bab-7 kom-adop - inovasi.doc
Post on 14-Apr-2018
244 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
1/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
7Komunikasi, Adopsi,Dan Difusi Inovasi
A. Pengertian Komunikasi
Secara umum, komunikasi sering diartikan sebagai: suatu proses
penyampaian pesan dari sumber ke penerima (Berlo, 1960). Tetapi
dalam praktek, proses komunikasi tidak hanya terhenti setelah pesan
disampaikan atau diterima oleh penerimanya. Sebab, setelah meneri-
ma pesan, penerima memberikan tanggapannya kepada sumber/pengi-
rim pesan untuk kemudian proses komunikasi tersebut terus ber-
langsung, di mana pengirim dan penerima pesan saling berganti peran
(penerima menjadi pengirim dan pengirim menjadi penerima). Proses
komunikasi tersebut baru berhenti jika penerima telah memberikantanggapan yang dapat dimengerti oleh pengirimnya, baik tanggapan
tersebut sesuai atau pun tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh
pengirimnya.
Dengan demikian, proses komunikasi oleh Schramm (1977) diartikan
sebagai: proses penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih,
dimana semua pihak saling berganti peran sebagai pengirim dan
penerima pesan, sampai ada saling pemahaman atas pesan yang
disampaikan oleh semua pihak.
Oleh karena itu, model komunikasi tidak lagi bersifat garis lurus
(linier), tetapi bersifat memusat atau convergence seperti yang
dapat kita bandingkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9. Model Komunikasi Linier
Sistem Penyuluhan Pertanian 75
sumber penerim
a
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
2/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Gambar 10. Model Komunikasi Memusat
Tentang model komunikasi memusat, Kincaid (1979) menjelaskan
adanya komponen dasar dari model komunikasi tersebut yang
menekankan pada adanya tiga unsur pokok, yaitu realita fisik, realita
psikologis, dan realita sosial yang akan dihadapi oleh semua pihak
yang berkomunikasi (Gambar 11).
Di dalam kegiatan penyuluhan pertanian, proses komunikasi antara
penyuluh dan sasarannya juga tidak hanya terhenti jika penyuluh telah
menyampaikan inovasi atau jika sasaran telah menerima pesan
tentang inovasi yang disampaikan penyuluhnya, tetapi seringkali (dan
seharusnya memang begitu) komunikasi baru berhenti jika sasaran
1) Unsur penyuluh dan sasarannya, yang merupakan unsur-un-
sur utama yang menentukan keberhasilan komunikasi.
Di dalam kegiatan penyuluhan, sering muncul gangguan
komunikasi yang disebabkan oleh:
a) kekurang trampilan penyuluh/sasaran untuk berkomunikasi,
b) kesenjangan tingkat pengetahuan penyuluh dan sasaran,
c) sikap yang kurang saling menerima dengan baik, dan,
d) perbedaan latar belakang sosial budaya yang dimiliki oleh
penyuluh dengan sasarannya.
Karena itu, penyuluh sangat dituntut untuk selalu berusaha:
a) meningkatkan ketrampilannya berkomunikasi,
b) menyampaikan pesan dengan cara/bahasa yang mudah dipa-
hami,
c) bersikap baik (meskipun sadar tidak disukai),
76 Sistem Penyuluhan Pertanian
SUM
BER
PENE
RIMA
PEMAHAMAN
BERSAMA
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
3/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
d) memahami, mengikuti, atau setidak-tidaknya tidak me-
nyinggung nilai-nilai sosial budaya sasaran (meskipun dia
sendiri benar-benar tidak menyukainya).
Gambar 11. Komponen Dasar Dari Model Komunikasi Memusat
2) Unsur pesan
Persyaratan utama agar pesan dapat diterima dengan jelas oleh
sasaran, haruslah:
a) mengacu kepada kebutuhan masyarakat, dan disampaikanpada saat sedang dan atau segera akan dibutuhkan.
b) disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami
c) tidak memerlukan korbanan yang memberatkan
Sistem Penyuluhan Pertanian 77
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
4/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
d) memberikan harapan peluang keberhasilan yang tinggi,
dengan tingkat manfaat yang merangsang.
e) dapat diterapkan sesuai dengan kondisi (pengetahuan,
ketrampilan, sumberdaya yang dimiliki/dapat diusahakan)masyarakatnya.
3) Unsur media/saluran komunikasi
Agar pesan dapat diterima dengan jelas, maka saluran yang
digunakaan harus terbebas dari gangguan. Baik gangguan teknis
(jika menggunakaan media masa), ataupun gangguan sosial
budaya dan psikologis (jika menggunakan media antar pribadi).
budaya dan psikologis (jika menggunakan media antar pribadi).
Di lain pihak, pilihan media yang akan digunakan, perlu disesuai-kan dengan selera masyarakat setempat, dengan senantiasa
mempertimbangkan kemampuan sumberdaya (dana, ketrampilan,
dan peralatan yang tersedia).
Tentang hal ini, harus dipahami bahwa media-masa (elektonik)
yang modern, canggih dan mahal tidak selalu lebih efektif diban-
ding media inter-personal dan media-tradisional.
B. Proses Perubahan Dalam Komunikasi
Melalui komunikasi, proses perubahan perilaku yang menjadi tujuan
penyuluha sebenarnya dapat dilakukan melalui 4 (empat) cara, yaitu:
1) Secara persuasive atau bujukan, yakni perubahan perilaku yang
dilakukan dengan cara menggugah perasaan sasaran secara
bertahap sampai dia mau mengikuti apa yang dikehendaki oleh
komunikator.
2) Secara pervasion, atau pengulangan, yakni penyampaian pesan
yang sama secara berulang-ulang, sampai sasarannya mau
mengikuti kehendak komunikator.
3) Secara compulsion, yaitu teknik pemaksaan tidak langsung
dengan cara menciptakan kondisi yang membuat sasaran harus
melakukan/menuruti kehendak komunikator. Misalnya, jika kita
menginginkan petani menerapkan pola tanam: padi-padi, palawija
di lahan yang berpengairan terjamin, dapat dilakukan denganmemutuskan jatah pengairan ke wilayah tersebut.
78 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
5/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
4) Secara coersion, yaitu teknik pemaksaan secara langsung, dengan
cara memberikan sanksi (hadiah atau hukuman) kepada mereka
yang menurut/melanggar anjuran yang diberikan. Misalnya,
memberikan penghargaan kepada petani pengguna pupuk organik,
atau melakukan pencabutan terhadap tanaman petani yang tidak
direkomendasikan.
Sehubungan dengan ini, dalam penyuluhan pertanian harus dihindari
cara-cara pemaksaan, tetapi sejauh mungkin tetap melaksanakan
teknik-teknik bujukan dan pengulangan yang dilakukan melalui
kegiatan belajar bersama.
C. Mengefektifkan Komunikasi
Dalam kehidupan sehari-hari, kendala umum yang menyebabkan
kegagalan komunikasi, adalah:
1) Komunikasi yang tidak efisien, yang disebabkan karena:
a) Tujuan komunikasi yang tidak jelas, baik menurut penyuluh
maupun bagi masyarakat sasarannya, terutama jika penyuluhkurang melakukan persiapan menyuluh.
b) Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh komunikator
(gerakan-gerakan, ucapan-ucapan yang selalu dilakukan
secara berulang-ulang)
2) Salah pengertian, yang disebabkan karena:
a) Perbedaan tujuan penyuluh yang berbeda dengan tujuan
sasarannya, dan
b) Perbedaan latar belakang: pendidikan, ekonomi, dan sosialbudaya penyuluh dengan sasarannya.
Sehubungan dengan itu, Cooley (1971) memberikan acuan untuk
mengefektifkan komunikasi dalam penyuluhan, yaitu dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Harus diupayakan adanya kepentingan yang sama (overlaping of
interest) antara kebutuhan yang dirasakan oleh penyuluh dan
masyarakat sasarannya.2) Pesan yang disampaikan harus merupakan (salah satu) pemecahan
masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat sasarannya,
Sistem Penyuluhan Pertanian 79
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
6/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
3) Komunikator meyakini keunggulan pesan yaang disampaikan,
dan ia memiliki keyakinan bahwa masyarakat sangat mengharap-
kan bantuannya.
4) Pesan yang disampaikaan harus mengacu kepada kepuasan danperbaikan mutu hidup kedua belah pihak (terutama bagi sasar-
annya).
Di samping itu, Katz (Mardikanto, 1983) menekankan agar setiap
penyuluh harus mampu menciptakan suasana (dalam dirinya sendiri
maupun terhadap masyarakat sasarannya):
1) Berkurangnya ego defensif (mepertahankan keakuan sebagai
yang serba paling hebat). Sebab, di dalam penyuluhan yang padahakekatnya merupakan suatu proses pendidikan orang dewasa,
masing-masing pihak dituntut untuk mau membuka dialog dalam
arti mau menerima pendapat orang lain, dan menempatkan dirinya
sejajar atau bahkan berada di bawah orang lain.
Tanpa adanya kesediaan untuk menerima pendapat orang lain,
mustahil dialog itu dapat berlangsung dengan baik.
2) Berkurangnya value expresif (mempertahankan nilai-nilai yang
dianutnya secara kaku).
Sebagai proses komunikasi, dialog yang berlangsung di dalam
penyuluhan harus dilakukan dengan kesediaan masing-masing
pihak yang berkomunikasi untuk beremphati (dalam arti mampu
memahami latar belakang sosial budaya dan jalan pikiran serta
sudut pandang orang lain).
3) Berkembangnya sikap utilitarian (mencari kebersamaan dan
tumbuh berkembangnya keinginan menambah pengetahuan
(knowledge).
D. Pengertian Tentang Inovasi
Inti dari seiap upaya pembangunan yang disampaikan melalui
kegiatan penyuluhan, pada dasarnya ditujukan untuk tercapainya
perubahan-perubahan perilaku masyarakat demi terwujudnya
perbaikan mutu hidup yang mencakup banyak aspek, baik: ekonomi,
sosial, budaya, ideologi, politik maupun pertahanan dan keamanan.Karena itu, pesan-pesan pembangunan yang disuluhkan haruslah
mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan yang memiliki sifat pembaharuan yang biasa disebut
dengan istilah inovativensess.
80 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
7/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai: ide-ide
baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan
sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran
penyuluhan. Sedang Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan
inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari
itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya
pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu.
Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekadar baru
diketahui oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena
belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat
dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum
diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat
setempat.
Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil
produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup,
informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses
perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas men-
jadi (Mardikanto, 1988).:
Sesuatu ide, produk, informasi teknologi,kelembagaan, perilaku, nilai-
nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima,
dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga
masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau
mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan
masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup
setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian baru yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan
selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudahlama dikenal, diterima, atau digunakan/diterapkan oleh masyarakat
di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang
masih baru.
Pengertian baru juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat
berupa teknologi setempat (indegenuous technology) atau kebiasaan
setempat (kearifan tradisional) yang sudah lama ditinggalkan
E. Pengertian Adopsi
Adopsi, dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat
diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan
perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective),
Sistem Penyuluhan Pertanian 81
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
8/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah
menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat
sasarannya.
Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekadar tahu, tetapisampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan
benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya.
Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya
perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya.
Pengertian adopsi sering rancu dengan adaptasi yang berarti
penyesuaian. Di dalam proses adopsi, dapat juga berlangsung proses
penyesuaian, tetapi adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yangberlangsung secara alami untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisi lingkungan. Sedang adopsi, benar-benar merupakan proses
penerimaan sesuatu yang baru (inovasi), yaitu menerima sesuatu
yang baru yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain
(penyuluh).
F. Tahapan Adopsi
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum
masyarakat mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri,
meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu
tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran,
keadaan lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan
yang dilakukan oleh penyuluh).
Tahapan-tahapan adopsi itu adalah:
1) awareness, atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang
adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
2) interest, atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh
keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih
banyak/jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi
yang ditawarkan oleh penyuluh.
3) evalution atau penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi
yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada
penilaian ini, masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilai-an terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi,
maupun aspek-aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga
ditinjau dari aspek politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan
pembangunan nasional dan regional.
82 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
9/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
4) trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan
penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas
lagi.
5) adoption atau menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamati-
nya sendiri.
G. Ukuran Adopsi Inovasi
Tergantung pendekatan ilmu yang digunakan, adopsi inovasi dapat
diukur dengan beragam tolok-ukur (indikator) dan ukuran (ukuran).
Jika menggunakan ilmu komunikasi, adopsi inovasi dapat dilihat jikasasaran telah memberikan tanggapan (respons) berupa perubahan
perilaku atau pelaksanaan kegiatan seperti yang diharapkan (Berlo,
1961). Di lain pihak, jika menggunakan pendekatan ilmu pendidikan,
adopsi inovasi dapat dilihat dari terjadinya perilaku atau perubahan
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang dapat diamati secara lang-
sung maupun tak-langsung (Kibler, 1981).
Di lain pihak, Dusseldorf (1981) mengukur tingkat adopsi dengan
melihat jenjang partisipasi yang ditunjukkan oleh sasaran penyuluhan
(komunikasi pembangunan), yaitu:paksaan, terinduksi, dan spontan.
Di dalam praktek penyuluhan pertanian, penilaian tingkat adopsi
inovasi biasa dilakukan dengan menggunakan tolok-ukur tingkat
mutu intensifikasi, yaitu dengan membandingkan rekomendasi
yang ditetapkan dengan jumlah dan kualitas penerapan yang
dilakukan di lapang.
Sehubungan dengan itu, Totok Mardikanto (1994) mengukur tingkat
adopsi dengan tiga tolok-ukur, yaitu: kecepatan atau selang waktu
antara diterimanya informasi dan penerapan yang dilakukan, luaspenerapan inovasi atau proporsi luas lahan yang telah diberi inovasi
baru, serta mutu intensifikasi dengan membandingkan penerapan
dengan rekomendasi yang disampaikan oleh penyuluhnya.
G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi
Sejalan dengan semakin berkembangnya penerapan ilmu penyuluhan
pembangunan di Indonesia, studi-studi tentang adopsi inovasi kian
menarik untuk terus dikaji, terutama kaitannya dengan kegiatanpembangunan pertanian yang dilaksanakan. Bahkan, selama selang
waktu 10 tahun, setidaknya ada dua karya disertasi yang mengkaji
Sistem Penyuluhan Pertanian 83
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
10/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
proses adopsi inovasi, yaitu yang dilakukan oleh Herman Soewardi
(1976) dan Dudung Abdul Adjid (1985).
Semakin pentingnya kajian tentang adopsi inovasi tersebut, antara
lain disebabkan karena, sejak dimulainya revolusi hijau pada dasa-warsa 1960-an di Indonesia, pembangunan pertanian lebih memusat-
kan perhatiannya kepada peningkatan mutu intensifikasi yang
diupayakan mela-lui penerapan inovasi-inovasi, baik yang berupa
inovasi-teknis (mulai panca-usaha, sapta-usaha, sampai sepuluh jurus
tekno-logi) maupun inovasi-sosial (usahatani berkelompok, melalui
Insus dan Supra Insus).
Tergantung kepada proses perubahan perilaku yang diupayakan,
proses pencapaian tahapan adopsi dapat berlangsung secara cepatataupun lambat.
Jika proses tersebut melalui pemaksaan (coersion), biasanya dapat
berlangsung secara cepat, tetapi jika melalui bujukan (persuasive)
atau pendidikan (learning), proses adopsi tersebut dapat berlang-
sung lebih lambat (Soewardi, 1987). Tetapi, ditinjau dari pemantaban
perubahan perilaku yang terjadi, adopsi yang berlangsung melalui
proses bujukan dan atau pendidikan biasanya lebih sulit berubah lagi.
Sedang adopsi yang terjadi melalui pemaksaan, biasanya lebih cepat
berubah kembali, segera setelah unsur atau kegiatan pemak-saan
tersebut tidak dilanjutakan lagi.
Dari khasanah kepustakaan diperoleh informasi bahwa kecepatan
adopsi, ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
1) Sifat-sifat atau karakteristik inovasi
2) Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna
3) Pengambilan keputusan adopsi
4) Saluran atau media yang digunakan
5) Kualifikasi penyuluh.
Meskipun demikian, Mardikanto (1995) mensinyalir bahwa, identi-
fikasi beragam faktor penentu kecepatan adopsi inovasi itu masih
terbatas pada pendekatan proses komunikasi. Karena itu, dia mencoba
menggali lebih jauh dengan melakukan pendekatan kebudayaan
(Soewardi, 1976), dan pendekat-an sistem agribisnis.
Lebih lanjut, karena kegiatan penyuluhan pertanian dapat dilihat
sebagai sub-sistem pengembangan masyarakat, maka kece patan
adopsi inovasi dapat pula dipengaruhi oleh perilaku aparat dan hal-hal
lain yang terkait dalam kegiatan pengembangan masyarakat.
84 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
11/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Studi tentang adopsi inovasi, telah banyak dilakukan oleh berbagai
pihak.
Herman Soewardi (1976), misalnya, telah melakukan studi untuk
melihat proses adopsi sebagai proses perkembangan kebuda-yaan,
berdasarkan teori Erasmus:
A = f (M, C, L)
di mana: A = adoption,
M = motivation,
C = cognition, dan
L = limitation.
Di lain pihak, sejalan dengan perkembangan penerapan ilmu
penyuluhan pembangunan di Indonesia, Slamet (1978) dengan meng-
gunakan pendekatan ilmu komunikasi seperti yang biasa dilakukan
oleh Rogers (1969), mengenalkan variabel-variabel penentu
kecepatan adopsi yang terdiri atas: sifat-sifat inovasinya, kegiatan
promosi yang dilakukan penyuluh, ciri-ciri sistem sosial masyarakat
sasaran, dan jenis pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
sasaran.
Selain itu, proses adopsi inovasi juga dapat didekati denganpemahaman bahwa proses adopsi inovasi itu sendiri merupakan
proses yang diupayakan secara sadar demi tercapainya tujuan
pembangunan pertanian.
Pembangunan pertanian, menurut alm. Hadisapoetro (1970), pada
hakeketanya dapat diartikan sebagai proses turut-campurnya tangan
manusia di dalam perkembangan tanaman dan/atau hewan, agar lebih
dapat memberikan man-faat bagi kesejahteraan manusia (petani) dan
masyarakatnya.Sebagai suatu proses, pembangunan pertanian merupakan proses
interaksi dari ba-nyak pihak yang secara langsung maupun tak-
langsung terkait dengan upaya peningkatan produktivitas usahatani
dan peningkatan pendapatan serta perbaikan mutu-hidup, melalui
penerapan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1988).
Berlandaskan pada pemahaman seperti itu, dapat disimpulkan bebe-
rapa pokok-pokok pemikiran tentang adopsi inovasi kaitannya dengan
pembangunan pertanian, sebagai berikut:
1) Adopsi inovasi memerlukan proses komunikasi yang terus-mene-
rus untuk mengenalkan, menjelaskan, mendidik, dan membantu
masyarakat agar tahu, mau, dan mampu menerapkan teknologi
terpilih (yang disuluhkan).
Sistem Penyuluhan Pertanian 85
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
12/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
2) Adopsi inovasi merupakan proses pengambilan keputusan yang
berkelanjutan dan tidak kenal berhenti, untuk: memperhatikan,
menerima, memahami, menghayati, dan mene rapkan teknologi-
terpilih yang disuluhkan.3) Adopsi inovasi memerlukan kesiapan untuk melakukan per-
ubahan-perubahan dalam praktek berusahatani, dengan
memanfaatkan teknologi terpilih (yang disuluhkan).
Selaras dengan itu, maka kajian terhadap faktor-faktor penentu adopsi
inovasi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sekaligus, yaitu:
pendekatan komunikasi, psiko-sosial, dan sistem agribisnis.
(1) Pendekatan Komunikasi
Berlo (1961) menegaskan bahwa, kejelasan komunikasi sangat
ditentukan oleh keempat unsur-unsurnya, yang terdiri dari: sumber,
pesan, saluran, dan penerimanya.
Bertolak dari konsep ini, maka proses adopsi inovasi ditentukan oleh
kualitas penyuluhan yang mencakup: kualitas penyuluh, sifat-sifat
inovasinya, saluran komunikasi yang digunakan, dan ciri-ciri sasaran
yang meliputi: status sosial-ekonomi, dan persepsinya terhadap aparat
pelaksana kegiatan penyuluhan maupun program-program pemba-
ngunan pada umumnya (Rogers, 1969).
a) Sifat-sifat Inovasi
Dilihat dari sifat inovasinya, dapat dibedakan dalam sifat intrinsik
(yang melekat pada inovasinya sendiri) maupun sifat ekstrinsik yang
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya (Mardikanto, 1988).
Sifat-sifat intrinsik inovasi itu mencakup:
1) informasi ilmiah yang melekat/dilekatkan pada inovasinya,
2) nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan (teknis, ekonomis, sosial
budaya, dan politis) yang melekat pada inovasinya,
3) tingkat kerumitan (kompleksitas) inovasi,
4) mudah/tidaknya dikomunikasikan (kekomunikatifan) inovasi,
5) mudah/tidaknya inovasi tersebut dicobakan (trialability),
6) mudah/tidaknyaa inovasi tersebut diamati (observability).
Sedang sifat-sifat ekstrinsik inovasi meliputi:
86 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
13/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
1) kesesuaian (compatibility) inovas dengan lingkungan setempat
(baik lingkungan fisik, sosial budaya, politik, dan kemampuan
ekonomis masyarakatnya).
2) tingkat keunggulan relatif dari inovasi yang ditawarkan, atau
keunggulan lain yang dimiliki oleh inovasi dibanding dengan
teknologi yang sudah ada yang akan diperbaharui/
digaantikannya; baik keunggulan teknis (kecocokan dengan
keadaan alam setempat, tingkat produktivitas-nya), ekonomis
(besarnya beaya atau keuntungannya), manfaat non ekonomi,
maupun dampak sosial budaya dan politis yang ditimbulkannya.
Sehubungan dengan ragam sifat inovasi yang dikemukakan di atas,
Roy (1981) dari hasil penelitiannya berhasil memberikan urutan
jenjang kepentingan dari masing-masing sifat inovasi yang perlu
diperhatikan di dalam kegiatan penyuluhan (Tabel 1).
Tabel 1. Urutan Jenjang Kepentingan Sifat-sifat Inovasi
Jenjang
Kepentinga
Sifat Inovasi
1 Tingkat Keuntungan
(profitability)
2 Beaya yang diperlukan
(cost of innovation)
3 Tingkat kerumitan/kesederhanaan
(complexity-simplicity)
4 Kesesuaian dengan lingkungan fisik
(physical compatibility)
5 Kesesuaian dengan lingkungan budaya(cultural compatibility)
6 Tingkat mudahnya dikomunikasikan
(communcicability)
7 Penghematan tenaga kerja dan waktu
(saving of labour and time)
8 Dapat/tidaknya dipecah-pecah/dibagi
(divisibility)
Sumber: Crouch and Chamala, 1981
b) Kualitas Penyuluh
Sistem Penyuluhan Pertanian 87
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
14/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Termasuk dalam pengertian kualitas penyuluh, terdapat empat tolok-
ukur yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1) Kemampuan dan ketrampilan penyuluh untuk berkomunikasi2) Pengetahuan penyuluh tentang inovasi yang (akan) disuluhkan
3) Sikap penyuluh, baik terhadap inovasi, sasaran, dan profesinya
4) Kesesuaian latar belakang sosial-budaya penyuluh dan sasaran
Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas, kecepatan adopsi
juga sangat ditentukan oleh aktivitaas yang dilakukan penyuluh,
khususnya tentang upaya yang dilakukan penyuluh untuk mempro-
mosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluhnya menawarkan
inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Demikian juga, jikapenyuluh mampu berkomunikasi secara efektif dan trampil
menggunakan saluran komunikasi yang paling efektif, proses adopsi
pasti akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan yang lainnya.
Berkaitan dengan kemampuan penyuluh untuk berko-munikasi, perlu
juga diperhatikan kemampuannya ber-emphaty, atau kemampuan
untuk merasakan keadaan yang sedang dialami atau perasaan orang
lain. Kegagalan penyuluhan, seringkali disebabkan karena penyuluh
tidak mampu memahami apa yang sedang dirasakan dan dibutuhkan
oleh sasarannya.
c) Sumber informasi yang dimanfaatkan
Gologan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam
sumber informasi, seperti: lembaga pendidikan/perguruan tinggi,
lembaga penelitian, dinas-dinas yang terkait, media masa, tokoh-
tokoh masyarakat (petani) setempat maupun dari luar, maupun
lembaga-lembaga komersial (pedagang, dll).
Berbeda dengan golongan yang inovatif, golongan masyarakat yang
kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan infor-masi dari
tokoh-tokoh (petani) setempat, dan relatif sedikit memanfaat
informasi dari media-masa.
d) Saluran komunikasi yang digunakan
Secara konseptual, pada dasarnya dikenal adanya tiga macam saluran
atau media komunikasi, yaitu: saluran antar-pribadi ( inter-personal),
media masa (mass media), dan forum media yang dimak-sudkan
untuk menggabungkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh
saluarn antar-pribadi dan media-masa.
88 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
15/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Tentang hal ini, media masa biasanya lebih efektif dan lebih murah
untuk mengenalkan inovasi pada tahap-tahap penyadaran dan
menumbuhkan minat. Sebaliknya, media antar-pribadi biasanya lebih
efektif untuk diterapkan pada tahapan yang lebih lanjut, sejak
menum-buhkan minat sampai pada penerapannya. Berkenaan dengan
itu, semakin banyak media yang digunakan oleh masyarakat, akan
memberikan pengaruh yang semakin baik. Sebab, selain jumlah
informassi menjadi lebih lengkap, biasanya juga lebih bermutu atau
semakin memberikan kejelasan terhadap inovasi yang diterimanya.
Jika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat disampaikan lewat
media masa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan
mudah menerima inovasi yang disampaikan melalui media masa,
maka proses adopsi akan berlangsung relatif lebih cepat dibanding
dengan inovasi yang harus disampaikan lewat media antar pribadi.
Sebaliknya, jika inovasi tersebut relatif sulit disampaikan lewat media
masa atau sasarannya belum mampu (dapat) memanfaatkan media
masa, inovasi yang disampaikan lewat media antar pribadi akan lebih
cepat dapat diadopsi oleh masyarakat sasarannya.
e) Status Sosial-ekonomi Penerima atau Pengguna Inovasi
Rogers (1971) mengemukakan hipotesisnya bahwa setiap kelompok
masyarakat terbagi menjadi 5 (lima) kelompok individu berdasarkan
tingkat kecepatannya mengadopsi inovasi, yaitu (Gambar 12):
(1) 2,5 % kelompok perintis (innovator),
(2) 13,5 % kelompok pelopor (early adopter),
(3) 34,0 % kelompok penganut dini (early mayority),
(4) 13,5 % kelompok penganut lambat (late majority),(5) 2,5 % kelompok orang-orang yang tak mau berubah (laggard).
Gambar 12. Model Hipotetis Kelompok Individu Dalam Masyarakat
Sistem Penyuluhan Pertanian 89
(1) (5)(4)(3)(2)
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
16/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Sehubungan dengan ragam golongan masyarakat ditinjau dari
kecepatannya mengadopsi inovasi, Lionberger (1960) mengemukakan
beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk
mengadopsi inovasi yang meliputi:1) Luas usahatani, semakin luas biasanya semakin cepat
mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih
baik.
2) Tingkat pendapatan, seperti halnya tingkat luas usahatani, petani
dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin
cepat mengadopsi inovasi.
3) Keberanian mengambil resiko, sebab, pada tahap awal biasanyatidak selalu berhasil seperti yang diharapkan. Karena itu,
individu yang memiliki keberanian menghadapi resiko biasanya
lebih inovatif.
4) Umur, semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin lamban
mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga
masyarakat setempat.
5) Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar
lingkungannya sendiri.
Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang di
luar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding
mereka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan warga
masyarakat setempat.
6) Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru.
Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide
baru, biasanya lebih inovatif dibanding orang-orang yang pasif
apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang
baru.
Selain itu, Dixon (1982) mengemukakan beberapa sifat individu yang
sangat berperan dalam mempengaruhi kecepataan adopsi inovasi,
yang berupa:
1) Prasangka Interpersonal
Adanya sifat kelompok masyarakat (terutama yang masih
tertutup) untuk mencurigai setiap tindakan orang-orang yang
90 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
17/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
berasal dan berada di luar sistem sosialnya, seringkali
berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi.
Karena itu, proses adopsi inovasi dapat dipercepat jika penyuluh
dapat memanfaatkan tokoh-tokoh atau panutan masyarakat
setempat. Sebab, di dalam masyarakat sasaran seperti ini, mere-
ka akan cepat mengadopsi inovasi yang disampaikan oleh orang-
orang yang telah mereka kenal, dan pihak-pihak yang senasib dan
sepenanggungan.
2) Pandangan terhadap kondisi lingkungannya yang terbatas
Foster (1965) dan Shanin (1973) dari hasil pengamatannya
menyimpulkan bahwa, kecepatan adopsi inovasi sangat tergan-
tung pada persepsi sasaran terhadap keadaan lingkungan sosial di
sekitarnya. Jelasnya, jika mereka keadaan masyarakat (sosial
ekonomi, teknologi yang diterapkan) relatif seragam, mereka
akan kurang terdorong untuk mengadopsi inovasi yang
ditawarkan guna melakukan perubahan-perubahan. Sebaliknya,
jika ada seseorang atau beberapa anggota masyarakat sasaran
yang memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimilikinya,
mereka akan cenderung berupaya keras untuk melakukan
perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan atauperbaikan mutu hidup mereka sendiri dan masyarakatnya.
3) Sikap terhadap penguasa
Di dalam kehidupaan sehari-hari, sebenarnya terdapat dualisme
tentang sikap masyarakat terhadap penguasanya. Di satu pihak,
elit penguasa dinilai sebagai kelompok yang selalu meendomi-
nasi dan mengeksploitasi warga masyarakat pada umumnya, dan
di pihak lain dinilai sebagai pelindung dan kelompok yang
memegang kekuasaan dan mampu memecahkan masalah-masalahyang mereka hadapi.
Dualisme sikap terhadap penguasa seperti ini, juga berpengaruh
kepada kecepatan adopsi inovasi, terutama jika kegiatan penyu-
luhannya selalu diikuti/didampingi atau dilaksanakaan sendiri
oleh aparat pemerintah. Sehingga kehadiran aparat penguasa
kadang-kadang sangat diperlukan, tetapi di pihak lain sering kali
juga harus dihindarkan.
4) Sikap kekeluargaanSebagaimana juga telah dikemukakan pada Bab sebelumnya,
tidak ada satupun warga masyarakat sasaran yang mampu
mengambil keputusan secara individual, tanpa mengikut sertakan
keluarga atau kerabat dekatnya.
Sistem Penyuluhan Pertanian 91
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
18/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Oleh sebab itu, di dalam sistem sosial yang sikap kekeluargannya
masih tebal, adopsi inovasi berlangsung relatif lambat, karena
setiap pengambilan keputusan untuk mengadopsi selalu harus
menunggu kesepakatan seluruh anggota keluarga atau kerabat-nya. Dan ini relatif berbeda dengan masyarakat komersial yang
individualistis, yang pada umumnya dapat mengambil keputusan
sendiri untuk mengadopsi inovasi yang ditawarkan penyuluhnya.
5) Fatalisme
Fatalisme adalah suatu kondisi yang menunjukkan ketidak-
mampuan seseorang untuk merencanakan masa depannya sendiri,
sebagai akibat dari pengaruh faktor-faktor luar yang tidak mampu
dikuasainya.Kondisi seperti ini, umumnya dimiliki oleh masyarakat petani
yang kehidupan maupun usahataninya relatif masih sangat
tergantung kepada keadaan alam, dan atau diper-kuat lagi dengan
sistem pemerintahan otoriter yang kurang memberikan
kesempatan kepada masyarakatnya untuk menentukan nasibnya
sendiri.
Dalam kondisi fatalisme seperti itu, adopsi inovasi akan berlang-
sung sangat lamban, karena akan menghadapi resiko dan ketidak-
pastian yang sangat besar.
6) Kelemahan Aspirasi
Sebagai akibat lanjutan dari kondisi fatalisme adalah lemahnya
aspirasi atau cita-cita untuk menikmati kehidupan yang lebih
baik. Dalam kondisi seperti ini, sebagian besar masyarakat
sasaran akan bersifat pasrah, dan cukup puas dengan apa yang
dapat dinikmati tanpa adanya cita-cita dan harapan untuk dapat
hidup yang lebih baik. Sehingga, setiap inovasi yang ditawarkan
akan sangat lamban diadopsi.
7) Hanya berpikir untuk hari ini
Dengan lemahnya aspirasi yang disebabkan oleh fatalisme di atas,
warga masyarakat yang bersangkutan tidak pernah berpikir
tentang hari esok. Yang menyelimuti hati dan pikiran mereka
hanyalah: bagaimana untuk bisaa hidup hari ini sepuas-puasnya,
sedang hari esok tergantung kepada nasib.
Masyarakat seperti ini hanya berpandangan quick yielding
yang cepat dapat dinikmati, dan akan sangat mengadopsi inovasi
yang umumnya berupa investasi untuk mencapai tujuan perbaikan
mutu hidup dalam jangka panjang.
92 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
19/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
8) Kosmopolitnes, yaitu tingkat hubungannya dengan dunia luar
di luar sistem sosialnya sendiri.
Kosmopolitnes, dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan
yang dilakukan, serta pemanfaatan media masa.
Bagi warga masyarakat yang relatif lebih kosmopolit, adopsi
inovasi dapat berlangsung lebih cepat. Tetapi, bagi yang lebih
localite (tertutup, terkungkung di dalam sistem sosialnya
sendiri, proses adopsi inovasi akan berlangsung sangat lamban
karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih
baik seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di
luar sistem sosialnya sendiri.
9) Kemampuan berpikir kritis, dalam arti kemampuan untuk menilai
sesuatu keadaan (baik/buruk, pantas/tidak pantas, dll).
Akibatnya adalah, meskipun inovasi yang ditawarkan itu akan
benar-benar dapat memberikaan peluang untuk meraih mutu
hidup yang lebih baik, proses pengambilan keputusan untuk
mengadopsi tetap juga berjalan lamban.
10) Tingkat kemajuan peradabannya
Kemajuan tingkat peradaban, akan sangat menentukan ragam danmutu kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh setiap individu
dalam sistem sosial yang bersang-kutan (Lippit, 1958).
Karena itu, tingkat adopsi inovasi di dalam masyarakat yang lebih
maju akaan relatif lebih cepat, karena setiap warga masyarakat
terdorong untuk selalu ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang terus menerus mengalami perubahaan, baik dalam ragaam
kebutuhannya maupun mutu yang diinginkannya.
11) Cara pengambilan keputusanTerlepas dari ragam karakteristik individu dan masyarakat, cara
pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi sesuatu
inovasi juga akan mempengaruhi kecepatan adopsi. Tentang hal ini,
jika keputusan adopsi dapat dilakukan secara pribadi (individual)
relatif lebih cepat dibanding pengambilan keputusan berdasarkan
keputusan bersama (kelompok) warga masyarakat yang lain, apalagi
jika harus menunggu peraturan-peraturan tertentu (seperti:
rekomendasi pemerintah/penguasa).
(2). Pendekatan Pendidikan
Sistem Penyuluhan Pertanian 93
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
20/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Osgood (1953) melalui penjelasannya mengenai teori rangsangan dan
tanggapan (stimulus-response theory), mengemukakan bahwa proses
adopsi yang merupakan salah satu bentuk tanggapan atas rangsangan
(inovasi) yang diterima, sangat tergantung kepada manfaat ataureward, yang dapat diharapkannya.
Sedang kecepatan dan besarnya tanggapan tersebut tergantung
kepada:
a) besar atau jumlah manfaat; semakin besar atau banyak manfaat
yang akan diterima, respon akan semakin cepat dan positif
b) kecepatan waktu penerimaan manfaat atau selang antara respon
yang diberikan dengan manfaat yang akan diterima; semakin
cepat datangnya manfaat, respon akan semakin cepat dan positif
c) frekuensi penerimaan manfaat; semakin sering manfaat akan
diterima, respon akan semakin cepat dan positif
d) besarnya energi atau korbanan yang dikeluarkan; semaki besar
atau banyak korbanan (waktu, tenaga, uang, dll) yang harus
dikeluarkan, respon akan semakin lambat dan negatif
(3) Pendekatan psiko-sosial
Secara psikologis, kegiatan yang dilakukan oleh sese-orang (untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu), dilatar belakangi oleh
adanya motivasi, yaitu tekanan atau dorongan (yang berupa
kebutuhan, keinginan, harapan dan atau tujuan-tujuan) yang
menyebabkan sesoan melakukan kegiatan tersebut (Berelson and
Steiner, 1967; Newman and Newman, 1979).
Pal (Dahama dan Bhatnagar, 1989) mengungkapkan adanya 9
motivasi petani untuk menerapkan suatu inovasi, antara lain adalah:
motif ekonomi, motif belajar, motif aktualisasi diri, motif afiliasi dan
motif untuk memperoleh kekuasaan di lingkungannya.
(3) Pendekatan Sistem Agribisnis
Soeharjo (1991) mengemukakan bahwa, kegiatan usahatani merupa-
kan salah satu sub-sistem agribisnis, yang terdiri dari: sub-sistem
pengadaan dan penyaluran input, sub-sistem produksi, sub-sistem
pasca panen dan pemasaran, dan sub-sistem pendukung yang terdiri
dari beragam unsur pelayanan (permodalan, perijinan, dll).
Sehubungan dengan itu, Sinaga (1987) menegaskan bahwa analisis
penggunaan input di dalam sub-sistem produksi usaha tani, harus
94 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
21/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
dilihat sebagai salah satu mata rantai dari analisis-analisis permintaan
input, analisis proses produksi, dan analisis pemasaran produk.
Berdasarkan pendekatan ini, maka variabel-variabel yang perlu
diperhatikan dalam proses adopsi adalah:
a) Kualitas pelayanan input, khususnya yang berkaitan dengan:
pengadaan sarana produksi dan kredit.
b) Aplikasi dan supervisi dalam penggunaan input
c) Jaminan harga dan sistem pemasaran produk
(5). Pendekatan Pengembangan Masyarakat
Dari definisi baru yang diberikan terhadap istilah penyu-luhan
pertanian (Bab 2) secara jelas dinyatakan bahwa tujuan akhir dari
penyuluhan pertanian adalah untuk mewujudkan masyarakat
pertanian yang mandiri, profesional, dan berjiwa kewirausahaan.
Pemahaman seperti itu, membawa implikasi bahwa kesepatan adopsi
inovasi yang diupayakan melalui kegiatan penyuluhan akan sangat
ditentukan oleh:
a) Perilaku atau komitmen pimpinan wilayah selaku administratordan penanggungjawab pembangunan terhadap arti penting
penyuluhan sebagai faktor penentu dan pelancar pembangunan.
b) Dukungan stakeholder yang lain yang memungkinkan masyarakat
untuk dapat mengadopsi inovasi yang ditawarkan, terutama lem-
baga kredit, dan pelaku bisnis pertanian yang lain.
c) Pemahaman masyarakat tentang pentingnya penyuluhan bagi
percepatan pembangunan yang menuntut partisipasi masyarakat.
H. Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian
Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah, perembesan
adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu
yang lain dalam sistem sosial masyarakat sasaran yang sama.
Berlangsungnya proses difusi inovasi sebenarnya tidak berbeda
dengan proses adopsi inovasi. Bedanya adalah, jika dalam proses
adopsi pembawa inovasinya berasal dari luar sistem sosialmasyarakat sasaran, sedang dalam proses difusi, sumber informasi
berasal dari dalam sistem sosial masyarakat sasaran itu sendiri.
Sistem Penyuluhan Pertanian 95
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
22/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
Seperti di atas sudah dikemukakan, kecepatan adopsi (dan difusi) juga
tergantung kepada aktivitas yang dilakukan oleh penyuluhnya sendiri.
Sehubungan dengan itu, selaras dengan percakapan tentang kekuatan-
kekuatan yang mendorong penyuluhan dan percakapan tentang peranpenyuluh, setiap penyuluh diharapkan dapat memper-cepat proses
adopsi/difusi inovasi, melalui:
1) Melakukan diagnosa terhadap masalah-masalah masyarakatnya,
serta kebutuhan-kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasa-
kan masyarakatnya.
2) Membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi
yang dialaminya, dengan cara menunjukkan: kelemahan-kelemahan mereka, masalah-masalah mereka, adanya kebutuhan-
kebutuhan baru yang mendorong mereka untuk siap melakukan
perubahan-perubahan; sedemikian rupa sehingga dengan kesa-
darannya sendiri merekaa termotivasi untuk melakukan peru-
bahan-perubahan.
3) Menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat sasaran, dan
bersamaan dengan itu semakin menunjukkan kesiapannya untuk
membantu mereka serta membuat mereka yakin bahwa dia mam-
pu membantu mereka untuk memecahkan masalahnya serta
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan baru tadi.
4) Mendukung dan membantu masyarakat sasaran, agar keinginan-
keinginan (untuk melakukan perubahan) tadi dapat benar-benar
menjadi tindakan nyata untuk melakukan perubahan.
5) Memantabkan hubungan dengan masyarakat, dan pada akhirnya
melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya mela-
kukan perubahan-perubahan tanpa harus selalu menggantungkan
bantuan guna melaksanakan perubahan-perubahan yang dapat
mereka prakarsai dan dilaksanakan sendiri.
Berkaitan dengan proses adopsi dan difusi inovasi, perlu
dicermati tentang peran kelompok perintas dan pelopor serta
pemuka-pendapat (opinion leader)
Dalam proses adopsi inovasi, perhatian lebih banyak diharapkan dari
kelompok penganut-dini untuk menjadi panutan atau acuan masya-
rakatnya, dibanding kelompok perintis dan pelopor. Hal ini disebab-
kan karena, kondisi penganut-dini relatif sama dengan kelompok
masyarakat pada umumnya, sedang perintis dan pelopor umumnya
96 Sistem Penyuluhan Pertanian
-
7/27/2019 Bab-7 Kom-Adop - Inovasi.doc
23/23
Komnikasi, Adopsi, dan Difusi Inovasi
terdiri dari kelompok kelas atas yang memiliki kesenjangan sosial-
ekonomi cukup tinggi dibanding sebagian besar masyarakatnya.
Di samping itu, kelompok pemuka-pendapat yang sering dinilai
memegang peran penting dalam proses komunikasi dua tahap
ternyata juga tidak selalu dapat dijadikan panutan atau acuan
masyarakatnya.
Hal ini disebabkan karena, seringkali mereka hanya menyalurkan
pendapat atau inovasi yang lebih menguntungkan atau melanggeng-
kan statusnya sebagai pemuka masyarakatnya. Sedang inovasi
yang berupa ide-ide yang akan membahayakan kedudukan atau
bisnisnya tidak akan disampaikan kepada masyarakatnya.
Di samping itu, kelompok pemuka-pendapat yang sering dinilai
memegang peran penting dalam proses komunikasi dua tahap
ternyata juga tidak selalu dapat dijadikan panutan atau acuan
masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena, seringkali mereka hanya
menyalurkan pendapat atau inovasi yang lebih menguntungkan
atau melanggengkan statusnya sebagai pemuka masyarakatnya.
Sedang inovasi yang berupa ide-ide yang akan membahayakan
kedudukan atau bisnisnya tidak akan disampaikan kepada masya-
rakatnya.
Sistem Penyuluhan Pertanian 97
top related