bab ii latar belakang perusahaan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/bab2_06-45.pdf ·...
Post on 20-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
LATAR BELAKANG PERUSAHAAN
2.1 SEJARAH INDUSTRI ROKOK DI TANAH AIR
Dari catatan sejarah umumnya disimpulkan bahwa yang memperkenalkan
tembakau pertama kali ke Tanah Indonesia adalah Belanda, tepatnya ketika ekspedisi
pimpinan Cournelis de Houtman mencapai Banten pada tahun 1596. Pada masa itu
merokok adalah aktivitas yang popular di kalangan elit Banten. Salah satu bukti awal
yang menunjukkan bahwa tembakau telah dikonsumsi di pulau Jawa dapat ditemukan
di Kartasura, dimana Raja Amangkurat I (1646-1677) biasa menikmati rokok dengan
pipa. Dalam catatan Thomas Stamford Raffles, disebutkan bahwa pada tahun 1600-an
merokok telah menjadi kebutuhan hidup kaum pribumi Indonesia khususnya Jawa,
meskipun tembakau bukan tanaman asli Jawa. Naskah Jawa, Babad Ing Sangkala
(1601-1602) menyuratkan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa bersama
dengan wafatnya Panembahan Senapati, pendiri Dinasti Mataram.
Jika dikaji dari asal-usul bahasanya, terminologi “rokok” sebenarnya berasal
dari bahasa Belanda “roken” yang artinya “to smoke” (mengeluarkan asap). Tapi
terminologi “tembakau” ternyata lebih dekat dengan bahasa Portugis “tobaco”
ketimbang dengan bahasa Belanda “tabak.” Karena itulah sejarahwan lebih sepakat
menyebut Portugis yang memperkenalkan tembakau ke Indonesia, sedangkan
Belanda adalah yang memulai penanaman tembakau secara masal di Jawa dan
Sumatera.
14
Perkebunan tembakau komersial pertama didirikan pada tahun 1863 oleh
seorang petani Belanda, Jacobus Neinhuys, di Deli, Sumatera Utara. Waktu itu
tembakau ditujukan untuk eksport sebagai bahan pembuatan cerutu. Namun mulai
abad 20, petani lokal mulai mengembangkannya untuk konsumsi di dalam negeri
dengan cara menjual hasil panen mereka kepada perusahaan lokal.
Produk rokok pertama di Indonesia lahir pada awal abad ke-17 hadir dengan
nama Bungkus. Ia dibuat dari tembakau lokal berwarna coklat yang dibungkus
dengan kulit jagung atau daun pisang dan diikat dengan tali. Karena proses
pembuatannya yang masih manual, rokok saat itu sering disebut dengan tingwe
(singkatan dari bahasa Jawa ngelinting dewe atau “menggulung sendiri”). Penghasil
tembakau utama saat itu adalah Sumatera, Bali, Lombok, dan Jawa (khususnya
Temanggung) dengan lahan siap panen lebih dari 250 ribu hektar.
Kelahiran rokok kretek berasal dari Kudus. Sebagai kebiasaan masyarakat
Kudus yang mengoleskan minyak cengkih di dada kala merasakan gangguan
pernafasan, hal ini tidak terkecuali dilakukan Haji Jamahri yang waktu itu menderita
asma, untuk mengurangi rasa sakitnya dia mencoba untuk membawa minyak cengkih
tersebut lebih dekat ke pusat dadanya yaitu dengan mencampurkan minyak cengkih
dengan rokok tembakau, dibakar, dan dihisapnya, efek kesembuhan mulai terasa dan
lebih manjur. Dari cerita mulut ke mulut Jamahri mulai menjual produk obat asma
versinya ke masyarakat Kudus. Ia menyebutnya “rokok cengkih” (clove cigarette).
Penyebutan nama “Kretek” lahir beberapa waktu kemudian karena terinspirasi bunyi
cengkih yang terbakar api. Satu decade setelah kematian Jamahri (1890) industri
rokok kretek menjadi industri skala luas. Dari tiga unsur pembentuk rokok kretek
15
cengkih, tembakau, saus. Dua unsur pertama (cengkih dan tembakau) yang menjadi
komoditi yang krusial bagi hidup matinya perusahaan rokok kretek. Jika tembakau
relatif tumbuh normal dengan stok yang selalu tersedia, namun cengkih menampilkan
konfigurasi yang berbeda disebabkan kuatnya kepentingan politik dan ekonomi
atasnya.
Rokok sebagai simbol sosial yang menyentuh semua segmen, dapat menjadi
simbol sosial bagi kalangan ningrat dan sebagaimana rokok juga dapat menjadi
pemuas waktu senggang kaum pekerja. Rokok juga bisa memberikan rasa ketenangan
batin bagi orang tua dan memberikan rasa kebanggaan diri bagi kaum muda. Dalam
ranah sosial, kretek ternyata juga memiliki dimensi komunikatif yang kental. Dalam
pola hubungan sosial masyarakat Indonesia, rokok sering kali menajdi simbol dari
sapaan awal antara dua orang. Menawarkan rokok kepada orang orang lain
merupakan tradisi umum dalam suatu perjumpaan, dan menolaknya kadang
menyebabkan seseorang tersinggung dan akan terasing dari komunitasnya. Bisa
dikatakan, sejarah kretek adalah sejarah rokok di Indonesia. Rokok kretek ditemukan
hampir di semua tempat dimanapun kita berada tiap lapak maupun kios. Kretek
adalah produk yang tumbuh, berkembang, dan menyatukan bumi Nusantara dalam
suatu ikatan kultural yang kental.
16
2.2 INDUSTRI ROKOK NASIONAL ERA 1900-AN
Dari yang awalnya hanya industri rumah tangga, kini berkembang menjadi
industri skala luas. Kombinasi antara permintaan yang terus meningkat dan teknologi
produksi yang muktahir, ditambah dengan teknik pemasaran yang canggih, berhasil
mengantar rokok ke dalam babak baru dunia perindustrian. Perusahaan – perusahaan
baru berskala lokal maupun nasional pun hadir karena tergiur oleh kesuksesan
mereka yang lebih dulu hadir. Dalam bisnis rokok, hukum pasar akan memihak
kepada produk yang mampu menghadirkan kualitas dalam rasa. Artinya perusahaan
yang mampu memberikan tembakau kualitas terbaik dan saus yang gurih yang
mampu bertahan, dari sekitar 600 perusahaan rokok yang tumbuh di Indonesia di
awal proses industrialisasi, banyak dari mereka yang tidak dapat bertahan hingga saat
ini. Selain pada produk, persaingan antar perusahaan juga merembet pada isu
primodial. Karena identitas politik pada saat itu masih dalam tahap pembentukan,
hubungan sosial antar warga masih diwarnai sektarianisme yang rawan perpecahan.
Dalam industri rokok, hal tersebut termanifestasi pada dua isu besar, yakni
pertentangan antara perusahaan milik China versus Bumiputera, dan perusahaan lokal
versus asing.
Era tahun 1900an merupakan periode emas pertumbuhan perusahaan rokok di
Indonesia. Sebagian dari mereka masih bertahan hingga sekarang dan sebagian yang
lainnya menjadi raja di kelasnya. HM Sampoerna termasuk yang lahir pada masa-
masa awal periode ini. Jumlah Penjualan tiap daerah dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Jumlah produksi rokok dari keresidenan dapt dilihat pada Gambar 1.1. Berikut ini
17
adalah beberapa perusahaan yang lahir dan menjadi pemain utama pada periode
tersebut :
Tabel 1.1 Jumlah Penjualan Rokok Tiap Daerah (Sumber : 4-G Marketing, p.17, 2005 )
Kota / Propinsi 1934 1961
Jepara, Rembang, Kudus 5300 5755
Kediri 3715 3148
Semarang 510 2116
Surabaya 359 1427
Kedu 400 306
Pekalongan 317 277
Yogyakarta dan Solo 310 893
Madiun 208 1340
Bojonegoro 125 204
Malang 105 3020
Sumatera Timur ? 630
Bali dan Lombok ? 979
1. NV Bal Tiga Nitisemito (1908).
Beberapa tahun sepeninggalan Haji Jamahri, seorang warga Kudus berpikir
untuk memasarkan rokok kretek secara masal. Nitisemito muncul dengan ide
Kodok Mangan Ulo. Karena tidak direspon positif oleh pasar, ia kemudian
mencoba nama Bulatan Tiga, sebelum menggantinya lagi dengan nama Tiga
18
Bola, dan akhirnya memutuskan untuk memakai nama Bal Tiga. Produksi
pertama dimulai pada tahun 1906 dengan kategori rokok terbatas pada jenis
klobot kretek. Perusahaannya didaftarkan pada tahun 1908 dengan nama NV Bal
Tiga Nitisemito.
Grafik 1 : Produksi kretek dari keresidenan-keresidenan tahun 1934 dan 1961 (juta batang)
01000200030004000500060007000
Jepa
ra,
Rem
bang
,
Sem
aran
g
Ked
u
Yog
yaka
rtada
n S
olo
Boj
oneg
oro
Sum
ater
aTi
mur
Keresidenan
Tota
l Pro
duks
i
Gambar 1.1 Produksi Rokok dari Keresidenan
(Sumber : 4-G Marketing, p.17, 2005)
Nama Nitisemito terkenal bukan hanya disebabkan ia adalah pelopor
komersialisasi rokok kretek di Indonesia, namun karena strategi pemasarannya yang
kreatif , yang dipercaya mengilhami banyak perusahaan sejenis hingga sekarang.
Beberapa strategi kreatif tersebut adalah penawaran free gift dan special offer kepada
konsumen setia, pemberian hadiah kepada konsumen yang mengembalikan bungkus
rokok Bal Tiga; promosi berjalan menggunakan bus dan pesawat terbang,
mensponsori theater keliling; membuat aksesoris silver cases dan korek berlogo Bal
19
Tiga. Oleh sejarahwan dan pengamat rokok Nitisemito dianugerahi gelar “Bapak
Kretek Indonesia”.
2. Goenoeng & Klapa (1913)
Goenoeng & Klapa sebuah pabrik rokok di kudus yang didirikan oleh
Mohamed Atmowijoyo. Sampai kini Goenoeng & Klapa masih memproduksi
rokok klobot dan masih menggunakan tali pengikat sebagai pembungkus,jauh
tertinggal dengan rokok-rokok lain. Yang kontroversial adalah resep saus dari
rokok ini dipajang di papan tulis pada dinding pabrik. Satu-satunya yang sama
antara perusahaan ini dengan HM.Sampoerna adalah sama-sama dipimpin oleh
oleh generasi ke empat dari pendirinya.
3. Bentoel (1931)
Ong Hok Liong mendapatkan nama Bentoel setelah suatu malam di Gunung
Kawi.setelah diluncurkan di Malang merek ini mendapat sambutan yang luar
biasa. Semenjak tiba di Malang tahun 1910, Ong memang langsung terjun di
bisnis tembakau dan rokok. Bentoel adalah perusahaan yang pertama kali
menjalankan peraturan pemerintah untuk memberikan kursi bagi pelintingnya
yang semula hanya duduk di lantai. Pada tahun 1974 perusahaan ini juga menjadi
perusahaan kretek pertama yang menggunkan full-automated rolling machines di
Indonesia. Kemudian baru lahirlah Bentoel International yang kini dikenal dengan
nama Bentoel Biru rokok lokal pertama yang dipromosikan secara nasional.
20
4. Nojorono (1932)
Perusahaan ini lah yang memproduksi merek terkenal Minak Djinggo dan
akhir-akhir ini melahirkan Class Mild di kelas rokok mild. Berbeda dengan
perusahaan rokok lainnya yang umumnya dikuasai oleh satu keluarga secara turun
temurun, Nojorono dikendalikan oleh lima keluarga sekaligus. Awalnya adalah
Tjoa Kay Hang, yang pernah bekerja di Nitisemito, mengajak saudaranya Tan
Tjiep Siang dan Tan Kong Ping untuk mendirikan Trio. Setelah itu Kang Hay
mencari partner baru di kudus, yakni Ko Dji Siong dan Tan Djing Dhay, untuk
mendirikan Nojorono. Inovasi terbesar Nojorono selama ini adalah rokok tahan
air dimana ia juga memiliki hak paten atas temuannya ini sehingga sangat popular
di kalangan pelaut dan nelayan.
5. Djambu Bol (1937)
Pabrik rokok Djambu Bol sempat terhenti ketika Jepang masuk pada tahun
1942. Perusahaan ini menemukan pijakannya kembali pada tahun 1949 dengan
memproduksi rokok kretek paper-wrapped,s ebagai pengganti klobot. Berbeda
dengan perusahaan lain yang dimiliki warga keturunan, Djambu Bol adalah
perusahaan pribumi terbesar di Indonesia yang pernah tercatat dalam sejarah.
Pendirinya adalah seorang warga kudus bernama Haji Roesydi Ma’roef. Djambu
Bol berkonsentrasi pada pasar luar jawa, terutama sumatera utara yang mencapai
95% dari pangsa pasarnya.
21
6. Djarum (1951)
Nama aslinya adalah Djarum Gramophon. Oleh Oei Wie Gwan nama ini
diubah menjadi Djarum pada tahun 1951. Berbeda dengan perusahaan lain
Djarum bukanlah perusahaan keluarga, pemilik sekarang tidak memiliki
hubungan darah dengan pendirinya. Dua merek pertama perusahaan ini diberi
nama Djarum dan Kotak Ajaib. Awalnya hanya dipasarkan di Kudus, namun
setelah kedatangan Wie Gwan diekspansi ke wilayah Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Setelah sempat menjadi yang terbesar pada tahun 1967, Djarum mulai
menjajal pasar luar negeri pada tahun 1972. langkah ini mengantarnya menjadi
salah satu perusahaan kretek yang popular di luar negeri.
7. Gudang Garam (1958)
Dilihat dari tahun kelahirannya Gudang Garam memang termasuk yang
paling muda. Namun dari segi volume produksi, perusahaan ini dianggap sebagai
yang teratas. Bahkan untuk klobot kretek, Gudang Garam adalah pemimpin
padarnya sampai sekarang. Gudang Garam didirikan oleh Tjoa Ing Hwie (Surya
Wonowidjojo). Mirip dengan Bentoel nama Gudang Garam juga memiliki
dimensi mistis, dimana suatu malam Ing Hwie bermimpi melihat sebuah gudang
diseberang pabrik cap 93. Gudang Garam kini dipimpin oleh anak tertua Ing
Hwie, Rachman Halim.
8. Perusahaan Asing
Selain perusahaan lokal di Indonesia berdiri pula perusahaan rokok asing,
yakni PT. BAT (British American Tobacco), Philip Morris Indonesia, dan PT
Rothmans of Pall Mall Indonesia.
22
2.3 KELAHIRAN SAMPOERNA (1913)
Sampoerna hadir memberi warna tersendiri bagi industri rokok di Indonesia.
Melalui inovasi dan strategi pemasaran yang canggih, perusahan ini bukan hanya
mampu mempertahankan umur usahanya sampai generasi ke empat, namun juga
berhasil menjadi pemain utama di industri rokok nasional.
Generasi I, perkenalan Liem Seng Tee pada dunia rokok dimulai pada tahun
yang sama dengan pernikahannya, yakni pada saat bekerja sebagai pengolah dan
pelinting rokok kecil di Lamongan. Tidak butuh waktu lama bagi Seng Tee untuk
memulai bisnisnya menjual tembakau hasil olahannya sendiri.
Dari suksesnya ini Seng Tee mendirikan perusahaan rokok sendiri. Ia
mendirikan venture dengan nama Handel Maatschapij Liem Seng Tee pada tahun
1913. nama ini kemudian diubah menjadi Handel Maatschapij Sampoerna. Pasca
perang dunia II nama ini kemudian diubah menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna
(selanjutnya disebut Sampoerna). Pemilihan nama Sampoerna sebagai nama
perusahaan ini bukanlah tanpa alasan. Mirip dengan kisah Bentoel dan Gudang
Garam, terdapat makna filosofis yang esensial diBalik nama Sampoerna. Pertama,
Sampoerna adalah ejaan lama dari sempurna (perfect). Kedua, di dalamnya terdapat
sembilan huruf yang dianggap sebagai angka keberuntungan . dalam hal ini angka 9
memiliki proprietary dari kaisar Cina masa lalu. Terlihat kalau Seng Tee memiliki
cita-cita besar dari perusahaan yang didirikannya ini, ia menginginkan perusahaannya
menjadi “King of Kretek” di Indonesia.
23
Seng Tee memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk membawa bisnis
rokoknya ke level yang lebih tinggi: motivasi, inovasi, produk, inventori tembakau,
saus rahasia khasnya. Seng Tee mulai mulai menancapkan pijakan bisnis rokoknya.
Ia memulainya pada kategori SKT (sigaret kretek tangan). Dengan melahirkan Dji
Sam Soe hingga sekarang Dji Sam Soe dianggap sebagai “King of Kretek.”
Kesuksesan sebuah merek memang terletak pada rasa sehingga membuat Dji Sam
Soe menjadi pemimpin pasar untuk kategori SKT. Untuk mempertahankan
kekhasannya, setelah lebih dari 81 tahun kemasan Dji Sam Soe tetap dipertahankan
seperti semula. Dji Sam Soe dipandang sebagai representasi paripurna dari generasi
pertama Sampoerna. Begitu kuatnya asosiasi ini hingga merek tersebut mewakili
corporate brand secara keseluruhan, setidaknya sampai keluarga “A” diluncurkan
oleh generasi berikut.
Taman Sampoerna selain sebagai tempat produksi juga sebagai tempat untuk
melakukan berbagai kegiatan publik. Dalam hal ini tempo dulu Sampoerna juga telah
melakukan corporate responsibility. Pada tahun 1940 produksi Sampoerna mencapai
3 juta batang seminggu. Dji Sam Soe mendominasi angka tersebut, meski demikian
agen sering menunggu sampai dua minggu untuk mendapatkan produk itu. Invasi
Jepang menghancurkan semua usahanya. Seng Tee dipenjara untuk beberapa saat,
seluruh hartanya ludes dirampas penjajah Jepang. Untunglah Swie Hwa dan Aga
Sampoerna berhasil meloloskan diri dari kejaran tentara Jepang. Setelah dibebaskan
Seng Tee segera bergabung dengan keluarganya dan dengan sedikit modal
melanjutkan usahanya lagi dengan Dji Sam Soe sebagai modal utama. Pada tahun
24
1956 di usianya 63 tahun Seng Tee meninggal dunia menyusul kepergian istrinya
pada tahun 1955. Ia meninggalkan dua warisan yaitu Dji Sam Soe dan Sampoerna.
Generasi II, setelah kepergian ayahnya Aga Sampoerna mendapat mandat
untuk meneruskan perusahaan keluarga. Aga melihat Dji Sam Soe adalah satu
satunya harapan Sampoerna untuk kemBali ke tempatnya semula. Aga memindahkan
bisnisnya ke Bali beserta semua keluarganya termasuk Putera Sampoerna, tidak lama
setelah itu keluarga Aga Sampoerna dipindahkan ke Hong Kong untuk mendapat
pendidikan yang lebih baik dan lalu ke Melbourne, Australia dan terakhir ke Amerika
untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya di perguruan tinggi. Aga berkonsentrasi
pada perusahaan nya PT. Panamas dengan produknya yang kini masih ada dalam
portofolio Sampoerna yaitu Panamas Kuning. Seperginya sang pendiri membuat
bisnis menjadi kacau, hubungan antara penyalur dan agen setia mulai terkikis,
kepercayaan yang telah hilang membuat agen dan penyalur membuat bisnis sendiri
atau berafiliasi dengan perusahaan lain. Akibatnya harga Sampoerna di pasaran
menjadi sangat berfluktuatif dan ketersediannya sangat tidak terkontrol. Pada saat
saat seperti ini lah Dji Sam Soe keluar sebagai pemecah masalah. Solusi tiga tangan
yaitu, hubungan dengan pedagang, strategi pemasaran kepada konsumen, dan
management internal perusahaan. Selain itu beberapa hal yang dilakukan Aga
Sampoerna adalah Rejuvenasi Dji Sam Soe atau peremajaan merek. Selain itu untuk
mengukuhkan hadirnya generasi II pada Sampoerna keluarlah Sampoerna hijau
dengan logo “A” yang merupakan inisial nama dari Aga Sampoerna.
Generasi III, Putera Sampoerna, di era ini Sampoerna memasuki babak baru
organisasi dari tradisional ke modern di bawah kepemimpinan Chief Executive
25
Officer (CEO) yang sangat visioner. Di era ini Sampoerna mulai membenahi proses
bisnisnya secara rapi, menggunakan pendekatan marketing dan branding secara
konseptual dan sistematis, membangun manajemen sistem informasi yang canggih,
mengembangkan core competence yang solid, membangun human capital, dan
sebagainya. Dibawah Putera Sampoerna perusahaan dipacu dalam kecepatan tinggi
tanpa mengenal lelah. Hasilnya sangat menakjubkan, selama kurun waktu ini
Sampoerna memasuki “Hypergrowth era” dengan pertumbuhan usaha yang sangat
tinggi selama kurun waktu 1990-2000. Sampoerna menikmati peningkatan
pendapatan (net sales) mencapai 38 kali lipat hanya dalam kurun waktu sepuluh
tahun. Kinerja ini berasal dari organic growth, yaitu hasil aktivitas operasi bukan dari
akuisisi atau merger. Sepak terjang generasi ke tiga ini dimulai dari tahun 1969
setelah Putera menyelesaikan pendidikannya di University of Houston, Texas,
Amerika Serikat.
Dan pada akhirnya pada bulan Oktober 2005 Putera Sampoerna memutuskan
untuk menjual kepemilikan sahamnya kepada PT. Philip Morris Indonesia dengan
harga premium untuk Brand dan Control atas Sampoerna, sehingga kepemilikan PT.
Philip Morris Indonesia atas saham HM Sampoerna adalah sebesar 97.5%. hal
tersebut tejadi tanpa sepengetahuan publik untuk menghindari terjadinya insider
trading, tapi pada saat itu harga saham Sampoerna memang sudah merangkak naik.
26
2.4 Perjalanan HM. Sampoerna 1918-2006
Tahun 2006 ini HM. Sampoerna memasuki usianya yang ke- 93 tahun dan
selama kurun waktu yang panjang itu, HM. Sampoerna mampu sustainable dan
secara konsisten menjadi pemimpin pasar yang tak tertandingi oleh pesaing manapun.
Disamping itu, HM. Sampoerna juga mengalami pasang dan surut selama kurun
waktu yang ada dan tetap survive sampai sekarang karena HM. Sampoerna
mempunyai strategi yang andal untuk diterapkan dalam proses operasinya.
HM. Sampoerna pada dasarnya merupakan Manufacturing company berubah
menjadi Market Driven company yang mampu mencapai ekspansi besar-besaran
melalui penerapan strategi pemasaran yang tepat yaitu :
1. Langkah awal HM. Sampoerna ditinjau dari segi teknikal
a. Salah satu langkah terpenting untuk menjaga perusahaan tetap sustain adalah
meniadakan semua agen dari rantai distribusi HM. Sampoerna dalam rangka
mengembangkan sistem distribusi mandiri.
b. Memindahkan operasi pabrik rokok Panamas dari Bali ke Malang, sehingga
pembelian bahan-bahan untuk kedua pabrik Panamas dan Sampoerna menjadi
lebih efisien dan ekonomis dimana keputusan diambil karena adanya
keyakinan penuh bahwa masa depan bisnis rokoknya ada di Jawa bukan Bali.
Oleh karena itu, kantor pusat Sampoerna yang ada di Taman Sampoerna
pindah ke kawasan industri Rungkut di bagian timur Surabaya. Pemindahan
fasilitas produksi seperti pengolahan cengkih, percetakan, dan pelintingan
27
pada tahun 1982 karena fasilitas produksi di Taman Sampoerna memang
sudah tak memadai lagi.
c. Seiring dengan semakin berkembang pesatnya perusahaan, diputuskan untuk
membuat fasilitas produksi baru pada lahan seluas 153 hektar di Sukarejo,
Jawa Timur yang dirancang untuk menjadi gudang bahan baku tembakau dan
akan diarahkan untuk memproduksi rokok kretek terbaik di Indonesia.
Dengan adanya fasilitas ini HM. Sampoerna mampu mengantisipasi
permintaan pasar yang begitu cepat dalam tahun-tahun berikutnya
d. Langkah selanjutnya adalah membenahi sistem pembelian tembakau dari
petani dimana HM. Sampoerna membeli sendiri tembakau langsung dari
petani dan mendirikan stasiun pembelian milik perusahaan sendiri.
2. Langkah selanjutnya dari HM. Sampoerna yang diterapkan sampai sekarang :
Langkah kedepan adalah memperluas portofolio produknya dipasar melalui
inovasi dan pengembangan produk baru di luar Dji Sam Soe. Adapun produk
yang dikeluarkan adalah Sampoerna Exclusive dan “A” Mild.
Selain itu, mendorong upaya-upaya pemasaran dengan melakukan kampanye
promosi baik di media cetak, radio, maupun televisi. Dengan menjadi market-driven
company maka HM. Sampoerna mulai menempatkan aktivitas membangun merek
pada posisi sentral dalam keseluruhan strategi perusahaan. Kalau sebelumnya
aktivitas pemasaran hanya sebatas untuk menjamin ketersediaan produk di pasar,
maka dengan pendekatan baru ini pemasaran mulai diarahkan kepada upaya-upaya
untuk membangun diferensiasi produk yang mampu memfokuskan diri untuk
28
memperkuat dan men-leverage produk unggulannya Dji Sam Soe. Disamping itu,
dalam kurun waktu ini HM. Sampoerna juga mulai agresif meluncurkan merek-merek
baru untuk merespon kebutuhan pasar seperti A Mild dan Sampoerna Exclusive.
Secara organisasi, portofolio merek yang dikelola perusahaan juga dikelola
dengan menggunakan konsep manajemen merek modern. Setiap merek dikelola oleh
brand manager yang khusus mengelola merek-merek tersebut. Manajer merek kini
bertanggung jawab terhadap riset pasar, penyusunana konsep strategi merek,
implementasi strategi seperti menjalankan kampanye iklan, sponsorship atau
peluncuran produk baru, hingga melakukan evaluasi kinerja merek. Perusahaan juga
mulai memperkenalkan field marketing organization agar HM. Sampoerna dapat
mengetahui setiap perkembangan yang terjadi di pasar di berbagai area distribusi
yang ada. Data pasar yang dikumpulkan oleh jaringan field marketing staff yang
digabungkan dengan data-data retail audit dari pihak ketifa dan data-data hasil riset
khusus akan keluar ide-ide mengenai program sponsorship dan kampanye promosi,
program peluncuran produk baru, bentuk merchandising di outlet atau kampanye
iklan di TV, radio maupun koran.
Agar suatu perusahaan bisa bertahan secara terus menerus dalam era global
ini, ada 9 aspek pemasaran yaitu : segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi,
marketing mix, selling, brand, servis dan proses. HM. Sampoerna bisa melakukan
semuanya dengan tepat dan benar.
Sampoerna melakukan strategi pemasaran above the line : iklan, promosi di
TV, radio dan sebagainya dan strategi below the line : lewat program green
29
community, melakukan pendektan langsung ke masyarakat, event marketing dan
sinetron.
Suatu produk yang ada di pasar pada suatu titik tertentu akan berada dalam
posisi mature, yang bila dilanjutkan dipasarkan secara terus menerus, yang terjadi
adalah sales yang menurun. Untuk mengantisipasi produk yang sudah mature,
diperlukan inovasi dan differensiasi secara terus menerus agar produk yang tadinya
sudah dalam tahap mature berubah menjadi growing position yang mampu
mendongrak sales dan meningkatkan keuntungan perusahaan.
Setiap produk Sampoerna mempunyai cara marketing sendiri untuk
mempertahankan posisinya dalam pasar. Contohnya : Dji Sam Soe tetap
mempertahankan kualitas dari cengkih dan telah diluncurkan Dji Sam Soe Filter.
Sampoerna hijau melalui rejuvenasi produk, A mild terus berinovasi lewat strategi
above the line untuk menciptakan trend setter dan brand awareness.
Sampoerna juga menjual produknya sampai ke luar negeri yang diharapkan
dapat memasuki pasar internasional. Sampoerna memiliki transferable assets berupa
kemampuan membuat dan memasarkan rokok di pasar Indonesia, dan kemampuan itu
coba “dipindahkan” ke pasar-pasar baru di negara tetangga, untuk kemudian juga di
pasar-pasar lain di seluruh dunia seperti :Malaysia, Myanmar, Vietnam, Brasil,
Filipina, dan Taiwan.
30
2.5 THE SAMPOERNA WAY
”Kami Memang Beda”merupakan tagline di Sampoerna. “Di Sampoerna,
upaya mencari kesempurnaan sudah menjadi gaya hidup kami; suatu usaha keras,
yang secara integral terjalin di dalam semua aspek Kelompok Perusahaan
Sampoerna” begitulah kalimat menarik yang tertulis di Buku Kredo Sampoerna
Anggarda Paramita.
Selain itu, HM. Sampoerna juga memiliki satu kata kunci yaitu “belajar”,
yang menandai bahwa perusahaan bukanlah benda mati yang akan berhenti pada titik
tertentu tetapi harus terus belajar dan belajar menghadapi situasi lingkungan bisnis
yang terus berubah.
Berikut adalah sembilan langkah yang menjadi gaya hidup setiap orang di
HM. Sampoerna dalam usahanya mencapai kesempurnaan:
1. Kepemipinan dan manajemen profesional
2. Objektif dan tidak memihak
3. Kerjasama kelompok dan tanggung jawab
4. Mengaktualisasikan seluruh potensi
5. “Tiga Tangan”
6. Bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan para pemegang saham
7. Warga masyarakat dan warga usaha yang baik
8. Bertekad membangun bangsa
9. Berwawasan ke depan
31
Sejak pertama kali kehadirannya, Sampoerna selalu memegang teguh falssfah
diferensiasi. Di kalangan internal Sampoerna, falsafah diferensiasi lebih dikenal
dengan ungkapan “Kami memang beda”. Jikalau dilihat dari segi historis, “Kami
memang beda” merupakan suatu nilai yang secara sadar atau tidak, tertulis ataupun
tidak telah menjadi filosofi dasar bagi setiap kebijakan yang diterapkan oleh HM.
Sampoerna.
Nilai-nilai dasar yang dipegang teguh dan diyakini oleh setiap orang di dalam
organisasi HM. Sampoerna inilah yang terbukti menjadi tulang punggung dan
keunggulan perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis. Dalam Kredo
Sampoerna, secara gamblang dituliskan “Tidak seperti kelompok perusahaan lain,
salah satu pendorong utama KPS (Kelompok Perusahaan Sampoerna) adalah
falsafahnya, bukan kebijakannya”
Selain “Kami memang beda”, terdapat satu filosofi lainnya yang terbukti
mendukung Sampoerna dalam mencapai kesuksesannya sampai saat ini. “Why not”
memancing setiap indiviu untuk dapat berpikir “out of the box” dan pada akhirnya
mampu menghasilkan sesuatu yang berbeda.
Budaya perusahaanlah yang pada akhirnya akan membedakan perusahaan satu
dengan lainnya. Budaya menjadi tatanan hidup masing-masing perusahaan yang tidak
mungkin dan tidak layak untuk ditiru oleh siapapun.
32
2.6 FILOSOFI BISNIS HM. SAMPOERNA
Logo tiga tangan merupakan filosofi bisnis HM. Sampoerna. Simbol
dilukiskan dengan gambar tiga tangan yang menghadap ke arah yang berbeda, yang
artinya mewakili tiga pihak yang berbeda, yakni produsen, pedagang dan konsumen.
Maksudnya adalah, untuk mencapai kesuksesan, perusahaan harus bisa menjamin
bahwa ketiganya sama-sama berbagi keuntungan.
Filosofi bisnis sampoerna digunakan untuk men-deliver credibility, leadership
dan loyalty kepada stakeholder-nya. Berikut ini akan dibahas isi dari logo tiga tangan:
1. Produsen
Produsen adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari ”Tiga Tangan”
HM. Sampoerna. Produsen di sini berarti perusahaan secara keseluruhan. Tujuan
dari semua produsen adalah mendapatkan laba yang memuaskan, demikian juga
dengan HM. Sampoerna sebagai produsen rokok kretek yang ternama.
2. Pedagang
Pedagang adalah kunci untuk menjamin ketersediaan produk HM. Sampoerna di
pasar sehingga konsumen selalu mendapatkan produk HM. Sampoerna.
3. Konsumen
Konsumen HM. Sampoerna berarti pemakai produk HM. Sampoerna baik berupa
Dji Sam Soe, A Mild, Sampoerna Hijau dan lainnya. Oleh karena itu, HM.
Sampoerna harus menjadi corporate brand. HM. Sampoerna hatus menyakini
bahwa konsumen secara konsisten melihat nama HM. Sampoerna membawa
atribut-atribut produk positif dan atribut image yang terkuat di antara semua
33
brand Indonesia. Konsumen tahu bahwa Sampoerna berarti kualiatas tembakau
terbaik, dan citra premium. Hal itu berarti konsumen ”membeli” nama perusahaan
bersama produk. Oleh karena itu, HM. Sampoerna berusaha untuk
mempertahankan dan meningkatkan program quality assurance sebagai jaminan
agar produk yang dihasilkan sesuai dengan yang dijanjikan. Dengan demikian
konsumen akan memperoleh produk istimewa dengan harga yang wajar.
top related