bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat ......2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat matematika...
Post on 08-Sep-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Matematika
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Matematika sudah sering kita dengar dalam pelajaran maupun
kehidupan, karena matematika tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-
hari. Menurut Ade Sanjaya (2011:1) dari bahasa Yunani “mathein” atau
“mathenin” artinya yaitu “mempelajari”. Lampiran Permendikbud Nomor
21 Tahun 2016 tentang Standar Isi, matematika salah satu mata pelajaran
yang diajarkan di semua jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan Tinggi yang bertujuan untuk menunjukkan sikap positif
bermatematika, yaitu logis, cermat dan teliti, bertanggung jawab dan tidak
mudah menyerah demi menyelesaikan permasalahan sebagai wujud dari
implementasi kebiasaan dalam inkuiri dan bereksplorasi matematika.
Daniel Muijs dan David Reynolds (2008:332) mengatakan
matematika dapat dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kurang
menyenangkan bagi peserta didik maupun orang dewasa. Hal ini dapat
disebabkan karena materi matematika itu sendiri, guru sebagai calon
pendidik seharusnya dapat menyampaikan konsep matematika dan
membawa proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Muijs dan
Reynolds (2008:333) berpendapat bahwa pada usia Sekolah Dasar atau
biasa disebut dengan usia emas, anak diharuskan belajar matematika yang
merupakan sarana penting untuk megembangkan keterampilan maupun
kemampuan berpikir logis yang lebih tinggi. Walaupun tidak semua
peserta didik dapat memahami konsep dari matematika itu sendiri
sebenarnya pembelajaran matematika di Sekolah Dasar melatih peserta
didik untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sederhana.
Menurut Karso (2014: 1.4) matematika merupakan mata pelajaran
yang mempelajari konsep abstrak yang tersusun secara symbol, hierarkis,
10
deduktif, formal dan aksiomatis untuk melatih siswa berpikir secara logis.
Dalam hal ini yang lebih ditekankan dalam matematika adalah pada
pembentukan logika, sikap dan keterampilan yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah.
Menurut Hamzah (2008:129) matematika suatu bidang ilmu dalam
memecahkan masalah sebagai alat pikir, komunikasi, dari berbagai
persoalan dan memiliki berbagai cabang diantaranya aritmatika, aljabar,
geometri, dan analisis. Definisi matematika sendiri lalu dipertegas lagi
oleh Hudoyo dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:9), yang
mengemukakan matematika ialah memiliki funsgi praktis yaitu untuk
mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan seperti dalam
membuat suatu perumusan, membuat penafsiran dan menyelesaikan
masalah model matematika, sedangkan fungsi teoritisnya untuk
memudahkan dalam berfikir.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan ternyata
matematika adalah ilmu yang sulit dan kurang menyenangkan untuk bisa
dipahami, dalam mempelajari pelajaran matematika seharusnya
memerlukan pemahaman, penalaran, logika, ketekunan, keuletan, serta
rasa cinta terhapat pelajaran matematika itu sendiri. Matematikapun dapat
dipakai sebagai pemecahan masalah atau persoalan yang memiliki
berbagai cabang dan memiliki fungsi praktis dan teoritis.
Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
isi, pembelajaran matematika di SD memiliki ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik disajikan dalam
tabel 2.1 berikut ini:
11
Tabel 2.1
Tingkat Kompetensi dan Ruang Lingkup
Materi Matematika SD
Tingkat
Kompetensi Kompetensi Ruang Lingkup Materi
Tingkat
Pendidikan
Dasar (kelas
I-VI)
Menunjukkan sikap
positif bermatematika:
logis, cermat dan teliti,
jujur, bertanggung
jawab, dan tidak mudah
menyerah dalam
menyelesaikan masalah,
sebagai wujud
implementasi kebiasaan
dalam inkuiri dan
eksplorasi matematika.
Memiliki rasa ingin
tahu, semangat belajar
yang berkelanjutan,
percaya diri, dan
ketertarikan pada
matematika, yang
terbentuk melalui
pengalaman belajar.
Bilangan asli dan
pecahan sederhana.
Geometri dan
pengukuran sederhana.
Statiska sederhana.
Bilangan bulat dan
bilangan pecahan.
Geometri (sifat dan
unsur) dan pengukuran
(satuan standar).
Statistika
(pengumpulan dan
penyajian data
sederhana).
Bilangan (termasuk
pangkat dan akar
sederhana).
Geometri dan
Pengukuran (termasuk
satuan turunan).
Statistika dan peluang.
Sumber : Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Standar Isi halaman 111-114.
12
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Di era sekarang ini banyak terjadi perkembangan diberbagai bidang
ilmu, salah satunya dibidang teknologi sains modern. Matematika
merupakan salah satu dasar terjadinya perkembangan, dengan seiring
berjalannya perkembangan teknologi pada perkembangan matematika
dibidang teori tentang bilangan, analisis, peluang, dan teori matematika
sampai saat ini. Oleh sebab itu maka pembelajaran matematika menjadi
salah satu mata pelajaran yang penting dan harus diberikan untuk peserta
didik dari mulai jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang
bertujuan supaya dapat melatih kemampuan peserta didik untuk menerima,
mengelola, memanfaatkan maupun menciptakan teknologi dimasa depan
serta bertujuan untuk membekali peserta didiksupaya berfikir secara logis,
kreatif, sistematis, kritis, dan analistis serta kemampuan untuk saling
bekerja sama.
Mawardi (2018: 29) menyampaikan bahwa tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran yaitu sasaran atau target yang akan dicapai di
suatu pembelajaran. Tujuan pembelajaran dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Tujuan
pembelajaran umum memiliki sifat yang masih umum, belum
menggambarkan perilaku spesifik yang akan dicapai sedangkan tujuan
pembelajaran khusus lebih spesifik dan operasional. Dalam suatu
pembelajaran haruslah terdapat materi yang akan disampaikan, karena
materi pembelajaran adalah isi suatu pembelajaran yang menjadi pokok
bahasan dan sub pokok bahasan. Mawardi dan Sulasmono (2011: 33)
menjelaskan jenis-jenis materi pembelajaran ke dalam lima kategori, yaitu
fakta, konsep, prinsip, prosedur, serta nilai dan sikap.
Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi, Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah
Dasar yang bertujuan untuk menunjukkan sikap positif bermatematika,
yaitu logis, cermat dan teliti, bertanggung jawab dan tidak mudah
13
menyerah dalam menyelesaikan suatu permasalahan sebagai wujud dari
implementasi kebiasaan dalam inkuiri dan eksplorasi matematika.
Matematika merupakan ilmu yang mendunia karena mendasari
perkembangan teknologi modern, matematikapun juga memiliki peran
penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.
Matematika sangat perlu diberikan kepada peserta didik untuk membekali
mereka dengan kemampuan berfikir analitis, sistematis, kritis, logis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerja sama.
2.1.1.3 Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
Matematika salah satu ilmu universal dan merupakan mata
pelajaran yang diajarkan dari jenjang paling dasar yaitu PAUD/TK,
Sekolah Dasar, SMP, SMA hingga jenjang paling tinggi yaitu Universitas.
Pendidikan matematika di SD memiliki suatu kompetensi yang harus
dicapai yaitu Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).Suhandi
Astuti (2017: 55) mengemukakan bahwa kompetensi adalah suatu
penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang diterapkan
sebagai cerminan dari kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi Inti
(KI) pada kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016
tentang KI dan KD merupakan tingkat kemampuan yang harus dimiliki
oleh peserta didik pada setiap kelas untuk mencapai standar kompetensi
lulusan. Kompetensi inti terdiri dari kompetensi sikap spiritual,
kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan. Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum 2013 berdasarkan
Permendikbud No. 24 tahun 2016 tentang KI dan KD merupakan
kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai oleh
peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan
pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti. Berikut ini KI dan KD
Matematika kelas IV di SD sesuai dengan Permendikbud No. 24 tahun
2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar disajikan dalam tabel
2.2.
14
Tabel 2.2
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas IV Semester II
KOMPETENSI INTI 3
(PENGETAHUAN)
KOMPETENSI INTI 4
(KETERAMPILAN)
3. Memahami pengetahuan faktual
dengan cara mengamati dan menanya
berdasarkan rasa ingin tahu tentang
dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di sekolah, dan
tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual
dalam bahasa yang jelas, sistematis
dan logis, dalam karya yang estetis,
dalam gerakan yang mencerminkan
anak sehat, dan dalam tindakan
yang mencerminn perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.
3.1 Menjelaskan pecahan-pecahan
senilai dengan gambardan model
konkret.
4.1 Mengidentifikasi pecahan-
pecahan senilai dengan gambar dan
model konkret.
3.2 Menjelaskan berbagai bentuk
pecahan (biasa campuran, desimal, dan
persen) dan hubungan di antaranya.
4.2 Mengidentifikasi berbagai
bentuk pecahan (biasa, campuran,
desimal, dan persen) dan hubungan
di antaranya.
3.3 Menjelaskan dan melakukan
penaksiran dari jumlah, selisih, hasil
kali, dan hasil bagi dua bilangan cacah
maupun pecahan dan desimal.
4.3 Menyelesaikan masalah
penaksiran dari jumlah, selisih,
hasil kali, dan hasil bagi dua
bilangan cacah maupun pecahan
dan desimal.
3.4 Menjelaskan faktor dan kelipatan
suatu bilangan.
4.4 Mengidentifikasi faktor dan
kelipatan suatu bilangan.
3.5 Menjelaskan bilangan prima. 4.5 Mengidentifikasi bilangan
prima.
3.6 Menjelaskan dan menentukan
faktor persekutuan, faktor persekutuan
terbesar (FPB), kelipatan persekutuan,
dan persekutuan terkecil (KPK) dari
dua bilangan berkaitan dengan
4.6 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan faktor
persekutuan, faktor persekutuan
terbesar (FPB), kelipatan
persekutuan, dan persekutuan
15
kehidupan sehari-hari. terkecil (KPK) dari dua bilangan
berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari.
3.7 Menjelaskan dan melakukan
pembulatan hasil pengukuran panjang
dan berat ke satuan terdekat.
4.7 Menyelesaikan masalah
pembulatan hasil pengukuran
panjang dan berat ke satuan
terdekat.
3.8 Menganalisis sifat-sifat segibanyak
beraturan dan segibanyak tidak
beraturan.
4.8 Mengidentifikasi segibanyak
beraturan dan segibanyak tidak
beraturan.
3.9 Menjelaskan dan menentukan
keliling dan luas pesegi, persegi
panjang, dan segitiga serta hubungan
pangkat dua dengan akar pangkat dua.
4.9 Menyelesaikan maslaah
berkaitan dengan keliling dan luas
pesegi, persegi panjang, dan
segitiga termasuk melibatkan
pangkat dua dengan akar pangkat
dua.
3.10 Menjelaskan hubungan antar garis
(sejajar, berpotongan, berhimpit)
menggunakan model konkret.
4.10 Mengidentifikasi hubungan
antar garis (sejajar, berpotongan,
berhimpit) menggunakan model
konkret.
3.11 Menjelaskan data diri peserta
didik dan lingkungannya yang
disajikan dalam bentuk diagram
batang.
4.11 Mengumpulkan data diri
peserta didik dan lingkungannya
dan menyajikan dalam bentuk
diagram batang.
3.12 Menjelaskan dan menentukan
ukuran sudut pada bangun datar dalam
satuan baku dengan menggunakan
busur derajat.
4.12 Mengukur sudut pada bangun
datar dalam satuan baku dengan
menggunakan busur derajat.
Sumber : Lampiran Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) halaman 7.
16
2.1.2 Model Pembelajaran
Pembelajaran suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik
secara langsung bertatap muka maupun tidak langsung dengan
menggunakan berbagai media belajar dan model metode pengajaran yang
terdapat dan bisa dilakukan di sekolah. Miftahul Huda (2014:2)
pembelajaran bisa dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan
metakognisi yang sangat berpengaruh pada pemahaman peserta didik. Hal
seperti itu yang kerap sekali terjadi di kehidupan sehari-hari, sebab belajar
merupakan sebuah proses alamiah yang dialami oleh setiap orang.
Slameto (2007:4) pembelajaran merupakan proses penugasan
pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pengalaman, belajar dan
mengajar. Suatu proses pengajaran dikatakan berhasil apabila terjadi suatu
perubahan tingkah laku pada peserta didik. Proses pembelajaran yang baik
dan berhasil dapat terwujud dari perubahan tingkah laku peserta didik pada
saat proses pembelajaran, bila terlihat secara aktif baik fisik, mental,
maupun emosional. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai susunan
yang dapat dipakai untuk menyusun kurikulum, materi, dan memberikan
petunjuk bagi guru kelas.
Soekanto (2012:5) mengatakan model pembelajaran adalah sebuah
kerangka prosedur yang sistematis dalam pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar dan memiliki fungsi menjadi pedoman untuk
perancang pembelajaran supaya dapat membuat aktivitas belajar mengajar.
Joyce dan Weil seperti dikutip dalam Rusman (2011:133) berpendapat
bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana yang digunakan untuk
merancang kurikulum pembelajaran, bahan pembelajaran dalam
membimbing pembelajaran di kelas. Rusman (2012:133) berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang tepat, sesuai
dan efisien yang digunakan oleh guru untuk tercapainya tujuan
pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan model
pembelajaran adalah sarana untuk membantu siswa mendapatkan informasi,
17
ketrampilan, meningkatkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan
berdasarkan ruang lingkup matematika. Model pembelajaran meningkatkan
hasil belajar agar lebih baik dari sebelumnya dan model pembelajaran juga
diharapkan membuat peserta didik lebih berpikir kritis melalui proses yang
lebih baik.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menyampaikan suatu materi pembelajaran pastinya deperlukan
model pembelajaran yang dapat memenuhi KI dan KD maupun indikator
pembelajaran matematika, serta harus sesuai dengan karakteristik
pembelajaran matematika. Oleh sebab itu pembelajaran matematika dapat
menggunakan model-model pembelajaran kooperatif karena model
kooperatif ini memiliki berbagai tipe yang menarik perhatian serta minat
belajar dari peserta didik serta dapat mengembangkan kemampuannya.
Misalnya tipe Numbered Head Together (NHT), Student Team
Achievement Division (STAD), Pendekatan Struktural yang meliputi Think
Pair Share (TPS) dan Investigasi Kelompok atau Team Game Tournament
(TGT), dan masih banyak lainnya. Model pembelajaran yang dipakai
haruslah memiliki potensi dalam memenuhi KI, KD, indikator pencapaian
dan juga kriteria pembelajaran matematika. Peserta didik tetap dapat
menguasai konsep-konsep dasar matematika melalui permainan-permainan
menarik sekaligus menumbuhkan kemampuannya dalam menggali dan
mencari informasi bersamak kelompok maupun individu, memiliki
pemikiran yang logis, kritis, bertanggung jawab, dan saling bekerja sama.
Guru sebagai pedoman atau tenaga pendidik memiliki peran yang
sangat aktif dalam membantu peserta didik untuk memahami mata
pelajaran. Guru memiliki berbagai inovasi dalam menyampaikan materi
pelajaran, guru yang kreatif pastinya dapat menghadapi berbagai persoalan
yang ada di dalam kelas serta dapat mencari tahu seperti apa cara
penyelesaiannya. Melalui perkembangan dibidang pendidikan di Indonesia
18
saat ini, banyak model dan metode pembelajaran yang dirancang dan
dibuat oleh para ahli yang dapat dipakai dan digunakan untuk
mengembangkan hasil belajar peserta didik. Terdapat beberapa model-
model pembelajaran antar lain pembelajaran klasik, individual dan
kooperatif, pembelajaran klasik dan individual dinilai kurang untuk
meningkatkan kualitas berfikir peserta didik pada pelajaran matematika
karena sangat sedikit interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan
guru. Oleh sebab itu, maka dibutuhkan model pembelajaran yang inovatif
supaya berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.
Maka dikembangkanlah model-model pembelajaran kooperatif
yang memiliki fungsi membentuk sebuah hubungan antar peserta didik,
dan guru dengan peserta didik. Pembelajaran kooperatif bertujuan
meningkatkan sikap berfikir kritis dan meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama serta
mempermudah guru dalam menyampaikan materi. Model pembelajaran
kooperatif salah satu model pembelajaran yang membentuk suatu
kelompok, dalam kelompok mempunyai krieria yang berbeda-beda dalam
tingkat berfikirnyaada yang tingkat berfikirnya tinggi, sedang, bahkan
rendah. Model kooperatif mengutamakan dibentuknya kelompok supaya
mampu bekerja sama untuk memecahkan suatu permasalah yang dihadapi,
peserta didik juga dituntut untuk mampu menerapkan pengetahuan dan
keterampilannya dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Thompson seperti dikutip dalam Isjoni (2012:14) mengemukakan
dengan model belajar secara kooperatif memberikan dampak positif pada
unsur interaksi sosial pada pembelajaran, dampak positif dari unsur
interaksi sosial dalam penerapan model belajar kooperatif ini adalah
peserta didik belajar bersama dalam kelompok yang sudah dibentuk oleh
guru dan dapat saling membantu tanpa membedakan kemampuan masing-
masing peserta didik, jenis kelamin maupun suku dalam kelompoknya.
Model pembelajaran ini juga mengajarkan kepada peserta didik dengan
keterampila khusus seperti menjadi pendengar yang baik dan menghargai
19
dalam mendengarkan pendapat teman sekelompoknya. Mengerjakan
lembar yang berisi pertanyaan ataupun tugas sesuai materi yang diajarkan
dan dikerjakan secara bersama-sama, hal tersebut dimaksudkan agar
peserta didik dapat membangun kerjasama dan komunikasi yang baik antar
individu untuk menuntaskan dan mengerjakan tugas yang sudah diberikan.
Nurulhayati seperti dikutip dalam Rusman (2010:203) berpendapat
pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang mengajak
siswa berpartisipasi untuk berinteraksi dalam kelompok kecil. Tom V.
Savage seperti dikutip dalam Rusman (2010:203) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan yang mengajarkan
mengenai kerjasama antar kelompok. Johnson seperti dikutip dalam Isjoni
(2013:16) pembelajaran kooperatif merupakan teknik pembelajaran yang
mengajarkan siswa untuk bekerja terarah dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 orang dalam mencapai tujuan bersama.Dari pendapat para
ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang terbentuk dari 4-5 orang bertujuan untuk saling
berpartisipasi dan bekerja sama dalam kelompok.
2.1.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Arends (1997:113) terdapat 6 fase atau langkah utama
dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah dalam pembelajaran
kooperatif dapat dilihat dalam tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Langkah Tingkah Laku Guru
Langkah 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi peserta didik
Guru menyampikan tujuan pelajaran
yang akan dicapai pada kegiatan
pelajaran dan menekankan pentingnya
topik yang dipelajari dan memotivasi
peserta didik belajar.
20
Langkah 2
Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi atau
materi kepada peserta didik dengan
jalan demonstrasi atau melalui bahan
bacaan.
Langkah 3
Mengorganisasikan peserta
didik dalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada peserta
didik bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membimbing
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efektif dan efisien.
Langkah 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Langkah 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
dengan mengerjakan soal evaluasi.
Langkah 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
belajar individu dan kelompok.
2.1.3.3Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya (2008:249) pembelajaran secara kooperatif
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran, berikut
ini kelebihan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif:
a. Siswa tidak harus selalu bergantung pada penjelasan guru, akan tetapi
cara tersebut dapat membangun dan menambah kepercayaan diri,
kemampuan berfikir dan menemukan informasi dari anggota
kelompoknya,
b. Siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara verbal dan
membandingkan pendapatnya dengan pendapat anggota kelompoknya,
21
c. Mengajarkan sifat menghormati pendapat orang lain dan mampu
untuk menerima perbedaan; Mengajarkan pada setiap siswa untuk
memiliki tanggungjawab,
d. Membantu peningkatan prestasi akademik setiap siswa dan menambah
kemampuan interaksi sosial tiap individu, meningkatkan kedisiplinan
dan bersikap positif terhadap sekolah,
e. Menambah kemampuan individu tiap siswa untuk menguji
pendapatnya sendiri dan mampu menerima saran dari siswa lainnya,
f. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mencari dan menggunakan
informasi sesuai fakta yang ada dan kemampuan mempelajari hal
abstrak menjadi riil,
g. Meningkatkan motivasi dan rangsangan dalam berpikir pada tiap
siswa.
Sedangkan kekurangan model pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut:
a. Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak
optimal maka tujuan dari apa yang di pelajari tidak akan tercapai.
b. Penilaian kelompok dapat membutakan peniliaan secara individu
apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaanya.
c. Mengembangkan kesadaran berkelompok dan memerlukan waktu
yang panjang.
Berdasarkan pemaparan tentang kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan tersebut, maka dalam
menerapkan pembelajaran kooperatif guru perlu memperhatikan prinsip-
prinsip, karakteristik, serta prosedur dalam menggunakan model
pembelajaran kooperatifdengan benar. Dengan begitu guru dapat
memaksimalkan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam proses
belajar mengajar dan mengatasi kelemahan dari pembelajaran kooperatif
itu sendiri.
22
2.1.4 Model Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions
(STAD)
Model Student Team Achievement Division (STAD) merupakan
salah satu model atau tipe belajar yang memiliki struktur yaitu tugas,
tujuan, dan penghargaan. Pada model belajar secara kooperatif peserta
didik diberikan motivasi untuk mampu bekerjasama dan mengkoordinasi
kelompok belajarnya dalam menyelesaikan tugas yang sudah diberikan
oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk peningkatan kemampuan menerima
perbedaan, pendapat, keterampilan sosial, saling menghargai dan
bekerjasama.
Student Team Achievement Division(STAD) menurut Slavin
(2015:11) adalah peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok yang
memiliki berbagai tingkat kemampuan, ras, suku, dan jenis kelamin.
Trianto (2007:133) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Divisions menggunakan metode ceramah,
tanya jawab dan diskusi, pembelajaran ini terdiri dari 4-5 peserta didik
yang acak dalam satu kelompok.Huda (2014: 201)menyatakan bahwa
Student Team Achievement Divisions salah satu teknik pembelajaran yang
di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil yang saling bekerja sama
untuk menyelesaikan tugas pembelajaran dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah strategi pembelajaran yang
berbentuk kelompok acak secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang
untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas.
2.1.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Student Team Achievement
Division (STAD)
Menurut Slavin (2010:143) pada model STAD terdapat 5
komponen utama yang terkandung di dalamnya, komponen-komponen
tersebut antara lain:
23
a. Presentasi. Penyampaian materi pembelajaran diperkenalkan dalam
presentasi di dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung
seperti yang pernah dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin
oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual,
sehingga dalam penyampaian materi dapat diterima dengan jelas
oleh peserta didik, dan merangsang untuk memiliki rasa ingin tahu
terhadap isi materi yang diberikan. Perbedaan antara presentasi
kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut
haruslah benar-benar berfokus pada materi pembelajaran yang
dibahas. Dengan cara ini peserta didik akan menyadari bahwa
mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama
presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu
mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan
skor kelompok.
b. Tim. Tim terdiri dari empat atau lima orang dalam kelompok
dengan karakter yang berbeda-beda, untuk hal kinerja akademik,
jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah
memastikan semua anggota kelompok benar-benar belajar, dan
mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan
baik.
c. Kuis. Setelah guru memberikan presentasi dan praktik tim, peserta
didik akan mengerjakan kuis individual. Peserta didik tidak
diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.
Sehingga, tiap peserta didik bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materinya.
d. Skor kemajuan individual. Poinyang akan dicapai apabila mereka
bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada
sebelumnya. Tiap peserta didik memberikan konstribusi poin yang
maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada
peserta didik yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha
mereka yang terbaik.
24
e. Regoknisi tim. Tim mendapatkan penghargaan apabila skor rata-
rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim peserta didik dapat
juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat
mereka.
Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
seperti menerapkan pengajaran kelas utuh berfokus pada konsep atau
keterampilan. Mereview pelajaran, memperkenalkan pelajaran,
menjelaskan dan mencontohkan materi pelajaran, dan meminta siswa
untuk berlatih.
2.1.4.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Student Team Achievement
Division (STAD)
Sintaks model pembelajaran STAD menurut Nur seperti dikutip
dalam Chotimah (2007:162) antara lain:
a. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 peserta didik secara
heterogen,
b. Penyampaian materi oleh guru,
c. Pemberian tugas ke kelompok-kelompok belajar oleh guru,
d. Peserta didik yang mempunyai kemampuan akademik yang sudah
paham menjelaskan materi yang disampaikan kepada anggota
kelompoknya yang kurang paham sehinga seluruh anggota mengerti
dan paham,
e. Memberikan kuis kepada peserta didik secara individu,
f. Memberikan poin atau penghargaan kepada peserta didik dengan
poin tertinggi,
g. Guru memberikan evaluasi,
h. Penutup.
25
Ridwan (2013: 134) mengemukakan langkah-langkah
pembelajaran dalam menggunakan modelStudent Teams Achievement
Divisionsadalah sebagai berikut:
a. Bentuk kelompok yang anggotanya terdiri atas 4-5 orang secara
heterogen. Campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan
sebagainya.
b. Guru menyajikan materi pelajaran.
c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggota yang sudah paham dapat
menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu paham.
d. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik.
Pada saat menjawab kuis, peserta didik arus bekerja individu tidak
diperbolehkan saling membantu.
e. Guru memberikan evaluasi.
f. Guru memberikan penghargaan.
Menurut Ibrahim seperti dikutip dalam Trianto (2007:54) terdapat
enam langkah utama dalam pembelajaran model kooperatif tipe STAD
disajikan pada tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4
Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD
Langkah Tingkah Laku Guru
Langkah 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi peserta didik.
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
mengkomunikasikan kompetensi dasar
yang akan dicapai serta memotivasi
siswa.
Langkah 2
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada
peserta didik.
26
Langkah 3
Mengorganisasikan peserta
didik ke dalam kelompok-
kelompok belajar.
Guru menginformasikan dalam
pengelompokan peserta didik.
Langkah 4
Membimbing kelompok
belajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi
kerja siswa dalam kelompok-
kelompok belajar.
Langkah 5
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
Langkah 6
Memberikan penghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil
belajar individual dan kelompok.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan
langkah-langkah model pembelajaran STAD sebagai berikut:
a. Guru melakukan apersepsi.
b. Guru menjelaskan materi pelajaran.
c. Guru menjelaskan metode pembelajaran Student Teams
Achievement Divisions.
d. Peserta didik dibagi kedalam kelompok yang terdiri 4-5 orang
dengan kemampuan yang heterogen atau berbeda.
e. Peserta didik mendiskusikan materi secara berkelompok
f. Peserta didik mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
secara berkelompok.
g. Guru memberi kuis kepada masing-masing siswa secara
individual.
h. Guru membandingkan nilai rata-rata peserta didik antar setiap
kelompok.
i. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang
mendapat nilai rata-rata tertinggi.
j. Guru melakukan evaluasi.
k. Guru melakukan kesimpulan.
27
2.1.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD)
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang
dikemukakan oleh Shoimin (2014:189) yaitu sebagai berikut:
a. Peserta didik bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
b. Peserta didik aktif membantu dan memotivasi semangat anggota
kelompoknya untuk berhasil bersama.
c. Aktif berperan sebagai tutor dan lebih meningkatkan keberhasilan
kelompok.
d. Interaksi antar kelompok seiring dengan peningkatan kemampuan
mereka dalam berpendapat.
e. Meningkatkan kecakapan secara individu.
f. Meningkatkan kecakapan secara kelompok.
g. Tidak bersifat kompetitif dalam kelompok.
h. Tidak memiliki rasa dendam terhadap orang lain.
Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD
sebagai berikut:
a. Partisipasi dari peserta didik berprestasi rendah menjadi kurang.
b. Peserta didik yang berprestasi tinggi atau anggota yang pandai lebih
dominan.
c. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk peserta didik sehingga
sulit mencapai target kurikulum.
d. Membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga pada umumnya guru
tidak mampu menggunakan pembelajaran kooperatif.
e. Membutuhkan kemampuan khusus sehingga tidak semua guru
mampu melakukan pembelajaran kooperatif.
f. Menuntut sifat tertentu dari peserta didik, misalnya sifat
bekerjasama.
28
Sedangkan menurut Soewarso seperti dikutip dalam Hasanah
(2007:26) memiliki kelebihan dan kekurangan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif
tipe STAD sebagai berikut:
a. Membantu peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran yang
sedang di bahas atau dipelajari.
b. Adanya anggota kelompok yang menghindari dari kemungkinan
peserta didik mendapatkan nilai rendah, karena terdapat peserta didik
lain dalam kelompoknya yang membantu dalam mengerjakan soal.
c. Mengajarkan peserta didik untuk mampu belajar berdebat,
mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang
bermanfaat untuk kepentingan bersama kelompoknya.
d. Pencapaian belajar peserta didik yang tinggi serta menambah dan
memerbaiki hubungan dengan temannya.
e. Hadiah maupun penghargaan yang diberikan akan memberikan
dorongan bagi peserta didik untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
f. Peserta didik yang lambat dalam berfikir dapat dibantu dengan
peserta didik lainnya untuk menambah ilmu pengetahuan.
g. Memudahkan guru untuk memonitor peserta didik dalam belajar
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil.
Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD
sebagai berikut:
a. Ketergantungan peserta didik yang lambat berpikir tidak dapat
berlatih belajar mandiri.
b. Memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum
tidak daaat terpenuhi.
c. Tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat.
d. Menyulitkan bagi guru untuk melaksanakan penilaian terhadap
individu dan kelompok.
29
2.1.4.5Komponen-komponen Model Pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD)
Menurut Slavin seperti dikutip dalam Purwati (2010:111) terdapat
5 komponen utama dalam STAD yaitu:
1. Sintagmatik
a. Persiapan
Pada tahap ini, guru adalah membuat rencana pembelajaran,
menyiapkan tugas-tugas dan kuis, mendata nama-nama peserta
didik untuk dibentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen
b. Presentasi materi
Pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran matematika
dalam persentasi kelas. Penyajian materi pelajaran secara garis
besar dan bersifat sebagai pengantar bagi peserta didik dalam
melakukan diskusi pada masing-masing kelompok.
c. Pembentukan kelompok
Pada tahap ini guru membagikan LKS kepada setiap kelompok
sebagai bahan yang akan dipelajari peserta didik. Guru memberi
bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan
menjawab pertanyaan.
d. Pemberian tes/kuis
Pada tahap ini setiap selesai satu kali pertemuan akan diadakan
tes/kuis yang harus dikerjakan secara individu dan tidak
diperbolehkan saling membantu. Dengan begitu setiap peserta didik
bertanggung jawab untuk mengetahui dan memahami materi yang
telah diajarkan.
e. Pemberian poin
Perkembangan setelah tes dilaksanakan, selanjutnya guru
menghitung nilai kemajuan individu (poin perkembangan). Peserta
didik mempunyai nilai untuk tim mereka berdasarkan pada skor
peserta didik melampaui skor yang lalu. Dari hasil nilai
perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok
30
diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik,
hebat dan super.
2. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan
bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap peserta didik.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, peran guru adalah
sebagai berikut:
a. Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Berperan sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator dan
motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan
utama bagi peserta didik.
c. Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat
membangkitkan respon peserta didik.
d. Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam
kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran,
termasuk upaya meningkatkan keterampilan bekerjasama peserta
didik.
e. Memberikan bantuan terbatas pada peserta didik yang
membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan
untuk membuka wawasan peserta didik.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial adalah pola hubungan antara guru dengan peserta
didik pada saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, pola hubungan antara guru dan
peserta didik yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang
terjadi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan
peserta didik yang lain. Proses pembelajaran dalam model STAD lebih
berpusat pada peserta didik (student centered approach) karena peserta
didik tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan
31
dibatasi oleh kemauan guru, melainkan peserta didik ditempatkan
sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minatdan kemampuan
yang dimiliki sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi
dirinya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan peserta didik dalam STAD
yang belajar bersama secara berkelompok dan melibatkan peserta didik
sebagai tutor sebaya tanpa adanya tekanan dari guru. Dengan
pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang
menyenangkan sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar
lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
4. Daya Dukung
Model pembelajaran STAD dalam pelaksanaannya memerlukan
sarana, bahan dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang
menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang
semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan
semangat belajar peserta didik. Tetapi tidak memerlukan fasilitas
pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus
melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai saat mengerjakan LKS
dan buku penunjang yang relevan.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
1) Dampak Instruksional (Instructional Effect)
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang
dicapai langsung dengan cara mengarahkan peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Dampak pembelajaran yang
diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, yaitu sebagai berikut:
a. Kemampuan konstruksi pengetahuan
Dalam STAD peserta didik melakukan aktivitas dalam
kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah
permainan yang melibatkan peserta didik. Dengan aktivitas
semacam ini dan dilaksanakansecara rutin, kemampuan peserta
32
didik dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan
meningkat.
b. Penguasaan bahan ajar
Dalam model STAD, informasi (pengetahuan) melalui tugas
yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang diperoleh
sendiri dapat bertahan lama dalam memori peserta didik
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
c. Kemampuan berfikir kritis
Dalam model pembelajaran STAD, peserta didik dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran
peserta didik sehingga kemampuan berpikir kritis peserta didik
dapat berkembang dengan optimal.
d. Keterampilan kooperatif
Pembelajaran dengan STAD memberikan kesempatan kepada
peserta didik dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis
kelamin dan suku atau ras yang berbeda untuk bekerja sama,
saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya.
Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya
keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Dampak Pengiring (Nurturant Effect)
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan peserta
didik dalam pembelajaran matematika materi bangun datar melalui
Model Students Teams Achievment Division (STAD) yaitu sebagai
berikut:
a. Minat (interest)
Minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan
sesuatu perbuatan. STAD meningkatkan minat belajar peserta
didik untuk mempelajari materi pelajaran.
33
b. Kemandirian atau otonomi dalam belajar
Pembelajaran dengan menggunakan STAD, peserta didik tidak
menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi peserta
didik berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan
menumbuhkan kemandirian atau otonomi peserta didik dalam
belajar.
c. Nilai (value)
Pada STAD terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan
soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan
penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika
berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.
d. Sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu
Adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok
akan membuat peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran,
baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun
pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran
menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka akan dapat
menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran
tertentu.
34
Bagan 2.1
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Pembelajaran Student
Team Achievement Division (STAD)
Keterangan :
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Percaya diri
Berfikir kritis
Kerja sama
Komunikatif
Tanggung jawab
Students Team
Achievement
Division
( STAD)
Menentukan sifat
bangun persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menghitung keliling
dan luas persegi,
persegi panjang, dan
segitiga.
Mengidentifikasi
bangun persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Memecahkan masalah
tentang keliling dan
luas persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menganalisis bangun
persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menyelesaikan masalah
keliling dan luas
persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
35
2.1.4.6Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran
Student Team Achievement Division (STAD)
Materi bangun datar pada pelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran STAD adalah serangkaian kegiatan
belajar mengajar dengan model pembelajaran STAD yang telah
dilakukan sebelumnya kedalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di
kelas. Prosedur yang harus dilakukan saat melaksanakan pembelajaran
serta cara penggunaannya dengan model pembelajaran STAD tersaji
padal tabel 2.5.
Tabel 2.5
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar
dengan Model Pembelajaran Students Team Achievement Division (STAD)
KEGIATAN GURU SINTAK
PEMBELAJARAN
KEGIATAN SISWA
1. Guru
menyampaikan
skenario
pembelajaran.
2. Guru
menyampaikan
informasi akan ada
tugas-tugas yang
akan dikerjakan.
3. Guru
mengidentifikasi
kondisi kemampuan
akademik siswa
untuk persiapan
membentuk
kelompok
heterogen.
4. Guru menjelaskan
materi bangun datar
secara garis besar.
5. Guru membagikan
materi secara
lengkap untuk
dibaca oleh siswa.
a. Tahap persiapan.
b. Menyampaikan
informasi
(Presentasi
klasikal).
1. Siswa
mendengarkan
informasi dari guru.
2. Siswa
mendengarkan
tugas-tugas apa
yang akan
diberikan.
3. Siswa
mendengarkan
arahan guru dalam
rangka menyiapkan
diri membentuk
kelompok
heterogen.
4. Siswa menyimak
penjelasan guru
tentang ringkasan
materi bangun
datar.
5. Siswa menerima
materi lengkap dan
membacanya
36
6. Guru membagi
siswa menjadi 5
kelompok
heterogen.
7. Guru memberikan
LKS serta
menjelaskan
panduan
mengerjakan.
8. Guru memberikan
skor kelompok.
9. Guru memberi
penghargaan kepada
kelompok yang
mendapat skor
tertinggi.
c. Tahap
pembentukan tim
atau
pengorganisasian
siswa
(kelompok).
d. Tahap
mengerjakan
LKS.
e. Tahap pemberian
penghargaan
kelompok.
6. Siswa berkumpul
untuk membentuk
kelompok
heterogen.
7. Siswa mengerjakan
LKS.
8. Siswa
memperhatikan
informasi guru
tentang skor yang
diperoleh dari
kelompok masing-
masing.
9. Kelompok siswa
dengan skor
tertinggi menerima
penghargaan.
2.1.5 Model Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
2.1.5.1 Pengertian Model Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
Terdapat berbagai macam jenis model pembelajaran, penggunaan
model pembelajaran fungsinya untuk membantu keberhasilan suatu proses
belajar mengajar. Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila
guru mempu menguasai kelas, media pembelajaran, materi pembelajaran,
model pembelajaran, metode pembelajaran dan sumber belajar yang
mendukung proses belajar.
Model kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournamen) menurut
Saco seperti dikutip dalam Rusman (2010:224) dalam TGT peserta didik
bermain permainan dengan anggota tim lain untuk mendapatkan skor bagi
tim masing-masing. Slavin (2009:14) mengatakan dalam model
pembelajaran TGT teman setim akan saling membantu mempersiapkan
diri dalam permainan dengan menjelaskan lembar kegiatan dan masalah
satu sama lain namun saat permainan berlangsung teman satu tim tidak
37
boleh membantu. Dalam hal ini dapat dilihat untuk memastikan telah
terjadi tanggung jawab individu. Model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) diharapkan dapat menciptakan suasana
nyaman dan baru dalam pembelajaran yang menyenangkan dan
meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan berfikir. Rusman
(2011:224) berpendapat TGT salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
berkelompok dengan beranggotakan 5-6 orang yang memiliki berbagai
kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras dalam belajar. Menurut
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah teknik belajar kelompok yang beranggotakan 4-6 orang
dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk saling membantu
mempersiapkan diri dalam permainan yang menyenangkan dan
meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan berfikir.
2.1.5.2 Karakteristik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang dalam kelompok yang memiliki berbagai
kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras. Guru menyajikan materi, dan
siswa bekerja dalam kelompokmasing-masing. Dalam kerja kelompok
guru memberikan lembar kerja kepada setiap kelompok. Tugas yang
diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas
yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab
untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan
pertanyaan tersebut kepada guru.
Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah
menguasai pelajaran, maka peserta didik akan diberikan permainan
akademik. Dalam permainan akademik peserta didik akan dibagi dalam
meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6
orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam
setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari
38
kelompok yang sama. Peserta didik dikelompokkan dalam satu meja
turnamen secara homogen atau sama dari segi kemampuan akademik,
artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan
agar sama atau setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang
diperoleh pada saat pretest. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam
permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok
diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu
kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor
kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa
sertifikat atau penghargaan lain.
2.1.5.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games Tournament
(TGT)
Terdapat beberapa langkah dalam penggunaan model
pembelajaran. Menurut pendapat Trianto (2010: 84) menjelaskan
langkah-langkah model TGT, sebagai berikut:
a. Peserta didik dipilih dan dibagi ke dalam tim/kelompok belajar
beranggotakan empat orang secara acak berdasarkan tingkat prestasi,
jenis kelamin, dan suku,
b. Guru menyiapkan materi pembelajaran, kemudian materi diberikan
kepada peserta didik untuk dikerjakan dengan cara bekerjasama
dalam tim/kelompok mereka dan memastikanbahwa setiap anggota
tim/kelompok telah memahami dan menguasi pelajaran tersebut,
c. Guru selanjutnya mengadakan kuis terhadap setiap peserta didik,
didalam pengerjaan kuis peserta didik bekerja secara perorangan
tanpa bantuan tim/kelompoknya.
Menurut Slavin (2005:170) mengemukakan langkah-langkah
TGT adalah:
a. Presentasi di kelas.
b. Belajar secara tim. Peserta didik mengerjakan lembar kegiatan dalam
tim mereka untuk menguasai materi.
39
c. Turnamen. Peserta didik memainkan game akademik dalam
kemampuan yang sama.
d. Rekognisi tim. Skor tim sangat diperhitungkan berdasarkan skor
turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila
mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Team Games
Tournament (TGT)
Model pembelajaran TGT memiliki kelebihan dan kekurangan,
menurut Taniredja (2012:72) kelebihan model TGT sebagai berikut:
a. Peserta didik memiliki kesempatan berinteraksi dengan peserta
didik lain dan mengutarakan pendapatnya secara verbal,
b. Menambah kepercayaan diri setiap peserta didik,
c. Perilaku suka mengganggu peserta didik lain menjadi berkurang,
d. Menambah motivasi dalam belajar,
e. Tingkat pemahaman terhadap materi mata pelajaran tertentu
bertambah karena adanya anggota kelompok yang lebih pandai,
f. Meningkatkan sifat toleransi antara peserta didik dengan guru dan
peserta didik dengan peserta didik,
g. Suasana belajar mengajar lebih hidup dan tidak membosankan.
Adapun kekurangan model TGT sebagai berikut:
a. Tidak semua peserta didik dalam kelompok aktif berpendapat
b. Waktu yang sangat kurang
c. Kemungkinan terjadinya kegaduhan karena tidak terkondisikan.
2.1.5.5Komponen-komponen Model Pembelajaran Team Games Tournament
(TGT)
Analisis komponen-komponen Model TGT Slavin (2005:170)
menjelaskan terdapat 4 komponen utama yang digunakan dalam model
TGT yaitu:
40
1. Sintagmatik
a. Tahap menyampaikan informasi
Pada tahap penyampaian informasi dalam materi pelajaran oleh guru
menggunakan cara diskusi, ceramah, maupun demonstrasi atau
eksperimen dan dapat dibantu dengan media-media yang ada di
sekolah guna memberikan informasi yang benar, nyata dan sesuai isi
materi mata pelajaran tertentu. Pada tahapan ini guru harus
menjelaskan secara sistematis dan jelas agar dalam penyampaian
materi dapat diterima oleh peserta didik. Selanjutnya isi materi
tersebut akan digunakan oleh peserta didik untuk menjawab kuis
yang akan diberikan pada tahap berikutnya.
b. Tahap pembentukan tim atau pengorganisasian kelompok
Pada tahap ini guru membuat kelompok-kelompok dengan
beranggotakan 4 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan
pemahaman akademik yang berbeda-beda, dengan maksud agar
mampu mengarahkan semua tim/kelompok untuk belajar
bekerjasama untuk mengkaji materi yang diberikan oleh guru.
Dengan berdiskusi dapat membantu anggota tim/kelompok yang
berkemampuan akademik kurang sehingga secara tim/kelompok siap
mengikuti kuis dan mampu meningkatkan hubungan antar sesama
anggota tim/kelompok, meningkatkan kepercayaan diri dan
keakraban antar peserta didik.
c. Tahap permainan (Game Tournament)
Pada tahap permainan, guru membuat permainan akademik yaitu
dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai materi ajar sebelumnya.
Tahap ini merupakan indikator bagi guru untuk mengetahui
kemajuan pengetahuan peserta didik setelah mendapatkan informasi
secara klasikal dan hasil diskusi bersama tim/kelompoknya.
41
d. Tahap rekognisi tim
Tahapan ini menunjukan gambaran perbedaan peningkatan
kemampuan /prestasi peserta didik, yang diperoleh dari jumlah skor
tiap anggota tim/kelompok kemudian dicari rata - ratanya.
2. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi merupakan menggambarkan respon guru terhadap
TGTpeserta dididiknya, peranan guru pada model adalah sebagai
berikut: 1) Membangun ikatan emosional guna terciptanya suasana
belajar yang nyaman atau kondusif dalam kegiatan belajar-mengajar;
2) Guru tidak hanya menjadi sumber/media pengetahuan bagi
peserta didik tapi guru juga berperanan sebagai fasilitator,
pendamping, dan motivator bagi peserta didik; 3) Guru harus mampu
menciptakan suasana psikologis yang positif agar peserta didik
memberikan respon yang baik terhadap materi yang disampaikan; 4)
Guru harus mampu menjelaskan pentingnya bekerjasama agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai, dan termasuk upaya peningkatan
keterampilan kooperatif peserta didiknya; 5) Memberikan bantuan
yang terbatas, maksud dari bantuan terbatas adalah hanya pada
peserta didik yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat
berupa pertanyan untuk membuka wawasan peserta didik.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan peserta didik pada
saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, pola hubungan antara guru dan peserta didik
yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang
terjadiantara guru dengan peserta didik dan antara peserta
didikdengan peserta didik yang lain. Proses pembelajaran dalam
model TGT lebih berpusat pada peserta didik (student centered
approach) karena peserta didik tidak dianggap sebagai objek belajar
yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan peserta
didik ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat,
42
minatdan kemampuan yangdimiliki sehingga peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan
peserta didik dalam TGT yang belajar bersama secara berkelompok
dan melibatkan peseta didik sebagai tutor sebaya tanpa adanya
tekanan dari guru. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan
tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga
memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar.
4. Daya Dukung
Model pembelajaran TGT dalam pelaksanaannya memerlukan
sarana, bahan dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar
yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat
menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Tetapi tidak
memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus
atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai
pada saat game tournament, buku-buku yang menyangkut materi
yang dipelajari, LKS dan buku penunjang yang relevan.
5. Dampak Instrusional dan Dampak Pengiring TGT
1) Dampak Instruksional (Instructional Effect)
Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut: a)
Kemampuan konstruksi pengetahuan: dalam TGT peserta didik
melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan
berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan peserta
didik. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakan secara
rutin, kemampuan peserta didik dalam konstruksi pengetahuan
secara mandiri akan meningkat; b) Penguasaan bahan ajar:
dalam model TGT, informasi (pengetahuan) melalui tugas
yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang diperoleh
43
sendiri dapat bertahan lama dalam ingatan peserta didik
sehingga pembelajaran menjadi lebihbermakna; c)
Kemampuan berpikir kritis: dalam model pembelajaran TGT,
peserta didik dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang
merangsang pikiran peserta didik sehingga kemampuan
berpikir kritis peserta didik dapat berkembang dengan optimal;
d) Keterampilan kooperatif: pembelajaran dengan TGT
memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan berbagai
latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau
ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan
belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini
memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan
untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
2) Dampak Pengiring (Nurturant Effect)
Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut: a)
Minat (interest): minat yaitu kecenderungan seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam TGT
meningkatkan minat belajar peserta didik untuk mempelajari
materi pelajaran; b) Kemandirian atau otonomi dalam belajar:
dalam pembelajaran yang menggunakan TGT, peserta didik
tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi
peserta didik berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi
semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi
peserta didik dalam belajar; c) Nilai (value): pada TGT
terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-
masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan
kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi
untuk menyatukan pendapat yang berbeda; d) Sikap positif
44
terhadap suatu mata pelajaran tertentu: adanya suasana
persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat
peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran, baik
dalammempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan
sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi
menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, maka akan dapat menumbuhkan sikap
positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.
45
Bagan 2.2
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model PembelajaranTeam
Games Tournament (TGT)
Keterangan :
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Sportif
Berfikir kritis
Kerja sama
Komunikatif
Tanggung jawab
Teams Game
Tournament
(TGT)
Menentukan sifat
bangun persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menghitung keliling
dan luas persegi,
persegi panjang, dan
segitiga.
Mengidentifikasi
bangun persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Memecahkan masalah
tentang keliling dan
luas persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menganalisis bangun
persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menyelesaikan masalah
keliling dan luas
persegi, persegi
panjang, dan segitiga.
Menghargai
Antusias
Aktif
46
2.1.5.6 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran
Teams Game Tournament (TGT)
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT
merupakan serangkaian aktivitas belajar mengajar dengan model
pembelajaran TGT yang telah direncanakan ke dalam bentuk langkah-
langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus dilakukan dalam
melaksanakan pembelajaran dan cara penggunaannya dengan model
pembelajaran TGT seperti disajikan dalam tabel 2.6.
Tabel 2.6
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar
dengan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT)
KEGIATAN GURU SINTAK
PEMBELAJARAN
KEGIATAN SISWA
1. Guru menjelaskan
materi bangun datar.
2. Guru menggunakan
media gambar.
3. Guru
mengidentifikasi
siswa berdasarkan
kemampuan
akademiknya.
4. Guru membagi
siswa menjadi 5
kelompok
heterogen.
5. Guru memberikan
pengarahan tentang
permainan yang
akan dilakukan.
6. Guru memberikan
pertanyaan-
pertanyaan rebutan
secara berkelompok.
7. Guru mencatat
jawaban tiap-tiap
kelompok dan
a. Tahap
menyampaikan
informasi
(Presentasi
klasikal)
b. Tahap
pembentukan
Tim atau
Pengorganisasian
siswa
(kelompok)
c. Tahap permainan
(Game
Tournament)
d. Tahap rekognisi
tim.
1. Siswa menyimak
penjelasan guru
tentang materi
bangun datar.
2. Memperhatikan
media yang
ditayangkan guru.
3. Siswa berkumpul
sesuai arahan guru
berdasarkan
kemampuannya.
4. Siswa berkumpul
menjadi 5
kelompok sesuai
kelompoknya
masing-masing.
5. Siswa
memperhatikan
arahan dari guru.
6. Siswa menjawab
pertanyaan rebutan
dalam kelompok.
7. Siswa secara
berkelompok
memantau
perolehan skor.
8. Siswa
47
memberikan
penilaian.
8. Guru merekap skor
dalam kelompok.
9. Guru memberi
penghargaan kepada
kelompok yang
mendapat skor
tertinggi
memperhatikan
penjelasan guru
tentang skor yang
diperoleh dari
kelompok masing-
masing.
9. Kelompok siswa
yang memperoleh
skor tertinggi
mendapat
penghargaan
2.1.6 Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar
Ketercapaian kemampuan seseorang dalam mengikuti proses
belajar dapat dilihat dari hasil belajar. Hasil belajar menjadi tolak ukur
berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran yang sudah dilakukan.
Hasil belajar dapat dilihat dari tercapainya kemampuan seseorang dalam
ranah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor). Hasil belajar menurut Suprijono (2009:5) dapat berupa
informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap,
dan strategi kognitif. Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2009:3) hasil
belajar merupakan sebuah hasil dari suatu kegiatan yang melibatkan
interaksi belajar mengajar. Menurut Slameto (2010:2) hasil belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah tolak ukur proses perubahan tingkah laku untuk dapat
mengetahui berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran yang dapat
berupa keterampilan, sikap, dan pengetahuan.
2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam tercapainya hasil belajar peserta didik sebagaimana yang
diharapkan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
48
prestasi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Baharudin,
2007:19).
a. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu
yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor internal meliputi
faktor fisiologis dan psikologis:
1) Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik. Kondisi fisik yang baik akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan individual. Sebaliknya bila kondisi fisik yang
kurang baik maka akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal dan mampu mempengaruhi hasil belajar
individual.Panca indera yang berfungsi dengan baik dapat
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
2) Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi dalam proses belajar dan hasil belajar
individual.Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
b. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
1) Lingkungan sosial yang mempengaruhi proses belajar peserta
didik antara lain: guru, administrasi dan teman-teman sekelas,
lingkungan masyarakat dan keluarga.
2) Lingkungan non sosial yang mempengaruhi proses belajar peserta
didik antara lain: kondisi udara, gedung sekolah, alat-alat belajar,
fasilitas belajar, peraturan sekolah, buku panduan, lapangan
olahraga, kurikulum sekolah, metode pengajaran dan kondisi
perkembangan peserta didik.
49
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian eksperimen terdahulu yang membuktikan keberhasilan dari
model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division(STAD)
danTeams Game Tournament (TGT).
1. I Made Giantara (2014: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh
Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V SD Gugus V Kecamatan Marga. Berdasarkan
hasil pengujian normalitas dan homogenitas terhadap data yang didapat
dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan
homogen. Setelah dilakukan uji T maka H0 ditolak karena berada di ≤
0,05. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan tentang hasil belajar
Matematika antara siswa yang diberi perlakuan melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dengan siswa yang diberi perlakuan menggunakan pembelajaran
konvensional. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams Achievement Division (STAD) berpengaruh terhadap
hasil belajar Matematika pada siswa kelas V SD Gugus V Kecamatan
Marga.
2. Aniek Christianti Mustika (2013: 1) melakukan penelitian tentang
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif STAD Terhadap Hasil Belajar Ditinjau
dari Motivasi Belajar pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas IV SD
Saraswati Tabanan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan
dibandingkan dengan hasil belajar dengan model konvensional terhadap
hasil belajar Matematika. Terjadinya interaksi antara model pembelajaran
dengan motivasi dimana ditemukan model pembelajaran kooperatif STAD
lebih tepat untuk siswa dengan motivasi tinggi namun sebaliknya jika
motivasi rendah lebih sesuai menggunakan model konvensional.
3. Kamaliah (2014: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions
(STAD) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD Kelas IV di Desa
50
Pegayaman Kecamatan Sukasada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa yang
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dengan siswa yang
dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional (t(hitung) =
2,626> t(tabel) = 2,002). Ini berartimodel pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) berpengaruh signifikan
terhadap hasil belajar matematika.
4. Firosalia Kristin (2016: 74) melakukan penelitian tentang Efektivitas
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau dari Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas 4 SD. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa
model pembelajaran STAD lebih efektif dibandingkan model
konvensional dalam meningkatkan hasil belajar IPS. Hal itu dibuktikan
dari data yang diperoleh bahwa t(hitung) > t(tabel) yaitu 3,392 > 2,000.Hal
ini membuktikan bahwa STAD lebih efektik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
5. I Pt. Rudy Sutrisna (2013: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Sederhana
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Pangkungparuk.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran STAD dengan berbantuan
media sederhana lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini berarti,
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA antara
kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan berbantuan
media sederhana dengan kelompok konvensional.
6. Ni L. Gd. Marheni (2013: 1) melakukan penelitian tentang Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan
Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Kelas V SD Padangsambian Denpasar.
Berdasarkkan hasil dari penelitian ini, penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatan keaktifan dan hasil belajar IPS
51
siswa kelas V SD Padangsambian. Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dalam proses pembelajaran lebih tinggi secara signifikan untuk
meningkatan keaktifan dan hasil belajar IPS.
7. Rani Farida (2013: 1) melakukan penelitian tentang Penerapan Model
Kooperatif Tipe STAD Dalam Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas IV SDN Borowetan. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe STAD pada operasi
hitung bilangan bulat siswa kelas IV SD N Borowetan mengalami
peningkatan.
8. Hanifah Kusumawati dan Mawardi (2016: 251) melakukan penelitian
tentang Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
dan STAD Ditinjau Dari Hasil Belajar Siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan uji ANCOVA yang telah dilakukan
terhadap skor posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen
2 diperoleh hasil F hitung sebesar 10,303, pada taraf
signifikansi/probabilitas 0,002, oleh karena nilai probabilitas tersebut <
0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan hasil
belajar matematika yang signifikan pada siswa kelas 5 SD Gugus
Singoprono 1 dan 3 dalam pembelajaran menggunakan model
pembelajaran NHT dan STAD. Perbedaan hasil belajar Matematika yang
signifikan tersebut didukung oleh perbedaan rerata dua sampel penelitian,
dimana rerata hasil belajar pada penerapan model pembelajaran NHT
sebesar 81, sedangkan rerata hasil belajar pada penerapan model
pembelajaran STAD sebesar 74. Maknanya adalah bahwa perlakuan
pembelajaran dengan model NHT memberikan dampak pada hasil belajar
yang berbeda dan lebih tinggi daripada model pembelajaran STAD.
9. Juniari Purwantini (2013: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh
Model Pembelajaran Tipe TGT Berbantuan Media Question Box Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD No. 9 Jimbaran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan hasil
belajar matematika siswa yang dibelajarkan menggunakan model
52
pembelajaran TGT berbantuan media question box dengan siswa yang
dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (t(hitung) = 1,77 >
t(tabel) = 1,67). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran TGT berbantuan media question box berpengaruh signifikan
terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar
Nomor 9 Jimbaran Tahun Ajaran 2012/2013.
10. Siti Nurzalbiah (2013: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe TGT berpengaruh terhadap aktivitas tetapi
tidak berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII
semester genap SMP Negeri 2 Terbanggi Besar tahun pelajaran
2012/2013.
11. Ujiati Cahyaningsih (2017: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD. Hasil yang diperoleh yaitu
(1) Aspek kognitif dari hasil uji t diperoleh t(hitung)> t(tabel) atau
2,073>1,980 melalui SPSS 16,0 didapatkan pula nilai signifikasi sebesar
0,044. (2) Aspek afektif dari hasil uji t diperoleh t(hitung) < t(tabel) atau
1,85<1,980 melalui SPSS 16,0 didapatkan pula signifikasi 0,118. (3)
Aspek psikomotor dari hasil uji t diperoleh t(hitung)>t(tabel) atau
4,226>1,980 melalui SPSS 16,0 didapatkan pula nilai signifikasi sebesar
0,000. Jadi, ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT
terhadap hasil belajar matematika aspek kognitif dan psikomotor pada
siswa dan tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT
terhadap hasil belajar matematika aspek afektif pada siswa.
12. Yuliana (2012: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Penerapan TGT
Terhadap Hasil Belajar pada Pembelajaran Matematika Kelas IV SDN 11
PONKOT. Berdasarkan perhitungan statistik dari rata-rata hasil post-test
kelas kontrol sebesar 66,94 dan rata-rata hasil post-test kelas eksperimen
sebesar 83,42 diperoleh t(hitung) sebesar 3,63 dan t(tabel) (α = 5% dan dk
53
= 53) sebesar 1,6755, yang berarti t(hitung) (3,63) > t(tabel) (1,6755),
dengan demikian maka Ha diterima. Dan dari perhitungan effect size,
diperoleh effect size sebesar 0,86 (kriteria tinggi). Hal ini berarti
pembelajaran dengan penerapan model kooperatif tipe teams games
tournament(TGT) memberi pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil
belajar siswa kelas IV SDN 11 Pontianak Kota.
2.3 Kerangka Berfikir
Pembelajaran matematika pastinya memerlukan kosentrasi yang besar
dalam memecahkan masalah yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar mengenai matematika adalah belajar tentang mencari hubungan antar
konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari. Salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik adalah model
pembelajaran yang digunakan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar anak
karena model pembelajaran sangat penting dalam keberhasilan dalam belajar.
Proses pembelajaran matematika di kelas 4 SDN Gugus Sudirman Kota Salatiga
belum optimal, dikarenakan guru yang kurang menggunakan variasi model
pembelajaran yang menarik perhatian dan minat peserta didik, peserta didik yang
kurang aktif dalam proses pembelajaran, peserta didik masih berpusat kepada
guru, hasil belajar peserta didik rendah.Berdasarkan permasalahan tersebut maka
perlu dilakukan pembaharuan dalam model pembelajaran. Pembelajaran dengan
menggunakan model STAD dan TGT merupakan salah satu alternatif yang dapat
dilakukan seorang guru dalam memberikan materi pembelajaran matematika.
Model pembelajaran STAD dan TGT diharapkan peserta didik dapat
berfikir lebih kritis, aktif dan bekerjasama untuk memudahkan peserta didik
mengerti apa yang sedang dipelajari di dalam proses pembelajaran dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi pandai dan berakhlak
mulia. Tujuan akhir dari penerapan model pembelajaran tersebut diharapkan dapat
mempengaruhi kualitas belajar dan hasil belajar yang diperoleh peserta didik,
sehingga kedua model tersebut dapat efektif diterapkan dalam pembelajaran
matematika.
54
Bagan 2.3
Kerangka Berpikir Penggunaan Model Pembelajaran Students Team
Achievement Division (STAD) dan Teams Game Tournament (TGT)
Model
Pembelajaran Model Pembelajaran
Student Team
Achievement
Division (STAD)
Model
Pembelajaran
Teams Game
Tournament (TGT)
Langkah-langkah
pembelajaran
Berfikir Kritis
Game Tournament Pemberian LKS
Kegiatan kelompok
Presentasi kelas
Langkah-langkah
pembelajaran
Presentasi kelas
Kegiatan kelompok
Penghargaan
kelompok
Hasil Belajar
Penghargaan
kelompok
Kerjasama
Komunikatif
tanggungjawab
Disiplin
Sportif
55
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka dirumuskan suatu hipotesis
yaitu sebagai berikut:
H0: Hasil belajar matematika siswa kelas 4 menggunakan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) tidak lebih tinggi signifikan
dibandingkan dengan hasil belajar menggunakan model Teams Game
Tournament (TGT) pada Gugus Sudirman Kota Salatiga.
Ha: Hasil belajar matematika siswa kelas 4 menggunakan model pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD) lebih tinggi signifikan
dibandingkan dengan hasil belajar menggunakan model Teams Game
Tournament (TGT) pada Gugus Sudirman Kota Salatiga.
top related