bab 1 perkembangan ekonomi makro regional · pemerintah singapura mengoreksi indikator ......
Post on 24-Jul-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
5
Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Tabel 1.1.Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy)
Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1. KONDISI UMUM
Optimisme pemulihan ekonomi negara-negara mitra dagang utama sedang
berlangsung meskipun belum mendorong terjadinya recovery perekonomian Kepulauan Riau
di triwulan II 2009. Kontraksi ekonomi diperkirakan melandai dari 0,35% pada triwulan I
(angka revisi) menjadi 0,44% (y-o-y) di periode ini. Kinerja ekspor mulai memperlihatkan
perbaikan meski masih mencatat pertumbuhan negatif dari 5,5% menjadi 2,15%.
Menurunnya investasi fisik secara tajam diidentifikasi sebagai penyebab dominan
berlanjutnya kontraksi ekonomi di triwulan II 2009. Di sisi lain, berlangsungnya pemilu
presiden cukup memberi stimulus positif terhadap perkembangan konsumsi dan sekaligus
mampu menahan laju penurunan lebih lanjut.
Sementara itu aspek produksi masih ditandai oleh penurunan aktivitas industri yang
diperkirakan kembali berkontraksi 2,94%, dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat
kontraksi sebesar 2,66%. Selain itu, berlanjutnya perlambatan sektor Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan dari 6,12% menjadi 5,46% turut mempengaruhi buruknya kinerja
ekonomi Kepulauan Riau di triwulan ini. Adapun sektor-sektor yang masih mencatat angka
pertumbuhan positif antara lain sektor Bangunan, Pengangkutan dan Jasa-jasa.
I II III IV I* II**
KOMPONEN PENGGUNAAN1. Konsumsi Rumah Tangga 23.04% 17.48% 18.59% 17.45% 11.42% 12.58%2. Konsumsi Lembaga Swasta 16.74% 11.26% 11.94% 13.91% 30.78% 28.91%3. Konsumsi Pemerintah 18.06% 13.30% 9.15% 13.01% 7.11% 8.83%4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26.50% 34.38% 31.22% 25.72% 16.31% 7.60%5. Ekspor Barang dan Jasa 7.07% 5.88% 0.60% -1.39% -5.50% -2.15%6. Impor Barang dan Jasa 12.95% 15.59% 23.46% 19.57% 16.42% 16.77%
SEKTOR EKONOMI1. Pertanian 8.37% 5.78% 2.18% -0.72% 0.08% -0.29%2. Pertambangan & Penggalian -1.89% -2.99% -2.85% -3.09% -1.29% -1.04%3. Industri Pengolahan 5.56% 6.35% 4.67% 1.78% -2.66% -2.94%4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.49% 12.34% 5.12% 1.65% -0.73% -0.66%5. Bangunan 45.93% 42.58% 28.52% 24.03% 14.81% 13.65%6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10.52% 10.37% 8.36% 2.21% -0.87% -0.38%7. Pengangkutan & Komunikasi 18.56% 16.34% 13.84% 9.64% 5.71% 5.40%8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 11.69% 10.69% 9.59% 7.10% 6.12% 5.46%9. Jasa-Jasa 20.57% 17.47% 14.77% 10.36% 8.29% 9.12%
P D R B 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.35% -0.44%
2008 2009
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
6
Melandainya kontraksi ekonomi Kepulauan Riau cukup dipengaruhi oleh sinyalmen
positif perkembangan ekonomi Singapura. Pemerintah Singapura mengoreksi indikator
ekonomi tahun ini setelah negara itu bangkit dari resesi terburuk sejak kemerdekaannya pada
tahun 1965. Kinerja industri elektronik seperti perakitan komponen computer peripherals dan
data storage, industri kimia, precision engineering serta sektor konstruksi memperlihatkan
perbaikan di akhir semester I tahun 2009. Kontraksi ekonomi semakin moderat dari 9,6% di
triwulan I menjadi 3,7%. Laju perekonomian diproyeksi menyusut sekitar 4% - 6% di tahun
2009, lebih optimis dibanding prediksi sebelumnya yang mencapai -9%. Tanda-tanda
pemulihan negara tersebut diyakini sebagai indikator membaiknya permintaan di Asia.
Kondisi tersebut turut didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah dibarengi dengan
penurunan harga gas yang berimbas pada penurunan ongkos produksi. Selanjutnya, tren
kenaikan harga minyak selama periode laporan cukup menggerakkan permintaan ekspor
Kepulauan Riau.
Sumber : Bank Indonesia Batam & MTI Singapore (diolah) *) Angka Sementara
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Grafik 1.3. Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y)
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Dunia
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.5.Perkembangan Harga Gas Internasional
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
7
1.2. SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi
Penguatan nilai tukar Rupiah diiringi tekanan inflasi yang terus menurun semakin
memberi pengaruh terhadap peningkatan konsumsi secara keseluruhan. Pola konsumsi
masyarakat yang meningkat selama masa liburan sekolah menjadi faktor dominan yang
mendorong akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan berjalan. Konsumsi
rumah tangga diperkirakan tumbuh 12,58%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya
yang meningkat 11,42% (angka revisi). Sejalan dengan tren Nasional, paket-paket stimulus
pemerintah untuk mengurangi tekanan akibat krisis mulai direalisasikan di triwulan II 2009.
Pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh 8,83%, relatif meningkat dibanding
pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 7,11%.
Stabilitas perekonomian Nasional sepanjang semester I 2009 cukup didorong oleh
adanya pemilu legislatif yang dilanjutkan dengan pemilihan presiden di awal bulan Juli.
Aktivitas kampanye partai politik memberi kontribusi yang signifikan dalam mengkompensir
laju penurunan konsumsi rumah tangga dan pemerintah di awal tahun 2009. Kondisi
tersebut ditunjukkan dengan pesatnya peningkatan konsumsi lembaga swasta nirlaba di
periode semester I 2009.
Terus berlanjutnya tren penguatan nilai tukar Rupiah direspon dengan meningkatnya
impor barang-barang kebutuhan konsumsi masyarakat. Beberapa produk konsumsi yang
mengalami kenaikan permintaan antara lain daging-dagingan, ikan, udang, susu, buah-
buahan dan sayur-sayuran. Impor produk daging mencatat kenaikan terbesar dari US$ 825
ribu pada bulan April 2009 menjadi US$ 1,5 juta di bulan Mei 2009. Diikuti kenaikan buah-
bahan dan kacang-kacangan, dari US$ 617 ribu menjadi US$ 935 ribu.
Grafik 1.6.Laju Pertumbuhan Konsumsi (y-o-y)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Pemilu
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
8
Sementara itu daya beli masyarakat petani diperkirakan relatif menurun sejalan
dengan penurunan harga-harga komoditas internasional dan berakhirnya musim panen,
terlebih untuk komoditas ikan-ikanan. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap harga-harga
pedesaan di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan April 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat
mengalami penurunan sebesar 2,92 poin dibanding bulan Maret 2009, dari 103,08 menjadi
100,06. Penyebab utama berasal dari penurunan indeks harga hasil produksi pertanian atau
indeks yang diterima petani di sektor perikanan sebesar 8,05 poin, dari 130,72 menjadi
120,19.
`
Untuk konsumsi non makanan, tren peningkatan baru terjadi pada indikator
penjualan semen dimana selama bulan Mei dan Juni 2009 mulai memperlihatkan
pertumbuhan yang membaik. Sedangkan indikator penjualan kendaraan bermotor masih
memperlihatkan tren menurun sampai dengan akhir triwulan II 2009. Bersamaan dengan itu,
realisasi kredit perbankan juga belum menunjukkan pemulihan. Hal ini disebabkan hampir
Grafik 1.7. Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.8. Perkembangan Impor Komoditas Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.10. Penjualan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.9. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
9
40% dari total kredit konsumsi yang disalurkan perbankan di Kepualauan Riau ditujukan
untuk pembelian kendaraan bermotor, dan selebihnya untuk pembiayaan KPR dan lain-lain.
1.2.2. Investasi
Iklim investasi di Kepulauan Riau khususnya kota Batam dianggap masih cukup
kondusif, baik oleh investor domestik maupun asing. Status sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dalam bentuk kawasan berikat (bonded zone), selain menghemat biaya dalam
bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal.
Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan sebagai Free Trade Zone (FTZ)
untuk wilayah Batam, Bintan dan Karimun merupakan critical factor bagi provinsi Kepulauan
Riau dalam menarik investasi asing dibanding provinsi lainnya di Indonesia.
Setelah beroperasi secara efektif sampai dengan pertengahan 19 Juni 2009, investasi
asing di Batam mulai menunjukkan perkembangan yang positif dimana pada masa tersebut
terdapat aplikasi penanaman modal asing mencapai 11 proyek senilai US$ 6,5 juta dengan
daya serap tenaga kerja diperkirakan sebanyak 375 pekerja. Selain itu terdapat dua proyek
perluasan dengan nilai investasi US$ 4,9 juta dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja
sebanyak 391 pekerja. Secara keseluruhan terhitung sejak 1 Januari sampai 19 Juni 2009
telah dikeluarkan persetujuan investasi dari penanaman modal asing sebanyak 40 perusahaan
dengan rencana investasi senilai US$ 30,87 juta dan target penyerapan tenaga kerja
sebanyak 2.070 orang.
Namun demikian, besarnya persetujuan rencana investasi tersebut belum diikuti oleh
realisasi proyek dalam bentuk pembangunan fisik. Pertumbuhan investasi Pembentukan
Modal tetap Bruto (PMTB) selama triwulan II 2009 diperkirakan sebesar 7,6%, menurun
dibanding di triwulan I yang mencatat pertumbuhan sebesar 16,31% (angka revisi).
Penurunan angka realisasi investasi tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi di negara-
Grafik 1.12. Kredit Konsumsi Perbankan Kepri.
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.11. Penjualan Kendaraan Bermotor Baru
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
10
negara prinsipal utama seperti Singapura, AS, Jepang, dan Eropa. Kesulitan finansial yang
dialami negara-negara tersebut mempengaruhi langkah ekspansi yang akan dilakukan di
wilayah Kepulauan Riau, baik dalam bentuk investasi baru maupun perluasan usaha.
Melambatnya investasi PMTB di triwulan II 2009 cukup teridentifikasi dari penurunan
nilai impor barang modal (capital goods) yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan
Riau. Sejak awal tahun 2009, koreksi impor barang modal terus berlangsung sampai dengan
bulan Mei 2009. Nilai impor selama bulan April dan Mei 2009 sebesar US$ 644 juta, turun
mencapai 45% dibanding periode yang sama tahun 2008 sebesar US$ 1.171 juta.
Sementara itu pembiayaan kredit investasi perbankan pada posisi Juni 2009 masih
memperlihat perlambatan. Outstanding kredit investasi tercatat sebesar Rp 2,5 triliun atau
tumbuh 9,5% dibanding tahun 2008, sedangkan pada posisi triwulan I 2009 masih tumbuh
13,4%. Meski demikian, pertumbuhan kredit investasi selama periode triwulan II relatif stabil
dengan kecenderungan meningkat di akhir Juni 2009. Kondisi tersebut mengindikasikan
optimisme pengusaha dalam menghadapi kondisi perekonomian ke depan.
Melihat banyaknya proyek investasi yang sedang berjalan – seperti pembangunan
Hotel Aston Internasional, Hotel Harmony One, Batam City Condominium, Apartemen Harris,
Kantor Pemerintahan di Pulau Dompak, Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh
perusahaan air minum PT. Adhya Tirta Batam, serta lanjutnya pengerjaan proyek-proyek
properti residensial – perkembangan investasi di Kepulauan Riau ke depan diproyeksi akan
tumbuh sebaik kondisi di tahun 2008.
Grafik 1.13. Perkembangan Investasi PMTB
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
11
1.2.3. Ekspor-Impor
Resesi yang dialami beberapa negara prinsipal bersamaan dengan menurunnya
konsumsi secara global berdampak langsung pada buruknya kinerja ekspor Kepulauan Riau
setahun terakhir. Kontraksi ekspor yang terjadi sejak triwulan IV 2008 diperkirakan masih
berlanjut di triwulan II 2009 yang mengalami penurunan sebesar 2,15%, lebih optimis
dibanding triwulan I yang mencatat kontraksi sebesar 5,5% (angka revisi). Membaiknya
kontraksi ekspor berpotensi berlanjut di triwulan selanjutnya seiring proses recovery di
negara-negara mitra dagang utama yang terus berjalan. Kondisi tersebut juga ditandai
dengan berakselerasinya impor meski dalam level yang sangat terbatas.
Ditinjau dari volume perdagangan, arah pembalikan ekspor dipengaruhi oleh
meningkatnya ekspor barang-barang dari besi dan baja selama bulan April dan Mei 2009.
Barang-barang besi dan baja yang diekspor pada bulan April 2009 sebanyak 20,4 juta Kg
atau mengalami kenaikan 1,4% dibanding posisi April 2008. Sedangkan pada bulan Mei
2009 tercatat sebanyak 33,56% atau meningkat 31,6% dibanding tahun sebelumnya.
Grafik 1.16. Pertumbuhan Ekspor dan Impor Kepulauan Riau (y-o-y)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Periode Krisis
Grafik 1.14. Perkembangan Impor Capital Goods
Sumber : SEKDA - BI Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.15. Kredit Investasi Perbankan Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
12
Bersamaan dengan itu impor barang-barang dari besi dan baja serta bahan dasar besi
dan baja juga mengalami peningkatan. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai indikasi awal
adanya optimisme pada industri logam dasar. Di samping itu penyelesaian beberapa proyek
konstruksi seperti Hotel Aston Internasional, Batam City Condominium, Apartemen Harris,
Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh perusahaan air minum PT. Adhya Tirta
Batam yang memiliki kapasitas layanan mencapai 500 liter per detik, serta beberapa proyek
properti.
Adapun aktivitas industri elektronik dan mesin-mesin diperkirakan belum pulih
sebagaimana terlihat dari tren impor dan ekspor yang relatif stagnan selama triwulan
laporan.
Berdasarkan negara tujuan dan asal barang dapat diketahui bahwa pamanfaatan
peluang pasar oleh industri-industri manufaktur telah dilakukan secara optimal. Hal ini
terlihat dari signifikannya kenaikan ekspor ke Cina, merespon pemulihan ekonomi negara
tersebut yang diperkirakan berlangsung lebih cepat dari kekhawatiran banyak pihak. Volume
ekspor ke Cina pada bulan April-Mei 2009 rata-rata sebanyak 616 juta Kg, meningkat tajam
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama
Grafik 1.18. Perkembangan Volume Produk Impor Utama
Grafik 1.20.Volume Impor dari Negara Asal Utama
Grafik 1.19. Volume Ekspor ke Negara Tujuan Utama
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah – Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
13
dibanding rata-rata ekspor selama Januari-Maret 2009 yang tercatat sebanyak 113 juta Kg.
Peningkatan ini relatif mengkompensir penurunan ekspor ke Singapura, sebagai pangsa
ekspor utama Kepulauan Riau.
Indikasi pembalikan ekspor juga terkonfirmasi dari melonjaknya volume peti kemas
yang dimuat untuk tujuan internasional pada bulan Juni 2009 yang tercatat sebanyak 6.486
Teus sedangkan di bulan April dan Mei masing-masing tercatat sebesar 4.557 Teus dan
4.321 Teus. Secara keseluruhan, volume Muat kontainer tujuan internasional selama triwulan
II 2009 sebanyak 15.364 Teus, sedangakan di triwulan I hanya hanya tercatat sebanyak
14.540 Teus. Selain itu, volume perdagangan dalam negeri juga menunjukkan optimisme
sebagai terlihat pada tren kenaikan bongkar-muat kontainer domestik dai pelabuhan utama
kota Batam.
1.3. SISI PENAWARAN
Realisasi investasi fisik di sektor industri pengolahan, konstruksi dan pengangkutan
diperkirakan masih melambat merespon turunnya pertumbuhan di ketiga sektor tersebut.
Sementara itu melandainya tingkat kontraksi ekspor di triwulan ini belum berpengaruh besar
terhadap perbaikan kinerja sektor industri. Adapun akselerasi di sektor jasa-jasa diperkirakan
ditopang oleh aktivitas ekonomi selama masa pemilu.
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri diperkirakan masih mengalami kontraksi pertumbuhan di triwulan II
2009 sekitar 2,94%, lebih intens dibanding triwulan I 2009 yang menurun 2,66% (angka
revisi). Perlambatan masih dibayangi oleh ketidakpastian global walaupun beberapa negara
Grafik 1.21. Aktivitas Peti Kemas Domestik
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Grafik 1.22. Aktivitas Peti Kemas Internasional
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
14
mulai merevisi target pertumbuhan secara lebih optimis. Kontribusi penurunan di triwulan ini
berasal dari lesunya aktivitas di industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, diikuti oleh
industri pengolahan Kayu, serta Logam Dasar Besi dan Baja.
Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya di
triwulan II-2009 diperkirakan turun 2,13% atau sekitar Rp 53 milyar dibanding posisi yang
sama tahun 2008. Sedangkan industri Kayu dan Logam Dasar (besi dan baja) masing-masing
berkontraksi sebesar 11,63% dan 2,7%. Seluruh sub-sektor industri pengolahan lainnya
seperti industri Makanan, Tekstil, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen juga masih mengalami
pertumbuhan negatif di triwulan laporan.
Sektor industri pengolahan di provinsi Kepulauan Riau memiliki keterkaitan dengan
beberapa sektor industri manufaktur Singapura, antara lain elektronik, mesin dan alat
angkutan. Investasi Singapura mencapai 60% dari US$ 4,86 milyar kumulatif investasi asing
yang masuk ke Batam sampai dengan tahun 2008, baik dalam bentuk investasi langsung
(foreign direct investment) maupun joint venture. Di triwulan II 2009, Departemen
Perindustrian dan Perdagangan Singapura mengestimasi terjadinya kenaikan output di sektor
manufaktur, diperlihatkan dengan tingkat kontraksi yang melandai dari -24,3% (revisi)
menjadi -1,5%, terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja industri biomedical dan
kenaikan output sektor elektronik terkait dengan inventory restocking. Namun demikian,
industri farmasi, industri mesin, serta industri perkapalan dan pengerjaan lepas pantai
(offshore engineering) masih akan terkoreksi lebih tajam di triwulan ini. Penurunan kinerja
beberapa sektor industri manufaktur tersebut diperkirakan berpengaruh signifikan terhadap
lesunya aktivitas industri pengolahan di Kepulauan Riau.
Grafik 1.23. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan
Tw.I & Tw.II-2009
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : MTI Singapore - Juli 2009 *) angka sementara
Grafik 1.24. Pertumbuhan GDP Singapura,
Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
15
Perkembangan volume ekspor dan impor produk utama sektor Industri Pengolahan
(termasuk Kawasan Berikat) cukup mengkonfirmasi kondisi tersebut. Impor bahan baku
elektronik, mesin-mesin dan perlengkapan kantor masih berjalan stagnan, sejalan dengan
pola ekspornya. Di lain pihak, impor perlengkapan transportasi dan barang kimia
memperlihatkan peningkatan selama bulan April dan Mei 2009, yang diperkirakan
berpengaruh positif terhadap peningkatan ekspor produk-produk tersebut di triwulan
selanjutnya.
Aspek pembiayaan perbankan juga memperlihatkan pola konvergen dengan
penurunan output industri manufaktur. Melambatnya pertumbuhan kredit untuk sektor
industri masih berlanjut di triwulan II-2009.
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Meningkatnya konsumsi masyarakat dan pemerintah bersamaan dengan lalu lintas
barang di pelabuhan yang semakin lancar berimplikasi positif dalam mendorong aktivitas
Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Utama
Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Utama
Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
16
sektor perdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran. Di triwulan II, penurunan
output sektor Perdagangan diperkirakan lebih moderat dibanding triwulan sebelumnya, dari -
1,48% (angka revisi) menjadi -0,76%. Arah membaiknya kinerja sektor Perdagangan
dikonfirmasi oleh kenaikan volume bongkar-muat kontainer di 3 pelabuhan Free Trade Zone
(FTZ) kota Batam, baik domestik maupun internasional, sebagaimana telah dibahas
sebelumnya.
Adapun perbaikan kinerja industri perhotelan dan restoran diperkirakan masih
tertahan merespon perlambatan di sektor-sektor ekonomi lainnya. Sejak pemberlakuan
regulasi bebas fiskal bersamaan dengan menurunnya daya beli domestik dan global akibat
krisis finansial, aktivitas sektor hotel dan restoran terus menurun. Kondisi ini diperparah
dengan merebaknya virus H1N1 di Singapura dengan penemuan mencapai 89 kasus sampai
akhir Juni 2009. Pertumbuhan output industri perhotelan diperkirakan menurun dari 2,28%
menjadi 1,59% pada triwulan laporan. Sedangkan industri Restoran diproyeksi melambat
dari 1,71% menjadi 1,28%.
Perkembangan di sisi pembiayaan cukup sejalan dengan prakiraan makro tersebut.
Kontraksi pertumbuhan kredit untuk kegiatan usaha perdagangan eceran pada posisi Juni
2009 melandai dibanding posisi triwulan I 2009, dari -5,29% menjadi -3,77%. Sementara
pertumbuhan kredit untuk sektor hotel dan restoran terus menurun hingga berkontraksi
sebesar 8,04% di triwulan laporan, sedangkan di triwulan sebelumnya masih mencatat
pertumbuhan sebesar 2,53%. Permintaan atas pembiayaan sektor-sektor tersebut mulai
memperlihatkan tren meningkat di bulan Juni 2009, setelah bulan Mei sebelumnya
mengalami kondisi terburuk sejak provinsi Kepulauan Riau berdiri pada tahun 2002.
Belum pulihnya industri Perhotelan di Kepulauan Riau terlihat dari penurunan tingkat
hunian (occupancy rate) selama tahun 2009. Tingkat hunian hotel berbintang di bulan Mei
Grafik 1.28. Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.29. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
17
2009 relatif meningkat dibanding bulan sebelumnya dari 35,57% menjadi 39,22%. Namun
jauh menurun dibanding tingkat hunian di bulan Mei 2008 diperkirakan sebesar 46,17%.
Kondisi ini sejalan dengan indikator jumlah kunjungan melalui bandara Hang Nadim
Batam yang mulai memperlihatkan tren meningkat dalam 2 bulan terakhir. Adapun
komposisi wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke wilayah Kepualuan Riau
tidak banyak mengalami perubahan. Pangsa kunjungan wisman yang berasal dari Singapura
kembali meningkat, dimana pada bulan Februari 2009 sebanyak 42,6%, di akhir Mei 2009
telah mencapai 55,62%. Namun secara keseluruhan, kunjungan wisman ke wilayah
Kepulauan Riau di bulan Mei turun sekitar 13% dibanding tahun sebelumnya, dari 140.333
orang menjadi 121.379 orang. Berdasarkan data realisasi kunjungan wisman selama bulan
April dan Mei 2009, merebaknya virus H1N1 belum berpengaruh terhadap kondisi pariwisata
di Kepulauan Riau.
Tabel 1.2. Pangsa Wisatawan Mancanegara
yang Berkunjung ke Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Pangsa (%)
May-08 Apr-09 May-09
Singapura 55.47% 53.95% 55.62%Malaysia 16.28% 14.93% 15.64%Korea Selatan 6.59% 3.61% 3.11%Jepang 2.50% 2.75% 2.77%India 3.49% 3.04% 3.57%Inggris 2.16% 2.62% 2.40%China 1.52% 1.93% 1.73%Australia 1.55% 2.23% 1.78%Amerika Serikat 1.35% 1.38% 1.53%Jerman 0.71% 0.91% 0.78%Taiwan 0.61% 0.69% 0.44%Belanda 0.43% 0.47% 0.51%Lainnya 7.34% 11.49% 10.10%Jumlah Wisman 140.033 118.938 121.379
Kebangsaan
Grafik 1.30. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate)
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.31. Volume Penumpang (Domestik & Int’l)
yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
18
1.3.3. Sektor Bangunan
Sektor bangunan di Kepulauan Riau diperkirakan mulai pulih memasuki akhir triwulan
II 2009 sebagaimana diindikasikan oleh indikator pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan
properti yang bergerak naik di bulan Juni 2009. Pembangunan beberapa proyek konstruksi
baik properti residensial, hotel, apartemen/kondominium, dan berbagai sarana publik lainnya
menahan laju perlambatan sektor bangunan yang diperkirakan tumbuh 13,65% di triwulan
ini. Sektor bangunan sempat mengalami masa booming sejak semester II tahun 2007 sampai
dengan akhir tahun 2008 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata di atas 30%, sebelum
akhirnya terkoreksi tajam di triwulan I 2009 yang tumbuh 14,81% (angka revisi).
Penyaluran kredit konstruksi pada posisi Juni 2009 tercatat sebesar Rp 927 milyar atau
naik 19,7% (yoy), jauh menurun dibanding posisi triwulan I yang masih tumbuh sebesar
33,48%. Tingkat pertumbuhan terendah diperkirakan terjadi pada bulan Mei 2009 yang
hanya mencatat pertumbuhan sebesar 16%.
Optimisme juga didorong oleh meningkatnya realisasi pengadaan semen di
Kepulauan Riau sepanjang periode April - Juni 2009. Konsumsi semen di bulan Juni tercatat
sekitar 66 ribu ton atau meningkat 8,9% dibanding posisi yang sama tahun 2008.
Sedangkan di bulan Maret sampai dengan Mei 2009 mengalami kontraksi pertumbuhan
yang cukup besar. Namun secara triwulan, konsumsi semen selama triwulan II menurun
dibanding triwulan I, dari 181 ribu ton menjadi 166 ribu ton.
Berdasarkan indikator impor komoditi utama sektor bangunan dapat diketahui
bahwa terdapat tren kenaikan impor produk besi, baja, kayu dan furniture. Sementara impor
keramik cenderung menurun dibanding bulan-bulan sebelumnya. Berbagai indikator sektor
riil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar aktivitas sektor bangunan masih
Grafik 1.32. Perkembangan Sektor Bangunan
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Konstuksi
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
19
didorong oleh kegiatan konstruksi, sedangkan sektor properti diperkirakan baru berakselerasi
di akhir tahun 2009.
Pertumbuhan sektor properti yang masih tertahan terkonfirmasi dari indikator
pembiayaan perbankan lokal. Total kredit properti yang disalurkan Bank Umum dan BPR di
Kepulauan Riau pada posisi Juni 2009 sebesar Rp 3,31 triliun atau naik 13,8%, terkoreksi
dibanding posisi triwulan I tumbuh 17,6% (yoy). Perlambatan sebagian besar berasal dari
menurunnya pertumbuhan kredit pemilikian rumah (KPR) tipe di atas 70 m2, dari 46% di
posisi Maret menjadi 20,2% di bulan Juni 2009. Adapun penurunan KPR untuk tipe ≤70 m2
relatif kecil, dari 18% menjadi 16,2%.
Tingginya persaingan untuk rumah tipe sederhana akibat jumlah rumah bersubsidi
yang dibangun telah melebihi kebutuhan (over supply) berdampak pada penurunan harga
rumah yang dijual. Namun demikian penurunan harga tersebut belum direspon dengan
meningkatnya permintaan KPR rumah tipe < 70 m2. Sebaliknya, rumah mewah diperkirakan
mengalami kenaikan harga di triwulan II ini akibat kenaikan relatif harga bahan bangunan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.35. Perkembangan Volume Impor Utama
Sektor Bangunan
Grafik 1.34. Volume Penjualan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.37. Perkembangan KPR Type >70m2
Grafik 1.36. Perkembangan KPR Type <70m2
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
20
ditambah penurunan suku bunga KPR perbankan yang masih tertahan. Kondisi tersebut
diduga sebagai salah satu penyebab tajamnya koreksi pertumbuhan KPR perbankan untuk
tipe > 70 m2.
1.3.4. Pertambangan dan Penggalian
Kinerja sektor Pertambangan dan Penggalian terus membaik dipengaruhi oleh
meningkatnya output yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan minyak dan gas (migas).
Kontraksi pertumbuhan semakin melandai dari -1,29% (angka revisi) pada triwulan I 2009
menjadi -1,04% di periode laporan. Sejalan dengan itu, kontraksi output yang berasal dari
aktivitas pertambangan migas terus mengecil dari -2,13% menjadi -1,77%.
Peningkatan kinerja sektor pertambangan belum dipengaruhi oleh faktor
fundamental, namun lebih karena tren kenaikan harga minyak dunia. Asesmen tersebut
didasarkan pada realisasi lifting minyak dan gas yang cenderung stagnan selama bulan April-
Juni 2009.
Sebagai penghasil minyak utama yakni sebesar 65% dari total produksi minyak
Kepulauan Riau, produksi yang dihasilkan lapangan minyak Belanak berkontribusi besar
terhadap nilai tambah perekonomian yang mampu dihasilkan dari sektor migas Kepulauan
Riau. Hasil produksi dari blok tersebut relatif menurun di triwulan II, seiring dengan tingginya
angka pencapaian produksi sampai dengan bulan Juni 2009 sebesar 97,2% dari prognosa
lifting tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 8.935 ribu barel. Sementara itu akumulasi
realisasi lifting minyak di lapangan Belida dan Kerapu tercatat masih cukup rendah, masing-
masing sebesar 34% dan 37%. Secara agregat, pencapaian total produksi minyak Kepulauan
Riau selama semester I 2009 diperkirakan sebesar 12,1 juta barel, atau 59% dari prognosa
tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 20,51 juta barel.
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.38. Pertumbuhan PDRB Sub‐Sektor Pertambangan
Migas & Non‐Migas, serta Penggalian
Grafik 1.39. Pertumbuhan Kredit Sub‐Sektor
Pertambangan Migas, Bijih Logam & Lainnya
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
21
Adapun pencapaian lifting gas Kepulauan Riau selama periode semester I tahun 2009
tergolong cukup optimal. Total produksi gas dari lapangan gas Conoco Phillips selama
Januari-Juni 2009 tercatat sebesar 76 juta MMBTU atau 60,7% dari target produksi 2009.
Sedangkan pencapaian lifting gas dari lapangan gas Kakap dan Premier Oil masing-masing
sekitar 43,5$ dan 60,7%. Implikasinya, total produksi gas dari wilayah Kepulauan Riau
selama semester I 2009 mencapai 111 juta MMBTU, atau 58,7% dari target lifting gas untuk
tahun 2009 sebesar 189 juta MMBTU.
1.3.5. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Stagnasi sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan di periode ini
dipengaruhi oleh turunnya kinerja industri perbankan. Pertumbuhan output diperkirakan
melambat dari 6,12% (angka revisi) di triwulan I 2009 menjadi 5,46%, dimana laju
pertumbuhan industri perbankan juga diproyeksi turun dari 6,83% menjadi 6,03%.
Kinerja perbankan regional Kepulauan Riau masih dibayangi oleh ketidakpastian
dunia usaha yang berimplikasi pada turunnya pertumbuhan kredit dari 23,9% menjadi
16,8%. Outstanding kredit yang disalurkan per posisi Juni 2009 mencapai Rp 11,4 triliun.
Bersamaan dengan itu laju pertumbuhan dana juga menurun dari 24,8% menjadi 18,8%. Di
tengah penurunan tersebut terdapat pertambahan dana dalam jumlah signifikan selama
bulan Juni 2009 mencapai Rp 503 milyar, berselang berakhirnya pemilihan Legislatif menuju
pemilihan umum Presiden Indonesia.
Grafik 1.40. Perkembangan Lifting Minyak Kepri
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Grafik 1.41. Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
22
Dampak krisis terhadap resiko perbankan terlihat mulai mereda di akhir triwulan II.
Tingkat kredit bermasalah (NPL’s) turun menjadi 2,72%, dibanding triwulan I sebesar 2,91%.
Penurunan BI Rate mulai direspon perbankan dengan meningkatkan fungsi intermediasi
dalam penyaluran kredit. Imbasnya, rasio LDR meningkat hampir 2%, dari 63,9% menjadi
65,8%.
Sementara itu aktivitas di sektor jasa perusahaan semakin menurun dari -2,01%
menjadi -2,16%. Melambatnya aktivitas sektor riil berkorelasi langsung terhadap industri jasa
pendukung. Kontraksi output industri jasa perusahaan tercermin dari turunnya pertumbuhan
kredit sampai dengan akhir triwulan II. Laju penurunan semakin intens hingga mencapai -
7,73%.
1.3.6. Sektor Lainnya
Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya yang dihitung dalam PDRB juga
mengalami tingkat koreksi yang lebih landai dibanding periode-periode sebelumnya.
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.42. Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor
Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan Grafik 1.43.
Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau
Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.44. Perkembangan LDR & NPL Perbankan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
23
Grafik 1.49. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor
Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan
Berbagai isu terkait seperti kebijakan bebas fiskal dan wabah virus H1N1 diduga
mempengaruhi mobilitas sumber daya. Imbasnya, sektor Pengangkutan dan Komunikasi
tumbuh melambat dari 5,71% menjadi 5,4% di triwulan laporan. Sementara itu tren
penurunan harga komoditas dan tekanan inflasi, serta berkahirnya musim panen komoditas
perikanan berkorelasi negatif terhadap pendapatan masyarakat petani. Output sektor
Pertanian diproyeksi turun 2,15%, lebih besar dibanding penurunan di triwulan I 2009
sebesar 1,8%.
Berbagai indikator penting yang terkait dengan asesmen tersebut antara lain jumlah
kunjungan kapal di pelabuhan, ekspor komoditas pertanian, produksi dan produktivitas
sektor tanaman pangan, serta pertumbuhan kredit perbankan cukup menggambarkan
kondisi yang terjadi selama triwulan II 2009.
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Kabil dan Sekupang Batam
Grafik 1.46. Jumlah Kunjungan Kapal Barang
(bendera Indonesia & bendera Asing)
Grafik 1.48. Perkembangan Ekspor Komoditas
Ikan, Udang dan Kepiting
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.47. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor
Pengangkutan, Biro Perjalanan & Komunikasi
Sumber : SEKDA - BI
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
24
Grafik 1.51. Produktivitas Padi, Jagung & Kacang Tanah
Grafik 1.50. Produksi Padi, Jagung & Kacang Tanah
Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan
Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
25
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1 INFLASI KOTA BATAM
2.1.1. Kondisi Umum
Laju inflasi Kota Batam pada triwulan II 2009 tercatat relatif rendah dibandingkan
tahun sebelumnya. Krisis keuangan global juga mempengaruhi terhadap rendahnya
permintaan sehingga berpengaruh pada turunnya harga di wilayah Kota Batam. Selain itu,
turunnya harga komoditas dunia serta peningktan supply barang kebutuhan pokok dari
wilayah pemasok juga ikut mempengaruhi rendahnya laju inflasi di Kota Batam. Sampai
dengan triwulan II 2009 laju inflasi tahun kalender Kota Batam tercatat sebesar 0,21% (ytd)
jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar 5,94%
(ytd).
Melanjutkan trend triwulan-triwulan sebelumnya, laju inflasi Batam pada triwulan II
2009 juga berada di bawah laju inflasi nasional. Secara tahunan inflasi Kota Batam tercatat
sebesar 2,52% (yoy) di bawah angka inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 3,65%
(yoy). Turunnya harga komoditas dunia serta berakhirnya musim utara di akhir triwulan I
2009 ikut berpengaruh pada rendahnya laju inflasi di Kota Batam pada triwulan II 2009.
Grafik 2.1 – Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Batam & Nasional
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
26
2.1.2. Inflasi Triwulanan
Jika pada triwulan awal 2009 Kota Batam mengalami inflasi yang relatif tinggi ecara
triwulanan yaitu sebesar 0,65% (qtq) maka, pada triwulan II 2009 Kota Batam mengalami
deflasi atau penurunan harga sebesar 0,43% (qtq). Penurunan harga pada triwulan laporan
tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di bulan April 2009 yang
mengalami deflasi sebesar 0,61% (mtm). Sedangkan pada bulan Mei dan Juni 2009 Kota
Batam mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,03% (mtm) dan 0,15% (mtm).
Deflasi yang cukup tinggi di bulan April 2009 terutama dipengaruhi oleh penurunan
harga yang terjadi di kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok ikan segar.
Pengaruh musiman sangat berpengaruh pada penurunan harga yang terjadi di bulan ini.
Berakhirnya musim utara menyebabkan aktivitas pelayaran dan distribusi barang kembali
lancar. Para nelayan juga dapat kembali melaut dengan hasil yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
Bertiupnya angin utara di bulan Januari dan Februari yang menyebabkan mereka
tidak bisa melaut pada bulan-bulan tersebut berdampak pada peningkatan jumlah ikan di
laut. Melimpahnya jumlah ikan segar di laut menyebabkan pasokan ikan untuk memenuhi
kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam terpenuhi bahkan cenderung mengalami surplus.
Kelebihan pasokan ikan segar ini mengakibatkan penurunan harga ikan baik di level
distributor maupun di level konsumen. Mengingat share ikan segar khususnya dan bahan
makanan pada umumnya yang cukup besar dalam pembentukan harga di Kota Batam,
penurunan harga ikan segar ini berpengaruh cukup besar sehingga Kota Batam mengalami
deflasi di bulan April 2009.
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam
KELOMPOK Triwulan I -2009 Triwulan II -2009
Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan I Bahan Makanan 1,02 0,24 -1,93 -0,46
II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 3,57 0,57 1,17 0,19
III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 0,30 0,08 0,16 0,04 IV Sandang 5,48 0,38 -3,56 -0,25 V Kesehatan 0,34 0,02 1,38 0,06
VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,20 0,01 0,00 0 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -3,36 -0,65 -0,03 -0,01
INFLASI 0.65 -0,43
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan II 2009 kelompok bahan makanan menjadi
penyumbang deflasi terbesar dengan angka kontribusi sebesar 0,46% (qtq). Pada triwulan
laporan kelompok ini mengalami penurunan harga sebesar 1,93% (qtq). Penurunan harga
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
27
yang terjadi di kelompok bahan makanan diikuti oleh penurunan harga kelompok sandang
dengan kontribusi sebesar 0,25% (qtq) dan angka deflasi sebesar 3,56% (qtq). Sementara itu
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih melanjutkan trend penurunan
harga sebagai akibat dampak dari penurunan BBM dengan kontribusi deflasi sebesar 0,01%
(qtq) dengan penurunan harga sebesar 0,03% (qtq).
Sementara tiga kelompok tersebut di atas mengalami penurunan harga, tiga
kelompok lainnya mengalami kenaikan harga dengan kontribusi yang tidak sebesar tiga
kelompok yang mengalami penurunan harga. Kelompok yang menyumbang inflasi tertinggi
pada triwulan II 2009 adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
dengan kontribusi inflasi sebesar 0,19% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,17% (qtq).
Kelompok berikutnya yang mengalami kenaikan harga adalah kelompok kesehatan dengan
kontribusi inflasi sebesar 0,06% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,38% (qtq). Pada triwulan II
2009, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar menyumbang kontribusi inflasi
sebesar 0,04% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,16% (qtq). Sementara itu, kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.
Meskipun demikian, pada triwulan berikutnya kelompok ini diperkirakan akan mengalami
kenaikan harga terkait dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah.
2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang
Secara total, Kota Batam pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 0,43%
(qtq) berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,65%
(qtq). Deflasi pada triwulan laporan terutama dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di bulan
April 2009 yang dipengaruhi oleh penurunan harga dari kelompok bahan makanan
khususnya sub kelompok ikan segar. Sub kelompok ikan segar mengalami penurunan harga
terkait dengan berakhirnya musim utara sehingga pasokan ikan segar mengalami
peningkatan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
28
2.1.3.1. Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan II 2009 mengalami deflasi
sebesar 1,93% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 0,46% (qtq). Sub kelompok yang
mengalami deflasi terbesar adalah sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami deflasi
sebesar 10,01% (qtq). Deflasi sub kelompok sayur-sayuran yang terjadi pada triwulan II 2009
terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi di bulan April 2009 sebesar 13,87% (mtm).
Berakhirnya musim utara yang menyebabkan gelombang laut kembali tenang
mengakibatkan distribusi sayur-sayuran yang sebagian besar didatangkan dari luar Pulau
Batam kembali lancar.
Sementara itu sub kelompok ikan segar mengalami deflasi sebesar 7,41% (qtq) yang
disebabkan oleh cuaca yang mendukung untuk pelayaran pencarian ikan. Musim utara yang
bertiup selama bulan Januari dan Februari menyebabkan nelayan tidak melaut pada bulan
tersebut sehingga jumlah ikan yang ada di laut mengalami peningkatan yang cukup tajam.
Peningkatan supply ikan segar tersebut berdampak pada penurunan harga sub kelompok ini
baik di level distributor maupun konsumen.
Selain sub kelompok sayur-sayuran dan sub kelompok ikan segar, sub kelompok
bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan harga yang cukup besar. Sub kelompok ini
Grafik 2.3. Prakiraan Kecepatan Angin & Tinggi Gelombang Laut di Indonesia
FORECAST APRIL 2009 VALID : 17-24/04/2009 00 UTC FORECAST MEI 2009 VALID : 13-20/05/2009 00 UTC
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
29
mengalami penurunan harga sebesar 5,02% (qtq). berbeda dengan sub kelompok sayur-
sayuran dan sub kelompok ikan segar dimana deflasi terjadi pada bulan April 2009, sub
kelompok bumbu-bumbuan secara konsisten terus mengalami penurunan harga secara
konsisten selama tiga bulan. Selain faktor distribusi yang telah lancar, upaya pemerintah
dalam rangka pembudidayaan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Kota Batam juga ikut mempengaruhi peningkatan supply beberapa komoditas di kelompok
bumbu-bumbuan. Budidaya cabai merah yang dikembangkan di Sei Temiang dengan
dukungan Dinas Pertanian Kota Batam cukup berpengaruh pada penurunan harga
komoditas ini sehingga ikut menurunkan pembentukan harga komoditas ini di Kota Batam.
Sementara itu sub kelompok daging pada triwulan laporan juga mengalami
penurunan harga sebesar 1,54% (qtq). Penurunan harga yang terjadi pada kelompok sub
kelompok daging juga diikuti oleh sub kelompok padi-padian yang mengalami deflasi sebesar
0,27% (qtq). Sebagaimana dengan tiga sub kelompok di atas, dua sub kelompok ini juga
mengalami penurunan harga akibat distribusi yang mulai lancar karena cuaca yang sudah
mulai kondusif untuk pelayaran.
Meskipun secara umum kelompok bahan makanan mengalami penurunan harga,
namun ada beberapa sub kelompok yang mengalami penurunan harga. Sub kelompok lemak
dan minyak mengalami inflasi tertinggi dengan angka inflasi sebesar 5,27% (qtq). Sub
kelompok buah-buahan mengalami kenaikan harga sebesar 4,25% (qtq) yang diikuti oleh
sub kelompok ikan diawetkan dengan angka inflasi sebesar 3,62% (qtq). Sementara itu sub
kelompok telur dan susu mengalami inflasi sebesar 1,17% (qtq) diikuti oleh sub kelompok
oleh kacang-kacangan yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (qtq).
2.1.3.2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009
mengalami inflasi sebesar 1,17% (qtq). Ketiga sub kelompok yang ada pada kelompok ini
mengalami inflasi. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sub kelompok
tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 2,84% (qtq). Sedangkan
sub kelompok minuman tidak beralkohol mengalami inflasi sebesar 1,18% (qtq). Sementara
itu, sub kelompok makanan jadi mengalami terendah dalam kelompok ini dengan angka
inflasi sebesar 0,48% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
30
2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan
mengalami kenaikan harga sebesar 0,16% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok
perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,63% (qtq) yang diikuti sub
kelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 0,93% (qtq) dan sub
kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mengalami inflasi sebesar 0,16% (qtq).
Berbeda dengan triwulan sebelumnya, sub kelompok biaya tempat tinggal pada triwulan II
2009 mengalami deflasi sebesar 0,15% (qtq). Penurunan harga pada sub kelompok ini
terjadi secara konsisten selama tiga bulan berturut-turut selama triwulan II 2009.
2.1.3.4. Kelompok Sandang
Kelompok sandang pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 3,56% (qtq).
Penurunan harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi pada
sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka deflasi sebesar 10,56% (qtq).
Penurunan harga harga sub kelompok ini terutama disebabkan oleh penurunan harga
komoditas emas. Komoditas emas mengalami penurunan harga mengikuti penurunan harga
emas internasional setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga yang cukup
tinggi.
Sementara itu tiga sub kelompok lain dalam kelompok ini melanjutkan tren
sebelumnya tetap mengalami kenaikan harga. Sub kelompok sandang laki-laki tercatat
mengalami kenaikan harga sebesar 0,29% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang wanita
yang mengalami kenaikan harga sebesar 0,16% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang
anak-anak pada triwulan ini tercatat relatif stabil dan mengalami kenaikan pada bulan Mei
dengan angka inflasi yang relatif rendah yaitu sebesar 0,08% (mtm). Sementara itu pada
bulan April dan Juni sub kelompok ini tidak mengalami kenaikan harga sehingga secara
triwulanan sub kelompok ini mengalami inflasi sebesar 0,08% (qtq).
2.1.3.5. Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 1,38% (qtq)
yang berasal dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik yang mengalami inflasi
sebesar 2,29% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok obat-
obatan mengalami inflasi dengan angka inflasi masing-masing sebesar 0,84% (qtq) dan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
31
0,61% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan II 2009
tidak mengalami perubahan harga.
2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 tidak mengalami
perubahan harga. Meskipun demikian kelompok ini pada triwulan III 2009 diperkirakan akan
mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi terkait dengan dibukanya tahun ajaran baru
bagi sekolah maupun perguruan tinggi.
2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Masih melanjutkan trend triwulan sebelumnya kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 juga mengalami penurunan harga dengan angka
deflasi sebesar 0,03% (qtq) yang berasal dari sub kelompok transportasi yang mengalami
penurunan harga sebesar 0,06% (qtq). Penurunan harga yang dialami sub kelompok ini
merupakan efek dari kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Desember
2008. Berbeda dengan sub kelompok transportasi, sub kelompok komunikasi dan
pengiriman pada triwulan ini justru mengalami kenaikan harga meskipun tidak terlalu besar
dengan angka inflasi sebesar 0,02% (qtq). Sementara itu sub kelompok sarana penunjang
transportasidan sub kelompok jasa keuangan pada triwulan II 2009 tidak mengalami
perubahan harga.
2.2 INFLASI KOTA TANJUNG PINANG
2.2.1. Kondisi Umum
Searah dengan yang terjadi secara nasional maupun beberapa kota lainnya, laju inflasi
Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Laju inflasi Kota Tanjung Pinang di triwulan II 2009 tercatat sebesar 4,13% (yoy)
jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar 10,28% (yoy).
Melanjutkan trend triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan II
2009 tetap lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,65% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
32
Meskipun pada triwulan II 2009 laju inflasi Kota Tanjung Pinang relatif rendah,
namun secara trend inflasi Kota Tanjung Pinang ini masih relatif tinggi. Hal ini salah satunya
dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih terbatas. Sejak
peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak
terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung
Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok
masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply
barang-barang kebutuhan pokok tersebut ke Kota Tanjung Pinang masih cukup terbatas,
sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang.
2.2.2. Inflasi Triwulanan
Secara triwulanan, Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 tercatat mengalami
deflasi sebesar 0,72% (qtq) berlawanan arah dengan triwulan I 2009 yang mengalami inflasi
sebesar 0,33% (qtq). Sebagaimana yang terjadi di Kota Batam, penurunan harga pada
triwulan II 2009 ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di kelompok bahan
makanan yang mengalami deflasi sebesar 4,2% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar
1,14% (qtq).
Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang Berdasarkan Kelompok Barang
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
33
Berakhirnya musim utara yang mengakibatkan gelombang tinggi mengakibatkan
distribusi barang kebutuhan masyarakat Kota Tanjung Pinang yang didatangkan dari Pulau
Jawa dan Pulau Sumatera kembali lancar. Hal ini berakibat pada penurunan harga beberapa
barang kebutuhan masyarakat seperti bumbu-bumbuan terutama cabai merah yang
didatangkan dari Pulau Jawa.
Berakhirnya musim utara juga berdampak pada peningkatan jumlah ikan di laut
karena selama musim utara yaitu pada bulan Januari dan Februari nelayan tidak bisa melaut
sehingga stock ikan di laut relatif cukup banyka. Hal ini berakibat pada tingginya supply ikan
segar di Kota Tanjung Pinang yang mengakibatkan penurunan harga ikan segar baik pada
level distributor maupun konsumen akhir.
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang
KELOMPOK Triwulan I -2009 Triwulan II -2009
Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan
I Bahan Makanan 0,48 0,1 -4,2 -1,14 II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1,73 0,38 2 0,45 III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar -0,06 -0,02 -0,07 -0,01 IV Sandang 4,66 0,26 -2,04 -0,13 V Kesehatan 0,8 0,03 2,07 0,08 VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga -0,17 0 0,2 0,01 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2,61 -0,42 0,15 0,02
INFLASI 0,33 -0,72
Sumber : BPS (diolah)
Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang pada triwulan laporan juga
mengalami deflasi dengan angka deflasi sebesar 2,04% (qtq) dan sumbangan deflasi sebesar
0,13% (qtq) diikuti kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar yang mengalami
Grafik 2.5. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
34
deflasi sebesar 0,07% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 0,01% (qtq). Deflasi yang
dialami oleh kelompok sandang terutama dipengaruhi oleh penurunan harga emas yang
mengikuti pergerakan harga emas yang sedang mengalami trend penurunan setelah pada
triwulan I 2009 mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi.
Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan
II 2009 mengalami inflasi sebesar 2% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,45% (qtq).
Inflasi yang dialami oleh kelompok makanan jadi diikuti oleh kelompok kesehatan yang juga
mengalami inflasi 2,07% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (qtq). Sedangkan
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 mengalami
inflasi yang relatif rendah yaitu sebesar 0,15% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar
0,02% (qtq). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Tanjung Pinang pada
triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq) dengan sumbangan inflasi
sebesar 0,01% (qtq).
2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang
2.1.3.1. Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 mengalami
deflasi sebesar 0,72% (qtq). Sebagian besar sub kelompok yang terdapat pada kelompok
bahan makanan ini mengalami deflasi dua sub kelompok mengalami inflasi dan satu sub
kelompok tidak mengalami perubahan harga. Dua sub kelompk yang mengalami inflasi
adalah sub kelompok lemak dan minyak dan sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami
inflasi masing-masing sebesar 5% (qtq) dan 1,87% (qtq). Sementara itu sub kelompok yang
tidak mengalami perubahan harga adalah sub kelompok kacang-kacangan. Sub kelompok ini
secara konsisten tidak mengalami perubahan harga sejak awal tahun 2009.
Setelah pada triwulan I 2009 sub kelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi yang
cukup tinggi bahkan terbesar di kelompok bahan makanan, sub kelompok bumbu-bumbuan
pada triwulan II mengalami deflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 12,97% (qtq). Sementara
itu sub kelompok yang memberikan kontribusi deflasi terbesar kedua adalah sub kelompok
ikan segar dengan angka deflasi sebesar 12,89% (qtq). Sebagaimana telah dikemukakan di
atas, cuaca yang kondusif untuk pelayaran baik untuk kepentingan distribusi barang
kebutuhan pokok khususnya bumbu-bumbuan maupun untuk kepentingan nelayan mencari
ikan berpengaruh besar terhadap deflasi yang terjadi pada dua sub kelompok tersebut.
Sub kelompok lain yang mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah sub
kelompok daging dengan angka deflasi sebesar 2,59% (qtq). Searah dengan sub kelompok
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
35
daging dan hasil-hasilnya, sub kelompok buah-buahan juga mengalami deflasi sebesar
1,07% (qtq) diikuti oleh sub kelompok padi-padian dengan angka deflasi sebesar 0,76%
(qtq). Sementara itu sub kelompok ikan diawetkan pada triwulan laporan juga mengalami
penurunan harga sebesar 0,6% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok telur, susu dan hasilnya
yang mengalami deflasi sebesar 0,46% (qtq).
2.1.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009
mengalami inflasi sebesar 2% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok makanan jadi
yang mengalami inflasi sebesar 2,90% (qtq) diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol
dengan angka inflasi sebesar 0,77% (qtq) dan sub kelompok tembakau dan minuman
beralkohol mengalami inflasi sebesar 0,5% (qtq).
2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan
mengalami penurunan harga sebesar 0,07% (qtq) yang dipengaruhi penurunan harga pada
sub kelompok biaya tempat tinggal serta sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air
dengan angka deflasi masing-masing 0,14% (qtq) dan 0,45% (qtq). Sementara itu dua sub
kelompok lain dalam kelompok ini mengalami kenaikan harga yaitu sub kelompok
penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,02% (qtq) dan sub kelompok
perlengkapan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 0,64% (qtq).
2.1.3.4. Kelompok Sandang
Pada triwulan II 2009 kelompok sandang mengalami deflasi paling besar
dibandingkan dengan kelompok lain yaitu sebesar 2,04% (qtq). Penurunan harga yang
dialami oleh kelompok sandang sangat dipengaruhi oleh penurunan harga yang dialami oleh
sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka deflasi sebesar 6,25% (qtq).
Penurunan harga yang cukup besar inggi pada sub kelompok ini dipengaruhi oleh
pergerakan harga komoditas emas. Harga emas mengalami penurunan sebagai akibat
penurunan harga emas internasional setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan
harga yang cukup tinggi.
Sub kelompok lain yang mengalami deflasi adalah sub kelompok sandang anak-anak
yang pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 0,04% (qtq). Pada triwulan II
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
36
2009 sub kelompok sandang anak-anak mengalami penurunan harga secara konsisten
selama tiga bulan berturut-turut meski dengan besaran yang tidak terlalu signifikan.
Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita pada
triwulan I 2009 tidak mengalami kenaikan harga.
2.1.3.5. Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,07% (qtq)
yang berasal dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang mengalami inflasi
sebesar 3,18% (qtq). Setelah secara konsisten tidak mengalami perubahan harga sejak bulan
triwulan II 2008, sub kelompok jasa kesehatan pada triwulan II 2009 akhinya mengalami
kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 1,25% (qtq) diikuti oleh sub kelompok obat-
obatan dengan angka inflasi sebesar 1,07% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa
perawatan jasmani pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.
2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 relatif tidak
mengalami perubahan harga. Kenaikan harga pada kelompok ini hanya terjadi pada bulan
Mei 2009 yang dialami oleh sub kelompok rekreasi sebesar 0,89% (mtm). Melanjutkan trend
triwulan sebelumya, tiga sub kelompok lainnya yaitu sub kelompok kursus-kursus, sub
kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok olahraga tidak mengalami
perubahan harga. Oleh karena itu secara triwulanan kelompok pendidikan, rekreasi dan
olahrga tercatat mengalami inflasi sebesar 0,2% (qtq).
2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Setelah pada dua triwulan mengalami penurunan harga berturut-turut sebagai
dampak kebijakan penurunan harga BBM oleh pemerintah, kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 mengalami kenaikan harga sebesar
0,15% (qtq). Sub kelompok sarana penunjang transportasi mengalami kenaikan harga
tertinggi dengan angka inflasi sebesar 0,56% (qtq). Sedangkan sub kelompok transportasi
yang pada triwulan sebelumnya masih menunjukkan penurunan harga akibat penurunan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
37
harga BBM, pada triwulan ini mulai menunjukkan kenaikan harga dengan angka inflasi
sebesar 0,19% (qtq).
Sementara itu sub kelompok komunikasi yang pada triwulan-triwulan sebelumnya
selalu mengalami kenaikan harga pada triwulan II 2009 mulai mengalami penurunan harga
dengan angka deflasi sebesar 0,03% (qtq). Sedangkan kelompok jasa keuangan melanjutkan
trend sejak triwulan IV 2008 secara konsisten selama sepuluh bulan berturut-turut tidak
mengalami perubahan harga.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
38
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL
3.1 KONDISI UMUM
Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 menunjukkan
pergerakan yang relatif stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator
perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada triwulan sebelumnya
mengalami pertumbuhan secara triwulanan, pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Sebaliknya, penyaluran kredit oleh perbankan yang triwulan sebelumnya mengalami
penurunan pada triwulan II 2009 mengalami pertumbuhan positif.
Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 tercatat
sebesar Rp21,31 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp18,30 miliar (0,09%)
dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp21,33 miliar. Namun secara tahunan
total asset perbankan di Provinsi Kepuluauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami
peningkatan Rp3,92 triliun (22,54%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008 yang
tercatat sebesar Rp17,39 triliun.
Sementara itu, total DPK yang dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau
pada triwulan II 2009 juga mengalami penurunan sebesar Rp81,87 miliar (0,47%)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp17,40 triliun sehingga menjadi
Rp17,32 triliun. Namun secara tahunan DPK perbankan mengalami peningkatan sebesar
Rp2,74 triliun (18,83%) dibandingkan posisi triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp14,57
triliun.
Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
39
Setelah pada triwulan sebelumnya penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan
di Provinsi Kepulauan Riau sempat mengalami sedikit penurunan, pada triwulan laporan
penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan. Hal ini
menunjukkan fungsi intermediasi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau semakin berjalan
dengan baik yang juga dapat dibaca sebagai salah satu bentuk optimisme kalangan
perbankan terhadap prospek ekonomi Provinsi Kepulauan Riau meskipun pada triwulan
laporan masih mengalami pertumbuhan yang negatif.
Pada triwulan II 2009, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Riau oleh perbankan
tercatat sebesar Rp11,39 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp268,67 miliar
(2,42%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp11,39 triliun. Sedangkan
secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami
peningkatan sebesar Rp1,63 triliun (16,80%) dibandingkan posisi yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp9,75 triliun. Akibatnya, LDR perbankan Provinsi
Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau tercatat
sebesar 63,91% maka pada triwulan II 2009 LDR perbankan tercatat sebesar 65,76%.
3.2. KONDISI BANK UMUM
Sebagaimana yang terjadi pada indikator perbankan secara keseluruhan, indikator
industri bank umum juga menunjukkan pergerakan serupa. Total asset dan DPK bank umum
pada triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sementara itu penyaluran kredit oleh bank umum di wilayah kerja KBI Batam mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2009.
Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit, DPK dan LDR Bank Umum
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL’s Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
40
Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau
tercatat sebanyak 47 kantor cabang pada triwulan II 2009 atau mengalami pertambahan 1
kantor cabang dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Bank BTPN Batam.
Tabel 3.1 – Perkembangan Indikator Bank Umum (juta rupiah)
Indikator
Periode
2008 2009 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2
1. Jaringan BU 45 45 46 46 47
a. Batam 29 29 29 29 30
b. Tj. Pinang 13 13 14 14 14
c. Karimun 2 2 2 2 2
d. Natuna 1 1 1 1 1
2. Total Asset 16.709.890 17.600.675 19.898.329 20.242.439 20.190.189
a. Batam 12.319.472 12.891.294 14.478.579 14.578.187 14.708.872
b. Tj. Pinang 3.619.643 3.830.760 4.392.858 4.621.290 4.583.737
c. Dati II lain 770.775 878.621 1.026.892 1.042.962 897.580
3. Total DPK 14.071.918 14.446.343 16.332.781 16.601.580 16.504.267
a. Batam 9.873.065 9.966.579 11.249.163 11.245.003 11.333.963
b. Tj. Pinang 3.442.043 3.609.408 4.067.217 4.328.898 4.288.931
c. Dati II lain 756.810 870.356 1.016.401 1.027.679 881.373
4. Total Kredit 9.291.399 9.944.195 10.653.877 10.529.216 10.748.302
a. Batam 7.623.089 8.139.988 8.729.088 8.512.180 8.568.486
b. Tj. Pinang 1.319.883 1.423.511 1.539.970 1.622.192 1.736.256
c. Dati II lain 348.427 380.696 384.819 394.844 443.560
5. LDR (%) 66,03 68,84 65,23 63.42 65.12
a. Batam 77,21 81,67 77,6 77.73 75.60
b. Tj. Pinang 38,35 39,44 37,86 37.47 40.48
c. Karimun 41,65 39,89 38,41 38.32 41.72
d. Natuna 59,59 54,34 36,83 38.63 83.06
6. NPLs (%) 2,33 2,94 2,60 2.96 2.79
a. Batam 2,14 2,96 2,76 3.15 2.61
b. Tj. Pinang 3,21 2,64 2,04 2.44 4.07
c. Karimun 4,84 5,29 1,72 1.47 1.76
d. Natuna 0 0 0 0.04 0.18
Sumber : Bank Indonesia
3.2.1. Total Asset Bank Umum
Pada triwulan II 2009 total asset bank umum tercatat sebesar Rp20,19 triliun atau
mengalami penurunan sebesar Rp52,25 miliar (0,26%) dibanding triwulan I 2009 yang
tercatat sebesar Rp20,24 triliun. Namun secara tahunan pada triwulan II 2009 terjadi
peningkatan total asset bank umum di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp3,48 triliun
(20,83%) terhadap posisi yang sama tahun sebelumnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
41
Berdasarkan Dati II, kegiatan bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam,
dimana jumlah total asset bank umum sebagian besar masih tetap terhimpun di Kota Batam.
Total asset bank umum yang ada di Kota Batam pada triwulan II 2009 sebesar Rp14,70 triliun
atau 72,85% dari seluruh total asset bank umum di Kepulauan Riau. Sedangkan total asset
yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Tanjung Pinang sebesar Rp4,58 triliun atau
22,70% dari seluruh asset perbankan di Kepulauan Riau. Sementara itu total asset perbankan
di wilayah Kepulauan Riau (Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Natuna) sebesar
Rp897,58 miliar (4,44%).
Penurunan total asset bank umum yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau pada
triwulan II 2009 terutama dipengaruhi oleh penurunan total asset yang terjadi di Tanjung
Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna yang turun sebesar Rp145,38 miliar (13,94%) dan
penurunan yang terjadi di Kota Tanjung Pinang sebesar Rp37,55 miliar (0,81%). Sedangkan
total asset bank umum di Kota Batam justru mengalami peningkatan sebesar Rp130,69 miliar
(0,90%) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II
2009 mengalami peningkatan sebesar Rp3,48 triliun (20,83%). Peningkatan ini dipengaruhi
oleh peningkatan total asset perbankan yang terjadi di seluruh kota maupun kabupaten.
Total asset perbankan di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp2,39 triliun
(19,40%) diikuti oleh total asset perbankan di Kota Tanjung Pinang yang mengalami
peningkatan Rp964,09 miliar (26,64%). Total asset di Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun
dan Natuna secara tahuna juga mengalami pergerakan yang sama dengan Kota Batam dan
Kota Tanjung Pinang. Total asset perbankan di wilayah ini mengalami peningkatan sebesar
Rp126,81 miliar (16,45%).
Diagram 3.1. Share Asset Bank Umum
Grafik 3.4. Perkembangan Asset Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
42
3.2.2. Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Pada triwulan II 2009, secara triwulanan jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh
bank umum mengalami penurunan sebesar Rp97,31 miliar (0,59%) menjadi sebesar Rp16,50
triliun. Penurunan DPK bank umum pada triwulan II 2009 sebagian besar disumbangkan oleh
penurunan simpanan dalam bentuk giro yang turun Rp312,66 miliar (4,52%) dibandingkan
triwulan sebelumnya sehingga tercatat sebesar Rp6,60 triliun dan penurunan simpanan
dalam bentuk deposito yang turun sebesar Rp30,90 miliar (0,80%). Sementara itu simpanan
dalam bentuk tabungan secara triwulanan justru mengalami peningkatan sebesar Rp246,25
miliar (4,24%). Peningkatan simpanan dalam bentuk tabungan ini searah dengan
peningkatan yang terjadi pada kredit. Hal ini terjadi karena rekening tabungan biasanya
digunakan untuk rekening penampung bagi pencairan kredit.
Meskipun mengalami penurunan, secara nominal porsi simpanan giro masih
merupakan jenis simpanan terbesar (39,97%) diantara dua jenis simpanan lain dengan nilai
nominal sebesar RpRp6,59 triliun. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp6,05
triliun (36,68%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,85 triliun
(23,34%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam
turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan
masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat
menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan
masyarakat di perbankan.
3.2.3. Kredit Bank Umum
Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp10,75 triliun atau naik sebesar
Rp219,09 miliar (2,08%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah kredit yang
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum
Diagram 3.2. Share DPK Bank Umum
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
43
disalukan oleh bank umum tersebut berakibat pada peningkatan tingkat LDR (Loan to
Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau dari 63,42% pada triwulan I 2009
menjadi 65,12% pada triwulan laporan.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam
sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,54 triliun atau 42,29% dari
total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing
sebesar Rp3,76 triliun (34,99%) dan Rp2,44 triliun (22,71%).
Dari segi pertumbuhan, jenis kredit yang mengalami peningkatan pada triwulan II
2009 adalah kredit konsumsi yang mengalami peningkatan sebesar Rp231,01 miliar (5,35%)
terhadap triwulan I 2009. Sedangkan secara tahunan kredit konsumsi mengalami
peningkatan sebesar Rp840,31 miliar (22,68%). Searah dengan kredit konsumsi, kredit
modal kerja pada triwulan I 2009 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Kredit modal kerja pada triwulan II 2009 meningkat sebesar Rp13,29 miliar (0,35%).
Sedangkan secara tahunan kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar Rp420,50
miliar (12,59%). Sementara itu, kredit investasi pada triwulan laporan justru mengalami
penurunan sebesar Rp25,21 miliar (1,02%) terhadap triwulan I 2009. Namun secara tahunan
kredit investasi pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp196,09 miliar
(8,73%). NPL bank umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL bank umum menurun dari
2,96% pada triwulan I 2009 menjadi 2,79% pada triwulan laporan.
Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Diagram 3.3. Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
44
3.2.4. Kredit UMKM Bank Umum
Searah dengan yang terjadi pada total kredit bank umum, penyaluran kredit UMKM
pada triwulan II 2009 juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan I 2009 penyaluran
kredit UMKM tercatat sebesar Rp5,64 triliun, pada triwulan II 2009 kredit UMKM bank
umum turun menjadi sebesar Rp5,81 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp165,06
miliar (2,92%). Sedangkan secara tahunan kredit UMKM bank umum pada triwulan II 2009
mengalami peningkatan sebesar Rp821,81 miliar (15,54%).
Sementara itu jika dilihat dari share kredit UMKM, menunjukkan trend penurunan
dari awal tahun 2009. Namun pada triwulan II 2009 nampak telah menunjukkan kenaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 share kredit UMKM tercatat
sebesar 53,61% maka pada triwulan II 2009 share kredit UMKM mengalami peningkatan
menjadi 54,05%. Peningkatan share kredit UMKM ini merupakan salah satu bentuk
perhatian kalangan perbankan terhadap pengembangan bisnis berskala kecil dan mikro di
wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
3.3 BANK PERKREDITAN RAKYAT
Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan
pergerakan ekonomi yang cukup dinamis, Provinsi Kepulauan Riau menarik minat investor
untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR.
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM dan Share terhadap Total Kredit
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
45
Adapun alasan investor tersebut memilih BPR karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan
modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit.
Tabel 3.2 – Perkembangan Indikator Bpr (dalam jutaan rupiah)
KETERANGAN 2008 2009
Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 TOTAL ASSET 680.641 776.379 918.784 1.086.223 1.120,17 TOTAL DANA 504.879 564.556 660.973 801.204 816,64 a. Tabungan 44.805 51.715 63.749 82.123 102,99 b. Deposito 460.073 512.841 597.224 719.079 713,65 TOTAL KREDIT 461.337 538.346 563.476 593.136 642,73 a. Investasi 40.208 50.540 52.551 54.784 61,32 b. Modal Kerja 108.041 128.903 128.638 134.479 143,82 c. Konsumsi 313.088 358.903 382.287 403.873 437,59
Sampai dengan triwulan II 2009 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat
ada 26 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 2 (dua) BPR yaitu
BPR Karimun Sejahtera dan BPR Harapan Bunda Batam. Perkembangan BPR yang sudah
beroperasi juga tergolong cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan share beberapa
indikator kinerja BPR terhadap perbankan di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan.
‘
Dilihat dari total asset, share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi
Kepulauan Riau mengalami peningkatan secara gradual tiap triwulan. Pada triwulan II 2009
terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada triwulan I 2009 share asset BPR terhadap
total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 5,09% maka pada triwulan II 2009
share total asset BPR Provinsi Kepulauan Riau terhadap perbankan provinsi Kepulauan Riau
Grafik 3.8. Share Asset BPR Terhadap Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.9. Share Kredit BPR Terhadap Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
46
tercatat sebesar 5,26%. Peningkatan share ini terjadi karena total asset BPR terus mengalami
pertumbuhan secara konsisten sedangkan total asset bank umum justru mengalami
penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Selain itu peningkatan asset share asset BPR tersebut tidak lepas dari tingkat
pertambahan BPR baru yang cukup tinggi. Adanya peningkatan jumlah BPR tersebut
memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan baik
konsumsi, investasi maupun modal kerja. Penambahan jumlah BPR tersebut juga dapat ikut
serta mendorong pertumbuhan sektor usaha domesitik khususnya koperasi dan UMKM.
Dari sisi pembiayaan, share kredit BPR terhadap total kredit perbankan di Provinsi
Kepulauan Riau juga mengalami peningkatan terhadap triwulan I 2009. Pada triwulan II 2009
share kredit BPR terhadap total kredit perbankan tercatat sebesar 5,98% lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,33%. Peningkatan share
kredit ini dipengaruhi oleh peningkatan kredit yang disalurkan oleh BPR lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan kredit bank umum.
3.3.1. Total Asset Bank Perkreditan Rakyat
Total asset BPR yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam sampai
dengan triwulan II 2009 terus melanjutkan trend peningkatan. Sampai dengan triwulan II
2009, total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp33,94 miliar (3,12%) menjadi
sebesar Rp1,12 triliun dibanding triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp1,09 miliar. Secara
tahunan total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp439,53 miliar (64,58%)
dibanding posisi yang sama pada tahun 2008.
Grafik 3.10. Perkembangan Asset BPR
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
47
3.2.5. DPK Bank Perkreditan Rakyat
Sebagaimana indikator BPR yang lain, total dana yang berhasil dihimpun oleh BPR
pada triwulan laporan meningkat dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009
total dana yang dihimpun BPR tercatat sebesar Rp801,20 miliar, maka pada triwulan II 2009
DPK BPR meningkat menjadi Rp816,64 miliar atau naik sebesar Rp15,44 miliar (1,93%).
Secara tahunan dana yang berhasil dihimpun oleh BPR mengalami peningkatan sebesar
Rp311,76 miliar (61,75%). Sebagaimana karakteristik BPR, sebagian besar dana masyarakat
yang dihimpun oleh BPR disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan simpanan dalam
bentuk tabungan biasanya digunakan oleh nasabah untuk proses pencairan kredit. Dana
simpanan dalam bentuk deposito yang dihimpun oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau tercatat
sebesar Rp713,65 miliar atau 87,39% dari seluruh total DPK BPR. Sedangkan 10,61%
disimpan dalam bentuk tabungan sebesar Rp102,99 miliar.
Simpanan dalam bentuk deposito pada triwulan II 2009 mengalami penurunan
sebesar Rp5,42 miliar (0,75%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara
tahunan simpanan dalam bentuk deposito di BPR mengalami peningkatan sebesar Rp253,58
miliar (55,12%). Secara triwulanan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami
peningkatan sebesar Rp20,86 miliar (25,40%) dibandingkan triwulan I 2009. Sedangkan
secara tahunan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan yang cukup
tinggi yaitu sebesar Rp58,18 miliar (129,85%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008.
Peningkatan jumlah tabungan ini searah dengan peningkatan kredit karena rekening
tabungan digunakan untuk menampung pencairan kredit yang dilakukan oleh BPR kepada
nasabahnya.
Grafik 3.11. Perkembangan DPK BPR Diagram 3.4. Share DPK BPR
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
48
3.6. Kredit Bank Perkreditan Rakyat
Searah dengan penyaluran kredit bank umum yang mengalami peningkatan,
penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR kepada masyarakat pada triwulan II 2009 juga
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2009. Jumlah kredit yang disalurkan oleh 26
BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 tercatat
sebesar Rp642,73 miliar atau meningkat Rp49,59 miliar (8,36%) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp593,14 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit BPR
di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp181,39 miliar (39,32%)
dibandingkan triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp461,34 miliar.
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar
digunakan untuk keperluan konsumsi. Kredit untuk konsumsi yang disalurkan BPR di wilayah
kerja KBI Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp437,58 miliar atau 68,08% dari
seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sementara kredit untuk modal kerja yang
diberikan BPR di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp143,82 miliar atau 22,38% dari seluruh
total kredit yang diberikan oleh BPR. Sedangkan porsi kredit investasi adalah sebesar Rp61,32
miliar (9,54%).
Kredit konsumsi BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami
peningkatan sebesar Rp33,71 miliar (8,35%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat
sebesar Rp403,87 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit konsumsi BPR mengalami
peningkatan sebesar Rp124,50 miliar (39,76%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008.
Kredit modal kerja yang disalurkan BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II
2009 mengalami peningkatan sebesar Rp9,34 miliar (6,95%) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp108,04 miliar. Sedangkan secara tahunan kredit modal
Grafik 3.12.. Perkembangan DPK BPR Diagram 3.5. Share Kredit BPR
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
49
kerja BPR mengalami peningkatan sebesar Rp35,78 miliar (33,12%) dibandingkan posisi
triwulan II 2008.
Sementara itu kredit investasi yang disalurkan oleh BPR kepada masyarakat Provinsi
Kepulauan Riau sampai dengan triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp6,53
miliar (11,93%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp54,78 miliar. Secara
tahunan kredit investasi BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar
Rp21,11 miliar (52,50%) terhadap posisi yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar
Rp40,21 miliar.
Besarnya kredit BPR untuk keperluan konsumsi mencerminkan intermediasi yang
dilakukan BPR terhadap dunia usaha masih belum optimal. Sebagian besar BPR di Provinsi
Kepulauan Riau menyalurkan kredit untuk keperluan pembelian mobil dan beberapa untuk
pembelian rumah atau ruko. Sedangkan porsi yang untuk kredit produktif terutama
pemberdayaan UMKM masih kurang optimal. Hal ini perlu digalakkan mengingat
sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan keberadaan BPR adalah sebagai lembaga
pembiayaan sektor-sektor produktif untuk UMKM dan Koperasi.
Sementara itu, NPLs kredit yang diberikan oleh BPR sampai dengan triwulan II 2009
mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPLs kredit BPR pada
triwulan laporan tercatat sebesar 1,48% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2008
yang tercatat sebesar 2,10%. Peningkatan kredit yang cukup tinggi ikut mempengaruhi
penurunan NPLs BPR di Provinsi Kepulauan Riau karena kredit baru cenderung lebih lancar
daripada kredit lama.
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit dan NPLs BPR
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
50
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
4.1 TARGET APBD TAHUN BERJALAN
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan sarana yang strategis
dan mutlak untuk menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan guna
menyediakan pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan serta melindungi hak-hak
masyarakat. Terkait dengan itu, pemerintah daerah cukup menyadari bahwa krisis keuangan
global akan berdampak pada kondisi perekonomian regional Kepulauan Riau. Karenanya
kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas pembangunan di tahun 2009 diupayakan dapat
menjadi instrumen pendorong yang memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan disahkannya APBD Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai daerah
pemekaran terbaru maka total APBD T.A. 2009 untuk seluruh kabupaten/kota di provinsi
Kepulauan Riau mencapai Rp 6,97 triliun, atau meningkat sekitar 35% dari APBD tahun 2008
yang tercatat sebesar Rp 5,15 triliun. Sekitar 76% dari anggaran pengeluaran tersebut
diperkirakan bersumber dari sisi penerimaan yang ditargetkan sebesar Rp 5,34 triliun, naik
mencapai 27,7% dibanding tahun 2008.
Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau
Tahun Anggaran 2007 s.d. 2009
2007 2008 % ∆ 2007-2008 2009* % ∆
2008-2009PENDAPATAN 4,815,445 4,178,569 -13.2% 5,336,421 27.7%
BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH 598,897 952,217 59.0% 1,050,396 10.3%DANA PERIMBANGAN 3,969,281 2,903,001 -26.9% 4,089,414 40.9%LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 247,267 323,351 30.8% 196,611 -39.2%
BELANJA 6,220,533 5,155,325 -17.1% 6,973,402 35.3%BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,687,938 1,959,360 16.1% 2,574,573 31.4%- Belanja subsidi 35,044 79,218 126.1% 123,996 56.5%- Belanja hibah 87,153 61,420 -29.5% 157,308 156.1%- Belanja bantuan sosial 240,368 194,997 -18.9% 240,188 23.2%
BELANJA LANGSUNG 4,532,595 3,195,965 -29.5% 4,398,829 37.6%- Belanja pegawai 616,802 400,679 -35.0% 607,547 51.6%- Belanja barang dan jasa 1,477,486 1,330,753 -9.9% 1,617,929 21.6%- Belanja modal 2,438,307 1,464,533 -39.9% 2,173,353 48.4%
SURPLUS/(DEFISIT) (1,405,088) (976,756) -30.5% (1,635,981) 67.5%
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah *) termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
51
Kenaikan target penerimaan antara lain dipengaruhi oleh penyesuaian harga
komoditas internasional, sehingga dana perimbangan yang diterima atas pemanfaatan
sumber daya alam yang ada di daerah relatif meningkat. Pos Dana Perimbangan ditargetkan
sebesar Rp 4,09 triliun atau meningkat 40,9%, dari Rp 2,9 triliun di tahun 2008. Alokasi
APBN tersebut diberikan dalam bentuk Dana Sektoral sekitar Rp 1,35 triliun, Dana
Dekonsentrasi Rp 234,8 miliar, Dana Tugas Pembantuan sekitar Rp82,5 miliar, Dana Alokasi
Umum (DAU) sebesar Rp 1,56 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 224,2
miliar. Meningkatnya APBD 2009 ini diharapkan mampu menjadi penopang pertumbuhan
provinsi Kepulauan Riau di tengah kontraksi perekonomian yang terjadi dalam 2 kuartal
terakhir.
Pemerintahan provinsi memperoleh dana DAU terbesar yakni mencapai Rp 403,13
milyar atau 25,9% dari total alokasi DAU oleh pemerintah pusat. Sedangkan kota Batam
mendapatkan DAU sebesar Rp 279,66 M. Selanjutnya kota Tanjungpinang memperoleh Rp
229,3 miliar, kabupaten Karimun Rp 183,9 M, kabupaten Lingga Rp 178,5 M, kabupaten
Bintan Rp 161,2 miliar, kabupaten Natuna sebesar Rp 90,3 milyar, dan kabupaten Kepulauan
Anambas mendapat Rp 33 miliar.
Tabel 4.2. Perkembangan APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau T.A. 2009
Pendapatan Asli Daerah 424,686 223,613 132,761 13,793 184,208 41,955 29,380 0 1,050,396Pajak daerah 407,182 191,458 115,970 3,607 136,932 12,986 2,000 0 870,135Retribusi daerah 3,550 12,235 2,075 241 39,141 12,442 1,880 0 71,564Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan 680 1,720 7,000 3,600 1,355 3,190 0 0 17,545Lain-lain PAD yang sah 13,274 18,200 7,716 6,345 6,780 13,337 25,500 0 91,152
Dana Perimbangan 905,314 322,485 345,328 715,196 758,330 504,506 285,177 253,078 4,089,414Dana bagi hasil pajak/bukan pajak 481,250 105,294 163,088 585,937 362,576 239,982 70,652 215,966 2,224,745Dana alokasi umum 403,132 183,940 161,220 90,285 279,663 229,303 178,517 33,015 1,559,075Dana alokasi khusus 20,932 33,251 21,020 38,974 34,651 35,221 36,008 4,097 224,154Lain-lain 0 0 0 0 81,440 0 0 0 81,440
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 0 10,225 22,202 10,380 64,068 33,095 40,000 16,641 196,611TOTAL PENDAPATAN 1,330,000 556,323 500,291 739,369 1,006,606 579,556 354,557 269,719 5,336,421Belanja tidak langsung 460,302 352,957 265,642 402,075 473,815 323,684 184,662 111,436 2,574,573
Belanja pegawai 174,549 273,717 201,670 213,180 388,193 269,324 134,181 88,696 1,743,510Belanja subsidi 0 0 0 88,344 32,318 0 2,334 1,000 123,996Belanja hibah 44,948 20,930 14,940 27,345 18,930 16,300 13,915 0 157,308Belanja bantuan sosial 66,505 22,600 17,369 36,648 25,030 33,060 21,176 17,800 240,188Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota/Desa 168,800 0 0 0 4,344 1,000 9,056 0 183,200Belanja bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota/Desa 5,000 34,710 29,663 34,558 0 2,500 0 1,940 108,371Belanja tidak terduga 500 1,000 2,000 2,000 5,000 1,500 4,000 2,000 18,000
Belanja langsung 1,175,698 544,423 428,229 597,294 730,927 315,890 446,904 159,464 4,398,829Belanja pegawai 198,747 86,001 50,279 60,861 98,878 46,876 48,527 17,378 607,547Belanja barang dan jasa 340,085 180,117 132,607 265,377 276,259 177,170 147,507 98,807 1,617,929Belanja modal 636,866 278,305 245,343 271,056 355,790 91,844 250,870 43,279 2,173,353
TOTAL BELANJA 1,636,000 897,380 693,871 999,369 1,204,742 639,574 631,566 270,900 6,973,402SURPLUS/(DEFISIT) (306,000) (341,057) (193,580) (260,000) (198,136) (60,018) (277,009) (1,181) (1,636,981)
- Penerimaan Pembiayaan Daerah 310,000 341,207 196,580 260,000 200,136 60,018 262,353 1,181 1,631,475- Pengeluaran Pembiayaan Daerah 4,000 150 3,000 0 2,000 0 3,675 0 12,825
Kabupaten Lingga
Kab. Kep. Anambas Total Kep.RiauJENIS ANGGARAN Provinsi
Kep. RiauKabupaten
KarimunKabupaten
BintanKabupaten
NatunaKota
Batam Kota
Tj. Pinang
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
52
Selain DAU, pemerintah pusat juga telah menyiapkan anggaran untuk RTSM (Rumah
Tangga Sangat Miskin). Dengan dana ini, sekitar 10 ribu kepala keluarga rumah tangga
sangat miskin (RTSM) di Kepulauan Riau akan mendapatkan alokasi dari APBN senilai Rp 20
miliar untuk jangka waktu enam tahun ke depan. Selama program tersebut berlangsung,
setiap warga yakni ibu dan anak mendapat Rp 800 ribu sampai Rp 2,2 juta per tahun yang
diserahkan tiap tahun dalam bentuk tunai dan fasilitas sarana kesehatan.
Terkait dengan upaya antisipasi dampak krisis global di Kepulauan Riau, Pemerintah
Pusat telah mengalokasikan stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur senilai Rp 60
miliar. Untuk stimulus infrastruktur ini, provinsi Kepulauan Riau mendapatkan alokasi dana di
atas provinsi lain. Stimulus fiskal itu diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat
yang terkena krisis ekonomi. Stimulus itu dianggarkan untuk pembangunan Pelabuhan
Malarko di Karimun senilai Rp 20 miliar, pembangunan fasilitas Pelabuhan Dompak
dianggarkan Rp 15 miliar, dukungan ekspansi sektor riil Departemen Perdagangan di
Kabupaten Kepulauan Anambas senilai Rp 10 miliar dan di Karimun Rp 15 miliar. Program
tersebut sudah disahkan Panitia Anggaran DPR-RI dan segera dilaksanakan akhir Maret ini.
4.2. TINGKAT PENYERAPAN APBD HISTORIS
Secara keseluruhan kemampuan penyerapan anggaran oleh pemerintah kabupaten
dan kota belum optimal. Tingkat penyerapan anggaran dalam 3 tahun terakhir diperkirakan
semakin menurun. Penyerapan anggaran belanja di tahun 2006 sempat melampaui target
pengeluaran dengan tingkat realisasi sekitar 102,7%, didorong tingginya penyerapan di
kabupaten Bintan, Karimun, dan kota Tanjungpinang. Namun di tahun 2007 turun menjadi
87,8%, dan di tahun 2008 diperkirakan hanya terserap sebesar 86,3%.
Sumber : DJPK, diolah
Grafik 4.2. Tingkat Penyerapan APBD Masing-Masing Kab./Kota
di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : DJPK, diolah
Grafik 4.1. Tingkat Penyerapan APBD Total
Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
53
Adapun daerah yang memiliki tingkat penyerapan anggaran belanja tertinggi adalah
kabupaten Bintan, dimana realisasi belanja di tahun 2008 diperkirakan sebesar Rp 663 milyar,
yang berarti mencapai 127,9% dari target 2008 sebesar Rp 518,3 milyar. Pengelolaan
keuangan yang cukup optimal juga ditunjukkan oleh kabupaten Karimun. Realisasi anggaran
selama kurun waktu tahun 2005-2007 melampaui target APBD yang ditetapkan. Bahkan
pada tahun 2007, tingkat penyerapan anggaran tercatat sebesar 162,7%. Namun di tahun
2008, tingkat penyerapan anggaran menurun drastis menjadi 80,2%. Adapun tingkat
penyerapan anggaran terendah terjadi pada kabupaten Natuna, dimana pada tahun 2007
hanya terealisasi sebesar 73,5%, dan di tahun 2008 diperkirakan sedikit meningkat menjadi
75% dari ta rget APBD TA.2008 yang disetujui sebesar Rp 1,04 triliun.
Antisipasi pemerintah dalam merespon lesunya aktivitas ekonomi akibat krisis global
antara lain terlihat dari kenaikan pos Belanja Modal mencapai Rp 709 milyar atau 48,4%
dibanding tahun sebelumnya, serta belanja Barang dan Jasa yang meningkat 21,6 %. Hal ini
diharapkan dapat mendorong kontribusinya terhadap pembentukan PDRB di sisi Konsumsi
dan Investasi yang mengalami penurunan signifikan di tahun 2008. Di samping itu,
keberpihakan pemerintah pada masyarakat kecil (ekonomi lemah) ditunjukkan dengan
meningkatnya pos belanja Subsidi, Hibah, dan Bantuan Sosial yang masing-masing sekitar Rp
45 milyar (56,5%), Rp 96 milyar (156,1%), dan Rp 45 milyar (23,2%). Terkait dengan itu,
kontribusinya terhadap total APBD juga relatif meningkat di tahun 2009.
Dengan demikian, partisipasi aktif pemerintah daerah Kepulauan Riau menjadi
semakin penting dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya sejalan dengan
target pertumbuhan Nasional tahun 2009. Percepatan realisasi belanja secara proporsional
diyakini mampu memberi stimulus positif bagi penciptaaan lapangan kerja guna
Sumber : DJPK dan BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 4.3. Rasio Konsumsi dan Investasi Pemerintah
terhadap PDRB Kepulauan Riau
Sumber : DJPK, diolah
Gambar 4.1. Rasio Belanja Sosial, Hibah dan Subsidi
terhadap Total APBD Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
54
meminimalisir dampak krisis yang semakin intens dirasakan pada triwulan II-2009 ini, yang
diperkirakan masih akan berlangsung di triwulan mendatang.
4.3 APBD PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Secara ringkas beberapa kebijakan prioritas pembangunan Provinsi Kepulauan Riau
tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Kualitas di Bidang Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan;
2. Mendorong peningkatan perekonomian daerah dan penurunan jumlah penduduk
miskin.
3. Peningkatan infrastruktur dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan
antar daerah dan melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana perkantoran
Pemerintah Provinsi;
4. Peningkatan kemampuan keuangan daerah.
5. Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good and
Clean Government);
6. Meningkatkan keamanan dan ketertiban dalam rangka menghadapi Pemilu 2009.
7. Peningkatan kehidupan beragama, memajukan budaya, kesenian dan peningkatan
peranan perempuan
Untuk melaksanakan berbagai kebijakan tersebut telah disusun sejumlah program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2009 mendatang. Untuk membiayai
program dan kegiatan tersebut maka APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 ditargetkan
sebesar Rp 1,64 triliun, yang berasal dari Pendapatan Daerah sebesar Rp 1,33 triliun serta dari
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 310 milyar, terdiri dari Sisa Anggaran
Lebih (SAL) tahun 2008 sebesar Rp 190 milyar dan kelebihan pendapatan tahun 2008
sebesar Rp 37 milyar.
APBD tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 18,12% jika dibandingkan dengan
APBD Tahun 2008. Kenaikan tersebut dikarenakan terjadinya kenaikan pada target
Pendapatan Daerah sebesar 10,35% dibandingkan tahun 2008, dan besarnya estimasi Sisa
Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang dianggarkan pada RAPBD tahun 2009 yaitu
sebesar 13,68% dari APBD 2008.
Target penerimaan Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2009
direncanakan berasal dari Pajak Daerah sebesar Rp 407,18 milyar, Retribusi Daerah Rp 3,55
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
55
milyar, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (PT. Pembangunan Kepri)
sebesar Rp 680 juta dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp 13,27 milyar,
serta porsi Dana Perimbangan sebesar Rp 905,31 milyar.
Sampai saat ini penerimaan Pajak Daerah masih bertumpu pada sektor Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) yang memberikan kontribusi sebesar 99,6% dari total
target Pajak Daerah. Peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dimungkinkan
karena adanya kenaikan jumlah kendaraan bermotor, kebijakan pemutihan dan penyuluhan
kepada wajib pajak. Sedangkan kenaikan komponen Retribusi Daerah diatas 100%
diperkirakan sejalan dengan mulai diterapkannya Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.
4.3.3. Realisasi Penerimaan
Penerimaan pemerintah sampai dengan bulan Mei 2009 diperkirakan sebesar Rp 385
milyar atau 28,98% dari target penerimaan sebesar Rp 1,33 triliun. Sumbangan penerimaan
terbesar berasal dari pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) senilai Rp 201,57 milyar yang
teralisasi secara proporsional. Selain itu penerimaan dari Pajak Daerah sebesar Rp 149,42
milyar juga memberi kontribusi signifikan terhadap penerimaan tahun berjalan.
Realisasi penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan
bulan Mei diperkirakan sebesar Rp 162 milyar atau 36,3% dari target PAD tahun 2009.
Rendahnya tingkat realisasi diduga karena tidak disetujuinya beberapa rancangan Peraturan
Daerah (ranperda) terkait dengan optimalisasi sumber-sumber penerimaan di daerah. Kondisi
tersebut jug tercermin dari rendahnya penerimaan yang berasal dari Retribusi Daerah, dimana
sampai bulan Mei hanya terealisasi sebersar Rp 944,38 milyar, atau 26,6%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
56
Tabel 4.3.
Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
Jan‐09 Feb‐09 Mar‐09 Apr‐09 Mei‐2009 Total Pencapaian(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (%)
1. PENDAPATAN ASLI DAERAHPajak Daerah 407,182,211,139 30,361,614,060 28,968,679,631 27,148,292,076 36,057,881,532 26,885,825,006 149,422,292,305 36.70%Retribusi Daerah 3,550,000,000 144,621,700 199,933,875 399,223,372 119,675,950 80,925,000 944,379,897 26.60%‐ Retribusi Jasa Umum 2,130,000,000 94,336,700 134,928,875 285,261,312 7,992,500 3,980,000 526,499,387 24.72%‐ Retribusi Jasa Usaha 1,420,000,000 50,285,000 65,005,000 113,962,060 111,683,450 76,945,000 417,880,510 29.43%Lain‐lain Pendapatan Asli Daerah 13,274,294,104 7,777,874,987 972,512,467 993,830,508 1,146,425,345 1,190,106,498 12,080,749,805 91.01%TOTAL PAD 424,006,505,243 38,284,110,747 30,141,125,973 28,541,345,956 37,323,982,827 28,156,856,504 162,447,422,007 38.31%
2. DANA PERIMBANGANBagi Hasil Pajak / Bukan Pajak 185,871,207,341 1,986,166,658 864,063,464 1,379,207,194 1,525,060,718 1,408,969,097 7,163,467,131 3.85%‐ Bagi Hasil Pajak 99,000,000,000 1,330,511,539 206,374,364 224,035,662 267,053,105 287,136,482 2,315,111,152 2.34%‐ Bagi Hasil Bukan Pajak 16,607,427,341 655,655,119 657,689,100 1,155,171,532 1,258,007,613 1,121,832,615 4,848,355,979 29.19%‐ Pajak Penghasilan Orang Pribadi 70,263,780,000 0 0 0 0 0 0 0.00%Bagi Hasil Bukan Pajak 295,378,807,416 0 0 1,383,218,447 12,732,369,800 0 14,115,588,247 4.78%Dana Alokasi Umum 403,132,480,000 67,188,748,000 33,594,374,000 33,594,374,000 33,594,374,000 33,594,374,000 201,566,244,000 50.00%Dana Alokasi Khusus 20,931,000,000 0 0 0 0 0 0 0.00%TOTAL DANA PERIMBANGAN 905,313,494,757 69,174,914,658 34,458,437,464 36,356,799,641 47,851,804,518 35,003,343,097 222,845,299,378 24.62%
TOTAL PENERIMAAN DAERAH 1,329,320,000,000 107,459,025,405 64,599,563,437 64,898,145,597 85,175,787,345 63,160,199,601 385,292,721,385 28.98%
JENIS PENERIMAANTARGET TA. 2009
Jan ‐ Mei 2009
4.3.3. Realisasi Belanja
Adapun penyerapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi sampai dengan bulan Juni
2009 lebih tinggi baik dibandingkan sisi penerimaan. Anggaran belanja yang terserap
diperkirakan sebesar Rp 637,61 milyar atau 38,97% dari target APBD sebesar Rp 1,64 triliun.
Namun demikian, penyerapan anggaran selama periode triwulan II 2009 ini relative lebih baik
dibanding triwulan I yang baru terserap sekitar 14% dari target yang ditetapkan.
Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
Jan‐09 Feb‐09 Mar‐09 Apr‐09 Mei‐2009 Jun‐09 Total Pencapaian(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (%)
1. BELANJA TIDAK LANGSUNG‐ Belanja Pegawai 174,549,153,245 5,014,542,353 10,992,056,366 10,037,640,437 14,528,624,733 9,466,822,862 20,542,773,657 102,169,162,054 58.53%‐ Belanja Subsidi ‐ 0 0 0 0 0 0 871,704,000 ‐‐ Belanja Hibah 44,947,814,000 0 1,800,000,000 5,222,978,400 7,763,000,000 4,106,500,000 2,129,000,000 30,311,005,000 67.44%‐ Belanja Bantuan Sosial 66,505,000,000 0 4,640,800,000 7,541,333,000 8,613,250,000 5,723,280,000 2,745,850,000 35,986,094,000 54.11%‐ Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Ka 168,800,000,000 0 8,243,421,369 0 0 0 2,410,208,900 2,410,208,900 1.43%‐ Belanja Bantuan Keuangan kpd Pr 5,000,000,000 0 0 2,500,000,000 0 0 0 0 0.00%‐ Belanja Tidak Terduga 500,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0.00%TOTAL BELANJA TIDAK LANGSUN 460,301,967,245 5,014,542,353 25,676,277,735 25,301,951,837 30,904,874,733 19,296,602,862 27,827,832,557 171,748,173,954 37.31%
02. BELANJA LANGSUNG 0‐ Belanja Pegawai 198,746,557,593 13,274,525,140 18,383,101,826 23,713,054,393 6,977,306,405 7,092,399,216 55,179,631,451 92,962,391,465 46.77%‐ Belanja Barang dan Jasa 340,085,093,262 40,350,991,566 61,702,018,296 86,088,762,523 26,032,409,704 29,094,326,842 23,119,281,065 164,334,780,134 48.32%‐ Belanja Modal 636,866,381,900 14,340,968,375 19,805,400,579 25,393,135,871 102,527,467,777 29,667,456,380 50,981,968,651 208,570,028,679 32.75%TOTAL BELANJA LANGSUNG 1,175,698,032,755 67,966,485,081 99,890,520,701 135,194,952,787 135,537,183,886 65,854,182,438 129,280,881,167 465,867,200,278 39.62%
TOTAL PENGELUARAN 1,636,000,000,000 119,132,197,712 170,737,583,636 228,913,816,589 166,442,058,619 85,150,785,300 157,108,713,724 637,615,374,232 38.97%
Tw.II 2009JENIS PENGELUARAN
TARGET TA. 2008
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
57
Perhatian pemerintah provinsi terhadap dampak krisis global semakin tercermin dari
tingginya penyerapan anggaran pada pos belanja Subsidi, Hibah dan Bantuan Sosial.
Pemerintah provinsi telah mengeluarkan dana sebesar Rp 871,7 juta untuk Belanja subsidi
yang sebelumnya tidak ditargetkan. Untuk belanja Hibah, anggaran yang telah teralisasi
mencapai Rp 30,31 milyar atau 67,4%. Sementara untuk belanja Bantuan Sosial sebesar Rp
35,98 milyar, yang berarti 54,1% dari target yang ditetapkan.
Adapun realisasi belanja konsumsi pemerintah tergolong cukup optimal. Total belanja
Barang dan Jasa sampai dengan bulan Juni 2009 diperkirkan sebesar Rp 164,33 milyar atau
48,3%. Di lain pihak, pengeluaran investasi pemerintah belum proporsional dengan tingkat
realisasi sebesar 32,8%. Secara keseluruhan, pos belanja tidak langsung menyerap 37,3%,
sedangkan pos belanja tidak langsung baru terealisasi sekitar 39,6% dari target masing-
masing yang ditetapkan untuk tahun 2009. Belum optimalnya tingkat realisasi disebabkan
beberapa proyek yang belum terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
4.4. BERITA PERKEMBANGAN APBD PEMERINTAHAN KOTA/KABUPATEN LAINNYA
Penerimaan APBD kota Batam tahun 2009 diperkirakan minus sekitar Rp 18 miliar
setelah beberapa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait pemasukan dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum mendapat persetujuan dari Legislatif. Ranperda tersebut
antara lain rancangan penerimaan dari retribusi Reklame, Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
Menara Tower Terpadu (MTT), dan sumber lainnya. Tertundanya pengesahan disebabkan
beberapa faktor teknis seperti belum selesainya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW), fatwa planologi, dan tarif retribusi bangunan yang belum
disepakati. Dari target penerimaan di pos APBD, sektor MTT seharusnya dapat memberi
pemasukan sekitar Rp 5 miliar, target dari izin IMB sekitar Rp 7 miliar, izin retribusi dari Dinas
KP2 sekitar Rp 4,7 miliar, izin pengelolaan limbah Rp700 juta, dan izin reklame rencananya
menuyumbang pemasukan sekitar Rp 1,7 miliar.
Terkait pembangunan infrastruktur jalan di Kota Batam, Pemerintah Kota (Pemko)
Batam merespons keluhan berbagai pihak dengan secara langsung melakukan pembenahan
dan pembangunan di lokasi-lokasi yang memang sudah dialokasikan dalam perencanaan
pembangunan tahun 2009. Untuk mengatasi kerusakan jalan seluruh Batam, Pemko
menganggarkan dana sebesar Rp 108 miliar yang terdiri dari pengendalian banjir dan
pembangunan drainase di delapan lokasi dengan anggaran sebesar Rp14,711 miliar. Delapan
lokasi tersebut adalah bangunan pelintas di Jalan Soeprapto, Perumahan Villa Mukakuning,
Saluran sekunder Sagulung Sentosa, bangunan pelintas dan saluran kawasan Muka Kuning
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
58
(MKGR), bangunan pelintas belakang Pandawa, Saluran Sekunder kavling Sagulung Berseri,
Drainase Bengkong Asrama PLTD, RW 10, Drainase perum Putri, Batuaji, serta bangunan
pelintas depan DC Mall Jodoh.
Bila melihat dari tingkat penyerapan anggaran historis, kota Batam yang diharapkan
menjadi lokomotif pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau tidak pernah mencapai tingkat
realisasi optimal sejak tahun 2002. Penyerapan anggaran belanja rata-rata hanya sebesar
85,2%. Di tahun 2008, dari target APBD yang telah disahkan sebesar Rp 858 milyar
diperkirakan hanya terserap sekitar 86,7%.
Sementara itu untuk Kabupaten Bintan, APBD Tahun Anggaran 2009 yang disahkan
mencapai Rp 693,87 milyar. Namun berdasarkan kemampuan pendapatannya diperkirakan
hanya terkumpul sekitar Rp 500,29 miliar. Karena itu APBD Bintan 2009 mengalami defisit
sampai Rp 193 miliar. Untuk menutup defisit tersebut digunakan dana Silpa pada APBD 2008
lalu yang jumlahnya mencapai Rp 195,58 miliar. Besarnya dana Silpa historis dimana pada
tahun 2007 juga tersisa sebesar Rp 187 miliar dan di tahun 2006 mencapai lebih dari Rp 100
miliar menunjukkan rendahnya daya serap pembangunan kabupaten yang berpenduduk
sekitar 130 ribu jiwa ini.
Prioritas pembangunan daerah pada tahun anggaran 2009 ini akan diarahkan kepada
percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur serta peningkatan aksesibilitas dan
kualitas pendidikan masyarakat, serta bidang kesehatan guna menanggulangi kemiskinan
pada hampir 75% masyarakatnya yang berada di daerah pedesaan. Selain peningkatan
pembangunan ekonomi masyarakat, pengalokasian anggaran dalam APBD 2009 juga
diprioritaskan untuk percepatan pembangunan ibukota, pembangunan fisik kantor Bupati
dan DPRD Bintan (pola multi years) serta sejumlah perkantoran dinas dan badan. Pemantapan
Sumber : DJPK dan BPS Kepulauan Riau (diolah)
Grafik 4.4. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusi thp PDRB Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
59
kinerja pemerintahan daerah guna peningkatan pelayan publik, perbaikan perilaku
masyarakat dan penguatan budaya daerah juga menjadi skala prioritas yang menjadi
perhatian.
Penanganan kemiskinan yang akan dijalankan dengan pola pemberdayaan ekonomi
masyarakat mengacu pada banyaknya kantung-kantung kemiskinan di wilayah Bintan, antara
lain berada di Teluk Bintan, Mantang dan Kecamatan Bintan Pesisir.
Sedangkan bagi Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai wilayah pemekaran baru,
Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perdana yang disahkan mencapai Rp
270,9 miliar. APBD tersebut terdiri atas anggaran belanja langsung sebesar Rp 111,3 miliar
atau 41,14% dari total APBD, sedangkan untuk belanja langsung dialokasikan sekitar Rp 159
Miliar (58,86%).
Porsi belanja langsung atau belanja proyek yang relatif lebih besar disesuaikan
dengan tujuan awal pembangunan Anambas untuk mengutamakan pembangunan
infrastruktur. Lebih rinci, alokasi terbesar diberikan untuk wilayah Siantan yang mencapai
23,4% dari anggaran. Alokasi ini khususnya untuk membangun Siantan sebagai Ibukota
Anambas sesuai dengan amanat Undang-undang. Sedangkan untuk Jemaja, alokasi dana
pembangunan infrastuktur akan diberikan sebesar 15,8%. Sementara untuk Kecamatan
Siantan Tengah, Pemerintah Kabupaten akan mengalokasikan dana sebesar 12,4%, dan
Kecamatan Siantan Selatan dialokasikan sekitar 10,8%, serta terakhir pembangunan
kecamatan Siantan Timur dikucurkan dana sebesar 10,9% dari total anggaran belanja
langsung.
Untuk sektor yang pembangunan yang akan didahulukan mengacu kepada
kebijakan provinsi dimana sektor pendidikan menjadi prioritas. Setelah sektor pendidikan,
prioritas lainnya adalah sektor kesehatan serta sektor infrastruktur dan bangunan.
Secara keseluruhan, penyerapan APBD di wilayah Kepualauan Riau diperkirakan
mengalami deviasi dari target proporsional yang seharusnya. Kondisi ini salah satunya
disebabkan karena tertundanya pengesahan APBD yang sangat lazim terjadi, akibat
prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah
ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya
penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada
kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap
review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
60
Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember
untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, namun pihak Eksekutif baru mengajukan
rancangan anggaran kepada pihak Legislatif (DPRD) pada bulan Pebruari. Sementara itu
DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut guna
memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat.
Konsekuensinya, pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek dengan
tepat waktu. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan
pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk
merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan. Untuk mempercepat proses
pengesahan anggaran, baik pihak legislatif maupun eksekutif harus melakukan pendekatan
yang tegas dalam menerapkan langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelesaian proses
APBD secara efisien dan tepat waktu.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
61
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1. PENGEDARAN UANG KARTAL
Perkembangan aliran uang yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) Kantor
Bank Indonesia Batam pada triwulan II 2009 ditandai dengan angka outflow yang
mengalami peningkatan namun angka inflow menunjukkan trend penurunan. Pada
triwulan II 2009 terjadi outflow sebesar Rp759,19 miliar atau naik sebesar Rp176,65
miliar (30,30%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp Rp582,64
miliar.
Sementara itu inflow ke Kantor Bank Indonesia Batam tercatat sebesar
Rp61,73 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp103,68% (62,68%)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp165,41 miliar.
Sehingga melanjutkan trend sebelumnya dimana Kantor Bank Indonesia Batam selalu
mengalami outflow, pada triwulan laporan net outflow tercatat sebesar Rp697,46
miliar. Hal ini merupakan sesuai dengan pola outflow di KBI Batam yang selalu
mengalami penurunan di triwulan awal tahun dan kemudian mulai menunjukkan
peningkatan di triwulan-triwulan berikutnya. Penarikan tertinggi biasanya terjadi di
triwulan akhir tahun yang biasanya bertepatan dengan tahun baru dan perayaan hari
raya keagamaan (Natal dan Imlek).
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow Outflow
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
62
Tabel 5.1 Perkembangan Uang Kartal (dalam milyar rupiah)
KETERANGAN 2007 2008 2009
Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II
Inflow 47,68 214,06 59,97 60,95 64,57 278,55 165,41 61,73
Outflow 851,82 1.208,18 405,16 791,49 1.527,09 1.496,47 582,64 759,19
Net 804,14 994,12 345,19 730,54 1.462,53 1.217,92 417,23 697,46 Sumber: Bank Indonesia
5.1.1. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Peracikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan uang bersih (clean
money policy) yaitu Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang rupiah dalam
kondisi yang layak kepada masyarakat. Di samping itu, Bank Indonesia juga
memberikan pelayanan kepada perbankan dan masyarakat untuk kegiatan setoran,
penarikan dan penukaran untuk pecahan besar ke pecahan kecil serta untuk uang
rupiah lusuh. Selama triwulan II 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam
Rp34,08 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp4,45 miliar (11,55%)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp38,53 miliar.
Penurunan jumlah UTLE yang diracik oleh KBI Batam berbanding lurus dengan
penurunan inflow yang berasal dari setoran bank-bank yang berada di wilayah
Provinsi Kepulauan Riau.
Grafik 5.2. Perkembangan UTLE
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
63
5.2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL
5.2.1. Kliring Lokal
Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam, terdapat 3 (tiga) wilayah
kliring lokal, yaitu: di Kantor Bank Indonesia Batam untuk wilayah Kota Batam, PT.
Bank Mandiri untuk wilayah Tanjung Pinang, dan PT. BNI untuk wilayah Tanjung Balai
Karimun.
Nilai transaksi melalui sistem kliring lokal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau
pada triwulan II 2009 mencapai Rp2,55 triliun dengan jumlah warkat sebanyak
105.943 lembar. Nilai total kliring tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,59 triliun dengan jumlah warkat sebanyak
101.670 lembar.
Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong di wilayah kerja KBI Batam pada
triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp56,45 milyar dengan jumlah warkat sebanyak
2.036 lembar. Jumlah ini relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp56,98 miliar dengan jumlah warkat 1.812 lembar.
Tabel 5.2 – Perkembangan Kliring Lokal
Keterangan 2008 2009
Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2
Perputaran Kliring Lembar 104.027 108.574 111.429 102.838 101.670 105.943
Nominal (Rp Miliar) 2.456 2.719 2.964 2.742 2.597 2.549 Penolakan Cek/BG Kosong
Lembar 1.873 1.770 1.986 2.160 1.812 2.036 Nominal (Rp Miliar) 47,16 71,27 49,34 56,80 56.98 56,45
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.3. Perputaran Kliring
Grafik 5.4. Penolakan Cek/BG Kosong
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
64
5.2.2. Transaksi BI-RTGS
Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau baik secara nominal maupun sencara
volume masih didominasi transaksi yang terjadi di Kota Batam. Transaksi BI-RTGS
selama triwulan II 2009 yang berasal dari Kota Batam tercatat sebesar Rp4,66 triliun
atau 82,79% dari total seluruh transaksi BI-RTGS yang berasal dari Provinsi
Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Balai
Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp407,96 milyar
dan Rp561,85 milyar dengan share masing-masing 7,24% dan 9,97%.
Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan II
2009 tercatat sebesar Rp6,11 triliun atau 84,49% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang
masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten
Bintan tercatat sebesar Rp2,66 triliun dengan share 0,04%. Sementara itu transaksi
BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten Natuna tercatat sebesar Rp35,35 miliar dengan
share sebesar 0,49%. Sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung
Pinang dan Kabupaten Tanjung Balai tercatat sebesar Rp307,89 miliar dan Rp777,09
miliar dengan share masing-masing sebesar 4,25% dan 10,74%.
Tabel 5.3 Perkembangan BI-RTGS Tw. I 2009
Region FROM TO FROM - TO
Nilai Volume
Nilai Volume
Nilai Volume
(Milyar Rp) (Milyar Rp) (Milyar Rp) BATAM 4.663,74 9.168 6.115,56 12.372 2.992,78 4.967 BINTAN - - 2,66 23 - - NATUNA - - 35,35 51 - -
TANJUNG BALAI 407,96 1.459 307,89 873 25,60 44 TANJUNGPINANG 561,85 995 777,09 1.321 358,29 675
Sumber: Bank Indonesia
5.3. UANG PALSU
Jumlah uang rupiah palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia Batam pada
triwulan II 2009 berjumlah Rp2.030.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 37
lembar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I
2009 yang tercatat sebesar Rp1.180.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 20
lembar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
65
Tabel 5.4. Perkembangan Uang Palsu
Pecahan Tw. I 2009 Tw. II 2009
Nominal Lembar Nominal Lembar 100.000 500.000 5 500.000 5
50.000 650.000 13 1.500.000 30
20.000 20.000 1 20.0000 1
10.000 10.000 1 10.000 1
5.000 - - - - 1.000 - - - -
1.180.000 20 2.030.000 37 Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan jenis pecahan, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp100.000,00
dilaporkan sebanyak 5 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp50.000,00
dilaporkan sebanyak 30 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp20.000,00
dilaporkan sebanyak 1 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp10.000,00
dilaporkan sebanyak 1 lembar.
Diagram 5.1. Prosentase Pecahan Uang Palsu
Terkait dengan uang palsu yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia Batam
terus melakukan berbagai upaya untuk menekan peredarannya, antara lain dengan
melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan
(perbankan, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum). Selain itu, Kantor Bank
Indonesia Batam juga memasang iklan layanan masyarakat tentang ciri-ciri keaslian
uang rupiah di beberapa media, salah satunya adalah di bioskop yang ada di Kota
Batam.
Nominal Lembar
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
66
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
6.1. KETENAGAKERJAAN
Sampai dengan bulan Februari 2009 jumlah angkatan kerja di Provinsi
Kepulauan Riau mencapai 666.000 orang atau mengalami peningkatan sebanyak
2.510 orang (0,38%) dibandingkan bulan Agustus 2009. Dari total agkatan kerja
pada Februari 2009 tersebut sebanyak 616.273 orang telah bekerja atau mengalami
peningkatan sebanyak 3.606 orang (0,59%) terhadap bulan Agustus 2008. Sebagai
catatan, data ketenagakerjaan dirilis oleh Badan Pusat Statistik setahun dua kali yaitu
bulan Februari dan Agustus.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional sampai dengan Februari
2009 52.237 orang tercatat sebagai pengangguran atau mengalami penurunan
sebanyak 1.096 orang (2,06%). Tingkat pertumbuhan orang yang bekerja yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan
pengangguran ini menunjukkan lapangan kerja yang ada di Provinsi Kepulauan Riau
masih dapat menampung angkatan kerja meskipun belum maksimal.
Sumber : BPS data diolah
Grafik 6.1. Perkembangan Penduduk Angkatan Kerja
Grafik 6.2. Perkembangan Penduduk Bukan Angkatan Kerja
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
67
Jumlah bukan angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan
Februari 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jumlah
bukan angkatan kerja mengalami peningkatan sebanyak 22.143 orang (6,48%)
sehingga tercatat sebanyak 363.914 orang. Peningkatan jumlah bukan angkatan
kerja terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan bukan angkatan kerja yang
mengurus rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 13.304 orang (5,34%)
dibandingkan data Agustus 2008. Sedangkan jumlah penduduk yang masih sekolah
mengalami peningkatan sebesar 4.945 orang (8,16%).
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu
URAIAN Feb.’07 Agt.’07 Feb.’08 Agt.’08 Feb.’09
Angkatan kerja
Bekerja 583.155 535.797 597.159 612.667 616.273
Pengangguran 56.708 53.077 55.378 53.333 52.237
Total 639.863 588.874 652.537 666.000 668.510
Bukan Angkatan Kerja
Sekolah 67.247 75.895 72.455 60.596 65.541
Mengurus RT 192.966 234.848 240.225 249.224 262.528
Lainnya 23.486 34.059 29.314 31.951 35.845
Total 293.699 344.802 341.994 341.771 363.914 Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2006,2007,2008
Tingkat partisipasi angkatan kerja sampai dengan Februari 2009 mengalami
penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jika pada Agustus 2008 tingkat
partisipasi angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,09%, maka
pada Februari 2009 tingkat partisipasi angkatan kerja tersebut mengalami penurunan
menjadi sebesar 64,75%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
68
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2009 mengalami
penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Pada Februari 2009 tingkat
pengangguran terbuka tercatat sebesar 7,81%, lebih rendah dibandingkan dengan
tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2008 yang tercatat sebesar 8,01%.
Dilihat dari lapangan usahanya, jumlah pekerja di Provinsi Kepulauan Riau
masih terkonsentrasi di sektor industri dengan total pekerja sebanyak 223.902 orang
atau 36,33% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk yang bekerja di
sektor ini mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang atau 4,30% dibandingkan
bulan Agustus 2008. Sektor yang cukup dominan dalam menyerap pekerja
berikutnya adalah sektor perdagangan dengan jumlah pekerja sebanyak 99.241
orang (16,10%). Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009 mengalami
penurunan sebanyak 25.579 (20,49%) dibandingkan bulan Agustus 2008.
Sementara itu sektor jasa kemasyarakatan menyerap tenaga kerja sebanyak
97.634 orang (15,84%). Jumlah pekerja pada sektor ini mengalami peningkatan
6.314 orang (6,91%) dibandingkan dengan Agustus 2008. Sedangkan sektor
pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 84.626 orang atau 13,73% dari total
pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009
mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang (4,30%) dibandingkan Agustus 2008.
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
69
Menurut status pekerjaan utamanya, jumlah penduduk berusia di atas 15
tahun di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar berkerja sebagai karyawan dengan
jumlah 374.251 orang atau 60,73% dari total penduduk yang bekerja di Provinsi
Kepulauan Riau. Jumlah karyawan pada bulan Februari 2009 mengalami peningkatan
sebanyak 25.640 orang (7,35%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Sedangkan
penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta tercatat sebanyak 135.220 (21,94%)
atau mengalami penurunan sebanyak 14.916 orang (9,93%).
Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja menurut Status
Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status
Sumber : BPS data diolah
Grafik 6.4. Perkembangan Pekerja Sektoral
Diagram 6.1. Share Pekerja Sektoral
Sumber : BPS data diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja menurut Status
Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
70
6.2. KESEJAHTERAAN
6.2.1. Kemiskinan
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sampai
dengan posisi Maret 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi yang
sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada
Maret 2009 tercatat sebesar 128.210 orang atau mengalami penurunan sebesar
8.190 orang (6%). Sedangkan prosentase penduduk miskin pada tahun 2009 juga
mengalami penurunan sebesar 0,91% menjadi 8,27% dibandingkan tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 9,18%.
Jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan mengalami
penurunan sebesar 1.470 orang (2,19%) menjadi 65.630 ribu orang dibandingkan
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 67.140 orang. Sedangkan jumlah penduduk
miskin yang tinggal di perkotaan tercatat 62.580 orang atau mengalami penurunan
6.620 orang (9,57%) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 69.200
orang
Sumber : BPS data diolah
Grafik 6.6. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
71
Tabel 6.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau
Indikator Perkotaan Pedesaan Total
2008 2009 2008 2009 2008 2009
Jumlah Penduduk Miskin (000 org) 69,22 62,58 67,14 65,63 136,36 128,21
Presentase Penduduk Miskin 8,81 7,63 9,60 8,98 9,18 8,27
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
6.2.2. Perubahan Garis Kemiskinan
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis
kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Pada tahun 2009 garis kemiskinan di
Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan 8,29% menjadi Rp283.965,00 per
kapita per bulan dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercatat Rp262.232 per
kapita per bulan. Pada periode yang sama garis kemiskinan daerah perkotaan
mengalami peningkatan sebesar 6,45% sedangkan garis kemiskinan di wilayah
pedesaan mengalami peningkatan sekitar 10,86%.
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Indikator Perkotaan Pedesaan Total
2008 2009 2008 2009 2008 2009
Makanan 190 752 203 114 176 030 194 404 183 815 199 011
Bukan Makanan 98 789 105 096 55 551 62 339 78 417 84 954
Total 289 541 308 210 231 581 256 742 262 232 283 965
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM),
terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan. Peranan GKM terhadap GK pada tahun 2009 tercatat
sebesar 70,08% atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan perananan
pada tahun 2008 yang tercatat sebesar 70,10%. Penurunan tersebut dipengaruhi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
72
oleh turunnya peranan GKM terhadap GK di pedesaan yang turun dari 76,01%
menjadi 75,72%.
Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras.
Pada bulan Maret 2009, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan
sebesar 37,7 % di perdesaan dan 23,6 % di perkotaan. Selain beras, barang-barang
kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah
gula pasir (8,4% di perdesaan, 4,4% di perkotaan), mie instan (5,7% di perdesaan, 4,2
% di perkotaan), telur (3,8% di perdesaan, 5,9% di perkotaan) dan minyak goreng
(1,2% di perdesaan, 1,4% di perkotaan).
Tabel 6.4. Peranan Komoditi terhadap Garis Kemiskinan
Komoditi Perdesaan (%) Perkotaan (%)
Makanan a. Beras 37,7 23,6 b. Gula Pasir 8,4 4,4 c. Mie Instan 4,2 5,7 d. Telur 3,8 5,9 e. Minyak goreng 1,2 1,4 Non Makanan a. Perumahan 31,9 27,0 b. Listrik 7,9 12,5 c. Angkutan 11,1 8,0 d. Minyak Tanah 5,0 6,0
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang
cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 31,9% di pedesaan dan 27% di
perkotaan. Biaya yang dikeluarkan untuk listrik sebesar 12,5% , angkutan 8% dan
minyak tanah 12,5% mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah
perkotaan. Sementara itu, di perdesaan pengaruh untuk komoditi bukan makanan
menunjukkan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan,
terutama untuk perumahan dan angkutan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
73
6.2.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan Dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase
penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman
dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk
miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat
kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukkan
kecenderungan menurun dibandingkan tahun sebelumnya dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat dibandingkan periode
2008. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,07 menjadi 2,02. Hal yang berbeda
terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang naik dari 0,72 menjadi 0,77 pada
periode yang sama (Tabel 3). Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin
mendekati garis kemiskinan. Sedangkan kenaikan Indeks Keparahan Kemiskinan
mengindikasikan bahwa rata-rata dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin
semakin melebar.
Grafik 6.7. Share Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Grafik 6.8. Share Bukan Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
74
Tabel 6.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2)
Tahun Kota Desa Kota + Desa
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Maret 2008 1,88 2,29 2,07
Maret 2009 2,75 1,20 2,02
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2008 0,59 0,87 0,72
Maret 2009 1,19 0,30 0,77 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perkotaan naik dari 1,88 pada tahun
2008 menjadi 2,75 pada 2009. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan juga
mengalami kenaikan, dari 0,59 pada tahun 2008 menjadi 1,19 pada tahun 2009. Hal
ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah
perkotaan cenderung makin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan semakin membesar.
Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perdesaan turun dari 2,29 pada tahun
2008 menjadi 1,20 pada tahun 2009. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan
mengalami penurunan yang signifikan, yaitu dari 0,87 pada tahun 2008 menjadi
Sumber : BPS data diolah
Grafik 6.9. Share Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Grafik 6.10. Share Bukan Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
75
0,30 pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin daerah perdesaan cenderung makin mendekati garis kemiskinan
dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan semakin
berkurang.
Pada tahun 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
Kemiskinan daerah perdesaan lebih kecil dari perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa
rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan lebih dekat dari garis
kemiskinan dibanding perkotaan daerah, dan ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin perdesaan lebih menyempit dibanding daerah perkotaan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
76
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
Sentimen positif dari faktor eksternal cukup membayangi perkiraan kondisi ekonomi
Kepulauan Riau ke depan. Beberapa negara telah merevisi proyeksi ekonominya menjadi
lebih optimis setelah di kuartal II 2009 memperlihatkan laju kontraksi yang melambat. IMF
bahkan memperkirakan Cina dan India berpeluang pulih lebih cepat menyusul pencairan
dana stimulus makroekonomi dan masuknya arus modal lebih cepat dari harapan. Adapun
Singapura, sebagai mitra dagang terbesar provinsi ini juga menunjukkan tanda-tanda
pembalikan dari resesi terbesar yang pernah terjadi sejak kemerdekaannya pada tahun 1965.
Pemerintah Singapura mengkoreksi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 menjadi sekitar 4% -
6%, lebih optimis dibanding prediksi sebelumnya yang mencapai -9%.
Kondisi tersebut diharapkan mendorong permintaan ekspor dan konsumsi Kepulauan
Riau di triwulan III 2009 mendatang. Sejalan dengan itu, output yang dihasilkan dari sektor
industri dan perdagangan diperkirakan mengalami laju kontraksi yang semakin melambat.
Sumber : www.marketvector.com
Grafik 7.4. Proyeksi Harga Gas Alam Internasional
Grafik 7.3. Proyeksi Harga Minyak Mentah WTI
Sumber : www.marketvector.com
proyeksi proyeksi
Grafik 7.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
terhadap US Dollar dan Singapore Dollar
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia Sumber : IMF & berbagai sumber
Grafik 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat dan Singapura
proyeksi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
77
Sementara laju inflasi dipastikan semakin menurun didukung stabilitas nilai tukar
Rupiah dan harga komoditas internasional selama periode mendatang. Tekanan di sisi supply
diperkirakan berkurang dengan semakin lancarnya arus barang dan kondisi cuaca yang relatif
baik selama triwulan mendatang.
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Perlambatan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan III 2009 diperkirakan melandai
pada kisaran -0,39% s/d. 0,26% (y-o-y). Optimisme lebih dipengaruhi oleh kondisi ekstenal
yang mulai menunjukkan pemulihan dari krisis global. Namun demikian, ketidakpastian
kondisi permintaan global masih membayangi perkiraan di triwulan mendatang, tercermin
dari level kontraksi yang cukup besar dibanding triwulan sebelumnya. Perekonomian
sepanjang tahun 2009 diproyeksi bergerak antara -0,2% sampai dengan 1%.
Determinan penguatan ekonomi diperkirakan berasal daya beli masyarakat yang
semakin pulih disertai peningkatan konsumsi pemerintah menjelang akhir tahun. Selain itu,
kinerja ekspor juga diproyeksi membaik merespon arah recovery perekonomian global.
III IV I* II**
KOMPONEN PENGGUNAAN1. Konsumsi Rumah Tangga 18.59% 17.45% 11.42% 12.58% 12.59% − 13.24%2. Konsumsi Lembaga Swasta 11.94% 13.91% 30.78% 28.91% 17.48% − 18.12%3. Konsumsi Pemerintah 9.15% 13.01% 7.11% 8.83% 9.61% − 10.25%4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 31.22% 25.72% 16.31% 7.60% 5.59% − 6.24%5. Ekspor Barang dan Jasa 0.60% -1.39% -5.50% -2.15% -2.19% − -1.55%6. Impor Barang dan Jasa 23.46% 19.57% 16.42% 16.77% 16.46% − 17.10%
SEKTOR EKONOMI1. Pertanian 2.18% -0.72% 0.08% -0.29% -0.24% − 0.40%2. Pertambangan & Penggalian -2.85% -3.09% -1.29% -1.04% -1.28% − -0.64%3. Industri Pengolahan 4.67% 1.78% -2.66% -2.94% -2.67% − -2.02%4. Listrik, Gas & Air Bersih 5.12% 1.65% -0.73% -0.66% -0.68% − -0.03%5. Bangunan 28.52% 24.03% 14.81% 13.65% 13.42% − 14.06%6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8.36% 2.21% -0.87% -0.38% -0.47% − 0.18%7. Pengangkutan & Komunikasi 13.84% 9.64% 5.71% 5.40% 4.69% − 5.34%8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 9.59% 7.10% 6.12% 5.46% 5.09% − 5.73%9. Jasa-Jasa 14.77% 10.36% 8.29% 9.12% 8.86% − 9.51%
P D R B 6.52% 3.05% -0.35% -0.44% -0.39% − 0.26%
2009III (P)
2008
Laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan meningkat dari 12,58% di
triwulan II menjadi sekitar 12,59% - 13,24%. Kondisi ini didorong oleh kenaikan
pengeluaran masyarakat selama musim liburan sekolah dan perkuliahan yang jatuh antara
bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Selain itu pemulihan daya beli akan semakin terasa
Tabel 7.1.Proyeksi Laju Pertumbuhan Triwulan III 2009
berdasarkan Sektor Ekonomi & Komponen Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia Batam, Juli 2009
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
78
seiring tren penguatan nilai tukar Rupiah. Sementara itu berakhirnya pemilihan umum akan
mempengaruhi penurunan laju pertumbuhan Konsumsi Swasta Nirlaba yang diproyeksi
sekitar 17,48% - 18,12%. Sedangkan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di triwulan III 2009
diestimasi antara 9,61% -10,25%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang diperkirakan sebesar 8,83%. Pencairan anggaran belanja dipastikan meningkat
menutupi rendahnya tingkat penyerapan anggaran periode berjalan, serta rencana realisasi
beberapa proyek pembangunan/pemeliharaan yang dibiayai oleh APBD.
Penetapan status Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan FTZ (Free Trade Zone)
memberi sinyal positif bagi para investor yang akan berinvestasi di wilayah Kepulauan Riau.
Komitmen investasi berpeluang tumbuh memasuki semester II 2009 ini, namun belum diikuti
oleh meningkatnya realisasi dalam bentuk investasi fisik. Laju perlambatan Investasi PMTB
diperkirakan berlanjut menjadi sekitar 5,59% - 6,24%, relatif melandai dibanding triwulan II
yang tumbuh 7,6%. Beberapa proyek investasi domestik seperti pembangunan pusat
pemerintahan di Pulau Dompak, pembangunan Hotel Aston Internasional, Apartemen
Harmony One, Batam City Condominium, serta beberapa proyek perumahan residensial
merupakan faktor penopang pertumbuhan investasi di triwulan mendatang.
Adapun kontraksi pertumbuhan ekspor Kepulauan Riau diperkirakan semakin
mengecil dengan level penurunan antara 2,19% - 1,55%. Membaiknya kinerja ekspor
terutama dipengaruhi oleh optimisme proyeksi ekonomi Singapura dan Amerika Serikat
sebagai pangsa ekspor terbesar provinsi ini. Berbagai konsensus dan survei mengkonfirmasi
hal tersebut. Sedangkan di tingkat domestik, optimisme terlihat dari tren kenaikan jumlah
bongkar-muat kontainer di pelabuhan FTZ pada bulan Juni 2009, baik untuk tujuan domestik
maupun internasional.
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan BatamKet.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Grafik 7.5. Aktivitas Peti Kemas Domestik
Grafik 7.6. Aktivitas Peti Kemas Internasional
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
79
Respon di sektor riil ditandainya dengan bergeraknya sektor-sektor utama yang
menopang pembangunan ekonomi di Kepulauan Riau. Tumbuhnya konsumsi dan ekspor
mendorong peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran, serta sektor Bangunan, meski kenaikannya diperkirakan masih sangat terbatas. Hal
tersebut cukup dipengaruhi oleh ketidakpastian sektor eksternal antara lain terlihat dari hasil
survei Hudson terhadap kondisi ekonomi Singapura kepada 700 eksekutif yang berasal dari
berbagai bidang. Secara keseluruhan, terdapat 26% responden yang optimis memandang
kondisi ekonomi ke depan, 60% berekspektasi kondisi ekonomi stagnan, sedangkan 14%
sisanya cenderung pesimis.
Output yang dihasilkan dari aktivitas Industri Manufaktur diperkirakan turun antara -
2,67% sampai -2,02% dibanding output di periode yang sama tahun 2008. Angka perkiraan
tersebut lebih optimis dibanding penurunan di triwulan II 2009 yang mencapai 2,94%.
Kinerja industri elektronik seperti perakitan komponen computer peripherals dan data
storage, industri kimia, serta di bidang precision engineering berpotensi meningkat menyusul
kenaikan output sektor manufaktur Singapura yang ditopang oleh sektor-sektor tersebut.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diproyeksi tumbuh antara -0,47% sampai
0,18%, lebih optimis dibanding triwulan II 2009 yang mengalami kontraksi mencapai 0,38%.
Meningkatnya aktivitas perdagangan cukup dikonfirmasi oleh indikator kenaikan arus barang
di pelabuhan FTZ-Batam.
Sementara kenaikan relatif output sektor Pertambangan dan Penggalian didorong
oleh proyeksi lifting minyak yang meningkat secara signifikan di bulan Agustus 2009.
Peningkatan produksi minyak sebagian besar disumbang dari blok Belanak dan blok Belida
milik Conoco Phillips, serta hasil eksplorasi minyak di lapangan Kerapu milik Star Energy.
Sumber : The Hudson Report - Singapore, Juli 2009
Diagram 7.1. Survei Ekspektasi Bisnis Q3-2009
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
80
Adapun kinerja sektor bangunan di triwulan III 2009 berpeluang meningkat menyusul
berjalannya berbagai proyek konstruksi besar di wilayah Kepulauan Riau. Laju pertumbuhan
sektor Bangunan diperkirakan berkisar 13,42% - 14,06%, sedangkan di triwulan II diestimasi
sebesar 13,65%. Proyek konstruksi besar yang mulai berjalan adalah pembangunan jaringan
kabel serat optik laut dan darat yang menghubungkan Batam-Dumai dan Dumai-Malaka
sepanjang 380 km dengan nilai investasi mencapai US$ 40 juta. Selain itu masih terdapat
beberapa proyek konstruksi seperti pembangunan pusat pemerintahan Pulau Dompak, Hotel
Aston Internasional, Apartemen Harmony One, Batam City Condominium, apartemen
bersubsidi Batam Centre Park (BCP) - Tower C, Water Treatment Plan (WTP), dan pengerjaan
beberapa proyek infrastruktur pemerintah, serta properti residensial.
Sebaliknya output sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan
Persewaan dan Jasa Perusahaan diperkirakan cenderung stagnan di triwulan mendatang. Di
sektor angkutan, kondisi tersebut masih dipengaruhi oleh menurunnya industri pariwisata
akibat krisis ditambah isu flu A-H1N1. Sedangkan pertumbuhan industri keuangan
Grafik 7.8. Perkembangan Lifting Minyak dan Gas Bumi
Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : SEKDA - BI
Grafik 7.9. Angka Ramalan Produksi
Padi, Jagung dan Kacang Tanah Grafik 7.10.
Perkembangan Ekpor Komoditas Ikan-ikanan dan Hasil Laut Lainnya
Grafik 7.7. Pertumbuhan GDP Singapura,
Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Sumber : MTI Singapore - Juli 2009 *) angka sementara
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
81
Perbankan diperkirakan masih tertahan akibat lambatnya penurunan suku bunga perbankan
merespon penurunan BI Rate sebesar 250 bps selama Januari – Juli 2009. Pertumbuhan
kredit diperkirakan baru berakselerasi di kuartal akhir tahun 2009.
Terakhir, sektor pertanian diproyeksi tumbuh antara -0,24% sampai dengan 0,4%.
Jika dibanding triwulan II yang berkontraksi 0,29%, meningkatnya hasil produksi pertanian
diperkirakan terjadi pada sub sektor tanaman pangan. Indikator ARAM (angka ramalan) dari
Badan Pusat Statistik memperlihatkan tren peningkatan produksi padi, jagung dan kacang
tanah selama bulan Mei – Agustus 2009. Selain itu juga didorong oleh aktivitas sub-sektor
perikanan sebagaimana diindikasikan oleh tren meningkatnya hasil ekspor ikan dan hasil-
hasil laut di akhir periode sebelumnya.
7.2. PROSPEK INFLASI Memperhatikan kecenderungan pergerakan indikator ekonomi wilayah Provinsi
Kepulauan Riau serta berdasarkan pemantauan pada hal-hal yang dapat memberikan
pengaruh bagi pergerakan dimaksud seperti dampak musiman, pengaruh alam serta
perkembangan terkini mengenai perekonomian global triwulan II 2009, prospek inflasi pada
periode triwulan III 2009 di Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang diperkirakan tetap
mengalami kenaikan harga dengan level yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II
2009.
Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan tetap mengalami inflasi pada
kisaran 4,42% - 5,13% (yoy). Sementara itu inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada
Grafik 7.11 Estimasi Inflasi Umum Kota Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
82
pada kisaran 0,87% - 3,57% (ytd). Sementara itu inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II
2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan pada kisaran 8,21% - 9,42% (yoy). Sedangkan
inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 1,17% - 2,49% (ytd).
7.1.2 Prospek Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang
Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami
kenaikan harga di Kota Batam dengan angka inflasi rata-rata sekitar 0,26% - 0,37% (mtm)
setiap bulannya. Sementara itu untuk Kota Tanjung Pinang, rata-rata angka inflasi pada
triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 1,32% -1,69% (mtm).
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau di Kota Batam pada
triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami angka rata-rata inflasi pada kisaran 0,11% -
0,27% (mtm). Sedangkan untuk Kota Tanjung Pinang angka rata-rata inflasi sampai dengan
triwulan III 2009 inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran 0,59% -0,68% (mtm).
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di Kota Batam pada triwulan
III 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,15% - 0,27%
(mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang diperkirakan angka rata-rata inflasi kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar antara 0,09% -0,13% (mtm). Sementara itu
rata-rata inflasi kelompok sandang di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan berada
pada kisaran 0,69% - 1,19% (mtm). Sedangkan di Kota Tanjung Pinang rata-rata inflasi
kelompok sandang pada triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,45% - 0,54%
(mtm).
Grafik 7.12 Estimasi Inflasi Bahan Makanan
Grafik 7.13 Estimasi Inflasi Makanan Jadi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
83
Kelompok kesehatan di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan
mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,61% - 0,71% (mtm). Rata-rata angka inflasi
Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran 0,62% -
0,76% (mtm). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Batam pada triwulan III
2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata inflasi dengan kisaran 0,36% - 0,56% (mtm).
Sementara itu di Kota Tanjung Pinang kelompok ini diperkirakan akan mengalami inflasi
dengan rata-rata 0,01% - 0,03% (mtm). Kenaikan harga kelompok ini pada triwulan III 2009
diperkirakan akan disumbang oleh kelompok pendidikan terkait dibukanya tahun ajaran baru
tahun 2009 yang jatuh pada bulan Juli. Pada bulan tersebut diperkirakan kelompok
pendidikan akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulan-
bulan sebelumnya.
Kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Batam pada triwulan III
2009 diperkirakan akan terus melanjutkan trend kenaikan harga. Dampak dampak kebijakan
penurunan BBM oleh pemerintah sudah mulai tidak terasa pada triwulan III 2009. Pada
Grafik 7.14 Estimasi Inflasi Perumahan Grafik 7.15 Estimasi Inflasi Sandang
Grafik 7.16 Estimasi Inflasi Kesehatan Grafik 7.17 Estimasi Inflasi Pendidikan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan II ‐ 2009
84
tiwulan III 2009 kelompok ini di Kota Batam diperkirakan akan mengalami inflasi dengan
rata-rata 0,66% - 0,72% (mtm) setiap bulannya. Searah dengan yang terjadi di Kota Batam
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang diperkirakan
akan mengalami inflasi dengan kisaran 0,05% - 0,15% (mtm).
Grafik 7.18 Estimasi Inflasi Transportasi Kota Batam
Grafik 7.19 Estimasi Inflasi Transportasi Kota Tanjung Pinang
top related