bab iblog.ub.ac.id/.../files/2013/05/makalah-ppic-me.docx · web viewefisiensi produksi dapat...
Post on 18-Mar-2018
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini, industri mie instan adalah salah satu sektor industri pangan yang sudah
cukup pesat perkembangannya dan memiliki prospek yang baik. Perkembangan industri mie
instan dapat dilihat dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah dilihat dari jumlah konsumsi
mie instan per kapita di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika tahun 2000
konsumsi mie instan per kapita hanya mencapai 3,7 kilogram (sama dengan 53,1 bungkus),
pada tahun 2005 meningkat 46% menjadi 5 kilogram. Meningkatnya jumlah konsumsi mie
instan memberikan kesan bahwa industri mie instan merupakan industri yang tahan krisis
dan memiliki peluang yang lebih besar pada masa yang datang. Faktor kedua adalah
meningkatnya jumlah perusahaan yang menjadi produsen mie instan di Indonesia. Jika pada
tahun 2001 terdapat 57 perusahaan yang terjun ke dalam industri ini, setahun kemudian
terjadi peningkatan menjadi 59 perusahaan dan pada tahun 2005 terdapat 84 perusahaan.
Faktor ketiga adalah meningkatnya volume produksi mie instan setiap tahunnya. Jika pada
tahun 2004 volume produksi mencapai 975.000 ton, pada tahun 2005 meningkat 30%
menjadi 1.272.000 ton.
PT Indofood Sukses Makmur (PT ISM), Tbk merupakan produsen mie instan di Indonesia
yang memproduksi mie instan dengan 40 citarasa dan beberapa merek. PT ISM, Tbk pada
awalnya menguasai pangsa pasar mie instan di Indonesia 80%, namun seiring dengan
semakin banyaknya perusahaan yang menjadi produsen mie instan, pangsa pasar PT ISM,
Tbk menurun menjadi 70%. Banyaknya produk mie instan yang beredar di pasaran dan
persaingan tingkat produsen yang semakin tinggi, menyebabkan PT ISM, Tbk harus dapat
bertahan dengan baik dan meningkatkan daya saing. Salah satu cara meningkatkan daya
saing adalah perusahaan harus mengoptimalkan kinerja dari fungsi-fungsi yang ada di
perusahaan.
Fungsi produksi dan operasi memegang peranan yang cukup penting dalam kelangsungan
hidup perusahaan, karena 50-60% kegiatan perusahaan merupakan aktifitas produksi dan
operasi (Render dan Heizer, 2005). Oleh sebab itu, perusahaan harus memperhatikan setiap
kegiatan produksinya dan meningkatkan efisiensi produksi agar dapat menekan biaya secara
keseluruhan. Efisiensi produksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengendalian
persediaan bahan baku dengan baik. Bahan baku perlu mendapat perhatian ekstra dari
perusahaan, karena bahan baku sangat menentukan mutu produk mie instan itu sendiri.
Sebaik apapun proses produksi mie instan suatu perusahaan, tidak akan menghasilkan
produk mie instan yang baik dan bermutu, jika bahan baku yang digunakan tidak bermutu
atau dalam kondisi yang tidak baik. Hal ini menyebabkan pengendalian persediaan bahan
baku mutlak perlu dilakukan perusahaan, baik dari saat pemesanan sampai dengan
penyimpanan di gudang.
Selain itu, sebagian besar perusahaan melibatkan investasi yang besar pada aspek
persediaan bahan baku, yaitu 30-40% (Hill, 1994). Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menggunakan
bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka dalam jumlah yang cukup besar yaitu sebesar
1.394.837 zak per tahun dan 10.902 zak per tahun. Jumlah persediaan bahan baku yang
berlebihan akan meningkatkan biaya penyimpanan dan akan menyebabkan opportunity cost
atas modal yang seharusnya dapat diinvestasikan pada sektor lain yang lebih
menguntungkan. Sebaliknya, jumlah persediaan bahan baku yang tidak mencukupi
kebutuhan akan menyebabkan terganggunya kontinuitas proses produksi dan operasi
perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengadaan darurat
yang lebih mahal. Selain itu juga mengakibatkan mutu pelayanan perusahaan kepada
konsumen berkurang dan dapat membuat konsumen kecewa, serta beralih kepada merek
atau perusahaan lain. Oleh sebab itu, pengendalian persediaan bahan baku mutlak harus
dilakukan perusahaan mengingat konsukuensi yang dihadapi perusahaan atas kekurangan
dan kelebihan persediaan bahan baku.
Salah satu metode pengendalian persediaan bahan baku adalah metode simulasi.
Metode simulasi adalah suatu metode yang mampu menganalisa situasi dunia nyata yang
kompleks dan rumit menjadi sebuah model manajemen operasi sederhana sehingga dapat
memecahkan permasalahan. Tipe simulasi yang menunjukan peluang dari perusahaan untuk
menyelesaikan masalah dengan pengambilan contoh secara acak adalah simulasi Monte
Carlo. Metode simulasi ini perlu dikembangkan untuk dapat menentukan jumlah pemesanan
dan waktu pemesanan yang dapat meminimalkan total biaya persediaan pada saat
permintaan dan waktu tunggu yang tidak konstan. Di dalam penelitian ini model simulasi
yang dikembangkan adalah model simulasi skenario 1 dan model simulasi skenario 2. Model
simulasi skenario 1 adalah model simulasi berdasarkan reorder point perhitungan penulis.
Model simulasi skenario 2 adalah model simulasi berdasarkan reorder point perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Perusahaan
PT ISM, Tbk bergerak dalam bidang industri makanan olahan yaitu pembuatan mie instan
dan pengemasannya. PT ISM, Tbk didirikan pada tahun 1970 dengan nama PT Sanmaru Food
Manufacturing Co, Ltd. Perusahaan ini mulai berproduksi secara komersial pada tahun 1971
dengan jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak 70 orang.
Pada tahun 1994, perusahaan ini merubah namanya menjadi PT ISM berdasarkan akta
pendirian No. 51, tanggal 5 Februari 1994. Seminggu kemudian yaitu pada tanggal 12
Februari 1994, perusahaan melakukan merger atau penggabungan dengan 18 perusahaan
lain yang juga bergerak dalam bidang industri makanan. Perusahaan-perusahaan yang
melakukan merger tersebut selanjutnya dibagi menjadi beberapa divisi di PT ISM. Divisi-divisi
tersebut, antara lain Divisi Noodle, Divisi Ingredient, Divisi Packaging, Divisi Baby Food, Divisi
Beverage, Divisi Snack, Divisi Distribusi, dan Divisi Pastry.
Pada tanggal 7 Maret 1994, PT ISM mengubah statusnya dari Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) menjadi berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dan pada tahun yang
sama, PT ISM telah menjadi perusahaan yang go public dengan nama PT ISM, Tbk.
Divisi Noodle yang merupakan salah satu divisi dalam PT ISM, Tbk mempunyai 15 kantor
cabang yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu di Medan, Lampung, Palembang, Pontianak,
Pekanbaru, Banjarmasin, Semarang, Cibitung, Ancol, Bandung, Surabaya, Beji, Teluk Kumai,
Menado, dan Ujung Pandang. Divisi Noodle cabang Ancol tergolong berskala besar dan
merupakan pabrik yang pertama kali berdiri.
2.2 Sistem Persediaan Bahan Baku Divisi Noodle, PT ISM, Tbk
Divisi Noodle, merupakan divisi dari PT ISM, Tbk yang melaksanakan proses produksinya
dengan menggunakan bahan baku yang cukup besar kuantitasnya. Mengingat begitu
pentingnya pengadaan bahan baku untuk mendukung aktivitas produksi, maka perusahaan
memandang perlu untuk dilakukan sistem persediaan bahan baku yang terpadu sehingga
efektifitas pengadaan bahan baku dapat tercapai.
Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menggunakan beberapa bahan baku dalam pembuatan mie
instan. Bahan baku yang digunakan didatangkan dari beberapa perusahaan yang telah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Adapun bahan baku yang
digunakan antara lain yaitu tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lain seperti
air.
2.3 Biaya-Biaya Persediaan Bahan Baku
Secara umum total biaya persediaan di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk terdiri dari biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan bahan. Biaya penyiapan tidak
diperhitungkan, karena biaya tersebut timbul apabila perusahaan memproduksi bahan
bakunya sendiri, sedangkan Divisi Noodle, PT ISM, Tbk tidak memproduksi sendiri bahan
bakunya. Komponen biaya pemesanan bahan baku tepung terigu dan tepung tapioka per
pemesanan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya pemesanan bahan baku per pemesanan
No Jenis Bahan
Baku Komponen Biaya
Jumlah Biaya
(Rp/Pemesanan)
1 Cakra Kembar
Biaya Telepon dan Faksimili 12.000
Biaya Administrasi Pesan 6.000
Total 18.000
2 Segitiga Biru
Biaya Telepon dan Faksimili 12.000
Biaya Administrasi Pesan 6.000
Total 18.000
3 Segitiga Hijau
Biaya Telepon dan Faksimili 12.000
Biaya Administrasi Pesan 6.000
Total 18.000
4 Tepung Tapioka
Biaya Telepon dan Faksimili 18.000
Biaya Administrasi Pesan 6.000
Total 24.000
Harga pembelian tepung terigu Cakra Kembar Rp 88.800 per zak, tepung terigu Segitiga
Biru sebesar Rp 79.200 per zak, tepung terigu Segitiga Hijau sebesar Rp 66.300 per zak dan
tepung tapioka sebesar Rp 222.000 per zak. Pemasok tidak membatasi jumlah pembelian
karena selama ini pemasok mampu memenuhi kebutuhan perusahaan.
Biaya modal atau disebut dengan opportunity cost of capital merupakan alternatif
pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan. Biaya modal dihitung dari
harga bahan baku dikalikan dengan suku bunga simpanan. Suku bunga simpanan berjangka
rupiah menurut kelompok Bank Umum, pada tahun 2007 adalah sebesar 9,25%
(www.bi.go.id,2007). Besarnya biaya penyimpanan bahan baku per zak per tahun dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Biaya penyimpanan bahan baku per zak per tahun (Rp/zak/tahun)
No Jenis Bahan Baku Komponen Biaya Jumlah Biaya
(Rp/zak/tahun)
1 Terigu Cakra
Kembar
Biaya Utilitas 9.360
Biaya Upah 5.928
Biaya Maintenance dan
Equipment 4.680
Biaya Modal 8.112
Total 28.080
2 Terigu Segitiga
Biru
Biaya Utilitas 9.360
Biaya Upah 5.928
Biaya Maintenance dan
Equipment 4.680
Biaya Modal 7.488
Total 27.456
3 Terigu Segitiga
Hijau
Biaya Utilitas 9.360
Biaya Upah 5.928
Biaya Maintenance dan
Equipment 4.680
Biaya Modal 6.240
Total 26.208
4 Tepung Tapioka Biaya Utilitas 15.600
Biaya Upah 9.360
Biaya Maintenance dan
Equipment
5.616
Biaya Modal 20.592
Total 51.168
Simulasi yang digunakan pada sistem persediaan bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM,
Tbk, adalah per hari, sehingga biaya penyimpanan bahan baku yang digunakan dalam
simulasi adalah biaya harian. Sehingga biaya penyimpanan untuk setiap jenis bahan baku di
Divisi Noodle, PT ISM, Tbk per zak per hari dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Biaya penyimpanan bahan baku per zak per hari (Rupiah /zak/hari)
No Jenis Bahan Baku Biaya penyimpanan
(Rupiah/zak/hari)
1 Terigu Cakra Kembar 90
2 Terigu Segitiga Biru 88
3 Terigu Segitiga Hijau 84
4 Tepung Tapioka 164
Biaya kekurangan bahan adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi
adanya kebutuhan pemakaian bahan baku. Biaya kekurangan bahan yang diperhitungkan
adalah biaya pemesanan khusus dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan.
Biaya pemesanan khusus adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengadakan
pemesanan khusus sejumlah bahan baku yang dibutuhkan dimana terdiri dari biaya
pengiriman secara kilat dan biaya tambahan pengepakan. Biaya kehilangan kesempatan
mendapatkan keuntungan adalah sejumlah keuntungan yang hilang, karena tidak ada produk
yang diproduksi dan dijual kepada konsumen. Besarnya biaya kekurangan bahan per zak
dapat dilihat pada Tabel. 8
Tabel 8. Biaya kekurangan bahan baku per zak (Rupiah/zak)
No Jenis Bahan Baku Komponen Biaya Jumlah Biaya (Rp/zak)
1 Terigu Cakra Kembar
Biaya Pemesanan Khusus 2.500
Biaya Kehilangan
Keuntungan
24.361
Total 26.861
2 Terigu Segitiga Biru
Biaya Pemesanan Khusus 2.500
Biaya Kehilangan
Keuntungan
24.361
Total 26.861
3 Terigu Segitiga Hijau
Biaya Pemesanan Khusus 2.500
Biaya Kehilangan
Keuntungan
24.361
Total 26.861
4 Tepung Tapioka Biaya Pemesanan Khusus 10.000
Biaya Kehilangan 48.722
Keuntungan
Total 58.722
2.4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pada tahun 2006, Divisi Noodle, PT ISM, Tbk melakukan pemesanan dengan frekuensi
yang berbeda untuk setiap jenis bahan baku. Untuk bahan baku tepung terigu, baik tepung
terigu Cakra Kembar, Segitiga Biru maupun Segitiga hijau perusahaan memesan sebanyak 51
kali pemesanan selama satu tahun atau 0,16 kali pemesanan per hari. Sedangkan untuk
bahan baku tepung tapioka perusahaan memesan sebanyak 13 kali pemesanan atau 0,04 kali
pemesanan per hari. Jumlah unit bahan baku yang dipesan adalah bervariasi setiap kali
pemesanan. Rataan jumlah persediaan bahan baku dan rataan jumlah kekurangan bahan per
hari bervariasi untuk setiap jenis bahan baku. Frekuensi pemesanan per hari, rataan jumlah
persediaan bahan baku dan rataan kekurangan bahan per hari dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Frekuensi pemesanan per hari, rataan jumlah persediaan bahan baku dan rataan
kekurangan bahan per hari pada tahun 2006
Jenis Bahan
Baku
Frekuensi
Pemesanan /
Hari
Jumlah
Persediaan
Bahan Baku
(zak)
Rataan Jumlah
Kekurangan Bahan
(zak)
Cakra Kembar 0,16 14.126 92
Segitiga Biru 0,16 673 4
Segitiga Hijau 0,16 4.710 31
Tepung
Tapioka 0,04 589 0,6
Total biaya persediaan bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk pada tahun 2006 adalah
Rp 5.278.980 per hari atau Rp 1.647.041.622 per tahun. Biaya persediaan bahan baku
terbesar selama tahun 2006 adalah biaya persediaan bahan baku jenis tepung terigu Cakra
Kembar, yaitu Rp 3.745.432 per hari atau Rp. 1.168.574.784 per tahun. Sementara itu yang
terendah adalah jenis bahan baku tepung tapioka Rp 132.789 per hari atau Rp 41.430.230
per tahun. Besarnya biaya persediaan bahan baku tepung terigu Cakra Kembar dikarenakan
jumlah persediaan rataan bahan baku tepung terigu Cakra Kembar cukup besar, yaitu 14.126
zak dan rataan kekurangan bahan yang juga besar, yaitu 92 per hari. Sedangkan rendahnya
biaya persediaan bahan baku tepung tapioka dikarenakan jumlah persediaan rataan bahan
baku tepung tapioka rendah yaitu 589 zak dan rataan kekurangan bahan yang rendah, yaitu
0,6 zak per hari. Total biaya persediaan bahan baku per hari untuk masing-masing bahan
baku dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Total biaya persediaan bahan baku per hari (Rupiah / hari)
Jenis Bahan
Baku
Total Biaya
Pemesanan
Total Biaya
Penyimpanan
Total Biaya
Stock Out
Total Biaya
Persediaan
Cakra Kembar 2.880 1.271.340 2.471.212 3.745.432
Segitiga Biru 2.880 59.224 107.444 169.548
Segitiga Hijau 2.880 395.640 832.691 1.231.211
Tepung Tapioka 960 96.596 35.233 132.789
Total 9.600 1.822.800 3.446.580 5.278.980
Berdasarkan total biaya persediaan bahan baku per hari, maka total biaya persediaan
bahan baku yang telah dikeluarkan oleh perusahaan per tahun dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Total biaya persediaan bahan baku pada tahun 2006 (Rupiah / tahun)
Jenis Bahan
Baku
Total Biaya
Pemesanan
Total Biaya
Penyimpana
n
Total Biaya
Stock Out
Total Biaya
Persediaan
Cakra
Kembar
898.560 396.658.080 771.018.144 1.168.574.784
Segitiga Biru 898.560 18.477.888 33.522.528 52.898.976
Segitiga
Hijau
898.560 123.439.680 259.799.592 384.137.832
Tepung
Tapioka
299.520 30.137.952 10.992.758 41.430.230
Total 2.995.200 568.713.600 1.075.333.022 1.647.041.82
2
2.5 Peramalan Permintaan Produk Mie Instan
Berdasarkan data perusahaan tahun 2005-2006, pola data permintaan atau penjualan
produk mie instan Divisi Noodle, PT ISM, Tbk cenderung berfluktuatif. Rataan jumlah
penjualan produk mie instan 345.907 karton mie instan per minggu. Gambar 9 dan 10
menyajikan jumlah penjualan produk mie instan mulai bulan Januari 2005-Desember 2006.
Gambar 9. Data penjualan mie instan tahun 2005
Jumlah penjualan mie instan tertinggi adalah 468.251 karton pada minggu ke 40.
Tingginya penjualan mie instan ini disebabkan oleh peningkatan permintaan pasar atas
produk mie instan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Penjulan mie instan terendah adalah 33.290
karton pada minggu 44. Rendahnya penjualan mie instan ini dikarenakan minggu 44
bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh kegiatan pada Divisi Noodle, PT ISM,
Tbk diliburkan.
Jika data penjualan mie instan Divisi Noodle, PT Indofood Sukses Makmur, Tbk tahun
2005-2006 diplotkan menurut Time Series Plot dapat terlihat seperti Gambar 11.
Gambar 11. Times series plot data penjualan mie instan pada tahun 2005-2006
Dari plot di atas terlihat adanya data yang memencil pada minggu ke 44 dan minggu ke
95, serta pencilan tersebut terjadi karena pada minggu-minggu tersebut bertepatan dengan
Hari Raya Idul Fitri tahun 2005 dan tahun 2006, sehingga jumlah penjualan produk mie instan
menjadi lebih sedikit dibandingkan minggu-minggu lainnya. Dari data yang diketahui, diambil
kesimpulan secara kasar bahwa data tersebut cenderung sebagai data musiman, dengan
panjang musim selama satu tahun.
Model dari data musiman dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu model multiplikatif
dan model aditif. Model multiplikatif pada prinsipnya mengandung penggandaan antara
komponen trend dengan komponen musim sedangkan untuk model aditif mengandung
penjumlahan komponen trend dengan komponen musim. Model multiplikatif biasanya
digunakan jika data pada musim tertentu proporsional terhadap musim-musim sebelumnya.
Sedangkan model aditif biasanya digunakan jika perbedaan data pada setiap musim relatif
konstan. Untuk data jumlah penjualan ini lebih cocok jika menggunakan metode Winters
dengan jenis model multiplikatif.
Untuk melakukan peramalan dengan menggunakan metode Winters, maka perlu
dilakukan adalah menentukan smoothing constanta (konstanta pemulusan). Konstanta
pemulusan untuk metode Winters terdapat tiga jenis, yaitu Alpha, Gamma dan Delta. Alpha
adalah komponen dasar, Gamma adalah komponen trend dan Delta adalah komponen
musim. Nilai masing-masing konstanta adalah 0-1.
Kombinasi nilai konstanta pemulusan ditentukan secara subyektif. Untuk menghasilkan
peramalan yang akurat, maka ditentukan beberapa kombinasi nilai konstanta pemulusan.
Setelah ditentukan beberapa kombinasi nilai konstanta pemulusan, maka dibandingkan nilai
MAPE, MAD dan MSD output dari masingmasing kombinasi nilai konstanta pemulusan.
Kombinasi konstanta yang paling baik adalah pada saat nilai MAPE, MAD, dan MSD paling
kecil.
Empat kombinasi nilai konstanta pemulusan dan nilai MAPE, MAD, dan MSD yang
dihitung dengan menggunakan software Minitab 14 dapat dilihat pada Tabel 12
Tabel 12. Kombinasi nilai konstanta pemulusan
Konstanta Pemulusan
MAPE MAD MSD
Alpha Gamma Delta
0.2 0.2 0.2 8 27.939 1.268.301.859
0.1 0.1 0.1 8 26.750 1.127.981.288
0.05 0.05 0.05 8 25.709 1.065.180.080
0.05 0.04 0.01 7 25.139 1.018.871.416
Berdasarkan Tabel 12, nilai MAPE, MAD dan MSD terkecil diperoleh pada saat kombinasi
nilai konstanta pemulusan alpha = 0,05, Gamma = 0,04 dan dan Delta = 0,01. Selanjutnya
dilakukan peramalan dengan metode Winters multiplikatif dengan menggunakan kombinasi
nilai konstanta pemulusan tersebut. Hasil peramalan penjualan produk mie instan dapat
dilihat pada Tabel 13.
Gambar 12. Nilai peramalan beserta nilai selang kepercayaan 95%
Tabel 13. Hasil peramalan jumlah penjualan produk mie instan
Minggu ke- Jumlah penjualan (karton) Batas Atas Batas Bawah
105 298.912 237.323 360.502
106 387.970 326.322 449.617
107 350.837 289.129 412.545
108 311.687 249.916 373.457
109 433.195 371.360 495.029
110 406.496 344.596 468.397
111 409.419 347.451 471.388
112 391.018 328.980 453.056
113 356.379 294.269 418.488
114 335.280 273.098 397.463
115 361.703 299.444 423.961
116 320.575 258.240 382.910
117 353.575 291.161 415.989
118 260.371 197.876 322.866
119 372.569 309.992 435.147
120 302.294 239.633 364.956
121 359.175 296.427 421.923
122 337.095 274.259 399.931
123 345.903 282.977 408.829
124 355.084 292.067 418.101
125 422.987 359.876 486.097
126 392.436 329.230 455.641
127 374.298 310.996 437.600
Lanjutan Tabel 13
Minggu ke- Jumlah penjualan (karton) Batas Atas Batas Bawah
128 386.586 323.186 449.987
129 396.247 332.746 459.748
130 407.527 343.924 471.130
131 396.071 332.364 459.777
132 405.952 342.140 469.765
133 419.414 355.495 483.334
134 420.843 356.815 484.872
135 359.334 295.195 423.472
136 441.531 377.280 505.781
137 348.113 283.748 412.478
138 439.479 374.999 503.959
139 451.069 386.472 515.667
140 409.100 344.384 473.816
141 443.114 378.278 507.951
142 491.767 426.808 556.726
143 467.409 402.326 532.491
144 470.661 405.453 535.869
145 447.808 382.474 513.143
146 38.033 -27.430 103.496
147 361.818 296.225 427.411
148 430.994 365.269 496.719
149 382.474 316.616 448.332
150 404403 338410 470396
151 428.372 362.243 494.501
152 426.190 359.924 492.457
153 416.686 350.279 483.092
154 425.074 358.527 491.621
155 361.748 295.059 428.438
156 310.092 243.259 376.925
Hasil peramalan penjualan produk mie instan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa dari
minggu ke minggu jumlah penjualan produk mie instan semakin meningkat. Peningkatan ini
disebabkan karena peramalan penjualan didasarkan pada jumlah penjualan sebelumnya. Hal
ini yang menjadi salah satu alasan peramalan hanya dilakukan selama satu tahun. Semakin
panjang waktu peramalan, maka tingkat keakuratan hasil peramalan akan semakin kecil. Hal
lain yang menjadi alasan peramalan dilakukan selama satu tahun adalah pola data yang
menunjukan pola data musiman dengan panjang musim satu tahun.
2.6 Perhitungan Lead Time, Safety Stock dan ROP
1. Lead Time atau Waktu Tunggu
Lead time atau waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan oleh perusahaan
sejak pemesanan bahan baku sampai dengan bahan baku sampai di gudang. Lamanya
lead time atau waktu tunggu untuk bahan baku tepung terigu, baik tepung terigu
Cakra Kembar, Segitiga Biru maupun Segitiga Hijau adalah 3 hari. Sedangkan lamanya
lead time untuk bahan baku tepung Tapioka adalah 7 hari. Perbedaan lamanya waktu
tunggu antara tepung terigu dan tepung tapioka disebabkan pemasok tepung tapioka
berasal dari Lampung, sedangkan pemasok tepung terigu berasal dari Jakarta.
2. Safety Stock atau Persediaan Pengaman
Safety stock atau persediaan pengaman adalah unit tambahan persediaan yang
diadakan untuk menjaga atau mengurangi kemungkinan kekurangan bahan. Safety
stock diperoleh dengan mengalikan service level yang diinginkan (z) dan akar lead
time ( L) dengan deviasi atau standar penyimpangan pemakaian bahan baku per hari
(σd) untuk masing-masing bahan baku. Perhitungan safety stock untuk masing-
masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan simpangan baku
pemakaian bahan baku per hari disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 14. Perhitungan safety stock skenario 1 untuk masing-masing bahan baku
Jenis Bahan
Baku
Service Level
(Z = 98%)
Akar Lead
Time
Simpangan
Pemakaian Bahan
Baku per Hari.
Safety
Stock
Cakra
Kembar
2,06 1,732 852 3.040
Segitiga Biru 2,06 1,732 41 146
Segitiga Hijau 2,06 1,732 284 1.013
Tapioka 2,06 2,65 9 49
Safety stock skenario 2 merupakan safety stock yang selama ini digunakan oleh
perusahaan dalam pengendalian persediaan bahan bakunya. Safety stock skenario 2
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 . Safety stock Skenario 2 untuk masing-masing bahan baku
No Jenis Bahan Baku Safety Stock (Zak)
1. Tepung Terigu Cakra Kembar 2.460
2. Tepung Terigu Segitiga Biru 97
3. Tepung Terigu Segitiga Hijau 855
4. Tepung Tapioka 39
3. Reorder Point
ROP merupakan titik dimana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan
baku lagi, sehingga bahan baku yang dipesan tersebut datang tepat pada saat
persediaaan bahan baku sama dengan safety stock. Perhitungan ROP skenario 1
dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perhitungan ROP skenario 1 untuk masing-masing bahan baku
Jenis Bahan
Baku
Pemakaian Bahan
Baku Per Hari (d)
Lead Time
(L)
Safety
Stock
(SS)
Reorder Point
(dL + SS)
Cakra Kembar 3.441 3 3.040 12.783
Segitiga Biru 164 3 146 638
Segitiga Hijau 1.147 3 1.013 4.454
Tapioka 37 7 49 308
ROP skenario 2 merupakan ROP yang selama ini digunakan oleh perusahaan
dalam pengendalian persediaan bahan bakunya. Perhitungan ROP skenario 2 untuk
masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Perhitungan ROP skenario 2 untuk masing-masing bahan baku
Jenis Bahan
Baku
Pemakaian
Bahan Baku Per
Lead
Time
Safety
Stock
Reorder
Point
Hari (d) (L) (SS) (dL + SS)
Cakra
Kembar
3.441 3 2.460 12.783
Segitiga Biru 164 3 97 589
Segitiga
Hijau
1.147 3 855 4.296
Tapioka 37 7 39 298
2.7 Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Metode Simulasi
Model simulasi bertujuan untuk merumuskan skenario kebijakan pembelian bahan baku
terbaik berdasarkan kriteria biaya persediaan. Simulasi dilakukan dengan menggunakan dua
skenario. skenario 1 adalah simulasi dengan menggunakan data safety stock dan ROP
perhitungan skenario 1. Skenario 2 adalah simulasi dengan menggunakan data safety stock
dan ROP yang telah digunakan oleh perusahaan dalam pengendalian persediaaan bahan
bakunya selama ini.
2.7.1 Metode Simulasi Skenario 1
1. Bahan Baku Tepung Terigu Cakra Kembar
Perhitungan simulasi Skenario 1 untuk bahan baku tepung terigu Cakra Kembar
menghasilkan biaya tertinggi Rp. 95.733.000 per hari atau Rp 29.868.696.000 per
tahun, yaitu pada saat jumlah pemesanan bahan baku 26 zak per pesan. Jumlah
pemesanan ini terlalu kecil, sehingga mengakibatkan rataan kekurangan bahan
menjadi besar. Rataan kekurangan bahan yang semakin banyak dapat meningkatkan
biaya kekurangan bahan dan meningkatkan total biaya persediaan bahan baku
secara keseluruhan.
Biaya persediaan total terendah bahan baku tepung terigu Cakra Kembar Rp.
1.886.100 per hari atau Rp. 588.463.200 per tahun, yaitu pada saat jumlah
pemesanan 18.772 zak per pesan. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya
kekurangan bahan tidak terlalu besar.
Berdasarkan hasil simulasi untuk bahan baku tepung terigu Cakra Kembar,
semakin besar jumlah pembelian bahan baku akan menyebabkan jumlah
persediaan yang disimpan akan semakin besar, sehingga meningkatkan biaya
penyimpanan bahan baku. Semakin kecil jumlah pembelian bahan baku akan
menyebabkan jumlah kekurangan bahan semakin besar, sehingga meningkatkan
biaya kekurangan bahan. Biaya persediaan harian total bahan baku tepung terigu
Cakra Kembar Skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Biaya persediaan harian total bahan baku tepung terigu Cakra Kembar
skenario 1 (dalam Rupiah)
Q
(zak)
Rataan
Persediaa
n
Akhir
(zak)
Rataan
Kekurangan
Bahan
(zak)
Rataan
Frekuensi
Pemesana
n (zak)
Biaya
Penyimpanan
Biaya
Kekurangan
Bahan
Biaya
Pemesan
an
Total
Biaya
Persedia
an
26 0 4 0,25 0 95.728.000 4.500 95.733.0
00 b
18.772 8.536 41 0,185 768.250 1.114.500 3.330 1.886.10
0 a
Keterangan : a : Total biaya persediaan harian terendah
b : Total biaya persediaan harian tertinggi
2. Bahan Baku Tepung Terigu Segitiga Biru
Perhitungan simulasi Skenario 1 untuk bahan baku tepung terigu Segitiga Biru
menghasilkan biaya tertinggi Rp 4.451.100 per hari atau Rp 1.388.743.200 per
tahun, yaitu pada saat jumlah pemesanan 6 (enam) zak per pemesanan. Jumlah
pemesanan ini terlalu kecil, sehingga mengakibatkan rataan kekurangan bahan
menjadi besar. Rataan kekurangan bahan yang semakin banyak dapat meningkatkan
biaya kekurangan bahan dan meningkatkan total biaya persediaan.
Biaya persediaan total terendah bahan baku tepung terigu Segitiga Biru Rp
115.510 per hari atau Rp 36.039.120 per tahun yaitu pada saat jumlah pemesanan
670 zak per pemesanan. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya kekurangan
bahan tidak terlalu besar.
Berdasarkan hasil simulasi untuk bahan baku tepung terigu Segitiga Biru,
semakin besar jumlah pembelian bahan baku akan menyebabkan jumlah
persediaan yang disimpan akan semakin besar, sehingga meningkatkan biaya
penyimpanan bahan baku. Semakin kecil jumlah pembelian bahan baku akan
menyebabkan jumlah kekurangan bahan semakin besar, sehingga meningkatkan
biaya kekurangan bahan. Biaya persediaan harian total bahan baku tepung terigu
Segitiga Biru Skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Biaya persediaan harian total bahan baku tepung terigu Segitiga Biru
skenario 1(dalam Rupiah)
Q
(zak)
Rataan
Persediaa
n
Akhir
(zak)
Rataan
Kekurangan
Bahan
(zak)
Rataan
Frekuensi
Pemesana
n (zak)
Biaya
Penyimpan
an
Biaya
Kekuranga
n Bahan
Biaya
Pemesana
n
Total Biaya
Persediaa
n
6 16 165 0,25 1.418 4.445.100 4.500 4.451.100 b
670 1.094 0,55 0,25 96.290 14.720 4.500 115.510 a
Keterangan : a : Total biaya persediaan mingguan terendah
b : Total biaya persediaan mingguan tertinggi
3. Bahan Baku Tepung Terigu Segitiga Hijau
Perhitungan simulasi Skenario 1 untuk bahan baku tepung terigu Segitiga
Hijau menghasilkan biaya tertinggi Rp 31.851.000 per hari atau Rp 9.937.512.000
per tahun, yaitu pada saat jumlah pemesanan 14 zak per pemesanan. Jumlah
pemesanan ini terlalu kecil, sehingga mengakibatkan rataan kekurangan bahan
menjadi besar. Rataan kekurangan bahan yang semakin besar dapat meningkatkan
biaya kekurangan bahan dan meningkatkan total biaya persediaan.
Biaya persediaan total terendah bahan baku tepung terigu Segitiga Hijau Rp
440.430 per hari atau Rp 137.414.160 per tahun yaitu pada saat jumlah
pemesanan sebesar 6.122 zak per pemesanan. Hal ini disebabkan besarnya biaya
kekurangan bahan tidak terlalu besar.
Berdasarkan hasil simulasi untuk bahan baku tepung terigu Segitiga Hijau,
semakin besar jumlah pembelian bahan baku akan menyebabkan jumlah
persediaan yang disimpan, maka dapat semakin besar, sehingga meningkatkan
biaya penyimpanan bahan baku. Semakin kecil jumlah pembelian bahan baku dapat
menyebabkan jumlah kekurangan bahan semakin besar, sehingga meningkatkan
biaya kekurangan bahan.
Tabel 20. Biaya persediaan harian total bahan baku tepung terigu Segitiga
Hijau skenario 1(dalam rupiah)
Q
(zak)
Rataan
Persediaan
Akhir
(zak)
Rataan
Kekurangan
Bahan
(zak)
Rataan
Frekuensi
Pemesana
n (zak)
Biaya
Penyimpan
an
Biaya
Kekurangan
Bahan
Biaya
Pemesana
n
Total
Biaya
Persedia
an
14 0 1.186 0,25 0 31.846.000 4.500 31.851.0
00 b
6.122 2.874 7 0,191 241.390 195.600 3.438 440.430 a
Keterangan : a : Total biaya persediaan mingguan terendah
b : Total biaya persediaan mingguan tertinggi
4. Bahan Baku Tepung Tapioka
Perhitungan simulasi Skenario 1 untuk bahan baku tepung tapioka menghasilkan
biaya tertinggi Rp 2.166.900 per hari atau Rp 676.072.800 per tahun, yaitu pada
saat jumlah pemesanan 1 (satu) zak per pemesanan. Jumlah pemesanan ini terlalu
kecil, sehingga mengakibatkan rataan kekurangan bahan menjadi besar. Rataan
kekurangan bahan yang semakin besar dapat meningkatkan biaya kekurangan
bahan dan meningkatkan total biaya persediaan.
Biaya persediaan total terendah bahan baku tepung tapioka Rp 91.918 per hari
atau Rp 28.678.416 per tahun yaitu pada saat jumlah pemesanan 147 zak per
pemesanan. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya kekurangan bahan tidak
terlalu besar.
Berdasarkan hasil simulasi untuk bahan baku tepung tapioka, semakin besar
jumlah pembelian bahan baku dapat menyebabkan jumlah persediaan yang
disimpan akan semakin besar, sehingga meningkatkan biaya penyimpanan bahan
baku. Semakin kecil jumlah pembelian bahan baku akan menyebabkan jumlah
kekurangan bahan semakin besar, sehingga meningkatkan biaya kekurangan bahan.
Biaya persediaan harian total bahan baku tepung tapioka Skenario 1 dapat dilihat
pada Tabel 21.
Tabel 21. Biaya persediaan harian total bahan baku tepung tapioka skenario 1
(dalam rupiah)
Q
(zak)
Rataan
Persediaa
n
Akhir
(zak)
Rataan
Kekurangan
Bahan
(zak)
Rataan
Frekuensi
Pemesana
n (zak)
Biaya
Penyimpan
an
Biaya
Kekurangan
Bahan
Biaya
Pemesan
an
Total Biaya
Persediaa
n
1 13 37 0,25 2.145 2,158,700 6.000 2.166.900 b
147 427 0,271 0,25 70.005 15,914 6.000 91.918 a
Keterangan : a : Total biaya persediaan mingguan terendah
b : Total biaya persediaan mingguan tertinggi
5. Total Biaya Persediaan Bahan Baku
Total biaya persediaan per tahun terendah dengan menggunakan metode
simulasi pada skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Total biaya persediaan bahan baku terendah tahunan skenario 1
No Bahan Baku Total Biaya Persediaan Tahunan
1. Tepung Terigu Cakra Kembar 588.463.200
2. Tepung Terigu Segitiga Biru 36.039.120
3. Tepung Terigu Segitiga Hijau 137.414.160
4. Tepung Tapioka 28.678.416
Total 790.594.896
Biaya persediaan total terendah berdasarkan hasil perhitungan simulasi
skenario 1 untuk semua bahan baku Rp. 790.594.896 per tahun. Berdasarkan hasil
simulasi untuk semua bahan baku semakin sedikit jumlah pembelian bahan baku,
maka akan semakin besar biaya kekurangan bahannya dan semakin besar jumlah
pembelian bahan baku, maka semakin besar biaya total penyimpanan bahan baku.
2.8 Perbandingan Biaya Persediaan antara Model Pengendalian Persediaan di Perusahaan
dengan Model Simulasi
Total biaya persediaan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku tepung
terigu Cakra Kembar Rp 1.168.574.784 per tahun. Biaya persediaan total ini lebih besar
dibandingkan dengan model simulasi, baik model simulasi skenario 1 maupun model simulasi
skenario 2. Pengendalian persediaan bahan baku dengan model simulasi skenario 1
menghasilkan total biaya persediaan bahan baku tepung terigu Cakra Kembar yang terendah,
(Rp 588.463.200 per tahun). Besarnya penghematan perusahaan apabila menggunakan
metode simulasi pada skenario 1 dalam pengendalian persediaan bahan baku Rp
580.111.584 per tahun atau 33%. Sedangkan total biaya persediaan bahan baku dengan
model simulasi skenario 2 adalah Rp 607.932.000 per tahun. Besarnya penghematan
perusahaan apabila menggunakan metode simulasi pada skenario 2 dalam pengendalian
persediaan bahan baku Rp 560.642.784 per tahun atau 32%.
Total biaya persediaan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku tepung
terigu Segitiga Biru Rp 52.898.976 per tahun. Biaya persediaan total ini lebih besar
dibandingkan dengan model simulasi, baik model simulasi skenario 1 maupun model simulasi
skenario 2. Pengendalian persediaan bahan baku dengan model simulasi skenario 1
menghasilkan total biaya persediaan bahan baku tepung terigu Segitiga Biru yang terendah,
(Rp 36.039.120 per tahun). Besarnya penghematan perusahaan apabila menggunakan
metode simulasi pada skenario 1 dalam pengendalian persediaan bahan baku Rp 16.859.856
per tahun atau 19%. Sedangkan total biaya persediaan bahan baku dengan model simulasi
skenario 2 adalah Rp 39.377.520 per tahun. Besarnya penghematan perusahaan apabila
menggunakan metode simulasi pada skenario 2 dalam pengendalian persediaan bahan baku
Rp 13.521.456 per tahun atau 15%.
Total biaya persediaan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku tepung
terigu Segitiga Hijau Rp 384.137.832 per tahun. Biaya persediaan total ini lebih besar
dibandingkan dengan model simulasi, baik model simulasi skenario 1 maupun model simulasi
skenario 2. Pengendalian persediaan bahan baku dengan model simulasi skenario 1
menghasilkan total biaya persediaan bahan baku tepung terigu Segitiga Hijau yang terendah,
(Rp 137.414.160 per tahun). Besarnya penghematan perusahaan apabila menggunakan
metode simulasi pada skenario 1 dalam pengendalian persediaan bahan baku Rp
246.723.672 per tahun atau 47%. Sedangkan total biaya persediaan bahan baku dengan
model simulasi skenario 2 adalah Rp 154.480.560 per tahun. Besarnya penghematan
perusahaan apabila menggunakan metode simulasi pada skenario 2 dalam pengendalian
persediaan bahan baku sebesar Rp 229.657.272 per tahun atau 43%.
Total biaya persediaan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku tepung
tapioka Rp 41.430.230 per tahun. Biaya persediaan total ini lebih besar dibandingkan dengan
model simulasi, baik model simulasi skenario 1 maupun model simulasi skenario 2.
Pengendalian persediaan bahan baku dengan model simulasi skenario 1 menghasilkan total
biaya persediaan bahan baku tepung tapioka yang terendah (Rp 28.678.416 per tahun).
Besarnya penghematan perusahaan apabila menggunakan metode simulasi pada skenario 1
dalam pengendalian persediaan bahan baku Rp 12.751.814 per tahun atau 18%. Sedangkan
total biaya persediaan bahan baku dengan model simulasi skenario 2 adalah Rp 29.653.416
per tahun. Besarnya penghematan perusahaan apabila menggunakan metode simulasi pada
skenario 2 dalam pengendalian persediaan bahan baku Rp 11.776.814 per tahun atau 17%.
Perbandingan biaya persediaan bahan baku antara model pengendalian persediaan
perusahaan dengan model simulasi dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Perbandingan biaya persediaan model kebijakan perusahaan dan model
Simulasi
No Bahan
Baku
Kebijakan
Perusahaan
Model
Simulasi 1
Model
Simulasi 2 Keterangan
1 Cakra
Kembar 1.168.574.784 588.463.200 607.932.000
Model simulasi 1
paling optimal
2 Segitiga
Biru 52.898.976 36.039.120 39.377.520
Model simulasi 1
paling optimal
3 Segitiga
Hijau 384.137.832 137.414.160 154.480.560
Model simulasi 1
paling optimal
4 Tepung
Tapioka 41.430.230 28.678.416 29.653.416
Model simulasi 1
paling optimal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Bahan baku utama yang digunakan oleh Divisi Noodle, PT ISM, Tbk adalah tepung
terigu dan tepung tapioka. Tepung terigu yang digunakan oleh Divisi Noodle, PT ISM,
Tbk terdiri dari tiga jenis, yaitu strong flour (tepung keras cap Cakra Kembar), medium
flour (tepung setengah keras cap Segitiga Biru) dan soft flour (tepung lunak cap
Segitiga Hijau). Penentuan jumlah bahan baku yang dipesan didasarkan oleh perkiraan
perusahaan terhadap jumlah penjualan produk mie instan pada masa mendatang dan
rataan pemakaian bahan baku pada tiga periode sebelumnya. Sistem pengendalian
persediaan bahan baku di Divisi Noodle, PT ISM, Tbk menghasilkan total biaya
persediaan untuk semua bahan baku Rp 1.647.041.822 per tahun
2. Total biaya persediaan bahan baku dengan menggunakan model simulasi skenario 1
Rp 790.594.896 per tahun. Total biaya persediaan bahan baku dengan menggunakan
model simulasi skenario 2 Rp 831.443.496 per tahun. Penghematan biaya perusahaan
apabila menggunakan model simulasi pada skenario 1 adalah 35% dan simulasi
skenario 2 adalah 33%.
3. Hasil anasisis dari biaya persediaan bahan baku, adalah :
a. Biaya persediaan bahan baku tepung terigu Cakra Kembar yang paling optimal
diperoleh dengan metode simulasi skenario 1, yaitu Rp 588.463.200 per tahun.
Biaya ini diperoleh pada saat perusahaan melakukan pemesanan tepung terigu
Cakra Kembar 18.722 zak per pesanan dan pada titik pemesanan kembali 13.363
zak.
b. Biaya persediaan bahan baku tepung terigu Segitiga Biru yang paling optimal
diperoleh dengan metode simulasi skenario 1, yaitu Rp 36.039.120 per tahun.
Biaya ini diperoleh pada saat perusahaan melakukan pemesanan tepung terigu
Segitiga Biru 670 zak per pesanan dan pada titik pemesanan kembali 638 zak.
c. Biaya persediaan bahan baku tepung terigu Segitiga Hijau yang paling optimal
diperoleh dengan metode simulasi skenario 1, yaitu Rp 137.414.160 per tahun.
Biaya ini diperoleh pada saat perusahaan melakukan pemesanan tepung terigu
Segitiga Hijau 6.122 zak per pesanan dan pada titik pemesanan kembali 4.454 zak.
d. Biaya persediaan bahan baku tepung tapioka yang paling optimal diperoleh
dengan metode simulasi skenario 1, yaitu Rp 28.678.416 per tahun. Biaya ini
diperoleh pada saat perusahaan melakukan pemesanan tepung tapioka 147 zak
per pesanan dan pada titik pemesanan kembali 308 zak.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, R. 2007. Skripsi Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Mie Instan
Di Pt Indofood Sukses Makmur, Tbk. Bogor : Institut Pertanian Bogor
top related