bab ii skenario 2 blok 8
Post on 21-Dec-2015
39 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah
penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan
biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat
gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis. Sindrom Sjogren di
klasifikasikan sebagai Sindrom Sjogren Sekunder bila berkaitan dengan penyakit
autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah Artritis Reumatoid, SLE dan
Sklerosis Sistemik. Sindrom Sjogren Primer paling banyak ditemukan sedangkan
Sindrom Sjogren Sekunder hanya 30% kejadiannya (Sumariyono, 2008).
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui.
Terdapat faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren.
Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjar tetapi
disertai juga dengan gejala sistemik atau ekstraglandular. Gejala awal biasanya
ditandai dengan gejala mulut dan mata kering dan terkadang disertai pembesaran
kelenjar parotis. Secara histopatologi kelenjar eksokrin penuh dengan infiltrasi
limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjar
(exocrinopathy) (Yuliasih, 2006).
Diagnosa Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk
Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan 3 gejala
utama yaitu mata kering, mulut kering, dan keluhan muskuloskletal dan biasanya
pasien berobat ke spesialis yang berbeda-bada (Yuliasih, 2006).
Penatalaksanaan Sindrom Sjogren dengan pengelolahan disfungsi sekresi
kelenjar air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta
pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu
pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren. Meskipun
Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan
mulut kering yang persisten dapat mengurangi kualitas hidup dan dalam
1
2
perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat menyebabkan kematian
(Sumariyono, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terjadinya disfungsi kelenjar lakrimalis dan kelenjar saliva
menyebabkan sindrom sjorgen.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bahwa terjadinya disfungsi kelenjar lakrimalis dan
kelenjar saliva menyebabkan sindrom sjorgen.
1.4 Hipotesa
Terjadinya disfungsi kelenjar lakrimalis dan kelenjar saliva menyebabkan
sindrom sjorgen.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimal adalah suatu struktur glanduler yang terletak dekat dengan
mata yang berperan untuk menghasilkan air mata, yang membasahi bola mata.
(Sloane, 2003)
2.1.1 Anatomi Kelenjar Lakrimalis
A. Aparatus lakrimalis terdiri dari 2 bagian :
1. Kelenjar lakrimalis yang berhubungan dengan pembentukan
air mata (sistem sekresi lakrimal)
2. Saluran air mata yang diteruskan ke dalam hidung (sistem
ekskresilakrimal) (Sloane, 2003).
B. Bagian-bagian dari aparatus lakrimalis adalah:
Kelenjar lakrimalis terdapat pada fossa lakrimal, sisi
medial prosesus zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih
bentuk dan besarnya menyerupai almond , dan terdiri dari dua bagian,
disebutkelenjar lakrimal superior (pars orbitalis) dan inferior
(pars palpebralis). Duktus kelenjar ini, berkisar 6-12, berjalan
pendek menyamping di bawah konjungtiva (Sloane, 2003).
Kelenjar lakrimalis utama terletak pada sudut superolateral rongga
mata. Ukurannya sebesar biji kenari, tubuloasinar dan serosa, dengan
sel mioepitel yang menyolok. Lobus kelenjar yang terpisah
mencurahkan isinya melalui 10-15 saluran keluar ke dalam bagian
lateral forniks superior konjungtiva.
Juga ditemukan banyak kelenjar lakrimal tambahan/assesoris dalam
lamina propria kelopak mata atas dan bawah. Kelenjar lakrialis
menghasikan air mata (Sloane, 2004) .
3
4
Air mata mengandung banyak air dan lisosim suatu zat anti bakteri.
Air mata berfungsi untuk memelihara agar epitel konjungtiva tetap
lembab, kedipan kelopak mata akan menyebabkan air mata tersebar di
atas kornea seperti wiper pada kaca mobil dan berguna untuk
mengeluarkan benda asing seperti partikel debu. Penguapan air mata
yang berlebihan dicegah oleh suatu lapisan/film mukus (dari sel goblet
konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak (dari kelenjar meibom)
(Sloane, 2003).
Air mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki
pungta lakrimal (lacrimal puncta) yang terletak disetiap sudut medial
palpebra superior dan inferior. Dari sini air mata kemudian masuk ke
kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan akhirnya masuk sakus
lakrimal. Dinding kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat
silindris bersilia. Sakus lakrimalis merupakan bagian superior duktus
nasolakrimalis yang melebar. Air mata kemudian masuk ke duktus
nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia. Dari
sini air mata kemudian dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di
dasar rongga hidung. Ini yang menyebabkan mengapa pada saat
menangis, hidung pun ikut menangis, karena rongga yang dilewati oleh
air mata adalah dasar ronggga hidung (Sloane, 2003).
Kelenjar aksesori ( kelenjar wolfring dan kelenjar Krause )
Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring.
Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria (Sloane,
2003) .
a. Pungtum lakrimalis
Ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0.3 mm terletak di
sebelah medial bagian superior dan inferior darikelopak mata. Punctum
relatif avaskular dari jaringan disekitarnyaselain itu warna pucat dari
punctum ini sangat membantu jikaditemukan adanya sumbatan.
Punctum lalkrimalis biasanya tidak terlihat kecuali jika kelopak bawah
mata dibalik sedikit. Jarak superior dan inferior punctum 0,5 mm,
sedangkan jarak masing-masing kecanthus medial kira-kira 6,5mm dan
5
6,0 mm. Air mata dari canthusmedial masuk ke punctum lalu masuk ke
canalis lakrimalis (Sloane, 2003) .
b. Kanalikuli lakrimalis
Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang
sangat kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla
lacrimales, terlihat pada tepi ekstremitas lateral (Sloane, 2003) .
c. Lacrimal apparatus (apparatus lacrimalis)
Apparatus lakrimal terdiri dari (a) kelenjar lakrimal, yang
mensekresikan air mata, dan duktus ekskretorinya, yang menyalurkan
cairan ke permukaan mata; (b) duktus lakrimal, kantung (sac) lakrimal,
dan duktus nasolakrimal, yang menyalurkan cairan ke celah hidung
(Sloane, 2003).
d. Lacrimal gland (glandula lacrimalis)
Terdapat pada fossa lakrimal, sisi medial prosesus zigomatikum os
frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan besarnya menyerupai
almond, dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar lakrimal superior
(pars orbitalis) dan inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar ini,
berkisar 6-12, berjalan pendek menyamping di bawah (Sloane, 2003).
e. Lacrimal ducts (lacrimal canals)
Berawal pada orifisium yang sangat kecil, bernama puncta
lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi
ekstremitas lateral lacrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan
lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan
sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju
lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian
hamper horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus
mengalami dilatasi dan disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla
serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter (Sloane,
2003).
f. Lacrimal sac (saccus lacrimalis)
Ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan
terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang
6
lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac oval dan
ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat;
bagian bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal (Sloane,
2003).
g. Nasolacrimal duct (ductus nasolacrimalis; nasal duct)
Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang
dari bagian bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana
saluran ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak
sempurna, plica lacrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran
mukosa. Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseous, yang
terbentuk dari maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior
(Sloane, 2003).
Gambar 1 : Glandula Lakrimalis
2.1.2 Fisiologi Kelenjar Lakrimalis
Lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan (Maksum, 2009):
1. Lapisan Minyak. Lapisan ini berfungsi untuk melicinkan
permukaan mata dan mengurangi penguapan air mata. Lapisan
minyak merupakan lapisan terluar yang dihasilkan.
2. Lapisan Air. Lapisan air merupakan lapisan tengah yang dihasilkan
oleh sel-sel yang tersebar pada konjungtiva (selaput bening mata).
Lapisan ini berfungsi membersihkan mata dan mengeluarkan
benda-benda asing ataupun iritan yang masuk ke dalam mata.
7
3. Lapisan Lendir. Lapisan ini merupakan lapisan terdalam. Lapisan
ini membantu agar air mata tersebar rata pada permukaan mata dan
membantu agar mata tetap lembab.
2.1.3 Histologi Kelenjar Lakrimalis
Glandula Lakrimal ataupun kelenjar air mata Adalah kelenjar penghasil
air mata yang terletak di bagian anterior superior temporal dariorbita.
Kelenjar ini terdiri atas beberapa lobus kelenjar yang terpisah dengan6-
12duktus ekskretorius yang menghubungkan kelenjar dengan forniks
superior konjungtiva (forniks : sinus-sinus berlapis konjungtiva diantara
kelopak mata dan bola mata).
Kelenjar lakrimal merupakan kelenjar tubulo alveolar yang umumnya
memiliki lumen lebar dan terdiriatas sel berbentuk kolom berjenis serosa,
yang mirip dengan sel asinarparotis. Sel-sel ini memperlihatkan granul
sekresi yang terpulas pucat dansuatu lamina basal yang memisahkan sel dari
jaringan ikat sekitarnya.Sel mioepitel yang berkembang baik mengelilingi
bagian sekresikelenjar lakrimal. Sekret kelenjar mengalir ke bawah melalui
8
permukaankornea dan konjungtiva bulbi dan palpebra, yang membasahi
permukaanbagian-bagian ini. Secret mengalir kedalamkanalikuli lakrimalis
melaluipunktum lakrimal, yang merupakan lubang bulat berdiameter sekitar
0,5mm pada sisi medial tepian kelopak atas dan bawah.
Kanalikuli, yang berdiameter sekitar 1 mm dan panjang 8 mm,
bergabung membentuk kanalikulus communis tepat sebelum bermuara
kedalam sakus lakrimalis,dandilapisiepitel berlapis gepeng tebal.
Di vertikulum kanalikuluscommunis,yang merupakan bagian dari struktur
normal, seringkali rentan terhadap infeksi. Kelenjar lakrimal menyekresi
cairan yang kaya akan lisosom, yaitu suatu enzim yang menghidrolisis
dinding sel spesies bakteri tertentu, yang memudahkan penghancurannya.
2.1.4 Patofisiologi Kelenjar Lakrimalis
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada
anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal,
sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya,
misal adanya polip hidung. Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat
menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus
lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
2.2 Kelenjar Saliva
Saliva merupakan salah satu cairan di rongga mulut yang diproduksi dan
diekskresikan oleh kelejar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui
suatu saluran. Saliva terdiri dari 98% air dan selebihnya adalah elektrolit, mukus
dan enzim-enzim. Saliva diekskresi hingga 0,5-1,5 liter oleh tiga kelenjar liur
mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan untuk
memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut.
Kelenjar saliva terdiri dari kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor.
Kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya
disalurkan melalui duktus ke dalam rongga mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri
9
dari kelenjar parotis yang terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus
mandibula, kelenjar submandibularis yang terletak dibagian bawah korpus
mandibula dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah lidah. Sedangkan,
kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar
bladinuhn, kelenjar von ebner dan kelenjar weber (Reinsburg,1995).
2.2.1 Anatomi, Fisiologi dan Histologi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan
penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva
mensekresi dalam rongga mulut. Saliva terdiri dari cairan encer yang
mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus. Menurut
struktur anatomis dan letaknya, kelenjar saliva dapat dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar minor. Kelenjar
saliva dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan
yang diterima. Rangsanga tersebut berupa rangsangan mekanis (mastikasi),
kimiawi (manis, asam, asin dan pahit), neural, psikis (emosi dan stress), dan
rangsangan sakit. Besarnya sekresi saliva nomal yang dihasilkan oleh semua
kelenjar kira-kira 1-1,5 liter per hari (Reinsburg,1995).
Gambar 1 Anatomi Kelenjar Saliva
1. Kelenjar Saliva Mayor
10
Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar saliva terbanyak dan ditemui
berpasang–pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang
sangat panjang. Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga
mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.
Menurut struktur anatomi dan letaknya, kelenjar saliva mayor dapat dibagi
atas tiga tipe yaitu parotis, submandibularis dan sublingualis. Masing–masing
kelenjar mayor ini menghasilkan sekret yang berbeda–beda sesuai rangsangan
yang diterimanya. Saliva pada manusia terdiri atas sekresi kelenjar parotis
(25%),submandibularis (70%), dan sublingualis (5%).
a. Kelenjar Parotis
Anatomi:
a. Kelenjar ini merupakan kelenjar terbesar dibandingkan
kelenjar saliva lainnya.
b. Letak kelenjar berpasangan ini tepat di bagian bawah telinga
terletak antara prosessus mastoideus dan ramus mandibula.
Kelenjar ini meluas ke lengkung zygomatikum di depan
telinga dan mencapai dasar dari muskulus masseter.
c. Kelenjar parotis memiliki suatu duktus utama yang dikenal
dengan duktus Stensen. Duktusiniberjalanmenembus pipi dan
bermuara pada vestibulus oris pada lipatan antara mukosa pipi
dan gusidihadapkan molar dua atas.
d. Kelenjariniterbungkusolehsuatukapsul yang sangatfibrous dan
memilikibeberapabagiansepertiarteri temporal superfisialis,
vena retromandibular dan nervusfasialis yang menembus dan
melaluikelenjarini.
Histologi:
a. Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan
mengandung sejumlah besar enzim antara lain amylase,
lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase.
b. Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang
pada manusia adalah serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi
oleh kapsula jaringan ikat yang tebal, dari sini ada septa
11
jaringan ikat termasuk kelenjar dan membagi kelenjar menjadi
lobulus yang kecil. Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran
keluar yang rumit sekali dan hampir semua duktus
ontralobularis adalah duktus striata.
c. Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius steensen
terdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam vestibulum
rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.
Kelenjar parotis secara khas dipengaruhi oleh mumps yaitu
parotitis epidemika.
Fisiologi:
a. Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air
yaitu serous.
b. Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.
b. Kelenjar Submandibularis
Anatomi:
a. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang berbentuk seperti kacang
dan memiliki kapsul dengan batas yang jelas.
b. Di dalam kelenjar ini terdapat arteri fasialis yang melekat erat
dengan kelenjar ini.
c. Kelenjar ini teletak di dasar mulut di bawah ramus mandibula
dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula
dan terletak di permukaan muskulus mylohyoid.
d. Pada proses sekresi kelenjar ini memiliki duktus Whartonyang
bermuara di ujung lidah.
Histologi:
a. Kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat.
b. Kelenjar submandibularis adalah kelenjar tubuloasino
sakompleks, yang pada manusia terutama pada kelenjar
campur dengan sel-sel serosa yang dominan, karena itu
disebut mukoserosa. Terdapat duktus interkalaris, tetapi
12
saluran ini pendek karena itu tidak banyak dalam sajian,
sebaliknya duktus striata berkembang baik dan panjang.
c. Saluran keluar utama yaitu duktus submandibularis wharton
bermuara pada ujung papila sublingualis pada dasar rongga
mulut dekat sekali dengan frenulum lidah, dibelakang gigi seri
bawah. Baik kapsula maupun jaringan ikat stroma berkembang
baik pada kelenjar submandibularis.
Fisiologi:
a. Kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous (cairan
ludah yang encer) dan 20% mukous (cairanludah yang padat).
b. Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang
memproduksi air liurterbanyak.
c. Saliva pada manusia terdiri atas 70% sekresi kelenjar
submandibularis.
d. Kelenjar Sublingualis
Anatomi:
a. Kelenjar ini terletak antara dasar mulut dan muskulus
mylohyoid merupakan suatu kelenjar kecil diantara kelenjar–
kelenjar mayor lainnya.
b. Duktus utama yang membantu sekresi disebut duktus
Bhartolinyang terletak berdekatan dengan duktus mandibular
dan duktus Rivinus yang berjumlah 8-20 buah.
c. Kelenjar ini tidak memiliki kapsul yang dapat melindunginya.
Histologi:
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar tubuloasinosa dan kelenjar
tubulosakompleks. Pada manusia kelenjar ini adalah kelenjar
campur meskipun terutama kelenjar mukosa karena itu disebut
seromukosa. Sel-sel serosa yang sedikit hampir seluruhnya ikut
membentuk demilune. Duktus interkalaris dan duktus striata
jaringan terlihat. Kapsula jaringan ikat tidak berkembang baik,
13
tetapi kelenjar ini lobular halus biasanya terdapat 10-12 saluran
luar yaitu duktus sublingualis, yang bermuara kesepanjang lipatan
mukosa yaitu plikasublingualis, masing-masing mempunyai muara
sendiri. Saluran keluar yang lebih besar yaitu duktus sublingualis
mayor bartholin bermuara pada karunkula sublingualis bersama-
sama dengan duktus wharton, kadang-kadang keduanya menjadi
satu.
Fisiologi:
Kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang mukous dan
konsistensinya kental. Saliva pada manusia terdiri atas 5% sekresi
kelenjar sublingualis.
2. Kelenjar Saliva Minor
Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang
terletak di dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya
menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar
ini diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang menemukannya.
Kelenjar saliva minor dapat ditemui pada hampir seluruh epitel di bawah
rongga mulut. Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit sekresi kecil dan
melewati duktus pendek yang berhubungan langsung dengan rongga mulut.
Selain kelenjar saliva minor tidak memiliki kapsul yang jelas seperti layaknya
kelenjar saliva mayor, kelenjar saliva minor secara keseluruhan
menghasilkan sekret yang mukous kecuali kelenjar lingual tipe Van Ebner.
Saliva yang dihasilkan mempunyai pH antara 6,0-7,4 sangat membantu di
dalam pencernaan ptyalin.
a. Kelenjar Glossopalatinal
Lokasi dari kelenjar ini berada dalam isthimus dari lipatan
glossopalatinal dan dapat meluas ke bagian posterior dari kelenjar
sublingual ke kelenjar yang ada di palatum molle.
14
b. Kelenjar Labial
Kelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui pada
midline dan memiliki banyak duktus.
c. Kelenjar Bukal
Kelenjar ini terdapat pada mukosa pipi, kelenjar ini serupa dengan
kelenjar labial.
d. Kelenjar Palatinal
Kelenjar ini ditemui di sepetiga posterior palatal dan di palatum
molle. Kelenjar ini dapat dilihat secara visual dan dilindungi oleh
jaringan fibrous yang padat.
e. Kelenjar Lingual
Kelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe yaitu :
1. Kelenjar anterior lingual
Lokasi kelenjar ini tepat di ujung lidah.
2. Kelenjar lingual Van Ebner
Kelenjar ini dapat di temukan di papila sirkumvalata.
3. Kelenjar posterior lingual
Dapat ditemukan pada sepertiga posterior lidah yang berdekatan
dengan tonsil.
2.2.2 Patofisiologi Kelenjar Saliva
1. Mucocele
Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan oleh
pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di
sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel.
Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan
dasar mulut. Mucocele terjadi karena pada saat air liur kita dialirkan
dari kelenjar air liur ke dalam mulut melalui suatu saluran kecil yang
disebut duktus. Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau
karena trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja,
sehingga air liur menjadi tertahan tidak dapat mengalir keluar dan
menyebabkan pembengkakan (mucocele). Mucocele juga dapat terjadi
jika kelenjar ludah terluka. Manusia memiliki banyak kelenjar ludah
15
dalam mulut yang menghasilkan ludah. Ludah tesebut mengandung air,
3iopsy, dan enzim. Ludah dikeluarkan dari kelenjar ludah melalui
saluran kecil yang disebut duct (pembuluh).
A. Penatalaksanaan
Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari
beberapa hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan
sendirinya. Namun banyak juga lesi yang sifatnya kronik dan
membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di eksisi, dokter gigi
sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan, dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan
menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur. Selain
dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser.
Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan
injeksi Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang
dapat mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu
dilakukan pembedahan. Penatalaksanaan mukokel biasanya dilakukan
dengan eksisimukokel dengan modifikasi teknik elips. yaitu setelah
pemberian anesthesi lokal dibuat dua insisi elips yang hanya menembus
mukosa, kemudian lesi dipotong dengan teknik gunting lalu dilakukan
penjahitan
2. Ranula
Etiologi Dan Patogenesis
a. Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus
ekskretorius major yang membesar atau terputus atau terjadinya
rupture dari saluran kelenjar terhalangnya aliran liur yang
sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler (duktus
Wharton), sehingga melalui rupture ini air liur keluar menempati
jaringan disekitar saluran tersebut. Selain terhalangnya aliranliur,
ranula bisa juga terjadi karena trauma dan peradangan. Ranulamirip
dengan mukokel tetapi ukurannya lebih besar.
16
b. Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut
ranulaSuperfisialis. Bila kista menerobos dibawah otot
milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan submandibular,
ranula jenisini disebut ranula Dissecting atau Plunging.
A. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan
caramarsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi.Biasanya
menggunakan anestesi blok lingual ditambah denganinfiltrasi regional.
Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaianjahitan menyatukan mukosa
perifer dengan mukosa lesi danjaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan
juga drainase denganpenekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada
atap lesisesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan
tampon.
3. Sialadenitis
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau
saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Terdapat tiga
kelenjar utama pada rongga mulut,diantaranya adalah kelenjar parotis,
submandibular, dan sublingual. Sialadenitis paling sering terjadi pada
kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai
60-an, pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom
Sjögren, dan pada mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut.
Remaja dan dewasa muda dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan
ini. Organisme yang merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini
adalah Staphylococcus aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli,
dan berbagai bakteri anaerob.
A. Penatalaksanaan
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai,
kebersihan mulut baik, pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik
intravena. Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan
17
menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi. Sialography
merupakan kontraindikasi.Insisi dan drainase paling baik dilakukan
dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian
menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam
kelenjar, tersebar di arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran
kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka tertutup. Dalam
beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang
dipandu CT atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu
menghindari prosedur operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa
fluktuasi kelenjar parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat
karena beberapa investasi fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah mustahil
untuk menentukan adanya pembentukan abses awal berdasarkan
pemeriksaan fisik saja.
2.3 Syndrome Sjorgen
Sindrom Sjogren adalah sebuah kelainan autoimun di mana sel imun
menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksiair mata dan
liur. Sindrom ini dinamakan dari seorang ahli penyakit mata Henrik Sjögren
(1899-1986) dari Swedia, yang pertama kali memaparkan penyakit ini. Sindrom
Sjögren selalu dihubungkan dengan kelainan rheumatik seperti arthritis
rheumatoid, dan terdapat faktor rheumatoid positifpada 90 persen dari jumlah
kasus(Scofield,2005)
2.3.1 Macam-macam Syndrome Sjorgen
Ada 2 macam Sjorgen’s syndrome:
1. Sjorgen’s syndrome primer
Merupakan penyakit auto immune sistemik dengan target kelenjar
eksokrin tanpa didahului oleh penyakit auto immune atau jaringan
lainnya.
2. Sjorgen’s syndrome sekunder
Merupakan Sjorgen’s syndrome yang disertai penyakit autoimune
yang lain.
18
Penyakit autoimmune sendiri adalah penyakit yang terjadi akibat
kegagalan sistem imun untuk mengenali dirinya sehingga timbul respons
imun terhadap tubuh sendiri (Rahmawati,2012)
1. Rheumathoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis Kata arthritis berasal dari dua kata
Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang
berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon,
2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis
adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis
dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial.
A. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis
menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus
terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus
terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus
terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
19
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus
terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.
B. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui
secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme
imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus
(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
C. Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang
dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu
gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare,
2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya
serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai
dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus (Long, 1996).
D. Manifestasi Klinis
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi,
tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan
tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti
20
meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu
terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit
hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika
penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali
(Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,
kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas
rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan
sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan
biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa
nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi
merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid
arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari
rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu,
takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996). Pola
karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada
persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara
progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku,
pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan
simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada
pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
E. Penatalaksanaan
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai
penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan
sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya
dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa
hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu
yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Penanganan medik
21
pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-
Inflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan
dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan
memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun
pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut
resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa
dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi
tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer &
Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan
rheumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang
lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.
Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan
penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama
awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Menjaga
supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,
sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari.
Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah
bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah
datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga
secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga
asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan
tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi
suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung
Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif
untuk memelihara persendian agar tetap lentur.
2.3.2 Gejala Syndrome Sjorgen
Gejala pada Syndrom Sjogren meliputi:
1. Gejala pada bagian mata yaitu,
a. Adanya rasa kering pada mata selama 3 bulan lebih
b. Adanya rasa seperti mata kemasukan pasir atau kerikil
22
c. Penggunaan obat pengganti air mata lebih dari 3 kali
dalam 1 hari
2. Gejala pada bagian mulut yaitu,
a. Mulut terasa kering setiap hari selama 3 bulan lebih
b. Adanya pembengkakan pada air liur
c. Perlu minum terlebih dahulu sebelum menelan
makanan yang kering
Sampai saat ini masih belum di temukan terapi secara
spesifik untuk penyembuhan Syndrom Sjogren secara
sempurna. Pemberian terapi hanya bersifat simtomatik atau
mengurangi gejalanya serta bersifat suportif.
2.3.3 Diagnosis Syndrome Sjorgen
Penetapan diagnosis sindrom Sjogren cukup sulit dengan
gejala-gejala yang bervariasi. Kombinasi beberapa tes dapat
membantu untuk menetapkan sindrom Sjögren. (Scofield, 2005).
Tes darah dapat membantu untuk menentukan apakah pasien
memiliki tingkat antibodi tinggi yang dapat menandakan
penyakitnya, seperti antibodi anti-nuklear (ANA, Anti-nuclear
Antibody) dan faktor rheumatoid. Keduanya berkaitan dengan tanda
penyakit otoimun. Pola ANA pada sindrom Sjögren tipikal adalah
SSA/Ro dan SSB/La. SSB/La memiliki keunggulan yakni lebih
spesifik, sedangkan SSA/Ro dapat dihubungkan dengan penyakit
otoimun lainnya, namun sering menandakan sindrom Sjögren
(Franceschini dan Cavazzana I, 2005).
Tes Schirmer dapat mengukur produksi dari air mata, dengan
menggunakan sebuah lembar strip kertas penyaring yang
diletakkan pada bawah kelopak mata selama lima menit. Kemudian
dilakukan pengukuran jumlah pembasahaan kertas dengan
penggaris. Sebuah lampu pemeriksaan dapat digunakan untuk
23
menentukan tingkat kekeringan pada permukaan mata (Scofield,
2005).
Fungsi kelenjar liur dapat diuji dengan pengumpulan air liur
dan menentukan jumlah produksinya. Sebuah tindakan biopsi bibir
dapat menentukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada
kelenjar liur, dan merusak kelenjar-kelenjar karena reaksi radang
(Scofield, 2005).
Sebuah tindakan prosedur radiologis dapat digunakan untuk
mendiagnosis sindrom Sjogren. Kontras disuntikkan ke duktus
Stensen (misalnya, duktus parotis). Adanya genangan kontras pada
kelenjar dapat menandakan sindrom Sjogren (Scofield, 2005).
2.3.4 Penatalaksanaan Syndrome Sjorgen
Tatalaksana Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat
disfungsi sekresi kelenjer dimata dan mulut dan manifestasi
ektraglandular.Prinsipnya hanyalah simtomatis mengantikan fungsi
kelenjer eksokrin denganmemberikan lubrikasi (Sumariyono,
2008).
a. Mata
Pengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata
buatan bebas pengawet untuk siang hari dan salep mata untuk
malam hari.Lubrikasi pada mata kering dengan tetes mata
buatan membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata
kering.Untuk mengurangi efek samping sumbatan drainase air
mata pengganti bisa diberikan lensa kontak, tetapi resiko
infeksi sangat besar.Tetes mata yang mengandung steroid
sebaiknya dihindarkan karena merangsang infeksi.
Bila gagal dengan terapi tersebut dapat diberikan
sekretagogum yaitu stimulat muskarinik reseptor.Ada dua jenis
sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan
pilokarpin dan cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari
24
selama 12 minggu sedangkan cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3
kali sehari (Sumariyono, 2008).
b. Mulut
Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren
meliputi pengobatan dan pencegahan karies, mengurangi
gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut.Pengobatan
xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang
dapat untuk mengatasinya.Pada umumnya terapi ditujukan
pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang kelenjer
liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan
sugar-free lozenges, cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan
kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada produksi saliva
dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang
pada kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti
jamur topical (Sumariyono, 2008).
c. Ektraglandular
OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal,
hidroksi klorokuin digunakan untuk atralgia, mialgia
hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1
mg/kgBB/hari dan imunosupresan antara lain siklofosfamid
digunakan untuk mengontrol gejala ekstraglandular misalnya
difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis
(Sumariyono, 2008).
2.4 Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.
Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya dan hanya oranag tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).
Berikut ini merupakan pendapat ahli mengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979) mendefinisikan nyeri sebgai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang, yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya
jika orang tersebut pernah mengalaminya.
25
2. Wolf weifselfeurst (1974) mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
3. Artur C. Curton (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak sehingga
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4. Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaannya yang tidak
menyenangakan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut
saraf dalam tubuh keotak diikuti oleh reaksi fisik, fisilogi, maupun
emosional.
a. Macam-macam Nyeri
MenurutHidayatpadatahun 2008, klasifikasi nyeri secara umum dibagi
menjadi dua yakni:
1) Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang tidak melebihi enam bulan, serta ditandai adanya
peningkatan tegangan otot.
2) Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu lebih dari
enam bulan.
b. Mekanisme Nyeri
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis
kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan
4 proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya
nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri) (Murdoch, 2000).
1) Proses transduksi
Proses dimana stimulus noxious diubah ke impuls elektrikal pada ujung
nervus. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia,
suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-
26
ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor
meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan
jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya
menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang
akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan
dikeluarkan zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi
perifer (Murdoch, 2000).
2) Proses transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses
transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla
spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke
traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa
rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan visceral serta
berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi.
Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.
Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di
cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Murdoch, 2000).
3) Proses modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri terjadi disusunan saraf pusat (medulla
spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik
endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang
masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden
yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin,
serotonin, noradrenalin) dapat menekan impulsnyeri pada kornu
posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat
terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik
endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat
subjektif pada setiap orang (Murdoch, 2000).
27
4) Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu
proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan
terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik
(Murdoch, 2000).
28
BAB III
CONCEPTUAL MAPPING
DILAMPIRKAN
28
29
BAB IV
PEMBAHASAN
DILAMPIRKAN
29
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Terjadinya disfungsi kelenjar saliva dan kelenjar lakrimalis dapat
menyebabkan terjadi sindrom sjorgen. Yang ditandai dengan gejalanya yaitu
mengeringnya kelenjar saliva, kelenjar lakrimalis, dan kelenjar eksokrn lain.
selain itu juga terdapat reumathoid arthritis.
5.2 Saran
Mahasiswa kedokteran gigi diharapkan dapat mengetahui macam , gejala,
dan diagnosis sindrom sjorgen dengan baik agar dapat melakukan
penatalaksanaan dengan baik terhadap pasien.
30
top related