bab ii landasan teori dan kerangka...
Post on 15-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan hal yang dilakukan oleh manajer di dalam suatu
organisasi. Manajemen menjadi suatu hal yang sangat penting untuk keberhasilan
organisasi mencapai tujuannya.
Menurut Robbins dan Coulter (2004, p.6) manajemen adalah proses
pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi
adalah memperoleh output terbesar dengan input terkecil; digambarkan sebagai
“melakukan segala sesuatu dengan benar.” Efektivitas adalah menyelesaikan
kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai digambarkan
sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar.”
Menurut Kertonegoro (1982, p.2) definisi manajemen dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Definisi manajemen sebagai suatu seni (art), seperti yang diberikan Mary
Parker Follet : ”seni dalam penyelesaian pekerjaan melalui orang lain”
b. Definisi manajemen sebagai ilmu pengetahuan (sience) seperti yang diberikan
Luther Gulick: ”bidang pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk
memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk
mencapai tujuan dan membuat sistem kerja-sama ini lebih bermanfaat bagi
kemanusiaan
11
c. Definisi manajemen sebagai suatu proses (process) seperti yang diberikan oleh
James A.F. Stoner : ”proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan
dan pengawasan kegiatan anggota organisasi, dan penggunaan tujuan
organisasi yang sudah ditentukan.
Dengan demikian pada hakekatnya, manajemen merupakan suatu proses yang
menggunakan metode ilmu dan seni untuk menerapkan fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pada kegiatan-
kegiatan dari sekelompok manusia yang dilengkapi dengan sumber ekonomi/
faktor produksi untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan lebih dulu.
Menurut Manulang (1981, p.17) manajemen adalah seni dan ilmu
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan
daripada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu.
Menurut Joseph (1985, p.4), dalam arti umum, perkataan ”manajemen”
diartikan sebagai kelompok khusus orang-orang yang tugasnya mengarahkan
daya-upaya dan aktivitas orang lain pada sasaran yang sama. Secara singkat,
manajemen ialah ”menjalankan sesuatu dari orang lain” (gets things done trough
other people). Manajemen diartikan sebagai proses yang mengarahkan langkah-
langkah kelompok menuju tujuan yang sama.
Menurut Gomes (1995, p.1) manajemen berasal dari kata kerja to manage
(Bahasa Inggris), yang artinya mengurus, mengatur, melaksanakan, dan
mengelola.
Pengertian atau definisi manajemen menurut http://organisasi.org, definisi
dari kata manajemen adalah sebagai berikut.
12
a. Pengertian Manajemen Menurut James A.F. Stoner
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Follet
Manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan
melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Menurut Robins dan Coulter (2004, p.8), menggambarkan fungsi-fungsi
manajemen, sebagai berikut:
a. Merencanakan (planning)
b. Mengorganisasikan (organizing)
c. Memimpin (Leading)
d. Mengawasi (controlling).
Menurut Dessler (2006, p.4), proses manajemen adalah:
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Penyusunan staf
d. Kepemimpinan, dan
e. Pengendalian.
Menurut Heizer dan Render (2006, p.8) fungsi dasar proses manajemen
adalah:
a. Perencanaan
13
b. Pengorganisasian
c. Pengaturan karyawan
d. Pengarahan
e. Pengendalian.
Menurut Manulang (1981, p.20), fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai
berikut:
a. Forecasting
b. Planning termasuk Budgeting
c. Organizing
d. Staffing atau Assembling Resources
e. Directing atau Commanding
f. Leading
g. Coordinating
h. Motivating
i. Controlling, dan
j. Reporting.
Menurut Joseph (1985, p.7) fungsi manajemen:
a. Mengambil keputusan (decision making)
b. Pengorganisasian (organizing)
c. Pengisian Staf (Staffing)
d. Perencanaan (planning)
e. Pengawasan (controlling)
f. Komunikasi (communicating)
g. Pengarahan (directing).
14
2.1.3 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber daya manusia merupakan bahasan penting dalam suatu
organisasi karena suatu organisasi/ perusahaan beroperasi menggunakan sumber
daya manusia. Manajemen sumber daya manusia diperlukan supaya sumber daya
manusia pada perusahaan/ organisasi dapat mendukung tercapainya tujuan
perusahaan/ organisasi.
Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2006, p.4-5), Manajemen
Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan
organisasional.
Menurut Dessler (2006, p.5), manajemen sumber daya manusia (MSDM),
kebijakan dan praktek menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia
dalam proses manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi
penghargaan, dan penilaian.
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p.4-6), Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan.
Setelah arah dan strategi umum ditentukan, maka langkah berikutnya adalah
merumuskan tujuan yang lebih tegas dan mengembangkan dalam bentuk rencana
kerja. Tujuan tidak dicapai tanpa adanya sumber yang diperlukan, termasuk
sumber daya manusia. MSDM harus merupakan bagian dari proses yang
menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan
manusia, bagaimana memperolehnya, dan bagaimana mengatur mereka. MSDM
harus diintegrasikan secara penuh dengan proses-proses manajemen yang lain.
Menurut Gomes (1995, p.1) secara sederhana pengertian Manajemen
Sumber Daya Manusia adalah mengelola sumber daya manusia. Sumber daya
15
manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan,
keinginan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karsa.
Menurut http://organisasi.org, definisi, pengertian, tugas & fungsi
Manajemen Sumber Daya Manusia / SDM - Ilmu Ekonomi Manajemen - Manajer
MSDM dijelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses
menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh,
manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau
perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang
biasanya mengurusi SDM adalah Departemen Sumber Daya Manusia atau dalam
Bahasa Inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut Stoner
manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang
bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang
yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat
organisasi memerlukannya.
2.2 Kinerja Karyawan
2.2.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah
ditetapkan. Kelompok atau organisasi terdiri dari beberapa individu, sehingga
kinerja individu akan mempengaruhi kinerja kelompok atau organisasi. Kinerja
merupakan terjemahan dari kata performance. Menurut Robbins dan Coulter
(2005, p.226) kinerja adalah hasil akhir kegiatan.
Mathis dan Jackson (2006, p.378) berpendapat bahwa kinerja (performance)
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan.
Kinerja Karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen
16
sebagai berikut: kuantitas dari hasil; kualitas dari hasil; ketepatan waktu dari hasil;
kehadiran; dan kemampuan bekerja sama.
Kinerja individu yang dikutip oleh Payaman, Simanjuntak (2005, p10), adalah
kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang
dipengaruhi oleh beberapa faktor: Kemampuan dan keterampilan kerja; motivasi
dan etos kerja.
Kinerja setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
digolongkan, yaitu kompetensi orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan
dukungan manajemen.
Model Kinerja Individual digambarkan dalam gambar berikut ini.
Sumber : Payaman, Manajemen dan Evaluasi Kinerja (2005, p14)
Gambar 2.1 Model Kinerja Individual
17
Model Kinerja Individu menurut Payaman dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu
kompetensi individu, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996, p.70) mengemukakan bahwa
performance (prestasi) adalah hasil yang diinginkan dari perilaku.
Kreitner dan Kinicki (2007, p.271) mengemukakan Improving individual Job
Performance: A Continous Process : Proses berkelanjutan: meningkatkan kinerja
individu.
Sumber: Kreitner dan Kinicki (2007,p.271)
Gambar 2.2 Proses Berkelanjutan Untuk Meningkatkan Kinerja Individual
Dari skema proses berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja individu, dijelaskan
bahwa kinerja membutuhkan life-support system (sistem pendukung yang nyata).
Seorang membutuhkan faktor situasional individu seperti kemampuan, keahlian,
dan pengetahuan seputar pekerjaan (job knowledge) agar dapat dipekerjakan
18
oleh perusahaan. Sedangkan budaya organisasi, disain kerja dan kualitas
pengawasan (supervision) dapat memfasilitasi atau menghambat individu dalam
bekerja.
Berbagai teori seputar kinerja karyawan dapat disimpulkan bahwa faktor
situasional individu dan organisasi memiliki hubungan terhadap kinerja karyawan.
2.2.2 Dimensi Kinerja Karyawan
Penelitian ini akan mengulas variabel kinerja karyawan. Adapun dimensi
kinerja kerja meliputi: (1) Upaya ketekunan (persistent effort); (2) Pembelajaran
atau pertumbuhan personal (Learning/ personal growth); (3) Peningkatan kinerja
kerja (Improved Job Performance); (4) Kepuasan kerja (Job Satisfaction).
Menurut GIbson, Ivancevich, dan Donnely (1996, p.67), Learning
(pembelajaran) adalah proses dimana perubahan yang relatif bertahan lama dalam
perilaku terjadi akibat hasil dari praktik. Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996,
p.309) mengungkapkan bahwa pertumbuhan pribadi (personal growth) seseorang
merupakan hal yang unik. Seseorang yang mengalami pertumbuhan tersebut
dapat merasakan pengembangan mereka dan melihat bagaimana kemampuan
mereka menjadi lebih besar. Dengan memperluas kemampuan, karyawan dapat
memaksimumkan atau setidaknya memuaskan potensi keterampilan. Beberapa
menjadi tidak puas dengan pekerjaan mereka dan organisasi tidak memungkinkan
atau mendorong mengembangkan keterampilan mereka.
Robbins (2003, p.54) mengungkapkan bahwa pembelajaran (Learning)
adalah setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai
hasil pengalaman.
19
Kreitner dan Kinicki (2007. p.192) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja
pada dasarnya menunjukkan apa yang individu sukai pada pekerjaannya.
Kepuasan kerja adalah perasaan atau tanggapan emosional terhadap suatu
pekerjaan (Job Satisfaction is an affective or emotional response to one’s job).
Definisi tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa kepuasan kerja
bukanlah kesatuan konsep. Sepertinya, seseorang dapat secara relatif puas
dengan salah satu aspek dari kerjanya dan ketidakpuasan dengan satu atau lebih
aspek-aspek lain.
Lima model utama dari kepuasan kerja fokus pada lima perbedaan penyebab
dari kepuasan kerja, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan; model ini mengusulkan
bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkat karakteristik pekerjaan yang
memperbolehkan individu untuk memenuhi kebutuhannya (Job Fulfillment); (2)
Ketidakcocokan; model ini mengusulkan bahwa kepuasan adalah hasil dari
pertemuan ketidakcocokan. Pertemuan ketidakcocokan menunjukkan perbedaan
antara apa yang individu harapkan untuk diterima dari pekerjaan, seperti bayaran
yang baik dan kesempatan promosi, dan apa yang pada kenyataannya diterima
(Discrepancies); (3) Nilai dari Hasil yang dicapai; maksudnya adalah kepuasan
dihasilkan dari persepsi bahwa pekerjaan mengijinkan untuk pemenuhan dari
pentingnya nilai kerja individu. (Value Attainment); (4) Keadilan; pada model ini,
kepuasan adalah fungsi dari bagaimana “keadilan” seorang individu adalah
menyenangkan ketika bekerja (Equity); (5) Penempatan/ komponen genetik;
secara khusus model penempatan/ komponen genetik didasari pada kepercayaan
bahwa kepuasan kerja adalah bagian fungsi untuk sifat dan faktor genetik
(Dispositional/ Genetic Components).
20
Menurut Yourdictionary.com, pengertian dari ketekunan (persistent) yaitu:
(1) menolak untuk mengalah; berkelanjutan; terutama terhadap tantangan yang
dihadapi, campur tangan, dsb; keras kepala, kegigihan (refusing to relent;
continuing, esp. In the face of opposition, interference, etc,; stubborn;
persevering); (2) melanjutkan keadaan atau eksis; tetap tanpa ada perubahan
(continuing to exist or endure; lasting without change); (3) secara konstan
berulang; berkelanjutan (constantly repeated; continued)
Menurut Lussier (2002, p.85) Kepuasan kerja adalah satu perangkat sikap
terhadap kerja (job satisfaction is a set of attitude toward work). Kepuasan kerja
adalah sesuatu yang karyawan paling inginkan dari pekerjaannya, bahkan lebih
dari yang mereka inginkan untuk keamanan kerja atau upah yang tinggi (Job
satisfaction is what most employees want from their jobs, even more than they
want to job security or higher pay). Kepuasan kerja yang tinggi adalah pertanda
dari manajemen organisasi yang baik (High job satisfaction is hallmark of a well-
managed organization). Kepuasan kerja yang rendah sering kali dikarenakan surat
pemogokan kerja, bekerja dengan lambat, ketidakhadiran, dan keluar-masuk
karyawan yang tinggi (Low job satisfaction is often the cause of wildcard strikes,
work slowdowns, absenteeism, and high employee turnover). Adapun determinasi
dari kepuasan kerja adalah sebagai berikut.
Job satisfaction
The work it self pay
coworkers
Growth and upward mobility
supervision
Attitude toward work
21
Sumber: Lussier(2002,p.87)
Gambar 2.3 Determinasi Kepuasan Kerja
Berdasarkan gambar di atas, terdapat variasi dari determinasi dari kepuasan
kerja dan pentingnya satu sama lainnya. Berikut ini adalah penjelasan dari istilah-istilah
yang terdapat pada gambar determinasi kepuasan kerja.
• Pekerjaan itu sendiri (The work it self). Bagaimanapun seseorang menikmati
performa kerjanya itu sendiri, memiliki efek utama terhadap keseluruhan kepuasan
kerja (Whether a person enjoys performing the work it self has a major effect on
overall job satisfaction). Orang yang memandang bahwa pekerjaan mereka
membosankan, menjemukan, atau tidak menantang, cenderung memiliki kepuasan
kerja yang rendah (People who view their jobs as boring, dull, or unchallanging tend
to have low level of job satisfaction).
• Upah (Pay). Kepuasan seseorang melalui upah yang diterima mempengaruhi
kepuasan kerja secara keseluruhan (A person’s satisfaction with the pay received
affects overall job satisfaction). Karyawan yang tidak puas terhadap upahnya
mungkin tidak akan mengerahkan seluruh potensi mereka. (Employees who are not
satisfied with their pay may not performs their full potential). Beberapa karyawan
yang tidak puas terhadap upah mereka mungkin akan mencuri sumber daya
organisasi; mereka terlihat mengabaikan seperti tambahan pembenaran tidak
bermoral untuk upah mereka (Some employees who are not satisfied with their pay
may steal organizational resources; they see such left as amorally justifiable
supplement to their wage). Pada kenyataannya, ketidakpuasan karyawan mungkin
merupakan bayaran lebih untuk pekerjaan yang dibandingkan kepada karyawan
pada pekerjaan lain dan organisasi, tapi persepsi karyawan ditemukan untuk lebih
22
tinggi pada perusahaan kecil sejak karyawan merasa lebih senang dengan bayaran
dan tanggung jawab kerja (In reality, a dissatisfied employee may be overpaid for
the job compared to employees in other job and organizations, but the employee’s
perception was found to be higher in small companies since employees were happier
with the pay ad their job responsibilites).
• Pertumbuhan dan peningkatan mobilitas (Growth and upward mobility).
Bagaimanapun seseorang dinyatakan puas melalui pertumbuhan perseorangan atau
perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Whether a person is satisfied with
the personal or company growth and potential upward mobility may affect job
satisfaction). Kebanyakan, tapi tidak semua orang ingin untuk ditantang dan
mempelajari sesuatu yang baru (Many, but not at all, people want to be challanged
and to learn new things). Beberapa orang ingin supaya dipromosikan pada level
kerja yang lebih tinggi, bagaimanapun pada bagian teknik atau manajerial (Some
people want to be promoted to higher-level jobs, whether in technical or managerial
fields). Pandangan tentang mobilitas memiliki dampak yang terbatas terhadap
kepuasan kerja (The view that job mobility is limited has an affect on job
satisfaction).
• Supervisi (Supervision). Bagaimanapun seseorang puas dengan supervisi yang
diterima mempengaruhi kepuasan kerja secara keseluruhan. (whether a person is
satisfied with the supervision received affects overall job satisfaction). Karyawan
yang merasa tuannya tidak menyediakan kebutuhan terhadap perhatian akan
membuat frustrasi dan tidak puas dengan pekerjaan (Employees who feel their boss
doesnot provide the needed direction get frustated and dissatified with work).
Karyawan yang merasa tuannya menyediakan banyak pengendalian lebih terhadap
pekerjaan mereka juga dapat membuat perasaan tidak puas (Employees who feel
23
their boss provides to much control over their jobs also feel dissatisfied). Hubungan
personal antara tuan dan karyawan biasanya mempengaruhi kepuasan kerja (The
personal relationship between the boss and employee also affect job satisfaction).
• Rekan kerja (Coworkers). Bagaimanapun seseorang dapat puas dengan relasi
terhadap sesama dengan rekan kerja berdampak terhadap keseluruhan kepuasan
kerja (Whether a person is satisfied with the human relations with coworkers affects
overall job satisfaction). Orang yang menyukai rekan kerjanya sering memiliki tingkat
kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada karyawan yang tidak menyukai rekan
kerjanya (People who like their coworkers often have higher level of job satisfaction
than employees who dislike their coworkers).
• Sikap terhadap kerja (Attitute toward work). Beberapa orang terlihat bekerja dengan
menyenangkan dan menarik, sementara yang lain tidak (Some people view work as
fun and interesting, while others do not). Beberapa orang yang puas dengan
pekerjaan yang beragam, sementara yang lainnya telah menyiapkan ketidakpuasan
pada kebanyakan situasi kerja. (Some people have been satisfied with many
different jobs, while others have remained dissatisfied in numerous work situations).
Orang yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan menjaga supaya memperoleh
tingkat yang lebih tinggi atas kepuasan kerja, dan intelegensi tidak berpengaruh
terhadap kepuasan kerja (People with a positive attitude toward work tend to have
higher level of job satisfacton, and intelligence is not related to job satisfaction).
Lussier (2002, p. 51) mengungkapkan 4 gaya pembelajaran (Four learning
style) yang akan dijelaskan pada gambar dibawah ini.
24
Sumber (Lussier: 2002, p.51)
Gambar 2.4 Empat Gaya Pembelajaran
Asimilator (Assimilator) adalah tipe pembelajaran melalui pemikiran (Thingking) dan
Pemantauan (Observing). Penggabungan (Converger) adalah tipe pembelajaran
melalui tindakan langsung (Doing) dan berpikir (Thingking). Akomodator
(Accomodator) adalah tipe pembelajaran melalui tindakan langsung (Doing) dan
perasaan (Feeling). Diverger adalah tipe pembelajaran melalui perasaan (Feeling)
dan Pemantauan (Observing).
Menurut Heneman dan Judge (2002,p.16) mengungkapkan person/ Organization
match sebagai berikut.
25
Sumber: Heneman dan Judge (2002,p.16)
Gambar 2.5 Kecocokan Individu dengan Organisasi
Berdasarkan gambar tersebut, dijelaskan bahwa Kecocokan antara
seseorang dengan organisasi akan mempengaruhi hasil dari sumber daya yaitu
atraksi (Attraction), Kinerja (Performance), kehadiran (Attendance), Kepuasan
(Satisfaction), dan lain-lain.
2.3 Faktor Situasional Individu
Faktor Situasional Individu merupakan kumpulan komponen dari individu
dari suatu organisasi yang mempengaruhi kinerja kerja. Menurut Kreiner dan Kinicki
(2007, p.371) Faktor situasional Individu terdiri dari: (1) Ciri pembawaan personal/ sifat
khusus (personal traits/ characteristics); (2) Kemampuan/ keterampilan (Abilities/ skill);
(3) Pengetahuan seputar pekerjaan (job knowledge); (4) Motivasi (motivation).
26
2.3.1 Kepribadian
Personal traits/ characteristic dapat diartikan sebagai sifat personal ataupun
kepribadian. Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996, p.156) mengungkapkan
bahwa kepribadian seseorang dapat tercermin dari bagaimana cara seseorang
bertindak dan berhubungan. Kepribadian dipengaruhi oleh keturunan, budaya dan
faktor sosial. Psikolog memiliki prinsip-prinsip tertentu untuk mendefinisikan
kepribadian: (1) Kepribadian adalah sebuah rangkaian terorganisir, dengan kata
lain individu menjadi tidak berarti; (2) kepribadian muncul untuk diatur ke dalam
pola, sampai pada tingkat dapat diamati dan diukur; (3) Meskipun kepribadian
mempunyai dasar biologis, perkembangan khususnya adalah juga hasil dari
lingkungan sosial dan budaya; (4) Kepribadian mempunyai aspek superfisial
(seperti sikap menjadi pemimpin tim) dan inti yang lebih dalam (seperti sentimen
mengenai kekuasaan dan etika kerja protestan); (5) Kepribadian melibatkan
karakteristik umum dan karakteristik unik. Setiap orang yang berbeda dari setiap
orang lain dalam beberapa keadaan (respects), sementara menjadi sama dengan
orang lain pada keadaan lain. Lima gagasan tersebut menghasilkan kesimpulan
mengenai definisi kepribadian yaitu himpunan karakteristik, kecenderungan, dan
temperamen yang relatif stabil yang dibentuk secara nyata oleh faktor keturunan
dan faktor sosial, budaya, dan lingkungan. Kepribadian adalah himpunan
karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan
perbedaan dalam perilaku seseorang (Gibson:1996).
Kreitner dan Kinicki (2007, p.150) mengemukakan bahwa kepribadian
didefinisikan sebagai kombinasi karakteristik fisik dan mental yang stabil yang
memberikan identitas individu (Personality is defined as the combination of the
27
stable physical and mental characteristics that give the individual his or her
identity). Berikut adalah skema the big five Personality Dimensional.
Personality Dimension Characteristic of a person scoring positively on the dimension 1 Extraversion Outgouing, talkative, sociable, assertive 2 Agreebleness Trusting, good-natured, cooperative, softhearted 3 Conscientiousness Dependable, responsible, achievement oriented, persistent 4 Emotional Stability Relaxed, secure, unworried
5 Openness to Experience Intellectual, imaginative, curious, broad-minded
SOURCE: Adapted grom M Barrick and M K Mount, "Autonomy as a Moderator of the relationship
beetween the big five personality dimensions and Job Performance, "Journal of Applied Psychology. February
1993, pp 111-18 Sumber: Kreitner dan Kinicki (2007,p.150)
Gambar 2.6 Lima Besar Dimensi Kepribadian
Kreitner dan Kinicki menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi kepribadian
seseorang yaitu Keterbukaan (Extraversion), ramah/ menyenangkan
(Agreeableness), konsistensi (Conscientiousness), Stabilitas emosi (Emotional
Stability), Pengalaman (Experience). Adapun karakteristik dari kepribadian
Extraversion yaitu mudah bergaul, mudah diajak berbicara, mudah bersosialisasi,
dan tegas. Karakteristik Agreeableness adalah dapat dipercaya, baik, dapat diajak
bekerja sama, dan memiliki hati yang lembut. Karakteristik dari Conscientiousness
adalah ketergantungan, tanggung jawab, orientasi pada penghargaan, ketekunan.
Karakteristik dari Emotional Stability adalah relaks/ santai, aman, dan tidak
khawatir. Karakteristik dari Experience adalah intelektual, imajinatif, rasa ingin
tahu, dan kerangka dalam berpikir.
Robbins (2003, p.120) mengungkapkan bahwa definisi kepribadian yang
paling sering digunakan adalah yang dikemukakan Gordon ALport dari 60 tahun
yang lalu, bahwa organisasi dinamik dari sistem-sistem psikologis dalam individu
yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungannya. Robbins
28
mengungkapkan bahwa kepribadian adalah keseluruhan total cara seseorang
individu beraksi dan berinteraksi dengan yang lain.
Draft dan Marcic (2007, p.415) mengungkapkan bahwa kepribadian adalah
kelompok karakteristik yang mendasari pola stabilitas yang relatif terhadap
perilaku dalam tanggung jawab terhadap ide, obyek, atau lingkungan kerja
(Personality is the set of characteristics that underlie a relatively stable pattern of
behavior in response to ideas, objects, or people in environment).
Sifat personal dijelaskan oleh Draft dan Marcic sebagai berikut: Kebanyakan
penerapannya, orang-orang berpikir bahwa kepribadian adalah bagian dari sifat,
atau secara relatif merupakan karakteristik stabil dari seseorang (In Common
usage, people think of personality interms of traits, or relatively stable
characteristics of person). Peneliti telah menginvestigasi bila beberapa sifat-sifat
dengan penelitan yang cermat (Researchers have investigated if any traits up to
scientific scrutiny). Meskipun investigator telah menguji ribuan sifat dari tahun ke
tahun, mereka menemukan dan telah menyaring ke dalam lima dimensi umum
yang menceritakan kepribadian (Through investigators have examined thousands
of traits over the years, their finding have been distilled into five general
dimensional that describe personality). Ini biasanya disebut Faktor Kepribadian
“Lima Besar” (These are often called “Big Five” Personality factors). Tiap Faktor
mungkin berisi secara luas cakupan sifat yang spesifik (Each factors may contain a
wide range of specific traits). Faktor Lima Besar Kepribadian yang menjelaskan
keterbukaan, ramah/ menyenangkan, konsistensi, stabilitas emosi, dan
keterbukaan terhadap pengalaman (The big five personality factors describe an
individuals extroversion, agreebleness, conscientiousness, emotional stability, and
opennes to experience).
29
Menurut Lussier (2002, p.39) kepribadian (personality) adalah gabungan
stabilitas yang secara relatif terhadap sifat dalam menjelaskan dan memprediksi
perilaku individu (Personality is a relatively stable set of traits that in explaining
and predicting individual behavior). Berikut adalah “big five dimensional of traits”
Sumber: Lussier (2002, p.41)
Gambar 2.7 Lima Besar Dimensi Sifat
• Bersemangat (Surgency); Dimensi kepribadian bersemangat termasuk dalam
kepemimpinan dan sifat keterbukaan (the surgency personality dimension
includes leadership and extraversion traits). (1) Orang yang memiliki semangat
yang kuat, kebanyakan disebut sebagai dominan, sifat kepribadian ingin agar
selalu diperbaharui (People strong in surgency, more commonly called
dominance, personality traits want to be in charge). Perilaku mereka yang
dominan termasuk dalam ketertarikan untuk mengepalai dan memimpin telah
berkompetisi dan mempengaruhi (Their dominance behavior includes interest
in getting ahead and leading through competing and influencing). Orang yang
kurang bersemangat ingin menjadi pengikut, dan mereka tidak ingin
bergabung atau terpengaruh (People weak in surgency want to be followers,
and they don’t want to compute or influence). (2) Keterbukaan berada pada
surgency
adjustment Agreeablenees
Open to experience
conscientiousness
30
rangkaian kesatuan antara ekstrovert dan introvert (Extraversion is on a
continuum beetwen extrovert and introvert). Keterbukaan adalah mudah
bergaul dan suka untuk bertemu dengan orang baru dan ingin untuk berbaur
dengan yang lain, dimana introverts adalah pemalu (Extraverts are outgoing
and like to meet new people and are willing to confront others, whereares
introverts are shy).
• Ramah (Agreeableness); Tidak seperti perilaku bersemangat (surgency) untuk
memperoleh simpati orang lain, dimensi dari kepribadian ramah termasuk di
dalamnya sifat-sifat yang berhubungan untuk tetap lama bersama orang lain
(unlike surgency behavior to get ahead others, the agreeableness personality
dimension includes traits related to getting along with people). Perilaku
kepribadian ramah dikatakan kuat ketika kehangatan, mudah bergaul dan
sopan, mudah diajak berteman, dan mudah bersosialisasi (Agreeable
personality behavior is strong when called warm, easygoing, uncompassionate,
friendly, and unsociable). Tipe kepribadian ramah yang kuat adalah mudah
bersosialisasi, meluangkan waktu dengan orang lain, dan memiliki banyak
teman (Stong agreeable personality types are sociable, spend more of their
time with people, and have lots of friends).
• Menyesuaikan diri (Adjustment); Dimensi kepribadian menyesuaikan diri
termasuk sifat-sifat yang berhubungan dan berkaitan dengan stabilitas emosi.
(The adjustment personality dimension includes traits related to emotional
stability). Menyesuaikan diri adalah rangkaian kesatuan antara emosi yang
stabil dan tidak stabil (Adjusment is on continnuum between being emotional
stable and unstable). Stabil mengacu pada kontrol diri, tenang-baik di bawah
tekanan, rileks/santai, dan pujian dari yang lain (Stable refers to self-control,
31
being calm- good under pressure, relaxed, secure, and positive-praise others);
Dimana tidak stabil adalah diluar kendali- tidak mampu di bawah tekanan,
gugup dan tidak nyaman, dan kritik negatif dari yang lain (whereas unstable is
out of control- poor undre pressure, nervous, insecure, and negative-critize
others).
• Konsistensi (Conscientiousness); Dimensi kepribadian konsistensi termasuk
sifat-sifat yang berhubungan dengan penghargaan (the conscientiousness
personality dimension includes traits related to achievement). Konsistensi
biasanya pada rangkaian antara tanggung jawab/ ketergantungan hingga tidak
tanggung jawab/ tidak tergantung (Conscientiousness is also on a continnuum
between responsibility/ dependable to irresponsible/ undependable). Sifat-
sifat lain dari konsistensi yang tinggi termasuk di dalamnya kepercayaan,
penyesuaian, dan terorganisasi (Other traits of high concientiousness include
credibility, conformity, and organized). Sifat ini memiliki karakteristik seperti
keinginan untuk bekerja keras dan menaruh waktu lembur dan upaya untuk
menyelesaikan tujuan untuk menerima kesuksesan (This trait is characterized
as willing to work hard and put in extra time and effort to accomplish goals to
achieve success).
• Terbuka pada pengalaman (Openess to experience); Kepribadian terbuka
terhadap pengalaman termasuk didalamnya sifat-sifat yang berhubungan
untuk menjadi ingin untuk mengubah dan mencoba sesuatu yang baru (The
openess to experience personality includes tratis related to being willing to
change and try new things). Orang yang terbuka dengan pengalaman mencari
perubahan dan mencoba hal-hal baru (People strong in opennes to experience
seek change and try new things).
32
2.3.2 Kemampuan
Kemampuan (Abilities) dan Keterampilan (skill) merupakan salah satu bagian
dari kompetensi individu yang dapat membedakan individu yang satu dengan yang
lainnya. Gibson, Ivancevich, dan Donnely(1996, p.127) mengungkapkan bahwa
kemampuan dan keterampilan individu berperan penting dalam perilaku dan
kinerja individu. Kemampuan adalah sebuah trait (bawaan dan dipelajari) yang
mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Keterampilan
adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas atau pekerjaan. Wikipedia
mengungkapkan bahwa Ability may be (Kemampuan mungkin berarti); (1) attitude
(bakat/ kecerdasan); (2) ability to pay (kemampuan untuk memperoleh gaji); (3)
physical ability (kemampuan fisik); (4) skill (keahlian); (5) expertise (keahlian
khusus).
Kreitner dan Kinicki (2007, p.157) mengemukakan bahwa Performance
depends on the right combination of effort, ability, dan Skill: Kinerja tergantung
pada kombinasi yang tepat dari upaya, kemampuan, dan keahlian. Berikut adalah
kombinasi dari upaya, kemampuan, dan keahlian.
Sumber: Kreitner dan Kinincki (2007, p.157)
33
Gambar 2.8 Kombinasi Upaya, Kemampuan, dan Keahlian
Ability is stable characteristic responsible for a person’s maximum physical or
mental performance: Kemampuan adalah karakteristik stabil yang bertanggung
jawab terhadap maksimalisasi kinerja secara fisik atau mental. Ability represents a
board and stable characteristic responsible for a person’s maximum- as opposed to
typical- performance on mental and physical tasks: Kemampuan mewakili
ketetapan dan karakteristik yang stabil bertanggung jawab sebagai maksimalisasi
personal untuk kinerja khusus pada tugas-tugas mental dan fisik. Skill is specific
capacity to manipulate objects: Keterampilan adalah kapasitas spesifik/ khusus
untuk memanipulasi/ mengerjakan sesuatu.
Robbins (2003, p.50) mengungkapkan bahwa kemampuan (ability) adalah
suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan. Robbins membagi kemampuan (ability) menjadi dua perangkat faktor:
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-
tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan serupa.
Robbins dan Coulter (2005, p.45) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi
(emotional inteligence, EI) adalah gabungan dari keahlian, kemampuan, dan
kompetensi non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan. Kecerdasan ini
terdiri dari lima dimensi: (1) Kesadaran diri: kemampuan untuk menyadari apa
yang anda rasakan; (2) Manajemen diri: Kemampuan untuk mengelola emosi dan
dorongan hati sendiri; (3) Motivasi diri: Kemampuan untuk tetap bertahan walau
menghadapi kemunduran dan kegagalan; (4) Empati: kemampuan untuk
34
merasakan perasaan orang lain; (5) Keahlian sosial: kemampuan untuk menangani
emosi orang lain.
2.3.3 Pengetahuan Pekerjaan
Wikipedia mengungkapkan bahwa Job Knowledge measures one’s master of
the concepts needed to perform certain work (Pengetahuan seputar pekerjaan
mengukur salah satu inti dari konsep- konsep yang dibutuhkan untuk menyajikan
pekerjaan yang pasti). Job knowledge is a complex concept that includes elements
of both ability (capacity to learn) and seniority (opportunity to learn) (Pengetahuan
seputar pekerjaan adalah konsep yang rumit termasuk kedua elemen dari
kemampuan/ kapasitas untuk belajar dan senioritas/peluang untuk belajar ). It is
usually measured with a paper-and-pencil test To develop a paper-and-pencil test
to assess job knowledge, the content domain from which test questions will be
constructed must be clearly identified (Hal tersebut biasanya diukur melalui ujian
menggunakan pensil dan kertas untuk membangun uji kertas dan pensil untuk
mengukur pengetahuan seputar pekerjaan, isinya adalah ruang lingkup bentuk
dimana pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun harus diidentifikasi dengan
jelas). For example, a job knowledge test used to select sales managers from
among salespeople must identify the specific knowledge necessary for being a
successful sales manager (Sebagai contoh, ujian pengetahuan seputar pekerjaan
digunakan untuk menyeleksi manajer penjualan diantara para penjual harus
mengidentifikasi pengetahuan khusus yang pasti untuk menjadi manajer penjualan
yang sukses).
Menurut Davenport dan Prusak (2000, p.5) mengungkapkan bahwa
pengetahuan diperoleh dari pemikiran ketika bekerja (knowledge derives from
minds at work). Pengetahuan diperoleh dari informasi seperti informasi yang
35
diperoleh dari data. (Knowledge derives from information as information derives
from data). Bila infornasi menjadi pengetahuan, orang-orang harus melakukan
seluruh pekerjaannya dengan benar (If information is to become knowledge,
humans must do virtually all the work). Informasi ini terjadi setelah huruf-huruf
“C” (This information happens through such C Words):
• Perbandingan (Comparison): Bagaimana informasi tentang bagaimana situasi
ini dibandingkan dengan situasi yang kita ketahui? (how does information
about this situation compare to other situations we have known)
• Konsekuensi (Consequenses): Apa implikasi dari informasi yang perlu dimiliki
untuk keputusan dan tindakan? (What implications does the information
have for decision and actions)
• Koneksi (Connections): Bagaimana pengetahuan berpengaruh terhadap yang
lainnya? (How does knowledge relate to others)
• Percakapan (Conversation): Apa yang orang lain pikir tentang informasi?
(What do other people think about this information).
Dengan Jelas, pembuat pengetahuan ini membuat aktivitas mengambil tempat
dengan dan di antara orang-orang (Clearly, this knowledge-creating activites take
place within and between humans). Sementara kita menemukan data pada catatan
dan transaksi, dan informasi pada pesan, kita mendapatkan pengetahuan dari
individu-individu atau kelompok dari yang mengetahuinya, atau kadang-kadang
pada rutinitas organisasi (While we find data in records or transactions, and
information in messages, we obtain knowledge from individuals or groups of
knowers, or sometimes in organizational routines). Itu mengirimkan media
terstruktur yang sudah siap seperti buku dan dokumen-dokumen (It is delivered
through structured media such as books and documents).
36
2.3.4 Motivasi (Motivation)
Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti “to move” (supaya
berbuat sesuatu). Motivasi merupakan “dorongan” untuk melakukan sesuatu
khususnya pekerjaan. Dorongan tersebut merupakan alasan seseorang untuk
melakukan pekerjaan dengan baik. Teori motivasi selalu berkembang terdapat
berbagai pendapat tentang motivasi.
Kreitner dan Kinicki (2007, p.236) berpendapat bahwa motivasi adalah
proses psikologis yang mendorong dan mengarah pada perilaku untuk mencapai
tujuan yang diharapkan (psycological processes that arouse and direct goal-
directed).
Werner dan DeSimone (2006, p.48) mengungkapkan bahwa motivasi adalah
salah satu elemen–elemen dasar dari perilaku manusia. (Motivation is one of the
most basic elements of human behavior). Teori motivasi mencoba untuk
menjelaskan bagaimana upaya menghasilkan hubungan. (Motivational theories
attempt ot Explain how effort is generated an channeled). Terry Mitchell
menggabungkan banyak definisi dari motivasi kerja sebagai
”proses psikologi yang disebabkan oleh gerakan, petunjuk dan upaya kegiatan
sukarela dari tujuan yang diarahkan. (Terry Mitchell synthesized many definitions
of work motivation as “the physchological process that cause the arousal,
direction, and persistence of voluntary actions that are goal directed“). Definisi ini
membuat beberapa poin penting. (This definition makes several important points).
Pertama, motivasi kerja menyinggung kepada penyebab dari perilaku sukarela-
kealamian dari kedekatan seluruh kebiasaan yang ditampilkan pada tempat kerja.
(First, work motivation pertains to the cause of voluntary behavior- the nature of
nearly all behaviors performed in the workplace). Di akhir situasi, dimana
37
karyawan merasa mereka tidak memiliki pilihan, perilaku mereka menunjukan
pertimbangan mereka dari konsenkuesi yang diterima dari perilaku mereka. (Over
in situations where employees fell they do not have a choice, their behavior
reflects their consideration of the perceived consequences of their actions). Yang
kedua, motivasi fokus pada beberapa proses yang mempengaruhi perilaku:
(Second, motivation focuses on several processes affecting behavior:) (1)
Bersemangat- generasi atau mobilisasi dari upaya; (Energizing- The generation
or mobilization of effort) (2) Pengarahan- menggunakan upaya untuk satu perilaku
kepada yang lainnya; (Direction- Applying effort to one behavior over onether)
(3) Ketekunan- Kelanjutan untuk menunjukkan perilaku (Persistence- Continuing
(or ceasing) to performs a behavior). Ketiga, motivasi kerja biasanya terlihat
sebagai fenomena individu karena semua orang memiliki kebutuhan yang unik,
keinginan, perilaku, dan tujuan. (Third, motivation at work is usually seen as
individual phenomenon because all people have unique needs, desires, attitudes,
and goals).
Plunket, Attner, dan Allen (2005,p418) berpendapat bahwa motivasi adalah
hasil interaksi dari internalisasi kebutuhan-kebutuhan individu dan pengaruh
eksternal yang menentukan perilaku. (motivation is the result of the interaction of
a person’s internalized needs and external influences that determine behavior).
Draft dan Marcic (2007, p.472) berpendapat bahwa motivasi adalah
pembentukan, pengarahan, dan perilaku berkelanjutan (motivation is the arousal
,direction, and persistance behavior). Darft & Marcic juga mengungkapkan “simple
model of Motivation” sebagai berikut.
38
Sumber: Draft & Marcic (2007, p.472)
Gambar 2.9 Model Sederhana dari Motivasi
Menurut Ilyas (2003; p.48) Pengertian motivasi dapat didefinisikan sebagai
berikut: suatu kondisi kejiwaan dan mental seseorang berupa keinginan, harapan,
dorongan, dan kebutuhan yang membuat seseorang melakukan sesuatu untuk
mengurangi kesenjangan yang dirasakannya. Motivasi juga dapat didefinisikan
sebagai semangat atau dorongan terhadap seseorang untuk melakukan
serangkaian kegiatan dengan bekerja keras dan cerdas, demi mencapai tujuan
tertentu.
Menurut Robbins (2003, p.208) motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Kami
mendefinisikan motivasi sebagai satu proses yang menghasilkan suatu intensitas,
arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Robbins dan Coulter (2005, p.92) Motivasi adalah kesediaan
melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah
individu. Kebutuhan adalah keadaan batin yang membuat hasil- hasil tampak
menarik.
Heller (1998, p.6) mengungkapkan bahwa motivasi adalah keinginan untuk
bertindak. Motivasi merupakan asumsi yang diperoleh dari luar ke dalam diri, tapi
39
tergantung bagaimana seseorang memahami bagaimana ia termotivasi oleh
berbagai tujuan. Pada tempat kerja, memungkinkan untuk mempengaruhi motivasi
karyawan melalui kebutuhan organisasi.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) mengungkapkan bahwa motivasi
merupakan konsep yang menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul di
dalam individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Konsep tersebut
menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku (mengenai perilaku
yang lebih intens sebagai hasil dari tingkat motivasi yang lebih tinggi) dan juga
untuk menunjukkan arah tindakan. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong
seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.
Menurut Gomes (1995, p.177), motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang
ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan
oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan
kepuasan kerja dan performa pekerjaan.
Pengertian motivasi oleh para ahli ekonomi didasari oleh teori-teori motivasi.
Teori motivasi yang paling banyak dipakai adalah teori hierarki kebutuhan Maslow
oleh Abraham Maslow. Maslow membuat piramida kebutuhan manusia yang
tersusun secara hierarkis. Bila kebutuhan telah tercapai oleh individu, maka
kebutuhan yang lebih tinggi segera menjadi kebutuhan baru yang harus dicapai.
Menurut Maslow seperti dikutip oleh Ilyas (2003,p.50), kebutuhan kita dapat
digambarkan menjadi lima kategori yang potensial sebagai pendorong motivasi
kerja tim. Pertama, kebutuhan dasar atau fisiologis seperti: makanan, air, seks,
dan papan yang boleh dikatakan merupakan kebutuhan dasar untuk bertahan
hidup. Kategori kedua berupa kebutuhan rasa aman (safety need) secara mental
40
dan fisik dari lingkungan kerja tim. Yang ketiga adalah kebutuhan rasa memiliki
seperti cinta, kasih, penerimaan, persahabatan, dan kebutuhan sosial lainnya yang
berhubungan dengan proses sosial yang terjadi pada tim. Kategori keempat adalah
kebutuhan penghargaan diri (self-esteem), yaitu respek dan pujian atas
keberhasilan, dan merasa dirinya berharga. Kategori kelima adalah kebutuhan
aktualisasi diri (self-actualization), yaitu kebutuhan untuk terus berkembang dan
mencapai potensi penuh individu. Kebutuhan ini berfokus pada pengembangan
individu seperti: otonomi, kreativitas, mengambil risiko, dan memenuhi kebutuhan
sendiri (self-fulfillment). Ini merupakan jenis kebutuhan tertinggi menurut teori
maslow. Berikut adalah Piramida Kebutuhan Manusia.
Sumber: Ilyas (2003, p. 50)
Gambar 2.10 Piramida Kebutuhan Maslow
41
Robbins (1991) menyampaikan sebagaimana dikutip oleh Ilyas (2003, p.51),
enam kebutuhan yang harus dapat dicapai oleh anggota tim yang efektif, yaitu:
keamanan, status, penghargaan diri, kekerabatan, wewenang, dan pencapaian
tujuan. Bila kebutuhan ini dapat terpenuhi oleh tim, anggota dapat
mengembangkan pengetahuan dan bakatnya sehingga semua tugas yang
dipercayakan kepadanya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Ilyas (2003,p.49)
membagi teori motivasi menjadi dua, yaitu Teori Isi (Content) dan Teori Proses.
Teori isi yang biasa digunakan adalah Teori Hierarki Kebutuhan (Maslow) dan Teori
X dan Y (Mc. Gregor), dan Teori Konsep Dua Faktor (Herzberg), sedangkan Teori
Proses yang biasa digunakan adalah Teori Harapan (Expectancy).
Berbagai teori motivasi didasari oleh Teori Hierarki Kebutuhan (Maslow)
sehingga muncul berbagai teori-teori yang bertujuan untuk melengkapi ataupun
mengoreksi berbagai kekurangan dari Teori Hierarki Kebutuhan (Maslow). Gibson,
Ivancevich, Donnely (1996,p.186) membagi teori motivasi menjadi dua, yaitu Teori
Kepuasan dan Teori Proses. Berikut ini adalah tabel “Sudut Pandang Manajerial
terhadap Teori Kepuasan dan Teori Proses Motivasi” (Gibson 1996;190)
42
Sumber: Gibson (1996, p.190)
Gambar 2.11 Teori Kepuasan dan Teori Proses Motivasi
Berdasarkan teori-teori motivasi yang ada, salah satu teori yang dapat
digunakan sebagai penerapan pada kebanyakan perusahaan adalah teori kepuasan
motivasi Teori Hierarki Maslow. Teori Maslow merupakan teori motivasi yang
memiliki asumsi bahwa individu mencoba memuaskan kebutuhan dasar sebelum
mengarah pada perilaku ke kebutuhan yang lebih tinggi. Namun teori Maslow
memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Tidak semua orang memiliki
kebutuhanan yang bersifat hierarki. Kebutuhan seseorang tidak dapat
43
dikategorikan bertingkat seperti Teori Maslow. Teori Maslow hanya dijadikan dasar
dari berbagai teori motivasi yang ada. Berikut ini adalah perbandingan empat teori
kepuasan motivasi menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996,p.208).
Sumber: Gibson, Ivancevich, Donnely (1996, p. 208)
Gambar 2.12 Perbandingan Empat Teori Kepuasan Motivasi
Menurut Lussier (2002,p.192) Istilah motivasi berarti proses internal yang
membentuk perilaku untuk dapat memuaskan kebutuhan.
44
Kebutuhan Motif Perilaku Puas atau Tidak puas. Contohnya, anda
haus (kebutuhan) dan bergerak (motif) untuk mengambil minum. Anda minum (perilaku)
menghasilkan (kepusasan) dari rasa haus.
2.4 Faktor Situasional Organisasi
Kinerja karyawan selain dipengaruhi oleh individu sebagai sumber daya
manusia, juga sangat dipengaruhi oleh faktor situasional organisasi karena tiap individu
yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan satu sama lain, untuk itu dibutuhkan
dukungan situasi organisasi yang dapat mendukung kerja individu sehingga
menghasilkan kinerja yang baik. Kreitner & Kinicki mengungkapkan bahwa faktor
situasional organisasi terdiri dari: (1) Budaya Organisasi (Organization’s Culture); (2)
Disain Kerja (Job Design); (3) Kualitas Supervisi (Quality of Supervision).
2.4.1 Budaya Organisasi
Budaya Organisasi merupakan salah ciri khas suatu organisasi untuk
membedakan organisasi yang satu dengan organisasi yang lainnya. Budaya
organisasi/ perusahaan hanya dapat dirasakan oleh karyawan setelah karyawan
tersebut bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama. Persepsi karyawan yang
satu dengan karyawan yang lain dapat berbeda-beda terhadap budaya organisasi
perusahaan. Budaya organisasi/ perusahaan berlangsung dalam jangka waktu
yang lama.
Menurut Kreitner and Kinicki (2007, p.76) Budaya organisasi adalah bagian
dari nilai dan kepercayaan yang menggambarkan identitas perusahaan (shared
values and beliefs that underlie a company’s identity). Kreitner dan Kinicki (2007,
p.81) mengemukakan bahwa terdapat empat fungsi dari budaya organisasi, yaitu:
(1) Memberi anggotanya identitas organisasi (Give Members an Organizational
Identify); (2) Memfasilitasi komitmen kebersamaan (facilitate collective
45
commitment); (3) Mempromosikan stabilitas sistem sosial (promote social system
stability); (4) Membentuk perilaku dengan membantu anggotanya agar peduli
terhadap sekitarnya (Shape behavior by helping members make sense of their
surroundings). Dalam diskusi yang dilakukan oleh L. Smircich, “Concepts of Culture
and Organizational Analysis,” pada “Administrative Sience Quartely” September
1983,pp 339-58 sebagaimana dikutip oleh Kreitner dan Kinicki (2007,p.81)
menggambarkan empat fungsi Budaya Organisasi (Four Functions of
Organizational Culture) sebagai berikut.
sumber: L Smircich (1983), reproduced by permission John Wiley & Sons,Inc
Robert Kreiner dan Angelo Kinicki (2007:81)
Gambar 2.13 Empat Fungsi dari Budaya Organisasi
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa budaya organisasi memiliki empat
fungsi yang ditujukan bagi seluruh anggota organisasi yaitu sebagai identitas
46
organisasi, komitmen kebersamaan, stabilitas sistem sosial, dan membuat rasa
ingin berbuat.
Werner & DeSimone (2006, p.589) berpendapat bahwa Budaya Organisasi
didefinisikan sebagai bagian dari sistem nilai, kepercayaan, dan norma-norma yang
digunakan untuk menerjemahkan elemen di dalam lingkungan dan untuk menjaga
semua tentang perilaku (organizational culture is defined as a system of shared
values, beliefs, and norms that are used to interpret elements in environment and
to guide all kinds of behavior).
Menurut Hendro dan Candra (2006, p.357) Budaya perusahaan (Corporate
Culture) adalah sistem dan manajemen yang telah ditetapkan dari awal dan terus
diperbaiki sehingga telah menjadi kebiasaan yang secara terus menerus dilakukan
dan diterapkan.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996,p.69) mengungkapkan bahwa
Organizational Culture (Kultur Organisasi) adalah sistem yang dapat menembus
nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma di setiap organisasi. Kultur Organisasi
dapat mendorong dan menurunkan efektivitas, tergantung pada sifat nilai-nilai,
kepercayaan, dan norma-norma.
Menurut www. Managementhelp.org yang mengutip Carter McNamara
(1997-2008) yang di adaptasi dari Field Guide to Leadership and Supervision
bahwa Basically, organizational culture is the personality of the organization (pada
dasarnya, budaya organisasi adalah kepribadian dari organisasi). Culture is
comprised of the assumptions, values, norms and tangible signs (artifacts) of
organization members and their behaviors (budaya terdiri dari beberapa asumsi/
pendapat, nilai-nilai, norma-norma dan tanda/ ciri yang berwujud dari anggota-
anggota organisasi dan perilaku anggotanya). Members of an organization soon
47
come to sense the particular culture of an organization (Anggota-anggota dari
organisasi akan segera menjadi bagian dari budaya organisasi). Culture is one of
those terms that's difficult to express distinctly, but everyone knows it when they
sense it (Budaya adalah salah satu dari situasi yang sulit untuk diungkapkan
dengan jelas).
Wikipedia mengungkapkan bahwa Organizational culture, or corporate
culture, comprises the attitudes, experiences, beliefs and values of an organization
(Budaya organisasi atau budaya perusahaan, terdiri dari sikap-sikap, pengalaman,
kepercayaan dan nilai dari organisasi). It has been defined as "the specific
collection of values and norms that are shared by people and groups in an
organization and that control the way they interact with each other and with
stakeholders outside the organization (Pernyataan tersebut dapat didefinisikan
sebagai “ kebersamaan tertentu dari nilai-nilai dan norma-norma yang dibagi oleh
orang-orang dan kelompok di dalam organisasi dan mengendalikan jalannya
interaksi mereka satu sama lainnya dan kepada pemegang kepentingan).
Organizational values are beliefs and ideas about what kinds of goals members of
an organization should pursue and ideas about the appropriate kinds or standards
of behavior organizational members should use to achieve these goals (Nilai-nilai
perusahaan adalah kepercayaan dan gagasan tentang tujuan anggota yang seperti
apa dari organisasi yang harus dikejar dan gagasan tentang ketepatan atau
standar perilaku organisasi, yang harus digunakan anggota organisasi untuk
menghargai tujuan tersebut). From organizational values develop organizational
norms, guidelines or expectations that prescribe appropriate kinds of behavior by
employees in particular situations and control the behavior of organizational
48
members towards one another" (Dari nilai-nilai organisasi membangun norma
organisasi, petunjuk atau harapan yang menentukan ketepatan dari perilaku
karyawan pada situasi tertentu dan mengawasi perilaku dari anggota organisasi
terhadap satu sama lain”). Senior management may try to determine a corporate
culture (Manajemen senior mungkin mencoba untuk menentukan budaya
perusahaan). They may wish to impose corporate values and standards of behavior
that specifically reflect the objectives of the organization (Mereka mungkin
berharap untuk menentukan nilai-nilai perusahan dan standar perilaku yang secara
spesifik/ khusus menggambarkan tujuan organisasi). In addition, there will also be
an extant internal culture within the workforce (Sebagai tambahan, akan ada
keikutsertaan budaya internal melibatkan kekuatan pekerja ). Work-groups within
the organization have their own behavioral quirks and interactions which, to an
extent, affect the whole system (Kelompok kerja dengan organisasi memiliki
kebiasaan khusus perilaku mereka masing-masing dan interaksi dimana untuk
keikutsertaan, mempengaruhi keseluruhan sistem ). Task culture can be imported
(Budaya tugas dapat didatangkan). For example, computer technicians will have
expertise, language and behaviors gained independently of the organization, but
their presence can influence the culture of the organization as a whole (Sebagai
contoh, teknisi komputer akan memiliki keahlian, bahasa, dan perilaku yang
diperoleh dengan sendirinya dari organisasi, tapi kehadiran mereka dapat
mempengaruhi budaya organisasi secara keseluruhan).
Plunket, Attner, dan Allen (2005, p.130) mengungkapkan bahwa Budaya
organisasi adalah system yang dinamis dari nilai, kepercayaan, filosofi,
pengalaman, ciri, dan norma dari perilaku yang memberi karakteristik (dynamic
49
system of shared values, beliefs, philosophies, experiences, customs, and norms of
behavior that give an organization its distinctive character).
Lussier (2002, p. 423) mengungkapkan bahwa Budaya Organisasi berisikan
nilai yang dibagikan dan asumsi bagaimana anggota harus bagaimana
(Organizational culture consists of the shared values and assumptions of how is
members will behave).
2.4.2 Disain Kerja
Job Design (Disain kerja/ perancangan kerja) merupakan kerangka kerja
yang ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi, sehingga sumber daya manusia
yang dimiliki perusahaan dapat bekerja sesuai dengan ketentuan perusahaan dan
mendukung kinerja karyawan.
Menurut Heizer dan Render (2006, p.504), disain kerja (job design) adalah
sebuah pendekatan yang menetapkan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu
pekerjaan bagi seseorang atau sebuah kelompok. Menurut Heizer dan Render
(2006, p. 504), terdapat enam komponen disain kerja: (1) Spesialisasi Pekerjaan;
(2) Ekspansi pekerjaan; (3) Komponen psikologis dari desain kerja; (4) Tim yang
mandiri; (5) Motivasi dan sistem insentif; (6) Ergonomi dan Metode Kerja.
Menurut Draft dan Marcic (2007,p.497) Disain Kerja (Job Desin) adalah
penerapan dari teori motivasi dari kerja untuk meningkatkan produktivitas dan
kepuasan ( is the applicant of motivational theoriest the structure of work for
improving productivity and satisfaction). Pendekatan dari disain kerja pada
umumnya diklasifikasikan sebagai (1) Penyederhanaan Kerja adalah disain kerja
yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dengan mengurangi jumlah dari
50
pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang (Job simplification is a job design
whose purpose is to improve task efficinecy by reducing the number of task a
single person must do); (2) Rotasi Kerja adalah disain kerja yang sistematis yang
memindahkan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain untuk meningkatkan
kinerja mereka dengan keragaman dan simulasi (job rotation is a job design that
systematically moves employess from one job to another to provide them with
variety and simulation); (3) Perluasan kerja adalah disain kerja yang
mengombinasikan urutan kerja yang baru, pekerjaan yang lebih luas untuk
memberikan karyawan variasi dan tantangan (job enlargement is a job design that
combines a series of task into one new, broader job to give employees variety and
challenge); dan (4) Pemekaran Kerja adalah disain kerja yang memasukkan
penghargaan, pengakuan, dan motivator kelas atas di dalam pekerjaan (Job
enrichment is a job design that incorporates achievement, recognition, and other
high-level motivator into the work).
Menurut Robbins dan Coulter (2005, p.102) Perancangan pekerjaan adalah
cara penggabungan tugas- tugas untuk membentuk pekerjaan yang lengkap.
Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996,p.19) Disain Pekerjaan
dihubungkan pada proses dimana manajer menspesifikasikan isi, metode,
hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan individu, dan
harus bisa menjelaskan isi dan tugas serta posisi pimpinan unit serta hubungan
posisi masing-masing anggota timnya. Job Design (Disain Pekerjaan) adalah
proses dimana manajer memutuskan tugas dan wewenang individu.
Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright (2000, p.127) mengungkapkan bahwa
selama ini pendekatan yang digunakan untuk mengelola kerja masih secara pasif
yaitu pemahamannya terhadap apa yang diperoleh. Disain Pekerjaan adalah proses
51
dari mendefinisikan jalannya pekerjaan yang akan dilakukan dan tugas yang akan
membutuhkan dalam memberikan pekerjaan (Job design is the process of defining
the way work will be performed and the task that will be required in a given job.
Job redesign refers to changing the task or the way work is performed in a existing
job). Ada empat pendekatan dari disain kerja (Job Design) yaitu: (1) Motivasi ;
pendekatan motivasi untuk disain kerja berasal dari psikologi organisasional dan
literatur manajemen. Pendekatan tersebut berpusat pada karakteristik kerja yang
menimbulkan efek pada arti psikologikal dan potensi motivasi, dan menampilkan
variabel sikap seperti kepuasan, motivasi dari dalam, dan variabel perilaku seperti
kehadiran dan kinerja sebagai hasil yang terpenting dari disain kerja
(Motivasional; the motivasional approach to job design has its roots in the
organizational psycology and management literatures. It focuses on the job
characteristics that effect the psychological meaning and motivasional potential,
and it views attitudinal variables (such as satisfaction, intrinsik motivation, job
involvement, and behavioral variables such as attendance and performance) as the
mosi important outcomes of job design); (2)Mekanistik; pendekatan mekanistik
berasal dari teknik industri klasik. Fokus dari Pendekatan mekanistik adalah
mengidentifikasi cara termudah untuk menstruktur kerja yang memaksimalkan
efisiensi. Pendekatan ini paling sering memerlukan pengurangan keragaman kerja
untuk meningkatkan efektifitas sumber daya manusia yang membuat pekerjaan
terasa sederhana bahwa setiap orang dapat dilatih secara cepat dan mudah untuk
mengerjakannya. Pendekatan ini berakar pada mendisain seputar konsep
spesialisasi kerja, penyederhanaan kerja, dan pengulangan (Mechanistic;The
mechanistic approach has its roots in classical industrial engineering. The focus of
the mechanistic approach is on identifying the simplest way to structure work that
52
maximizes efficiency. This most often entails reducing the complexity of the work
to provide more human resource efficiency-that is, making the work so simple that
anyone can be trained quickly and easily to perform it. This approach focuses on
designing arround the concepts of task specialization, skill simplification, and
repetition). (3)Biologis; pendekatan biologis untuk disain kerja datang seutuhnya
dari ilmu biochanis (Ilmu pergerakan tubuh manusia), psikologi kerja, hal yang
berhubungan dengan obat-obatan, dan biasanya berhubungan sebagai ergonomis.
Ergonomis memusatkan pada pemeriksaan yang dihadapkan di antara karakteristik
psikologis individu dan lingkungan kerja fisik. Tujuan dari pendekatan ini adalah
meminimalisasi ketegangan fisik pada pekerja dengan menstrukturisasi lingkungan
kerja fisik sekitar cara kerja tubuh manusia (Biological; the biological approach to
job design comes primarily from the sciences of biochanics (i.e., the study of body
movement), work phsiology, and occupational medicine, and it is usually reffered
to as ergonomics. Ergonomics is concerned with examining the interface between
individual’s physiological characteristic and the physical work environment. The
goal of this approach is to minimize the phsical strain on the worker by structuring
the physical work environment around the way the human body works. It thereby
focuses on outcomes suci as physical fatique, aches and pain, and the health
complaints). (4) Pendekatan Persceptual-motor untuk disain kerja berasal pada
literatur faktor manusia. Dimana pada pendekatan biologi memiliki fokus pada
kemampuan fisik dan batasannya. Pada pendekatan perceptual-motor memiliki
fokus pada kemampuan mental dan batasannya. Tujuannya adalah untuk
mendisain kerja di dalam cara untuk memastikan pekerjaan tidak melebihi
kemampuan mental dan batasannya. Pendekatan ini pada umumnya mencoba
untuk meningkatkan reliabilitas, keamanan, dan reaksi penggunanya dengan
53
mendisain pekerjaan dengan cara mengurangi persyaratan proses informasi pada
pekerjaan. (Perceptual-motor; the perceptual-motor approach to job design has its
roots in the human-factors literatur. Whereas the biological approach aproach
focuses on phsical capabilities and limitations, the perceptual-motor approach
focuses on human mental capabilities and limitations. The goal is to design jobs in
a way that ensures the do not exceed people’s mental capabilities dan limitations.
This approach generally tries to improve reliability, safety, and user reactions by
designing jobs in a way that reduces the information processing requirement of the
job).
Menurut Wikipedia, Work Design (Disain kerja) in Organizational
Development (OD), work design is the applicant of socio-technical system
principles and techniques to the humanization of work (Disain kerja adalah
penerapan dari prinsip-prinsip sistem sosio-teknik untuk humanisasi kerja). The
aim of work design to improved job satisfaction, to improved through-put, to
improved quality and to reduced employee problems, e.g., grievances,
absenteeism (Tujuan dari disain kerja adalah untuk meningkatkan kepuasan kerja,
untuk meningkatkan penyelesaian akhir untuk meningkatkan kualitas dan
mengurangi masalah karyawan seperti keluhan dan ketidakhadiran).
2.4.3 Kualitas Supervisi
Supervisi merupakan terjemahan dari supervision yang berarti pengawasan.
Supervisi atau pengawasan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh
pemimpin sehingga dapat menunjang kinerja bawahannya.
Menurut wikipedia, Supervision means the act of watching over the work or
tasks of another who may lack full knowledge of the concept a hand. (supervisi
berarti kegiatan mengawasi sepanjang pekerjaan atau tugas dari yang lain yang
54
mungkin memiliki pengetahuan keseluruhan yang dangkal dari konsep yang
ditangani) Supervision does not mean control of another but guidance in a work,
professional or personal text. (supervisi tidak berarti pengawasan terhadap yang
lainnya tetapi membimbing dalam pekerjaan, profesional atau tulisan personal).
Menurut www.yourdictionary.org yang mengutip pernyataan Carter
McNamara (1997-2008) yang di adaptasi dari Field Guide to Leadership and
Supervision bahwa There are several interpretations of the term “supervision”, but
typically supervision is the activity carried out by supervisors to oversee the
productivity and progres of employees who report directly to the supervisor. (Ada
beberapa penerjemahan dari istilah “supervisi”, tapi tipikal supervisi adalah
aktivitas yang dilakukan supervisor untuk mengawasi produktivitas dan
peningkatan dari karyawan yang dilaporkan ke supervisor) Occasionally, writers
will interchange “leadership” and “supervision.” Both activities are closely related.
(Sering kali para penulis menukar istilah “kepemimpinan” dengan “supervisi.”
Kedua aktivitas memiliki hubungan yang erat.) Supervision requires leadership.
Leadership does not necessarily have to involve supervision. (Supervisi
membutuhkan kepemimpinan. kepemimpinan tidak terlalu membutuhkan
keterlibatan supervisi)
2.5 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Untuk memperkuat penelitian ini, maka penulis memberi kajian terhadap
hasil penelitian terdahulu yang relevan. Maksudnya adalah memberikan gambaran
tentang posisi dan kelayakan penelitian tentang kontribusi Faktor Situasional Individu
dan Faktor Situasional Organisasi terhadap Kinerja Karyawan UD Nuansa Baru. Dimensi
dari Faktor Situasional Individu adalah Kepribadian, Kemampuan, Pengetahuan
Pekerjaan, dan Motivasi. Dimensi Faktor Situasional Organisasi adalah Budaya
55
Organisasi, Disain Kerja, dan Kualitas Supervisi. Dimensi Kinerja karyawan adalah Upaya
Ketekunan, Pertumbuhan Personal, Peningkatan Kinerja Karyawan, dan Kepuasan Kerja.
Selain itu dimaksudkan pula untuk memberi gambaran tentang perbedaan fokus masalah
dan hasil dari penelitian.
Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian terdahulu yang dipandang relevan
dengan penelitian.
1. Hayati dan Sari (2007) Penelitian tentang “Keterampilan Kepemimpinan
Pengusaha Industri Skala Kecil (Studi Bandar Lampung)” ditemukan bahwa:
Kesimpulan secara umum yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah
keterampilan kepemimpinan kecenderungan positif untuk dikembangkan dalam
dunia usaha di Indonesia khususnya industri kecil Bandar Lampung. Ketiga
keterampilan tersebut (keterampilan teknis, keterampilan antarpribadi,
keterampilan konseptual) berimplikasi terhadap kinerja, kepuasan dan komitmen
karyawan terhadap perusahaan. Bila keterampilan teknis, keterampilan
antarpribadi, dan keterampilan konseptual dapat dikuasai dengan baik oleh
pimpinan usaha kecil, maka akan berpengaruh baik kepada kinerja, kepuasan,
dan komitmen karyawan terhadap usaha. Sebaliknya, bila ketiga keterampilan ini
tidak dikuasai dengan baik maka dapat menurunkan kinerja, kepuasan dan
komitmen karyawan terhadap usaha. Menurunnya kinerja, kepuasan, dan
komitmen berdampak pada menurunnya produktivitas usaha yang dapat
diakibatkan oleh turnover karyawan. Dengan demikian salah satu solusi dalam
meningkatkan kualitas manajerial usaha kecil adalah dengan mengasah
keterampilan kepemimpinan yang terdiri dari keterampilan teknis, keterampilan
antarpribadi dan keterampilan konseptual pimpinan usaha kecil.
56
Secara khusus, beberapa hal yang menggambarkan keadaan tersebut dapat
dilihat dari:
a. Pengaruh Keterampilan Kepemimpinan yang terdiri dari keterampilan teknis,
keterampilan antarpribadi dan keterampilan konseptual terhadap kinerja
karyawan.
Analisis hasil estimasi menunjukkan bahwa hubungan kausalitas
keterampilan kepemimpinan yang terdiri dari keterampilan teknis, keterampilan
antarpribadi dan keterampilan konseptual, ditemukan hanya satu variabel yang
secara statistik tidak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja
karyawan, yaitu variabel keterampilan teknis. Kombinasi pengaruh ketiga
variabel keterampilan kepemimpinan terhadap kinerja dapat dilihat dari R2
yang kecil yaitu 0,21. Ini berarti ketiga variabel perilaku keterampilan
kepemimpinan tersebut memberikan kontribusi terhadap kinerja karyawan
sebesar 21% sedangkan selebihnya yaitu sebesar 79% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.
b. Pengaruh keterampilan kepemimpinan yang terdiri dari keterampilan teknis,
keterampilan antarpribadi, dan keterampilan konseptual terhadap kepuasan
karyawan.
Analisis hasil estimasi menunjukkan bahwa hubungan kausalitas
keterampilan kepemimpinan teknis, keterampilan antarpribadi, dan
keterampilan konseptual ditemukan hanya satu variabel yang secara statistik
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan karyawan yaitu
keterampilan antarpribadi. Sedangkan keterampilan teknis dan keterampilan
konseptual tidak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan
57
karyawan yang dapat dilihat dari nilai R2 sebesar 0,78. Ini berarti ketiga
variabel perilaku keterampilan kepemimpinan tersebut memberikan kontribusi
terhadap kepuasan kayawan sebesar 78% sedangkan selebihnya yaitu sebesar
22% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian
ini.
c. Pengaruh keterampilan Kepemimpinan yang terdiri dari keterampilan teknis,
keterampilan antarpribadi dan keterampilan konseptual terhadap komitmen
karyawan
Berdasarkan hasil penelitan ketiga estimasi hubungan kausal antara
keterampilan kepemimpinan yang terdiri dari keterampilan teknis, keterampilan
antarpribadi, dan keterampilan konseptual, ditemukan hanya satu variabel
yang secara statistik mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
komitmen karyawan yaitu keterampilan konseptual. Sedangkan keterampilan
teknis dan keterampilan antarpribadi tidak mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap komitmen karyawan terhadap perusahaan. Kombinasi
pengaruh ketiga variabel keterampilan kepemimpinan terhadap komitmen
dapat dilihat dari nilai R2 sebesar 0,65. Ini berarti ketiga variabel keterampilan
kepemimpinan tersebut memberikan kontribusi terhadap kinerja karyawan
sebesar 65% sedangkan selebihnya yaitu sebesar 35% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
2. Adianto (2005) hasil penelitian tentang “Analisis Pengaruh Karaktersitik Pekerjaan
dan Kepuasan Kerja Performasi Kerja Operator pada Bagian Produksi” ditemukan
bahwa variabel karakteristik pekerjaan, kepuasaan kerja internal dan kepuasan kerja
eksternal berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
58
performansi kerja. Untuk perbaikan performansi kerja maka usaha-usaha yang
diusulkan adalah sebagai berikut:
a. Kemandirian
• Membuat Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas sehingga dalam
melakukan pekerjaannya operator dapat meminimalisasi pertolongan dari
orang lain
• Menyediakan kotak saran untuk meningkatkan faktor keberanian yang ada
dalam diri pekerja sehingga hal ini dapat mengatasi rasa sungkan untuk
bertanya
• Mengadakan rapat rutin bersama misalnya satu Minggu sekali sehingga
sesama operator memiliki hubungan komunikasi yang jelas.
b. Umpan Balik (Feedback)
• Mengadakan kegiatan olahraga bersama seperti sepakbola, jalan pagi,
bulu tangkis dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kedekatan
hubungan antar sesama sehingga timbul rasa kerja sama yang meningkat
dan lebih mengenal sesamanya
• Membentuk team kerja yang terdiri dari semua pekerja dimana team
tersebut diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah yang ada
seperti kerusakan mesin yang terjadi. Dan jika berhasil diberi penghargaan
yang sesuai, misalnya dicatat dalam buku prestasi kerja, diberi bonus dan
lain-lain.
c. Kebebasan ketika bekerja (Autonomy)
Kebebasan yang diberikan selama ini dalam perusahaan hanya sebatas
memilih mesin mana yang didahulukan dalam urutan pengerjaan. Kebebasan
59
ini masih dirasakan kurang oleh pekerja, hal ini terlihat dengan cara
penempatan pekerja baru yang tidak sesuai dengan skill dan otoritas.
d. Tanggung Jawab dan Otoritas
Tanggung jawab yang diberikan saat ini masih terbatas pada hasil yang
dipekerjakannya, belum terhadap pendapat yang diusulkan sehingga perlunya
peningkatan keberanian dari masing-masing pekerja.
e. Kemahiran
Kemahiran adalah perasaan puas yang dirasakan oleh pekerja untuk
mengembangkan diri di dalam perkerjaan.
f. Keanekaragaman Tugas
Saat ini pekerja merasa bosan dengan apa yang dilakukannya sehari-hari, hal
ini terlihat dari kinerja yang menurun seperti sering terjadi benang putus pada
kain tenun dan menyebabkan cacat.
g. Nilai-nilai Moral
Nilai-nilai moral yang ada selama ini di perusahaan adalah tidak adanya
diskriminasi dalam bekerja, memperbolehkan beribadat sesuai agamanya
masing-masing dan pekerjaan yang dilakukan sesuai tidak bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang ada. Namun, belum ada aturan yang jelas
bagi setip orang dalam perusahaan.
h. Pengakuan
Pengakuan akan prestasi seorang pekerja yang diberikan oleh perusahaan,
saat ini masih dirasakan kurang. Perusahaan kurang memperhatikan prestasi
60
yang telah dicapai oleh seorang pekerja, pengakuan yang telah diberikan
adalah berupa imbalan materi. Namun pengakuan pujian tidak pernah ada.
i. Prestasi
Segala prasarana yang mendukung pekerjaannya telah disediakan oleh
perusahaan, namun kesempatan untuk menyelesaikan suatu prestasi yang
melebihi tugasnya masih kurang diberikan, sehingga pekerja merasa bosan
dengan pekerjaannya.
j. Kebutuhan Bersahabat
Selama ini kebutuhan bersahabat dengan sama rekan kerja selalu menjadi
prioritas dari pekerjaan yang dilakukan, hal ini disebabkan karena pekerja
mampu melaksanakan tugasnya jika didukung oleh rekan kerja dan atasan.
k. Imbalan
Imbalan pokok yang dirasakan pekerja saat ini telah cukup namun belum
maksimal. Imbalan yang diterima selama ini hanya berupa gaji, tunjangan,
transportasi, tunjangan kesehatan.
l. Status Sosial
Pekerja akan merasa dirinya berharga di masyarakat jika jabatannya
memuaskan bagi dia. Namun selama ini di perusahaan tidak ada jalur karir
yang jelas. Oleh karena itu untuk meningkatkan jabatan maka perusahaan
perlu merancang jalur karir yang lebih baik sehingga jenjang karir yang dicapai
oleh seorang pekerja keras.
m. Kebijakan Perusahaan
Kebijakan perusahaan yang sekarang ini dirasakan oleh para pekerja masih
terlalu mengikat pekerja, hal ini disebabkan pada waktu penentuan kebijakan
tidak secara demokratis melainkan langsung dibuat sendiri.
61
n. Pengarahan Teknis
Pengarahan teknis di sini dilihat dari kemampuan atasan membuat keputusan.
Selama ini atasan dalam mengambil keputusan apapun tidak berunding dahulu
dengan bawahannya sehingga keputusan yang diambil bukan merupakan hasil
keputusan bersama yang telah disepakati oleh seluruh pekerja. Sehingga
pekerja memiliki pandangan bahwa dirinya tidak dihargai oleh atasan
o. Kondisi Kerja
Lingkungan juga merupakan faktor penting dalam peningkatan performansi
kerja. Selama ini perusahaan membiarkan lingkungan kerja terutama keadaan
lapangan yang kurang baik, hal ini terlihat dari debu kanji yang berterbangan
dan menganggu pernafasan dari pekerja.
p. Commitment
Faktor yang termasuk ke dalam commitment kerja salah satunya adalah
semangat kerja. Selama ini di perusahaan semangat kerja pekerja tidak
konsisten karena kurangnya instruksi yang jelas apabila bekerja dan kurangnya
penghargaan yang diberikan.
q. Confidence
Rasa percaya diri yang dirasakan oleh pekerja sampai saat ini masih kurang
karena pekerja sering merasa kebingungan ketika menjalankan instruksi kerja.
r. Competence
Untuk meningkatkan keahlian yang dibutuhkan dalam perusahaan maka
sebaiknya perusahaan melakukan training. Karena selama ini hanya secara
lisan saja berupa bimbingan yang secara langsung oleh atasan dan bukan
dengan training secara benar.
s. Contingencies working condition
62
Contingencies di sini adalah dalam hal kuantitas yang dihasilkan dari bagian
weaving disesuaikan dengan bagian perencanaan perusahaan. Namun
kuantitas yang dihasilkan sering kali di luar jadwal yang ditentukan, hal ini
selain disebabkan dari faktor-faktor yang terjadi di luar dugaan kerusakan
mesin, benang lusi yang rusak dan lain-lain.
t. Kreativitas
Untuk menumbuhkan kreativitas yang ada dalam diri pekerja dapat diusahakan
dengan cara memberikan ijin kepada pekerja untuk menerapkan tata cara baru
dalam melakukan pekerjaannya dan bila berhasil pekerja tersebut diberi
penghargaan berupa bonus, catatan prestasi, dan lain-lain.
Intisari hasil penelitian menunjukkan bahwa:
a. Faktor yang memiliki kontribusi yang paling besar terhadap variabel
karakteristik pekerjaan adalah kerja sama dengan rekan kerja dengan bobot
faktor sebesar 80,9%.
b. Faktor yang memiliki kontribusi paling besar terhadap variabel kepuasan kerja
internal adalah penghargaan berupa pujian dengan bobot faktor sebesar
95,1% sedangkan untuk variabel kepuasan kerja eksternal adalah pengarahan
yang diberikan oleh atasan dengan bobot faktor sebesar 98,9%.
c. Faktor yang memiliki kontribusi paling besar terhadap variabel performansi
kerja adalah jumlah output yang dihasilkan dengan bobot faktor sebesar
87,7%.
d. Besarnya pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap
performansi kerja di PT Candratex sejati bagian weaving dapat dimodelkan
sebagai berikut:
63
• Hubungan yang ada antara karakteristik kerja dan kepuasan kerja
eksternal terhadap kepuasan kerja internal adalah
X2= 0,3139 X1 + 0,6401 x3 + 0,4006. Artinya kepuasan kerja internal
dipengaruhi secara positif oleh kepuasan kerja eksternal dan karakteristik
pekerjaan, namun yang paling besar pengaruhnya secara langsung
terhadap kepuasan kerja internal adalah dengan memenuhi kepuasan
kerja eksternal terlebih dahulu baru kemudian disusul dengan karakteristik
kerja.
• Hubungan yang ada antara karakteristik kerja dan kepuasan kerja internal
terhadap kepuasan kerja eksternal adalah
X3= 0,248 X1 + 0,692 X2 + 0,411. Artinya kepuasan kerja eksternal
dipengaruhi secara positif oleh kepuasan kerja internal dan karakteristik
pekerjaan, namun yang paling besar pengaruhnya secara langsung
terhadap kepuasan kerja eksternal adalah dengan memenuhi kepuasan
kerja internal terlebih dahulu baru kemudian disusul dengan karakteristik
kerja.
• Hubungan yang ada antara karakteristik kerja, kepuasan kerja internal dan
kepuasan kerja eksternal terhadap performansi kerja adalah
X4= 0,183 X1 + 0,535 X2 + 0,256 X3 + 0,351.
Artinya performansi kerja dipengaruhi secara positif oleh kepuasan kerja
internal, karakteristik pekerjaan, dan kepuasan kerja eksternal, namun yang
paling besar pengaruhnya secara langsung terhadap performansi kerja adalah
dengan memenuhi kepuasan kerja internal terlebih dahulu baru kemudian
kepuasan kerja eksternal dan kemudian disusul dengan karakteristik kerja.
64
e. Untuk meningkatkan performansi kerja pekerja di PT Candratex Sejati yang
perlu diprioritaskan adalah dengan meningkatkan kepuasan kerja internal, hal
ini ditunjukkan dari besarnya koefisien jalur untuk kepuasan kerja internal
sangat besar jika dibandingkan dengan variabel yang lainnya yaitu sebesar
0,535 X2.
3. Koesmono (2005) hasil penelitian tentang “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap
Motivasi dan Kepuasan Kerja serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri
Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur” ditemukan bahwa pengaruh
langsung yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut: terdapat efek langsung
dari variabel budaya organisasi terhadap motivasi sebesar 0,680, variabel motivasi
terhadap kepuasan kerja sebesar 1,462, variabel budaya organisasi terhadap
kepuasan kerja sebesar 1,183, variabel budaya organisasi terhadap kinerja sebesar
0,003. Berkaitan dengan hasil pengaruh langsung tersebut ternyata variabel
motivasi memiliki efek langsung yang paling besar, hal ini wajar sekali karena pada
dasarnya individu merasa kepuasannya dapat dirasakan apabila motivasi yang ada
dapat meningkatkan kegairahan kerja. Pengaruh tidak langsung dapat dijelaskan
sebagai berikut: tidak terdapat pengaruh tidak langsung dari variabel budaya
organisasi terhadap variabel kepuasan kerja sebesar 0,994, begitupula terdapat
pengaruh tidak langsung dari variabel budaya organisasi terhadap variabel kinerja
sebesar 0,267, sedangkan pengaruh tidak langsung dari variabel motivasi terhadap
variabel kinerja sebesar 0,005. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada
pengaruh tidak langsung dari budaya organisasi terhadap kinerja melalui variabel
antara motivasi dan kepuasan kerja. Selain itu, ada pengaruh tidak langsung dari
variabel budaya organisasi terhadap kinerja melalui variabel antara lain yaitu
kepuasan kerja.
65
a. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap motivasi secara positif
b. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara positif
c. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja secara positiif
d. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap kinerja secara positif
e. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja secara positif
f. Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap kinerja secara positif.
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan
bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta
kinerja pada karyawan industri pengolahan kayu skala menengah di Jawa Timur
dapat diterima. Keempat variabel tersebut merupakan faktor-faktor dalam perilaku
organisasi yang harus mendapatkan perhatian khusus bagi semua pihak yang
terkait dengan proses produksi. Penelitian ini dapat memberi informasi pada
manajemen dalam mengelola sumber daya manusia, artinya bahwa mengelola
sumber daya manusia tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerjanya. Pada prinsipnya tujuan mengelola sumber daya manusia adalah untuk
mencapai kesejahteraan bersama antara perusahaan dan semua karyawan yang
terlibat dengan aktivitas perusahaan.
2.6 Pengertian Path Analysis
Path Analysis yang dikenal dengan analisis jalur yang diartikan oleh
Bohrnstedt (1975 dalam Kusnendi, 2005:1) yang dikutip oleh Riduwan dan Kuncoro
(2007,p.1) adalah “the technique for estimating the effects a set of independen variables
has on a dependen variabel from a set o fobserved correlations, given a set of
hypothesized causal asymetric relation among the variables.” Sedangkan tujuan utama
dari path analysis adalah a method of measuring the direct influence along each separate
part i nsuch a system and thus of finding the degree to wich variation of a give effect is
66
determined by each particular cause. The method depend on the combination of
knowledge of the degreee of correlation among the variables in a system with such
knowledge as may prossessed of the causal relation (Maruyama, 1998:16).
Jadi model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar
variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung
seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Kuncoro (2007,p.115), Teknik analisis
jalur akan digunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan
oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2
terhadap Y.
Al Rasyid dalam Sitepu (1994:24) yang dikutip oleh Riduwan dan Kuncoro
(2007,p.115) mengatakan bahwa dalam penelitian sosial tidak semata-mata hanya
mengungkapkan hubungan terjemahan statistik dari hubungan antara variabel alami,
tetapi terfokus pada upaya untuk mengungkapkan hubungan kausal antar variabel.
2.6.1 Asumsi-Asumsi Path Analysis
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Kuncoro (2007, p.2), asumsi yang
mendasari Path Analysis adalah:
1. Hubungan antar variabel bersifat linear, adaptif dan bersifat normal
2. Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas yang
berbalik
3. Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan ratio
4. Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel
untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel
67
5. Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan
reliable)
6. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep yang relevan artinya model teori yang
dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis yang mampu
menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.
2.6.2 Langkah-Langkah pengujian Path Analysis
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Kuncoro (2007, p.116), ada beberapa
langkah pengujian path analysis yaitu sebagai berikut.
1. Merumuskan hipotesis dalam persamaan struktural
Struktur: Y= ρyx1 X1 + ρ
yx2 X2 + ρ
y є
1
2. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi
a. Gambaran diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya dan
rumuskan persamaan strukturalnya yang sesuai dengan hipotesis yang
diajukan. Hipotesis: Naik turunnya variabel endogen (Y) dipengaruhi
secara signifikan oleh variabel eksogen (X1 dan X2).
b. Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan.
Hitung Koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan:
Persamaan regresi ganda: Y= a + b1 X1 + b
2 X2 + є
1
Pada dasarnya koesifien jalur (path) adalah koefisien regresi yang
distandarkan yaitu koefisien regresi yang dihitung dari basis data yang telah
diset dalam angka baku atau Z-score (data yang diset dengan nilai rata-rata =
0 dan standar deviasi = 1). Koefisien jalur yang distandarkan (standarized pati
coefficient) digunakan untuk menjelaskan besarnya pengaruh (bukan
68
memprediksi) variabel bebas (eksogen) terhadap variabel lain yang
diberlakukan sebagai variabel terikat (endogen).
Koefisien path ditunjukkan oleh output yang dinamakan coefficient yang
dinyatakan sebagai Standarized Coefficient atau dikenal dengan nilai Beta (β).
Jika ada diagram jalur sederhana mengandung satu unsur hubungan antar
variabel eksogen dengan variabel endogen, maka koefisien path-nya adalah
sama dengan koefisien korelasi r sederhana
3. Menghitung koefisien jalur secara simultan (keseluruhan)
a. Kaidah pengujian signifikansi secara manual menggunakan Tabel F
Keterangan:
n= jumlah sampel
k= jumlah variabel eksogen
= Rsquare
Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya
signifikan
Jika F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima yang artinya tidak signifikan
Dengan taraf signifikan ( ) = 0,05
Carilah nilai F-tabel menggunakan Tabel F dengan rumus:
F-tabel = F {(1- )(dk=k), (dk=n-k-1)} atau F {(1- )(v1=k)(v2=n-k-1)}
Cara mencari F-tabel: nilai (dk=k) atau v1 disebut nilai pembilang
nilai (dk=n-k-1) atau v2 disebut nilai penyebut
69
b. Kaidah pengujian signifikansi : Program SPSS
• Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai
probabilitas sig. Atau (0,05<sig.), maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak signifikan.
• Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas sig. Atau (0,05>sig.), maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya signifikan.
4. Menghitung koefisien jalur secara individu
Secara individual uji statistik yang digunakan uji t yang dihitung
dengan rumus (Schumacker & Lomax, 1996:44. Kusnendi, 2005:12)
Keterangan:
Statistik seρX1 diperoleh dari hasil komputasi pada SPSS untuk analisis
regresi setelah ada data ordinal ditransformasikan ke interval.
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi jalur berbandingan antara
nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig. dengan dasar pengambilan
keputusan sebagai berikut.
• Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
sig. atau (0,05<sig.), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan.
• Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas
sig. atau (0,05>sig.), maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
5. Meringkas dan menyimpulkan
70
2.7 Pengertian Korelasi
Korelasi adalah asosiasi (hubungan) antara variabel-variabel yang diminat,
apakah data sampel yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara
variabel-variabel dalam populasi asal sampel, jika ada hubungan, seberapa kuat
hubungan antara variabel tersebut. Keeratan hubungan itu dinyatakan dengan nama
koefisien korelasi atau bisa disebut korelasi saja. Perlu dicatat bahwa dalam korelasi itu
kita belum menentukan dengan pasti variabel independent dan dependent-nya seperti
yang kita lakukan dalam analisis regresi. (modul praktikum lab statistik manajemen,
universitas Bina Nusantara 2006, P23).
Koefisien korelasi dapat diartikan juga sebagai suatu analisis korelasi yang
mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan. Koefisien
korelasi linear dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran hubungan linear antara dua
peubah acak X dan Y yang dilambangkan dengan r.
Hubungan dua variabel ada yang positif dan ada yang negatif. Hubungan X
dan Y dikatakan positif apabila kenaikan (penurunan) X pada umumnya diikuti oleh
kenaikan (penurunan) Y, dan sebaliknya jika dikatakan negatif kalau kedua variabel
tersebut mengalami kenaikan (penurunan) secara tidak bersamaan. Korelasi positif yang
tinggi antara kedua peubah terjadi bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis
lurus dengan kemiringan positif, jika kemiringannya negatif maka terjadi korelasi negatif
yang tinggi.
Kuat dan tidaknya hubungan antara X dan Y, apabila hubungan X dan Y
dapat dengan fungsi linear (paling tidak mendekati). Nilai koefisien korelasi ini paling
sedikit -1 dan paling besar 1. jadi jika r = koefisien korelasi, nilai r dapat dinyatakan
sebagai berikut: -1 ≤ r ≤ 1. Artinya kalau r = 1 hubungannya sempurna dan positif
(mendekati 1, hubungan sangat kuat dan positif, jika r = -1 hubungannya sempurna dan
71
negatif (mendekati -1, hubungan sangat kuat dan negatif, jika r = 0, hubungannya
lemah sekali.
Korelasi ada 2 macam, yaitu:
1. Korelasi Bivariate
Adalah mengukur keeratan hubungan diantara hasil-hasil pengamatan dari
populasi yang mempunyai dua varian (bivariate). Perhitungan ini mensyaratkan bahwa
populasi asal sampel mempunyai dua varian dan berdistribusi normal. Korelasi yang
digunakan adalah korelasi person yang mengukur korelasi data interval dan rasio.
2. Korelasi Partial
Adalah mengukur mengenai hubungan linear antara dua variabel dengan
melakukan kontrol terhadap satu atau lebih variabel tambahan (variabel kontrol).(modul
praktikum lab statistik manajemen, universitas Bina Nusantara 2006, p23-p25)
Koefisien korelasi
Korelasi digunakan untuk mengetahui erat tidaknya hubungan antar variabel.
Apabila ternyata hasil analisis menunjukkan hubungan yang cukup erat, maka analisis
dilanjutkan ke analisis regresi sebagai alat meramalkan (forecasting) yang sangat
berguna untuk perencanaan. Analisis korelasi yang mencakup dua variabel X dan Y
disebut analisis korelasi linear sederhana. Sedangkan yang mencakup lebih dari dua
variabel disebut analisis korelasi linear berganda.
Di dalam analisis regresi, kita berhubungan dengan observasi Y di mana X
dianggap konstan (tidak bervariasi) dari sampel ke sampel. Untuk X tertentu, Y bervariasi
sehingga kita bisa mencari rata-rata. Interpretasi koefisien korelasi (nilai untuk mengukur
kuatnya hubungan antar variabel) tergantung pada asumsi yang kita buat terhadap
variabel X dan Y. Apabila X dan Y bervariasi (X dan Y kedua-duanya bukan konstan),
72
atau disebut variabel acak, maka koefisien korelasi akan mengukur ”covariability” (variasi
bersamaan) antara X dan Y.
Koefisien korelasi sebenarnya dari populasi adalah sebagai berikut.
yx
xy
yx
YXCovσσ
σσσ
ρ ==),(
Di mana ρ = koefisien korelasi sebenarnya dari X dan Y
Kalau ρ = -1, hubungan X dan Y adalah sempurna dan negatif
Kalau ρ = 0, hubungan X dan Y lemah sekali (dianggap tidak ada hubungan)
(J. Supranto 2001, P198 - P203)
Selain itu, rumus untuk perhitungan koefisien korelasi adalah:
1. Hitung:
( )
( )
( )
( )∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑
=
−=
−=
−=
nXX
XXXX
nX
XX
nX
XX
nY
YY
2.12121
222
22
2
212
12
1
2
22
..
( )
( )n
YXYXYX
nYX
YXYX
∑∑∑∑
∑∑∑∑
−=
−=
...
...
222
111
2. Lalu hitung:
73
∑∑∑
∑∑∑
∑∑∑
=
=
=
22
21
2.112
222
.22
221
.11
.
.
.
XX
XXr
YX
YXr
YX
YXr
y
y
3. Sehingga diperoleh hubungan antara:
• Y dengan X1
• Y dengan X1
• X1 dengan X2
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Kuncoro (2007, p.62), arti harga r akan
dikonsultasikan dengan Tabel Nilai Interpretasi Nilai r sebagai berikut.
Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,800 - 1,000 Sangat Kuat
0,600 - 0,799 Kuat
0,400 - 0,599 Cukup Kuat
0,200 - 0,399 Rendah
0,000 - 0,199 Sangat Rendah
74
2.8 Pengertian Uji Validitas dan Reliabilitas
2.8.1 Pengertian Uji Validitas
Menurut Simamora (2004, p.58-59), validitas merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan atau kesalahan suatu instrumen. Suatu instrumen
dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dengan kata lain, mampu
memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Misalnya, meteran dapat
mengukur tinggi badan dengan tepat (dalam hal ini tinggi badan adalah variabel
penelitian).
Dalam menyusun kuesioner, pertanyaan yang ingin diajukan perlu
dipastikan. Untuk menentukannya, sebelumnya harus sudah jelas variabel apa yang
diukur. Variabel masih bisa dipecah menjadi subvariabel atau indikator. Apabila
penyusunannya dilakukan sesuai prosedur, sebenarnya kuesioner telah memenuhi
validitas logis. Oleh karena itu validitas logis sangat dipengaruhi oleh kemampuan
peneliti memahami masalah penelitian, mengembangkan variabel penelitian, serta
menyusun kuesioner.
Validitas logis belum memiliki bukti empiris. Sebuah kuesioner yang disusun
secara hati-hati dan dapat dipertimbangkan valid logis, ada baiknya diuji untuk
mengetahui validitas empirisnya.
Untuk menguji tingkat validitas empiris instrumen, peneliti melakukan try-out
dengan menggunakan responden terbatas dahulu. Dari try-out ini, ada dua macam
validitas sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas
eksternal.
a. Validitas Eksternal
Validitas instrumen dapat dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumen
tersebut sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel yang diteliti.
75
Menurut Umar (2005, p.185), validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh
dengan cara mengorelasikan alat pengukur baru dengan tolok ukur eksternal, yang
berupa alat ukur yang sudah valid.
b. Validitas Internal
Menurut Simamora (2004, p.59-60), validitas internal dapat dicapai apabila
terdapat kesesuaian antara bagian-bagian kuesioner dengan kuesioner secara
keseluruhan. Dengan kata lain, apabila setiap bagian di dalam kuesioner mendukung
“misi” kuesioner secara keseluruhan, yaitu mengungkapkan variabel penelitian yang
telah ditentukan sebelumnya. Bagian kuesioner dapat berupa butir-butir pertanyaan
secara sendiri-sendiri, dapat pula berupa faktor, yaitu kumpulan beberapa butir yang
memiliki keterkaitan. Sehubungan dengan kenyataan ini, maka dikenal adanya
validitas butir dan validitas faktor.
Dalam penelitian ini akan digunakan uji validitas internal dengan
menggunakan teknik validitas butir. Teknik ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor
butir-butir pertanyaan (sebagai variabel X) dengan skor total (sebagai variabel Y).
Menurut Marun (1979) sebagaimana dikutip oleh sugiyono (2005, p.124),
syarat suatu pertanyaan dianggap sebagai valid apabila korelasi antara butir dengan skor
total lebih dari 0,3. Jadi apabila korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3
maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
2.8.2 Pengertian Uji Reliabilitas
Menurut Umar (2005, p.194), reliabilitas adalah suatu angka indeks yang
menunjukkan suatu konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala
yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk
memberikan hasil pengukuran yang konsisten.
76
Menurut Simamora (2004, p.63-69) reliabilitas adalah tingkat keandalan
kuesioner. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara
berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama.
Asumsinya, tidak terdapat perubahan psikologis pada responden. Ada dua jenis
reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal.
a. Reliabilitas Eksternal
Secara garis besar, reliabilitas eksternal adalah reliabilitas yang
diperoleh dengan membandingkan hasil dua kelompok data. Ada dua jenis
cara untuk menguji reliabilitas eksternal, yaitu teknik pararel dan teknik ulang.
b. Reliabilitas Internal
Reliabilitas internal diperoleh dengan menganalisis data yang berasal
dari satu kali pengujian kuesioner. Adapun teknik reliabilitas internal yang
digunakan dalam penelitan ini adalah teknik alpha.
Menurut Simamora (2004, p.77-78), teknik reliabilitas dengan
menggunakan teknik alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner
dengan kategorisasi jawaban selain 0 dan 1. Misalnya 1 sampai 5, 1 sampai 7,
-3 sampai 3, dan seterusnya.
Teknik Alpha dilakukan dengan menghitung varians tiap butir
pertanyaan dan varians total dari pertanyaan- pertanyaan. Selanjutnya varians
butir dan varians total tersebut dimasukkan ke dalam rumus alpha:
77
Keterangan:
R11 = reliabilitas kuesioner
K = banyaknya butir pertanyaan
= jumlah varians butir
= varians total
Langkah berikutnya adalah membandingkan angka tersebut dengan r
product moment (r-tabel).
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
• Bila r-hasil > r-tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan reliabel
• Bila r-hasil < r-tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan tidak reliabel.
2.9 Pengertian Uji Normalitas Data dan Varians
Menurut Santoso (2007, p.152-155), dalam melakukan kegiatan statistik
inferensi, ada dua hal yang harus diuji terlebih dahulu:
a. Apakah beberapa sampel yang telah diambil berasal dari populasi yang sama
(populasi berdistribusi normal)?
b. Apakah sampel-sampel tersebut mempunyai varians yang sama?
Dengan kata lain, uji normalitas dan uji varians adalah hal yang lazim sebelum dan
sesudah metode statistik diterapkan. Uji normalitas dan kesamaan varians sebuah
78
sampel data dilakukan dengan alat bantu uji SHAPIRO-WILK, LILIEFORS atau
KOLMOGOROV SMIRNOV, serta gambar NORMAL PROBABILITY PLOTS.
Menurut Santoso (2007, p.154), dalam menjelaskan output test of normality,
ada pedoman pengambilan keputusan:
• Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, distribusi adalah tidak
normal.
• Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, distribusi adalah normal.
Dalam menjelaskan output of homogenity of varians, ada pedoman
pengambilan keputusan:
• Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, data berasal dari populasi
yang mempunyai varians tidak sama
• Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, data berasal dari populasi
yang mempunyai varians sama.
Selain itu, pada gambar Q-Q Plot terlihat ada garis lurus dari kiri ke kanan atas. Garis itu
berasal dari nilai z. Jika suatu distribusi normal maka data akan tersebar disekeliling
garis.
Menurut Uyanto (2006, p.35-36) asumsi normalitas merupakan prasyarat
dari prosedur statistik inferensial. Ada beberapa cara untuk mengeksplorasi asumsi
normalitas ini antara lain: Uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji normalitas Liliefors
(Kolmogrov-Smirnov). Dalam penelitan ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji
formalitas Liliefors (Kolmogorov Smirnov). Uji normalitas ini terdapat dalam prosedur
SPSS Explore, selain itu juga akan ditampilkan secara garis Normal Probability Plot
dan detrended normal Plot.
79
a. Normal Probability Plot
Dalam Normal Probability Plot, setiap nilai data yang diamati dipasangkan
dengan nilai harapannya (expected value) dari distribusi normal. Jika sampel data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka titik-titik nilai data akan
terletak kurang lebih dalam satu garis lurus.
b. Detrended Normal Plot
Dalam Detrended Normal Plot yang digambarkan adalah simpangan dari
nilai data terhadap garis lurus. Jika sampel data berasal dari suatu populasi yang
berdistribusi normal, maka titik-titik nilai data tidak membentuk pola tertentu dan
akan terkumpul di sekitar garis mendatar yang melalui titik nol.
Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut:
Ho: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Ha: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
• Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho
berdasarkan P-value adalah sebagai berikut:
Jika P-value < 0, maka Ho ditolak
Jika P-value > 0, maka Ha diterima
• Dalam program SPSS digunakan istilah significance (yang disingkat sig.) untuk
P-value dengan kata lain P-value = sig.
Menurut Santoso (2007, p.152-153), ada beberapa langkah pengujian
formalitas data dan varians dengan bantuan SPSS antara lain:
• Buka lembar kerja/ file deskriptif
• Menu Analyze Descriptive Statistic Explore, Tampak di layar kotak
dialog EXPLORE
80
o Pengisian:
Dependen List, masukkan variabel yang diuji
Factor List, masukkan variabel yang menjadi faktor dari variabel yang diuji
• Pilih Plot
Untuk keseragaman, pilihan diisi
o Pada Boxplot adalah pilihan None atau tidak akan dibuat boxplot
o Pada Descriptive, tidak ada yang dipilih, atau Stem and Leaf deselect.
o Pilih Normality Plot with test. Pilihan ini untuk membuat gambar uji
formalitas.
o Pada pilihan spread vs level with Levene Test, pilih power estimation
untuk menguji kesamaan varians.
Tekan continue untuk kembali ke kotak dialog sebelumnya
• Pada bagian Displays, pilih Both yang berarti, baik statistics maupun plot akan
digunakan.
• Tekan OK jika semua pengisian telah selesai.
2.10 Pengertian Hipotesis
Menurut Sekaran (2006, p.135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat
diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan
hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
81
Menurut J. Supranto (2001) Pengujian hipotesis tentang B (= koefisien
regresi) sama dengan pengujian tentang ρ (= koefisien korelasi).
Pada umumnya, hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
ooo BBBH (: = mewakili nilai B yang tertentu, sesuai dengan hipotesis)
(kalau pendapat mengatakan bahwa X tidak mempengaruhi Y, maka B o = 0)
1. H o : B > B o (kalau B o > 0, berarti pengaruh X terhadap Y positif)
2. H o : B < B o (kalau B o < 0, berarti pengaruh X terhadap Y negatif)
3. H o : B ≠ B o (kalau B o ≠ 0, berarti X mempengaruhi Y)
b
oo S
Bbt
−=
Kalau B o = 0 => == ob
o tSbt , nilai observasi.
mengikuti fungsi t dengan derajat kebebasan (n – 2)
22
2,
)( 22222
2
2 −
−=
−=
−=⇒= ∑∑∑
∑ nxby
ne
SS
xBbt
x
S iiie
e
ioo
i
eb
pengujian hipotesis dilakukan sebagai berikut.
1. kalau t o > t oHiα ditolak dan kalau t o ≤ t oHiα
tidak ditolak.
2. kalau t o < - t oHiα ditolak dan kalau t o −≥ t oHiα
tidak ditolak.
3. kalau t o < - t2α atau kalau t o > - t
2α , H o ditolak dan kalau - t
2α ≤ t o ≤ t
2α
H o tidak ditolak.
ot
S
82
Nilai t iα t
2α dapat diperoleh dari tabel t dengan menggunakan nilai α dan derajat
kebebasan (n – 2).
Selanjutnya untuk menguji hipotesis tentang parameter A, perumusannya adalah sebagai
berikut:
H oo AA =:
1. H oo AA >:
2. H oo AA <:
3. H oo AA ≠:
∑∑−
=−
=2
2)(
ie
io
a
oo
XS
xnAa
SAa
t
Dalam kasus sampel kecil, Z diganti t.
t = e
i
b S
xBb
SBb ∑−=
−2)(
(J. Supranto 2001, P179 – P196)
83
2.11 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis
Gambar 2.14 Kerangka Pemikiran
2.12 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
• Untuk T-4
Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional individu
dengan kinerja karyawan.
Ha = Ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional individu dengan
kinerja karyawan.
• Untuk T-5
Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional organisasi
dengan kinerja karyawan.
Ha = Ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional organisasi dengan
kinerja karyawan.
84
• Untuk T-6
Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional individu dan
organisasi dengan kinerja karyawan.
Ha = Ada hubungan yang signifikan antara faktor situasional individu dan
organisasi dengan kinerja karyawan.
• Untuk T-7
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara faktor situasional individu dan
organisasi terhadap kinerja karyawan.
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara faktor situasional individu dan
organisasi terhadap kinerja karyawan.
top related