pola dan sisitem pengawasan dan pemeriksaan. Perubahan pada
pengawasan terkait dengan diberi kekusaan kepada pemda untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, maka diperlukan manajemen keuangan
daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis,
sistemati, efisien. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kualitas
Dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian
berpengaruh terhadap kinerja Dewan salah satunya adalah kinerja pada saat
melakukan fungsi pengawasan.
Kinerja Dewan dalam menjalankan fungsi legislasinnya selalu
menjadi perhatiaan khusus masyarakat karena dipercayakan amanah pada
anggota dewan untuk dapat mensejahterakan masyarakat. Akan tetapi
kepercayaan tersebut sekarang cenderung berkurang banyak karena yang tidak
mempercayai kinerja dewan. Sikap ketidakpercayaan inilah yang memotivasi
peneliti ini dilakukan. Penelitian juga diharapkan dapat mempengaruhi
seberapa besar pengetahuan dewan tentang anggaran mempengaruhi
pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD) dan apakah komitmen
organisasi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparasi kebijakan
publik mempengaruhi hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran
dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD).
Pada pengelolaan keuangan di sektor publik juga terjadi desentralisasi
dari kepala daerah kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan
Sekretaris. SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku
pengguna anggran/ pengguna barang. Selanjutnya SKPD adalah perangkat
daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/ pengguna barang,
yang juga pengelola keuangan daerah. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negri Nomor 13 Tahun 2006.
Anggaran berbasis kinerja yang dimaksud dalam penyusunan RKA-
SKPD harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan
sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan).
Dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau ddiperoleh oleh masyarakat
dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Untuk dapat menyusun rencana aggaran
berbasis kinerja program. Hal ini merupakan tanggungjawab yangbesar bagi
satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku penguna anggran untuk
menyediakan sumber daya yang memadai, agar dapat mengelola anggaran
secara ekonomis, efisien, efektif, yang benar-benar mencerminkan kepentingan
masyarakat. Peniliaan kerja perangkat daerah sangat ditentukan oleh kinerja
SKPD dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah, (Dewi, 2009).
Untuk mewujudkan pemerintah yang baik dibidang pengelolaan
keuangan daerah telah terjadi desentralisasi. Desentralisasi dalam sektor publik
terjadi dari Kepala Daerah kepada satuan kerja perangkat Daerah (SKPD). Hal
ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan
Negara bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun rencana
kerja darianggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang dicapai,
yang biasa disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).
Hal ini merupakan tanggungjawab yang besar bagi satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) dalam menyusun anggaran harus memperhatikan
prinsip-prinsip partisipasi dan transparasi masyarakat sehingga anggaran yang
disusun dapat mencerminkan kepetingan masyarakat (Departemen Dalam
Negeri, 2006). Anggaran sektor publik merupakan pengelolaan dana milik
rakyat. Sehingga perencanaan tindakan apa yang dilakukan, beberapa biaya
yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah
tersebut harus dihitung dengan cermat dan dapat dipertanggungjawabkan
(BPK , 2005).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Jagat (2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Jagat terdapat pada
obyek yang diteliti. Jagat mengunakan obyek Pemerintah Kabupaten Serang,
sedangkan pada penelitian ini mengunakan obyek Pegawai Pemerintah
Kabupaten Karanganyar. Sesuai dengan latar belakang tersebut mendorong
dilakukanya penelitian mengenai seberapa besar pengaruh interaksi
pengetahuan Pegawai Pemerintah tentang anggaran, partisipasi masyarkat, dan
transparasi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD)
yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul “PENGARUH
PENGETAHUAN PEGAWAI PEMERINTAH DAERAH TENTANG
ANGGARAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN TRANSPARASI
KEBIJAKANN PUBLIK TERHADAP PARTISIPASI PENYUSUNAN
ANGGARAN ’’
B. Perumusan Masalah
Untuk mewujudkan penyusunan rencana anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (RAPBD) berdasarkan anggaran berbasis kinerja (ABK) dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengetahuan anggaran, partisipasi masyarakat,
transparasi dan pengawasan keuangan memerlukan partisipasi aktif dari aparat
pemerintah daerah. Dukungan aparat pemerintah yang terlatih merupakan faktor
yang sangat penting keberhasilan partisipasi penyusunan anggaran secara
maksimal yang berorientasi pada pencapain hasil kinerja. Terkait dengan tuntutan
itu maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengetahuan pegawai pemerintah daerah tentang anggaran
berpengaruh terhadap partisipasi penyusunan anggaran ?
2. Apakah partisipasi masyarakat mempengaruhi hubungan antara pengetahuan
pegawai pemerintah tentang anggaran dengan partisipasi penyusunan
anggaran ?
3. Apakah transparasi kebijakan publik mempengaruhi hubungan antara
pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran dengan partisipasi
penyusunan anggaran ?
4. Apakah pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran, Partisipasi
masyarakat dan transparasi kebijakan publik, secara bersamaan berpengaruh
positif signifikan terhadap partisipasi penyusunan anggaran ?
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini hanya mengambil responden di Kabupaten
Karanganyar, yaitu pegawai SKPD pada Kantor dan Dinas tanpa
mengikutsertakan pegawai SKPD pada tingkat Kecamatan dan Kelurahan.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran terhadap
partisipasi penyusunan anggaran.
2. Pengaruh partisipasi masyarakat terhadap hubungan antara
pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran dengan partisipasi
penyusunan anggaran.
3. Pengaruh interaksi Transparasi kebijakan Publik terhadap hubungan
antara pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran dan
partisipasi penyusunan anggaran.
4. Pengaruh pengaruh interaksi pengetahuan pegawai pemerintah tentang
anggaranm, partisipasi masyarkat, dan transparasi kebijakan publik
terhadap partisipasi penyusunan anggaran.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam mendukung
pelaksanaan otonomi daerah khususnya meningkatkan peran pegawai
Pemerintah dalam pengawasan anggaran APBD dalam mewujudkan
tata kola pemerintahan yang baik (good government).
2. Bagi peneliti
hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan
pengetahuan kepada penulis mengenai pengaruh pengetahuan pegawai
pemerintah daerah tentang anggaran partisipasi masyrakat dan
transparasi kebijakan publik terhadap partisipasi penyusunan
anggaran.
3. Bagi pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan
literatur akuntansi sektor publik (ASP), selanjutnya dapat dijadikan
sebagai acuan guna penelitian lanjutan.
F. Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian serta manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini mencakup segala konsep yang mendasari
penelitian meliputi pengelolaan anggaran, pengertian
akuntansi sektor publik, standar akuntansi pemerintah,
penyusunan keuangan daerah, definisi anggaran,syarat-
syarat anggaran,keuntungan anggaran, partisipasi dalam
penyusunan anggaran, pengetahuan pegawai, partisipasi
masyarakat, transparasi kebijakan publik, pengawasan
anggaran, peneletiaan terdahulu, kerangka pemikiran,
perrumusan hipotesis.
BAB 111 METODE PENELITIAN
Bab 111 terdiri dari metode penelitian yang digunakan,
ruang lingkup penelitian, teknikpengumpulan data,
instrumen penelitian dan teknis analisis data.
BAB 1V ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pengujian data dan pembahasan
yang berisi deskripsi hasil penelitian, hasil pengujian
instrument dan pengujian asumsi klasik, hasil pengujian
hipotesis dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis data yang
telah diperoleh dan saran bagi peneliti di masa yang akan
datang.
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Keuangan Daerah
Reformasi disegala bidang yang didukung masyarakat dalam
menyikapi permasalahan yang terjadi, baik tingkat pusat maupun daerah
menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan reformasi.
Indonesia memasuki Era Otonomi Daerah dengan diterapkannya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Kemudian menjadi Undang-Undang No. 32
Tahun 2004) tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun
1999 (kemudian menjadi UU No. 33 Tahun 2004) tentang Perimbangan
Keuanagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UU
No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan
negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintah memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan, kemudian diserahkan kepada Gubenur / Bupati / Walikota
selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan keuangan daerah
dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelolaan keuangan
daerah.
1. Pengertian Akuntansi Sektor Publik
a. Akuntansi Sektor Publik
Menurut Mardiasmo 2009, akuntansi sektor publik memiliki
kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi akuntansi pada
domain publik yang memiliki wilayah lebih luasdan kompleks
dibandingkan sektor swsta dan bisnis. Secara kelembagaan, domain
publik antara lain meliputi badan-badan pemerintah (Pemerintah Pusat
dan Daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan
daerah (BUMN dan APBD), yayasan, Universitas, organisasi politik
dan organisasi masa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor-faktor lain
seperti politik, sosial, budaya, historis yang menimbulkan perbedaan
dalam pengertian. Cara pandang, dan definisi. Sektor publik dapat
dipahami sebagai entitas yang aktifitasnya menghasilkan barang dan
layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik.
b. Standar Akuntansi Pemerintah.
Salah satu upaya konkret untuk mewujudkan transparasi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian
laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi
prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar
akuntansi pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip yang tepat
waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah
yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam UU
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang keuangan negara yang mensyaratkan
bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
/APBN disusun dan disajikan sesuai dengan SAP yang telah
ditempatkan dalam PP Nomor 24 Tahun 2005. SAP adalah prinsip-
prinsip akuntansi yang tang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian SAP
merupakan persyaratan yang memiliki kekuatan hukum dalam upaya
meningkatkan kualitas laporan keuangan di Indonesia. SAP
diperlukan untuk menjamin Konsistensi dalam pelaporan keuangan
daerah pada sektor publik.
2. Perencanaan Anggaran
Perencanaan anggaran dan penganggaran merupakan dua hal yang
sangat terkait dan harus seimbang. Sebagai alat manajemen, maka
perencanaan harus mampu menjadi panduan strategis dalam mewujudkan
tujuan yang akan dicapai. Keduanya merupakan dua hal yang sangat
diperlukan untuk mengelola pembangunan daerah secara efisien dan efektif.
Hasil yang baik akan dicapai apabila terhadap keduanya diberikan perhatian
yang seimbang, penganggaran tidak mendikte proses perencanaan dan
sebaliknya perencanaan perlu mempertimbangkan ketersediaan dana
(Kementrian Keuangan RI,2010). Dokumen perencanaan pembangunan
daerah dibuat secara berjenjang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dalam struktur berjenjang tersebut posisi Kebijakan Umum
APBD (KU APBD) merupakan penjabaran dari dokumen perencanaan
pembangunnya diatasnya serta merupakan formulasi kebijakan untuk
mengatasi persoalan-perssoalan yang mengemuka dimasyarakat dalam satu
tahun anggaran. RAPBD merupakan dokumen perencanaan jangka pendek
(1 tahun) yang menghendaki adannya KU APBD sebagai formulasi
kebijakan dan perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan
anggaran berkaitan dengan analisis fiskal, sedang perencanaan operasional
anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya berdasarkan strategi
dan Prioritas. Oleh karena itu, penyusunan KU APBD dan PPAS harus
didasarkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) sebagai dokumen perencanaan lima tahun.
Proses perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu
realitas sosial dimana terdapat interaksi sosial antara berbagai pihak
yang berkepetingan mulai dari eksekutif, legislatif dan juga
masyarakat. Penelitian ini merupakan paradigma interpretif dengan
pendekatan fenomologi untuk mengekpolasi pemahaman atas
fenomena penganggaran daerah dengan berfokus pada pastisipasi
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah.
3. Pengertiaan Anggaran
a. Pengertiaan anggaran
Anggaran adalah proses untuk menyusun rencana pendapatan dan
belanja dalam jangka waktu tertentu. Anggaran adalah rangkaian
proses pengambilan keputusan berkaitan dengan tindakan pemerintah
yang akan dilakukan, bagaimana sumberdaya dialokasikan, dihemat
dan digunakan untuk mencapai tujuan. Miller et al. 2001 dalam Vian
(2010) menyatakan proses penganggaran berhubungsn dengsn
penetapan kebijakan dan pelaksanaan program, dan digunakan untuk
mempermudah pembuatan keputusan, memperkirakan ketersediaan
sumber daya, menerapkan bagaimana komitmen sumber daya dapat
diimplementasikan ke tingkat pelayanan. Pengendalian pengeluaran
terhadap pemborosan, pelanggaran dan penyimpangan. PBK menjadi
perhatian utama dalam meningkatkan proses penganggaran dan
efisiensi program, serta meningkatkan transparasi dan akuntabilitas
antara pengunaan input dan output yang dihasilkan (Jordan dan
Hackbart, 2005). Broom dan McGuire (2006) menyatakan kinerja
anggaran pada setiap level pemerintah dihubngkan dengan keinginan
untuk meningkatkan akuntabilitas, pencapaian prioritas tujuan, dan
pemahaman kegiatan-kegiatan yang lebih baik. Transparasi dan
akuntabilitas organisasi publik dapat dilakukan dengan pengungkapan
pelaporan keuangan berbasis akrual (Calabrese, 2011). Akuntansi
berbasis akrual diyakini dapat memberikan informasi yang lebih
akurat dan meningkatkan pengambilan keputusan yang baik
(Hyndman dan Conolly, 2011).
Anggran pendapatan dan belanja daerah (APBN) memiliki
peranan yang sangat penting tidak hanya sebagai instrumen dalam
pengambilan kebijakan pemerintah diberbagai bidang tetapi juga alat
untuk mewujudkan tujuan bernegara. Untuk mrngoptimalkan fungsi
APBN maka diperlukan sistem anggaran yang lebih komprehensif
dengan melakukan penatausahaan atas penerimaan dan pengeluaran
negara secara cermat dan sistematis.
Proses pelaksanaan penganggaran tradisional dapat menimbulkan
duplikasi belanja, penumpukan penyimpanan anggaran (Hatomi,
2003). Selain itu pelaksanaan anggaran tradisipnal tidak memiliki
tolak ukur yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja dan
diyakini kurang transparan dan akuntabel. Seiring semakin tingginya
tuntutan masyarakat terhadap transparasi tata kelola penganggaran
sektor publik, maka dibuat dan disahkan UU No.17/2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang pembedaharaan negara dan
UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Pengelolaan Keuangan Negara. Ketiga undang-undang tersebut
merupakan paket undang-undang reformasi manajemen keuangan
sektor publik, yang menunjukan komitmen pemerintah Indonesia
untuk melaksanakan praktik-praktik penganggaran berbasis kinerja
dan good governance yang berlaku secara internasional.
Untuk mendapatkan terciptannya akuntabilitas publik Pemda
dalam rangka otonomi dan desentralisasi diperlukan sistem
pengelolaan keuangan daerah dan anggran daerah yang berorientasi
pada kinerja (Mardiasmo, 2002). Anggaran yang merupakan blue
print organisasi (Mahmusi, 2011) memberi gambaran tentang
pengalokasian sumberdaya yang dimiliki suatu organisasi dalam
jangka waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Anggaran sektor publik yang dipresentasikan dalam APBN dan
APBD menggambarkantentag rencana keuangan dimasa datang
mengenai jumlah pendapatan, belanja, surplu/defisit.pembiayaan,
serta program kerja dan aktifitas yang akan dilakukan (Mahmudi,
2011).
Mardiasmo (2002: 64) menjelaskan siklus anggaran meliputi
empat tahap yang terdiri atas :
a. Tahap persiapan anggaran (preparation)
b. Tahap ratifikasi (approval /rutivacation)
c. Tahap Implementasi (implementation)
d. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation)
b. Fungsi Anggaran
Untuk menciptakan, memperbaiki struktur dan prosedur
pemerintahan yang efektif dengan memformulasikan dan
melaksanakan program-program dan kebijakan yang telah
dikembangkan (LIOU, 2007). Brignal dan Modell (2000)
menyarankan dibutuhkan peran aktif manajer untuk menentukan
indikator-indikator kinerja sebagai legitimasi organisasi publik, yang
dipenuhi berbagai kepentingan yang berbeda. Di sektor publik
dukungan perubahan sering muncul dari pimpinan, pimpinan
seharusnya memiliki visi yang jelas terhadap sistem baru dengan
membuat petunjuk yang terakomodasi dengan baik (Kong, 2005).
Vigoda-Gadot dan Yuval (2003) mengungkapan kualitas anggaran
untuk mempengaruhi kinerja administartif dan akhirnya
meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah. Jordan dan Hackbart
(2005) menyatakan pelatihan dukungan manajerial dan atasan
memiliki peranan penting dalam meningkatkan komitmen bawahan.
Fernandez et al. (2010) menyatakan kepemimpinan yang terintegrasi
berhubungan positif dengan dengan kinerja anggaran dinegara federal
yang diukur dengan nilai dari Program Assetment Rating Tool
(PART). Dengan meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang
memadai, baik kualitas maupun kuantitas dan menciptakan kepastian
hukum. Dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah, Pemda
dituntut unruk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan
salah satunya adalah memberikan proposi belanja modal yang yang
besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah
(Harianto dan Adi, 2007).
c. Syarat-syarat Anggaran
Menurut mardiasmo (2002 : 89) agar dapat berhasil dengan baik
anggaran harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Adanya organisasi perusahaan yang sehat, dalam organisasi yang
sehat terdapat pembagian tugas fungsional yang jelas. Penentuan
garis wewenang dan tanggung jawab yang tegas.
b. Adanya sistem akuntansi yang memadai, meliputi :
(1) Pengolongan rekening yang sama dengan anggarn dengan
realisasinnya, sehingga dapat dibandingkan dan dihitung
penyimpangannya.
(2) Pecatatan akuntansi memberikan informasi mengenai realisasi
anggaran dan selisih.
(3) Laporan yang disajikan dapat dibuat sesuai dengan penentuan
tingkat pertanggungjawaban dari bagian dari perusahaan.
(4) Adanya penelitian dan analisis diperlukan untuk menetapkan
alat pengukur prestasi sehingga anggaran dapat dipakai untuk
menganalisa prestasi.
(5) Adanya dukungan dari para pelaksana, manajer puncak
diharapkan dapat berperan serta dalam pelasanaan anggaran
sehingga dapat menjamin partisipasi dari berbagai tingkat
manajer.
d. Keuntungan Anggaran
Supriyono (2001 : 86) menjelaskan beberapa keuntungan
pemakaian anggaran, yaitu sebagai berikut :
a. Terjadinya suatu pendidikan disiplin untuk menyelesaikan
masalah.
b. Menyediakan cara-cara untuk memformulasikan usaha
perencanaan.
c. Menutup kemacetan potensial sebelum terjadi.
d. Mendorong sikap kesadaran terhadap pentingnya biaya dan
memaksimalkan pemanfaatan sumber- sumber perusahaan.
e. Membantu mngkordinasi dan mengintegrasi penyusunan rencana
operai berbagai segmen yang ada pada organisasi.
f. Memberikan kesempatan kepada organisasi untuk meninjau
kembali secara sistematis terhadap kebijaksanaan dan pedoman
dasra yang sudah ditentukan.
4. Pengetahuan Pemerintah Daerah
Pengetahuan Pemerintah Derah tentang anggaran adalah
kemampuan Pemerintah Daerah dalam hal menyusun anggaran
RAPB/APBD, deteksi serta identifikasi terhadap pemborosan atau
kegagalan.
Dalam pasal Undang-undang no 17 Tahun 2004 tentang keuangan
negara menjelaskan, bahwa keuangan negara adalah semua hak dan
kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu
baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Andriani (2002),
menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh secara
signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh
Dewan, Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas
anggota dewan dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh
(Indaradi, 2001 ; Syamsiar, 2001 ; Sutarnoto, 2002). Hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa kualitas dewan yang diukur dengan
Pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian berpengaruh
terhadap kinerja Dewan salah satunya adalah kinerja pada saat
melakukan fungsi pengawasan.
5. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah persepsi responden tentang
keterlibatan dalam setiap aktivitas proses penggagaran yang dilakukan
DPRD dimulai dari penyusunan arah dan kebijakan, penentuan
strategi, prioritas dan advokasi anggaran serta masyarakat terlibat
dalam pengawsan anggaran melalui pemantauan pengawasan
anggaran.
Dobell & Ulrich (2002) menyatakan bahwa ada tiga peran penting
parlemen dalam prosees anggaran yakni mewakili kepentingan-
kepentingan masyrakat, memperdayakan pemerintah dan mengawasi
kinerja.
Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan
partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam
penyusunan dan pengawasan anggaran (Rubin:1996), jadi selain
pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang
dilakukan oleh dewan, partisipasi masyarakat diharpakan akan
meningkatkan fungsi pengawasan.
Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan penganggaran
daerah (APBD) dalam konteks indonesia telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan diantaranya Undang-undang Nomor
32 dan 33 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan pertimbangan
antara keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, peraturan
mentri Dalam Negeri (Permendagri) No 59 / 2007 tentang perubahan
Permendagri No.13 / 2004 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, UU No25/2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional
Dan Surat Edaran Bersama Bappenas dan Mendagri No.1354
/M.PPN/03/2004050/744/SJ tentang pedoman pelaksanaan forum
musyawarah perencanaan pembangunan dan perencanaan partisipasi
daerah.
6. Transparasi Kebijakan Publik
Transparasi kebijakan publik adalah persepsi responden tentang
adanya keterbukaan mengenai anggaran yang mudah diakses oleh
masyarakat.
Penelitian sejenis juga dilakukan Sopanoh Mardiasmo (2003)
dan Roseptalia (2006) hasilnya bahwa pengetahuan dewan tentang
anggraran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah
(APBD) dan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran
dengan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengawasan
keuangan daerah (APBD), sedangkan interaksi antara pengetahuan
dewan tentang anggaran dengan transparasi kebikjakan publik tidak
berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD) .
Anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparasi
jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Terdapat pengumuman kebijakan anggaran.
2. Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses.
3. Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu.
4. Terakomodasinnya suara/usulan rakyat.
5. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan.
6. Keterbukaan dan transparansi.
7. Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan keuangan daerah adalah pengawasan terhadap
keuangan daerah yang dilakukan oleh Dewan yang meliputi
pengawasan pada saat penyusunan, pengesahan, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban anggaran (APBD).
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Andriani (2002) yang
menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh terhadap
pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh Dewan.
Sementara Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
menghambat fungsi pengawasan adalah minimya kualitas sumber
daya manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.
B. Penelitian Terdahulu.
Penelitian yang dilakukan oleh Jagat (2006) mengenai
Persepsi Pemerintah terhadap Partisipasi Masyarakat dan
Transparasi Akuntabilitas Anggaran (Survei Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Serang). Penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder dengan populasi 32 orang yang terlibat langsung
dalam proses penyusunan anggaran APBD. Hasilnya bahwa secara
keseluruhan persepsi/ tanggapan aparat Pemerintah Kabupaten
Serang terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah adalah sangat setuju dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Serang beranggapan bahwa selama ini
masyarakat berperan secara aktif dalam proses Penyusunan dan
Revisi Anggaran di Pemerintah Kabupaten Serang.
Penelitian yang dilakukan Andriani (2002) mengenai pengaruh
Pengetahuan pegawai Pemerintah Akuntabilitas, Partisipasi
Masyarakat, dan Transpasrasi Kebijakan Publik sebagai
Pemoderating Hubungan pengetahuan Pegawai Pemerintah tentang
Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD). Penelitian ini
mengunakan data primer melalui metode survei dengan 30
responden. Hasilnya bahwa terdapat pengaruh antara partisipasi
penyusunan anggaran terhadap pengetahuan anggaran kinerja
terdapat pengaruh antara partisipasi masyarakat dalam memoderasi
partisipasi penyusunan anggaran dengan pengetahuan dewan,
terdapat pengaruh antara variabel transparasi Kebijakan Publik
dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan
pengetahuan pegawai pemerintah daerah.
Penelitian yang dilakukan Sopanoh Mardiasmo (2003) dan
Roseptalia (2006) mengenai Persepsi Pemerintah Daerah terhadap
Partisipasi Masyarakat dan Transparasi Akuntabilitas Anggaran.
Penelitian ini mengunakan data primer dan data sekunder dengan
sampel 32 orang responden. Interaksi antara pengetahuan pegawai
pemerintah tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat
berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD).
Penelitian yang dilakukan Mardiasmo (2003) Pengaruh
Partisipasi Masyarakat dan Transparasi Kebijakan Publik terhadap
Hubungan Antara Pengetahuan pegawai pemerintah Tentang
Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris
Pada Provinsi Papua). Penelitian ini dilakukan dengan menyebar
sejumlah kuisioner kepada dinas-dinas dilingkungan pemerintah kota
Papua dengan menggunakan 275 responden. Hasilnya bahwa
transparasi kebijakan publik ini mendapatkan hasil yang lebih bagus
dari penelitian yang sebelumnya. Dalam penelitian sebelumnya
persepsi pemerintah daerah Kabupaten Serang terhadap transparasi
publik dalam kriteria baik, namun dalam penelitiaan ini persepsi /
tanggapan Pemerintah Daerah Provinsi Papua terhadap transparasi
kebijakan publik adalah sangat baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (2006) mengenai
pengaruh komitmen organisasi dan Pengawasan Dewan terhadap
keuangan Daerah (Studi Empiris pada DPRD Se-Karesidenan
Kedu). Penelitian ini dialakukan dengan menyebar sejumlah
kuisioner kepada dinas-dinas di lingkungan Kedu dengan
menggunakan 99 responden. Hasilnaya bahwa terdapat pengaruh
positif anatar variabel dependen (pengawasan pegawai pemerintah
pada keuangan daerah) dengan variabel independen (pengetahuan
pegawai pemerintah tentang anggaran).
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori diatas dapat digambarkan kerangka
teori atau kerangka pemikiran sebagai berikut :
Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan APBD
Transparasi dan Akuntanbilitas Anggaran Kebijakan Publik dalam Penyusunan APBD
Persepsi / Tanggapan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar
D. Perumusan Hipotesis
Yudono (2002) mengatakan bahwa DPRD akan mampu
mengunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan
kewajiban secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara
proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang
cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan,
kebijakn publik, dan lain sebagainnya. Pengetahuan yang dibutuhkan
dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah
pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang
anggaran diharapkan anggota pemerintah daerah dapat mendeteksi
adanya pemborosan dan kebocoran anggaran. William et al dalam
Yahya (2008) menyatakan bahwa inovasi juga penting dalam sektor
publik, karena hal tersebut dapat meningkatkan kualitas, menaikkan
reputasi sebuah departemen dan meningkatkan kinerja organisaional.
Anggarann sektor ppublik yang terbatas menuntut aparat pemerintah
daerah untuk mempunyai pengetahuan yang memadai untuk
berinovasi dalam meningkatkan pelayanan. Apabila masyarakat puas
dengan pelayanan yang diberikan tentu saja akan meningkatkan
PAD (Pendapatan asli daerah) yang secara langsung maupun tidak
langsung hasilnya akan dinikmati oleh pegawai pemerintah daerah.
Oleh karena itu dalam penyusunan anggaran yang meliputi
perencanaan tindakan apa yang dilakukan oleh pemerintah, berapa
biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja
pemerintah tersebut harus benar-benar disusun secara cermat karena
nantinya hasil yang dapat diharapkan adanya imbl balik yang dapat
dirasakan dan dinikmati oleh pegawai pemerintah daerah (BPKP,
2005). Sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
HI : Pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran berpengaruh
terhadap pengawasan keuangan daerah.
Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan
partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam
penyusunan dan pengawasan anggaran (Rubin:1996), jadi selain
pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, partisipasi masyarakat
diharapakan akan meningkatkan fungsi pengawasan. Sikap
partisipasi masyarakat memberikan kesempatan kepada pada
bawahan untuk mrngumpulkan, menukarkan, danmenyebarkan
informasi pekerjaan yang relevan untuk memfalitasi proses
pembuatan anggaran, Chong (2002) mengatakan bahwa penggunaan
informasi pekerjaan yang relevan dapat menigkatkan kinerja
sehingga dapat dihopetis dirumuskan sebagai berikut :
H2 : Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap hubungan antara
pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran dengan
pengawasan keuangan Daerah.
Mardiasmo (2004) menyebutkan bahwa anggaran merupakan
peryataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansia,
sedangkan penggangaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran.
Dalam penyusunan APBD harus memperhatiakan prinsip dan
kebijakan yang telah disusun. Prinsip terseburt antara lain APBD
yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan
mudah diakses oleh masyarakat. Informasi tersebut meliputi tujuan,
sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi
antara besaran anggran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai
dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap
pengguna anggran harus bertanggungjawab terhadap pengguna
sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian diatas maka dirimuskan hipotesa sebagai berikut:
H3 : Transparasi kebijakan publik berpengaruh positif terhadap
hubungan antara pengetahuan.
Untuk mengetahui bahwa apakah dengan semakin tingginya
pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran, adanya
partisipasi masyarakat serta adanya transparasi kebijakan publik
akan meningkatkan pengawasan anggaran yang dilakukan oleh
pegawai pemerintah, maka perlu diuji secara simulat, sehingga
hipotesis keempat dari penelitiaan ini :
H4 : Pengetahuan pegawai pemerintah tentang anggaran, Partisipasi
masyarakat dan transparasi kebijakan publik, secara bersamaan
berpengaruh positif terhadap Pengawasan keuangan Daerah APBD.
BAB 111
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan metode survei. Survei adalah
penelitian yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta tentang gejala-
gejala atau permasalahan yang timbul (Suryabrata, 1992). Survei dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepa aparat
pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar.
Pada umumnya penelitian survei dilakukan untuk mengambil suatu
generalisasi dari suatu pengamatan . Metode survei tidak memerlukan
kelompok kontrol seperti pada metode eksperimen , tetapi generalisasi
yangdilakukan bisa lebih akuratjika digunakan sampel yang represetative,
seperti penelitian untuk mengungkapkan kinerjakaryawan pada organisasi
atau perusahaan.
B. Populasi dan Pengambilan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek /
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono,2009). Populasi adalah sekelompok orang,
kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu.
Penelitian ini dilakukan pada pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar alasan dipilih lokasi peneltian karena sesuai dengan
visi serta misi yangdijunjung. Pemerintsh Kabupaten Karanganyar
yaitu Karanganyar menjadi Kabupaten yang TENTRAM
C. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam peneltiaan ini diperoleh melalui studi
lapangan dengan menyebarkan kuisioner. Metode kuisioner adalah teknik
top related