bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.unimed.ac.id/20250/4/10. nim. 8146132040 bab...
Post on 06-Mar-2019
235 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan institusi paling depan dalam menjalankan proses
pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus mampu
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003. Sekolah harus mampu menyelenggarakan proses pendidikan dan
pembelajaran yang bermutu. Karwati (2013:47) “ada tiga pilar fungsi sekolah
yang dapat diwujudkan dalam proses pendidikan adalah fungsi penyadaran,
fungsi progresif, dan fungsi mediasi”.
Sekolah dipimpin seorang kepala sekolah. Iskandar (2013:1022)
mendefenisikan kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan pada tingkat sekolah
sehingga ia juga harus menghindarkan diri dari wacana retorika dan perlu
membuktikan bahwa ia memiliki kemampuan kerja secara profesional”. Kepala
sekolah sangat berperan dalam menggerakkan berbagai komponen di sekolah.
Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan
pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana (Mulyasa, 2004:25).
Kepala sekolah bertugas mengkoordinasi, mengawasi, memberikan pengarahan
terhadap bawahannya.
2
Kepala sekolah harus memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas tentang
sekolah/madrasah yang dipimpinnya (Suhardiman, 2012:4). Kepala sekolah
dituntut memiliki pengetahuan yang luas terhadap masalah-masalah pendidikan,
dengan menguasai pengetahuan yang luas tentang pendidikan kepala sekolah
mampu mencapai visi dan misi yang telah di tetapkan. Selanjutnya kepala sekolah
harus “memiliki sejumlah kompetensi, juga harus berprilaku yang mengarah pada
upaya peningkatan kemajuan sekolah yang ditandai pada kemajuan prestasi
siswa” (Cotton, 2003:ix).
Mutu pendidikan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
63 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang
dapat diraih dari penerapan Sistem pendidikan Nasional. Mutu pendidikan sebagai
salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan perlu lebih
diperhatikan. Danim (2007) dalam Priansah (2014:21) menyarankan untuk
meningkatkan mutu sekolah dapat dilakukan dengan melibatkan lima faktor yang
dominan, yaitu: Kepemimpinan Kepala Sekolah, Guru, Peserta Didik, Kurikulum,
dan Jaringan Kerjasama. Pedoman mutu pendidikan Indonesia telah ditetapkan
oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, Pasal 3 menyebutkan Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai
dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 4 menyebutkan Standar Nasional
Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
3
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat.
Lingkup Standar Nasional Pendidikan sebagaimana ada dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 2 meliputi; (a) standar isi; (b) standar
proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g)
standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan. Delapan standar
nasional pendidikan yang telah disebutkan di atas beberapa diantaranya telah
ditetapkan aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
Khusus tentang standar pendidik dan tenaga pendidikan, Menteri
Pendidikan Nasional telah membuat beberapa peraturan dalam hal ini dapat dilihat
pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 28 Tahun 2010 tentang tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala
Sekolah/Madrasah yang tercantum pada Pasal 1 ayat (1) yaitu: Kepala
sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin
sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK).
Kualifikasi dan kompetensi merupakan prasyarat menciptakan Kepala
SMK profesional. Profesional menjadi jaminan penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu. Kepala SMK profesional harus memenuhi kriteria dari segi kualifikasi
dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat profesional Kepala SMK.
Artinya Kepala SMK pada tiap satuan pendidikan harus memenuhi standar
kualifikasi dan kompetensi yang telah ditetapkan sesuai dengan Permendiknas
Nomor 13 Tahun 2007. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
4
Tahun 2005 Pasal 28 ayat 2 menyebutkan, kualifikasi akademik diartikan sebagai
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undanangan yang berlaku. Kompetensi adalah seperangkat
kemampuan dan keahlian yang didasarkan pengetahuan, keterampilan, sikap-
sikap dan nilai-nilai positif untuk melaksanakan pekerjaan secara profesional.
Kompetensi kepala sekolah merupakan kemampuan/kecakapan yang harus
dimiliki seorang kepala sekolah.
Menurut Suhardiman (2012:81). Kompetensi kepala sekolah bisa
ditingkatkan melalui berbagai upaya, yaitu: (1) melalui program penguatan
kompetensi kepala sekolah, (2) pemberian penghargaan kepada kepala sekolah
yang berprestasi, (3) melalui program magang di sekolah-sekolah yang sudah
maju, (4) melalui pemberian beasiswa untuk mengikuti jenjang pendidikan yang
lebih tinggi terutama dalam bidang administrasi pendidikan, dan (5) melalui
pendidikan dan pelatihan, terutama berkaitan dengan manajerial sekolah.
Kemampuan tersebut dapat dilihat setelah diaktualisasikan dalam perilaku
kepala sekolah sebagai seorang pemimpin.
Selanjutnya kepala sekolah harus memiliki standar kualifikasi tertentu
yaitu kualifikasi umum dan kualifikasi khusus, serta harus memiliki kompetensi-
kompetensi tertentu. Berdasarkan hal tersebut pemerintah mengeluarkan peraturan
menteri pendidikan nasional tentang standar kepala sekolah/madrasah nomor 13
tahun 2007. Kualifikasi umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah; (a) Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau
non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi; (b) Pada waktu
5
diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun; (c) Memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang
sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak /Raudhatul Athfal
(TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di
TK/RA; dan (d) Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri
sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan
oleh yayasan atau lembaga yang berwenang. Kualifikasi khusus kepala sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah; (1)
Berstatus sebagai guru SMK/MAK; (2) Memiliki serifikat pendidik sebagi guru
SMK/MAK; dan (3) Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh
lembaga yang ditetapakan pemerintah. Selanjutnya Permendiknas No. 13 Tahun
2007 menyebutkan ada 5 (lima) kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang
kepala sekolah yaitu; (1) kompetensi kepribadian; (2) kompetensi manajerial; (3)
kompetensi kewirausahaan; (4) kompetensi supervisi; dan (5) kompetensi sosial.
Upaya fundamental untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
adalah dengan meningkatkan profesionalisme dan kinerja kepala sekolah. Untuk
mencapai peningkatan profesionalisme kepala sekolah, Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2007 telah merumuskan
kebijakan berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang telah di jelaskan di atas. Lahirnya
Permendiknas ini merupakan pelaksanaan dari amanat peraturan perundang-
undangan nasional yang mengarah pada upaya meningkatkan mutu dan kualitas
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, yaitu: (1) Undang- undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun
6
2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Dengan diterbitkannya Permendiknas
Nomor 13 Tahun 2007 dengan sendirinya telah resmi diberlakukan sebagai
peraturan yang mengatur standar Kepala Sekolah/Madrasah dan menjadi dasar
bagi Kepala Sekolah untuk menerapkannya. Sebuah kebijakan yang telah
diputuskan tidak terlepas dari problematika, termasuk pada kebijakan tentang
standar kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah.
Selanjutnya untuk menjadi kepala sekolah yang profesional, tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini hendaknya mampu dimengerti oleh
semua pihak, tidak hanya orang tua dan masyarakat, tetapi juga pemerintah
sebagai pemangku kebijakan.
Berdasarkan realita yang ada, menunjukkan masih adanya kesenjangan
antara aturan yang tertuang dalam Permendiknas No 13 Tahun 2007 tentang
standar kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah dengan kondisi nyata yang ada
di berbagai daerah. Hal ini terlihat dari sisi standar kualifikasi kepala sekolah,
masih banyak kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) yang belum memiliki
sertifikat pendidik sebagai guru SMK dan tidak memiliki sertifikat kepala SMK
yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Peneliti menemui
fakta didunia pendidikan, temasuk pendidikan SMK, sebagaimana diungkapkan
oleh Siswandari, Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala
Sekolah (LPPKS) Solo, sayangnya belum ada sanksi untuk pemerintah daerah
bupati atau walikota yang mengangkat kepala sekolah tidak sesuai standar
nasional (Kompas, 2015:http://print.kompas.com/peningkatan-mutu-kepala-
sekolah-masih-jadi-tantangan).
7
Selanjutnya dari sisi kompetensi kepala sekolah. Departemen Pendidikan
Nasional memperkirakan 70 persen dari 250 ribu kepala sekolah di Indonesia
tidak kompeten. Berdasarkan ketentuan Departemen, setiap kepala sekolah harus
memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi,
dan kewirausahaan. Di sisi lain, hampir semua kepala sekolah lemah di bidang
kompetensi manajerial dan supervisi. Seharusnya dua kompetensi tersebut
merupakan kekuatan kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik
(Tarsono, 2012:40).
Data Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) dari Kemendikbud tahun
2015, dimana hasil sementara UKKS dilakukan terhadap 166.333 orang kepala
sekolah dari jenjang SD-SMK/SMA diseluruh propinsi dengan dimensi yang
dinilai yaitu, kepemimpinan dalam pembelajaran, kewirahusahan, pengembangan
sekolah, manajerial, dan supervisi didapatkan nilai pada jenjang SMA (51,75)
disusul SMK (50,67), SMP (50,26) dan SD (44,43) dan dari hasil uji kompetensi
ini terlihat semakin lama masa kerja dari kepala sekolah, nilai rata-rata yang
didapatkan semakin menurun (Berita Pendidikan, 2015:
http://www.pendidikanguru.com/index.php/ini-dia-hasil-uji-kompetensi-kepala-
sekolah-dari-kemendikbud-tahun-2015).
Pada acara pertemuan silaturrahim seluruh kepala sekolah di lingkungan
Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan, Bupati Aceh Selatan Bapak HT. Sama
Indra menyebutkan ” Menurut data yang dimilikinya, tingkat SMA ada 8 dari 22
Sekolah dan dari 10 SMK 3 diantaranya juga kurang bermutu. Hal tersebut
berdasarkan pantauan selama ini terhadap kepala sekolah, dengan indikator
program kerja, kepribadian sosial, kepemimpinan pembelajaran, pengembangan
8
sekolah, managerial sumberdaya, kewirausahaan dan supervisi pembelajaran”
(Kluet Media, 2013: http://kluetmedia.blogspot.com/mutu-pendidikan-di-aceh-
selatan-masih.html).
Selanjutnya data empiris yang ditunjukkan dari hasil uji kompetensi
terhadap 11 (sebelas) Kepala SMK (baik negeri maupun swasta) di Kabupaten
Aceh Selatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, Kabupaten Aceh Selatan
bekerja sama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Aceh pada
bulan November tahun 2015 dengan dimensi yang dinilai yaitu, kepemimpinan
pembelajaran, kewirahusahan, manajerial, supervisi dan pengembangan sekolah,
menunjukkan rata-rata nilai Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) pada
jenjang SMK (50.27) disusul SMA (46.26), SMP (45.15) dan SD (37.91). Nilai
rata-rata yang telah dicapai kepala sekolah di Kabupaten Aceh Selatan lebih
rendah dari nilai rata-rata Nasional, dan juga lebih rendah dari batas minimum
nilai kompetensi yang telah ditentukan oleh Kemendikbud Indonesia yakni 55.
Untuk penelitian pada SMK yang ada di Kabupaten Aceh Selatan didapat hasil
UKKS Menengah Kejuruan dengan nilai rata-rata kepemimpinan pembelajaran
(51.52), kewirausahaan (50.91), manajerial (56.67), supervisi (38.79) dan usaha
pengembangan sekolah (53.45) (LPMP Aceh, 2015: http://lpmp-
aceh.com/?content=news_detail&idb=224). Dari hasil ini menunjukkan bahwa
kepala sekolah menengah kejuruan masih berkategori kurang berkompeten dalam
hal penguasaan kompetensi kepala sekolah khususnya kompetensi supervisi yang
sangat rendah serta kompetensi kepala sekolah lainnya yang dibawah nilai standar
minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu dengan nilai standar
minimum UKKS dengan nilai 55.
9
Secara Nasional maupun tingkat daerah Kabupaten, dari hasil ini
menunjukkan bahwa Kepala Sekolah masih berkategori kurang berkompeten
dalam hal penguasaan kompetensi Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah kompetensi kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) perlu mendapat
perhatian khusus. Fenomena tersebut merupakan sesuatu yang memprihatinkan,
bagaimana proses pendidikan di sekolah yang telah berjalan selama ini diserahkan
pengelolaannya kepada seseorang yang tidak kompeten. Secara empirik dapat
diamati bahwa kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) yang kompeten akan
terlihat pada peningkatan kualitas sekolahnya dan ketika kepala sekolah diganti
dengan orang yang kurang kompeten maka akan terlihat dampaknya pada
penurunan kualitas sekolahnya (Direktorat PSMK, 2005:7).
Permasalahan kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) masih ada
sebagian kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tidak memiliki standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK sesuai dengan regulasi yang mengatur
kepala sekolah. Fenomena ini merupakan permasalahan mendasar yang masih
perlu diperhatikan, dikaji dan dicari jalan pemecahan permasalahannya.
Kebijakan pendidikan memiliki konsekuensi logis terhadap lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia termasuk di Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri di Kabupaten Aceh Selatan. Untuk itu, pihak sekolah, maupun Dinas
Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan harus merespon baik dan segera mengambil
langkah-langkah antisipatif terutama berkaitan dengan standar kualifikasi dan
kompetensi kepala SMK untuk meningkatkan dan menjaga mutu akademiknya.
Pengakuan masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan juga tergantung dari
kualifikasi dan kompetensi kepala sekolahnya. Selanjutnya kajian,
10
pemberdayaan, dan upaya pengembangan untuk meningkatkan kualifikasi
dan kompetensi kepala sekolah perlu dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan.
Fenomena dan gambaran seperti yang telah diuraikan di atas merupakan
gambaran awal dari penelitian tentang implementasi kebijakan standar kualifikasi
dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang penerapan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan.
Selanjutnya dapat memberikan rekomendasi mengenai pemecahan masalah dalam
implementasi kebijakan standar kualifikasi dan kompetensi kepala SMK di
Kabuapetn Aceh Selatan. Penelitian ini akan difokuskan pada “Implementasi
Kebijakan Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala SMK Negeri di Kabupaten
Aceh Selatan”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang peneliti uraikan dalam latar belakang
masalah penelitian, maka penelitian ini memfokuskan pada masalah
“Implementasi Kebijakan Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala SMK
Negeri di Kabupaten Aceh Selatan”.
Fokus penelitian ini akan mendasarkan pada kerangka teori implementasi
(George C. Edward III). Dengan mendasarkan pada kerangka teoretik tersebut,
maka penelitian ini akan memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan standar kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di
Kabupaten Aceh Selatan, yaitu:
1. Komunikasi
11
2. Sumberdaya
3. Disposisi
4. Struktur birokrasi
C. Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini secara umum adalah: bagaimana implementasi
kebijakan standar kualifikasi dan kompetensi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri di Kabupaten Aceh Selatan?. Permasalahan umum tersebut dapat
dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana faktor komunikasi dalam implementasi kebijakan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan?
2. Bagaimana faktor sumberdaya dalam implementasi kebijakan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan?
3. Bagaimana faktor disposisi dalam implementasi kebijakan standar kualifikasi
dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan?
4. Bagaimana faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan untuk menganalisis implementasi
kebijakan standar kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah. Secara khusus
tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui faktor komunikasi dalam implementasi kebijakan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan.
12
2. Untuk mengetahui faktor sumberdaya dalam implementasi kebijakan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan.
3. Untuk mengetahui faktor disposisi dalam implementasi kebijakan standar
kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh Selatan.
4. Untuk mengetahui faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan
standar kualifikasi dan kompetensi kepala SMK Negeri di Kabupaten Aceh
Selatan.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik
manfaat teoretis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian lebih
lanjut dalam implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
pendidikan, sehingga pada akhirnya dapat memberi sumbangan pemikiran
baru untuk penelitian lanjutan serta dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dalam penelitian sejenis.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah untuk meningkatkan
kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah sebagai wujud dari
profesionalisme kepala SMK.
b. Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah untuk memberikan arahan
dan bimbingan kepada kepala sekolah dalam meningkatkan mutu
pendidikan melalui implementasi standar kualifikasi dan kompetensi
kepala SMK.
13
c. Sebagai bahan masukan bagi pengawas sekolah dalam memberikan
pembinaan dan pembimbingan yang proporsional kepada kepala SMK
yang dibina.
d. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh
Selatan untuk melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap kebijakan yang
berkaitan dengan standar kualifikasi dan kompetensi kepala SMK.
top related