bab 2 landasan teori 2.1. supply chain management · pdf fileperusahaan atau organisasi dalam...
Post on 06-Feb-2018
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Supply Chain Management (SCM)
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir
(dalam hal ini konsumen). Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier,
pabrik, distributor, toko atau pengecer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti
perusahaan jasa logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada tiga macam aliran yang harus dikelola,
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari
hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari
supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu
ke pengecer atau retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang
dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi
yang dapat terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
7
Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing
supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang
ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh
pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh
perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Perusahaan pengapalan harus
membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan dapat
memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.
Finansial : invoice, temp pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Supplier Supplier
Manufacturer
Distributor Ritel /
Tier 2 Tier 1 Toko
Finansial : pembayaran
Material : retur, recycle, repair
Informasi : order, ramalan, RFQ / RFP
Gambar 2.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan Tiga Macam Aliran yang
Dikelola
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2, supply chain management adalah
serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier secara efisien,
manufaktur, gudang dan toko-toko, sehingga barang-barang dapat diproduksi dan
didistribusikan dengan jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat
juga, dengan maksud menimimalkan keseluruhan sistem. Jadi supply chain management
8
tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan
eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner.
Kolaborasi dan koordinasi antar perusahaan dibutuhkan karena perusahaan-perusahaan
berada pada suatu supply chain yang pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir
yang sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus.
Berdasarkan pendapat Turban, Rainer, Porter (2004, p321), terdapat tiga
macam komponen dalam supply chain, yaitu :
1. Rantai Persediaan Hulu (Upstream Supply Chain)
Bagian hulu (upstream) dari supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan
manufaktur dengan para penyalurannya (dapat berupa manufaktur, assembler, dan
atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka (penyalur
second-tier).
Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari
asal material (contohnya : bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam rantai
persediaan hulu (upstream supply chain), aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2. Manajemen Rantai Persediaan Internal (Internal Supply Chain Management)
Bagian internal dari supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke
gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari hilir ke hulu. Di
dalam manajemen rantai persediaan internal, perhatian utamanya antara lain:
produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3. Rantai Persediaan Hilir (Downstream Supply Chain)
9
Hilir (downstream) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan
pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam rantai persediaan hilir,
perhatian utamanya diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan
pelayanan.
Gambar 2.2. Aliran Barang dan Informasi dalam Supply chain
2.2. Supply Chain Management dan Logistics Management
Menurut perkembangan logistik tradisional, biasanya terbatas pada satu
perusahaan atau organisasi dalam upaya mengkoordinasikan semua kegiatan yang
diperlukan dalam pengiriman produk ke pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi
pengadaan (procurement), ditribusi (distribution), pemeliharaan (maintenance) dan
manajemen (management), seperti yang terlihat pada Tabel 2.1.
Berikut penjelasan terperinci mengenai persamaan antara supply chain
management dengan logistics management :
Keduanya menyangkut pengelolaan arus barang atau jasa.
Keduanya menyangkut pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan,
penyimpanan, pengangkutan, administrasi dan penyaluran barang.
Keduanya menyangkut usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan barang.
10
Disamping persamaan-persamaan tersebut, ada beberapa perbedaan mendasar
diantara keduanya, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Perbedaan Mendasar Manajemen Logistik dan Manajemen Rantai
Persediaan
MANAJEMEN LOGISTIK
(Logistics Management)
MANAJEMEN RANTAI PERSEDIAAN
(Supply chain Management)
Mengutamakan pengelolaan, termasuk arus
barang dalam perusahaan.
Mengutamakan arus barang antar perusahaan,
dari paling hulu sampai paling hilir.
Berorientasi pada perencanaan dan kerangka
kerja yang menghasilkan rencana tunggal arus
barang dan informasi diseluruh perusahaan.
Atas dasar kerangka kerja ini, mengusahakan
hubungan dan koordinasi antar proses dari
perusahaan-perusahaan lain dalam business
pipelines, mulai dari supplier sampai kepada
pelanggan.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, manajemen logistik secara umum dapat
didefinisikan sebagai berikut :
Manajemen logistik sebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan
bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan
penyimpangan barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan
jaringan pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat
dimaksimalkan baik untuk jangka waktu sekarang maupun waktu mendatang
melalui pemenuhan pesanan dengan biaya yang efektif (Martin Christopher,
1998).
Sedangkan definisi manajemen rantai persediaan itu sendiri kurang lebih
sebagai berikut :
Supply chain management adalah jaringan organisasi yang melibatkan
hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda
11
yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan (Martin
Christopher, 1998).
Karena itu, seperti dijelaskan dan digambarkan sebelumnya, maka pada
hakikatnya suatu supply chain adalah juga suatu jaringan. Maka, dalam mengembangkan
ide ini, supply chain juga dapat didefinisikan sebagai berikut :
Supply chain is a network of connected and interdependent organization
mutually and cooperatively working together to control, manage and improve
the flow of materials and information from suppliers to end user (J. Aitken).
12
Gambar 2.3. Logistics Management
(Sumber: The International Center for Competitive Excellence, University of North Florida)
13
2.2.1. Area Utama pada Supply Chain
Berdasarkan pendapat Hugos (Essential of SCM,2003), terdapat banyak
kegiatan umum di sepanjang supply chain. Kegiatan umum ini memungkinkan untuk
menhasilkan model dasar yang memungkinkan berbagai jenis supply chain untuk
memuaskan tuntutan pasar yang unik dan memenangkannya, hal ini seperti terlihat pada
Gambar 2.4.
Model dasar ini meliputi pengambilan keputusan berikut daerah-daerah dimana
semua unsur dalam supply chain harus membuat keputusan secara individu atau
bersama-sama:
1. Production
Tujuannya adalah menghasilkan apa keinginan pasar, pada waktu yang tepat
dengan dengan volume produksi yang cukup. Untuk mencapai tujuan, perlu
dipertimbangkan keterbatasan yang sesuai seperti kapasitas dan tingkat kualitas
yang diinginkan serta memperhitungkan fungsi-fungsi penting lainnya seperti
kapasitas beban kerja, pemeliharaan peralatan, dan sebagainya.
2. Inventory
Apa saja level persediaan dari berbagai SKU harus ditebar dalam berbagai tahap di
seluruh supply chain? Tingkat persediaan bertindak sebagai buffer dan
mengamankan bisnis dari fluktuasi permintaan.
3. Location
Merupakan sepanjang supply chain yang akan menjadi berbagai macam fasilitas.
Mengenai pengambilan keputusan penting lainnya akan menjadi lokasi yang
14
optimal untuk berbagai fasilitas, gudang, dan penyimpanan. Keputusan lainnya
terkait tentang mendirikan fasilitas baru.
4. Transportasi
Kebutuhan untuk memindahkan inventori dari satu titik ke titik yang lain di
seluruh supply chain merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen
supply chain yang membutuhkan isu penting lainnya dalam pengambilan
keputusan. Pertanyaannya adalah bagaimana barang harus dipindahkan dan jenis
transportasi apa yang harus dipilih? Jawabannya dapat berbeda-beda untuk
berbagai jenis produk, dan juga jenis pasar (yang terseleksi secara geografis dan
berbeda menurut perlengkapan infrastuktur).
5. Informasi
Bagian ini lebih menekankan pada pengambilan keputusan tentang kebutuhkan
level dalam pengumpulan data dan pembagian data. Terdapat hal-hal yang baik
dalam pembuatan pembagian informasi tetapi juga menghasilkan banyak resiko
terkait. Hal ini juga berlaku mengenai pengumpulan data, database yang besar
yang mengarah kepada pembuatan keputusan yang lebih tepat tetapi juga dapat
menjadi mahal.
15
Gambar 2.4. Lima Faktor Kendali Supply Chain
2.2.2. Tujuan Supply Chain Management
Manajemen rantai pasok bertanggung jawab dalam penyediaan aliran material
dengan kecepatan tinggi dan informasi yang relevan yang membuat supply chain
transparan dan efisien untuk menghasilkan produk atau jasa tanpa ada interupsi dan
tentu saja pada waktu yang tepat. Di sisi lain, berbagai jenis fluktuasi permintaan
mengacaukan proses bisnis yang membuat kekacauan untuk pelaksanaan SCM. Untuk
membuat supply chain yang efisien sebagai tujuan utama, SCM bertanggung jawab
untuk mengurangi total biaya supply chain. Sebagai biaya holistik dapat menjadi
komposisi unsur-unsur berikut :
Biaya akuisisi dan bahan baku
16
Biaya investasi fasilitas
Biaya produksi langsung dan tidak langsung
Biaya distribusi pusat langsung dan tidak langsung
2.2.3. Ketidakpastian dalam Supply Chain Management
Salah satu isu penting yang berdampak pada efektifitas dalam supply chain
adalah ketidakpastian. Ketidakpastian dapat muncul di kedua sisi permintaan dan
pemesanan, dan sebagai akibatnya mempengaruhi fungsi produksi dari kedua belah
pihak.
Pada Gambar 2.5 (supply chain complexity triangle) memberikan penjelasan
untuk tentang kesetimbangan perilaku dan memberikan wawasan dalam supply chain.
Ketidapastian dalam supply chain maka dapat digambarkan dalam tiga interaksi dengan
efek bebas. Efek ini sangat memperkuat ketidakpastian dalam sistem supply chain. Efek
ini disebut dengan amplifikasi permintaan (demand amplification), interaksi paralel
(parralel interaction), dan kekacauan deterministik (deterministic chaos). Gambar 2.5
menggambarkan efek ketiganya beserta interaksinya.
17
Gambar 2.5. Supply Chain Complexity Triangle
Interaksi paralel (parralel interaction) : disini menekankan pada interaksi yang
terjadi antara perusahaan-perusahaan dan aktor-aktor yang bertindak dalam tingkat
eselon yang sama. Misalnya supplier tidak hanya mempengaruhi aktivitas pelanggan
tetapi identik dengan supplier lain.
2.2.4. Kekacauan Deterministik dalam Supply Chain
Berdasarkan pendapat Kaplan dan Glass (1995, p. 27) serta Abarbanel (1996,
p. 15), kekacauan didefinisikan hal yang tidak periodik (aperiodic), melompat dinamika
(bounded) dalam sistem deterministik dengan ketergantungan sensitivitas (sensitivity
dependence) pada kondisi awal, dan memiliki struktur dalam fase ruang.
Istilah-istilah tersebut diatas didefinisikan sebagai berikut :
Aperiodic : keadaan yang sama, situasi atau kegiatan tidak pernah di ulang dua
kali.
18
Bounded : melalui pengulangan keadaan tetap terbatas dan tidak dapat mengadopsi
nilai yang tidak terbatas.
Deterministic : kondisi ini termasuk sifat acak dari definisi tersebut, yang
berdampak pada lingkungan dinamis.
Sensitivity dependence to initial condition : dua point yang berdekatan yang
menemukan jarak sebagai proses waktu
Structure in phase space: Sistem non-linier digambarkan dengan cara vektor
multidimensional. Ruang dimana vektor ini terletak disebut dengan ruang fase
(phase space). Berdasarkan pendapat (Albabel, 1996), dimensi ruang fase
merupakan integer. Para ilmuwan dan peneliti memperhatikan bahwa sistem yang
kacau memperlihatkan pola yang jelas dan berbeda. Stacey (1993a, p.228)
menekankan hal ini dengan mendefinisikan kekacauan sebagai pola (perilaku
acak).
2.2.5. Kekacauan Dihasilkan dari Pengambilan Keputusan dalam Supply Chain
Beer game adalah nama untuk sebuah permainan manajemen yang telah
berkembang sekitar tiga dekade yang lalu untuk menggambarkan perilaku dinamis
dalam supply chain. Meskipun permainan terjadi dalam sistem bisnis yang sangat
sederhana, hal ini menunjukkan bagaimana putaran umpan balik antara mitra bisnis yang
berbeda membawa komplektisitas ke dalam supply chain. Permainan ini biasanya
dilakukan dengan empat tim yang masing-masingnya bertindak sebagai mitra usaha
mandiri, yang biasanya adalah pengecer, grosir, distributor dan pabrik.
19
2.3. Bullwhip effect
Bullwhip effect adalah pembesaran fluktuasi permintaan, bukan pembesaran
permintaan. Bullwhip effect jelas pada supply chain ketika permintaan meningkat atau
menurun. Efeknya adalah bahwa peningkatan atau penurunan berlebihan pada supply
chain.
Inti dari bullwhip effect adalah pemesan kepada supplier cenderung memiliki
varians yang lebih besar daripada penjualan ke pembeli. Semakin mengikat di dalam
supply chain, menjadi lebih kompleks masalah tersebut.
2.3.1. Definisi Bullwhip effect
Definisi berdasarkan pendapat Chen et al. dan Le et al.
“Bullwhip effect menunjukkan bahwa suatu variasi permintaan meningkat
sebagai salah satu pergerakan dalam supply chain”.
“Fenomena dimana pemesan ke supplier cenderung untuk memiliki varians
yang lebih besar dibandingkan penjual ke pembeli (seperti demand distortion)
dan distorsi mempropagasikan hulu dalam bentuk amplifikasi”
2.3.2. Penyebab Bullwhip effect
Ada banyak yang menjadi sebab dari bullwhip effect. Lee at al (1997)
mengidentifikasi adanya empat penyebab utama dari bullwhip effect yaitu pembaharuan
ramalan permintaan (demands forecast updating), order batching, fluktuasi harga, dan
rationing & shortage gaming.
20
2.3.2.1. Demand Forecast Updating (Forrester effect)
Peramalan permintaan dilakukan oleh hampir setiap perusahaan karena tidak
ada perusahaan yang dapat mengetahui dengan pasti berapa produk yang akan diminta
oleh pelanggan pada suatu periode tertentu. Ramalan yang ini diperlukan untuk
membuat keputusan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Tingkat
akurasi ramalan biasanya semakin meningkat mendekati periode yang diramalkan
dikarenakan informasi seperti order dari pelanggan, situasi pasar, dan sebagainya
menjadi semakin jelas. Untuk mengakomodasikan informasi dan pengetahuan terbaru ke
dalam ramalan, setiap saat perusahaan harus melakukan pembaharuan terhadap ramalan
tersebut.
Ketika pengecer memesan ke pusat distribusi, ukuran pesanan ditentukan
berdasarkan ramalan tersebut. Apabila perusahaan menggunakan kebijakan persediaan
reorder point atau order-up-to level (ada batas persediaan maksimum dan minimum),
parameter-parameter persediaan seperti pengamanan terhadap persediaan, inventory
maximum, reorder point dan sebagainya juga berubah dengan adanya pembaharuan
ramalan permintaan.
Model ramalan yang digunakan juga dapat berpengaruh terhadap intensitas
bullwhip effect. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Chen at al. (1998), menunjukkan
bahwa untuk permintaan yang bersifat acak dengan distribusi yang identik (independent
identically distributed), bullwhip effect dapat lebih besar jika pengecer menggunakan
model peramalan exponential smoothing dibandingkan dengan moving average. Mereka
juga mengemukakan bahwa ramalan yang lebih halus dapat mengurangi bullwhip effect.
Jadi, kalau misalnya perusahaan menggunakan model peramalan exponential smoothing,
21
koefisien alpha yang lebih kecil (yang berarti bahwa permintaan terkini diberikan bobot
yang kecil) dapat mengurangi bullwhip effect.
2.3.2.2. Order Batching (Burbidge Effect)
Order batching diperlukan karena proses produksi dan pengiriman produk tidak
akan ekonomis dapat dilakukan dalam ukuran kecil. Dengan contoh, pengecer yang
menjual rata-rata enam unit suatu produk tertentu tidak akan memesan tiap hari dengan
rata-rata enam unit ke pusat distribusi.
2.3.2.3. Fluktuasi Harga (Price Fluktuation)
Pada perusahaan, dapat dilihat dalam berbagai macam diskon, seperti: diskon
harga, diskon jumlah, kupon atau spesial promosi untuk produk-produk tertentu.
Pastilah customer akan membeli lebih banyak dari ukuran pesanan normal. Fenomena
seperti ini sangat banyak terjadi. Pengecer atau toko melakukan forward buying
(membeli lebih awal) sebagai tanggapan terhadap penurunan harga yang bersifat
sementara. Reaksi dari toko–toko dan pengecer ini sering kali mengakibatkan volume
penjualan meningkat bahkan tidak jarang melebihi prediksi pusat distribusi. Akibatnya
pusat distribusi akan memesan dengan jumlah yang lebih besar ke pabrik. Pabrik
merespon kebutuhan ini dengan meningkatkan aktivitas produksi, dapat dengan lembur
atau dengan memesan ke sub kontraktor. Pabrik dapat saja tidak memiliki cukup bahan
baku untuk mengantisipasi kenaikan secara tiba-tiba ini dan mereka memesan tambahan
ke supplier.
22
Apa yang terjadi? Pada saat material akan dikirim dari supplier ke pabrik,
penuruan harga sudah berakhir dan pengecer maupun toko-toko sekarang memiliki stok
yang cukup banyak. Mereka tidak akan memesan lagi dalam waktu dua sampai tiga
bulan karena permintaan konsumen akhir sebenarnya tidak berubah. Pabrik yang sudah
melakukan lembur dan supplier yang sudah mengirim bahan baku dengan biaya extra
sekarang tidak akan menerima pesanan selama dua atau tiga bulan. Akibatnya stok
menumpuk dan ongkos-ongkos produksi meningkat akibat lembur maupun pengiriman
cepat.
2.3.2.4. Rationing & Shortage Gaming (Houlihan effect)
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6, efek ini dipercaya terkait dengan
strategi pemesanan si konsumen ketika diprediksikan akan terjadi kekurangan stok.
Jika terjadi kekurangan produk, hal ini mengarah pada pemesanan sejak
kosumen ingin tetap berada pada sisi yang aman dan mengamankan diri dari kekurangan
yang akan datang. Sesuai dengan distorsi permintaan dan variasi diharapkan pada dua
cara. Pertama, peramalan yang dibuat oleh pihak hulu yang didasarkan pada permintaan
yang lebih besar. Kedua, kelebihan pesanan menyebabkan lebih banyak kekurangan,
sehingga terjadi peningkatan stok sebagai konsekuensinya.
23
Increasing
CapacityShortage
Over OrderingDemand Distortion
Increasing Safety
Stock
Unreliable
Delivery
Gambar 2.6. Houlihan Flows
Cara ini akan merusakan informasi pasar pada supply chain. Pemain yang ada
di bagian hulu tidak akan pernah mendapatkan informasi pasar yang mendekati
kenyataan sebagai akibat dari motif gaming dan spekulatif yang dilakukan oleh
pelanggan mereka. Pabrik dan pemain hulu lainnya tidak akan dengan mudah
membedakan antara kenaikan pesanan yang bermotif spekulatif dan peningkatan
pesanan yang murni merefleksikan peningkatan permintaan dari pelanggan akhir.
2.3.3. Hasil Bullwhip
Pada masa lalu, bullwhip effect dapat diterima sebagai fenomena normal. Dan
pada faktanya, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses order-to-delivery.
Namun, efek negatif pada kinerja bisnis sering ditemukan dalam kelebihan persediaan,
masalah jumlah, biaya bahan baku yang lebih tinggi, biaya lembur dan biaya
pengiriman.
Berikut efek-efek yang tidak diinginkan karena berdampak negatif terhadap
kinerja operasi.
24
Kenaikan variabilitas jadwal
Kelebihan beban dan / kekurangan kapasitas
Waktu siklus yang panjang
Peningkatan total biaya
Level pelayanan pelanggan yang rendah
Penjualan dan profit yang rendah
2.3.4. Cara Mengurangi Bullwhip Effect
Dalam rangka meperkecil bullwhip effect, langkah pertama penting untuk
memahami renacana apa yang mendorong permintaan pelanggan dan konsumsi
persediaan ketika mereka memicu kebutuhan untuk penambahan jumlah pesanan untuk
beberapa titik dalam supply chain. Proses yang paling efektif untuk mengurangi osilasi
bullwhip effect dikenalkan pengetahuan tentang pelanggan dan supplier dimana mereka
dapat memahami apa yang mendorong pola permintaan dan pemesanan serta
kelanjutannya, usaha kooperatif dan pembuatan keputusan untuk peningkatan presisi
informasi, dan kualitas serta penekanan pada siklus dalam keseluruhan proses.
Disamping semua kegiatan yang dapat mengurangi bullwhip effect, dapat
diyakini bahwa, ditemukan kesempatan untuk perbaikan dengan menerapkan beberapa
atau semua langkah-langkah berikut untuk meminimalkan bullwhip effect dan
menigkatkan kinerja proses bisnis :
1. Mengurangi waktu suatu siklus yang diperlukan untuk menerima permintaan
informasi yang actual dan diproyeksikan.
25
2. Mengenali dan memahami pola permintaan produk di masing-masing dan
setiap tahap dalam supply chain.
3. Meningkatkan frekuensi dan kualitas kerjasama yang dapat dilakukan melalui
berbagi informasi terutama informasi mengenai permintaan.
4. Mengurangi atau menghilangkan antrian informasi yang menyebabkan
penundaan arus informasi.
5. Hilangkan metode pengirisian kembali inventori dan kebijakan yang muncul
atas benjolan permintaan pada supply chain.
6. Hilangkan motivasi bagi pelanggan yang mengarah pada akumulasi permintaan
dan pemanggungan pemesanan sebelum permintaan pengisian, misalnya diskon
volume transportasi.
7. Meminimalkan promosi yang menggoda yang menyebabkan pelanggan
menunda pesanan dan akibatnya menggangu kelancaran pola arus.
8. Harga yang konsisten dan wajar untuk meminimalkan lonjakan pembelian yang
biasa nya dibuat oleh diskon promosi sementara.
9. Mengidentifikasi, jika mungkin, menghilangkan semua penyebab yang
mengarah kepada pengurangan atau pembatalan pemesanan konsumen.
10. Menawarkan pelayanan Vendor-Managed Inventory (VMI) oleh perencanaan
inventori secara kolaboratif dengan pelanggangan yang disesuaikan dengan
proyeksi permintaan end-user kemudian, memantau permintaan actual untuk
mensinkronkan dan menyesuaikan tinggkat VMI.
(Catatan : VMI dapat meningkatkan penjualan dan laba khususnya pada
industry dimana pembeli dapat pergi ke sumber alternatif jika distributor sedang berada
dalam kondisi stok-out).
26
Bahkan dengan system SCM paling canggih sekalipun, dilengkapi dengan
semua lonceng dan atribut, tidak dapat menghentikan bullwhip effect. Ini adalah proses
manajemen permintaan dengan semua fiturnya dan aspek-aspek yang luas karena sering
meliputi kebijakan, sistem pengukuran, dalam beberapa kasus, dimana setiap ini dari
nilai suatu organisasi dan sistem kepercayaan yang telah ada. Namun, tingkat efek
berbahanya dapat memiliki penjualan, pangsa pasar, biaya dan pendapat yang
membesar.
2.3.5. Lima Rute Pengetahuan Bullwhip
Supply chain menunjukkan bullwhip yang adalah “kekacauan” dalam artian
bahwa masalah yang harus diselesaikan harus diabstrasikan dari situasi dalam
pemesanan yang solusinya diajukan (Russell Ackoff , 1999).
Sekarang mari memisalkan bahwa telah dimiliki apa yang disebut dengan
“kekacauan”, di dunia nyata masalah yang diidentifikasikan memiliki tingkah laku
bullwhip. Masalah yang muncul disini adalah bagaimana dan dimana pendekatan agar
dapat mempersiapkan solusi alternatif untuk masalah seperti itu. Lima pendekatan
ditunjukan oleh Gambar 2.7.
1. Teori OR (OR Theory)
Dalam pendekatan ini, diangkat suatu persamaan dari masalah dan menentukan
variabel-variabel. Berdasarkan pendapat (Deziel and Eilon), pada situasi
operasi kondisi tertentu cenderung meminimalkan fungsi biaya. Dengan
maksud untuk mencoba untuk mempertimbangkan kinerja dinamis dari masalah
oleh solusi matematikanya.
27
2. Teori Penyaringan (Filter Theory)
Seperti yang diungkapkan oleh (Towill and Vecchio, 1994), masalahnya
dipersiapkan pada frekuensi domain dimana penilaian dibuat pada spektrum
dari “pesan”, dan “kebisingan”, atau “gangguan”. Menggunakan kontrol hukum
dari 17 solusi seharusnya diperoleh dengan membentuk sistem respon untuk
rangkaian persyaratan dari pengguna.
3. Theori Kontrol (Control Theory)
Towill, menjelaskan masalah ini dalam bentuk : fungsi sistem transfer dan
berfokus pada struktur sistem, pada awalnya untuk menjamin kestabilan dan
kemudian membentuk tanggapan yang diinginkan. Sebuah data dasar yang
penting dari kemungkinan supply chain tersedia, terutama dari sistem hardware
analog.
Gambar 2.7. Lima Rute Pengurangan Bullwhip (Dari Masalah Real ke Solusi Real)
28
4. Simulasi “What if” (“What if” Simulation)
Berdasarkan pendekatan Lyneis, penggunaan pendekatan ini untuk pemodelan
bullwhip effect. Difokuskan pada sifat dinamis dari peristiwa dimana diagram
lingkaran adalah simulasi dari dipelajari oleh tes permintaan semaunya
(menguji perilaku acak pola permintaan).
5. Ad-hocacy
Disebutkan oleh Mitchell (1923), atau bahkan Devons (1950) serta Sterman
(1989), bahwa mungkin bagi seorang manager berpengalaman atau pengamat
untuk mendapatkan permikiran yang baik terhadap apa yang menyebabkan
kekacauan, pendekatan ini memiliki dasar dalam kenyataan bahwa pengalaman
memberikan pengetahuan nyata dan manajer yang sudah veteran atau pengamat
dapat membuat keputusan yang tepat dengan hanya mengandalkan apa yang
mereka rasakan.
2.4. Deret Waktu dan Peramalan (Times Series and Forecasting)
Pada point ini akan dibahas literatur terkait mengenai deret waktu dan metode
peramalan.
2.4.1. Peramalan (Forecasting)
Untuk tercapainya suatu keputusan yang efisien, memerlukan suatu cara yang
tepat, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alat yang diperlukan dan
merupakan bagian integral dari proses pengambilan keputusan adalah dengan
menggunakan peramalan.
29
Peramalan sebagai alat vital dalam peralatan manajemen. Dengan peramalan,
user mencoba untuk mengestimasi bagaimana urutan observasi yang terus berlanjut pada
masa mendatang.
Peramalan adalah prediksi nilai dari variabel yang didasarkan pada nilai-nilai
masa lalu atau variabel terkait lainnya. Peramalan juga didasarkan pada penilaian akhir,
yang pada gilirannya didasarkan pada data historis dan pengalaman.
Terdapat banyak alat dan metode dalam peramalan, dibagi dalam empat
kategori, antara lain :
1. Metode Penghakiman (Judgement Methods)
Metode ini mencoba untuk mengumpulkan data dan menganalisa pendapat ahli
secara sistematis dan cara logis seperti metode deplhi. Metode ini adalah teknik
terstruktur untuk mencapai sebuah konsensus dengan sebuah panel ahli tanpa
mengumpulkan mereka disatu lokasi.
2. Metode Penelitian Pasar (Market Research Methods)
Survei pasar adalah alat yang berguna untuk mengembangkan perkiraan,
terutama untuk produksi baru. Saran atau masukan dari pelanggan melalui via
telepon, wawancara atau survei tertulis adalah sinyal utama untuk
memperkirakan permintaan produk.
3. Metode Akibat (Casual Methods)
Dengan metode ini diasumsikan bahwa variabel yang diinginkan untuk
meramalkan korelasi tinggi dengan beberapa bagian data yang lain. Misalnya,
30
perkiraan penjualan untuk satu bulan berikutnya adalah fungsi dari PDB, cuaca,
atau laju import.
4. Metode Deret Waktu (Times Series Methods)
Dalam metode deret waktu, digunakan berbagai data masa lalu untuk
memperkirakan data masa depan. Ada beberapa teknik dalam metode deret
waktu untuk memperkirakan dan meramalkan, sebagian diantaranya adalah
sederhana yaitu rata-rata bergerak (moving average), pemulusan eksponensial
(exponential smoothing), holt winters dan beberapanya komplek yaitu box &
jenkins, kalman filter, dan neural network.
Berikut pembahasan lanjut mengenai deret waktu dan peramalan.
2.4.2. Deret Waktu (Times Series)
Dalam statistik, deret waktu adalah titik-titik data, biasanya diukur dalam
selang waktu yang beragam. Times series terdiri dari metode analisis untuk menganalisa
data times series untuk mengekstrak statistik bermakna atau karakteristik data lainnya.
Peramalan times series dengan menggunakan sebuah model untuk peramalan kejadian
masa depan dengan menggunakan kejadian masa lalu, seperti: untuk memprediksikan
titik data sebelum diukur. Contoh peramalan deret waktu dalam ekonometrika adalah
memprediksi harga saham berdasarkan kinerja masa lalu.
Times series yang terbaik digambarkan dalam bentuk scater plot. Nilai seri X
digambarkan pada sumbu vertikal dan waktu t pada sumbu horizontal. Waktu disebut
dengan variabel bebas (dalam hal ini, kondisi dimana Anda memiliki kontrol).
31
Ada dua jenis data times series, antara lain:
1. Berkelanjutan (Continoues)
Dimana data memiliki sebuah pengamatan di setiap instan waktu, misalnya
detektor kebohongan. Dinyatakan dengan menggunakan pengamatan X pada
waktu t, X(t).
2. Diksrit (Discrete)
Dimana data memiliki sebuah pengamatan (biasanya secara teratur) spasi
interval. Dinyatakan dalam Xt.
Times series bervariasi karena adanya komponen-komponen trend, siklis,
musiman dan komponen yang tidak teratur di dalamnya.
2.4.2.1. Komponen Tren (Trend Component)
Seperti terlihat pada Gambar 2.8, tren adalah gerakan jangka panjang dalam
kurun waktu tertentu. Hal ini mendasari arah (ke atas atau ke bawah kecenderungan) dan
laju perubahan dalam suatu kurun waktu, ketika kelonggaran telah dibuat untuk
komponen lainnya.
Cara sederhana untuk mendeteksi tren dalam data musiman adalah dengan
mengambil rata-rata selama jangka waktu tertentu. Jika rata-rata ini berubah seiring
dengan waktu, dapat dikatakan bahwa ada bukti dari sebuah tren dalam urutan. Ada
juga tes yang lebih formal yang memungkinkan mendeteksi tren dalam suatu jangka
waktu tertentu.
32
Gambar 2.8. Grafik Komponen Tren
2.4.2.2. Komponen Siklis (Cycical Component)
Salah satu fitur yang mengakibatnya times series bervariasi adalah komponen
siklis. Teknik deskritif dapat diperpanjang untuk meramalkan (memprediksi) nilai-nilai
masa depan.
Dalam data mingguan atau bulanan, komponen siklis menggambarkan fluktuasi
regular, seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. Ini adalah komponen non-musiman
yang bervariasi dalam suatu siklus yang dikenali.
Gambar 2.9. Grafik Komponen Siklis
33
2.4.2.3. Komponen Musiman (Seasonal Component)
Fitur lainnya adalah komponen musiman. Dalam data mingguan atau bulanan,
komponen musiman, adalah komponen variasi dalam suatu kurun yang tergantung pada
waktu dalam tahun. Ini menggambarkan fluktuasi regular dalam jangka waktu kurang
dari satu tahun, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.10. Sebagai contoh, biaya dari
berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, angka pengganguran dan curah hujan harian
rata-rata, semua menunjukkan variasi musiman.
Gambar 2.10. Grafik Komponen Musiman
2.4.2.4. Komponen Tak Beraturan (Irregular Component)
Komponen tak beraturan terjadi ketika komponen-komponen lainnya telah
diperhitungkan, contoh : terhambatnya produksi tekstil selama satu bulan karena
terbakarnya pabrik. Gambar 2.11 menunjukkan komponen tak beraturan.
34
Gambar 2.11. Grafik Komponen Tak Beraturan
2.4.3. Metode Peramalan Umum
Metode peramalan disini menggunakan deret waktu (times series) sebagai dasar
peramalan.
2.4.3.1. Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Rata-rata bergerak adalah salah satu metode peramalan umum dan mudah untuk
menggunakan alat-alat yang tersedia untuk analisis teknis. Rata-rata bergerak
menyediakan metode sederhana untuk pemulusan data masa lalu. Metode ini hanya
berguna untuk peramalan ketika tidak terjadi tren. Jika terdapat tren, gunakan estimasi
berbeda untuk mempertimbangkannya. Hal ini disebut dengan, “bergerak” karena
sebagai data baru yang tersedia, data yang tertua tidak digunakan lagi.
Rata-rata bergerak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝐷 𝑡1 =
𝐷𝑡−𝑖𝑃𝑖=1
𝑃
(2.1)
35
2.4.3.2. Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)
Metode exponential smoothing ini cocok untuk series yang bergerak acak
keatas dan kebawah secara terus menerus bearti tidak ada tren maupun pola musiman.
Series pemulusan 𝑦 𝑡 terhadap 𝑦𝑡 , dihitung rekursif, dengan:
𝑦 𝑡 = 𝛼𝑦𝑡 + (1 − 𝛼)𝑦 𝑡−1 (2.2)
Dimana 0 < α < 1 adalah faktor pemulusan. Semakin kecil nilai α, semakin
mulus suatu series. Dengan pengulangan subtitusi, dapat dituliskan persamaan rekursif
sebagai :
𝑦 𝑡 = 𝛼 (1 − 𝛼)𝑠𝑦𝑡−𝑠𝑡−1𝑠=0 (2.3)
Ini menunjukkan mengapa metode ini disebut dengan pemulusan eksponential,
peramalan terhadap 𝑦𝑡 adalah rata-rata tertimbang dari nilai-nilai masa lalu, dimana
penurunan bobot seacara eksponential terhadap waktu.
Peramalan dari exponential smoothing adalah konstan untuk semua peramalan
masa depan. Konstan diberikan sebagai :
𝑦 𝑇+𝑘 = 𝑦 𝑇 untuk semua k >0 (2.4)
dimana T adalah estimasi sampel terakhir.
2.4.3.3. Ketepatan Metode Peramalan
Makridakis et al. (1999,p57) mengatakan bahwa dalam banyak hal, kata
“ketepatan (accuracy)”, menunjuk ke “kebaikan sesuai”, yang pada akhirnya
penunjukan seberapa jauh model peramalan tersebut mampu mereproduksi data yang
36
telah diketahui. Dalam permodelan deret berkala, sebagian data yang diketahui dapat
digunakan untuk meramalkan sisa data berikutnya, sehingga memungkinkan orang
untuk mempelajari ketepatan ramalan secara lebih langsung. Bagi pembuat model,
kebaikan sesuai model untuk fakta yang diketahui harus diperhatikan.
Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan ramalan untuk
periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai :
Et = Xt- Ft (2.5)
Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan
terdapat n buah galat dan ukuran statistik yang dapat didefinisikan sebagai berikut
(Makridakis, 1999, p61):
Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
MAE =
n
i
ten 1
1 (2.6)
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
MSE = nen
i
t /1
2
(2.7)
Galat Persentase (Percentage Error) PE = %100xX
FX
t
tt (2.8)
Nilai Tengah Galat Persentase Absolut MAPE =
n
i
tPEn 1
1 (2.9)
37
2.5. Kebijakan Persediaan dan Metode Peramalan pada Bullwhip Effect
Point ini menyajikan teori-teori dasar dalam persediaan yang berkaitan dengan
kebijakan metode peramalan, setelah itu mengukur bullwhip effect dan menginvestigasi
analisis sensitifitas dari efek tersebut dalam dua tahap dalam supply chain.
2.5.1. Peranan Persediaan
Persediaan dijaga untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak terduga
selama pengiriman lead time atau untuk mencapai tinggat pelayanan yang diinginkan.
Memiliki terlalu banyak persediaan justru menghasilkan biaya persediaan yang tinggi,
sementara memiliki persediaan yang terlalu sedikit menyebabkan kekurangan. Jumlah
yang tepat dari keseimbangan persediaan dapat meminimalkan total biaya operasional
persediaan.
Kunci untuk biaya perencanaan yang efektif adalah mengerti tentang
ketidakpastian selama permintaan lead-time (lead-time demand). Untuk setiap
pengulangan periodik tanpa biaya pemesanan tetap, kebijangan kontrol standar adalah
tipe order-up-to-level. Dibawah pengongtrolan, pemesanan dibuat untuk mencapai
penentuan posisi persediaan oleh antisipasi dan stok pengamanan.
Pengantisipasian stok dijaga untuk terus dapat memenuhi permintaan yang
diharapkan selama waktu lead-time dan pengamanan stok dijaga utuk mencapai taksiran
tingkat dari resiko stock-out. Ketika terdapat dua stok yang terdapat pada level yang
tepat, biaya persediaan dapat diminimalisasikan (Silver, Peterson, dan Pyke 1998;
Zipkin 2000).
38
2.5.2. Kebijakan Persediaan
Keputusan tentang persediaan beresiko dan berdampak tinggi dari perspektif
logistik dan operasi supply chain. Pelaksanan persediaan itu beresiko dikarenakan
penanaman modal dan potensi untuk usang.
Kebijakan persediaan terdiri dari pedoman mengenai pembelian dan produksi,
kapan harus harus mengambil tindakan, dan dalam kuantitas. Itu juga masih belum
mengenai keputusan dalam posisi persediaan dan penempatannya pada pabrik dan pusat
distribusi.
Kebijakan tentang persediaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :
1. Continuous Review Policy
Dimana persediaan ditinjau setiap hari dan keputusan dibuat tentang jenis dan
jumlah pesanan.
2. Periodic Review Policy
Dimana tipe ini melakukan kontrol pada setiap interval waktu tertentu dan
pasti. Jumlah pemesanan pun dilakukan setiap melakukan kontrol.
2.6. Mengukur Bullwhip Effect pada Supply Chain Sederhana
Bullwhip effect dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
Bullwhip = Variance of Orders / Varians of Demand
= Var(Q)/Var(D) (2.10)
Sebuah bullwhip yang mempunyai nilai lebih besar dari satu mengindikasikan
bahwa terdapat bullwhip effect, sedangkan sebuah bullwhip yang bernilai lebih kecil satu
39
memunjukkan pemulusan skenario, yang berarti pemesanan (kurang bervariasi) lebih
halus dibandingkan dengan pola permintaan.
Ketika pengecer tidak mengetahui permintaan secara riil, pengecer dapat
menggunakan metode sederhana untuk meramalkan permintaan, misalnya exponential
smoothing atau moving average. Dengan cara ini perkiraan kebutuhan masa depan akan
terus menerus diperbaharui dalam menghadapi realisasi permintaan yang baru. Perkiraan
ini kemudian digunakan untuk menentukan urutan berdasarkan kebijakan persediaan.
2.7. Ekonometrik dan Model Volatile
Subbab ini difokuskan pada literatur dari ekonometrika dan teori-teori dasar
yang diperlukan untuk kerangka pada model berikutnya, dan pada akhirnya
membandingkan pengaruh berbagai metode peramalan pada bullwhip effect oleh
percobaan numerik.
2.7.1. Definisi Ekonometrika
Secara harafiah, ekonometrika dapat diartikan sebagai “pengukuran ekonomi”.
Meskipun pengukuran merupakan salah satu bagian yang penting dalam ekonometrika,
tetapi ruang lingkup ekonometrika lebih luas dari pada itu, seperti pendapat beberapa
pakar berikut ini.
Ekonometrika didefinisikan sebagai “aplikasi matematika statistik untuk data
ekonomi untuk memberikan dukungan empiris untuk model-model ekonomi
yang dibangun oleh matematika ekonomi dan untuk mendapatkan perkiraan
numerik” (Samuelson et al., 1954,pp.141-6).
40
“Ekonometri berkaitan dengan penentuan secara empiris terhadap hukum
ekonomi” (H.Theil, 171,p1.).
2.7.2. Metodologi dalam Ekonometrika
Bagaimana para ekonometrikawan dapat memproses analisis mereka terhadap
masalah ekonomi? Yaitu, Apa metodologi mereka ? Untuk mengilustrasikan langkah-
langkah metodologi, dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Anatomi Ekonometrika (Src: Gujarati)
Sebuah model ekonomi terdiri dari persamaan matematika yang menjelaskan
berbagai hubungan. Salah satu metode dasar statistik yang digunakan oleh pakar
41
ekonometrika adalah analisis regresi. Upaya model regresi untuk meminimalkan jarak
yang diukur secara vertikal antara titik pengamatan dan model garis (atau kurva).
Secara umum, tahapan metodologi terdiri atas 6 (enam) tahapan. Pertama,
dengan mengacu kepada teori, mengajukan suatu hipotesis atau pertanyaan. Kedua,
untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis yang diajukan pada tahap pertama,
mengajukan model ekonometrika yang dapat digunakan untuk melakukan tes terhadap
hipotesis. Ketiga, setelah modelnya sudah terbangun, parameter dari model tersebut
diestimasi dengan suatu software computer. Keempat, hasil dari estimasi paramater
perlu diverifikasi terlebih dahulu apakah hasilnya sesuai dengan model atau tidak.
Kelima, jika dari hasil verifikasi mengatakan model yang telah terestimasi sudah layak,
maka model tersebut digunakan untuk memprediksi pergerakan atau memprediksi nilai
suatu variabel. Keenam, akhirnya, prediksi tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan atau suatu kebijakan.
2.7.2.1. Gaussian, Standart, atau Model Klasik Regresi Linier
Dalam statistik dan ekonometrik, OLS adalah teknik untuk meramalkan
parameter yang tidak diketahui dalam model analisis linier. Metode ini meminimalkan
jumlah kuadrat jarak antara tanggapan yang diamati dalam suatu kumpulan data. Teknik
metode linier kuadrat terkecil menyediakan ekspresi sederhana untuk mengestimasi
parameter dalam analisis OLS, dan dengan demikian untuk nilai-nilai statistik yang
terkait seperti kesalahan standar parameter.
42
2.7.2.2. Asumsi Dasar dari Metode OLS
1. Diasumsikan bahwa terdapat parameter linier, yang berarti model regresi linier
di dalam parameter. Dengan kata lain, dapat dinyatakan dalam bentuk : Y = β0 +
β1 X + ui , dimana β0 adalah pemotong, β1 adalah kemiringan fungsi, dimana ui
merepresentasikan gangguan yang berisi semua faktor yang mempengaruhi Y
selain yang ditentukan oleh variabel independen.
2. Menjadi suatu keharusan intuitif sampel yang akan dianalisis harus terdiri dari
sampel acak dari populasi yang relevan untuk memberi hasil tidak bias.
3. Diasumsikan kondisi mean adalah nol. Bahwa model linier akan menjadi satu
baris yang meminimalkan jumlah dari semua kesalahan rata-rata positif dan
negatif. Mengasumsikan bahwa nilai mean ui, tergantung pada xi yang diberikan
adalah nol. Hal ini dapat disempurnakan ke dalam asumsi bahwa nilai rata-rata
X tidak tergantung pada nilai dari X untuk setiap nilai rata-rata X akan sama
dengan nilai rata-rata dari ε dalam keseluruhan populasi, yaitu 0. Secara
teknikal, nilai rata-rata kondisional dari ui adalah 0. Secara simbolik, dituangkan
dalam :
E(ui | x) = E(ui ) = 0 , untuk semua i (2.11)
4. Tidak ada autokorelasi antara gangguan. Diberikan dua nilai X, Xi dan Xj (i ≠
j), korelasi antara setiap dua Ui dan Uj (i ≠ j) adalah nol. Disimbolkan,
Cov(Ui,Uj|Xi,Xj) = E {[Ui-E(Ui)]| Xi} {[Uj-E(Uj)]| Xj} =
E(Ui|Xi)(Uj|Xj)=0 (2.12)
43
Dimana i dan j adalah dua pengamatan yang berbeda dan dimana Cov adalah
kovarians.
5. Mengasumsikan homocedasticity, atau sama (homo) yang tersebar
(scadasticity), atau sama dengan varian, untuk mendapatkan hasil yang
konsisten. Asumsi ini menyatakan bahwa nilai varians kesalahan Ui bersyarat
pada variabel independen X adalah konstan. Dengan kata lain, pola distribusi error
pada setiap nilai X akan menunjukkan distribusi yang sama dengan rata-rata
sampel sekitar nya βnX.
Disimbolkan,
Var (ui | x) =σ2 (2.13)
Perlu ditekankan, di dalam dunia nyata, lima asumsi yang disebutkan
sebelumnya hampir selalu dilanggar. Di dalam supply chain, varians dari pemesanan
biasanya lebih besar daripada penjualan. Distorsi ini cenderung meningkat sebagai salah
satu pergerakan hulu dari grosir ke pengecer. Konsekuensinya, asumsi heterocedasticity
tampak lebih tepat sebagai karakteristik yang berhubungan dengan bullwhip effect.
2.7.3. Distribusi Probabilitas
Asumsi dalam distribusi probabilitas akan sangat berpengaruh dalam
perhitungan ordinary least square untuk error dari model.
44
2.7.3.1. Karakteristik dalam Distribusi Probabilitas
Ada beberapa karakteristik dalam distribusi probabilitas, antara lain :
a. Nilai Harapan
𝐸 𝑋 = 𝑥𝑓 𝑥 𝑑𝑥∞
−∞ (2.14)
Nilai harapan atau mean, merupakan rata-rata dari suatu kumpulan data
(Anonim1).
b. Varians
Var(x) = 𝜎𝑥2= E(𝑋 − 𝜇)2 (2.15)
Berdasarkan pendapat Anonim2, varians merupakan ukuran yang menunjukkan
dispersi statistik (sejauh mana data tersebar di sekitar rata-rata).
c. Konvarians
𝑪𝒐𝒗 𝑿,𝒀 = 𝑬 𝑿 − 𝝁𝒙 (𝒀 − 𝝁𝒚) (2.16)
Kovarians adalah ukuran yang menyatakan seberapa besar dua variabel
bervariasi sama (Anonim3). Jika dua variabel bervariasi sama, misalkan ketika
kedua nilai variabel berada di atas mean, maka kovarians antara kedua variabel
tersebut akan positif, dan begitu sebaliknya.
2.7.3.2. Jenis-jenis Distribusi
Berikut merupakan jenis distribusi yang digunakan dalam penulisan ini, antara
lain :
45
1. Distribusi Normal
Distribusi normal memiliki fungsi pdf sebagai berikut :
𝒇 𝒙 = 𝟏
𝝈 𝟐𝝅𝒆𝒙𝒑 −
𝟏
𝟐
(𝑿−𝝁)𝟐
𝝈𝟐 (2.17)
dengan -∞ < x < ∞
Sedangkan fungsi lognya adalah :
𝐥𝐨𝐠 𝒇 𝒙 = −𝟏
𝟐 𝐥𝐨𝐠 𝝈𝟐 +
𝑿𝒕𝟐
𝝈𝒕𝟐 + 𝐥𝐨𝐠(𝟐𝝅) 𝒏
𝒕=𝟏 (2.18)
Gambar 2.13 merupakan kurva distribusi normal.
Gambar 2.13. Kurva Distribusi Normal
2. Distribusi T-student
Distribusi ini memiliki fungsi pdf sebagai berikut :
𝒇𝒙 𝒙;𝒗 = 𝚪 (𝒗+𝟏)/𝟐
𝒗𝝅𝚪 𝐯/𝟐 𝟏+𝐱𝟐/𝐯 (𝐯+𝟏)/𝟐 (2.19)
Sedangkan fungsi lognya sebagai berikut :
46
𝐥𝐨𝐠[𝒇𝒙] = 𝒍𝒐𝒈𝚪 𝐯+𝟏
𝟐 − 𝐥𝐨𝐠𝚪
𝐯
𝟐 −
𝟏
𝟐𝐥𝐨𝐠 𝛑 𝐯 − 𝟐 −𝒏
𝒕=𝟏
𝟏
𝟐𝐥𝐨𝐠 𝛔𝐭
𝟐 − 𝐯+𝟏
𝟐 𝐥𝐨𝐠 𝟏 +
𝐱𝐭𝟐
𝛔𝐭𝟐(𝐯−𝟐
(2.20)
Gambar 2.14 merupakan kurva distribusi T-student.
Gambar 2.14. Kurva Distribusi T-student
2.7.3.3. Kurtosis
Kurtosis merupakan ukuran luas dimana data observasi jatuh di sekitar pusat
distribusi atau pada ekor. Dapat diukur dengan rumus berikut :
𝑲 = 𝟏
𝑵
𝒚𝒊−𝒚
𝝈 𝟒
𝑵𝒊=𝟏 (2.21)
dimana 𝝈 berdasarkan penduga bias untuk varians.
Kurtosis pada distribusi normal adalah tiga (3) yang disebut juga dengan
distribusi mesokurtic. Jika kurtosis lebih besar daripada tiga (3) maka distribusi ini
disebut dengan distribusi leptokurtic dimana memiliki puncak yang tinggi, rentang
tengah yang sempit dan fat failed. Sedangkan jika kurtosis kurang dari tiga (3) disebut
47
juga dengan distribusi platykurtic dimana distribusi ini memiliki puncak yang rendah
dan rentang tengah yang luas. Bentuk dari macam-macam distribusi dapat diliat pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Variasi Kurtosis
2.7.4. Auto-Regresive (AR)
AR merupakan suatu model peramalan yang memperhitungkan pengamatan
pada masa lalu terhadap variabel dependen. Salah satu contoh AR adalah sebagai
berikut:
𝒀𝒕 = 𝜶𝟏𝒀𝒕−𝟏 + 𝝁𝒕 (2.22)
Model ini menyatakan bahwa peramalan akan nilai Y pada waktu t didapat dari
proposi (𝜶𝟏) dari nilainya pada waktu (t-1) ditambah dengan sebuah random shock pada
waktu t.
48
2.7.5. Stationer
Sebagaimana diketahui bahwa data times series merupakan sekumpulan nilai
suatu variabel yang diambil pada waktu yang berbeda. Setiap data dikumpulkan secara
berkala pada interval waltu tertentu.
Dalam berbagai studi ekonometrika, data times series sangat banyak digunakan.
Namun dibalik begitu pentingnya data tersebut, ternyata data time series „menyimpan‟
berbagai permasalahan. Salah satunya adalah otokorelasi. Otokorelasi sendiri merupakan
penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat
distasionerkan maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode
transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner menjadi stasioner sama
dengan transformasi data untuk menghilangkan otokorelasi.
Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika rata-rata dan varian dari data times
series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau
sebagian ahli menyatakan rata-rata variansnya konstan.
Salah satu cara untuk menguji stasioneritas adalah dengan uji unit root. Uji ini
merupakan pengujian yang sangat populer, dan dikenalkan oleh David Dickey dan
Wayne Fuller. Untuk memudahkan pengertian mengenai unit root, perhatikan model
berikut :
Yt = ρYt-1+µt
49
2.7.6. Model ARCH dan GARCH
Model ARCH/GARCH mengganggap variance yang tidak konstan
(heteroskedastisitas) bukan sebagai suatu masalah tetapi justru dapat digunakan untuk
modeling dan peramalan (forecasting). Terdapat beberapa alasan mengapa ingin
memodelkan dan meramalkan volatilitas. Pertama, mungkin memerlukan volatilitas
untuk menganalisis risiko memegang aset dari investasi pilihan. Kedua, meramalkan
interval keyakinan mungkin akan time-varying sehingga interval yang lebih tepat dapat
diperoleh dengan memodelkan varians error. Ketiga, estimator yang lebih efisien dapat
diperoleh bila heterokedastisitas dalam error diperlakukan dengan tepat.
2.7.6.1. ARCH (Auto Regressive Conditional Heterocedasticity)
Saat ini semakin fokus pada pentingnya volatilitas, yang diterminasi dan
efeknya pada nilai mean. Pemodelan volatilitas dari waktu ke waktu dapat meningkatkan
efisiensi dalam estimasi parameter dan keakuratan dalam inteval peramalan.
Pemodelan volatilitas dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Robert
Engel (1982) menggunakan teknik MA (Moving Average) untuk memodelkan volatilitas
yang bervariasi waktu dalam times series dan mengusulkan apa yang disebut dengan
Autoregressive Conditional Heterocedasticity atau ARCH.
Bentuk umum persamaan regresi univariat sebagai berikut :
𝒚𝒕 = 𝒙𝒕 + 𝜺𝒕 (2.23)
Model conditional heterocedastic yang di usulkan oleh Engle sebagai berikut :
𝜺𝒕 = 𝒗𝒕 𝒉𝒕 (2.24)
50
Dimana :
Rata-rata 𝒗𝒕 adalah nol (E(𝒗𝒕)=0); variance 𝒗𝒕 adalah satu (𝝈𝒗𝟐 = 1); dan
𝒗𝒕 mengikuti proses white noise.
𝒉𝒕 merupakan faktor skala. Dalam kesempatan itu, bagaimana set up 𝒉𝒕
menjadi penting dan dapat menghasilkan beberapa kemungkinan yang berbeda.
Bentuk umum 𝒉𝒕 sebagai berikut :
𝒉𝒕 = 𝒂𝟎 + 𝜶𝒊𝜺𝒕−𝟏𝟐𝒒
𝒊=𝟏 (2.25)
Hal itu diebut model ARCH (q).
Apabila 𝒉𝒕 terbentuk
𝒉𝒕 = 𝜶𝟎 + 𝜶𝟏𝜺𝒕−𝟏𝟐
Maka bentuk tersebut dikenal dengan model ARCH (1). Dengan model ARCH
(1), persamaan (1 ) menjadi :
𝒚𝒕 = 𝜸𝒙𝒕 + 𝒗𝒕 𝜶𝟎 + 𝜶𝟏𝜺𝒕−𝟏𝟐 (2.26)
Unconditional long run variancedari galat 𝜺𝒕 adalah :
Var (𝜺𝒕) = E (𝒗𝒕𝟐) E (𝒉𝒕) =
𝜶𝟎
𝟏− 𝜶𝟏 (2.27)
Agar variance menjadi positif (var (𝜺𝒕) >0), perlu dibuat restriksi terhadap nilai
𝜶𝟎 dan 𝜶𝟏, yaitu 𝜶𝟎 > 0 dan 0 < 𝜶𝟏 < 1.
Intuisi dibalik model ARCH (1) sebagai berikut.
1. Error process dapat digunakan untuk memodelkan periode volatilitas dalam
kerangka univariate.
51
2. Conditional shoft run variance (“volatilitas”) dari series merupakan fungsi nilai
masa lalu galar kuadra. Artinya, efek setiap shock baru 𝜺𝒕 tergantung pada
ukuran shock masa lalunya. Shock yang besar pada periode t akan
meningkatkan pengaruh (terhadap y) pada periode t+1, t+2 dan sebagainya.
2.7.6.2. GARCH (General Auto Regressive Conditional Heterocedasticity)
Sejak penemuan metode ARCH pada tahun 1982, model ARCH telah menjadi
industri, dengan segala macam variasi modelnya. Salah satunya yang popular adalah
model autoregresif umum heteroskedastisitas (Generalized Autoregressive
Heterocedasticity atau GARCH), awalnya diusulkan oleh Bollerslev (1986).
Yang mengatakan bahwa kondisi varians U pada waktu t bergantung tidak
hanya pada kesalahan kuadrat pada waktu sebelumnya tetapi juga pada kondisi varians
pada periode waktu sebelumnya. Model ini dapat digeneralisasi ke model GARCH (p,q)
dimana terdapat p dari segi error dan q dari segi varians.
Dengan error process yang sama dengan persamaan 2 :
𝜺𝒕 = 𝒗𝒕 𝜺𝒕 (2.28)
Rata-rata 𝒗𝒕 adalah nol (E (𝒗𝒕) = 0); variance 𝒗𝒕 adalah 1 (𝝈𝒗𝟐 = 1); dan
𝒗𝒕mengikuti proses white noise independen dari realisasi masa lalu dari 𝜺𝒕−𝟏
maka conditional means dan unconditional means dari 𝜺𝒕 akan sama dengan
nol.
𝜺𝒕 merupakan faktor skala. Bentuk umum 𝒉𝒕 adalah
𝒉𝒕 = 𝒂𝟎 + 𝜶𝒊𝜺𝒕−𝟏𝟐𝒒
𝒊=𝟏 + 𝜷𝒋𝒉𝒕−𝟏𝒑𝒋=𝟏 (2.29)
52
Hal ini yang disebut model GARCH (p,q). Model GARCH (p,q) itu
berkemungkinan terdapat komponen autoregressive maupun moving average di dalam
heterocedastic variance. Keuntungan model GARCH adalah lebih mudah diestimasi
untuk kasus ARCH model dengan ordo tinggi. Karakteristik utama GARCH model
adalah bahwa conditional variance dari sequence [yt] membentuk ARCH process.
2.7.6.3. Pengukuran Model Fit
Untuk membandingkan keakuratan dan kesesuaian suatu model terhadap data
yang dimodelkan, dibutuhkan suatu pengukuran. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan
banyak cara. Berikut ini akan dijelaskan dua macam contoh cara yang dapat digunakan
dan yang akan diterapkan dalam skripsi ini.
a. Akaike Information Criterion (AIC)
𝑨𝑰𝑪 = 𝒆𝟐𝒌/𝒏 𝒖𝒊
𝟐
𝒏= 𝒆𝟐𝒌/𝒏
𝑹𝑺𝑺
𝒏
dimana k merupakan jumlah dari regressor (termasuk intercept) dan n adalah
jumlah dari observasi. Untuk kemudahan dalam penghitungan, biasanya bentuk
AIC ditulis sebagai berikut :
ln AIC = 𝟐𝒌
𝒏 + 𝒍𝒏
𝑹𝑺𝑺
𝒏
dimana ln AIC merupakan natural log dari AIC dan 2k/n adalah faktor penalty.
Berdasarkan pendapat Gujarati (2003, p537) AIC ini dapat diterapkan pada
peramalan in-sample maupun out-of-sample dari sebuah model regresi.
Peramalan in-sample menjelaskan bagaimana sebuah model fit dengan data
53
yang ada pada sampel, sedangkan peramalan out-of-sample menyatakan
bagaimana sebuah model meramal nilai refressand yang akan datang dengan
memasukkan nilai-nilai regressornya.
Semakin kecil nilai AIC menyatakan model yang digunakan semakin fit.
b. Schwarz Information Criterion (SIC)
𝑺𝑰𝑪 = 𝒏𝒌/𝒏 𝒖𝒊
𝟐
𝒏= 𝒏𝒌/𝒏
𝑹𝑺𝑺
𝒏
dimana k merupakan jumlah dari regressor (termasuk intercept) dan n adalah
jumlah dari observasi. Untuk kemudahan dalam penghitungan, biasanya bentuk
SIC ditulis sebagai berikut :
ln SIC = 𝟐𝒌
𝒏 𝐥𝐧𝒏 + 𝒍𝒏
𝑹𝑺𝑺
𝒏
dimana ln SIC merupakan natural log dari AIC dan (k/n) ln n adalah faktor
penalty.
Seperti AIC, Semakin kecil nilai SIC menyatakan model yang digunakan
semakin fit. SIC juga dapat digunakan untuk peramalan in-sample maupun out-
of-sample.
2.8. Rekayasa Perangkat Lunak
Berdasarkan pendapat Presman (2001, p19), rekayasa perangkat lunak adalah
pengembangan dan penggunaan prinsip pengembangan suara untuk memperoleh
perangkat lunak secara ekonomis yang terpecaya dan bekerja secara efisien pada mesin
nyata.
54
Berdasarkan pendapat Presman (2001, p19), rekayasa perangkat lunak terbagi
menjadi tiga lapisan yang mampu mengontrol kualitas perangkat lunak, yaitu :
a. Proses
Proses-proses rekayasa perangkat lunak adalah perekat yang menyatukan
lapisan-lapisan dan memungkinkan perkembangan perangkat lunak yang tepat
waktu dan rasional. Lapisan proses ini membentuk dasar bagi kontrol
manajemen proyek perangkat lunak serta membangun konteks dimana metode
teknis diaplikasikan, produk usaha (modul, dokumen, data, laporan, form dan
lain-lain) dihasilkan, fondasi dibangun, kualitas dijamin, dan perubahan diatur
secara rapi.
b. Metode
Metode rekayasa perangkat lunak memberikan teknik untuk membangun
perangkat lunak yang mencakup serangkaian tugas yang luas yang menyangkut
analisis kebutuhan, konstruksi program, desain, pengujian, dan pemeliharaan.
c. Alat bantu
Alat bantu rekayasa perangkat lunak memberikan topangan yang otomatis
ataupun semi-otomatis pada proses-proses dan metode-metode yang ada. Alat
bantu ini contohnya adalah CASE (Computer-Aided Software Engineering) dan
CAD (Computer-Aided Design).
Berdasarkan pendapat Presman (2001, p28), dalam perancangan perangkat
lunak, dikenal model sekuensial linier atau yang sering disebut clasic life cycle
55
atau waterfall model. Model ini mengusulkan pendekatan pada pengembangan
perengkat lunak yang sistematis dan sekuensial melalui aktivitas-aktivitas
seperti yang terlihat pada Gambar 2.16 berikut :
Gambar 2.16. Model Sekuensial Linier
a. Rekayasa dan pemodelan sistem
Proses pencarian kebutuhan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat
dari program yang akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti
tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user
interface dan lain-lain. Dari dua aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan sistem
dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
56
b. Analisis kebutuhan perangkat lunak
Untuk dapat memahami sifat program yang dibangun, perekayasa perangkat
lunak harus memahami domain informasi, tingkah laku, cara kerja, dan
interface yang dibutuhkan.
c. Perancangan
Perancangan perangkat lunak adalah proses yang berfokus pada empat atribut
sebuah program yang berbeda, yaitu struktur data, arsitektur perangkat lunak,
representasi tampilan, dan algoritma prosedural. Perancangan menerjemahkan
kebutuhan ke dalam suatu representasi perangkat lunak yang dilakukan sebelum
pengkodean.
d. Pengkodean
Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer, maka
desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat dimengerti oleh
mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini
merupakan implementasi dari tahap desain yang secara teknis nantinya
dikerjakan oleh programmer.
e. Pengujian
Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software.
Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan, agar software bebas dari
error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah
didefinisikan sebelumnya.
57
f. Pemeliharaan
Digunakan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan akibat perubahan-
perubahan dalam lingkungan eksternalnya atau adanya kebutuhan untuk
pengembangan fungsional maupun cara kerja. Diagram alir menggunakan
simbol-simbol yang sudah distandarisasikan.
2.8.1. Diagram Alir (Flowchart)
Berdasarkan pendapat Hansen (2005), diagram alir merupakan representasi
grafis dari serangkaian aktifitas operasi, pergerakan, inspeksi, penundaan, keputusan,
dan penyimpanan dari sebuah proses.
Berikut adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan diagram
alir :
Tabel 2.2. Simbol-Simbol dalam Diagram Alir
Notasi Arti Notasi
Proses
Predefined Proses
Operasi input / output
Decision, berupa pertanyaan atau
penentuan suatu keputusan
58
Terminal, untuk menandai awal dan akhir
program
Panah, sebagai penghubung antar
komponen dan penunjuk arah
Manual input, input dari pengguna
On-page connector, sebagai penghubung
dalam satu halaman
Off-page connector, sebagai penghubung
antar halaman yang bersedia
2.8.2. State Transition Diagram (STD)
Berdasarkan pendapat Whitten, et.al. (2004, pp673-674), STD merupakan
diagram yang digunakan untuk menggambarkan urutan dan variasi dari layar yang
terjadi ketika pengguna sistem berada di terminal. Ada beberapa notasi yang digunakan
dalam memberikut suatu STD, yaitu:
a. Kotak
Lambang kotak digunakan untuk mewakili layar tampilan. Lambang ini hanya
menggambarkan sesuatu yang mungkin tampil selama dialog.
b. Panah
Panah digunakan untuk mewakili kontrol aliran dan event yang memicu
aktifnya sebuah layar. Arah panah mengindikasi urutuan dimana layar
tersebut tampil.
59
2.8.3. Kerangka Pikir
Penulisan ini terdiri dari dua bagian, yaitu perancangan program dan analisis.
Perancangan program dimaksudkan untuk membuat sebuah tampilan yang mudah
dipakai dibandingkan dengan langsung menggunakan perangkat lunak statistik.
Sedangkan analisis dilakukan pada bidang statistik, khususnya dalam perbandingan yang
akan dilakukan.
2.9. United Modelling Language (UML)
2.9.1. Sejarah UML
UML adalah sebuah bahasa yang telah menjadi standar dalam industri untuk
menvisualisasi, menspesifikasi, merancang dan mendokumentasi sistem piranti lunak
(Booch et al, 1999, p14). UML memberikan standar penulisan sebuah sistem blue print,
yang meliputi konsep bisnis proses, penulisan kelas-kelas dalam bahasa program yang
spesifik, skema database, dan komponen-komponen yang diperlukan dalam sistem
software.
Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan model Object
Oriented (OO) mulai diperkenalkan sekitar pertengahan 1970 hingga akhir 1980
dikarenakan pada saat itu aplikasi software sudah meningkat dan mulai kompleks.
Jumlah yang menggunakaan metode OO mulai diujicobakan dan diaplikasikan antara
1989 hingga 1994, seperti halnya oleh Grady Booch dengan metode yang dikenal
dengan OOSE (Object-Oriented Software Engineering), serta James Rumbaugh dari
General Electric, dikenal dengan OMT (Object Modelling Technique).
60
Kelemahan saat itu disadari oleh Booch maupun Rumbaugh adalah tidak
adanya standar penggunaan model yang berbasis OO, kemudian Booch, Rumbaugh dan
Jacobson mulai mendiskusikan untuk mengadopsi masing-masing pendekatan metoda
OO untuk membuat suatu model bahasa yang seragam yang disebut UML (Unified
Modeling Language) dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.
2.9.2. Bagian UML
2.9.2.1. Class Diagram
Class diagram adalah diagram yang menunjukkan sekumpulan dari kelas-
kelas, interfaces, dan kolaborasi-kolaborasi serta hubungannya (Booch et al, 1999,
p107). Class diagram digunakan untuk memvisualisasikan, menspesifikasikan,
mendokumentasikan model struktural dan juga membangun sistem yang dapat
dieksekusi.
Pada class diagram terdapat simbol-simbol :
1. Simbol “+” untuk menandakan public.
2. Simbol “-” untuk menandakan private.
3. Simbol “#” untuk menandakan protected.
Class diagram direpresentasikan dalam bentuk kotak yang terbagi atas tiga
bagian yaitu nama class, atribut, dan perilaku (behavior), seperti terlihat pada
Gambar 2.17.
61
Gambar 2.17. Contoh Class Diagram
2.9.2.2. Use Case Diagram
Use case diagram menggambarkan sekumpulan use case dan aktor serta
hubungannya (Booch et al, 1999, p234). Use Case Diagram memvisualisasikan tingkah
laku dari suatu sistem dan menggambarkan interaksi antara aktor dengan sistem. Di
bawah ini dijelaskan bagian use case diagram:
1. Actor
Sebuah aktor mewakili sekumpulan peranan yang saling berhubungan di dalam
sistem dimana aktor tersebut berinteraksi dengan use case (Booch et al, 1999,
p221). Aktor dapat berupa orang ataupun sistem yang otomatis berjalan. Notasi
aktor dengan nama aktor tersebut dibawahnya:
Actor
2. Use Case
Sebuah use case menjelaskan sekumpulan dari sequence, dimana setiap
sequence mewakili interaksi dari hal-hal di luar sistem (aktornya) dengan
Class Name
Attribute: Type=Initial Value
Operation(arg list): return type
62
sistem itu sendiri (Booch et al, 1999, p220). Sehingga sebuah use case
menunjukkan sebuah keperluan fungsional dari keseluruhan sistem.
Notasi use case :
Untuk menghubungkan antara aktor dengan use case digunakan simbol garis
yang disebut sebagai relationship.
Suatu use case dapat memiliki deskripsi teknik, yaitu: extends, dan include.
Extends berarti memperluas use case dasar dengan menambah behavior-
behavior baru tanpa mengubah use case dasar itu sendiri. Titik di mana use
case diperluas disebut sebagai extension point.
Sebuah use case dapat menginclude fungsionalitas dari use case lain sebagai
bagian dari proses dalam dirinya. Secara umum diasumsikan bahwa use case
yang diinclude akan dipanggil setiap kali use case yang menginclude
dieksekusi secara normal.
Dengan adanya use case diagram maka akan membantu dalam menyusun
kebutuhan sebuah sistem dan mengkomunikasikannya dengan klien.
2.9.2.3. Sequence Diagram
Sequence diagram menggambarkan sekumpulan objek dan interaksinya,
termasuk pesan yang dikirim terhadap urutan waktu (Booch et al, 1999, p245). Sequence
diagram menunjukkan sekumpulan objek dan pesan yang dikirim dan diterima oleh
objek tersebut. Sequence diagram memiliki dua buah karakteristik yaitu :
63
1. Setiap objek memiliki lifeline yang digambarkan dengan garis putus-putus
vertikal dan garis ini menunjukkan daur hidup dari sebuah objek.
2. Terdapat fokus kontrol yang digambarkan dengan sebuah persegi panjang yang
tipis dan tinggi. Fokus kontrol ini menunjukkan periode waktu selama sebuah
objek melakukan sebuah event.
2.9.2.4. Activity Diagram
Activity diagram memodelkan aliran dari suatu aktivitas ke aktivitas berikutnya
dalam suatu proses (Booch et al, 1999, p258). Komponen utama dalam activity diagram
adalah:
Table 2.3. Komponen Utama dalam Activity Diagram
Initial state, yaitu menyatakan awal dimulainya
suatu aktivitas.
Final state, yaitu menyatakan berakhirnya suatu
aktivitas.
State, menggambarkan aktivitas yang
merepresentasikan kinerja dari suatu operasi.
Control Flow, menyatakan relationship diantara 2
state. Control flow mengidentifikansi kontrol yang
dikirim dari state pertama ke state kedua setelah
aktivitas pada state pertama selesai dijalankan.
Decision, menggambarkan kontrol dari aliran yang
bersifat kondisional.
Gambar 2.18 merupakan contoh penggunaan Activity Diagram:
64
Gambar 2.18. Contoh Activity Diagram
Activity Diagram menekankan aliran kontrol dari suatu aktivitas ke aktivitas
yang lain. Sehingga activity diagram dapat digunakan untuk menunjukkan aliran
aktivitas sistem yang dirancang dari awal hingga aliran berakhir.
2.9.2.5. Component Diagram
Component Diagram menunjukkan organisasi dan hubungan ketergantungan
antara satu set komponen dalam sebuah sistem (Booch et al, 1999, p393). Dengan
component diagram, dapat digambarkan hubungan statis antara komponen-komponen
fisik dan menspesifikasikan detailnya untuk membangun sebuah sistem.
top related