bab ii landasan teori 2.1 material aluminium
Post on 24-Jan-2022
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Material Aluminium
Aluminium adalah logam yang ringan dengan berat jenis 2,7 gram/cm3
setelah magnesium (1,7 gram/cm3) dan berilium (1,85 gram/cm
3) atau sekitar 1/3
dari berat jenis besi maupun tembaga. Konduktifitas listriknya 60% lebih besar
dari tembaga sehingga juga digunakan untuk peralatan listrik. (Irawan, 2013)
Tabel 2.1 Karakteristik Aluminium
Sifat-Sifat Aluminium Murni Tinggi
Struktur kristal FCC
Densitas pada 20°C (sat. 10 kg/m3) 2,698
Titik cair (°C) 660,1
Koefisien mulur panas kawat 20°~100°C (10-6
/K) 23,9
Konduktifitas panas 20°~400°C (W/(m.K)) 238
Tahanan listrik 20°C (10-8
KΩ m) 2,69
Modulus elastisitas (Gpa) 70,5
Modulus kekakuan (Gpa) 26,0
Sumber: Irawan, 2013
Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Fe (Henager, 2007)
5
2.1.1 Aluminium Paduan
Aluminium yang banyak digunakan baik dalam dunia permesinan maupun
sipil adalah aluminium paduan, itu dikarenakan penggunaan aluminium berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 2.2 Macam-Macam Aluminium dan Paduannya Serta Kode Penamaan
Al paduan
untuk dimesin
Paduan jenis tidak dapat
perlakukan panas
(non-heat-treatable)
Al murni (seri 1000)
Paduan Al-Mn (seri 3000)
Paduan Al-Si (seri 4000)
Paduan Al-Mg (seri 5000)
Paduan jenis dapat perlakuan
panas (heat-treatable)
Paduan Al-Cu (seri 2000)
Paduan Al-Mg-Si (seri 6000)
Paduan Al-Zn (seri 7000)
Al paduan
untuk coran
Non-heat-treatable alloy Paduan Al-Si (Silumin)
Paduan Al-Mg (Hydronarium)
Heat-treatable alloy Paduan Al-Cu (Lautal)
Paduan Al-Si-Mg (Silumin, Lo-ex)
Sumber: Irawan, 2013
Tabel 2.3 Contoh Aluminium dan Paduannya (JIS H4000 ~ H4180)
Sumber: Irawan, 2013
6
2.1.2 Aluminium AA1100
Aluminium paduan 1100 (AA1100) adalah paduan berbasis aluminium yang
merupakan salah satu dari jenis aluminium seri 1000 dengan kadungan aluminium
cukup tinggi yaitu minimum 99,0%. AA1100 juga merupakan jenis aluminium
yang terkuat secara mekanik bila dibandingkan dengan seri 1000
lainnya. AA1100 juga mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan seri
lainnya seperti konduktivitas listrik yang tinggi, konduktivitas termal, ketahanan
korosi, dan kemampuan kerja. (Avallone, dkk. 1996)
Gambar 2.2 Sifat Mekanis Aluminium Paduan (Bastian, 2015)
2.2 Pengelasan
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua buah benda berbahan
logam, dengan cara dipanaskan pada sebuah area yang dikehendaki sampai terjadi
ikatan metalurgis antara benda yang akan disambung.
Saat ini pengelasan yang sering dilakukan diantaranya: Pengelasan busur (arc
welding), pengelasan resistansi (resistance spot welding), pengelasan gas (oxyfuel
gas welding), dan lain-lain. (Groover, dkk, 2010)
2.3 Resistance Spot Welding (RSW)
RSW dianggap ditemukan pada tahun 1880 oleh Elihu Thomson pada saat
menemukan prinsip penggabungan logam yang meleleh melalui pemanasan
resistansi. Proses RSW yang digunakan saat ini didasarkan pada prinsip dasar
yang sama. Aplikasi utama RSW adalah di industri otomotif, serta industri lain
seperti di industri kedirgantaraan, peralatan, furnitur, komponen kelistrikan dan
lain-lain.
7
Resistance Spot Welding (RSW) adalah jenis pengelasan resistansi, yang
mempunyai ciri dengan menggabungkan area yang terpisah, sekarang dikenal
sebagai pengelasan titik. Pengelasan resistansi tidak sama seperti pengelasan
busur, karena metode pengelasan ini yaitu menyambungkan logam dimana lembar
kerja disambung dengan menggunakan hambatan listrik dari elektroda. Prinsip
dibalik metode penyambungan adalah melewatkan arus melalui dua atau lebih
lembar kerja karena dijepit bersama oleh pasangan elektroda. (Andersson, 2013)
Saat arus listrik melewati worksheets, resistensi dari rangkaian pada mesin
menimbulkan energi panas. Energi panas (Q) adalah fungsi dari arus (I), resistensi
(R) dan waktu (t), sebagaimana didefinisikan oleh hukum Joule, seperti pada
Persamaan 2.1.
Q=I2Rt ....................................................(2.1)
Dimana :
Q = Panas yang Dihasilkan (Joule)
I = Arus Listrik (Ampere)
R = Hambatan Listrik (Ohm Ω)
t = Time (Second)
Arus yang digunakan pada pengelasan RSW sangat tinggi (sekitar 5000
hingga 20000 A), meskipun tegangannya relatif rendah (sekitar dibawah 10 V).
Pengelasan RSW, membutuhkan waktu untuk arus pendek 0,1-0,4 detik.
(Groover, dkk. 2010)
Gambar 2.3 Skema Spot Welding (Groover, dkk. 2010)
8
Prinsip kerja mesin las spot welding yaitu menekan material dengan beban
yang dikehendaki lalu memberikan panas pada material supaya meningkatkan
temperatur material diatas titik leleh melalui resistansi permukaan antara lembaran
material dan elektroda. Setelah material meleleh arus listrik akan dihentikan,
kemudian temperatur akan menurun dan material yang meleleh akan membentuk
nugget padat yang akan menyambungkan worksheets. Untuk lebih jelasnya akan
diilustrasikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 (a) Cycle Spot Welding (b) Alur Penekanan Dan Arus Pada Cycle
(Groover, 2010)
2.4 Parameter RSW
Pengelasan RSW mempunyai beberapa parameter yang harus diperhatikan,
pada penelitian ini parameter yang akan diteliti yaitu: load (tekanan dari
elektroda), arus pengelasan, dan welding time. Dari parameter tersebut maka akan
didapatkan output berupa beberapa hasil pengujian dan pengukuran diantaranya:
uji geser, uji metalografi, pengukuran diameter nugget, pengukuran ketebalan
nugget, volume nugget dan pengukuran sudut akibat efek deformasi dan
pengujian.
9
2.4.1 Elektroda
Fungsi yang paling penting dari elektroda adalah untuk meneruskan arus
listrik dan melelehkan lembaran plat bersama-sama. Oleh karena itu,
konduktivitas listrik yang kuat dan tekanan merupakan faktor paling penting
dalam menemukan elektroda yang sesuai.
Material yang terbaik untuk pengelasan spot welding adalah tembaga atau
paduan berbasis tembaga, sebagaimana dijelaskan pada ISO 5182. Bahan
elektroda yang paling umum adalah paduan tembaga, kromium dan zirkonium.
Sementara paduan resistensi yang lebih tinggi terbuat dari nikel dan berilium /
kobalt yang mana dapat digunakan untuk material yang kekuatannya sangat
tinggi, contohnya pada baja tahan karat. (Andersson, 2013)
Elektroda yang digunakan pada pengelasan spot welding ada banyak jenisnya.
Namun jenis elektroda yang sering dipakai adalah jenis truncated cone, ini
dikarenakan elektroda jenis truncated cone lebih simetris dan mudah ditemukan
dipasaran. Setiap kali melakukan pengelasan yang ketebalannya berbeda, maka
dimensi elektroda dan ukuran las diperlukan harus ditentukan sesuai dengan
ketebalan worksheets.
Gambar 2.5 Bentuk Elektroda RSW (Olson, dkk. 1993)
10
2.4.2 Load (Tekanan Elektroda)
Tekanan pada ilmu fisika adalah satuan yang menyatakan gaya per satuan
luas, yang ditulis seperti pada Persamaan 2.2.
P = F / A ...........................................................(2.2)
Dimana :
P = Tekanan dengan satuan pascal (Pressure)
F = Gaya dengan satuan newton (Force)
A = Luas Permukaan dengan satuan m2
(Area)
Sedangkan dalam pengelasan RSW tekanan atau load merupakan beban yang
diberikan kepada benda uji supaya dapat menyambung antara dua material.
Namun, besarnya tekanan yang diberikan harus tersinkronisasi dengan parameter
lainnya agar mendapatkan hasil yang maksimal.
2.4.3 Cycle
Siklus atau cycle adalah semua proses yang berlangsung pada saat pengelasan
RSW. Dimulai saat material yang akan dilas diletakan pada elektroda (start),
kemudian elektroda akan menekan material yang dikenal sebagai waktu
penekanan (squeeze time). Proses selanjutnya adalah waktu pemanasan atau
penegelasan (heat or welding time), diamana arus listrik akan mulai mengalir ke
elektroda dan memberikan efek panas pada material untuk membentuk nugget.
Selanjutnya aliran arus listrik akan dihentikan namun tekanan pada material akan
tetap ada untuk memperkuat nugget. Tahapan yang terakhir yaitu elektroda akan
melepaskan tekanannya, proses ini disebut off time. Kemudian pengelasan yang
baru siap dimulai kembali dari start, seterusnya seperti itu.
Gambar 2.6 Skema Cycle RSW (Anis, 2009)
11
2.4.4 Arus Pengelasan
Arus pengelasan adalah salah satu parameter yang sangat berpengaruh
terhadap hasil pengelasan. Arus pengelasan jika terlalu rendah maka secara
otomatis akan menghasilkan panas yang rendah juga, sehingga pada akhirnya
tidak mampu menyambungkan material karena tidak adanya nugget yang
terbentuk, apabila tersambungpun maka tidak akan mampu menahan beban yang
cukup besar. Apabila arus pengelasan terlalu tinggi akan mengakibatkan
terjadinya overheating (kelebihan panas) yang akan merusak material sehingga
membuat sambungan yang tidak bagus dan dapat mempercepat penuaan pada
elektroda. Menurut Oscar Andersson “Amplitudo pengelasan umumnya saat ini
berada pada kisaran 5 kA – 10 kA tergantung pada ketebalan lembar kerja dan
parameter proses lainnya”. (Andersson, 2013)
2.4.5 Pendinginan (Holding Time)
Holding time adalah sebuah keadaan diamana material sudah tidak diberikan
arus listrik namun masih ditekan oleh elektroda, hal ini berfungsi supaya nugget
bertambah kuat sebelum elektroda dilepaskan. Proses holding time disarankan
jangan terlalu lama, karena dapat membuat hasil pengelasan menjadi rapuh.
(Andersson, 2013)
2.4.6 Temperatur pengelasan
Untuk membuat hasil lasan yang baik, sangat penting jika menjaga
temperatur pada elektroda supaya tetap rendah. Hal ini juga akan membantu
memperpanjang usia elektroda. Jika elektroda cukup dingin, panas akan hilang
secara efektif melalui elektroda karena tingginya konduktivitas tembaga.
Hal penting lainnya yang diamati selama pengelasan adalah ekspansi termal.
Gambar berikut ini menunjukkan koefisien ekspansi termal untuk tembaga, baja
dan aluminium pada temperatur yang berbeda. Angka tersebut menunjukkan
perbedaan drastis antara baja dan aluminium, yang menjelaskan perbedaan
karakteristik dari material selama pengelasan.
12
Gambar 2.7 Koefisien Ekspansi Termal pada Material RSW (Andersson, 2013)
Ekspansi termal juga merupakan alasan mengapa perpindahan panas
elektroda dapat digunakan sebagai parameter untuk pemantauan pengelasan.
Penambahan panas pada nugget akan memperbesar material dan mencoba untuk
mendorong elektroda terlepas, sementara penurunan panas bekerja sebaliknya.
(Andersson, 2013)
2.5 Pengukuran
Pengukuran adalah merupakan proses yang mencakup tiga bagian antara lain:
benda kerja, alat ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Pada saat
melakukan proses pengukuran kesalahan akan selalu terjadi, terlepas itu kesalahan
/ penyimpangan yang kecil ataupun yang besar. Kesalahan pada saat melakukan
proses pengukuran disebabkan dari beberapa faktor diantaranya: kondisi alat ukur,
benda yang diukur, metode pengukuran yang dilakukan dan kompetensi orang
yang melakukan proses pengukuran.
Pengukuran sebaiknya tidak dilakukan hanya satu kali, karena apabila kita
melakukan pengukuran melebihi satu kali maka akan mendapatkan hasil yang
berbeda-beda. Oleh karena itu pengukuran yang baik yaitu dengan cara
mengulangnya beberapa kali lalu mencari nilai rata-ratanya. Hal yang harus
diperhatikan pada saat melakukan proses pengukuran adalah ketelitian dan
ketepatan. (Mustaman, 2013)
13
2.5.1 Ketelitian
Ketelitian adalah persesuaian antara hasil pengukuran dengan harga
sebenarnya. Harga sebenarnya, tidak pernah diketahui, akan tetapi pengukuran
dapat diterima ketika hasil pengukuran mendekati harga sebenarnya, inilah
pengukuran yang dianggap benar. Perbedaan harga yang diukur dengan dengan
harga yang dianggap benar dalah sebauh kesalahan dalam pengukuran. Semakin
kecil kesalahan dalam proses pengukuran maka proses pengukuran dikatakan
semakin teliti, begitupun pada kondisi sebaliknya. (Mustaman, 2013)
2.5.2 Ketepatan
Ketepatan merupakan proses pengukuran untuk menunjukkan hasil yang
sama dari pengukuran yang dilakukan berulang-ulang dan identik. Akan tetapi
hasil pengukuran tidak selalu sama, karena pada saat proses pengukuran harga
yang ada merupakan harga yang mendekati rata-ratanya. Semakin dekat harga dari
proses pengukuran terhadap rata-ratanya, maka hasil pengukuran tersebut
memiliki ketepatan yang sangat tinggi. (Mustaman, 2013)
2.6 Pengujian Pengelasan RSW
Pengujian pengelasan RSW bertujuan untuk mengetahui seberapa baik hasil
pengelasan yang telah dilakukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
Pengujian tersebut diantaranya: uji geser dan uji metalografi.
2.6.1 Uji Geser
Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik logam yang penting terutama untuk
perencanaan kontruksi maupun pengerjaan logam tersebut. Kekuatan suatu bahan
diketahui dengan menguji tarik atau pengujian geser pada bahan tersebut.
Perbedaan pengujian tarik dan pengujian geser adalah gaya yang bekerja pada saat
proses pengujian berlangsung. Gaya yang terjadi pada saat pengujian tarik adalah
gaya memanjang (longitudinal), sedangkan pada pengujian geser ialah gaya arah
vertikal. Pengujian geser biasanya dilakukan pada sambungan (sambungan las,
paku keling, atau yang lainnya). (Endramawan, dkk. 2016)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji geser yang akan
menarik benda uji sampai putus, kemudian hasil pengujian dapat diketahui melaui
14
grafik yang tampak dari proses pengujian. Grafik tersebut mengindikasikan
besarnya beban maksimum yang bekerja pada benda uji. Untuk mengetahui
tegangan geser diberlakukan seperti pada Persamaan 2.3.
......................................................(2.3)
Dimana :
τ = Tensile shear
F = Beban Geser Maksimum (kgf)
A = Luas Penampang / Nugget (mm2)
2.6.2 Uji Metalografi
Metalografi adalah studi struktur fisik dan komponen logam yang
menggunakan mikroskop atau mengetahui perkiraan sifat-sifat fisik dengan
mengenali ciri-ciri khusus dari struktur mikronya ataupun sebagai karakterisasi
bahan. Korelasi antara struktur mikro dan kondisi makroskopik meliputi:
peningkatan kekuatan luluh dan kekerasan dengan penurunan ukuran butir, sifat
mekanik anisotropi dengan butir memanjang, dan keuletan menurun dengan
meningkatnya kadar inklusi.
Pengambilan sampel sebagai hal penting dalam metalografi untuk kesuksesan
berikutnya. Spesimen yang akan dianalisis harus mewakili materi yang dievaluasi.
Persiapan spesimen meliputi pengambilan bagian komponen yang akan
dievaluasi, pemotongan yang menghasilkan bidang datar agar dapat difoto atau
diamati dengan mikroskop, pengampelasan permukaan hingga mencapai
kehalusan yang siap dipoles hanya tampak goresan sejajar yang tipis, pemolesan
hingga tidak terdapat goresan lagi, pengetsaan hingga struktur mikro tampak jelas
dan cukup kontras. (Hadi, 2016)
2.7 Simulasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) simulasi adalah metode
pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan
keadaan yang sesungguhnya. Simulasi merupakan penggambaran suatu sistem
atau proses dengan peragaan berupa model statistik atau pemeranan.
Simulasi bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi pada saat melakukan percobaan, oleh karena itu simulasi dilakukan
15
kebanyakan para peneliti sebelum melakukan penelitiannya. Selain untuk
memprediksi keadaan sesungguhnya, simulasi juga berfungsi sebagai pratinjau
dari bahaya-bahaya yang akan terjadi sehingga dapat dihindari. Meskipun tidak
sama persis, namun metode simulasi yang baik dapat menghasilkan keakurasian
yang tinggi dengan keadaan sebenarnya.
top related