bab i makalah agama islam
Post on 31-Dec-2015
53 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ulama ushul fiqh seperti Muhamad Ali Ibnu Muhamad al. Syaukani
berpendapat bahwa hokum syar’i itu adalah tuntutan Allah Ta’ala yang berkaitan
dengan perbuatan orang mukalaf, baik berupa tuntutan, pilihan atau menjadikan
sesuatu sebagai sebab, syarat, penghalang, sah, batal, ruhkhsah atau azimah
( Nasrun Haroen 1, 1995 :208 ).
Syari’ah / hukum islam pada saat ini sepertinya sudah dikesampingkan
oleh sebagian umat Islam.Padahal jika kita pahami tujuan dari syariah Islam
tersebut sangatlah baik.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka penyusun membuat suatu
rumusan masalah, yaitu :
1. Apa sebenarnya syariah tersebut.
2. Apa-apa saja pembagian hokum Islam.
3. Bagaimana sebenarnya prinsip dan watak syariah Islam tersebut..
4. Apa tujuan dari Syariah itu..
5. Bagaimana penerapan syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat sehari-
hari..
1.3. Batasan Masalah
Hukum-hukum syariah yang selama ini sudah terkesampingkan dalam
masyarakat Islam di Indonesia.
1.4. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk lebih mengenal tentang
permasalahan syariah. Baik itu dari segi pengertiannya, pembahagian hokum
Islam itu sendiri yang terbagi kepada hokum taklifi dan hokum wadh’I, prinsip-
prinsip dan watak syariah Islam yang diketahui sesuai dengan fitrah manusia,
lues dalam pelaksanaannya, tidak memberatkan manusia,dsb. Selain itu juga
dibahas tentang bagaimana menerapkan hokum Islam tersebut.
1
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum Syar’i / Hukum Islam ( Syariah )
Kata Syara’ secara etimologi berarti jalan-jalan yang dapat ditempuh
air, maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia untuk menuju Allah. Apabila
kata hokum dirangkai dengan kata syara’ yaitu Hukum Syara’ berarti
seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah SWT. Tentang tingkah laku
manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat
yang beragama Islam ( Amir Syarifuddin I, 1997 : 281 ). Istilah Syara’ juga
sering disebut dengna hokum. Dua istilah ini secara terminologi sama, bahkan
istilah syara’ dalam pemakaiannya dipersempit pada aspek-aspek hukum yang
dipahami sekarang yaitu aturan-aturan Allah berkenaan dengan kehidupan atau
aktivitas manusia.
Kata huku dalam bahasa Arab yang حګم secara etimologi berarti
memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan. Pengertian kata hokum memiliki
rumusan yang luas. Meskipun demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa
hokum itu adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang
ditetapkan dan diakui oleh suatu Negara atatu kelompok masyarakat ( Amir
Syarifuddin I, 1997 : 281 ). Terdapat perbedaan pendapat anatar ulama Ushul
Fiqh dan ulama fiqhdalam memberikan pengertian hokum syar’i karena
berbedanya sisi pandang mereka. Ulama ushul fiqh seperti Muhamad Ali Ibnu
Muhamad al. Syaukani berpendapat bahwa hokum syar’i itu adalah tuntutan
Allah Ta’ala yang berkaitan dengan perbuatan orang mukalaf, baik berupa
tuntutan, pilihan atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, penghalang, sah,
batal, ruhkhsah atau azimah ( Nasrun Haroen 1, 1995 :208 ).
Ulama Fiqih berpendapat bahwa Hukum adalah akibat yang
ditimbulkan oleh kitab (tuntutan ) sayr’I berupa wujub, mandub, hurmah,
karabah dan ibadah. Perbuatan yang dituntut itu menurut mereka disebut wajib,
sunah, haram, makruh dan mubah ( Nasrun Haroen, 1995 : 210 ).
2
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Jadi ulama ushul fiqh mengatakan bahwa yang disebut hukum ini
ada;ah dalil itu sendiri baik Al-Qur’an maupun sunnah Nabi, tetapi ulama fiqh
tidak membedakan antara dalil dengan akibat yang ditimbulkan dalil itu. Karena
itu keduanya mereka sebut denga ‘al-wajib.
2.2. Pembagian Hukum Islam
Berdasarkan defenisi di atas , ulama ushul fiqh membagi hokum Islam
tersebut kepada dua pembagian yaitu hokum al-taklifi dan wadh’i.
A. Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan.
Dinamakan hokum taklif karena titah ini langsung mengenai perbuatan orang
yang sudah mukallaf. Yang dimaksud dengan mukallaf dalam kajian hokum
islam adalah setiap orang yang sudah baligh (dewasa) dan waras. Anak-anak,
orang gila / mabuk dan orang tertidur tidak termasuk golongna mukallaf, maka
segala tindakan yang mereka lakukan tidak dapat dikenakan sangsi hokum.
Ada dua bentuk tuntutan di dalam hokum islam, yaitu tuntutan untuk
mengerjakan dan tuntutan untuk meninggalakan. Dari segi kekuatan tuntutan
tersebut terbagi pula ke dalam dua bentuk yaitu tuntutan yang bersifat mesti
dan tuntutan yang tidak mesti dan pilihan yang terletak di antara mengerjakan
dan meninggalkan.
Menurut Al-Amidi ( 1983 : 91 ) hokum taklif itu ada empat dengan
tidak memasukkan al-ibadah (pilihan) karena yang dimaksud dengan taklif itu
adalah beban kepada orang yang mukallaf baik untuk mengerjakan atau
meninggalkan, sedangkan menurut jumhur ulama hokum taklif itu ada lima
macam yang disebut juga dengan hukum yang lima sebagai berikut.
a. Wajib, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan yang mesti
dikerjakan, sehingga orang yang mengerjakan patut mendapatkan
3
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ganjaran, dan kalau ditinggalkan patut mendapatkan ancaman, seperti
firman Allah dalam Q.S 4 : 36 yang terjemahannya sebagai berikut.
“ Sembahlah olehmu Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatupun (Depag. R.I ,1984:123 ).
b. Sunat, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan tetapi tidak mesti
dikerjakan, hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya. Bagi orang
yang melaksanakan berhak mendapatkan ganjaran. Karena
kepatuhannya, tetapi apabila tuntutan itu ditinggalkan boleh saja, tidak
mendapat ancaman dosa seperti firman Allah SWT. Dalam Q.S 2 : 282
yang terjemahannya sebagai berikut.
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan , hendaklah kamu
menuliskannya”. (Depag. R.I, 1984 : 70).
c. Haram, yaitu tuntutan yang mengandung larangan yang mesti dijauhi.
Apabila seseorang telah meninggalkannya berarti dia telah patuh
kepada yang melarangnya, karena itu dia patut mendapatkan ganjaran
berupa pahala. Orang yang tidak meninggalkan larangan berarti dia
telah mengingkari tuntutan Allah, karena itu patut mendapatkan
ancaman dosa, seperti firman Allah SWT. Dalam Q.S 17 : 23 yang
terjemahannya sebagai berikut.
“ …Janganlah kamu mengatakan ah kepada ibu bapakmu, dan
janganlah kamu menghardikkeduanya, katakanlah kepada keduanya
perkataan yang mulia.” (Depag. R.I, 1984 : 427).
d. Makruh, yaitu tuntutan yang mengandung larangan tetapi tidak mesti
dijauhi. Artinya orang yang meninggalkan larangan berarti telah
mematuhi yang melarangnya, karena itu ia berhak mendapat ganjaran
pahala. Tetapi karena tidak ada larangan yang bersifat mesti, maka
orang yang meninggalakan larangan itu tidak dapat disebut menyalahi
4
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
yang melarang, dan tidak berhak mendapatkan ancaman dosa seperti
sabda Nabi SAW. Berikut ini.
“Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhainya, Rasulullah SAW
bersabda, perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah Thalak.”
(HR. Abu Daud, Ibn Majah dan dishahihkan Hakim)(Al-Shan’ani, hal :
168).
e. Mubah, yaitu titah Allah SWT yang memberikan titah kemungkinan
untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan , dalam hal ini
tidak ada tuntutan baik mengerjakan atau meninggalkan. Apabila
seseorang mengerjakan dia tidak diberi ganjaran dan tidak pula
ancaman atas perbuatannya itu. Dia juga tidak dilarang berbuat, karena
itu apabila dia melakukan perbuatan itu dia tidak diancam dan tidak
diberi ganjaran seperti firman Allah SWT dala Q.S 2 : 229 yang
terjemahannya sebagai berikut.
“Talak (yang dapat rujuk) dua kali. Setelah itu, boleh rujuklagi dengan
cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik (Depag. R.I,
1984 : 55).
Pengaruh titah ini terhadap perbuatan disebut juga ibahah, dan
perbuatan yang diberi pilihan untuk berbuat atau tidak itu disebut mubah.
B. Hukum Wadh’i
Ulama ushul fiqh membagi hokum wadh’I kepada lima macam yaitu
berikut ini. Sabab, syarth, mani’, shah, dan bathil (Nasrun Haroen, 1995: 40),
sedangkan menurut Al-Amidi tujuh macam yaitu berikut ini. Sabab, syarth,
mani’, shah, bathil,azimah dan rukhsah (Al-Amidi, 1983 : 91).
1. Sabab, yaitu titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebabbagi
wajib dikerjakan suatu pekerjaan , seperti firman Allah SWT dalam Q.S 17
:78 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir.” (Depag. R.I, 1984 : 436).
5
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2. Syarath, yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan syarat
bagi sesuatu seperti sabda Nabi SAW, yang terjemahannya sebagai
berikut.
“Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kamu
apabila dia berhadas hingga berwudhu.” H.R. Syaikhani (Al-Shan’ani I,
ttth :40).
Shalat tidak dapat dilaksanakan tanpa wudhu, tetapi seseorang yang
dalam keadaan berwudhu tidak otomatis harus mengerjakan shalat karena
berwudhu itu merupakan salah satu syarat sah nya shalat. Jadi suatu hokum
taklifi tidak dapat dilaksanakan sebelum memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan syara’. Oleh sebab itu berwudhu ( suci ) merupakan syarat sahnya
shalat.
3. Mani’ (penghalang), yaitu sesuatu yang nyata keberadaannya
menyebabkan tidaj ada hokum. Misalnya sabda Rasulullah SAW kepada
Fatimah binti Abi Hubeisy yang terjemahannya sebagai berikut.
“ Apabila datang haid kamu tinggalkanlah shalat, dan apabila telah
berhenti, maka mandilah dan shalatlah.” H.R. Bukhari ( Al-Asqalany, I
tth :63).
Dari contoh-contoh di atas jelas keterkaitan antara sebab, syarat dan
mani’ sangat erat.
4. Shah, yaitu suatu hokum yang sesuai dengan tuntutan syara’. Maksudnya
hokum itu dikerjakan jika ada penyebab , memenuhi syarat-syarat dan
tidak ada sebab penghalang untuk melaksanakannya. Misalnya,
mengerjakan shalat zuhur setelah tergelincir matahari sabab (sebab)telah
berwudhu (syarat), dan tidak ada penghalang (mani’) seperti haid, nifas
dan sebagainya, maka hukumnya adalah sah.
5. Bathil, yaitu terlepasnya hokum syara’ dari ketentuan yang ditetapkan dan
tidak ada akibat hokum yang ditimbulkannya, seperti batalnya jual beli
6
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
dengan memperjualbelikan minuman keras, karena minuman keras itu
tidak bernilai harta dalam ketentuan hukum syara’.
Adapun mengenai rukhsah dan ‘azimah, Syarifuddin sependapat
dengan Al-Amidi yaitu termasuk pemabahasan hokum wadh’i dalam
pelaksanaan hokum taklifi (Syarifuddin I, 1997: 28). ‘Azimah yaitu hokum
asal atau pelaksanaan hokum taklifi berdasarkan dalili umum tanpa
memandang kepada keadaan mukallaf yang melaksanakannya, seperti
haramnya bangkai untuk umat Islam.
Rukhsah, yaitu keringanan atau pelaksanaan hokum taklifi berdasarkan
dalil yang khusus sebagai pengecualian dari dalil yang umum karena keadaan
tertentu seperti boleh memakan bangkai dalam keadaan tertentu, walaupun
secara umum memakan bangkai itu haram.
2.3. Prinsip dan Watak Syari’ah
Tujuan utama syari’ah mengajak manusia kepada kebaikan dan melarang
dari berbuat salah, mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk itu
dalam pelaksanaannya sayri’ah mempunyai lima prinsip umum yang
dikemukakan oleh Supan Kusumamiharja, (1978) antara lain sebagai berikut.
a. Sesuai dengan Fitrah Manusia
Allah menegaskan tentang kesesuaian sayri’ah dengan potensi manusia
di antaranya dalam Q.S 30:30 dan Q.S 2 :185. Dua ayat tersebut menjelaskan
bahwa seluruh aturan yang ada dalam syari’ah tidak ada yang tidak dapat
dilakukan oleh manusia sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
Bahkan Allah mengkehendaki kemudahan bagi manusia, bukan kesukaran.
b. Luwes dalam Pelaksanaannya
Allah menjelaskan tentang keluwesan syariah tersebut dalam Q.S 2:173,
bahwa hal-hal yang diharamkan dalam suatu keadaan dan kondisi tertentu, dapat
menjadi halal dalam keadaan dan kondisi lain, yaitu dalam keadaan terpaksa.
Contoh lain seperti yang dijelaskan dalam hadis Rasul riwayat Bukhari, (Al-
Asqalany, tth:99) bahwa bagi orang yang tidak mampu mengerjakan shalat
7
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
dalam keadaan berdiri, maka ia boleh melakukannya sambil duduk, dan
selanjutnya boleh sambil berbaring.
c. Tidak Memberatkan
Semua syariat Allah tidak ada yang berat, sehingga manusia tidak
mampu melaksanakannya. Contoh ibadah yang diwajibkan 5 kali dalam 24 jam,
yang hanya membutuhkan waktu minimal kira-kira 5x7 menit = 35 menit, zakat
harta hanya berkisar 2,5 %, 5%, dan 10 %, ibadah haji cukup sekali seumur
hidup, begitu juga dengan benda yang diharamkan hanya sebagian kecil apabila
dibandingkan dengan yang dihalalkan.
d. Penetapan Hukum Secara Bertahap
Allah mengharamkan suatu hal tidak secara langsung, melainkan melalui
tahapan. Contoh pengaharaman minuman keras, tidak langsung sekaligus
dilarang tetapi berangsur-angsur setahap demi setahap sampai akhirnya
diharamkan. Allah SWT menurunkan ayat larangan minuman keras dengan
larangan secara bertahap. Prosesnya diawali dengan turunnya Q.S 2:219 yang
mengatakan bahwa pada khamar dan judi terdapat dosa besar dan ada
manfaatnya bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.
Setelah itu Allah turunkan Q.S 4:43 berupa larangan mendekati shalat bagi
orang-orang yang mabuk.
Kemudian Allah turunkan Q.S 5: 90 yang menyatakan secara tegas
tentang haramnya minuman keras dan ditegaskan oleh hadis Rasul walaupun
sedikit diminum maka statusnya sama, yaitu hukumnya haram.
e. Tujuan Syari’ah adalah Keadilan
Pencapaian keadilan di dalam syariah secara eksplisit tampak pada
adanya penjelasan tentang pokok-pokok akhlak yang baik yang terdapat dalam
syariat tersebut. Allah menjelaskan hal itu di dalam Q.S 16:90.
Syari’ah Islam mempunyai tiga watak yang tidak berubah-ubah yaitu
berikut ini: (1) takammul (lengkap), (2) wasathiyyah (pertengahan/moderat), (3)
harakah (dinamis). Watak takammul memperlihatkan bahwa syari’ah itu dapat
melayani golongan yang tetap pada apa yang sudah ada (konsisten), dan dapat
8
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
pula melayani golongan yang menginginkan pembaharuan (Dahlan II, ed.
1997:577).
Konsep wasathiyyah mengkehendaki keselarasan dan keseimbangan
atara segi kebendaan dan segi kejiwaan. Keduanya sama-sama diperlihatkan
tanpa mengabaikan salah satu dari padanya, sedangkan dari segi harakah
(kedinamisan), syari’ah mempunyai kemampuan untuk bergerak dan
berkembang. Untuk mengiringi perkembangan itu di dalam syari’ah ada konsep
ijtihad.
2.4. Aplikasi Syariah
Aplikasi atau pelaksanaan hukum Islam sebagaimana yang telah
disebutkan di atas selain bertujuan menunjukkan kepatuhan kepada Allah SWT
dan mencari ridha-Nya juga untuk memberikan panduan/ bimbingan kepada
manusia dalam menempuh kehidupannya demi terwujdnya atau terciptanya
keselamatan dunia dan kebahagiaan akhirat (Q.S 51:56; Q.S 2:201).
Berdasarkan tujuan tersebut menurut Amir Syarifuddin I, (1997: 5), hokum
Islam itu mengandung dua bidang pokok, yaitu berikut ini.
1) Kajian tentang perangkat peraturan terinci yang bersifat amaliah dan
harus diikuti umat Islam dalam kehidupan beragama, yang disebut fiqih.
2) Kajian tentang ketentuan serta cara dan usaha yang sistematis dalam
menghasilkan perangkat peraturan yang terinci itu disebut ushul fiqh.
Fiqh dan ushul fiqh merupakan dua bahasan yang terpisah, tetapi saling
berkaitan. Pada topik ini yang menjadi bahasan adalah hokum amaliyah (fiqih)
yang pembahasannya dikembangkan dalam Ilmu Syari’ah. Ilmu Syari’ah adalah
ilmu yang mengkaji tentang hokum-hukum yang berkaitan dengan hubungan
antara manusia dengan penciptanya dan antara manusia dengan sesame manusia
dan makhluk lainnya. Aspek pembahasan hokum ini dibagi menjadi sebagai
berikut.
a. Ibadah dalam Arti Khusus ( Ibadah Mahdhah )
Yaitu ibadah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang sudah digariskan agama Islam secara rinci, seperti thaharah, shalat, puasa,
zakat, dan haji. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang ibadah mahdhah
tersebut.
9
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1) Thaharah
Menurut bahasa thaharah berarti bersih dari kotoran. Dan menurut istilah
terdapat perbedaan pendapat ulama, Abdurrahman al-Jaziri penyusun kitab al-
Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah berpendapat thaharah adalah suatu sifat maknawi
yang ditentukan oleh Allah SWT sebagai syarat syahnya shalat (Dahlan V,
1997:1747). Dasar hukumnya antara lain firman Allah SWT dalam Q.S 2:222
yang terjemahannya sebagai berikut.
“…Sesungguhnya Allah menyenangi orang-orang yang bertaubat, dan
menyenangi orang-orang yang suci (bersih).” (Depag. R.I, 1984:54).
Dalil lainnya terdapat antara lain dalam Q.S 2:125, dan Q.S 74:1-5.
Thaharah dalam ajaran Islam merupakan bagian dari pelaksanaan ibadah
kep[a]da Allah. Setiap muslim diwajibkan shalat lima waktu sehari semalam
dan sebelum melaksanakannya disyaratkan bersuci terlebih dahulu. Hal ini
membuktikan bahwa ajaran Islam sangat memperhatikan dan mendorong umat
Islam untuk membiasakan diri hidup bersih, indah, dan sehat. Karena itu
kehidupan umat Islam adalah kehidupan yang suci dan bersih.
Di samping sebagai suatu kewajiban, thaharah juga melambangkan
tuntutan Islam untuk memelihara kesucian diri dari segala kotoran dan dosa.
Allah yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh orang-orang yang suci, suci
fisik dari kotoran dan suci jiwa dari dosa. Jadi thaharah berarti membersihkan
diri lahir dan batin, jasmani dan rohani dari hadas, najis, dan penyakit rohani
seperti syirik, ria, sombong dan sifat-sifat tercela lainnya.
Adapun alat untuk bersuci adalah air untuk wudhu dan mandi dan tanah
ataupun debu untuk tayamum. Bersuci dari hadas dengan jalan wudhu dan
mandi, dalam keadaan tertentu dapat diganti dengan tayamum. Bersuci dari najis
berlaku pada badan, pakaian dan tempat dengan cara menghilangkan warna,
bau, bentuk dan rasa najis tersebut. Bersuci dari penyakit rohani dengan cara
memohon ampun kepada Allah SWT, dan meluruskan niat kembali untuk
menghilangkan penyakit rohani itu.
10
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2) Shalat
Secara bahasa shalat berarti do’a sebagaiman firman Allah SWT dalam
Q.S 9:103 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya do’a, kamu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka”. (Depag, R.I, 1984:297).
Shalat menurut istilah berarti suatu ibadah yang mengandung ucapan dan
perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan
salam. Dasar shalat sebagai salah satu rukun Islam adalah firman Allah SWT
dalam Q.S 2:34 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dirikan shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’”. (Depag, R.I, 1984:16).
Selanjutnya firman Allah SWT tentang shalat antara lain ditemui dalam
Q.S 2:238; Q.S 98:5; Q.S 4:103.
Perintah shalat dapat dikelompokkan ke dalam perintah wajib dan
perintah sunnah. Shalat fardhu terbagi dua yaitu fardhu’ain dan fardhu kifayah.
Adapun perintah yang bersifat fardhu’ain itu adalah perintah kepada individu-
individu dan tidak dapat ditumpangkan kepada orang lain seperti shalat lima
waktu. Perintah yang bersifat fardhu kifayah yaitu kewjiban yang apabila sudah
dilaksanakan oleh sebahagian atau sekelompok muslim maka gugurlah
kewajiban muslim lainnyaseperti shalat jenazah. Ketentuan shalat ditetapkan
oleh syari’at Islam berdasarkan AL-Qur’an dan dicontohkan oleh Nabi SAW
begitu juga pada shalat jum’at dan shalat jenazah. Shalat fardhu’ain yang lain
adalah shalat jum’at bagi laki-laki. Shalat jum’at adalah shalat yang dilakukan
pada waktu zuhur secara berjama’ah dan diawali dengan dua khutbah.
Kewajiban shalat jum’at didasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.S 62:9
yang terjemahannya sebagai berikut.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan shalat pada
hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan
11
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Depag.
R.I, 1984:933).
Shalat yang fardhu kifayah adalah melaksanakan shalat jenazah. Shalat
jenazah mempunyai persyaratan yang sama dengan persyaratan shalat yang lain,
seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian dari najis, dan menghadap kiblat,
sedangkan rukun shalat jenazah adalah; niat, takbir 4 kali dengan takbiratul
ihram, membaca Al-Fatihah sesudah takbiratul ihram, membaca shalawat
kepada Nabi sesudah takbir kedua, mendoakan mayat sesudah takbir ketiga, doa
sesudah takbir yang keempat, berdiri jika kuasa dan salam.
Kewajiban shalat bagi setiap muslim tidak pernah berhenti dalam
keadaan apapun, sepanjang berakal sehat, yang disebut dengan azimah, namun
Islam memberikan keringanan yang diberikan kepada orang yang sedang sakit
atau dalam perjalanan, berupa jamak dan qasar. Adapun jamak adalah
mengumpulkan dua shalat pada satu waktu, yaitu shalat zuhur dan ashar dan
shalat maghrib dan isya. Apabila shalat maghrib disebut jamak taqdim. Apabila
shalat zuhur dilakukan pada waktu ashar atau pada waktu maghrib disebut
jamak ta’khir.
Shalat qasar adalah meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua
rakaat, yaitu shalat zuhur, ashar, dan isya. Biasanya shalat jamak dilakukan
sekaligus dengan mengqasarnya, sehingga shalat yang empat rakaat menjadi
dua-dua rakaat.
Shalat yang tidak dapat dijamak adalah shalat subuh, sedangkan shalat
yang tidak dapat diqasarkan adalah shalat maghrib dan shalat subuh. Adapun
shalat sunah juga banyak yang harus dilakukan oleh umat Islam. Dan shalat
sunah nawafil yaitu shalat sunah yang mempunyai waktu tersendiri seperti
shalat aidaini (dua hari raya), shalat tahiyatul masjid, shalat kusuf, shalat
khusuf, shalat tahajud, shalat dhuha, dan lain-lain. Shalat-shalat sunah tersebut
merupakan ibadah khusus, yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada
Allah, membina pribadi dan menjaga diri supaya tidak terjerumus kepada dosa
serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
12
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Shalat memiliki banyak hikmah. Antara lain mendidikorang agar disiplin
dengan waktu, karena ibadah shalat harus dikerjakan pada waktu yang telah
ditentukan. Shalat juga mengandung makna pembinaan pribadi, yaitu dapat
menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan kemungkaran. Dengan melakukan
shalat perbuatan dapat dikontrol dengan baik karena setiap waktu shalat dia akan
menghadap kepada Allah untuk memohon petunjuk dan meminta ampunan.
Pribadi yangterkontrol sedemikian rupa akan cenderung bertingkah laku yang
baikdan terhindar dari perbuatan dosa, sehingga setiap selesai shalat dia akan
kembali kepada rutinitasnya dengan jiwa yang bersih.
3) Puasa
Menurut bahasa puasa berarti menahan sebagaimana yang diungkapkan
dalam firman Allah SWT dalam Q.S 19:26 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun
hari ini”. (Depag. R.I, 1984:465).
Menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang
membatalkannya, seperti makan, minum, jimak mulai terbit fajar sampai
terbenam matahari. Dasar hokum puasa ditemui dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasul. Dari Al-Qur’an dasar hokum puasa adalah firman Allah dalam Q.S 2:183
yang terjemahannya sebagai berikut.
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga kamu
menjadi orang-orang yang bertakwa”. (Depag. R.I, 1984:44).
Puasa terbagi empat, yaitu puasa wajib, sunat, haram, dan makruh. Puasa
wajib antara lain sebagai berikut ini.
Pertama, puasa Ramadhan.
Perintah puasa ramadhan terdapat dalam firman Allah SWT dalam Q.S 2:183-
185. Puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.
13
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kedua, puasa Qadha.
Puasa qadha yaitu mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Dalilnya
yaitu firman Allah SWT dalam Q.S 2 :184.
Ketiga, puasa Nazar.
Puasa nazar yaitu puasa yang dikerjakan karena nazar untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Dalil puasa nazar itu terdapat dalam firman Allah SWT Q.S
76:7.
Keempat, puasa Kifarat.
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai akibat dari pelanggaran-pelanggaran tertentu
seperti: supmpah palsu dengan melaksanakan puasa selama (3) hari. Dalilnya
berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S 5 :89, membunuh ornag tidak sengaja
dengan puasa dua bulan berturut-turut berdasarkan Q.S 4 :92, melakukan
hubungan seks pada siang Ramadhan, melakukan zihar yaitu mengharamkan
istri dan menyamakan istri dengan ibu berdasarkan Q.S 58:3-4.
Kelima, puasa Fidyah.
Puasa fisyah yaitu pengganti dari kewajiban melaksanakan qurban karena
pelanggaran peraturan dalam ibadah haji, yaitu puasa 3 hari di kota Mekah dan 7
hari lagi di negeri sendiri. Kewajiban puasa fidyah ini didasarkan pada firman
Allah SWT Q.S 2 : 196.
Adapun puasa sunat atau tathawwu’ antara lain berikut ini. a) puasa
senin dan kamis, b) puasa enam hari di bulan Syawal, c) puasa pada tanggal 9
Zulhijjah, d) puasa pada hari Asyura, e) puasa pada tiap tanggal 13, 14 dan 15
bulan Qamariah. Puasa haram, antara lain berikut ini. a) puasa terus-menerus
(wishal), b) puasa pada hari hari yang diharamkan yaitu hari tasyrik, (11, 12 dan
13 Zulhijjah) dan dua hari raya ( 1 syawal dan 10 zulhijjah), c) puasa hari syak
(30 sya’ban), d) puasa seorang perempuan yang sedang haid atau nifas, dan e)
puasa sunat seorang istri yang suaminya sedang berada di rumah sedangkan ia
tidak mengizinkannya. Puasa makruh antara lain berikut ini. a) puasa sunat
dengan susah payah ( karena sakit atau dalam perjalanan ), dan b) puasa sunat
14
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
pada hari Jum’at atau hari sabtu saja (kecuali kalau harijum’at atau sabtu itu
bertepatan dengan hari yang disunahkan puasa).
Kesempurnaan puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum,
dan melakukan hubungan suami-istri pada siang Ramadhan saja, tetapi
mengandung arti menahan diri dari segala perbuatan yang tidak sesuai dengan
hikmah dan tujuan puasa. Hikmah melaksanakan puasa antara lain adalah
sebagai berikut ini.
(1) Disiplin rohaniah, merupakan pengekangan diri dari perbuatan yang
membatalkan puasa
(2) Pembentukan akhlakul karimah, dengan berpuasa iman dididik untuk
berbuat baik dan mulia
(3) Pengembangan nilai-nilai social
(4) Latihan rohani yang dimulai dengan latihan-latihan secara fisik yaitu
menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, dan lain-lain.
Puasa memiliki hikmah yang besar bagi yang mengamalkannya. Karena,
puasa adalah ibadah yang mengandung niali-nilai pendidikan untuk menahan
dan mengendalikan diri dari keinginan-keinginan negatif atau buruk yang
mendorong kepada kejahatan.
(4) Zakat
Zakat berarti suci, sedangkan menurut syari’ah, zakat adalah
memberikan harta tertentu yang diwjibkan Allah mengeluarkannya kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf
Qardawi (Dahlan VI, 1997:1985).
Dasar hokum mengeluarkan zakat ini adalah firman Allah SWT dalam
Q.S 9:103 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Depag. R.I, 1984:297).
15
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Zakat merupakan pemberian khas Islam, yang sudah diwajibkan Allah
semenjak Nabi Ibrahim AS dan Nabi-nabi sesudahnya (Luth, Ishaq, Ya’kub dan
lain-lain), sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 21:73 dan Q.S 5 :12.
Kewajiban zakat ini dipertegas dengan sabda Rasulullah (terjemahannya)
berikut ini.
“…Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat harta yang diambil dari
orang-orang kaya dan diserahkan kepada orang-orang miskin”. (H.R.
Muttafaqun’alaih dan Lafaz Bukhari) (Al-Shan’ani I, tth:120).
Secara garis besar zakat dibagi kepada dua macam yaitu berikut ini.
1) Zakat Mal (zakat harta)
Adapun jenis harta yang wajib dizakatkan berdasarkan firman Allah
SWT antara lain dalam Q.S 2 : 267.
(a) Ternak
(b) Emas dan perak
(c) Barang dagangan
(d) Hasil pertanian
(e) Barang tambang dan harta terpendam
(f) Zakat hasil usaha dan profesi
Dengan ketentuan nisab berkisar dari 2.5 % sampai dengan 20 %.
2) Zakat Nafs (zakat fitrah)
Selain dari kewajiban membayar zakat harta, setiap muslim diwajibkan
mambayar zakat fitrah sampai bulan Ramandhan berakhir. Zakat fitrah mulai
diwajibkan pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah, sekaligus pada tahun
diwajibkan ibadah puasa. Kewajiban zakat fitrah berlaku untuk seluruh umat
Islam berdasarkan sabda Rasulullah (terjemahannya) sebagai berikut.
“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sa’kurma atau satu sa’gandum
bagi hamba sahaya atau orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik
anak kecil maupun orang dewasa yang muslim. Perintah membayarnya sebelum
shalat Id”. (H.R. Mutafaq Alaihi) (Al-Shan’ani, II tth:137).
16
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Mengenai orang-orang yang berhak menerima zakat dijelaskan pada Q.S
9:60 yang dikenal dengan asnaf yang delapan.
“Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang yang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Depag. R.I, 1984;
228).
Zakat adalah ibadah maliyah (berkaitan dengan harta) yang memilki
dampak sosial untuk memperkecil kesenjangan antara golongan kaya dan si
miskin. Menurut ajaran Islam, harta adalah milik Allah, orang yang
mendapatkan harta tidak sepenuhnya memiliki harta tersebut, ada hak-hak orang
lain pada harta yang dikuasainya, karena itu hak-hak tersebut harus diberikan
setiap waktu sesuai dengan ketentuan syari’at. Dengan demikian, jika zakat
dilaksanakan dengan baik, maka kemiskinan di kalangan umat Islam akan dapat
dikurangi, bahkan mungkin dihapuskan.
5) Haji dan Umrah
Menurut bahasa kata hajj berarti bermaksud mengunjungi sesuatu (al
Qashdu lizziarah) dan menurut syariat Islam berarti mengunjungi baitullah untuk
menjalani ibadah (iqamatan linnusuki) (Muhammad Ali, 1980:341). Haji merupakan
ritual yang sudah dikenal sejak masa jahiliyah kemudian disempurnakan sesuai
dengan ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 2: 196 yang
terjemahannya sebagai berikut.
Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah (Depag. R.I,
1984:47).
Ayat ini mengindikasikan bahwa ibadah haji itu sudah dikenal sejak
masa-masa sebelum Islam. Ibadah haji yang disyariatkan dalam Islam mengacu pada
ibadah haji yang pernah dilakukan oleh Babi Ibrahim AS (Q.S 16:120-123; Q.S
2:125-129).
17
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Haji sebagai salah satu rukun Islam, wajib dilakukan oleh orang-orang
yang mampu satu kali seumur hidup. Kewjiban ini didasarkan pada firman Allah
SWT dalam Q.S 3: 97 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi)
orang yang mampu melaksanakan perjalanan ke Baitullah”. (Depag. R.I, 1984: 92).
Alasan lainnya adalah firman Allah SWT dalam Q.S 2:196-197, Q.S 22:
27-28, sedangkan ibadah haji wajib bagi setiap muslim yang mampu satu kali seumur
hidup sebagaimana sabda Rasulullah SAW (terjemahannya):
“Haji satu kali, maka apabila lebih dari itu adalah sunat”. (HR. Ahmad, Abu Daud,
Nasa’I dan dishahihkan oleh Hakim (Said Sabiq Fiqh Sunnah V (terj) 1987:40).
Pelaksanaan ibadah haji dapat dilakukan dengan tiga cara yang berikut
ini .
(a) Haji Tamattu’, yaitu melaksanakan umrah terlebih dahulu, dan setelah
tahallul umrah memotong seekor kambing di Mina, seandainya tidak mampu
diganti dengan puasa sepuluh hari, yang dilaksanakan 3 hari di tanah suci
dan 7 hari di tanah airnya.
(b) Haji Ifrad, yaitu melaksanakan haji terlebih dahulu. Setelah melakukan
tawaf qudum (tawaf kedatangan di Mekah) dengan berpakaian ihram dan
tidak bertahallul langsung melaksanakan ibadah haji, umrah dilaksanakan
sesudah melaksanakan haji.
(c) Haji Qiran, yaitu ibadah haji dan umrah sekaligus. Seperti halnya bagi yang
melaksanakan haji tamattu’, maka haji qiran perlu diwajibkan memotong
kambing.
Ibadah haji memiliki hikmah yang banyak. Di antara hikmah ibadah haji
adalah mendidik jiwa untuk mau berkorban, ikhlas, dan sabar karena dalam ibadah
haji semua sifat-sifat itu dituntut, dalam pelaksanaanya ibadah haji mempunyai
ketentuan dan aturan yang ketat karena aturan-aturan itu akan berpengaruh kepada
sistem dalam beribadah. Ibadah haji juga merupakan tempat pengembangan
sosialisasi yang dapat menimbulakn proses pendidikan dalam kehidupan bersama
18
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
dengan persatuan dan persaudaraan, sehingga hidup dapat lebih bermakna untuk
mencapai kemuliaan yang hakiki.
b. Ibadah dalam Arti yang Umum (‘Ibadah Ghairu Mahdhah)
adalah segala aktivitas mukmin yang sesuai dengan keinginan Allah SWT
dikerjakan dengan ikhlas dan dalam rangka mencari ridha Allah SWT. Ibadah ghairu
mahdhah ini disebut juga dengan muamalah dalam arti luas.
Amir Syarifuddin membagi hokum muamlah ini menjadi berikut ini.
(a) Hukum muamalah dalam arti yang khusus
(b) Hukum munakahat (perkawinan)
(c) Hukum mawaris dan wasiat
(d) Hukum jinayah (pidana)
(e) Hukum murafa’at atau hokum qadha disebut juga dengan hokum acara
(f) Hukum tata Negara
(g) Hukum internasional
(Amir Syarifuddin I, 1997: 71-72)
Berikut ini dijelaskan satu persatu secara singkat.
1) Muamalah
Hukum muamalah dalam arti yang khusus adalah hukm-hukum perdata
seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan transaksi serta lainnya, yang
antara lain firman Allah SWT dalam Q.S 2:275 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Depag. R.I, 1984:
69).
2) Munakahat
Hukum munakahat yaitu hokum yang mengatur mengenai perkawinan dan
hal-hal yang berhubungan dengannya seperti talak, rujuk, pemeliharaan anak dan lain-
lain dengan dasar firman Allah dalam Q.S 30:21 yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
19
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
jadikan dia di antaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya yang demikian itu
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir”. (Depag. R.I, 1984:644).
3) Mawaris dan Wasiat
Hukum mawaris dan wasiat yaitu hokum yang mengatur perpindahan dan
pembagian harta karena adanya kematian. Sumber-sumber hokum mawaris dalam
quran antara lain firman Allah SWT dalam Q.S 4:7 yang terjemahannya sebagai
berikut.
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapa dan kerabatnya,
dan bagi perempuan ada pula bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (Depag. R.I,
1984 :116).
Masalah waris ini juga terdapat dalam Q.S 4 : 11, 12 dan 176.
4) Hukum Pidana (Jinayah)
Hukum jinayah adalah hokum yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dalam rangka pencegahan kejahatan seperti pembunuhanm pencurian,
dan perzinaan beserta sanksinya. Firman Allah SWT antara lain dalam Q.S 17:33
yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dan janganlah kamu membunuh yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan jalan
kebenaran.” (Depag. R.I, 1984:429).
Firman Allah SWT lainnya antara lain di dalam Q.S 4 :93 mengenai
pembunuhan, Q.S 2:178 mengenai jenis-jenis hukuman, Q.S 5:38 mengenai
pencurian, Q.S 5:33 mengenai perampokan, Q.S 5:90-91 mengenai meminum
minuman keras dan Q.S 24:2 dan lainnya.
5) Hukum Murafa’at
Hokum murafa’at atau hokum acara adalah hokum yang berkaitan dengan
usaha penyelesaian akibat kejahatan di pengadilan seperti kesaksian, gugatan dan
20
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
pembuktian. Masalah kesaksian ini antara lain dalam firman Allah dalam Q.S 2 :282
yang terjemahannya sebagai berikut.
“Dan tidaklah kamu menetapkan dua orang saksi dari kaum laki-laki”. (Depag. R.I,
1984: 70).
6) Siyasah
Siyasah terambil dari akar kata yaitu sasa-yasusu, yang berarti
mengemudikan, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya (Quraish Shihab,
1999:416).
7) Hukum tata negara
Hukum tata Negara adalah hukm yang mengatur kehidupan masyarakat dan
bernegara. Firman Allah SWT antara lain dalam Q.S 4 :34 dan Q.S 9:71.
Laki-laki adalah pelindung perempuan (Depag. R.I, 1984:123).
“Orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang baik dan melarang
dari yang mungkar”. (Depag. R.I, 1984:291).
8) Hukum Internasional
Hokum internasional adalah hokum yang mengatur hubungan warga Negara
dengan Negara lain seperti tawanan, perang, perjanjian, rampasan perang dan lainnya.
Firman Allah SWT dalam Q.S 8:56-58 yang terjemahannya sebagai berikut.
“(Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu
mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-
akibatnya). Jika kamu menemui mereka dalam peperangan. Maka cerai berailahorang-
orang yang dibelakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka
mengambil pelajaran. Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari
suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang
jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat “. (Depag.
R.I, 1984:270).
Dan firman Allah SWT dalam Q.S 8:62-63 yang terjemahannya sebagai
berikut.
21
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah
(menjadi pelindung). Dialah yang memperkuat dengan pertolongan-Nya dan dengan
para mu’min, dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya
kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan
hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Depag. R.I,
1984:271).
22
top related