bab ii pembagian harta waris dalam hukum islam dan …repository.radenfatah.ac.id/7017/2/skripsi bab...
Post on 03-Feb-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
BAB II
PEMBAGIAN HARTA WARIS DALAM HUKUM ISLAM
DAN ADAT MINANGKABAU
A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Hukum waris dalam Islam adalah aturan yang mengatur mengenai perpindahan
hak kebendaan atau harta dari orang yang meninggal dunia (pewaris) kepada ahli
warisnya dengan bagian masing-masing yang tidak sama tergantung kepada status
kedekatan hubungan hukum antara pewaris dengan ahli warisnya. Hal ini senada
dengan pendapat Zainuddin Ali yang mendefinisikan Hukum Kewarisan Adalah1.
Aturan yang mengatur pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia
kepada ahli warisnya. Hal ini berarti menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli
waris, porsi bagian masing-masing ahli waris, menentukan harta peninggalan dan
harta warisan bagi orang yang meninggal dimaksud.
Lebih lanjut menurut Soepomo dikutip Eman Suparman mendefinisikan
hukum waris secara umum itu memuat aturan-aturan yang mengatur proses
meneruskan serta peralihan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak
berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya2.
B. Objek Harta Waris Menurut Hukum Islam dan Adat Minangkabau
1. Harta Waris Menurut Hukum Islam
Harta warisan adalah benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal
dunia yang menjadi hak ahli waris. Dilihat dari segi jenjangnya harta itu dapat
dibagi menjadi tiga macam3:
a. Harta Kekayaan adalah semua harta yang dimiliki orang secara pribadi dan
atau secara bersama-sama pada waktu orang itu masih hidup. Pengertian harta
dapat berbentuk benda (baik bergerak maupun tidak bergerak) dan dapat
1 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), hlm. 33.
2 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Peresfektif Islam, Adat, dan BW,
(Bandung: Rafika Aditama), hlm. 2. 3 Abdul Ghofur Ansori, Op.Cit., hlm. 88.
-
berupa hak-hak yang mempunyai nilai kebendaan atau hak yang mengikuti
bendanya.
b. Harta pribadi seperti harta yang diperoleh sebelum mati dan sebelum
melangsungkan pernikahan, harta bawaan, harta warisan, harta hibah dan harta
sebagai hadiah pernikahan. Sedangkan harta yang dimiliki bersama seperti
harta gono-gini atau guna-kaya, harta pusaka dan sebagainya.
c. Harta peninggalan adalah harta kekayaan yang telah ditinggalkan pewaris.
Kekayaan itü menjadi milik pewaris sebelum diadakan tindakan pemurnian.
Jenis bendanya ialah harta benda (baik bergerak maupun tidak) dan hak-hak
yang mempunyai nilai kebendaan atau hak yang mengikuti bendanya. Dengan
demikian harta kekayaan milik bersama (harta pusaka atau harta bawaan) tidak
dapat di masukkan ke dalam harta peninggalan.
2. Harta Waris Adat Minangkabau
Harta peninggalan di Minangkabau secara umum dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Terhadap kedua macam harta
inilah yang nantinya akan ditentuan siapa saja ahli warisnya4.
Harta pusaka tinggi adalah tanah garapan nenek moyang yang diwarskan
secara turun temurun dari niniek (nenek moyang) ke mamak dan dari mamak turun
ke kemenakan dalam kaum tersebut. Harta yang digolongkan ke dalam harta pusaka
tinggi apabila telah diwariskan turun temnurun.Bentuk harta pusaka tinggi adalah
segala kekayaan materil dan harta benda yang bagi masyrakat Minagkabau sangat
berkaitan dengan hutan tanah yang merupakan jaminan hidup5.
Harta pusaka tinggi merupakan harta keluarga yang dimiliki oleh sebuah kaum.
Sebagai individu anggota kaum tersebut bukanlah yang mempunyai harta itu,
melainkan kaum mempunyai hak memakai saja. Harta ini diperuntukkan bukan
untuk individu tetapi untuk kepentingan bersama dan tentunya untuk digunakan
anggota-anggota kaum yang keadaan ekonominya rendah6.
4Chairul Anwar, Op.Cit. hlm. 93.
5 Hasil wawancara dengan Datuk Tandilangik di ruang tamu pada tanggal 4 Juli
2019 Pukul 15.00. 6Hasil wawancara dengan Datuk Tandilangik di ruang tamu pada tanggal 4 Juli
2019 pukul 15.00
-
Meskipun mamak kepala waris sebagai kepala satu kaum adalah yang
berkewajiban mengurus dan mengawasi pembagian dan pemegang harta pusaka
tinggi, namun mamak bukanlah pemegang kekuasaan tertinggi. Kekuasaan tertinggi
berada di dalam rapat kaum yang beranggotakan seluruh ahli waris baik laki-laki
mupun perempuan yang sudah akhil baligh dan menetap di kampung.7
Sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta yang masih dapat dijelaskan
dengan mudah asal usulnya oleh ahli waris, dan pemakaiannya lebih bebas daripada
pusaka tinggi. Harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang dan
diwariskan menurut hukum Islam. Harta pusaka rendah merupakan hasil
pencaharian seseorang dan diwariskan menurut hukum Islam. Yang termasuk dalam
harta pusaka rendah adalah:
a. Harta Pencaharian
Adalah segala harta benda yang diperoleh dengan usaha sendiri, atau di dapat
melalui hibah atau dengan cara lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan harta
pusaka tinggi. Harta pencaharian ini terbagi dua yaitu:
1) Tembilang besi yaitu harta tanah yang diperoleh melalui hasil teruko
artinya membuka sawah baru dari tanah mati, misalnya membuat atau
membuka sawah baru dari tanah ulayat kaum. Tanah dari perbuatan
menaruka itu adalah hak orang yang menaruka yang dapat dimanfaatkan
oleh keluarganya.
2) Tembilang emas (pencaharian) yaitu tanah yang diperoleh dengan cara
membeli atau memegang gadai (pegang gadai) yang uang untuk
memegang gadai atau membeli tersebut adalah hasil dengan usaha sendiri.
Bila seseorang menebus harta kaum yang tergadai dengan uang hasil
usahnya itu sendiri maka harta tersebut tetap miliknya sampai kaum
menebus kembali kepadanya.
b. Harta Suarang
Adalah harta yang benar-benar diperoleh dari usaha bersama-sama suami dan
istri. Timbulnya harta suarang ini setelah adanya bentuk perkawinan semendo bebas
7 Wawancara dengan Dt. Indo Maradjo, Tanggal 4 Juli 2019.
-
yaitu seelah terjadi kehidupan bersama antara suami dan istri. Kriteria bersama-
sama adalah benar-benar istri dan suami melakukan suatu usaha bersama. Apabila
istri hanya tinggal dirumah dan melakukan pekerjaan rumah, maka tidak termasuk
dalam krateria usaha bersama. Hingga harta yang diperoleh bukanlah harta suarang.
c. Harta Serikat.
Adalah harta yang diperoleh dengan cara berserikat dengan orang lain. Bentuk
perserikatannya dapat berupa modal bersama atau yang satu pihak mengeluarkan
modal dan yang pihak lain mengeluarkan jasa.
C. Sumber Hukum Kewarisan Islam
Ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah waris terdapat di dalam Al-quran
dan Al-hadist8. Adalah sebagai berikut :
a. QS. An-Nisa [4]: 7-9
ۡۡلَ اِن َوٱ لَۡوٲِِلَ
ا تََرَك ٱ مَّ َِّسآِء هَِصُب ٌ۬ ّمِ ۡۡلَۡقَربُوَن َولِلً
اِن َوٱ لَۡوٲِِلَ
ا تََرَك ٱ مَّ ِّلّرَِجاِل هَِصُب ٌ۬ ّمِ َُ ٱَۡو ل ا قَ َّ ِمٌۡ ا َۚلُثَ ۡقَربُوَن ِممَّ ُروً۬اٌ۬ ۡۡ ا مَّ لُۡقۡرََبٰ ٧ هَِصًَ۬اٌ۬
لِۡقۡسَمَة ُٱْولُوْا ٱ
َذا َحََضَ ٱ
ِ( َوا
ۡعُروفاٌ۬ا َُ َوقُولُوْا لَُِۡم قَۡولاٌ۬ مَّ ٌۡ ۡرُزقُوُُه ّمِ ـٰڪنُِي فَٱ لَۡمَس
ـَٰمٰى َوٱ ََتَ لۡ
َّةاٌ۬ ًِ۬عَ ٨َوٱ ِِۡم ُذّرًِ ِۡ ٍَن لَۡو تََرُلوْا ِمۡن َخلۡ ِ َّلَّ
ََۡخَش ٱ ا ( َولۡ َسِدًدا
ََُقولُوْا قَۡولاٌ۬ َ َولۡ َّللَّ ۡم فَلََۡتَُّقوْا ٱ ۡاا َخافُوْا عَلَۡۡيِ (٩ـٰ
Artinya :
7. Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.
8. Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang baik.
9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan
yang benar.
8 Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Pt Refika
Aditama.2010), hlm.3.
-
b. QS. An-Nisa [4]: 11-12
ـِٰدُڪمۡ َ ُ ِِفٓ ٱَۡول َّللَّ ۡۡلُهََُنَۡيِ ًُۖوِصَُُكُ ٱ
َلِر ِمُۡۡ َح ِِّّ ٱ ۡيََنَۡيِ فَلَُِنَّ ُۡلََُا َما تََركَ ۚ ِلَّذَّ
ََۡ ٱ ن ُلنَّ ِوَسآءاٌ۬ فَۡو
َِد ً۬اٌ۬ فَلََِا ۖ فَا ِِ ۡۡ َوٲ َ ه ََ ن
ِليِّۡصُف َوا
ٌَُُۡما ۚٱ د ٌ۬ ّمِ ِِ ِّ َوٲ ُُ َِ ِل َوِۡلَبََوًۡ
َن ََلُ ۥ َوَِل ٌ۬ ََ ن ِا تََرَك ا ُدُس ِممَّ لسُّ
ُُ ۚٱ لَُّلُ
َِ ٱ ّمِ ُ ِِ ٍُ فَ ۥ َٱبََوا َُ ُ ۥ َوَِل ٌ۬ َوَوِرَۡ ُُن َلَّ َّۡم ٍَ ن ل
ُِدُس ۚ فَا لسُّ
َِ ٱ ّمِ ُ ِِ َو ً۬ ٌ۬ فَ ۡۡ
ِۥ ا َن ََلُ ََ ن
ِۡ ِۗصََّة ٌ۬ ًُوِِص ِبَُآ َٱۡو َدٍۡن ِمن بَۡعِد وَ ۚ فَا ُُ ُُ ٓ ََ َءا
ا عاٌ۬ ۡۡ َ ُۡم َٱۡقَرُب لَُُكۡ ه ۡ َل تَۡدُروَن َٱُّيُّ ُُ ُُ ٓ ِ َۚوَٱبۡيَا َّللَّ َن ٱ ةاٌ۬ ّمِ ََ اٌ۬ا ۗ فَرًِ ًُِم اا َح َن عَِلًم ََ َ َّللَّ
نَّ ٱُِ ١١ ا َِّ ُُن ل َ َّۡم ٍ ِن ل
ن َڪاَن ۚنَّ َوَِل ٌ۬ ( ۞ َولَڪُۡم ِهۡصُف َما تََرَك َٱۡزَوٲُجڪُۡم اِ فَا
ا تََرۡڪنَ بُُع ِممَّ لرُّ َآ َٱۡو َدٍۡن ٌ۬ ۚلَُِنَّ َوَِل ٌ۬ فَلَڪُُم ٱ ِِ َُُّكۡ َوَِل ٌ۬ ۚ ِمن بَۡعِد َوِصََّة ٌ۬ ًُوِصنَي َّۡم ًَڪُن ل ن ل
ِۡ ا ُُ ا تََرۡل بُُع ِممَّ لرُّ
لَُُّمُن ِممَّ ۚ َولَُِنَّ ٱ
ن َڪاَن لَڪُۡم َوَِل ٌ۬ فَلَُِنَّ ٱ
ِا فَا
ُُ َآ َٱۡو َدٍۡن ٌ۬ ۚتََرۡڪ ِِ ن بَۡعِد َوِصََّة ٌ۬ تُوُصوَن ُدُس ۗ ّمِ لسُّ َُما ٱ ۡۡ د ٌ۬ ّمِ ِِ ِّ َوٲ ُُ ۡ ٌ۬ فَِل ۡۡ ٌ َٱۡو ٱُ ۥ َٱ ۡمَرَٱ ً۬ ٌ۬ َوََلُ
ا ٱَِو ٱ ََ ـٰ َ ُُ َڪل َن َرُج ٌ۬ ًُوَر ََ ن
ِن َڪاهُٓوْا َٱۡڪَثَ ِمن ۚ َوا
ِ فَا
ل ُِ َذٲِِلَ فَُِۡم ُُشََڪآُء ِِف ٱ آّر ٌ۬ َُّۚلُ ََ َ ُم ۡۡ ِ ۚ ِمن بَۡعِد َوِصََّة ٌ۬ ًُوَِصٰ ِبَُآ َٱۡو َدٍۡن ََ َّللَّ
َن ٱ ِلم ٌ۬ ۗ َوِصََّةاٌ۬ ّمِ َِ ُ عَِلم َّللَّ
(١١ َوٱ
Artinya :
11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk
dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja),
Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
12. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri- isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai
anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
-
dibayar hutang- hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara
itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar- benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.
c. QS. An-Nisa [4]: 176
ََِ ـٰ لََۡكَ ِۡۡتَڪُۡم ِِف ٱ ُ ً ُ َّللَّ
تُوهََك قُِ ٱ ۡۡ تَ ۡ ٌ۬ فَلََِا ِهۡصُف َما تَرَ ٌَۚس ۡ ۡۡ ۥ ُٱ ََ ََلُ ۥ َوَِل ٌ۬ َوََلُ َ لَُۡ ََ َُ ْا ُ ۡمُر
ِن ٱَِا َوَِل ٌ۬ ۚكَ ا َِّ ُُن ل َ َّۡم ٍ ِن ل
َآ ا ُُ َو ٍَِر ُُ ا ۚ َو ُّلََُاِن ِممَّ لَ ۡيََنَۡيِ فَلََُِما ٱ
ۡهَتَا ٱ ََ ن
ِ فَا
ۡۡلُهََُنَۡيِ ۚتََركَ َلِر ِمُۡۡ َح ِِّّ ٱ َووَِسآءاٌ۬ فَِلَّذَّ
َو ً۬اٌ۬ ّرَِجالاٌ۬ ِۡۡهُٓوْا ا ََ ن
ُِّواْ ۗ َوا ل َِ ُ لَڪُۡم ٱَن تَ َّللَّ
ُ ٱ ء عَِلُم ۗ ًًَُ۬نّيِ ِّ ََشۡ ُُ ُ ِب َّللَّ
(١٧١َوٱ
Artinya :
176. Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal
dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri
dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara
laki- laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.
d. QS. Al-Ahzab [33]: 6
ُِۡسُِمۡ ٌِنَي ِمۡن َٱه لُۡمۡؤِم ليَِِّبُّ َٱۡوََلٰ ِبٱ
ـٰتُُُمۡ ۖٱ َِ ۥ ُٱمَّ َُ ُُۡم َٱۡوََلٰ ِبًَ۬ۡع ٍ۬ ٌ۬ ۗ َوَٱۡزَوٲُج َُ اِم بَۡع َِ ۡۡلَۡر
ۡعُروفاٌ۬ا َوٱُْولُوْا ٱ ُُك مَّ
ََِآٮ ٓ َٱۡوِل ََلٰ ِ
َعلُٓوْا ا ۡۡ ٓ ٱَن تَ لَِّـِٰجرٍَِن ا لُۡمَِ
ٌِنَي َوٱ لُۡمۡؤِم
ِ ِمَن ٱ َّللَّ
ـِٰب ٱ ِِۚف ِڪتَ
ا ـِٰب َمۡسُطوراٌ۬ لۡڪِتَ (١َڪاَن َذٲِِلَ ِِف ٱ
Artinya :
-
6. Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang
yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-
mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-
orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-
saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab
(Allah).
Sedangkan sumber hukum waris yang berasal dari Hadits, diantaranya:
a) Harta yang Ditinggalkan Orang Mati untuk Ahli Warisnya9.
َٔ :ىلرتلكدًيوفَالفٕاحندُ ٔاُو ترك ِلًيو وفٕاء صىل والا، ِدًَٔابَرٍىر ً۬رً۬اللِعيو،أ - 4411 ىرسولللِصلىاللِعلَووسمل َهَٔوتىبامرجالملتوِف،علَواِلٍن،فُس
َٕل : أان ٔاوَل بلمٔومٌني من ٔاُۡس م ، مفن تويف مٌٕاملٔومٌني لك هلمسلمني : صلوا عىل صٕا حبُك فلام فتح هللا علَو امۡتوح ،
َِلٍن(5لتٕاب امُٕۡاةل:93َٕأوٍ،ومٌرتلإملفلورًٔتو ٔاۡرجوامبخٕاًرۡي :فرتلدًيٕافعلىَُ
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa pernah ada orang mati yang
meninggalkan utang dibawa kepada Rasulullah Saw. Beliau pun bertanya,
“Apakah dia meninggalkan harta untuk membayar utangnya?” Bila ternyata
jenazah tersebut meninggalkan harta untuk membayar utangnya, beliau mau
menyalatinya. Jika tidak, beliau berkata kepada kaum muslimin, “Shalatilah
saudara kalian ini!”
Ketika Allah membukakan banyak kemenangan diberbagai negeri, beliau
bersabda, “Aku lebih berhak (mengurus urusan) orang-orang beriman
daripada diri mereka sendiri, maka siapa yang meninggal dunia dari kalangan
kaum mukminin lalu meninggalkan utang, akulah yang wajib membayarnya
dan siapa yang meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli warisnya.”(H.R.
Bukhari, Kitab: “Tanggungan” (39), Bab: Utang (5)).
9 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu'lu Wal Marjan, Edisi Ketiga
(Jakarta: Ummul Qur'an, 2013), hlm. 771.
-
b) Memberikan Bagian Kepada Pemiliknya10.
َ قَاَل : -1401 َِ َوَسملَّ َْ َ ُ عَل ِ َصىلَّ اَّللَّ ، َعْن اليَِّبِّ َرُسوُل اَّللَّ َُ ًُ ابِْن َعًَّ۬اس َرِِضَ هللُا َعْي دَّ ِلَِا ، فََما بَِقَي فََُِو ِۡلَْوََل َرُج َذَلر َِ ُْ ََۡرائِ ٍَ۬ ِبٱَ َٱلِْحقُوا الْ
ۡااثموِلمٌٔابَوؤامو( 5لتٕاَمۡراً ٍ۬ٔ:َ 55 ٔاۡر جو امبخٕا ر ي يف : مب
Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan dari Nabi صلعم, yang bersabda : “Berikanlah
bagian fara‟idh (warisan yang telah ditetapkan kepada yang berhak. Adapun
sisanya, maka untuk pewaris lelaki yang paling dekat (nasabnya).”(H.R.
Bukhari, kitab : (85), Bab: Warisan untuk anak dari bapak dan ibunya (5)).
Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim atau sering disebut dengan istilah
muttafaq „alaih:
ِلَِا ، فََما بَِقَي فََُِو ِۡلَْوََل رَ ُْ ََۡرائ ٍَِ۬ ِبٱَ َ الْ َِ َوَسملَّ َْ َ ُ عَل ِ َصىلَّ اَّللَّ ُج َذَلر متۡ علَو(قَاَل اليَِّبِّ َرُسوُل اَّللَّ
Nabi Saw. bersabda: “Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang
yang berhak. Sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama
(dekat kekerabatannya).” (Muttafaq „alaih).
D. Sebab-Sebab Mendapatkan Hak Waris
Dalam hukum Islam, sebab-sebab untuk dapat menerima warisan ada tiga,
yaitu: Hubungan kekerabatan (al-qarabah), Hubungan perkawinan atau semenda
(al-musaharah), Hubungan karena sebab memerdekakan budak atau hamba sahaya
(al-wala')11
. Namun untuk sebab karena memerdekakan budak sudah tidak berlaku
Iagi untuk sekarang, karena praktik perbudakan ini hanya ada pada masa Rasulullah
SAW.
1. Hubungan Kekerabatan (al-qarabah).
Di antara sebab beralihnya harta seseorang yang telah mati kepada yang masih
hidup adalah adanya hubungan kekerabatan antara keduanya. Adapun hubungan
kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah yang ditentukan pada saat
adanya kelahiran12
.
Jika seorang anak lahir dari seorang ibu, maka ibu mempunyai hubungan
kerabat dengan anak yang dilahirkan. Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun
10Ibid., hlm. 772-773.
11
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), hlm. 41.
12
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana), hlm. 179.
-
karena setiap anak yang lahir dari rahim ibunya sehingga berlaku hubungan
kekerabatan secara alamiah antara seorang anak dengan seorang ibu yang
melahirkannya. Sebaliknya, bila diketahui hubungan antara ibu dengan anaknya
maka dicari pula hubungan dengan laki-laki yang menyebabkan si ibu melahirkan.
Jika dapat dibuktikan secara hukum melalui perkawinan yang sah penyebab si ibu
melahirkan, maka hubungan kekerabatan berlaku pula antara si anak yang lahir
dengan si ayah yang menyebabkan kelahirannya13
.
Hubungan kekerabatan antara anak dengan ayah ditentukan Oleh adanya akad
nikah yang sah antara ibu dengan ayah (penyebab si ibu hamil dan melahirkan)14
.
Dengan mengetahui hubungan kekerabatan antara ibu dengan anaknya dan
hubungan kekerabatan antara anak dengan ayahnya, dapat pula diketahui hubungan
kekerabatan ke atas, yaitu kepada ayah atau ibu dan seterusnya, ke bawah, kepada
anak dan seterusnya, dan hubungan kekerabatan ke samping, kepada saudara
beserta keturunannya. Dari hubungan kekerabatan yang demikian, dapat juga
diketahui struktur kekerabatan yang tergolong ahli waris bila seorang meninggal
dunia dan meninggalkan harta warisan15
.
2. Hubungan Perkawinan (al-musharah)
Hubungan atau pernikahan dijadikan sebagai penyebab hak adanya perkawinan,
hal ini dipetik dan Qur'an surah An-Nisa' (4) : 12, yang intinya menjelaskan tentang
hak saling mewarisi antara orang yang terlibat dalam tali pernikahan yaitu suami-
istri16
.
Syarat suami-istri saling mewarisi di samping keduanya telah melakukan akad
nikah secara sah menurut syariat. Juga antara suami-istri yang berakad nikah itu
belum terjadi perceraian ketika salah seorang dari keduanya meninggal dunia17
.
3. Memerdekakan Budak Atau Hamba Sahaya (al-Wala')
13 Caulson dalam Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2009), hlm. 111.
14
Ibid.
15
Amir syarifuddin dalam Ibid., hlm. 112.
16
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Eksistensi dan
Adaptabilitas, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), hlm. 37.
17
Ibid.
-
Al-wala' adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan budak
atau hamba sahaya, atau melalui perjanjian tolong menolong. Untuk yang terahir ini
agaknya jarang dilakukan malahan tidak sama sekali. Adapun al-wala' yang
pertama disebut dengan wala ' al-ataqah atau ushubah sababiyah, dan yang kedua
disebut dengan wala' al-muwalah, yaitu wala' yang timbul akibat kesediaan orang
untuk tolong menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian18
.
Adapun bagian orang yang memerdekakan budak atau hamba sahaya adalah 1/6
dari harta peninggalan. Jika kemudian ada pertanyaan apakah sekarang masih ada
hamba sahaya, maka jawabannya adalah bahwa hapusnya perbudakan merupakan
salah satu keberhasilan misi Islam. Karena memang imbalan warisan kepada al-
mufiq atau al-mu 'ttqah salah satu tujuannya adalah untuk memberikan motivasi
kepada siapa saja yang mampu, agar membantu dan mengembalikan hak-hak hamba
menjadi orang yang merdeka19
.
E. Sebab-Sebab Hilangnya Hak Kewarisan Dalam Islam
Memperoleh hak waris tidak cukup hanya karena adanya penyebab kewarisan,
tetapi pada seseorang itu juga harus tidak ada penyebab yang dapat menghalanginya
untuk menerima warisan. Karena itu orang yang dilihat dari aspek penyebab-
penyebab kewarisan sudah memenuhi syarat untuk menerima warisan, tetapi jika ia
dalam keadaan dan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan dia tersingkir
sebagai ahli waris20
. Dalam hukum Islam secara umum faktor penghalang hak waris
terdapat beberapa sebab yaitu21
:
a. Ahli waris yang membunuh pewaris, tidak berhak mendapatkan warisan
dari keluarga yang dibunuhnya.
b. Ahli waris yang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya
yang beragama Islam, demikian pula sebaliknya.
c. Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarga yang beragama
Islam.
18 Fatchur Rahman dalam Ahmad Rofiq, Fiqh Muwaris, Op. Cit., hlm. 45.
19
Ibid.
20
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hlm.39.
21
Eman Suparman, Op. Cit., hlm.2.
-
F. Rukun dan Syarat Kewarisan Dalam Islam
Jika dianalisis syarat-syarat adanya pelaksanaan hukum kewarisan Islam akan
ditemukan tiga syarat yaitu yang pertama, kepastian meninggalnya orang yang
memiliki harta, kedua, kepastian hidupnya ahli waris ketika pewaris meninggal
dunia, ketiga, diketahui sebab-sebab status masing-masing ahli waris. Kepastian
meninggalnya seseorang yang memiliki harta dan kepastian hidupnya ahli waris
pada saat meninggalnya pewaris menunjukkan bahwa perpindahan hak atas harta
dalam kewarisan tergantung seluruhnya pada saat yang pasti. Oleh karena itu
meninggalnya pemilik harta dan hidupnya ahli waris merupakan pedoman unutuk
menetapkan peristiwa pelaksanaan hukum kewarisan Islam, Penetapan pemilik
harta meninggal dan ahli waris hidup sebagai syarat mutlak menentukan terjadinya
kewarisan dalam hukum Islam22
.
Secara lebih luas ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian
warisan. Syarat-syarat tersebut mengikuti rukun, dan sebagian berdiri sendiri23
.
Adapun rukun pembagian warisan ada tiga yaitu:
1. Pewaris (al-mawarrits)
Yaitu orang yang mewariskan harta bendanya, syaratnya al-muwarrits benar-
benar telah meninggal secara hakiki, secara yuridis, atau berdasarkan
perkiraan24
.
2. Ahli Waris (al-warits)
Ahli waris adalah orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan
baik karena hubungan darah, hubungan sebab perkawinan (semenda), atau
akibat memerdekakan hamba. Syaratnya, pada saat meninggalnya pewaris,
ahli waris benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam pengertian ini
adalah yang masih berada dalam kandungan. Meskipun masih berupa janin,
22 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Op. Cit., hlm. 113.
23
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Op. Cit., hlm. 28.
24
Ibid.
-
apabila dapat dipastikan hidup, melalui gerakan kontraksi atau cara lainnya,
maka bagi si janin tersebut berhak mendapatkan warisan25
. Syarat yang
lainnya adalah ahli waris tersebut tidak memiliki sebab terhalang untuk
mendapatkan hak wans seperti yang sudah di bahas di atas dalam sebab-
sebab terhalangnya mendapatkan hak kewarisan.
3. Harta Warisan (al-mauruts)
Harta warisan menurut hukum Islam ialah segala sesuatu yang ditinggalkan
oleh pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli warisnya. Dalam
pengertian ini dapat dibedakan antara harta warisan dan harta peninggalan.
Harta peninggalan adalah semua yang ditinggalkan oleh si mayit atau dalam
arti apa-apa yang ada pada seorang saat kematiannya, sedangkan harta warisan
adalah harta peninggalan yang secara hukum syariat berhak diterima oleh ahli
warisnya26
. Disebut sebagai harta warisan adalah harta peninggalan pewaris
yang dengan syarat sudah dikeluarkan untuk biaya selama pewaris sakit,
pengurusan jenazah, pembayaran hutang, serta wasiat pewaris.
G. Ahli Waris dan Bagian-Bagiannya Menurut Hukum Islam
Golongan besarnya hak yang akan diterima oleh para ahli waris, maka ahli
waris di dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu:
1. Ashabul furudh, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tertentu,
yaitu 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8 dan 2/3.
2. Ashabah, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu,
tetapi mendapatkan ushubah (sisa) dari ashabul furudh atau mendapatkan
semuanya jika tidak ada ashabul furudh.
3. Dzawil arham, yaitu golongan kerabat yang tidak termasuk golongan
pertama dan kedua27
.
25 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Op. Cit., hlm. 29.
26
Amir Syarifuddin, Op. Cit., hlm. 215. 27
R. Otje Salman dan Mustofa Haffas,. Hukum Waris Islam (Bandung: Refika
Aditama, 2010), hlm. 51.
-
Selanjutnya akan dijelaskan secara rinci dari ketiga golongan ahli waris di
atas, yaitu sebagai berikut:
1. Ashabul furudh
Secara umum, ashabul furudh dapat dikelompokan ke dalam dua
kelompok, yaitu ashabul furudh sababiyyah dan ashabul furudh nasabiyyah.
a. Ashabul Furudh Sababiyyah ialah orang berhak mendapat bagian
harta warisan, karena adanya sebab, yaitu adanya akad perkawinan,
sehingga antara suami dan istri mempunyai hubungan saling
mewarisi.
b. Ashabul Furudh Nasabiyyah ialah orang berhak menperoleh harta
warisan, karena adanya hubungan nasab (hubungan darah/keturunan).
Ahli waris nasabiyyah ini dapat dibedakan kepada 3 jenis, yaitu: furu‟
al-mayyit, usul al-mayyit dan al-hawasyi28
. Furu‟al-mayyit yaitu
hubungan nasab menurut garis lurus keturunan ke bawah. Yang
termasuk ke dalam furu‟al-mayyit ini ialah:
1) Anak perempuan dari anak laki-laki
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
keturunan laki-laki
Usul al-mayyit yaitu ahli waris yang merupakan asal keturunan dari orang
yang mewariskan, atau hubungan nasab garis keturunan ke atas. Mereka ini
adalah:
a) Ayah
b) Ibu
c) Ayah dari ayah (kakek) dan seterusnya ke atas
d) Ibu dari ayah atau ibu dari ibu (nenek dari pihak ayah atau nenek dari
pihak ibu)
Al-Hawasyi ialah hubungan nasab dari arah menyamping, dan mereka
terdiri dari:
28 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan (Jakarta: PT. Raja Grafinda Persada,
2012), hlm. 99.
-
a) Saudara perempuan sekandung.
b) Saudara perempuan seayah.
c) Saudara laki-laki seibu.
d) Saudara perempuan seibu29.
2. Ashabah
Para ahli fara‟id membedakan ashabah ke dalam tiga macam, yaitu ashabah bi
nafsih, ashabah bi al-ghair, dan ashabah ma‟a al-ghair. Di bawah ini akan
dijelaskan dari ketiga macam ashabah di atas, yaitu
a. Ashabah bi nafsih, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri
berhak menerima bagian ashabah. Ahli waris kelompok ini semuanya
laki- laki, kecuali mu‟tiqah (orang perempuan yang memerdekakan
hamba sahaya).
1. Anak laki-laki,
2. Cucu laki-laki dari garis anak laki-laki dan seterusnya ke bawah,
3. Bapak,
4. Kakek (dari garis bapak),
5. Saudara laki-laki Sekandung,
6. Saudara laki-laki seayah,
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung,
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak,
9. Paman (saudara bapak) sekandung,
10. Paman (saudara bapak) sebapak,
11. Anak laki-laki paman sekandung,
12. Anak laki-laki paman sebapak, dan
13. Mu‟tiq atau mu‟tiqah (laki-laki atau perempuan yang memerdekakan
hamba sahaya)
b. Ashabah bi al-ghair, yaitu seseorang yang sebenarnya bukan ashabah
karena ia adalah perempuan, namun karena bersama saudara laki-lakinya
29 Ibid. hlm. 100-101.
-
maka ia menjadi ashabah30
.
Ahli waris penerima ashabah bilghair tersebut adalah:
1. Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki,
2. Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis
laki-laki,
3. Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung,
4. Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.
c. Ashabah ma‟aal-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama dengan ahli waris lain yang tidak menerima sisa (ahli waris yang
mendapatkan bagian tertentu). Ahli waris yang menerima bagian ashabah
ma‟aal-ghair, ialah:
1. Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki (seorang atau
lebih).
2. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki (seorang atau
lebih)31
.
3. Dzawil arham
Dalam pembahasan fiqh mawaris, terminologi dzawil arham digunakan
untuk menunjuk ahli waris yang tidak termasuk ke dalam ahli waris ashab al-
furudl dan ashabah. Oleh karena itu, menurut ketentuan al-Qur‟an, mereka itu
tidak berhak menerima bagian warisan sepanjang ahli waris ashab al-furudl dan
ashabah ada32
.
Adapun bagian pasti yang telah ditentukan dalam al-Qur‟an ada enam, yaitu
seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam33
.
Yang mendapat bagian setengah (1/2) harta:
30 Amir Syarifuddin, Op. Cit, hlm. 244.
31
Ahmad Rofiq, Op. Cit, hlm. 74-75.
32
Ahmad Rofiq, Op. Cit, hlm. 78. 33
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Edisi Pertama)( Jakarta: Almahira, 2012),
hlm. 91.
-
1) Anak perempuan, apabila sendirian (anak tunggal) dan tidak ada anak laki-
laki (alias saudara kandung),
2) Cucu perempuan pancar dari anak laki-laki, apabila sendirian serta tidak
adanya anak perempuan atau ahli waris anak laki-laki,
3) Saudara perempuan sekandung, dalam situasi dan sendirian serta tidak ada
anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki,
4) Saudara perempuan sebapak, dalam situasi kalalah dan sendirian serta tidak
adanya anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki, dan saudara
perempuan kandung,
5) Suami apabila istri tidak punya anak.
Yang mendapat bagian seperempat (1/4) harta:
1) Suami apabila ada ahli waris anak dari istri,
2) Istri bila tidak ada anak atau cucu34.
Ketentuan hukum pembagian warisan untuk suami dan istri yang
mendapatkan bagian seperempat ini, telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Quran
surat an-Nisa‟ [4]: 12.
Yang mendapat bagian seperdelapan (1/8) harta, yaitu istri bila ada anak atau
cucu.
Yang mendapat bagian dua pertiga (2/3) harta apabila
tidak ada anak laki-laki
1) Dua orang anak perempuan atau lebih,
2) Dua orang atau lebih cucu perempuan pancar anak laki-laki,
3) Dua orang atau lebih saudara perempuan sekandung, dan
4) Dua orang atau lebih saudara perempuan sebapak.
Yang mendapat bagian sepertiga (1/3) harta
1) Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan saudara laki tidak lebih dari satu.
2) Dua orang atau lebih saudara perempuan seibu apabla tidak ada anak
laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-laki.
34 Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2015), hlm.
355-361.
-
Yang mendapat bagian seperenam (1/6) harta
1) Ibu apabila ada anak laki-laki atau saudara laki yang lebih dari satu.,
2) Bapak apabila ada ahli waris anak,
3) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak) apabila tidak ada ibu,
4) Cucu perempuan pancar anak laki-laki apabila bersamaan dengan anak
perempuan yang mendapatkan bagian 1/2 serta tidak adanya cucu laki-
laki dari anak laki,
5) Kakek (bapak dari bapak) apabila ada anak dan tidak ada ayah,
6) Seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan apabila
tidak ada salah satunya serta tidak adanya anak atau bapak/kakek dari
pihak laki-laki, dan
7) Satu orang atau lebih saudara perempuan sebapak apabila bersamaan
dengan saudara perempuan kandung yang mendapat bagian 1/2 serta
tidak adanya saudara laki sebapak35
.
Dalam pembagian warisan apabila terdapat ahli waris yang bersama-sama,
seperti anak perempuan dan anak laki-laki. Maka menurut prinsip dalam Islam
telah dijelaskan oleh Allah SWT. “Bagi seorang laki-laki mendapat bagian sama
dengan bagian dua orang perempuan”. (QS. An-Nisa‟ [4]: 11).
Karenanya, untuk menjaga keseimbangan antara beban yang dipikulkan di
pundak kaum laki-laki dan beban yang dipikulkan di pundak kaum wanita, maka
ditetapkanlah bahwa kaum laki-laki diberi bagian warisan 2 (dua) kali lipat
bagian kaum wanita. Persamaan yang adil adalah persamaan yang sesuai dengan
kadar kebutuhan masing-masing pihak36
.
H. Ahli Waris Menurut Adat Minangkabau
Menurut adat dengan sistem kewarisan kolektif matirilinial, yang menjadi
ahli waris terhadap harta pusaka tinggi adalah kemenakan. Ada bermacam
macam kemenakan dalam adat Minangkabau yaitu :
35
Ibid. hlm. 355-361. 36
Muhammad Ustman Al-Khasyt, Kitab Fikih Wanita 4 Mazhab Untuk Seluruh
Muslimah. (Jakarta: Niaga Swadaya. 2014), hlm. 282.
-
1) Kemenakana bertali darah, yaitu kemenakan kandung Iazimnya disebut
kemenakan dibawah dagu.
2) Kemenakan bertali adat, adalah kemenakan sepesukuan tapi tidak se kaum
dan tidak bertali darah, yang bernaung di bawah penghulu suku. Sering juga
di sebut kemenakan dibawah dada.
3) Kemenakan bertali budi, adalah seseorang yang datang dari tempat atau
daerah lain yang diterima menjadi kemenakan dari penghulu suku. Sering
juga di sebut kemenakan dibawah perut.
4) Kemenakan bertali emas, adalah kemenakan yang diperoleh dengan jalan
memberikan sejumalah uang (emas) kepada keluarga yang melepaskan
"kemenakan" tersebut. Seringnya disebut kemenakan di bawah perut.
Yang menjadi ahli waris terhadap harta pusaka tinggi adalah kemenakan
bertali darah (kemenakan kandung). Namun bila kemenakan bertali darah tidak ada
atau punah, maka yang mejadi ahli waris adalah kemanakan bertali adat. Demikian
seterusnya sesuai dengan asas keutamaan.
Dalam kelompok kemenakan bertali darah terdapat tingkatan-tingkatan sebagai
berikut:
1) Waris yang setampok (selebar telapak tangan) yaitu kemenakan kandung
yang merupakan anak-anak dari perempuan yang seibu dengan mamak
kepala waris.
2) Waris yang sejengkal yaitu dunsanak ibu (saudara ibu) adalah anak anak
dari perempuan yang ibu dari perempuan itu dengan ibu dari mamak kepala
waris adalah se ibu.
3) Waris yang sehasta yaitu dunsanak nenek adalah anak-anak dari perempuan
yang dari perempuan itu dengan nenek dari mamak kepala waris adalah
senenek.
4) Waris yang sedepa adalah kemenakan dunsanak moyang yaitu anak dari
perempuan dimana nenek dari perempuan itu dengan nenek adalah senenek.
top related