bab ii elit politik sulsel
Post on 04-Apr-2018
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
1/31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat beberapa pola yang mungkin sulit untuk dimengerti jika
menggunakan perspektif demokrasi prosedural dalam menganalisa konteks
demokrasi lokal saat ini, yakni pada bagaimana pola-pola prosedural demokrasi
kemudian menjadi arena bagi muncul dan menguatnya kembali politik identitas
yang berbasis pada simbolitas tradisional keluarga, klan, kebangsawanan, etnis, dan
sebagainya. Padahal dalam konteks politik yang kian deliberatif, memungkinkan
persaingan politik itu terjadi dan sirkulasi elit-elit politik menjadi kian terbuka.
Fenomena munculnya sentimen etnis dan kekeluargaan dalam politik
l k l di I d i d l h h il d i k bi i k li ik i l ( )
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
2/31
l k l di I d i d l h h il d i k bi i k li ik i l ( )
itu, terutama perspektif teoritik Pierre Boudieu sebagai bangunan kerangka analitis
utama untuk meahami fenomena pengaruh klan Yasin Limpo di Sulwesi Selatan,
sehingga kita tidak saja memahami dinamika perspektif (pergeseran paradigma)
dalam menganalisa elit politik akan tetapi juga, hasil penelitian ini pula menjadi
acuan tentang bagaimana operasionalisasi pendekatan baru tersebut atas konteks
fenomenal politik keluarga dalam politik lokal di Indonesia terutama di Sualwesi
Selatan. Sebagai tambahan untuk memperkaya perspektif kita penulis membahas
tentang Deliberasi Politik Lokal dalam Pemilu dan Pilkada, untuk memahami
bagaimana konteks perubahan ranah politik, menjadi arena bagi adanya sirkulasi
elit, namun pada sisi lain fenomenalnya deliberasi politik itu memperlihatkan
dinamika (kontestasi dan konfrontasi) elit akan tetapi, pada dasarnya sirkulasi itu
h j di d li k ( li ) K k i i l h b k ik
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
3/31
Secara struktural ada disebutkan tenatang administratur-administratur,
pegawai-pegawai pemerintah, teknisi-teknisi, orang-orang profesional, dan para
intelektual, tetapi pada akhirnya perbedaan utama yang dapat dibuat adalah antara
elit fungsional dan elit politik. Yang dimaksud dengan elit fungsional adalah
pemimpin-pemimpin yang baik pada masa lalumaupun masa sekarang
mengabdikan diri untuk kelangsungan berfungsinya suatu negara dan masyarakat
yang modern, sedangkan elit politik adalah orang-orang (Indonesia) yang terlibat
dalam aktivitas politik untuk berbagai tujuan tapi biasanya bertalian dengan sekedar
perubahan politik. Kelompok pertama berlainan dengan yang biasa ditafsirkan,
menjalankan fungsi sosial yang lebih besar dengan bertindak sebagai pembawa
perubahan, sedangkan golongan ke dua lebih mempunyai arti simbolis daripada
k i 2
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
4/31
Menurut Aristoteles, elit adalah sejumlah kecil individu yang memikul
semua atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Definisi elit yang
dikemukakan oleh Aristoteles merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan
Plato tentang dalil inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat,
suatu minoritas membuat keputusan-keputusan besar. Konsep teoritis yang
dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles kemudian diperluas kajiannya oleh dua
sosiolog politik Italias, yakni Vilpredo Pareto dan Gaetano Mosca.4
Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok
kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan
politik. Kelompok kessil itu disebut dengan elit, yang mampu menjangkau pusat
kekuasaan. Elit adalah orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
5/31
monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari
kekuasaan. Kelas yang diperintah jumlahnya lebih besar, diatur dan dikontrol oleh
kelas yang memerintah.5
Pareto dan Mosca mendefinisikan elit sebagai kelas penguasa yang secara
efektif memonopoli pos-pos kunci dalam masyarakat. Definisi ini kemduain
didukung oleh Robert Michel yang berkeyakinan bahwa hukum besi oligarki tak
terelakkan. Dalam organisasi apapun, selalu ada kelompok kecil yang kuat,
dominan dan mampu mendiktekan kepentingannya sendiri. Sebaliknya, Lasswell
berpendapat bahwa elit sebenarnya bersifat pluralistik. Sosoknya tersebar (tidak
berupa sosok tunggal), orangnya sendiri beganti-ganti pada setiap tahapan
fungsional dalam proses pembuatan keputusan, dan perannya pun bisa naik turun
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
6/31
para petinggi pemerintahan atau penguasa di berbagai sektor dan tempat. Pengertian
elit dipadankan dengan pemimpin, pembuat keputusan, atau pihak berpengaruh
yang selalu menjadi figur sentral.
Lipset dan Solari menunjukkan bahwa elit adalah mereka yang menempati
posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting,, yaitu
posisi tinggi di dalam ekonomi pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama,
pengajaran dan pekerjaan-pekerjaan. Pernyataan seiring dikemukakan oleh
Czudnowski bahwa elit adalah mereka yang mengatur segala sesuatunya, ataua
aktor-aktor kunci yang memainkan peran utama yang fungsional dan terstruktur
dalam berbagai lingkup institusional, keagamaan, militer, akademis, industri,
komunikasi dan sebagainya.7
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
7/31
Berdasarkan pandangan berbagai ahli, Robert D. Putnam menyatakan
bahwa secara umum ilmuwan sosial membagi dalam tiga sudut pandang.8Pertama,
sudut pandang struktur atau posisi. Pandangan ini lebih menekankan bahwa
kedudukan elit yang berada pada lapisan atas struktur masyarakatlah yang
menyebabkan mereka akan memegang peranan penting dalam aktivitas masyarakat.
Kedudukan tersebut dapat dicapai melalui usaha yang tinggi atau kedudukan sosial
yang melekat, misalnya keturunan atau kasta.
Schrool9 menyatakan bahwa elit menjadi golongan utama dalam
masyarakat yang didasarkan pada posisi mereka yang tinggi dalam struktur
masyarakat. Posisi yang tinggi tersebut terdapat pada puncak struktur masyarakat,
yaitu posisi tinggi dalam bidang ekonomi, pemerintahan, kemiliteran, politik,
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
8/31
memiliki kekuasaan dengan mempelajari proses pembuatan keputusan tertentu,
terutama dengan memperhatikan siapa yang berhasil mengajukan inisiatif atau
menentang usul suatu keputusan.
Pandangan ilmuwan sosial di atas menunjukkan bahwa elit memiliki
pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh yang
memiliki/bersumber dari penghargaan masyarakat terhadap kelebihan elit yang
dikatakan sebagai sumber kekuasaan. Menurut Miriam Budiardjo, sumber-sumber
kekuasaan itu bisa berupa keududukan, status kekayaan, kepercayaan, agama,
kekerabatan, kepandaian dan keterampilan. Pendapat senda juga diungkapkan oleh
Charles F. Andrain11 yang meneybutnya sebagai sumber daya kekuasaan, yakni :
sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal dan keahlian.
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
9/31
faktor sumber daya kuasa sebagaimana disebutkan di atas. Faktor status
kebangsawanan bertumpang tindih dengan pendidikan dan kapasitas politik
kelembagaan yang diperoleh dari kualifikasi pengakderan partai politik akan tetapi
juga tidak menunjukkan sikap elit yang loyal dan ideologis terhadap partainya.
Modalitas ekonomi seringkali menjadi faktor yang diasumsikan menjadi sumber
kekuasaan, dalam masyarakat Bugis Makassar tentunya akan menampakkan
dinamika yang kuat, dimana sirkulasi elit akan sedemikian kencangnya terjadi
dikarenakan budaya dasar masyarakat bugis makassar adalah berdagang. Namun
kondisi ini saling bertumpang tindih dengan patrimonialisme, kekeluargaan, dan
bahkan memungkinkan untuk terjadinya dinastitokrasi.
Dalam fenomena keluarga Yasin Limpo jejak yang saling tumpang tindih
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
10/31
demokrasi dalam ruang politik lokal dan non lokal13. Cara ilustratif pertama dalam
mengkonseptualisasikan hubungan kekuasaan diambil dari karya Pierre Bourdieu14.
Bourideu mengkonseptualisasikan keseimbangan struktural antara kekuasaan dan
praktek para pemain. Ada tiga konsep yang dikemukakan oleh Bourdieu, pertama
Habitus, kedua konsepsi khususnya tentang kapital dan yang ketiga lapangan
sosial15 atau ranah.
Istilah kunci dalam pemikiran Bourdieu adalah habitus dan ranah (field).
Bourdieu memperluas memperluas tentang modal ke dalam beberapa kategori,
seperti modal sosial dan modal budaya. bagi Bourdieu, posisi individu terletak di
ruang sosial (social space) yang tidak didefinisikan oleh kelas, tetapi oleh jumlah
modal dengan berbagai jenisnya dan oleh jumlah relatif modal sosial, ekonomi, dan
b d di j bk 16
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
11/31
bahwa bordieu mengartikan habitus sebagai ...suatu sistem disposisi yang
berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, trnasponsible disposition) yang
berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terrstruktur dan terpadu
secara objektif. sedangkan ranah oleh Bourdieu diartikan sebagai jaringan relasi
antar posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari
kesadaran dan kehendak individual
Dengan kata lain, habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai
individu dan realitas sosial. Individu menggunakan habitus dalam berurusan dengan
realitas sosial. habitus merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari pengalaman
individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang
ada dalam ruang sosial. Secara mudah, habitus diindikasikan oleh skema-skema
k kil k l d i b d b d d l li i l
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
12/31
sumber dominasi, dimana para intelektual memegang peranan kunci sebagai
spesialis produksi budaya dan pencipta kuasa simbolik21.
Habitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antar posisi-posisi
objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individual.
Ranah bukan ikatan intersubjektif anatar individu, namun semacam hubungan yang
terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam
tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Ranah mengisi ruang sosial.
Istilah ini megnacu pada keselurahan konsepsi tentang dunia sosial. konsep ini
menganlogikan realitas sosial sebagai sebuah ruang dan pemahamannya
menggunakan pendekatan topologi. Dalam hal ini, ruang sosial dapat dikonsepsi
sebagai terdiri dari beragam ranah yang emiliki sejumlah hubungan terhadap satu
l i j l h k k R i l i di id dik i k l l i
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
13/31
untuk memiliki modal modal khusus agar dapat hidup secara baik dan bertahan di
dalamnya23. secara ringkas Bourdieu menyatakan rumus generatif yang
menerangkan praktik sosial tersebut dengan persamaan : (Habitus x Modal) +
Ranah = Praktik24.
Ide Bourdieu tentang Habitus bisa dimengerti dalam konsep yang lebih
dikenal tentang institusi dan kultur. Ketika Bourdieu berbicara tentang
disposisi, seperti yang telah kami jelaskan, dia mengacu pada pola kelakuan yang
terstruktur dan norma-noram serta pengertian yang diasosiasikan dengannya. Dia
mengimplikasikan eksistensi institusi, atau peraturan formal dan informal yang
menghambat dan memfasilitasi tindakan manusia dan interaksi sosial, dan kultur
atau kebiasaan berfikir dan berkelakuan, dan arti yang menadasarinya yang
di l k k l k D i i k d i il h iliki
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
14/31
politik di Indonesia yaitu adanya kebebasan mendirikan partai politik dengan
kembalinya menggunakan system multi partai setelah dan upaya memaksimalkan
potensi demokrasi yang mungkin dilakukan dengan mengadakan dua putaran
pemilu; pemilu pertama untuk memilih anggota DPR/MPR dan pemilu kedua
memilih presiden dan wakil presiden secara langsung pula. Kemudian diikuti
dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dan Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam UUD 1945
sebenarnya secara eksplisit Indonesia menganut system pemerintahan negara
presidensil, yakni adanya legitimasi terpisah antara presiden sebagai eksekutif dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai legislatif dipilih secara terpisah
l h k P b h h k k l f i d d
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
15/31
Pembaharuan sistem politik Indonesia hasil reformasi politik dan
reformasi hokum ketatanegaraan diantaranya adalah perubahan keanggotaan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sistem pemilihan legislatif
(DPR, DPD, dan DPRD), serta pemilihan langsung presiden dan wakil presiden,
serta pelaksanaan pilkada langsung.
C. Pilkada Langsung
Sejak runtuhnya orde baru tahun 1998, Indonesia telah tiga kali
melaksanakan pemilihan umum yaitu 1999, 2004 dan 2009 dengan sistem multi
partai. Dengan sistem multi partai terjadi persaingan terbuka antara partai politik/
k t t t k l k k t d d k t d l l h t b k
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
16/31
Adanya jarak antara pemilu dengan sirkulasi elit di masa orde baru
disebabkan ketertutupan politik dengan adanya pemusatan kekuasaan di tangan
Suharto, yang setelah reformasi terjadi sirkulasi elit yang terbuka dan kompetitif
dimulai Pemilihan Umum 1999 yang disusul pelaksanaan Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden Langsung 2004. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974, pemerintah
daerah sangat bercorak sentralistik, dekonsentrasi administratif, dimana pemilihan
dan penentuan pejabat kepala daerah yang harus memperoleh persetujuan presiden.
Namun sejak runtuhnya otoriter orde baru, bermunculan tuntutan berbagai daerah
agar mereka dapat menentukan sendiri kepala daerah masing-masing. Sehingga
muncul Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sebagai hasil reformasi politik.
Pergeseran tersebut bertujuan menciptakan pemberdayaan politik masyarakat lokal
d l l k ih b d l i l i d h
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
17/31
maraknya politik uang (money politics) dan campur tangan (intervensi) pengurus
partai politik di tingkat lokal maupun pusat. Kemudian direvisi dengan Undang-
Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah (otonomi daerah) Pasal 56
jo Pasal 119 dan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang Tata Cara
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, yang membuka peluang kepada rakyat untuk mewujudkan
aspirasi daerah dengan memiliki pemimpin lokal yang dipilih oleh rakyat melalui
pilkada langsung. Perubahan ini sangat signifikan terhadap perkembangan
demokrasi di daerah.
Alasan mengapa harus diselenggarakan pilkada langsung karena: Pertama,
meningkatnya partisipasi politik rakyat daerah; Kedua, legitimasi politik yang dapat
b ik d k l i i i l bih k h d k i i d h
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
18/31
publik akan berorientasi pada rakyat, lebih menjamin otonomi politik (legitimasi)
serta potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan politik uang (Money Politic)
bisa berkurang pada golongan tertentu. Perubahan politik nasional dengan
mengadakan pemilihan langsung terhadap anggota DPR, DPD, DPRD, dan
Presiden dan Wakil Presiden diikuti dengan pemilihan langsung gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.
Dalam kaitannya dengan perubahan sistem pilkada adalah merupakan mata
rantai reformasi politik untuk mewujudkan politik yang demokratis di Indonesia.
Dalam suatu masyarakat demokratis, rakyat berperan tidak untuk memerintah atau
menjalankan keputusankeputusan politik. Namun terdapat pemilihan umum yang
berperan untuk menghasilkan suatu pemerintah atau suatu badan penengah lainnya
d ili h ilk k k if i l d i h 26
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
19/31
negara, anggota bisa mengidentifikasi dengan lambang untuk menunjukan bahwa
mereka adalah kaum independen.
Dalam budaya yang berbeda dan situasi, klan bisa berarti hal yang sama
seperti kelompok kerabat berbasis lainnya, seperti suku dan band. Sering kali,
faktor yang membedakan adalah bahwa marga merupakan bagian kecil dari suatu
masyarakat yang lebih besar seperti suku, chiefdom, atau negara. Contohnya
termasuk Skotlandia, Irlandia, Cina, Jepang dan klan klan Rajput di India dan
Pakistan, yang ada sebagai kelompok kerabat di negara masing-masing. Namun,
perlu diketahui bahwa suku-suku dan band juga dapat komponen masyarakat yang
lebih besar. Mungkin yang paling terkenal suku, 12 suku Israel Alkitab, terdiri satu
orang. suku-suku Arab adalah kelompok kecil dalam masyarakat Arab, dan Ojibwa
b d d l h b i k il d i k Ojib di A ik U D l b b
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
20/31
Sesudah bergulirnya reformasi sejak tahun 1998,dinamika politik diaerah
memasuki era baru pula. Aktor, institusi, dan budaya lokal bermunculan dan mulai
memainkan peran di dalam politik lokal. Aktor aktor lokal yang terorganisir, dan
memiliki simbol kultural lokal berada dipanggung politik. Kemunculan aktor aktor
lokal tidak terlepas dari adanya jaringan atau klan yang terjadi antara kesatuan
geneologis yang mempunyai kesatuan tempat tinggal dan menunjukkan adanya
integrasi social, kelompok kekerabatan yang besar, kelompok kekerabatan yang
berdasarkan asas unilinear. Klan kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua
keturunan seorang nenek moyang yang di perhitungkan dari garis keturunan laki-
laki atau wanita.
Bangunan klan tidak terlepas dari siapa patron awal yang membangun
d i k b hi kl b j i
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
21/31
tersebut menjadi suatu kesatuan yang kuat pada tataran politik lokal bahkan akan
memunculkan regenerasi baru dari klan yang sama, yang kuat, dan yang nantinya
akan meneruskan proses politik yang sedang berlangsung.
Klan dalam politik ada dalam satu keluarga dimana mereka dalam hal ini
keluarga mampu menempatkan anggota keluarganya dalam struktur politik, klan
dalam politik ini merupakan sesuatu yang diturunkan atas faktor keturunan dan ada
yang menyebut gejala ini sebagai kebangkitan dinasti dikancah politik. Penulis
menyebutnya sebagai klan atau keluarga politik, fanatisme pada keluarga
terinspirasi dari peribahasa Jerman Blut ist dicker als wasser yang secara harfiah
berarti hubungan darah (keluarga) lebih kuat dibandingkan ikatan lain ( dari aspek
loyalitasnya ).
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
22/31
Satu contoh terbatas akan menggambarkan maksud kita, ada bukti yang
menyatakan bahwa anggota badan legislatif mengalami proses sosialisasi segera
sesudah pemilihan mereka: dan bahwa tingkah aku legislatif berikutnya sebagian
ditentukan oleh pengetahuan,nilai nilai, dan sikap sikap mereka seperti yang ada
terdapat sebelum pemilihan, dan sebagian lagi oleh pengalaman pengalaman
mereka semasa menjadi anggota badan legislatif, ditambah lagi dengan reaksi reaksi
mereka terhadap lingkungan baru didalam lembaga legislatif.Dalam keadaan seperti
itu suatu tingkatan sosialisasi tidak dapat dihindarkan dari pengalaman sehari hari
pria dan wanita pada umumnya.
Sosialisasi politik selama kehidupan orang dewasa belum banyak diteliti
orang, sekalipun terdapat beberapa pembuktian yang muncul dari studi studi
i i k h l k ilih / l k l k d k l h d i i i
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
23/31
pengalaman yang mereka yang meraka peroleh adalah baru sifatnya. Bagi beberapa
orang, pengalaman pengalaman baru sedemikian ini akan memperkokoh sosialisasi
sebelumnya, akan tetapi bagi orang lain akan menyebabkan kemunculan berbagai
tingkatan konflik yang mungkin mengakibatkan timbulnya perubahan perubahan
penting dalam tingkah laku politik.
Kepindahan dari daerah pedesaan ke kota, pengalaman menganggur,
keanggotaan dari organisasi sukarela, perkembangan minat minat diwaktu
senggang, ganti agama, penerapan fakta dan opini melalui media massa semua ini
menyebabkan dampak yang berarti kepada tingkah laku politik sekarang.
F. Konsep Jaringan
Menurut pandangan pakar teori jaringan, pendekatan normatif memusatkan
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
24/31
penjelasan nonstruktural yang memperlakukan proses sosial sama dengan
penjumlahan ciri pribadi aktor individual dan norma yang tertanam.
Setelah menjelaskan apa yang menjadi bukan sasaran perhatiannya, teori
jaringan lalu menjelaskan sasaran perhatian utamanya, yakni pola objektif ikatan
yang menghubungkan anggota masyarakat (individual dan kolektifitas).Wellman
mengungkapkan sasaran perhatian utama teori jaringan sebagai brikut:
Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat,
bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari sturktur sosialcara paling
langsung mempelajari stuktur sosial adalah menganalisis pola ikatan yang
menghubungkan anggotanya. Pakar analisis jaringan menulusuri struktur bagian
yang berada dibawah pola jaringan biasa yang sering muncul kepermukaan sebagai
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
25/31
berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektifitas) mempunyai
akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai (kekayaan, kekuasaan,
informasi). Akibatnya adalah bahwa sistem yang terstruktur cenderung
terstratifikasi, komponen tertentu tergantung pada komponen yang lain.
Satu aspek penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini menjauhkan sosiolog
dari studi tentang kelompok dan kategori sosial dan mengarahkannya untuk
mempelajari ikatan dikalangan dan antar aktor yang tak terikat secara kuat dan tak
sepenuhnya memenuhi persyaratan kelompok29(Wellman, 1983:169). Contoh yang
baik dari ikatan seperti ini adalah diungkap dalam karya Granoveter(1973:1983)
tentang ikatan yang kuat dan lemah Granoveter membedakan antara ikatan yang
kuat, misalnya hubungan antara seseorang dan teman karibnya, dan ikatan yang
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
26/31
di kelompok lain maupun dalam masyarakat lebih luas. Karena itu ikatan yang
lemah mencegah isolasi dan memungkinkan individu mengitegrasikan dirinya
dengan lebih baik ke dalam masyarakat lebih luas. Meski granoveter menekankan
pentingnya ikatan yang lemah, ia segera menjelaskan bahwa, Ikatan yang kuat pun
mempunyai nilai (1983: 209; Lihat Bian, 1997). Misalnya, orang yang mempunyai
ikatan kuat memiliki motivasi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat
untuk saling memberikan bantuan.
G. Kerangka Pikir
Di tengah gegap gempita deliberasi politik di negeri ini baik melalui skema
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
27/31
Deliberasi sistem politik pada saat yang sama membuka ruang kontestasi
akan tetapi pada saat yang sama juga menciptakan ruang politik dimana
keluarga/kerabat dari elit-elit politik dan penguasa juga turut bersaing. Dalam
mencapai tujuan-tujuan politiknya baik penguasa maupun elit-elit politik lainnya
yang telah memiliki posisi politik mapan jejaring politik keluarga akan lebih mudah
untuk dikonsolidasikan untuk kepentingan politik jangka panjang melalui
solidaritas kekeluargaan.
Menguatnya politik klan di tengah system deliberative ini oleh banyak
kalangan dikatakan sebagai neopatrimonialisme. Benihnya sudah lama berakar
secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi
politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
28/31
kekuasaan --karena dapat mendatangkan kehormatan, kemuliaan, kekayaan, dan
anekasocial privileges-- harus berputar di antara anggota keluarga dan para kerabat
saja. Kekuasaan terdistribusi dan bergerak melingkar di antara pihak-pihak yang
memiliki pertalian darah30.
Para kerabat -- lantaran pertalian darah-- dianggap lebih dapat dipercaya dan
tak mungkin berkhianat seperti lazim dilakukan politikus pemburu kekuasaan.
Maka, para elite politik Indonesia secara massif mengusung anggota keluarga
menjadi caleg atau calon kepala daerah. Mereka menjadi caleg atau calon kepala
daerah lebih karenapolitical privileges keluarga, yang hanya memproduksi politisi
tiban/karbitan. Bukan political credentials kreasi mereka sendiri, yang melahirkan
politisi sejati/otentik.
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
29/31
Dua tokoh politik yang berhubungan darah itu, selain secara genetikal
punya talenta dan keistimewaan bawaan, juga memiliki rekam jejak dan pencapaian
individual yang mendapat pengakuan publik. Simak pula dinasti-dinasti politik
besar dunia: Kennedy (Amerika Serikat), Gandhi (India), Bhutto (Pakistan), atau
Gemayel dan Hariri (Lebanon), yang sekalipun mewarisi tradisi politik keluarga
yang kental, setiap tokohnya memilikipolitical credentials yang otentik.
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan skema berfikir dari kerangka
teorinya Pierre Bourdieu tentang Habitus, Modal, Ranah dan Praktek31
. kerangka ini
cukup representative untuk menyingkap bagaimana awal mula kemunculan politik
dari klan Yasin Limpo hingga kemudian kontinuitas pengaruh politik mereka yang
tetap bertahan secara mantap di tengah ketatnya persaingan politik di masa
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
30/31
Pada kerangka politik dan demokratisasi lokal, pandangan Bourdieu tentang
Habitus, Modal, ranah dan praktek, termanifestasi pada model semakin menguatnya
simbolitas-simbolitas lokal yang dieksploitasi oleh elit-elit lokal dalam persaingan
mereka di ranah politik lokal. isu-isu sengit hingga segmentasi etnisitas,
kekeluargaan kemudain menjadi alat politik yang lumrah digunakan dalam
kerangka mempengaruhi dan meraih posisi politik, mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan.
-
7/31/2019 BAB II Elit Politik Sulsel
31/31
2.2. SKEMA PIKIR
pemilu
Pendidikan PolitikDalam Keluarga
Struktur Politik :
Infrastruktur
Politik
Suprstruktur
Politik
Interaksi danKerjasama DalamKeluarga
Jaringan Politik
Peran-Peran
PolitikAnggota Keluarga
Pilkada
ModalEkonomi
ModalPolitik
ModalSimbolik
JARINGAN POLITIKKELUARGA / KLAN
HABITUS MODAL RANAH PRAKTIK
top related