bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2012-2-01221-ar bab2001.pdf ·...
Post on 27-Jul-2018
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
o Perancangan :
Mengatur atau menata sesuatu dengan keinginan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia III:815)
Proses, cara, perbuatan merancang (Departemen Pendidikan Nasional 927)
Keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-
hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 1994:108)
o Kawasan
Daerah yang memiliki ciri khas tertentu atau berdasarkan pengelompokan
fungsional kegiatan tertentu, seperti kawasan industri, kawasan
perdagangan, dan kawasan rekreasi.
Wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.(Undang-
Undang Republik Indonesia Nomer 26 Tahun 2007)
o Permukiman
Permukiman memiliki dua arti, antara lain: (De Van Der Zee Tahun 1979)
- Proses dengan cara apa orang bertempat tinggal menetap dalam
suatu wilayah.
- Hasil atau akibat dari proses tersebut.
Permukiman merupakan suatu kawasan perumahan lengkap dengan
prasarana lingkungan, prasarana umum, dan fasilitas sosial yang
12
mengandung keterpaduan kepentingan dan keselarasan pemanfaatan sebagai
lingkungan kehidupan. (Soedarsono dalam Ridho, 2001:19)
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, Bab I, pasal 1(5)). Permukiman yang dimaksudkan dalam
undang-undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat
tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat
kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga
fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
(Kumurur, 206)
o Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS)
Filosofi yang digunakan di seluruh dunia untuk membantu mengurangi
aliran air berlebih berupa penyebaran ke daerah-daerah yang tidak
diinginkan. Tujuan utama dari filosofi SUDS adalah untuk membuat
limpasan air, untuk membersihkan air dari setiap polutan dan untuk
mendorong keterlibatan masyarakat. Ketika anggota masyarakat setempat
berpartisipasi dalam melaksanakan dan mengelola solusi pengairan,
meningkatkan kemungkinan bahwa anggota masyarakat akan mengurus
sistem pengelolaan air tersebut, membuat solusi lebih sukses dalam jangka
panjang (SUDS: Background, 2005)
13
SUDS, atau Sustainable Urban Drainage Systems adalah urutan praktek
pengelolaan air (mengurangi penyebab polusi, pengurangan kegiatan
pencemaran, pengurangan bahan pencemar, dan sebagainya) dan fasilitas
(filter air, parit infiltrasi, terasering buatan, penyimpanan bawah tanah,
taman basah, dan kolam) yang dirancang untuk mengalirkan air permukaan
dengan cara memberikan pendekatan yang lebih berkelanjutan daripada apa
yang telah menjadi praktik konvensional melalui pipa ke anak sungai.
(Scottish Environmental Protection Agency http://www.sepa.org.uk)
Sistem, biasanya pada drainase perkotaan, untuk menghindari banjir
setempat maupun kawasan, degradasi maupun polusi lingkungan,
meminimalisir penggunaan sumber daya, dan untuk beradaptasi terhadap
permasalahan di masa depan yang belum diketahui. (Butler
and Parkinson, Water Science and Technology 35)
o Srengseng
Kelurahan Srengseng, Kembangan memiliki kode pos 11630 Kelurahan ini
terletak di kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Kelurahan ini memiliki
penduduk sebesar 42.616 jiwa dan luas 492 km2. Kelurahan ini berbatasan
dengan Kelurahan Meruya Utara di sebelah utara, Kelurahan Joglo &
Kelurahan Meruya Selatan di sebelah barat, Kelurahan Kelapa Dua di
sebelah timur dan Kelurahan Ulujami di sebelah selatan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Srengseng,_Kembangan,_Jakarta_Barat)
o Jakarta Barat
Salah satu dari 5 kota administrasi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Jakarta Barat secara administratif terbagi menjadi 8 kecamatan dan
56 kelurahan.
14
(http://id.wikipedia.org/wiki/Jakarta_Barat)
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka judul tugas akhir “Perancangan
Kawasan Permukiman Melalui Pendekatan Sustainable Urban Drainage
Systems di Srengseng Jakarta Barat” adalah sebagai berikut:
Perancangan daerah permukiman dengan berbagai sarana dan prasarana untuk
mencapai keberlanjutan dengan pendekatan dari segi sistem drainase di
Srengseng, Jakarta Barat.
2.2 Landasan Umum
Dalam penyusunan Laporan Penelitian ini akan ada beberapa landasan
tinjauan umum. Di bawah ini adalah pemaparan landasan-landasan teori
tersebut.
2.2.1 Urban atau Perkotaan
Urban (kawasan perkotaan) memiliki artinya sebagai wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Menurut Jane Jacobs (1961), kawasan perkotaan hendaknya memiliki
beberapa prinsip arsitektural dalam skala makro. Jika tidak maka akan timbul
masalah yang cenderung buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab jika
ukuran sebuah kota dan wilayahnya tidak disusun dengan menciptakan ruang-
ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih
besar berdasarkan hirarki-hirarki tertentu, maka kualitas identitas masyarakat
perkotaan terhadap tempat dan lingkungannya akan menurun. ( Jacobs, Jane.
Death and Life of Great American Cities. New York. 1961)
15
Berdasarkan uraian Gordon Cullen dalam buku The Concise Townscape,
disimpulkan tiga hal, yaitu:
1. Suatu lingkungan perkotaan tersusun melalui dua cara. Yang pertama, kota
disusun sebagai objek dari luar perencana sebagai subjek. Yang kedua, kota
yang sudah disusun kemudian diisi oleh aktivitas-aktivitas penghidup.
Keduanya merupakan suatu kesinambungan yang saling melengkapi. Peran
townscape disini adalah sebagai pembentuk kota yang menjadi struktur dan
mendukung aktivitas manusia tersebut.
2. Penataan perkotaan harus bisa memberikan rasa nyaman pada masyarakat
yang menempatinya. Lingkungan perkotaan banyak mempengaruhi
perkembangan masyarakatnya secara psikologis maupun fisik. Oleh karena
itu, art of environment perlu ditekankan dalam urban design.
3. Dalam penataan suatu perkotaan harus memperhatikan logika dalam
lingkungan atlas. Hal ini berkaitan dengan dimensi fisik geometri dan
dimensi waktu. (Cullen, Gordon. 1961. The Concise Townscape. London:
Architectural Press)
2.2.2 Permukiman
Permukiman memiliki dua arti, antara lain: (De Van Der Zee dalam
Ritohardoyo, 2006:6)
- Proses dengan cara apa orang bertempat tinggal menetap dalam
suatu wilayah.
- Hasil atau akibat dari proses tersebut.
Menurut Soedarsono dalam Ridho (2001:19) permukiman merupakan
suatu kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan, prasarana
16
umum, dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan
keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, Bab I, pasal 1(5)). Permukiman yang dimaksudkan dalam
undang-undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat
tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja
terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsi
permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. (Kumurur, 206)
Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968:21-35), ada lima elemen dasar
permukiman, yaitu:
1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan
difungsikan semaksimal mungkin
2. Man (manusia) baik individu maupun kelompok
3. Society (masyarakat) bukan hanya kehidupan individu yang ada, tapi juga
hubungan sosial masyarakat
4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan
fungsinya masing-masing
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang mendukung
fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia, seperti jalan
lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan lain-lain.
17
Adapun kriteria untuk mencapai suatu permukiman ideal (Nasrullah A.,
Perencanaan Prasarana Dasar Permukiman, 2012:9), yaitu:
1. Lokasi yang sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran
udara atau pencemaran lingkungan lainnya
2. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain
3. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan
cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang
lebat sekalipun
4. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah
5. Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal
6. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur
agar lingkungan permukiman tetap nyaman
7. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,
lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai
dengan skala besarnya permukiman itu
8. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
Pemukiman Kumuh
Definisi permukiman kumuh menurut UU no. 4 pasal 22 tahun 1992
tentang perumahan dan permukiman, dimana permukiman kumuh adalah
permukiman yang tidak laya huni antara lain karena beradaa pada lahan yang
18
tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan yang
sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan
penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani
prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan
kehidupan dan penghuninya.
Pemukiman kumuh mengacu pada aspek lingkungan hunian atau
komunitas (Masrun, 2009) dimana permukiman kumuh tersebut dapat
dijabarkan sebagai lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan
kualitas atau memburuk baik secara fisik, sosial ekonomi, maupun sosial
budaya, yang tidak mungkin dicapainya kehidupan yang layak bagi
penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa penghuninya benar-benar
dalam lingkungan yang sangat membahayakan kehidupannya.
Penyebab utama tumbuhnya permukiman kumuh menurut Khomarudin
(1997) ialah sebagai berikut:
1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah,
2. Sulit mencari pekerjaan
3. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah
4. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan
1. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta
disiplin warga yang rendah
2. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.
Menurut Arawinda Nawagamuwa dan Nils Viking (2003:3-5) penyebab
adanya permukiman kumuh adalah:
19
1. Karakter bangunan yaitu umur bangunan yang sudah terlalu tua, tidak
terorganisasi, ventilasi, pencahayaan dan sanitasi yang tidak memenuhi
syarat
2. Karakter lingkungan yaitu tidak ada open space (ruang terbuka hijau) dan
tidak tersedia fasilitas untuk rekreasi keluarga, kepadatan penduduk yang
tinggi, sarana prasarana yang tidak terencana dengan baik.
Ciri-ciri kampung atau permukiman kumuh menurut Sinulingga (2005)
terdiri dari:
1. Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/Ha. Pendapat para ahli
perkotaan menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah
mencapai 80 jiwa/Ha maka timbul masalah akibat kepadatan ini, antara
perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan
fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit
2. Jalan-jalan sempit dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena
sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap
rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain
3. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan-
jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah
akan tergenang oleh air
4. Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranya
yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah.
5. Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur
dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan.
6. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umunya
tidak permanen dan malahan banyak sangat darurat.
20
7. Pemilikan hak atas lahan sering legal, artinya status tanahnya masih
merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.
Menurut Johan Silas, adapun karakteristik permukiman kumuh ialah
sebagai berikut:
1. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-
rata 6 m2/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak
terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan
permukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit
mendapatkannya.
2. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat
mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas
keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat permukiman
disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah
kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang
tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan
membayar apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana, termasuk
masyarakat “residu” seperti residivis, WTS dan lain-lain.
Permukiman kumuh dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan proses
terjadinya (Sutanto, 1995), yakni:
1. Kumuh bangunan (created): daerah hunian masyarakat ekonomi rendah
dengan ciri fisik seperti bangunan mudah dipindah, dibangun dengan bahan
seadanya, sebagian besar dibangun sendiri oleh penghuni (kumuh sejak
awal)
2. Kumuh turunan (generated): memiliki ciri fisik seperti rumah-rumah yang
semula dibangun dengan ijin pada bagian kota yang lama kondisinya
21
semakin memburuk, desa lama yang terkepung oleh pemekaran kota yang
cepat, bangunan dan prasarana merosot oleh kurangnya pemeliharaan
3. Kumuh dalam proyek perumahan (in project housing): memiliki ciri sebagai
berikut: kelompok proyek perumahan yang disediakan oleh badan
pemerintah bagi masyarakat ekonomi rendah, rumah-rumah diperluas
sendiri oleh penghuni dengan pemeliharaan sangat jelek yang
mengakibatkan kemerosotan jasa prasarana.
Perkembangan dan pertumbuhan permukiman kumuh ini disebabkan oleh
beberapa faktor yang menurut Constantinos A. Doxiadis (1968) sebagai
berikut:
1. Growth of density (pertambahan penduduk)
Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan
adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru.
Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri.
Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di
kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan
permukiman.
2. Urbanization (Urbanisasi)
Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus migrasi
desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanisasi yang
bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di pusat
kota, tentu saja memiliki untuk tinggal di permukiman di sekitar pusat kota.
Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman di
kawasan pusat kota.
22
2.3 Landasan Khusus
Pada sub-bab landasan khusus akan membahas tentang variabel-variabel
yang dipergunakan dalam penelitian ini seperti dijabarkan di bawah ini.
2.3.1 Sustainable Urban Neighborhood
Sustainable Urban Neighborhood adalah skala kecil kawasan perkotaan
(kelurahan atau kecamatan) yang terdiri dari sosial, ekonomi dan lingkungan
berkelanjutan. Istilah "SUN" adalah berkelanjutan yang berkaitan dengan umur
yang panjang (untuk generasi yang akan datang) dan mengurangi dampak
lingkungan, perkotaan yang berkaitan dengan lokasi dan karakter fisik, dan
lingkungan merupakan kesejahteraan sosial dan ekonomi daerah.
Sebuah lingkungan yang berkelanjutan adalah daerah digunakan
dicampur dengan perasaan masyarakat. Ini adalah tempat di mana orang ingin
hidup dan bekerja, sekarang dan di masa depan. Lingkungan yang
berkelanjutan memenuhi beragam kebutuhan penduduk yang ada dan masa
depan, peka terhadap lingkungan mereka, dan memberikan kontribusi kepada
kualitas hidup yang tinggi. Mereka aman dan inklusif, terencana, dibangun dan
dikelola, dan kesetaraan kesempatan dan menawarkan pelayanan yang baik
untuk semua. (Bristol Accord, 6-7 Desember 2005).
Perencanaan kawasan berkelanjutan bertujuan untuk mencapai jangka
panjang secara sosial, lingkungan dan ekonomi masyarakat layak dengan
berfokus pada:
23
Gambar 2.1 Diagram Sustainable Urban Neighborhoods
Sumber: http://gulagbound.com/ diakses pada 25 Maret 2013
o Governance: Baik dikelola dengan lingkungan yang efektif dan inklusif,
representasi partisipasi dan kepemimpinan
o Transport and mobility: Terhubung dengan baik masyarakat dengan layanan
transportasi yang baik dan komunikasi yang menghubungkan warga ke
tempat kerja mereka dan pelayanan (kesehatan, pendidikan, rekreasi,
komersial area dll)
o Environment: Memberikan kesempatan bagi orang untuk hidup dengan cara
yang ramah lingkungan (konsumsi energi rendah atau bangunan pasif,
limbah diminimalkan, daur ulang, penggunaan bahan yang ramah alam dan
lingkungan, dll meminimalkan konsumsi air) dan menikmati lingkungan
yang bersih dan aman
o Economy: Sebuah ekonomi lokal berkembang dan hidup.
o Services: Ketersediaan sarana dan prasarana publik, masyarakat swasta, dan
layanan sukarela yang dapat diakses oleh semua warga.
o Equity: Adil bagi penduduk masing-masing dan untuk generasi sekarang dan
mendatang baik (rumah yang layak dengan harga yang orang mampu,
24
layanan terjangkau untuk semua, ruang terbuka publik yang dapat diakses
oleh semua)
o Diversity: Menciptakan komunitas sosial kohesif dan beragam melalui
gabungan kategori sosial (campuran jenis perumahan dan kesempatan kerja,
kegiatan masyarakat bersama oleh semua) dan campuran generasi.
o Mixed used: Sebagai perbedaan penting ke daerah-daerah pinggiran kota yang
ada yang sering dikategorikan (menjaga daerah pemukiman terpisah dari
tempat industri dan komersial), lingkungan yang berkelanjutan menawarkan
campuran fungsi (hidup, bekerja, memanfaatkan area rekreasi dan
komersial)
o Identity: Aktif, inklusif dan aman dengan budaya lokal yang kuat dan
kegiatan masyarakat bersama, memberikan rasa masyarakat dan milik warga
banyak yang mencari. Oleh karena itu, setiap kawasan membutuhkan pusat
yang jelas (tempat di mana warga dapat menemukan toko-toko, sosial dan
budaya dll kegiatan)
o Citizens and residents participation, cooperation and involvement:
Partisipasi warga negara dan penduduk, kerjasama dan keterlibatan
Warga perlu berinteraksi dan terlibat dalam penciptaan lingkungan mereka
dan mereka harus memiliki suara dalam perjalanan komunitas mereka
dikelola. Melakukan lebih, mereka membentuk dukungan untuk kegiatan
yang lebih luas, menyediakan banyak layanan sosial yang menghubungkan
orang satu sama lain, sehingga menimbulkan rasa komunitas.
2.3.2 Sustainable Urban Drainage System
Istilah sistem drainase berkelanjutan belum memiliki istilah umum yang
disepakati bersama. Di Inggris sistem ini dikenal dengan nama sustainable
25
urban drainage system (SUDS), sementara pendekatan pengelolaan air hujan
ini di Amerika dikenal dan dikategorikan dalam low impact development (LID)
atau best management practise (BMP). Di Australia dikenal dengan water
sensitive urban design (WUDS) dan beberapa negara maju lain menamakannya
integrated catchment planning dan ecological stormwater management.
(Andah dan Iwugo, 2002; Stahre 2005; Spillett dan rekan, 2005; DTI Global
Watch Mission, 2006)
Sustainable Urban Drainage Systems merupakan suatu sistem yang
terdiri dari satu atau lebih struktur yang dibangun untuk mengelola limpasan
permukaan air. SUDS sering digunakan dalam perancangan tapak untuk
mencegah banjir dan polusi. SUDS didukung oleh berbagai struktur terbangun
untuk mengontrol limpasan air. Adapun empat metode umum yang biasa
dilaksanakan, yakni: terasering buatan, saluran filtrasi, permukaan berdaya
serap, kolam dan lahan basah. Pengontrol tersebut haruslah ditempatkan
sedekat mungkin dengan sumber air limpasan, untuk memperlambat kecepatan
aliran air sehingga dapat mencegah banjir dan erosi. (CIRIA, 2000)
Pada sistem drainase konvensional, fungsi drainase ialah sebagai media
pembuangan air di permukaan secara langsung dan cepat ke sungai. Metode ini
menimbulkan berbagai permasalahan karena perbedaan siklus dengan metode
alami. Sedangkan pada SUDS, sistem drainase mneyerupai siklus alami.
Sistem drainase konvensional dengan sistem drainase yang berkelanjutan
memiliki perbedaan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.3
dn 2.4
26
Tabel 2.1 Drainase Konvensional dan Sustainable Urban Drainage Systems
Drainase Konvensional Konsep Hasil
Pembuangan air di permukaan tanah secepatnya ke sungai atau drainase
• Luapan volume air yang melebihi kemampuan tampung sungai
• Berkurangnya kemungkinan air untuk meresap ke dalam tanah
• Penurunan ketinggian tanah
Sustainable Urban Drainage System Konsep Hasil
Pengelolaan dan pemanfaatan air sebagai resapan ke dalam tanah dan pemanfaatan fungsi lain
• Sungai tidak meluap sehingga tidak menimbulkan banjir
• Persediaan air tanah terus ada dan kualitas air yang baik
• Dapat disesuaikan dengan kebutuhan komunitas lokal dan menghemat biaya
• Ekosistem dapat tetap seimbang Sumber: Maryono dan Ciria C522
Gambar 2.2 Sistem Drainase Konvensional
Sumber : Maximising The Potential For People And Wildlife Sustainable Drainage Systems
27
Gambar 2.3 Sustainable Urban Drainage Systems
Sumber : Maximising The Potential For People And Wildlife Sustainable Drainage Systems
Adapun beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam upaya
menciptakan suatu drainase yang berkelanjutan yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tahapan Pelaksanaan SUDS
Pencegahan Penataan tapak dengan penghilangkan tanah dan permukaan keras
lainnya untuk mengurangi menurunnya kualitas air. Penggunaan
desain untuk mencegah air terpolusi memasuki sistem. Skala:
bangunan individual.
Pengelolaan
Sumber
Pengelolaan air limpasan di atau mendekati sumber dengan
menggunakan permukaan berpori, green roof̧ rain garden, dan
filtrasi. Menggabungkan fitur rain-harvesting dengan bak
penanampungan. Skala: bangunan individual
Pengelolaan
Tapak
Pengelolaan jalur limpasan dari sumber menggunakan kolam
penampungan, terasering maupun permukaan berpori. Skala: area
permukiman kecil atau pengembangan komersil
Pengelolaan
Regional
Mengelola dan menyimpan air terbersih yang didapat dari limpasa.
Skala: permukiman besar, beberapa tapak yang dapat digabungkan
sebagai “skala masyarakat”. Merupakan tahap akhir dari pengelolaan
dan setiap air yang dikeluarkan tidak terkena polusi dan dialirkan
melalui sungai maupun drainase lainnya. Idealnya, air yang
dikeluarkan harus meningkatkan kualitas air sungai.
Fitur Mobilitas Merupakan media pengaliran air kesetiap tahapan pengelolaan.
Media tersebut terletak diatas permukaan tanah, seperti selokan dan
saluran untuk memaksimalkan keuntungan ekosistem.
Sumber : Andy Graham, John Day, Bob Bray and Sally Mackenzie
28
Adapun manfaat dari penerapan SUDS ke dalam kawasan perkotaan
sebagai berikut:
1. Kualitas air: Memberikan kontribusi terhadap resapan air tanah melalui
infiltrasi, meningkatkan kualitas air permukaan, melindungi kualitas
limpasan sungai dan danau dari pencemaran
2. Memenuhi persyaratan air bersih: Sumber kontrol mengurangi limpasan
tercampur polutan memasuki badan air
3. Pengendalian banjir: Mengurangi frekuensi & keparahan banjir, mengurangi
volume aliran puncak & kecepatan
4. Perlindungan habitat: Melindungi habitat sungai, melindungi pohon daerah
& vegetasi, mengurangi beban sedimen terkikis mengalir ke sungai & danau
5. Nilai masyarakat: Meningkatkan estetika dan kesempatan rekreasi,
meningkatkan nilai tanah dengan memiliki lingkungan yang bersih
6. Nilai ekonomi: Mengurangi biaya pembuatan infrastruktur drainase,
meningkatkan nilai jual tanah, mengurangi waktu dan biaya penerapan
program konservasi lingkungan.
Gambar 2.4 Hubungan Ruang Terbuka dengan Resapan Tanah
Sumber : In Stream Corridor Restoration: Principles, Processes, and Practices (1998:10)
29
Penerapan sustainable urban drainage systems memerlukan beberapa
media yang harus diterapkan ke dalam perancangan, sebagai berikut:
1. Terasering buatan
Merupakan permukaan yang ditutupi oleh vegetasi sehingga air dapat
meresap ke dalam tanah selama proses pengaliran. Saluran ini biasanya
terintegrasi dengan ruang terbuka maupun tepi jalan.
Gambar 2.5 Model Terasering Buatan
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
2. Saluran filtrasi
Merupakan media di atas permukaan tanah dimana di bawahnya terdapat
material yang mampu menyimpan air. Air yang melewati permukaan
berdaya serap ini mengisi ruang-ruang kosong di bawah permukaannya.
Gambar 2.6 Model Saluran Filtrasi
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
3. Permukaan berdaya serap
Media ini mengalirkan air langsung ke dalam bawah tanah dan tidak
memperbolehkan adanya air di permukaan tanah kecuali dalam keadaan
hujan deras.
30
Gambar 2.7 Potongan Permukaan Berdaya Serap
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
4. Kolam dan lahan basah
Merupakan kolam buatan sebagai tempat penampungan air sementara untuk
mengontrol kuantitas dan kualitas air buangan dan air untuk resapan tanah,
serta bermanfaat sebagai habitat akuatik.
Gambar 2.8 Kontruksi Kolam dan Lahan Basah untuk SUDS
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
2.3.3 Water Conservation – Water Efficiency
31
Menurut Sitanala Arsyad (2006), konservasi air adalah penggunaan air
hujan seefisien mungkin untuk pertanian, menjaga aliran agar tidak terjadi
banjir yang dapat merusak dan terdapat cukup air pada waktu kemarau.
Sedangkan efisiensi air merupakan suatu upaya menggunakan air berlebihan
dengan cara melakukan pengukuran kebutuhan air yang diperlukan untuk suatu
kegiatan secara spesifik. Konservasi dan efisiensi air saling terkait dalam
penciptaan kawasan yang berkelanjutan.
Tujuan konservasi air menurut Hemle (2005), ialah:
1. Keseimbangan: menjamin ketersediaan untuk generasi masa depan,
pengurangan air segar dari sebuah ekosistem tidak akan melewati nilai
penggantian alamiahnya
2. Penghematan energy: pemompaan air, pengiriman, dan fasilitas pengolahan
air limbah mengkonsumsi energi besar.
3. Konservasi habitat: penggunaan air oleh manusia yang diminimalisir untuk
membantu mengamankan simpanan sumber air bersih untuk habitat liar
lokal dan penerimaan migrasi aliran air, termasuk usaha-usaha baru
pembangunan waduk dan infrastruktur berbasis air lain (pemeliharaan yang
lama).
Metode konservasi air yakni sebagai berikut: (Arsyad, 2006)
1. Metode vegetatif: pengelolaan lahan miring menggunakan tanaman untuk
menahan air hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah
2. Metode mekanik: pengelolaan lahan dengan menggunakan sarana fisik
seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi
3. Metode kimia: pemanfaatan soil conditioner dalam hal memperbaiki
struktur tanah sehingga tetap resistensi terhadap erosi.
32
Adapun beberapa teknologi untuk konservasi air sesuai dengan jurnal
Teknologi Konservasi Lahan Kering yang ditulis oleh Subagyono, et al yaitu:
1. Water harvesting: tindakan untuk menampung air hujan dan aliran
permukaan untuk disalurkan ke tempat penampungan sementara dan atau
permanen yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mengairi tanaman
yang diusahakan pada saat diperlukan
2. Saluran peresapan: berfungsi untuk menampung air aliran permukaan dan
meningkatkan daya resap air ke dalam tanah. Kelebihan dari teknologi ini
adalah dapat memberikan peluang air untuk meresap lebih dalam ke dalam
tanah.
3. Rorak: lubang atau penampungan yang dibuat memotong lereng, berukuran
kecil sampai sedang, dibuat di bidang olah atau di saluran peresapan untuk:
a. menampung dan meresapkan air aliran permukaan ke dalam tanah
b. memperlambat laju aliran permukaan
c. pengumpul sedimen yang memudahkan untuk mengembalikannya ke
tanah
d. jika dibangun pada saluran peresapan akan meningkatkan efektivitas
saluran peresapan tersebut.
Umumnya rorak dibuat berukuran 1-2m x 0.25-0.50m x 0.2-0.3m dengan
jarak antar rorak dalam satu garis kontur sekitar 2-3m.
4. Mulsa vertikal (slot mulch): bangunan yang merupai rorak yang dibuat
memotong lereng dengan ukuran yang lebih panjang dari rorak. Ukuran
mulsa vertikal sekitar 0.4-0.6m x 0.3-0.5m dengan jarak sekitar 3-5m.
33
5. Embung: bangunan yang sengaja dibangun dan berfungsi sebagai tempat
resapan yang akan mempertinggi kandungan air tanah. Tujuannya ialah
untuk menyediakan air di musim kemarau.
Water Efficiency
Efisiensi air merupakan suatu upaya menggunakan air berlebihan dengan
cara melakukan pengukuran kebutuhan air yang diperlukan untuk suatu
kegiatan secara spesifik.
2.4 Studi Banding
Pada sub-bab ini akan membahas mengenai proyek-proyek sustainable
urban drainage systems yang telah berhasil diterapkan di berbagai negara.
Di Belanda, kota Leidsche Rijn, SUDS diterapkan pada suatu kawasan
permukiman yang dahulunya merupakan area agrikultural yang telah
mengalami penurunan kualitas dan kuantitas air tanah. Konsep dari Stormwater
management system tersebut berupa pengaliran air limpasan ke kanal yang
kemudian dialirkan ke danau sebagai resapan air tanah, sarana rekreasi dan
habitat akuatik menggunakan sistem drainase tertutup agar tidak
terkontaminasi polutan. Tingkat keberhasilannya yaitu siklus air dilakukan
terus menerus dari area rendah ke atas sehingga dapat mencegah timbulnya
sumber penyakit, bau, dan tercampur polusi, serta menjadi sumber air yang
dapat dimanfaatkan kembali.
Di Singapura, SUDS ini memanfaatkan 2/3 dari keseluruhan permukaan
sebagai media penangkapan air hujan yang bertujuan untuk melindungi sumber
daya air, pengolahan air minum yang aman dengan cara hemat biaya,
34
meminimalkan pemborosan dalam penyediaan air bersih, konservasi air, dan
menutup lingkaran air untuk mencegah terkontaminasi bakteri dan polusi.
Di kota Stuttgart, Jerman, pada kawasan campuran Prismanürnberg
penggunaan stormwater management untuk meningkatkan kualitas dalam
ruang , kehidupan dan area bekerja di kawasan padat penduduk. Hasilnya ialah
Ppda musim panas, tanaman dan penghawaan alami menurunkan suhu udara
lebih rendah 3oc. Ventilasi-ventilasi yang dibuka pada malam hari
mendinginkan kawasan baik luar maupun dalam ruangan.
Di 10th @ Hoyt Apartments, Protland, USA, Penggunaan stormwater
management sebagai fitur desain tapak dan kemudahan aksesibilitas tapak
berhasil meningkatkan citra kawasan dengan menghadirkan sesuatu yang
berbeda. Selain itu, dengan SUDS tersebut berhasil mengurangi air limpasan
hujan, area solid dan polusi udara yang memberikan dampak positif pada
permasalahan kota Portland yaitu drainase yang telah berlebih dan
menyebabkan genangan air pada saat hujan.
Kesimpulan yang didapatkan ialah seiring dengan perkembangan jaman,
teknologi untuk meningkatkan sistem perairan dan kualitas air telah
berkembang. Teknologi-teknologi tersebut sangat penting karena perubahan
siklus air adalah dampak dari pertumbuhan perkotaan dimana penerapan
teknologi tersebut harus dipertimbangkan secara skala lokal, perkotaan, dan
regional.
Tabel 2.3 menunjukkan rangkuman dari hasil studi banding yang telah
dilakukan seperti dibawah ini.
35
36
37
38
2.5 Hipotesa
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang, tinjauan pustaka, dan teori-
teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka pikir pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
39
Gambar 2.9 Kerangka Pikir Penelitian Sumber: Data Olahan Pribadi., 2013
TUJUAN Mengetahui dan merancang fungsi bangunan beserta
lingkungannya yang dapat memenuhi kebutuhan penghuni akan ruang dan aktivitas agar dapat memberikan rasa nyaman serta me menuhi
persyaratan suatu sustainable urban neighborhood.
PERMASALAHAN 1. Bagaimana caranya memperbaiki kondisi pemukiman kumuh dan
bantaran kali Pesanggrahan di Srengseng sehingga perancangan
kawasan dapat berperan dengan baik, bersih, dan sehat terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar?
2. Bagaimana penerapan konsep sustainable urban neighborhood dan
sustainable urban drainage systems sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut?
3. Apa wujud pengaplikasian konsep dan metode tersebut ke dalam
perancangan lingkungan dengan keterkaitannya terhadap bangunan?
PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH
• Studi literatur • Landasan teori
KONSEP PERANCANGAN
Pembahasan dan hasil dari pendekatan pemecahan permasalahan
PERANCANGAN
TINJAUAN UMUM • Urban • Permukiman
• Permukiman Kumuh
TINJAUAN KHUSUS
• SUN • SUDS • Water
Conservation – Efficiency
STUDI BANDING • Studi Lapangan • Studi Pustaka
SKEMATIK DESAIN
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI
PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS `DI SRENGSENG JAKARTA BARAT
LATAR BELAKANG MASALAH Menurunnya kualitas kehidupan dapat ditandai dengan menurunnya kualitas air
karena air merupakan salah satu fungsi utama kehidupan manusia. Berbagai sektor kehidupan lain seperti pemenuhan kebutuhan hidup, kesehatan, dan
ekonomi bergantung kepada kualitas air yang dipergunakan.
F
E
E
D
B
A
C
K
40
Terhadap gambar kerangka pikir penelitian di atas, maka alur pikir yang
akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan langkah-langkah sebagai
berikut: Pertama, terlebih dahulu meneliti permasalahan yang terjadi di lokasi
penelitian yang kemudian dibuat menjadi formulasi masalah. Langkah
selanjutnya yang akan diteliti yaitu menetapkan tujuan dari penelitian. Setelah
itu, mengumpulkan data-data yang kemudian akan digunakan sebagai
pendekatan pemecahan permasalahan.
Selanjutnya, dari uraian latar belakang, tinjauan pustaka, dan gambar
kerangka pikir penelitian di atas, maka dalam penelitian ini akan didapatkan
suatu hipotesa sebagai berikut:
Pendekatan melalui sustainable urban drainage systems dapat dilakukan
sebagai upaya untuk memperbaiki permukiman kumuh di Srengseng, Jakarta
Barat.
top related